18
2. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pola Kelekatan 2. 1. 1. Definisi Kelekatan (Attachment) dan Pola Kelekatan Beberapa definisi mengenai kelekatan dari berbagai sumber: Menurut pendapat umum: ”... relationship between two individuals who feel strongly about each other and do number of things to continue the relationship.” Menurut pendapat ahli psikologi perkembangan: ”... a relationship between particular social figures and a particular phenomenon that is thought to reflect unique characteristics of the relationship.” (Santrock, 2002, p. 186) ”... an affectional tie that one person or animal forms between himself and another specific one—a tie that binds them together in space and endures over time.” (Mary Ainsworth dalam Berger & Thompson, 1998, p. 211) ”... an enduring affective bond characterized by a tendency to seek and maintain proximity to a specific figure, particularly when under stress.” (Bowlby & Ainsworth dalam Colin, 1996, p. 7) Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka definisi kelekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pengalaman seseorang dalam hubungan antar pribadi yang terjadi secara berkesinambungan terhadap figur tertentu yang membentuk suatu ikatan dan berperan terhadap kualitas dari hubungan tersebut. Pada penelitian ini figur kelekatan yang dituju adalah Ayah, Ibu, dan pasangan hidup. Definisi pola kelekatan sendiri menurut Baron & Byrne (2004) adalah derajat akan pengalaman rasa aman dalam hubungan antar pribadi. Sehingga definisi pola kelekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pola yang terbentuk dari pengalaman dalam hubungan antar pribadi terhadap figur tertentu 10 Universitas Indonesia Hubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

Digital_124452-158.2 UTA h - Hubungan Antara-Literatur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Digital_124452-158.2 UTA h - Hubungan Antara-Literatur

Citation preview

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2. 1. Pola Kelekatan

    2. 1. 1. Definisi Kelekatan (Attachment) dan Pola Kelekatan

    Beberapa definisi mengenai kelekatan dari berbagai sumber:

    Menurut pendapat umum:

    ... relationship between two individuals who feel strongly about each other and do number of things to continue the relationship.

    Menurut pendapat ahli psikologi perkembangan:

    ... a relationship between particular social figures and a particular phenomenon that is thought to reflect unique characteristics of the relationship.

    (Santrock, 2002, p. 186)

    ... an affectional tie that one person or animal forms between himself and another specific onea tie that binds them together in space and endures over time. (Mary Ainsworth dalam Berger & Thompson, 1998, p. 211)

    ... an enduring affective bond characterized by a tendency to seek and maintain proximity to a specific figure, particularly when under stress. (Bowlby & Ainsworth dalam Colin, 1996, p. 7)

    Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka definisi kelekatan yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah: pengalaman seseorang dalam hubungan

    antar pribadi yang terjadi secara berkesinambungan terhadap figur tertentu yang

    membentuk suatu ikatan dan berperan terhadap kualitas dari hubungan tersebut.

    Pada penelitian ini figur kelekatan yang dituju adalah Ayah, Ibu, dan pasangan

    hidup.

    Definisi pola kelekatan sendiri menurut Baron & Byrne (2004) adalah

    derajat akan pengalaman rasa aman dalam hubungan antar pribadi. Sehingga

    definisi pola kelekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pola yang

    terbentuk dari pengalaman dalam hubungan antar pribadi terhadap figur tertentu

    10 Universitas Indonesia Hubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • di suatu masa yang menunjukkan derajat kelekatan dari hubungan tersebut. Pada

    penelitian ini figur kelekatan yang dituju adalah Ayah, Ibu, dan pasangan hidup.

    Sedangkan masa yang dimaksud adalah masa kecil dan masa dewasa muda.

    2. 1. 2. Kategori Pola Kelekatan

    Pada awalnya konsep mengenai pola kelekatan dikemukan oleh Bowlby

    (1969, 1973, dalam Baron & Byrne, 2004). Bowlby mengajukan bahwa dalam

    interaksinya, anak mengembangkan kesadaran berdasarkan dua sikap yang

    penting, yang ia sebut sebagai working model (Baron & Byrne, 2004). Sikap yang

    pertama adalah evaluasi mengenai diri sendiri (self esteem), dan sikap yang kedua

    adalah sikap diri sosial mengenai kepercayaan dan harapan terhadap orang lain

    (interpersonal trust). Berdasarkan hal tersebut, Bowlby mengemukakan tiga

    kategori pola kelekatan, yaitu: secure, insecure-avoidant, dan insecure-

    ambivalent. Tiga kategori pola kelekatan ini juga ditemukan oleh Ainsworth dari

    hasil observasinya terhadap interaksi antara anak dan ibunya dalam situasi

    terkontrol yang dikenal dengan nama strange situation (Baron & Byrne, 2004;

    Santrock, 2002a). Selanjutnya, Main & Solomon (dalam Papalia, et al, 2004)

    mengemukakan kategori ke-empat pola kelekatan pada anak, yaitu pola kelekatan

    disorganized-disoriented.

    Pola kelekatan yang dikemukakan oleh Bowlby ternyata dapat diterapkan

    pada setiap tahapan perkembangan manusia dari bayi sampai dewasa. Pola

    kelekatan yang dimiliki seseorang dapat digunakan untuk melihat cara ia

    membangun hubungan antar pribadi dengan orang lain dalam kehidupannya,

    seperti pada orangtua, saudara, teman, pasangan, bahkan orang asing. Pola

    kelekatan pada orang dewasa selanjutnya juga berkembang menjadi empat

    kategori, dengan tambahan pola kelekatan dismissing. Hal ini dipelopori oleh

    Griffin dan Bartholomew pada tahun 1994 dengan mengembangkan teori pola

    kelekatan yang dikemukakan oleh Bowlby (Baron & Byrne, 2004). Empat

    kategori tersebut dibuat berdasarkan kombinasi dari sikap positif dan negatif

    mengenai diri sendiri (self-esteem yang berhubungan dengan anxiety), dan sikap

    positif dan negatif mengenai orang lain (interpersonal trust yang berhubungan

    dengan avoidance).

