Upload
feriandi-mirza
View
10.764
Download
4
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
1
EKSISTENSI TV LOKAL DI ANTARA DOMINASI TV NASIONAL
Abstract
Since the enactment of the broadcasting law in 2002, local TV stations
experiencing a significant growth. But amid the euphoria of growth, the existence
of local TV stations questionable due to small market share compare to national
TV stations in term of advertising TV expenditure and the ability of capital in
producing quality programs and attract audiences to watch. This research will
explore the conditions faced by local TV stations in Indonesia in the middle of the
existence of national TV stations. Amid doubts on local TV stations, there are still
opportunities to maintain and enhance the existence of local TV stations.
Kata-kata kunci : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,
stasiun TV lokal, stasiun TV nasional, belanja iklan TV
Pendahuluan
Televisi saat ini telah berkembang dengan sangat pesat dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Televisi menjadi sarana masyarakat untuk mendapatkan
informasi dan hiburan. Sejarah pertelevisian di Indonesia dimulai pada tahun 1962 ketika untuk
pertama kalinya TVRI mengudara dengan siaran langsung HUT Kemerdekaan Republik
Indonesia ke-17 di Istana Negara Jakarta dan liputan Asian Games IV di Jakarta. Sejak saat itu
sampai dengan tahun 1987, otomatis TVRI adalah satu-satunya saluran televisi di Indonesia.
Pada tahun 1987, dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor:
190A/KEP/Menpen/1987 tentang Siaran Saluran Terbatas, maka peluang munculnya stasiun TV
swasta terbuka. Dimulai dari RCTI yang diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1989, SCTV pada
tanggal 24 Agustus 1990, TPI atau sekarang dikenal dengan MNC TV pada tanggal 23 Januari
1991, Anteve pada tanggal 7 Maret 1993, Indosiar pada tanggal 11 Januari 1995. Kemudian
setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran berdiri stasiun
TV7 atau yang sekarang bernama Trans 7 pada tanggal 22 Maret 2000, Metro TV pada tanggal
25 November 2000, Trans TV pada tanggal 25 November 2001, Lativi atau yang sekarang
2
dikenal dengan sebutan TV One pada tanggal 17 Januari 2002, dan Global TV pada tanggal 5
Oktober 2002.
Televisi tak pelak lagi menjadi medium favorit bagi para pemasang iklan di Indonesia.
Media televisi merupakan industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat sumber daya
manusia. Selain memberikan manfaat ekonomi bagi para pemasang iklan, televisi juga
memberikan manfaat lainnya mulai dari pendidikan, sosial, budaya, sampai dengan politik.
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,
penyiaran tidak lagi menjadi monopoli Jakarta. Apalagi ditambah dengan iming-iming manfaat
media penyiaran televisi terutama manfaat ekonomi dan politik yang menjanjikan sehingga
fenomena menjamurnya stasiun TV lokal di berbagai daerah di Indonesia tidaklah menjadi hal
yang mengherankan. Menjamurnya stasiun-stasiun TV lokal ini bisa jadi merupakan indikasi
menyebarnya sumber daya penyiaran di Indonesia, tetapi juga bisa karena kelatahan atau gengsi
para pemilik modal di daerah tanpa memperhitungkan faktor-faktor kelayakan usahanya.
Target pemirsa TV lokal adalah masyarakat lokal di mana stasiun TV lokal tersebut
bersiaran. Peran ideal stasiun TV lokal adalah untuk melestarikan budaya dan nilai-nilai kearifan
lokal. Dengan target pemirsa dan peran tersebut, maka potensi pasar TV lokal sangat terbatas,
jika dibandingkan dengan stasiun-stasiun TV nasional yang telah lebih dulu bersiaran.
Tetapi fenomena menjamurnya stasiun-stasiun TV lokal itu kini mulai luntur, bahkan
beberapa stasiun TV lokal satu persatu mulai ada yang rontok dan gulung tikar. Hal ini sama
seperti yang dialami oleh penggunaan interkom dan radio amatir pada era tahun 1980-an yang
muncul bak jamur di musim hujan, tapi perlahan hilang yang disebabkan karena berbagai faktor,
salah satunya adalah meningkatnya penggunaan alat komunikasi lain mulai dari telepon tetap,
pager, sampai kemudian telepon seluler. Artinya ada faktor-faktor yang mempengaruhi stasiun-
stasiun TV lokal tidak mampu untuk bersaing dengan stasiun-stasiun TV nasional dan kemudian
perlahan-lahan gulung tikar karena mengalami kerugian. Faktor-faktor tersebut bisa saja berupa
kue iklan yang memang sebagian besar hanya terserap oleh stasiun-stasiun TV nasional,
pemodalan yang tidak mencukupi untuk investasi dan operasional, potensi pasar yang kecil,
program siaran yang kurang menarik, dan lain-lain.
