8
Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi 62 PENGARUH FORTIFIKASI VITAMIN A PADA MINYAK GORENG CURAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN PADA MAKANAN GORENGAN Nadimin 1 , Abdullah Tamrin 1 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar Abstract Background: Vitamin A deficiency (VAD) is a serious health problem in developing countries, including in Indonesia. One reason is the lack of vitamin A intake. Vitamin A fortification in some foods can increase vitamin A intake in community. However, the addition of certain ingredients into foods able to change the physical and chemical condition, so as to affect the level of preference fried food products. Objectives: The objective of this research was to determine the level of consumer preference for fried foods using bulk oil fortified with vitamin A. This research uses Static group comparison design. Acceptability based on the results of organoleptic test, using trained panelists. Results: Results of this research showed that there was no difference in the level of consumer preferences for color, texture, aroma and taste between fried food using cooking oil with vitamin A fortification and using cooking oil with vitamin A non fortification. Unless, there are some consumers who prefer fried tempeh using cooking oil non fortification compared to cooking oil with vitamin A fortification. Fried banana and fried fish is preferred to use oil fortification compared using oil non fortification. Suggestions: It is recommended that cooking oil sold in the markets need to be fortified with vitamin A. To support this, a policy needs to be supported by government legislation Keywords: acceptability, cooking oil, vitamin A fortification PENDAHULUAN Kekurangan Vitamin A (KVA) sampai saat ini masih menjadi masalah yang serius di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Di Indonesia, sekitar 50.0% anak menderita defesiensi vitamin A subklinis (Kemenkes RI). Hasil Studi masalah gizi mikro di Indonesia tahun 2006 menemukan masalah KVA subklinis (serum vitamin A <20 ug/dl) sebanyak 17.1% (Herman S, 2007; Nadimin, 2008). Kekurangan Vitamin A (KVA) terjadi akibat kurangnya konsumsi makanan sumber vitamin A (penyebab primer) atau adanya gangguan pencernaan dan penyerapan vitamin A akibat tubuh menderita suatu penyakit infeksi (Alfred S, 2006; Sunita A, 2005). Program suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun guna penanggulangan KVA yang telah dijalankan untuk mencegah kebutaan, ternyata belum cukup. Masih ditemukannya kasus xeroftalmia dan masih tinggi angka KVA subklinis seperti diuraikan di atas mengingatkan kita semua bahwa perlu adanya upaya lain untuk menanggulangi masalah KVA, misalnya melalui upaya fortifikasi pangan (Alfred S, 2006). Fortifikasi memiliki efektifitas untuk jangka menegah dan panjang, dapat menjangkau semua segmen dari populasi sasaran, sustainability lebih tinggi, tidak memerlukan kerjasama yang intensif dan kerelaan pribadi masing-masing individu dan biaya relative murah (Siagian, 2003). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin A adalah larut lemak yang dapat didistribusikan dalam minyak (Lakyc, et al, 2002 dalam Hadi Riyadi dkk, 2008). Fortifikasi vitamin A pada minyak kelapa mempunyai stabilitas yang baik (Allen L, 2006). Fortifikasi minyak kelapa sawit mempunyai bio avaibilitas yang tinggi karena suasana lemak (you, 2002 dalam Hadi Riyadi

Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

  • Upload
    phamnhu

  • View
    217

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi

62

PENGARUH FORTIFIKASI VITAMIN A PADA MINYAK GORENG CURAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN

PADA MAKANAN GORENGAN

Nadimin1, Abdullah Tamrin

1

1Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar

Abstract

Background: Vitamin A deficiency (VAD) is a serious health problem in developing countries, including in Indonesia. One reason is the lack of vitamin A intake. Vitamin A fortification in some foods can increase vitamin A intake in community. However, the addition of certain ingredients into foods able to change the physical and chemical condition, so as to affect the level of preference fried food products. Objectives: The objective of this research was to determine the level of consumer preference for fried foods using bulk oil fortified with vitamin A. This research uses Static group comparison design. Acceptability based on the results of organoleptic test, using trained panelists. Results: Results of this research showed that there was no difference in the level of consumer preferences for color, texture, aroma and taste between fried food using cooking oil with vitamin A fortification and using cooking oil with vitamin A non fortification. Unless, there are some consumers who prefer fried tempeh using cooking oil non fortification compared to cooking oil with vitamin A fortification. Fried banana and fried fish is preferred to use oil fortification compared using oil non fortification. Suggestions: It is recommended that cooking oil sold in the markets need to be fortified with vitamin A. To support this, a policy needs to be supported by government legislation Keywords: acceptability, cooking oil, vitamin A fortification

