13
2 nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXX Semarang, 7 Oktober 2015 PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN BANDARA: KOMBINASI METODE SERVICE QUALITY DAN IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS Dyah R. Rasyida 1 , M. Mujiya Ulkhaq 2 , Priska R. Setiowati 3, Nadia A. Setyorini 4 1,2,3,4 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH. Semarang 50239 Telp. (024) 7460052 E-mail: [email protected] ABSTRAKS Pada era globalisasi ini, peningkatan kualitas pelayanan pada setiap aspek kehidupan manusia dirasa penting sesuai dengan perubahan kebutuhan pelanggan. Setiap perusahaan jasa disarankan untuk mempunyai cara yang tepat untuk dapat menarik minat dan mempertahankan loyalitas pelanggan, baik pelanggan yang baru maupun yang sudah ada. Bandara merupakan pelayanan publik yang juga tidak bisa terlepas dari pengukuran kualitas pelayanan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Bandara Internasional Ahmad Yani, Indonesia, yang bertujuan untuk mengukur kualitas pelayanan dan mengidentifikasi atribut yang terpilih untuk menawarkan strategi yang dapat ditempuh oleh management Bandara agar dapat mencapai kepuasan pelanggan. Model SERVQUAL digunakan untuk mencapai tujuan pertama, yaitu dengan mengidentifikasi harapan pelanggan dan persepsi kualitas pelayanan untuk memungkinkan manajemen Bandara dalam menyesuaikan kebutuhan pelanggan dan memastikan tercapainya kepuasan pelanggan. Sementara Importance- Performance Analysis (IPA) digunakan untuk mencapai tujuan kedua, yaitu dengan menggabungkan skor kesenjangan model SERVQUAL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kesenjangan yang didapat adalah negative, yang berarti bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan secara keseluruhan cukup rendah. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar pengelola bandara harus segera meningkatkan kualitas layanan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Rekomendasi berdasarkan hasil dan analisis penelitian diberikan dalam rangka untuk meningkatkan tingkat daya saing yang tinggi pada Bandara Internasional. Kata Kunci: bandara, kepuasan pelanggan, importance-performance analysis, SERVQUAL 1. PENDAHULUAN Kualitas pelayanan saat ini telah dianggap sebagai alat yang strategis untuk memposisikan dan berfungsi sebagai sarana untuk mencapai efisiensi operasional, meningkatkan kinerja bisnis (Mehta et al, 2000), serta faktor kunci bagi keberhasilan penyedia layanan. Peningkatan kualitas pelayanan akan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan (Parasuraman et al, 1985; Gilbert and Veloutsou, 2006; Chow et al, 2007). Selain itu, pelayanan yang baik mendahului retensi pelanggan dan mengarah untuk mengulangi perilaku pembelian pelanggan (Ladhari et al, 2008) yang dapat meningkatkan pangsa pasar penyedia layanan dan menghasilkan pendapatan yang tinggi (Luo and Homburg, 2007). Terdapat banyak penelitian dalam kualitas pelayanan yang diterapkan untuk beberapa sektor, seperti: restoran, kesehatan, perbankan, portal

Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

Embed Size (px)

DESCRIPTION

2nd ACISE 2015

Citation preview

Page 1: Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXXSemarang, 7 Oktober 2015

PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN BANDARA: KOMBINASI METODE SERVICE QUALITY DAN IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS

Dyah R. Rasyida1, M. Mujiya Ulkhaq2 , Priska R. Setiowati3, Nadia A. Setyorini4

1,2,3,4Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,Universitas DiponegoroJl. Prof. H. Soedarto, SH. Semarang 50239

Telp. (024) 7460052E-mail: [email protected]

ABSTRAKSPada era globalisasi ini, peningkatan kualitas pelayanan pada setiap aspek kehidupan manusia dirasa

penting sesuai dengan perubahan kebutuhan pelanggan. Setiap perusahaan jasa disarankan untuk mempunyai cara yang tepat untuk dapat menarik minat dan mempertahankan loyalitas pelanggan, baik pelanggan yang baru maupun yang sudah ada. Bandara merupakan pelayanan publik yang juga tidak bisa terlepas dari pengukuran kualitas pelayanan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Bandara Internasional Ahmad Yani, Indonesia, yang bertujuan untuk mengukur kualitas pelayanan dan mengidentifikasi atribut yang terpilih untuk menawarkan strategi yang dapat ditempuh oleh management Bandara agar dapat mencapai kepuasan pelanggan. Model SERVQUAL digunakan untuk mencapai tujuan pertama, yaitu dengan mengidentifikasi harapan pelanggan dan persepsi kualitas pelayanan untuk memungkinkan manajemen Bandara dalam menyesuaikan kebutuhan pelanggan dan memastikan tercapainya kepuasan pelanggan. Sementara Importance-Performance Analysis (IPA) digunakan untuk mencapai tujuan kedua, yaitu dengan menggabungkan skor kesenjangan model SERVQUAL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kesenjangan yang didapat adalah negative, yang berarti bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan secara keseluruhan cukup rendah. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar pengelola bandara harus segera meningkatkan kualitas layanan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Rekomendasi berdasarkan hasil dan analisis penelitian diberikan dalam rangka untuk meningkatkan tingkat daya saing yang tinggi pada Bandara Internasional.

