Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
77
EKSISTENSI INSTRUCTIONAL DESIGN DALAM KOEKSISTENSINYA DENGAN KURIKULUM NASIONAL BERBASIS KARAKTER
Yohanes Vianey Sayangan
STKIP Citra Bakti, NTT [email protected]
ABSTRAK
Desain instruksional didefinisikan sebagai sebuah proses sistemtis yang dilakukan untuk mengembangkan program pendidikan dan pelatihan adalah satu cara yang tepat dan konsisten. Langkah-langkah dalam desain instruksional diawali dengan mengidentifikasi tujuan instruksional, analisis kebutuhan peserta didik, menulis kompetensi, mengembangkan instrumen penilaian, mengembangkan strategi instruksional, mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran, serta mendesain evaluasi formaatif. Desain instruksional juga membutuhkan sebuah model pembelajaran. Model dpat dipahami sebagai kerangka untuk mengembangkan pelajaran. Berkaitan dengan kurikulum dan desain instruksional dapat dikatakan bahwa keduanya membutuhkan bentuk dari konten pendidikan dan isi dari bentuk pendidikan. Pakar kurikulum menerima bahwa kurikulum mengalir dari “apa” tentang ”apa” yang harus dipelajari. Desain instruksional mengalir dari “bagaimana” tentang “bagaimana” desain pembelajaran dijalankan. Kurikulum yang didasarkan pada karakter dapat dikembangakan melalui tahapan strategi instruksional. Kata Kunci: desain instruksional, model pembelajaran, strategi pembelajaran,
kurikulum, karakter
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
78
THE EXISTENCE OF INSTRUCTIONAL DESIGN AND ITS INTERRELATIONSHIP WITH NATIONAL CHARACTER BASED CURRICULUM
Yohanes Vianey Sayangan
STKIP Citra Bakti, NTT [email protected]
ABSTRACT
Instructional design is defined as a systematic process that is employed to develop educational and training programs in a consistent and reliable ways. The steps in instructional design start with identifying instructional goals, needs analysis, stating the competence, developing assessment rubric, developing instructional strategy, deciding and developing teaching materials, and designing formative evaluation. Instructional design needs teaching model as well. Teaching model itself can be defined as the framework to develop a lesson. Moreover, both curriculum and instructional design need a core of educational form as well as educational content. The experts of curriculum accept the fact that curriculum flows from the “what” to “what should be learned”. It also flows from “how” to “how should it be organized”. The character based curriculum can be developed progressively through instructional strategy. Keywords: Instructional Design, Instructional Models, Instructional Strategy,
Curriculum, Character PENDAHULUAN
Desain pembelajaran (instructional design) bukanlah istilah baru dalam
dunia pembelajaran. Dalam dunia teknologi pendidikan, desain instruksional
merupakan salah satu dari (5) lima kawasan garapan teknologi pendidikan.
Keempat kawasan garapan lainnya adalah pengembangan pembelajaran,
pengelolaan atau manajemen pembelajaran, evaluasi/penilaian pembelajaran
dan pemanfaatan pembelajaran. Desain pembelajaran muncul sejak saat praktek
pembelajaran itu ada. Kata “desain” sendiri dalam prosesnya identik dengan
istilah arsitek. Istilah desain dan arsitek diartikan sebagai seni dalam merancang
dan mendirikan bangunan, termasuk di dalamnya perenccanaan, konstruksi dan
penyelesaian dekorasi. Arsitektur meliputi sifat atau bentuk bangunan, proses
membangun bangunan, bangunan itu sendiri dan kumpulan bangunan. Aktivitas
arsitektur menciptakan ruang dengan cara yang benar-benar direncanakan dan
dipikirkan sebelumnya.
Sama halnya dengan arsitektur atau desasin bangunan membutuhkan
seorang arsitek bangunanuntuk merancang dan merencanakan model, bentuk,
ukuran dan artistik sebuah bangunan, pembelajaran adalah juga sebuah
bangunan yang butuh perenccanaan. Pemebalajaran didesain atau diarsitek oleh
desainer atau arsitektur yng bernama guru, dosen, atau instruktur. Dalam
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
79
pembelajaran, ruang yang perlu diisi dan dipikirkan oleh guru, dosen, instrutkur
sebagai dessainer atau aristek adalah bagaimana menyusun strategi pada tahap
pendahuluan, pengembangan, kesimpulan dan penutup yang diperlukan baik
dalam aktivitas pembelajaran secara individu maupun kelompok. (Reece &
Walker, 2001:13). Selain itu, Smith dan Ragan (2007) menyebutkan secara umum
organisasi suatu pembelajaran meliputi introduction, body, conculuding and
assesment.
