24
MANAJEMEN ANESTESI PADA NEUROFIBROMATOSIS TIPE I (VON RECKLINGHAUSEN’S DISEASE) YANG MENJALANI REDUKSI MASSA NEUROFIBROMA BERTAHAP Abstract Neurofibromatosis Type I (NF1) or Von Recklinghausen disease is an autosomal dominant disease with a wide spectrum of clinical manifestations. Neurofibromas are the characteristic lesions. This disorder is associated with important anaesthetic considerations, since it can affect almost all physiologic system, mainly when neurofibromas occur in the oropharynx and larynx, leading to difficult laryngoscopy and tracheal intubation. Other systemic implications such as pulmonary pathology may include pulmonary fibrosis and cystic lung disease. Cardiovascular manifestation of NF1 including hypertension, which may associated with pheochromocytoma and renal artery stenosis. Neurofibromas may also affect the gastrointestinal tract and carcinoid tumor may be found in the duodenum. We describe the anaesthetic management of a patient with NF1 under general anaesthesia for gradual neurofibroma reduction on abdominal region. We performed a brief review of the literature with the aim of optimizing the anaesthetic management and reducing the number of complications associated with the systemic manifestations of this syndrome. Keyword : neurofibroma, neurofibromatosis, anesthesia, airways management, café au lait spot 1

CR Neurofibromatosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case report, neurofibromatosis

Citation preview

Page 1: CR Neurofibromatosis

MANAJEMEN ANESTESI PADA NEUROFIBROMATOSIS TIPE I (VON

RECKLINGHAUSEN’S DISEASE) YANG MENJALANI REDUKSI

MASSA NEUROFIBROMA BERTAHAP

Abstract

Neurofibromatosis Type I (NF1) or Von Recklinghausen disease is an autosomal dominant disease with a wide spectrum of clinical manifestations. Neurofibromas are the characteristic lesions. This disorder is associated with important anaesthetic considerations, since it can affect almost all physiologic system, mainly when neurofibromas occur in the oropharynx and larynx, leading to difficult laryngoscopy and tracheal intubation. Other systemic implications such as pulmonary pathology may include pulmonary fibrosis and cystic lung disease. Cardiovascular manifestation of NF1 including hypertension, which may associated with pheochromocytoma and renal artery stenosis. Neurofibromas may also affect the gastrointestinal tract and carcinoid tumor may be found in the duodenum. We describe the anaesthetic management of a patient with NF1 under general anaesthesia for gradual neurofibroma reduction on abdominal region. We performed a brief review of the literature with the aim of optimizing the anaesthetic management and reducing the number of complications associated with the systemic manifestations of this syndrome.

Keyword : neurofibroma, neurofibromatosis, anesthesia, airways management, café au lait spot

1

Page 2: CR Neurofibromatosis

2

Page 3: CR Neurofibromatosis

ABSTRAK

Penyakit neurofibromatosis tipe I (Von Recklinghausen’s disease atau neurofibromatosis Type I, NF1) merupakan penyakit autosom dominan dengan spectrum manifestasi klinis yang luas. Neurofibroma merupakan lesi yang khas. Neurofibromatosis memiliki konsiderasi anestesi yang penting karena keterlibatannya terhadap hampir semua system fisiologis, terutama bila neurofibroma terdapat di orofaring dan laring, dapat menyebabkan kesulitan tindakan laringoskopi dan intubasi trakea. Implikasi sistemik lain meliputi kelainan pulmonal seperti fibrosis paru dan penyakit paru kistik. Manifestasi kardiovaskular dapat meliputi hipertensi yang dapat berkaitan dengan feokromositoma dan stenosis arteri renalis. Neurofibroma dapat juga mengenai saluran certa dan tumor karsinoid dapat ditemukan di duodenum. Laporan kasus ini membahas manajemen anestesi pada pasien dengan NF1 yang menjalani reduksi massa neurofibroma bertahap dalam anestesi umum. Dengan pertimbangan anestesi yang memperhatikan keterlibatan sistemik yang mungkin terjadi pada pasien ini, tindakan pembedahan dan anestesi umum dapat dilakukan tanpa ada komplikasi yang berarti.

