22
567 DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA (Study Analisis Proses Demokratisasi Pemerintahan Desa Menurut UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah di Desa Kalipang Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang) Oleh : Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri ABSTRACT Democratization process as one aspect pf the implementation of Law Number 22, 1999, in rural areas is an interesting phenomenon, including the case of Kalipang Village. This article is focused on autonomy, governance and decentralization aspects, based on the fact that there are some weaknesses in the democratization process in Indonesia related to governance in rural areas. Although the people’s participation could be channeled through Village Representative Body (BPD), but this institution also faces some problems. The educational background of BPD members in Kalipang is good enough, but their professionalism in doing their job are still questionable. Meanwhile, the professionalism of Head of the Village is not so good, but his leadership is good enough. He is open to the people’s participation and is able to unite his people. However, there are some problems related to the people’s participation. It is recommended that BPD can play a stronger role in the future, for the sake of better democratization implementation in rural areas. Keywords: Democratization, Governance in rural areas, BPD, Society’s Participation, A. PENDAHULUAN Runtuhnya orde baru akibat tuntutan reformasi di segala bidang telah mengakibatkan perubahan yang tidak dapat dihindari dan harus diterima. Di pihak lain juga menyadar- kan para negarawan di dalam perubahan atau reformasi ini harus dilakukan perencanaan-perenca- naan yang mengarah pada pening- katan, perbaikan, dan improvement (planed change). Pembangunan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil pembangunan yang dititik beratkan pada sektor industri di era orde baru ternyata tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, terbukti konsep tersebut justru menimbulkan permasalahan baru, yaitu adanya kesenjangan kesejahteraan sosial yang semakin dalam. Di sisi lain peralihan dari era orde baru ke era reformasi mem- bawa dampak pada perubahan di berbagai segi kehidupan, dimana pada pemerintahan orde baru pemerintah memainkan peran tunggal dalam perencanaan pem- bangunan, yang dalam proses

DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/58439/1/435-776-1-PB.pdf · bawa dampak pada perubahan di berbagai segi kehidupan, dimana ... pada dimensi

Embed Size (px)

Citation preview

567

DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN DESA(Study Analisis Proses Demokratisasi Pemerintahan Desa

Menurut UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah diDesa Kalipang Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang)

Oleh : Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri

ABSTRACT

Democratization process as one aspect pf the implementation of LawNumber 22, 1999, in rural areas is an interesting phenomenon, including thecase of Kalipang Village. This article is focused on autonomy, governance anddecentralization aspects, based on the fact that there are some weaknesses inthe democratization process in Indonesia related to governance in rural areas.Although the people’s participation could be channeled through VillageRepresentative Body (BPD), but this institution also faces some problems. Theeducational background of BPD members in Kalipang is good enough, but theirprofessionalism in doing their job are still questionable. Meanwhile, theprofessionalism of Head of the Village is not so good, but his leadership is goodenough. He is open to the people’s participation and is able to unite his people.However, there are some problems related to the people’s participation. It isrecommended that BPD can play a stronger role in the future, for the sake ofbetter democratization implementation in rural areas.

Keywords: Democratization, Governance in rural areas, BPD, Society’s Participation,

A. PENDAHULUANRuntuhnya orde baru akibat

tuntutan reformasi di segala bidangtelah mengakibatkan perubahanyang tidak dapat dihindari dan harusditerima. Di pihak lain juga menyadar-kan para negarawan di dalamperubahan atau reformasi ini harusdilakukan perencanaan-perenca-naan yang mengarah pada pening-katan, perbaikan, dan improvement(planed change). Pembangunanpeningkatan laju pertumbuhanekonomi dan pemerataan hasilpembangunan yang dititik beratkan

pada sektor industri di era orde baruternyata tidak berjalan sebagaimanayang diharapkan, terbukti konseptersebut justru menimbulkanpermasalahan baru, yaitu adanyakesenjangan kesejahteraan sosialyang semakin dalam.

Di sisi lain peralihan dari eraorde baru ke era reformasi mem-bawa dampak pada perubahan diberbagai segi kehidupan, dimanapada pemerintahan orde barupemerintah memainkan perantunggal dalam perencanaan pem-bangunan, yang dalam proses

568

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

perencanaannya lebih ditentukandari atas (top-down) atau sentralistikdengan gaya kepemimpinan yangotokratis.

Dengan politik sentralistiktersebut yang diiringi kepemimpinanotokratis yang senantiasa mendo-minasi, melibas aspirasi, dankepentingan rakyat, akhirnya tidakmenutup kemungkinan terciptasebuah kondisi di mana negarasemakin meninggalkan rakyat.Beberapa hal dapat menunjukkanbahwa politik sentralistik itumembawa kepada kondisi-kondisiyang anti demokrasi sebagai berikut:1) Seringnya rencana-rencanapemerintah tidak diketahui olehmasyarakat di tingkat bawah; 2)Lemahnya dukungan elit lokal(daerah); 3) Lemahnya kontakpemerintah daerah dengan masya-rakat; dan 4) Tidak dapat memotongred tape prosedur politik dan adminis-trasi yang panjang (Rondinelli dalamPutra, 1999 : 67).

Pengertian di atas me-nunjukkan lemahnya pemerintah lokaldan rakyat pada masa itu. Dalamkaitan tersebut pada pasca era ordebaru ini, gerakan reformasi kearahdemokratisasi salah satunya ditekan-kan pada penguatan peran sertadaerah. Pemberdayaan daerah danpemberdayaan masyarakat menjadisumber perhatian utama, terutamadengan diberlakukannya UU No. 22Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun1999.

Pada hakekatnya, otonomidaerah bertujuan mendekatkan

pelayanan pemerintah kepadamasyarakat. Dalam tataran operasi-onal ada dua hal yang ingin dicapaidengan konsep otonomi daerah(Imawan, 2000 : 4), yaitu: Pertama,kesesuaian antara masalah denganpotensi daerah untuk mengatasimasalah tersebut. Kedua, keter-libatan masyarakat dalam prosespolitik dan pemerintahan.

(Imawan, 2000 : 11), menge-mukakan tujuan akhir dari demokra-tisasi adalah terbentuknya satutatanan kehidupan politik di mana :1) Warga negara secara bebas danberkala memilih orang-orang yangmereka nilai layak dipercaya untukmemerintah; 2) Orang yang meme-rintah dapat dipercaya dan ber-tanggung jawab langsung kepadaorang yang diperintah; 3) Adamekanisme politik yang memungkin-kan warga negara dapat mengontrolsejauh mana kepentingan merekadilaksanakan oleh orang yangmemerintah; dan 4) Ada kesejajarantawar-menawar politik antara warganegara dengan orang yang meme-rintah, sebagai jaminan terciptanyahubungan yang bersifat konsultatif.

Dari tatanan kehidupan politikdimaksud, maka varian ukurandemokrasi akan nampak semakinrumit tatkala pengamatan diarahkanpada dimensi pemerintahan terkecildari suatu masyarakat yaitu desa.Sebagian besar indikator demokrasidi desa sangat diwarnai oleh kulturdan lingkungan setempat, di manapemerintah orde baru sejak tahun1970-an telah mencanangkan

569

berbagai macam kebijaksanaan danprogram pembangunan pedesaan,namun secara umum kondisi sosialekonomi desa masih memprihatin-kan. Desa menurut penjelasan UUNo. 22 Tahun 1999 sebagai berikut:

“Desa atau yang disebut dengannama lain sebagai suatu kesatuanmasyarakat hukum yang mem-punyai susunan asli berdasarkanhak asal-usul yang bersifatistimewa sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 18UUD 1945. Landasan pemikirandalam pengaturan mengenaiPemerintahan Desa adalah keane-karagaman, partisipasi, otonomiasli, demokratisasi, dan pember-dayaan masyarakat (UU OtonomiDaerah, 1999 : 47).”