Kata Kunci: bandara, kepuasan pelanggan, importance-performance analysis, SERVQUAL

1. PENDAHULUANKualitas pelayanan saat ini telah dianggap sebagai alat yang strategis untuk memposisikan dan

berfungsi sebagai sarana untuk mencapai efisiensi operasional, meningkatkan kinerja bisnis (Mehta et al, 2000), serta faktor kunci bagi keberhasilan penyedia layanan. Peningkatan kualitas pelayanan akan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan (Parasuraman et al, 1985; Gilbert and Veloutsou, 2006; Chow et al, 2007). Selain itu, pelayanan yang baik mendahului retensi pelanggan dan mengarah untuk mengulangi perilaku pembelian pelanggan (Ladhari et al, 2008) yang dapat meningkatkan pangsa pasar penyedia layanan dan menghasilkan pendapatan yang tinggi (Luo and Homburg, 2007).

Terdapat banyak penelitian dalam kualitas pelayanan yang diterapkan untuk beberapa sektor, seperti: restoran, kesehatan, perbankan, portal web, hotel, dan pariwisata. Namun, penyelidikan layanan bandara tetap agak terbatas. Mungkin ini karena gagasan konvensional dirasakan bahwa bandara adalah suatu bentuk monopoli alami dan sering dilihat sebagai proposisi take-it or leave-it (Sohail, and Al-Gahtani, 2005). Tidak adanya persaingan antara bandara membuat kualitas layanan menjadi kurang diperhatikan. Pelanggan sering tidak memiliki pilihan, terlepas dari harga dan tingkat kualitas layanan. Bahkan jika seseorang menemukan pengaturan parker yang kurang baik, fasilitas terminal yang membingungkan, restoran dan outlet ritel dengan harga tinggi, atau padatnya fasilitas transportasi darat, pelanggan dipaksa untuk menerima situasi yang ditawarkan oleh otoritas bandara (Rhoades et al, 2000).

Namun demikian, hal tersebut merupakan keadaan sebelumnya dari bandara. Saat ini, dengan meningkatnya persaingan, terdapat tumbuhnya urgensi di antara pemasar Bandara untuk membedakan diri dengan memenuhi kebutuhan pelanggan (Fodness and Murray, 2007). Oleh karena itu, para peneliti mengukur persepsi pelanggan kualitas layanan bandara dikembangkan dalam suara pelanggan (Chen, 2002) pengukuran ini digunakan untuk membangun tolok ukur kinerja (Fodness and Murray, 2007), (Chen, 2002), untuk mengidentifikasi peluang layanan perbaikan (Yehan and Kuo, 2003), dan untuk menghindari kehilangan lalu lintas pelanggan yang berharga (Rhoades et al, 2000).

Masalah kualitas pelayanan pengukuran telah meningkat karena karakteristik yang unik layanan ini: tidak berwujud, tahan lama, dan heterogen. Referensi (Parasuraman et al, 1988) telah mengembangkan

Page 2: Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXXSemarang, 7 Oktober 2015

sebuah model untuk mengukur kualitas layanan yang disebut dengan Model SERVQUAL. Dalam model ini, kualitas pelayanan terkait dengan konsep persepsi dan harapan pelanggan. Persepsi merupakan hasil dari perbandingan pelanggan sebelum layanan harapan dengan pengalaman layanan yang sebenarnya. Harapan pelanggan berfungsi sebagai standar atau titik referensi terhadap yang kinerja dinilai. Layanan ini akan dianggap baik jika persepsi melebihi harapan dan sebaliknya.

Penelitian ini mencoba untuk menggabungkan model SERVQUAL dengan teknik Importance Performance Analysis (IPA) berdasarkan (Martilla and James, 1977). Teknik IPA dapat digunakan untuk memprioritaskan atribut layanan berdasarkan pentingnya kinerja yang merupakan hasil model SERVQUAL. Tujuan dari penelitian ini adalah dua. Pertama adalah untuk menilai kualitas pelayanan bandara menggunakan model SERVQUAL. Hal ini dapat memberikan beberapa wawasan mengenai bagaimana pelanggan menilai kualitas pelayanan bandara, sehingga memungkinkan para manajer dari bandara turun ke posisi tersebut dan memperbaiki kualitas layanan mereka sesuai dengan pesaing mereka dan untuk menemukan dimensi layanan yang mereka butuhkan untuk ditingkatkan. Yang kedua adalah untuk mengidentifikasi atribut pemilihan Bandara dianggap penting untuk menawarkan implikasi strategis yang harus ditempuh untuk meningkatkan daya saing mereka dan menarik lebih banyak pelanggan. Untuk menunjukkan penerapan metode yang diusulkan, studi kasus dilakukan di Ahmad Yani International Airport (AYIA), Indonesia.