3
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana eksistensi siaran
dari stasiun-stasiun TV lokal dibandingkan dengan stasiun-stasiun TV nasional. Diharapkan
dengan adanya makalah ini dapat menjadi pedoman atau rujukan bagi penyelenggara TV lokal
dalam merencanakan dan menetapkan strategi usahanya dalam menghadapi persaingan dengan
sesama TV lokal atau dengan TV nasional.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Metode deskriptif
adalah metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.1 Obyek penelitian
dilakukan terhadap eksistensi TV lokal di Indonesia dilihat dari faktor kepemirsaan TV. Data
untuk analisis diperoleh dari: 1) telaah terhadap hasil survey dan riset yang dilaksanakan oleh
AGB Nielsen Media Research Indonesia2 yang menggunakan metode TV Audience Measurement
(TAM)3 atau Pengukuran Kepemirsaan Televisi, Media Partners Asia (MPA)4 serta lembaga-
lembaga riset lainnya 2) data permohonan perizinan penyelenggaraan penyiaran di Kementerian
Komunikasi dan Informatika.
Responden yang dilakukan dalam survey adalah rumah tangga yang memiliki pesawat
TV yang berfungsi dengan baik yang berada di 10 (sepuluh) kota area survey yaitu Jabodetabek,
Surabaya dan sekitarnya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Denpasar, Yogyakarta,
Palembang, dan Banjarmasin.
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Penyiaran di Indonesia
Sistem penyiaran nasional memiliki peran yang sangat penting dan strategis di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kemajemukan masyarakat Indonesia maka perlu
1 Moh. Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, Penerbit Galia Indonesia, 2005, hal. 54. 2 AGB Nielsen Media Research Indonesia adalah penyelenggara pengukuran kepemirsaan televisi di Indonesia. 3 TV Audience Measurement (TAM) adalah sistem pengukuran kepemirsaan televisi menggunakan perangkat keras dan lunak yang terhubung secara on-line dengan server data base AGB Nielsen Media Research Indonesia. 4 Media Partners Asia (MPA) adalah lembaga layanan informasi di bidang media.
4
dikedepankan nilai-nilai luhur bangsa dengan berdasarkan Pancasila dan asas Bhinneka Tunggal
Ika, sehigga tercipta integrasi nasional yang makin kuat, tatanan informasi nasional yang adil,
merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil
dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal. Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, penyelenggaraan penyiaran
dilaksanakan oleh lembaga penyiaran yang terdiri dari:
1. Lembaga Penyiaran Publik (LPP)
2. Lembaga Penyiaran Swasta (LPS)
3. Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPK)
4. Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK)
Jadi, sesuai dengan ketentuan tersebut, sebagai Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) sebenarnya
tidak ada perbedaan antara TV lokal dan TV nasional, karena semangatnya adalah desentralisasi
dan siaran nasional dapat dilakukan dengan membentuk stasiun jaringan. Sistem Stasiun
Jaringan (SSJ) sendiri adalah tata kerja yang mengatur relai siaran secara tetap antar lembaga
penyiaran.5 Dengan SSJ ini berarti status antara TV lokal dan TV nasional adalah sama sebagai
Lembaga Penyiaran Swasta. Perbedaan status hanyalah pada stasiun TV yang telah ada sebelum
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ditetapkan yang umum disebut
dengan TV nasional atau TV eksisting dengan stasiun TV yang berdiri setelah ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang umumnya kemudian disebut
dengan TV lokal. Stasiun-stasiun TV Nasional tersebut adalah: RCTI, SCTV, MNC TV, Anteve,
Indosiar, Trans7, Metro TV, Trans TV, TV One, dan Global TV.
Sementara yang disebut sebagai stasiun TV lokal saat ini jumlahnya mencapai ratusan
yang terutama beroperasi di kota-kota besar seperti Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan,
Semarang, dan lain-lain. Contoh-contoh stasiun TV lokal antara lain: 1) di Jabodetabek: O-
Channel, Jak TV, Daai TV, Sun TV, Elshinta TV dan lain-lain. 2) di Bandung: Bandung TV, TV
Anak Spacetoon Bandung, MQTV, Padjadjaran TV, dan lain-lain. 3) di Surabaya: JTV,
Surabaya TV, TV9 Surabaya, dan lain-lain. 4) di Semarang: TV Borobudur, TVKU, Semarang
TV, dan lain-lain. 5) di Yogyakarta: Jogja TV, RBTV, dan lain-lain. 6) dan di kota-kota lainnya. 5 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 43/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Sistem Stasiun Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi.
