28
PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Efektivitas Penerapan E-Government dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Pemerintahan Daerah By: Mugi Hartana ** Abstract Corruption is a tort, abuse of authority, bribe law enforcement or government official to take a favorable policies, so as to expedite matters for the sake of personal interest or the interests of their group. To eradicate corruption crime must be applied p enataan good governance (good governance) a reference to create a better quality of governance. Assumptions are built with good governance is the increased quality of public services that will either reduce the level of corruption and to bring government closer to the fulfillment of public interest. Steps taken in the era of technology today to prevent corruption is the implementation of government resource management systems are integrated Internet-based or commonly referred to as E-government. With the system This is expected to corruption, collusion, and nepotism can be prevented and be able to oversee the planning and development of the region in accordance RPJMD. Abstrak Korupsi adalah perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan wewenang, menyuap penegak hukum atau pegawai pemerintahan untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan, sehingga dapat melancarkan urusan demi kepentingan pribadi atau kepentingan golongannya. Untuk memberantas kejahatan korupsi harus diterapkan penataan pemerintahan yang baik (Good Governance) menjadi acuan untuk menciptakan kualitas pemerintahan yang lebih baik. Asumsi yang dibangun dengan tata pemerintahan yang baik adalah meningkatnya kualitas pelayanan publik yang baik akan menurunkan tingkat korupsi serta mendekatkan pemerintah kepada pemenuhan kepentingan masyarakat. Langkah yang diambil di era tekhnologi saat ini untuk mencegah tindak korupsi adalah dengan penerapan sistem pengelolaan sumberdaya pemerintah secara terintegrasi berbasis internet atau yang biasa disebut dengan E-government. Dengan sistem ini diharapkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme bisa dicegah serta mampu mengawal perencanaan dan pembangunan Daerah sesuai RPJMD. Kata Kunci: Pengawasan, Perikanan, IUU Fishing, Kedaulatan. ** Koordinator Divisi Advokasi Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta. Email: [email protected].

Efektivitas Penerapan E-Government dalam Pencegahan Tindak … · 2020-01-23 · mengubah citra pelayanan publik sangat diperlukan. Akuntabilitas adalah suatu derajat yang menunjukan

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Efektivitas Penerapan E-Government dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Pemerintahan Daerah

By: Mugi Hartana **

Abstract Corruption is a tort, abuse of authority, bribe law enforcement or government

official to take a favorable policies, so as to expedite matters for the sake of personal interest or the interests of their group. To eradicate corruption crime must be applied p enataan good governance (good governance) a reference to create a better quality of governance. Assumptions are built with good governance is the increased quality of public services that will either reduce the level of corruption and to bring government closer to the fulfillment of public interest. Steps taken in the era of technology today to prevent corruption is the implementation of government resource management systems are integrated Internet-based or commonly referred to as E-government. With the system This is expected to corruption, collusion, and nepotism can be prevented and be able to oversee the planning and development of the region in accordance RPJMD. Abstrak

Korupsi adalah perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan wewenang, menyuap penegak hukum atau pegawai pemerintahan untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan, sehingga dapat melancarkan urusan demi kepentingan pribadi atau kepentingan golongannya. Untuk memberantas kejahatan korupsi harus diterapkan penataan pemerintahan yang baik (Good Governance) menjadi acuan untuk menciptakan kualitas pemerintahan yang lebih baik. Asumsi yang dibangun dengan tata pemerintahan yang baik adalah meningkatnya kualitas pelayanan publik yang baik akan menurunkan tingkat korupsi serta mendekatkan pemerintah kepada pemenuhan kepentingan masyarakat. Langkah yang diambil di era tekhnologi saat ini untuk mencegah tindak korupsi adalah dengan penerapan sistem pengelolaan sumberdaya pemerintah secara terintegrasi berbasis internet atau yang biasa disebut dengan E-government. Dengan sistem ini diharapkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme bisa dicegah serta mampu mengawal perencanaan dan pembangunan Daerah sesuai RPJMD. Kata Kunci: Pengawasan, Perikanan, IUU Fishing, Kedaulatan.

**Koordinator Divisi Advokasi Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia

Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta. Email: [email protected].

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

61

A. Pendahuluan

Korupsi merupakan fenomena sosial, ekonomis, dan politis di dalam praktiknya dapat mengambil pola perilaku dan bentuk yang beraneka macam. Korupsi bisa dilakukan oleh petugas administrasi tingkat bawah sampai atas. Korupsi (dalam bentuknya yang beragam)1 dapat juga melibatkan banyak pihak, menggerus keuangan negara, dan meruntuhkan sendi sosial maupun agama. Penataan pemerintahan yang baik (Good Governance) menjadi acuan untuk menciptakan kualitas pemerintahan yang lebih baik. Asumsi yang dibangun dengan tata pemerintahan yang baik adalah meningkatnya kualitas pelayanan publik yang baik akan menurunkan tingkat korupsi serta mendekatkan pemerintah kepada pemenuhan kepentingan masyarakat.2

United Nation Development Program merumuskan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam delapan bentuk, sebagai berikut:3

1. Participation, setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif;

2. Rule Of Law, kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia;

3. Transparancy, Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dipantau;

4. Responsivienes, Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders;

5. Consensus orientation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik

1Syed Hussein Alatas menulis, setidaknya ada tujuh ragam korupsi, yakni, korupsi

transaktif (transactve corruption); pemerasan (extortive corruption); korupsi investif (investive corruption); nepotisme; korupsi defensif (defensive corruption); korupsi otogenik (autogenic corruption); dan korupsi dukungan (supportive corruption). Disarikan dari Syed Hussein Alatas, Korupsi: Sifat, Sebab, dan Fungsi, (Jakarta: LP3ES, Jakarta, 1987), hlm. vii-x.

2Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), hlm. 1.

3Lihat, Husni Thamrin, cetakan II, Hukum Pelayanan Publik di Indonesia, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 48-49.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

62

bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur;

6. Effectiveness and efficiency, proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin;

7. Accountability, para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sector swasta dan masyarakat bertanggungjawab kepada public; dan

8. Lembaga Stakeholders, akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.

Dalam perjalanannya, pemerintah kadang kala menghadapi banyak

kesulitan untuk membentuk kebijakan dan program perbaikan praktik tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini disebabkan karena, pertama, praktik tata kelola pemerintahan yang baik memiliki dimensi yang luas sehingga terdapat banyak aspek yang harus diintervensi. Kedua, belum banyak tersedia informasi mengenai aspek strategis yang perlu memperoleh prioritas untuk dijadikan sebagai entry point dalam memperbaiki kinerja pemerintahan (governance). Ketiga, kondisi antar daerah di Indonesia yang sangat beragam membuat setiap daerah memiliki kompleksitas masalah pengelolan pemerintahan yang berbeda. Keempat, komitmen dan kepedulian dari berbagai stakeholders mengenai reformasi pemerintahan berbeda-beda dan pada umumnya masih rendah.4

Untuk menciptakan penataaan dan pengelolaan pemerintahan yang baik, kesadaran di antara para pegawai pemerintah mengenai pentingnya mengubah citra pelayanan publik sangat diperlukan. Akuntabilitas adalah suatu derajat yang menunjukan besarnya tanggungjawab aparat atas kebijakan maupun proses pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah. Dalam hal ini, ada dua bentuk akuntabilitas, yaitu akuntabilitas eksplisit dan akuntabilitas implisit.