2. METODOLOGI PENELITIANModel SERVQUAL terdiri dari lima dimensi pelayanan dengan dua set 22 butir pernyataan untuk

ekspektasi dan persepsi . Kualitas pelayanan yang dirasakan diukur dengan mengurangkan nilai persepsi pelanggan dari skor ekspektasi pelanggan, baik untuk setiap dimensi dan keseluruhan . Besar dan arah dari hasil mengidentifikasi bidang kekuatan dan kelemahan dari layanan bandara. Lima dimensi yang memiliki komponen berbeda dari kualitas pelayanan yang dirasakan adalah: tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy (Parasuraman et al, 1988).

Tangibles adalah tentang aspek fisik yang terlihat. Dimensi Tangibles Bandara dapat dilihat dari kebersihan kamar kecil, fasilitas parkir mobil, kenyamanan ruang tunggu, dan penampilan karyawan bandara. Item pernyataan mewakili dimensi ini adalah : Bandara harus memilikiperalatanyang up-to -date (Q1), fasilitas fisik bandara harus menarik secara visual (Q2), karyawan bandara harus berpakaian dengan baik dan tampil rapi (Q3), dan penampilan fisik fasilitas bandara harus sesuai dengan jenis layanan yang diberikan (Q4).

Reliability adalah kemampuan untuk memberikan layanan handal segera dan akurat. Hal ini terkait dengan kecukupan informasi penerbangan, seperti menampilkan informasi mengenai lokasi bagasi dan ketersediaan petugas yang dapatdiandalkan. Item pernyataan mewakili dimensi ini adalah: ketika karyawan berjanji untuk melakukan sesuatu dengan waktu tertentu makaharus melakukannya (Q5), ketika pelanggan memiliki masalah karyawan bandara harus simpatik dan meyakinkan (Q6), karyawan harus dapatdiandalkan (Q7), karyawan harus menyediakan layanan mereka pada saat mereka berjanji untuk melakukannya (Q8), dan karyawan harus menyimpan catatan mereka secara akurat (Q9).

Responsiveness adalah kemauan untuk merespon keinginan atau kebutuhan dukungan pelanggan dan layanan cepat. Ini termasuk akses bandara yang cepat, izin keamanan yang efektif dan efisien, dan juga ruang sirkulasi untuk pengambilanbagasi yang lancer. Item pernyataan meliputi: karyawan tidak bisa diharapkan untuk memberitahu pelanggan kapan tepatnya layanan akan dilakukan (Q10), tidak realistis bagi pelanggan untuk mengharapkan layanan yang cepat dari karyawan (Q11), karyawan tidak selalu harus bersedia untuk membantu pelanggan (Q12), dan tidak apa-apa jika karyawan terlalu sibuk untuk merespon permintaan pelanggan dengansegera (Q13).

Assurance meliputi pengetahuan, keterampilan, sopan santun, dan kepercayaan yang dimiliki oleh karyawan, serta bebas dari bahaya, risiko, atau keraguan. Item pernyataan milik dimensi ini adalah: pelanggan harus dapat mempercayai karyawan (Q14), pelanggan harus dapat merasa aman dalam transaksinya dengan karyawan (Q15), karyawan harus sopan (Q16), dan karyawan harus mendapatkan dukungan yang memadai dari manajemen bandara untuk melakukan pekerjaan mereka dengan baik (Q17).

Empathy berarti kemudahan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan. Hal ini dapat diamati dari ketersediaan waktu untuk check-in dan pemeriksaan imigrasi, komplainpelayanan untuk setiap pelanggan, dan kualitas proses pelayanan pelanggan . Item pernyataan milik dimensi ini: karyawan tidak boleh diharapkan untuk memberikan pelanggan perhatian individu (Q18), karyawan tidak bisa diharapkan untuk memberikan pelanggan perhatian pribadi (Q19), tidak realistis untuk mengharapkan karyawan untuk mengetahui apa kebutuhan pelanggan mereka (Q20), tidak realistis untuk mengharapkan karyawan untuk memiliki kepentingan pelanggan mereka dari hati

Page 3: Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXXSemarang, 7 Oktober 2015

(Q21), dan karyawan tidak boleh diharapkan memiliki jam operasi yang sesuai untuk semua pelanggan mereka (Q22).

Meskipun (Parasuraman et al, 1988) mengungkapkan lima kesenjangan dalam model SERVQUAL, dalam penelitian ini hanya gap 5 yang diukur. Ini menyangkut persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap layanan yang disampaikan; sedangkan empat gap lainnyayang pertama diidentifikasi sebagai fungsi dari cara di mana layanan ini disampaikan, yaitu mengenai persepsi dan ekspetasi dalam penyedia layanan: manajemen. Kesenjangan antara ekspektasi pelanggan dan persepsi diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Gap 5 = Ppi – Epi, (1)

Dimana Ppi mengacu pada nilai rata-rata item pertanyaanpersepsipelanggan ke-i dan Epi adalah nilai rata-rata item pertanyaanekspektasipelanggan ke-i.

Ke22 item pernyataan kemudian digunakan untuk menganalisis perbedaan antara kepentingan dan kinerja dalam atributseleksi AYIA: teknik IPA . Ini adalah bentuk ruang dua dimensi dimana sumbu vertikal menggambarkan pentingnya atribut seleksi, sedangkan sumbu horisontal menjelaskan seberapa baik bandara dalam melakukan pelayanan. Bagian persepsi dalam model SERVQUAL merupakan kinerja dan ekspektasi merupakankepentingan.

