Upload
dody-firmanda
View
223
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah lengkap yang disampaikan pada Loka Karya PERSI 2011 di JCC Jakarta 21 Oktober 2011 tentang Komite Medis mengenai topik: 1. Strategi Peningkatan Mutu Profesi Medis 2. Penerapan Evidence-based Medicine dalam Pengembangan Standar Prosedur Operasional di Rumah Sakit. (Dody Firmanda)
Citation preview
1
Strategi Peningkatan Mutu Profesi Medik#
Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA
Ketua Komite Medik
RSUP Fatmawati, Jakarta.
Pendahuluan
Sejak 20 tahun lampau American Medical Association (AMA) telah
memperjuangkan Manajemen Mutu Medis (Medical Quality
Management/MQM) sebagai suatu cabang ilmu dasar yang mutlak bagi semua
tenaga medis dan sejak tahun 2010 telah dimasukkan dalam kurikulum
pendidikan dokter dan dokter spesialis.1 Dr. Avedis Donabedian
memperkenalkan pertama kali untuk bidang kedokteran pada tahun 1988
dengan istilah clinical outcomes management, kemudian dipopularkan oleh Dr.
Paul Ellwood dalam publikasinya pada tahun 1988 di jurnal New England
Journal of Medicine.2,3 Setelah itu baru ada 2 tulisan muncul lagi yakni dari
James Couch dengan judul Summations of the essential components of
MQM: Health Care Quality Management for the 21st Century dan Core
Curriculum for Medical Quality Management dari American College of
Medical Quality (ACMQ).4,5
Sebenarnya di tanah air pada tanggal 30 Mei 1999 telah dicanangkan
terbentuknya Perhimpunan Dokter Manajemen Medik Indonesia (PDMMI) 6
# Disampaikan pada Acara Seminar Nasional XI PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia/IndonesianHospital Association) dan Seminar Tahunan V Patient Safety dan Hospital Expo XXIV di JakartaConvention Center, Jakarta 20-21 Oktober 2011.
1 American College of Medical Quality. Medical Quality Management. Sudbury, MA: Jones and Bartlett;2010.
2 Donabedian A. A Position Paper on the Future of ACURP. Ann Arbor: University of Michigan Press;1986.
3 Ellwood PM. Outcomes management: a technology of patient experience. NEJM. 1988; 318:1549–1556.4 Couch JB. Health Care Quality Management for the 21st Century. Tampa, FL: American College of
Physician Executives; 1991.5 American College of Medical Quality. Core Curriculum for Medical Quality Management. Sudbury,
MA: Jones and Bartlett; 2005.6 Firmanda D. Clinical Governance: Konsep, Kontruksi dan Implementasi Manajemen Medik.Disampaikan
pada seminar danbusiness meeting “Manajemen Medis: dari Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-basedMedicine /EBM) menuju Clinical Governance” dalam rangka HUT RSUP Fatmawati ke 40 di GedungBidakara Jakarta 30 Mei 2000. Diunduh http://www.scribd.com/doc/12772491/Dody-Firmanda-2000-N0-
001-Clinical-Governance-30-Mei-2000
2
yang diprakarsai oleh Dr. Santoso Soeroso, Sp.A, MARS yang waktu itu
menjabat selaku Direktur RSUP Fatmawati Jakarta.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai strategi peningkatan mutu profesi
medik yang dilakukan oleh Komite Medik RSUP Fatmawati sejak 1999 7 dan
rencana tindak lanjut8 sehubungan berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2010 tentang Penyelenggaraan Komite Medik
di Rumah Sakit yang bertujuan untuk menyelenggarakan tata kelola klinis
(clinical governance) agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien
terjamin.9
Strategi Peningkatan Mutu Profesi
Pada Tahun 1999 Komite Medik RSUP Fatmawati telah menyusun Quality
Strategic Planning 7,10 dengan konsep “Quality is everyone’s responsibility”
serta bertujuan memberdayakan profesi medis tentang mutu (“Empowering
medical professions toward quality”) sebagaimana dalam Gambar 1 berikut.
Komite Medik dengan dukungan penuh dan komitmen dari Direksi Rumah Sakit
mempersiapkan diri mengantisipasi melalui transformasi budaya mutu dengan
cara membentuk ‘learning environment dan kaderisasi bidang mutu pelayanan
berkesinambungan kepada seluruh anggota profesi di lingkungan SMF dan
rumah sakit sehingga terbentuk suatu organisasi profesi yang berorientasi
kepada pasien (patient/customer focused oriented). Tanggung jawab mutu
pelayanan profesi medis tersebut adalah tanggung jawab setiap insan profesi,
bukan organisasi atau unit semata, akan tetapi seluruh anggota profesi.
