99
Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Penyusun: Zulkri Bornie Kurniawan Siswan Wendy Bullan ISBN 978-979-8811-05-0

Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

  • Upload
    infid

  • View
    620

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

Audit Sosial PNPMantara Retorika dan Realita

Penyusun:

Zulfi kriBornie Kurniawan

SiswanWendy Bullan

ISBN 978-979-8811-05-0

Page 2: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

Audit Sosial PNPMantara Retorika dan Realita

Penyusun/Peneli :

Zulfi kriKonsorsium untuk Studi dan Pengembangan Par sipasi (KONSEPSI)

Wilayah Peneli an Nusa Tenggara Barat

Bornie Kurniawan Ins tute for Research and Empowerment (IRE)

Wilayah Peneli an Kutai Kartanegara dan Kupang

SiswanForum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah

(FIK-ORNOP)Wilayah Peneli an Sulawesi Selatan

Wendy BullanCircle of Imagine Society Timor (CIS TIMOR)

Wilayah Peneli an Nusa Tenggara Timur

Page 3: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

Judul: Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

Cetakan Pertama 2012

ISBN 978-979-8811-05-0

Sampul dan Tata [email protected]

Foto Sampul dan Bagian dalamInterna onal NGO Forum on Indonesian Development (INFID)

Penerbit: Interna onal NGO Forum on Indonesian Development (INFID)

Alamat:Jl. Ja padang Raya Kav.3 No.105, Pasar MingguJakarta Selatan, 12540Telepon: 021-7819734, 7819735Fax: 021-78844703E-mail: infi d@infi d.orgwebsite : www.infi d.org

Da ar Isi

Da ar Singkatan

Ringkasan Temuan Audit Sosial oleh KONSEPSI, FIK ORNOP, IRE dan CIS TimorPengembangan Audit Sosial Konsepsi di NTB Study Kasus PNPM Mandiri Perdesaan

I. Ringkasan Temuan-temuan UtamaII. Metode Audit SosialIII. AnalisisIV. Kelemahan-kelamahan PNPMV. Rekomendasi

Pengembangan Audit Sosial di Yogyakarta Study Kasus PNPM Mandiri Perdesaan

I. Metode Peneli anII. AnalisisIII. Rekomendasi

Pengembangan Audit Sosial di Sulsel Study Kasus PNPM Mandiri Perdesaan

I. Ringkasan Temuan-temuan Utama

................................................................................. iii

.................................................................................... vii

.............................................................................. 1............................................ 1

.................................................................... 4....................................................................................... 5

.................................................. 31............................................................................ 35

............................................................................. 43.................................................................... 43

...................................................................................... 45.......................................................................... 102

....................................................................................... 107 ........................................ 107

i

Page 4: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

II. Metode Audit SosialIII. AnalisisIV. Kelemahan-Kelamahan PNPMV. Rekomendasi

Pengembangan Audit Sosial di NTT Study Kasus PNPM Mandiri Perdesaan

I. Ringkasan Temuan-temuan UtamaII. AnalisisIII. Rekomendasi

.......................................................... 111 .............................................................................. 117

.......................................... 129..................................................................... 138

.................................................................... 143................................... 143

.............................................................................. 146.................................................................... 171

ii

DAFTAR SINGKATAN

1. ADD – Alokasi Dana Desa 2. AKB – Angka Kema an Bayi 3. AKI – Angka Kema an Ibu4. APBD – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah5. APBDes – Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa6. APBN – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara7. ARTM – Anggaran Rumah Tangga Miskin8. Bak PAH – Bak Penampungan Air Hujan 9. Bansos – Bantuan Sosial10. Bappeda – Badan Perencana Pembangunan Daerah11. Bappenas – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional12. BIL – Bandara Internasional Lombok 13. BKAD – Badan Kerjasama Antar Desa 14. BLM – Bantuan Langsung untuk Masyarakat15. Bln – Bulan16. BPD – Bank Pembangunan Daerah17. BPMD – Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah18. BPMK – Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota 19. BPMPD – Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah-

an Desa

iii

Page 5: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

20. BSM – Beasiswa Siswa Miskin 21. CBSA – Community Based Social Audit 22. CIS Timor– Circle of Imagine Society Timor23. DPR – Dewan Perwakilan Rakyat24. DPRD – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 25. FGD – Focus Group Discussion 26. FIK Ornop – Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non

Pemerintah 27. FKP – Fasilitator Kecamatan Pemberdayaan 28. FKT – Fasilitator Kecamatan Teknik 29. GSC – Generasi Sehat Dan Cerdas30. HDI – Human Development Index31. HOK – Harian Ongkos Kerja32. IPM – Indeks Pembangunan Manusia 33. IRE – Ins tute for Research and Empowerment34. Kemendagri – Kementerian Dalam Negeri35. Kesra – Kesejehteraan Rakyat36. KK – Kepala Keluarga37. KLU – Kabupaten Lombok Utara38. Konsepsi – Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Par sipasi39. KPA – Kuasa Pengguna Anggaran40. KPMD – Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa41. KTP – Kartu Tanda Penduduk42. KUD – Koperasi Unit Desa 43. Kukar – Kabupaten Kutai Kartanegara 44. KUR – Kredit Usaha Rakyat 45. LPD – Laporan Penggunaan Dana 46. MAD – Musyawarah Antar Desa 47. MI – Madrasah Ib daiyah 48. NTB – Nusa Tenggara Barat49. NTT – Nusa Tenggara Timur50. PAGAS – Penggalian Gagasan 51. PAUD – Pendidikan Anak Usia Dini

52. PDRB – Produk Domes k Regional Bruto53. Penlok – Pendamping Lokal 54. PJOK – Penanggung Jawab Operasional Kegiatan55. PNPM – Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat56. PNS – Pegawai Negeri Sipil57. POLINDES – Pondok Bersalin Desa58. Polri – Kepolisian Republik Indonesia59. PPK – Program Pengembangan Kecamatan 60. PPL – Pegawai Penyuluh Lapangan61. PTO – Petunjuk Teknis Operasional 62. PU – Pekerjaan Umum63. PUSTU – Puskesmas Pembantu 64. RPD – Rencana Penggunaan Dana 65. RPJMD – Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah66. RPJMDes – Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa67. RTM – Rumah Tangga Miskin68. SD – Sekolah Dasar69. SKPD – Satuan Kerja Perangkat Daerah 70. SMTA – Sekolah Menengah Tingkat Atas71. SMTP – Sekolah Menengah Tingkat Pertama72. SOP – Standar Operasional Prosedur73. SPP – Simpan Pinjam untuk Perempuan 74. Sulsel – Sulawesi Selatan75. TK – Taman Kanak-kanak76. TKPKD – Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah77. TKPKK – Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten78. TNI – Tentara Nasional Indonesia79. TNP2K – Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan80. TPK – Tim Pengelola Kegiatan81. TPKD – Tim Pelaksana Kegiatan Desa82. TPT – Tembok Penyangga Tanah83. TPU – Tim Penulis Usulan84. TTS – Timor Tengah Selatan

iv v

Page 6: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

85. TTU – Timor Tengah Utara86. UKP4 – Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengen-

dalian Pembangunan87. UPK – Unit Pengelola Kegiatan

RINGKASAN TEMUAN AUDIT SOSIAL OLEH KONSEPSI, FIK ORNOP, IRE DAN CIS TIMOR

Laporan ini merupakan ringkasan dari beberapa inisia f menilai manfaat dan dampak dari Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri. Paska dicanangkan lima tahun yang lalu di Kota Palu, Sulawesi Tengah, hampir dikatakan sedikit kajian penilaian yang dilakukan terutama secara independen oleh kelom-pok penerima manfaat, pemerintah daerah maupun kelompok–kel-ompok masyarakat sipil yang menaruh kepedulian kepada efek fi -tas kebijakan pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pula, laporan ini menyajikan temuan–temuan utama yang didapatkan dari ga wilayah. Di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Ka-bupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur inisia f penilaian manfaat dan dampak PNPM Mandiri dilakukan melalui pendekatan audit sosial. Selain audit sosial, pendekatan studi kemanfaatan (bene-fi t analysis) juga diterapkan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Berbeda dengan penilaian yang umumnya dilakukan oleh lem-baga–lembaga penilai yang ditunjuk, terutama oleh Bank Dunia

vi vii

Page 7: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

maupun badan–badan pemerintah, penilaian ini dak sekedar me-meriksa efek fi tas dan efi siensi dari program PNPM Mandiri, na-mun lebih dari itu juga menilai dampak–dampak yang di mbulkan-nya terhadap kebutuhan nyata warga yang menjadi target penerima manfaat PNPM Mandiri. Karenanya, penilaian ini sekaligus akan menampilkan kualitas legi masi program PNPM Mandiri. Terutama terhadap sejauh mana da ar menu intervensi terhadap pember-dayaan masyarakat dalam PNPM Mandiri tersebut telah menjawab dimensi masalah–masalah yang secara nyata dialami oleh warga.

PNPM bertolak dari niat yang baik. Seper dicatat dalam lapo-ran dari berbagai daerah yang dihimpun dalam laporan ini, PNPM telah terbuk menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Desa–desa dan kecamatan yang dulunya dak memiliki fasilitas publik seper jalan yang rusak atau dak ada jalan, kini telah berubah menjadi baik. Seluruh fasilitas tersebut dibangun dengan par si-pasi warga, dimana mereka ikut serta memutuskan proyek dan juga terlibat dalam proses pembangunannya.

Pendekatan PNPM Mandiri sungguh mulia, yakni untuk mem-berdayakan warganegara. Keberdayaan ar nya dari dak bersuara menjadi bersuara, dari dak memutuskan menjadi ikut memutus-kan, dari dak berkelompok menjadi berkelompok, dengan singkat dari dak berkuasa (disempowered) menjadi ikut berkuasa atas na-sib sendiri dan lingkungannya (empowered). Diharapkan dengan proses–proses itu, warga yang sebelumnya miskin menjadi lebih sejahtera melalui berbagai upaya pengadaan barang publik seper pembangunan dan perawatan jalan desa, pasar, kelompok–kelom-pok usaha dan lain sebagainya. Penyediaan barang publik seper jalan, jembatan dan barang–barang non–fi sik misalnya beasiswa dan bantuan permodalan dilakukan dengan cara penentuan dari bawah yakni dari warga sendiri.

Dalam kaitan ini, program PNPM Mandiri merupakan upaya untuk merubah pendekatan pembangunan dari model “seeing like

a state” menjadi “seeing like a ci zen”. Pendekatan berbasis “see-ing like state” telah diprak kkan selama ini dan memiliki berbagai kelemahan yang mendasar antara lain (i) negara dak memiliki se-luruh informasi mengenai kebutuhan warganya, (ii) sehingga boleh jadi program dan kegiatan yang diajukan dak tepat atau meleset sasaran; (iii) kapasitas negara dalam melakukan penyediaan barang terbatas sehingga jika dipaksakan maka barang yang dihasilkannya juga akan kurang bermutu dan dak berusia panjang; (iv) penyedi-aan barang oleh negara rentan oleh pembajakan oleh kelompok–kelompok elit baik parpol atau pengusaha sehingga manfaatnya bagi warga negara semakin kecil dan dak memecahkan masalah.

Sementara pendekatan lain yaitu “seeing like a ci zen” men-dasarkan kepada tesis warga negara sebagai subyek atau pelaku ak- f dan memiliki informasi. Maka, ciri–ciri utama dari pendekatan a

la “seeing like a ci zen” adalah warga negara yang ikut serta dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Dengan kata lain, warga negara baik laki–laki maupun perempuan, melakukan musyawarah bersama, dan memutuskan program dan kegiatan apa yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandi-ri, dituliskan bahwa ruang lingkup kegiatan PNPM Mandiri meli-pu empat hal: pertama, kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat langsung secara langsung bagi Rumah Tangga Miskin (RTM). Kedua, kegia-tan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, ter-masuk kegiatan pela han pengembangan keterampilan masyarakat (pendidikan non–formal). Ke ga, kegiatan peningkatan kapasitas atau keterampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelom-pok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal ( dak termasuk penambahan modal). Keempat, penambahan permodalan simpan pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP).

viii ix

Page 8: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

Petunjuk teknis tersebut telah membantu mewujudkan beber-apa capaian posi f di daerah, diantara:

• Di Kabupaten Bulukumba, jalan menuju perkebunan dan per-sawahan semakin mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi seper motor dan mobil.

• Di Kota Makassar, kegiatan paving, pembangunan drainase dan bedah rumah telah membuat pemukiman bebas dari banjir dan genangan air di waktu hujan selain membuat rumah warga sasaran program menjadi lebih layak untuk dihuni.

• Di Kabupaten Kutai Kartanegara, pelaksanaan Program Na-sional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM–MP) telah mencerminkan mekanisme kerja yang terencana dan par sipa f serta berhasil menghimpun usulan kegiatan dari masyarakat terendah yaitu dusun sebagai basis komunitas-nya. Paling dak, terdapat enam langkah yang mes ditempuh program PNPM–MP di ngkat desa dalam menggali, mengang-kat usulan kegiatan dari masyarakat desa secara par sipa f hingga akhirnya menjadi kebijakan anggaran yang disetujui oleh pengelola PNPM–MP di ngkat kabupaten.

• Di Kab. Lombok Barat, di Kecamatan Narmada di Desa Sesaot yang merupakan desa lokasi Audit Sosial di Kecamatan Nar-mada, dari dana PNPM yang diterima sejak tahun 2008-2011 sekitar 70 persen dialokasikan membiayai pembangunan sa-rana prasarana desa melipu ; perbaikan Polindes 1 unit, pen-ingkatan jalan desa sepanjang 2.200 m dan pembangunan jem-batan sepanjang 25 m. Adapun sisanya 29% digunakan untuk pengembangan kelompok SPP sebanyak 15 kelompok.

• Di Kab. Lombok Tengah, di Kecamatan Suralaga, di Desa Bagik Payung, dana PNPM yang diterima dari tahun 2008-2011 telah digunakan untuk pengembangan SPP sebanyak 13 kelompok; pela han/pemberdayaan sebanyak 1 kegiatan dan par sipan sebanyak 50 orang; peningkatan jalan desa/lingkungan sepan-

jang 350 m dan rehab polindes 1 unit.

• Di kab. Lombok Timur, Kecamatan Sakra Barat; Desa Sukarara yang dipilih menjadi lokasi kegiatan Audit Sosial PNPM MP di Kecamatan Sakra Barat. selama 4 tahun dari tahun 2008-2011, berbagai ragam kegiatan antara lain; SPP sebanyak 20 kelom-pok dan 225 anggota; prasarana umum (irigasi dan jalan) sepa-njang 5.966 m; prasarana pendidikan (gedung MTs) sebanyak 3 unit; dan prasarana kesehatan (pembangunan polindes) 1 unit;

Meski begitu, pelaksanaan PNPM juga menunjukkan berbagai kelemahan, sebagaimana terekam dalam beberapa temuan beri-kut:

• Di Kabupaten Bulukumba, desa yang sangat membutuhkan justru dak memperoleh program PNPM. Di salah satu dusun di Desa Garanta yang terletak di wilayah pesisir sangat membu-tuhkan jembatan penyeberangan sungai dan perbaikan jalan. Namun karena informasi dan akses untuk ikut berpar sipasi dalam pengusulan program dak tersedia, akhirnya lokasi ini dak menerima program PNPM Mandiri. Padahal, kehadiran

infrastruktur dasar khususnya jembatan dan perbaikan jalan akan membantu masyarakat dalam mengakses hak–hak dasar lainnya seper air bersih, pendidikan, listrik, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan ak vitas ekonomi.

• Di Kabupaten Kupang, PNPM–MP belum memiliki kepekaan nggi terhadap kebutuhan warga miskin. Di Desa Letbaun,

Kecamatan Semau, bak Penampungan Air Hujan (PAH) masih menjadi prioritas kebutuhan warga sebagai media penampung air hujan. Pada tahun anggaran 2009, warga mengajukan usulan pembangunan bak PAH untuk 54 Kepala Keluarga (KK). Setelah diusulkan oleh TPK kepada pihak UPK, PNPM–MP hanya berse-dia mengakomodir pembangunan bak PAH berjumlah 27 buah.

x xi

Page 9: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

Jumlah ini selanjutnya berkurang menjadi 17 buah setelah verifi kasi m UPK. Warga mempertanyakan keputusan tersebut kepada pihak UPK. Salah satu alasan kuat yang menjadi dasar penolakan pihak pengelola PNPM–MP Kecamatan dilatarbela-kangi alasan karena sebagian besar rumah penduduk yang di-usulkan layak menerima bak PAH, atap rumah mereka masih terbuat dari daun lontar, sehingga akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Penilaian ini ditolak oleh warga desa, karena PNPM–MP dipandang lebih berpihak kepada warga yang se-cara ekonomi berkecukupan. Bagi warga Letbaun, kemampuan sebuah rumah tangga membangun atap rumah dari seng setara dengan rumah tangga yang kaya. Atas per mbangan dari war-ga, kepala desa melayangkan surat penolakan terhadap proyek pembangunan bak PAH kepada UPK Kecamatan.

• Di Kabupaten Kupang, ngkat kehadiran dalam forum Musyawarah Desa (MUSDES) maupun Musyawarah Antar Desa (MAD) yang diselenggarakan PNPM–MP cukup nggi, namun pembahasan usulan masih didominasi oleh elit desa. Di Desa Letbaun,warga umumnya minim kemampuan dalam menyampaikan usulan mereka. Usulan yang telah dihimpun oleh TPU dari masyarakat desa, diserahkan kepada TPK dan ditandatangani oleh Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Kepala Desa setempat inipun belum tentu lolos saat dibahas di ngkat forum MAD. Desa–desa yang wakilnya lebih vocal di dalam fo-rum, biasanya yang paling banyak dapat program.