Akuntabilitas eksplisit adalah pertanggungjawaban pejabat atau pegawai pemerintah manakala dia diharuskan untuk menjawab atau menanggung konsekuensi dari cara-cara yang mereka gunakan dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan. Sedangkan akuntabilitas implisit berarti bahwa setiap pejabat atau pegawai pemerintah secara implisit

4 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance..., hlm 2.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

63

bertanggungjawab atas setiap kebijakan, tindakan atau proses pelayanan publik yang dilaksanakan.

Termasuk di dalam tanggungjawab implisit yang harus dipikul oleh setiap pegawai atau pejabat pemerintah adalah menghindari penyakit birokrasi yang senantiasa dikeluhkan masyarakat: korupsi, kolusi, dan nepotisme.5 Penciptaan aparat yang akuntabel adalah sebuah prasyarat mutlak agar sistem pelayanan publik tidak terjangkit korupsi.

Demi mendorong akuntabilitas dan transparansi penyelenggara pemerintahan yang baik, penggunaan sistem informasi menemukan tempat yang selaras di dalam pegorganisasian organ pemerintah. Akuntabilitas dan transparansi ini merupakan syarat organisasi sektor publik dapat dipercaya oleh publik, dimana dapat ditempuh dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang dipenuhi melalui penerapan electronic government atau e-government (e-gov).6

Perubahan fundamental hubungan pusat dan daerah yang dibangun sejak 2001 ditandai dengan pengguliran pelaksanaan otonomi daerah pada wilayah kabupaten/kota yang dilandaskan pada komitmen penegakkan demokrasi di arus lokal, efisiensi sekaligus efektifitas penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah daerah mendorong terbukanya akses informasi tentang kebijakan, program, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta upaya tranparansi lain yang dilaksanakan secara manual maupun dengan pemanfaatan teknologi.

Pemerintah daerah menjadi pihak yang aktif dalam membuka informasi mengenai lelang, pelaksanaan pembangunan, proses pembuatan dan pengambilan kebijakan anggaran serta pelayanan warga terkait akses informasi. Misalnya, Pemerintah Kota Surabaya menerapkan Government Resources Management System (E-GOV) yang terdiri dari e-budgeting, e-project, e-procurement, e-delivery, e-controlling dan e-perforamnce. Sistem E-GOV ini mereduksi ketidakefektifan pelayanan publik yang selama ini muncul dalam layanan birokrasi daerah.7

5 Ibid., hlm 99. 6Yogi Suprayogi Sugandi, Administrasi Publik: Konsep dan Perkembangan Ilmu di

Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 193-194. 7Data diambil dari artikel Tedi Erviantono berjudul Akuntabilitas Dan Layanan

Publik Di Era Otonomi Daerah “Performa Layanan Publik Bidang Akuntabilitas, Layanan Kesehatan, Pendidikan dan Lingkungan Hidup”, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana, hlm, 8.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

64

B. Dinamika Pengaturan Tindak Pindana Korupsi di Indonesia

Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial,

budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan sudah dikaji dan ditelaah secara

kritis oleh banyak ilmuwan dan filosof. Aristoteles misalnya, yang diikuti

oleh Machiavelli, sejak awal merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai

korupsi moral (moral corruption). Korupsi moral merujuk pada berbagai

bentuk konstitusi yang sudah melenceng, hingga para penguasa rezim

termasuk dalam sistem demokrasi, tidak lagi dipimpin oleh hkum, tetapi

tidak lebih hanya berupaya melayani dirinya sendiri.8

Korupsi berasal dari kata Latin Corruptio atau Corruptus. Kemudian

muncul dalam bahasa Inggris dan Prancis Corruption, dalam bahasa

Belanda Korruptie, selanjutnya dalam bahasa Indonesian dengan sebutan

korupsi. Menurut Sutarto yang dikutip oleh Mansyur Semma menjelaskan

kata korupsi menunjuk pada perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang

dikaitkan dengan keuangan. Demikian pula ada pendapat lain dari Henry

Campbell Black mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan yang dilakukan

dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi

dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau

karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri

atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak

lain.

Di dalam konvensi PBB menentang korupsi, United Nation Convention

Againts Corruption, 2003 (UNCAC) yang telah diratifikasi pemerintah RI

dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 ada beberapa perbuatan

yang dikategorikan korupsi yaitu:9

a. Penyuapan, janji, tawaran atau pemberian kepada pejabat

publik atau swasta, permintaan atau penerimaan oleh pejabat

publik atau swasta atau internasional, secara langsung atau

tidak langsung, manfaat yang tidak semestinya untuk pejabat

8Mansyur Semma, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia

Indonesia, Dan Perilaku Politik, (Jakarta: Yayasan Obaor, 2008), hlm.32.. 9Lihat Penjesan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006

Tentang Pengesahan United Natlons Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

65

itu sendiri atau orang atau badan lain yang ditujukan agar

pejabat itu bertindak atau berhenti bertindak dalam

pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk memperoleh

keuntungan dari tindakan tersebut.

b. Penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh

pejabat publik/swasta/internasional.

c. Memperkaya diri sendiri dengan tidak sah.

Menurut Undang-Undang 31 tahun 1991 jo Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 bahwa pengertian korupsi:10

Pasal 2

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan melawan diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara.”

Pasal 3

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara”.

Hafidhuddin mencoba memberikan gambaran korupsi dalam

perspektif ajaran Islam. Ia menyatakan, bahwa dalam Islam korupsi

termasul perbuatan fasad atau perbuatan yang merusak tatanan kehidupan.

Pelakunya dikategorikan melakukan Jinayah Kubro (dosa besar) dan harus

dikenai sanksi dibunuh, disalib atau dipotong tangan atau kakinya dengan

cara menyilang (tangan kanan dengan kaki kiri atau sebaliknya) atau diusir.

Dalam konteks ajaran Islam lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang

bertentangan dengan prinsip keadilan (al-adalah), akuntabilitas (al-amanah),

dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang

menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat

dapat dikategorikan termasuk perbuatan fasad, kerusakan di muka bumi,

yang sekali-kali amat dikutuk Allah SWT.11

10Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2009), hlm.15. 11Mansyur Semma, Negara dan … hlm.33.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

66

Di Indonesia langkah langkah pembentukan hukum positif untuk

menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa

perjalanan sejarah dan melalui bebrapa masa perubahan perundang-

undangan. Istilah korupsi sebagai istilah yuridis baru digunakan tahun

1957, yaitu dengan adanya Peraturan Penguasa Militer yang berlaku di

daerah kekuasaan Angakatan Darat (Peraturan Militer Nomor

PRT/PM/06/1957). Beberapa peraturan yang mengatur mengenai tindak

pidana korupsi di Indonesia sebagai berikut:

1. Masa Peraturan Penguasa Militer

2. Masa Undang-Undang Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang

Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana

Korupsi.