    11

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • 2. 1. 2. 1. Pola Kelekatan pada Masa Kecil

    Tabel 2. 1. Tingkah laku anak dalam strange situation (Sigelman, 1999, p. 370)

    Pola Kelekatam Tingkah Laku Anak Secure Avoidant Resistant Disorganized-Disoriented

    Mengeksplorasi lingkungan

    ketika pengasuh hadir sebagai secure base

    Ya, dengan aktif

    Ya, tapi tidak terlalu aktif

    Tidak, ia melekat pada pengasuhnya

    Tidak

    Memberi respon positif

    pada orang asing

    Ya, merasa nyaman

    jika pengasuh berada di dekatnya

    Tidak, sering bersikap

    tidak peduli, sama seperti sikapnya pd

    pengasuh

    Tidak, walaupun pengasuh beradadi dekatnya

    Tidak, memberikan respon yang

    membingungkan

    Menunjukan protes saat

    berpisah dgn pengasuh

    Ya, setidaknya

    sedikit terpengaruh

    Tidak, terlihat

    seperti tidak terpengaruh

    Ya, sangat merasa

    terpengaruh

    Kadang-kadang, tidak dapat diprediksi

    Memberi respon positif saat bertemu

    kembali dengan pengasuhnya

    Ya, merasa senang saat

    bertemu kembali

    Tidak, bahkan

    mengabaikan atau

    menghindari pengasuh

    Ya dan tidak,

    mencari kontak tetapi

    marah karena

    ditinggalkan (ambivalen)

    Bingung, mungkin

    mendekati atau menghindari

    pengasuh, atau melakukan keduanya.

    a) Pola kelekatan secure

    Pola dimana anak menangis atau menunjukkan protes ketika pengasuh

    meninggalkannya, dan secara aktif menghampiri dan memberi respon positif

    ketika pengasuhnya itu kembali. Anak menggunakan orangtua (pengasuhnya)

    sebagai secure base, dimana anak merasa aman untuk menjauh dari

    pengasuhnya untuk mengeksplorasi lingkungan, dan menghampiri kembali

    untuk meminta dukungan. Anak tahu bahwa orangtua (pengasuhnya) adalah

    tempat yang aman dan sumber dukungan emosional bagi mereka. Anak yang

    termasuk pola ini biasanya kooperatif dan relatif bebas dari rasa marah

    (Papalia, et al, 2004). Selain itu, anak juga terlihat nyaman di dalam situasi

    baru, selama pengasuhnya berada di dekatnya (Hoffman, Paris, & Hall, 1994).

    12

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • Pengasuh dari anak dengan pola kelekatan ini sensitif pada kebutuhan

    anak dan secara konsisten meresponnya. Pengasuh sering memberikan

    kesempatan pada anak untuk berpartisipasi secara aktif dalam menentukan

    interaksi diantara mereka (Santrock, 2002a). Sensitivitas pengasuh pada sinyal

    yang diberikan anak meningkatkan pola kelekatan secure (Santrock, 2002a).

    b) Pola kelekatan insecure-avoidant

    Pola dimana anak memiliki sedikit interaksi dengan pengasuhnya.

    Anak jarang menangis ketika berpisah dari pengasuhnya, dan menghindari

    kontak ketika pengasuhnya itu kembali. Anak yang termasuk pola ini

    cenderung pemarah dan tidak mencari bantuan saat mereka butuh (Papalia, et

    al, 2004). Anak menunjukkan perasaan tidak amannya dengan cara

    menghindari pengasuhnya (Santrock, 2002b). Perilaku menghindar yang

    ditunjukkan anak memberi kesan bahwa ia terlalu independen dan seakan-

    akan tidak membutuhkan kehadiran pengasuh (Hoffman, et al, 2004). Ibu dari

    anak dengan pola kelekatan ini biasanya tidak menyukai kontak fisik atau

    cenderung bersikap acuh serta menghindar dari anaknya (Dacey & Travers,

    2002; Santrock, 2002b).

    c) Pola kelekatan insecure-resistant (ambivalent)

    Pola dimana anak menjadi gelisah bahkan sebelum pengasuhnya pergi,

    dan menjadi lebih kecewa (marah) saat pengasuhnya tersebut pergi. Ketika

    pengasuhnya kembali, anak akan menunjukkan perilaku yang bertentangan

    dengan mencari kontak dengan pengasuhnya tersebut sekaligus menolaknya

    dengan cara menendang atau mendorong (Papalia, et al, 2004; Santrock,

    2002a). Anak menunjukkan kecemasan saat harus berhadapan dengan orang

    asing, dan mereka tidak suka mengeksplorasi lingkungan sekitarnya

    (Santrock, 2002a). Pengasuh dari anak dengan pola ini menunjukkan

    inkonsistensi pada kebutuhan anak, dan terlihat tidak terlalu menyayangi

    anaknya (Santrock, 2002b).

    d) Pola kelekatan disorganized-disoriented

    Pola dimana anak sering menunjukkan perilaku yang kontradiktif dan

    tidak konsisten. Anak menyambut pengasuhnya dengan senang dan antusias,

    tapi kemudian berpaling atau mendekati tanpa melihat ke arahnya. Hal ini

    13

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • membuat anak terlihat bingung dan takut (Papalia, et al, 2004). Anak terlihat

    bingung saat pengasuhnya pergi dan kembali, seolah mereka tidak memahami

    apa yang terjadi (Kail & Cavanaugh, 2000). Untuk dapat digolongkan ke

    dalam pola ini, maka anak harus menunjukkan perilaku menghindar dan

    melawan yang sangat jelas, seperti menunjukan ketakutan yang ekstrim

    selama berada di dekat pengasuhnya (Santrock, 2002a, 2002b).

