Upload
phungliem
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
Freedom is of immense importance. It is a core value of the western tradition.
People will die for it and the way we choose to punish people is to deprive
them of their freedom.
It is also one of the central principles appealed to by the media in Britain, and
particularly the United States, to give it an exceptional status in the pursuit of its
task. 'Freedom of the press' and 'freedom of expression' have been the clarion
calls of those who have sought to resjst the oppressive powers of the State. The
struggle for freedom of the press, taken so much for granted when it exists, has
been long, difficult and still unachieved in many parts of the world. (Karen Sanders, 2003)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
Is press freedom equivalent to freedom of expression? Champions of press freedom argue that in a democratic political system, government exists with the consent of the governed. This consent must be informed consent and this can only occur where there is a free flow of information. Media freedom is considered the guarantor of democracy and, in a sense, equivalent to freedom of expression. Furthermore, it is argued that any restriction on media freedom produces a 'chilling' effect whereby the free flow of information is increasingly discouraged. If, for example, you force a journalist to reveal a source, in the future people will be less
inclined to talk to journalists. There is an argument, however, that freedom of the press is not necessarily
a subset of freedom of speech. American academic, Judith Lichtenberg ( 1 995), outlines conditions in which the freedom of the press can be considered a restraint on freedom of speech. Where the media, for example, suppresses information or stifles voices it is not, she says, serving the conditions for freedom of speech which is to permit expression and a diversity of voices. In fact, sheargues that the oft-proclaimed freedom of the press is simply a form of property right summed up by the principle 'no money, no voice. (Karen Sanders, 2003)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
Tahun 1846 pemerintah kolonial Hindia Belanda mengenakan surat izin dan sensor
tiap hari atas penerbitan pers (berbahasa Belanda) di Batavia, Semarang, dan
Surabaya. Dimulailah sejarah pengekangan kebebasan media cetak di negeri ini. (A. Muis, 1996)
Kaum liberal (menolak sensor dan pembredelan)
Kaum konservatif (menganggap sebagai tindakan yang perlu) (A. Muis, 1996)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
Terkait pentingnya kebebasan pers dalam menciptakan
dan menjaga demokrasi, Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) Ko Annan mengatakan bahwa media
massa dunia kini berperan utama dalam memajukan
kebebasan dan pertukaran informasi dan gagasan dalam
skala global.
Kebebasan itu, katanya, merupakan syarat utama bagi
demokratisasi, pembangunan, dan perdamaian. Bahkan
kebebasan informasi merupakan investasi melawan –dan
mencegah lahirnya kembali—tirani. (Syo ardi Bachyul Jb., Roni Saputra., Andika D. Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
―….definisi ―pers yang bebas dan bertanggung jawab‖ (dipinjam dari istilah ―free and
responsible press‖) makin menimbulkan tafsiran bahwa sifat SIUPP adalah
―substitusi‖ lembaga SIT dan pemberedelan. Sebabnya, definisi mengenai
―tanggung jawab‖ tak memiliki kriteria atau tolok ukur. Ambil contoh tentang
putusan MPRS Nomor 32/1966, bagaimana mengukur konsep ―bertanggung
jawab kepada Tuhan YME?‖ (A. Muis, 1996)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
Kondisi lain, sekarang misalnya, kebebasan pers telah dijamin melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Namun kebebasan itu tidak terjamin 100 persen dari segi hukum. Dalam prakteknya, sejumlah jurnalis dan perusahaan media tetap diseret ke pengadilan dengan menggunakan aturan di luar undang-undang “lex specialis”5 ini, terutama KUHP produk Kolonial Belanda.
Sejumlah undang-undang baru (dan rancangan undang- undang) juga muncul mengancam kebebasan pers. Undang-Undang Pers sendiri bahkan hampir tidak dipakai dalam kasus hukum yang berhubungan dengan pers, termasuk dalam kasus penganiayaan terhadap jurnalis dan penggerudukan kantor media. (Syo ardi Bachyul Jb., Roni Saputra., Andika D.
Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
(Syo ardi Bachyul Jb., Roni Saputra., Andika D. Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
(Syo ardi Bachyul Jb., Roni Saputra., Andika D. Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
(Syo ardi Bachyul Jb., Roni Saputra., Andika D. Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Kebebasan pers dan kemerdekaan pers.
(Syo ardi Bachyul Jb., Roni Saputra., Andika D. Khagen, 2013)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010
Peraturan Dewan Pers Nomor 4/Peraturan-DP/XII/2017
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
)Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
Untuk mencapai standar kompetensi, seorang wartawan harus mengikuti uji
kompetensi yang dilakukan oleh lembaga yang telah diverifikasi Dewan
Pers, yaitu perusahaan pers, organisasi wartawan, perguruan tinggi atau
lembaga pendidikan jurnalistik. Wartawan yang belum mengikuti uji
kompetensi dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar
kompetensi ini.
(Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
Kesadaran Etika dan Hukum
Kesadaran akan etika sangat penting dalam profesi kewartawanan, sehingga setiap
langkah wartawan, termasuk dalam mengambil keputusan untuk menulis atau
menyiarkan masalah atau peristiwa, akan selalu dilandasi pertimbangan yang
matang. Kesadaran etika juga akan memudahkan wartawan dalam mengetahui
dan menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan seperti melakukan plagiat atau
menerima imbalan. Dengan kesadaran ini wartawan pun akan tepat dalam
menentukan kelayakan berita atau menjaga kerahasiaan sumber.
Kompetensi hukum menuntut penghargaan pada hukum, batas-batas hukum, dan
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat dan berani untuk
memenuhi kepentingan publik dan menjaga demokrasi.
)Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/
II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
Kepekaan Jurnalistik
Kepekaan jurnalistik adalah naluri dan sikap diri wartawan dalam memahami,
menangkap, dan mengungkap informasi tertentu yang bisa dikembangkan
menjadi suatu karya jurnalistik.
(Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
Jejaring dan Lobi
Wartawan yang dalam tugasnya mengemban kebebasan pers sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat harus sadar, kenal, dan memerlukan jejaring dan lobi yang seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya, sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat, terkini, dan komprehensif serta mendukung pelaksanaan profesi wartawan. Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan:
a. Membangun jejaring dengan narasumber;
b. Membina relasi;
c. Memanfaatkan akses;
d. Menambah dan memperbarui basis data relasi;
e. Menjaga sikap profesional dan integritas sebagai wartawan.
(Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
Pengetahuan (knowledge)
Wartawan dituntut untuk memiliki teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum,
serta pengetahuan khusus. Wartawan juga perlu mengetahui berbagai
perkembangan informasi mutakhir bidangnya.
Pengetahuan umum
Pengetahuan khusus
Pengetahuan teori dan prinsip jurnalistik
(Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
Keterampilan (skills)
Wartawan mutlak menguasai keterampilan jurnalistik seperti teknik menulis, teknik
mewawancara, dan teknik menyunting. Selain itu, wartawan juga harus mampu
melakukan riset, investigasi, analisis, dan penentuan arah pemberitaan serta
terampil menggunakan alat kerjanya termasuk teknologi informasi.
Keterampilan peliputan (enam M)
Keterampilan peliputan mencakup keterampilan mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Format dan gaya peliputan
terkait dengan medium dan khalayaknya.
(Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
Keterampilan menggunakan alat dan teknologi informasi
Keterampilan menggunakan alat mencakup keterampilan menggunakan semua peralatan termasuk teknologi informasi yang dibutuhkan untuk menunjang profesinya.
Keterampilan riset dan investigasi
Keterampilan riset dan investigasi mencakup kemampuan menggunakan sumber-sumber referensi dan data yang tersedia; serta keterampilan melacak dan memverifikasi informasi dari berbagai sumber.
Keterampilan analisis dan arah pemberitaan
Keterampilan analisis dan penentuan arah pemberitaan mencakup kemampuan mengumpulkan, membaca, dan menyaring fakta dan data kemudian mencari hubungan berbagai fakta dan data tersebut. Pada akhirnya wartawan dapat memberikan penilaian atau arah perkembangan dari suatu berita.
(Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Standar kompetensi wartawan
KOMPETENSI KUNCI
Kompetensi kunci merupakan kemampuan yang harus dimiliki wartawan untuk mencapai kinerja yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan tugas pada unit kompetensi tertentu. Kompetensi kunci terdiri dari 11 (sebelas) kategori kemampuan, yaitu:
1. Memahami dan menaati etika jurnalistik;
2. Mengidentifikasi masalah terkait yang memiliki nilai berita;
3. Membangun dan memelihara jejaring dan lobi;
4. Menguasai bahasa;
5. Mengumpulkan dan menganalisis informasi (fakta dan data) dan informasi bahan berita;
6. Menyajikan berita;
7. Menyunting berita;
8. Merancang rubrik atau kanal halaman pemberitaan dan atau slot program pemberitaan;
9. Manajemen redaksi;
10. Menentukan kebijakan dan arah pemberitaan;
11. Menggunakan peralatan teknologi pemberitaan.
(Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010)
HUKUM DAN ETIKA PROFESI JURNALISTIK
Bacaan Lanjutan
Bachyul Jb, Syo ardi., Saputra, Roni., Khagen, Andika D. 2013. Memahami Hukum
Pers:Panduan Untuk Jurnalis. LBH Pers Padang-Yayasan Tifa
Muis, A. 1996. Kontroversi Sekitar Kebebasan Pers. Mario Grafika.
Sanders, Karen. 2003. Ethics & Journalism. SAGE Publications.