Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
SKRIPSI
IDENTIFIKASI RESIDU PESTISIDA DIELDRIN
DALAM BERAS LOKAL DAN BERAS IMPOR
DI PASAR TERONG DAN LOTTE MART
KOTA MAKASSAR TAHUN 2013
MUSFIANDI TAQWIN
K 111 09 370
skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
ABSTRACT
HASANUDDIN UNIVERSITY
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
ENVIRONMENTAL HEALTH
Thesis, MAY 2013
MUSFIANDI TAQWIN
"THE IDENTIFICATION OF DIELDRIN PESTICIDE RESIDUES IN
LOCAL RICE AND IMPORT RICE AT THE TERONG MARKET AND
LOTTE MART OF MAKASSAR CITY "
The using of pesticides are increasing year by year. The high using of
pesticides can not be separated from the function of pesticides which can reduce
the problem of agricultural, especially pest plants problem and can increase
agricultural productions. The high using of pesticides allows for pesticide residues
cause health problems in humans. One of the kind of pesticides that used by
farmers at most and generated a lot of residues on rice is Dieldrin. Rice as a staple, is
a marker that the pattern of the people consumption of rice is very high. This
research aims to determine the existence and the amount of content of dieldrin
pesticide recidues in local rice and import rice at the Terong Market and Lotte
Mart Makassar.
The type of the research which conducted is an observational method with
a descriptive approach to obtain the data in the field by identifying the pesticide
dieldrin residues in local rice and import rice through laboratory analysis. The
inspection of sample was conducted at the Pesticide Testing Laboratory BPTPH.
The result of sample test at The Pesticide Testing Laboratory of Technical
Implementation Unit of the Department of Plant Protection Institute of Food and
Horticulture of South Sulawesi, with Gas Chromatography method, showed no
detection of pesticide residues of dieldrin in the local rice and imported rice from
the market Eggplant and Lotte Mart and can safely be said to consumption
because it is still below the MRL limits based SNI 2008 is 0.02 mg / kg.
Keywords: Pesticides, Residues, Dieldrin.
References: 33 (1991-2012)
iii
ABSTRAK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
SKRIPSI, MEI 2013
MUSFIANDI TAQWIN
“IDENTIFIKASI RESIDU PESTISIDA DIELDRIN DALAM BERAS
LOKAL DAN BERAS IMPOR DI PASAR TERONG DAN LOTTE MART
KOTA MAKASSAR”
Penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tingginya
penggunaan pestisida tidak terlepas dari fungsi pestisida yang dapat mengurangi
masalah pertanian terutama masalah hama tanaman dan dapat meningkatkan
produksi pertanian. Tingginya penggunaan pestisida memungkinkan adanya
residu pestisida yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia.
Salah satu golongan pestisida yang paling banyak digunakan petani dan banyak
menimbulkan residu pada beras adalah Dieldrin. Merupakan bahan pokok
menandakan pola konsumsi masyarakat terhadap beras sangat tinggi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah kandungan residu
pestisida dieldrin dalam beras lokal dan beras impor di Pasar Terong dan Lotte
Mart Kota Makassar.
Jenis Penelitian yang dilakukan adalah metode observasional dengan
pendekatan deskriptif untuk memperoleh data di lapangan dengan cara
mengidentifikasi residu pestisida dieldrin dalam beras lokal dan beras impor
melalui analisis laboratorium. Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium
Pengujian Pestisida BPTPH.
Hasil pemeriksaan sampel di Laboratorium Pengujian Pestisida Unit
Pelaksana Teknis Dinas Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
Sulawesi Selatan, dengan metode Kromatografi Gas, menunjukkan tidak
terdeteksinya residu pestisida dieldrin dalam beras lokal dan beras impor yang
berasal dari pasar Terong dan Lotte Mart dan bisa dikatakan aman untuk
dikonsumsi karena masih dibawah batas BMR berdasarkan SNI 2008 yaitu 0,02
mg/kg.
Kata Kunci : Pestisida, Residu, Dieldrin.
Daftar Pustaka : 33 (1991-2012)
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Identifikasi Residu Pestisida Dieldrin Dalam Beras Lokal Dan Beras Impor
di Pasar Terong dan Lotte Mart Kota Makassar Tahun 2013”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Sujud Syukur yang kupersembahkan skripsi ini terkhusus kepada kedua
orang tua tercinta Ayahanda H. Mustaring, SE dan Ibunda Hj. Nursiah, S.Pd.
Terima kasih atas segala pengorbanan, kesabaran, dukungan, semangat, dan do’a
restu di setiap langkah ini, kiranya amanah yang diberikan kepada penulis tidak
tersia-siakan.
Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada Bapak Dr. Sukri Palutturi, SKM, MPH selaku penasehat
akademik atas segala motivasi dan bimbingannya selama ini sejak awal mulai
menginjakkan kaki di Fakultas tercinta ini. Serta tak lupa pula penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada bapak Dr. Anwar Daud,
SKM, M.Kes selaku pembimbing I dan bapak Agus Bintara Birawida, S.Kel,
M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, pengarahan, serta petunjuk yang sangat berguna sehingga tersusunlah
skripsi ini. Terima kasih pula kepada tim penguji Anwar, SKM, M.Sc, Dr. Suriah,
v
SKM, M.Kes dan Awaluddin, SKM, M.Kes yang telah banyak memberikan
masukan serta arahan guna penyempurnaan penulisan skripsi ini. Melalui
kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. H.M Alimin Maidin, MPH , selaku Dekan FKM Unhas,
beserta seluruh pegawai FKM Unhas yang telah memberikan bimbingan
selama mengikuti pendidikan.
2. Bapak dr. Hasanuddin Ishak, M.Sc., Ph.D sebagai Ketua Bagian Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Masyarakat Universitas
Hasanuddin beserta seluruh staf.
3. Bapak dan Ibu dosen FKM UNHAS yang telah memberikan bimbingan dan
ilmu pengetahuan kepada penulis dalam mengikuti perkuliahan, terkhusus
kepada Bapak dan Ibu dosen jurusan Kesehatan Lingkungan.
4. Kepada saudara saya Musfriliandi Taswin, Miftakhul Ramadhan dan Muh.
Mey Rezky yang sudah memberikan dorongan semangat, keyakinan, dan
serta memotivasi kepada penulis
5. Teman-teman seperjuangan selama kuliah Muh. Aedil, Muh. Irwan Rizali,
Haerul Anwar, Adnan Amal Yusfar, Asrori Muhofi, Muh. Wiranto,
Firnasruddin, M. Zuldarisman dan Muh. Suyuti yang selalu terbuka untuk
saling berbagi suka dan duka selama kuliah dan sampai pada proses
penyelesaian skripsi ini, salam sukses dan semoga kita termasuk golongan
orang-orang yang beruntung, sukses dan bahagia, Amin.
vi
6. Spesial buat Juwita Nurul Hikma P yang selalu memberikan semangat,
motivasi, serta canda dan tawanya selama penulis berada di FKM.
7. Teman-teman seperjuangan di jurusan Kesling (Tata, Idhe, Iman, Iccha, Andi
Itha, Wiwi, Lilis, dll) yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi
ini dan terima kasih untuk kebersamaannya.
8. Teman-teman angkatan 2009, teman-teman KKN PK angkatan 41 posko
Kelurahan Bontotangnga Kabupaten Jeneponto, teman-teman PBL Kelurahan
Kunjung Mae Kecamatan Mariso yang senantiasa memberikan dukungan,
motivasi, kesabaran serta kasih sayang yang tulus kepada penulis yang tak
terhingga nilainya.
9. Teman-teman Pengurus HmI, Forkom Kl, KSR PMI Unhas, BRS Community
dan KPA Jelajah Nusantara yang senantiasa memberikan dukungan, terima
kasih untuk semua kebersamaan dan pengalaman yang diberikan selama
periode kepengurusan.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena
itu, besar harapan penulis kepada pembaca atas kontribusinya berupa saran dan
kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya Kepada Allah SWT jualah penulis memohon doa dan berharap
semoga kebaikan yang diberikan akan mendapat imbalan yang berlipat ganda dan
semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi siapapun. Amin
Makassar, Juni 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...............................................................................................
RINGKASAN...........................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................
DAFTAR TABEL ....................................................................................
DAFTAR SINGKATAN..........................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................
C. Tujuan Penelitian .............................................................
D. Manfaat Penelitian ...........................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pestisida ..................................
1. Pengertian Pestisida ...................................................
2. Jenis Pestisida ............................................................
B. Tinjauan Umum Tentang Beras ......................................
C. Tinjauan Umum Tentang Insektisida ..............................
D. Tinjauan Umum Tentang Kromatografi Gas....................
E. Tujuan Umum Pasar .........................................................
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Landasan Pemikiran.............................. ...........................
B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti......................................
C. Defenisi Operasional .......................................................
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................
Halaman
i
iii
iv
vii
ix
x
xi
1
8
9
11
11
26
42
44
47
52
56
57
57
59
59
viii
C. Populasi dan Sampel .......................................................
D. Teknik Penarikan Sampel .................................................
E. Metode Pengujian Sampel ................................................
F. Pengumpulan Data ...........................................................
G. Pengolahan dan Penyajian Data .......................................
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ..................................................................................
B. Pembahasan ......................................................................
C. Keterbatasan Peneliti.........................................................
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.........................................................................
B. Saran............ ......................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
59
60
60
62
62
63
66
71
72
72
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Persistensi Beberapa Pestisida dari Golongan
Organoklorin
Beberapa merek dagang untuk pestisida yang berbahan
aktif senyawa organoklorin
Hasil Analisa Konsentrasi Residu Pestisida Dieldrin
pada Beras Lokal dan Beras Impor di Pasar Terong
dengan Kromatografi Gas
37
38
64
Tabel 4 Hasil Analisa Konsentrasi Residu Pestisida Dieldrin
pada Beras Lokal dan Beras Impor di Lotte Mart
dengan Kromatografi Gas
65
x
DAFTAR SINGKATAN
ATSDR : Agency for Toxic Substances and Disease Registry
BMR : Batas Maksimum Residu
BPTPH : Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
DDT : Dikloro difenil trikloroetan
ECD : Electron capturedetector
LD50 : Lethal Dosage 50 %
OPT : Organisme Pengganggu Tanaman
PHT : Pengendalian Hama Tanaman
Ppb : Part per billion
Ppm : Part per million
SNI : Standar Nasional Indonesia
UNEP : United Nations Environment Programe
WHO : World Health Organization
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Standar Nasional Indonesia (SNI) Batas Maksimum Residu Pestisida Pada
Hasil Pertanian
2 Hasil Kromatogram Standar dan Residu Pestisida Dieldrin di
Laboratorium Pengujian Pestisida BPTPH Sulawesi Selatan
3 Laporan Hasil Pengujian dari Laboratorium Pengujian Pestisida BPTPH
Sulawesi Selatan
4 Surat Keterangan Telah Melakukan Pengujian di Laboratorium Pengujian
Pestisida BPTPH Sulawesi Selatan
5 Surat Izin Penelitian dari Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Makassar
6 Surat Izin Penelitian dari Gubernur Sulawesi Selatan ke Kantor Walikota
Makassar
7 Surat Izin Penelitian dari Kantor Walikota Makassar ke Dir. PD Pasar
Makassar Raya dan Pimp. Lotte Mart Kota Makassar
8 Surat Izin Penelitian dari PD Pasar ke Pasar Pannampu dan Lotte Mart Kota
Makassar.
9 Daftar Riwayat Hidup
10 Dokumentasi Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan yang dihadapi di bidang pertanian tidak terlepas
dari penggunaan tekhnologi yang digunakan untuk mengolah lahan
pertaniaan. Dalam perspektif kesehatan, penerapan tekhnologi adalah suatu
health risk. Ketika terjadi perubahan ataupun pemilihan sebuah teknologi,
secara implisit akan terjadi perubahan faktor resiko kesehatan. Teknologi
mencangkul digantikan dengan traktor, pemberantasan hama dengan predator
digantikan dengan penggunaan pestisida, akan mengubah faktor resiko
kesehatan yang dihadapi (Achmadi, 2008).
Penerapan teknologi baru memerlukan adaptasi sekaligus
keterampilan. Demikian pula dengan penggunaan pestisida, ada banyak
faktor yang harus diperhatikan, seperti indikasi hama, kapan saat
menyemprot hama, takaran, teknik penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya,
teknologi baru ini memiliki potensi bahaya khusunya pada saat kritis
pencampuran. Banyak kasus dan penelitian yang sudah membuktikan banyak
korban yang sudah berjatuhan akibat penggunaan pestisida.
Penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini
tidak terlepas dari manfaat yang dirasakan masyarakat dari penggunaan
pestisida tersebut. Salah satu peranan pestisida yang dijelaskan Saenong
(2007) adalah untuk membantu mengatasi permasalahan organisme
2
pengganggu (hama) dan penyakit tanaman. Bahkan, pestisida telah menjadi
alat sangat penting didalam meningkatkan produksi pertanian. Hal ini
mengakibatkan pestisida menjadi sarana pengendalian hama dan penyakit
tanaman yang memegang peranan penting dan dibutuhkan oleh petani.
Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program
Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan
pestisida terjadi pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian
besar kasus keracunan pestisida tersebut terjadi di negara berkembang, yang
20.000 diantaranya berakibat fatal. Jumlah keracunan yang akan terjadi
diperkirakan lebih tinggi lagi, mengingat angka tersebut diperoleh dari kasus
yang dilaporkan oleh korban keracunan, maupun dari angka statistik.
Pada tahun 1996 di Filipina, 52 orang masuk rumah sakit akibat
keracunan pestisida, 35 diantaranya keracunan berat. Tahun 1999 di Peru, 24
anak beberapa diantaranya masih berumur 4 tahun meninggal setelah kantong
susu yang mereka minum dicampur dengan parathion, jenis insektisida yang
digunakan untuk membunuh anjing dan tikus (health modul, 1999).
Disamping dapat menimbulkan keracunan melalui kontak langsung
dengan pestisida, Penggunaan pestisida dapat mencemari lingkungan dengan
meninggalkan residu dalam tanah serta dalam bagian tanaman seperti buah,
daun, dan umbi. Data lapangan menunjukkan adanya residu insektisida pada
beras dan tanah sawah di Jawa, berupa organofosfat, organoklorin, dan
karbamat (Widianto, 1994).
3
Residu pestisida pada tanaman dapat berasal dari hasil penyemprotan
pada tanaman. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti
batang, daun, buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada
permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci atau
dimasak residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan.
Menurut Pandit (2006) tingkat keracunan pestisida jenis insektisida
dapat dibedakan menjadi 3, yaitu acute poisoning, yaitu keracunan yang
terjadi akibat masuknya sejumlah besar pestisida sekaligus ke dalam tubuh.
Misal, kasus salah makan ataupun bunuh diri. Gejala dari keracunan akut,
mual, muntah-muntah, sakit kepala, pusing, panik, kejang otot, dan lemah
otot.
Sub acut poisoning, merupakan keracunan yang ditimbulkan oleh
sejumlah kecil pestisida yang masuk ke dalam tubuh, namun terjadinya
secara ber ulang-ulang. Sementara untuk chronic poisoning, yaitu keracunan
akibat msuknya sejumlah kecil pestisida dalam waktu yang lama dan
pestisida mengalami kecenderungan untuk terakumulasi dalam tubuh.
Salah satu kendala yang dihadapi petani dalam budidaya tanaman
baik yang di dataran rendah maupun dataran tinggi adalah masalah hama
dan penyakit. Penggunaan pestisida merupakan alternatif utama yang
dilakukan dalam mengendalikan hama penyakit tanaman, terutama pada
daerah-daerah sentral penghasil beras, karena dianggap paling efektif
dibandingkan cara biologis dan fisik. Penggunaan pestisida sintetis mencapai
2.300 kg setahun, pemanfaatan pestisida sintetis yang tidak
4
terkendali memerlukan biaya tambahan untuk memulihkan lingkungan
(Suprapta, 2005).
Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida kadang-kadang
menyalahi aturan, selain dosis yang digunakan melebihi takaran, petani juga
sering mencampur beberapa jenis pestisida, dengan alasan untuk
meningkatkan daya racunnya pada hama tanaman. Tindakan yang demikian
sebenarnya sangat merugikan, karena dapat menyebabkan semakin tinggi
tingkat pencemaran pada lingkungan oleh pestisida.
Jenis padi di Indonesia yang menghasilkan beras sangat beragam
sebagai contoh jenis padi sawah terdiri dari varietas Rojele, Sintanur,
Cihelang, Cimalaya, dan Pandan Wangi. Sedangkan dari jenis Gogo terdiri
dari varietas Bulu, Poso, Wangi Lokal, Gogo Merah dan danau tempe. Semua
jenis padi lokal indonesia ini harus dilestarikan dan dikembangkan agar terus
bermanfaat bagi kehidupan indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidup
maupun kelestarian plasma nnutfanya. (Daud , Dewi dan Faizal. S. 2011).
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi. Penduduk Indonesia pada tahun 2011
diperkirakan mencapai 241 juta jiwa. Pada tahun 2011, data BPS
menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras mencapai 139kg/kapita lebih
tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65kg -
70kg perkapita pertahun. Beras sebagai makanan pokok utama masyarakat
Indonesia sejak tahun 1950 semakin tidak tergantikan meski roda energy
diversifikasi konsumsi sudah lama digulirkan, hal ini terlihat bahwa pada
5
tahun 1950. Konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru
sekitar 53% Bandingkan dengan tahun 2011 yang telah mencapai sekitar
95%.
Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian menempatkan
beras, sebagai satu dari lima komoditas pangan utama. Kementerian
Pertanian mentargetkan pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan atas tanaman pangan pada tahun 2010-2014 yakni padi, jagung,
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar Karena padi sudah
pada posisi swasembada mulai 2007, maka target pencapaian selama 2010-
2014 adalah swasembada berkelanjutan dengan sasaran produksi padi sebesar
75,7 juta ton GKG (Gabah Kering Giling).
Residu pestisida pada tanaman dapat berasal dari hasil penyemprotan
pada tanaman. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti
batang, daun, buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada
permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci atau
dimasak residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan.
Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh badan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 2008, tentang batas maksimum residu pestisida pada
tanaman, Residu pestisida untuk golongan organofosfat (klorpirifos) masih
diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah
ditentukan, khusus untuk beras batas konsentrasi residu yang diperbolehkan
yaitu 0,5 mg.
6
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil
pertanian bahan pangan atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung
maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup juga
senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi, metabolit,
senyawa hasil reaksi dan zat pengotor yang dapat bersifat toksik. Residu
pestisida menimbulkan efek yang bersifat tidak langsung terhadap konsumen,
namun dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
diantaranya berupa gangguan pada syaraf dan metabolisme enzim. Residu
pestisida yang terbawa bersama makanan akan terakumulasi pada jaringan
tubuh yang mengandung lemak. Akumulasi residu pestisida ini pada manusia
dapat merusak fungsi hati, ginjal, sistem syaraf, menurunkan kekebalan
tubuh, menimbulkan cacat bawaan, alergi dan kanker (Sakung, 2004).
Terkait dengan swasembada beras capaian produksi komoditas
pertanian selama tahun 2005-2009 telah menunjukan prestasi sangat
baik, antara lain: peningkatan produksi padi dari 57,16 juta ton tahun 2007
menjadi 60,33 juta ton pada tahun 2008, atau meningkat 3,69 %, sehingga
terjadi surplus 3,17 juta ton GKG, dan mendorong beberapa perusahaan
untuk mengekspor beras kelas premium. Target produksi padi 2009
sebesar 63,5 juta ton, sementara berdasarkan ARAM III (Juni 2009)
produksi padi telah mencapai 63,8 juta ton atau mencapai 100,5 % dari
target tahun 2009. Peningkatan produksi ini telah menempatkan Indonesia
meraih kembali status swasembada beras sejak tahun 2007.
7
Hasil penelitian menyebutkan akibat penggunaan berbagai pestisida
sintetis sekitar 2 juta orang dilaporkan menderita keracunan dan 40.000
diantaranya berakibat fatal. Selanjutnya dilaporkan kasus keracunan pestisida
di Indonesia antara tahun 1976-1986 tercatat 2.075 orang dan 236 orang
diantaranya meninggal dunia. Pada Juli tahun 2000 dilapoi,rkan 16 orang
petani belia di wilayah Kolda; Senegal yang berupaya melindungi bibit
kacang tanah menggunakan pestisida serbuk Grannox TBC dan Spinox T,
tiba-tiba sakit dan mati (Suprapta, 2005).
Kasus keracunan pada petani padi di Desa Barang Pale Kabupaten
Pirang berdasarkan hasil pemeriksaan cholinestrase pada penelitian Rusli
(2002) dari 40 orang petani, ternyata terdapat 26 orang (65%) kategori ringan
dan 14 orang (27,5 %) masih dalam batas normal. Penelitian terkait yang
dilakukan Mulyana (2003) pada sayuran didapati residu golongan
organophosfat pada sayuran berkisar antara 0,125-9,5 Ppm yang
menunjukkan tingkat membahayakan bagi manusia dan telah melampaui nilai
Acceptable Daily Intake (ADI) yaitu 0,001-0,002 Ppm.
Hasil pemeriksaan cholinestrase darah petani yang dilakukan BTKL-
PPM Makassar tahun 2006 di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi
Tengah terdeteksi 0,04 dan 0,01 mg/kg bahan aktif deltametrin, dan
Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara terdeteksi 0,090
mg/kg. sedangkan di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Gowa Propinsi
Sulawesi Selatan terdeteksi 0,01 mg/kg dan 0,49 mg/kg bahan aktif
klorpirifos.
8
Pasar terong merupakan salah satu pasar tradisional terbesar yang ada
di kota makssar. Pasar terong merupakan tempat berkumpulnya segala jenis
beras dan tanaman kortikultura yang berasal dari perbagai pemasok utamanya
pemasok beras di wilayah sulawesi selatan. Hal tersebut menjadikan harga
beras di pasar terong relatif lebih murah dibandingkan pasar tradisional yang
lain sehingga mayoritas masyaraakat makassar membeli kebutuhan akan
sayuran, buah maupun rempah di pasar terong.
Lotte Mart merupakan salah satu pasar modern terbesar di kota
Makassar. Selain lokasinya yang strategis juga memiliki harga yang relatif
murah dibanding pasar modern lainnya.
Dari permasalahan diatas peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai identifikasi residu pestisida jenis Organoklorin dengan bahan aktif
dieldrin dalam beras di pasar tradisional (pasar Terong) dan pasar Modern
(Lotte Mart) di Kota Makassar tahun 2012.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah terdapat residu pestida golongan organoklorin dengan bahan
aktif dieldrin dalam beras lokal dan beras impor di Pasar Terong dan
Lotte Mart ?
2. Berapa banyak bahan aktif dieldrin dalam beras lokal dan beras impor
di Pasar Terong dan Lotte Mart ?
9
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya golongan organoklorin dengan bahan
aktif dieldrin dalam beras lokal dan beras impor di Pasar Terong dan
Lotte Mart.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui adanya residu pestisida golongan organoklorin
dengan bahan aktif dieldrin dalam beras lokal dan beras impor
berdasarkan asal pemasok beras di Pasar Terong dan Lotte Mart.
b) Untuk mengetahui konsentrasi bahan aktif dieldrin pada beras lokal
dan beras impor di Pasar Terong dan Lotte Mart.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
antara lain:
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengembangan ilmu pengetahuan tentang kesehatan lingkungan di
bidang pertanian khususnya pestisida.
2. Dinas Kesehatan dan Pertanian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan penggunaan pestisida
untuk Dinas Pertanian serta pelayanan kesehatan untuk mencegah
keracunan pestisida di DinasKesehatan.
10
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian, analisis data dan penelitian ilmiah.
4. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan petani tentang risiko lingkungan
terhadap penggunaan pestisida di dalam pertanian sehingga
diharapkan dapat memilih serta menggunakan pestisida secara tepat
dan aman.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjaun Umum Tentang Pestisida
1. Pengertian Pestisida
Pestisida menurut Soemirat (2005) berasal dari kata pest yang berarti
hama dan sida berasal dari kata caedo yang berarti pembunuh. Jadi, secara
sederhana pestisida dapat diartikan sebgai pembunuh hama. Pengertian
lain dikemukan Dadang (2006) bahwa pestisida adalah semua bahan yang
dapat mempengaruhi kehidupan organisme kehidupan mikroorganisme,
atau pestisida adalah semua bahanbahan racun yang digunakan untuk
membunuh jasad hid up yang mengganggu tumbuhan, temak dan
sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya.
Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun
yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan
tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti
arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk
memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nikotin
sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida.
Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang
diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba
Derris eliptica (Sastroutomo, 1992).
12
Othmar Zeidler di Tahun 1874 adalah orang yang pertama kali
mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya
sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann
Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah
nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948
(NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida
sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Weir, 1998).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an
sebagai aloera pestisida. Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari
50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton
pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang
diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara
berkembang (Sudarmo, 1987).
Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun
1950an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan
hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan
gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti
paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan,
karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi
pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai
efek residu yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan
masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa
lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan
dieldrin.
13
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERME
NTAN/SR.140/2/2007 mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia
atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk: 1)
memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman
atau hasil-hasil pertanian. 2) Memberantas rerumputan. 3) Mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. 4)
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian bagian
tanaman, tidak termasuk pupuk. 5) Memberantas atau mencegah hama-
hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak. 6). Memberantas dan
mencegah hama-hama air; 7). Memberantas atau mencegah binatang-
binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat
pengangkutan; 8). Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Tata nama (nomenklatur) pestisida dijelaskan Novizan (2002)
merupakan ketetapan internasional, sehingga di seluruh negara memiliki
kesamaan dalam menyebutkannya. Pestisida mempunyai tiga macam
nama, yaitu :
a) Nama umum (Common name) : Yaitu nama yang telah didaftarkan
pada International Standard Organization (ISO). Nama umum
biasanya dipakai sebagai nama bahan aktif suatu pestisida.
