31
29 BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR A. Huk um War is Di Indonesi a 1. Pen gert ian Hu kum Waris P erd ata Telah diketahui, bahwa di Indonesia berlaku lebih dari satu sistem Hukum Perdata yaitu, Hukum Barat (Hukum Perdata Eropa), Hukum Adat dan Hukum Islam. Ketiga sistem hukum tersebut semuanya antara lain juga mengatur cara pembagian harta warisan. Huk um Waris Perd ata ini digunakan bagi orang yang mengesampingkan Hukum Adat Waris dalam mendapatkan penyelesaian pembagian warisan. Hukum Waris Perdata Barat berlaku bagi : a. Orang-orang ketur unan Eropa.  b. Orang-orang keturunan T imur Asing Tiong Hoa. c. Orang -orang y ang menunduk an diri sep enuhnya ke pada Hukum P erdata Bar at. Hukum Waris menurut A. Pit lo yai tu kumpula n per aturan yang mengatur huk um me nge nai ha rt a kekayaan, karena waf at nya seseor ang, ya it u me ngenai  pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibatnya dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperoleh baik dalam hubungan antara mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketig a. Universitas Sumatera Utara

Chapter II 5

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    1/31

    29

    BAB II

    PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH

    KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI

    BAWAH UMUR

    A. Hukum Waris Di Indonesia

    1. Pengertian Hukum Waris Perdata

    Telah diketahui, bahwa di Indonesia berlaku lebih dari satu sistem Hukum

    Perdata yaitu, Hukum Barat (Hukum Perdata Eropa), Hukum Adat dan Hukum Islam.

    Ketiga sistem hukum tersebut semuanya antara lain juga mengatur cara pembagian

    harta warisan. Hukum Waris Perdata ini digunakan bagi orang yang

    mengesampingkan Hukum Adat Waris dalam mendapatkan penyelesaian pembagian

    warisan.

    Hukum Waris Perdata Barat berlaku bagi :

    a. Orang-orang keturunan Eropa.

    b. Orang-orang keturunan Timur Asing Tiong Hoa.

    c. Orang-orang yang menundukan diri sepenuhnya kepada Hukum Perdata Barat.

    Hukum Waris menurut A. Pitlo yaitu kumpulan peraturan yang mengatur

    hukum mengenai harta kekayaan, karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai

    pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibatnya dari pemindahan

    ini bagi orang-orang yang memperoleh baik dalam hubungan antara mereka, maupun

    dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    2/31

    30

    Sedangkan Hukum Waris Menurut Wirjono Prodjodikoro, Soal apakah dan

    bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang

    pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

    Hukum Waris adalah bagian dari Hukum Kekayaan, akan tetapi erat sekali dengan

    Hukum Keluarga, karena seluruh pewarisan menurut undang-undang berdasarkan

    atas hubungan keluarga sedarah dan hubungan perkawinan. Dengan demikian ia

    masuk bentuk campuran antara bidang yang dinamakan Hukum Kekayaan dan

    Hukum Keluarga.

    Kemudian Subekti dan Tjitrosoedibio mengatakan Hukum Waris adalah,

    Hukum yang mengatur tentang apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan dari

    seorang yang meninggal.42

    Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk terjadinya suatu

    pewarisan harus dipenuhi 3 (tiga) unsur yaitu :

    1) Pewaris, adalah orang yang meninggal dunia meninggalkan harta kepada orang

    lain.

    2) Ahli Waris, adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya

    terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian.

    3) Harta Warisan, adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia.

    Dalam hal pewarisan, yang dapat diwarisi yaitu hanya hak dan kewajiban

    yang meliputi bidang harta kekayaan. Namun ada hak-hak yang sebenarnya masuk

    bidang harta kekayaan tetapi tidak dapat diwarisi. Hak-hak yang masuk bidang harta

    42 R. Subekti dan Tjitrosoedibio,Kamus Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2005, hal. 56

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    3/31

    31

    kekayaan yang tidak dapat diwarisi antara lain, hak untuk menikmati hasil dan hak

    untuk mendiami rumah. Hak-hak ini tidak dapat diwarisi karena bersifat sangat

    pribadi.

    Selanjutnya ada juga hak-hak yang bersumber kepada Hukum Keluarga

    namun dapat diwarisi antara lain, hak untuk mengajukan tuntutan agar ia diakui

    sebagai anaknya dan hak untuk menyangkal keabsahan seorang anak.

    Dengan demikian prinsipnya hanya hak dan kewajiban yang meliputi harta

    kekayaan saja yang dapat diwarisi, ternyata tidak dapat dipegang teguh dan terdapat

    beberapa pengecualian.

    2. Pengertian Hukum Waris Adat

    Sehubungan dengan Hukum Waris Adat, akan dikemukakan beberapa

    pendapat sarjana antara lain,

    R. Soepomo berpendapat bahwa, Hukum Waris Adat memuat peraturan-

    peraturan yang mengatur proses meneruskan dan mengoperkan barang-barang harta

    benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari

    suatu angkatan manusia (generatie) pada turunannya.43

    Sedangkan Ter Haar Bzn Hukum Waris Adat adalah, Aturan-aturan hukum

    yang bertalian dengan proses dari abad ke abad yang menarik perhatian adalah proses

    43 R. Soepomo,Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal. 79

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    4/31

    32

    penerusan dan peralihan kekayaan materieel dan immaterieel dari turunan ke

    turunan.44

    Hukum Waris Adat memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara

    penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris

    kepada para warisnya. Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan itu dapat

    berlangsung sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal dunia.

    Pendapat Soerojo Wignjodipoero mengatakan Hukum Waris Adat adalah,

    Norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun

    yang immateriil yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada

    keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses

    peralihannya.45

    Kemudian menurut Bushar Muhammad, Hukum Waris Adat meliputi,

    Aturan-aturan yang bertalian dengan proses yang terus menerus dari abad ke abad,

    ialah suatu penerusan dan peralihan kekayaan baik materiil maupun immateriil dari

    suatu angkatan ke angkatan berikutnya.46

    Sehingga Hukum Waris Adat mempunyai arti yang luas berupa

    penyelenggaraan pemindahan dan peralihan kekayaan dari suatu generasi kepada

    generasi berikutnya baik mengenai benda materiil maupun benda immateriil.

