Upload
rucmanaaga
View
16
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
interna
Citation preview
IPD Koja Case Report
END STAGE RENAL DISEASE (ERSD)
Shelvy Tucunan1, Suzanna Ndraha2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Koja2.
ABSTRACT
Introduction
End stage renal disease (ERSD) is a condition of chronic renal disease (CRD) with GFR under
15 ml/mn/1,73m2 or dialysis. ERSD represent a clinical state or condition in which there has
been an irreversible loss of endogenous renal function, of a degree sufficient to render the patient
permanently dependent on upon renal replacement therapy (dialysis or transplantation) in order
to avoid life threatening uremia. Working diagnosis was made by GFR by using Krockroft-Gault
classification.
Case
A 55 year old women came to Government Hospital of Koja with flatulence 2 days before
hospitalize. Three days before hospitalize, she felt shortness of breath in activity or rest. In
several days she felt fatigue and dizzy grow worse. No history of DM, history of hypertension
exist. Body weight 35 kg. In physical examination, blood pressure was 160/90 mmHg, pulse 84
times/minute, body temperature 36°C, and respiratory rate 20 times/minute. From urine
examination was found albuminuria, hematology examination found Hb 5,7 mg/dL, renal
function examination found creatinine 11.0 mg/dL, urea blood 235 mg/dL. In ASTRUP found
pH 7,314; PCO2 23,6 mmHg; PO2 102,7 mmHg; HCO3 11,7 meq/L; and BE -14,5 meq/L.
Working diagnosis was end stage renal disease (ERDS) and anemia. Patient should have dialysis.
Discussion
From Krockroft-Gault classification, patient has ERSD or CRD stadium 5 with GFR under
15ml/mn/1.73m2. from laboratory examination found pH 7,314; PCO2 23,6 mmHg; PO2 102,7
mmHg describe acidosis metabolic. Patient need acidosis metabolic correction and dialysis.
Conclusion
Main therapy for ERSD are dialysis or renal transplantation to help patient replace their renal
function.
Key word: End stage renal disease (ERSD), chronic renal disease (CRD), Krockroft-Gault
classification, acidosis metabolic, dialysis.
ABSTRAK
Introduksi
Gagal ginjal terminal (GGT) atau end stage renal disease (ERSD) merupakan suatu kondisi dari
penyakit ginjal kronik (PGK) dengan LFD dibawah 15 ml/mn/1,73m2 atau menjalani dialysis.
GGT mewakili keadaan klinis atau kondisi di mana telah terjadi penurunan fungsi ginjal
ireversibel, yang menandakan pasien secara permanen tergantung pada pada terapi pengganti
ginjal (dialisis atau transplantasi) untuk menghindari uremia yang mengancam hidupnya.
Diagnosis kerja berdasarkan pada temuan klinis dan LFG dengan menggunakan rumus
Krockroft-Gault.
Kasus
Seorang wanita berusia 55 tahun datang ke RSUD Koja dengan keluhan utama perut kembung 2
hari SMRS.Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, dia merasa sesak napas dalam aktivitas atau
beristirahat. Dalam beberapa hari ia merasa kelelahan dan pusing bertambah buruk. Tidak ada
riwayat DM, riwayat hipertensi ada. Berat badan 35 kg. Dalam pemeriksaan fisik, tekanan darah
160/90 mmHg, nadi 84 kali / menit, suhu tubuh 36 °C, dan pernapasan 20 kali / menit. Dari
pemeriksaan urin ditemukan albuminuria; pemeriksaan hematologi ditemukan Hb 5,7 mg / dL;
pemeriksaan fungsi ginjal ditemukan kreatinin 11,0 mg / dL, urea darah 235 mg / dL. Dalam
Astrup ditemukan pH 7.314; PCO2 23,6 mmHg; PO2 102,7 mmHg; HCO3 11,7 meq / L; dan
BE -14,5 meq / L. Diagnosis kerja adalah GGT dan anemia. Pasien harus melakukan dialisis.