Dalam desain atau arsitek bangunan perlu satu model bangunan. Ada
banyak model bangunan. Demikiann juga dalam pembelajaran harus didasarkan
pada model pembelajaran tertentu. Dan model pembbelajaran ada banyak
ragamnya. Pemilihan model pembelajaran tergantung kebutuhan.
Dimana letak apliksi kurikulum nasional dan penempatan pendidikan karakter
dalam disain instruksional? Mari kita telusuri dalam isi makalah ini.
Desain Instruksional
Menurut Smith dan Ragan (2005) dalam Richey et. al. desain Instruksional
adalah proses sistematis dan mencerminkan prinsip-prinsip pembelajaran dan
pengajaran ke dalam rencana, bahan pengajaran, kegiatan, sumber informasi,
dan evaluasi". Sedangkan Reigeluth, dkk (1978) menjelaskan Instruksional
Desain sebagai pembangunan. Salah satu aspek pembangunan adalah produksi
yang berarati penggunaan desain untuk membuat program instruksional. Lebih
lanjut Ia menafsirkan Instruksional Design untuk menciptakan sebuah
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Atwi Suparman (2012)mengemukakan bahwa desain instruksional adalah
proses sistematis untuk mengidentifikasi masalah, mengembangkan strategi dan
bahan instruksional, serta mengevaluasi efektifitas dan efisiensinya dalam
mencapai tujuan instruksional.
Benny A. Pribadi (2010:18) menyatakan bahwa penerapan desain sistem
pembelajaran bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang sukses, yaitu
pembelajaran yang mampu membantu siswa mencapai kempetensi yang
diinginkan.
Desain pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi
komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan
secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status
awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan
merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi.
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
80
Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji
secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau
dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari pembelajaran ini dapat diamati secara
langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar tersembunyi dan
hanya berupa asumsi.
Berdasarkan beberapa definisi desain instruksional di atas, dapat
disimpulkan bahwa, Desain Instruksional adalah suatu kegiatan yang dilakukan
secara sistematis untuk mengembangkankegiatan pembelajaran untuk mencapai
hasil yang optimal. Sebuah desain instruksional diawali dengan kegiatan
melakukan analisis kebutuhan danmenentukan tujuan pembelajaran yang akan
dilaksanakan dan diakhiridengan evaluasi tujuan pembelajaran.
Dalam menggunakan pendekatan sistem, setiap langkah yang dilakukan
harus memperoleh input dari lagkah sebelumnya. Selain itu denganimplementasi
pendekatan system dalam merancang desain pembelajaran seorang pendesain
instruksional dapat melihat secara holistik semuatahapan desain, berdasarkan
pandangan tersebut dapat dilakukanevaluasi untuk memperoleh umpan balik
dalam melakukan revisi dankoreksi dalam setiap langkah desain.
Teori Belajar
Sebelum mendesain sebuah pembelajaran ada baiknya seorang pendesain
instruksional perlu memahami tentang teori belajar yang eratkaitannya dengan
bagaimana individu melakukan proses belajar, yang pada akhirnya dapat
menciptakan desain pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Teori belajar
juga dapat digunakan sebagai panduan untuk mengembangkan metode dan
strategi pembelajaran yang sesuaidengan karakteristik peserta didik dan tujuan
pembelajaran yang akandicapai.
Teori belajar berisi studi atau kajian yang komprehensif tentangbagaimana
individu melakukan proses belajar. Ada tiga teori belajar yangdigunakan untuk
mendeskripsikar bagaimana berlangsungnya prosesbelajar, yaitu: (1) teori belajar
behaviorisme; (2) teori belajar kognitif; (3) teori belajar humanistik; dan (4)
cybernetisme. Keempat teori belajar ini merupakan teori belajar yang dominan
digunakan dalam mempelajari proses belajar dalan diriseseorang.
Teori belajar behavioristik menjelaskan tentang peranan faktor eksternal
dan dampaknya terhadap perubahan perilaku seseorang. Menurut penganut teori
belajar behavioristik, belajar adalah pemberian tanggapan atau respon terhadap
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
81
stimulus yang dihadirkan. Belajar dapat dianggap efektif apabila individu mampu
memperlihatkan sebuah perilaku baru yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
yangtelah ditetapkan sebelumnya. Hasil dari proses belajar menurutpenganut
teori belajar behavioristik yaitu berupa perilaku yang dapat sebagai"proses
memutuskan metode pengajaran apa yang terbaik untukmembawa perubahan
yang diinginkan dalam pengetahuan danketerampilan peserta didik tertentu".
