Upload
irwanadi
View
95
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dc shock
Citation preview
REFERAT
DEFIBRILLATOR
Oleh:
Raden Irwanto . A 105070103111005
Endar Wahyu Setiawan 105070100111063
Kresna Septiandy . R 105070100111112
Pembimbing:
dr.Buyung Hartiyo Laksono, Sp.An
LABORATORIUM / SMF ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah
cepat sekali, hal ini didukung dengan peningkatan arus informasi yang sangat
global sehingga pengetahuan dan teknologi dapat cepat menyebar di segala
bidang termasuk bidang kedokteran. Dalam bidang kedokteran, khususnya
bidang kegawat daruratan, penggunaan peralatan kesehatan ini dibutuhkan
tenaga-tenaga handal yang dapat mengoprasikan, dan mengembangkan
peralatan medis tersebut sehingga menjadi optimal. Dengan adanya
pertimbangan tersebut maka mengerti dan dapat mengoperasikan defibrillator
dengan benar merupakan hal yang penting. Terlebih ketika tiba-tiba terjadi
serangan jantung, Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) saja tidak
menyelamatkan nyawa. Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) hanyalah
tindakan sementara yang mempertahankan aliran oksigen dan darah ke otak.
Defibrilasi dini diperlukan untuk membangun kembali detak jantung yang teratur.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari defibrillator ?
2. Bagaimana mekanisme kerja dari defibrillator?
3. Apa saja macam – macam gelombang dari defibrillator?
4. Apa saja jenis – jenis defibrillator?
5. Apa saja indikasi dari penggunaan defibrillator ?
6. Bagaimana dosis penggunaan dari defibrillator?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi defibrillator
2. Untuk mengetahui mekanisme kerja defibrillator
3. Untuk mengetahui macam – macam gelombang pada defibrillator.
4. Untuk mengetahui jenis – jenis defibrilator.
5. Untuk mengetahui indikasi penggunaan defibrillator.
6. Untuk mengetahui dosis penggunaan dari defibrillator.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Defibrillator
Defibrillator adalah perangkat yang menyalurkan renjatan arus listrik
dengan dosis tertentu ke jantung yang digunakan ketika jantung memiliki irama
yang abnormal (aritmia). Defibrilator dibagi menjadi dua yaitu defibrillator
eksternal meliputi bantalan yang ditempatkan pada dada untuk memberikan
energi listrik. Sedangkan defibrillator internal (defibrillator cardioverter implan,
atau ICD) terlihat mirip dengan alat pacu jantung yang secara terus memantau
ritme jantung untuk mendeteksi adanya aritmia, ventrikel takikardia, maupun
ventrikel fibrilasi. ICD mengoreksi irama jantung dengan memberikan energi
listrik yang telah terkalibrasi dengan tepat untuk mengembalikan detak jantung
normal. (Hazinski et al, 2015)
2.2 Mekanisme kerja
Prinsip kerja defibrillator yaitu arus listrik masuk kerangkaian catu daya,
lalu disearahkan menggunakan dioda. saat tombol Charge ditekan akan mengisi
kapasitor setelah kapasitor terisih penuh, tombol Shock ditekan akan
melepaskan muatan listrik yang ada di kapastor ke pasien melalui media paddle
sternum dan paddle apex. Teknik kardioversi listrik eksternal saat ini bergantung
pada penerapan sejumlah energi yang umumnya antara 50-360 J yang dialirkan
melalui dua elektroda (paddle). Mekanisme defibrilasi tidak diketahui secara
pasti. Zipes et al telah menjelaskan bahwa kegagalan untuk menjaga reentrant
tachicardia oleh jaringan miokard yang tersisa setelah terjadinya depolarisasi
pada massa kritis adalah faktor utama dalam mekanisme defibrilasi. (Zipes et al,
2000)
Renjatan arus listrik dari defibrillator baik dengan gelombang
monophasic maupun biphasic diharap mampu menghentikan aktivitas jantung
(depolarisasi), sehingga jantung dapat melakukan repolarisasi hingga muncul
irama sinus. (Ideker et al, 2000)
2.3 Macam-macam gelombang
Selama beberapa dekade, defibrillator telah menggunakan bentuk
gelombang monofasik. Dengan bentuk gelombang monofasik, arus mengalir
dalam satu arah, dari satu elektroda ke yang lain, menghentikan jantung
sehingga memiliki kesempatan untuk memulai kembali sendiri. Dengan bentuk
gelombang Bifasik, arus mengalir dalam satu arah pada tahap pertama shock
dan kemudian membalikkan untuk tahap kedua. Pertama digunakan dalam
komersial defibrillator implant, bentuk gelombang bifasik sekarang merupakan
"standar emas" untuk perangkat tersebut.