14
b) Nama kimia (Chemical name) : Yaitu nama dari unsur atau senyawa
kimia dari suatu pestisida yang terdaftar pada International Union
for Pure dan Applied Chemistry
c) Nama dagang (Trade name) : Yaitu nama dagang dari suatu produk
pestisida yang biasanya telah terdaftar dan mendapat semacam paten
dari masing-masing Negara
2. Jenis Pestisida
Pada dasamya pestisida yang beredar telah daJam bentuk formulasi
yaitu campuran antara bahan aktif dengan bahan tambahan. Penambahan
bahan tabahan tersebut berguna untuk memudahkan aplikasi, menambah
efektifitas, menambah efisiensi dan keamanan dalam aplikasi. Pestisida
dapat dikelompokkan berdasarkan jenis sasaran, bentuk fisik, bentuk
formulasi, cara kerjanya, cara masuk, golongan senyawa, dan asal bahan
aktif (Dadang, 2006).
a) Berdasarkan jenis sasaran
Berdasarkan jenis sasaran, pestisida dapat dikelompokkan menjadi:
1) Insektisida : sasaran dan jenis serangga
2) Akansida : sasaran dan jenis tungau
3) Fungisida : sasaran dan jenis cendawan
4) Nematisida : sasaran dan jenis nematoda
5) Baktensida : sasaran dan jenis bakten
6) Moluskisida : sasaran dan jenis moluska (keong)
7) Termisida : sasaran dan jenis rayap
15
8) Herbisida : sasaran dari jenis gulma
9) Rodentisida : sasaran dari jenis hewan pengerat
10) Piscisida : sasaran dan jenis ikan liar
b) Berdasarkan bentuk formulasi
Berdasarkan bentuk formulasi, pestisida dikelompokkan menjadi :
1) Butiran (G/granul), biasanya pestisida dengan formulasi bentuk ini
dapat langsung diaplikasikan tanpa harus diiarutkan terlebih dahulu.
2) Powder (tepung) 0NP). biasanya harus dilarutkan terlebih dahulu
sebelum diaplikasikan. Formulasi bentuk ini membentuk sediaan
pestisida berupa suspensi. sehingga sangat diperlukan pengadukan
yang terus menerus karena sifat sediaan ini dapat mengendap dan
dapat merusak alat aplikasi atau terjadinya penyumbatan pada noze/.
Beberapa kode formulasi pestisida yang sejenis artinya akan menjadi
suspensi jika diencerkan dengan air adalah SC, F. dan lain-lain.
3) EC (Emulsifiable I emulsible concentrates). Pestisida dengan
formulasi berbentuk EC ini akan membentuk emulsi (seperti susu)
pada larutan semprot. Larutan jadi ini tidak memerlukan pengadukan
yang terus menerus. Pada umumnya insektisida memiliki formulasi
bentuk EC.
4) AS. Pestisida dengan formulasi ini akan membentuk larutan yang
homogen setelah dicampurkan dengan air. Biasanya pestisida dengan
bentuk formulasi ini adalah dari golongan herbisida. Beberapa kode
16
formulasi lain yang akan menjadi larutan jika diencerkan dengan air
adalah SP, L, WSC, dan lain-lain.
c) Bedasarkan cara kerja
Berdasarkan cara kerja pestisida dike!ompokkan menjadi:
1) Kelompok IGR, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
2) Racun syaraf, biasanya mengganggu fungsi syaraf sehingga
3) Kematian yang cepat dapat terjadi. Umumnya insektisida yang
beredar di pasaran sekarang ini pada umumnya adalah insektisida
yang beke~a sebagai racun syaraf seperti golongan organofosfat,
karbamat, dan piretroid.
4) Mempengaruhi fungsi enzim,
5) Mempengaruhi tingkah laku,dan lain-lain.
d) Berdasarkan cara masuk
Berdasarkan eara masuk, pestisida dikelompokkan:
1) Racun kontak, artinya pestisida daJam hal ini senyawa bahan aktif
masuk melalui kontak atau masuk ke tubuh serangga melalui
dinding tubuh atau kutikula.
2) Racun perut, artinya senyawafbahan aktif masuk ke dalam tubuh
serangga meialui proses makan (mulut) dan masuk ke tubuh
melalui pencemaan.
3) Racun sistemik, senyawa bahan aktif terserap oleh tanaman lalu
ditransportasikan ke seluruh jaringan tanaman.
17
4) Fumigan, artinya senyawalbahan aktif masuk ke dalam tubuh
sasaran
melalui sistem pemapasan.
e) Berdasarkan asal bahan aktif
Berdasarkan asal bahan aktif, pestisida dapat digolongkan menjadi:
1) Sintetik
a. Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida,
tembaga sulfat dan garam merkuri .
b. Organik
i. Organokhorin : DDT, SHC, endrin, dieldrin, dll.
ii. Heterosiklik : Kepone, mirex , dU.
iii. Organofosfat : klorpirifos, prefonofos, dll.
iv. Karbamat : earbofuran, SPMC, dU.
v. Dinitrofenol : Dinex, dU.
vi. Thiosianat : lethane, dll.
vii. Lain-lain : methylbromida dll.
2) Hasil alam (biopestisida) : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dU
(Dadang, 2006).
3. Keracunan Pestisida
Pada dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang
penyebab dari keracunan berbagai macam zat kimia, karena setiap
zat kimia mungkin menjadi penyebab dari keracunan tersebut,
18
yang membedakannya adalah waktu terjadinya keracunan dan
organ target yang terkena.
a) Cara terjadinya keracunan (Depkes RI, 1992 dalam Afriyanto,
2008).
1) Self poisoning
Pada keadaan ini petani menggunakan pestisida
dengan dosis yang berlebihan tanpa memiliki pengetahuan
yang cukup tentang bahaya yang dapat ditimbulkan dari
pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena
kekurang hati-hatian dalam penggunaan, sehingga tanpa
disadari bahwa tindakannya dapat membahayakan dirinya.
2) Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri
dengan dengan pestisida, tetapi bisa berakhir dengan
kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir
dalam penggunaan dosis.
3) Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa
adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak
terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya
memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan
benda tersebut sudah tercemar pestisida.
19
4) Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu
seseorang dengan sengaja meracuni seseorang. Masuknya
pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara
molekul dalam pestisida molekul dari sel yang bereaksi
secara spesifik dan non spesifik. Formulasi dalam
penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi
penggunanya yaitu efek sistemik dan efek lokal. Efek
Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut masuk
keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek
lokal terjadi terjadi dimana senyawa pestisida terkena
dibagian tubuh (Anief, 1996 dalam Afriyanto, 2008).
b) Mekanisme fisiologis keracunan
Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh
organisme (jasad hidup) berbeda-beda menurut situasi paparan.
Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat melalui
melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui
saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat
memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem
tubuh, terutama bahan yang larut minyak polar (Afriyanto,
2008).
Salah satu cara penentuan adanya keracunan pestisida
adalah dengan cara pemeriksaan laboratorium terhadap
20
spesimen bilogis dari penderita atau orang terpapar. Untuk
peestisida golongan organofosfat dan karbamat beberapa
metode yang telah ada yaitu pemeriksaan kadar maupun
aktivitas cholonesterase dengan spesimen darah.
Hasilnya berupa aktivitas yang dinyatakan dalam persen,
dengan makna sebagai berikut (Depkes RI dalam Amir,2005) :
a) 75% - 100% dari normal, termasuk kategori normal, tidak
ada tindakan, tetapi perlu diuji ulang dalam waktu dekat.
b) 50% - 75% dari normal, termasuk keracunan ringan,
mungkin telah terjadi over exposure, perlu diuji ulang, jika
responden lemah agar istirahat dan menghindari kontak
dengan organofosfat selama 2 minggu, di uji ulang sampai
sembuh.
c) 25% - 50% dari normal, termasuk keracunan sedang, perlu
diuji ulang, terjadi over exposure yang serius, istirahat dari
pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida, jika sakit
perlu dirujuk ke pemeriksaan medis.
d) 0% - 25% dari normal, termasuk keracunan berat, over
exposure yang sangat serius, perlu diuji ulang, harus
istirahat dari semua pekerjaan, jika perlu dirujuk untuk
pemeriksaan medis.
21
1) Racun kronis
Racun kronis menimbulkan gejala keracunan setelah
waktu yang relatif lama karena kemampuannya menumpuk
(akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh. Racun
ini juga apabila mencemari lingkungan (air, tanah) akan
meninggalkan residu yang sangat sulit untuk dirombak atau
dirubah menjadi zat yang tidak beracun, karena kuatnya ikatan
kimianya. Ada di antara racun ini yang dapat dirombak oleh
kondisi tanah tapi hasil rombakan masih juga merupakan
racun. Demikian pula halnya, ada yang dapat terurai di dalam
tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit yang
juga masih beracun. Misalnya sejenis insektisida organoklorin,
Dieldrin yang disemprotkan dipermukaan tanah untuk
menghindari serangan rayap tidak akan berubah selama 50
tahun sehingga praktis tanah tersebut menjadi tercemar untuk
berpuluh-puluhtahun. Dieldrin ini bisa diserap oleh tumbuhan
yang tumbuh di tempat ini dan bila rumput ini dimakan oleh
ternak misalnya sapi perah maka dieldrin dapat menumpuk
dalam sapi tersebut yang kemudian dikeluarkan dalam susu
perah. Manusia yang minum susu ini selanjutnya akan
menumpuk dieldrin dalam lemak tubuhnya dan kemudian akan
keracunan. Jadi dieldrin yang mencemari lingkungan ini tidak
22
akan hilang dari lingkungan, mungkin untuk waktu yang
sangat lama (Afriyanto, 2008).
2) Racun akut
Racun akut kebanyakan ditimbulkan oleh bahan-bahan
racun yang larut air dan dapat menimbulkan gejala keracunan
tidak lama setelah racun terserap ke dalam tubuh jasad hidup.
Contoh yang paling nyata dari racun akut adalah “Baygon”
yang terdiri dari senyawa organofosfat (insektisida atau racun
serangga) yang seringkali disalahgunakan untuk meracuni
manusia, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa menit
setelah racun masuk ke dalam tubuh. Walaupun semua racun
akut ini dapat menyebabkan gejala sakit atau kematian hanya
dalam waktu beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh,
namun sifatnya yang sangat mudah dirombak oleh suhu yang
tinggi, pencucian oleh air hujan dan sungai serta faktor-faktor
fisik dan biologis lainnya menyebabkan racun ini tidak
memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan
(Afriyanto, 2008).
Dalam menelaah dinamika pestisida di lingkungan terdapat dua
istilah yang berhubungan yakni deposit dan residu. Deposit ialah materi
yang terdapat pada permukaan segera setelah aplikasi. Residu merupakan
materi yang terdapat di atas atau di dalam benda lain setelah beberapa saat
23
atau mengalami penuaan (aging), perubahan kimia (alteration) atau
keduanya (Sinulingga, 2005).
Residu adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah
penyemprotan yang akan bertahan sebagai racun sampai batas waktu
tertentu. Jika residu pestisida terlalu lama bertahan pada bagian tanaman
yang disemprot, akan berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya,
karena residu pestisida akan termakan oleh manusia saat mengonsumsi
hasil pertanian. Tetapi jika racun pestisida terlalu cepat hilang dari bagian
tanaman yang disemprot, pestisida akan kehilangan efektivitasnya dalam
pengendalian OPT (Novizan, 2002).
Residu permukaan dapat hilang karena pencucian (pembilasan),
penggosokan, hidrolisis, tetapi ada juga yang lipofilik. Banyak jenis
pestisida lipofilik yang cenderung berakumulasi (menumpuk) pada lapisan
malam (lilin) dan lemak tanaman, terutama di bagian kulit. Itu sebabnya
sayuran atau buah terutama yang dimakan mentah perlu dicuci atau
dikupas dahulu agar insektisida yang tersimpan dalam lemak tidak atau
kecil kemungkinannya untuk berdegradasi karena yang lipofilik biasanya
bersifat stabil atau persisten (Sinulingga, 2005).
Terserapnya residu pestisida ke dalam sayuran disebabkan oleh
komposisi air dan bahan organik, jika jumlah bahan organik sekitar 10%
menyebabkan penyerapan akan mudah terjadi. Faktor struktural dalam
suatu molekul pestisida juga dapat menyebabkan terserapnya pestisida
tersebut, antara lain : 1) sifat gugus fungsi yang ada khususnya gugus asam
24
karboksilat, hidroksil, alkoholik, dan amina; 2) sifat gugus substituen yang
dapat mengubah perilaku gugus fungsi; 3) posisi gugus substituen yang
berhubungan dengan gugus fungsi yang dapat memperkuat atau
memungkinkan koordinasi dengan ion-ion logam peralihan; 4)
ketidakjenuhan dalam molekul dapat mempengaruhi keseimbangan
lipofilik (Sakung, 2004 dalam Munarso dkk, 2006).