7 Firmanda D. Edisi Pertama Clinical Governance (1999 - 2007) - kompilasi naskah asli perjalananpanjang Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta dari tahun 1999 dalam rangka "empowering medicalprofessions toward quality". Diunduh http://www.scribd.com/doc/35079008/Dody-Firmanda-1999-2007-
Clinical-Governance-RSUP-Fatmawati8 Firmanda D. Tindak Lanjut Komite Medik dalam rangka Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/
Menkes/Per/IV/2011. Disampaikan pada pembahasan Sidang Pleno Komite Medik RSUP FatmawatiJakarta pada tanggal 27 Juni 2011. Diunduh http://www.scribd.com/doc/58273041/Dody-Firmanda-2011-
Sidang-Pleno-Komite-Medik-RSF-tgl-27-Juni-2011-tentang-PMK-RI-No-755-Tahun-2011-dan-JCI-Edisi-4-Tahun-20119 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 Pasal 4.10 Firmanda D. Quality Strategic Planning Komite Medik RSUP Fatmawati 1999.http://www.scribd.com/doc/23421778/Dody-Firmanda-1999-Quality-Strategic-Planning-Komite-Medik-RSUP-Fatmawati-versi-1999
3
Gambar 1. Quality Strategic Planning Komite Medik RSUP Fatmawati versi
1999.7,10
Untuk mewujudkan ‘mutu pelayanan adalah tanggung jawab setiap insan
profesi’ maka diperlukan awareness, pengetahuan dan ketrampilan tentang
mutu dan manajemen secara umum kepada setiap anggota profesi di seluruh
lingkungan SMF agar sudut pandang/persepsi sama akan visi dan misi serta
tujuan rumah sakit. Adapun materi pengetahuan dan ketrampilan yang perlu
adalah (Kotak 1 dalam Gambar 1):
1. Introduksi dan dasar dasar manajemen
2. Organisasi: Visi, Misi, Objektif dan Target
3. Operational Research/Strategic Management
4. Evidence-based Medicine/Health Care/Health Technology Assessment
Epidemiologi Klinik dan aplikasinya
4
Langkah langkah EBM/EBHC/EBHT
Sumber dan sistem informasi
Critical Appraisals (termasuk review sistematis dan meta
analisis)
Monitoring : - Balance Scorecard
Audit Medik
5. Introduksi/selayang pandang tentang Mutu:
- Definisi
- Prinsip Mutu di bidang Kesehatan.
- Posisi dan perkembangan Mutu (Evolusi).
6. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management/TQM):
- Definisi dan skop TQM.
- Prinsip Dasar dari Komponen TQM.
- Implementasi (termasuk perencanaan) TQM.
7. Sistem (Manajemen) Mutu (Quality Management System) - termasuk
prinsip prinsip dari Quality cycle.
8. Quality Assurance (dikaitkan dgn akreditasi di Indonesia).
9. Proses Perbaikan/Peningkatan Mutu (Quality Improvement).
10. Menjaga Mutu (Quality Control) - termasuk Quality tools.
11. Setting standard, kriteria dan indikator serta monitoring dan
evaluasinya (dengan studi kasus).
12. Pada akhir pelatihan: setiap peserta membuat assignment tentang
‘quality approach’ yang akan digunakan di bidang masing masing dengan
memilih salah satu pelayanan organisasi/unit kerja yang
dikuasai/diketahui peserta dalam rangka membuat standar yang dipilih,
kriteria, indikator dan cara mengontrol/evaluasi serta alternatif solusi
perbaikan.
Sedangkan objektif akhir dari pelatihan tersebut diharapkan nantinya akan:
a) Kesamaan persepsi mengenai visi, misi, tujuan dan sasaran
bidang mutu di rumah sakit
b) Mampu membuat/menyusun standar, kriteria (struktur,
proses dan outcome) dan indikator pelayanan medis pada
tingkat SMF dan Instalasi masing masing.
c) Mampu melakukan identifikasi dan mengontrol varian
indikator (quality control).
d) Mampu mengidentifikasi kesenjangan (internal medical audit)
dalam standar, kriteria (struktur, proses dan outcome) dan
5
indikator pelayanan medis pada tingkat SMF dan Instalasi
masing masing serta dapat memberikan saran alternatif
solusi kesenjangan tersebut dalam upaya perbaikan
(corrective/ remedial action) dan peningkatan mutu (quality
improvement).
e) Mampu menyajikan/presentasi langkah langkah (b) sampai (d)
diatas untuk seluruh kegiatan di SMF masing masing
berdasarkan pendekatan EBM:
Kasus Kematian/Sulit.