Tersedia penelitian yang menunjukkan bahwa bentuk gelombang Bifasik lebih
efektif dan menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada jantung daripada bentuk
gelombang Monofasik, bahkan ketika tingkat energi kejut adalah sama. Inilah
sebabnya mengapa produsen defibrillator eksternal sekarang menggunakan
bentuk gelombang Bifasik di perangkat mereka. (Jerry et al, 2010)
Meskipun penelitian terbaru menunjukkan defibrilasi bifasik lebih efektif
daripada monofasik, Pedoman Internasional tahun 2000 yang diterbitkan oleh
American Heart Association (AHA): "Rekomendasi ini baru, tidak berarti bahwa
perawatan dengan menggunakan pedoman masa lalu (untuk perangkat
monofasik) adalah baik dan aman atau tidak efektif. ". Namun, bentuk gelombang
Bifasik menjadi standar baru perawatan di defibrillator eksternal. Itu sebabnya
sebagian besar organisasi memilih bentuk gelombang Bifasik saat membeli
defibrillator eksternal baru hari ini. Di masa lalu hanya ada satu jenis defibrilasi
transthoracic, yaitu standar dibasahi sinus gelombang kejut monofasik. Selama
bertahun-tahun penelitian, teori impedansi dan waktu renjatan sudah digunakan
dalam praktek standar saat ini (jika menggunakan pads). Sehubungan dengan
energi ada banyak penelitian untuk mengevaluasi pengaruh dari beberapa energi
tinggi renjatan pada otot jantung itu sendiri.
Berikut adalah cara penggunaan defibrillator :
1. Lepaskan pakaian dari dada pasien. Lap kelembaban dari dada pasien.
2. Oleskan gel pada terapi elektroda paddle sternum dan Apex.
3. Pasang paddle atau pad terapi elektroda ke pasien seperti pada gambar.
4. Ubah ke mode “manual defib” dengan cara memutar Knob rotary.
5. Pilih energi, Anda dapat memilih tingkat energi dengan
menyesuaikan tombol pemilihan energi pada peralatan.
6. Tekan tombol “charge” pada panel depan. jika menggunakan
paddleeksternal, tekan tombol “charge” pada paddle, dapat digunakansebagai
gantinya. sebuah progres bar akan ditampilkan dalam pada area informasi
defibrasi.
7. Apabila charge telah terisi penuh Tekan tombol “shock” untuk memberikan
terapi kejut kepada pasien melalui media paddle sternum dan apex (Mittal et al,
2000).
.
Gambar 1. posisi tempat meletakkan Paddle
Sternum
Apex
2.4 Jenis-Jenis Defibrillator
1. Manual external defibrillator
Mesin ini kebanyakan digunakan dengan alat pembaca
elektrokardiogram, dimana tenaga kesehatan bisa menggunakannya untuk
menentukan diagnosis akan suatu kelainan jantung (seperti fibrilasi atau
takikardi). Tenaga kesehatan nantinya dapat menentukan berapa joule yang
akan digunakan, berdasarkan guideline dan pengalaman, dan akan menyalurkan
aliran listrik melalui pad yang terpasang pada dada pasien. Manual external
defibrillator biasa terdapat pada rumah sakit atau di ambulans (Maltzahn et
al,2000).