Diskusi
Dari rumus Krockroft-Gault, pasien telah mengalami GGT atau penyakit ginjal kronik stadium 5
dengan GFR di bawah 15ml/mn/1.73m2. dari pemeriksaan laboratorium ditemukan pH 7.314;
PCO2 23,6 mmHg; PO2 102,7 mmHg yang menggambarkan metabolik asidosis. Pasien perlu
koreksi asidosis metabolik dan dialisis.
Kesimpulan
Terapi utama untuk GGT adalah transplantasi ginjal atau dialisis atau untuk membantu pasien
mengganti fungsi ginjal mereka.
Kata Kunci : Gagal ginjal, penyakit ginjal kronik, Krockroft-Gault, asidosis metabolik, dialysis.
END STAGE RENAL DISEASE
PENDAHULUAN
Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan suatu kondisi dari penyakit ginjal kronik
dengan LFG dibawah 15 ml/min/1,73m2 atau menjalani dialisis.
Perhitungan LFG menurut Krockroft-Gault:
LFG (ml/min/1.73m2) = (140-umur) x BB *
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
* pada perempuan dikalikan 0,85
Penyakit ginjal kronik sendiri merupakan suatu proses patofisiologis dengan multiple
etiologi, yang menyebabkan erosi jumlah dan fungsi dari nefron-nefron dan biasanya berujung
pada gagal ginjal. Manifestasi klinis dari gagal ginjal tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Sindrom uremia yang terjadi dapat mengakibatkan lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, volume overload, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang
sampai koma. Jika terjadi gejala komplikasi manifestasinya dapat berupa hipertensi, anemia,
osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elaktolit
(Na,Cl,K). Sindrom uremia merupakan gejala-gejala yang timbul akibat peningkatan urea dalam
darah. Pada awalnya pasien akan mengalami azotemia yang menggambarkan kebocoran ginjal
sudah berkembang. Pada tahap selanjutnya akan muncul uremia dimana dapat terjadi kerusakan
multi organ.1,2
Gangguan keseimbangan asam-basa.
Asidosis metabolik adalah suatu kondisi yang terjadi ketika tubuh memproduksi terlalu banyak
asam atau bila ginjal tidak dapat mengeluarkan asam yang cukup dari tubuh. Jika tidak
tertangani, asidosis metabolik menyebabkan asidemia, yaitu, pH darah rendah (kurang dari 7,35)
karena peningkatan produksi hidrogen dengan tubuh atau ketidakmampuan tubuh untuk
membentuk bikarbonat (HCO3-) di ginjal.3
Koreksi dengan biknat hanya dilakukan jika asidosis metabolic berat atau diperkirakan tidak
terkompensasi dengan sendirinya.4 Target pH adalah >7.2 dan HCO3 > 8 (kecuali pada gagal
ginjal dimana target adalah nilai normal). Untuk banyaknya biknat yg diberikan dapat dengan
langsung memberikan biknat IV sebesar 50-100 mEq dititrasi sampai konsentrasi HCO3 sesuai
target.1,2
o Dengan defisit basa
HCO3 = defisit basa x BB (kg) / 4
o Dengan kadar HCO3
HCO3 = (HCO3 target-HCO3 terukur) x BB x 0,6
Abnormalitas darah.