    Dengan pengertian HukumWaris Adat yang telah disebutkan di atas, maka

    44 Ter Haar Bzn,Asas-asas dan Susunan Hukum Adat,diterjemahkan oleh K..N.G. Soebakti

    Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hal. 20245 Soerojo Wignjodipoero,Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, CV. Haji Masagung,

    Jakarta, 1988, hal. 16146 Bushar Muhammad,Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1981, hal. 35

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    5/31

    33

    dapatlah dikemukakan bahwa Hukum Waris Adat itu mengandung beberapa unsur

    yaitu :

    a) Hukum Waris Adat adalah merupakan aturan hukum.

    b) Aturan hukum tersebut mengandung proses penerusan harta warisan.

    c) Harta warisan yang diperoleh atau diteruskan dapat berupa harta benda yang

    berwujud dan yang tak berwujud.

    d) Penerusan atau pengoperan harta warisan ini berlangsung antara satu generasi

    atau pewaris kepada generasi berikutnya atau ahli waris.

    3. Pengertian Hukum Kekeluargaan

    Belum adanya keseragaman tentang istilah hukum kekeluargaan, sehingga

    para sarjana memakai istilah yang berbeda.

    Hilman Hadikusuma menggunakan istilah Hukum Kekerabatan yakni,

    Hukum yang menunjukkan hubungan-hubungan hukum dalam ikatan kekerabatan

    termasuk kedudukan orang seorang sebagai anggota warga kerabat (warga adat

    kekerabatan).47

    Kemudian menurut Djaren Saragih Hukum Kekeluargaan adalah, Kumpulan

    kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang ditimbulkan

    oleh hubungan biologis.48

    47 Hilman Hadikusuma,Pokok-pokok Pengertian Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1980, hal.

    140.48 Djaren Saragih,Pengantar Hukum Adat Indonesia,Tarsito, Bandung, 1984, hal. 113.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    6/31

    34

    Hubungan-hubungan hukum antara orang seorang sebagai warga adat dalam

    ikatan kekerabatan meliputi hubungan hukum antara orang tua dengan anak, antara

    anak dengan anggota keluarga pihak bapak dan ibu serta tanggung jawab mereka

    secara timbal balik dengan orang tua dan keluarga.

    4. Prinsip-Prinsip Keturunan Dalam Hukum Kekeluargaan

    Di dalam kehidupan masyarakat di Indonesia terdapat keanekaragaman sifat

    sistem kekeluargaan yang dianut. Sistem kekeluargaan itu dapat dikelompokkan

    menjadi tiga macam, yaitu :

    a. Sistem kekeluargaan patrilineal

    b. Sistem kekeluargaan matrilinial

    c. Sistem kekeluargaan parental atau bilateral

    Dalam sistem kekeluargaan patrilineal yaitu suatu masyarakat hukum adat,

    dimana para anggotannya menarik garis keturunan ke atas melalui garis bapak, bapak

    dari bapak terus keatas sehingga kemudian dijumpai seorang laki-laki sebagai

    moyang. (contoh : Batak, Bali, Seram, Nias dan Ambon).

    Sistem kekeluargaan matrilinial yaitu sistem dimana para anggotanya menarik

    garis keatas melalui ibu, ibu dari ibu terus keatas sehingga kemudian dijumpai

    seorang perempuan sebagai moyangnya. (contoh : Minangkabau dan Enggano).

    Pada sistem kekeluargaan parental atau bilateral yakni suatu sistem dimana

    para anggotanya menarik garis keturunan keatas melalui garis bapak dan ibu, terus

    keatas sehingga kemudian dijumpai seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    7/31

    35

    moyangnya.(contoh : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Aceh,

    Sulawesi dan Kalimantan).

    5. Unsur-Unsur Pewarisan

    Untuk dapat berlangsungnya suatu proses pewarisan harus dipenuhi tiga unsur

    menurut Hukum Adat yaitu :

    a. Adanya pewaris

    b. Adanya harta warisan

    c. Adanya ahli waris.

    Pengertian pewaris didalam Hukum Waris Adat menurut Hilman

    Hadikusuma, Orang yang mempunyai harta peninggalan selagi ia masih hidup atau

    sudah wafat, harta peninggalan mana (akan) diteruskan penguasaan atau

    pemilikannya dalam keadaan tidak terbagi-bagi atau terbagi-bagi.

    Kedudukan seorang pewaris itu bisa bapak, ibu, paman, kakek dan nenek.

    Orang itu disebut pewaris karena ketika hidupnya atau wafatnya mempunyai harta

    warisan, dimana harta warisan tersebut akan dialihkan atau diteruskan kepada ahli

    warisnya.

    Harta warisan atau disebut juga harta peninggalan menurut Hilman

    Hadikusuma, Semua harta berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih

    penguasaan atau pemilikannya setelah pewaris meninggal dunia kepada ahli waris.49

    49 Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Indonesia Menurut Perundang-undangan, Hukum

    Adat, Hukum Agama Hindu, Islam, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 9-10.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    8/31

    36

    Pengertian ahli waris menurut Hilman Hadikusuma adalah, Orang-orang

    yang berhak mewarisi harta warisan.50

    Artinya bahwa orang tersebut berhak untuk

    meneruskan penguasaan dan pemilikan harta warisan atau berhak memiliki bagian-

    bagian yang telah ditentukan dalam pembagian harta warisan diantara ahli waris

    tersebut. Ahli waris itu bisa anak, cucu, bapak, ibu, paman, kakek dan nenek. Pada

    dasarnya semua ahli waris berhak mewaris kecuali karena tingkah laku atau

    perbuatan hukum yang dilakukan oleh ahli waris sangat merugikan si pewaris.

    6. Syarat-Syarat Sebagai Ahli Waris

    Dalam hukum adat waris, anak-anak dari si peninggal warisan merupakan

    golongan ahli waris yang terpenting dibandingkan dengan golongan ahli waris

    pengganti lainnya, karena apabila si peninggal harta warisan meninggalkan anak

    maka anaknya itulah sebagai ahli waris utama.

    Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi

    ahli waris digunakan empat macam kelompok keutamaan yakni :51

    a. Kelompok keutamaan I : keturunan pewaris

    b. Kelompok keutamaan II : orang tua pewaris

    c. Kelompok keutamaan III : saudara-saudara pewaris dan keturunanya

    d. Kelompok keutamaan IV : kakek dan nenek pewaris.

    Sebagai ahli waris utama adalah keturunan pewaris sedangkan ahli waris

    lainnya baru berhak atas harta warisan, apabila yang meningal itu tidak mempunyai

    50 Ibid., hal. 5351 Soerjono Sooekanto dan Sulaiman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, CV. Rajawali,

    Jakarta, 1994, hal. 287

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    9/31

    37

    anak, artinya jika seorang anak lebih dulu meninggal dunia daripada si peninggal

    warisan dan anak tersebut meninggalkan anak-anak maka cucu dari si peninggal

    warisan ini menggantikan kedudukan orang tuanya. Apabila keturunan pewaris ke

    bawah sudah tidak ada lagi maka yang sebagai ahli waris adalah orang tua pewaris

    (bapak dan ibu) sebagai kelompok keutamaan II, kemudian kalau orang tua pewaris

    sudah meninggal dunia maka sebagai ahli waris adalah kelompok keutamaan III

    yakni saudara-saudara pewaris dan keturunannya. Demikian seterusnya jika saudara-

    saudara pewaris dan keturunannya sudah tidak ada lagi sehingga ahli waris

    penggantinya adalah kakek dan nenek dari si pewaris tersebut. Di dalam pelaksanaan

    penentuan ahli waris dengan menggunakan kelompok keutamaan maka harus

    diperhatikan prinsip garis keturunan yang dianut oleh suatu masyarakat tertentu.

    7. Cara Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam/ BW

    Menurut Hukum Adat Waris sistem kewarisan ada tiga yaitu :52

    a. Sistem kewarisan individual, dalam sistem kewarisan harta peninggalan akan

    diwarisi bersama-sama dibagi-bagi kepada semua ahli waris (individual). Sistem

    ini dapat dilihat pada masyarakat bilateral di Jawa

    b. Sistem kewarisan kolektif, dimana harta peniggalan akan diwarisi secara kolektif

    (bersama-sama) oleh sekumpulan ahli waris, dimana harta warisan tersebut tidak

    akan dibagi-bagikan seperti pada sistem kewarisan individual. Pada sistem ini

    harta warisan akan dinikmati secara bersama-sama. Ahli waris hanya mempunyai

    52 Hazairin,Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Quran Dan Hadist, Tintamas, Jakarta,

    1996, hal. 15

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    10/31

    38

    hak pakai atau boleh menikmati saja dari harta warisan dan tidak mempunyai atau

    tidak dapat memiliki harta warisan dan tidak mempunyai atau tidak dapat

    memiliki harta warisan tersebut. Hal seperti ini dapat dilihat pada pewarisan harta

    pusaka.

    c. Sistem kewarisan mayorat, dalam sistem kewarisan ini, harta peninggalan secara

    keseluruhan atau sebagian besar akan diwarisi oleh seorang ahli waris. Hal seperti

    ini dapat dijumpai pada pewarisan terhadap karang desa pada masyarakat Bali.

    Ketiga sistem kewarisan tersebut dalam pembagian harta warisannya sering

    menimbulkan sengketa, dimana sengketa itu terjadi setelah pewaris meninggal dunia,

    tidak saja di kalangan masyarakat yang parental tetapi juga terjadi pada masyarakat

    patrilinial dan matrilinial. Hal mana dikarenakan masyarakat adat sudah lebih banyak

    dipengaruhi alam pikiran serba kebendaan sebagai akibat kemajuan jaman dan

    timbulnya banyak kebutuhan hidup sehingga rasa malu, kekeluargaan dan tolong

    menolong sudah semakin surut.53

    Dalam mencapai penyelesaian sengketa pembagian warisan pada umumnya

    masyarakat hukum adat menghendaki adanya penyelesaian yang rukun dan damai

    tidak saja terbatas pada para pihak yang berselisih tetapi juga termasuk semua

    anggota almarhum pewaris. Jadi masyarakat bukan menghendaki adanya suatu

    keputusan menang atau kalah sehingga salah satu pihak tidak merasakan bahwa

    keputusan itu tidak adil dan hubungan kekeluargaan menjadi renggang atau putus

    karena perselisihan tidak menemukan penyelesaian. Yang dikehendaki ialah

    53 Ibid., hal. 17

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    11/31

    39

    perselisihan yang diselesaikan dengan damai sehingga gangguan keseimbangan yang

    merusak kerukunan sekeluarga itu dapat dikembalikan.

    Jalan penyelesaian atau cara pembagian harta warisan menurut Hilman

    Hadikusuma adalah,

    Dapat ditempuh dengan cara bermusyawarah, baik musyawarah terbatas dalam

    lingkungan anggota keluarga sendiri yakni antara anak-anak pewaris yang

    sebagai ahli waris, atau dapat juga dengan musyawarah keluarga. Jika

    perselisihan pembagian itu tak juga dapat diselesaikan maka dipandang perlu

    dimusyawarahkan di dalam musyawarah perjanjian adat yang disaksikan olehpetua-petua adat. Apabila segala usaha telah ditempuh dengan jalan damaidimuka keluarga dan peradilan adat mengalami kegagalan maka barulah perkara

    itu dibawa ke pengadilan.54

    Selaras dengan pendapat Hilman Hadikusuma, maka Soerojo Wignjodipoero,

    mengatakan cara pembagian harta warisan yakni,

    Pembagian harta peninggalan merupakan suatu perbuatan daripada para ahli

    waris bersama, dimana pembagian ini diselenggarakan dengan permufakatanatau atas kehendak bersama para ahli warisnya. Pembagian itu biasanya

    dilaksanakan dengan kerukunan diantara ahli waris, apabila tidak terdapat

    permufakatan dalam menyelesaikan pembagian harta peningalan ini, maka

    hakim (hakim adat/hakim perdamaian desa atau hakim pengadilan negeri)

    berwenang atas permohonan ahli waris untuk menetapkan cara pembagiannya.55

    B. Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan

    1. Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah

    Hak milik berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPA dapat beralih dan dialihkan

    kepada pihak lain.