Journal Reading.
Ronde SMF.
Laporan Jaga
Pelayanan Medis di Rawat Inap, Rawat Jalan
(Poliklinik dan Darurat Gawat).
Sedangkan target setelah mengikuti pelatihan (Kotak 2 dalam Gambar 1):
a) Tim A (Komite Medik) diharapkan dapat:
I. Menjadi tenaga pelatih bidang mutu pelayanan.
II. Menjadi 2nd Party Medical Auditor.
III.Menjadi moderator dan narasumber serta pembimbing
bidang mutu pelayanan bagi seluruh SMF/Bagian
b) Tim B(1) – (Chief of the clinic SMF/Bagian) diharapkan dapat:
I. Menjadi ‘pioneer’ bidang mutu pelayanan di SMF masing
masing dalam membuat/menyusun standar, kriteria (struktur,
proses dan outcome) dan indikator pelayanan medis pada
tingkat SMF masing masing.
II. Menjadi 1st Party Medical Auditor di SMF masing masing.
c) Tim B(2) – ( Koordinator Diklit SMF/Bagian) diharapkan dapat:
I. Menjadi pembimbing mutu pelayanan untuk staf paramedis di
lingkungan SMF masing masing.
II. Menjadi 1st Party Medical Auditor di SMF masing masing.
c) Tim B(3) – (Koordinator Pelayanan medis SMF/Bagian) diharapkan
dapat:
6
I. Menjadi narasumber bidang mutu pelayanan untuk SMF
masing masing dalam kegiatan kasus kematian, journal
reading, ronde dan laporan jaga, pelayanan rawat inap, rawat
jalan (poliklinik dan darurat gawat). Bila perlu dapat meminta
bantuan kepada Tim A.
II. Menjadi 1st Party Medical Auditor di SMF masing masing.
Dalam pelaksanaan audit sebaiknya ada penjenjangan sebagai Auditor dan
persyaratannya sebagai berikut:
Jenis Auditor Persyaratan
1 Auditor Pratama a) Telah mengikuti pelatihan dan lulus
b) Telah melakukan minimal 10 kali internal
auditing (1st Party Medical Audit)
2 Auditor Madya a) Telah mengikuti pelatihan dan lulus
b) Telah melakukan minimal 20 kali internal
auditing (1st Party Medical Audit) dan 10 kali
2nd Party Medical Auditing
3 Auditor Utama a) Telah mengikuti pelatihan dan lulus
b) Telah melakukan minimal 20 kali internal
auditing (1st Party Medical Audit) dan 20 kali
2nd Party Medical Auditing
Proses ini diharapkan berkesinambungan agar terbentuk suatu ‘quality trained
community’ pada setiap SMF, bila memungkinkan pelatihan diperluas
mencakup juga ke instalasi rumah sakit sehingga akan tercipta budaya
transformasi ‘quality is everyone’s responsibility’ yang akan menuju kearah
Total Quality Service/Management dengan ‘process driven’ dan ‘customer-
focused oriented’.11
11 Firmanda D. Clinical Governance dan aplikasinya di Rumah Sakit. Disampaikan pada PendalamanMateri Rapat Kerja RS Pertamina Jaya , Jakarta 29 Oktober 2001.http://www.scribd.com/doc/12772589/Dody-Firmanda-2001-No-002-Clinical-Governance-Dan-
Aplikasinya-Di-Rumah-Sakit
7
Seiring dengan perjalanan waktu maka pada tahun 2001 Quality Strategic
Planning Komite Medik RSUP Fatmawati bergeser lebih luas yakni melalui
pendekatan sistem dalam rangka upaya peningkatan mutu profesi
sebagaimana dalam Gambar 2 berikut.7,12
Gambar 2. Quality Strategic Planning Komite Medik RSUP Fatmawati versi
2001. 7,11
Dengan ke dua puluh tiga langkah diatas Komite Medik menciptakan suatu
sistem mutu yang mencakup kebijakan, pedoman dan prosedur operasional
yang kompatibel dan lentur terhadap apapun sistem penilaian yang
dipergunakan dalam assessment maupun akreditasi (KARS, ISO 9000:2008,
EQA, EFQM, Malcolm Baldrige, JCI Hospitals dan sebagainya).
