73
LAPORAN PBL III BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEMS (NSS) “Aduh boyokku....Tutor: Tutor : dr. Diah Krisnansari, Msi dr. Viva Ratih Bening Ati Disusun Oleh: KELOMPOK III 1. Sarah Maulina O. G1A009015 2. Dikodemus Ginting G1A009019 3. Dias Isnanti G1A009034 4. Prabawa Yogaswara G1A009048 5. Femy Indriani G1A009052 6. Radita Ikapratiwi G1A009103 7. Esti Setyaningsih G1A009106 8. Benza Asa Dicaraka G1A009119 9. Winda Tryani G1A009128 10. Elis Ma’rifah G1A008018 11. Radityo Arif K1A005036 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

HNP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hernia nukleus pulposus

Citation preview

Page 1: HNP

LAPORAN PBL III

BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEMS (NSS)

“Aduh boyokku....”

Tutor:

Tutor :

dr. Diah Krisnansari, Msi

dr. Viva Ratih Bening Ati

Disusun Oleh:

KELOMPOK III

1. Sarah Maulina O. G1A009015

2. Dikodemus Ginting G1A009019

3. Dias Isnanti G1A009034

4. Prabawa Yogaswara G1A009048

5. Femy Indriani G1A009052

6. Radita Ikapratiwi G1A009103

7. Esti Setyaningsih G1A009106

8. Benza Asa Dicaraka G1A009119

9. Winda Tryani G1A009128

10. Elis Ma’rifah G1A008018

11. Radityo Arif K1A005036

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: HNP

BAB I

PENDAHULUAN

INFORMASI 1

Aduh boyokku....

RPS

Tn. W berusia 52 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri di

pinggang. Keluhan dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan

menjalar dari pinggang sampai kaki kanan. Nyeri ini dirasakan semakin lama

semakin berat sehingga mengganggu aktivitas pasien. Keluhan dirasakan semakin

memberat jika pasien membungkuk, mengangkat beban berat dan bersin, keluhan

sedikit berkurang jika pasien berbaring miring beristirahat. Pasien juga mengeluh

sering kesemutan pada kaki kanan, keluhan ini dirasakan ± 1 bulan yang lalu

bersamaan dengan timbulnya nyeri pada pinggang. Kesemutan dirasakan hilang

timbul.

Tn. W memiliki riwayat pekerjaan sebagai buruh bangunan. Pekerjaan ini

sudah dilakoninya sejak 10 tahun. Sebagai buruh bangunan Tn. W sering

mengangkat benda-benda berat pada saat bekerja.

INFORMASI 2

RPD

Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal

Riwayat penyakit DM disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat trauma disangkal

RPK

Riwayat DM disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Page 3: HNP

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kejelasan Istilah dan Konsep

1. Kesemutan

Stimulus sensori seperti ditusuk-tusuk akibat dari penekanan saraf atau

terhambatnya aliran darah

2. Nyeri pinggang

Disebut “low back pain”, merupakan nyeri punggung bawah atau

nyeri pinggang yaitu nyeri yang berada di daerah lumbosakral dan

sakroiliaca . Nyeri punggung, terutama punggung bawah, dapat dibedakan

empat tipe rasa nyeri: nyeri lokal, alih, radikuler, dan yang timbul dari

spasem muskuler sekunder (protektif). Nyeri lokal disebabkan oleh

sembarang proses patologis yang menekan atau merangsang ujung-ujung

syaraf sensorik. Keterlibatan struktur-struktur yang tidak mengandung

ujung-ujung saraf sensoris adalah tidak nyeri. Sebagai contoh, bagian

sentral, medula corpus vertebrae dapat dihancurkan tumor tanpa

menimbulkan rasa nyeri. Sedangkan struktur yang diinervasi oleh serabut-

serabut aferen rami primer posterior dan saraf sinus vertebralis dapat

menimbulkan nyeri yang luar biasa. Nyeri dapat bersifat tajam atau tumpul

dan sekalipun sering difus, rasa nyeri ini selalu terasa pada atu di dekat

tulang belakang yang sakit. Gerakan berlawanan arah secara refleks dari

segmen-segmen tulang belakang oleh otot-otot paravertebralis sering

tercatat dan dapat menyebabkan deformitas atau abnormalitas postur

(Ginting, 2010).

Nyeri alih. Terdiri atas dua tipe: yang diproyeksikan dari tulang

belakan ke rogio yang terletak di dalam daerah dermatom lumbal serta

sakral bagian atas, dan diproyeksikan dari visera pelvik dan abdomen ke

tulang belakang. Nyeri radikuler atau nyeri akar, memiliki beberapa ciri

khas nyeri alih tetapi berbeda dalam hal intensitasnya yang lebih besar,

radiasi distal, keterbatasan pada daerah radiks saraf, dan faktor faktor yang

mencetuskannya. Mekanisme terjadinya terutama beripa distorsi,

Page 4: HNP

regangan, iritasi dan kompresi radiks spinal, yang paling sering terjadi di

bagian sentral terhadap foramen intervertebralis. Meskipun nyerinya

sendiri sering tumpul atau sakit terus, berbagai manuver yang

meningkatkan iritasi akar atau meregangkannya bisa sangat memperhebat

nyeri, menimbulkan suatu kualitas menusuk-nusuk. Nyeri jenis ini bisa

dicetuskan atau diperparah oleh beberapa kondisi (Ginting, 2010):

1. Batuk, bersin dan mengejan

2. Meragangkan tulang belakang

3. Gerakan membungkuk ke depan dengan lutut diekstensikan

4. Kompresi vena jgularis

5. Iritasi radiks saraf lumbal keempat serta kelima dan sakral pertama.

Pada nyeri radikuler penjalaran nyeri bersifat sciatika yang khas,

nyeri berhenti di daerah pergelangan kaki dan disertai dengan perasaan

kesemutan atau baal yang menjalar ke bagian yang lebih distal hingga

mengenai kaki. Nyeri akibat spasme otot. Biasanya ditemukan dalam

hibingannya dengan nyeri lokal, namun dasar anatomik atau fisiologiknya

lebih tidak jelas. Spasem otot yang berkaitan dengan pelbagai kelainan

tulang belakang dapat menimbulkan distorsi yang berarto pada sikap tubuh

yang normal. Akibatnya, tegangan kronik pada otot bisa mengakibatkan

rasa pegal atau sakit yang tumpul dan kadang perasaan kram. Pada

keadaan inim pengerita dapat mengalami rasa kencang pafa otot-otot

sakrospinalis serta gluteus dan lewat palpasi memperlihatkan bahwa lokasi

nyeti terletak dalam struktur ini (Ginting, 2010).

Berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi menjadi dua jenis,

yaitu (Sidharta, 1999):

a. Acute Low Back Pain

Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara

tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari

sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh.

Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti

kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.

Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai

Page 5: HNP

otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur

tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri.

Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada

istirahat dan pemakaian analgesik.

b. Chronic Low Back Pain

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3

bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase

ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu

yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,

rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan

tumor.