Dari uraian di atas, bahwapartisipasi menjadi ciri yang sangatdominan dalam wacana otonomidaerah. Partisipasi bukan hanyaterbatas pada partisipasi pekerjadalam menejemen, tetapi ia lebihmerupakan pelaksanaan prinsip hakuntuk bersuara (voice) bagi semuapihak dalam organisasi (Benveniste,1997 : 198). Penguatan organisasikelembagaan merupakan faktorpenting dalam melaksanakan prosesperubahan struktural menuju moder-nisasi (Duncan, 1986 : 129). Dalamperspektif pembangunan demokrasidi pedesaan, partisipasi tercermindalam berbagai interaksi dariberbagai pihak yang ada dipemerintahan desa.

Keberadaan Badan PerwakilanDesa (Penjelasan UU 22/1999 : 47)yang berfungsi sebagai lembaga

legislasi dan pengawasan pelak-sanaan peraturan desa, APB Desa,dan keputusan Kepala Desa,merupakan wujud dari totalitas formalbergaining position (posisi tawar)partisipasi rakyat dalam pemba-ngunan demokrasi desa. Kebera-daan BPD dan berbagai kelem-bagaan masyarakat yang lain dapatmengarahkan program pembangu-nan desa rasional sesuai dengankaidah dasar yang meliputi : 1)Pemihakan dan pemberdayaanmasyarakat; 2) Pemberian otonomidan desentralisasi dalam penge-lolaan kegiatan pembangunandaerah; dan 3) Penajaman programdan efektifitas bantuan secaraterpadu (Sumodiningrat dalamUsman, 1998 : 40).

Berbagai upaya dan peren-canaan yang dilakukan dalamkerangka terwujudnya pemerintahanyang demokratis adalah esensi daridemokratisasi.

Desa Kalipang KecamatanSarang Kabupaten Rembangmerupakan suatu kawasan pede-saan yang terjangkau, terbuka atasberbagai akses modernisasi. Baikdari letak geografis yang relatif dekatdengan perkotaan serta hetero-genitas masyarakatnya, walaupunsebagian besar dari warganya masihbergerak di sektor pertanian.Dinamika masyarakat DesaKalipang terjadi seiring dengan erapemberdayaan masyarakat. Sen-tuhan perubahan ini membawaberbagai pergeseran sosial yangseringkali mengakibatkan konflik

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

570

kepentingan yang apabila tidakterantisipasi dan dikelola secarabenar akan menghasilkan kondisiyang tidak menguntungkan bagimasyarakat desa itu sendiri.

Dalam konteks pelaksanaanUU No. 22 Tahun 1999 di DesaKalipang yang harus dilihat secaranyata adalah bahwa masyarakatDesa Kalipang pada dasarnyaberada dalam situasi kesadaranpalsu khususnya ketika melihatkekuasaan. Bahkan sudah menjadikesan stereotip proses pemilihandesa di Desa Kalipang. Misalnya,untuk menjadi seorang kepala desa,calon kepala desa tidak segan-segan melakukan daya upaya,contohnya money politics

Dari prasurvey, pengalamanlapangan dan dialog penulis denganmasyarakat terdapat suatu kesankuat bahwa masyarakat DesaKalipang menempatkan diri merekasebagai warga pemerintah. Akibat-nya ketika terjadi proses perubahan-perubahan yang menuntut suatukualitas tertentu dari keterlibatanmasyarakat, terdapat kesan merekatidak siap, menunggu bahkan masihingin menggantungkan nasib merekapada penguasa. Hal ini tentu tidakbisa dijadikan alasan untuk kembalikepada pola lama, atau sebagaijustifikasi untuk mendiskreditkanmasyarakat, melainkan perludijadikan rujukan untuk melihatrealitas sosial yang ada. Artinyasetiap perubahan kebijakan yangtidak dibarengi oleh pembaharuanyang menyeluruh sesungguhnya tidak

akan memberi makna yang lebih,kecuali hanya lip service

Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mendiskripsikan dan meng-analisis proses demokratisasiPemerintahan Desa menurut UU No.22 Tahun 1999 dan menganalisisfenomena-fenomena yang mendo-rong dan menghambat prosesdemokratisasi pemerintahan desa diDesa Kalipang Kecamatan SarangKabupaten Rembang.

Pengertian desa sangatberagam, sesuai dengan maksuddan sudut pandang yang hendakdigunakan. Sebutan desa dapatberupa konsep tanpa makna politik,namun juga dapat berarti suatu posisipolitik dan sekaligus kualitas posisidihadapan pihak atau kekuatan lain(supra desa).

Dilihat dari sudut pandanghukum dan politik yang telahmenekankan kepada tata aturanyang menjadi dasar pengaturankehidupan masyarakat, desadipahami sebagai suatu daerahkesatuan hukum di mana bertempattinggal suatu masyarakat, yangberkuasa (memiliki wewenang)mengadakan pemerintahan sendiri(Kartohadikoesoemo, 1984 :

Dari berbagai pengertiantersebut, maka dapat ditarikbeberapa ciri umum dari desa antaralain : 1) Desa umumnya terletak di,atau sangat dekat dengan, pusatwilayah usaha tani (sudut pandangekonomi); 2) Dalam wilayah itu,pertanian merupakan kegiatanekonomi dominan; 3) Faktor pengua-

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

571

saan tanah menentukan corakkehidupan masyarakatnya; 4) Tidakseperti di kota ataupun kota besaryang penduduknya sebagian besarmerupakan pendatang, populasipenduduk desa lebih bersifat “tergantidari dirinya sendiri”; 5) Kontrol sosiallebih bersifat informal dan interaksiantara warga desa lebih bersifatpersonal dalam bentuk tatap muka;dan 6) Mempunyai tingkat homoge-nitas yang relatif tinggi dan ikatansosial yang relatif lebih ketat dari-pada kota (Wiradi dalam Suhartono,2001 : 14-1).

Arti dari pemerintahan desa,terlebih dahulu harus dapatdibedakan antara istilah “peme-rintah” dan “pemerintahan” (Hima-wan, 2001 : 50) menyebutkan, bahwapemerintah adalah perangkat(organ) negara yang menyeleng-garakan pemerintahan, sedangkanpemerintahan adalah kegiatan yangdiselenggarakan oleh perangkatnegara, yaitu pemerintah. Dengandemikian pemerintahan desa dapatdiartikan sebagai kegiatan dalamrangka penyelenggaraan pemerin-tahan yang dilaksanakan olehperangkat atau organisasi pemerin-tahan, yaitu pemerintahan desa.

Dalam Pasal 94 UU No. 22Tahun 1999 Pemerintahan Desaterdiri dari Pemerintah Desa danBadan Perwakilan Desa ( BPD).

Untuk memahami lebih jelastentang demokratisasi desa tidakbisa dilepaskan dari peran otonomisebagai pembuka demokratisasipemerintahan desa. Dalam mema-

hami tentang kaidah pengertianotonomi kita tidak bisa lepas darikonsep desentralisasi pemerintahan.Karena daerah otonomi merupakanhasil dari penyelenggaraan asasdesentralisasi, sedangkan urusanyang diserahkan kepada daerahotonom yang menjadi hak atauwewenangnya disebut otonomidaerah atau otonomi saja (Pide,1999 : 3).

Otonomi seluas-luasnya, di-rumuskan secara formal di dalamUUDS 1950 Pasal 131 ayat (2), yangberbunyi : kepada daerah diberikanotonomi seluas-luasnya untukmengurus rumah tangganya sendiri.Sedangkan pengertian tentangotonomi seluas-luasnya tersebut di-kemukakan oleh Danurejo dalam(Imawan, 2001 : 20) yang menga-takan:

“Konsepsi tentang otonomi seluas-luasnya hendaknya diartikansebagai hak/wewenang daerahuntuk menyelenggarakan rumahtangganya yang seluas-luasnya itubersangkut paut dengan pekerjaanbebas dari pada daerah baikmengenai kualitas maupun kuanti-tasnya.”