5
Munculnya stasiun-stasiun TV lokal ini sebenarnya merupakan sebuah konsekuensi logis dari
implementasi amanat dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terutama
untuk amanat mengenai pelaksanaan SSJ yang diharapkan akan lahir keragaman isi siaran
(diversity of content) dan keragaman kepemilikan (diversity of ownership). Permasalahan yang
muncul adalah apakah sumber daya penyiaran di daerah sejalan perkembangannya dengan
pertumbungan stasiun-stasiun TV lokal tersebut. Hal ini juga permasalahan yang termasuk akan
dijawab dalam penelitian ini.
Sebagai gambaran bahwa betapa banyaknya jumlah stasiun TV lokal baik itu yang sudah
mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) ataupun masih dalam proses perizinan,
berikut adalah data perizinan penyelenggaraan penyiaran untuk Lembaga Penyiaran Swasta
(LPS) Jasa Penyiaran Televisi:
Tabel 1
Data Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Televisi 6
JENIS LEMBAGA PENYIARAN JUMLAH
PERMOHONAN BARU
JUMLAH PERMOHONAN
DISETUJUI
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) 22 7
Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) 444 178
Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) 155 86
Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) 31 5
Sumber : Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2011
Tabel di atas menunjukkan bahwa saat ini terdapat 178 stasiun TV lokal yang telah
mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Hal ini tentunya sangat kontras jika di
bandingkan dengan jumlah stasiun TV swasta yang hanya ada 10 sampai dengan tahun 2002.
Hal ini tidak saja menimbulkan persaingan antara TV lokal dengan TV nasional, tetapi juga
persaingan antara TV lokal sendiri. Persaingan akan terjadi pada 2 (dua) area, yaitu:
1. Belanja Iklan atau Advertising Expenditure
2. Tingkat Kepemirsaan atau Viewing Rate
6 Data perizinan penyelenggaraan penyiaran di Kementerian Komunikasi dan Informatika sampai dengan tanggal 5 Januari 2011
6
Belanja Iklan Televisi
Indonesia adalah merupakan negara dengan tingkat konsumsi yang tergolong cukup
tinggi, dimana media televisi memainkan peran yang cukup penting terhadap munculnya
perilaku konsumtif di dalam masyarakat. Tidak heran media televisi berhasil mengalahkan media
lainnya dalam merebut kue belanja iklan media. Sejauh ini, media televisi mampu meraup
pangsa pasar iklan hingga 68% dari seluruh belanja iklan media.7 Total belanja iklan untuk
semua media pada tahun 2010 adalah sekitar Rp. 60 triliun.8 Jadi, total belanja iklan kotor untuk
media televisi mencapai Rp. 40,8 triliun pada tahun 2010.
Dari total belanja iklan TV tersebut, sebagian besar porsinya dikuasai oleh TV nasional.
Pada tahun 2007, TV nasional menguasai 97,6% pangsa pasar dibandingkan dengan TV lokal
yang hanya 2,4%. Dari pangsa pasar TV nasional tersebut, 37% dikuasai oleh MNC Group yang
terdiri dari RCTI, Global TV dan MNC TV.9 Dengan pangsa pasar yang tidak seimbang tersebut,
dapat disimpulkan bahwa TV lokal akan menghidupi kegiatan operasionalnya, karena iklan
adalah sumber pendapatan utama bagi sebuah stasiun TV.
Gambar 1. Pangsa Pasar TV Nasional dan TV Lokal
7 Bambang P. Jatmiko, Meraup Untung dari Bisnis Media, Harian Bisnis Indonesia, Rabu, 15 Desember 2010, hal. f3 8 R. Fitriana, Belanja Iklan diprediksi Rp. 31,5 Triliun, Harian Bisnis Indonesia, Kamis, 12 Agustus 2010, hal. m7 9 Bambang P. Jatmiko, ibid., hal. f3
7
Sebuah stasiun TV membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mendukung
operasionalnya, mulai dari biaya operasional peralatan dan sistem pemancar sampai dengan gaji
pegawai.
Dengan pangsa pasar sebesar 2,4%, jika dianggap semua potensi daerah sama, maka
(satu) stasiun TV hanya berpotensi mendapatkan porsi belanja iklan sekitar Rp. 5,5 milyar per
tahun.
Biaya operasional stasiun TV memang mahal. Biaya 1 (satu) jam siaran saja sekitar Rp.