3. Masa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 (LNRI 1971-19,

TNLRI 2958) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Masa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (LNRI 1999-40,

TNLRI-387), tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

kemudian diubah dengan undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 (LNRI 2001-134, TNLRI 4150), tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember

2002 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

(LNRI 2002-137. TNLRI 4250) tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan penjelasan di atas pengaturan tentang tindak pidana

korupsi di Indonesia secara yuridis formal sudah lama dilaksanakan,

namun indeks korupsi Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, hal

ini dapat dilihat dari data yang dipublish oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi:

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih rendah. Skor IPK

pada tahun 2013 masih merujuk pada angka 3,2. Skor yang sama dengan

perolehan pada tahun 2012. Kendati begitu, peringkat Indonesia naik dari

posisi 118 pada tahun 2012 menjadi 114 pada tahun 2013. Kondisi hampir

serupa juga terjadi pada sebagian besar negara anggota ASEAN. Hal ini

terlihat dari hasil survei Lembaga Tranparency Internasional yang

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

67

mencatat hanya Singapura dan Brunei Darusalam yang memiliki IPK

tinggi yakni 8,6 dan 6,0. Sementara itu, negara lainnya memiliki skor IPK

di bawah 5,0; sebut saja Kamboja ( 2,0), Myanmar (2,1), Laos (2,6), Timor

Leste (3,0), Vietnam (3,1), Filipina, (3,5), dan Thailand (3,6).12

Tabulasi Data Penanganan Korupsi (oleh KPK)

Tahun 2004-2014 (per 31 Januari 2014)13

Penindakan 2004 200

5

2006 2007 200

8

2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah

Penyelidikan 23 29 36 70 70 67 54 78 77 81 7 592

Penyidikan 2 19 27 24 47 37 40 39 48 70 6 359

Penuntutan 2 17 23 19 35 32 32 40 36 41 6 283

Inkracht 0 5 17 23 23 39 34 34 28 40 0 243

Eksekusi 0 4 13 23 24 37 36 34 32 44 3 250

NB: Penyidikan 6 Kasus. Mengawali di tahun 2014, KPK melakukan

penyelidikan 7 perkara, penyidikan 6 perkara, penuntutan 6 perkara, inkracht 0

perkara, dan eksekusi 3 perkara. Dan dengan demikian, maka total penanganan

perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004-2014 adalah penyelidikan 592

perkara, penyidikan 359 perkara, penuntutan 283 perkara, inkracht 243 perkara,

dan eksekusi 250 perkara.

Korupsi di tanah negeri ini, ibarat “warisan haram” tanpa surat

wasiat. Ia tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang

berlaku dalam tiap orde yang datang silih berganti. Hampir semua segi

kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab korupsi

meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang

faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-

sebab dari luar.14

12Melihat indeks ini korupsi indonesia menurut KPK tahun 2012 korupsi

Indonesia tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 mencapai Rp. 37 T . 37 T Rupiah atau 2.2 Billion Euro sama dengan 400 M Euro per tahun. Korupsi di Uni Eropa tahun 2012: 122 billion Euro sama dengan 2000 Trilyun, korupsi di UE ini 244 kali lebih tinggi dibandingkan Indonesia.

13Lihat http://acch.kpk.go.id/statistik / accest at 22/02/2014 pukul:14.00 WIB. 14Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Anti-Korupsi Untuk

Perguruan Tinggi, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2011), hlm.37.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

68

Faktor internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya

keimanan, kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola

hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong

seseorang untuk berperilaku korup. Faktor eksternal bisa dilacak dari

aspek ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan,

aspek politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan

mempertahankan kekuasaan, aspek managemen & organisasi yaitu

ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum, terlihat dalam

buruknya wujud perundangundangan dan lemahnya penegakkan hukum

serta aspek sosial yaitu lingkungan atau masyarakat yang kurang

mendukung perilaku anti korupsi.15 Pandangan lain dikemukakan oleh

Arifin yang mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi

antara lain:16

(1) aspek perilaku individu.

(2) aspek organisasi

(3) aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada

Terhadap aspek perilaku individu, Isa Wahyudi memberikan

gambaran, sebab-sebab seseorang melakukan korupsi dapat berupa

dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan,

niat, atau kesadaran untuk melakukan. Lebih jauh disebutkan sebab-sebab

manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain: 17

(a) sifat tamak manusia,

(b) moral yang kurang kuat menghadapi godaan

(c) gaya hidup konsumtif

(d) tidak mau (malas) bekerja keras

Salah satu penyebab korupsi terjadi dari tahun ketahun adalah

karena masih terjerembab kepada paradigma tunggal positivisme yang

sudah tidak fungsional lagi sebagai analisis dan kontrol yang bersejalan

dengan tabel hidup karakteristik manusia yang senyatanya pada konteks

dinamis dan multi kepentingan baik pada proses maupun pada peristiwa

15Ibid. 16Satgas PMH, Mafia Hukum, (Jakarta: Satgas PMH – UNDP, 2010), hlm.9. 17Ibid.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

69

hukumnya.18 Sehingga hukum hanya dipahami dalam artian yang sangat

sempit, yakni hanya dimaknai sebatas undang-undang, sedangkan nilai-

nilai di luar undang-undang tidak dimaknai sebagai sebuah hukum.

C. Kajian Teoritis dan Empiris Penerapan E-Government dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Pemerintahan Daerah 1. Konsep teoritis e-gov

Pelayanan publik oleh pemerintah daerah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi pemerintah menurut kemampuan dan kreatifitasnya untuk mengatur dan menentukan sendiri rumah tangganya. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan nuansa legalitas terhadap sistem pelayanan publik diperlukan suatu instrument yuridis sebagai sarana kontrol terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah.19

Tata pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, dan transparan merupakan indikator dari rendahnya tingkat korupsi di lingkungan birokarasi. Secara umum, salah satu komponen utama e-gov adalah aplikasi sistem informasi pemerintahan yang mampu memberikan layanan secara online melalui media internet. Aplikasi ini memberi fasilitas interaksi antara anggota masyarakat dengan penyelenggara layanan publik tanpa harus bertatap muka secara langsung yang pada dasarnya tatap muka secara langsung memberi ruang untuk kongkalikong yang menjurus pada tindakan korupsi.