Disamping istilah otonomiseluas-luasnya ada lagi istilahotonomi riil muncul di dalamPenjelasan Umum UU No. 1 Tahun1957, di mana dijelaskan bahwapemecahan perihal dasar dan isiotonomi itu hendaknya didasarkanpada keadaan dan faktor-faktor riil,yang nyata, sehingga dengandemikian dapatlah kiranya diwujud-

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

572

kan keinginan kepentingan umumdalam masyarakat itu.

Di dalam UU No. 5 Tahun 1974dijelaskan apa yang dimaksudkandengan pengertian otonomi yangbertanggung jawab yaitu :

Pemberian otonomi itu benar-benarsejalan dengan tujuannya, yaitumelancarkan pembangunan yangtersebar di seluruh pelosok negara,dan sesuai atau tidak bertentangandengan pengarahan yang telahdiberikan, sesuai dengan pembi-naan politik dan kesatuan bangsa,menjamin hubungan yang serasiantara pemerintah pusat dandaerah serta dapat menjaminperkembangan dan pembangunandaerah (Pide, 1999 : 44-45).

Prinsip dasar tentang Desayang terkandung dalam UU No. 22Tahun 1999 adalah: Pertama, desadiakui memiliki otonomi dalammenjalankan kehidupannya. Penga-kuan atas otonomi desa ini terwujuddalam diakuinya hak yang dimilikidesa untuk mengatur segala urusan-nya sendiri baik dalam membentukpemerintahan maupun dalampenyelenggaraan kekuasaan.

Kedua, Desa diberi kelelua-saan dalam mengatur kehidupannyadengan mengakui adanya keaneka-ragaman dan ke khasan dari masing-masing desa.

Demokrasi secara klasikbermakna pemerintah dari, oleh, danuntuk rakyat. Demokrasi menempat-kan rakyat pada posisi terhormat,pemilik kedaulatan. Pejabat hanya-lah orang-orang suruhan rakyat. Atauyang mendapat mandat dari rakyat.

Suatu negara atau suatu pemerin-tahan dikatakan berdasarkan prinsipdemokrasi (demokratis), setidaknyamenunjukkan ciri: pemerintah dibawah kontrol masyarakat, pemilihanumum yang bebas dan non-diskriminatif, prinsip mayoritas, danadanya jaminan hak-hak demokratis.Pada prinsipnya demokrasi merupa-kan suatu ruang politik bagi rakyat,sehingga dapat ambil bagian secaraproduktif dan aman dalam prosespenyelenggaraan negara. Dengandemikian rakyat ikut menentukannasibnya.

Putra (1999 : xiii) menyebutkanbahwa yang menjadi pilar-pilardemokratisasi sebagai berikut : 1)Kedaulatan Rakyat; 2) Pemilihanumum yang jujur dan adil; 3) Jaminanhak-hak azasi manusia dan per-samaan semua warga negara didepan hukum; 4) Proses hukum yangberkeadilan; 5) Pembatasan kekua-saan pemerintah melalui konstitusi;6) Pluralisme sosial, ekonomi danpolitik; dan 7) Dikembangkannyanilai-nilai toleransi pragmatisme,kerjasama, dan mufakat.

Dahl dalam (Ghofur, 2002 : 17)dalam studinya yang terkenal menga-jukan empat kriteria bagi demokrasisebagai sebuah ide politik yaitu: 1)Persamaan hak pilih dalam menentu-kan keputusan kolektif yang mengi-kat; 2) Partisipasi efektif; 3) Kontrolkekuasaan eksekutif; dan 4) Alat-alatperwakilan yang berkualitas danefektif.

Demokrasi ekonomi Indonesiaberlandaskan pada kekeluargaan

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

573

dan kebersamaan mengandungajaran-ajaran pengembangan indi-vidu dan masyarakat secara selaras,serasi, dan seimbang.

Demokrasi desa, menurutpandangan Ina E Slamet dalamSuhartono (2001:26), merupakandemokrasi asli dari suatu masya-rakat yang belum mengalamistratifikasi sosial.

Hatta dalam Suhartono (2001 :26) mengatakan bahwa demokrasidesa mengandung tiga ciri, yakni :rapat (tempat rakyat bermusyawarahdan bermufakat), hak rakyat untukmengadakan protes, dan cita-citatolong menolong.

Dalam konteks ini memung-kinkan suatu demokrasi desa akanberarti suatu upaya, yang bukan sajamendorong perubahan-perubahanpolitik, melainkan juga perlu menyen-tuh segi-segi ekonomi (strukturekonomi).

Inti dari demokrasi adalahpemerintahan oleh rakyat, disebutdemikian karena semua penyeleng-garaan pemerintahan diselenggara-kan oleh rakyat.

Dalam perkembangannyakemudian penyelenggaraan peme-rintahan dengan berdasar kepadaotonomi berarti pula melaksanakandemokratisasi penyelenggaraanpemerintahan.

Demokratisasi merupakanbuah proses yang multifaceted,karena melibatkan banyak sekalifaktor, baik dalam bidang sosial,ekonomi, budaya, hukum, bahkanhistoris disamping faktor politik.

Faktor utama yang menentukanproses demokratisasi pemerintahanadalah adanya pemerintah sebagaipengambil keputusan dalam ber-bagai bidang pembangunan danpartisipasi masyarakat dalam prosespemerintahan terutama dalammenyalurkan aspirasi dan melakukanpengawasan baik melalui lembagaperwakilan yang ada maupun secaralangsung baik individu ataukelompok.

Syarat bagi adanya demokrati-sasi adalah : 1) Suatu kondisi yangmemberikan jaminan penuh padarakyat, sehingga tersedia rasa amanbagi rakyat, dengan demikiandiperlukan adanya pengakuan atashak-hak dasar rakyat; 2) Suatuwahana atau badan-badan formalyang dapat menjadi saluran aspirasirakyat, dalam hal ini adalah BPD.

Kualitas Badan PerwakilanDesa (BPD) adalah kemampuandari BPD yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat di desa dalammenyalurkan tuntutan-tuntutanmasyarakat (Sutoro, 2003 : 280).Sedangkan menurut Purwo Santosa(2003 : 280), kualitas kelembagaandesa (BPD) dipengaruhi olehkualitas lembaga tersebut dalammelaksanakan kewajiban-kewajibanyang diembannya sebagai penyerapaspirasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalampembangunan desa bisa dilihat dariketerlibatan masyarakat dalammerumuskan kebijakan pem-bangunan (rencana strategis desa,program pembangunan, APB Desa,

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

574

dan lain-lain), antara lain melaluiforum RT, Musbangdes, maupunrembug desa. Forum-forum tersebutjuga bisa digunakan bagi pemerintahdesa untuk mengelola prosesakuntabilitas dan transparansi,sementara bagi masyarakat bisadigunakan untuk voice, akses, dankontrol terhadap kebijakan peme-rintah desa.

Salah satu masalah rumit yangdihadapi dalam sistem yangdemokratis adalah kepemimpinan.Kepemimpinan (leadership) secaraumum merupakan kemampuanseseorang (pemimpin, leader) untukmempengaruhi orang lain (yangdipimpin, followers), sehingga oranglain tersebut bertingkah lakusebagaimana yang dikehendakipemimpin tersebut.

Kepemimpinan kepala desapada dasarnya bagaimana kepaladesa dapat mengkoordinir seluruhkepentingan masyarakat desadalam setiap pengambilan kepu-tusan. Kepala desa menyadari bahwapekerjaan tersebut bukanlahtanggung jawab kepala desa saja,oleh sebab itu melimpahkan semuawewenangnya kepada semuatingkat pimpinan sampai ke tingkatbawah sekalipun seperti kepaladusun dan lainnya.