Residu pestisida dapat hilang atau terurai melalui proses dan
kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Residu pestisida
dapat terjadi pada tanaman (daun, buah, cabang, akar), tanah, dan air.
Residu insektisida juga dipengaruhi oleh jenis insektisida yang digunakan,
antara lain daya larut dalam air, polaritas, reaktif dan stabilitas kimia
(Laba, 2010).
Residu pestisida pada komoditas pertanian dipengaruhi oleh
berbagai faktor berikut (Djojosumarto, 2008):
a. Jenis Pestisida.
1) Persistensi pestisida. Pestisida yang persistensi tinggal lebih lama
pada tanaman dibandingkan yang tidak persisten.
2) Sistemik/non-sistemik. Pestisida sistemik tinggal lebih lama
daripada yang non-sistemik.
3) Sifat-sifat kimia-fisik, degradasi dan metabolit. Pestisida yang
mudah didegradasi (dengan kata lain tidak persisten) di lingkungan
akan kurang menimbulkan residu dibandingkan pestisida yang
25
lebih persisten. Hasil degradasi pestisida bisa saja menjadi bahan
kimia yang berbahaya, meskipun umumnya tidak.
4) Formulasi solvent, carrier, impurity, dsb. Residu pestisida bukan
hanya ditentukan oleh bahan aktif nya, tetapi juga oleh bahan-
bahan pembantu (misalnya solvent) dan bahan pembawanya.
b. Teknik Aplikasi/Penggunaan Pestisida.
1) Jumlah aplikasi per musim (makin banyak jumlah aplikasi,
kemungkinan makin banyak residunya).
2) Takaran aplikasi (makin tinggi takaran kemungkinan makin
banyak pula residunya).
3) Masa tunggu (holding period, pre harvest interval).
c. Jenis Tanaman
Residu pestisida bisa tinggal lebih lama pada tanaman yang satu
dibandingkan tanaman yang lainnya.
d. Iklim dan Cuaca
1) Suhu udara sangat memengaruhi residu pestisida. Di daerah
beriklim panas degradasi pestisida lebih cepat dibandingkan daerah
beriklim sedang.
2) Banyaknya curah hujan juga memengaruhi residu pestisida pada
tanaman. Hujan bisa “mencuci” pestisida yang terdapat di
permukaan tanaman. Demikian pula matahari juga mempercepat
degradasi pestisida.
26
e. Penanganan Pascapanen
1) Pengupasan dan pencucian pada umumnya akan menurunkan
residu.
2) Pemasakan dan pemrosesan lebih lanjut akan lebih menurunkan
lagi residu tersebut.
1. Nomenklatur
Pestisida mempunyai tiga macam nama, yaitu:
a. Nama umum (Common name)
Yaitu nama yang telah didaftarkan pada International Standard
Organization (ISO). Nama umum biasanya dipakai sebagai nama
bahan aktif suatu pestisida.
b. Nama kimia (Chemical name)
Yaitu nama dari unsur atau senyawa kimia dari suatu pestisida yang
terdaftar pada International Union for Pure dan Applied Chemistry.
c. Nama dagang (Trade name)
Yaitu nama dagang dari suatu produk pestisida yang biasanya telah
terdaftar dan mendapat semacam paten dari masing-masing negara
(Afriyanto, 2008)
2. Jenis Pestisida
Jenis-jenis pestisida yang pada umumnya digunakan adalah
herbisida, insektisida dan fungisida. Insektisida dapat dikelompokkan ke
dalam tiga jenis yaitu organofosfat, organoklorin dan karbamat. Ketiga
jenis insektisida ini memiliki pengaruh yang berbeda terhadap lingkungan.
27
Salah satu yang memiliki dampak “kronis” terhadap kesehatan dan juga
lingkungan adalah yang berasal dari jenis organoklorin yang bernama
“DDT atau Dichloro Difenil Tricholoatana”. Pestisida jenis ini tergolong
“bioakumulatif” sehingga penggunaanya telah dilarang (Dwipayanti, dkk,
2012).
Ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran penggunaan
pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain (Dirjen
Prasarana dan Sarana Pertanian, 2011):
a. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti
tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya
untuk membunuh tungau atau kutu.
b. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang laut,
berfungsi untuk membunuh alga.
c. Alvisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung,
fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung.
d. Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata Yunani
bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri.
e. Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani spongos
yang artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
Dapat bersifat fungitoksik (membunuh cendawan) atau fungistatik
(menekan pertumbuhan cendawan).
f. Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman setahun,
berfungsi untuk membunuh gulma.
28
g. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan, keratin
segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga.
h. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung
tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput.
i. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani
nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda.
j. Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk
merusak telur.
k. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma,
berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
l. Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan, berfungsi
untuk membunuh ikan.
m. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat
berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.
n. Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang
kayu berfungsi untuk membunuh rayap.
3. Formulasi Pestisida
a. Formulasi Cair
Formulasi pestisida bentuk cair biasanya terdiri dari pekatan yang
dapat diemulsikan (EC), pekatan yang larut dalam air (SL), pekatan
dalam air (AC), pekatan dalam minyak (OC), Aerosol (A), gas yang
dicairkan (LG).
29
1) Pekatan yang diemulsikan
Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau Emulsifiable
Concentrate (yang lazim disingkat EC) merupakan formulasi
dalam bentuk cair yang dibuat dengan melarutkan bahan aktif
dalam pelarut tertentu dan ditambah surfaktan atau bahan
pengemulsi. Pestisida yang termasuk formulasi pekatan yang dapat
diemulsikan mempunyai kode EC di belakang nama dagangnya.
2) Pekatan yang larut dalam air
Formulasi yang larut dalam air atau Water Soluble
Concentrate (SL) merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan
aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur
baik dengan air. Formulasi ini sebelum digunakan terlebih dahulu
diencerkan dengan air kemudian disemprotkan. Pestisida yang
termasuk formulasi ini mempunyai kode SL dibelakang nama
dagangnya.
3) Pekatan Dalam Air
Formulasi pekatan dalam air atau Aqueous Concentrate
(AC) merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air.
Biasanya pestisida yang diformulasikan sebagai pekatan dalam air
adalah bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai
kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang termasuk formulasi ini
mempunyai kode AC dibelakang nama dagangnya.
30
4) Larutan Dalam Minyak
Pekatan dalam minyak atau Oil Miscible Concentrate
(OL) adalah formulasi cair yang mengandung bahan aktif dalam
jumlah tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatic
seperti xilin atau nafta. Formulasi ini biasanya digunakan setelah
diencerkan dalam hidrokarbon yang lebih murah seperti solar
kemudian disemprotkan atau dikabutkan (Fogging). Pestisida yang
termasuk formulasi ini mempunyai kode OL di belakang nama
dagangnya.
5) Aerosol
Formulasi pestisida aerosol adalah formulasi cair yang
mengandung bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik.
Ke dalam larutan ini ditambahkan gas yang bertekanan dan
kemudian dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi kemasan
yang siap pakai dan dibuat dalam jumlah yang rendah. Pestisida
yang termasuk formulasi ini mempunyai kode A di belakang nama
dagangnya.
6) Gas yang dicairkan atau Liquefied Gases
Formulasi ini adalah formulasi pestisida bahan aktif
dalam bentuk gas yang dipampatkan pada tekanan dalam suatu
kemasan. Formulasi pestisida ini digunakan dengan cara fumigasi
ke dalam ruangan atau tumpukan bahan makanan atau penyuntikan
31
ke dalam tanah. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai
kode LG di belakang nama dagangnya.
b. Formulasi Padat
1) Tepung yang dapat disuspensikan/ dilarutkan
Formulasi tepung yang dapat disuspensikan atau Wettable
Powder (WP) atau disebut juga Dispersible Powder (DP) adalah
formulasi yang berbentuk tepung kering yang halus, sebagai bahan
pembawa inert (misalnya : tepung tanah liat), yang apabila
dicampur dengan air akan membentuk suspensi, dan ditambah
dengan bahan aktif atau pestisida. Surfaktan juga ditambahkan ke
dalam formulasi ini sebagai bahan pembasah atau penyebar.
Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode WP di
belakang nama dagangnya.
2) Tepung yang dapat dilarutkan
Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble Powder (SP) sama
dengan formulasi tepung yang dapat disuspensikan, tapi bahan aktif
pestisida maupun bahan pembawa dan bahan lainnya. Pestisida
yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SP di belakang nama
dagangnya.
3) Butiran
Dalam formulasi butiran atau Granula (G), bahan aktif
pestisida dicampur atau dilapisi oleh penempel pada bagian luar
bahan pembawa yang inert, seperti tanah liat, pasir, atau tongkol
32
jagung yang ditumbuk. Kadar bahan aktif formulasi ini berkisar
antara 1-40%. Formulasi ini digunakan secara langsung tanpa
bahan pengecer dengan cara menabur. Pestisida yang termasuk
formulasi ini mempunyai kode G di belakang nama dagangnya.
4) Pekatan Debu
Pekatan debu atau Dust Concentrate (DC) adalah tepung kering
yang mudah lepas dengan ukuran dari 75 micron, yang
mengandung bahan aktif dalam jumlah yang relatif tinggi,
berkisar antara 25 %-75 %. Pestisida yang termasuk formulasi ini
mempunyai kode DC di belakang nama dagangnya.
5) Debu
Formulasi pestisida dalam bentuk debu atau Dust (D)
terdiri dari bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung
bahan aktif dalam konsentrasi antara 1-10%. Ukuran partikel debu
kurang dari 70 micron. Pestisida yang termasuk formulasi ini
mempunyai kode D di belakang nama dagangnya.
6) Umpan
Formulasi umpan atau Block Bait (BB) adalah campuran
bahan aktif pestisida dengan bahan penambah yang inert.
Formulasi ini biasanya berbentuk bubuk, pasta atau butiran.
Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode BB di
belakang nama dagangnya.
33
7) Tablet
Formulasi ini ada 2 macam, bentuk yang pertama tablet
yang terkena udara akan menguap menjadi fumigan. Bentuk ini
akan digunakan untuk fumigasi di gudang atau perpustakaan.
Pestisida dalam formulasi ini mempunyai kode TB (Tablet) di
belakang nama dagangnya. Bentuk kedua adalah tablet yang
merupakan umpan racun perut untuk membunuh hama (kecoa).
c. Padatan Lingkar
Formulasi padatan lingkar adalah campuran bahan aktif pestisida
dengan serbuk gergaji kayu dan perekat yang dibentuk menjadi
padatan yang melingkar. Formulasi ini mempunyai kode MC di
belakang nama dagangnya (Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian,
2011).
4. Karakteristik Pestisida
Dalam menentukan jenis pestisida yang tepat, perlu diketahui karakteristik
pestisida, yang meliputi efektivitas, selektivitas, fitotoksitas, residu,
persistensi, resistensi, LD 50 dan kompatabilitas. Berikut ini akan
dijelaskan karakteristik-karakteristik tersebut :
a. Efektivitas Pestisida
Merupakan daya bunuh pestisida terhada OPT. Pestisida yang bagus
seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup tinggi, sehingga
memperkecil dampak buruknya terhadap lingkungan.
34
b. Selektivitas
Selektivitas sering disebut dengan istilah sektrum
pengendalian, merupakan kemampuan pestisida membunuh beberapa
jenis organisme. Pestisida yang disarankan dalam program PHT adalah
pestisida yang bersifat selektif atau berspektrum sempit. Berarti
pestisida tersebut hanya membunuh OPT sasaran dan tidak berbahaya
untuk organisme lain dan aman bagi musuh alami OPT.
c. Fitotoksitas
Fitotoksitas merupakan suatu sifat yang menunjukkan potensi
pestisida untuk menimbulkan efek keracunan bagi tanaman yang
ditandai dengan pertumbuhan abnormal setelah aplikasi pestisida.
Pestisida yang sebaiknya digunakan adalah pestisida dengan fitotoksitas
yang rendah. Beberapa jenis pestisida jika diaplikasikan dengan cara
yang tidak tepat akan merusak tanaman.
d. Residu
Residu adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah
penyemprotan yang akan bertahan sebagai racun sampai batas waktu
tertentu. Jika residu pestisida teralalu lama bertahan pada bagian
tanaman yang disemprot, akan berbahaya bagi manusia dan makhluk
hidup lain, karena residu pestisida akan termakan oleh manusia saat
mengonsumsi hasil pertanian. Tetapi jika racun pestisida terlalu cepat
hilang dari bagian tanaman yang disemprot, pestisida akan kehilangan
efektivitasnya dalam pengendalian OPT.