Kebijakan melawan korupsi yang sudah dicanangkan Presiden Republik Indonesia memperoleh sambutan positif dari kalangan pegiat telematika. Hal tersebut diwujudkan dengan partisipasi aktif mencegah korupsi melalui karya nyata sesuai dengan bidang keahliannya. Standar modul e-procurement sebagai salah satu komponen e-gov merupakan salah satu kontribusi yang ditawarkan untuk dapat diterapkan di semua instansi pemerintah.20

Bagi organisasi publik, dalam merencanakan sesuatu program biasanya memerlukan dua hal pokok. Pertama, data mengenai kelengkapan layanan. Kedua, data mengenai kebutuhan layanan di

18Raharjo, Satjipto, Hukum Progresif: Aksi bukan Teks Dalam Memahami Hukum,

(Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm. 3. 19 Husni Thamrin, Hukum Pelayanan Publik ..., hlm. 55. 20Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai

Permasalahannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 210.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

70

masa mendatang. Menurut Conyers (1992:62) rencana yang diterapkan untuk membangun Negara-negara berkembang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua. Tipe pertama adalah bentuk rencana yang hanya mencakup satu jenis layanan publik khusus (misalnya rencana pendidikan, infrastruktur, kesehatan dan perumahan). Rencana semacam ini cenderung memiliki rentang waktu yang relatif panjang (hingga 5 tahun) dengan persiapan yang memakan waktu berbulan-bulan guna mencoba melibatkan sebanyak mungkin organisasi dan pejabat terkait. Maka rencana tipe ini biasanya memuat analisis statistik mengenai situasi yang sedang dihadapi, saran-saran terhadap isu kebijakan yang besar, serta usulan rinci mengenai perkembangan di masa mendatang dari setiap aspek layanan yang dimaksudkan.21

Rencana tipe kedua adalah rencana yang terintegrasi ke dalam rencana pembangunan nasional yang teramat luas. Rencana dengan skala nasional biasanya memiliki sektor atau bagian-bagian tertentu seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dan lainnya. Rencana semacam ini biasanya berjalan relatif rutin dan tidak banyak membutuhkan waktu untuk membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkannya. Karena telah digabungkan dengan rencana skala nasional, rencana tipe kedua ini biasanya telah dikoordinasikan dengan rencana sektor-sektor lain yang terkait. Umumnya rencana semacam ini cenderung lebih realistis dalam arti bahwa usulan yang dibuat biasanya tidak terlalu ambisius dan sudah diperhitungkan supaya lebih praktis dan meminimalkan biaya atau tenaga yang terlibat serta kemungkinan terjadinya permasalahan yang menyangkut faktor politis dan sosial lainnya.22

Dilihat dari sejarahnya, konsep e-gov berkembang karena adanya tiga pemicu utama.23 Pertama, era globalisasi yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan telah membuat isu-isu semacam demokratisasi, hak asasi manusia, hukum, transparansi, korupsi, civil society, good corporate governance, perdagangan bebas, pasar terbuka, dan

21Lihat Wahyudi Kumorotomo dan Subando Agus Margono, Sistem informasi

Manajemen dalam Organisasi-organisasi Publik, Cetakan keenam, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 269-270.

22Ibid., hlm. 270. 23Richardus Eko Indrajit, Elektronic Government: Strategi Pembangunan dan

Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, (Yogyakarta: Andi Offset, 2006), hlm. 7-8.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

71

lain sebagainya menjadi hal-hal utama yang harus diperhatikan oleh setiap bangsa jika yang bersangkutan tidak ingin diasingkan dari pergaulan dunia.

Dalam format ini, pemerintah harus mengadakan reposisi terhadap peranannya di dalam sebuah negara, dari yang bersifat internal dan fokus terhadap kebutuhan dalam negeri, menjadi lebih berorientasi kepada eksternal dan fokus kepada bagaimana memposisikan masyarakat dan negaranya di dalam sebuah pergaulan global. Jika dahulu dalam sebuah negara kekuasaan lebih berpusat pada sisi pemerintahan (supply side), maka saat ini bergeser ke arah masyarakat (demand side), sehingga tuntutan masyarakat terhadap kinerja pemerintahannya menjadi semakin tinggi.

Kedua, kemajuan teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) terjadi sedemikian pesatnya sehingga data, informasi, dan pengetahuan dapat diciptakan dengan cepat dan segera disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia dalam hitungan detik. Hal ini berarti bahwa setiap individu di berbagai negara di dunia dapat saling berkomunikasi secara langsung kepada siapapun yang dikehendaki tanpa dibutuhkan perantara.

Tentu saja buah dari teknologi ini akan sangat mempengaruhi bagaimana pemerintah di masa modern harus bersikap dalam melayani masyarakatnya, karena banyak aspek dan fungsi-fungsi pemerintah konvensional yang secara tidak langsung telah diambil alih oleh masyarakatnya sendiri (misalnya masalah pers, sosial, agama, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya) karena adanya teknologi ini. Inilah alasan lain mengapa pemerintah dipaksa untuk mulai mengkaji fenomena yang ada agar yang bersangkutan dapat secara benar dan efektif mereposisikan peranan dirinya.

Ketiga, meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat di dunia tidak terlepas dari semakin membaiknya kinrja industry swasta dalam melakukan kegiatan ekonominya. Keintiman antara masyarakat (sebagai konsumen) dengan pelaku ekonomi (pedagang, investor, perusahaan) telah membuat terbentuknya sebuah standard pelayanan yang semakin membaik dari waktu ke waktu. Percepatan peningkatan kinerja di sektor swasta ini tidak diikuti dengan percepatan yang sama di sektor publik, sehingga masyarakat dapat melihat adanya kepincangan dalam standar kualitas pemberian pelayanan. Dengan kata lain, secara tidak langsung tuntutan masyarakat agar pemerintah meningkatkan kinerjanya semakin

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

72

tinggi; bahkan jika terbukti terjadi penyimpangan dalam pengelolaan uang rakyat, masyarakat tidak segan-segan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah melalui demonstrasi atau jalur lainnya. Ketiga aspek di atas menyebabkan terjadinya tekanan dari masyarakat agar pemerintah memperbaiki kinerjanya secara signifikan dengan cara memanfaatkan berbagai teknologi informasi yang ada.

Inggris, misalnya, melihat perkawinan antara pemerintah dengan teknologi informasi melahirkan sebuah konsep yang diistilahkan sebagai Elektronic Service Delivery (ESD), yaitu bagaimana melalui media elektronik dan digital, pemerintah dapat menyediakan jasa pelayanan kepada masyarakatnya. ESD ini kemudian berkembang dan menjadi cikal bakal dari e-gov, yaitu mekanisme dimana pemerintah menggunakan teknologi informasi sebagai sarana utama yang menghubungkan dirinya dengan para stakeholders, yaitu masyarakat umum, kalangan industri, dan sektor publik lainnya.24

Dalam implementasinya, dapat dilihat sedemikian beragam tipe pelayanan yang ditawarkan oleh pemerintah kepada masyarakatnya melalui e-gov. Salah satu cara mengkategorikan jenis pelayanan tersebut adalah dengan melihat dari dua akses utama. Pertama, aspek kompleksitas, yaitu yang menyangkut seberapa rumit anatomi sebuah aplikasi e-gov yang ingin dibangun dan diterapkan. Kedua, aspek manfaat, yaitu menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan besarnya manfaat yang dirasakan oleh para penggunanya.