PENDAHULUAN

Kekurangan Vitamin A (KVA) sampai saat ini masih menjadi masalah yang serius di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Di Indonesia, sekitar 50.0% anak menderita defesiensi vitamin A subklinis (Kemenkes RI). Hasil Studi masalah gizi mikro di Indonesia tahun 2006 menemukan masalah KVA subklinis (serum vitamin A <20 ug/dl) sebanyak 17.1% (Herman S, 2007; Nadimin, 2008).

Kekurangan Vitamin A (KVA) terjadi akibat kurangnya konsumsi makanan sumber vitamin A (penyebab primer) atau adanya gangguan pencernaan dan penyerapan vitamin A akibat tubuh menderita suatu penyakit infeksi (Alfred S, 2006; Sunita A, 2005). Program suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun guna penanggulangan KVA yang telah dijalankan untuk mencegah kebutaan, ternyata belum cukup. Masih ditemukannya kasus xeroftalmia

dan masih tinggi angka KVA subklinis seperti diuraikan di atas mengingatkan kita semua bahwa perlu adanya upaya lain untuk menanggulangi masalah KVA, misalnya melalui upaya fortifikasi pangan (Alfred S, 2006).

Fortifikasi memiliki efektifitas untuk jangka menegah dan panjang, dapat menjangkau semua segmen dari populasi sasaran, sustainability lebih tinggi, tidak memerlukan kerjasama yang intensif dan kerelaan pribadi masing-masing individu dan biaya relative murah (Siagian, 2003).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin A adalah larut lemak yang dapat didistribusikan dalam minyak (Lakyc, et al, 2002 dalam Hadi Riyadi dkk, 2008). Fortifikasi vitamin A pada minyak kelapa mempunyai stabilitas yang baik (Allen L, 2006). Fortifikasi minyak kelapa sawit mempunyai bio avaibilitas yang tinggi karena suasana lemak (you, 2002 dalam Hadi Riyadi

Page 2: Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi

63

dkk, 2008). Minyak kelapa sawit fortifikasi vitamin A tidak hanya mengandung vitamin A, juga menyediakan lemak, yang sering dalam stok sedikit dan mempengaruhi keberhasilan penyerapan vitamin A (Permaesih, 2008). Vitamin memiliki karakteristik yang mudah rusak oleh proses pengolahan dan penyimpan yang kurang tepat.Vitamin A termasuk jenis vitamin A mudah mengalami oksidasi dan tidak tahan terhadap pemanasan pada suhu yang tinggi (Sunita A, 2005).

Penambahan zat gizi tertentu (seperti vitamin A) ke dalam suatu bahan pangan tertentu guna meningkatkan atau memperkaya zat gizi bahan tersebut (Allen L, 2006; Ottaway, 2008). Penambahan bahan tertentu ke dalam suatu produk pangan dapat menyebabkan perubahan fisik dan kimia suatu produk. Jika suatu produk mengalami perubahan atau berbeda dengan sifat aslinya akan mempengaruhi daya terima masyarakat terhadap produk tersebut, sehingga kurang diminati. Produk pangan yang telah difortifikasi dalam hal ini adalah minyak goreng curah harus dapat diterima dan dimanfaatkan oleh konsumen sesuai dengan tujuan penggunaannya (Drajat M, 2009) dan memiliki stabilitas yang tinggi atau tidak mudah rusak selama penyimpanan maupun pemasakan.

Sesuai dengan program pemerintah, mulai tahun 2014 semua minyak goreng curah harus sudah difortifikasi dengan vitamin A. Sebelum program tersebut dilaksanakanan maka perlu diketahui sejauhmana daya terima masyarakat terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa minyak goreng yang difortifikasi vitamin A.

METODE PENELITIAN Janis dan rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitia eksperimental dengan melakukan fortifikasi vitamin A pada minyak goreng, kemudian menguji pengaruhnya terhadap daya terima konsumen. Rancangan penelitian menggunakan Static group comparison design, yaitu perbandingan daya terima meliputi aspek warna dan aroma minyak goreng yang difortifikasi vitamin A dengan minyak goreng non-fortifikasi.