    Pola ini diasumsikan sebagai pola kelekatan yang paling buruk

    dibandingkan pola kelekatan yang lainnya (Papalia et al, 2004). Pola ini

    kebanyakan tampil pada bayi yang ibunya tidak sensitif, mengganggu, dan

    kasar (Carlson dalam Papalia, et al, 2004), serta mengabaikan atau melakukan

    tindak kekerasan. (Santrock, 2002a). Pada beberapa kasus, pengasuh juga

    menunjukan perasaan depresi (Field & Levy dalam Santrock, 2002b).

    2. 1. 2. 2. Pola Kelekatan pada Dewasa Muda

    Bagan 2. 1. Pola kelekatan pada orang dewasa menurut Bartholomew & Horowitz

    (diadaptasi dari Brennnan, Clark, & Shaver, 1998, p. 25; serta Weiten & Lloyd, 2000, p. 233)

    14

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • a) Pola kelekatan secure

    Pola kelekatan ini ditandai oleh model self dan others yang positif.

    Dianggap sebagai pola kelekatan yang paling sukses dan diinginkan. Individu

    yang termasuk pola ini mencari kedekatan antar pribadi dan merasa nyaman

    dalam suatu hubungan. Mereka mengekspresikan rasa percaya pada pasangan,

    dapat bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, tidak mudah marah, serta

    mengharapkan konflik dapat memberikan hasil yang positif dan membangun.

    Individu yang termasuk pola ini paling baik dalam membentuk hubungan yang

    berkomitmen, tahan lama, dan menyenangkan (Baron & Byrne, 2000).

    Mereka tidak takut untuk membentuk hubungan yang intim, dan tidak

    khawatir akan ditelantarkan oleh orang lain (Sigelman, 1999).

    b) Pola kelekatan dismissing

    Pola kelekatan ini ditandai oleh model self yang positif dan model

    others yang negatif. Seperti pola kelekatan avoidant pada masa kecil, individu

    dengan pola ini akan mempertahankan dirinya dari perasaan disakiti dengan

    cara tidak mengekspresikan kebutuhan mereka akan cinta atau rasa takut

    ditelantarkan (Sigelman, 1999). Individu yang memiliki pola kelekatan ini

    merasa dirinya cukup baik untuk memiliki hubungan dekat dengan orang lain,

    tetapi ia tidak memiliki kepercayaan pada orang lain. Hal ini membuatnya

    cenderung untuk menolak hubungan dengan orang lain dalam rangka untuk

    menghindari penolakan terhadap dirinya. Orang lain melihat individu yang

    memiliki pola kelekatan ini sebagai individu yang tidak ramah dan

    kemampuan sosialnya terbatas. Masalah utama pada individu dengan pola

    kelekatan ini adalah cenderung memandang orang lain negatif, sehingga

    mereka menjadi takut untuk menjalin kedekatan yang serius (Baron & Byrne,

    2000).

    c) Pola kelekatan preoccupied

    Pola kelekatan ini ditandai oleh model self yang negatif dan model

    others yang positif. Individu yang memiliki pola kelekatan preoccupied sangat

    membutuhkan kedekatan dengan orang lain sebagai upaya untuk memvalidasi

    harga dirinya, sangat takut ditelantarkan, dan cenderung terlalu bergantung

    pada pasangannya (Sigelman, 1999). Biasanya individu dengan pola kelekatan

    15

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • ini memiliki keinginan yang kuat untuk memiliki hubungan yang dekat

    dengan orang lain, tetapi mereka juga mengalami kecemasan dan perasaan

    malu karena merasa dirinya tidak berharga untuk dicintai. Perasaan khawatir

    untuk ditolak oleh orang lain menjadi sangat ekstrim pada individu dalam pola

    ini. Adanya kebutuhan akan cinta dan penerimaan dari orang lain, serta

    kebiasaan mengkritik diri sendiri menyebabkan perasaan depresi ketika

    hubungan yang dijalani berjalan buruk (Baron & Byrne, 2000).

    d) Pola kelekatan fearful

    Pola kelekatan ini ditandai oleh model self dan others yang negatif.

    Seperti pola kelekatan disorganized-disoriented pada masa kecil, individu

    dengan pola ini menunjukkan perpaduan yang tidak jelas antara perasaan

    butuh namun takut akan kedekatan (Sigelman, 1999). Pola ini adalah bentuk

    kelekatan yang paling tidak aman dan sulit beradaptasi dengan orang lain.

    Individu yang termasuk pola ini membatasi dan menghindari hubungan dekat

    dengan orang lain, tujuannya adalah untuk melindungi dirinya dari perasaan

    sakit dan penolakan. Tanpa sadar mereka juga dapat memiliki sifat

    bermusuhan, perasaan marah, serta mengalami perasaan yang kurang intim

    dan kurang menyenangkan ketika berinteraksi dengan pasangannya. Pola

    kelekatan ini biasanya diasosiasikan dengan hubungan antar pribadi yang

    negatif, memiliki perasaan cemburu, dan untuk mengurangi kecemasannya

    terhadap situasi sosial maka mereka cenderung mengkonsumsi alkohol (Baron

    & Byrne, 2000).