• Di Kabupaten Kupang, penentuan lokasi PNPM–MP dak mengiku ketentuan yang berlaku sebagaimana ditetapkan oleh Kemenkokesra. Mekanisme penentuan lokasi PNPM–MP, terutama di kecamatan, berdasarkan pada data BPS. Kecama-tan yang memiliki jumlah penduduk miskin besar, memperoleh indeks besar sebagai lokasi penerima BLM PNPM–MP, (Kemen-terian Koordinator Kesra, 2007). Ketentuan seper ini ternyata dak berlaku sepenuhnya di Kabupaten Kupang. Pada akhir

tahun 2008, “surat ancar–ancar” dari sekretariat PNPM–MP (demikian is lah yang digunakan) sampai ke Bupa Kupang. Surat tersebut menunjuk 16 kecamatan sebagai lokasi PNPM–MP tahun 2009, dengan kewajiban cost–sharing APBD Rp 5,4 milyar. Berselang beberapa waktu, ba– ba turun kembali “su-rat ancar–ancar” dari pemerintah pusat yang menunjuk bahwa jumlah lokasi PNPM–MP tahun 2009 menjadi 27 kecamatan, dengan kewajiban cost–sharing sebesar Rp 11,2 milyar.

• Syarat–syarat pinjaman dalam Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) membatasi akses pemberdayaan ekonomi perempuan miskin. Di Desa Fatubaaf, Belu, Nusa Tenggara Timur, salah satu program utama PNPM adalah Simpan Pinjam Perempuan atau SPP. Program ini merupakan bentuk kepedu-lian kepada perempuan dimana PNPM mengalokasikan 25% pagu dana untuk pemberdayaan perempuan. Namun demiki-an, syarat–syarat pinjaman dan pengembalian ternyata menjadi kendala bagi perempuan warga miskin. Selain itu, bunga pin-jaman yang bervariasi, denda serta kewajiban untuk mencicil se ap bulan, seringkali dibarengi dengan sanksi penyitaan jami-nan.

• Kegiatan Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) belum betul– betul peka pada kondisi dan sumber daya perempuan desa. Masih di Desa Fatubaaf, Belu, Nusa Tenggara Timur, syarat pengembalian pinjaman se ap bulan sangat memberatkan kel-ompok perempuan, terutama karena sebagian besar warga berprofesi sebagai petani. Pekerjaan di sektor pertanian men-gandalkan siklus musim tanam – panen yang melebihi periode bulanan. Minimnya pengalaman berusaha bagi para petani ini membuat modal yang diterima dari SPP habis untuk konsumsi.

• Di NTB Pembangunan fi sik merupakan kegiatan yang pal-ing dominan (70-90 %) dari total anggaran yang diterima oleh desa, selebihnya untuk pengembangkan kapasitas sumber daya

xii xiii

Page 10: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

manusia dan SPP, hal ini berar prinsip bertumpu pada pem-bangunan manusia dak menjadi prioritas.

• Di NTB, diketahui bahwa keterwakilan kelompok miskin dan perempuan masih lemah. Dari kegiatan audit sosial, diketahui bahwa dalam pelaksanaan PNPM MP di lapangan secara umum telah menerapkan prinsip par sipasi masyarakat. Semua kom-ponen masyarakat terwakili dalam se ap kegiatan PNPM, ter-masuk masyarakat miskin dan perempuan. Hal ini terlihat dari absensi berbagai agenda kegiatan PNPM di desa lokasi audit sosial. Tampak keterwakilan perempuan cukup signifi kan, na-mun sangat diragukan adanya keterwakilan masyarakat yang betul-betul miskin apa lagi perempuan miskin. Sebab, dari do-kumen absen yang diperiksa, nama-nama peserta yang hadir lebih dominan berasal dari elit-elit masyarakat desa atau dusun. Wawancara yang dilakukan oleh m audit sosial terhadap masyarakat yang tergolong sangat miskin lebih dominan dak tahu dengan PNPM dan dak pernah ikut dalam rapat-rapat di desa.

• Di NTB juga, wakil masyarakat menyatakan bahwa keberadaan PNPM diakui cukup membantu terutama dalam pengadaan in-frastruktur desa. Akan tetapi dalam pelaksanaannya dak luput dari permainan elit desa, sehingga jenis pembangunan yang dilaksana-kan lebih dominan mengakomodir kepen ngan elit desa yang tergo-long rela f mampu, sangat sedikit dinikma oleh masyarakat yang betul-betul miskin. Contohnya; pembangunan fi sik yang dialokasi-kan untuk pembangunan madrasah milik yayasan yang merupakan cabang dari sebuah organisasi besar di Lombok Timur, seharusnya yang dibangun adalah pembuatan talut di sepanjang jaringan irigasi pertanian yang sudah mulai rusak, akan tetapi kebutuhan kelom-pok masyarakat miskin ini kalah dalam proses penggalian gagasan, sebab proses penggalian gagasan dak dilaksanakan sesuai prinsip PNPM yang semes nya melibatkan semua elemen mayarakat teru-tama kelompok miskin dan perempuan.

xiv

KESIMPULAN dan REKOMENDASI

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri telah memiliki kontribusi yang kuat dalam pengadaan sarana dan prasarana, mendorong par sipasi warga dan memperkuat peranan aparat desa dalam perencanaan pembangunan. Hal–hal tersebut pen ng dan dak dapat dipandang remeh. Namun demikian, tu-juan dan jangkauannya untuk mengangkat warga miskin ternyata belum dapat dikatakan efek f. Warga miskin menjadi miskin bu-kan hanya akibat miskinnya sarana dan prasarana, akan tetapi juga karena miskinnya aset dan kesempatan sosial seper pendidikan, pendapatan dan jaringan sosial. Dalam kaitan tersebut, beberapa rekomendasi yang layak diper mbangkan bagi perbaikan kebijakan ke depan sebagai berikut:

• Memperbesar nilai/manfaat program (economic and social empowerment), antara lain dengan:

(a ) menaikkan nilai per kapita program PNPM dari 20 USD/per tahun/per orang menjadi 40-100 USD/per tahun per orang; (b) Menambah alokasi dana APBN pada total PNPM perdesaan; (c) Mikro: menetapkan batas minimum upah dan jumlah hari kerja yang diterima.

• Mendesain ulang arsitektur program lebih kepada program pemberdayaan ke mbang pendekatan public works dengan cara (a) memas kan akses dan par sipasi bermakna kaum perempuan miskin dalam pertemuan, perumusan dan pen-gusulan dan manfaat program; (b) Wakil kaum perempuan 30% dalam semua forum dan kelembagaan; (c) Open Menu dibaren-gi dengan Mandatory Menu untuk memas kan jangkauan dan manfaat program kepada kaum ibu/perempuan marjinal

• Mencari cara untuk menaikkan ngkat keterwakilan Kelom-pok miskin antara lain melalui (a) fasilitator dan kelompok me-nengah desa/kader desa perlu mendorong dan mengupayakan par sipasi keluarga miskin; (b) pendataan RTM dan desa miskin

xv

Page 11: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita

perlu diadakan dan diperbaharui se ap tahun atas dasar krite-ria yang obyek f. Rumah tangga miskin perlu dipas kan masuk ke dalam anggota dan penerima manfaat SPP; (c) desa-desa miskin perlu diprioritaskan dalam upaya mengurangi defi sit in-frastruktur dasar (jalan, air minum, polindes, irigasi, guru, bi-dan, dokter, dll); (d) di perkotaan, kemiskinan berkait dengan lapangan kerja pendapatan, dan jaminan sosial ke mbang in-frastruktur. Intervensi yang sifatnya pembentukan aset dan per-lindungan sosial perlu dikembangkan dan diujicoba.

• Pelembagaan pengawasan dan penilaian secara kri s khusus-nya terhadap pendekatan, dampakmaupun hasil–hasil program. Dalam banyak hal, perbaikan lebih mendasar dapat dilakukan melalui pelibatan penilaian oleh kelompok–kelompok indepen-den. Selain menilai capaian pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evaluasi diharapkan juga dapat mengukur keberhasilan pro-gram terhadap seberapa besar warga dapat keluar dari situasi kemiskinan sesuai dengan tujuan awal program. Dibutuhkan mekanisme pengaduan dan gugatan di lapangan. Ketersediaan mekanisme umpan balik langsung di lapangan akan memung-kinkan perbaikan dan penyesuaian dapat dilakukan segera tan-pa harus melalui mekanisme yang berbelit.

• Skema penyaluran SPP perlu memper mbangkan potensi dan karakteris k usaha perempuan miskin di desa. Selain itu, sebe-lum penyaluran bantuan permodalan, anggota kelompok perlu dila h tentang bagaimana menyusun rencana usaha, agar modal yang diterima betul–betul dapat dimanfaatkan untuk kegiatan usaha. Alokasi dana untuk kegiatan pela han keterampilan manajemen usaha bagi warga miskin perlu ditambah porsinya, agar dak terkesan PNPM sebagai proyek pengadaan barang dan jasa terutama pengadaan infrastruktur. Demikian halnya dengan perimbangan alokasi dana bagi kelompok Simpan Pinjam Perempuan juga memerlukan peninjaun terhadap besaran dan kebutuhan warga setempat yang menjadi sasaran program.

xvi xvii

Page 12: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita

Pengembangan Audit Sosial di NTBStudy Kasus PNPM Mandiri Perdesaan

Peneli : Konsorsium untuk Studi danPengembangan Par sipasi – NTB

I. RINGKASAN TEMUAN-TEMUAN UTAMA

Kegiatan audit sosial terhadap PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) yang dilakukan atas kerja sama KONSEPSI dengan Yayasan TIFA di NTB,ditemukan beberapa kelemahan dalam implementasinya, antara lain:

I.1. Kurangnya koordinasi antara pelaku PNPM-MP dengan kepala desa. Meskipun dalam struktur manajemen implementasi PNPM di ngkat desa, kepala desa sebagai penanggung jawab implementasi PNPM-MP, namun dalam prak knya, Tim Pelak-sana Kegiatan Desa (TPKD) seringkali dak melibatkan kepala desa, sebab TPKD lebih patuh pada fasilitator kecamatan.

I.2. Dalam proses Penggalian Gagasan (Pagas) di beberapa lokasi

1

Page 13: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita2 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 3

terkadang dak memiliki KTP.

I.9. Ditemukan adanya manipulasi data melalui beberapa kelom-pok usaha, yang ujungnya berdampak terhadap data fi k f peminjam, sehingga terkesan menjadi dak tepat sasaran sesuai dengan pengajuan proposal.

I.10. Adanya anggota kelompok yang berasal dari golongan ekono-mi menengah, bahkan lebih dominan. Mereka mendapatkan pinjaman dana dengan mudah dan cepat.

I.11. Salah satu kendala dalam usaha mempercepat pencairan bantuan PNPM-MP adalah keterlambatan pencairan dana “sharing” pemerintah kabupaten. Disisi lain, dana bantuan dari pemerintah pusat senan asa tersedia dan dapat dicair-kan kapan saja.

I.12. Keterlambatan pencairan dana “sharing” dari pemerintah kabupaten akan memberikan dampak terhadap keterlam-batan pencairan dana bantuan pemerintah pusat. Hal ini dis-ebabkan 20% bantuan pemerintah pusat baru bisa dicairkan apabila “sharing” pemerintah kabupaten telah dicairkan se-luruhnya. Dengan demikian, cepatnya pencairan dana “shar-ing” Pemkab akan berdampak pada cepatnya pemanfaatan bantuan PNPM-MP dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat pedesaan.

II. METODE AUDIT SOSIAL

II.1. Jenis Data

Informasi atau data tentang PNPM-MP di NTB yang ingin dike-tahui atau diteli melalui kegiatan audit sosial ini melipu as-pek-aspek, sebagai berikut: relasi, transparansi, kelembagaan, kapasitas, gender mainstreaming, kemiskinan, pemberdayaan, akuntabilitas dan sosialisasi. Untuk mendapat informasi-infor-masi tersebut, ada 2 (dua) jenis data yang dibutuhkan, yaitu

desa, sasaran program dilaksanakan dak sesuai dengan prin-sip PNPM, sebab proses Pagas dilakukan hanya dengan dis-kusi antara kepala dusun bersama ketua RT, yang kemudian hasilnya diklaim sebagai hasil masyarakat.

I.3. Masih lemahnya ak vitas pendampingan, pembinaan,dan pela han teknis di bidang pengembangan usaha produk f ke-pada kelompok Simpan-Pinjam untuk Perempuan (SPP) mau-pun Unit Pengelola Keuangan Kegiatan (UPK). Keberhasilan program hanya diukur berdasarkan kelancaran pengembalian pinjaman.

I.4. Beberapa anggota kelompok penerima dana pinjaman SPP dak memanfaatkan dana pinjaman tersebut sesuai dengan

kegunaannya.

I.5. Dana SPP kurang dimina oleh masyarakat, sebab aturannya sangat kaku dan dak tepat dengan skema pembiayaan usaha yang dijalankan oleh kaum perempuan, sehingga kelompok perempuan pelaku usaha kecil lebih tertarik dengan tawaran lembaga keuangan nonformal yang beroperasi di desa terse-but yang mekanismenya lebih fl eksibel.

I.6. Angggota kelompok merasa dak mampu mengembalikan pinjaman modal SPP secara bulanan, karena siklus usaha mereka yang berupa usaha bakulan komoditas pangan, baru menghasilkan keuntungan antara 3 – 6 bulan.

I.7. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan dana SPP yang dialokasikan kepada pengusaha kecil yang membutuhkan pinjaman dari program PNPM-MP.

I.8. Syarat administrasi menjadi kendala masyarakat pengusaha kecil yang mengajukan pinjaman. Salah satu syarat misalnya, masyarakat harus mempunyai kelompok, mengajukan pro-posal pengajuan pinjaman,dan memiliki KTP setempat. Se-mentara, sebagian masyarakat dak paham proposal. Bahkan

Page 14: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita4 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 5

dan desa sampel) dalam kegiatan audit sosial ini, ditentukan berdasarkan per mbangan sebagai berikut.

a. Jumlah dan ngkat kepadatan penduduk nggi.

b. Posisi ngkat kemiskinan penduduk yang cukup nggi.

c. Telah mendapatkan mendapatkan dana PNPM-MP lebih dari dua tahun berturut-turut.

d. Mudah dijangkau dengan alat transportasi.

II.4. Lokasi

Lokasi pelaksanaan audit sosial terhadap PNPM di NTB ada-lah sebagai berikut, a) Kabupaten Lombok Barat, yang melipu Desa Sesaot, Kecamatan Narmada dan Desa Tempos, Keca-matan Gerung, b) Kabupaten Lombok Tengah, melipu Desa Ubung, Kecamatan Jonggat dan Desa Murbaya, Kecamatan Pringgarata, c) Kabupaten Lombok Timur, melipu Desa Suka-rara, Kecamatan Sakra Barat dan Desa Bagik Payung, Kecama-tan Suralaga.

III. ANALISIS

III.1. Konteks Wilayah

III.1.1. Kemiskinan Income dan NonincomeProvinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai luas wilayah 20.153,15 Km², dengan jumlah penduduk 4.550.212 jiwa. Penduduk miskin berjumlah 965.196 jiwa (21%), lebih nggi dibandingkan dengan rata-rata nasional tahun 2010, sebesar 13,49%. Kondisi kemiskinan di bawah rata-rata nasional ini menjadi faktor penyebab Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB berada di urutan 32 dari 33 provinsi di Indonesia. Sebaran luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan, dan kondisi kemiskinan Provinsi NTB per kabupaten Ta-

data primer dan data sekunder.

Data primer bersumber dari informasi masyarakat (lembaga maupun individu), yang diperoleh melalui ak vitas audit sosial yang dilakukan oleh Tim Community Based Social Audit (CBSA) yang dibentuk di masing-masing desa lokasi program audit so-sial. Sedangkan data sekunder bersumber dari lembaga-lemba-ga pemangku kepen ngan ataupun pelaksana PNPM-MP, baik di kalangan pemerintah maupun dari manajemen PNPM-MP yang diperoleh melalui peneli an dokumen PNPM-MP di NTB.

II.2. Pengolahan Data

Pengolahan data, khususnya data primer dilakukan melalui be-berapa tahapan,yaitu:

a. Pengumpulan data oleh m audit sosial yang disebut Tim CBSA di masing-masing desa lokasi melalui wawancara, pengamatan langsung, pemeriksaan dokumen (proposal, rencana kerja dan rencana anggaran biaya, serta laporan proses dan hasil pelaksanaan kegiatan program), serta mela-lui proses diskusi/FGD.

b. Tabulasi, konsolidasi dan kompilasi data dan penulisan lapo-ran hasil audit sosial di ngkat m auditor/CBSA (se apbu-lan).

c. Sosialisasi, sharing, verifi kasi, dan review hasil audit sosial PNPM-MP di se ap desa lokasi kegiatan audit sosial.

d. Pertemuan hasil audit sosial bulanan.

e. Diseminasi laporan audit kepada para pihak.

II.3. Wilayah

Audit sosial PNPM di Provinsi NTB dilakukan di ga kabupaten di Pulau Lombok, kemudian dari se ap kabupaten dipilih dua kecamatan dan pada se ap kecamatan diambil satu desa se-bagai desa sampel. Pemilihan wilayah (kabupaten, kecamatan,

Page 15: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita6 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 7

ter nggi berada di Kabupaten Lombok Utara, namun dak dipilih menjadi wilayah lokasi audit sosial, sebab

Kabupaten Lombok Utara merupakan kabupaten baru, pemekaran dari Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2009 dan baru memiliki pemerintahan defi ni f pada tahun 2010.

Adapun gambaran kondisi wilayah kabuapaten, keca-matan, dan desa lokasi audit sosial PNPM-MP, secara umum dapat disampaikan sebagai berikut.

a. Kabupaten Lombok Barat

Kabupaten Lombok mempunyai luas wilayah 809,53 Km², dengan jumlah penduduk 599.986 jiwa dan ng-kat kemiskinan 21,59% dari jumlah penduduk.Secara administra f, dibagi 10 kecamatan, yaitu Sekotong, Lembar, Gerung, Labuapi, Kediri, Kuripan, Narmada, Lingsar, dan Gunung Sari.