Fortifikasi vitamin dilakukan dengan menambahkan premix vitamin A palmitat sebanyak 2% yang terbuat dari retinil palmitat dengan kosentrasi 0,25%. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sd Oktober 2012. Proses fortifkasi dan uji

daya terima minyak goreng dilakukan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan (ITP) dan Pengolahan bahan pangan dilakukan di Laboratorium Kuliner Jurusan Gizi Poltekkes Makassar. Subjek/sampel Penelitian 1. Minyak goreng yang digunakan adalah

minyak goreng curah yang dijual di pasar Daya Kota Makassar.

2. Panelis uji daya terima menggunakan mahasiswa Jurusan Gizi Politekkes Kemenkes Makassar sebagai panelis ahli/terlatih dan ibu rumah tangga..

Prosedur Penelitian 1. Membuat premix vitamin A, dengan

mencampurkan retinil palmitat. 2. Mencampurkan premix vitamin A ke dalam

minyak goreng dengan kosentrasi sesuai standar.

3. Melakukan penyimpanan minyak goreng hasil fortifikasi dengan beberapa perlakuan penyimpanan.

4. Melakukan pemasakan (penggorengan dan penumisan) menggunakan minyak goreng hasil fortifikasi vitamin A.

5. Melakukan uji daya terima masyarakat terhadap produk makanan yang dimasak menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A. Uji daya terima dilakukan melalui uji organoleptik dengan menggunakan skala hedonic. Panelis uji daya terima menggunakan mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Makassar.

Instrumen Penelitian Alat yang digunakan meliputi: panci

aluminium atau tong kapasitas 10 liter, jirigen isi 1 liter, pengaduk, kompor, wajan, form uji organoleptik dan computer (notebook). Cara Pengumpulan Data

Daya terima masyarakat dinilai melalui uji organoleptik pada produk masakan yang digoreng atau ditumis menggunakan minyak fortifikasi vitamin A dibandingkan dengan minyak goreng non-fortifikasi Vitamin A. Uji organolpetik menggunakan skala hedonic oleh panelis terlatih (mahasiswa Jurusan Gizi) dan ibu rumah tangga. Pengolahan dan analisis data 1. Proses pengolahan dan analisis data

menggunakan program computer SPSS for Windows.

2. Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji statistic, yaitu Uji T dua sampel bebas untuk menguji perbedaan daya terima.

3. Data yang telah diolah dan dianalisis selanjutnya disajikan dalam bentuk, tabel, grafik dan narasi.

Page 3: Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi

64

HASIL Daya terima terhadap warna makanan gorengan

Tabel 1.

Tingkat kesukaan konsumen terhadap warna makanan gorengan

Makanan

Proporsi kesukaan (%)

Tidak suka Kurang suka Suka Sangat suka

1 2 1 2 1 2 1 2

Ubi goreng 2,3 2,3 25 40,9 63,6 40,9 9,1 15,9

Singkong goreng 2,3 4,5 22,7 11,4 61,4 63,6 13,6 20,5

Pisang goreng 0 0 15,9 15,9 63,6 59,1 20,5 25

Tahu goreng 6,8 4,5 29,5 13,6 54,5 68,2 9,1 13,6

Tempe goreng 2,3 2,3 52,3 18,2 27,3 68,2 18,2 11,4

Ayam goreng 0 11,4 13,6 68,2 65,9 20,5 20,5 0

Ikan goreng 0 2,3 13,6 22,7 75 61,4 11,4 13,6

Keseluruhan 0 0 61,4 47,7 38,6 52,3 0 0

Keterangan: 1 = minyak goreng fortifikasi vitamin 2 = minyak goreng non-fortifikasi vitamin A

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa secara umum warna makanan yang digoreng menggunakan minyak non-fortifikasi lebih disukai dari minyak goreng fortifikasi vitamin A. Proporsi konsumen yang menyatakan suka terhadap produk makanan gorengan lebih tinggi dibandingkan yang menyatakan kurang/tidak suka, baik pada makanan yang digoreng mengggunakan minyak fortifikasi vitamin A maupun minyak non-fortifikasi.

Hasil uji statistic T-test (table 2) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan warna makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A dibandingkan yang menggunakan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A, yaitu ubi goreng (p=0,545), singkong goreng (0,358), pisang goreng (0,734), tahu goreng (0,103), tempe goreng (0,080), ayam goreng (0,853), dan ikan goreng (0,371).