    2. 1. 3. Perkembangan Pola Kelekatan dari Bayi sampai Dewasa

    Satu tahun pertama dalam kehidupan bayi adalah kunci utama dari

    perkembangan pola kelekatan (Erikson & Bowlby dalam Santrock, 2002a).

    Kelekatan memiliki nilai adaptif bagi bayi, dimana mereka memastikan bahwa

    kebutuhan fisik dan psikososialnya akan dipenuhi oleh pengasuhnya (orangtua)

    (Papalia, et al, 2004). Masa ini merupakan representasi dari tahap perkembangan

    trust versus mistrust. Untuk dapat mencapai trust dibutuhkan perasaan akan

    kenyamanan fisik, dan tidak terlalu khawatir mengenai masa depannya. Trust

    yang terbentuk saat bayi memberikan harapan bahwa dunia akan menjadi tempat

    16

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • yang aman, baik, dan menyenangkan untuk ditinggali. Orangtua yang responsif

    dan sensitif berkontribusi terhadap perkembangan trust bayi (Erikson & Bowlby

    dalam Santrock, 2002a).

    Para peneliti menemukan bahwa pada beberapa orang pola kelekatan pada

    masa anak-anak menjadi tanda bagi perkembangan pola kelekatan di masa

    selanjutnya. Terlihat bahwa ada hubungan yang penting antara pola kelekatan

    anak dengan orangtuanya di masa kecil dan pola kelekatan yang ia bangun pada

    saat dewasa ketika menjalin hubungan dengan orang lain, termasuk dengan

    pasangan hidupnya. (Santrock, 2002a).

    Berger & Thompson (1998) menyebutkan bahwa lima tahun pertama

    dalam kehidupan menyediakan struktur dasar bagi perkembangan kepribadian

    seseorang di masa selanjutnya. Santrock (2002a) menekankan bahwa 20 tahun

    pertama kehidupan memiliki kontribusi pada kepribadian seseorang. Jadi, jika

    ingin memahami kepribadian seseorang pada masa dewasanya harus merujuk

    pada perkembangan kepribadian di masa sebelumnya.

    Sebaliknya, Lewis (dalam Santrock, 2002a) menyatakan bahwa pola

    kelekatan pada masa kecil tidak dapat memprediksikan pola kelekatan seseorang

    pada usia 18 tahun. Beberapa orang tidak menunjukan kelanjutan pola kelekatan

    dari masa kecil ke masa dewasa (Thompson dalam Santrock, 2002a). Tidak semua

    individu memiliki pola kelekatan yang menetap, dan bagaimanapun pola

    kelekatan bukanlah suatu hal yang pasti (Lewis, Feiring, & Rosenthal, dalam

    Santrock, 2002a).

    Hubungan antara pola kelekatan pada masa kecil dan masa dewasa akan

    semakin kecil karena adanya pengalaman hidup yang menekan dan mengganggu,

    seperti kematian orangtua atau ketidakstabilan pada cara pengasuhan. Sebuah

    studi juga mengindikasikan bahwa sampel dengan resiko tinggi (anak dengan

    orangtua bercerai, pernah ditelantarkan, korban kekerasan, dan memiliki ibu yang

    mengalami deperesi) menunjukkan perkembangan pola kelekatan yang tidak

    stabil dari masa kecil sampai dewasa (Dacey & Travers, 2002). Oleh karena itu,

    tidak tepat jika hanya melihat perkembangan 5 sampai 10 tahun pertama dalam

    kehidupan, untuk menjelaskan masalah hubungan antar pribadi seseorang pada

    masa dewasa (Santrock, 2002a).

    17

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • Walaupun seseorang memiliki masa kecil yang berat dan sulit, seseorang

    seharusnya memiliki kemampuan untuk merubah kehidupannya, karena semakin

    bertambah dewasa, seseorang memiliki kesempatan dan tanggung jawab untuk

    memperbaiki diri dan kehidupannya (Dacey & Travers, 2002). Baldwin & Fehr

    (dalam Santrock, 2002a) menyatakan bahwa seseorang dapat memperbaiki pola

    kelekatannya di masa kecil saat menjalani kehidupan di masa dewasanya.

    Pernyataan ini didukung oleh data yang ditemukan Kirkpatrick & Hazan (dalam

    Santrock, 2002a) bahwa ada sekitar 30 persen orang yang mengubah pola

    kelekatan mereka menjadi lebih baik ketika masa dewasanya. Sayangnya,

    bagaimana cara mereka mengubah pola kelekatannya menjadi lebih baik tidak

    dijelaskan lebih lanjut dalam sumber tersebut.

    2. 1. 4. Pola Kelekatan pada Ayah dan Ibu

    Parke & Brott (dalam Dacey & Travers, 2002) menyatakan bahwa Ayah

    dapat menjadi pengasuh yang baik bagi anaknya, karena Ayah mampu menguasai

    semua hal yang dapat dilakukan Ibu pada anaknya kecuali hamil, melahirkan, dan

    menyusui (Poussaint dalam Berger & Thompson, 1998). Kehadiran Ayah pada

    pengasuhan anak akan lebih meningkatkan perkembangan anak tersebut (Berger

    & Thompson, 1998; Dacey & Travers, 2002).

    Biasanya Ayah melakukan beberapa pengasuhan dasar di waktu malam

    hari dan akhir pekan. Namun begitu Ibu tetap melakukan bagian yang lebih besar

    dalam usaha pengasuhan anak (Berger & Thompson, 1998), karena pada dasarnya

    tingkah laku ibu sifatnya nurturance (Dacey & Travers, 2002). Waktu yang Ibu

    habiskan dengan anaknya juga lebih banyak dibandingkan waktu yang dihabiskan

    Ayah dengan anaknya. Anak akan lebih menghampiri Ibunya jika sedang dalam

    keadaan lapar atau sakit (Dacey & Travers, 2002). Perilaku Ibu cenderung lebih

    menggunakan bahasa lisan, mereka sering menawarkan anak dengan alat

    permainan, dan bermain dengan cara yang lebih konvensional, seperti cilukba atau

    menghitung (Dacey & Travers, 2002); bernyanyi (Berger & Thompson, 1998);

    atau bermain saat sedang melakukan kegiatan pengasuhan seperti pada saat mandi

    atau mengganti popok (Berger & Thompson, 1998).