Di antara 10 kecamatan tersebut, dipilih dua keca-matan sebagai lokasi audit sosial PNPM-MP, yaitu Ke-camatan Gerung dan Kecamatan Narmada. Gamba-ran mengenai kondisidua kecamatan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kecamatan Gerung

Kecamatan Gerung memiliki luas wilayah 62,30 Km², jumlah penduduk 74.327 jiwa, dan kepadatan 1.193 jiwa/Km². Gerung merupakan ibu kota Kabu-paten Lombok Barat, dibelah oleh jalan negara dari Kota Mataram menuju pelabuhan Lembar, sehing-ga mempermudah akses transportasi hampir kes-emua desa maupun kecamatan sekitarnya. Prasa-rana jalan Kecamatan Gerung melipu , jalan aspal

hun 2010 digambarkan dalam tabel berikut:

Sumber: NTB Dalam Angka dan BPS NTB 2010

Dalam tabel di atas, terlihat gambaran ngkat kepada-tan dan kemiskinan penduduk di NTB per kabupaten. Tingkat kepadatan ter nggi (diatas 100 jiwa/Km²), ber-turut-turut terdapat di ga kabupaten dan satu kota di Pulau Lombok, yaitu; Kabupaten Lombok 711,86 jiwa/Km²; Kabupaten Lombok Timur 688,6 jiwa/Km;, Kota Mataram 687,13 jiwa/Km²; dan Kabupaten Lombok Ba-rat 569,29 jiwa/Km².

Tabel di atas dapat dilihat gambaran posisi ngkat kemiskinan masing-masing kabupaten/kota di NTB, berturut-turut sebagai berikut, Kabupaten Lombok Utara sebesar 43, 12%, Kota Mataram sebesar 14,44%, Kabupaten Lombok Barat sebesar 21,59%, Kabupaten Lombok Tengah sebesar 19,22%, Kabupaten Lombok Timur sebesar 23,82%, Kabupaten Sumbawa Barat sebesar 21,81%, Kabupaten Sumbawa 21, 74%, Kabu-paten Dompu 19,89%, Kabupaten Bima 19,41%, dan Kota Bima 12,81%. Meskipun terlihat posisi kemiskinan

No. Kabupaten/KotaLuas

Wilayah (KM2)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan (Jiwa/KM2)

Penduduk Miskin (Orang)

Tingkat Kemiski-nan (%)

1 Lombok Utara 809,53 200.072 247,15 86.271 43,12

2 Kota Mataram 61,30 402.843 687,13 58.171 14,44

3 Lombok Barat 1.053,92 599.986 569,29 129.537 21,59

4 Lombok Tengah 1.208,40 860.209 711,86 165.332 19,22

5 Lombok Timur 1.605,55 1.105.582 688,6 263.350 23,82

6 Sumbawa Barat 1.849,02 114.951 62,15 25.071 21,81

7 Sumbawa 6.605,55 415.789 62,94 90.393 21,74

8 Dompu 2.324,60 218.973 94,20 43.554 19,89

9 Kabupaten Bima 4.389,40 439.228 100,06 85.254 19,41

10 Kota Bima 207,50 142.579 247,15 18.264 12,81

Jumlah 20.153,15 4.500.212 223,31 965.196 21

Page 16: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita8 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 9

dan nonsawah seluas 3.646 Ha. Keperluan nonper-tanian seluas 4.874 Ha.

Secara administra f, Kecamatan Narmada terbagi menjadi 10 desa. Satu desa di antaranya, yaitu Desa Sesaot, merupakan lokasi audit sosial PNPM-MP. Desa Sesaot memiliki luas wilayah luas wilayah 41,96 Km². Desa yang terdiri dari 10 dusun ini ber-penduduk7611 Jiwa atau 1947 KK. Sarana pendidi-kan dan kesehatan melipu 4 unit SD, 1 unit SMP, 1 unit Pustu, dan 9 Posyandu.

b. Kabupaten Lombok Tengah

Luas wilayah Kabupaten Lombok Tengah 1.208,4 Km²,dengan jumlah penduduk 860.209 jiwa. Pada tahun 2010 ngkat kemiskinan mencapai 19,22%.Se-cara administra f, terbagi 12 kecamatan, yaitu Praya Barat, Praya Barat Daya, Paraya, Praya Timur, Pujut, Janapria, Kopang, Batukliang, Batukliang Utara, Jong-gat, dan Pringgarata.

Di antara 12 kecamatan tersebut, dipilih dua kecama-tan menjadi lokasi audit sosial PNPM-MP, yaitu Ke-camatan Jonggat dan Kecamatan Pringgarata. Gam-baran mengenai kedua kecamatan lokasi audit sosial tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kecamatan Jonggat

Luas wilayah Kecamatan Jonggat 71,55 Km², den-gan jumlah penduduk 88.390 jiwa atau 27.748 KK. Penduduk miskin berjumlah 29.445 jiwa.Kecama-tan Jonggat dibelah oleh jalan negara sepanjang 10 Km yang menghubungkan ibu kota Kabupaten Lombok Tengah (Praya) dengan ibu kota Provinsi NTB (Mataram). Jalan tersebut merupakan jalur

sepanjang 64 Km, jalan diperkeras sepanjang 25 Km, dan jalan tanah sepanjang 54 Km.Kecamatan Gerung tergolong sebagai kecamatan dengan ng-kat potensi sedang.

Topografi Kecamatan Gerung melipu , tanah da-tar seluas 4.141 Ha dan tanah lereng/perbukitan seluas 1.694 Ha, terbagi dalam ngkat kesuburan tanah; sangat subur seluas 2.027 Ha; subur seluas 1.060 Ha; sedang 1.857 Ha; dan tanah kri s seluas 835 Ha. Sektor pertanian menjadi sumber mata pencaharian paling dominan. Potensi pengemban-gansektor industri juga cukup bagus, terutama in-dustri kecil, seper gerabah, anyaman rotan, anya-man bambu, ukiran, dan lain-lain.

Secara administra f, pemerintahan Kecamatan Gerung dibagi dalam 11 desa. Salah satu di antaran-ya merupakan desa lokasi audit sosial PNPM-MP, yaitu Desa Tempos. Jumlah penduduk Desa Tem-pos pada tahun 2010 adalah 7.920 jiwa, melipu 2.457 KK. Mata pencaharian penduduk hampir se-luruhnya bergerak di sektor pertanian, yaitu 2.234 KK, selebihnya bergerak di sektor perdagangan, jasa, dan industri kerajinan. Fasilitas umum, sep-er pendidikan dan kesehatan sangat minim, meli-pu 2 unit Sekolah Dasar dan 3 Posyandu.

2) Kecamatan Narmada

Kecamatan Narmada merupakan kecamatan den-gan wilayah terluas di antara 10 kecamatan di Ka-bupaten Lombok Barat, yaitu 107,62 Km² dengan jumlah penduduk 87.897 Jiwa. Tanah dipergunakan sebagai lahan pertanian dan nonpertanian. Lahan pertanian terdiri dari lahan sawah seluas 2.242 Ha

Page 17: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita10 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 11

c. Kabupaten Lombok Timur

Kabupaten Lombok Timur terletak di bagian paling mur Pulau Lombok dengan luas wilayah 2.679,88

Km², mencakup 33,88% luas Pulau Lombok atau 7,97% luas NTB. Kabupaten ini terdiri dari daratan seluas 1.605,55 Km²dan perairan (lautan) seluas 1.074,33 Km². Daratan dipergunakan sebagai lahan sawah seluas 45.521 Ha (28,35%) dan lahan kering seluas 115.034 Ha (71,65%), di mana 48,62% meru-pakan hutan negara dan hutan rakyat. Jumlah pen-duduk pada tahun 2010 sebanyak 1.105.582 jiwa dengan ngkat kemiskinan 23,82%, lebih nggi dari ngkat kemiskinan NTB (21%).

Secara administra f, Kabupaten Lombok Timur dib-agi menjadi 20 kecamatan, yaitu Keruak, Jerowaru, Sakra Barat, Sakra, Sakra Timur, Labuhan Haji, Selong, Masbagik, Sikur, Terara, Montong Gading, Pringgase-la, Suralaga, Aikmel, Wanasaba, Pringgabaya, Swela, Sembalun, dan Kecamatan Sambelia.

Lokasi audit soial di pilih dua kecamatan,yaitu Keca-matan Suralaga dan Kecamatan Sakra Barat. Adapun gambaran kondisi dua kecamatan lokasi audit sosial adalah sebagai berikut.

1) Kecamatan Suralaga

Luas wilayah Kecamatan Suralaga 27,02 Km², den-gan jumlah penduduk 52.173 jiwa atau 15.829 KK, dan kepadatan sebesar 1.931 jiwa/Km². Jumlah penduduk miskin sebanyak 15.044 orang. Secara adminsitra f, Kecamatan Suralaga terbagi men-jadi 15 desa, salah satunya menjadi lokasi audit sosial PNPM-MP,yaitu Desa Bagik Payung.

alterna f menuju Bandara Internasional Lombok (BIL) dan kawasan wisata Pantai Kuta, Kecamatan Pujut. Karakteris k tanah terdiri dari lahan basah/sawah seluas 5.334 Ha dan lahan kering seluas 1.821 Ha.

Secara administra f, Kecamatan Jonggat terbagi menjadi 13 desa. Satu desa di antaranya merupak-an lokasi audit sosial PNPM-MP, yaitu Desa Ubung.Luas wilayah Desa Ubung6,99 Km². Jumlah pen-duduknya 9.428 jiwa atau2.499 KK dengan ngkat kepadatan 1.349 jiwa/Km². Letak Desa Ubung be-rada di tengah-tengah dan merupakan ibu kota Ke-camatan Jonggat. Desa ini adalah desa perbatasan antara Kabupaten Lombok Barat dengan Kabu-paten Lombok Tengah dan dilewa jalur utama transportasi yang menghubungkan Kota Mataram dengan Kota Praya.

2) Kecamatan Pringgarata

Kecamatan Pringgarata terletak di bagian ba-rat daya Kabupaten Lombok Tengah, berbatasan dengan Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Luas wilayahnya 52,78 Km² dengan jumlah penduduk 4.692 jiwa atau 1.646 KK. Di bagian se-latan, kondisi lahannya adalah lahan basah dengan luasan 2.395 Ha. Bagian utara merupakan lahan kering berupa tegalan dan kebun seluas 2.395 Ha.

Secara administra f, Kecamatan Pringgarata di bagi menjadi 7 desa. Salah satu desa di antaran-ya menjadi lokasi kegiatan audit sosial PNPM-MP, yaitu Desa Murbaya. Luas wilayah Desa Murbaya 2,85 Km² dengan jumlah penduduk 4.692 jiwa atau 1.508 RT dan ngkat kepadatan 1.646 jiwa/Km².

Page 18: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita12 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 13

orang, guru sebanyak 99 orang, TNI/Polri 1 orang, karyawan swasta 3 orang, dan lainnya 6 orang.

Sarana di bidang pendidikan, melipu 1 TK, 4 SD/MI, 3 SMP/MTs, dan 1 SMA/MA. Di bidang keseha-tan, melipu 1 Pustu, 1 Polindes, 5 Posyandu, 833 jamban keluarga, 1 unit MCK umum, 1 orang para-medis, dan 1 orang bidan desa.

2) Kecamatan Sakra Barat

Kecamatan Sakra Barat memiliki wilayah seluas 32,30 Km², dengan jumlah penduduk 47.421 jiwa atau 13.961 KK, dan kepadatan sebesar 1.468 jiwa/Km². Penduduk miskin sebanyak 10.971 orang. Se-cara administra f, pada tahun 2010 terbagi men-jadi6 desa. Pada tahun 2011 dimekarkan menjadi 18 desa. Salah satudi antaranyamenjadi lokasi au-dit sosial PNPM-MP, yaitu Desa Sukarara.

Mata pencaharian penduduk didominasi sektor pertanian. Pada tahun 2011 26.099 penduduknya adalah petani, terdiri dari petani pemilik sebanyak 8.328 orang, buruh tani sebanyak 11.786 orang, penggarap sebanyak 4.724 orang, dan peternak sebanyak 1.261 orang. Sebanyak 3.852 orang bek-erja di luar sektor pertanian. Sarana perekonomian melipu 1 pasar umum, 51 toko, 683 kios/warung, 12 koperasi,1 KUD, dan 1 Bank (BPR LKP).

Sarana di bidang pendidikan, mulai dari praseko-lah sampai Sekolah Menengah Atas sebanyak 85 unit, baik negeri maupun swasta. Di antara jumlah tersebut, 59 unit merupakan lembaga pendidikan prasekolah dan ngkat dasar (SD/MI), sedangkan sisanya adalah lembaga pendidikan menengah (SMP/MTs dan SMA/MA/SMK).Di bidang keseha-

Mata pencaharian penduduk cukup heterogen, walaupun masih didominasi oleh sektor pertanian. Pada tahun 2011 tercatat 24.756 orang penduduk bermata pencaharian petani, terdiri dari petani pemilik sebanyak 10.487 orang, buruh tani seban-yak 9.925 orang, penggarap sebanyak 998 orang, dan peternak sebanyak 3.346 orang. Dengan de-mikian, semua desa yang ada di Kecamatan Sural-aga tergolong desa swasembada. Sarana pereko-nomian yang ada melipu pasar umum sebanyak 2 buah,toko 44 buah, kios/warung 888 buah, kop-erasi 18 buah, KUD 2 buah, dan 1 buah Bank (BPR LKP).

Sarana pendidikan, mulai dari prasekolah sampai Sekolah Menengah Atas, baik negeri maupun-swasta sebanyak 86 unit, melipu 17 TK, 45 SD dan MI, 22 SMTP dan Tsanawiyah, dan 16 SMTA dan Aliyah.Di bidang kesehatan, fasilitas yang ada saat ini melipu 1 Puskesmas, 6 Puskesmas Pembantu, 6 Polindes, 63 Posyandu, dan 1 toko obat. Tenaga kesehatan melipu 4 orang dokter, 36 orang para-medis, dan 21 orang bidan desa. Sarana penun-jang kesehatan lain, diantaranya jamban keluarga sebanyak 9.080 buah dan MCK 2 buah.

Desa Bagik Payung, memiliki luas wilayah 5,85 Km² dengan jumlah penduduk 8.912 jiwa dan ngkat kepadatan 2.381 jiwa/Km². Mata pencaharian pen-duduk didominasi sektor pertanian,melipu petani pemilik sebanyak 2.475 orang, petani penggarap sebanyak 343 orang, buruh tani sebanyak 1.341 orang. Sedangkan yang bekerja di sektor nonper-tanian melipu perdagangan, industri, dan jasa sebanyak 167 orang, PNS nonguru sebanyak 44

Page 19: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita14 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 15

tensi pengembangannya rela f cukup besar, baik dilevel provinsi, kabupaten, kecamatan, maupun desa. Berbagai program pembangunan melalui APBD, APBN, danswadaya masyarakat, cukup banyak yang telah dilakukan.Persoalan-nya, hingga saat ini IPM NTB stagnan di posisi 32 besar dari 33 provinsi di Indonesia. Hingga saat ini belum ditemukan letak keterhambatannya. Setelah di lik lebih cermat, ke-beradaan sarana dan prasarana yang ada ternyata lebih ban-yak dinikma manfaatnya oleh masyarakat ekonomi menen-gah ke atas, sedangkan masyarakat miskin dan sangat miskin sedikit merasakan keberadaan fasilitas-fasilitas tersebut. Hal itulah penyebab pengentasan kemiskinan dak bisa dilaku-kan.

Oleh karena itu, di samping pembangunan infrastruktur fi sik, masyarakat miskin dipedesaan dan perkotaan sangat membutuhkan kecukupan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan kesehatan secara layak, serta tersedianya lapan-gan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan mereka. Dengan demikian, apabila kebutuhan pangan dan kesehatan terjamin dengan baik,dan lapangan pekerjaan cukup terse-dia, dengan sendirinya akan berimpilikasi terhadap mening-katnya kesejahteraan.

Dalam hal ini, sangat pen ng keterlibatan se ap komponen masyarakat, termasuk golongan miskin dan perempuan da-lam kegiatan pembangunan. Pelibatan dalam pembangunan bisadimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penga-wasan, dan hal ini nampaknya merupakan strategi pemban-gunan yang mutlak diterapkan. Dengan pelibatan kaum miskin dan perempuan, maka keberpihakan pembangunan pada masyarakat miskin akan lebih terasa, sebab mereka da-pat menentukan ragam kegiatan pembangunan yang dapat menjawab kebutuhannya.

tan, fasilitas yang ada melipu , 1 Puskesmas, 5 Puskesmas Pembantu, 4 Polindes, 2 lokasi prak k dokter, 2 toko obat, dan 73 Posyandu. Tenaga kes-ehatan melipu , 2 dokter, 14 paramedis, 10 bidan desa, dan 30 dukun bersalin terla h. Sarana pe-nunjang kesehatan lainnya yang ada di Kecamatan Suralaga, diantaranya 6.822 buah jamban keluarga, 310 buah MCK, dan 1 unit kebun gizi.

Kondisi lokasi audit sosial PNPM-MP, Desa Suka-rara, merupakan salah satu desa di wilayah Keca-matan Sakra Barat. Luas wilayahnya7,43 Km² den-gan jumlah penduduk 7.244 jiwa atau 1.889 KK. Tingkat kepadatan mencapai 935 jiwa/Km². Mata pencaharian penduduk Desa Bagik Payung didomi-nasi sektor pertanian, melipu 1.311 orang petani pemilik, 151 orang petani penggarap, 1.294 orang buruh tani, 246 orang peternak. Masyarakat yang bekerja di sektor nonpertanian, melipu perdagan-gan, industri, dan jasa sebanyak 521 orang, PNS se-banyak 22 orang, guru sebanyak 3 orang, dan TNI/Polri sebanyak 2 orang.

Di bidang pendidikan, sarana pendidikan di Desa Sukarara, melipu 1 unit TK, 5 unit SD/MI, 1 unit SMP/MTs, dan 1 unit. Di bidang kesehatan, sarana yang ada, melipu 1 Pustu, 1 Polindes, 7 Posyandu, dan 690 jamban keluarga. Tenaga paramedis se-banyak 1 orang dan bidan desa 1 orang.