Kualitas kepemimpinan me-rujuk kepada kapasitas seseoranguntuk membangun kesadaran kolektifdari suatu komunitas atas keperluanmewujudkan cita-cita dan tujuan.

Jenis penelitian ini, menuruttaraf penjelasannya, bersifat

deskriptif yang mendalam (thickdescription) yang berupaya melaku-kan eksplorasi dan klarifikasimengenai sesuatu fenomena ataukenyataan sosial, dengan jalanmendiskripsikan sejumlah variabelyang berkenaan dengan masalahdan unit yang diteliti (Faisal, 1992 :20).Fokus dalam penelitian ini sebagaiberikut :1. Analisis Proses Demokratisasi

Pemerintahan Desa menurut UUNo. 22 Tahun 1999 di DesaKalipang;

2. Fenomena-fenomena pendorongdan penghambat demokratisasipemerintahan desa di DesaKalipang yang meliputi;a. Kualitas pelaksana (BPD),b. Partisipasi masyarakat,c. Kualitas kepemimpinan

Kepala Desa.

Sampel awal atau informanawal yang diambil dalam penelitianini sebagai berikut :1. Kepala Desa;2. Perangkat desa;3. Pengurus LPMD;4. Tokoh masyarakat/Tokoh agama,

simpatisan parpol, dan petani.

Sedangkan informan akhir akanmuncul manakala sudah terjadiinformasi jenuh yang ditandai denganjawaban yang sama atas pertanyaanyang sama dari beberapa informanatas pertanyaan dari peneliti.

Dalam penelitian kualitatifinstrumen utama ialah peneliti

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

575

sendiri. Sedangkan sebagai instru-men bantu atau instrumen pendukungakan digunakan pedoman wawan-cara ( interview guide) tidakterstruktur, dokumentasi, ataupencatatan secara sistematikdengan beberapa alat bantu sepertitelepon dan alat-alat tulis lain.

Fenomena-fenomena yangditeliti dalam penelitian ini adalahproses Demokratisasi PemerintahanDesa di Desa Kalipang, KecamatanSarang, Kabupaten Rembang yangmeliputi :1. Kualitas kemampuan BPD dalam

menyalurkan tuntutan-tuntutanmasyarakat;

2. Bentuk partisipasi masyarakatyang merupakan peran serta dandukungan masyarakat terhadapdemokratisasi;

3. Kualitas kepemimpinan kepaladesa yaitu merupakan kemam-puan kepemimpinan kepala desadalam menggerakkan semuasumber daya manusia, sumberdaya alam, sarana, dana, danwaktu secara adil serta terpadudalam proses pemerintahandesa;

4. Fenomena-fenomena yangmendorong dan menghambatproses demokratisasi pemerin-tahan desa di Desa Kalipang.

Pengumpulan data dilakukandengan teknik sebagai berikut:1. Wawancara mendalam (indepth

interview);2. Dokumentasi;3. Observasi.

Teknik analisa dan interpretasidata dalam penelitian ini dilakukanmelalui tahap-tahap sebagai berikut:1. Reduksi data;2. Penyajian Data;3. Mengambil kesimpulan dan

verifikasi.

B. HASIL DAN PEMBAHASANPerkembangan otonomi desa

di Kabupaten Rembang selama initelah mengalami pasang surut yangfluktuatif mengikuti pasang surutnyaotonomi daerah. Fakta yang terjadipada masyarakat Desa Kalipangadalah warga desa sudah terbiasadengan pemilihan kepala desa yangdipercaya dan layak untuk meme-rintah.

Pemilihan kepala desa secaralangsung tersebut berdampakkepada orang yang memerintah(Kepala Desa), di mana kepala desabertanggung jawab kepada masya-rakat. Di Desa Kalipang ada kema-juan dalam hal pemberlakuanmekanisme politik yang memungkin-kan warga desa dapat mengontrolkepentingan mereka untuk dilaksana-kan oleh kepala desa, dalam hal inisudah dilakukan pengontrolanpelaksanaan kinerja pemerintahandesa oleh adanya Badan PerwakilanDesa (BPD).

Pemilihan BPD yang beranggo-takan tokoh-tokoh masyarakattersebut mengakibatkan adanyakesejajaran tawar-menawar politikantara warga masyarakat dengankepala desa sebagai jaminan

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

576

terciptanya hubungan yang konsul-tatif.

Dibandingkan dengan UU No.5 Tahun 1974 dan UU No. 5 Tahun1979, maka UU No. 22 Tahun 1999memiliki perbedaan filosofis danparadigma yang cukup mendasar.Apabila pada UU sebelumnyamenggunakan filosofi Keseragaman,maka UU No. 22 Tahun 1999menggunakan filosofi Keaneka-ragaman dalam kesatuan. Filosofikeanekaragaman dalam kesatuantelah mampu mengembangkan tigaparadigma penyelenggaraan peme-rintahan daerah yaitu kedaulatanrakyat, pemberdayaan masyarakat,serta pemerataaan dan keadilanmelalui filosofi keanekaragamandalam kesatuan, diharapkan bisamemberi otonomi yang luas, nyata,dan bertanggung jawab.

UU No. 22 Tahun 1999 telahmemberikan perhatian yang cukuppada desa. Hal itu terlihat dariadanya bab tersendiri mengenaidesa, yang terdiri dari 19 pasal (ataukurang lebih 15 persen darikeseluruhan pasal-pasal yang adadalam undang-undang tersebut).

Dari hasil diskusi pada FocusGroup Discussion yang diseleng-garakan oleh Peneliti denganmengundang tokoh-tokoh masya-rakat terdapat perbandingan antaraotonomi desa dengan otonomidaerah dalam jiwa UU No. 22 Tahun1999.

Indikator yang cukup signifikantehadap keberhasilan otonomi desaadalah sumber dana untuk men-

jalankan otonomi, sehubungandengan itu dana alokasi untuk DesaKalipang dirasakan sangat perludalam rangka menunjang pem-bangunan wilayah pedesaan danpelaksanaan pemberdayaan di-tingkat desa.

Berdasarkan wawancaramendalam dengan Key Person atausumber informasi bisa disimpulkanbahwa kebijakan otonomi daerahmemberikan dampak yang signifikanterhadap demokratisasi desa diDesa Kalipang.

Dengan adanya otonomi desasesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999di Desa Kalipang, diharapkan jugaadanya proses demokratisasi desadimana terdapat pendistribusiankekuasaan yang tidak hanyaberpusat di tangan kepala desa, tapidibagi dengan Badan PerwakilanDesa (sebagai badan legislasi).Proses demokratisasi dimulaidengan adanya pemilihan Kadesyang dilaksanakan secara bebasdan langsung tanpa adanya tekanandan intimidasi terhadap warga yangmempunyai hak pilih. Sedangkantentang adanya transaksi jual belisuara (money politics) dari timsukses calon Kades, memang sudahmenjadi tradisi dari waktu ke waktupada pelaksanaan Pilkades. Hal ituseperti dikemukakan oleh seorangwarga masyarakat sebagai berikut:

“Pembagian uang pada pemilihdilakukan oleh bakal calon Kadesuntuk mengganti kerugian waktudari warga, ... kami sih mau-mau

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

577

saja dikasih uang oleh masing-masing calon, tapi pada dasarnyakami tetap memilih calon yangbenar-benar mampu untukmemimpin desa ini....”

Dari pernyataan warga masya-rakat dapat diketahui bahwapembagian uang oleh bakal calonKades, diterima masyarakat sebagaipenggantian kerugian warga,sedangkan kebebasan memilih tetapada pada nurani mereka sendiri,meskipun tidak menutup kemung-kinan bahwa sebagian warga justrumemilih pemimpinnya berdasarkanbanyaknya imbalan yang diterima.