    18

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • Kebalikan dari Ibu, Ayah cenderung menghindari pekerjaan seperti

    memberi makan dan mengganti popok. Tingkah laku Ayah bersifat playful (Dacey

    & Travers, 2002), Ayah senang memberikan stimulasi yang sifatnya tidak bisa

    diprediksi, tidak berirama, dan lebih menarik bagi anak. Anak belajar

    mengharapkan perilaku tersebut dari Ayahnya dan menikmati bermain

    bersamanya. Permainan yang ditawarkan Ayah juga lebih bersifat fisik dan aktif,

    sehingga anak lebih merespon kontak fisik Ayah secara lebih positif dibandingkan

    dengan Ibu. Anak-anak menikmati saat bermain bersama Ayahnya, dan lebih

    memilih bermain dengan Ayah dibandingkan dengan Ibu (Dacey & Travers,

    2002).

    Bermain adalah kesempatan langsung untuk menciptakan hubungan yang

    akrab, sebab bermain bersama bayi membutuhkan keterlibatan timbal balik yang

    bisa membentuk pola kelekatan secure. Bermain bersama Ayah dapat

    berkontribusi pada perkembangan kemampuan sosial anak. Kehadiran Ayah

    membuat anak lebih banyak tersenyum dan bermain bersama orang asing

    dibandingkan jika anak sedang bersama Ibunya, hal ini lebih jelas terlihat pada

    anak laki-laki. Tetapi semakin anak tumbuh dewasa, waktu Ayah kepada anaknya

    akan semakin sedikit, sehingga dapat mempengaruhi hubungan diantara keduanya

    (Berger & Thompson, 1998).

    Pada kebanyakan anak, hubungan mereka dengan Ibu pada awalnya

    merupakan hubungan yang paling signifikan. Interaksi anak dengan Ibunya

    bersifat sering, intens, mengandung pelajaran, dan menjadi dasar bagi semua

    hubungan anak di kehidupan mereka selanjutnya (Dacey & Travers, 2002). Ayah,

    seperti juga Ibu, memegang peranan penting pada proses perkembangan anak.

    Jika kedua orangtua hadir, maka keduanya dapat memainkan peran yang saling

    melengkapi, sehingga anak bisa membangun pola kelekatan yang sama antara

    Ayah dan Ibu.

    Bowlby (dalam Dacey & Travers, 2002) menyatakan bahwa pola

    kelekatan yang dibangun Ayah dan anak sama dengan pola kelekatan yang

    dibangun Ibu dan anaknya. Pada saat anak berusia 7 atau 8 bulan, ketika perilaku

    kelekatan (yang didefinisikan Bowlby dan Ainsworth) biasanya muncul, anak

    akan lekat pada kedua orangtuanya dan lebih memilih bersama Ayah atau Ibunya

    19

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • dibandingkan dengan orang asing. Bukti ini menunjukan bahwa Ayah dapat

    membangun hubungan yang dekat dan bermakna dengan anaknya dengan segera

    sejak anaknya tersebut lahir. Namun Bowlby juga menemukan bahwa tidak ada

    hubungan antara pola kelekatan pada Ayah atau Ibu, sehingga anak mungkin

    memiliki pola kelekatan yang secure dengan Ibunya tetapi tidak dengan Ayahnya,

    ataupun sebaliknya

    Sampai saat ini penelitian mengenai hubungan Ayah dan anak masih

    sangat sedikit dibandingkan penelitian mengenai hubungan antara Ibu dan anak.

    Lewis (dalam Dacey & Travers, 2002) bahkan memperkirakan bahwa sudah ada

    sekitar ribuan studi yang dilakukan mengenai hubungan Ibu dan anak,

    sedangkan hanya ada sekitar 17 studi yang diketahui membandingkan pola

    kelekatan Ayah dengan anaknya. Dari semua penelitian yang ada mengenai

    hubungan Ayah dan anak, didapatkan hasil yang hampir sama bahwa Ayah yang

    ikut serta dalam merawat anak diasumsikan lebih dapat meningkatkan

    perkembangan anak.

    2. 1. 5. Signifikasi Pola Kelekatan pada Masa Dewasa

    Pada masa dewasa muda seseorang akan berhadapan dengan tugas

    perkembangan psikososial yaitu membangun hubungan intim dengan orang lain.

    Bagi kebanyakan orang, memiliki hubungan yang intim dengan pasangan

    merupakan tujuan yang lebih penting dalam masa kehidupan dewasanya (Berger

    & Thompson, 1998). Oleh karena itu, pola kelekatan pada dewasa muda paling

    tampak dalam hubungan yang dibangun dengan pasangannya.

    Hubungan seseorang dengan pasangannya, berbeda dari hubungan dengan

    orangtua, dalam hal seksualitas dan perhatian timbal balik, namun pasangan dapat

    memenuhi beberapa kebutuhan yang sama seperti yang dilakukan oleh orangtua

    terhadap anaknya. Pasangan dapat menjadi secure base, tempat seseorang kembali

    dan mendapatkan kenyamanan serta keamanan terutama dalam situasi penuh

    tekanan (Santrock, 2002). Dalam hubungan dengan pasangannya, orang dewasa

    akan mengalami afeksi yang kuat, ingin selalu dekat, mendapatkan kenyamanan

    dari ikatan itu, dan kecewa bila mengalami perpisahan (Sigelman, 1999).