B. Menetapkan Definisi Dan Batasan Permasalahan Yang Tepat

Anamnesis

1. Identitas

Nama : Tn. W

Usia : 52 tahun

2. RPS

Keluhan utama : nyeri pinggang

Onset : 1 bulan

Distribusi : menjalar (pinggang-kaki kanan)

Progresifitas : memburuk

Kualitas : mengganggu aktivitas

Faktor memperberat : membungkuk, mengangkat benda berat, bersin

Faktor memperingan : Berbaring miring, beristirahat

Gejala penyerta : kesemutan (kaki kanan, 1 bulan, hilang timbul)

3. RPD

a. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal

b. Riwayat penyakit DM disangkal

c. Riwayat penyakit jantung disangkal

d. Riwayat hipertensi disangkal

e. Riwayat trauma disangkal

Page 6: HNP

4. RPK

Riwayat DM, hipertensi, dan penyakit jantung disangkal

5. RPSos

Bekerja sebagai buruh bangunan (10 tahun) dan sering mengangkat benda-

benda berat

INFORMASI 3

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Kuantitatif : GCS E4M6V5

Vital sign : TD : 120/70 mmHg

N : 80x / menit, reguler

RR : 20x / menit

S : 36,3o

Status internus : dbn

INFORMASI 4

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Tanda rangsang meningeal (-)

Pemeriksaan nervus cranialis : dbn

Pemeriksaan sensibilitas : hipestesi dermatom sakral 1

Refleks fisiologis : Refleks tendo achiles : + / +

Refleks fisiologis lain : +normal

Tes Laseque : +350 / N

C. Menganalisa Permasalahan

1. Anatomi vertebra

2. Anatomi medula spinalis

3. Dermatom tubuh

4. Alasan berbaring miring saat beristirahat menjadi faktor memperingan

5. Faktor resiko nyeri

Page 7: HNP

6. Patofisiologi nyeri pinggang

7. Interpretasi Info 3

8. Interpretasi Info 4

9. Hipotesis sementara

a. Hernia Nukleus Pulposus

b. Tumor medula spinalis

c. Spondilosis

10. Alasan penghapusan hipotesis tumor medula spinalis

D. Menyusun Berbagai Penjelasan Mengenai Permasalahan

1. Anatomi vertebra

Gambar 1. Tulang punggung, columna vertebralis (Putz, 2006)

Page 8: HNP

Tulang punggung manusia terdiri dari beberapa segmen yang

disebut columna vertebralis. Berurutan dari atas ke bawah yaitu vertebra

sacralis, thoracalis, lumbalis, sacralis, dan coccygis (Martini, 2009).

Gambar 2. Vertebra dilihat dari superior (Putz, 2006)

Setiap ruas dari vertebra memiliki beberapa struktur yang dapat

diidentifikasi dari superior yaitu corpus vertebra, processus spinosus,

processus transversus, formen vertebralis, arcus vertebra (pediculus dan

lamina).

Page 9: HNP

Gambar 3. Vertebra segmen servikal potongan median (Putz, 2006)

Gambar 4. Vertebra segmen lumbal potongan median (Putz, 2006)

Struktur yang dapat diidentifikasi pada potongan median yaitu

ligamentum longitudinalis anterior, ligamentum longitudinalis posterior,

ligamnetum supraspinalis (di atas processus spinosus), articulatio

zygagophysialis (Martini, 2009).

Struktur yang terdapat diantara dua corpus vertebra yaitu discus

intervertebralis yang terdiri dari nucleus pulposus dan anulus fibrosus.

Nucleus pulposus yang terletak pada bagian sentral semigelatinosa diskus

dapat diibaratkan sebagai bantalan peluru yang berfungsi sebagai peredam

kejut (shock absorber). Struktur ini mengandung berkas-berkas serat

kolagenosa, sel jaringan ikat, dan sel tulang rawan. Struktur yang

mengelilingi nucleus pulposus yaitu anulus fibrosus yang terdiri dari

cincin-cincin fibrosa konsentrik. Struktur ini bisa diibaratkan sebagai

pegas yang berfungsi sebagai peredam kejut, menahan nucleus pulposus

dan agar dapat terjadi gerakan antar corpus vertebra (Price, 2005).

Discus intervertebralis, baik nucleus pulposus maupun anulus

fibrosus adalah struktur yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri

adalah ligamentum longitudinalis anterior, ligamentum longitudinalis

Page 10: HNP

posterior, corpus vertebra dan periosteumnya, articulatio

zygoaphophyseal, ligamentum supraspinosum, fascia, dan otot

(Nugraheni, 2010).

2. Anatomi medula spinalis

Medula spinalis bentuknya mirip dengan bagian ujung lembing

atau tombak dan mempunyai diameter antero-posterior lebih kecil

daripada diameter lateral sehingga bentuknya agak pipih.

Pada beberapa tempat organ ini tampak melebar karena adanya

konsentrasi sel saraf yang lebih banyak di tempat itu dan ujungnya lancip

membentuk conus medullaris. Pelebaran tersebut ditemukan pada daerah

segmenta cervicalia(=intumescentia cervicalis) dan daerah segmenta

lumbalia (=intumescentia lumbosacralis) karena di kedua daerah itu

berturut-turut berlokasi badan sel motoris yang mengurus membrum

superius (=plexus brachialis) dan mebrum inferius (=plexus

lumbosacralis). Bagian depan dan belakang pada garis tengah tampak

adanya lekukan yang dinamakan fissure mediana anterior dan sulcus

mediana posterior. Bantuk fissure mediana anterior yang dalam tidak

sama dengan sulcus medianus posterior yang dangkal. Di kiri kanan

sulcus medianus posterior terlihat sulcus intermedius posterior dan di

lateralnya lagi dapat dijumpai sulcus posterolateralis tempat masuknya

serabut saraf sensoris ke dalam medulla spinalis. Tempat keluar serabut

efferent motoris dinamakan sulcus anterolateralis. (Wibowo, 2008).

Page 11: HNP

3. Dermatom tubuh

Gambar 5. Dermatom Tubuh

4. Alasan berbaring miring saat berisistirahat menjadi faktor memperingan

Alasan Tuan W berbaring miring, mungkin ada sesuatu hal (massa,

pendesakkan) pada saraf-saraf yang keluar dari medulla spinalis di bagian

posterior. Sehingga Tuan W kesakitan jika ia tidur terlentang

5. Faktor resiko nyeri

a. Getaran

b. Mengangkat atau membawa beban berat

c. Menarik beban

d. Membungkuk (Nugraheni, 2010)

6. Interpretasi Info 3

Pemeriksaan Fisik

Page 12: HNP

Kesadaran Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Kuantitatif : GCS E4 M6 V5 Normal

Vital Sign

a. TD : 120/70 mmHg

b. N : 80x/menit, regular

c. RR : 20x/menit

d. S : 36,30 C

Status Internus : dbn

Page 13: HNP

Bangunan peka nyeri (nosiseptor; terangsang oleh berabgai stimulus baik mekanis, kimiawi, maupun termal)

Direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi

Persepsi nyeri

Mekanisme nyeri :proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan proses penyembuhan

Nyeri terdiri dari nyeri inflamasi infalamasi dan nyeri neuroleptik

Nyeri neuroleptik(lesi primer pada sistem saraf)