Kualitas BPD adalah kemam-puan BPD Desa Kalipang yangterdiri dari pemuka-pemuka masya-rakat di desa untuk menyalurkanaspirasi masyarakat dalam menga-yomi adat istiadat desa, termasukmelakukan pelestarian terhadapbudaya yang ada dengan menjabar-kan secara rinci aktifitas seni yangsesuai dengan tuntutan dari bawah.

Jumlah anggota BPD DesaKalipang terdiri dari 11 orang yangberasal 6 (enam) unsur partai politikdengan pembagian 2 (dua) orangdari partai politik yang perolehansuaranya 50% lebih dan 4 (empat)orang berdasarkan tunjukan daritokoh masyarakat yang merupakanwakil dari Rukun Warga (RW), 5(lima) orang lainnya dari unsurgolongan profesi dan organisasisosial kemasyarakatan.

Karena beragamnya keanggo-taan BPD, maka BPD menjadiwahana bagi warga desa untuk

memajukan desanya, memikirkanmasalah-masalah yang ada di desadan mencarikan jalan keluar terbaikuntuk setiap permasalahan.

Salah satu karakteristik daridemokratisasi dalam pemerintahandesa adalah adanya BPD yanganggotanya dipilih seara langsungoleh penduduk desa yang memenuhipersyaratan. Namun dalam kenya-taannya proses pembentukan BPDdi Desa Kalipang tidak sesuaidengan petunjuk teknis dan petunjukpelaksanaannya, seperti diaturdalam Keputusan Bupati RembangNomor 129 Tahun 2001.

Proses pemilihan anggota BPDdi Desa Kalipang terkesan asaljalan. Hambatan utama adalahmasalah pembiayaan apabiladilaksanakan pemilihan secaralangsung. Pemerintah Kabupatensendiri merasa tak berdayamenghadapi permasalahan ini,sehingga membiarkan saja ketikapemilihan anggota BPD dilaksana-kan secara tunjukan.

Dari permasalahan ini dapatdisimpulkan bahwa upaya Peme-rintah Kabupaten Rembang dalammeningkatkan partisipasi wargadesa untuk menciptakan demokra-tisasi tidak berhasil. Dampaklangsung dari pelaksanaan yangtidak sesuai dengan petunjuk teknisdan petunjuk pelaksanaan darikabupaten tersebut tentu sajamenghasilkan calon-calon wakil BPDyang kurang mampu mempresen-tasikan kelompok-kelompok masya-rakat di Desa Kalipang. Kondisi ini

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

578

sebagaimana yang dituturkan olehsalah seorang anggota LPMD;

“Anggota BPD kurang mewakilimasyarakat Desa Kalipang karenapembentukannya kurang demo-kratis…alasannya karena biaya.Mau dilimpahkan kepada KepalaDesa tidak mampu sedangkankalau kepada calon anggota BPDbanyak yang berkeberatan, karenasifatnya sosial. Jalan keluarnyadikembalikan kepada panitiapemilihan BPD tingkat Desa denganmenunjuk nama-nama yang telahdicalonkan dari unsur masing-masing”

Dari pernyataan anggota LPMDtersebut menunjukkan bahwa banyakbakal calon anggota BPD yangmenolak dijadikan calon karenadianggap merupakan kerja sosialtanpa kontraprestasi yang jelas.

Kondisi ini jelas menambahburuknya kualitas BPD karena calonanggota BPD yang bersediamenjabat hanya berbekal pada jiwapengabdian tanpa diimbangiprofesionalisme kerja.

Jika dilihat susunan keanggo-taan Badan Perwakilan DesaKalipang dari segi kualitas pendi-dikan cukup baik, namun dari segikualitas penyampaian aspirasi bisadikatakan sangat kurang karenamayoritas anggota BPD hanya terdiridari beberapa golongan profesiseperti misalnya Pegawai Negeri,Guru, wiraswasta, dan tidak adaanggota yang mewakili dari petaniikan. Padahal potensi penggerakperekonomian di Desa Kalipangsebagian besar berasal dari petani

ikan. Sehubungan dengan kinerjaBPD dalam menyalurkan aspirasimasyarakat Desa Kalipang inidituturkan oleh anggota LPMD :

“Melihat kinerjanya ... saya pikiruntuk aspirasi masyarakat, merekakurang membawa aspirasi masya-rakat ... kebanyakan mereka hanyatinggal di desa kemudian mengon-trol kinerja pemerintah desa saja,sedangkan keluaran atau aspirasimasyarakat kurang bisa menyalur-kan, kemampuan BPD sebagianbesar cukup mampu, bahkandedikasinya tinggi…bahkan seba-gian besar tidak dituntut ada di desakurang bisa menyampaikan aspi-rasi masyarakat”

Tolok ukur kinerja BPD menurutbendahara LPMD tersebut adalahkemampuan menyalurkan aspirasimasyarakat dan mengayominya.Berdasarkan tolok ukur ini makaBPD Desa Kalipang masih dianggapbelum mampu mewakili masyarakatbaik dari segi komposisi pengurusmaupun kemampuan dalammenyampaikan aspirasi wargadesa.

Berkaitan dengan fungsi danperan BPD di Desa Kalipang initerdapat komentar dari anggotaLPMD Kalipang yang menuturkan:

“Peran BPD baru dijajaki, contoh-nya masalah Pemilihan KetuaRW…itu adalah tugas BPD.Peraturan Desa tentang hal itusedang digodog/dirancang......melihat kinerja BPD sekarang adaterobosan menuju kepada yangdiinginkan tokoh masyarakat…jadiperannya sudah mulai tampak,tinggal meningkatkan dari segi

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

579

internnya terutama anggotanyayang tidak demokratis (asal tunjuk)sehingga banyak yang kurangmewakili rakyat…jadi tidak heranjika produk peraturan desanya jugabelum ada”

Akibat dari tidak terwakilinyasebagian besar masyarakat dankeanggotaan BPD yang asal tunjuksebagaimana yang diutarakan olehresponden menyebabkan dari segiinternal BPD masih sangat sulitmelakukan koordinasi apalagimembentuk tim kerja yang solidsebagai mitra Kepala Desa dalammembuat sebuah Peraturan Desa.Akibat dari kurang solidnya BPDtersebut juga berdampak langsungterhadap lemahnya penyaluranaspirasi masyarakat desa Kalipangkepada pihak eksekutif PemerintahDesa

BPD dan masyarakat adalahaktor yang melakukan kontrol untukmewujudkan akuntabilitas Peme-rintah Desa. Dalam melakukankontrol atau pengawasan kebijakandan keuangan desa, BPD mem-punyai kewenangan dan hak untukmenyatakan pendapat, dengarpendapat, bertanya, penyelidikanlapangan, dan memanggil pamongatau perangkat desa. Mestinya ruangini bisa dimainkan dengan baik olehanggota BPD Desa Kalipangsehingga akan tercipta akuntabilitasPemerintah Desa yang luar biasa.Namun, dilihat dari fungsinya dalampengawasan terhadap akuntabilitaskeuangan dan pemerintahan desa,BPD belum melaksanakan fungsinya

dengan baik, hal ini dapat diketahuidari pernyataan tokoh masyarakat;

“Pengawasan yang dilakukan olehBPD belum dilaksanakan secaraefektif, paling pengawasandilaksanakan satu tahun sekaliketika Kepala Desa membuatLaporan Pertanggungjawaban,masalah akuntabilitas keuangandari pemerintah Desa juga kurangdiperhatikan, sehingga jika terjadipenyalahgunaan dana desa olehKepala Desa BPD tidak tahu ataumungkin pura-pura tidak tahu”

Sebagai mitra kerja Peme-rintah Desa sudah seharusnya BPDberperan mengadakan pengawasanterhadap hal-hal yang menjadikewenangannya, terutama dalam halakuntabilitas keuangan desa. NamunBPD Desa Kalipang belum dapatmelakukan kontrol terhadap hal itukarena terhalang adanya budayaewuh pekewuh terhadap PemerintahDesa utamanya Kepala Desa.Seperti yang diungkapkan olehpendapat tokoh masyarakat di atasmeskipun kadang sebagian anggotaBPD tahu ada hal-hal yang disalah-gunakan oleh Kepala Desa merekaterkesan hanya membiarkan.Seorang anggota BPD mengatakanbahwa selama penyalahgunaantersebut masih dalam batas yangditolerir mereka tak akan memper-masalahkannya, hal ini dilakukanuntuk menjaga hubungan yang tetapharmonis dengan Kepala Desa.Selama ini akuntabilitas keuangandan kebijakan desa memang belumtersentuh dalam suatu pengawasan

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

580

yang menyeluruh dari para anggotaBPD.