Tokohnya anta lain, Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike.
Teori belajar kognitif berpandangan bahwa belajer merupakan
prosesmental aktif untuk memperoleh, mengingat, dan menggunakan
pengetahuan. Teori belajar kognitif mempelajari model dan proses mental seperti
berpikir, mengingat, dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Woofolk (2004) yang mengemukakan bahwa teori belajar kogiitif sebagai
pendekatan umum yang memandang belajar sebagai proses mental aktif yang
dilakukan oleh individu untukmemperoleh, mengingat, dan menggunakan
informasi danpengetahuan. Tokohnya antara lain, Gagne, Piaget, Sulivan.
Teori belajar humanistik menggunakan pendekatan motivasi yang
menekankan pada kebebasan personal, penentuan pilihan, determinasi diri, dan
pertumbuhan individu. Teori belajar humanistik berpandangan bahwa peristiwa
belajar yang ada saat ini lebih banyak ditekankan pada aspek kognitif semata,
sementara itu aspek afektif menjadi sangat terabaikan. Menurut penganut teori
belajar humanistik,peserta didik merupakan individu yang unik yang memiliki
perasaandan gagasan yang bersifat orisinil. Tugas utama dari seorang pendidik
adalah membantu individu agar berkembang secara sehat dan sesuaidengan
potensi yang dimilikinya. (Cruickshank, 2006). Tokohnya antara lain, Bloom,
Krathwohl, Maslow.
Teori belajar cybernetistik memandang otak manusia aktif memproses
informasi seperti halnya teknologi informasi atau komputer. Manusia bukan mesin
yang pasif yang selalu tertib dan teratur memproses informasi, melainkan aktif
mencari dan memanipulasi. Berbeda dengan mesin yang berbentuk benda mati,
manusia cenderung mencri pengalaman yang mengarah pada perolehan
pengetahuan baru, keterampilan baru atau sikap dan pandangan baru yang lebih
memihak kepada dirinya atau pihak lain. Pengajaran perlu memisahkan mana
materi pembelajaran yang penting dengan menggunakan lambang-lambang yang
menarik perhatian, mengaitkan materi yang baru dengan yang lama kepada
peserta didik. Tokohnya antara lain, Hilda Taba dan David Ausabel.
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
82
Model Desain Instruksional yang Relevan dan Ideal?
Model-model yang dikembangkan dalam pengembangan instruksional
didasarkan pada teori dan aliran tertentu sesuai situasi dan kebutuhannya.
Banyak pengembangan instruksional yang dikembangkan para ahli, dan telah
banyak pula model yang dikembangkan untuk kepentingan pembelajaran dan
pelatihan, tetapi tidak ada satu model yang baku yang diterima umum untuk
digunakan dalam pembelajaran atau program pelatihan.
Suparman (2012:93) berpendapat bahwa tidak semua model serupa.
Sebagian untuk memecahkan masalah yang luas, sebagian untuk memcahkan
masalah sempit, yaitu di lembaga yang mempunyai kondisi khusus. Ini berarti,
untuk program khusus seperti program pelatihan, juga memiliki model yang
berbeda tergantung kondisi khusus.
Dapat dikatakan secara tegas, bahwa tidak ada model tertentu yang paling
ideal dan paling baik dalam mengembangkan sistem pembelajaran. Semua
model cocok dan tepat dalam mengembangkan sistem pembelajaran karena
disesuaikan dengan karaktersitik siswwa, kondisi dan kebutuhan peserta didik.
Jadi, tidak ada satu model yang paling ideal dalam mengembangkan sistem
pembelajaran.
Paling tidak ada beberapa model yang bisa digunakan dalam
pembelajaran. Model-model tersebut dapat digunakan dalam rangka pelaksanaan
pemebelajaran. Pembelajaran merupakan sebuah kebutuhan, yang memiliki
tujuan dan outputnya. Oleh karena itu, model pemebelajaran yang dibangun juga
harus menjawabi kebutuhan dan tujuan dari pemebelajaran yang dimaksud.