Berdasarkan dua aspek di atas, maka jenis proyek e-gov dapat dibagi menjadi tiga kelas utama, yakni, publish; interact; dan transact. Publish merupakan implementasi e-gov yang termudah karena selain proyeknya yang berskala kecil, kebanyakan aplikasinya tidak perlu melibatkan sejumlah sumberdaya yang besar dan beragam. Di dalam kelas publish ini yang terjadi adalah sebuah komunikasi satu arah, dimana pemerintah mempublikasi berbagai data dan informasi yang dimilikinya untuk dapat secara langsung dan bebas diakses oleh masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan melalui internet.

Biasanya kanal akses yang dipergunakan adalah komputer atau telepon genggan melalui media internet, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan untuk mengakses situs (website) departemen atau

24 Ibid., hlm. 8-9.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

73

divisi terkait dimana kemudian user dapat melakukan browsing (melalui link yang ada) terhadap data atau informasi yang dibutuhkan.

Ccntoh aplikasi e-gov di dalam kelas ini, misalnya, masyarakat dapat melihat dan mengunduh berbagai produk perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah (eksekutif, legislatif, dan yudikatif); pengusaha dapat mengetahui persyaratan mendirikan sebuah perusahaan; peneliti dapat mengakses berbagai data statistik hasil pengkajian berbagai lembaga pemerintahan; masyarakat dapat mengetahui apa saja program yang akan dilaksanakan pemerintah.

Interact, terjadi komunikasi dua arah antara pemerintah dengan mereka yang berkepentingan. Ada dua jenis aplikasi yang biasa dipergunakan. Yang pertama adalah bentuk portal dimana situs terkait memberikan fasilitas searching bagi mereka yang ingin mencari data atau informasi secara spesifik. Yang kedua adalah pemerintah menyediakan kanal dimana masyarakat dapat melakukan diskusi dengan unit tertentu yang berkepentingan, baik secara langsung (seperti chatting, tele-confrence, web-TV, dan lain sebagainya) maupun tidak langsung (melalui email, frequent ask question, newsletter, mailing list, dan lain sebagainya).

Contoh implementasinya, misalnya, pasien dapat berkomunikasi gratis dengan dokter melalui keluhan penyakit yang dideritanya melalui web-TV (konsep tele-medicine); departemen di pemerintahan dapat melakukan wawancara melalui chatting atau email dalam proses perekrutan calon pegawai negeri baru; rakyat dapat berdiskusi secara langsung dengan para wakilnya di legislatif melalui email atau mailing list tertentu; perusahaan swasta dapat melakukan tanya jawab mengenai persyaratan tender untuk berbagai proyek yang direncanakan oleh pemerintah; dosen perguruan tinggi dapat menanyakan dan mencari informasi spesifik mengenai beasiswa melanjutkan studi di luar negeri yang dikoordinir oleh Dirjen Dikti.

Transact, yang terjadi adalah interaksi dua arah yang berhubungan dengan transaksi perpindahan uang dari satu pihak ke pihak lain. Aplikasi ini jauh lebih rumit dibandingkan dengan dengan dua aplikasi lainnya karena harus ada sistem keamanan yang baik agar perpindahan uang dapat dilakukan secara aman dan hak privasi berbagai pihak yang bertransaksi terlindungi dengan baik. Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut, masyarakat dapat mengurus permohonan memperoleh KTP baru atau

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

74

memperpanjangnya melalui internet; para wajib pajak dapat melakukan pembayaran pajak individu atau perusahaan secara online; melalui aplikasi e-procurement, rangkaian proses tender proyek pemerintah dapat dilakukan secara online.

Selain memperlihatkan dimensi kompleksitas dan manfaat, klasifikasi ini dapat pula dipergunakan sebagai panduan evolusi gradual dari sebuah inisiatif e-gov; dalam arti kata departemen, divisi, atau unit tertentu dapat secara perlahan-lahan mengembangkan program e-govnya dari yang paling sederhana sampai yang canggih.

Klasifikasi yang sama dapat pula dipergunakan untuk melakukan manajemen portofolio berbagai aplikasi e-gov di sebuah unit. Berdasarkan tingkat resiko, manfaat, kompleksitas, pembiayaan, dan kebutuhan sumberdaya, pemerintah dapat menyeleksi proyek e-gov mana saja yang harus didahulukan dan mana yang harus ditunda pelaksanaannya.25

2. Penerapan E-gov di Berbagai Negara dan Daerah di Indonesia

Dari sisi akademis, trend aplikasi e-gov dalam pemerintahan serta hasil yang telah dicapai oleh beberapa negara maju mengesankan bahwa negara yang ingin memperbaiki pelayanan publiknya, ia harus berani berinovasi dalam manajemen pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan publiknya, hal itu bisa terwujud dengan menerap e-gov dalam tata kelola pemerintahannya.

a. Penerapan e-gov di Amerika dan Inggris Amerika dan Inggris adalah negara yang terdepan

dalam mengimplementasi konsep e-gov. Telah jelas dan terperinci menggambarkan manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep e-gov, seperti:26

1) Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholders terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara;

2) Meningkatkan transparansi, control, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep good corporate governance;

25 Ibid., hlm. 29-34. 26 Ibid.,hlm. 5.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

75

3) Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholders untuk keperluan sehari-hari;

4) Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan;

5) Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada; dan

6) Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.

Negara maju memandang bahwa implementasi e-gov

yang tepat akan secara signifikan memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat di suatu negara secara khusus, dan masyarakat dunia secara umum. Di bawah ini merupakan tabel perbandingan penggunaan sistem elektronik pada birokrasi:27

Tabel 1.

Perbandingan penggunaan sistem elektronik pada birokrasi

Jenis Birokrasi

Unsur-unsurnya Tanpa

Menggunakan ICT/e-gov

Dengan sistem electronic ICT/e-gov

Kegiatan Aktifitas: Rutin dan Manual

Aktifitas: kreatif, inovatif, efisien dan efektif.

Sistem rekruitmen Sistem terbuka Sistem terbuka dan

27Wahyudi Kumorotomo dan Agus Pramusinto, Governance Reform di Indonesia:

Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang professional, (Yogyakarta: Gava Media dan MAP-UGM, 2009), hlm. 353-354.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

76

kompetitif, professional

Pengembangan Pegawai

Kaku dan Struktural Visi dan Misi serta mengutamakan profesionalisme

Struktur Hirarkis, kaku, lambat dan mengabaikan profesionalisme

Ramping, fleksibel, cepat dan tepat serta memiliki spesialisasi

Kultur dan nilai Inefisiensi dan kurang efektif karena mengedepankan budaya local

Efisien, efektif, professional, esponsibility, untuk mencapai keberhasilan, tanpa mengesampingkan budaya local yang ada

Kepemimpinan Cenderung otoriter Demokratis dan transparansi dan berorientasi pada pasar

Ekonomi Lebih menguntungkan karena bisa tatap muka dengan pengguna jasa

Tidak bisa tatap muka berarti meminimalisir Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Kepribadian Lebih mengedepankan tatakrama, sopan santun dan budaya daerah

Membuat jarak antara pengguna jasa dan masyarakat pengguna jasa

b. Penerapan e-gov di Indonesia Hampir seluruh pemerintah daerah di Indonesia

memperlihatkan kemajuan cukup berarti. Pemerintah Kota Surabaya sudah menggunakan ICT/e-gov untuk proses pengadaan barang dan jasa (e-procurement) yang merupakan bagian dari Government Resources Management System (E-GOV) atau yang biasa disebut sistem pengelolaan sumberdaya pemerintahan yang terintegrasi.