50 juta.10 Angka ini belum termasuk harga programnya. Katakanlah harga program diabaikan,
maka untuk beroperasi denngan 5 (lima) jam siaran per hari, sebuah stasiun TV membutuhkan
biaya sebesar Rp. 250 juta per hari atau Rp. 7,5 milyar per bulan.
Potensi menggali pendapatan dari iklan sebenarnya belum tertutup sama sekali, asalkan
dapat melihat celah pasar dengan baik. Potensi tersebut dengan melihat pada fakta bahwa
Indonesia merupakan negara dengan populasi terbanyak ketiga di Asia dan keempat di dunia.
Gambar 2. Jumlah Penduduk Indonesia
10 Morissan, M.A, Manajemen Media Penyiaran, Universitas Mercu Buana, Jakarta
8
Sedangkan jumlah rumah tangga di Indonesia yang memiliki pesawat TV (TV
Household) adalah 33.460.000 dari 60.900.000 atau baru sekitar 55% dari keseluruhan jumlah
rumah tangga.11 Dari data di atas, masih terdapat potensi pertambahan jumlah TV Household di
Indonesia.
Data dari Media Partner Asia menyebutkan bahwa jumlah dana yang dibelanjakan untuk
iklan di Indonesia sejauh ini masih relatif kecil, yaitu 0,3% dari total produk domestik bruto
(PDB).12
Kondisi ini mengindikasikan bahwa masih ada ruang yang besar bagi belanja iklan untuk
tumbuh. Di sisi lain, kultur masyarakat di Indonesia yang lebih banyak mengakses informasi
melalui media televisi dibandingkan melalui internet yang hanya populer di kalangan tertentu
saja. Hal ini membuat berbagai perusahaan pemasang iklan lebih memilih media televisi sebagai
media utama untuk beriklan karena besarnya akses masyarakat terhadap media televisi.
Gambar 3. Porsi Belanja Iklan terhadap PDB
11 _____, Asia Pacific Pay-TV & Broadband Markets 2010, The Authoritative Guide to the Future of Broadband Digital Content, Distribution & Technology in Asia Go Beyond Borders, Media Partners Asia, Hongkong, 2010, hal. 374 12 Bambang P. Jatmiko, ibid., hal. f3
9
Potensi naiknya belanja iklan TV saat ini masih belum berbanding lurus dengan harga
iklan TV yang masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya, terutama jika
dibandingkan dengan negara-negara maju.
Sebagai contoh, harga slot iklan tertinggi saat ini masih dipegang oleh RCTI dimana saat
primetime harga per slot iklan mencapai US $ 4.000 atau sekitar Rp. 36 juta per 30 detik. Harga
tersebut tidak seberapa jika dibandingkan dengan harga slot iklan TV di Amerika Serikat yang
mencapai US $ 15.000 per 30 detik.13 Selain dari potensi kenaikan belanja iklan TV, peluang
bagi TV lokal adalah melalui kategori produk yang memasang iklan di TV. Stasiun TV lokal
harus mampu melihat peluang kategori produk yang potensial untuk mendapatkan tempat di
masyarakat lokal. Gambar berikut adalah data 10 pengiklan terbesar per sektor:
Gambar 4. 10 Pengiklan Terbesar Per Sektor
13 Bambang P. Jatmiko, ibid., hal. f3
10
Tingkat Kepemirsaan
Tingkat kepemirsaan adalah ukuran dalam menentukan rating sebuah program acara yang
pada akhirnya akan menentukan peringkat audience share sebuah stasiun TV. Dalam
pelaksanaan survey kepemirsaan TV, seluruh penyelenggara harus mengacu pada panduan
global, yaitu Global Guidelines for Television Audience Measurement atau GGTAM yang
disusun oleh Audience Research Methods (ARM)14 Group dan disponsori oleh EBU (European
Broadcasting Union)15, beserta lembaga-lembaga lainnya diantara ARF (Advertising Research
Foundation)16, ESOMAR (European Society for Opinion and Marketing Research)17 dan WFA
(World Federation of Advertisers).18
Pengoperasian dan prosedur standar survei kepemirsaan TV yang mengacu pada proses
dan standar global amatlah penting. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya perusahaan
media, pengiklan dan agensi periklanan yang beroperasi di berbagai negara di dunia yang
membutuhkan informasi kepemirsaan TV yang memenuhi standar internasional, memenuhi
standar akurasi, dan dapat menyajikan data secara cepat.