Salah satu model dalam dunia pembelajaran adalah model yang
dikembangkan oleh Dick, Carey and Carey (2009). Langkah-langkahnya
menunjukkan suatu siklus, yang diawali dengan adanya analisis kebutuhan,
permasalahan yang membutuhkan pemecahan dengan mengunakan produk
tertentu hingga pada tahapan evaluasi formatif.
Dalam pengembangan model tersebut, terdapat 10 langkah, berdasarkan
The Step of System Aproach Model of Educational Research and Development,
yang telah melakukan adaptasi model The Systematic Design of Instruction
karangan Dick, Carey and Carey. Langkah-langkah pengembangan model
tersebut adalah sebagai berikut: (1) The identification of goals; (2) Conduct
instructional analysis; (3) Analyze learners and contexts; (4) Write performance
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
83
objectives; (5) Develop assessment instruments; (6) Development of instructional
strategies; (7) Development of instructional materials; (8) Design and conduct
formative evaluation of instruction; (9) Revise instruction; (10) Design and conduct
summative evaluation.
Model berikut ini adalah Model Pengembangan Instruksional (MPI). Model
MPI adalah salah satu model pegmbangan sistem pembelajaran yang ttelah
dikenal luas di kalangan pendidik selama 20 tahun. Gambar berikut ini merupakan
langkah-lankgan model MPI yang perlu dicermati untuk mendesain sebuah
program pembelajaran.
Gambar 1: Langkah-langkah dalam Model Pengembangan Instruksional
Bagan MPI di atas memberikan gambaran kepada kita, bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran semuanya harus berpatokan kepada tujuan
pembelajaran. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi
kebutuhan pembelajaran dan untuk selanjutnya dirumuskan dalam tujuan umum
pembelajaran (TIU). Langkah berikutnya adalah melakukan analisis instruksional
dan mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik awal siswa. Hasil analisis ini
selanjutnya dituangkah dalam tujuan instruksional khusus (TIK). TIK yang sudah
MELAKUKAN ANALISIS PELATIHAN
IDENTIFIKASI
KEBUTUHAN
INSTRUKSIONALDAN MENULIS TUJUAN
INSTRUKSIONALAN UMUM (TPPU)
MENULIS TUJU
AN KHUS
US (TIK)
MENGIDENTIFI- KASI
PERILAKU DAN
KARAKTERISTIK AWAL PESERTA
MENYUSUN ALAT
PENILAIAN HASIL
BELAJAR
MENYUSUN STRATEGI
PEMBELAJARAN:
MENGEM-
BANGKAN
BAHAN
INSTRUKSIONAL
MENYUSUN DESAIN DAN MELAKSANA-KAN
EVALUASI
FORMATIF
PROGRA
M PEMBELAJARA
N
IMPLEMEN TASI,
EVALUASI
SUMATIF, DAN
DISEMINASI
feed back line
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
84
terseusu selanjutnya akan menjadi dasar dalam perancangan tes acuan patokan
dan strategi pembelajaran. Pada MPI, penyusunan materi ajar baru dilakukan
pada langkah ketujuh, yaitu setelah perancangan tes acuan patokan dan strategi
pembelajaran. Setelah materi pembelajaran disusun, langkah selanjutnya adalah
mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.
Ada tiga tahapan besar dalam desain instruksioanl, yakni tahap identifikasi,
tahap pengembangan dan tahap evaluasi.
Pertama, tahap identifikasi. Tahapan-tahapannya sebagai berikut:
1.Identifikasi kebutuhan instruksional dan merumuskan tujuan instruksional
umum.
Kegiatan pertama dalam program pembelajaran, adalah mengidentifikasi
kebutuhan instruksional. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi adanya
kesenjangan antara kinerja peserta pelatihan saat ini dan kinerja yang diharapkan
atau yang ideal.
Hanya masalah yang disebabkan kekurangan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sajalah yang diatasi melalui penyelenggaraan kegiatan pemebelajaran.
Pertanyaan yang perlu dijawab adalah, apa itu kebutuhan (need assesment)?
Kebutuhan saiapa? Need assessment merupakan pendekatan sistematik yang
mempelajari keadaan dan kenyataan yang berkaitan dengan pengetahuan,
kemampuan, kompetensi, minat atau sikap peserta pelatihan yang manjadi
kebutuhan peserta.
Pertanyaannya adalah, kebutuhan siapa dan siapa yang menentukan?
Apakah guru, oang taua atau masyarakat? Kaufman dan English dalam Atwi
Suparman (2013) menjelaskan bahwa semua pihak. Jadi ada tiga kelompok
orang yang dapat dijadikan sumber informasi dalam mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan: yaitu peserta didik, masyarakat termasuk orang tua dan pendidik.