Pada PGK anemia dapat terlihat pada permulaan stadium 3 dan sebagian besarnya terlihat pada
stadium 4 dan 5 (GGT). Pada GGT anemia bersifat normositik normokrom yang dapat
disebabkan oleh perdarahan yang kronik, depresi sumsum tulang karena retensi faktor uremic,
dan sebagian besar karena penurunan produksi eritropoetin. Pemberian transfuse harus secara
hati-hati dengan indikasi yang jelas dan adanya pemantauan. Transfuse yang dilakukan dengan
tidak cermat dapt menimbulkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi
ginjal.sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 mg/dL.1,2
Penyebab PGK kadang-kadang dapat ditentukan dengan rinci riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik komprehensif, dan studi laboratorium. Biopsi ginjal mungkin tidak
meyakinkan, karena semua bentuk gagal ginjal akhirnya berkembang menjadi jaringan parut dan
menyebar terlihat sama pada biopsi ginjal.5
Pra-ginjal PGK
Beberapa kondisi medis menyebabkan hipoperfusi kontinyu (aliran darah rendah) dari ginjal,
menyebabkan atrofi ginjal (menyusut), hilangnya fungsi nefron, dan gagal ginjal terminal
(GGT). Kondisi ini termasuk fungsi jantung buruk, gagal hati kronis, dan aterosklerosis dari
arteri ginjal. Masing-masing kondisi dapat menyebabkan nefropati iskemik.
Pasca ginjal PGK
Gangguan pada aliran normal urin dapat menghasilkan refluks dalam ginjal, dapat merusak
nefron, dan menyebabkan uropati obstruktif, penyakit pada saluran kemih.
Renal PGK
Penyakit ginjal kronis (PGK) yang disebabkan oleh perubahan dalam ginjal secara luas
dikategorikan sebagai berikut:
diabetes nefropati, penyakit ginjal berhubungan dengan diabetes, penyebab paling umum
dari PGK
Hipertensi nephrosclerosis, suatu kondisi yang terjadi dengan frekuensi yang meningkat
di Amerika Afrika; penyebab kedua PGK
nefritis glomerulus kronis, sebuah kondisi yang disebabkan oleh penyakit yang
Penyakit ginjal kistik, penyakit ginjal dibedakan dengan kista multipel (rongga dilapis
atau kantung)
keturunan penyakit ginjal, seperti sindrom Alport ini (nefritis herediter)
Pada stadium-stadium awal sebelum terjadinya gagal ginjal, jika LGF masih berkisar
60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang jelas.
Pasien juga menjadi mudah terserang infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran cerna, dan
infeksi saluran kemih. Keseimbangan cairan elektrolit oundapat terganggu. Pada LFG dibawah
15% akan terjadi gejala komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah membutuhkan terapi
pengganti ginjal.1 Normalnya rata-rata penurunan LFG pertahun adalah sebesar 1 ml/min/1.73 m2
pada permulaan usia 20-30 tahun dan mencapai nilai rata-rata bagi pria di usia 70 tahun. LFG
biasanya lebih rendah pada wanita.2
Menurut NHANES 1999—2004 (United State) perkiraan prevalensi penyakit ginjal
kronik dihitung oleh karakteristik demografis (misalnya, kelompok umur, jenis kelamin, ras
/ etnis, dan tingkat pendidikan) dan faktor risiko PGK: diabetes didiagnosis, penyakit
kardiovaskular didiagnosis, hipertensi, dan kelompok indeks massa tubuh. Berdasarkan
kelompok umur, PGK (semua tahap) adalah lebih umum di kalangan orang yang berusia> 60
tahun (39,4%) dibandingkan orang berusia 40 - 59 tahun (12,6%) atau 20 - 39 tahun (8,5%).
Prevalensi PGK juga lebih besar di antara orang dengan diabetes dibandingkan mereka tanpa
diabetes (40,2% versus 15,4%), antara orang dengan penyakit jantung dibandingkan mereka
yang tanpa penyakit kardiovaskular (28,2% versus 15,4%), dan antara orang dengan hipertensi
dibandingkan mereka tanpa hipertensi (24,6% versus 12,5%).6
TERAPI PENGGANTI GINJAL
Terapi pengganti ginjal atau dikenal dengan renal replacement therapy merupakan
terapi yang digunakan untuk menggantikan fungsi faal eksresi dan faal endokrin pada ginjal.