III.1.2. Defi sit Prasarana dan Sarana, Defi sit Par sipasi dan Ragam Kebutuhan Warga

Membaca uraian di atas, sesungguhnya keberadaan sarana dan prasarana di Provinsi Nusa Tenggara Barat di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan cukup memadai. Po-

Page 20: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita16 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 17

lokasi Audit Sosial, masing-masing; Kab. Lombok Ten-gah menempa urutan kedua, Lombok Timur urutan ke ga dan Lombok Barat urutan keempat dari delapan kabupaten yang memperoleh BLM PNPM MP pada ta-hun 2011.

Adapun jumlah alokasi dan pemanfaatan dana PNPM pada kecamatan- kecamatan lokasi Audit Sosial tahun 2011 dan 6 desa lokasi dari tahun 2007 – 2011 adalah sebagai berikut:

Jumlah dan alokasi dana BLM PNPM-MP Provinsi NTB tahun 2011 menurut kabupaten

Dari tabel di atas, terlihat jumlah alokasi paling banyak adalah Kabupaten Sumbawa dan paling sedikit di Kabu-paten Sumbawa Barat. Sedangkan untuk 3 kabupaten lokasi audit sosial, masing-masing Lombok Tengah men-empa urutan kedua, Lombok Timur urutan ke ga, dan Lombok Barat urutan keempat dari delapan kabupaten yang memperoleh BLM PNPM-MP pada tahun 2011.

Jumlah alokasi dan pemanfaatan dana PNPM di kecama-tan-kecamatan lokasi audit sosial tahun 2011 dan 6 desa

III.2. Kontribusi PNPM

III.2.1. Pola-pola Keunggulan/Keberhasilan

PNPM-MP adalah program pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin pedesaan, dengan mendorong ke-mandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelo-laan pembangunan.

Melalui pelaksanaan PNPM-MP diharapkan agar kes-ejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin pedesaan lebih meningkat, dengan mendorong ke-mandirian dan par sipasi masyarakat, termasuk peliba-tan masyarakat miskin dan perempuan dalam pengam-bilan keputusan, pengelolaan pembangunan, dan pengawasan.

Guna mencapai harapan, strategi yang diterapkan ada-lah dengan meningkatkan kapasitas dan kelembagaan-masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan desa dan antar desa; mendukung pembangunan prasa-rana dan sarana sosial dasar dan ekonomi; mendorong pelembagaan pengelolaan dana bergulir.

Pada tahun 2011, tercatat jumlah dana bantuan PNPM-MP di Provinsi NTB sebesar Rp. 166.650.000.000,- terdiri dari bantuan pemerintah pusat sebesar Rp. 133.320.000.000,- (80%) dan bantuan pemerintah kabu-paten sebesar Rp. 33.330.000.000,- (20%). Dana terse-but dialokasikan untuk membiayai usulan masyarakat di 64 kecamatan di 8 kabupaten.

Dari tabel di atas, terlihat jumlah alokasi paling banyak adalah Kabupaten Sumbawa dan paling sedikit di Kabu-paten Sumbawa Barat. Sedangkan untuk 3 kabupaten

Kabupaten Alokasi BLM (Rp) Bantuan Pusat (Rp)

Bantuan Pemkab (Rp)

Lombok Barat 24.000.000.000 19.200.000.000 4.800.000.000

Lombok Utara 15.000.000.000 12.000.000.000 3.000.000.000

Lombok Tengah 27.600.000.000 22.080.000.000 5.850.000.000

Lombok Timur 24.600.000.000 19.680.000.000 4.920.000.000

Sumbawa Barat 4.800.000.000 3.840.000.000 960.000.000

Sumbawa 29.850.000.000 23.880.000.000 5.970.000.000

Dompu 21.600.000.000 17.280.000.000 4.320.000.000

Bima 19.200.000.000 15.360.000.000 3.840.000.000

Jumlah 166.650.000.000 133.320.000.000 33.330.000.000

Page 21: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita18 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 19

2) Kecamatan Narmada Lombok Barat

Besar dana PNPM-MP yang diterima Kecamatan Nar-mada pada tahun 2011 mencapai Rp. 2.968.421.400,- yang dialokasikan untuk membiayai berbagai ragam kegiatan, melipu ; dana SPP kepada 43 kelompok sebesar Rp. 632.098.900,- dengan jumlah peman-faat sebanyak 819 orang; peningakatan prasarana jalan desa/lingkungan sepanjang 1.957 meter dengan alokasi dana sebesar Rp. 853.568.900,- dengan pe-manfaat sebanyak 8.895 orang; peningkatan prasa-rana irigasi dan drainase sepanjang 360 meter den-gan alokasi dana sebesar Rp. 391.805.500,- dengan jumlah pemanfaat sebanyak 989 orang; peningkatan sarana kesehatan seluas 437 m² dengan alokasi dana sebesar Rp. 783.598.500,- dengan jumlah pemanfaat sebanyak 33.550 orang; pembangunan jaringan air bersih (pipa) sepanjang 3.615 meter dengan alokasi dana sebesar Rp. 307.349.600,- dengan jumlah pe-manfaat sebanyak 4.537 orang. Berbagai ragam keg-iatan PNPM-MP, terutama kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, telah menumbuhkan swadaya masyarakat yang rela f besar nilainya, yaitu mencapai Rp. 65.185.000.-

Pelaksanaan PNPM-MPdi desa lokasi audit sosial, Desa Sesaot, dana PNPM yang diterima sejak tahun 2008-2011 berjumlah Rp. 553.293.000.- Dari sejumlah dana tersebut, sebesar Rp. 387.505.000,- (70,036%) dia-lokasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana desa, yang melipu ; perbaikan 1 unit Polindes; pen-ingkatan jalan desa sepanjang 2.200 meter; pemban-gunan jembatan sepanjang 25 meter. Kelebihan dana sejumlah Rp. 165.788.000,- (29,064%) di alkosaikan untuk pengembangan 15 kelompok SPP.

lokasi dari tahun 2007–2011 adalah sebagai berikut.

1) Kecamatan Gerung Lombok Barat

Besar dana PNPM-MP yang diterima Kecamatan Gerung tahun 2011 mencapai Rp.3.000.635.300,- yang dialokasikan untuk membiayai berbagai ragam kegiatan, melipu ; dana SPP kepada 29 kelompok sebesar Rp. 209.108.900,- dengan jumlah peman-faat sebanyak 520 orang; peningkatan prasarana jalan sepanjang 1.125 meter dengan alokasi dana Rp.421.354.600,- dengan pemanfaat sebanyak 8.164 orang; peningkatan prasarana irigasi dan drainase sepanjang 7.871 meter dengan alokasi dana Rp. 2.080.217.500,- dengan jumlah pemanfaat sebanyak 12.766 orang; peningkatan sarana kesehatan seluas 84 m² dengan alokasi dana sebesar Rp. 128.755.800,- dengan jumlah pemanfaat sebanyak 2.396 orang; peningkatan prasarana pendidikan seluas 88 m² den-gan alokasi dana sebesar Rp. 161.198.500,- dengan jumlah pemanfaat sebanyak 2.340 orang.

Total dana PNPM yang diterima Desa Tempos sejak tahun 2008-2011 berjumlah Rp. 602.536.200,- dia-lokasikan untuk berbagai ragam kegiatan, antara lain; pembangunan 1 unit jembatan jalan desa sepa-njang 40 meter dengan alokasi dana sebesar Rp. 265.526.400,-; peningkatan jalan desa (rabat beton) sepanjang 2.212 meter dengan jumlah dana sebesar Rp. 205.044.500,-; peningkatan jaringan irigasi desa sepanjang 682 meter dengan jumlah dana sebesar Rp. 193.142.900,- dengan jumlah pemanfaat seban-yak 3.530 orang,-; pengembangan 6 kelompok SPP dengan jumlah dana sebesar Rp. 37.886.600,- dengan jumlah pemanfaat sebanyak 60 orang.

Page 22: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita20 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 21

yang diterima selama 4 tahun (2008-2011) berjumlah Rp. 1.099.638.300.- Ragam kegiatan yang dibiayai dari dana tersebut melipu ; 21 kelompok SPP (250 orang) dengan dana Rp. 328.183.500,-; pela han/pember-dayaan 2 kegiatan dan par sipan sebanyak 50 orang dengan alokasi dana Rp. 74.905.000,-; Beasiswa Siswa Miskin (BSM) dengan sasaran 600 murid SD dan SMP/MTs dengan alokasi dana Rp. 335.642.700,-; pem-bangunan/perbaikan jaringan irigasi desa sepanjang 1.253 meter dengan alokasi dana Rp. 326.388.600,- dan swadaya masyarakat sebesar Rp. 5.676.600.-

5) Kecamatan Suralaga

Tahun 2011 Kecamatan Suralaga mendapatkan aloka-si dana Rp. 600.000.000.- Dalam implementasi kegia-tan, selain dibiayai dari PNPM MP terdapat swadaya masyarakat sebesar Rp.36.463.850.- Sejumlah dana itu dipergunakan untuk membiayai berbagai ragam kegiatan, antara lain; 2 kelompok SPP sebanyak 20 orang dengan dana Rp. 26.315.000,-; pela han/pem-berdayaan sebanyak 2 kegiatan dengan par sipan 120 orang dengan dana Rp. 179.368.000,-; perbaikan jaringan irigasi desa sepanjang 521 meter dengan dana Rp. 86.042.500,-; pembukaan dan peningkatan jalan desa sepanjang 752 meter dengan dana Rp. 210.632.500,-; dan perbaikan 1 unit Polindes dengan dana Rp. 97.642.000.-.

Di desa lokasi audit sosial, Desa Bagik Payung, Ke-camatan Suralaga, dana PNPM yang diterima dari ta-hun 2008-2011 berjumlah Rp. 816.704.600.- Ragam kegiatan yang dibiayai dari dana tersebut, melipu ; kegiatan 13 kelompok SPP dengan dana sebesar Rp. 147.367.200,-; satu pela han/pemberdayaan dengan

3) Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah

Pada tahun 2011 Kecamatan Jonggat mendapatkan alokasi PNPM-MP sebesar Rp. 599.910.000.- Dari sejumlah dana tersebut, sebesar Rp. 503.696.500,- (83,96%) dialokasikan untuk membiayai pembangu-nan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial, melipu- ; pembangunan 1 unit gedung Taman Kanak-Kanak;

1 unit Posyandu; peningkatan jalan desa sepanjang 4.070 meter; pembangunan talut seluas 440 m². Sisa sebesar Rp. 96.213.500,- (16,04%) dialokasikan untuk pengembangan 16 kelompok SPP.

Di Desa Ubung, desa lokasi audit sosial di Kecamatan Jonggat, sejak tahun 2008 hingga 2011 total dana PNPM yang diterima mencapai Rp.650.507.600.- Se-banyak Rp. 69.578.600,- (10,70%). Dari sejumlah dana tersebut dialokasikan untuk pengembangan 9 kelom-pok SPP. Alokasi terbesar sebesar Rp. 580.929.000,- (18,30%) diperuntukkan untuk membiayai pem-bangunan sarana dan parasarana fi sik, melipu ; pembangunan 1 unit gedung TK; peningkatan jalan desa sepanjang 1.850 meter; 2 unit Posyandu; 1 unit Pustu. Dalam pembangunan infrastruktur fi sik, selain dana PNPM, terdapat swadaya masyarakat sebesar Rp. 32.255.100.-.

4) Kecamatan Pringgarata

Di Kecamatan Pringgarata, pada tahun 2011 mendap-at alokasi dana PNPM-MP sebesar Rp. 1.841.636.600,- dialokasikan, antara lain; kegiatan SPP sebesar Rp. 577.631.500,- di 62 kelompok; peningkatan jalan desa (sirtu dan rabat beton) sepanjang 9.500 meter sebesar Rp. 1.264.005.100.- Khusus Desa Murbaya (desa lokasi audit sosial PNPM pada tahun 2011), dana PNPM-MP

Page 23: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita22 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 23

tunjuk Teknis Operasional PNPM-MP, lokasi pelaksaan PNPM-MP melipu ; semua kecamatan pedesaan di se-luruh Indonesia; dak termasuk dalam kecamatan ber-masalah; diusulkan oleh pemerintah daerah dalam uru-san bersama.Sedangkan kelompok sasarannya terdiri dari Rumah Tangga Miskin (RTM) di pedesaan, kelem-bagaan masyarakat dipedesaan dan kelembagaan pe-merintah lokal.

Disamping kriteria jumlah penduduk miskin dari suatu kecamatan, dapat atau daknya alokasi dana PNPM suatu kecamatan, juga ditentukan dari usulan pemer-intah daerah setempat. Berkaitan dengan hal itu, akan sangat bergantung dari kemampuan keuangan daerah (APBD) untuk memberikan dana sharing sebesar 20% dari jumlah dana PNPM yang akan diterima sebuah kabupaten. Semakin besar kemampuan sebuah kabu-paten untuk memberikan dana sharing, maka semakin besar pula alokasi dana PNPM yang diterima kabupaten tersebut, sehingga peluang seluruh kecamatan miskin yang ada di wilayahnya mendapatkan dana PNPM akan semakin besar pula.

Adapun seleksi terhadap usulan kegiatan masyarakat yang akan didanai PNPM-MP, harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain; lebih bermanfaat bagi RTM; ber-dampak langsung dalam peningkatan kesejahteraan;bisa dikerjakan oleh masyarakat; didukung oleh sumber daya yang ada; memiliki potensi berkembang dan berkelan-jutan sebagai sumber kesejahteraan. Sedangkan proses pengusulannya dilakukan melalui mekanisme peren-canaan par sipa f masyarakat desa dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.

Sosialisasi awal dan musyawarah masyarakat, yaitu

par sipan 50 orang dengan dana Rp.92.509.500,-; peningkatan jalan desa sepanjang 350 meter dengan dana Rp. 390.356.600,-; perbaikan 1 unit Polindes dengan dana Rp. 186.471.300.- Dalam pelaksanaan kegiatan, terdapat dana swadaya masyarakat sebesar Rp.23.769.000.-

6) Kecamatan Sakra Barat

Kecamatan Sakra Barat pada tahun 2011 mendapat-kan alokasi PNPM-MP sebesar Rp. 2.681.915.700,- Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai, melipu ; prasarana umum (peningkatan jalan dan irigasi desa) sepanjang 7.168 meter dengan dana Rp. 1.723.542.800,-; pen-ingkatan 8 unit prasarana pendidikan dengan dana Rp. 719.426.000,-; peningkatan 1 unit prasarana keseha-tan dengan dana Rp. 175.356.900,- dan SPP sebanyak 23 kelompok dengan dana Rp. 238.946.900.-

Desa Sukarara yang dipilih menjadi lokasi kegiatan audit sosial PNPM-MP dari tahun 2008-2011 menda-patkan dana PNPM-MP sebesar Rp. 2.112.758.400.- Dari sejumlah dana tersebut, dipergunakan untuk membiayai berbagai ragam kegiatan, antara lain; kegiatan 20 kelompok SPP melipu 225 anggota den-gan dana Rp. 247.473.200,-; prasarana umum (irigasi dan jalan) sepanjang 5.966 meter dengan dana Rp. 1.191.556.200,-; ga unit gedung MTs dengan dana Rp. 322.999.000,-; pembangunan 1 unit Polindes dengan dana Rp. 172.365.000.- Pembangunan pras-arana fi sik tersebut menumbuhkan dana swadaya masyarakat sebesar Rp.72.402.400.-

III.2.2. Metode Seleksi

Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Buku Pe-

Page 24: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita24 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 25

laan dan pemeliharaan pelayanan dan prasarana yang sudah dibangun atau dilaksanakan.

III.2.3. Apa yang Dijawab dan Disediakan oleh PNPM?

Berdasarkan hasil kegiatan audit sosial terhadap PNPM-MP yang dilakukan KONSEPSI di NTBdi atas, tampak cu-kup banyak fasilitas desa yang tersedia melalui kegia-tan PNPM. Pembangunan prasarana pedesaan, antara lain berupa prasarana umum, prasarana pendidikan dan kesehatan. Ak vitas pemberdayaan masyarakat dilakukan, antara lain melalui pela han keterampilan wirausaha, pelibatan masyarakat dalam forum-forum musyawarah dusun/desa, dan penyediaan modal usa-ha melalui SPP. Pembangunan prasarana dan pem-berdayaanmasyarakat merupakan kontribusi PNPM-MP dalam peningkatan sumberdaya masyarakat dan penyediaan dan penambahan barang publik di desa. Hal tersebut menjadi daya dorong terhadap pening-katan pergerakan perekonomian desa yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga berkontribusi pada peningkatan IPM NTB secara nasion-al. Meskipun faktanya, setelah empat tahun pelaksan-aan PNPM-MP, IPM NTB dak bergerak dari peringkat 32. “Di mana letak permasalahannya?”Untuk menge-tahuinya, perlu dilakukan kajian mendalam terhadap pelaksanaan program pembangunan di NTB, termasuk PNPM-MP.

III.2.4. Siapa yang Terlibat dalam Memutuskan?

Tujuan umum PNPM-MP adalah meningkatnya kes-ejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Untuk mencapai hal tersebut, perlu meningkatkan par sipasi masyarakat, termasuk

kegiatan sosialisasi dalam menyamakan pemahaman, prinsip, metode program.

Mengenali kemiskinan, yaitu kegiatan iden fi kasi kemiskinan, menyepaka kriteria miskin, merumuskan masalah dan faktor-faktor penyebab kemiskinan.

Pemetaan swadaya, yaitu kegiatan pencacahan KK mis-kin, merumuskan kebutuhan, memetakan potensi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, dan merumuskan visi bersama.

Pengorganisasian masyarakat, adanya lembaga/kelom-pok keswadayaan masyarakat yang dibentuk, diakui, dan dikelola masyarakat secara transparan dan b e r ta n g -gungjawab dalam memenuhi kebutuhan bersama.