Harles (dalam Atwi Suparman, 2013) melukiskan ketiga pihak dalam bentuk
segitiga, berikut ini:
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
85
Gambar 2: hubungan kerja sama ketiga pihak sebagai mitra dalam
mengidentifikasi kebutuhan instruksional
Secara umum informasi yang dicari dalam proses mengidentifikasi kebutuhan
instruksional adalah, kompetensi peserta didik saat ini untuk dibandingkan
dengan kompetensi yang seharusnya dikuasai.
Proses mengidentifikasi kebutuhan pelatihan hanya sampai pada perumusan
pengetahuan, keterampilan dan sikap serta kompetensi yang perlu dicapai
peserta didik. Selanjutnya, kompetensi tersebut dijadikan dasar perumusan tujuan
instruksional umum (TIU).
2. Analisis instruksional
Istilah analisis pembelajaran merupakan adaptasi dari istilah analisis
instruksional dalam sistem desain instruksional. Analisis pembelajaran adalah
proses menjabarkan kompetensi umum menjadi subkompetensi, kompetensi
dasar atau kompetensi khusus yang tersusun secara logis dan sistematik.
Analisis pembelajaran merupakan kegiatan menjabarkan kompetensi umum
menjadi kompetensi khusus dan mencari hubungan antara kompetensi satu
dengan kompetensi lainnya.
Analisis instruksional dalam hal ini diartikan sebagai proses menjabarkan
perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan
sistematis. Menurut Atwi Suparman (2012) penyusunan perilaku ini mempunyai
Kompetensi yang diharapkan dicapai (Tujuan)
Peserta didik
Guru/Dosen/ Instruktur
Masyarakat yang atau pengguna
Akan dilayani lulusan
Masuk
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
86
empat macam struktur yakni sebagai berikut: 1) hirarkial, 2) prosedural, 3) kluster,
dan 4) kombinasi.
3. Mengidentifikasi perilaku atau karakteristi atau karakteristik awal peserta didik.
Mengidentifikasi perilaku awal peserta bertujuan untuk mengetahui siapa
kelompok sasaran, populasi sasaran, atau siapa peserta pelatihan. Identifiksi
tersebut digunakan untuk menanyakan dua hal tentang perilaku peserta
pelatihan: Pertama, menanyakan peserta pelatihan yang mana atau peserta
pelatihan jenjang pendidikan apa. Kedua, menanyakan sejauh mana kompetensi,
kemampuan atau pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dikuasai
peserta pelatihan sehingga mereka dapat (eligible) mengikuti kegiatan
instruksional untuk pelatihan tersebut.
Teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku awal peserta pelatihan
dilakukan melalui teknik pengumpulan data yaitu kuesioner, interviu dan
observasi, dan tes. Berdasarkan masukan ini, dapat ditetapkan titik berangkat
atau permulaan pelajaran yang harus diberikan pada peserta pelatihan. Titik
berangkat itu adalah kompetensi dasar yang berada di atas kompetensi dasar
yang telah dikuasai peserta didik. Dengan demikian akan terbentuk garis yang
disebut sebagai entering behavior line yang memisahkan kedua kelompok
kompetensi dasar tersebut. Entering behavior adalah kompetensi yang sudah
dikusai oleh peserta didik sebelum mengikuti mata pelajaran Anda. Entering
behavior line adalah garis batas antara kompetensi yang sudah dikuasai dan
kompetensi yang masih perlu diajarkan.
Kedua, tahap pengembangan. Tahap mengembangkan ini dilakukan melalui
empat langkah utama yakni sebagai berikut:
1. Menulis Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksiional Kuhusus (TIK) dirumuskan dengan kalimat yang jelas,
pasti dan dapat diukur. Menurut Atwi Suparman (2013: 192) perumusan TIK
secara pasti, artinya TIK tersebut mengandung satu pengertian yang tidak
mungkin ditafsirkan ke dalam pengertian yang lain. Oleh keren itu, perumusan
TPK itu dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat. (observable). Sedangkan,
perumusan TPK itu dapat diukur artinya TPK itu dapat diukur dengan tes atau alat
pengukuran yang lain.
TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk
kepada penyusunan tes agar ia dapat mengembangkan tes yang beabr-benar
dapat mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya. Suparman (2013) membuat
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
87
cara merumuskan tujuan instruksional khusus biasanya dirumuskan dalam bentuk
kata kerja operasional, dengan memperhatikan empat prnsip yang disebut ABCD,
yakni: 1) A=Audience, 2) B=Behavior, 3) C=Conditioning, dan 4) D=Degree.
Sebagai contoh rumusan TIK: Dengan menggunakan kriteria tertentu, peserta
didik jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan semester VII pada Universitas
Y akan dapat menganalisis berbagai model desain instruksional paling sedikit
80% benar.
2. Menulis Alat Penilaian
Pendesain instruksional haruslah menyusun alat penilaian hasil belajar
yang dapat mengukur tingkat penguasaan peserta didik dalam setiap kompetensi
tersebut. Kompetensi tersebut dinyatakan dalam Tujuan Instruksional Khusus
(TIK). Seandainya alat penilaian hasil belajar yang mengacu kepada TIK itu
diberikan kepada peserta didik sebelum mulai proses pembelajaran, pastilah
peserta didik tidak mencapai skor dengan baik karena setiap kompetensi dalam
TIK yang diukur dengan alat penilaian hasil belajar tersebut memang belum
dikuasai peserta didik.
Ada dua jenis alat penilaian tes yang dapat digunakan untuk mengukur
hasil belajar dari peserta didik, yaitu tes acuan patokan dan tes acuan norma.
2. Menyusun Strategi Instruksional
Pada tahap ini dilakukan pemilihan strategi yang tepat yang akan digunakan
dalam kegiatan pembelajaran. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah, bagaimana
tahap awal pembelajaran akan dilaksanakan, bagaimana penyajian materi,
bagaimana partisipasi peserta didik, bagaimana melakukan penilaian, dan
kegiatan tindaklanjut apa yang perlu diambil.
Strategi instruksional didasari oleh tujuan pembelajaran atau TIK yang telah
dirumuskan sebelumnya. Dalam menyusun strategi instruksional juga perlu
diperhatikan tahapan-tahapan, yaitu tahap pendahuluan, tahap penyajian yang
merupakan kegiatan inti, dan tahap penutup.
3. Mengembangkan Bahan Pembelajaran
Bahan pelajaran yang dikembangkan meliputi tiga bentuk, yaitu 1) sistem
pembelajaran mandiri, 2) sistem pembelajaran tatap muka, 3) sistem
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
88
pembelajaran kombinasi. Pengembangan bahan pembelajaran harus didasarkan
pada strategi instruksional yang telah disusun
Ketiga, tahap evaluasi. Langkah evaluasi yang dilakukan terdiri dari evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi Formatif dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang kekurangan yang harus diperbaiki pada keseluruhan model.
Penggunaan evaluasi formatif ini dimaksudkan untuk mendapatkan umpan balik
dari para pakar, peserta pelatihan, pengajar dan sumber lain yang relevan
tentang apa dan bagaimana merevisi produk pelatihan sebelum digunakan
dalam kegiatan pelatihan sesungguhnya.
Evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai proses menyediakan,
menganalisis, dan menggunakan data dan informasi untuk dijadikan dasar
pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas produk atau
program pembelajaran.
Evaluasi sumataif merupakan evaluasi dalam skala yang besar tehadapa
produk berupa bahan pembelajaran yang telah diuji coba dalam evaluasi formatif.
Hasil dari evaluasi sumatif digunakan untuk menentukan apakah suatu yang
dinilai itu perlu digunakan terus karena dinail efektif atau dihentikan karena tidak
efektif.
Apa Kesamaan Proses dari Semua Model Instruksional?
Desain sistem instruksional selalu dimulai dengan mengidentifikasi
kebutuhan instruksional (instructional needs) dan menetukan tujuan instruksional
umum (instructional goal) yang berisi kompetensi yang diharapkan dicapai
peserta didik pada akhir kegiatan instruksional. Jadi proses mendesain
instruksional tidak pernah dimulai dengan menentukan bahan instruksional
(instructional matrials)
Penjabaran tujuan instruksional umum menjadi tujuan instruksional khusus
dilakukan melalui proses analisis instruksional, tidak melalui penetuan pokok
bahasan (isi). Pembuatan tes didasarkan pada tujuan instruksional bukan pada
bahan instruksional (instructional materials)
Penentuan isi (content) didasarkan pada tujuan instruksional, bukan
sebaliknya. Penentuan metode dan media & alat didasarkan pada kesesuaiannya
dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta didik.