Kenapa tingkat kepemirsaan sangat penting untuk sebuah stasiun TV? Jumlah khalayak
pemirsa sangat menentukan kelangsungan hidup sebuah stasiun televisi, karena dapat dikatakan
bahwa stasiun televisi sebenarnya bukan menjual program kepada pengiklan melainkan menjual
pemirsa. Hasil rating yang menunjukkan rendahnya tingkat kepemirsaan akan membuat para
pemasang iklan tidak tertarik untuk memasang iklan di stasiun televisi tersebut. Tinggi atau
rendahnya kepemirsaan masyarakat pada televisi tentunya didorong oleh berbagai macam faktor.
Survey yang dilakukan oleh AGB Nielsen Media Research Indonesia mencakup 10
(sepuluh) kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar,
Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin. Tingkat penyebaran panel didasarkan pada
survei awal atau Establishment Survey (ES) di 10 kota tersebut. Dari ES, akan didapatkan jumlah
rumah tangga (berusia 5 tahun ke atas) yang memiliki TV yang berfungsi dengan baik atau 14 Audience Research Methods (ARM) Group adalah organisasi multi-disiplin hasil kolaborasi dari EBU (European Broadcasting Union) bersama organisasi penyiaran dan periklanan dunia. 15 EBU (European Broadcasting Union) adalah asosiasi antar lembaga penyiaran di seluruh eropa dan saat ini merupakan organisasi penyiaran terbesar di dunia. 16 ARF (Advertising Research Foundation) adalah sebuah forum terbuka yang bergerak di bidang periklanan. 17 ESOMAR (European Society for Opinion and Marketing Research) adalah organisasi internasional yang bergerak di bidang riset tentang pasar, konsumer dan masyarakat. 18 WFA (World Federation of Advertisers) adalah lembaga yang melakukan advokasi kepada para pemasang iklan pada masalah-masalah strategis pada level eropa dan global.
11
disebut populasi TV. Dari populasi TV, akan diperoleh proporsi populasi TV untuk masing-
masing area. Berdasarkan ES, proporsi populasi TV di 10 kota adalah sebagai mana terlihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. TV Populasi di 10 Kota
KOTA POPULASI
Jabodetabek 23.090.000
Bandung 1.968.000
Surabaya & sekitarnya 8.224.000
Semarang 1.145.000
Medan 1.726.000
Makassar 1.046.000
Yogyakarta & sekitarnya 2.185.000
Denpasar 590.000
Palembang 1.467.000
Banjarmasin 574.000
TOTAL 42.018.000
Sumber : AGB Nielsen Media Research Indonesia, 2007
Tingkat kepemirsaan ini kemudian umum disebut sebagai rating program siaran adalah
rata-rata pemirsa pada program siaran tertentu yang dinyatakan sebagai persentase dari
kelompok sampel atau potensi total. Angka Rating program siaran didasarkan atas unit waktu
terkecil 1 (satu) menit. Audience Share dapat digunakan ketika ingin mengukur persentase
pemirsa yang menonton program tertentu dibandingkan dengan program-program lainnya dalam
periode waktu yang sama.
Bagaimana dengan share kepemirsaan stasiun-stasiun TV lokal di Indonesia? Gambar 5
memperlihatkan bahwa TV lokal di Denpasar meraih share pasar lokal paling besar
dibandingkan di kota-kota lainnya. Salah satu stasiun TV lokal yang berhasil membius
masyarakat bali adalah Bali TV dengan share sebesar 5,9%. TV yang mempunyai tagline
“Matahari dari Bali” ini berhasil membius pemirsanya di Bali yang selama ini dipenuhi dengan
acara sinetron dari stasiun-stasiun TV nasional yang memiliki rating tinggi.
12
Gambar 5. Share Kepemirsaan TV Lokal di Indonesia
Bali TV dengan penuh kreatifitas berhasil menggaet pemirsanya dengan acara-acara lokal
Bali yang berkualitas dan digarap secara apik. Acara unggulan yang bisa disaksikan di TV yang
satu ini diantaranya Tembang Bali, Celah Kehidupan, Wirasa, Pesona Wisata, Telekuis Klip
Bali, Lintas Manca Negara, Seputar Bali dan acara menarik lainnya. Hal ini mengindikasikan
bahwa Bali TV mampu memaksimalkan kekuatan TV lokal yaitu aspek kedekatan pada pemirsa
baik secara geografis maupun psikologis.