    Menurut K. Wantjik Saleh peralihan hak mengandung dua pengertian yaitu

    beralih dan dapat dialihkan. Adapun yang diaksud dengan beralih adalah : Suatu

    54 Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Adat, Op.cit., hal. 116-11755 Soerojo Wignjodipoero,Op.cit, h. 181

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    12/31

    40

    peralihan hak yang dikarenakan seseorang yang mempunyai salah satu hak meninggal

    dunia akan hak itu dengan sendirinya menjadi hak ahli warisnya. Dengan kata lain

    bahwa peralihan hak itu terjadi dengan melalui suatu perbuatan hukum tertentu,

    berupa jual beli, tukar menukar, hibah wasiat (legaat).56

    Dengan demikian maka peralihan hak dapat terjadi karena perbuatan yang

    disengaja misalnya jual beli, tukar menukar, hibah wasiat (legaat). Peralihan hak juga

    dapat terjadi dengan tidak sengaja dengan suatu perbuatan melainkan karena hukum,

    misalnya hak pewaris pada saat meninggal dunia dengan sendirinya menjadi hak ahli

    warisnya.

    Hak milik dapat beralih maksudnya hak milik berpindah dari seseorang

    kepada orang lain melalui peristiwa hukum. Misalnya hak pewaris berpindah kepada

    ahli warisnya. Sedangkan hak milik dapat dialihkan maksudnya adalah hak seseorang

    berpindah kepada orang lain karena perbuatan hukum yang sengaja dilakukan

    misalnya karena jual beli, hibah, tukar menukar.

    2. Pengertian Istilah Dan Batasan Hukum Waris

    Seperti telah dijelaskan di atas, hak milik dapat beralih dari seseorang kepada

    orang lain melalui peristiwa hukum pewarisan di mana hak pewaris berpindah

    kepada ahli warisnya. Berbicara tentang peralihan hak milik karena pewarisan erat

    kaitannya dengan hukum waris yang berlaku antara pewaris dan ahli warisnya.

    Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara

    keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris

    56 K. Wantjik Saleh,Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, hal. 19

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    13/31

    41

    sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sebab setiap manusia

    akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang

    selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang

    diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan

    kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penyelesaian hak-hak dan

    kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum

    waris.57

    Soepomo menerangkan bahwa hukum waris itu memuat peraturan-peraturan

    yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dari

    suatu angkatan manusia kepada turunannya.58

    Ter Haar Bzn memberikan rumusan hukum waris sebagai Hukum Waris

    adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad

    penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari

    generasi ke generasi.59

    A. Pitlo dalam bukunya Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang

    Hukum Perdata Belanda memberikan batasan hukum waris sebagai berikut:

    Hukum Waris, adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai

    kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaanyang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang

    57 Iman Suparman,Intisari Hukum Waris Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1995, hal.

    158 Soepomo,Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Penerbitan Universitas, 1986, hal. 7259 Ter Haar Bzn,Azas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan K.N.G. Soebekti Poesponoto,

    Pradnya Paramita, Jakarta, 1960, hal. 197

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    14/31

    42

    yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka, maupun dalam

    hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.60

    Soepomo dalam bukunya Bab-Bab tentang Hukum Adat mengemukakan

    sebagai berikut :

    Hukum waris itu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan

    serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang tidak berwujud

    benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada

    turunannya. Proses itu telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Prosestersebut tidak menjadi akuut oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang

    meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu,

    akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusandan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut.

    61

    3. Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan

    Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak

    meninggal dunia. Sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru.

    Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam Hukum Perdata yang berlaku

    bagi pewaris.62

    Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka

    memberi perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha

    pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukan

    keadaan yang mutakhir.63

    60 A. Pitlo,Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda,

    Terjemahan M. Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 1161 Soepomo,Op.cit., hal. 72-7362 Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

    Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1999, hal. 50463 Ibid., hal. 505

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    15/31

    43

    Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak waris,

    atau surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.

    Dalam Pasal 111 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun 1997, yang isinya

    serupa atau paralel dengan Surat Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 8 Mei 1991 No.

    MA/Kumdil/171/V/K/1991,64

    yang menyebutkan surat tanda bukti sebagai ahli waris

    dapat berupa :

    a. Wasiat dari pewaris;

    b. Putusan dari pengadilan;

    c. Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan;

    d. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang

    dibuat oleh para ahli waris, dengan disaksikan oleh 2 orang saksi dan dikuatkan

    oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat dari tempat tinggal pewaris pada waktu

    meninggal dunia;

    e. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris

    dari notaris;

    f. Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan

    waris dari Balai Harta Peninggalan.

    Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah

    hak yang sudah terdaftar sebagaimana yang diwajibkan menurut ketentuan Pasal 36

    Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka

    64 Syahril Sofyan,Op.cit., hal. 99-100

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    16/31

    44

    dokumen-dokumen yang wajib diserahkan oleh yang menerima hak sebagai warisan

    kepada Kantor Pertanahan yaitu :

    a. Sertipikat hak yang bersangkutan;

    b. Surat kematian orang yang namanya tercatat sebagai pemegang haknya;

    c. Surat tanda bukti sebagai ahli waris.

    Hal ini diatur dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997

    tentang Pendaftaran Tanah, yang dilengkapi dengan pengaturan dalam Pasal 111 dan

    Pasal 112 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun 1997.

    Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan

    juga dokumen-dokumen yang disebut dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf b

    Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, dokumen-dokumen itu berupa :

    a. Surat bukti hak sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) atau Surat Keterangan

    Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai

    bidang tanah tersebut sebagaimana disebut dalam pasal 24 ayat (2); dan

    b. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum

    bersertipikat dari kantor pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang

    jauh dari kedudukan kantor pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan

    dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.