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
89
Penentuan alokasi waktu pembelajaran didasarkan pada kemungkinan
ketercapain tujuan pembelajaran bila menggunakan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran, lingkup isi, metode, media & alat.
Ada proses evaluasi formatif untuk merevisi produk instruksional sebelum
menggunakannya di lapangan terutama bila untuk penggunaan skala luas.
Evaluasi formatif melibatkan ahli materi di luar pengajar, peserta didik, latar
(setting) dan berbagai instrumen evaluasi seperti tes, kuesioner, pedoman
wawancara, dan lembar observasi
Hasil akhir desain sistem instruksional adalah sistem instruksional yang terdiri
dari berbagai komponen seperti bahan ajar, pedoman penggunaan bahan ajar
bagi pengajar, dan panduan belajar bagi peserta didik.
Ruang bagi Penjabaran Kurikulum Nasional Berbassis Karakter dalam
Desain Instruksional
Semua tahapan dalam desain instruskional merupakan langkah dalam
menjabarkan isi kurikulum. Apapun perubahan kurikulum baik secara nasional
maupun sampai pada taraf implementasi dan aplikasi seperti kuruikulum berbasis
berbasis karakter, desain instruksional tetap merupakan wadah yang
mewujdukan tujuan daari kurikulum. Desain insruksional mewujudkan
pelaksanaan kurikulum sebagai sebuah sistem pengembangan pembelajaran.
Dalam desain instruksional hal yang perlu diperhatikan adalah menjawab
tujuan dari kurikulum yakni rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan
pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dengan deikian, desain pembelajaran
merupakan sebuah sistem yang menjamin tujuan dari kurikulum, baik dari aspek
makna maupun tujuan serta implementasinya.
Ada tiga tahap proses desain instruksional yang harus dilalui dalam
menyusun dalam menunjang kurikulum. (1) tahap I : mendefinisikan masalah
(mengidentifikasi kebutuhan instruksional, merumuskan tujuan instruksional
umum, melakukan analisis instruksional, mengidentifikasi prilaku & karakteristik
awal peserta didik dan mendeskripsikan latar/setting), (2) tahap II: analisis dan
pengembangan sistem instruksional (menulis tujuan instruksional khusus,
menulis tes acuan patokan, menyusun strategi instruksional, dan
mengembangkan prototipa sistem instruksional), (3) tahap III: Evaluasi formatif
terhadap prototipa sistem instruksional (review pakar & revisi, uji coba skala kecil
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
90
& revisi, dan uji coba skala luas yang melibatkan masyarakat pengguna lulusan &
revisi)
Dari tahapan-tahapan desain instruksional tersebut di atas, hal yang penting
dan mendapat perhatian dalam menunjang keberlakuan isi kurikulum yang
berbasis karkter, adalah mendesain strategi instruksional. Mengapa strategi
pembelajaran penting? Dick, Carey dan Carey (2009: 166) mengatakan:
Instructional strategy is used generally to cover the various aspects of choosing a
delivery system, sequencing and grouping clusters of content, describing learning
components .......... specifying how students will be grouped during instruction,
establishing lessons structures, and selecting media for delivering instruction”.
Strategi pembelajaran secara umum digunakan untuk menemukan
berbagai aspek untuk memilih sistem penyampaian, urut-urutan dan
pengelompokan konten atau isi pembelajaran, menggambarkan komponen
pembelajaran , menentukan bagaimana peserta pelatihan akan dikelompokkan
selama pelatihan berlangsung, membangun struktur bidang pelatihan, dan
memilih media pembelajaran.
Dalam stategi instuksional akan dijabarkan apa dskripsi singkat tentang
aspek karakter, apa yang menjadi relevansi dan manfaat pemeblajaran berbasis
karakter, dan apa kompetensi atau tujuan khusus (TIK) dalam mencapai
pembelajaran karakter. Dalam strategi instruksional juga akan dijabarkan tahap
penyajian.
Dalam tahap penyajian inilah muatan materi dari berbagai jenis mata
pelajaran akan bisa dikolaborasi dengan muatan karakter atau pendidikan
karakter. Model pembelajaran mana saja dirancang dalam tahap penyajian untuk
mendukung tujuan pembelajaran yang dimaksud. Hal penting yang perlu
diperhatikan adalah pola pendekatan dalam penyajian materi, yaitu penedekatan
induktif: contoh-non contoh, uraian dan latihan (CUL) untuk kelompok anak-anak
(pedagogi) & pendekatan deduktif: uraian, contoh-non contoh dan latihan (UCL)
bagi orang dewasa (androgogi). Dalam strategi instruksional juga dirancang apa
media serta metode pembelajaran yang akan digunakan srta alokasi waktu.