Kualitas kepemimpinan KepalaDesa Kalipang adalah merupakankemampuan kepemimpinan kepaladesa dalam menggerakkan semuasumber daya manusia, sumber dayaalam, sarana, dana, dan waktusecara adil serta terpadu dalamproses pemerintahan desa. Salahsatu indikator kualitas kepemimpinanKepala Desa bisa dilihat darikemampuan menjalin komunikasidengan warganya.

Kepala Desa Kalipang sudahmemiliki sifat keterbukaan dandemokratis, hal ini bisa dilihat dalampenyelesaian tanah carik yangsecara terus-menerus memberikanberbagai upaya pemecahan terbaikbuat warganya. Sebagai kepaladesa, ia harus mampu menjadi tokohteladan dengan berprinsip pada satukesatuan kerjasama dengan BPD,yaitu bahwa kesalahan Kepala DesaKalipang adalah kesalahan BPDDesa Kalipang juga dan sebaliknyabahwa kesalahan BPD DesaKalipang merupakan kesalahanKepala Desa Kalipang juga.

Dalam desa tidak hanyakelembagaan pemerintah desa danBadan Perwakilan Desa saja yangada tetapi ada dua lembaga lagi yaitukelembagaan ekonomi dan kelem-bagaan sosial. Kelembagaanekonomi di Desa Kalipang diwakilioleh adanya BKM, sedangkan untukkelembagaan sosial terdiri dariKarang Taruna, forum RT dan RW,arisan, dan lain-lain. Dalam ber-

hubungan keempat lembaga tersebutmestinya berinteraksi secara dinamis(bisa meregang dan maupunmerapat) sesuai dengan kekuatandan posisi tawar yang dimilikimasing-masing lembaga. Padamasa orde baru, pemerintah desalebih dominan dibandingkan denganketiga lembaga lainnya. Tetapisekarang, di Desa Kalipang telahdiusahakan terciptanya hubunganyang ideal antar lembaga yang ada.Dengan adanya hubungan yangsaling menguatkan tersebutdiharapkan akan terjalin hubunganyang harmonis menuju tatapemerintahan yang baik (GoodGovernance).

Penilaian kualitas terhadapprospek Kepala Desa Kalipang yangbaru terpilih diungkapkan olehanggota BPD :

“Kalau dilihat latar belakangpendidikan Kepala Desa kitamemang masih kurang, namunkalau untuk permasalahan idepembangunan desa dan perenca-naan program tetap dibutuhkanpendamping yang memahamibidangnya…dari karakteristikkeunggulan kepribadiannya…beliauini sering melakukan kunjungan‘turba’ ke masyarakat…yach !Katakanlah dari segi kharismatikcukup okelah!”

Dari pernyataan anggota BPDtersebut menyiratkan bahwa kualitaskepemimpinan Kepala DesaKalipang dari segi kemampuanmanejerial masih kurang danmembutuhkan pendamping untukmemberikan masukan dan membuat

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

581

perencanaan pembangunan desa.Namun kelemahan dari Kepala DesaKalipang ini menurut salah seoranganggota BPD bisa ditutupi denganjiwa demokratis yang dimilikisebagaimana yang diungkapkandalam pernyataannya :

“Ach! Kelemahan masalah manaje-rial tersebut dalam waktu perjalanankepemimpinannya selama ini dansetiap kali pembahasan programdengan BPD memang tidak terlihatkelemahan yang muncul, karenabeliau memiliki jiwa keterbukaandan dengan senang hati menerimakritik dari kami…barangkali orangawam tidak akan mengetahuikondisi Kepala Desa kami…Namunkami tahu persis tokoh dibelakangbeliau yang memiliki kemampuanluar biasa dalam menyusunprogram…yang penting bagi kamiKepala Desa Kalipang adalahseorang yang kharismatik danpemersatu warga”

Jika dilihat dari tugas KepalaDesa Kalipang tersebut secara garisbesar bisa dikatakan mampumengemban tugas yang dibeban-kannya, sebagaimana yang di-ungkapkan oleh salah seorang tokohagama di Desa Kalipang :

“Insya Allah! Kepala desa kitaadalah seorang putra daerah yangterpilih disamping beliau seorangyang alim…beliau juga mampumemelihara kehidupan desa, keten-traman dan ketertiban masyarakatdesa, mendamaikan perselisihanyang terjadi di tengah masyarakatserta bisa menjadi wakil di dalamdan di luar desa…walaupun dalamhal memimpin penyelenggaraan

pemerintahan desa dan membinaperekonomian masih membutuh-kan bantuan dan bahkan menyan-darkan pada stafnya…namunsecara garis besar persyaratanmenjadi Kepala Desa Kalipangsudah ada pada dirinya”

Pernyataan salah satu tokohagama tersebut menunjukkan bahwakualitas Kepala Desa Kalipangsudah cukup memenuhi syarat hanyadalam hal kemampuan memimpinpenyelenggaraan pemerintah desadan pembinaan perekonomian desadibutuhkan seorang konsultan ahliyang memahami secara detilmengenai karakteristik potensi desaKalipang dan karakteristik masya-rakatnya.

Dalam menjalankan tugas dankewajibannya, Kepala Desabertanggung jawab kepada rakyatmelalui Badan Perwakilan Desa danberkewajiban untuk menyampaikanlaporan mengenai pelaksanaantugasnya kepada Bupati. Dalam halpelaporan dan pertanggungjawabanKepala Desa mekanismenya sudahmulai terlihat kearah penyempurnaansebagaimana diungkapkan olehsalah seorang anggota BPD :

“Dalam acara pandangan umumKepala Desa Kalipang terhadappenyusunan rencana program danacara pelantikannya…BPD sudahmenyusun agenda rapat danpertemuan serta laporan hasilpembangunan desa yang wajibdilakukan oleh Kepala Desa…dannampaknya proses dan meka-nisme rencana tersebut sudahsecara bertahap dilakukan…inipun

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

582

adalah berkat kerjasama yang baikantara BPD dengan Kepala DesaKalipang”

Partisipasi masyarakat meru-pakan peran serta dan dukunganmasyarakat terhadap demokratisasipemerintahan desa di DesaKalipang, dimana partisipasimasyarakat bukan hanya sekedarketerlibatan masyarakat DesaKalipang dalam pemilihan KepalaDesa dan Badan Perwakilan Desatetapi juga partisipasi dalamkehidupan sehari-hari yang ber-kenaan dengan keterlibatan masya-rakat dalam menentukan arah,strategi dan kebijaksanaan pem-bangunan pemerintah desa.

Bentuk peran serta tersebutsecara subtantif mencakup tiga halyaitu:

Pertama, Voice (suara) di manawarga Desa Kalipang mempunyaihak dan ruang untuk menyampaikansuaranya dalam proses pemerin-tahan. Kedua, akses yakni setiapwarga Desa Kalipang mempunyaikesempatan untuk mengakses danmempengaruhi pembuatan kebija-kan termasuk dalam akses untukmendapatkan pelayanan yangmaksimal dari pemerintahan DesaKalipang. Ketiga, kontrol yakni setiapwarga masyarakat atau elemen-elemen masyarakat mempunyaikesempatan untuk mengontrolkebijakan dan keuangan desa. Dariketiga hal tersebut secara umumdapat dikatakan bahwa warga DesaKalipang belum sepenuhnya terlibat,namun demikian sebagian sudah

bisa dilaksanakan oleh wargabentuk-bentuk partisipasi dalampemerintahan Desa.