Secara umum pola kepemirsaan TV nasional cenderung stabil mulai dari pagi hingga
memuncak di jam prime time, sedangkan TV lokal masih terlihat sebagai TV yang menjadi
alternatif. Hal ini terlihat pada masih fluktuatifnya potensi pemirsa di sepanjang hari, di mana
hanya pada jam-jam tertentu terjadi lonjakan jumlah pemirsa, sedangkan jam-jam lainnya tetap
rendah. Sebagai contoh berikut adalah pola kepemirsaan TV lokal di Yogyakarta yang mencapai
puncaknya pada malam hari.
13
Gambar 6. Pola Kepemirsaan TV Lokal di Yogyakarta
Dari pola kepemirsaan, TV lokal memang terlihat sangat fluktuatif, namum waktu yang
dihabiskan untuk menonton siaran TV lokal secara umum mengalami kenaikan. Namun waktu
menonton tersebut tidak seragam untuk semua jenis program siaran. Masing-masing program
siaran di TV lokal memiliki share waktu menonton yang berbeda-beda.
Dari gambar 7 di bawah, film anak-anak (animasi) non-lokal, hiburan lokal dan film
untuk kategori program siaran non-lokal memiliki share waktu menonton paling besar di antara
jenis program siaran lainnya. Yang menarik adalah program olah raga lokal yang hanya
mengambil porsi 2 % dari keseluruhan jam tayang mampu menyedot 11% waktu menonton
pemirsa dan sebaliknya serial non-lokal yang mengambil porsi 15% dari keseluruhan jam tayang
justru tidak ditonton oleh pemirsa.
14
Gambar 7. Persentase Waktu Menonton Siaran TV Lokal
Sebagai bahan perbandingan antara waktu menonton program siaran dengan porsi jam
tayang untuk masing-masing jenis program siaran, gambar 8 di halaman berikut menunjukkan
porsi jam tayang untuk masing-masing jenis program siaran di stasiun-stasiun TV lokal di
Indonesia. Porsi tayang program siaran TV lokal di Indonesia ini masih belum jauh dari porsi
yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun TV nasional, walaupun dengan dimodifikasi dengan
sentuhan cita rasa lokal, tetapi secara umum belum ada kreatifitas yang benar-benar berbeda dari
apa yang sudah disajikan oleh TV nasional. Hal ini kemungkinan besar di sebabkan karena
minimnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang produksi program siaran sehingga
acara-acara yang diproduksi idenya masih menjiplak atau sama dengan program siaran TV
nasional.
15
Gambar 8. Porsi Tayang Program Siaran di TV Lokal
Karena sifatnya yang lokal, profil pemirsa untuk TV lokal tidak seragam antara kota satu
dengan yang lain. Selain perbedaan profil pemirsa karena perbedaan geografis, perbedaan profil
pemirsa juga terjadi antara satu stasiun TV dengan stasiun TV yang lain walaupun berlokasi di
kota yang sama. Untuk tiap jenis program siaran juga menarik profil pemirsa yang berbeda-beda,
misalnya program hiburan akan menarik profil pemirsa yang berbeda dengan program berita.
Profil pemirsa ini sangat dibutuhkan oleh para perusahaan pemasang iklan terkait dengan
segmentasi pasar dari produk yang akan diiklankan. Sebuah perusahaan dengan produk yang
segmentasinya anak muda atau remaja, tentu saja tidak akan memasang iklan di stasiun TV yang
profil pemirsanya adalah orang-orang yang sudah berumur atau tidak memasang pada program
siaran yang mayoritas profil pemirsanya adalah anak-anak.