12 Firmanda D. Quality Strategic Planning Komite Medik RSUP Fatmawati versi 2001.http://www.scribd.com/doc/23422036/Dody-Firmanda-2001-Quality-Strategic-Planning-Komite-Medik-RSUP-Fatmawati-versi-2001
8
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI yang baru tentang
penyelenggaran Komite Medik di rumah sakit13, maka Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan
Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws) sepanjang mengenai pengaturan staf
medis, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
631/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Internal
Staf Medis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku14 (Gambar 3). Tujuan dari
Peraturan Menteri Kesehatan ini untuk mengatur tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien
dirumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan
komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme
staf medis.15
Rumah sakit diharapkan memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel yang terdiri dari (paling sedikit) atas unsur pimpinan (kepala atau
direktur, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan.16 Organisasi rumah sakit bertujuan untuk mencapai visi dan misi
Rumah Sakit dengan menjalankan tata kelola perusahaan (Corporate
Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Clinical Governance).17
13 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite
Medik di Rumah Sakit.14 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 Pasal 20 huruf (a), (b) dan (c)15
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 Pasal 216 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 33 Ayat 1 dan 217 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 36
9
Gambar 3. Skema sederhana perubahan Komite Medik13
Inti tujuan dari Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit dan Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran – inti keduanya hampir mirip18,19, hanya ada penambahan mengenai
aksesibilitas20 untuk mendapatkan pelayanan pada Undang Undang RI Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Disamping itu Kementerian Kesehatan
RI telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1348/PER/MENKES/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran dimana
setiap setiap rumah sakit harus membuat Standar Prosedur Operasional
dalam bentuk Panduan Praktik Klinis.21
Sedangkan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance) adalah
penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit
klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja,
pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan
18 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 319 Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 320 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3 Ayat 121 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010
10
profesional, dan akreditasi rumah sakit22. Oleh karena itu keberadaan
profesi medis di rumah sakit sangat penting dan strategis dalam menentukan
arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian
dan pemberdayaan Komite Medik sangat penting untuk membangun dan
memajukan rumah sakit tersebut baik dari segi pelayanan, pendidikan (untuk
rumah sakit pendidikan dan atau jejaring) maupun penelitian.
Komite medik melaksanakan tugasnya melalui tiga hal utama yaitu:
1. rekomendasi pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering
to the profession), dilakukan melalui subkomite kredensial (Gambar 4)
2. memelihara kompetensi dan perilaku para staf medis yang telah
memperoleh izin (maintaining professionalism), dilakukan oleh subkomite
mutu profesi melalui audit medis dan pengembangan profesi
berkelanjutan (continuing professional development) (Gambar 5 sampai
8)
3. rekomendasi penangguhan kewenangan klinis tertentu hingga pencabutan
izin melakukan pelayanan medis (expelling from the profession),
dilakukan melalui subkomite etika dan disiplin profesi (Gambar 9)
22 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Penjelasan Pasal 33
11
Gambar 4. Skema proses kredensial sampai pemberian kewenangan klinis
seorang dokter (clinical privilege)
12
Gambar 5. Komite Medik dengan Subkomite Mutu Profesi menjaga
kompetensi dan perilaku para staf medis yang telah memperoleh izin
(maintaining professionalism) dalam sistem tatakelola klinis (clinical
governance)
Gambar 6. Komite Medik dengan Subkomite Mutu Profesi menjaga
kompetensi dan perilaku individu staf medis.
13
Gambar 7. Komite Medik dengan Subkomite Mutu Profesi menjaga
kompetensi dan perilaku individu staf medis dalam hal keselamatan pasien
(patient safety)
.
14
Gambar 8. Komite Medik dengan Subkomite Mutu Profesi dalam siklus
mekanisme audit medis dalam rangka menjaga kompetensi dan perilaku
individu staf medis dalam hal mutu profesi dan keselamatan pasien (patient
safety)
15
Gambar 9. Komite Medik dengan Subkomite Etik dan Disiplin Profesi dalam
rangka menjaga kompetensi dan perilaku individu staf medis dalam hal mutu
profesi dan keselamatan pasien (patient safety)
Demikian Strategi Peningkatan Mutu Profesi yang dilaksanakan oleh Komite
Medik RSUP Fatmawati Jakarta sampai akhir tahun 2011 dari periode
kepengurusan 2003-2006, 2006-2009 dan 2009 – Maret 2012.