Beberapa pemerintah daerah lain yang juga menggunakan e-gov adalah Pemprov DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi Utara, Pemkot Yogyakarta, Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kebumen, Pemkab Kutai Timur, Pemkab Kutai Kartanegara, Pemkab Bantul, Pemkab Malang dan Pemkab Sragen.28

28 Ibid., hlm 354.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

77

Penerapan E-GOV dalam sistem pemerintah daerah Kota Surabaya adalah contoh yang bagus pelaksanaan E-GOV di daerah.29 Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholders. Tujuan utama penerapan prinsip GCG adalah mencapai optimalisasi kinerja para karyawan yang intinya akan meningkatkan kinerja organisasi. Oleh karena itu, kepentingan manajemen dan karyawan harus mendapat perlakuan yang seimbang dan wajar sesuai dengan kedudukan masing-masing.

Pelaksanaan GCG menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan GCG menunjukkan adanya perlindungan tersebut, tidak hanya kepada pemegang saham, tetapi meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan termasuk masyarakat.

Kemudahan hubungan tata pemerintahan melalui e-gov direspon dengan baik oleh Pemerintah Kota Surabaya demi memperbaiki layanan kepada pemerintah, swasta dan masyarakat. Untuk memperbaiki layanannya, Pemerintah Kota Surabaya mengadopsi ERP (Enterprise Resource Planning), salah satu software yang diminati perusahaan di Indonesia saat ini. ERP merupakan software yang mengintegrasikan semua departemen dan fungsi suatu perusahaan ke dalam satu sistem komputer yang dapat melayani semua kebutuhan perusahaan, baik dari departemen penjualan, departemen pengembangan sumber daya manusia (human resource development), produksi atau keuangan. Tujuan dari sistem ERP adalah untuk mengkoordinasikan bisnis organisasi secara keseluruhan.

Adapun manfaat yang utama dari sistem ERP ini adalah menawarkan sistem terintegrasi di dalam perusahaan sehingga proses pengambilan keputusan dapat

29Dhonny Rizkyan Perdana dan Eva Hany Fanida, Efektivitas Penerapan

Government Resources Management System di Kantor pemerintah Kota Surabaya, Jurnal online, Universitas Negeri Surabaya, hlm 2-4.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

78

dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Pemerintah Kota Surabaya mengimplementasikan software ERP ini menjadi sebuah program yang bernama E-GOV. Program ini didefinisikan sebagai sistem pengelolaan sumber daya pemerintahan yang terintegrasi dari aktifitas birokrasi hulu sampai hilir (dalam konteks belanja) yang telah dikembangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam rangka menunjang pengelolaan keuangan daerah. E-GOV sendiri memiliki beberapa tujuan:

1) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan diterapkannya E-GOV, pengadaan barang yang dilakukan pemerintah dapat diketahui sebenar-benarnya tanpa ada mark-up data dan dapat dipertanggungjawabkan;

2) Memudahkan informasi atas keadaan atau kondisi perkembangan pelaksanaan fisik pekerjaan dan permasalahannya; dan

3) Memudahkan mengetahui akumulasi pengeluaran biaya untuk setiap kegiatan yang dalam pengerjaan dan pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan jadwal yang telah dilaksanakan. Penerapan E-GOV pada akhirnya diharapkan akan mendukung dalam pelaksanaan GCG yang dicanangkan Pemerintah Kota Surabaya.

Namun pada kenyataannya, masih terdapat

kekurangan-kekurangan dalam prakteknya seperti masalah transparansi data pemenang tender. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya pihak swasta yang tidak puas dengan hasil lelang proyek yang masih terjadi padahal sudah menggunakan e-procurement. Selain itu, menurut Sudirjo, Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, penerapan e-controlling yang merupakan salah satu bagian dari skenario e-gov di Pemkot Surabaya, dirasa masih belum maksimal. Menurut beliau, data e-controlling belum bisa menjadi acuan untuk mengontrol pelaksanaan proyek di Kota Surabaya karena data yang disajikan tidak update.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

79

3. Sistem Aplikasi Yang Terdapat Dalam E-gov Sebagai sebuah sistem, E-gov memuat beberapa aplikasi. Beberapa

diantara aplikasi tersebut, antara lain: a. E-Budgeting

E-Budgeting adalah sistem penyusunan anggaran yang didalamnya termasuk aplikasi program komputer berbasis web untuk memfasilitasi proses penyusunan anggaran belanja daerah.30 Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, e-budgeting berfungsi untuk memfasilitasi:31

a) Pengelolaan keuangan daerah (Pasal 280 ayat (2)); b) Hubungan keuangan antar Daerah (Pasal 281); c) Pendanaan Penyelenggaran Urusan Pemerintah Daerah

(Pasal 282); d) Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan(Pasal 285 - 306); e) APBD (Pasal 308 – 315); f) Perubahan APBD (Pasal 316 – 319).

b. E-Project Planning

Selanjutnya, e-project planning, adalah sistem informasi yang memiliki fungsi untuk memudahkan proses perencanaan proyek/pekerjaan setelah anggaran dari suatu kegiatan disetujui. Proses perencanaan tersebut meliputi penentuan pekerjaan dan atribut-atribut lain yang diperlukan untuk proses pemaketan, misalnya penentuan bentuk lelang ataukah penunjukan langsung. Sistem informasi perencanaan kegiatan merupakan bagian kelanjutan dari e-budgeting, dan menjadi tahapan awal yang diperlukan untuk sistem e-procurement dan e-delivery.32

Di dalam mengembangkan dan mengimplementasikan konsep e-gov, ada sebuah prinsip dari Oracle yang baik untuk diterapkan, yaitu, think big, start small, scale fast, deliver Value”. Pada dasarnya pemerintah harus memiliki visi yang jauh dan besar terhadap konsep e-gov yang ingin diterapkan di masa mendatang. Contohnya adalah Singapura yang ingin menjadi sebuah intelegent

30Ibid., hlm 8. 31Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah. 32Ibid.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

80

island dikemudian hari atau Malaysia dengan Negara Multimedia super corridor-nya.