    Dokumen-dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah kepada yang

    mewariskan itu diperlukan, karena pendaftaran peralihan haknya baru dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    17/31

    45

    dilakukan setelah dilaksanakan pendaftaran untuk pertama kali hak yang

    bersangkutan atas nama yang mewariskan.65

    Jika penerima warisan terdiri dari lebih dari satu orang, pendaftaran peralihan

    haknya dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli

    waris yang bersangkutan (Pasal 42 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun

    1997).

    Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan pada waktu peralihan hak

    tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan,

    bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada

    seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dilakukan langsung

    kepada penerima warisan yang bersangkutan, berdasarkan surat tanda bukti sebagai

    ahli waris dan akta pembagian waris tersebut (Pasal 42 ayat (4) Peraturan Pemerintah

    Nomor 24 tahun 1997).

    Akta pembagian waris tersebut dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah

    tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta

    notaris (Pasal 111 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun 1997).

    Pencatatan pendaftaran peralihan haknya dilakukan oleh kepala kantor

    pertanahan menurut ketentuan Pasal 105 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 tahun

    1997.

    Pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya

    dilakukan sebagai berikut :66

    65 Ibid., hal. 506

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    18/31

    46

    a. Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan

    dibubuhi paraf oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk;

    b. Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan

    kolom yang ada pada buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan, dan

    besarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang

    dan besarnya bagian yang ditentukan, dan kemudian ditandatangani oleh kepala

    kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas kantor pertanahan;

    c. Pencoretan dan penulisan nama pemegang hak yang lama dan yang baru

    dilakukan juga pada sertipikat dan daftar umum yang memuat nama pemegang

    hak yang lama;

    d. Nomor dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dicoret dari daftar nama

    pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas dituliskan pada daftar nama

    penerima hak.

    Apabila pemegang hak yang baru lebih dari satu orang dan hak tersebut

    dimiliki bersama, maka untuk masing-masing pemegang hak dibuatkan daftar nama

    dan di bawah nomor hak atas tanahnya diberi garis dengan tinta hitam.

    Apabila peralihan hak hanya mengenai bagian dari sesuatu hak atas tanah

    sehingga hak atas tanah itu menjadi kepunyaan bersama pemegang hak lama dan

    pemegang hak baru, maka pendaftarannya dilakukan dengan menuliskan besarnya

    bagian pemegang hak lama di belakang namanya dan menuliskan nama pemegang

    66 Hasil wawancara dengan Bapak Ridwan Lubis, Kasubsie Pendaftaran Tanah Kantor

    Pertanahan Kota Medan, tanggal 24 Mei 2012

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    19/31

    47

    hak yang baru beserta besarnya bagian yang diperolehnya dalam halaman perubahan

    yang disediakan.

    Dalam hal yang dialihkan adalah hak yang belum didaftar, akta PPAT yang

    bersangkutan dijadikan alat bukti dalam pendaftaran pertama hak tersebut atas nama

    pemegang hak yang terakhir. Demikian ditentukan dalam Pasal 106 Peraturan

    Menteri Agraria Nomor 3 tahun 1997.

    C. Kecakapan Dalam Melakukan Perbuatan Hukum

    Meskipun setiap manusia tidak terkecuali sebagai pendukung hak dan

    kewajiban, namun tidak semuanya cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang

    yang dinyatakan tidak cakap adalah orang yang secara umum cakap untuk bertindak,

    tetapi untuk hal-hal tertentu tidak. Orang yang tidak cakap untuk bertindak adalah

    pasti orang yang tidak berwenang adalah orang yang pada umumnya cakap untuk

    bertindak tetapi pada peristiwa tertentu tidak dapat melaksanakan tindakan hukum,

    dalam hubungannya dengan pembicaraan kita, tidak berwenang menutup perjanjian

    tertentu (secara sah).

    Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum, bukan sifat pembawaannya

    karenanya tidak tertutup kemungkinan bahwa ia tidak sesuai dengan kenyataannya,

    orang yang secara yuridis tidak cakap, ada kemungkinan dalam kenyataannya adalah

    orang yang tahu atau sadar betul akan akibat/konsekuensi dari tindakannya.

    1. Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata

    Di dalam Hukum Perdata dijelaskan bahwa setiap anak, berapapun juga

    umurnya wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. Orang tua wajib

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    20/31

    48

    memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih dibawah umur. Kehilangan

    kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban

    untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapatan mereka guna membiayai

    pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka.

    Selama perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada

    dalam kekuasaan kedua orang tuanya, sejauh orang tua tersebut tidak dilepaskan atau

    dipecat dari kekuasaan itu. Kekuasaan orang tua itu pada umumnya dilakukan oleh si

    ayah. Jika si ayah berada di luar kemungkinan melakukan kekuasaan itu yang

    melakukan kekuasaan adalah si ibu.

    Orang tua, meskipun mereka itu tidak mempunyai kekuasaan orang tua

    (karena telah terjadi perceraian), wajib memberi tunjangan bagi pemeliharaan dan

    penghidupan anak-anak mereka.

    Dalam KUHPerdata mengenal 3 (tiga) macam anak, yaitu:

    a. Anak sah;

    Diatur dalam pasal 250 sampai dengan Pasal 271a KUHPerdata. Anak yang

    dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai bapaknya

    (Pasal 250 KUHPerdata), sedangkan sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari

    keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh suami. Namun

    pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut :

    1) Bila sebelum perkawinan suami telah mengetahui kehamilan itu;

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    21/31

    49

    2) Bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir dan akta ini ditanda tangani

    olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak

    dapat menandatanganinya;

    3) Bila anak yang dilahirkan meninggal dunia.