Partisipasi masyarakat dalampembangunan desa dapat dilihatdari keterlibatan masyarakat dalammerumuskan kebijakan pembangu-nan. Sebagai contoh adalah telahdilibatkannya warga masyarakatdalam perencanaan pembangunandan penyusunan APB Desa melaluiforum RT, yang dilanjutkan denganpelaksanaan Musbangdes maupunRembug Desa.

Meskipun sebagian besarorganisasi di desa bersifat koor-poratis atau seragam tetapi organi-sasi di tingkat Desa Kalipangsebenarnya dapat dimaksimalkanperanannya dalam perencanaansampai dengan evaluasi kegiatanpembangunan. RT, RW, PKK, danKarang Taruna merupakan basis daripartisipasi masyarakat DesaKalipang dalam kiprahnya untuk ikutserta memajukan desa.

Ketertiban yang dilakukan olehmasyarakat Desa Kalipang dalamberorganisasi merupakan modaldasar pengembangan dan pening-katan potensi serta kualitas pribadidalam proses demokratisasi. Hal iniakan membangkitkan semangatuntuk turut serta dalam membangunsarana dan prasarana desa sebagaimasyarakat dan sebagai pengelola,dan turut serta dalam mengembang-kan potensi desa guna menjadikandesanya sebagai desa yang maju.

Salah satu faktor yang menye-babkan masyarakat desa tidak

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

583

dapat menikmati hasil pembangunanadalah karena srategi pembangunanyang ditempuh pemerintah Orde Barudengan Repelita yang bersifatsentralistis dan upaya pembangunanpolitik yang dilakukan untuk men-dukung pembangunan ekonomi telahmenghasilkan depowerment masya-rakat desa. Akibatnya partisipasimasyarakat desa menjadi sangatrendah.

Lemahnya partisipasi masya-rakat pada waktu itu yang meliputivoice, kontrol, dan akses merupakansisi lain lemahnya praktek demokrasidi tingkat desa. Di jaman Orde Baru,dua institusi yang seharusnya menjadibasis partisipasi yaitu LMD danLKMD ternyata tidak memainkanperan penting mewadahi partisipasimasyarakat, karena keduanyaadalah merupakan institusi koor-poratis untuk pengendalian masya-rakat dan wadah dari oligarki elitdesa. Namun lambat laun pada erareformasi pandangan itu telahberubah. Partisipasi masyarakat diDesa Kalipang dicoba untukdibingkai kembali pada wadah-wadah organisasi sosial danorganisasi kemasyarakatan yangada.

Pada era reformasi sekarangini kondisi partisipasi masyarakatDesa Kalipang dengan adanya BPDmulai berani menyuarakan aspirasi-nya melihat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sebagai-mana yang diungkapkan olehanggota BPD Desa Kalipang :

“Kami berusaha untuk selalu ikutmengawasi jalannya pemerintahandesa namun yach… hasilnya hanyasampai pada omongan belaka…lhobagaimana tidak, penyimpanganyang mencolok pada era MantanKepala Desa yang lama mengenaipenyimpangan dana UED-SP. Darikasus tersebut saya berusahamencoba untuk pada era sekarangini jangan sampai terulanglagi…padahal pada waktu itu BPDsudah terbentuk namunmekanisme kontrol sosial tidakberjalan dengan alasan karenahendak membawa watak karaktersendiri Kepala Desa sehingga tidakdibawa ke forum kelembagaan…akhirnya pribadi… yach pribadi…Kepala Desa berbuat seperti itu apaboleh buat… padahal saya sudahmenganjurkan untuk dibawa keforum sehingga penyimpangannyabisa diselesaikan padahal sayapunya datanya….. yang padakenyataannya uang tersebutdigunakan untuk kepentinganpribadi”

Pernyataan anggota BPDtersebut bisa disimpulkan bahwapartisipasi aktif masyarakat masihmengalami hambatan pada tahapanimplementasi evaluasi kontrolkeuangan pembangunan desa.Kondisi tersebut sudah mulaidiantisipasi oleh BPD melaluimasukan dari masyarakat DesaKalipang dengan memperbaikimekanisme kontrol sebagaimanayang diungkapkan oleh anggotaBPD:

“Kalau sekarang mekanismekontrol sudah mulai tampak karena

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

584

menyangkut pemerintahan (KepalaDesa) yang baru terpilih. Jadilangkah-langkah awal hal-hal yangmungkin nantinya ada peluang untukpenyimpangan dan sebagainya itusudah diantisipasi untuk masadepan, kami sudah banyak mem-berikan informasi kepada masya-rakat demikian juga sebaliknyamasyarakat sudah mulai berpartisi-pasi aktif….BPD yang kemarin tidakefektif…tidak boleh terjadi padaBPD sekarang ini…seringkalibanyak masyarakat berkonsultasikepada BPD mengenai kemung-kinan-kemungkinan dana yangmemiliki potensi untuk diseleweng-kan”

Pernyataan anggota BPDtersebut menunjukkan bahwakomitmen untuk mewujudkanpemerintahan desa sebagai pelayanmasyarakat sudah mulai dijalankan.

Berdasarkan analisis terhadapfaktor-faktor yang mempengaruhiproses demokratisasi di DesaKalipang, bisa dijumpai fenomena-fenomena yang masih menjadipenghambat proses demokratisasiadalah :1. Lemahnya kebijakan Otonomi

Daerah menurut UU No. 22 Tahun1999 yang belum menjelaskansecara rinci mengenai wilayahOtonomi Desa yang menyangkutperolehan dana dari pusat dankewenangan desa dalam posisibargaining dengan pemerintahsupra desa;

2. Partisipasi masyarakat desayang meliputi voice, akses, dankontrol di Desa Kalipang masih

bersifat partisipasi semu. Dalamhal pemberian suara terhadappemimpin yang mereka pilihmengandung partisipasi semukarena suara mereka direkayasamelalui permainan moneypolitics dari calon kepala desa.Disamping itu dalam hal aksesdan kontrol terhadap pemerin-tahan desa serta pembangunanmasih belum dapat maksimal.Partisipasi warga desa dalam halmemberikan kontribusinyaterhadap sebagian penghasilan-nya kepada desa masih rendah.

Berdasarkan analisis terhadapfaktor-faktor yang mempengaruhiproses demokratisasi di DesaKalipang, dapat pula diklasifikasikanfenomena-fenomena yang menjadipendukung proses demokratisasiadalah:1. Kualitas BPD Desa Kalipang

yang cukup baik jika dilihat darilatar belakang pendidikandengan jiwa demokrasi danketerbukaan para anggotanyadalam menerima aspirasimasyarakat walaupun masihlemah ditingkat pelaksanaan dantindaklanjutnya;

2. Kualitas Kepala Desa Kalipangdari segi profesionalisme sudahmemenuhi kriteria yang baikkarena memiliki jiwa demokratisdan keterbukaan serta mampumenjadi pemersatu warga desaKalipang dan menjadi teladan didesanya.