Untuk periode kepengurusan 2012-2015 kami mempersiapkan strategi berupa
kombinasi yang telah dilaksanakan diatas dengan mengadaptasi kombinasi
situasi perkembangan di luar negeri dan nasional terutama menyangkut hal
perundangan dan peraturan yang berlaku. Diperkirakan kombinasi tersebut
adalah sebagaimana dalam Gambar 10 pada halaman 16 berikut.
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Jakarta, 21 Oktober 2011
Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA
Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta
http://www.scribd.com/Komite%20Medik
http://groups.yahoo.com/group/ebm-f2000/
16
Gambar 10. Rencana Quality Strategic Planning 2012-2015 berdasarkan
Critical Success Factors, Key Results Indicators dan Key Performance
Indicators yang berhubungan dengan P4P dan sistem remunerasi.
1
Penerapan Kedokteran Berbasis Bukti dan Pengembangan Standar
Prosedural Operasional (SPO) Medik#
Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA
Ketua Komite Medik
RSUP Fatmawati, Jakarta.
Pendahuluan
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI yang baru tentang
penyelenggaran Komite Medik di rumah sakit1 dengan tujuan untuk mengatur
tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis
dan keselamatan pasien dirumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta
mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka
peningkatan profesionalisme staf medis2 termasuk mencakup standar
pelayanan (medis, perawat, apoteker dan penunjang), audit (medis dan
manajemen) dan peningkatan mutu berkesinambungan - maka diperlukan suatu
instrumen yang dapat merangkum seluruh kegiatan dan upaya tersebut di
atas dalam penyelenggaraan layanan kesehatan yang terpadu di rumah sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010 – yang
digunakan adalah istilah Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) yang terdiri
dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur
Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh
Menteri Kesehatan RI, sedangkan SPO dibuat di tingkat rumah sakit oleh
profesi medis dengan koordinator Komite Medis dan ditetapkan
penggunaannya di rumah sakit tersebut oleh pimpinan (direktur). Secara
sederhana peraturan tersebut dapat dilihat sebagaimana dalam Gambar 1
berikut.
# Disampaikan pada Acara Seminar Nasional XI PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia/IndonesianHospital Association) dan Seminar Tahunan V Patient Safety dan Hospital Expo XXIV di JakartaConvention Center, Jakarta 20-21 Oktober 2011.
1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan KomiteMedik di Rumah Sakit.
2 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 Pasal 2
2
Gambar 1. Ringkasan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1348/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran – PNPK,
SPO dan PPK.
3
Penerapan Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-based Medicine/EBM)
dalam Pengembangan Standar Prosuder Operasional (SPO) di Rumah Sakit
dalam bentuk Panduan Praktik Klinik (PPK)
Standar Pelayanan Kedokteran tersebut tidak identik dengan Buku Ajar,
Text-books ataupun catatan kuliah yang digunakan di perguruan tinggi.
Karena Standar Pelayanan Kedokteran merupakan alat/bahan yang
diimplementasikan pada pasien; sedangkan buku ajar, text-books, jurnal,
bahan seminar maupun pengalaman pribadi adalah sebagai bahan
rujukan/referensi dalam menyusun Standar Pelayanan Kedokteran. Standar
Prosedur Operasional untuk profesi medis di rumah sakit dalam bentuk
Panduan Praktik Klinis3 - pada umumnya dapat diadopsi dari Panduan Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang telah dibuat oleh organisasi profesi
masing masing, tinggal dicocokkan dan disesuaikan dengan kondisi sarana dan
kompetensi yang ada di rumah sakit. Bila PNPK yang telah dibuat oleh
organisasi profesi tersebut dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan RI
serta sesuai dengan kondisi rumah sakit – maka tinggal disepakati oleh
anggota profesi (SMF) terkait sebagai Panduan Praktik Klinis (PPK) dan
disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh direktur rumah sakit tersebut.