16
Tabel 3. Profil Pemirsa TV Lokal
Pemirsa JKT BDG SMG SBY MDN MKS YGY PLBG DPS
Usia 5 - 14 Thn 106 97 60 126 114 65 76 83 73
Laki-Laki Usia 15 thn + 92 98 101 92 92 123 137 105 104
Perempuan Usia 15 thn + 105 104 118 95 99 100 75 107 109
Berpenghasilan > 1.750.001 115 88 151 151 120 102 86 114 74
Berpenghasilan < 1.750.001 92 106 82 88 88 100 103 95 113
Ibu Rumah Tangga 117 130 na 84 na 91 84 154 119
Pegawai 82 89 120 100 90 133 84 65 80
Buruh 101 105 83 92 83 117 97 81 117
Pelajar/ Mahasiswa 112 96 96 125 99 79 86 108 63
Pensiun/ Tidak Bekerja 84 94 98 91 126 89 163 102 149
Sumber : AGB Nielsen Media Research Indonesia, 2007
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa masing-masing kota, profil pemirsa yang
ditarik berbeda-beda sebagai berikut:
1. TV Lokal di Jakarta mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Usia 5 - 14 tahun
• Perempuan berusia 15 tahun ke atas
• Berpenghasilan lebih dari Rp. 1.750.001
• Ibu rumah tangga
• Buruh
• Pelajar/Mahasiswa 2. TV Lokal di Bandung mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Perempuan berusia 15 tahun ke atas
• Berpenghasilan di bawah Rp. 1.750.001
17
• Ibu Rumah Tangga
• Buruh
3. TV Lokal di Semarang mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Laki-laki berusia 15 tahun ke atas
• Perempuan berusia 15 tahun ke atas
• Berpenghasilan lebih dari Rp. 1.750.001
• Pegawai 4. TV Lokal di Surabaya mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Usia 5 - 14 tahun
• Berpenghasilan lebih dari Rp. 1.750.001
• Pegawai
• Pelajar/ Mahasiswa 5. TV Lokal di Medan mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Usia 5 - 14 tahun
• Berpenghasilan lebih dari Rp. 1.750.001
• Pensiun/ tidak bekerja 6. TV Lokal di Makassar mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Laki-laki berusia lebih dari 15 tahun
• Perempuan berusia lebih dari 15 tahun
• Berpenghasilan lebih dari Rp. 1.750.001
• Berpenghasilan kurang dari Rp. 1.750.001
• Pegawai
• Buruh 7. TV Lokal di Yogyakarta mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Laki-laki berusia lebih dari 15 tahun
• Berpenghasilan kurang dari Rp. 1.750.001
• Pensiun/ Tidak bekerja 8. TV Lokal di Palembang mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Laki-laki berusia lebih dari 15 tahun
• Perempuan berusia lebih dari 15 tahun
• Berpenghasilan lebih dari Rp. 1.750.001
• Ibu rumah tangga
• Pelajar/ Mahasiswa
• Pensiun/ Tidak bekerja
18
9. TV Lokal di Denpasar mayoritas menarik pemirsa dengan profil:
• Laki-laki berusia lebih dari 15 tahun
• Perempuan berusia lebih dari 15 tahun
• Berpenghasilan kurang dari Rp. 1.750.001
• Ibu rumah tangga
• Buruh
• Pensiun/ Tidak Bekerja
Ditengah eksistensi TV lokal yang seringkali dipertanyakan, saat ini mulai muncul
harapan dengan mulai dilaksanakannya Sistem Stasiun Jaringan (SSJ). Dengan mulai
diterapkannya SSJ, maka stasiun relai di ibu kota provinsi yang dimiliki oleh stasiun TV
nasional harus dilepaskan kepemilikannya menjadi badan hukum lokal, walaupun stasiun TV
induk masih dimungkinkan memiliki sahamnya sampai dengan 90%. Kesempatan itu antara lain
berupa cakupan wilayah siaran yang sama dan kesempatan untuk menjadi anggota jaringan bagi
stasiun TV nasional berjaringan yang ingin memperluas jaringannya. Untuk daerah-daerah yang
potensi ekonominya tinggi, maka bertarung secara langsung dengan TV nasional berjaringan
adalah pilihan yang menarik. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa TV lokal memiliki potensi
yang sangat kuat untuk di jual, misalnya saja program siaran yang berupa hiburan. TV lokal
dapat mengangkat kisah-kisah yang lebih dekat dengan nuansa primordial sehingga tidak perlu
lagi menjual mimpi sebagaimana sinetron-sinetron yang seringkali ditayangkan oleh TV
nasional. Program berita pun bisa menjadi senjata dengan lebih mendekatkan pemirsanya pada
kejadian-kejadian yang lebih dekat (proximity), sehingga diharapkan dapat lebih menarik
perhatian publik lokal sekaligus merebut pasar lokal. Sedangkan untuk daerah-daerah yang
potensi ekonominya rendah, maka pilihan bekerjasama atau menjadi anggota jaringan dari TV
nasional adalah pilihan yang paling logis. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa untuk bertarung
secara langsung dengan TV nasional dengan memproduksi program-program siaran yang
berkualitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit yang tidak sebanding dengan kekuatan modal
pengelola TV lokal. Kerja sama bisa berupa kerja sama produksi program siaran atau menjadi
anggota jaringan TV nasional yang bermaksud memperluas wilayah jangkauannya.
Kesimpulan dan Saran
Dari data dan hasil analisa di atas, diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
19
1. Jumlah stasiun TV lokal mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pada awal tahun 2011 ini sudah
terdapat 178 stasiun TV lokal yang sudah mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran
(IPP) dari Menteri Komunikasi dan Informatika dari total jumlah permohonan sebanyak 444.