Penyusunan rencana*), membahas berbagai kebutu-hanpembangunan, menyepaka prioritas pembangu-nan, menyusun rencana kegiatan jangka pendek dan menengah berdasarkan visi bersama, serta potensi sumber pembiayaannya. Kegiatan penyusunan rencana ini dilakukan melalui beberapa tahapan proses, antara lain penggalian gagasan (Pagas) di ngkat masyarakat dusun/RT, musyawarah desa untuk membahas usu-lan masyarakat yang diperoleh melalui Pagas dan me-nyepak prioritas usulan yang akan menjadi usulan desa, Musyawarah Antar Desa/MAD (forum di ngkat kecamatan guna pembahasan usulan seluruh desa), dan menyepak serta menetapkan usulan kegiatan desa yang akan didanai PNPM-MP.

Pelaksanaan kegiatan, pembentukan m- m pelaksana dan pemantau kegiatan di desa/kelurahan, pertang-gungjawaban kegiatan.

Pemanfaatan dan pemeliharaan hasil kegiatan, pengelo-

Page 25: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita26 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 27

masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang rentandan diabaikan dalam proses pengambilan kepu-tusan dan pengelolaan pembangunan.

Melalui audit sosial, pelaksanaan PNPM-MP secara umum telah menerapkan prinsip par sipasi masyarakat. Semua komponen masyarakat terwakili dalam se ap kegiatan PNPM, termasuk masyarakat miskin dan perem-puan. Hal ini terlihat dari absensi berbagai agenda keg-iatan PNPM, meskipun masih diragukan keterwakilan masyarakat yang betul-betul miskin, apalagi perempuan miskin. Dari dokumen absen yang diperiksa, nama-na-ma peserta yang hadir berasal dari elit masyarakat desa.Melalui wawancara yang dilakukan m audit sosial terh-adap masyarakat yang diindikasikan betul-betul miskin, jawaban yang diperoleh kebanyakan dak tahu PNPM dan dak pernah ikut dalam rapat-rapat di desa.Menu-rut mereka, rapat bukan urusannya, tetapi urusan kades, kadus, guru, dan tokoh masyarakat. Apa yang ditetapkan oleh tokoh masyarakat menyangkut kepen ngan umum, maka itulah yang akan dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, prinsip par sipasi dalam PNPM-MP sangat diragukan penerapannya dalam implementasinya.

III.2.5. Siapa Pelaksana PNPM?

Struktur organisasi PNPM-MP sudah diatur dalam pedo-man umum PNPM, sesuai Keputusan Menkokesra selaku Ketua Tim Penanggulangan KemiskinanNasional,yaitu sebagai berikut:

Departemen/LPNDTKPK Tim Pengendali PNPM

Mandiri Pusat

Satker (APBN)Konsultan NasionalPusat

TKPKD Kabupaten/Kota Tim Koordinasi PNPM Mandiri

Konsultan Provinsi

Satker (APBD)Komponen co-sharing

Konsultan Kabupaten TKPKD Kabupaten/Kota Tim Koordinasi PNPM Mandiri

Fasilitator Kecamatan BKAD, MAD/K, UPK

SKPD Pelaksana

Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK)

Kabupaten

Kecamatan

Desa/Kelurahan

Lembaga Keswadayaan MasyarakatTim Pelaksana Kegiatan Desa (TKPKD)

Masyarakat Penerima Manfaat

Provinsi

Page 26: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita28 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 29

puan) miskin untuk mengembangkan usaha, tetapi dalam implementasinya dak tepat sasaran. Golongan perempuan miskin yang seharusnya dibantu dak bisa mengakses dana SPP karena persyaratannya dak mampu dipenuhi, seper harus mempunyai KTP, bunganya cukup nggi (2%), serta sistem pengembalian secara bulanan menyebabkan kelom-pok perempuan miskin merasa dak akan mampu untuk mengembalikan sebab usaha yang dijalankan lebih dominan usaha pemasaran hasil pertanian yang bersifat musiman.”

Azuddin Noor (36 tahun), tokoh pemuda dan guru SMP di Sesaot

“Tujuan PNPM sebenarnya bagus,akan tetapi pelaksanaan-nya penuh dengan intervensi dan intrik atau rekayasa poli k kepala desa. Tim pengelola PNPM hanya terdiri dari orang-orang lingkaran kepala desa, sehingga ada prak k korupsi dalam pelaksanaan PNPM di Desa Sesaot oleh orang-orang dekat kepala desa, bahkan untuk kepen ngan kepala desa itu sendiri. Contohnya, pengadaan material untuk rehabili-tasi Polindes dilakukan sendiri oleh kepala desa, penentuan tukang/buruh yang bekerja pada rehab Polindes ditentukan oleh kepada desa dan dak ada musyawarah. Laporan per-tanggungjawaban dan serah terima hasil pembangunan dari TPKD kepada pemerintah desa dak dilakukan melalui rapat bersama masyarakat sesuai ketentuan atau prinsip-prinsip PNPM.

SPP cukup membantu meningkatkan skala usaha kecil yang sudah ada di Desa Sesao, cuma penyalurannya dak tepat sasran, dilakukan rekayasa kelompok oleh TPKD dengan mem-

Halilulloh (28 tahun), pemuda Desa Tempos

“Sejak tahun 2008, Desa Tempos mendapat bantuan PNPM-MP. Jenis kegiatan PNPM-MP yang dilaksanakan, yaitu; pem-bangunan fi sik (saluran irigasi), program Simpan-Pinjam Perempuan (SPP), dan PNPM GSC (Generasi Sehat dan Cer-das). Pembangunan saluran irigasi sangat membantu petani untuk pengairan sawah dan juga memperbaiki saluran drai-nase, karena selama ini Desa Tempos kerap mengalami ban-jir di musim hujan yang disebabkan sistem drainase yang dak bagus (badan jalan lebih rendah dibanding saluran).

SPP juga sangat bermanfaat untuk mengembangkan wirau-saha di Desa Tempos, khususnya kaum perempuan. Sebelum ada PNPM di desa ini dak ada kegiatan usaha oleh perem-puan, karena waktunya habis untuk anak dan keluarganya, juga membantu suami mengolah lahan pertanian dan lahan garapan di lokasi HKm Gunung Sasak.

Akan tetapi, pelaksanaan PNPM di Desa Tempos terkesan mengabaikan potensi setempat, aturan PNPM terlalu kaku. Pengadaan bahan bangunan harus melalui tender, karena belum ada perusahaan yang memenuhi syarat sesuai ke-tentuan PNPM, maka pembangunan dilakukan oleh pengu-saha luar desa, sehingga terjadi kecemburuan masyarakat terhadap pengusaha luar desa tersebut. Meskipun tenaga buruh diambil dari masyarakat setempat, tetapi kesan-nya, masyarakat Desa Tempos jadi buruh orang lain untuk pembangunan desa sendiri yang seharusnya dikelola oleh masyarakat Desa Tempos.

Demikian pula dengan program SPP, meskipun tujuannya sangat bagus, yaitu untuk membantu masyarakat (perem-

Page 27: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita30 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 31

iatan program terkesan kurang memperha kan kebutuhan riil masyarakat dan potensi yang ada di desa. FK PNPM terke-san memposisikan diri lebih nggi dari kepala desa, sehingga menimbulkan kesan di banyak desa bahwa PNPM ini merupa-kan negara di dalam negara.”

Sudirman (48 tahun), Ketua BPD Desa Sukarara

“Secara umum keberadaan diakui cukup membantu, teruta-ma dalam pengadaan infrastruktur desa. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya dak luput dari permainan elit desa, seh-ingga jenis pembangunan yang dilaksanakan lebih dominan mengakomodir kepen ngan elit desa yang tergolong rela f mampu, sangat sedikit dinikma oleh masyarakat yang betul-betul miskin. Contohnya,pembangunan fi sik yang dia-lokasikan untuk pembangunan madrasah milik yayasan yang merupakan cabang dari sebuah organisasi besar di Lombok Timur. Seharusnya yang dibangun, karena betul-betul menja-di kebutuhan masyarakat miskin, adalah pembuatan talut di sepanjang jaringan irigasi pertanian yang sudah mulai rusak, akan tetapi kebutuhan kelompok masyarakat miskin ini kalah dalam proses penggalian gagasan, sebab proses penggalian gagasan dak dilaksanakan sesuai prinsip PNPM yang semes- nya melibatkan semua elemen mayarakat, terutama kelom-

pok miskin dan perempuan, tetapi kenyataannya program sudah ditentukan oleh tokoh masyarakat bersama kepala dusun, kemudian dimintakan persetujuan masyarakat mela-lui forum musyawarah.”Sehingga menurut Sudirman;“PNPM bukan program pemberdayaan masyarakat, melainkan pro-gram perdayaan/penjualan masyarakat miskin untuk ke-pen ngan orang-orang mampu.”

bentuk kelompok-kelompok baru dengan memasukkan orang-orang kaya dan PNS menjadi anggota kelompok, katanya un-tuk menghindari kemacetan. Karena apabila ada anggota kelompok yang dak mampu membayar karena usahanya dak jalan atau digunakan untuk konsumsi, maka pemba-

yarannya ditanggung oleh anggota kelompok yang mampu, sebab sistem yang berlaku pada program SPP adalah sistem tanggung renteng.”

Ida Laily ( 36 Tahun), Ketua Kelompok Perempuan

Desa Sesaot

“Dana SPP di Desa Sesaot dak tepat sasaran, yang diberi bukan orang miskin, melainkan orang-orang kaya. TPKD dak memanfaatkan kelompok yang sudah ada, tetapi mer-

eka membentuk kelompok dadakan yang anggotanya be-rasal dari orang-orang dekat kepala desa. Kesuksesan pro-gram SPP bukan dilihat dari peningkatan usaha kelompok masyarakat (perempuan) miskin, tetapi hanya dilihat dari kelancaran angsuran. Mereka dak mau tahu, dari mana sumber dana pengembaliannya.”

Moh. Tauhid, S.Ag. (45 tahun), Kades Murbaya

Keberadaan PNPM-MP di desa kami cukup membantu, teru-tama dalam pembangunan infrastruktur desa. Akan tetapi, kadang-kadang Fasilitator Kecamatan (FK) PNPM yang ber-tugas membimbing dan memantau masyarakat dalam keg-iatan PNPM, sikap dan ndakannya sangat menjengkelkan. Mereka sangat kaku dengan PTO. Dalam merencanakan keg-

Page 28: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita32 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 33

IV. KELEMAHAN-KELEMAHAN PNPM

Sesuai dengan Pedoman Umum, PNPM-MP mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan dalam se ap pengam-bilan keputusan maupun ndakan yang akan diambil dalam pelak-sanaan rangkaian kegiatan PNPM-MP. Prinsip dan nilai-nilai dasar tersebut adalah.

IV.1. Bertumpu pada pembangunan manusia. Maksudnya, masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia dari pada pembangunan fi sik semata.

IV.2. Otonomi. Maksudnya, masyarakat mempunyai hak dan ke-wenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab tanpa intervensi nega f dari luar.

IV.3. Desentralisasi. Maksudnya, memberikan ruang yang lebih luas pada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah sesuai dengan kapasitas masyarakat.

IV.4. Berorientasi pada masyarakat miskin. Maksudnya, segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin.

IV.5. Par sipasi. Maksudnya, masyarakat berperan secara ak f da-lam alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materi.

IV.6. Kesetaraan dan keadilan gender. Maksudnya, masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di se ap tahapan program dan dalam menikma manfaat kegiatan pembangunan. Kesetaraan juga dalam penger an kesejajaran kedudukan pada saat situasi konfl ik.

IV.7. Demokra s, Maksudnya, masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat.

Baiq Haeniah (46 tahun), penyuluh pertanian Bagik Payung

“Dengan adanya program PNPM-MP dan program-program pemerintah lainnya yang masuk di Desa Bagik Payung, dira-sakan sangat membantu pengembangan infrastruktur desa. Namun yang menjadi sorotan masyarakat terkait dengan PNPM-MP adalah program SPP, karena sistem pergguliran-nya yang bulanan sangat dak sesuai dengan ak vitas usaha masyarakat (perempuan) yang rata-rata bergerak dalam bi-dang usaha pengumpul-penyimpan dan pemasaran hasil-ha-sil pertanian yang rentang waktu “turn over”-nya cukup lama, yaitu antara 2-4 bulan.

Tidak banyak kelompok perempuan yang mau memanfaat-kan SPP, mereka justru lebih tertarik meminjam modal kepada rentenir yang jangka waktu pinjaman dan pengembaliannya lebih fl eksibel, antara 3-4 bulan, meskipun dengan beban bun-ga yang sangat nggi (bisa mencapai 10%-20%) bergantung jangka waktu pinjaman. Pela han menjahit bagi kelompok SPP oleh PNPM dak ada gunanya, sebab dak diiku den-gan pela han manajemen pemasaran dan bantuan fasilitasi pemasaran /memasarkan hasil produksi anggota kelompok SPP yang telah mengiku pela han. Jadi, pela han ini sia-sia, apalagi dak disertai dengan bantuan peralatan dan modal yang cukup dan sistem yang sesuai dengan usaha anggota kelompok.”

Page 29: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita34 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 35

akan lebih tepat diterapkan oleh PNPM-MP, sebab kesempatan masyarakat miskin berpa sipasi dalam se ap agenda kegiatan PNPMakan lebih besar peluangnya dalam mendapatkan man-faat ekonomi.

d. PNPM-MP di NTB secara umum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, utamanya dalam penyediaan infrastruktur desa.

e. Prinsip-prinsip PNPM-MP dalam implementasi di lapangan dak diterapkan secara baik dan benar.

f. PNPM-MP belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa yang betul-betul miskin, karena PNPM-MP dak memiliki agen-da kegiatan yang melakukan pendataan dan kajian kemiskinan desa menurut masyarakat desa.

g. Par sipasi masyarakat dalam kegiatan PNPM-MP didesa diukur dari terpenuhinya jumlah masyarakat yang hadir (laki/perem-puan) sesuai RAB dalam usulan kegiatan.

V. REKOMENDASI

V. 1. Skema penyaluran SPP perlu diper mbangkan untuk disesuai-kan dengan potensi dan karakteris k usaha perempuan miskin di desa.

V.2. Sebelum diberikan bantuan modal, anggota kelompok SPP perlu dila h/difasilitasi membuat rencana usaha, agar modal yang diterima betul-betul dimanfaatkan untuk kegiatan usa-ha.

V.3. Pola pelaksanaan kegiatan pembangunan fi sik, perlu diper- mbangkan pengelolaannya dengan sistem swakelola melalui

mekanisme padat karya, agar distribusi kesempatan dan upah tukang-buruh dapat berjalan adil dan merata, terutama bagi masyarakat yang benar-benar miskin.

IV.8. Transparansi dan akuntabel. Maksudnya, masyarakat memi-liki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administra f.

IV.9. Prioritas. Maksudnya, masyarakat memilih kegiatan yang diu-tamakan dengan memper mbangkan kemendesakan dan ke-manfaatan untuk pengentasan kemiskinan.

IV.10. Keberlanjutan. Maksudnya, dalam se ap pengambilan kepu-tusan atau ndakan pembangunan, mulai dari tahap peren-canaan, pelaksanaan, dan pengendalian harus memper m-bangkan sistem pelestariannya.

Akan tetapi, pelaksanaan di lapangan, sebagian nilai-nilai dasar di atas dak semuanya dapat diterapkan dengan baik. Hasil audit so-sial ditemukan beberapa kelemahan, antara lain:

a. Pembangunan fi sik merupakan kegiatan yang paling dominan (70-90%) dari total anggaran yang diterima desa. Selebihnya un-tuk pengembangkan kapasitas sumber daya manusia dan SPP. Hal ini berar , prinsip bertumpu pada pembangunan manusia dak menjadi prioritas.

b. Keterwakilan masyarakat yang betul-betul miskin dalam pengambilan keputusan masih patut dipertanyakan, karena dari dokumen absensi se ap agenda kegiatan PNPM-MP di lokasi au-dit sosial, nama-nama yang hadir selalu orang-orang yang sama, dan rata-rata merupakan elit-elit desa/dusun.

c. Proses tender dalam pengadaan barang dan jasa pada kegia-tan PNPM-MP mengesankan bahwa PNPM-MP adalah proyek pengadaan barang dan jasa yang prosesnya mengacu pada Kepres Tahun 1980 atau aturan perubahannya yang terbaru. Hal ini kurang tepat diterapkan jika mengacu pada program pem-berdayaan. Sistem swakelola dengan pendekatan padat karya

Page 30: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita36 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 37

Lampiran: PENGEMBANGAN AUDIT SOSIAL PNPM-MP DI NTB

I. Latar Belakang

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) merupakan salah satu mekanisme pemberdayaan masyarakat yang didesain oleh pemerintah pusat guna memperce-pat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah pedesaan. Operasionalisasi program ini sesungguhnya telah dilaksanakan sejak tahun 1998 ke ka masih bernama Pro-gram Pengembangan Kecamatan (PPK).

PNPM-MP merupakan strategi kebijakan yang menjadi dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan, selama ini masih dilaksana-kan secara sektoral dan parsial dengan pendekatan dan prosedur yang beragam, sehingga harmonisasi prinsip, kriteria, dan prosedur program penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat melalui PNPM-MP diharapkan akan lebih efi sien dan efek f (Kesra, 2008).

Sejak dicanangkan pada tahun 2007, program nasional ini dinilai telah menunjukkan hasil yang signifi kan dalam memelopori sejum-lah investasi pembangunan di ngkat lokal (kecamatan), misalnya model kelembagaan pembangunan par sipa f (social capital), aset sumberdaya manusia selaku pengelola kegiatan pembangu-nan (human capital), modal bergulir (fi nancial capital), infrastruk-tur (physical capital), dan sebagainya. Oleh karena itu, program ini pun diklaim sukses mengentaskan kemiskinan pedesaan oleh pe-merintah, dan terutama lembaga donor.

Klaim di atas didasarkan pada laporan tahunan konsultan program. Hingga tahun 2008, PNPM-MP telah menjangkau 42.319 desa atau lebih dari 58% desa di Indonesia. Dengan alokasi dana sebesar ga miliar rupiah per kecamatan, diperkirakan mampu menciptakan

V.4. Alokasi dana untuk kegiatan pela han keterampilan manaje-men usaha bagi masyarakat miskin perlu ditambah porsinya, agar PNPM-MP dak terkesan sebagai proyek pengadaan ba-rang dan jasa, terutama pengadaan infrastruktur.