Namun bila PNPK tersebut belum ada atau tidak sesuai dengan kondisi
rumah sakit atau dalam PNPK belum mencantumkan jenis penyakit yang sesuai
dengan keadaan epidemiologi penyakit di daerah/rumah sakit tersebut –
maka profesi di rumah sakit tersebut wajib membuat Panduan Praktik Klinis
(PPK) untuk rumah sakit tersebut dan disahkan penggunaannya di rumah sakit
oleh direktur rumah sakit.
Dalam menyusun PNPK dari organisasi profesi maupun PPK untuk rumah sakit -
profesi medis memberikan pelayanan keprofesiannya secara efektif (clinical
effectiveness) dalam hal menegakkan diagnosis dan memberikan terapi
berdasarkan pendekatan evidence-based medicine. Untuk selengkapnya
dapat dilihat pada makalah Pedoman Implementasi Health Technology
Assessment (HTA) di Rumah Sakit yang telah disampaikan pada Pertemuan
Finalisasi Pedoman dan Draft Rekomendasi Hasil HTA 2008 diselenggarakan
oleh Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik, Dirjen Bina Pelayanan
Medik Depkes RI di Hotel Majesty Bandung pada tanggal 27 Agustus 2008
3 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010
4
serta diunduh di http://www.scribd.com/doc/9875869/Dody-Firmanda-
2008- Pedoman-Implementasi-HTA-RS-27-Agustus-2008
Secara ringkasnya langkah tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
2 berikut.
Gambar 2. Langkah umum dalam kajian literatur melalui pendekatan evidence-
based, tingkat evidens dan rekomendasi dalam proses penyusunan Standar
Pelayanan Kedokteran bentuk Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK)
dan atau Panduan Praktik Klinis (PPK).
PNPK/PPK
5
Sedangkan Format Panduan Praktik Klinis (PPK) adalah sebagaimana contoh
berikut dalam Gambar 3 sampai 5.
Gambar 3. Format Panduan Praktik Klinis Komite Medik RSUP Fatmawati (1)
6
Gambar 4. Format Panduan Praktik Klinis Komite Medik RSUP Fatmawati (2)
7
Gambar 5. Format Panduan Praktik Klinis Komite Medik RSUP Fatmawati (3)
8
Proses selanjutnya setelah menyusun Panduan Praktik Klinis (PPK) Rumah
Sakit berdasarkan pendekatan evidence-based medicine tersebut - untuk
diimplementasikan kepada pasien adalah dengan cara membuat Clinical
Pathways sebagai instrumen yang memperinci rencana setiap langkah yang
akan diberikan kepada pasien selama di rumah sakit.
Sebagaimana saat ini tenaga profesi medis telah beralih statusnya menjadi
Dokter Pendidik Klinis – dimana dalam penilaian kinerjanya ditinjau dari
ketiga aspek yakni pelayanan (60%), pendidikan (30%) dan penelitian (10%) –
maka kompilasi implementasi Clinical Pathways seorang tenaga medis dapat
merupakan suatu bukti (evidence) Log-Book Dokter Pendidik Klinis tersebut
dalam menunjang keprofesiannya dalam ke tiga aspek tersebut di atas.
Secara ringkas berbagai manfaat dari implementasi Clinical Pathways sebagai
instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused care),
terintegrasi, berkesinambungan dari pasien masuk dirawat sampai pulang
sembuh (continuous care), jelas akan dokter/perawat penanggung jawab
pasien (duty of care), utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan obat
obatan termasuk antibiotika, prosedur tindakan operasi, antisipasi
kemungkinan terjadinya medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi
maupun kejadian tidak diharapkan/KTD) dan pencegahan kemungkinan cedera
(harms) serta infeksi nosokomial dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety), mendeteksi dini titik titik potensial berisiko selama proses layanan
perawatan pasien (tracers methodology) dalam rangka manajemen risiko
(risks management), rencana pemulangan pasien (patient discharge) , upaya
peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous quality
improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints)
untuk sistem maupun individu profesi, penulusuran kinerja (performance)
individu profesi maupun kelompok (team-work) sebagaimana dalam Gambar 6
berikut.
9
Gambar 6. Manfaat Clinical Pathways ditinjau dari berbagai aspek.
Secara langsung dengan Clinical Pathways dapat menilai pengelolaan obat dan
bahan habis pakai (drugs and laboratory reagents management) yang efisien
melalui kebijakan unit daily dosage, stop ordering, monitoring efek samping
obat (MESO), klasifikasi penggunaan obat yang bersifat fast-moving, slow-
moving dan stagnan sehingga penumpukan obat/reagens di depo/gudang obat
instalasi farmasi dapat dicegah sebagaimana dalam Gambar 7 berikut.