Berdasarkan dengan visi besar tersebut, disusunlah sebuah langkah kecil penerapan dan implementasi aplikasi e-gov di berbagai bidang yang perlahan namun pasti dikembangkan untuk memenuhi misi tersebut. Dan untuk setiap keberhasilan menerapkan sebuah aplikasi, langsung dilanjutkan dengan penerapan sebuah konsep terpadu yang canggih (state-of-the-art) dan merupakan bagian akhir dari visi yang hendak dicapai.

c. E-Procurement e-procurement, adalah sebuah sistem lelang dalam pengadaan

barang oleh pemerintah dengan menggunakan sarana teknologi, informasi dan komunikasi (ICI) berbasis internet. Dengan E-procurement, proses lelang dapat berlangsung secara efektif, efisien, terbuka, bersaing, transparan, adil/tidak diskrimanif, dan akuntabel sehingga diharapkan dapat mencerminkan keterbukaan dan dapat meminimalisir praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dlam pengadaan barang. E-procurement dipayungi, salah satunya, oleh Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.33

Untuk mempermudah memahami prinsip tersebut, ada baiknya mempelajari sebuah kasus proyek yang dikerjakan oleh pemerintah Meksiko. Salah satu misi dari pemerintah Meksiko di masa depan adalah menjalin kemitraan dengan berbagai perusahaan swasta untuk menerapkan aplikasi e-procurement (pengadaan barang-barang kebutuhan pemerintahan secara online dan real-time melalui pemanfaatan teknologi informasi digital) dalam skala nasional.

Pekerjaan e-gov ini dimulai dengan mencari konsep modul-modul pembentuk sebuah e-procurement yang terintegrasi. Berdasarkan bisnis yang ada, paling tidak ada tiga aplikasi besar yang mendasari pembentukan sistem e-procurement, yaitu: e-tendering, e-purchasing, dan e-shopping. Pada tahap awal, sesuai dengan rangkaian proses yang ada, pemerintah Meksiko memutuskan untuk menjalankan sebuah pilot project untuk mengimplementasikan proses yang paling awal terjadi di sebuah e-procurement, yaitu e-tendering.

33Adrian Sutedi, Hukum..., hlm. 203.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

81

Misi akhir dari penerapan konsep e-tendering ini adalah bagaimana proses tender yang ada di pemerintahan dapat dilakukan secara online dan real-time, melalui dunia maya, dan dengan memanfaatkan teknologi informasi, agar tidak membuang-buang waktu dan biaya seperti yang saat ini terjadi. Untuk melaksanakan misi ini, pemerintah Meksiko mencoba membagi strategi penerapan aplikasi e-tendering menjadi empat tahap besar, yaitu:

a) Disclosure, pada tahap ini yang dilakukan pemerintah adalah mulai mempromosikan dan mensosialisasikan mengenai dimulainya sebuah pilot project e-gov yang akan mempengaruhi mereka yang selama ini terlibat langsung dalam proses tender di pemerintahan, baik dari kalangan pemerintah sendiri sebagai pihak pembeli atau penyelenggara tender maupun dari kalangan swasta sebagai pihak penjual atau peserta tender. Proses sosialisasi ini dimulai dengan usaha pemerintah untuk mulai menegakkan keinginan menerapkan prinsip GCG di kalangan birokrat. Agar mereka yang selama ini terlibat dalam proses tender tidak mengalami “culture shock” atau terkejut dengan usaha menerapkan prosedur tender yang baru, maka pemerintah memulai langkah pertama dengan mencoba memperbaiki proses manual yang saat ini terjadi. Proses tender yang selama ini kerap terkesan tertutup, mulai secara terbuka diumumkan ke masyarakat. Daftar peserta tender, status penawarannya, latar belakang pemiliknya, informasi rangkaian proses tendernya, sampai dengan pengumuman pemenangnya mulai dapat diakses masyarakat;

b) Registration and distribution, Setelah tahap pertama berhasil dilewati, mulailah pemerintah beranjak memperkenalkan sebuah aktivitas otomatisasi dengan menggunakan teknologi informasi pada proses registrasi dan distribusi. Yang dilakukan oleh pemerintah adalah membangun sebuah jalur komunikasi satu arah (memberikan informasi) dari pihak pemerintah sebagai pembeli ke pihak swasta sebagai penjual untuk melakukan proses yang berkaitan dengan pengiriman dan penyebaran pengumuman serta dokumen-dokumen lain yang

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

82

berkaitan denan tender yang akan dilaksanakan. Melalui metode komunikasi elektronik, para calon peserta tender dapat memperoleh formulir dan dokumen-dpkumen lain yang berhubungan dengan semua proses tender pemerintahan;

c) Electronic bidding, pada tahap ini yang dilakukan pemerintah adalah mulai membuka komunikasi satu arah lainnya yang menghubungkan antara peserta tender dengan pemerintah selaku penyelenggara tender. Pemerintah mulai membuat peraturan bahwa berdasarkan persyaratan tender yang ada (sesuai dengan term of reference atau request for proposal yang berlaku), seluruh peserta tender diharuskan mengirimkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan pemerintah melalui media komunikasi elktronik. Dengan kata lain, peserta tender harus mengirimkan seluruh dokumen yang disyaratkan beserta lampirannya melalui fasilitas komunikasi semacam website (uploading proses) atau email. Perlu diperhatikan bahwa walaupun sekilas fasilitas yang dipergunakan sama, namun secara aplikasi akan terlihat lebih kompleks karena adanya beberapa hal seperti: 1) Diperlukan sistem keamanan (security) yang baik

agar tidak ada pihak lain yang dapat mencuri (tapping) data maupun informasi yang dikirimkan karena banyak sekali data rahasia yang tidak boleh diinformasikan ke pihak luar (misalnya angka penawaran proyek dan metodologi pengerjaan proyek) terutama antar peserta tender;

2) Terkadang di dalam beberapa tender pemerintahan terdapat peraturan yang mengharuskan peserta tender memberikan uang jaminan, sehingga harus ada bukti transfer dari bank atau surat keterangan bank yang turut dikirimkan ke pihak penyelenggara tender;

3) Banyaknya dokumen tender menyebabkan pemerintah harus memiliki sebuah jalur dengan bandwith yang besar agat proses pengiriman dokumen dapat dilaksanakan cepat dan murah.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

83

Berdasarkan kriteria penilaian (evaluasi peserta tender) dan mekanisme yang disepakati, maka dimulailah penilaian terhadap sejumlah tawaran yang masuk. Karena semua data dan informasi telah ditransformasikan menjadi dokumen elektronik, maka panitia peserta tender tidak harus berada di dalam satu meja atau ruangan, namun dapat tersebar dimana saja, asalkan yang bersangkutan terhubung dengan internet. Di sinilah diperlukan kembali aplikasi yang lebih kompleks untuk dibangun agar proses evaluasi tersebut dapat dilakukan secara online. Namun perlu diingat bahwa untuk proyek-proyek tertentu dibutuhkan proses manual seperti presentasi untuk keperluan klarifikasi. Namun demikian, di negara maju, produk teknologi informasi semacam tele-conference telah dapat dipergunakan untuk mengoptimalisasi proses presentasi yang konvensional.

d) Advanced support services, setelah ketiga tahapan kritikal berhasil dilalui dengan baik, barulah terakhir dilakukan, yaitu membangun infrastruktur pelayanan penunjang yang canggih dan sempurna untuk meningkatkan kinerja efisiensi dan control proses tender di pemerintahan. Pada tahapan ini pemerintash berusaha untuk sedapat mungkin menghilangkan seluruh proses manual yang terjadi, dengan cara mengimplementasikan berbagai konsep modern mengenai teknologi informasi semacam Supply Chain Management, Enterpise Resource Planning, Extranet, yang tentunya perlu melibatkan pihak luar selain pemerintah dan peserta tender.