Penekanan hanya pada selaput pembungkus saraf (kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasiPenekanan mengenai serabut saraf

Nyeri sepanjang serabut saraf

Bertambah dengan peregangan serabut saraf, contohnya pergerakan

Perubahan biomolekular (akumulasi saluran ion Na dan ion lain)

Mekanisme hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanik dan terminal

Dasar pemeriksaan Laseque

7. Patofisiologi nyeri pinggang (Martini, 2009; PPBNI, 2009)

Page 14: HNP

Lamina v(serabut C)

Neuropeptide

Jaras anterolateral

ARAS dan batang otak

Lamina I(serabut delta)

Neurotransmitter glutamat

Jaras anterolateral

Thalamus

Stimulus ( suhu kimia mekanik)

Reseptor akhiran saraf bebas

Potensial aksi

Cornu posterior medulla spinalis

Impuls < 0.1 s Impuls > 1s

Girus post centralis

8. Fisiologi nyeri cepat dan nyeri lambat

Page 15: HNP

9. Interpretasi Info 4

a. Pemeriksaan sensibilitas : hipestesi dermatom sakral 1

Hipestesi : rasa baal

Dermaton sacral 1 : berjalan dari bagian posterior area pantat, paha,

betis, hingga tumit

b. Refleks fisiologis : Refleks tendo achiles : + / +

Refleks fisiologis lain : +normal

Refleks achiles : Penderita dalam posisi berbaring, lutut dalam

posisi fleksi tumit di letakan di atas tungkai yang satunya , dan ujung

kaki di tahan dalam posisi dorso-leksi ringan,kemudian tendon achiles

di pukul, bila terjadi gerakan plantar-fleksi maka reflex achiles positif

pada HNP lateral L5-S1, reflex ini negative.(Harsono,2009)

c. Tes Laseque : +350 / N

dita

Tes Laseque menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal

khususnya L5 atau S1. Jika dirasakan nyeri hebat pada sudut kurang

60-70 maka dinyatakan positif ischialgia (Nugraheni, 2010).

Pemeriksaan neuroligis mencerminkan adanya kerusakan UMN

INFO 5

Pemeriksaan penunjang laboratorium darah

Hb : 14 gr/dl (N)

Leukosit : 7000/mm3 (N)

Trombosit : 220.000/mm3 (N)

GDS : 150 mg/dl (meningkat)

Kolesterol total : 197 mg/dl (N)

HDL : 52 mg/dl (N)

LDL : 175 mg/dl (meningkat)

Trigliserida : 150 mg/d; (N)

Asam urat : 5,0 mg/dl (N)

Page 16: HNP

INFO 6

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : ischialgia dextra; parestesi extremitas inferior dextra

Diagnosis Topik : radix nn. Lumbal 5

Diagnosis etiologi : suspect HNP

Usulan Pemeriksaan Penunjang MRI; mielogram

INFO 7

Tatalaksana

Farmakologi

a. Analgesik

b. Antispasmodik (diazepam)

Non Farmakologi

a. Tirah baring pada alas ranjang yang keras

b. Hindari membungkuk atau mengejan

c. Hindari aktivitas yang memperberat nyeri

10. Hipotesis Sementara

a. Hernia Nukleus Pulposus

Gejala :

1) Nyeri punggung bawah

2) Menjalar yang dirasakan dari daerah gluteal

3) Nyeri sering timbul setelah melakukan aktivitas berat yang

berlebihan

4) Diprovokasi karena mengangkat benda berat

5) Timbul gejala kesemutan

6) Kelemahan otot

7) Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat,

membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal (Nugraheni,

2010)

Pemeriksaan fisik :

Page 17: HNP

Tes Laseque positif (Nugraheni, 2010)

b. Tumor medula spinalis

Bisa jadi adanya tumor medulla spinalis di bagian lumbal sampai

dengan sakral yang mendesak medulla spinalis, sehingga nyeri

dihantarkan lewat saraf-saraf yang keluar dari medulla spinalis dan

menuju kaki

c. Spondilosis

Karena penyakit HNP dan spondilosis merupakan penyakit yang

termasuk NPB(nyeri panggul bawah).dan termasuk dalam bagian

NPB diskogenik dan pada spondiolosis juga terjadi degenerasiyang

progresif pada diskus intervertebralis (Harsono,2009).

11. Alasan penghapusan hipotesis tumor medula spinalis

Tumor medulla spinalis bisa dihapus karena dari pemeriksaaan fisik

ditemukan adanya kerusakan LMN. Sedangkan tumor adalah bagian dari

kerusakan UMN.

E. Merumuskan Tujuan Belajar

1. Patofisiologi kesemutan

2. Fisiologi nyeri secara umum

3. Pemeriksaan neurologis dan interpretasi

4. Hernia Nukleus Pulposus

a. Definisi dan etiologi

b. Tanda dan gejala

c. Patogenesis

d. Patofisiologi

e. Faktor resiko

f. Penegakan diagnosis

g. Penatalaksanaan

1) Farmakologi

2) Non farmakologi

h. Komplikasi

i. Prognosis

Page 18: HNP

5. Spondilosis

a. Definisi dan etiologi

b. Tanda dan gejala

c. Patogenesis

d. Patofisiologi

e. Faktor resiko

f. Penegakan diagnosis

g. Penatalaksanaan

1) Farmakologi

2) Non farmakologi

h. Komplikasi

i. Prognosis

F. Belajar Mandiri Secara Individual Atau Kelompok

Sudah dilaksanakan

G. Menarik Atau Mengambil Sistem Informasi Yang Dibutuhkan Dari

Informasi Yang Ada

Page 19: HNP

Sel – sel glia hasilkan sitokin pro inflamasi

IL -1β , IL-6, TNF α

Induksi dan transmisi sinaps berlebihan di cornu dorsalis

↑eksitasi transmisi sinaps ↓inhibisi transmisi sinaps

Penghantaran impuls aferen ke girus post centralis (sensori)

Sensasi rasa tertusuk-tusuk

Adanya penekanan atau pendesakan saraf

1. Patofisiologi kesemutan

Kesemutan

2. Fisiologi nyeri secara umum

Rangsangan nyeri yang dapat berupa rangsangan mekanik, termik/suhu,

kimiawi, dan campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran

saraf beas yan mempunyai spesifikasi. Disini terjadi aksi potensial dan

impuls ini diterusakn ke pusat nyeri. Serabut saraf yang dari reseptor ke

ganglion masuk ke cornu posterior dan berganti neuron. Disini ada 2

kelompok yaitu (a) yang berganti neuron di lamina 1 yang kemudian

Page 20: HNP

menyilang di linea mediana membentuk jaras anterolateral yang langsung

ke thalamus; system ini disebut system neospinotalamik yang

mengantarkan rangsangan nyeri secara cepat. Kelompok b bersinapsi di

lamina V kemudian menyilang di linea mediana membentuk jaras

anterolateral dan bersinapsis di substansia retikularis batang otak dan di

thalamus. Sistem ini disebut system paleospinotalamik yang mengantarkan

perasaan nyeri yang kronik dan yang kurang terokalisasi (Harsono, 2009).