Bentuk ruang dua dimensi IPA dikategorikan menjadi empat kuadran: concentrate here, keep up the good work, low priority, dan possibly overkill. Kuadran pertama terletak di sudut barat laut, yaitu concentrate here, memiliki atribut yang menjadi prioritas manajemen bandara dalam memiliki bentuk kepentingan tinggi mengenai ekspektasi pelanggan, tetapi menunjukkan kepuasan rendah atau peringkat kinerja rendah. Kuadran kedua, yaitu keep up the good work, mengidentifikasi bahwa kedua kepentingan dan kinerja pelanggan sudah tinggi dalam penilaian dan harus dipelihara dengan baik oleh pengelola bandara. Hal ini terletak di suduttimurlaut. Atribut yang dinilai rendah, baik di bagian kepentingan dan kinerja, dimasukkan ke dalam kuadran ketiga, yaitu low priority, yang terletak di sudut baratlaut. Kuadran terakhir atau keempat mewakili possible overkill, di mana ada atribut yang tidak perlu yang perlu dipertahankan oleh manajemen bandara karena memiliki kepentingan rendah tetapi peringkat kinerja tinggi.

Studi kasus dilakukan di AYIA yang terletak di Semarang, Indonesia. Seratus responden dipilih secara acak dari berbagai sumber untuk menjamin keragaman opini tentang kualitas pelayanan bandara. Mereka adalah mahasiswa, dosen, ibu rumah tangga, pengusaha, karyawan, dan pegawai negeri sipil. Selain itu, respondenberusialebih dari 18 tahun dan telah berpengalaman dalam mendapatkan manfaat dan memahami layanan dari AYIA dalam 6 bulan sebelumnya. Calon responden pertama kali didekati dan ditanya apakah mereka ingin berpartisipasi dalam survei. Semua item pernyataan diukur jenis skala 7-Likert, mulai dari 1 yang menunjukkan sangat tidak setuju hingga 7 untuk sangat setuju.

Untuk memastikan keandalan, Cronbach alpha (Cronbach,1951) digunakan untuk masing-masing dimensi. Dimensi yang memiliki nilai lebih dari 0,6 dianggap handal atau konsisten (Nunnally, 1951).

3. STUDI KASUSStudi kasus kali ini meneliti penerapan model SERVQUAL di AYIA dan menganalisis gap

(perbedaan) antara persepsi dan harapan pelanggan untuk setiap dimensi SERVQUAL. Sebelum menganalisis gap tersebut, dilakukanuji reliabilitas untuk memeriksa apakah atau tidak skor responden pada setiap salah satu indikator cenderung berkaitan antara indikator tersebut dengan indikator lainnya. Cronbach alpha oleh Cronbach (1951) digunakan sebagai batas bawah untuk memperkirakan keandalan tes psikometri. Hal ini berkisar antara 0 dan 1, dimana skor 0 menunjukkan tidak ada reliabilitas internal dan skor 1 menunjukkan reliabilitas internal yang sempurna. Nunnally (1994) mengemukakan bahwa nilai alpha Cronbach harus lebih besar dari 0,6 untuk menjamin dimensi yang handal. Alpha Cronbach untuk setiap dimensi model SERVQUAL dihitung menggunakan software SPSS 17.0 dan ditunjukkan pada Tabel 1. Perhatikan bahwa semua dimensi untuk setiap bagian memiliki nilai alpha Cronbach lebih dari 0,6 menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan terpercaya.

Nilai rata-rata kemudian dihitung untuk setiap pertanyaan yang telah dijawab oleh seluruh responden. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 2. Atribut pada harapan pelanggan dengan skor tertinggi untuk setiap dimensi adalah: Q1 dari tangibles, Q5 dari reliability, Q12 dari responsiveness, Q16 dari assurance, dan Q20 dari empathy; dimana reliability memiliki rata-rata skor terbesar, yaitu 6,597. Tampaknya bahwa pelanggan berharap lebih pada layanan reliable dan accurate. Skor tertinggi adalah Q5 menunjukkan bahwa pelanggan menuntut karyawan bersikap simpatik dan meyakinkan untuk membantu pelanggan ketika mereka memiliki masalah. Di sisi lain, atribut pada harapan pelanggan dengan skor

Page 4: Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXXSemarang, 7 Oktober 2015

terendah untuk masing-masing dimensi adalah: Q2 dari tangibles, Q8 dari reliability, Q10 dari responsiveness, Q14 dari assurance, dan Q19 dari empathy; sedangkan empati memiliki nilai rata-rata terendah, yaitu 4.470. Pelanggan tidak mencari perhatian pribadi dan komunikasi yang baik dari karyawan. Hal ini dibuktikan bahwa Q18, yaitu karyawan tidak harus diharapkan untuk memberikan pelanggan perhatian individu.