C. PENUTUP

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

585

1. SimpulanBerdasarkan pembahasan

hasil dan analisis secara kualitatifyang telah dilakukan maka dapatdiambil kesimpulan sebagai berikut:a. Kebijakan Otonomi Daerah

menurut UU No. 22 Tahun 1999sudah bisa mencerminkanaspirasi masyarakat. Nampaknyaundang-undang yang baru ini lebihmemberikan nuansa demokrati-sasi yang lebih sehat dibanding-kan dengan undang-undangsebelumnya, dengan diberikan-nya keleluasaan dalam penen-tuan proses pemilihan KepalaDesa melalui BPD yang padamasa sebelumnya tidak ada;

b. Kualitas BPD Desa KalipangKecamatan Sarang KabupatenRembang, jika dilihat dari latarbelakang pendidikannya cukupbaik, tetapi proses pemilihananggota BPD di Desa Kalipangmasih belum sesuai denganpetunjuk teknis dan petunjukpelaksanaannya;

c. Kemampuan kepemimpinanKepala Desa Kalipang dalammenggerakkan semua sumberdaya manusia, sumber dayaalam, sarana, dana, dan waktusecara adil serta terpadu dalamproses pemerintahan desa sudahberjalan lancar. Kualitas KepalaDesa jika dilihat dari aspekpendidikannya kurang baiknamun dari segi profesionalismesudah memenuhi kriteria yangbaik karena memiliki jiwademoktratis dan keterbukaan

serta mampu menjadi pemersatuwarga Desa Kalipang;

d. Partisipasi masyarakat DesaKalipang dalam hal politik sudahtergolong partisipasi baikwalaupun ada suara merekadirekayasa melalui permainanmoney politic dari calon KepalaDesa. Kalaupun partisipasiwarga desa dalam hal memberi-kan kontribusinya terhadapsebagian penghasilannya kepa-da desa masih rendah, hal inidikarenakan masyarakat inginmelihat aturan desanya dulu, yangnotabene dimusyawarahkan olehseluruh warga melalui BPD;

e. Fenomena-fenomena peng-hambat proses demokratisasipemerintahan Desa Kalipangadalah lemahnya kebijakanOtonomi Daerah yang tidakmengatur secara rinci wilayahotonomi desa dan rendahnyapartisispasi masyarakat DesaKalipang yang masih terlarutdalam euphoria politik;

f. Fenomena-fenomena pendu-kung proses demokratisasiPemerintahan Desa Kalipangadalah kualitas BPD yang cukupbaik dan profesionalisme KepalaDesa Kalipang yang berjiwaDemokratis dan mampu menjadipemersatu warga.

2. SaranBerdasarkan uraian kesim-

pulan di atas, maka penulis mengaju-kan beberapa rekomendasi bagistrategi peningkatan kualitas demo-

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

586

kratisasi di Desa Kalipang sebagaiberikut :a. Desa Kebijakan Otonomi Daerah

menurut UU No. 22 Tahun 1999harus dipertahankan, karenaprinsip penyelenggaraan otonomidaerah adalah demokratisasidan keadilan, memperhatikanpotensi keanekaragaman dae-rah serta menempatkan desapada pengakuan otonomi asli;

b. Proses pemilihan anggota BPDharus disesuaikan denganpetunjuk teknis dan petunjukpelaksanaannya, yakni denganmelakukan sosialisasi dalamjangka waktu tertentu (misalnya 1tahun) sebelum pemilihan dilaku-kan. Untuk meningkatkan kualitasBPD, harus dirumuskan tentangpenataan dan pengembanganBPD, sarana Sekretariat BPDdan pemberian tunjangan peng-hasilan BPD;

c. Kualitas kepala desa dari segipendidikan hendaknya ditingkat-kan lagi, dengan cara melakukanpenyaringan yang lebih selektif .Selain itu perlu adanya pening-katan kualitas kepemimpinankepala desa melalui pengem-bangan pendayagunaan aparaturdesa yang seharusnya diseleng-garakan oleh pemerintah Kabu-paten Rembang;

d. Memberdayakan dan membing-kai ulang kembali lembagakemasyarakatan dan lembagasosial yang ada di Desa Kalipangagar dapat digunakan sebagaiwadah partisipasi masyarakat

Untuk meningkatkan partisipasimasyarakat Desa Kalipangdalam memberikan kontribusipenghasilannya kepada desahendaknya dibuat PeraturanDesa oleh Pemerintah Desa danBPD. Hal tersebut dimaksudkanuntuk dapat menggali potensiekonomi Desa Kalipang;

e. Mengembangkan lebih banyakruang bagi keterlibatan masya-rakat seperti menumbuhkanrembug desa, pertemuan-pertemuan informal dan lain-lain;

f. Hendaknya pemerintah menyu-sun secara rinci terhadappenjelasan UU No. 22 Tahun1999 mengenai wilayah otonomidesa agar proses demokratisasidesa berjalan pada arah yangdikehendaki;

g. Perlunya melakukan mediasi danfasilitasi antara pemerintah desadengan legislatif ditingkatkabupaten berkaitan denganpengambilan kebijakan. Peme-rintah desa dapat melakukan haltersebut karena dipandangbahwa unsur pemerintah DesaKalipang memiliki pengetahuanyang cukup banyak mengenaiadat dan dinamika politik lokal(desa).

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, Yaya M. 2002. Titik BalikDemokrasi dan Otonomi (Pikiran-Pikiran Kritis di Saat Krisis).Bandung : Pustaka Raja.

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)

587

Benveniste, GUY. 1999. Birokrasi,Terjemahan Sehat Simamora.Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Djohan, Djohermansyah. 1997.Fenomena Pemerintahan. Jakarta :IIP Press Yarsif Watampone.

Dunn, W.N. 1994. PengantarAnalisis Kebijakan Publik.Yogyakarta : UGM Press.

Gaffar, Afan. 2000. Politik IndonesiaTransisi Menuju Demokrasi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gaffar, Karim Abdul. 2003. Komplek-sitas Persoalan Otonomi Daerah diIndonesia. Yogyakarta : PustakaPelajar.

Ghofur, Abdul. 2002. Demokratisasidan Prospek Hukum Islam diIndonesia. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Gould, Carol C. 1993. DemokrasiDitinjau Kembali. Yogyakarta : PT.Tiara Wacana.

Hikam, Muhammad A.S. 1999.Demokrasi dan Civil Society,Pengantar : Franz Magnis-Suseno.Jakarta : LP3ES.

Ismawan, Indra. 2002. Ranjau-Ranjau Otonomi Daerah. Sala :Pondok Edukasi.

Juliantara. & Dadang. 2000. ArusBawah Demokrasi Otonomi dan

Pemberdayaan Desa. Yogyakarta :Lapera Pustaka Utama.

Manan, Bagir. 1993. Hubunganantara pusat dan daerah menurutUndang-Undang Dasar 1945.Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Mas’oed, Mohtar. 1997. PolitikBirokrasi dan Pembangunan.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Maulani, Z.A. 2000. Demokrasi danPembangunan Daerah. Yogyakarta:Pustaka Pelajar bekerjasamadengan CRDS Kalimantan.

Miles, B. Mathew. & Huberman, AMichall. 1997. Analisa DataKualitatif. Universitas Indonesia.Jakarta : UI Press.

Moleong, Lexy J. 2000. MetodePenelitian Kualitatif. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Muhadjir. 1997. PembangunanBerwawasan Daerah Pedesaan:Rakepres. Yogyakarta.

Nasution. 1988. Metode PenelitianNaturalistik kualitatif. Bandung :Tarsito.

Pambudi, Himawan. 2001. PolitikPemberdayaan, Jalan MewujudkanOtonomi Desa. Yogyakarta : LaperaPustaka Utama.

“Dialogue” JIAKP, Vol. 2, No. 1, Januari 2005 : 567-588

588

Strauss, Anselm. 2003. Dasar-dasarPenelitian Kualitatif. Yogyakarta :Pustaka Pelajar.

Sujito, Arie. 2003. Menuju TataPemerintahan Yang Baik (Pelak-sanaan Good Governent di TingkatDesa). Yogyakarta : IRE.

Tjokroamidjojo, Bintaro. 1996.Strategi Pembangunan DaerahPedesaan. Jakarta : LP3ES.

----. 2004. Pegangan MemahamiDesentralisasi, Beberapa Penger-tian Tentang Desentralisasi.Yogyakarta : Pembaruan.

Demokratisasi Pemerintahan Desa (Sri Wahyuni, Y. Warella, Sri Suwitri)