3. Pemeriksaan neurologis dan interpretasi (Harsono, 2009) :

a. Tes laseuge

pemeriksaan ini untuk meregangkan nerbus ischiadicus dan raadik-

radiksnya.penderita dalam posisi terlentang dan tidak boleh

tegang.Pemeriksaan mengangkat satu tungkai penderita,tungkai tadi

dalam posisi lurus dan fleksi pada sendi panggul.apabila penderita tadi

merasakan nyeri sepanjang nervus ischiadicus berarti tes ini

positif,pemeriksaan ini penting bagi penderita HNP.

b. Tes laseuge menyilang

caranya sama dengan tes laseuge bedanya apabila rasa nyeri terjadi

pada kaki yang tak di angkat.hal ini yang menunjukan bahwa radiks

yang kontralateral juga turut tersangkut.

c. Tes Naffziger

dengan menekan kedua vena jugularis maka tekanan cairan serebro

spinal akan mengingkat. Hal ini menyebabkan tekanan pada radiks

bertambah, sehingga timbul nyeri radikuler. Percobaan ini positif pada

spondiolosis.

d. Tes Valsalva

penderita disuruh mengejan kuat, maka tekanan dalam cairan

serebrospinal akan meningkat, dan hasilnya sama dengan percobaan

Naffziger.

e. Tes Patrick

tungkai dalam posisi fleksi di sendi lutu sementara tumit diletakan di

atas lutut tungkai yang satunya lagi , kemudian lutut tungkai yang di

fleksikan tadi di tekan ke bawah.penderita dalam posisi berbaring .

Page 21: HNP

apabila ada kelainan di sendi panggul maka penderita akan merasakan

nyeri di sendi panggul tadi.

f. Tes kontra Patrick

tungkai dalam posisi fleksi di sendi lutut dan sendi penggul,kemudian

lutut di dorong ke medial;bila di sendi sakroiliaca ada kelainan maka

disitu akan terasa sakit.

4. Hernia Nukleus Pulposus

a. Definisi dan etiologi

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nucleus

pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kea rah kanalis

spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. HNP merupakan suatu

nyeri yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna vertebralis

pada diskus intervertebralis/ diskogenik. (Muttaqin, 2008)

Protusio atau rupture nucleus biasanya didahului dengan perubahan

degenerative yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein

dalam polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air di

nucleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di annulus

fibrosus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. HNP terjadi

kebanyakan karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang

mengenai diskus intervertebralis sehingga menimbulkan robeknya

annulus fibrosus. (Muttaqin, 2008)

HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya nucleus

pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus keluar ke

belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke

dorsolateral menakan saraf spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Gambar 6. Ilustrasi HNP

Page 22: HNP

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP

1. Aliran darah ke discus berkurang

2. Beban berat

3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit

Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat

menahan nucleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri

oleh karena gel yang berada di canalis vertebralismenekan radiks.

Gambar 7. Columna Vertebralis

Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur

fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut

vertebrae. Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut (Martini, 2009) :

- Cervicales (7)

- Thoracicae (12)

- Lumbales (5)

Page 23: HNP

- Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)

- Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum

dan tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari

corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus

fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh

ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis

posterior (Martini, 2009).

Gambar 8. Diskus Intervertebralis

Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna

vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal,

tempat dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan

berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis

tidak cedera bila terjadi trauma. Discus intervertebralis terdiri dari

lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate), nucleus pulposus

(gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus,

Page 24: HNP

memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit

kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan

ekstensi columna vertebralis. Dengan bertambahnya usia, kadar air

nucleus pulposus menurun dan diganti oleh fibrokartilago. Sehingga

pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar

dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-

S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral

(Mutaqqin, 2008).

EPIDEMIOLOGI

1. HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak

pada decade ke-4 dan ke-5.

2. Kelainan ini lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan

yang banyak membungkuk dan mengangkat.

3. Karena ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal

lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi discus cenderung

terjadi kearah postero lateral, dengan kompresi radiks saraf.

Page 25: HNP

Gambar 9 dan 10. Diagram yang menunjukkan herniasi discus

intervertebralis

ke arah postero-lateral dan menekan akar saraf spinal.

b. Tanda dan gejala

Manifestasi klinik HNP tergantung dari radiks saraf yang

lesi. Gejala klinik yang paling sering adalah ischialgia. Nyeri biasanya

bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut,menjalar sampai bawah lutut.

Bila saraf sensorik yang besar terkena akan timbul gejala kesemutan atau

rasa tebal sesuai dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan

otot atau hilangnya reflek tendon patella (KPR) dan achilles (APR). bila

mengenai konus atau kauda equine dapat terjadi gangguan miksi, defekasi,

dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan suatu kegawatan yang

memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan miksi

secara permanen. Nyeri pada HNP akan meningkat bila terjadi kenaikan

tekanan intracranial atau intradiskal seperti saat mengejan, batuk,bersin,

mengangkat benda berat, dan membungkuk (Mansjoer et al, 2001).

 

Page 26: HNP

Page 27: HNP

Perubahan degeneratif(proses penuaan)

protein polisakaridadalam diskus

kadar cairan

Dehidrasi dan kolaps

Menyebar ke annulus fibrosus

Pertahanan diskus

Ruptur pada anulus denganStres relatof kecil

Nukleus pulposus mendorong ligamentum longitudinalis (protusi)

HERNIASI

Serabut saraf mengalami hialinisasi

Mendorong ligamentum longitudinalis

Trauma

Kompresi berat

Nukleus pulposus tertekan

Mencari jalan keluar

c. Patogenesis HNP (Merdjono, 2009; PPBNI, 2009)

Page 28: HNP

Gambar 11. Kelenturan Spinal Disc

Page 29: HNP

d. Patofisiologi HNP (Price & Wilson, 2005; Nugrahaeni, 2010)

Page 30: HNP

e. Faktor resiko (Mansjoer et al., 2001)

1. Usia 30-50 tahun

2. Profesi (kuli bangunan, dsb.)

3. Aktivitas

4. Vibrasi

5. Olahraga tidak teratur

6. Merokok

7. Berat badan berlebihan

f. Penegakan diagnosis

AnamnesaAdanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah

(mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian

atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang

mempersarafi kaki bagian belakang. Nyeri mulai dari pantat, menjalar

kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri

radikuler). Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,

mengangkat barang berat. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah

disebelah L5 – S1 (garis antara dua krista iliaka). Nyeri Spontan ,

yaitu sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk

nyeri bertambah hebat.Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau

hilang (Mardjono & Sidharta, 2009).

Page 31: HNP

Gambar 12. Nervus Ischiadicus

Pemeriksaan Motoris (Mardjono & Sidharta, 2009)

1. Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai

yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang

berjingkat.

2. Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.

Pemeriksaan Sensoris (Mardjono & Sidharta, 2009)

1. Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.

2. Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat

sementara.

Tes-tes Khusus (Mardjono & Sidharta, 2009)

1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)

Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut

sampai sudut 90°.

2. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau

bagian medial dari ibu jari kaki (L5).

Page 32: HNP

3. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu

jari kaki (L5), atau plantarfleksi (S1).

Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit

Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki

4. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine,

merupakan indikasi untuk segera operasi.

5. Kadang-kadang terdapat anestesia di perincum, juga merupakan

indikasi untuk operasi.

6. Tes kernique

Gambar 13. Kernique Test

Tes Refleks (Mardjono & Sidharta, 2009)

Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara

L5 –S1 terkena.

Page 33: HNP

Penunjang Laboratorium (Mardjono & Sidharta, 2009)

- Darah

Tidak spesifik

- Urine

Tidak spesifik

- Liquor Serebrospinalis

Biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan peningkatan kadar

protein ringan dengan adanya penyakit diskus. Kecil manfaatnya

untuk diagnosis.

Pemeriksaan Radiologi (Mansjoer et al., 2001)

- Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal

atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela

invertebrata dan pembentukan osteofit.

- Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan

lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram

dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.

- CT scan untuk melihat lokasi HNP

- MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula

spinalis atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT

scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks saraf.

▪ EMG

Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer

Page 34: HNP

Gambar 14 & 15. Foto X-ray Tulang Belakang

g. Penatalaksanaan

1) Farmakologi (Price & Wilson, 2005)

a. Analgetik : paracetamol, aspirin, tramadol

b. NSAID : ibuprofen, natrium dilofenak, ethodolak, selekoksib,

dan jangan lupa efek samping yang ditimbulkan yaitu ruam

pada kulit.

Page 35: HNP

c. Obat pelemas otot : tinazidin, esperidone, karisoprodol,

d. Opioid

e. Kortikosteroid oral

f. Analgetic adjuvant : amitripilin, carbamazepin, gabapentin

2) Terapi fisik (Price & Wilson, 2005)

a. Traksi pelvis

b. Korset lumbal

c. Latihan dan modifikasi gaya hidup

d. Kompres pana

3) Terapi bedah (Price & Wilson, 2005)

Perlu dipertimbangkan bila dalam satu bulan belum ada perbaikan

secara konservatif, ischialgia yang berat, defekasi dan seksual,

tergangguanya radix saraf adanya paresis otot tungkai bawah.

Gambar 16 & 17. Contoh Penatalaksanaan HNP

Page 36: HNP

4) Non farmakologi

a. Larangan (Mutaqqin, 2008)

1. Peregangan yang mendadak pada punggung

2. Jangan sekali-kali mengangkat benda atau sesuatu dengan

tubuh dalam keadaan fleksi atau dalam keadaan

membungkuk.

3. Hindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk

mengurangi kambuhnya gejala setelah episode awal.

b. Saran yang harus dikerjakan

Istirahat mutlak di tempat tidur, kasur harus yang padat.

Diantara kasur dan tempat tidur harus dipasang papan atau

“plywood” agar kasur jangan melengkung. Sikap berbaring

terlentang tidak membantu lordosis lumbal yang lazim, maka

bantal sebaiknya ditaruh di bawah pinggang. Orang sakit

diperbolehkan untuk tidur miring dengan kedua tungkai

sedikit ditekuk pada sendi lutut. Bilamana orang sakit dirawat

di rumah sakit, maka sikap tubuh waktu istirahat lebih enak,

oleh karena lordosis lumbal tidak mengganggu tidur

terlentang jika fleksi lumbal dapat diatur oleh posisi tempat

tidur rumah sakit (Mutaqqin, 2008).

Istirahat mutlak di tempat tidur berarti bahwa orang sakit

tidak boleh bangun untuk mandi dan makan. Namun untuk

keperluan buang air kecil dan besar orang sakit

diperbolehkan meninggalkan tempat tidur. Oleh karena buang

air besar dan kecil di pot sambil berbaring terlentang justru

membebani tulang belakang lumbal lebih berat lagi.

Analgetika yang non adiktif perlu diberikan untuk

menghilangkan nyeri.Selama nyeri belum hilang fisioterapi

untuk mencegah atrofi otot dan dekalsifikasi sebaiknya

jangan dimulai setelah nyeri sudah hilang latihan gerakan

sambil berbaring terlentang atau miring harus diajurkan

(Mutaqqin, 2008).

Page 37: HNP

Traksi dapat dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang

sesuai dapat dilakukan “pelvic traction”, alat-alat untuk itu

sudah automatik. Cara “pelvic traction”, sederhana kedua

tungkai bebas untuk bergerak dan karena itu tidak

menjemukan penderita. Maka pelvic traction dapat dilakukan

dalam masa yang cukup lama bahkan terus-menerus. Latihan

bisa dengan melakukan flexion excersise dan abdominal

excersise. Masa istirahat mutlak dapat ditentukan sesuai

dengan tercapainya perbaikan. Bila iskhilagia sudah banyak

hilang tanpa menggunakan analgetika, maka orang sakit

diperbolehkan untuk makan dan mandi seperti biasa. Korset

pinggang atau griddle support sebaiknya dipakai untuk masa

peralihan ke mobilisasi penuh (Mutaqqin, 2008).

Penderita dapat ditolong dengan istirahat dan analegtika

antirheumatika serta nasehat untuk jangan sekali-kali

mengangkat benda berat, terutama dalam sikap

membungkuk. Anjuran untuk segera kembali ke dokter

bilamana terasa nyeri radikuler penting artinya. Dengan

demikian ia datang kembali dan “sakit pinggang” yang lebih

jelas mengarah ke lesi diskogenik (Mutaqqin, 2008).

h. Komplikasi

1) Kelemahan dan atropi otot

2) Trauma serabut syaraf dan jaringan lain

3) Kehilangan kontrol otot sphinter

4) Paralis / ketidakmampuan pergerakan

5) Perdarahan

6) Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal

(Carpenito, 2000)

Page 38: HNP

i. Prognosis

Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu

perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi

motorik dapat menyebabkan atrofy otot dan dapat juga terjadi pergantian

kulit (Harsono, 2009).

5. Spondilosis

a. Definisi dan etiologi

Spondilosis ada lah proses degenerasi yang progresif pada diskus

intervertebralis, yang mengakibatkan makin menyempitnya jarak

antara vertebre sehingga menyebabkan terjadinya osteofit,

penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebre dan iritasi

persendian posterior. Etiologi nya terjadinya spondilosis adalah

terjadinya osteoarthistis dan tertekannya radiks oleh kantong

duramater yang mengakibatkan iskemi dan radang (Harsono,2009).

b. Tanda dan gejala

Spondilosis lumbalis biasanya tidak menimbulkan gejala.

Ketika terdapat keluhan nyeri punggung atau nyeri skiatika,

spondilosis lumbalis biasanya merupakan temuan yang tidak ada

hubungannya. Biasanya tidak terdapat temuan apa-apa kecuali

munculnya suatu penyulit. Pasien dengan stenosis spinalis lumbalis

sebagian besar mengalami keluhan saat berdiri atau berjalan. Gejala

atau tanda yang mncul saat berjalan berkembang menjadi claudicatio

neurogenik. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan

bertambah pendek, kadang-kadang secara mendadak pasien

mengurangi langkahnya. Gejala yang muncul biasanya akan sedikit

sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut (Wardani, 2007).