35
e. Persistensi
Persistensi adalah kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di
dalam tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat
berbahaya karena dapat meracuni lingkungan.
f. Resistensi
Resistensi merupakan kekebalan OPT terhadap aplikasi suatu jenis
pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan resistensi OPT
sebaiknya tidak digunakan.
g. LD 50 atau Lethal Dosage 50%
Berarti besarnya dosis yang dapat mematikan 50% dari jumlah
mamalia percobaan (biasanya tikus). Program PHT menginginkan
pestisida dengan LD 50 yang tinggi. Artinya hanya pada dosis yang
sangat tinggi pestisida tersebut dapat mematikan mamalia. Dengan kata
lain daya racunnya terhadap manusia dan binatang lebih rendah.
h. Kompatabilitas
Kompatabilitas adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur
dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif. Informasi
tentang jenis pestisda yang dapat dicampur dengan pestisida tertentu
biasanya terdapat pada label di kemasan pestisida.
5. Klasifikasi Pestisida
Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi
menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya
36
maka pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun
makhluk hidup lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan.
a. Organoklorin
Organoklorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri
dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya.
Yang paling populer dan pertama kali disintesis adalah “Dichloro-
diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT (Kaloyanova, 1991 dalam
Sungkawa, 2008).
Golongan organoklorin mempunyai rumus CxHyClz. Golongan
ini dibagi menjadi tiga sub golongan utama, yaitu DDT, BHC dan
siklodiena. Pada umumnya semua sub golongan ini mempunyai sifat-
sifat kimia yang hampir sama. Daya larutnya dalam air sangat rendah
jika dibandingkan dalam pelarut organik. Dalam keadaan murni, ketiga
sub golongan tersebut berbentuk kristal putih atau sedikit kekuning-
kuningan (PUSARPEDAL, 2011).
Dikloro difenil trikloroetana atau DDT yang dulu digunakan
sebagai pembasmi nyamuk Anopheles penyebab malaria. Tetapi
sekarang sudah mulai ditinggalkan karena ternyata biodegradasinya
sangat lambat sekali sehingga persistensinya cukup tinggi. Sifatnya
yang lipofil memungkinkan untuk beredar mengikuti rantai makanan.
Disamping itu juga dapat menimbulkan gangguan fisiologi pada hewan
tingkat tinggi termasuk pada manusia, seperti gangguan embriogenesis,
malformasi alat kelamin dan kanker. Meskipun sudah tidak
37
dipergunakan, bahaya buruk masih sering dijumpai oleh karena residu
pemakaian pada masa yang lalu. (Ramade, 1987 dalam Lukitaningsih,
dkk, 2002).
Pestisida golongan organoklorin secara lambat akan terurai
(persisten), selain itu juga bersifat persisten dalam jaringan hayati,
metabolisme yang lambat atau dalam jaringan tumbuhan, hewan dan
lingkungan (tanah) serta menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Faktor
ini berhubungan dengan temuan resiko karsinogen dari pestisida
tersebut. Selain itu senyawa ini memiliki pengaruh terhadap sistem
syaraf pusat, dapat larut dalam jaringan lemak dan pada dosis tinggi
dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal (PUSARPEDAL, 2011).
Persistensi dari beberapa pestisida organoklorin dalam tanah dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Persistensi Beberapa Pestisida dari Golongan Organoklorin
Insektisida Lama setelah aplikasi
(tahun)
Sisa yang tertinggal
(%)
Aldrin 14 40
Klordan 14 40
Endrin 14 41
Heptaklor 14 16
Dilan 14 23
Isodrin 14 15
BHC 14 10
Toksafen 14 45
Dieldrin 14 31
DDT 14 39
Sumber: Kusnaedi, 2001 dalam Sinulingga, 2006
Pestisida yang masuk dalam golongan ini antara lain endrin,
aldrin, endosulfan (thiodan), dieldrin, lindane (gamma BHC) dan DDT.
Senyawa ini bekerja mempengaruhi syaraf pusat terutama otak yang
38
menimbulkan efek keracunan dengan gejala mual, sakit kepala dan
tidak dapat berkonsentrasi. Pada dosis tinggi dapat terjadi kejang-
kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan (Saenong, 2007).
Tabel 2. Beberapa merek dagang untuk pestisida yang
berbahan aktif senyawa organoklorin
Merek Dagang Bahan aktif
Rothone® DDD
Aspon, Belt, Chloriandin,
Chlorkil, Chlordane, Corodan,
nKypchlor, M140,
Toxichlor,Veliscol-1068,
Chlordane 8EC®
Klordan
Marlate 50 WP® Metosiklor
Dekloran, Feriamisida dan GC
1283
Mirex
AntiCarie, Ceku, C.B. dan No
Bunt,
Amaticin, Bunt-cure, Bunt-no-
more, Granox, Sanocide, Smut-go
Hexaklorobenzen
Dieldrin 20 EC, Dieldrex, ENT
16.225, Heod, Octalox, Alvit,
Dieldrite, Dieldrix, Panoram D-
13, Quintox
Dieldrin
Aahepta, Agroceres,
Heptachlorane, Heptagran,
Heptamak, Heptox, Fezdrex 20
EC®
Heptaklor
Mendrin, Nendrin, Hexadrin,
Compound 269, Endrex Isodrin,
Epoxide
Endrin
Agritan, Anofex, Arkotine,
Azotox, Gesapon, Gesarex,
Pentachlorine, Zeidane, Zerdane
DDT
Aldrex, Aldrec, Aldrite, Aldrosol,
Altox, Drinox, Octalene, Seedrin
Aldrin
Sumber : PUSARPEDAL, 2011
39
b. Organofosfat
Lebih dari 50.000 komponen organofosfat telah disintesis dan
diuji untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan saat
ini tidak lebih dari 500 jenis. Semua produk organofosfat tersebut
berefek toksik bila terjadi kontak dengan manusia. Beberapa jenis
insektisida digunakan untuk keperluan medis misalnya fisostigmin,
edroprium dan neostigmin yang digunakan untuk aktivitas
kholinomimetik (efek seperti asetylcholine) (Kaloyanova, 1991 dalam
Sungkawa, 2008).
Organofosfat adalah insektisida yang merupakan ester asam
fosfat atau asam tiofosfat, masing-masing diwakili oleh diklorvos dan
paration. Senyawa ini menghambat asetilkolinesterase yang
mengakibatkan akumulasi asetilkolin sehingga terjadi peningkatan
aktifitas syaraf dengan gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, sesak
nafas, kejang otot dan dapat mengakibatkan kelumpuhan. Umumnya
digunakan sebagai racun pembasmi serangga karena sifatnya yang
paling toksik secara akut terhadap binatang bertulang belakang seperti
ikan, burung, cicak dan mamalia (Alegantina, dkk, 2005).
Pestisida yang masuk dalam golongan ini antara lain mevinfos
(fosdrin), paration, gution, monokrotofos (azodrin), dikrotofos,
fosfamidon, diklorvos (DDVP), etion, fention dan diazinon. Senyawa
dari golongan pestisida ini bekerja menghambat aktivitas enzim
kolinestrase yang dapat berakit fatal pada tubuh dengan gejala antara
40
lain sakit kepala, pusing-pusing, lemah, pupil mengecil, gangguan
penglihatan dan sesak nafas, mual, muntah, kejang pada perut dan
diare, sesak pada dada dan detak jantung menurun (Saenong, 2007).
c. Karbamat
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat.
Insektisida ini daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia
dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk
membunuh insekta. Struktur karbamate seperti physostigmin,
ditemukan secara alamiah dalam kacang Calabar (calabar bean).
Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan
komponen aktifnya adalah Sevine. Mekanisme toksisitas dari karbamate
adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim ACHE dihambat dan
mengalami karbamilasi (Afriyanto, 2008).
Senyawa pestisida yang masuk dalam golongan ini antara lain
aldikarb (temik), carbofuran (furadan), metomil (lannate), propoksur
(baygon) dan karbaryl (sevin). Cara bekerja dari senyawa ini adalah
menghambat aktivitas enzim kolinestrase tetapi reaksinya reversible
dan lebih banyak bekerja pada jaringan bukan dalam darah atau plasma.
Tanda-tanda keracunannya umumnya lambat sekali baru terlihat
(Saenong, 2007).
6. Penggolongan Berdasarkan Cara Kerja Insektisida
Menurut cara kerja atau gerakannya pada tanaman setelah diaplikasikan,
insektisida dapat dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut :
41
a. Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat
akar, batang dan daun. Selanjutnya, insektisida sistemik tersebut
mengikuti gerakan cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-
bagian tanaman lainnya, baik ke atas (akropetal) atau ke bawah
(basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh.
b. Insektisida Nonsistemik
Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan pada tanaman sasaran
tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel di bagian
luar tanaman. Insektisida nonsistemik sering disebut insektisida
kontak.
c. Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat
diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak
ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya.
Menurut cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran
dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida sebagai berikut:
a. Racun Lambung (Racun Perut, Stomach Poison)
Racun lambung adalah insektisida-insektisida yang membunuh
serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ
pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan.
Selanjutnya, insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke
42
tempat sasaran yang mematikan (misalnya ke susunan syaraf
serangga).
b. Racun Kontak
Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga
lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila
bersinggungan (kontak langsung) dengan insektisida tersebut.
c. Racun Pernapasan
Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat
saluran pernapasan. Serangga hama akan mati bila menghirup
insektisida yang cukup (Djojosumarto,2000).
B. Tinjauan Umum Tentang Beras
Pangan, terutama beras, mempunyai peranan yang sangat penting
dalam masyarakat Indonesia, beras yang diolah menjadi nasi
merupakan makanan pokok terpenting masyarakat dunia dan
khususnya di Indonesia. Beras masih dianggap sebagai komoditi yang
paling pas untuk mencukupi kebutuhan zat gizi terutama
karbohidrat sebagai sumber energi utama. Untuk itulah pemerintah
selalu mengontrol ketersediaan dan keterjangkauan harga beras di
pasar.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990)
memperkirakan, beras mempunyai kandungan karbohidrat sebesar
80,01% dan kandungan kalori sebesar 364 kal per 100 g bahan.
Karbohidrat menyediakan energi untuk fungsi tubuh dan aktivitas
43
dengan mensuplai kalori. Ini terjadi melalui perubahan karbohidrat
menjadi glukosa (gula darah). Karbohidrat disimpan di hati dan otot
sebagai glikogen. Tubuh merubah glikogen di hati menjadi glukosa
untuk dilepaskan ke aliran darah saat dibutuhkan.
Diet tinggi karbohidrat, rendah lemak dapat mengurangi resiko
5 dari 10 menyebab kematian paling besar: Penyakit jantung koroner,
stroke, diabetes, kanker dan atherosclerosis (pengerasan arteri karena
timbunan kolesterol). 55%-60% kalori harian berasal dari karbohidrat,
kurang dari 15% total kalori berasal dari karbohidrat biasa. Sumber
karbohidrat adalah padi-padian, kacang-kacangan, kentang dan buah-
buahan (Winarmo, 2000).
Ada beberpa jenis varietas beras yang cukup sering kita jumpai di
pasar ataupun di lahan pertanian yang sedang di tanam oleh petani,
diantara beberapa jenis varietas beras tersebut adalah:
1. Beras IR 64
Beras IR 64 adalah jenis beras yang berasal dari varietas padi
yang memiliki umur 115-120 hari, tinggi tanaman 90-100 cm,
mutu beras baik, tahan hama wereng coklat biotipe 1 dan 2
2. Beras santana
Beras santana adalah beras yang berasal dari varietas padi yang
mempunyai umur 115-125 hari, tahan terhadap hama dan
penyakit WCK biotipe 1,2 dan mempunyai rasa nasi yang enak.
3. Beras IR 66
44
Beras IR66 adalah beras yang berasal dari varietas padi yang
mempunyai umur 110-120 hari tahan terhadap hama dan
penyakit WCK biotipe 1,2,3, tungro, dan HDB
4. Beras Siherang
Beras Siherang ialah beras yang berasal dari varietas padi yang
memiliki umur 116-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit
WCK biotipe 2,3 dan HDB (Departemen Pertanian, 1984).
C. Tinjauan Umum Tentang Insektisida
Kata insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang
berasal dari kata insekta = serangga dan kata lain cida yang berarti
pembunuh. Insektisida adalah alat yang ampuh yang tersedia untuk
penggolongan hama, apabila hama sudah mendekati atau melewati
kerusakan ekonomi maka insektida adalah salah satu pengendali yang
dapat diandalkan untuk menghadapi keadaan darurat itu
(Wudianto,1999).
Menurut Sudarmo (1992), ada banyak penggolongan/jenis-jenis
pestisida yang beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang
ditujukan pada hewan, tumbuhan maupun jasad renik. untuk
mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai
organisme pengganggu tanaman adalah insektisida. Penggolongan
insektisida berdasarkan susunan kimia dapat dibedakan menjadi
insektisida inorganik, insektisida organik, dan insektisida organik
sintetik
45
a. Insektida inorganik adalah senyawa insektisida yang tidak
mengadung unsur karbon, contoh : arsenikum, merkurium,
boron, tembaga, sulfur, asam borat, kalsium sianida, arsenar
timbal dan lain-lain.
b. Insektisida organik alamiah adalah senyawa insektisida yang
mengandung unsur karbon, insektisida organik alamiah
merupakan insektisida yang terbuat dari tanaman (botani) dan
bahan alami lainnya, yang terdiri dari :
1. Asal tanaman, contoh : nikotin (ekstrak tembakau),
pyrethrum (bunga serunai/chrysant), dan ryania biasa mudah
diuari oleh sinar matahari.