10
Sedangkan akan manfaat Clinical Pathways untuk pihak pasien, profesi dan
rumah sakit selaku institusi layanan kesehatan publik secara sederhana dapat
dilihat pada Gambar 8 dan untuk pihak penyandang dana/biaya dari asuransi
kesehatan dan pemerintah (pusat/daerah) sebagaimana dalam Gambar 9.
7
.
11
Gambar 8. Manfaat Clinical Pathways untuk pasien, profesi dan rumah sakit.
Gambar 9. Manfaat Clinical Pathways bagi penyandang dana/anggaran biaya
(asuransi dan pemerintah)
12
Sedangkan bagi Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Jejaring Pendidikan
format Clinical Pathways tersebut dapat dimanfaatkan untuk bidang
pendidikan kesehatan/kedokteran (maupun spesialis) di rumah sakit
pendidikan/jejaringnya dapat dipergunakan sebagai jembatan dalam rangka
implementasi penilaian peserta didik berbasis komptensi (medical education
assessment tools) yang dirangkum dalam cara Workplace-Based Assessment
(WPBA)4 dalam bentuk portfolio berjenjang, Mini-CEX, Case-based
Discussion (Cb-D), DOPS, Mini-PAT5 dan Script Concordance Test (SCT)6
yang merupakan standar internasional yang dianut di dunia pendidikan saat ini
(Gambar 10).
Gambar 10. Manfaat Clinical Pathways untuk pendidikan kedokteran di rumah
sakit dalam bentuk Workplace-based Assessment (WPBA).4-6
4 Firmanda D. Implementation of Workplace-based Assessment in Indonesian Pediatrics TeachingInstitutions. Disampaikan pada Kongres Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA) XV di Manado, 10-14 Juli2011.
5 Firmanda D. Implementation of Portfolios, Mini-CEX, DOPS, CB-D and Mini-PAT in Department ofPediatrics Fatmawati Hospital Jakarta. Disampaikan pada Kongres Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA)XV di Manado, 10-14 Juli 2011.
6 Firmanda D. Script Concordance Test dalam Buku Rampai Pendidikan Dokter Spesialis Anak.Disampaikan pada Sidang Pleno Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia di Kongres Ilmu KesehatanAnak (KONIKA) XV di Manado, 10-14 Juli 2011.
13
Disamping itu Clinical Pathways dapat dipergunakan untuk penelitian
deskriptif dan analitik baik secara cross-sectional, prospektif maupun
retrospektif untuk bidang kedokteran klinis, manajemen dan kesehatan
lainnya sebagaimana contoh berikut yang pernah disampaikan pada Pertemuan
Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak III di Yogyakarta pada tahun 2007.
Hasil penelitian tersebut merupakan input dalam rangka penerapan
implementasi Evidence-based Medicine (EBM) sesuai keadaan dan kondisi
setempat – baik untuk prevalensi penyakit (pre-test probability) dan
perhitungan likelihood ratio positive dalam rangka penegakkan diagnosis dan
terapi pertimbangan pemilihan obat berdasarkan NNT (numbers need to
treat) maupun NNH (numbers need to harms) serta pertimbangan CBE (Cost-
Benefit Effectiveness), juga mencari nilai cost-weight, case-mix index dan
base rate dari kasus penyakit tersebut sebagaimana contoh dalam Gambar 11
berikut.21
Gambar 11. Penelitian prospektif Clinical Pathways Pneumonia 7
7 Firmanda D. Implementasi Clinical Pathways Pneumonia. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan(PIT) Ilmu Kesehatan Anak III di Yogyakarta, Juli 2007.
14
Dari konsep, konstruksi dan model implementasi Clinical Pathways secara
tidak langsung sebagaimana diutarakan diatas bahwa - Clinical Pathways
sebagai instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused
care), terintegrasi, berkesinambungan dari pasien masuk dirawat sampai
pulang sembuh (continuous care), jelas akan dokter/perawat penanggung
jawab pasien (duty of care), utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan
obat obatan termasuk antibiotika, prosedur tindakan operasi, antisipasi
kemungkinan terjadinya medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi
maupun kejadian tidak diharapkan/KTD) dan pencegahan kemungkinan cedera
(harms) serta infeksi nosokomial dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety), mendeteksi dini titik titik potensial berisiko selama proses layanan
perawatan pasien (tracers methodology) dalam rangka manajemen risiko
(risks management), rencana pemulangan pasien (patient discharge) , upaya
peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous quality
improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints)
untuk sistem maupun individu profesi, penulusuran kinerja (performance)
individu profesi maupun kelompok (team-work).