V.5. PTO PNPM-MP agar lebih fl eksibel disesuaikan dengan potensi dan karakteris k masyarakat desa.

Keterangan Gambar: Seorang Warga Melintas di Jalan yang dibangun oleh PNPM-MP

Page 31: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita38 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 39

lapangan kerja bagi ga belas juta orang dan memberi manfaat bagi sembilan juta orang miskin. Yakin akan keberhasilan PNPM-MP, maka jumlah alokasi dana PNPM selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 misalnya, dana PNPM dialokasikan sebesar ga belas triliun rupiah dan meningkat hingga Rp. 16,1 triliun pada tahun 2009. Jumlah ini akan terus berlanjut hingga ta-hun 2015 nan .

Keberhasilan PNPM sebagai genre pengentasan kemiskinan masa kini, diragukan banyak pihak, terutama dari kalangan masyarakat sipil. Pasalnya, pembiayaan program ini sebagian besar bersumber dari hutang luar negeri (World Bank), yang selama ini dicap sebagai salah satu sumber pemiskinan rakyat Indonesia. Selain itu, model pendekatan par sipasi yang melibatkan ‘dana besar’ dikhawat-irkan menimbulkan polemik dan distorsi di kalangan masyarakat bawah yang selama ini masih asing dengan nilai dan angka miliaran rupiah. Bisa juga, prak k PNPM di lapangan justru lebih didominasi oleh kepen ngan para elit desa dalam proses penentuan keputu-san substansial. Sementara, par sipasi kaum marginal (rakyat mis-kin dan perempuan) hanya terlihat ke ka pengerjaan proyek yang menekankan spirit keswadayaan (gotong royong).

Keberhasilan pencapaian target PNPM, secara kuan ta f memang didukung oleh mekanisme pelaporan dan monev internal dari para konsultan program mul jenjang. Sisi lain, data dan informasi dari sumber lainnya terkait implementasi PNPM ternyata masih kurang. Sebenarnya, sumber informasi pen ng terkait implementasi PNPM di ngkat lapangan justru ada pada struktur sosial masyarakat itu sendiri. Kebenaran akan klaim kesuksesan program bisa dilacak dari sasaran program itu sendiri. Seja nya, ukuran keberhasilan program semisal PNPM harusnya memperha kan suara dan pan-dangan target utama program,yaitu kelompok marginal melalui skema audit sosial dengan memberdayakan komunitas lokal seba-gai m auditor.

Audit sosial adalah suatu proses sistema k yang kri s untuk me-nilai kinerja kebijakan publik, menyangkut relevansi sosial, tujuan, ketepatan kelompok sasaran, serta dampak pelaksanaan program, untuk diberikan pendapat sesuai kenyataan lapangan dan mengko-munikasikannya dengan pihak-pihak yang berkepen ngan.

Program Pengembangan Skema Audit Sosial yang dilakukan KONS-ESPSI bukanlah semata-mata untuk menemukan penyimpangan prosudur, prinsip, maupun keuangan dalam pelaksanaan PNPM-MP. Akan tetapi, kegiatan ini juga difokuskan untuk mendorong dan meningkatkan par sipasi masyarakat desa dalam melakukan monitoring, dan evaluasi terhadap kinerja pelaksanaan PNPM-MP.

II. Tujuan

Secara umum, program ini bertujuan meningkatkan kualitas par -sipasi masyarakat dalam melakukan kontrol sosial terhadap kebi-jakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Tujuan spesifi k program, adalah:

II.1. Meningkatkan kapasitas masyarakat (individu maupun kelem-bagaan) dalam melakukan kajian kri s terhadap PNPM-MP.

II.2. Mengembangkan dan mempromosikan skema audit sosial berbasis masyarakat dengan fokus PNPM-MP.

II.3. Menyediakan data dan informasi secara berkala terkait dina-mika dan dampak implementasi PNPM-MP.

III. Output

III.1. Peningkatan kapasitas masyarakat (individu dan kelembagaan) dalam hal pengawasan pembangunan melalui audit sosial.

III.2. Dihasilkannya skema audit sosial berbasis par sipasi masyarakat sebagai bentuk kontrol publik terhadap pelaksanaan PNPM-MP.

Page 32: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita40 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 41

III.3. Data dan informasi tentang pelaksanaan PNPM-MP oleh kelompok audit sosial dimanfaatkan sebagai referensi oleh pelaku PNPM mul jenjang.

III.4. Skema audit sosial berbasis par sipasi masyarakat terintegra-si dalam kelembagaan lokal pedesaan.

IV. Permasalahan-permasalahan yang Ditemukan

IV.1. Bagaimana mendorong keterlibatan perempuan dalam pro-gram audit sosial ini. Keterlibatan kaum perempuan masih sangat kurang, baik par sipasi dalam pertemuan maupun daya kri s yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan yang sudah dilakukan. Hal ini berkaitan dengan masalah tradisi/adat is adat lokal yang lebih mengedepankan kaum laki-laki dalam proses pembangunan di ngkat desa.

IV.2. Masih adanya ketertutupan informasi dari pelaku-pelaku PNPM-MP di lapangan, khususnya menyangkut pelaksanaan dan penggunaan dana.

IV.3. Tim Pengelola Kegiatan (TPK) desa yang terbentuk terkadang hanya sekedar simbol nama saja, tetapi dalam pelaksanaan program seringkali dak dilibatkan.

IV.4. Tim Monev desa yang dibentuk dak memiliki kapasitas dan keberanian melakukan kontrol terhadap pelaksanaan PNPM-MP.

IV.5. Masyarakat miskin dan kaum marginal seringkali hanya dili-batkan pada saat pelaksanaan program fi sik (saat gotong-royong).

IV.6. Elit pemerintah desa yang masih menerapkan pola feodal juga masih cukup ampuh untuk meredam keberanian masyarakat dalam bersuara dan “mengkri si” kebijakan desa yang kurang berpihak kepada masyarakat miskin dan

kaum marginal.

IV.7. Tidak ada program pembinaan lanjutan terhadap alumni pela han keterampilan yang dilakukan oleh PNPM-MP, se-hingga sebagian besar alumni pela han melaksanakan usa-ha.

IV.8. Masyarakat miskin sulit mengakses SPP karena persyaratan administrasinya berbelit-belit.

IV.9. Keberhasilan program SPP hanya diukur dari ngkat kelan-caran pengembalian. PNPM dak melakukan peningkatan keterampilan usaha kepada anggota kelompok SPP.

IV.10. Kehadiran kelompok perempuan dalam se ap kegiatan masih minim dan yang hadir juga pasif dalam proses per-temuan.

Keterangan Gambar: Penampungan Sampah Sementara, Salah SatuInfrastruktur yang dibangun PNPM-MP

Page 33: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita42 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 43

Pengembangan Audit SosialStudy Kasus PNPM Mandiri Perdesaan

Oleh : Ins tute for Research and Empowerment - Yogyakarta

I. METODE PENELITIAN

Ins tute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta melaku-kan studi kemanfaatan PNPM terhadap penanggulangan kemiski-nan di desa pada tahun 2010. Studi tersebut dilakukan di dua ka-bupaten yakni kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan kabupaten Kupang. Dua kabupaten tersebut dipilih, pertama keduanya adalah desa penerima PNPM MP. Kedua,keduanya mencerminkan dua sisi daerah yang berbeda karakter, minimal dari aspek kesejahteraan-nya. Kabupaten Kutai Kartanegara adalah daerah kaya tambang dan banyak investasi yang masuk didalamnya, sehingga potensi pendapatan daerahnya nggi. Lain dengan kabupaten Kupang. Ka-bupaten ini dak cukup berhasil menggaet investasi dari luar, kon-disi geografi snya yang dak memiliki daya dukung terhadap sektor pertanian, sehingga keter nggalan dan kemiskinan selalu melekat pada daerah tersebut.

Page 34: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita44 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 45

kegiatan ini dimaksudkan sebagai ruang antar peneli untuk saling bercerita tentang hasil peneli an lapangan antar daerah peneli an sehingga didapatkan peta temuan antardaerah, b) konsinyering pe-rumusan hasil peneli an. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendis-kusikan secara lebih mendalam terhadap temuan yang ada dengan konsepsi kebijakan PNPM sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir kemanfaatan PNPM terhadap masyarakat.

II. ANALISISII.1. Konteks Wilayah

II.1.1. Kabupaten KupangKabupaten Kupang terdiri dari 24 kecamatan, 160 desa, 17 kelurahan, dan 665 dusun. Luas wilayahnya menca-pai 5.431 Km², dengan ke nggian antara 0-500 meter dpl. Panjang garis pantainya, 485 km. Struktur ekonomi Kabupaten Kupang didominasi oleh sektor pertanian, jasa, dan perdagangan. Berdasarkan data sta s k PDRB berdasar harga konstan (2008-2010), angka pertumbu-han di ke ga sektor tersebut, yaitu 46,78%, 21,09%, dan 15,09%. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kupang pada tahun 2008, masing-masing sebesar 63,21% dari total jumlah penduduk 383.896 jiwa. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Ka-bupaten Kupang tahun 2009-2014, jumlah penduduk miskin mencapai 47,39%. Beberapa tahun terakhir, angka kemiskinan di Kabu-paten Kupang cenderung menurun. Di lain pihak, terjadi peningkatan pada sektor infrastruktur jalan, fasilitas kesehatan, sarana air bersih, dan pendidikan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga meningkat. Dalam laporan BPS Kabupaten Kupang (2011), IPM naik dari 63,32% pada tahun 2006 menjadi 66,00% pada tahun

Di dua kabupaten tersebut, IRE melakukan grounded study, dengan cara live in di dua desa yang juga memiliki karakter berbeda. Per-tama, di kabupaten Kukar, studi dilakukan di desa Kersik dan desa Sebulu Modern. Kersik merupakan desa yang terletak disekitar pe-rusahaan minyak raksasa Chevron. Sehingga kami lihat, Kersik pas memiliki karakteris k kesejahteraan dan aksesibilitas dengan desa Sebulu Modern yang memiliki karakter desa agraris dan di pelosok. Kedua, desa Oelbanu dan desa Letbaun. Masing-masing terletak di kecamatan Amfoang dan kecamatan Semau. Oelbanu kami tem-patkan sebagai desa yang mewakili karakteris k pegunungan pelo-sok, sedangkan Letbaun sebagai desa dengan karakteris k pesisir kepulauan pelosok.

Proses penggalian data dilakukan melalui beberapa metode. Perta-ma, kami melacak berbagai informasi, data, baik sekunder maupun primer di level daerah. Beberapa instansi dan aktor kunci yang kami temui misalnya, Bupa , Bappeda, Konsultan Kabupaten PNPM MP maupun BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Peemer-intahan Desa). Kedua, observasi lapangan. Kegiatan ini kami tem-puh dengan cara live in di desa, sehingga peneli dapat berinteraksi langsung dengan UPK, para fasilitator PNPM MP kecamatan, kader-kader KPMD, pemerintah desa, para kader pembangunan/pelaksa-na PNPM MP di desa, masyarakat dan kelembagaan desa yang ada. Live in ini kami lakukan selama kurang lebih 2 minggu di masing-masing desa. Ke ga, pendalaman data dilakukan melalui kegiatan seper wawancara (indepth interview) dan FGD dengan melibatkan responden, dari kelompok pemerintah desa, tokoh masyarakat, to-koh adat, organisasi kemasyarakatan di desa, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan cara ini, kami bermaksud menggali secara lebih dalam (evidence based) dimana fakta-fakta lapangan sedekat mungkin akan diselaraskan dengan voice masyarakat lokal, seh-ingga didapatkan informasi yang berdasar pada penerima manfaat PNPM MP bukan pendapat peneli . Keempat, pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu, a) telling story,

Page 35: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita46 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 47

2010. Demikian pula dalam laporan TNP2K (2009) juga menyebutkan, angka kemiskinan di Kupang menurun tajam. Pada tahun 2009, angka kemiskinan mencapai 90.027 jiwa atau 24,26%, turun menjadi 63.179 jiwa atau 20,78% pada tahun 2010. Angka kemiskinan pada tahun 2010 ini lebih rendah dari angka kemiskinan Provinsi NTT yang mencapai 23,03%. Selain itu, ngkat pen-gangguran terbuka juga lebih rendah (3,18%) diband-ing TPT di level provinsi (3,34%). Di bidang kesehatan, persentase balita penderita kurang gizi mencapai angka 37,96%, lebih nggi dari persentase ngkat provinsi (18,40%) dan nasional (33,60%). Angka Kema an Bayi (AKB) mencapai 47/1.000 kelahiran, di atas AKB provinsi 31,42/1.000 dan nasional 39,01/1.000. Aksesibiltas ru-mah tangga terhadap air bersih 34,2%, lebih rendah dari provinsi (45,34%) dan nasional (58,18%).

II.1.2. Desa Oelbanu, Kecamatan Amfoang SelatanDesa Oelbano terletak sekitar 16 Km dari pusat Keca-matan Amfoang Selatan (Lelogama), dengan luas 69,50 Km2. Hanya ada satu jalan menuju desa ini, orang lokal menyebutnya “jalan poros desa”. Jalan poros desa ini, kondisinya buruk. Kondisi jalan masih alami, belum tersentuh aspal maupun makadam (pengerasan/rabat dengan material batu atau semen). Ada dua alterna f cara yang sering dipilih untuk sampai ke Desa Oelbano, yaitu memakai sepeda motor (butuh waktu 1 jam) atau jalan kaki (butuh waktu sekitar 3 jam). Ada pula yang berkuda.Wilayah Amfoang Selatan termasuk dataran nggi. Ia berkadar curah hujan cukup nggi, yakni selama tujuh bulan per tahun. Kondisi fasilitas umum di desa ini ter-golong cukup memadai. Amfoang telah memiliki kantor desa yang cukup representa f, gedung Pustu pening-

galan proyek PPK, SD Inpres, gedung PAUD yang baru dan megah hasil PNPM-MP 2009, gagereja, dan ban-gunan darurat SMP Negeri Persiapan hasil swadaya masyarakat. Desa Oelbanu sekarang dipimpin oleh Saul Naetasi, anak tokoh desa yang kaya, serta bekas sekre-taris UPK PPK Kecamatan Amfoang Selatan.Desa Oelbanu dihuni 307 Kepala Keluarga (KK) atau 1.485 jiwa. Jumlah rumah tangga miskin sebanyak 241 RTM (78,5%) dan 1.082 ARTM (72,9% ). Secara adminis-tra f, terdiri dari empat dusun. Kemampuan keuangan Desa Oelbanu yang tercermin dalam dokumen APBDes tahun 2009 sebesar Rp. 105.500.000,- Sumber-sumber pendapatan desa diperoleh melalui PADes sebesar Rp. 7.350.000,- ADD sejumlah Rp. 46.000.000,- bagi ha-sil pajak dan retribusi desa sejumlah Rp. 6.750.000,- dan pendapatan desa lainnya yang sah sejumlah Rp. 46.800.000,-

Sumber : BPS Provinsi NTT, 2011

Page 36: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita48 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 49

terlihat paling besar, megah, dan modern adalah rumah milik Kades Saul Naetasi. Rumah Kades sudah memiliki kamar-kamar seper rumah-rumah modern, berlantai keramik, dan berplafon fi ber. Gambar berikut memper-lihatkan gradasi bentuk-bentuk rumah di Desa Oelbanu yang secara dak langsung menjadi simbol ngkat kes-ejahteraan pemiliknya.

Gambar 1:Gradasi Rumah Warga Desa Oelbanu

Untuk belanja apa saja keuangan desa? Dalam dokumen APBDes 2009 dapat dianalisis, bahwa alokasi belanja un-tuk pemerintahan desa (belanja dak langsung) sebesar 48% dan belanja untuk pelayanan masyarakat (belanja langsung) sebesar 52% (Rp. 55.200.000,-). Namun de-mikian, setelah dilacak dalam rincian belanja langsung tersebut, ternyata alokasi belanja dak semua untuk warga masyarakat. Alokasi belanja yang benar-benar se-cara numenklatur diperuntukkan dan manfaat langsung dirasakan masyarakat sebesar 71% (Rp. 39.250.000,-). Rincian alokasi belanja tersebut, untuk pengadaan pipa air bersih (92%), instalasi listrik genset (6%), pembelian bahan baku tenun (1%), dan penyediaan bibit tana-man sayur (1%). Jika dibaca dari total belanja desa (Rp. 105.500.000,-), maka warga masyarakat dalam satu ta-hun hanya merasakan manfaat secara langsung layanan pemerintah desa sebesar 37%. Dengan kata lain, belanja desa masih besar dirasakan manfaatnya oleh aparatur Pemdes dan BPD. Bagaimana kehidupan warga Desa Oelbanu? Desa di pe-gunungan ini menyediakan tanah garapan seluas 200 Ha untuk tanaman jagung, 200 Ha tanaman padi, dan 200 Ha tanaman ubi kayu. Kapasitas produksi padi di lahan desa terhitung 40 ton/Ha (setara dengan Rp. 1.500.000,-/Ha), jagung 40 ton/Ha (setara dengan Rp. 750.000,-/Ha), dan ubi kayu 20 ton/Ha. Selain lahan garapan per-tanian ini, warga desa menyandarkan perekonomiannya dengan berternak sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, bebek, dan ayam di masing-masing rumah. Rata-rata, rumah warga di desa masih berbentuk rumah lopo (ru-mah tradisional di Timor) yang berdinding bambu dan beratap daun gaweng. Sebagian warga yang mampu, ru-mahnya berbentuk bangunan permanen (tembok), be-ratap seng dan berlantai semen/keramik. Rumah yang

Rumah Warga Miskin Rumah Warga yang Mampu

Rumah Kades Saul Naetasi

Page 37: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita50 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 51

warga desa atas akses dan sarana/prasarana umum yang strategis, seper jalan, rumah, dan penerangan. Kondisi seper ini dirasa rentan terhadap kualitas hidup kelom-pok perempuan. Kesimpulan ini paling dak terungkap dari perkataan berikut.