2. Asal mikroba, bahan dasarnya adalah mikrobiologis, contoh :
huricide HP (senyawa yang mengandung bakteri basillus thur
ingiensis).
c. Insektisida organik sintetik
1. Organoklorin, insektisida ini sedikit digunakan di negara
berkembang karena mereka memperhatikan secara kimia
bahwa insektisida organoklor adalah senyawa yang tidak
reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan atau persisiten, baik
dalam tubuh maupun dalam lingku ngan memiliki
kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki
kemampua n terdegradasi yang lambat (Ecobichon dalam
Ruchicawat, 1996 dan Tarumingkeng, 1993). Insektisida ini
46
masih digunakan pada negara sedang berkembang terutama
negara pada daerah ekuator karena murah, efektif dan
persisten. Contoh DDT, aldrin, dieldrin, BHC, endrin, lindane,
heptaklor, toksofin, pentaklorofenol dan beberapa lainnya.
2. Organofospat ditemukan pada tahun 1945. struktur
kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas
syaraf. organofosfat dapat menurunkan populasi serangga
dengan cepat, persistensinya di lingkungan sedang sehingga
organofosfat secara bertahap dapat menggantikan
organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih
merupakan insektisida yang paling banyak digunakan di
seluruh dunia. Contoh : malathion, monokrotofos, paration,
fosfamidon, bromofos, diazinon, dimetoat, diklorfos,
fenitrotion, fention, dan puluhan lainnya.
3. Karbamat dikenalkan pada 1951 oleh geology chemical
company di Switzerland dan dipasarkan pada tahun 1965.
insektisida tersebut cepat terurai dan hilang daya racunnya dari
jaringan sehingga tidak terakumulasi dalam jaringan lemak
dan susu seperti organoklorin. Umumnya digunakan dalam
rumah untuk penyemprotan nyamuk, kecoa, lalat, dan
lain-lain. Contoh: karbaril, metiokarb, propoksur, aldikarb,
metomil, oksamil, oksi karboksin, metil karbamat, dimetil
karbamat seperti bendiokarb, karbofuran, dimetilon,
47
dioksikarb, dan oksikarboksin.
4. Piretroid digunakan sejak tahun 1970-an. Keunggulannya
karena memiliki pengaruh ”knock down” atau menjatuhkan
serangga dengan cepat, tingkat toksisitas rendah bagi
manusia. Tetapi cepat perkembangan hama baru yang tahan
trhadap insektisida piretroid. Contoh : alletrin, bioalletrin,
sipermetrin, permetrin, dekametrin dan lain-lain.
5. Fumigan, contoh : metil bromida, etilen dibromida,
karbon disulfida, fosfin dan naftalin
6. Minyak-minyak mineral adalah minyak parafin yang
dihaluskan dan dibuat emulsi yang diaplikasikan secar ringan
pada tanaman untuk mengendalikan tungau, kutu-kutu tanaman.
Contoh : dinitrokresol.
7. Zat-zat pengatur tumbuh serangga, contoh : difubenzuron,
kinofrin dan metoprin
8. Senyawa-senyawa mikroba, contoh : bacillus thuringiensis
banyak dipergunakan untuk mengendalikan hama-hama
lepidoptera, bacillussporopiliae dan bacillus lentimorphus untuk
mengendalikan kumbang jepang (Sastroutomo, 1992).
D. Tinjauan Umum Tentang Kromatografi Gas
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan campuran yang
didasarkan pada perbedaan distribusi dari komonen-komonen campuran
tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Berdasarkan
48
fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu kromatografi gas dan kromatografi cair (McNair &
Miller, 1998, Braitwhite & Smith, 1999 dalam Lie, 2011).
Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk
pemisahan senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan
senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Sampel yang
mudah menguap (dan stabil terhadap panas) akan bermigrasi melalui
kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang
tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi
berdasarkan pada peningkatan titik didihnya dan affinitasnya terhadap
fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung
kolom lalu menghantarkannya ke detektor (Gandjar & Rohman, 2007
dalam Lie, 2011).
Pada kolom kromatografi, terdapat fase diam yang umumnya
terbuat dari material padatan yang dapat mengabsorpsi komponen-
komponen dalam sampel. Fase diam ini juga berupa cairan yang
melarutkan komponen-komponen dalam sampel. Komponen-komponen
dalam sampel masuk ke dalam kolom kromatografi yang mengandung
fase diam, dan terjadi interaksi antara komponen-komponen yang terbawa
oleh fase gerak dan fase diam. Interaksi ini berbeda-beda untuk masing-
masing komponen yang terdapat dalam sampel campuran tersebut,
sehingga terjadi proses pemisahan (Lestari, 2010).
49
Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif. Untuk analisis kualitatif dilakukan dengan cara
membandingkan waktu retensi dari komponen yang kita analisis dengan
waktu retensi zat baku pembanding (standar) pada kondisi analisis yang
sama. Untuk analisis kuantitatif dilakukan dengan cara perhitungan relatif
dari tinggi atau luas puncak kromatogram komponen yang dianalisis
terhadap zat baku pembanding (standar) yang dianalisis (McNair &
Miller, 1998; Johnson & Stevenson, 2001 dalam Lie, 2011).
Jenis senyawaan yang dapat dianalisis dengan kromatografi gas
umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut (Breysse dan Lees, 2003
dalam Lestari, 2010):
1. Digunakan untuk senyawaan dengan titik uap tinggi.
2. Titik didih rendah.
3. Memiliki kestabilan termal sehingga dapat terlarut dalam fase gas.
Komponen dasar yang umumnya terdapat pada kromatografi gas adalah :
1. Sistem fase gerak (gas).
2. Alat penginjeksi sampel.
3. Kolom.
4. Detektor.
5. Sistem pencatatan.
Jenis-jenis detektor yang umumnya digunakan untuk kromatografi gas
antara lain adalah :
50
1. Flame ionization detector (FID).
2. Nitrogen- phosporous detector (NPD).
3. Flame photometric detector (FPD).
4. Electron capturedetector (ECD).
5. GC/mass spectrometry (GC/MS).
Keuntungan dari kromatografi gas, yaitu (Lie, 2011):
1. Proses analisisnya cepat, biasanya dalam hitungan menit.
2. Efisien, resolusinya tinggi.
3. Sensitif, dapat mendeteksi ppm (part per million) .
4. Analisis kuantitatif dengan akurasi yang tinggi.
5. Memerlukan sampel dalam jumlah kecil, umumnya µl.
6. Handal dan relatif sederhana.
7. Tidak mahal.
51
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya,
maka disusunlah suatu kerangka teori yang akan meringkas semua hal-hal
yang berkaitan dengan penggunaan pestisida pertanian sebagai berikut :
Sumber : Djojosumarto, 2008 (dimodifikasi)
Penggunaan Pestisida Pertanian
Lingkungan
Umum
Lingkungan
Konsumen Keracunan
Pengguna
Fitotoksik
Lingkungan
Pertanian
Gangguan
Kesehatan
Berkurangnya
keanekargaman
hayati
Bioakumulasi
Biomagnifikasi
Kematian
organisme non
target
Pencemaran
Lingkungan
Kematian
musuh alami
Timbulnya
hama lain
Resurjensi
Resistensi
Suksesi gulma
Gangguan
Kesehatan
Residu
52
E. Tinjauan Umum Tentang Pasar
Dalam pengertian yang sederhana pasar adalah tempat terjadinya
transaksi jual beli yang di lakukan oleh penjual dan pembeli yang terjadi
pada waktu dan tempat tertentu. Definisi pasar secara luas adalah orang-
orang yang mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan, uang untuk
belanja serta kemauan untuk membelanjakannya. Pada umumnya suatu
transaksi jual beli melibatkan produk/barang atau jasa dengan uang
sebagai alat transaksi pembayaran yang sah dan di setujui oleh kedua
belah pihak yang bertransaksi (Fissamawati, 2009).
Pasar sebagai tempat transaksi jual beli dijelaskan Triyono (2005)
dalam Fissamawati (2009) mengalami perkembangan yang semakin maju.
Saat ini pasar tradisional dapat bersaing dengan pasar modern.
Perkembangan pasar modern di tandai dengan munculnya berbagai
minimarket, supermarket, dan hypermarket. Untuk itu sebagian
masyarakat kini telah memenuhi kebutuhan rumah tangganya dari pasar
modern, terutama masyarakat perkotaan.
Pasar tradisional adalah tempat pertemuan antara penjual dan
pembeli yang terjadi secara tradisi atau terbentuk secara alami. Pembeli di
pasar tradisional umumnya adalah masyarakat berpenghasilan rendah
sampai menengah, sedangkan di pasar swalayan adalah golongan
menengah keatas dan mempunyai pendidikan tinggi (Pangastuti, 2006
Fissamawati, 2009).
53
Hierarki pasar tradisional ini sendiri di bagi menjadi 3,
diantaranya:
1. Pasar Kawasan 30.000 penduduk, pasar ini biasanya terdapat di
kelurahan atau desa. Fungsi utama pasar sebagai pusat perbelanjaan di
lingkungan yang menjual kebutuhan sehari-hari termasuk sayur,
daging, ikan, buah - buahan, beras, bahan pakaian, barang-barang
kelontong. Lokasinya berada pada jalan utama lingkungan dan
mengelompok dengan pusat lingkungan dan mempunyai terminal kecil
untuk pemberhentian kendaraan. Luas tanah yang dibutuhkan berkisar
13.500m².
2. Pasar Kawasan 120.000 penduduk, pasar ini biasanya terdapat di
kecamatan. Fungsi utama sama dengan pasar lingkungan lain hanya
dilengkapi sarana-sarana niaga seperti kantor - kantor, bank, industri -
industri kecil seperti konveksi. Lokasinya mengelompok dengan pusat
kecamatan dan mempunyai pangkalan transportasi untuk kendaran -
kendaran jenis angkutan penumpang kecil. Luas tanah yang di
butuhkan berkisar 480.000m².
3. Pasar Kawasan 480.000 penduduk, pasar ini biasanya terdapat di
kabupaten atau kotamadya. Fungsi utama sama dengan pasar yang
lebih kecil dengan skala usaha yang lebih besar dan lebih lengkap.
Lokasinya di kelompokan dengan pusat wilayah dan mempunyai
terminal bis, angkutan umum, dan jenis kendaraan angkutan kecil
54
lainnya. Luas tanah yang di butuhkan berkisar 96000m² (Rahayu,
2005).
Peran dan fungsi pasar sebagai salah satu media bagi
berlangsungnya kegiatan perdagangan di tingkat masyarakat antara
lain :
1. Memantau lalu lintas barang dan jasa, untuk mengetahui tingkat
perkembangan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat sebagai
bahan perhitungan inflasi, serta sebagai upaya pengendalian stock
barang.
2. Sebagai pengembangan sistem informasi dan pemasaran dengan
tujuan untuk menciptakan informasi pasar, harga dan hasil produk
serta mempromosikan produk.
Sedangkan Pasar modern umumnya di lengkapi dengan bentuk
bangunan fisik yang megah, fasilitas berbelanja yang lengkap, serta
suasana yang aman dan nyaman.Barang-barang yang di perdagangkan
berbagai macam jenisnya yang tentu dengan kualitas yang baik tetapi
pada umumnya harga barang - barang di pasar ini cenderung lebih
mahal, namun terkadang ada barang yang dijual dengan harga murah
untuk mengatasi persaingan yang cukup ketat. Harga barang - barang
di pasar ini cukup tinggi disebabkan oleh biaya investasi untuk sewa
atau pemilikan tempat usaha. Keberadaan Pasar modern dewasa ini
sudah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern yang
55
berkembang di masyarakat. Tidak hanya di kota metropolitan tetapi
sudah merambah sampai kota kecil di tanah air (Fissamawati, 2009).
Berdasarkan fasilitas yang di miliki serta luas areal yang
dipakai untuk aktivitas perdagangan eceran, pasar modern di bedakan
menjadi :
1. Hypermarket, adalah toko modern yang memiliki luas areal diatas
5000m² per outletnya dengan variasi jenis barang dan merek yang
lebih banyak. Konsep yang di tawarkan Hypermarket adalah one stop
shopping atau pusat pertokoan yang lengkap yang menyediakan
berbagai macam kebutuhan rumah tangga sehari – hari dimulai dari
kebutuhan pokok hingga kebutuhan sandang. Kepemilikan
Hypermarket adalah joint venture antara swasta lokal dengan swasta
asing.
2. Supermaket, adalah toko modern yang memiliki luas 600-1000m².
komoditi utama yang dijual adalah barang – barang / bahan – bahan
pangan dan peralatan dapur. Model kepemilikan dari Supermaket milik
swasta baik lokal maupun asing.