Merupakan suatu rangkaian sistem yang dapat dipergunakan sebagai
instrumen untuk memenuhi persyaratan penilaian Akreditasi dari Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi baru maupun dari Joint Commission
International for Hospital (JCI) versi 2011 untuk standar standar dalam
Section I. Patient Centered Standard maupun dalam Section II. Healthcare
Organization Management Standard sebagaimana ilustrasi Gambar 13 sampai
15 berikut.
15
Gambar 13. Clinical Pathways dan JCI 2011 Accreditation Standards
16
Gambar 14. Sistematika dalam JCI 2011 Hospital Standards dan Penilaiannya
Gambar 15. Clinical Pathways dan tehnik Tracer Methodology yang digunakan
oleh surveyor dalam rangka Akreditasi JCI 2011
Unmet
17
Kesimpulan:
Dari uraian singkat diatas dari pendekatan Evidence-based Medicine dalam
menyusun Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur
Operasional di rumah sakit dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (PPK) –
diimplementasikan kepada pasien sebagai perencanaan rinci yang terpadu dalam
selembar Clinical Pathways selama di rumah sakit - merupakan suatu instrumen yang
komprehensif merangkum secara terpadu bidang pelayanan, pendidikan dan
penelitian maupun akreditasi serta sekaligus memenuhi seluruh tiga tujuan dari
Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 dan empat tujuan Undang Undang RI
Nomor 44 Tahun 2009.
Untuk masa yang akan datang, bila telah berhasil terkumpul seluruh clinical
pathways – maka INA CBG akan lebih disempurnakan dengan menghitung DRG
Relative Weight dan Casemix Index serta Base Rate setiap pengelompokkan jenis
penyakit dan selanjutnya dapat membandingkan (benchmarking) cost efficiency
antar rumah sakit dalam memberikan layanan kesehatan yang sama serta dapat
menerapkan Comparative Effectiveness (pengembangan implementasi dari ilmu
Health Technology Assessment)8,9,10 yang saat ini menjadi tren di luar negeri.
Bahkan bila dilaksanakan Clinical Pathways secara konsisten dimana akan didapatkan
data data cost-weight, casemix index dan base-rate secara lengkap (untuk micro-
system) akan dapat disusun suatu National Health Accounts sehingga Universal
Coverage akan lebih mudah tercipta dan Undang Undang RI Nomor 40 Tahun 2004
untuk bidang kesehatan terwujud (secara macro-system).
Jakarta 21 Oktober 2011
Terima Kasih, semoga bermanfaat
Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA - Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta
http://www.scribd.com/Komite%20Medik
http://groups.yahoo.com/group/ebm-f2000/
8 Firmanda D. Pedoman implementasi Health Technology Assessment (HTA) di rumah sakit. Disampaikanpada Pertemuan Finalisasi Pedoman dan Draft Rekomendasi Hasil HTA 2008, diselenggarakan olehDirektorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik, Dirjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI di HotelMajesty, Bandung 27 – 30 Agustus 2008. http://www.scribd.com/doc/9875869/Dody-Firmanda-2008-
Pedoman-Implementasi-HTA-RS-27-Agustus-20089 Firmanda D. Bringing Health Technology Assessment (HTA) into practice. Disampaikan pada Acara
Pelatihan Penapisan Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment/HTA) diselenggarakan olehDirektorat Jenderal Bina Pelayanan Medis Depkes RI, Hotel Bumikarsa Komplek Bidakara, 11 – 13Agustus,2009.http://www.scribd.com/doc/18420535/Dody-Firmanda-2009-Bringing-Health-Technology-
Assessment-into-Practice-1113-Agustus-200910 Firmanda D. Principles to guide technology adoption related to safety and patient-centredness for
clinical effectiveness. Presented at 4th Hospital Management Program from CHAMPS FKM-UI, HotelNovotel Palembang July 31 – August 1, 2009. http://www.scribd.com/doc/17736411/Dody-Firmanda-
2009-Principles-to-Guide-Technology-Adoption-31-July-2009