Tabel 2.

Perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap warna makanan gorengan

Makanan Kelompok n Mean ± SD nilai p

Ubi goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,80 ± 0,632 2,70 ± 0,765

0,545

Singkong goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,86 ± 0,668 3,00 ± 0,715

0,358

Pisang goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

3,05 ± 0,608 3,09 ± 0,640

0,734

Tahu goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,66 ± 0,745 2,91 ± 0,676

0,103

Tempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,61 ± 0,813 2,89 ± 0,618

0,080

Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

3,07 ± 0,587 3,09 ± 0,563

0,853

Ikan goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,98 ± 0,505 2,86 ± 0,668

0,371

Daya terima terhadap aroma makanan gorengan

Dilihat dari aspek aroma, terlihat pada tabel 3 bahwa proporsi konsumen yang

menyukai aroma produk makanan lebih banyak dibandingkan yang tidak menyukai produk yang digoreng menggunakan minyak curah yang difortifikasi vitamin A maupun

Page 4: Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi

65

minyak orang curah yang tidak difortifikasi. Proporsi konsumen yang menyukai aroma produk yang digoreng menggunakan minyak curah non-fortifikasi lebih disukai daripada

yang digoreng menggunakan minyak curah yang difortifikasi vitamin A.

Tabel 3 Tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma makanan gorengan

Makanan

Proporsi kesukaan (%)

Tidak suka Kurang suka Suka Sangat suka

1 2 1 2 1 2 1 2

Ubi goreng 4,5 2,3 22,7 18,2 59,1 63,6 13,6 15,9

Singkong goreng 0 0 18,2 11,4 72,7 72,7 9,1 15,9

Pisang goreng 0 0 20,5 13,6 56,8 68,2 22,7 18,2

Tahu goreng 6,8 4,5 50 40,9 38,6 47,7 4,5 6,8

Tempe goreng 4,5 2,3 34,1 22,7 59,1 59,1 2,3 15,9

Ayam goreng 0 0 22,7 15,9 61,4 63,6 15,9 20,5

Ikan goreng 0 0 22,7 18,2 65,9 65,9 11,4 15,9

Keseluruhan 0 0 56,8 50,0 43,2 50 0 0

Keterangan: 1 = minyak goreng fortifikasi vitamin 2 = minyak goreng non-fortifikasi vitamin A

Tabel 4 Perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma makanan gorengan

Makanan Kelompok n Mean ± SD Nilai p

Ubi goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,82 ± 0,724 2,93 ± 0,661

0,444

Singkong goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,91 ± 0,520 3,05 ± 0,526

0,225

Pisang goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

3,02 ± 0,664 3,05 ± 0,569

0,864

Tahu goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,41 ± 0,693 2,57 ± 0,695

0,285

Tempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689

0,038

Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,93 ± 0,625 3,05 ± 0,608

0,390

Ikan goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,89 ± 0,579 2,98 ± 0,590

0,468

Hasil uji statistic T-test (table 4) terlihat

bahwa setiap hasil analisis mempunyai nilai p < 0.05, kecuali hasil uji T terhadap produk makanan tempe goreng yang memiliki nilai p < 0,05. Artinya, tidak ada perbedaan aroma makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A dibandingkan yang menggunakan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A, yaitu ubi goreng (p=0,444),

singkong goreng (0,225), pisang goreng (0,864), tahu goreng (0,258), ayam goreng (0,390), dan ikan goreng (0,468). Makanan yang mempunyai perbedaaan aroma antara yang digoreng dengan minyak goreng fortifikasi vitamin A dengan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A adalah tempe goreng (p=0,038).