Kata kunci : neurofibroma, neurofibromatosis, anestesi,manajemen anestesi, bintik café au lait

2

Page 4: CR Neurofibromatosis

PENDAHULUAN

Neurofibromatosis merupakan penyakit neuroektodermal, ditandai dengan

malformasi jaringen ektodermal kongenital.1,2 Neurofibromatosis diturunkan

secara genetik, mempengaruhi sistem saraf terutama pada pertumbuhan dan

perkembangan jaringan saraf. Neurofibromatosis merupakan sindroma yang

disebabkan deposisi abnormal dari jaringan saraf pada sistem saraf, sistem

endokrin, struktur viseral dan kulit. Neurofibromatosis dibagi menjadi 2 tipe

yakni tipe 1 (NF1) yang juga dikenal sebagai penyakit von Recklinghausen, dan

tipe 1 (NF2). NF2 lebih mengenai sistem saraf, sedangkan NF1 bermanifestasi ke

multi organ.1

NF1 yang bersifat autosomal dominan merupakan salah satu kelainan

genetic yang insidensnya tinggi, mengenai 1 dari 2500 - 3300 orang. Pertama kali

diperkenalkan tahun 1882 oleh Dr. Friedrich von Recklinghausen, NF1 dapat

mengenai seluruh kelompok etnis dan manifestasinya luas sehingga dapat

mempengaruhi berbagai sistem organ.3 Ekspresi genetic NF1 bervariasi sehingga

tingkat keparahan dan manifestasi klinis tiap individu berbeda dan tidak dapat

dapat diprediksi.4

Variasi manifestasi sistemik multi organ yang terjadi pada penderita NF1

harus menjadi perhatian bagi ahli anestesi dalam melakukan manajemen anestesi

pasien NF1 yang akan menjalani pembedahan.

3

Page 5: CR Neurofibromatosis

LAPORAN KASUS

Resume

N a m a : Tn. R

U m u r : 23 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Cimahi

Agama : Islam

Pekerjaan : tidak bekerja

MedRec : 15026235

Masuk RS : 1 September 2015

Diagnosis : Neurofibromatosis tipe 1 dd/limfangioma

Rencana Operasi : reduksi massa neurofibroma (bertahap) regio

abdomen kanan

Konsul Anestesi : 10 September 2015

Hasil visite pre operatif (10 September 2015)

Anamnesis :

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan-benjolan kecil di kulit

sekujur tubuh sejak lahir, di daerah perut kanan hingga pinggang kanan semakin

lama semakin membesar dan menggelambir. Benjolan-benjolan tersebut kenyal,

tidak nyeri, tampak lebih gelap dari kulit sekitarnya, tidak mudah berdarah dan

dapat digerakkan.

Pasien lahir normal ditolong bidan, anak ke 6 dari 8 bersaudara, lahir

langsung menangis. Tidak ada riwayat kebiruan, aktivitas fisik sejak kecil normal.

Pasien agak terlambat berbicara (usia 2 tahun baru berbicara), suara bicara agak

cadel hingga sekarang. Tidak ada riwayat sering sakit kepala, gangguan

penglihatan, kejang, maupun pingsan. Pasien tidak bersekolah formal, namun

mampu mengerjakan pekerjaan sederhana dan merawat diri sendiri.

Page 6: CR Neurofibromatosis

Tidak ada riwayat sesak napas bila tidur terlentang maupun sulit menelan.

Pasien mengorok bila tidur terlentang. Riwayat batuk lama/asma disangkal. Tidak

ada riwayat nyeri dada maupun cepat lelah bila beraktivitas serta tidak ada riwayat

sulit buang air besar, sulit buang air kecil maupun sering diare.

Penderita tidak memilik riwayat asma, alergi, hipertensi, kencing manis.

Pasien belum pernah dioperasi. Tidak ditemukan riwayat kelainan yang sama pada

keluarga kedua orangtua pasien. Keluarga memeriksakan pasien ke poli bedah

karena alasan estetika.