Tabel 1 Cronbach’s alpha Model Service Quality

Dimensi Jumlah Item Cronbach’s Alpha

Tangible Harapan 4 0.726Persepsi 4 0.886

Reliability Harapan 5 0.692Persepsi 5 0.853

Responsiveness Harapan 4 0.759Persepsi 4 0.638

Assurance Harapan 4 0.650Persepsi 4 0.794

Empathy Harapan 5 0.693Persepsi 5 0.649

Untuk bagian persepsi, assurance memiliki skor rata-rata tertinggi yaitu 4,536. Atribut dengan skor tertinggi adalah: Q3, Q9, Q10, Q16, Q22 yang terdiri dari tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Kelihatannya bandara memiliki karyawan berpengetahuan, terampil, dan dapat dipercaya sebagai yang terbaik di antara dimensi lain. Q16 dianggap sebagai nilai tertinggi yang menyiratkan bahwa bandara memiliki karyawan sopan. Sebaliknya, dimensi yang memiliki rata-rata nilai terendah adalah tangibles, yaitu 3,958. Atribut dengan nilai terendah untuk setiap dimensi adalah: Q2 dari tangibles, Q5 dari reliable, Q11 dari responsiveness, Q17 dari assurance, dan Q19 dari empathy. Atribut yang dianggap sebagai kinerja terburuk dari bandara adalah penampilan fasilitas fisik, Q2, yaitu fasilitas fisik bandara harus menarik secara visual. Hal itu merupakan sinyal bahwa bandara harus meningkatkan kinerjanya dengan menggunakan informasi yang ditampilkan dalam analisis SERVQUAL.

Tabel 2 juga menunjukkan gap untuk setiap butir item yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (1). Rata-rata keseluruhan harapan adalah 5,697, sedangkan nilai persepsi adalah 4,291. Tampaknya skor untuk gap keseluruhan adalah -1,407, hal ini menunjukkan bahwa harapan memiliki nilai lebih besar dari persepsi. Parasuraman et al. (1985) menyatakan bahwa lebih positif hasil skor kesenjangan, semakin tinggi kualitas pelayanan yang dirasakan dan dengan demikian mengarah ke tingkat yang lebih tinggi kepuasan pelanggan. Menurut hasil, kualitas pelayanan AYIA dirasakan oleh pelanggan tidak memenuhi harapan pelanggan karena gap bernilai nilai negatif. Hal ini diperparah bahwa semua nilai gap untuk setiap butir pernyataan negatif kecuali Q18 dan Q19.

Tabel 2 Hasil Responden Harapan dan Persepsi dari Service Quality

Dimension Harapan Persepsi Gap 5

Tangible

Q1 6.488 3.770 –2.718Q2 6.023 3.559 –2.464Q3 6.039 4.480 –1.559Q4 6.110 4.023 –2.087

Reliability

Q5 6.730 4.330 –2.400Q6 6.583 4.345 –2.238Q7 6.600 4.570 –2.030Q8 6.500 4.619 –1.881Q9 6.570 4.667 –1.903

Responsiveness

Q10 5.001 4.603 –0.398Q11 5.587 4.131 –1.456Q12 6.010 4.555 –1.455Q13 5.374 4.212 –1.162

Assurance Q14 4.786 4.481 –0.305

Page 5: Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXXSemarang, 7 Oktober 2015

Dimension Harapan Persepsi Gap 5Q15 5.780 4.630 –1.150Q16 6.678 4.714 –1.964Q17 6.130 4.320 –1.810

Empathy

Q18 3.868 4.010 0.142Q19 3.828 3.949 0.121Q20 5.293 3.989 –1.304Q21 4.616 4.091 –0.525Q22 4.745 4.343 –0.402

Rata-rata 5.697 4.291 –1.407

Gap yang bernilai negatif menunjukkan bahwa AYIA memiliki kemampuan yang sedikir kurang untuk menyediakan layanan "terbaik" bagi pelanggan dan harus melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan pelanggan. Teknik IPA dapat digunakan untuk membangun strategi berdasarkan kepentingan dan kinerja dari sudut pandang pelanggan. Rata-rata untuk setiap butir item diplot dalam ruang keadaan dua dimensi. Sumbu horisontal mengacu pada persepsi atau seberapa baik bandara sedang melakukan aktivitasnya, yaitu memberikan pelayanan kepada pelanggan; sedangkan sumbu vertikal mengacu pada harapan atau pentingnya aktivitas. Martilla & James (1977) menyarankan untuk menggunakan nilai median dari nilai rata-rata saat data terkonsentrasi pada nilai-nilai tertentu, sedangkan untuk data evaluasi relatif, itu lebih efektif untuk menggunakan nilai rata-rata. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, IPA dilakukan dengan menerapkan nilai rata-rata. IPA dari persepsi kualitas pelayanan AYIA digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Importance-Performance Analysis