Desain strategi instruksional juga perlu mempeerhatikan tahap penutup.
Tahap ini terdiri dari tes formatif dan umpan balik serta tindak lanjut. Tes formatif
dan umpan balik diperlukan untuk mengidentifikasi kesulitas yang dihadapi dalam
tes. Sedangkan tindak lanjut berkaitan dengan menjelaskan kembali
bagian-bagian yang belum dimengerti.
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
91
Berdasarkan strataegi pembelajaran inilah, akan memungkinkan disusunnya
bahan ajar (learning materials) berupa draft sebagai prasyarat masuk pada tahap
evaluasi formatif (one-to-one leaners, small group dan field test) dan sumatif.
Pada tabel 1 berikut ini dapat dilihat cara menyusun strategi instruksional
yang disertai dengan urutan kegiatan, metode, media dan alokasi waktu.
Tabel 1. Tabel menyusun Strategi instruksional
URUTAN KEGIATAN PELATIHAN
GARIS BESAR
ISI/MATERI METODE
MEDIA &
ALAT
WAKTU BELAJAR
(dalam menit)
1 2 3 4 5
TAHAP PENDAHULUAN
Deskripsi singkat isi
Relevansi & Manfaat
TIK
TAHAP PENYAJIAN
Uraian / contoh & Non Contoh
Contoh & Non Contoh /Uraian
Latihan
Tes Formatif
Rangkuman
TAHAP PENUTUP
Umpan Balik
Tindak Lanjut
Jumlah Waktu
KESIMPULAN
Desain Instruksional ialah suatu resep dalam menyusun peristiwa dan
kegiatan yang diperlukan untuk memberi petunjuk ke arah pencapaian tujuan
belajar tertentu. Hasil proses Desain Instruksional merupakan cetak biru untuk
pengembangan bahan instruksional dan media yg akan digunakan untuk
mencapai tujuan. Semua langkah atau pentahapan dalam desain instruksional
selalu bermuara pada penccapaian tujuan pembelajaran sebagai mana tujuan
dari kurikulum (nasional).
Ada tiga tahap besar dalam desain instruksional sebagai sebuah model
pengembangan pembelajaran. Ketiga tahap tersebut adalah, tahap identifikasi,
tahap pengengembangan dan tahap evaluasi. Tahapan-tahapan tersebut sejalan
dengan prinsip dan tujuan dari pengembangan kurikulum yaitu rencana dan
pengaturan tentang isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
92
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
Desain instruksional mewujudkan tujuan dari kurikulum. Kurikulum merupakan
bentuk operasional pendidikan sekolah untuk mencapai tujuan intitusi atau
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Anita, 2004, Educational Psychology, 9th editions, Boston,Pearson Education, Inc.Richey,
Benny A., 2009, Model Desain Sistim Pembelajaran, Jakarta,PT. Dian Rakyat
Gredler, Margareth E., 2011,Learning And Instruction: Teori dan Aplikasi,
terjemahan Tri Wibowo, B.S., Jakarta, Kencana.
Carey W. Dick, and Carey, L & Carey, J. O.. The System Design of Instruction,
New Jersey: Pearson Education, 2009
Charles M., 1983, Instructional Design-Theories and Models: An Overview of their Current Status, New Jersey, LawrenceErlbaum Associates Inc.
Cruickshank, D.R., et. al. (2006), The Act of teaching, New York,McGraw Hill Inc.Woolfolk,
Gustafson, Kent L. & Branch, Robert Maribe, 2002,Survey Of Instructional Development Models 4th Editions, New York, ERICClearinghouse on Information & Technology.Pribadi,
Rita C., et. al., 2011, The Instructional Design KnowledgeBase, Theory, Research, and Practice, New York, Routledge.Reigeluth
Reece, Ian dan Steephen Walker (2001). Teaching, Training, and Learning: A Practical Guide, Great Britain: Atheneum Press - Gateshead
Reigeluth,C.M, Bunderson, C. Victor Merill, M. David (1978), “What is the Design Science of Instuction” dalam Journal Instuctional Development, I, (2)
Smith. P.L. & Ragan. T.L. 2007. Instructional Design. USA: Willey Bass Education
Suparman, Atwi., 2012,Desain Instruksional Moderen, Jakarta,Penerbit Erlangga.