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : baik

Postur : tinggi badan 163 cm berat badan 60 kg

Kesadaran : composmentis

TD :120/75 mmHg HR : 90 x/menit, reguler

RR : 18 x/menit S : 36.5 C

Spo2 : 99% udara bebas

Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Mulut : Mallampati III, makroglosia, buka mulut 3 jari, tidak tampak

massa intraoral

Leher : JVP normal, ROM baik

Thoraks : Bentuk dan gerak simetris,

Paru : VBS kiri = kanan, Ronkhi (-)/(-), wheezing(-)/(-)

Slem (-)

Jantung : S1, S2, reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen : datar, supel, bising usus (+)

Ekstremitas : capillary refill< 2 detik, akral hangat, edem (-), sianosis (-)

Motorik : normal

5

Page 7: CR Neurofibromatosis

Pemeriksaan laboratorium (2 September 2015)

Hb 15.4 g/dl PT 15.8 detik

Ht 44% InR 1.2

Leukosit 6800 mm3 aPTT 36,8 detik

Trombosit 269000 mm3 Na 138 meq/L

K 3.6 meq/L Ur 25 mg/dl

Kreatinin 0.7 mg/dl GDS 82 mg/dl

AST 22 U/L ALT 26 U/L

Rontgen thorak (02/09/2015) : tidak tampak kardiomegali, tidak tampak

metastasis intrapulmonal

Test faal paru (02/09/2015) : restriktif sedang

EKG (02/09/2015) : LAD (-1670), LAFB, RBBB inkomplet, HR

93x/menit

Echocardiography : Normal all chamber, normal LV systolic and

diastolic function, normal valves, normal RV

contractility, LVEF 69%.

Hosil konsul kardiologi : tidak ada kontraindikasi untuk NU

Saran anestesi : klasifikasi ASA II

puasa 6 jam pre op

sedia darah

infus RL di lengan kiri

premedikasi Paracetamol 2x1 gram po

Persiapan : laringoskop McCoy, C-MAC dan fiberoptics.

PUKUL 08.00

Pasien dinaikkan ke OK dari Kemuning IV

Penilaian preinduksi :

Kesadaran : composmentis

TD : 132/77 mmHg RR : 20 x/mnt

HR : 92 x/mnt SpO2 : 98 % udara bebas

6

Page 8: CR Neurofibromatosis

Terpasang IV line RL di lengan kiri.

Perhitungan kebutuhan cairan : (BB 60 kg)

Rumatan 100 cc/jam, puasa 6 jam = 600 cc, IWL 2 x BB = 120 cc/jam

Jam I : 520 cc, jam II/III : 370 cc, jam IV 220 cc.

Tindakan : Persiapan induksi

Loading RL 250 cc

Dilakukan preoksigenasi dengan oksigen 8 lpm 100% dengan facemask

selama 5 menit. Induksi dengan fentanyl 150 mcg dan propofol 180 mg, setelah

pasien tertidur dan jalan napas dikuasai, volatile Isoflurane dibuka 2 vol%, O2 dan

N2O dibuka masing-masing 2 lpm. Diberikan atracurium 20 mg, setelah onset

tercapai dilakukan intubasi. Laringoskopi menggunakan blade Macintosh no.4,

dengan penekanan krikoid pita suara dapat tervisualisasi dan dilakukan intubasi

dengan ETT no. 7.5 kedalaman 22 cm.

Penilaian post induksi :

Kesadaran : DPO

Tekanan darah : 114/68 mmhg

RR : 12-16 x/mnt dengan SpO2 99 – 100% dengan Manual bagging

HR : 98 x/mnt

Rumatan dengan O2 : N2O 50:50 2 lpm, isoflurane 1 – 1.5 vol%.

Operasi berlangsung selama 3 jam

TDS : 108 – 134

TDD : 62 – 94

HR : 72 – 98

SpO2 : 99 – 100 %

Irama jantung : irama sinus

Perdarahan : 500 cc

Urine : 66 cc/jam (200 cc/3 jam)

7

Page 9: CR Neurofibromatosis

Obat obatan : fentanyl 200 mcg, propofol 200 mg, atracurium 20 mg,

dexametason 10 mg, asam tranexamat 1000 mg, tramadol 100

mg, ketorolac 30 mg, prostigmin 1 mg, dan atropine 0.25 mg.