    Suami tidak dapat mengingkari keabsahan anak atas dasar perzinahan, kecuali

    bila kelahiran anak telah dirahasiakan terhadapnya, dalam hal ini, dia harus

    diperkenankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa

    dia bukan ayah anak itu (Pasal 253 KUHPerdata), salah satu pembuktian

    tersebut dapat dilakukan oleh suami istri dengan tes DNA.

    b. Anak luar kawin yang diakui;

    Anak luar kawin ada 2 (dua) macam yaitu :

    1) Anak yang lahir dari ayah dan ibu, tetapi antara mereka tidak terdapat

    larangan untuk kawin. Anak ini statusnya sama dengan anak sah, kalau

    kemudian mereka (orang tuanya) kawin, dan dapat diakui kalau tidak kawin

    (Pasal 272 KUH Perdata).

    2) Anak yang lahir dari ayah dan ibu yang dilarang oleh undang-undang, atau

    salah satu pihak ada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain. Anak ini

    disebut anak sumbang atau anak alam atau anak zinah.

    Dengan adanya pengakuan terhadap anak luar kawin terlahirlah hubungan

    perdata antara anak tersebut dengan bapak atau ibunya. Pengakuan anak dapat

    dilakukan dengan cara sebagaimana diatur dalam pasal 281 KUHPerdata, yaitu :

    a) Dalam akta kelahiran si anak;

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    22/31

    50

    b) Dalam akta perkawinan ayah dan ibu kalau kemudian mereka kawin;

    c) Dalam akta yang dibuat oleh Kantor Catatan Sipil;

    d) Dalam akta otentik lain.

    c. Anak luar kawin yang tidak diakui.

    Dalam hubungan zinah (overspel), maka menurut Pasal 32 KUHPerdata,

    perkawinan antara keduanya tidak dapat dilakukan, sedang anak yang dilahirkan

    dalam hubungan ini sekali-kali tidak boleh diakui (Pasal 283 KUH Perdata).

    Dalam hubungan incest(perkawinan sedarah), perkawinan ini dapat disahkan

    kalau ada ijin dari Presiden/Menteri Kehakiman (Pasal 31 KUHPerdata). Anak yang

    dilahirkan karena hubungan incest tidak dapat diakui kecuali ada dispensasi dari

    Presiden/Menteri Kehakiman.

    Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau perkawinan sedarah

    (incest/sumbang) tidak boleh diakui tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273

    KUHPerdata terhadap perkawinan sedarah.

    Sedangkan dalam ketentuan Pasal 284 ayat (1) KUHPerdata disebutkan

    bahwa suatu pengakuan terhadap anak luar kawin selama ibunya masih hidup,

    meskipun ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan

    golongan itu, tidak akan diterima jika si ibu tidak menyetujui pengakuan itu.

    Sehingga dengan demikian untuk mengakui anak luar kawin itu hadir ibunya dalam

    arti turut hadir dan bertanda tangan dalam akta pengakuan.67

    67 Hasil wawancara dengan Bapak Syahril Sofyan, Notaris/PPAT Kota Medan, Tanggal 1 Juni

    2012

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    23/31

    51

    2. Kecakapan Bertindak Dalam Hukum Perdata

    Kecakapan bertindak (Handelingsbokwaam) menunjukan kepada kewenangan

    yang umum, kewenangan umum untuk menutup perjanjian-perjanjian lebih luas lagi,

    untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya, sedang kewenangan bertindak

    menunjuk kepada yang khusus, kewenangan untuk bertindak dalam peristiwa yang

    khusus, ketidakwenangan hanya menghalang-halangi untuk melakukan tindakan

    hukum tertentu.

    Adanya orang-orang yang dinyatakan tak cakap bertindak, pada umumnya

    berkaitan dengan masalah kehendak. Undang-undang berangkat dari anggapan jadi

    bukan atas dasar kenyataan. Bahwa orang-orang tertentu tidak atau belum dapat

    menyatakan kehendaknya dengan sempurna, dalam arti belum dapat menyadari

    sepenuhnya akibat hukum yang muncul dari pernyataan kehendaknya, sehingga atas

    tindakan hukum mereka yang merupakan pernyataan kehendaknya tidak dapat

    diberikan akibat hukum sebagaimana biasanya. Dengan perkataan lain, dalam hal ada

    masalah ketidak-cakapan, ketidak sempurnaan dalam segi kehendaknya lain dari pada

    apa yang telah kita bicarakan pada kesesatan, paksaan dan penipuan. Dimana orang-

    orang yang merasa tersesat, dipaksa, atau ditipu adalah orang-orang yang memang

    cakap untuk bertindak, orang yang tahu betul akibat hukum dari pernyataannya,

    hanya kehendaknya yang cacat dalam arti tidak murni. Disini yang dinyatakan tidak

    cakap kecuali istri adalah orang-orang yang dalam penyelenggaraan kepentingannya

    diurus dan diwakili oleh orang lain (orang tua, wali, kurator).

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    24/31

    52

    Prinsip undang-undang tentang kecakapan bertindak adalah undang-undang

    berangkat dari anggapan, bahwa setiap orang pada asasnya adalah cakap untuk

    bertindak, cakap melakukan tindakan hukum. Tidak cakap merupakan suatu

    perkecualian atas asas tersebut diatas dan orang hanya tahu cakap, kalau undang-

    undang menyatakannya demikian. Karenanya untuk mengetahui siapakah orang-

    orang yang tidak cakap untuk bertindak, kita harus melihatnya dalam undang-undang.

    Orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tak cakap untuk

    melakukan perbuatan hukum, adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1330

    KUHPerdata, ada 3 (tiga) golongan yaitu:

    a. Orang yang belum dewasa, yaitu anak yang belum mencapai usia 21 (dua puluh

    satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 330 KUH Perdata) sekarang usia

    dewasa ini ditentukan 18 (delapan belas) tahun (dalam Undang-undang

    Perkawinan nomor : 1 tahun 1974 Pasal 47), demikian pula Undang-undang

    tentang Jabatan Notaris (Undang-undang nomor : 30 tahun 2004) menentukan

    usia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah sebagai syarat untuk

    menghadap, membuat akta Notaris (Pasal 39 ayat (1 ) butir a);

    b. Orang yang dibawah pengampuan (Pasal 433 KUH Perdata);

    c. Perempuan bersuami, sekarang ini perempuan bersuami tidak termasuk lagi,

    maksudnya seorang perempuan yang masih terikat dalam perkawinan sudah

    cakap melakukan perbuatan hukum sendiri (SEMA nomor : 3/1963 juncto Pasal

    31 Undang-undang nomor 1 tahun 1974).

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    25/31

    53

    3. Arti Dan Fungsi Perwalian

    Di dalam Hukum Perdata perwalian diatur dalam Pasal 331 sampai dengan

    Pasal 418 KUH Perdata. Sedangkan arti dari perwalian itu sendiri menurut Hukum

    Perdata adalah penguasaan terhadap pribadi dan pengurus harta kekayaan seorang

    anak yang belum dewasa, jika anak itu tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.