2. Manual internal defibrillator
Mesin ini merupakan alat yang secara konsep penggunaan mirip dengan
defibrillator eksternal, hanya saja kejutan listrik yang diberikan dikirimkan melalui
internal paddle yang bersentuhan langsung dengan jantung. Alat ini biasa
ditemukan di kamar operasi, dimana tindakan dilakukan oleh dokter bedah
(Maltzahn et al,2000).
3. Automated external defibrillator (AED)
Alat ini dapat menganalisa ritme jantung dan memberikan saran apakah
diperlukan kejutan listrik atau tidak. Akan tetapi diperlukan waktu 10-20 detik,
sedangkan seorang professional dapat mendiagnosa dan mengatasi kondisi
lebih cepat dengan alat manual. Alat ini hanya dapat mengirimkan kejutan listrik
untuk Ventrikular fibrilasi, dan ventricular takikardi. Saat jeda waktu untuk analisa
alat, dekompresi dada harus dihentikan. Hal ini mengalam perubahan pada AHA
defibrillation guideline dan merekomendasikan tidak memakai AED bila terdapat
alat manual defibrillator disertai operator yang terlatih.
Lokasi alat ini selalu ditempatkan pada tempat-tempat yang ramai,
dimana resiko terjadinya sudden cardiac arrest tinggi. Tempat-tempat seperti
bangunan dengan rasio laki-laki lewat usia 50 tahun yang tinggi, lokasi alat ini
juga biasanya diwarnai dengan warna cerah, dan ditutupi dengan pelindung di
dekat pintu masuk bangunan (Link et al, 2010)
4. Semi-automated external defibrillators
Alat ini merupakan gabungan dari unit manual dan unit otomatis. Alat ini biasa
dipakai oleh paramedik dan kedokteran emergensi. Alat ini punya fitur AED dan
juga punya fitur tampilan EKG, dan juga bisa dioperasikan secara manual,
dimana kejutan listrik yang dipakai diatur sendiri oleh operator. Beberapa alat
juga dapat berperan sebagai pacemaker jika pasien mengalami bradikardi dan
masih memiliki kegunaan lain tergantung keahlian operator.
5. Implantable cardioverter-defibrillator (ICD)
Bisa juga dikenal sebagai automatic internal cardiac defibrillator (AICD). Wujud
alat ini ialah implant, mirip seperti pacemaker (dapat juga berfungsi sebagai
pacemaker). Alat ini memonitor ritme jantung pasien secara konstan, dan secara
otomatis memberikan kejutan listrik untuk berbagai macam aritmia yang
membahayakan jiwa, sesuai dengan program yang terinstall pada alat. Saat ini
sudah terdapat alat yang dapat membedakan ventrikuler fibrilasi, ventricular
takikardi, dan aritmia seperti supreaventrikuler takikardi dan atrial fibrilasi, dan
dapat melakukan synchronized cardioversion. Saat terjadi aritmia yang
mengancam jiwa seperti ventricular fibrilasi, alat ini sudah terprogram untuk
melakukan kejutan tidak tersinkronisasi (Samii, 2015).
6. Wearable cardiac defibrillator
Pengembangan dari AICD saat ini ialah ditemukannya defibrillator
eksternal portable yang bisa dipakai seperti rompi. Alat ini dapat memonitor
keadaan pasien selama 24 jam sehari dan akan memberikan kejutan listrik
bifasik apabila diperlukan. Alat ini diindikasikan pada orang-orang yang
menunggu operasi defibrillator implant (Adler et al, 2013)
2.5 Indikasi Penggunaan Defibrillator
Penggunaan defibrillator merupakan bagian dari chain of survival dimana
menurut AHA 2015 dibagi menjadi dua yaitu IHCA (in-hospital cardiac arrest) dan
OHCA (out-of-hospital cardiac). Pembagian ini dibedakan oleh karena dimana
tempat pertama kali pasien ditemukan dalam keadaan henti jantung. Pada OHCA
alat defibrillator yang dapat dipakai adalah Public-access defibrillator sembari
menunggu bantuan tenaga medis. Pada IHCA pasien akan berhadapan
langsung dengan tenaga medis sehingga bisa cepat mendapatkan defibrilasi dan
penanganan yang lebih cepat. Pada henti jantung terdapat gelombang yang
shockable dimana terdapat tempat untuk menggunakan defibrillator. Gelombang
shockable itu adalah Ventricular Tachycardia (VT) dan Ventricular Fibrillation
(VF) beberapa indikasi lain dipergunakannya defibrillator adalah atrial fibrilasi
yang tidak stabil maupun atrial flutter atau takikardia yang tidak stabil (Hazinski et
al, 2015; Butterworth et al, 2013).