Proses tender yang terjadi pun tidak lagi bersifat kasus demi kasus dan ad-hoc, tetapi sesuai dengan perencanaan pemerintah selama tahun anggaran tertentu, proses tender dapat dilakukan secara simultan (pararel) dan kontinyu. Pada saat inilah sebuah misi penerapan e-gov untuk proses e-tendering secara utuh telah dapat dicapai oleh pemerintah. E-procurement bukan hanya digunakan untuk pemberdayaan pengusaha hilir, tetapi juga harus benar-benar dijadikan alat yang dapat memicu peningkatan kualitas kesejahteraan pengusaha hulu. E-procurement harus dijadikan alat yang dapat memicu peningkatan kualitas

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

84

kesejahteraan pengusaha hulu yang tentunya dilengkapi aplikasi e-gov yang lain.34

d. E-Delivery E-delivery adalah sistem pendukung administrasi kegiatan

yang didalamnya termasuk program komputer berbasis web untuk memfasilitasi kebutuhan pembuatan kontrak pengadaan barang/jasa dan penyediaan dokumen kelengkapan.35 Secara konsep, arsitektur e-gov yang baik untuk diterapkan adalah sistem tiga lapis atau yang kerap dinamakan sebagai Three-Tier Architecture. Dalam konsep ini secara prinsip anatomi sistem informasi e-gov dibagi menjadi tiga lapisan besar, yaitu, customer facing, delivery service, dan structure. Tujuan pemisahan sebuah konsep kesatuan sistem informasi ini untuk mempermudah perencanaan, pembangunan, dan pengembangan sistem e-gov dari berbagai institusi pemerintah agar mudah dihubungkan dan terintegrasi.36

Customer Facing, lapisan ini merupakan lapisan terluar dari e-gov yang menghubungkan sistem dengan para pengunanya. Tiga jenis perangkat pada lapisan ini adalah, pertama, infrasturktur yang berarti jenis lokasi para pengguna melakukan akses terhadap sistem e-gov. Kedua, interface, yang merupakan kumpulan dari jenis-jenis teknologi perangkat keras yang digunakan oleh user dalam menghubungkan dirinya dengan sistem e-gov. Ketiga, adalah perangkat lunak aplikasi yang diinstalasi untuk membuat perangkat keras yang dipergunakan pengguna dapat bekerja sebagaimana mestinya.

Delivery Service, merupakan lapisan yang terdiri dari modul dimana aplikasi utama dari e-gov berada. Lapisan yang biasanya dialihdayakan (outsource) ke pihak ketiga ini pada intinya terdiri perangkat lunak sistem informasi, aplikasi, dan database telah diprogram sedemikian rupa sehingga berbagai inisiatif e-gov dapat ditawarkan oleh pemerintah kepada pelanggan. Pada lapisan ini terdapat aplikasi inti dari e-gov yang berfungsi untuk menjalankan berbagai program pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebagai pelanggan utamanya. Structure, lapisan ini berfungsi

34 Samsul Ramli, Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,

(Jakarta: Visimedia, 2013), hlm. 7-8. 35 Dhonny Rizkyan Perdana dan Eva Hany Fanida..., hlm. 9. 36 Richardus Eko Indrajit...., hlm. 93-96.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

85

mengirim data dan informasi yang telah dikemas ke dalam sinyal-sinyal digital untuk dikirimkan dari satu tempat ke tempat lainnya berdasarkan aturan yang telah disepakati.

e. E-Controling Hal lain yang ada dalam E-gov adalah e-controlling. Sebuah

skenario besar dari E-gov untuk menjembatani perencanaan pelaksanaan pekerjaan yang ada di e-project planning dengan hasil pekerjaan yang diinputkan melalui sistem e-delivery.37 Program ini berfungsi mengontrol dan mengawasi antara input/perencanaan dengan output/hasil yang dicapai dari suatu program pembangunan pemerintahan daerah.

f. E-Performance Selanjutnya, e-performance adalah sistem informasi

manajemen kinerja dalam rangka penilaian prestasi kinerja pegawai yang lebih objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan sehingga bisa terwujud pembinaan pegawai berdasarkan prestasi kerja dan sistem karir kerja PNS di lingkungan Pemerintah.38 Dalam hal ini, e-performance memfasilitasi:39

a) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (Pasal 320,321,322,323);

b) Evaluasi Rancangan Perda Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Pasal 324,325,326);

c) Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah (Pasal 327,328,329,330)

D. Penutup

Yang menjadi catatan inti dari keseluruhan pemaparan data di atas adalah bahwa penerapan sistem pengelolaan sumberdaya pemerintah secara terintegrasi untuk menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta mampu mengawal Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Daerah.

Agar pelaksanaan E-gov dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan mekanisme dan prosedur yang transparan serta dukungan

37 Dhonny Rizkyan Perdana dan Eva Hany Fanida, loc.cit., hlm 9. 38Ibid. 39Lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

86

anggaran yang cukup serta adanya partisipasi masyarakat selaku pemangku hak dari setiap kebijakan pemerintah daerah. Untuk itu harus dilakukan berdasarkan jadwal yang jelas dengan kegiatan rinci untuk setiap tahap perumusannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Syed Hussein, Korupsi: Sifat, Sebab, dan Fungsi, Jakarta: LP3ES,

Jakarta, 1987. Dwiyanto, Agus, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik,

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008. Indrajit, Richardus Eko, Elektronic Government: Strategi Pembangunan dan

Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, Yogyakarta: Andi Offset, 2006.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2011.

Kumorotomo, Wahyudi dan Agus Pramusinto, Governance Reform di Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang professional, Yogyakarta: Gava Media dan MAP-UGM, 2009.

Kumorotomo, Wahyudi dan Subando Agus Margono, Sistem informasi Manajemen dalam Organisasi-organisasi Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.

Perdana, Dhonny Rizkyan dan Eva Hany Fanida, Efektivitas Penerapan Government Resources Management System di Kantor pemerintah Kota Surabaya, Jurnal online, Universitas Negeri Surabaya.

Raharjo, Satjipto, Hukum Progresif: Aksi bukan Teks Dalam Memahami Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2011.

Ramli, Samsul, Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jakarta: Visimedia, 2013.

Satgas PMH, Mafia Hukum, Jakarta: Satgas PMH – UNDP, 2010. Semma, Mansyur, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara,

Manusia Indonesia, Dan Perilaku Politik, Jakarta: Yayasan Obaor, 2008. Sugandi, Yogi Suprayogi, Administrasi Publik: Konsep dan Perkembangan Ilmu

di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai

Permasalahannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Mugi Hartana: Efektivitas Penerapan E-Government...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

87

Thamrin, Husni, Hukum Pelayanan Publik di Indonesia, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang

Pengesahan United Natlons Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)

Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.