    Dengan demikian anak yang orang tuanya telah bercerai atau jika salah satu

    dari mereka atau semua (keduanya) telah meninggal dunia, berada di bawah

    perwalian. Terhadap anak luar kawin, karena tidak ada kekuasaan orang tua, maka

    anak tersebut selalu di bawah perwalian.

    Ada 3 (tiga) jenis perwalian :

    a. Perwalian menurut Undang-undang (Pasal 345 KUH Perdata) Jika salah satu

    orang tua meninggal dunia, maka perwalian demi hukum, dilakukan oleh orang

    tua yang masih hidup terhadap anak yang belum dewasa;

    b. Perwalian dengan wasiat (Pasal 355 KUH Perdata)

    Setiap orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, berhak

    mengangkat seorang wali bagi anaknya, jika perwalian itu berakhir pada waktu

    ia meninggal dunia atau berakhir dengan penetapan hakim;

    c. Perwalian yang diangkat oleh Hakim (Pasal 359 KUH Perdata)

    Dalam hal tidak ada wali menurut Undang-undang atau wali dengan wasiat, oleh

    hakim dapat ditetapkan/diangkat seorang wali. Balai Harta peninggalan, baik

    sebelum maupun sesudah pengangkatan itu dapat melakukan tindakan-tindakan

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    26/31

    54

    seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak yang belum dewasa

    sampai perwalian itu mulai berlaku.

    Menurut Pasal 331 ayat 1 KUH Perdata, dalam setiap perwalian hanya ada

    seorang wali, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 351 dan 361 KUH Perdata.

    Dengan kata lain kedudukan dan wewenang perwalian tidak dapat dibagi-bagi dan

    harus diserahkan kepada satu wali. Asas tidak dapat dibagi-bagi ini mempunyai

    kekecualian, yakni :

    1) Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup terlama, maka

    kalau ia kawin lagi suaminya menjadi wali peserta (mede-voogd)68

    (Pasal 351

    KUH Perdata);

    2) Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan yang mengurus barang-barang orang

    yang belum dewasa di luar Indonesia berdasarkan Pasal 361 KUHPerdata.

    Perwalian dinyatakan berakhir apabila :

    (a). Anak yang dibawah perwalian telah dewasa;

    (b). Anak tersebut meninggal dunia;

    (c). Wali meninggal dunia, atau dibebaskan atau dipecat dari perwalian.

    Adapun fungsi dari perwalian itu sendiri adalah menyelenggarakan

    pemeliharaan dan pendidikan terhadap pribadi si anak yang belum dewasa sesuai

    dengan harta kekayaannya serta mewakili dalam segala tindak perdata atau sesuai

    dengan perundang-undangan yang berlaku.

    68 Kawan wali, seorang wali ibu apabila menyeburkan diri kedalam perkawinan baru, maka

    suaminya demi hukum menjadi kawan wali si ibu, pengikutsertaan si suami sebagai wali berakhir

    apabila ia dipecat, atau si ibu tidak lagi menjadi wali.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    27/31

    55

    4. Pengertian Dan Fungsi Balai Harta Peninggalan Selaku Wali Pengawas

    Balai Harta Peninggalan (BHP), adalah unit pelaksana penyelenggara hukum

    dibidang harta peninggalan dan perwalian dalam lingkungan Departemen Hukum dan

    Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang secara administratif berada dibawah

    Kantor Wilayah Departemen tersebut, sedangkan secara teknis berada dibawah dan

    bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Administratif Hukum Umum

    Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Perdata.

    Balai Harta Peninggalan (BHP) adalah lembaga yang berasal dari pemerintah

    Belanda yang diberi nama Wees en Boedel Kamer. Pada mulanya lembaga ini

    didirikan untuk mengurus harta-harta yang ditinggalkan oleh tentara VOC bagi

    kepentingan para ahli waris yang berada di Nederland, yaitu para anak yatim piatu.

    Selanjutnya dalam perkembangannya disebut Balai Harta Peninggalan (BHP). Yang

    mana tugas-tugasnya dari Balai Harta Peninggalan tidak hanya mengurus kepentingan

    anak yatim piatu dan anak-anak yang belum dewasa, tetapi lembaga tersebut

    mengurus harta orang yang dibawah pengampuan, harta kekayaan orang yang hilang

    serta harta kekayaan mereka yang pailit.

    Dalam pemberian hibah dilakukan semasa orang (penghibah) masih dalam

    keadaan hidup, suatu ketika penghibah meninggal dunia sehingga anak tersebut tidak

    berada dibawah kekuasaan orang tuanya lagi, untuk pihak keluarga dari anak tersebut

    mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menunjuk seorang wali bagi anak

    dibawah umur untuk mengurus harta peninggalan dari penghibah.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    28/31

    56

    Orang yang dapat mengajukan permohonan pengurusan terhadap harta

    peninggalan yang atasnya turut berhak anak di bawah umur adalah :

    a. Orang tua yang hidup terlama

    Menurut Pasal 345 KUH Perdata apabila salah satu dari kedua orang tua

    meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak yang belum dewasa diurus oleh

    orang tuanya yang hidup terlama.

    b. Perwalian yang diperintahkan bapak atau ibu

    Berdasarkan ketentuan dari Pasal 355 KUH Perdata, bahwa masing-masing

    orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua atau wali untuk seorang anaknya

    atau lebih, berhak mengangkat seorang wali bagi anaknya, jika kiranya

    perwalian itu setelah orang tuanya meninggal tidak harus dilakukan orang tua

    lainnya.

    c. Perwalian yang diperintahkan oleh Pengadilan Negeri dalam Pasal 359

    KUHPerdata, dijelaskan bahwa bagi sekalian anak belum dewasa, yang tidak

    bernaung dibawah kekuasaan orang tua dan perwaliannya tidak diatur dengan

    sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau

    memanggil keluarga sedarah atau semenda.