Grafik terbagi menjadi empat kuadran yang menunjukkan prioritas yang akan diberikan kepada masing-masing atribut. Empat kuadran tersebut adalah: concentrate here sebagai kuadran pertama, keep up the good work sebagai kuadran kedua, low priority sebagai kuadran ketiga, dan possible overkill sebagai kuadran keempat. Beberapa item yang tergabung pada kuadran pertama adalah Q1, Q2, dan Q4. Atribut ini dianggap penting tetapi mengindikasikan kepuasan rendah dengan kinerja bandara. Q3, Q5, Q6, Q7, Q8, Q9, Q12, Q15, Q16, dan Q17 adalah milik kuadran kedua, menunjukkan bahwa bandara menyediakan layanan yang ramah, menghargai pelanggan dengan sopan, dan merasa senang dengan kinerja bandara. Item pada kuadran ketiga adalah Q11, Q13, Q18, Q19, Q20, dan Q21. Bandara ini dinilai rendah dalam hal memberikan layanan kepada pelanggan, tetapi mereka tidak menganggap fitur ini menjadi penting. Yang terakhir atau kuadran keempat terdiri dari Q10, Q14, dan Q22, kuadran ini

Page 6: Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXXSemarang, 7 Oktober 2015

menunjukkan bahwa bandara dinilai akan melakukan pekerjaan yang baik, tapi pelanggan merasa sedikit tidak penting.

4. PEMBAHASANA. Model SERVQUAL

Konsep dalam mengukur gap (perbedaan) antara harapan dan persepsi pada metode SERVQUAL terbukti sangat praktis untuk menilai kualitas pelayanan yang dirasakan. Dengan sedikit modifikasi, Model SERVQUAL dapat digunakan oleh setiap organisasi jasa (Parasuraman et al. 1985). Hampir di semua penelitian, termasuk pada penelitian ini, model SERVQUAL yang telah digunakan adalah hanya untuk gap 5 yaitu mengukur perbedaan antara harapan pelanggan dan persepsi. Adapun alasan mengapa layanan gagal adalah semakin besar kesenjangan, semakin sulit untuk memuaskan pelanggan. Gap 5 adalah seperti black box, karena pelanggan tidak memberitahu penyedia layanan apa yang mereka harapkan atau bagaimana mereka merasakan pelayanan. Pelanggan sering tidak ditanyai atau penyedia layanan tidak tahu bagaimana cara untuk bertanya. Namun, penerapan model SEVQUAL bisa juga diperluas untuk analisis perbedaan lain. Ini bisa menjadi motivasi yang baik untuk penelitian selanjutnya.

Informasi yang ditampilkan pada skor gap dapat membantu manajer untuk mengidentifikasi di mana peningkatan performa terbaik dapat ditargetkan. Peningkatan kinerja di beberapa atribut akan ditujukan untuk gap yang bernilai negatif terbesar yaitu harapan tinggi tetapi persepsi rendah. Sebaliknya, jika nilai gap di beberapa atribut positif, harapan tidak hanya bertemu dengan persepsi, tapi dapat melebihi, hal ini memungkinkan manajer untuk meninjau apakah mereka mungkin "over-supply" terhadap fitur tertentu. Misalnya, kesenjangan individu terbesar adalah -2,718 yang diperoleh dari pernyataan item pertama atau Q1. Hal ini menunjukkan bahwa bandara harus memiliki peralatan up-to-date. Pelanggan merasa bahwa fasilitas fisik di AYIA tidak memenuhi harapan mereka, atau dengan kata lain, pengelolaan bandara tidak menyediakan peralatan terbaru dalam memberikan layanan kepada pelanggan. Selain itu, rata-rata kesenjangan terbesar pada dimensi adalah tangible, yaitu -2,207. Hal ini konsisten dengan informasi sebelumnya bahwa bandara memiliki kemampuan yang kurang dalam menyediakan fasilitas fisik, seperti misalnya fasilitas parkir mobil, ruang duduk menunggu, check-in counter, klaim bagasi, dan penampilan karyawan, yang memenuhi harapan pelanggan .

Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa setiap dimensi model SERVQUAL diperlakukan sama, berarti bobot yang sama diberikan masing-masing untuk setiap dimensi. Namun, pentingnya dimensi ini dapat membedakan berbagai jenis layanan dan pelanggan (Parasuraman et al. 1991). Misalnya, bagian keamanan dalam dimensi assurance mungkin menjadi penentu kunci atribut layanan untuk nasabah bank tapi mungkin tidak berarti banyak untuk pelanggan dari salon kecantikan. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan dalam penelitian berikutnya adalah bahwa bobot seharusnya dimasukkan ke dalam model SERVQUAL.

Model SERVQUAL telah dikritik pada kedua dasar teoritis dan operasional, lihat misalnya Cronin & Taylor (1992) dan Asubonteng dkk. (1996). Salah satu isu yang utama adalah memperhatikan penggunaan model diskonfirmasi atau skor gap. Meskipun penggunaan nilai gap adalah intuitif menarik dan memiliki konseptual yang masuk akal, kemampuan skor tersebut untuk memberikan informasi tambahan di luar yang sudah terkandung dalam komponen persepsi skala kualitas pelayanan diragukan. Sementara, persepsi telah didefinisikan dan terukur secara langsung sebagai keyakinan pelanggan tentang pengalaman pelayanan, harapan adalah subyek yang multitafsir dan dengan demikian penelitian telah dioperasionalkan secara berbeda oleh para peneliti yang berbeda (misalnya Teas, 1993; 1994; Dabholkar et al 2000). Cronin & Taylor (1992) mengemukakan konsep dasar skala SERVQUAL membingungkan pada kepuasan layanan. Mereka menyarankan untuk meninggalkan persepsi saja, membuang bagian harapan. Mereka memperkenalkan model SERVPERF dan memberikan bukti empiris di empat industri: bank, pengendalian hama, dry cleaning, dan makanan cepat saji untuk menguatkan keunggulan mereka "performance-only" sebagai skala SERVQUAL berbasis disconfirmation.