Pemberian cairan selama operasi :

Jam I : RL 1000 cc

Jam II : RL 1000 cc

Jam III : RL 1000 cc

Total pemberian cairan : 3000 cc Ringer laktat.

Setelah selesai operasi, dilakukan ekstubasi secara fully awake, suctioning

dan pemberian suplementasi oksigen via facemask dengan 8 lpm O2 100%.

Setelah pasien sadar penuh dan mampu mengikuti perintah verbal, pasien

dipindahkan ke ruang pulih sadar. Diberikan analgetik post operasi dengan

Tramadol 200 mg + ketorolac 30 mg drip intravena dalam RL 500 cc/8 jam.

Kondisi di ruang pulih sadar :

Kesadaran : composmentis

TD : 118/64 mmHg RR : 18 x/mnt

HR : 72 x/mnt SpO2 : 99 % dengan O2 3 lpm via nasal kanul

VAS : 2/10.

Pasien mengalami shivering setelah 10 menit berada di ruang pulih sadar,

diberikan Pethidin 25 mg. Setelah pemberian pethidin dan penggunaan

penghangat, menggigil hilang. Setelah diobservasi 2 jam, tercapai Aldrete score

10 dan pasien dipindahkan ke bangsal Kemuning IV.

8

Page 10: CR Neurofibromatosis

PEMBAHASAN

Neurofibromatosis merupakan kelainan kongenital autosom dominan yang dibagi

menjadi 2 tipe berdasarkan karakteristik fenotip dan genetik, yaitu

neurofibromatosis tipe 1 (NF1) atau penyakit von Reckinghausen dan

neurofibromatosis tipe 2. Insidens NF1 ialah 1 dari tiap 2500-3300 kelahiran dan

prevalensinya 1 : 5000. Ekspresi dari gen NF1 bervariasi dengan 50% penderita

tidak memiliki riwayat neurofibromatosis dalam keluarga, menunjukkan bahwa

kelainan ini dapat terjadi akibat mutasi gen spontan. 1,2

Walaupun telah dapat didiagnosis secara molekular genetik, diagnose NF1

secara klinis ditegakkan berdasarkan kriteria pada tabel 1.

Tabel 1. Kriteria diagnostik neurofibromatosis tipe 11

Diagnosis ditegakkan dengan adanya 2 atau lebih tanda berikut :1. Enam atau lebih bintik café-au-lait : 1,5 cm atau lebih pada usia post pubertas,

atau 0,5 cm atau lebih pada pra-pubertas;2. Dua atau lebih neurofibroma tipe apa saja, atau 1 neurofibroma tipe plexiformis;3. Axillary freckling (Cowe’s sign) dan/atau inguinal freckling;4. Glioma nervus optikus5. Dua atau lebih nodul Lisch (hamartoma iris)6. Lesi tulang khas : dysplasia sphenoid, dysplasia atau penipisan korteks tulang

panjang;7. Keturunan derajat 1 dari penderita NF1.

Table 1 – Diagnostic criteria for Von RecklinghausenDiseu ase (VR) or neurofibromatosis Type I (NF1).

Bintik café-au-lait ditemukan pada 95% penderita NF1 dewasa.

Neurofibroma merupakan karakteristik paling khas, berdasarkan klinis dan

histopatologi dapat dibagi menjadi : cutaneus (95%), nodular, dan plexiform.2,4

Neurofibroma plexiform menyebabkan deformitas tubuh berat, menjadi maligna

pada 2-16% kasus dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.