    Dengan demikian wali harus bertanggung jawab atas tindakan-tindakan balai

    dengan tidak mengurangi hak tuntutan terhadapnya.

    Adapun tugas perwalian Balai Harta Peninggalan terdiri dari dua macam yaitu :

    1) Wali Sementara

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    29/31

    57

    Tugas ini tercantum dalam ayat terakhir Pasal 359 KUH Perdata yaitu perwalian

    yang diangkat atau ditetapkan oleh hakim atas permohonan yang diajukan oleh

    keluarga terdekat dari anak tersebut, apabila penetapan pengangkatan wali di

    Pengadilan Negeri belum ada dan kemungkinan keadaan sudah mendesak agar

    diadakan tindakan seperlunya demi kepentingan anak belum dewasa tersebut,

    halnya dalam keadaan demikian Balai Harta Peninggalan akan mengadakan

    tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak

    tersebut. Adapun tindakan yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan antara

    lain mengadakan intervensi atas harta kekayaan anak serta mewakili anak tersebut

    dalam suatu tindakan-tindakan hukum.

    2) Wali Pengawas

    Dalam Pasal 366 KUH Perdata, dijelaskan bahwa tugas sebagai wali pengawas

    dikatakan, Balai Harta Peninggalan bertindak sebagai pengawas terhadap wali

    yang bersangkutan melaksanakan kewajibannya dan diberikan nasehat-nasehat

    kepada wali untuk melakukan kewajiban dengan sebaik-baiknya sesuai dengan

    Pasal 370 KUH Perdata yang mengatur kewajiban wali pengawas adalah

    mewakili kepentingan-kepentingan anak yang belum dewasa.

    Untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan anak

    dibawah umur, maka wali mengajukan permohonan kepada Balai Harta Peninggalan

    (BHP), untuk mengurus harta anak dibawah umur. Dalam hal ini Balai Harta

    Peninggalan menjadi wali pengawas terhadap anak yang masih dibawah umur yang

    tidak berada dibawah kekuasaan orang tua serta mengurus harta benda atau kekayaan

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    30/31

    58

    anak tersebut, agar tidak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh wali atau pihak

    lain yang dapat merugikan anak dibawah umur tersebut. Sebenarnya tugas wali

    pengawas menurut KUHPerdata tidak ada definisinya, meskipun menurut Pasal 366

    KUHPerdata tugas tersebut dibebankan kepada Balai Harta Peninggalan setempat,

    tetapi untuk singkatnya dapat dijabarkan bahwa tugas dari wali pengawas ini adalah

    untuk mengawasi para wali. Wujud pengawasannya atau penjabarannya terlihat dari

    redaksi Pasal 370 KUHPerdata.69

    Berdasarkan Struktur Organisasi Balai Harta Peninggalan, yaitu Keputusan

    Menteri Kehakiman No. M 01.PR.07.01.08 tahun 1980 tanggal 19 Juni 1980, tugas

    Balai Harta Peninggalan adalah mewakili dan mengurus kepentingan- kepentingan

    orang-orang yang karena hukum atau keputusan hakim tidak dapat menjalankan

    sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang

    berlaku.

    Dalam tiap perwalian di Indonesia, Balai Harta Peninggalan menurut Undang-

    undang menjadi wali pengawas Balai Harta Peninggalan itu berada di Jakarta,

    Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar, sedangkan tempat-tempat lain mempunyai

    Perwakilan atau perwakilan besar atau anggota utusan. Disamping tiap BHP ada

    suatu Dewan Perwalian(Voogdij Raad) yang terdiri atas ketua dan anggota.

    Agar BHP itu dapat melakukan tugasnya, tiap orang tua yang menjadi wali

    harus segera melaporkan tentang terjadinya perwalian pada BHP. Begitu pula apabila

    69 Syahril Sofyan,Op.cit.,hal. 69

    Universitas Sumatera Utara

  • 5/24/2018 Chapter II 5

    31/31

    59

    hakim mengangkat seorang wali, Panitera Pengadilan harus segera memberitahukan

    hal itu pada BHP.

    Dalam hal pemeriksaan yang dilakukan oleh BHP terdapat ahli waris dibawah

    umur, maka BHP menjadi wali pengawas, ia wajib membuat catatan harta kekayaan

    anak dibawah umur, rincian harta kekayaan tersebut kemuadian dituangkan dalam

    akta pemisahan dan pembagian yang dibuat dihadapan Notaris dengan terlebih dahulu

    harta kekayaan tersebut ditaksir oleh juru taksir. Dalam hal wali akan melakukan

    penjualan atas harta kekayaan untuk keperluan anak yang dibawah umur, maka wali

    wajib meminta izin dari pihak Pengadilan.

    Wali wajib memberikan pertanggungjawaban pengurusan kekayaan anak

    dibawah umur kepada wali pengawas setiap (enam) bulan. BHP wajib memberikan

    pertanggungjawaban tentang kepengurusan Wali Pengawas kepada Menteri setiap 6

    (enam bulan).

    Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BHP bersifat sosial, yaitu

    melindungi, dan mewakili orang-orang yang karena hukum tidak dapat melaksanakan

    sendiri kepentingannya. Selain fungsi sosial BHP juga berfungsi finansial, yaitu

    dalam melaksanakan tugas-tugas sosial tersebut BHP juga menarik upah sebagai jasa

    pelayanan hukum dan pengelolaan terhadap uang pihak ketiga yang diurus menurut

    Stb. 1897/231, demikian juga menerima uang sebagai imbalan atas jasa pelayanan

    hukum yang diberikannya dan yang merupakan penghasilan bagi negara yang disebut

    sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

    Universitas Sumatera Utara