Meskipun kelemahan dibahas, adapun keuntungan SERVQUAL adalah bahwa instrumen yang dicoba dan diuji dapat digunakan untuk membandingkan tujuan benchmarking (Brysland & Curry, 2001). Disamping itu, terlepas dari kelemahan yang dimiliki, SERVQUAL juga memiliki keuntungan lain sementara SERVPERF tidak, ketika dikombinasikan dengan teknik IPA, seperti yang diterapkan dalam makalah ini, untuk membuat strategi dalam mencapai kepuasan pelanggan, seperti yang akan dibahas pada bagian berikut.

B. Teknik IPAPenelitian ini telah mengidentifikasi kepentingan dan kinerja atribut bandara. Sebagai hasil dari

analisis gap dengan menggunakan model SERVQUAL, ada perbedaan yang signifikan antara

Page 7: Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXXSemarang, 7 Oktober 2015

kepentingan dan kinerja dalam atribut pemilihan bandara. Teknik IPA (lihat Gambar 2) menunjukkan bahwa pada terdapat empat kuadran, beberapa item bergabung menjadi kuadran yang sama, sementara ada beberapa yang tergabung dikuadran lain.

Beberpa item yang bergabung pada kuadran pertama, yaitu, concentrate here, adalah hal-hal dengan kinerja rendah tetapi penting dirasakan oleh pelanggan. Oleh karena itu, atribut ini harus menerima investasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Hal ini dilakukan untuk membawa efek maksimum dengan investasi minimal. Item yang tergabung dalam kuadran ini adalah Q1, Q2, dan Q4, semua milik dimensi tangibles. Maka pengelolaan bandara dianjurkan untuk meningkatkan penampilan fisik dengan peralatan terbaru dan menghapus gangguan yang dapat mengganggu perhatian pelanggan terhadap fasilitas fisik. Beberapa item yang tergabung dalam kuadran kedua, yaitu keep up the good work, berarti atribut dianggap penting dan pelanggan yang suka dengan kinerja manajemen bandara. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan AYIA memiliki berpakaian rapi dan tampil rapi serta bersedia untuk membantu pelanggan; pelanggan merasa aman dalam bertransaksi di bandara. Semua item yang berada pada kuadran initersebut milik dimensi reliability, yaitu bahwa bandara dapat memberikan layanan dengan cepat dan akurat. Singkatnya, bandara harus mempertahankan aspek-aspek ini untuk menjaga dan memelihara kepuasan pelanggan.

Kuadran ketiga, low priority, mengidentifikasi bahwa item yang tergabung disini telah berkerja dengan memadai tetapi pelanggan menganggap mereka sebagai kurang penting jika dibandingkan dengan atribut bandara lainnya. Kuadran ini terdiri dari item yang ada pada dimensi responsiveness dan empathy. Meskipun hasilnya menunjukkan bahwa kedua dimensi tidak dirasakan penting, hal ini tidak berarti bahwa pengelola bandara harus mengurangi upaya mereka untuk meningkatkan layanan. Pengelola bandara bisa memberikan reward kepada karyawan yang mampu mempertahankan keterampilan responsiveness dan empathy mereka kepada pelanggan. Jika pelanggan puas dengan kualitas atribut, kepuasan tersebut akan memimpin mereka untuk menyebarkan berita dan informasi yang baik sebagai sarana publikasi bandara. Atribut pada kuadran possible overkill dianggap kurang penting oleh pelanggan dan merasa terlalu berlebihan, sehingga perlu dikurangi karena investasi yang berlebihan. Jika atribut ini diterapkan ke area yang lain, maka diduga dapat membawa hasil yang lebih baik.

5. KESIMPULANPenelitian telah menunjukkan bahwa sangat memunginkan untuk mengukur kualitas pelayanan,

bahkan dalam bentuk perusahaan padat modal seperti bandara. Model SERVQUAL yang terdiri dari aspek harapan dan persepsi yang digunakan ini, telah ditemukan bahwa dapat menyediakan cara sederhana dan murah relatif melakukan penilaian kualitas layanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian kualitas pelayanan memiliki banyak manfaat potensial bagi manajer bandara. Mengidentifikasi harapan pelanggan dan persepsi kualitas layanan untuk perusahaan tertentu memungkinkan manajemen untuk lebih menyesuaikan upaya pemasaran dan untuk memastikan pelanggan agar harapan terpenuhi. Ini termasuk mengidentifikasi, memprioritaskan dan meningkatkan bidang kelemahan pelayanan dan memastikan bahwa sumber daya berharga dialokasikan di daerah yang paling efektif. Selain itu, pesan promosi dapat disempurnakan sehingga pelanggan memiliki harapan yang realistis dari layanan yang ditawarkan.