Page 5: Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi

66

Daya terima terhadap tektur makanan gorengan

Tabel 5. Tingkat kesukaan konsumen terhadap tekstur produk makanan gorengan

Makanan

Proporsi kesukaan (%)

Tidak suka Kurang suka Suka Sangat suka

1 2 1 2 1 2 1 2

Ubi goreng 4,5 4,5 11,4 25 70,5 59,1 13,6 11,4

Singkong goreng 4,5 2,3 45 31,8 65,9 59,1 4,5 6,8

Pisang goreng 0 2,3 11,4 22,7 70,5 72,7 18,2 2,3

Tahu goreng 0 0 31,8 25 61,4 68,2 6,8 6,8

Tempe goreng 2,3 4,5 40,9 31,8 47,7 52,3 9,1 11,4

Ayam goreng 2,3 2,3 27,3 13,6 63,6 72,7 6,8 11,4

Ikan goreng 0 4,5 18,2 36,4 65,9 59,1 15,9 0

Keseluruhan 2,3 2,3 50,0 59,1 47,7 38,6 0 0

Keterangan: 1 = minyak goreng fortifikasi vitamin 2 = minyak goreng non-fortifikasi vitamin A

Perbandingan hasil penilaian tekstur makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dengan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A disajikan pada tabel 5. Produk makanan yang digoreng menggunakan minyak curah hasil fortifikasi pada umumnya lebih disukai dibandingkan yang digoreng mengggunakan minyak curah non-fortifikasi vitamin A. Proporsi

konsumen yang memberikan penilaian suka terhadap aspek tekstur bahan lebih tinggi dibandingkan yang menyatakan kurang/tidak suka, baik yang digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi vitamin A maupun yang mengggunakan minyak goreng non-fortifikasi.

Tabel 6

Perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap tekstur makanan gorengan

Makanan Kelompok n Mean ± SD Nilai p

Ubi goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,93 ± 0,661 2,77 ± 0,711

0,280

Singkong goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,70 ± 0,632 2,70 ± 0,632

1,000

Pisang goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

3,07 ± 0,545 2,75 ± 0,534

0,007

Tahu goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,75 ± 0,576 2,82 ± 0,540

0,568

Tempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,64 ± 0,685 2,70 ± 0,734

0,653

Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,75 ± 0,615 2,93 ± 0,587

0,159

Ikan goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,98 ± 0,590 2,55 ± 0,589

0,001

Hasil uji statistic T-test (tabel 6)

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesukaan konsumen terhadap tekstur makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A dibandingkan yang

menggunakan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A, yaitu ubi goreng (p=0,280), singkong goreng (0,100), tahu goreng (0,568), tempe goreng (0,653) dan ayam goreng (0,159). Produk makanan yang dinilai berbeda

Page 6: Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi

67

tingkat kesukaan oleh konsumen adalahpisang goreng (0,007) dan ikan goreng (0,001). Daya terima terhadap rasa makanan gorengan

Dilihat dari aspek rasa makanan gorengan, tabel 7 menunjukkan bahwa secara

umum bahwa tidak ada perbedaan penerimaan konsumen terhadap aspek rasa makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah fortifikasi vitamin A dengan yang digoreng menggunakan minyak goreng non-fortifikasi.

Tabel 7. Tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa makanan gorengan

Makanan

Proporsi kesukaan (%)

Tidak suka Kurang suka Suka Sangat suka

1 2 1 2 1 2 1 2

Ubi goreng 2,3 0 22,7 11,4 54,5 70,5 20,5 18,2

Singkong goreng 0 4,5 11,4 9,1 61,4 68,2 27,3 18,2

Pisang goreng 15,9 0 40,9 20,5 34,1 54,5 9,1 25

Tahu goreng 15,9 18,2 40,9 31,8 34,1 45,5 9,1 4,5

Tempe goreng 6,8 9,1 31,8 36,4 47,7 38,6 13,6 15,9

Ayam goreng 0 0 15,9 9,1 61,4 56,8 22,7 34,1

Ikan goreng 2,3 0 18,2 22,7 56,8 61,4 22,7 15,9

Keseluruhan 0 0 56,8 56,8 40,9 43,2 2,3 0

Keterangan: 1 = minyak goreng fortifikasi vitamin 2 = minyak goreng non-fortifikasi vitamin A

Dilihat dari perbandingan tingkat

kesukaannya, nampak bahwa proporsi konsumen yang menyatakan suka lebih tinggi dari yang menyatakan kurang/tidak suka, baik pada produk makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah hasil fortifikasi vitamin A maupun yang menggunakan minyak non-fortifkasi.

Hasil uji statistic T-test (table 8) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rasa

makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A dibandingkan yang menggunakan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A, yaitu ubi goreng (p=0,863), singkong goreng (0,651), pisang goreng (0,411), tahu goreng (0,100), tempe goreng (0,703), ayam goreng (0,172), dan ikan goreng (0,635).