    20

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • Shaver dan Hazan (dalam Bird & Melville, 1994) menyatakan bahwa pola

    kelekatan berperan besar terhadap kelangsungan suatu hubungan cinta. Pada

    studinya terhadap 620 pria dan wanita, Shaver & Hazan (dalam Bird & Melville,

    1994) menemukan bahwa hubungan dari pasangan yang memiliki pola kelekatan

    secure cenderung bertahan paling lama (10 tahun) dibandingkan dengan mereka

    yang memiliki pola kelekatan avoidant (6 tahun) atau anxious/ambivalent (5

    tahun). Dalam penelitian tersebut, pasangan yang memiliki pola kelekatan secure

    mendeskripsikan diri mereka sebagai orang yang bahagia, percaya, ramah, serta

    dapat menerima dan mendukung pasangannya meskipun pasangannya tersebut

    memiliki beberapa kekurangan atau kesalahan. Pasangan yang memiliki pola

    kelekatan avoidant mengalami perasaan cemburu, takut akan keintiman, dan

    suasana hati yang berubah-ubah secara ekstrim. Subjek yang memiliki pola

    kelekatan anxious/ambivalent mendeskripsikan hubungannya diwarnai oleh obsesi

    terhadap pasangan, kecemburuan, emosi yang sangat mudah berubah, memiliki

    ketertarikan yang tinggi terhadap faktor seksual, dan menginginkan pasangannya

    memiliki perasaan yang sama dengan yang mereka rasakan.

    Simpson dan rekan (dalam Dacey & Travers, 2002) juga menemukan

    bahwa pola kelekatan antara pasangan suami dan istri berkontribusi terhadap

    kepuasan perkawinan. Suami-istri yang memiliki pola kelekatan secure

    menganggap satu sama lain sebagai sumber kenyamanan dan keamanan ketika

    menghadapi stres atau ketika mereka sedang merasa kecewa. Pasangan yang

    kurang secure dan cenderung ambivalent mengalami kecemasan lebih tinggi dan

    mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan pasangan.

    Dalam Santrock (2002a) dijelaskan bahwa sekitar 50-60 persen orang

    dewasa dari sampel non-klinis diidentifikasi memiliki pola kelekatan secure.

    Mereka memiliki deskripsi yang realistik dan koheren mengenai masa kecilnya

    dan mencoba memahami bagaimana pengalaman masa lalu mempengaruhi

    kehidupan mereka sebagai orang dewasa. Sekitar 25-30% orang dewasa lainnya

    memiliki pola kelekatan insecure-dismissing. Mereka tidak ingin mendiskusikan

    hubungan mereka dengan orangtuanya. Ingatan mereka terfokus pada pengalaman

    negatif, seperti ditolak atau diabaikan oleh orangtuanya. Sekitar 15% dari subjek

    yang diteliti memiliki pola kelekatan insecure-preoccupied, mereka dengan

    21

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • mudah menceritakan hubungannya dengan orangtua, tetapi terlihat tidak koheren

    dan tidak beraturan. Mereka terlihat tidak dapat meninggalkan masalah masa

    kecilnya dengan orangtua sehingga sering mengekspresikan kemarahan pada

    orangtuanya atau selalu berusaha untuk menyenangkan orangtuanya.

    2. 2. Masa Dewasa Muda

    2. 2. 1. Ciri-Ciri Dewasa Muda

    Kriteria untuk menetapkan bahwa seseorang telah meninggalkan masa

    remaja dan memasuki masa dewasa muda sulit untuk ditentukan (Santrock,

    2002a). Secara umum, hal yang paling sering dijadikan ukuran bahwa seseorang

    telah mencapai masa dewasa adalah ketika ia telah memiliki pekerjaan, karena

    kemandirian secara ekonomi menjadi salah satu patokan untuk mengatakan bahwa

    seseorang telah mencapai masa dewasa (Santrock, 2002a). Menurut Papalia, et al

    (2004) disebutkan bahwa masa dewasa muda mencakup rentang usia antara 20

    sampai 40 tahun.

    Pada masa dewasa muda keadaan fisik, kekuatan, energi, dan ketahanan

    seseorang mencapai puncaknya bila dibandingkan dengan masa perkembangan

    lainnya. Secara kognitif, daya nalar, dan penilaian moral mereka menjadi lebih

    kompleks. Gaya dan tipe kepribadian juga menjadi lebih stabil. Individu pada

    masa dewasa muda akan membuat pilihan-pilihan yang berhubungan dengan

    pendidikan, karir, gaya hidup, dan hubungan intim (Papalia, et al, 2004).

    2. 2. 2. Tugas Perkembangan Psikososial Dewasa Muda.

    Erikson mengembangkan delapan tahap model perkembangan psikososial

    (Papalia, et al, 2004). Seseorang akan mengalami krisis pada perkembangannya

    sesuai dengan delapan tahapan psikososial tersebut. Setiap krisis dilihat sebagai

    sebuah tantangan yang harus diselesaikan oleh individu agar dapat melangkah ke

    tahapan selanjutnya.

    Masa dewasa muda tergolong ke dalam tahapan perkembangan psikososial

    yang keenam, yaitu intimacy versus isolation (Erikson dalam Papalia, et al, 2004).