2. Berdasarkan belanja iklan TV, pangsa pasar TV lokal di antara TV nasional sangat kecil.
Dari total belanja iklan TV di Indonesia, sebagian besar porsinya dikuasai oleh TV nasional.
Pada tahun 2007, TV nasional menguasai 97,6% pangsa pasar dibandingkan dengan TV
lokal yang hanya 2,4%.
3. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 235 juta dengan jumlah rumah
tanggaladalah 60.900.000, sedangkan jumlah rumah tangga di Indonesia yang memiliki
pesawat TV (TV Household) adalah 33.460.000 atau baru sekitar 55% dari keseluruhan
jumlah rumah tangga maka masih ada potensi pertumbuhan TV Household yang akan
memperbesar potensi pasar TV lokal.
4. Belanja iklan saat ini baru berkontribusi sebesar 0,3% terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Kondisi ini mengindikasikan bahwa masih ada ruang yang besar bagi belanja iklan
untuk tumbuh.
5. Potensi pertumbuhan belanja iklan TV juga bisa disebabkan karena pertumbuhan harga
pemasangan iklan TV di Indonesia yang masih relatif rendah jika dibandingkan dengan
negara-negara lainnya.
6. TV Lokal yang mampu menyajikan program siaran yang disukai oleh pemirsa dapat
meningkatkan share kepemirsaan.
7. TV lokal masih terlihat sebagai TV yang menjadi alternatif untuk TV nasional dilihat dari
pola kepemirsaan yang cenderung sama dengan TV nasional, yaitu mulai naik di pagi hari
sampai puncaknya pada saat prime time.
8. Program siaran film anak-anak (animasi) non-lokal, hiburan lokal dan film non-lokal
memiliki share waktu menonton paling besar di antara jenis program siaran lainnya kecuali
untuk olah raga lokal yang menggunakan porsi tayang yang kecil tapi mampu menarik waktu
menonton yang cukup besar dan sebaliknya program serial non-lokal yang menggunakan
porsi tayang yang cukup besar tetapi justru hampir tidak ditonton sama sekali.
9. Profil pemirsa TV lokal di tiap kota berbeda-beda, tergantung dari letak geografis, dan
segmentasi program siaran.
20
Hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa TV lokal cukup berat
mempertahankan eksistensinya bersaing dengan TV nasional. Saran yang dapat disampaikan
untuk mempertahankan atau menaikkan eksistensi TV lokal adalah sebagai berikut:
1. Menayangkan program yang lebih bervariasi sesuai dengan keragaman karakter yang
dimiliki pemirsa. Misalnya berdasarkan usia pemirsa, stasiun TV lokal sebaiknya tidak
hanya menyajikan tayangan-tayangan untuk kalangan dewasa dan orang tua, tetapi juga
program-program lokal untuk anak muda, sehingga dapat menjaring pemirsa usia remaja.
2. Mengadakan atau memproduksi program yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal,
misalnya mengadakan acara di suatu wilayah di luar studio atau stasiun televisi, sehingga
dapat memperoleh apresiasi dari masyarakat yang terlibat atau menonton.
3. Mengadakan suatu penelitian atau kajian pada khalayak pemirsa, untuk dapat lebih
mengetahui keinginan khalayak terhadap tayangan televisi lokal.
4. Bekerja sama dengan TV nasional untuk memproduksi program-program siaran atau
menjadi anggota jaringan dari TV nasional yang bermaksud mengembangkan jangkauan
jaringannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bambang P. Djatmiko (2010)
Meraup Untung dari Belanja Iklan, Harian Bisnis Indonesia Edisi Rabu 15 Desember 2010, Jakarta
Moh. Nazir, Ph.D (2009)
Metode Penelitian, Penerbit Ghalia, Indonesia, Bogor
R. Fitriana (2010)
Belanja Iklan Diprediksi Rp. 31,5 Triliun, Harian Bisnis Indonesia Edisi Kamis, 12 Agustus 2010, Jakarta
_______________ (2010)
Asia Pacific Pay-TV & Broadband Markets 2010 The Authoritative Guide to the Future of Broadband Digital Content, Distribution & Technology in Asia, Go Beyond Borders, Media Partners Asia, Hongkong
_______________
Mudahkah Melakukan Survei Kepemirsaan Televisi?, AGB Nielsen Media Research Indonesia, Jakarta
_______________ (2010)
Public Expose, PT. Media Nusantara Citra, Tbk., Jakarta
Situs Internet http://wong168.wordpress.com/2010/06/16/10-stasiun-tv-swasta-pertama-indonesia/ . 10 Stasiun TV Swasta Pertama di Indonesia