Tabel 8 Perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa makanan gorengan

Makanan Kelompok n Mean ± SD nilai p

Minyak goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

3,09 ± 0676 3,07 ± 0,545

0,863

Singkong goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,93 ± 0,728 3,00 ± 0,682

0,651

Pisang goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

3,16 ± 0,608 3,05 ± 0,680

0,411

Tahu goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,36 ± 0,865 2,36 ± 0,838

1,000

Tempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

2,68 ± 0,800 2,61 ± 0,868

0,703

Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

3,07 ± 0,625 3,25 ± 0,615

0,172

Ikan goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A

44 44

3,00 ± 0,715 2,93 ± 0,625

0,635

Page 7: Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi

68

PEMBAHASAN Tingkat Kesukaan Terhadap Warna Makanan Gorengan

Lebih dari separuh (>50%) konsumen menyatakan suka/sangat suka terhadap produk makanan baik yang digoreng menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A maupun minyak goreng non-fortifikasi vitamin A. Namun, untuk tempe goreng yang menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A dan ayam goreng yang menggunakan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A kebanyakan konsumen kurang suka dengan warna produk-produk makanan tersebut. Hasil uji statistic menunjukkan bahwa tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang digoreng menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A dan minyak goreng non-fortifikasi tidak berbeda (p>0,05). Tingkat kesukaan konsumen terhadap warna produk makanan yang digoreng menggunakan kedua jenis minyak tersebut relatif sama seperti yang ditemukan oleh Muliono HT, dkk, (2009). Vitamin A memiliki warna keemasan yang relatif sama dengan warna minyak goreng. Penambahan vitamin A (retinol palmitat) tidak mempengaruhi perubahan warna makanan gorengan.

Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma Makanan Gorengan

Umumnya konsumen menyukai aroma makanan-makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi maupun non-fortifikasi vitamin A, kecuali untuk tahu goreng. Sekitar 62-82% konsumen menyatakan suka pada ubi goreng, singkong goreng, tempe goreng, ayam goreng dan ikan goreng yang menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi maupun non-fortifikasi vitamin A. Penerimaan konsumen terhadap aroma makanan ubi goreng, singkong goreng, pisang goreng, tahu goreng, ayam goreng dan ikan goreng tidak berbeda secara signifikan antara yang menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dengan non-fortifikasi vitamin A (p>0,05). Namun, untuk pisang goreng terdapat perbedaan yang bermakna antara yang menggunakan minyak goreng curah fortifikasi dengan yang non-fortifkasi vitamin A.

Penurunan mutu minyak goreng seperti timbulnya bau tengik yang diakibatkan oleh terjadinya reaksi oksidasi lemak dan dapat pula menimbulkan rasa getir (Ketaren 1986) akan mempengaruhi penilaian konsumen terhadap minyak goreng.

Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur Makanan Gorengan

Antara 57-89% konsumen menyukai tekstur makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi maupun non-fortifikasi vitamin A. Tidak ada perbedaan kesukaan konsumen terhadap tekstur makanan ubi goreng, singkong goreng, tahu goreng, tempe goreng, dan ayam goreng yang menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi dengan non fortifikasi vitamin A. Artinya, fortifikasi vitamin A pada minyak goreng tidak menurunkan tekstur makanan yang digoreng menggunakan minyak tersebut. Bahkan untuk pisang goreng dan ikan goreng yang menggunakan minyak goreng fortifikasi mempunyai tekstur yang lebih disukai oleh konsumen dibandingkan yang menggunakan minyak goreng non-fortifikasi.

Tingkat Kesukaan Terhadap Rasa Makanan Gorengan

Tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa makanan yang menggunakan minyak goreng yang difortifikasi vitamin A tidak berbeda dengan yang mengggunakan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A. Tahu goreng yang menggunakan minyak goreng curah non-fortifikasi vitamin A lebih disukai dibandingkan yang menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A, namun perbedaan tingkat kesukaan tersebut tidak bermakna. Dilihat dari tingkat kesukaan terhadap rasa makanan, rasa minyak goreng yang difortifikasi vitamin A dapat diterima oleh konsumen. KESIMPULAN 1. Tidak ada perbedaan tingkat kesukaan

konsumen terhadap warna makanan yang menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dengan minyak goreng curah non-fortifikasi vitamin A.