Gejala dan tanda yang menetap yang tidak berhubungan

dengan postur tubuh disebabkan oleh penekanan permanen pada

akar saraf. Nyeri tungkai bawah, deficit sensorik motorik, disfungsi

sistem kemih atau impotensi seringkali dapat ditemukan. Gejala dan

tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri

Page 39: HNP

pinggang bawah, nyeri alih, atau kelemahan pada punggung.

Gejala-gejala ini berhubungan dengan penyempitan recessus

lateralis saat punggung meregang. Oleh karena itu, gejala-gejala

akan dipicu atau diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk oleh

lordosis lumbal, termasuk berdiri, berjalan terutama menuruni

tangga atau jalan menurun, dan termasuk juga memakai sepatu hak

tinggi (Wardani, 2007).

Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum

muncul dalam waktu yang lama sebelum munculnya penekanan

radikuler. Kelemahan punggung merupakan keluhan spesifik dari

pasien dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan

akibat sensasi proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang.

Kedua keluhan, termasuk juga nyeri alih (nyeri pseudoradikuler)

disebabkan oleh instabilitas segmental tulang belakang dan akan

berkurang dengan perubahan postur yang mengurangi posisilordosis

lumbalis : condong ke depan saat berjalan, berdiri, duduk atau dengan

berbaring. Saat berjalan, gejala permanen dapat meluas ke daerah

dermatom yang sebelumnya tidakterkena atau ke tungkai yang lain,

menandakan terlibatnya akar saraf yang lain. Nyeritungkai bawah

dapat berkurang, yang merupakan fenomena yang tidak dapat

dibedakan.Karena pelebaran foramina secara postural, beberapa

pasien dapat mengendarai sepedatanpa keluhan, pada saat yang sama

mengalami gejala intermiten hanya setelah berjalandengan jarak

pendek (Wardani, 2007).

c. Patogenesis Spondilosis

Spondilosis muncul sebagai akibat pembentukan tulang baru di

tempat dimana ligamentanular mengalami ketegangan.Verbiest  pada

1954, menganggap sebagai penyakit yang asalnya tidak

diketahui,dengan kelainan genetik, dimana efek patologis

secara keseluruhan hanya muncul saat  pertumbuhan sudah

lengkap dan vertebra sudah mencapai ukuran maksimal.

Kebanyakan ahli menerima teori yang menjelaskan stenosis

Page 40: HNP

spinalis lumbalis terjadi melalui perubahan degeneratif yang

menjadi instabilitas dan penekanan akar saraf yang menimbulkan

masalah jika anatomi canalis spinalis seseorang tidak baik (Wardani,

2007).

Faktor perkembangan dan kongenital termasuk

beberapa variasi anatomis yang memberikan ruang lebih

sempit untuk jalannya saraf, sehingga bahkan hanya

dengan  p e r u b a h a n o s s e u s m i n o r d a p a t b e r k e m b a n g

m e n j a d i p e n e k a n a n a k a r s a r a f : c a n a l i s spinalis yang

dangkal, canalis dengan bentuk trefoil, atau anomali dari akar saraf.

V a r i a s i a n a t o m i s f a c e t j o i n t d a l a m h a l o r i e n t a s i ,

b e n t u k , a t a u a s i m e t r i s i t a s membuat degenerasi lebih

mudah terjadi yang berkembang menjadi penekanan

akar saraf. Degenerasi lebih sering menyebabkan gejala

penekanan akar saraf pada canaliss p i n a l i s y a n g s e m p i t ,

d i b a n d i n g k a n d e n g a n y a n g l e b a r b a h k a n

s p o n d i l o s i s a t a u spondiloartrosis yang berat tidak memberikan

tanda-tanda klinis (Wardani, 2007).

Bentuk trefoil dari canalis spinalis adalah variasi

anatomis dari canalis spinalis,y a n g d i s e b a b k a n o l e h

o r i e n t a s i d a r i l a m i n a d a n f a c e t j o i n t . P a l i n g s e r i n g

d i t e m u k a n setinggi L3 sampai L5. Kondisi ini dianggap sebagai

faktor predisposisi berkembangnyastenosis recessus lateralis melalui

perubahan degeneratif dari facet joint. Kelainan-kelainan akar saraf

(akar yang berhimpit, akar yang ukurannya melebihin o r m a l , a k a r

y a n g m e l i n t a n g ) j u g a d a p a t b e r p e r a n d a l a m

b e r k e m b a n g n y a g e j a l a . Disproporsi antara ukuran recessus

lateralis dan diameter akar yang di luar normal dapatmenimbulkan

gejala yang sesuai (Wardani, 2007).

F a c e t j o i n t y a n g a s i m e t r i s d a p a t m e m p e r c e p a t

d e g e n e r a s i d i s c u s , f a c e t j o i n t dengan orentasi ke frontal

memungkinkan ruang yang lebih lebar untuk membengkok kelateral

Page 41: HNP

dan oleh karena itu juga mempunyai akibat negatif terhadap

integritas discus.P a d a s a a t y a n g s a m a , j u g a t e r d a p a t

r u a n g y a n g l e b i h s e m p i t d i r e c e s s u s l a t e r a l i s . Orientasi

sendi ke sagital memungkinkan mudahnya pergeseran ke sagital dari

vertebra-yaitu berkembangnya spondilolistesis degeneratif.

Faktor yang didapat yaitu termasuk s e m u a p e r u b a h a n

d e g e n e r a t i f y a n g b e r k e m b a n g m e n j a d i p e n e k a n a n

a k a r s a r a f b a i k   osseus maupun non-osseus (Wardani, 2007).

Page 42: HNP

Perubahan degeneratif(penurunan sistem metabolik, sirkulasi darah, trauma berulang)

Kerusakan pada discus intervertebralis

Elastisitas

cairan sendi dan sistem difusi di kartilago

Interspace antar discus semakin kecil

Mikrotrauma pada kedua facies korpus vertebra

Proliferasi jaringan tulang

Kalsifikasi

Osteofit + hipertorofi ligamentum flavum

1.Mekanisme statis

2.Mekanisme dinamis

3.Iskemik medula spinalis

4. Stretch associated injury

d. Patofisiologi Spondilosis (Mansjoer, 2000; Rana, 2011)

Page 43: HNP

fleksi ekstensi

Medula spinalis memanjangLig.flavum melengkung ke medula spinalis

Terbentang sampai ke osteofit anterior

Menghimpit medula spinlalis antara ligamen dan osteofit

Nyeri bertambah

3.Iskemik medula spinalis

Histopatologi berubah (substansia alba <<) pattern

Kegagalan mikrosirkulasi

Iskemik

lumpuh otot

4.Stretch associated injury

Peningkatan tegangan akibat tekanan

Terlokalisasi pada axon medula spinalis yang terkena herniasi

Gangguan refleks

1. Mekanisme statis

Penurunan Interspace antar diskus

Ruang medula spinalis semakin sempit

Kifosis

2. Mekanisme dinamis

e.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

Page 44: HNP

e. Faktor resiko (Mansjoer, 2001)

1. Penuaan

2. Aktivitas

3. Profesi

4. Trauma ringan berulang

f. Penegakan diagnosis

1. Anamnesis (Mansjoer et al., 2001)

a. Nyeri punggung menjalar ke tungkai

b. Parestesi

c. Perubahan cara berjalan

2. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan foto thoraks menggunakan X-ray ditemukan

osteofit yang menjadi ciri khas penyakit ini. Penggunaan CT-Scan

dan MRI hanya pada penderita dengan komplikasi (Mansjoer et al.,

2001).

g. Penatalaksanaan

1) Farmakologi

Pengobatan harus disesuaikan dengan pasien, usia dan tujuan.