Teapi pengganti ginjal meliputi dialisis (hemodialisis dan peritoneal dialisis) dan transplantasi
ginjal.7
Dialisis
Terapi ini dilakukan untuk mengganti faal eksresi ginjal yang menurun pada GGT. Dengan
berkembangnya dialisis diseluruh dunia kehidupan ribuan pasien GGT mengalami
perpanjangan.7
Hemodialisis
Hemodialisis dilakunan dengan mengalirkan darah kedalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser)
yang terdiri dari dua kompartment yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke
compartment darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artificial) dengan
kompartmen dialisat. Compartment dialisat dialiri cairan dialisat yang bebas pirogen, berisi
larutan dengan komposis elektrolit mirip serum normal dan tidak menggandung sisa metabolism
nitrogen. Pada proses dialisis terjadi aliran darah keluar tubuh. Pada keadaan ini akan terjadi
aktivasi system koagulasi darah dengan akibat timbulnya bekuan darah. Karena itu pada dialisis
diperlukan pemberian heparin selama dialisis berlangsung.8
Jumlah dan tekanan darah yang mengalir ke dialiser, harus memadai sehingga perlu suatu akses
khusus. Akses kusus ini umumnya adalah vena lengan yang sudah dibuat fistula dengan arteri
radialis atau ulnaris. Terdapat shunt aliran darah arteri ke vena sehingga vena akan membesar
dan mengalami epitelisasi. Fistula seperti ini (fistula cimino) dapat bertahan selama bertahun-
tahun dan komplikasinya hamper tidak ada.8
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang berlangsung selam hemodialisi
berlangsung diantaranya hipotensi, keram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada sakit
punggung, gatal, demam dan menggigil.8
Di Indonesia hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan
selama 5 jam. Di senter dialisis lain ada juga yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama
dialisis 4 jam.8
Pada umumnya indikasi dialisis pada GGT adalah bila LFG dibawah 15ml/mn/1.73m2. namun
dialisis dimulai perlu bila dijumpai satu dari hal tersebut dibawah:8
Keadaan umum buruk dan keadaan klinis nyata
K serum > 6 mEq/L
Ureum darah >200mg/dL
pH darah <7,1
anuria berkepanjangan >5 hari
fluid overload
Kasus
Seorang wanita berusia 55 tahun datang ke RSUD Koja dengan keluhan utama perut kembung 2
hari SMRS. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, dia merasa sesak napas dalam aktivitas atau
beristirahat. Pasien mengatakan ia belum BAB selama 3 hari SMRS dan sebelumnya dalam 1
bulan ini BAB berwarna agak kehitaman. Dalam beberapa hari ia merasa kelelahan dan pusing
bertambah buruk. Sejak 1 bulan SMRS pasien mengeluh nafsu makannya berkurang, mual dan
muntah. Tidak ada riwayat DM, riwayat hipertensi ada. Berat badan 35 kg. Dalam pemeriksaan
fisik, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 84 kali / menit, suhu tubuh 36 °C, dan pernapasan 20
kali / menit. Dari pemeriksaan urin ditemukan albuminuria; pemeriksaan hematologi ditemukan
Hb 5,7 mg / dL; pemeriksaan fungsi ginjal ditemukan kreatinin 11,0 mg / dL, urea darah 235
mg / dL. Dalam Astrup ditemukan pH 7.314; PCO2 23,6 mmHg; PO2 102,7 mmHg; HCO3 11,7
meq / L; dan BE -14,5 meq / L. Kesan pada USG kronik kidney disease dan asites. Selama 2 hari
perawatan pasien mendapakan aminefron 3x25mg, bicnat 75mEq dalam OTSU 100cc, solac
3x15cc, domperidon 3x20mg, ceftriaxone 2x1gr, losartan 1x50mg, amlodipin 1x5mg, dan
transfusi PRC 200cc. Pengobatan berespon baik tatapi pasien masih mengeluh lemas dan
terkadang mual. Pasien di konsulkan kepada bagian HD dan menolak untuk melakukan dialisis.