2. Konsumen lebih menyukai tempe goreng yang menggunakan minyak goreng non-fortifikasi dibandingkan yang menggunakan minyak goreng fortifikasi vitamin A. Namun, tingkat kesukaan konsumen untuk makanan ubi goreng, singkong goreng, pisang goreng, tahu goreng, ayam goreng dan ikan goreng tidak berbeda antara yang menggunakan minyak goreng curah fotifikasi vitamin Adengan minyak goreng curah non-fortifikasi vitamin A.

3. Tidak ada perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap tekstur makanan (ubi goreng, singkong goreng, tahu goreng, tempe goreng dan ayam goreng) antara

Page 8: Download PDF · PDF fileTempe goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44 2,59 ± 0,622 2,89 ± 0,689 0,038 Ayam goreng Fortifikasi Vit A Non-fortifikasi vit A 44 44

Media Gizi Pangan, Vol. XV, Edisi 1, 2013 Daya Terima, Minyak Goreng Curah, Fortifikasi

69

yang menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dibandingkan yang menggunakan minyak goreng non-fortifikasi vitamin A. Namun, untuk pisang goreng dan ikan goreng, konsumen lebih menyukai yang menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dibandingkan yang menggunakan minyak goreng curah non-fortifikasi vitamin A.

4. Tidak ada perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa makanan yang menggunakan minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A dengan minyak goreng curah non-fortifikasi vitamin A.

SARAN

Disarankan agar setiap minyak goreng curah yang dijual di pasar-pasar perlu difortifikasi dengan vitamin A. Untuk mendukung hal tersebut maka perlu didukung oleh suatu kebijakan berupa peraturan perundangan yang mengatur mekanisme kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA Alfred Sommer. 2006. Kekurangan Vitamin A

dan akibatnya. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Allen L, Benoist B, Dary O, Hurrel R. 2006. Guedelines on Food Fortification With Micronutrients. World Health Organization (WHO).

Hadi Riyadi, dkk. 2008. Establising, Capasity to Fortify Palm Oil, Evaluation of Consumer Acceptance and Effectiveness Trial of A Fortified Oil in Makassar City. Jakarta, Indonesian Coalition Fortification.

Ottaway PB. 2008. Food Fortification and Suplementation; Tecnological, Safety and Regulatory Aspects. Cambridge-England, Woodhead Publishing Limited.

Permaesih D, Hardinsyah, Setiawan B, Tanumihardjo. 2008. Efikasi Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng Terhadap Status Vitamin A Air Susu Ibu. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Siagian A. 2003. Pendekatan Fortifikasi Pangan Untuk Mengatasi Masalah

Kekurangan Zat Gizi Mikro. Medan, FKM USU. http:repository.usu.ac.id (diakses 16-11-2011).

Sunita Almatsier. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Herman S. 2007. Studi Masalah Gizi Mikro di Indonesia; Perhatian Khusus pada Kurang Vitamin A, Anemia dan Seng. Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Balitbang Kesehatan.

Nadimin, dkk. Masalah gizi mikro di Sulawesi Sulawesi. Media Gizi Pangan, Volume V edisi 1 2008.

Trimulyono H, Martianto D, Marliyati SA. 2008. Penerimaan konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Bogor, Fak. GMSK IPB.

Favavo RJ. 1991. Studies on fortification of refired soybean oil with all-trans retinyl palmitat in Brazil. Stability during cooking and storage. J.Food Comp. Anal 4:237-244.

Atwood SJ, et.al. 1995. Stability of vitamin A in fortified vegetable oil and corn soy blend used in child feeding programs in India. Journal of Food Composition and Analysis. 8(1):32-34.

Haryadi P. 2011. Teknologi fortifikasi vitamin A pada minyak sawit. Fakultas Teknologi Pangan, IPB. Bogor.

Ketaren S. 1986. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta: UI Press.

Martatianto D, dkk. 2009. Studi penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi vitamin A. Jurnal Ilmiah Keluarga dan Konsumen. Volume 2; No 1.

World Health Organization. Indicators for assessing vitamin A deficiency and their application in monitoring and evaluating intervention programmes. WHO/NUT/96.10. Geneva, Switzerland: World Health Organization, 1996.

Martatianto D, Marliyanti SA. 2007. Pedoman Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng di Lokasi Distribusi. Jakarta, KFI-ADB-Depkes RI.