Berdasarkan skor kesenjangan, ditemukan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan secara keseluruhan cukup rendah. Pelanggan memiliki harapan yang lebih tinggi daripada apa yang sebenarnya mereka dipersepsikan dari bandara dan keinginan pelanggan lebih dari apa yang ditawarkan kepada mereka. Menggabungkan skor kesenjangan dan hasil dari teknik IPA, peneliti menyarankan pengelola bandara untuk segera meningkatkan kualitas layanan. Semua aspek kualitas layanan, termasuk efisiensi pelayanan, kesopanan dan keramahan, serta jaminan harus dipertahankan dan ulasan yang konsisten untuk melihat apakah ada perbaikan yang diperlukan. Fasilitas fisik harus ditingkatkan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Misalnya, diadakan program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan karyawan, saling menolong, saling pengertian, kemampuan berbahasa, penampilan dan keterampilan pelayanan. Selanjutnya, pengelola bandara harus memastikan bahwa semua karyawan diminta untuk terlibat dalam menetapkan standar kualitas, dan harus menyadari bahwa mempertahankan kualitas pelayanan merupakan bagian dari pekerjaan mereka

PUSTAKAA. Brysland and A. Curry. (2001). Service improvements in public services using SERVQUAL, Managing

Service Quality, vol. 11, pp. 389–401.

Page 8: Dyah R. Rasyida FullPaper 2ndACISE 2015

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering ISBN: XXXX-XXXXSemarang, 7 Oktober 2015

A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. (1985). A conceptual model of service quality and its implications for future research, Journal of Marketing, vol. 49, pp. 41–50.

A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. (1988). SERVQUAL: a multiple item scale for measuring consumer perceptions of service quality, Journal of Retailing, vol. 64, pp. 12–40.

A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. (1991). Refinement and reassessment of the SERVQUAL scale, Journal of Retailing,vol. 67, pp. 420–450.

C.H. Yehand Y. L. Kuo. (2003). Evaluating passenger services of Asia-Pacific international airports, Transportation Research Part E, vol. 39, pp. 35–48.

D. Fodness and B. Murray. (2007). Passengers’ expectations of airport service quality, Journal of Services Marketing, vol. 21, pp. 492–506.

D. Rhoades, B. Waguespack, and S. Young. (2000). Developing a quality index for US airports, Managing Service Quality, vol. 10, pp. 257–262.

G. R. Gilbert and C. Veloutsou. (2006). A cross-industry comparison of customer satisfaction, Journal of Services Marketing,vol. 20, pp. 298–308.

H. L. Chen. (2002). Benchmarking and quality improvement: a quality benchmarking deployment approach , International Journal of Quality & Reliability Management, vol. 19, pp. 757–773.

I. H. Chow, V. P. Lau, T. W. Lo, Z. Sha, and H. Yun. (2007). Service quality in restaurant operations in China: decision- and experiential-oriented perspectives, Hospitality Management, vol. 26, pp. 698–710.

J. A. Martilla and J. C. James. (1977). Importance–performance analysis, Journal of Marketing, vol. 41, pp. 77–79.

J. C. Nunnally. (1951). Psychometric Theory, 3rd ed., New York: Mc.Graw-Hill.J. Cronin and S. A. Taylor. (1992). Measuring service quality: a reexamination and extension, Journal of

Marketing, vol. 56, pp. 55–67.K. R. Teas. (1993). Expectations, performance evaluation, and consumer’s perceptions of quality, Journal of

Marketing, vol. 57, pp. 18–34.K. R. Teas. (1994). Expectations as a comparison standard in measuring service quality: an assessment of

reassessment, Journal of Marketing, vol. 58, pp. 132–139.L. J. Cronbach. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests, Psychometrika, vol. 16, pp. 297–

334.M. S. Sohail and A. S. Al-Gahtani. (2005). Measuring service quality at King Fahd International Airport,

International Journal of Service and Standards, vol. 1, pp. 482–493.P. A. Dabholkar, D. C. Shepherd, and D. I. Thorpe. (2000). A comprehensive framework for service quality: an

investigation of critical, conceptual and measurement issues through a longitudinal study, Journal of Retailing, vol. 76, pp. 139–173.

P. Asubonteng, K. J. McCleary, and J. E. Swan. (1996). SERVQUAL revisited: a critical review of service quality, Journal of Services Marketing, vol. 10, pp. 62–81.

R. Ladhari, I. Brun, and M. Morales. (2008). Determinants of dining satisfaction and post-dining behavioral intentions, International Journal of Hospitality Management, vol. 27, pp. 563–573.

S. C. Mehta, A. K. Lalwani, and S. L. Han. (2000). Service quality in retailing: relative efficiency of alternative measurement scales for different product-service environments, International Journal of Retail & Distribution Management, vol. 28, pp. 62–72,.

X. Luo and C. Homburg. (2007). Neglected outcomes of customer satisfaction, Journal of Marketing, vol. 71, pp. 133–149.