“Desa ini jauh dari rumah sakit/layanan kesehatan. Bagi perempuan yang mau melahirkan dan kondisinya dak sehat, kondisi yang jauh dari layanan kesehatan

bisa menyebabkan kema an. Selama ini, yang sering menolong kelahiran adalah dukun, jika proses kelahiran normal.”(Orizin, Perempuan Desa Oelbanu, 23 Oktober 2010).

Kegiatan ekonomi desa Oelbanu bercorak subsisten. Lahan pertaniannya bersifat tadah hujan. Beberapa ko-moditas utama sektor pertanian yaitu padi, jagung, dan ubi kayu. Selain itu, ada beberapa komoditas pertanian pendamping, seper pinang, pisang, kelapa, dan tana-man produksi lainnya. Komoditas pendamping ini pada umumnya ditanam di pekarangan rumah. Sayangnya, ke- ka musim panen ba, hasil bumi desa Oelbanu meng-

hadapi kendala pemasaran yang disebabkan buruknya infrastruktur desa dan sarana transportasi pengangkut hasil pertanian ke kota. Akibatnya, warga terpaksa men-jual ke pasar kecamatan se ap akhir pekan, yang ditem-puh dengan berjalan kaki selama minimal enam jam (pergi-pulang).

Data berikut ini adalah hasil uji pe k kepada ga warga Desa Oelbanu tentang besaran pengeluaran rumah tang-ga dalam sebulan. Pemetaan data tersebut dimaksudkan untuk mengetahui derajat kemiskinan masyarakat Desa

Kondisi di daerah pegunungan yang serba terbatas, me-nyebabkan warga desa hidup miskin, dalam ar miskin akses layanan publik, kepemilikan tanah sebagai faktor produksi, rumah, dan pendapatan rumah tangga. Dari proses FGD, terungkap beberapa pitutur masyarakat lokal tentang potret kemiskinan yang mendera desa Oelbanu, sebagai berikut.

“Menurut saya, desa kami miskin karena belum dapat listrik, jalan belum baik, rumah-rumah belum sehat. Ru-mah sehat adalah rumah yang beratap seng, berlantai semen, dan berdinding tembok. Kalau atap daun, se ap enam bulan sekali harus digan , kalau dinding bambu sering untuk sarang serangga, terlebih pada musim hu-jan.” (warga Desa Oelbanu, 23 Oktober 2010)

“Kalau saya sebagai guru punya pendapat bahwa desa ini termasuk masih miskin, karena faktor SDM. Desa ini miskin karena kami berada jauh dari kota, yang ar nya jauh dari fasilitas dan teknologi. Kemiskinan ini berlanjut karena pendidikan menjadi sesuatu yang masih jarang. Maksudnya, warga hanya bisa menyekolahkan anaknya sampai SD, dak semua warga bisa membiayai anaknya sekolah di SMP. Ini karena kemiskinan dan menyebabkan desa ini terus miskin.” (Guru SDN Oelbanu, 23 Oktober 2010).

Dari dua pendapat warga diatas, kiranya menampilkan sebuah pemahaman publik terhadap kemiskinan, di-mana salah satu akar penyebabnya adalah keterbatasan

Page 38: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita52 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 53

1. Nama : Maksane Paulus BaitanoStatus : Warga MiskinUmur : 37 TahunAnak : 2 orang Pekerjaan : Tani (luas lahan 40 x 60 m, panen padi 1 tahun

sekali rata-rata 400 kg = Rp 1.920.000)

Oelbanu. Tiga responden tersebut, yaitu warga desa dengan latar belakang berbeda: 1) Maksane Baitano, seorang petani penggarap dengan lahan seluas 40x60 meter, beranak dua dan bertempat nggal di rumah lopo, 2) guru SD negeri bernama Cornelays Baitano, dengan penghasilan Rp. 2.100.000,-/bulan, dan 3) man-tan Kades, Paulus S. Meno, yang memiliki empat anak, sedang kuliah di Kupang dan duduk di bangku SMA di Kupang, serta memiliki usaha chainshow.

Rumah Maksene Baitano berdinding bambu, beratap daun gaweng dan berlantai tanah. Rumah ini berbentuk lopo, ruang bagian depan untuk meja kursi (ruang tamu) dan sebelahnya ada tempat dur berkelambu. Di bagian belakang, tersekat bambu, digunakan untuk memasak dan menyimpan perabot, gabah, jagung, ubi kayu, dan barang lainnya (gudang). Rumah Cornelays Baitano dinding masih bambu, tetapi atas sudah seng dan lantai sudah semen. Rumah Paulus S. Meno berdinding tem-bok, berlantai semen, dan beratap seng. Rumah tangga Maksene Baitano dalam sebulan membutuhkan biaya Rp. 322.270,- (Rp. 350.000,-) untuk menjalani kehidu-pan di desanya. Dalam wawancara terungkap, bahwa sebagian besar kebutuhan konsumsi makan dipenuhi dari tanaman produksi di lahan pekarangan dan sawah-nya.

No Jenis Pengeluaran Rumah Tangga Jumlah dalam Satuan Jumlah dalam

Rupiah

1Beras/bahan maka-nan pokok sehari-hari

Beras: 15 kg/bln x Rp. 8.000Ubi: 90 isi (potong) x Rp. 500Jagung: 15 kg/bl x Rp. 5000

120.00045.00075.000

2 Kayu Bakar Tidak Beli Tidak Beli

3 Gula 4 bungkus/bln 10.000

4 Kopi/Teh 8 bungkus/bln 4.000

5 Sirih Pinang 8 sirih dan 5 batang/3hari (Rp. 2.000/3 hari) 20.000

6 Minyak Goreng 9.000

7

Bumbu dapur (bawang merah, garam) cabai meme k di kebun

6.000

8Lauk pauk ( telur, ayam, dll) daun ubi meme k di kebun

8 Telur8.000

9 Sabun mandi 1 pcs 2.000

10 Sampo (pakai sabun mandi)

Tidak pakai

11 Pasta gigi (pakai kulit pinang)

Tidak pakai

12 Sikat gigi (pakai kulit pinang)

Tidak pakai

13 Sabun cuci 4 bungkus Daia /bln 6.000

14Transportasi (BBM, ongkos ojek, ongkos angkut, dst)

(biasanya kalo pergi ke keluarga di Kupang) Rp. 60.000/isiden-tal

Page 39: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita54 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 55

2. Nama : Cornelays BaitanoStatus : Warga MampuUmur : 45 TahunAnak : 3 orang (umur 12 th, 10 th, 3 th)Pekerjaan : Guru SDN (PNS)ART : 8 orangPenghasilan : Rp 2.100.000

15Minyak Tanah (belum listrik). Kalo dur pelita dima kan

1 liter6.000

16 Tagihan air pipa desa Rp 5.000/tahun 420

17Sumbangan social (pengan n, kema an, kelahiran, dst)

Pengan n : Rp 20.000Kema an : Rp 10.000

18Biaya hiburan (biaya rekreasi, sewa VCD, dst)

Tidak ada

19

Biaya kesehatan (biaya ke bidan/man-tra/dokter/puskes-mas, pijak capai, jamu pegel linu, dst)

Obat-obat seper obat fl u, batuk

5.000

20

Biaya pendidikan (SPP, sumbangan sekolah, transport sekolah, uang saku, buku, dst)

Buku tulis dan alat tulis (Rp 10.000/thn) 850

21 Pengeluaran lain-lain (jajan anak.)

Jajan anak 5.000

Total Pengeluaran Rata-rata Perbulan 322.270

Pendapatan Rumah Tangga Rata-rata Perbulan 200.000

Kondisi Keuangan Rumah Tangga Rata-rata Perbulan (-) 122.270

No Jenis Pengeluaran Ru-mah Tangga Jumlah dalam Satuan Jumlah dalam

Rupiah

1Beras/bahan makanan pokok sehari-hari

Beras: 5 kg/hari x Rp 8.000 120.00045.00075.000

2 Kayu Bakar Tidak Beli Tidak Beli

3 Gula 1 kg/4 hari 10.000 x 7 kg = 70.000/bln

4 Kopi/Teh 10 sachet/5 hari1 bungkus/2 minggu

10.000 x 6 = 60.000/bln

5 Sirih Pinang 8 sirih dan 5 batang/3hari 2.000/3 hari (20.000/bln)

6 Minyak Goreng 1 botol/5 hari (Rp 8.000 x 6) 42.000/bln

7Bumbu dapur (bawang merah, garam) cabai meme k di kebun

30.000/bln

8

Lauk pauk ( telur)Lauk Ikan Sayuran seper daun ubi, bayam meme k sendiri di kebun

4 telur/minggu1.000 x 16

telur = 16.000/bln

9 Sabun mandi 1 biji/minggu 2.500 x 4 = 10.000/bln

10 Sampo (pakai sabun mandi)

4 sachet/minggu 1000 x 16 = 16.000/bln

11 Pasta gigi (pakai kulit pinang) 7.000/bln

12 Sikat gigi (pakai kulit pinang) 2.000/bln

Page 40: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita56 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 57

3. Nama : Paulus S. MenoStatus : Warga MampuUmur : 65 tahunAnak : 4 orang anak kandung dan 1 anak asuhPekerjaan : Mantan Kades dan Pelaku Usaha Chainshow (Gergaji Mesin)ART : 7 orang

13 Sabun cuci 4 bungkus Daia /bln 17.500 x 4 = 70.000/bln

14Transportasi (BBM, ong-kos ojek, ongkos angkut, dst)

1 liter/2 hari 7.500 x 15 = 112.500/bln

15Minyak Tanah (belum listrik). Kalo dur pelita dima kan

2 liter12.000/bln

16 Tagihan air pipa desa Rp. 80.000/tahun 6.670

17Sumbangan social (pengan n, kema an, kelahiran, dst)

1) Sumbangan Gereja: 1/10 x Rp. 2.100.000

2) Pengan n: Rp. 20.00020.00020.000

18 Biaya hiburan (biaya rekreasi, sewa VCD, dst)

Tidak ada

19

Biaya kesehatan (biaya ke bidan/mantra/dok-ter/puskesmas, pijak capai, jamu pegel linu, dst)

Pemeriksaan ke Puskesmas pakai ASKES

5.000

20

Biaya pendidikan (SPP, sumbangan sekolah, transport sekolah, uang saku, buku, dst)

Buku tulis dan alat tulis100.000/thn

(Rp. 8.340/bln)

21 Pengeluaran lain-lain (jajan anak.)

Jajan anak 30.000/bln

22 Angsuran kredit sepeda motor

Kredit sepeda motor 875.000/bln

Total Pengeluaran Rata-rata Perbulan 2.782.510

Pendapatan Rumah Tangga Rata-rata Perbulan 2.100.000

Kondisi Keuangan Rumah Tangga Rata-rata Perbulan (-) 682.510

No Jenis Pengeluaran Rumah Tangga Jumlah dalam Satuan Jumlah dalam

Rupiah

1 Beras/bahan maka-nan pokok sehari-hari

Beras: 3 kg/hari (Rp 8.000 x 90 kg) 720.000

2 Kayu Bakar Tidak Beli Tidak Beli

3 Gula 2 kg/minggu (Rp 12.500 x 8 kg) 100.000

4

Kopi/Teh 1) 24 sachet/minggu (Rp 15.000 x 4)

2) 1 bungkus/ minggu (Rp 3.000 x 4)

60.000

12.000

5 Sirih Pinang Rp 10.000 x 4 40.000

6 Minyak Goreng 2 botol/minggu (Rp 10.000 x 8 ) 80.000

7

Bumbu dapur (bawang merah, garam) cabai meme k di kebun

25.000

8

Lauk pauk (telur)Lauk Ikan Sayuran seper daun ubi, bayam meme k sendiri di kebun

5 telur/minggu (Rp 1.500 x 20 telur) Rp 30.000

Rp 50.000

9 Sabun mandi 4 biji/minggu (Rp 3.500 x 4) 14.000

10 Sampo (pakai sabun mandi)

1 pak sachet/bln Rp 15.000

11 Pasta gigi (pakai kulit pinang) 10.000

12 Sikat gigi (pakai kulit pinang) 10.000

Page 41: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita58 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 59

13 Sabun cuci 1 kg Daia /minggu (Rp 17.500 x 4) 70.000

14Transportasi (BBM, ongkos ojek, ongkos angkut, dst)

250.000

15Minyak Tanah (belum listrik). Kalo dur pelita dima kan

10 liter (Rp 7.000x10)70.000

16 Tagihan air pipa desa Rp 80.000/tahun 6.670

17Sumbangan social (pengan n, kema an, kelahiran, dst)

Pengan n : Rp 20.00020.000

18Biaya hiburan (biaya rekreasi, sewa VCD, dst)

Tidak ada

19

Biaya kesehatan (biaya ke bidan/man-tra/dokter/puskes-mas, pijak capai, jamu pegel linu, dst)

Pemeriksaan ke Puskesmas pakai ASKES

10.000

20

Biaya pendidikan (SPP, sumbangan sekolah, transport sekolah, uang saku, buku, dst)

Biaya kost anak sekolah di SMA dan kuliah di Kota Kupang, termasuk untuk perlengkapan sekolah

2.000.000

21 Angsuran Pinjam Kop-erasi di Kota Kupang 390.000

Total Pengeluaran Rata-rata Perbulan 3.982.670

Pendapatan Rumah Tangga Rata-rata Perbulan 1.100.000

Kondisi Keuangan Rumah Tangga Rata-rata Perbulan (-) 2.882.670

tanam jenis tanaman hidrofi t, seper padi. Salah satu jenis tanaman yang jamak dikembangbiakkan warga Letbaun sebagai sumber makanan pokok adalah jagung. Penduduk Letbaun menanam jagung pada musim pen-ghujan, biasanya jatuh pada bulan-bulan Juli-Desember. Lahan pertanian Desa Letbaun bersifat tadah hujan, se-hingga sulit menghasilkan produk jagung dengan kapasi-tas besar dengan tempo cepat, sebagaimana dikehenda-ki pasar, sehingga sekadar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Dengan kata lain, sistem perta-niannya masih subsisten. Maka, daklah mengagetkan ke ka penduduk Letbaun se ap bulannya menyediakan anggaran untuk membeli beras. Bahkan saat pemerin-tah meluncurkan program beras bagi warga miskin be-berapa tahun lalu, semua keluarga di Letbaun dicatat sebagai penerima raskin. Desa Letbaun terdiri dari lima dusun, yaituDusun Bu-hun, Kampung Baru, Lanunu, Ahleten, dan Bahan Salit. Jumlah penduduknya 447 jiwadengan jumlah KK seban-yak 117. Jumlah KK miskin sebanyak 113. Dibalik angka kemiskinan tersebut, Letbaun menyimpan sejumlah pengalaman menyedihkan sebagai desa miskin, yaitu ke-ma an bayi dan ibu melahirkan. Pada tahun 2000 kema- an bayi atau balita mencapai 3 anak/tahun. Pada tahun

2008 dan 2009 angka ini dak turun, masing-masing 2 jiwa pada tahun 2008 dan 3 jiwa pada tahun 2009. Pun demikian dengan pengalaman gizi buruk. Tahun 2009 terdapat 3 anak menderita gizi buruk dan pada tahun 2010 sebanyak 3 anak mengalami derita serupa. Hal ini menunjukkan dak adanya perbaikan kualitas keseha-tan penduduk dalam diri masyarakat Letbaun1.

II.1.3. Desa Letbaun

Secara administra f, Desa Letbaun adalah desa pe-mekaran dari Desa Uitao, pada tahun 2004. Desa Let-baun ternyata masih dekat dengan nuansa kemiskinan. Kontur tanah yang berkarang, tandus, dan kering dak memberi kesempatan bagi penduduk Letbaun bercocok __________

1) Sumber; FGD stakeholder IRE di desa Letbaun pada tanggal 22 Oktober 2010 di kantor desa Letbaun

Page 42: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita60 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 61

nya dengan berjalan kaki. Karena alasan ini, beberapa lembaga sosial seper Alfa Omega dan Dian Desa, serta program pemerintah seper PPK membangun bak-bak penampungan air hujan (bak PAH) bagi warga. Pada tahun 1984-an Dian Desa masuk ke Letbaun, menyum-bang bantuan berupa semen kepada sekitar 87-an KK. Masing-masing KK menerima bantuan 10 sak semen, besi, dan kawat satu rol. Bantuan tersebut diberikan ke-pada warga dengan syarat, warga calon penerima ban-tuan bersedia menyediakan lima sak semen, pasir, dan juga tenaga.Dian Desa mela h keterampilan membuat bak PAH ke-pada sejumlah warga. Salah satunya Bapak Abraham, yang saat ini menjabat Kepala Desa Letbaun. Demikian pula dengan Alfa Omega, juga memberikan bantuan bak-bak PAH dengan teknologi dan bentuk yang dak jauh berbeda dengan peninggalan Dian Desa. Walhasil, semaraknya lembaga-lembaga pemberi bantuan yang masuk ke Letbaun, dalam perkembangan saat ini, dak sedikit rumah di Letbaun mempunyai bak PAH lebih dari satu buah. Meskipun telah memiliki bak PAH lebih dari satu, ternyata warga Letbaun masih merasa kurang. Curah hujan yang rendah ternyata dak mejamin bak-bak PAH mampu menyediakan cadangan air bersih se ap saat. Menyadari kondisi tersebut, pemerintah Desa Letbaun melakukan upaya pengajuan bantuan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Harapanya, ada alokasi budget APBD ke Desa Letbaun agar ada penambahan jumlah bak PAH. Sayangnya, selama ga tahun berturut-turut (2007, 2008, 2009), Pemdes Letbaun mengajukan proposal kepada pemerintah Kabupaten Kupang dak