Nodul Lisch (hamartoma melanositik berbatas tegas, elevasi berbentuk kubah

yang terdapat di permukaan iris) terdapat pada 95% kasus.2 NF1 juga berkaitan

dengan abnormalitas tulang, feokromositoma, tumor usus, tumor karsinoid,

Page 11: CR Neurofibromatosis

deformitas spinal, cerebral maupun vertebra, leukemia myelogenous kronik

juvenil, serta retardasi pertumbuhan dan mental. 3

Neurofibromatosis tipe 2 didiagnosa berdasarkan kriteria klinis,

didefinisikan dengan adanya vestibular schwannoma bilateral yang menyebabkan

kurang hingga hilang pendengaran, katarak, dan keterlibatan sistem saraf pusat

seperti meningioma. NF1 merupakan tantangan bagi ahli anestesi, termasuk

karena adanya potensi difficult airway, abnormalitas anatomi tulang belakang, dan

neurofibroma perifer, sehingga diperlukan penilaian sistemik yang cermat

sebelum memilih rencana teknik anestesi. 2

Anestesi umum dianggap lebih aman karena kemungkinan adanya

neuroma intrakranial dan spinal (terdapat hingga 40% kasus) dapat memperburuk

kondisi neurologis bila menggunakan teknik regional neuroaksial dengan

konsekuensi hematoma dan paralisis. Adanya glioma, meningioma, hidrosefalus,

tumor spinal dan spina bifida telah dilaporkan terdapat pada NF1. Keadaan-

keadaan tersebut merupakan penyulit tindakan regional neuroaksial.4

Makroglosia, anatomi abnormal pada lidah, faring, laring dan

kemungkinan adanya fibroma supraglotis dapat menyulitkan tindakan intubasi

endotrakeal. Kelainan-kelaian diatas patut dicurigai bila didapatkan adanya

riwayat disfagi, disartria, stridor dan perubahan suara. Malformasi fasial dapat

menyebabkan asimetri wajah akibat keterlibatan intraoseus, menyebabkan potensi

kesulitan ventilasi dan intubasi. Bila pada penilaian airways didapatkan potensi

sulit ventilasi dan intubasi, perlu dipertimbangkan penggunaan bronkoskopi fiber

optic secara awake.1,2

Keterlibatan multisistem pada NF1 memerlukan perhatian khusus pada

intraoperatif seperti terjadinya hipertensi, yang dapat berkaitan dengan

feokromositoma (terdapat pada 20% penderita) atau stenosis arteri renalis. Bila

ditemukan feokromositoma, pencegahan krisis hipertensi intraoperatif yang

mengancam jiwa harus dilakukan. Kontrol tekanan darah preoperatif

menggunakan penghambat reseptor alfa untuk mengatasi efek vasopresor dari

kadar katekolamin yang tinggi, diikuti dengan penggunaan beta bloker perlu

dipertimbangkan.1

10

Page 12: CR Neurofibromatosis

Konsiderasi lain termasuk kemungkinan gangguan respirasi akibat adanya

fibroma intrapulmonal, fibrosis pulmonal dan gangguan kardiovaskular karena

kardiomiopati hipertrofik atau tumor mediastinum yang menekan superior vena

cava, selain hipertensi. Adanya skoliosis dapat memperburuk fungsi

kardiopulmonal, dapat menyebabkan gagal ventrikel kanan. Konsiderasi anestesi

lain termasuk epilepsy, tumor karsinoid, dan stenosis ureter obstruktif karena

neurofibroma. Beberapa kasus dilaporkan adanya perubahan sensitivitas terhadap

blokade neuromuskular yang menyebabkan pemanjangan episode apneu yang

tidak diketahui mekanismenya.2

Pada pasien ini didapatkan adanya riwayat keterlambatan mental yang

menyebabkan pasien tidak bersekolah namun tidak ditemukan riwayat keluhan

yang mengarah ke kecurigaan lesi intrakranial. Tidak didapatkan adanya riwayat

keluarga dari kedua orangtua pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