3. Departement Store, adalah toko modern dengan luas areal yang
bervariasi, biasanya berhubungan dengan proses retailing, penyortiran
barang konsumsi yang di kelompokan berdasarkan jenis kelamin, usia,
atau gaya hidup, self service atau pelayanan penjualan dibawah satu
manajemen umum. Barang – barang yang dijual di Departement Store
umumnya adalah barang – barang sandang.
56
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Landasan Pemikran
Penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Tingginya penggunaan pestisida tidak terlepas dari fungsi pestisida yang
dapat mengurangi masalah pertanian terutama masalah hama tanaman dan
dapat meningkatkan produksi pertanian. Tingginya penggunaan pestisida
memungkinkan adanya residu pestisida yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan pada manusia. Salah satu golongan pestisida yang
paling banyak di gunakan petani dan banyak menimbulkan residu pada
beras adalah Dieldrin. Bahan pokok menandakan pola konsumsi
masyarakat terhadap beras sangat tinggi. Sementara berdasarkan badan
pengawasan pestisida Dinas pertanian Tanaman Pangan dan Hortikular
Kota Makassar beras adalah jenis tanaman pangan dengan pemakaian
pestisida yang cukup tinggi. Maka penulis ingin mengetahui adanya residu
pestisida dieldrin dalam beras lokal dan beras impor .
57
B. Pola Pikir Variabel yang Diteliti
C. Definisi Operasional
1. Beras Lokal
Beras Lokal adalah jenis beras yang diproduksi oleh petani lokal
yang dengan nama latin Oriza sativa yang dijual di Pasar Terong dan
Lotte mart Kota Makassar.
2. Beras Impor
Beras impor adalah jenis beras dari produk luar negeri yang
dipasok ke dalam negeri dengan nama latin Oriza sativa yang di jual
di Pasar Terong dan Lotte mart Kota Makassar.
Pasar Terong
Beras Lokal
Beras Impor
Residu
Dieldrin
Lotte Mart
Beras Lokal
Beras Impor
58
3. Residu Pestisida Dieldrin
Residu pestisida Dieldrin dalam beras lokan dan beras impor
melalui uji laboratorium dengan metode Kromatograf gas yang dijual
di Pasar Terong dan Lotte mart Kota Makassar.
59
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan adalah metode observasional
dengan pendekatan deskriptif untuk memperoleh data di lapangan
dengan cara mengidentifikasi residu pestisida dieldrien dalam beras
lokal dan beras impor melalui analisis laboratorium.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi : Lokasi dari penelitian ini ditetapkan di pasar Terong dan
Lotte Mart Kota Makassar
2. Waktu : Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua beras lokal dan beras
impor yang dijual di Pasar terong dan Lotte Mart Kota Makassar
2. Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah sebagian beras lokal dan beras
impor yang dijual Pasar terong dan Lotte Mart Kota Makassar
sebanyak 1kg beras lokal dan 1kg beras impor di masing-masing
lokasi penelitian.
60
D. Teknik Penarikan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah
purposive sampling. Pengambilan sampel secara purposive didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti yaitu:
1. Sampel yang diambil berasal dari pedagang yang merupakan
pemasok utama menjual beras.
2. Lama kedatangan beras yang dijadikan sampel maksimal 2
minggu.
3. Pengambilan sampel beras di lakukan dengan mengambil 1 kg
pada karung tempat sampel.
E. Metode Pengujian Sampel
1. Prinsip
Pestisida direaksi dengan aseton dan diklorometana. Ekstrak
diuapkan sampai hamper kering dan residu dilarutkan dalam iso
oktana/toluena. Umumnya tidak diperlukan pembersihan, bila ada
gangguan pembersihan dilakukan dengan kolom alumina dan
ditetapkan dengan kromatograf gas menggunakan detektor
penangkap electron (ECD).
2. Pereaksi
a) Aseton
b) Diklorometana
c) Petroleuum eter 400C – 600C
d) Iso oktana
61
e) Toluena
3. Peralatan
a) Pencincang
b) Blender atau Ultra turaks
c) Kromatograf gas, dilengkapi dengan detektor spesifik untuk
senyawa yang mengandung unsur fosfar (FPD dan NPD).
4. Prosedur
a. Uapkan 8 mL ekstrak sampai hampir kering dengan Rotavapor
pada suhu tangas air 400C
b. Larutkan residu dalam 5 mL petroleum eter dan uapkan
kembali hingga kering.
c. Larutkan residu dalam 1,0 mL 400C – 600C sehingah larutan
mengandung 2,0 gram cuplikan analitik per mL.
d. Masukkan 1,0 gram alumina berlapis perak nitrat kedalam
kolom kromatograf yang telah diberi wol kaca. Ketuk-ketuk
dinding kolom sampai kepadatan penyerap dalam kolom
merata.
e. Masukkan 1 mL ekstrak yang mengandung 2 gram cuplikan
analitik per mL (butir 3.4.2.c) kedalam kolom dan bilas bagian
dalam dinding kolom dengan 1 mL eluen campuran.
f. Elusi dengan 9 mL eluen campuran yang sama.
62
5. Perhitungan
Bandingkan waktu tambat dan tinggi atau luas puncak
kromatogram yang diperoleh dari larutan cuplikan dan larutan
pembanding.
6. Nilai Perolehan Kembali
Nilai perolehan kembali > 80 %.
7. Batas Penerpan
Batas penetapan < 0,01-0,5 mg/kg.
F. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui survei pendahuluan di lokasi penelitian
seperti keadaan umum lokasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
mengenai kandungan pestisida dieldrin dalam beras lokal dan beras
impor yang dijual di Pasar Terong dan Lotte Mart Kota Makassar.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang berkaitan dengan
penelitian seperti buku, jurnal, skripsi, tesis, hasil penelitian BTKL
Makassar dan hasil penelitian dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura Sulawesi Selatan.
G. Pengolahan dan Penyajian Data
1. Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel di laboratorium
dikumpul kemudian diolah secara komputerisasi.
63
2. Hasil penelitian tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan
diuraikan dalam bentuk narasi.
64
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Terong dan Lotte Mart Kota
Makassar dengan sampel beras lokal dan beras impor. Pengambilan sampel
beras lokal dan beras impor dilaksanakan pada tanggal 8 April 2013. Sampel
beras lokal dan beras impor di Pasar Terong diambil pada pagi hari sekitar
pukul 07.40-08:20 WITA. Sedangkan pengambilan sampel beras lokal dan
beras impor di Lotte Mart dilakukan pada pukul 10.00-10.30 WITA. Adapun
untuk pemeriksaan residu pestisida dengan sampel beras lokal dan beras
impor dilakukan di Laboratorium Pengujian Pestisida BPTPH pada tanggal
08-17 April 2013.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di Laboratorium Pengujian Pestisida
BPTPH Sulawesi Selatan menggunakan metode Kromatografi Gas mengenai
keberadaan dan konsentrasi residu pestisida Dieldrin pada pada beras lokal
dan beras di Pasar Terong dan Lotte Mart maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
65
Tabel 3.
Hasil Analisa Konsentrasi Residu Pestisida Dieldrin pada
Beras Lokal dan Beras Impor di Pasar Terong
Kota Makassar
No.
Urut Kode Sampel Satuan Konsentrasi Keterangan
1 A1 TR mg/kg 0 ttd
2 A2 TR mg/kg 0 ttd
Sumber : Data Primer, 2013
Keterangan :
A1 TR : Beras Lokal
A2 TR : Beras Impor
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa residu pestisida
dengan bahan aktif dieldrin dalam beras lokal yang dijual di Pasar Terong
adalah 0 mg/kg. Hal ini menyatakan bahwa tomat buah yang dijual di Pasar
Terong tidak terdeteksi mengandung residu pestisida dengan bahan aktif
dieldrin berdasarkan batas deteksi pada alat kromatografi gas. Begitu pula
dengan residu pestisida bahan aktif dieldrin dalam beras impor yang dijual di
Pasar Terong adalah 0 mg/kg dan dinyatakan tidak terdeteksi mengandung
residu pestisida dengan bahan aktif dieldrin.
66
Tabel 4.
Hasil Analisa Konsentrasi Residu Pestisida Dieldrin dalam
Beras Lokal dan Beras Impor di Lotte Mart
Kota Makassar
No.
Urut Kode Sampel Satuan Konsentrasi Keterangan
1 A3 LT mg/kg 0 ttd
2 A4 LT mg/kg 0 ttd
Sumber : Data Primer, 2013
Keterangan :
A3 TR : Beras Lokal
A4 TR : Beras Impor
Berdasarkan tabel 4, menunjukkan bahwa residu pestisida dengan
bahan aktif dieldrin dalam beras lokal yang dijual di Lotte Mart adalah 0
mg/kg. Hal ini menyatakan bahwa beras lokal yang dijual di Lotte Mart tidak
terdeteksi mengandung residu pestisida dengan bahan aktif deildrin
berdasarkan batas deteksi pada alat kromatografi gas. Begitu pula dengan
residu pestisida dengan bahan aktif dieldrin dalam beras impor yang dijual di
Lotte Mart adalah 0 mg/kg dan dinyatakan tidak terdeteksi mengandung
residu pestisida dengan bahan aktif dieldrin.
B. Pembahasan
Hasil analisis konsentrasi residu pestisida dengan bahan aktif
dieldrin dalam beras lokal dan beras impor yang dijual di Pasar Terong dan
Lotte Mart Kota Makassar menunjukkan bahwa residu pestisida dieldrin tidak
terdeteksi berdasarkan batas deteksi pada alat kromatografi gas. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ditemukannya residu pestisida dengan bahan aktif
67
dieldrin yang dimana kemungkinan memang tidak ada atau tidak digunakan
jenis pestisida yang mengandung bahan aktif dieldrin pada petani yang
menjadi pemasok beras lokal dan beras impor yang dijual di Pasar Terong
dan Lotte Mart Kota Makassar. Jadi, beras lokal dan beras impor yang dijual
di Pasar Terong dan Lotte Mart Kota Makassar tersebut aman ditinjau dari
BMR bahan aktif dieldrin dalam beras berdasarkan SNI 7313:2008 yaitu 0.02
mg/kg tetapi belum bisa dikatakan aman untuk dikonsumsi, karena
kemungkinan terdapatnya senyawa atau residu pestisida lain mengingat
penelitian ini hanya mengidentifikasi satu jenis bahan aktif pestisida.
Salah satu kemungkinan yang menjadi penyebab tidak terdeteksinya
residu pestisida karena adanya keterbatasan alat kromatografi gas yang
digunakan di Laboratorium Pengujian Pestisida BPTPH. Alat kromatografi
gas yang digunakan dengan batas deteksi minimum hanya 0,1 mg/kg
walaupun dilakukan secara otomatis oleh alat kromatografi gas.
Prosedur pemeriksaan di Laboratorium Pengujian Pestisida BPTPH
Sulawesi Selatan yang telah sesuai dengan standar. Proses ekstraksi dilakukan
di dalam lemari asam untuk menghindari kontaminasi dari luar dan alat
pelumat yang digunakan sudah canggih. Selain itu, proses pemeriksaan
sampel dilakukan dengan dua perlakuan yaitu simplo dan duplo. Hal ini
dilakukan untuk melihat perbandingan pengujian pertama dengan kedua
apakah terdapat perbedaan atau kesalahan.
Pestisida golongan organoklorin masih banyak digunakan oleh
petani di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan masih ditemukannya residu
68
pestisida dengan jenis pestisida organoklorin di beberapa pasar yang ada di
Sulawesi Selatan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Balai Proteksi
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Sulawesi Selatan (2012) di Pasar
Sentral Pinrang menemukan residu pestisida dengan bahan aktif lindane
dalam tomat dengan konsentrasi sebesar 0, 0112 mg/kg. Penelitian lainnya
yang dilakukan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi
Selatan (2012) pada sayuran: terong, wortel, sawi dan bayam dengan lokasi
pengambilan sampel yang berbeda juga ditemukan adanya residu pestisida
dengan jenis organoklorin.
Kurangnya pengawasan dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran
dalam distribusi dan penggunaan pestisida yang telah dilarang menjadi salah
satu penyebab masih adanya pestisida golongan organoklorin yang digunakan
oleh petani secara ilegal. Hal ini didukung dengan pernyataan seorang staf
ahli di Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura bahwa kurangnya
pengawasan yang dilakukan terhadap peredaran pestisida organoklorin
dikarenakan sulitnya pengawasan pestisida yang ilegal dan masih lemahnya
peraturan pemerintah tentang pelanggaran dalam distribusi dan penggunaan
pestisida yang telah dilarang khususnya golongan organoklorin.
Menurut UNEP (United Nations Environment Programe) dalam
Kurnia dan Sutrisno (2008), toksisitas organoklorin dengan bahan aktif
endrin dan dieldrin tergolong kategori 1 (extremely hazardous) sedangkan
organoklorin dengan bahan aktif aldrin, DDT, toxhapene, chlordane,
hetachlor, dan lindane termasuk kategori 2 (highly hazardous). Keberadaan
69
pestisida ini di lingkungan pertanian diprioritaskan untuk diidentifikasi.