Gambar 2. Chain of Survival
Tabel 1. Indikasi Penggunaan Defibrillator dan energi yang dibutuhkan
2.6 Dosis Penggunaan defibrillator
Tidak ada energi tertentu untuk gelombang monofasik dan bifasik.
Rekomendasi dosis (energi tertentu) digunakan berdasarkan konsensus yang
dikaji dari literatur terbaru. Pada renjatan pertama apabila menggunakan
defibrillator monofasik digunakan dosis 360J. dosis diatas itu dapat
menyebabkan kerusakan myosit. Dosis bifasik yang biasa digunakan adalah
150J. untuk renjatan pada dewasa boleh digunakan hingga tiga kali dengan
dosis yang sama. Pada pediatri insiden VF dan VT lebih jarang apabila terjadi
dosis yang dapat digunakan adalah 4J/kg baik monofasik maupun bifasik.
Renjatan kedua digunakan dengan dosis yang sama (Deakin et al, 2010).
BAB III
KESIMPULAN
1. Defibrillator adalah perangkat yang menyalurkan renjatan arus listrik
dengan dosis tertentu ke jantung yang digunakan ketika jantung memiliki
irama yang abnormal (aritmia).
2. Prinsip kerja defibrillator yaitu arus listrik masuk kerangkaian catu daya,
lalu disearahkan menggunakan dioda
3. Terdapat dua macam gelombang yaitu gelombang monofasik dan bifasik
4. Terdapat bermacam-macam jenis defibrillator dan yang paling banyak
dipakai adalah Automated external defibrillator
5. Indikasi penggunaan defibrillator adalah ketika terjadi henti jantung
dengan gelombang shockable
6. Terdapat perbedaan dosis antara dewasa dan pediatri
DAFTAR PUSTAKA
Adler et al.2013.Wearable Cardioverter Defibrillator.American Heart Association.Circulation 127: 854-860
Butterworth J et al. 2013. Morgan and Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 5th ed. McGraw-Hill Profesional Publishing.
Deakin CD et al. 2010. European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010 Section 3. Electrical therapies: Automated external defibrillators, defibrillation, cardioversion and pacing. Resuscitation 81: 1293-1304
Hazinski MF et al. 2015. Highlights of the 2015 American Heart Association Guideline Update for CPR and ECC. American Heart Association.
Ideker RE, Chattipakorn N, Gray RA. Defibrillation mechanisms: The parable of the blind men and the elephant. J Cardiovasc Electrophysiol. 2000;11:1008–1013.
Jerry PN, Jasmeet S, David AZ, Dominique B, Leo LB, et al. 2010. European Resuscitation Guidelines for Resuscitation 2010. Resuscitation; 1219-1276.
Link MS et al.2010. Automated External Defibrillators, Defibrillation, Cardioversion, and Pacing. Section 6. Electrical Therapies. American Heart Association.
Maltzahn WW et al. 2000. Medical Instruments and Devices. CRC Press University of Texas.8:77-80
Mittal S, S Ayati, Stein KM, Knight BP, Morady F, Schwartzman D, et al. Perbandingan gelombang Bifasik baru kotak dengan gelombang gelombang sinus teredam monofasik untuk defibrilasi ventrikel transthoracic. Zoll Penyidik. J Am Coll Cardiol 2000; 34: 1595
Samii SM.2015. Indications for Pacemakers, Implantable Cardioverter-Defibrillator and Cardiac Resynchronization Devices. Elsevier Med Clinic. 99(4):795-804
Zipes DP, Fischer J, King RM, Nicoll A deB, Jolly WW. Termination of ventricular fibrillation in dogs by depolarizing a critical amount of myocardium. Am J Cardiol.1975;36:37–44.