Pada kebanyakan pasien dapa dicapai perbaikan yang nyata atau

berkurangnya gejala-gejala. Gejala-gejala radikuler dan

claudicatio intermitten neurogenik lebih mudah berkurang dengan

pengobatan daripada nyeri punggung, yang menetap sampai pada

1/3 pasien (Rana, 2011).

Pengobatan konservatif

Pengobatan ini terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal

yang mana dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat

memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Pada

beberapa kelompok pasien, perbaikan yang mereka rasakan cukup

memuaskan dan jarak saat berjalan cukup untuk kegiatan sehari-

hari. Percobaan dalam 3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk

pengobatan awal kecuali terdapat defisit motorik atau defisit

neurologis yang progresif (Rana, 2011).

Page 45: HNP

Terapi konservatif untuk stenosis spinalis lumbalis dengan gejala-

gejala permanen jarang sekali berhasil untuk waktu yang lama,

berbeda dengan terapi konservatif untuk herniasi diskus. Terapi

medis dipergunakan untuk mencari penyebab sebenarnya dari

gejala nyeri punggung dan nyeri skiatika (Rana, 2011) :

a) Jangan menyimpulkan bahwa gejala pada pasien

berhubungan dengan osteofitosis. Carilah penyebab

sebenarnya dari gejala pada pasien.

b) Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka

diindikasikan untuk bed rest total selama dua hari. Jika hal

tersebut tidak mengatasi keluhan, maka diindikasikan

untuk bedah eksisi.

c) Pengobatan tidak diindikasikan pada keadaan tanpa

komplikasi.

TERAPI PEMBEDAHAN

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan

adanya gejala-gejala permanen khususnya defisit mototrik.2

Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa komplikasi.

Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya

persinggungan dengan nervus skiatika yang tidak membaik

dengan bed rest total selama 2 hari (Rana, 2011).

a. Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit

yang mungkin terjadi hanya jika sebuah neuroforamen

ukurannya berkurang 30% dari normal.

b. Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau

tinggi foramen sampai kurang dari 15 mm sesuai dengan

diagnosis kompresi saraf yang diinduksi osteofit.

c. Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka

stenosis spinalis adalah komplikasi yang mungkin terjadi.

d. Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta.

Aneurisma aorta dapat menyebabkan erosi tekanan dengan

vertebra yang berdekatan. Jika osteofit muncul kembali,

Page 46: HNP

tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi dari

osteofit-osteofit tersebut, sehingga tidak nampak lagi.

e. Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang

menekan duodenum.

Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan

sebagian karena pendekatan yang berbeda terhadap stenosis

spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur operasi yang dapat

dilakukan anatara lain (Rana, 2011) :

a. Operasi dekompresi

b. Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak

yang tidak stabil

c. Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil

Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis,

dekompresi kanalis spinalis dengan dekompresi recessus lateralis

dan foramen intervertebralis, dekompresi selektif dari akar saraf

(Rana, 2011).

DEKOMPRESI KANALIS SPINALIS

Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi kanalis

spinalis bagian tengah. Keuntungannya adalah biasanya mudah

dikerjakan dan mempunyai angka kesuksesan yang tinggi. Angka

kegagalan dengan gejala yang rekuren adalah ¼ pasien setelah 5

tahun. Terdapat angka komplikasi post operatif non spesifik dan

jaringan parut epidural yang relatif rendah (Harsono, 2009).

Secara tradisional, laminektomi sendiri diduga tidak menganggu

stabilitas spina lumbalis, selama struktur spina yang lain tetap

intak khususnya pada pasien manula. Pada spina yang degeneratif,

bagian penting yang lain seperti diskus intervertebaralis dan facet

joint seringkali terganggu. Hal ini dapat menjelaskan adanya

spodilolistesis post operatif setelah laminektomi yang akan

memberikan hasil yang buruk. Laminektomi dikerjakan pada

keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau jika terdapat

kerusakan operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden

Page 47: HNP

yang tinggi dari instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus

bahkan yang sudah mengalami degenerasi, nampaknya membantu

stabilitas segmental (Goel, 1986). Untuk alasan inilah maka

discectomy tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis lumbalis

dimana gejalanya ditimbulkan oleh protrusio atau herniasi, kecuali

diskus yang terherniasi menekan akar saraf bahkan setelah

dekompresi recessus lateralis (Harsono, 2009).

Jaringan parut epidural muncul setelah laminektomi dan

kadangkadang berlokasi di segmen yang bersebelahan dengan

segmen yang dioperasi. Jika jaringan parut sangat nyata, hal ini

disebut dengan “membran post laminektomi”. Autotransplantasi

lemak dilakukan pada epidural oleh beberapa ahli bedah untuk

mengurangi fibrosis. Walaupun beberapa telah berhasil,

pembengkakan lemak post operatif dapat mengakibatkan

penekanan akar saraf. Dekompresi harus dilakukan pada pasien

dengan osteoporosis. Sebaiknya dilakukan dengan hati-hati karena

instabilitas post operatif sangat sulit diobati (Harsono, 2009).

Laminektomi dengan facetectomy parsial adalah prosedur

standar stenosis laminektomi tunggal cukup untuk stenosis kanalis

spinalis, sehingga biasanya digabungkan dengan beberapa bentuk

facetectomy parsial. ”Unroofing” foramen vertebralis dapat

dikerjakan hanya dari arah lateral sebagaimana pada herniasi

diskus foramina. Kemungkinan cara yang lain dikerjakan adalah

prosedur laminoplasti dengan memindahkan dan memasukkan

kembali lengkung laminar dan processus spinosus (Harsono,

2009).

Dekompresi selektif akar saraf

Kecuali terdapat penyempitan diameter sagital kanalis spinalis,

dekompresi selektif akar saraf sudah cukup, khususnya jika pasien

mempunyai gejala unilateral. Facetectomy medial melalui

laminotomi dapat dikerjakan. Biasanya bagian medial facet joint

yang membungkus akar saraf diangkat. Komplikasi spesifik

Page 48: HNP

prosedur ini antara lain insufisiensi dekompresi, instabilitas yang

disebabkan oleh pengangkatan 30-40% dari facet joint, atau

fraktur fatique dari pars artikularis yang menipis (Harsono, 2009).

Dekompesi dan stabilisasi

Laminektomi dapat digabungkan dengan berbagai metode

stabilisasi. Sistem terbaru menggunakan skrup pedikuler,

sebagaimana pada sistem yang lebih lama seperti knodt rods,

harrington rods dan Luque frame dengan kawat sublaminer

(Harsono, 2009).