Dieldrin merupakan pestisida golongan organoklorin yang penggunaannya
telah dilarang oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 24/Permentan/SR.140/4/2011, karena pestisida golongan organoklorin
sifatnya dapat bertahan lama di tanah serta cukup stabil meski terkena cahaya
dan panas. Daya racun senyawa ini dua kali lebih kuat dari DDT.
(Sastroutomo, 1992 dalam PUSARPEDAL, 2011).
Berdasarkan penelitian oleh Sinulingga (2006) mengenai residu
pestisida dengan jenis organoklorin juga ditemukan dalam sampel wortel di
kawasan sentra Kabupaten Karo Sumatera Utara. Hasil analisa sampel yaitu
0,0292 ppm dan masih berada di bawah Batas Maksimum Residu (BMR).
Residu yang terdeteksi diduga berasal dari penyemprotan sekarang atau
musim-musim tanaman sebelumnya. Dieldrin dapat bertahan dalam tanah
setelah aplikasi selama 14 tahun dengan sisa yang tertinggal sebanyak 10 %.
Perlu diwaspadai adanya organoklorin yang masih terdapat di lingkungan
karena sisa penggunaannya di masa lalu. Pestisida golongan organoklorin
mempunyai waktu paruh yang sangat panjang, sehingga pestisida yang
memiliki sifat persistensi yang tinggi dapat meracuni lingkungan.
Residu pestisida dipengaruhi oleh penanganan pascapanen meliputi
kegiatan pada saat beras dipetik sampai dengan kegiatan pada saat beras
disimpan di gudang untuk siap dijual ke pasar. Umumnya kegiatan yang
dilakukan meliputi proses pemetikan, penggilinganan, pengemasan,
pengangkutan maupun penyimpanan baik di tingkat petani, pedagang
70
pengumpul maupun pedagang grosir. Berdasarkan hasil wawancara yang
telah dilakukan kepada pedagang beras lokal dan beras impor mengenai
proses penanganan pascapanen bahwa di tingkat pedagang grosir di Pasar
Terong tidak adanya kegiatan pembersihan tempat penyimpanan beras yang
dilakukan terhadap beras yang diperdagangkan. Sedangkan hasil wawancara
kepada petugas di Lotte Mart, proses penanganan pascapanen dilakukan
dengan kegiatan pembersihan terhadap tempat penyimpanan beras yang akan
diperdagangkan.
Residu pestisida juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis
pestisida persisten/tidak persisten, teknik aplikasi pestisida, iklim dan cuaca.
Pencucian oleh hujan bisa mengakibatkan berkurangnya residu pestisida.
Selain itu kemungkinan yang terjadi setelah pestisida disemprotkan yaitu
adanya penguapan, fotodekomposisi dan reaksi kimia.
Hasil penelitian yang dilakukan Yuliatuti (2011) pada daun kubis
bagian dalam menemukan jenis pestisida organoklrin berbahan aktif lindane
dengan konsentrasi 0,0032 ppm. Sedangkan untuk kubis bagian luar, residu
pestisida lindane dengan konsentrasi 0,0004 ppm. Konsentrasi residu
pestisida pada daun kubis bagian luar seharusnya lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian dalam karena daun bagian luar secara langsung terkena
semprotan pestisida. Namun, konsentrasi residu pestisida pada daun kubis
bagian luar lebih rendah daripada daun kubis bagian dalam. Hal ini
kemungkinan karena residu pestisida pada daun kubis bagian luar tercuci oleh
air hujan.
71
Selain residu pestisida yang menempel pada tanaman, pestisida yang
diaplikasikan di daerah pertanian atau perkebunan paling banyak
terakumulasi di tanah, walaupun ada sebagian berada di udara sebagai
partikulat terutama bila pemakaian dilakukan dengan cara penyemprotan.
Hasil penelitian Narwanti (2008) menunjukkan bahwa sampel tanah di Desa
Srigading terdeteksi adanya residu pestisida organoklor (lindane, heptaklor,
aldrin, dieldrin, endrin dan DDT). Kisaran konsentrasi residu pestisida pada
sampel tanah untuk lindane yaitu 5,6 - 38,8 ppb.
Pestisida yang paling banyak digunakan oleh petani adalah pestisida
golongan organofosfat karena mempunyai daya basmi yang kuat, cepat dan
hasilnya kelihatan. Hal ini sejalan dengan data peredaran pestisida dari
BPTPH menunjukkan bahwa pestisida yang paling sering digunakan oleh
petani tomat adalah pestisida dengan bahan aktif klorpirifos dan profenofos.
Pestisida golongan organofosfat sifatnya lebih cepat mengalami penguapan
dan mudah larut dalam air.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini tidak meninjau langsung pestisida yang digunakan oleh
petani yang menjadi pemasok beras lokal dan beras impor di Pasar
Terong dan Lotte Mart.
2. Penelitian ini dilakukan pada musim hujan sehingga kemungkinan residu
pestisida hilang akibat pencucian oleh air hujan.
3. Keakuratan alat kromatografi gas yang digunakan di Laboratorium
Pengujian Pestisida BPTPH Sulawesi Selatan.
72
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hasil analisis konsentrasi residu pestisida dengan bahan aktif dieldrin
dalam beras lokal dan beras impor yang dijual di Pasar Terong dan Lotte
Mart Kota Makassar menunjukkan bahwa residu pestisida dieldrin tidak
terdeteksi berdasarkan batas deteksi pada alat kromatografi gas.
2. Residu pestisida dieldrin dalam beras lokal dan beras impor masih berada
di bawah BMR yaitu berdasarkan SNI 2008 yaitu 0,02 mg/kg.
B. Saran
1. Kepada pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dan instansi Badan
Pemeriksaan Tanaman dan Holtikultura agar kiranya meningkatkan
pengawasan peredaran pestisida khususnya golongan organoklorin dan
mengadakan penyuluhan mengenai penggunaan pestisida yang sesuai
dengan program PHT.
2. Kepada para petani agar kiranya meningkatkan pengetahuan mengenai
dampak penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan program PHT.
3. Kepada masyarakat agar lebih mengetahui cara penanganan untuk
mengurangi residu pestisida dan kiranya tetap berhati-hati mengingat
beragamnya residu pestisida pada bahan pangan.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai residu pestisida
organoklorin dengan jenis bahan aktif yang lain.
73
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi,S.S, 2003, Nasib Bahan Kimia POPs Di Lingkungan, Jurnal Kesehatan,
Jakarta, Vol 1, Hal.4
Afriyanto., 2008. Kajian keracunan pestisida pada petani penyemprot cabe di
Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Tesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang. [online] Diakses pada
tanggal 05 Desember 2012, http://eprints.undip.ac.id/16195/1/AFRIYANTO.pdf
Anonim, 2012, Panduan Penulisan Skripsi Bagian Kesehatan Lingkungan, FKM
UNHAS Makassar
Anonim, 1994, Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal, Depkes RI
Andriyani, Retno, 2006, Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat
Penggunaan Pestisida Pertanian, Jurnal Kesehatan Lingkungan,Vol 3 (1)
Amir, A, 2005. Hubungan Karakteristik Pemaparan Pestisida Dengan Kadar
Cholinestrase Darah Pada Petani Sayur-Sayuran Di Desa Jonooge Kecamatan
Sigibiromaru Kabupaten Donggala, Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan, FKM
UNHAS, Makassar
Balai Besar Karantina Pertanian, 2012, Data Hasil Pengawasan Keamanan
Pangan, Makassar
Dadang, R.S., 2006. Hubungan karakteristik petani dengan kompetensi agribisnis
pada usaha tani sayuran di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Jurnal Penyuluhan
ISSN: 1858-2664 September 2006, Vol. 1, No.1. [online] Diakses pada tanggal 04
Desember 2012
<http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/42816/Rini%20Sri%20D
amihartini.pdf?sequence=1>
Fissamawati, R.A., 2009. Tracer pathway dari insektisida Malathion dan
pengaruhnya terhadap organ hati dan otak tikus. jurnal Makara, Kesehatan, Vol.13
No. 2, Desember 2009: 69-73. [online] Diakses pada tanggal 06 Desember 2012
<http://journal.ui.ac.id/health/article/download/361/357>http://www.biokesayangan.com//pencemaran senyawa-organoklorin, diakses 02 Desember 2012
Imron, Amrul Munif, 2009, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Jakarta,
Sagung Seto
Indraningsih., 2008. Pengaruh penggunaan insektisida karbamat terhadap
Kesehatan ternak dan produknya. Jurnal Wartazoa Vol. 18 No. 2. [online]
Diakses pada tanggal 06 Desember 2012
74
http://digilib.litbang.deptan.go.id/repository/index.php/repository/download/1915/
1943
Joni Munarso, S, dkk, 2009, Studi Kandungan Residu Pestisida pada Kubis,
Tomat dan wortel Di Malang dan Cianjur, Buletin Tekhnologi Pascapanen
Pertanian, Vol 5 (31)
Munajo, dkk., 2006. Risiko kesehatan akibat pemakaian pestisida kimia di tingkat
rumah tangga di Kabupaten Badung dan Ubud Propinsi Bali. Laporan Penelitian.
Puslitbang Ekologi Dan Status Kesehatan Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta.
Miskiyah, dan Munarso, S.J. 2009. Kontaminasi residu pestisida pada cabai
merah, selada, dan bawang merah (studi kasus di Bandungan dan Brebes Jawa
Tengah serta Cianjur Jawa Barat). Jurnal J. Hort. 19(1):101-111, 2009. [online]
Diakses pada tanggal 06 Desember 2012
<http://digilib.litbang.deptan.go.id/repository/index.php/repository/download/479
4/4364>
Narwanti, 2008, Petunjuk Pemakaian Pestisida, Bekasi, Agromedia Pustaka
Pandit, T.B., 2006. Analisis faktor risiko keracunan pestisida organofosfat pada
keluarga petani hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Tesis.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro , Semarang. [online]
Diakses pada tanggal 05 Desember 2012,
<http://eprints.undip.ac.id/17895/1/TEGUH_BUDI_PRIJANTO.pdf>
Ragayu, A., 2005. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida
Organofosfat, Karbamat dan kejadian anemia pada petani hortikultura di Desa
Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Skripsi Sarjana. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang. [online] Diakses pada
tanggal 06 Desember 2012 < http://eprints.undip.ac.id/17532/1/YODENCA_ASSTI_RUNIA.pdf >
Ruslan, K., 2012. Sensus Pertanian 2013: “Untuk Masa Depan Petani yang Lebih
Baik”. Kompasiana, 09 Agustus 2012. [online] Diakses pada tanggal 03
Desember 2012 <http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/08/09/sensus-
pertanian-2013-untuk-masa-depan-petani-yang-lebih-baik/>
Saenong, 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani bawang merah
terhadap risiko penggunaan pestisida di Kabupaten Brebes. Tesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Sakung, M, 2004, Membuat Pestisida Organik, Jakarta Selatan : PT. Agromedia
pustaka, hal. 5-6.
75
Sastroutomo, K, 2006, Telaah Residu Organoklorin Pada Wortel Daucus Carota
L Di Kawasan Sentra Kabupaten Karo Sumut, Jurnal Sistem Teknik Industri, Vol
7 (1), hal 92 – 97
Sebayang, G.I., 2010. Sikap Konsumen Pasar Swalayan Terhadap Sawi Caisim
Organik di Kota Surakarta. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta. [online] Diakses pada tanggal 05 Desember 2012,
http://eprints.uns.ac.id/208/1/170432411201010411.pdf
Sudarmo, S, 1991, Pestisida, Yogyakarta, Kanisius
Suprapta, M., 2005. Apa Bahaya Sayur dan Buah Berpestisida?. [online] Diakses
pada tanggal 28 November 2012 http://ffarmasi.unand.ac.id/berita/abam/989-apa-
bahaya-sayur-dan-buah-berpestisida-muslim-suardi
Tadeo, J. (editor)., 2008. Analysis of pesticides in food. USA : CRC. Press.
Weir, F.D., 1998. Pesticide: problems, Improvements, Alternative.
USA:Blackwell Science.
WHO., 2003. Who Specifications and Evaluations for Public Health Pesticides
(Malathion). Geneva : Word Health Organization.
Widianto, .F., 1994. Kajian efektifitas sanitizer untuk peningkatan higiene sayuran
segar
di tingkat petani. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. [online]
Winarmo, S., 2000. Pencegahan pencemaran pupuk dan pestisida. Jakarta :
Penerbit Swadaya.
Yuantari, M.G.C., 2009. Studi ekonomi lingkungan penggunaan pestisida dan
dampaknya pada kesehatan petani di area pertanian hortikultura Desa Sumber
Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Tesis. Fakultas
kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang. [online]
Yuliastuti, S, 2011, Teknik Analisis Pestisida Organoklorin Pada Tanaman Kubis
Dengan Menggunakan Kromatografi Gas, Buletin Teknik Pertanian, Vol. 16 (2),
hal 74-76