    Tugas perkembangan yang utama bagi dewasa muda adalah menjalin hubungan

    22

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • antar pribadi yang intim dan membuat komitmen dengan orang lain (Papalia, et al,

    2004). Dalam suatu hubungan antar pribadi yang intim dibutuhkan pengorbanan

    dan kompromi. Dewasa muda yang telah membangun identitas diri yang kuat

    selama masa remaja akan siap untuk berhubungan dan melebur identitas dengan

    orang lain. Jika pada masa dewasa muda seseorang dapat membangun hubungan

    pertemanan dan hubungan intim yang sehat dengan orang lain, maka intimacy

    dapat dicapai (Santrock, 2002a). Sebaliknya, jika hal itu tidak terpenuhi maka

    seseorang akan mengalami perasaan terisolasi. Walaupun begitu, seseorang tetap

    membutuhkan suatu masa isolasi untuk merefleksikan kehidupannya (Papalia, et

    al, 2004).

    Sewaktu dewasa muda berusaha meyelesaikan berbagai tuntutan dalam hal

    keintiman, competitiveness, dan hubungan dengan orang lain, mereka

    mengembangkan suatu ethical sense, yang ditekankan Erikson sebagai tanda

    seseorang menjadi dewasa (Papalia, et al, 2004). Ethical sense berkaitan dengan

    etika seseorang dalam bersikap, bertindak, termasuk dalam membina hubungan

    dengan pasangan.

    Erikson (dalam Dacey & Travers, 2002) menegaskan bahwa hubungan

    seksual bukan aspek intimacy yang paling utama, sebab ada makna lain yang lebih

    penting dari intimacy yaitu berbagi nilai, kebutuhan, dan rahasia pada orang lain.

    Resolusi dari tahapan intimacy versus isolation ini akan menghasilkan cinta, yaitu

    kesetiaan antara pasangan yang telah memilih untuk berbagi hidup, memiliki

    anak, dan membantu anak-anak mereka mencapai perkembangan yang sehat

    (Papalia, et al, 2004).

    2. 2. 3. Pernikahan pada Dewasa Muda

    Flavell (dalam Peterson, 2004) mengatakan bahwa perubahan paling

    signifikan dan abadi dalam kehidupan orang dewasa adalah menikah, pernikahan

    merupakan puncak dari hubungan intim yang dijalin antar individu (Sarwono,

    2002). Menurut sosiolog William Stephens (dalam Bird & Melville, 1994),

    pernikahan merupakan suatu ikatan antara dua individu yang diketahui secara

    sosial, disahkan melalui suatu upacara, dengan maksud untuk dapat bertahan

    selamanya. Pergertian yang hampir sama juga diungkapkan oleh Weiten & Lloyd

    23

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • (2000) yang menyatakan bahwa pernikahan adalah perjanjian untuk bersatu secara

    legal dan sosial dalam hubungan intim orang dewasa.

    Dalam pernikahan dan berkeluarga, intimacy dan cinta tampil bersama-

    sama (Santrock, 2002a), dan di dalamnya terdapat ketergantungan ekonomi,

    kesetiaan seksual, dan pembagian tanggung jawab terhadap anak-anak yang akan

    dilahirkan kelak (Weiten & Lloyd, 2000). Baik pria maupun wanita merasa

    penting untuk memilih pasangan hidup yang memiliki kesamaan dengan mereka

    dalam hal usia, nilai, dan pendidikan. Wanita lebih menekankan pentingnya

    pekerjaan, nilai agama, dan keinginan untuk memiliki anak; sedangkan pria lebih

    dipengaruhi oleh ketertarikan fisik pada pasangannya (Knox dan rekan dalam

    Dacey & Travers, 2002). Saat ini banyak orang yang menunda pernikahan sampai

    mereka berada di akhir usia 20. Pengunduran ini dilakukan untuk lebih

    mempersiapkan diri baik secara ekonomi maupun personal (Santrock, 2002a).

    Bird & Melville (1994) menjelaskan bahwa pada awal pernikahan

    pasangan akan dihadapkan pada perubahan persepsi terhadap pasangannya

    berkenaan dengan hubungan mereka. Mereka mulai membuat pandangan yang

    ideal mengenai pasangan dan kehidupan pernikahannya, kemudian menjadi

    kecewa ketika dalam kenyataannya harapan mereka tidak sesuai dengan yang

    mereka bayangkan. Pasangan akhirnya menyadari bahwa kesuksesan pernikahan

    tergantung bagaimana cara mereka menyesuaikan harapan terhadap kehidupan

    pernikahan mereka yang sebenarnya.

    Pasangan pengantin baru yang sukses akan mampu mengatasi perbedaan

    diantara mereka dan akhirnya dapat beradaptasi dengan kehidupan pernikahannya.

    Mereka belajar untuk mentolerir ketidaksempurnaan pasangannya dan membuat

    komitmen untuk tetap mempertahankan pernikahannya, serta berusaha

    menghadapi masalah mereka sebagai pasangan. Oleh karena itu, usaha untuk

    memahami pasangan secara lebih mendalam, berkomunikasi, dan berbagi peran

    secara adil menjadi taktik penting dalam pernikahan (Bird & Melville, 1994).

    Walaupun demikian, akhir-akhir ini angka peceraian terus meningkat.

    Data menyatakan bahwa perceraian banyak terjadi pada tahun-tahun awal

    pernikahan (Bird & Melville, 1994), dan mencapai puncaknya pada usia 5-10

    tahun pernikahan (Santrock 2002a). Hal senada juga diungkapkan oleh Kitson, et

    24

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • al (dalam Sigelman, 1999) bahwa pasangan yang paling berisiko mengalami

    perceraian adalah mereka yang sudah menikah rata-rata selama tujuh tahun.

    Pasangan ini biasanya akan menemui masalah pada tahun-tahun awal

    pernikahannya, namun mereka akan mencoba dan berusaha untuk mengatasi

    masalah tersebut. Jika setelah beberapa tahun usaha tersebut tampak tidak

    berhasil, maka mereka akan memutuskan untuk bercerai.