Laminektomi spondilolistesis degeneratif dan penyatuan prosesus

intertranvesus dengan atau tanpa fiksasi internal adalah prosedur

standar. Untuk alternatifnya dapat dilakukan penyatuan

interkorpus lumbalis posterior atau penyatuan interkorpus anterior.

Beberapa ahli mengatakan, laminektomi dengan penyatuan spinal

lebih baik daripada laminektomi tunggal karena laminektomi

tunggal berhubungan dengan insiden yang tinggi dari

spondilolistesis progresif. Komplikasi prosedur stabilisasi

termasuk di dalamnya kerusakan materi osteosintetik, trauma

neurovaskuler, fraktur prosesus spinosus, lamina atau pedikel,

pseudoarthrosis, ileus paralitik, dan nyeri tempat donor graft

iliakus. Degenerasi dan stenosis post fusi dapat muncul pada

segmen yang bersebelahan dengan yang mengalami fusi yang

disebabkan oleh hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan

mendukung teori ini, efek klinis dari komplikasi ini masih belum

dapat diketahui. Berbeda dari spondilolistesis degeneratif dimana

dekompresi dan stablisasi adalah prosedur yang dianjurkan, tidak

terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan pengobatan yang

paling efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan

pembedahan dalam rangkaian operasi yang banyak dengan hasil

jangka pendek yang baik. Namun demikian, setelah lebih dari 40

tahun, penelitian dna pengalaman dalam terapi, etiologinya masih

belum dapat dimengerti secara jelas dan juga, definisi dan

Page 49: HNP

klasifikasi masih belum jelas karena derajat stenosis tdak selalu

berhubungan dengan gejala-gejalanya. Protokol pembedahan yang

dianjurkan antara lain (Harsono, 2009):

· Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat

berdiri atau menyebabkan claudicatio intermitten neurogenikà

dekompresi dan stabilisasi

· Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan

gejala intermitten yang jelas berhubungan dengan posturà

dilakukan prosedur stabilisasi, terutama jika keluhan membaik

dengan korset lumbal.

2) Non farmakologi

a. Edukasi pasien untuk tidak melakukan aktifitas berat

khususnya mengangkat barang-barang yang berat. Hati-hati

dalam perubahan posisi tubuh terutama bila mau mengambil

barang di bawah jangan membungkuk tiba-tiba, bisa dengan

posisi jongkok dan berdiri pelan-pelan (Mansjoer et al., 2001)..

b. Penggunaan korset, ditujukan sebagai fiksasi untuk menjaga

dan mensupport maksimal tulang belakang, mengurangi nyeri

punggung dan mencegah cidera pinggang karena korset

mengurangi gerak berlebihan pada pinggang (Mansjoer et al.,

2001).

h. Komplikasi (Ganong, 2011)

1. Osteoporosis

2. Gangguan pada sistem ekskresi (berkemih dan BAB)

i. Prognosis

Kebanyakan pasien dengan spondilosis akan memiliki beberapa gejala

jangka panjang . Gejala ini sering akan semakin parah dan kemudian

membaik. Banyak orang dengan masalah ini dapat bisa hidup aktif.

Namun, beberapa pasien harus hidup dengan rasa sakit kronis

(Rosenbaum, 2008)

Page 50: HNP

BAB III

KESIMPULAN

1. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nucleus pulposus

keluar menonjol untuk kemudian menekan kea rah kanalis spinalis melalui

annulus fibrosus yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang

disebabkan oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus

intervertebralis/ diskogenik. (Muttaqin, 2008).

2. Manifestasi klinis HNP diantaranya ischialgia, parestesia, gangguan miksi,

defekasi, dan seksual, serta nyeri saat bersin dan batuk. Pada pemeriksaan

fisik sebagian besar ditemukan refleks tendon Achilles yang menurun atau

bahkan hilang (Mansjoer et al, 2001).

3. Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan adalah MRI (gold

standard). Selain itu pemeriksaan lain yang sering dikombinasikan adalah

elektromielografi (EMG), X-Ray, dan CT-Scan (Mansjoer et al., 2001).

4. Penatalaksanaan pada HNP terutama adalah terapi konservatif (tirah

baring). Selain itu diberikan NSAID untuk mengurangi rasa sakit, dan

terapi fisik. Tindakan operatif dilakukan bila tidak ada kemajuan dari

terapi awal (Price & Wilson, 2005).

Page 51: HNP

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,

Jakarta

Ginting, NB. 2010. Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB).

Available from, URL :

http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/30756/4/chapterII.pdf.

Diakses pada tanggal 21 Maret 2012.

Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi Edisi 2. Yogyakarta : GMUP

http://eprints.undip.ac.id/12505/1/2002PPDS1899.pdf

http://www.scribd.com/doc/42554392/Hernia-Nukleus-Pulposus?olddoc=1

http://www.scribd.com/doc/42554392/Hernia-Nukleus-Pulposus?olddoc=1

http://www.scribd.com/doc/44834841/Spondylosis-Lumbalis

http://www.scribd.com/doc/48965995/HERNIA-NUKLEUS-PULPOSUS Diakses

pada tanggal 23 Maret 2012

Ibrahim Al Luwimi, Ahmed Ammar and Majed Al Awami. 2011.

Pathophysiology of Paresthesia. Department of Neurosurgery and General

Surgery, Cardiothoracic and Vascular Division College of Medicine,

University of Dammam, Kingdom of Saudi Arabia

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta :

Media Aesculapius.

Mardjono, Mahar; Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :

EGC.

Martini, Frederic H; Nath, Judi L. 2009. Fundamentals of Anatomy and

Physiology Eight Edition. San Fransisco : Pearson International Education.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawan Klien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Nugreheni, Kustati. 2010. Presus Saraf “HNP (Ischialgia)”. Available from,

URL : http://www.fkumycase.net/wiki/index.php?page=PRESUS+SARAF+

%22HNP%28Ischialgia%29%22. Diakses pada tanggal 21 Maret 2012.

PPBNI Kabupaten Klaten. 2009. Hernia Nukleus Pulposus (HNP). Available

from, URL : http://ppni.klaten.com/index.php?

Page 52: HNP

option=com_content&view=article&id=66:hnp&catid=38:ppni-ak-

category&Itemid=66.

Price, Sylvia Anderson; Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep klinis

proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.

Putz, Reinhard; Pabst, Reinhard. 2006. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia Edisi 22

Jilid 2. Jakarta : EGC.

Rana, S Andeeps; Crystal, Howard A. 2011. Diagnosis and Management of

Cervical Spondylosis. Available from, URL :

http//emedicine.medscape.com/article/1144952-overview#a0104.

Rosenbaum RB, Ciaverella DP. Disorders of bones, joints, ligaments, and

meninges. In: Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, Jankovic J, eds.

Neurology in Clinical Practice. 5th ed. Philadelphia, Pa: Butterworth-

Heinemann; 2008:chap 77.

Sidharta, Priguna. 1999. Neurologis Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian

Rakyat

Wardani, Ayu Konsita. 2007. Spondylosis Lumbalis. Denpasar : FK UNUD

www.fkumyecase.net/storage/users/215/215/images/120/syaraf. pdf . diakses pada

tanggal 25 Maret 2012