makroglosia, perubahan fonasi suara (cadel) dengan penilaian Mallampati skor 3

yang merupakan potensi sulit intubasi. Lesi noduler maupun bintik café-au-lait

tersebar di hampir seluruh tubuh, disamping neurofibroma besar di area abdomen

kanan hingga pinggang kanan. Pemeriksaan penunjang radiologi tidak

menunjukkan adanya tumor mediastinum maupun massa intrapulmonal walaupun

tes faal paru menunjukkan adanya restriksi ringan. Pemeriksaan penunjang EKG

menunjukkan adanya gangguan konduksi ditandai dengan deviasi aksis ke kiri

(1670), left anterior fascicular block (LAFB) yang ditandai gelombang Q kecil

dengan R tinggi (qR kompleks di lead I dan aVL), gelombang R kecil dengan S

dalam (rS kompleks) di lead II, III, dan aVF, sedikit pemanjangan QRS,

pemanjangan gelombang R di aVL >45 ms, dan juga adanya RBBB inkomplit.

Namun pada pemeriksaan echo didapatkan hasil normal dengan fraksi ejeksi

ventrikel kiri 69%.

Pada preoperatif, pasien dipuasakan selama 6 jam dan diberikan

Paracetamol 1 gram per oral sebagai analgesi preemtif. Laringoskop McCoy, C-

Mac dan fiberoptik dipersiapkan sebagai antisipasi kesulitan intubasi, namun pada

pasien ini dapat dilakukan intubasi dengan direct laringoscopy dan tidak

ditemukan adanya massa intraoral. Penggunaan pelumpuh otot atracurium pada

11

Page 13: CR Neurofibromatosis

dosis minimum (0.3 mg/kg) untuk antisipasi bila pasien ini memiliki

hipersensitivitas terhadap agen pelumpuh otot. Dalam waktu 30 menit, pasien

kembali bernafas spontan dan dipertahankan bernafas spontan dengan assisted

bagging. Tidak ditemukan lonjakan hemodinamik maupun hipertensi selama

operasi. Perdarahan terjadi sebanyak 500 cc, digantikan dengan kristaloid

sebanyak 1500 cc. Pasien dapat diekstubasi secara fully awake, selama observasi

di ruang pulih sadar tidak didapatkan komplikasi post operatif.

12

Page 14: CR Neurofibromatosis

SIMPULAN

1. Neurofibromatosis merupakan kelainan autosomal dominan yang terbagi

menjadi 2 tipe berdasarkan fenotip dan klinis. Neurofibromatosis tipe 1

(NF1) merupakan tipe yang terbanyak;

2. NF1 memiliki manifestasi klinis yang luas dan mencakup seluruh sistem

organ sehingga memiliki konsekuensi anestesi yang berbeda. Manifestasi

klinis dapat mencakup kelainan saraf pusat, anatomi jalan nafas,

kardiopulmonal dengan derajat keparahan yang bervariasi;

3. Pada pasien dengan NF1 yang akan menjalani pembedahan, penilaian

preoperatif yang cermat merupakan kunci keberhasilan manajemen

anestesi dengan mempertimbangkan keterlibatan sistemik;

4. Pada pasien ini ditemukan adanya makroglosia, lesi neurofibroma

multiple, restriksi fungsi paru sedang, dan gambaran EKG dengan

gangguan konduksi;

5. Dengan konsiderasi anestesi yang mempertimbangkan kemungkinan-

kemungkinan penyulit intraoperatif dan mempersiapkan langkah

antisipasi, tindakan anestesi pada pasien NF1 yang menjalani pembedahan

dapat berjalan dengan aman dan tidak menimbulkan morbiditas maupun

mortalitas.

Page 15: CR Neurofibromatosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Hirsch NP, Murphy A, Radcliff JJ. Neurofibromatosis : clinical

presentation and anesthetic implications. Br J Anaesth. 2001;80:555-64

2. Hines RL, Marschall KE. Stoelting’s Anesthesia and Coexisting Disease.

Philadelphia. Elsevier Saunders; 2008:244.

3. Fox CJ, Tomajian S, Kaye AJ et al. Perioperative management of

neurofibromatosis type 1. The Oschner Journal. 2012;12:111-121.

4. Inan N, Basar H, Torkuglu M. The anesthetic approach in patient with

type 1 neurofibromatosis with multiple deformities. Turk J Med Sci. 2008;

38(5):477-80.

14