    Hubungan pernikahan dapat berjalan langgeng jika pasangan memiliki

    kesamaan dalam tingkat pendidikan, usia, ketertarikan fisik, dan kecerdasan (Hill,

    Peplau, & Ruben dalam Bird & Melville, 1994); serta sering menghabiskan waktu

    bersama, berbagi tugas, aktivitas, dan membuat keputusan harian bersama

    (Berscheid, Snyder, & Omoto dalam Bird & Melville, 1994). Selain itu, cara

    pasangan bertengkar dan menilai kesalahan yang terjadi, juga berpengaruh

    terhadap keberhasilan hubungan pernikahan mereka. Pasangan dapat tidak setuju

    dan mendebatkan berbagai hal tanpa merusak hubungannya, jika mereka dapat

    mengekspresikan perasaannya dengan cara yang tidak mengancam (Gottman &

    Krokoff dalam Bird & Melville, 1994). Pasangan yang langgeng dan berhasil ini

    lebih baik dalam menilai motivasi dari pasangannya. Mereka sering

    menghubungkan perilaku negatif pasangannya sebagai suatu situasi yang tidak

    terkendali, dan melihat perilaku positif sebagai tindakan akan rasa cinta dan

    dukungan (Bird & Melville, 1994).

    Banyak pasangan yang menyembunyikan kemarahan dan ketidakpuasan

    akan hubungan mereka, serta menarik diri atau menolak membicarakan hal yang

    mengancam sisi emosionalnya tersebut. Perasaan yang tersembunyi ini tidak akan

    hilang, tetapi akan mengendap di dalam diri dan terus tumbuh menjadi kemarahan

    yang lebih dalam. Pasangan yang paling puas akan hubungannya, dapat saling

    membuka diri, menunjukkan perilaku yang dianggap adil, pantas, wajar, serta

    mempunyai komitmen untuk tetap bersama dalam jangka waktu yang lama (Bird

    & Melville, 1994). Mereka juga mendengarkan masalah pasangannya, bersimpati,

    menghibur, dan memberikan dukungan selama masa-masa yang sulit (Davis &

    Oathout dalam Bird & Melville, 1994).

    25

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • 2. 3. Dinamika

    Bagan 2. 2. Dinamika hubungan variabel-variabel penelitian

    Pola kelekatan tumbuh sejak pertama kali seorang anak lahir. Anak akan

    mengembangkan kelekatan dengan orang yang mengasuhnya (orangtua). Pola

    kelekatan dengan orangtua dapat dibedakan antara pola kelekatan dengan Ayah

    dan pola kelekatan dengan Ibu. Hal ini perlu dibedakan karena walaupun Ayah

    dan Ibu sama-sama memiliki peran dalam kehidupan seorang anak, namun

    terdapat perbedaan dalam cara mereka berinteraksi dengan anaknya. Seperti yang

    telah diuraikan sebelumnya, tingkah laku Ibu sifatnya lebih nurturance,

    sedangkan Ayah lebih playful.

    Pola kelekatan dengan

    pasangan hidup pada

    dewasa muda

    Pola kelekatan dengan Ayah di

    masa kecil

    Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan pola kelekatan

    Faktor yg berperan terhadap hubungan

    antara pasangan menikah.

    - Usia - Persamaan etnis,

    pendidikan, agama, dll. - Pembagian peran dlm RT - Cara menangani konflik

    Pola kelekatan

    dengan Ibu di masa

    kecil

    26

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007

  • Pola kelekatan ini akan terus ada dalam kehidupan seseorang yang akan

    mempengaruhi cara ia berhubungan dengan orang lain sepanjang hidupnya.

    Perkembangan pola kelekatan akan terus berlanjut sejak masa kecil hingga akhir

    kehidupan, ada yang berlangsung dengan stabil, namun ada juga yang berubah

    seiring berjalannya waktu. Perubahan dalam perkembangan pola kelekatan dari

    kecil sampai dewasa dapat terjadi karena berbagai hal, baik ekternal maupun

    internal. Pengaruh eksternal diantaranya adalah perceraian orangtua, pola

    pengasuhan yang diterima, kematian orangtua, pernah ditelantarkan, korban

    kekerasan, memiliki Ibu yang mengalami depresi, dan pola kelekatan yang ia

    bangun dengan orang-orang lain di dalam kehidupannya. Sedangkan pengaruh

    internal mencakup kesadaran seseorang untuk mengubah pola kelekatan yang ia

    miliki ke arah yang lebih baik. Dalam penelitian ini pengaruh yang akan diteliti

    lebih lanjut hanya perceraian dan kematian orangtua saja.

    Pola kelekatan memiliki peran yang cukup penting dalam hubungan

    pernikahan seseorang karena mempengaruhi bagaimana cara mereka berinteraksi

    dengan pasangannya. Pola kelekatan yang terbangun dengan baik dengan

    pasangan hidup terbukti pada penelitian sebelumnya dapat menghasilkan

    pernikahan yang sukses dan langgeng. Selain pola kelekatan, hal-hal lain yang

    mempengaruhi hubungan pernikahan antara lain usia; lama waktu ia mengenal

    pasangannya; persamaan etnis, agama, dan pendidikan; pembagian peran dalam

    rumah tangga; serta cara pasangan menangani konflik. Dalam penelitian ini yang

    akan diteliti lebih lanjut hanya usia pernikahan, usia pacaran serius sebelum

    menikah, dan cara menangani konflik dalam hubungan pernikahan.

    27

    Universitas IndonesiaHubungan antara..., Rizki Utami, F.PSI UI, 2007