Diskusi
Gejala yang dialami pasien berupa lemas, mual dan muntah, penurunan nafsu makan merupakan
tanda-tanda terjadinya sindrom uremia. Pasien juga memiliki factor resiko yaitu adanya riwayat
hipertensi. Diagnosis pasti pasien ditegagkan berdasarkan hasil laboratorium dengan
pemeriksaan hematologi ditemukan Hb 5,7 mg / dL; pemeriksaan fungsi ginjal ditemukan
kreatinin 11,0 mg / dL, urea darah 235 mg / dL. Dalam Astrup ditemukan pH 7.314; PCO2 23,6
mmHg; PO2 102,7 mmHg; HCO3 11,7 meq / L; dan BE -14,5 meq / L. pada kasus pasien
menolak untuk menjalani dialisis sehingga terapi yang diberikan bersifat konservatif dan
simtomatik saja. Untuk mengurangi hipertensi yang menjadi factor resiko pasien diberikan
losartan 1x50 mg dan amlodipin 1x5mg.9 Pada pemberian losartan dilakukan monitoring
terhadap kalium darah untuk mencegah terjadinya hiperkalemia.9 Pada pemberian amninefron
3x25mg juga harus dilakukan monitoring ion Ca karena apa pemberian aminefron dapat
mengakibatkan hiperkalcemia.9 Aminefron merupakan obat yang digunakan sebagai terapi
penunjang dan harus diberikan pada pasien dengan LFG 5-50 mL/menit sebanyak 4-8 kapsul 3x1
hari.9 Untuk mengatasi asidosis metabolic pada pasien dikoreksi dengan bicnat 75 mEq drip
dalam OTSU 100cc habis dalam 4 jam dan dilakukan pemeriksaan AGD ulang dengan melihat
pH darah sampai terjadinya kompensasi. Anemia pasien diatasi dengan pemberian PRC 200cc.
pada transfusi harus secara hati-hati dengan indikasi yang jelas yaitu pada kasus diperkirakan
adanya perdarahan saluran cerna atas karena pasien mangatakan BAB berwarna hitam dan HB <
10g/dL.10 Transfuse yang dilakukan dengan tidak cermat dapt menimbulkan kelebihan cairan
tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal sehingga perlu adanya pemantauan yang
cermat. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 mg/dL.1
Kesimpulan
Diagnosis GGT dapat ditegakan melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang. Terapi utama untuk GGT adalah transplantasi ginjal atau dialisis atau
untuk membantu pasien mengganti fungsi ginjal mereka. Terapi konservatif dan simptomatik
dilakukan jika pasien menolak dialisis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal. 1035-40.
2. Skorecki K, Green J (†), Brenner BM. Chronic Renal Failure. Tubulointerstitisl diseases
of the kidney. Dalam: Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 16th ed, New York: McGrawHill; 2005.hlm.1653-62.
3. Acidosis metabolic diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Metabolic_acidosis. diaskes
tanggal 22 maret 2012.
4. Hipp A, Sinert R. Metabolic acidosis: treatment & medication. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/768268-treatment. Diakses tanggal 17 Agustus
2009.
5. Chronic Renal Failure (CRF) Overview, Types. Diunduh dari
http://www.healthcommunities.com/chronic-renal-failure/chronic-renal-failure. diaskes
tanggal 1 mei 2001.
6. Prevalence of Chronic Kidney Disease and Associated Risk Factors --- United States,
1999—2004. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5608a2.htm. diaskes tanggal 2 maret
2007.
7. Singh AK, Brenner BM. Dialysis in treatment renal failure. Dalam: Kasper, Braunwald,
Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed, New
York: McGrawHill; 2005.hlm.1663-64.
8. Rahardjo P, Susalit E, Suhardjono. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal. 1050-52.
9. MIMS. Editor; Evaria; Arlina pramudianto. Volume 12. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer; 2011.
10. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal. 447-48.