Pengalaman kema an demi kema an yang menimpa se-jumlah balita yang hampir selalu melekat pada kehidu-pan masyarakat Desa Letbaun diatas, memiliki hubun-gan erat dengan rendahnya aksesibilitas penduduk terhadap fasilitas kesehatan dan air bersih. Selama bertahun-tahun, warga Desa Letbaun harus menempuh jarak belasan kilometer untuk menjangkau Puskesmas Pembantu atau Puskemas utama yang ada di pusat Ke-camatan Semau. Kondisi jalan yang terjal dan rusak be-rat semakin memaksa warga yang sakit mengeluarkan ongkos pengobatan lebih besar, karena harus memba-yar ongkos ojek. Bahkan kalau sakitnya parah, seman-tara layanan Puskesmas dak lagi bisa mengatasi, biaya pengobatan yang lebih besar harus disediakan warga, karena untuk menjangkau Rumah Sakit Daerah di Kota Kupang harus melalui perjalanan laut dan darat yang cu-kup lama dan melelahkan. Beruntung, pada tahun 2009, Proyek Pembangunan Kecamatan (PPK) membangun sebuah Polindes di sebelah mur Sekolah Dasar Let-baun. Walau demikian, Polindes tersebut belum mampu memberikan layanan kesehatan pada penduduk secara maksimal, mengingat belum ada tenaga kesehatan yang bersedia secara op mal mendarmakan tenaganya untuk menghidupkan layanan kesehatan bagi Polindes terse-but. Sebagaimana desa-desa lainya di Kecamatan Semau, rona kemiskinan Desa Letbaun terlihat dari kekeringan dan kekurangan sumber air bersih. Kondisi tersebut selalu datang menjadi masalah utama kehidupan pen-duduknya. Tersebab sulitnya air bersih, dak sedikit war-ga Letbaun mencari air ke desa-desa tetangga, seper ke Desa Batuinan, yang rata-rata jarak tempuhnya men-capai lima kilometer. Tidak jarang penduduk menepuh-

Page 43: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita62 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 63

saat musim panen ba, hasilnya pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga saja.Untuk menambah pendapatan keluarga, sebagian be-sar penduduk mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Ak vitas budidaya rumput laut berjalan sudah lama dan turun-temurun. Para petani rumput laut memban-gun gubuk yang setara dengan rumah lopodi sepanjang pesisir desa. Nyaris selama 24 jam, warga pembudida-ya rumput laut menghabiskan waktu mereka di rumah tersebut. Hampir semua ak vitas rumah tangga beralih ke gubuk-gubuk tempat mereka menjaga rumput laut. Se ap hari, suami, istri, dan anak-anak dewasa bersama-sama, kadang saling bergan an menceburkan diri ke laut untuk merawat tanaman rumput laut. Karena padatnya ak vitas sebagai petani rumput laut, rumah utama mer-eka di desa sering di nggalkan. Tidaklah mengherankan apabila kegiatan sosial antarwarga Letbaun lebih sering berlangsung di kawasan pesisir dibandingkan di kantor desa maupun kawasan perumahan. Selain menjaga dan merawat rumput laut, ibu-ibu ru-mah tangga memiliki kegiatan sampingan membuat kain tenun khas Suku Helong3. Para istri tekun membuat kain tenun. Biarpun secara tradisional, menenun kain tradis-ional Suku Helong secara langsung memberi nilai tam-bah pada pendapatan keluarga. Sayangnya, penjualan kain tenun khas Suku Helong dak bisa diandalkan, mis-alnya terjual dalam tempo cepat, apalagi menghasilkan keuntungan besar. Penjualanya sangat bergantung pada musim upacara-upacara adat, seper pernikahan. Da-lam adat perkawinan, kedua mempelai calon pengan n diwajibkan mengenakan kain tenun khas Suku Helong.

pernah membuahkan hasil. Menurut informasi2, sebe-narnya usulan pengadaan bak PAH dari Desa Letbaun terakomodir, namun pada pelaksanaanya malah dibel-okkan oleh oknum-oknum tertentu di pemerintahan ka-bupaten ke desa lainya. Pada tahun anggaran 2008 mis-alnya, bantuan yang seharusnya diberikan kepada Desa Letbaun malah dibelokkan ke Kecamatan Sabo, pada tahun 2009, usulan kembali dicover oleh Pemkab, tapi lagi-lagi dibelokkan ke Desa Uiasa yang akses air bersih-nya rela f mudah. Ternyata, dak hanya di sektor air bersih saja negara kurang memberi perha an pada Desa Letbaun. Kehidu-pan para petani Desa Letbaun nyaris luput dari inter-vensi kebijakan pembangunan yang diselenggarakan pemerintah. Biarpun berstatus petani subsisten, para petani mengaku dak pernah mendapatkan sosialisasi maupun pela han yang bersifat meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi pertanian dari pihak terkait, khususnya Dinas Pertanian melalui PPL-nya. Adapun keterampilan bercocok tanam di lah-an yang sangat jauh dari subur, banyak mereka peroleh dari pengalaman hidup selama berpuluh-puluh tahun. Meskipun dak begitu menjanjikan karena tanahnya yang dak subur, warga tetap menyempatkan diri me-nanami tanah-tanah tandus mereka dengan tanaman jagung ke ka musim penghujan ba. Nyaris dak ada diversifi kasi pertanian. Setelah panen jagung, lahan ke-mudian banyak yang dibiarkan begitu saja hingga datang musim penghujan pada tahun berikutnya. Akibatnya, dari tahun ke tahun Letbaun nampak dak ada peningka-tan hasil produksi pangan di bidang pertanian. Akhirnya,

__________2) Sebagaimana disampaikan oleh kepala desa Letbaun pada FGD, 22 Oktober 2010 di kantor desa Let-baun. Menurutnya, pembelokan realisasi usulan ini Letbaun dak memiliki koneksi dengan aparat pemer-intah maupun anggota DPRD.

__________3) Perlu diketahui disini, suku Helong adalah penduduk asli yang secara turun temurun berdomisili di pulau Semau, salah satunya di Letbaun.

Page 44: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita64 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 65

memanfaatkan daun pohon kelor dan rumput laut seba-gai sayuran pelengkap makan mereka sehari-hari. Den-gan cara seper ini, secara dak langsung beban belanja rumah tangga dapat ditekan.

Tabel 1Pendapatan dan Pengeluaran KK Desa Lebaun Per Bulan

No. Nama KKPendapatan

Perbulan (Rp)

Pengeluaran Perbulan

Jenis Barang Harga

1 Desiyanus Ai s 500.000 1 Karung Beras 270.000

Gula Pasir 50.000

Lauk Pauk 50.000

Biaya Pendidi-kan 2 anak

100.000

Transportasi 100.000

Lain-lain 100.000

Jumlah 500.000 695.000

Defi sit/Surfl us (195.000)

2 J. Solet 500.000 Beras 270.000

Kopi 15.000

Gula 50.000

Jajan Anak 60.000

Biaya Sekolah 2 Anak

100.000

Sabun, Minyak Tanah, Odol

50.000

Sayur dan Lauk 100.000

Transport 100.000

Jumlah 500.000 745.000

Defi sit/Surplus (245.000)

Sang suami diwajibkan memberikan mahar kepada calon istrinya berupa kain tenun. Posisi antarpetani rumput laut di Letbaun rela f sama, yakni sebagai petani yang dak memiliki aksesibilitas kuat terhadap jaringan pemasaran rumput laut. Akhirnya, para petani selalu menanggung kekalahan saat berhada-pan dengan jaringan pemasaran rumput laut. Budidaya rumput laut bagi warga berkontribusi terhadap pemasu-kan ru n keluarga. Para petani akan memanen rumput laut kurang lebih se ap 45 hari sekali. Jika dirata-rata, pendapatan petani rumput laut mencapai Rp. 500.000,-/sekali panen. Tapi, biarpun secara nominal Rp. 500.000,- tampak besar dan secara teratur menjadi bagian dari income genera ng penduduk Letbaun, ternyata jika di-belanjakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga belumlah cukup. Yang ada, neraca belanja keluarganya malah jomplang “besar pasak daripada ang”, dima-na pengeluaran selalu lebih banyak dari pendapatan. Kencenderungan ini paling dak tampak pada sepuluh keluarga dalam tabel dibawah. Pendapatan yang men-janjikan dari budidaya rumput laut tersebut kadangkala mengundang ratapan para petani, terlebih pada tahun 2010 yang syarat dengan anomali iklim. Dalam kondisi cuaca buruk, para petani rumput laut harus siap meng-hadapi gagal panen. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya, warga memanfaatkan potensi alam yang ada disekelil-ingnya, seper garam. Warga Letbaun banyak mem-produksi garam secara tradisional di pesisir desa. Mer-eka memanfaatkan cangkang-cangkang kerang yang besar sebagai media penampung air laut. Kemudian, cangkang-cangkang kerang yang sudah terisi air laut di-jemur agar berubah menjadi garam. Warga Letbaun juga

Page 45: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita66 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 67

6 A. Neno (Anggota Keluarga 5 orang)

200.000 Beras 90.000

Ikan (Lauk) 10.000

Gula Pasir 70.000

Sayur 120.000

Sabun 10.000

Kopi 5.000

Minyak Tanah 14.000

Minyak Goreng 12.500

Jumlah 200.000 239.500

Defi sit/Surplus (39.500)

7 Ibrahim Neno 400.000 Beras 210.000

Ikan 150.000

Sayur 30.000

Miniyak Goreng 180.000

Jumlah 400.000 570.000

Defi sit/Surplus (170.000)

8Ibrahim Baung (anggota keluarga 8 orang

1.000.000 Beras 80 kg X Rp. 7000

560.000

Minyak Goreng 50.000

Sayuran 150.000

Ikan 50.000

Biaya Sekolah (SMU 1 orang, SMP 2 orang, SD 3 orang)

750.000

Lain-lain 100.000

Jumlah 1.000.000 1.660.000

Defi sit/Surplus (660.000)

9 Alesilas Pay 100.000 Beras 1kg/hari 210.000

Sabun Cuci 12.000

Sabun Mandi 1.500

Minyak Goreng 13.000

3 Joktan C. Pallo 500.000 Beras 270.000

Kopi 15.000

Gula Pasir 50.000

Biaya Sekolah 4 Anak

300.000

Jajan Anak 50.000

Sabun Mandi 10.000

Sabun Cuci 10.000

Odol 5.000

Lauk Pauk dan Sayuran

25.000

Jumlah 500.000 735.000

Defi sit/Surplus (235.000)

4Marten Koen (Jumlah Keluarga 5 orang)

Beras 250.000

Minyak Tanah 25.000

Sayuran 60.000

Ikan (Lauk) 20.000

Gula Pasir 40.000

Kopi TB 15.000

Jumlah 500.000 410.000

Defi sit/Surplus (10.000)

5 Yunas Ukat 700.000 Beras 2 karung 540.000

Biaya Sekolah 3 anak

400.000

Rokok, Hula, Kopi

85.000

Sabun, Rinso 12.000

Lauk Pauk 50.000

Bensi 20 liter 120.000

Jumlah 700.000 1.167.000

Defi sit/Surplus (467.000)

Page 46: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita68 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 69

(saving). Padahal dengan tabungan, secara ekonomis, masyarakat sama halnya memiliki investasi, sehingga akan mengungkit daya produksi keluarga dalam jangka panjang.

Potret pendapatan dan pengeluaran keluarga desa Let-bau diatas, jika dikaitkan dengan empat pendekatan garis kemiskinan menurut Firdausy dan Tisdel (1992:77)4 dapat ditarik beberapa kecenderungan. Pertama, beras merupakan kebutuhan prioritas rumah tangga yang me-nelan budget lebih banyak dibanding dengan kebutuhan lainya. Bahkan keluarga Yonas Ukat dan Ibrahim Baung (jumlah anggota keluarga 8 orang) misalnya, menga-lokasikan anggaran hingga Rp. 500 ribu/bulanya untuk membeli beras. Jika kita komparasikan dengan penge-luaran pada pos belanja beras dari keluarga Abraham Neno yang hanya mencapai Rp. 90.000/bulan, dengan jumlah anggota keluarga 5 orang, maka boleh jadi kelu-arga Ibrahim Baung dan Yonas Ukat nampak lebih kaya. Pada saat yang sama sudah barang tentu keluarga Abra-ham Neno dan Yohan Repe, pas lebih miskin dari kelu-arga Ibrahim Baung dengan Yonas Ukat.

Dari perbandingan pengeluaran belanja beras dari dua kelompok keluarga (Abrahan Neno dan Yohan Repe vs Ibrahim Baung dan Yonas Ukat) tersebut kiranya dapat ditarik makna bahwa beras dak bisa dijadikan sebagai satu-satunya standar kemiskinan warga Letbaun. Secara kualitas pemenuhan sumber makanan boleh jadi kelu-arga Abraham Neno lebih produk f nimbang keluarga Ibrahim Baung maupun Yonas Ukat. Tapi, di sisi lain, dari kacamata beras sebagai tolok ukur ngkat kemiskinan suatu keluarga, maka keluarga Abraham Neno, Yohan __________

4) Keempat pendekatan garis kemiskinan tersebut yaitu pertama, pendekatan setara beras giling, kedua, pendekatan nutrisional, ke ga, pendekatan menurut kebutuhan pokok dan keempat pendekatan menu-rut pendapatan dan pengeluaran belanja rumah tangga.

Sumber: hasil FGD IRE, 22 Oktober 2010 di Kantor Desa Letbaun.

Secara umum tabel pendapatan dan pengeluaran dia-tas mencerminkan adanya kesempatan yang lebih luas bagi keluarga berpendapatan nggi (misalnya Rp. 500 ribu/diatasnya) untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga lebih banyak daripada keluarga berpendapatan rendah (misalnya Rp. 200 ribu/ke bawah). Dalam hal belanja konsumi harian, warga berpendapatan nggi mampu mengalokasikan budget belanja dengan cov-erage volume belanja lebih besar daripada warga ber-pendapatan rendah. Ini ar nya daya beli masyarakat Letbaun sangat bergantung pada ngkat pendapa-tan mereka. Lepas dari nggi rendahnya pendapa-tan perkapita keluarga desa Letbaun diatas, kencen-derungan yang sama, mereka dak memiliki tabungan

Ajionomoto 2.500

Sayuran 2.000

Jumlah 100.000 240.000

Defi sit/Surplus (140.000)

10 Yohan Rape 350.000 Beras 15 kg 90.000

Gula 50.000

Kopi 15.000

Ikan 30.000

Minyak Goreng 60.000

Minyak Tanah 25.000

Sayuran 60.000

Minyak Rambut 10.000

Ajinomoto 5.000

Rokok 15.000

Jumlah 350.000 360.000

Defi sit/Surplus (10.000)

Page 47: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita70 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 71

vestasi. Defi sit anggaran seper menjadi bagian cerita hidup mereka se ap hari.

II.1.4. Kabupaten Kutai Kartanegara

Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dikenal sebagai kabupaten kaya. Kekayaan potensi tambang, hutan dan perkebunan sawit yang dimilikinya, disinyalir sebagai sektor utama pendongkrak kekayaan Kutai Kartane-gara. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 27.263,10 km2 dengan luas perairan kurang lebih 4.097 km2. Se-cara administra f Kutai Kartanegara terbagi menjadi 18 wilayah kecamatan, 184 desa dan 42 kelurahan. Pertumbuhan penduduknya rata-rata 4,13% per tahun, sehingga pada tahun 2009, penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara telah mencapai 579.592 jiwa.

Tabel 2: Angka Kemiskinan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2001-2008

Tahun Jumlah Penduduk Miskin %2001 85.400 19,752002 75.400 16,392003 72.900 14,962004 73.250 13,942005 70.358 12,842006 63.500 11,132007 59.000 10,802008 48.000 9,00

Menyimak angka kemiskinan pada tabel diatas, sejak tahun 2001 jumlahnya cenderung menurun. Selama kurun waktu 7 tahun tersebut, angka rata-rata kemiski-nan menurun 10% saja. Dengan demikian, rata-rata penurunan angka kemiskinan se ap tahun sebesar 1-2% saja.

Repe yang hanya mampu membeli beras Rp. 90.000/bu-lan termasuk kategori keluarga miskin.

Sebaliknya, jika kita menggunakan pendekatan kedua, yaitu pendekatan nutrisional, maka keluarga berpenge-luaran rendah pada pos belanja beras, boleh jadi memi-liki ngkat pemenuhan nutrisi yang baik. Mencerma pola hidup (mode of survivality) masyarakat Letbaun, yang akrab dengan pola hidup apa adanya, memanfaat-kan potensi alam, wajar saja kalau sumber bahan ma-kanan pokok dak hanya bergantung pada beras, me-lainkan pada berbagai jenis umbi-umbian dan jagung yang selama ini banyak tumbuh baik secara liar maupun dibudidayakan.

Dengan menggunakan pendekatan menurut kebutu-han pokok, warga Letbaun masih cenderung meletakan kemiskinan sebagai ke dakmampuan rumah tangga menghasilkan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan pokok yang cara pemenuhanya dengan membeli (com-sup on). Dengan kata lain, uang sebagai alat jual beli menjadi status kaya dan miskin. Sementara, peran alam yang menyediakan berbagai jenis bahan pokok, seper sayuran, umbi-umbian, dak diperhitungkan sebagai variabel pendukung kehidupan penduduk. Sebagaima-na diceritakan sebelumnya, ndakan warga Letbaun yang memproduksi garam secara mandiri, namun dak dimasukan ke dalam da ar pendapatan, cukup mem-berikan pemahaman bahwa warga Letbaun, bahkan termasuk kita, dak menghargai upaya mandiri kita me-menuhi kebutuhan pokok dengan cara memanfaatkan potensi alam yang bebas dari biaya. Dari rincian belanja diatas, sepuluh keluarga Letbaun diatas sama sekali dak memperlihatkan adanya surplus anggaran keluarga yang memungkinkan warga dapat memiliki tabungan dan in-

Page 48: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita72 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 73

b. Desa Kersik

Desa Kersik merupakan salah satu desa pesisir di Kukar. Tidak jauh dari desa tersebut, berdiri megah perusa-haan minyak raksasa, Chevron. Namun, kehidupan war-ga Desa Kersik, masih menunjukan corak kemiskinan yang cukup nggi. Aksesibilitas warga terhadap fasilitas publik, infrastruktur (jalan, jaringan listrik) dan air ber-sih belum dapat dipenuhi dengan baik oleh pemerintah daerah setempat. Air bersih menjadi barang yang san-gat mahal bagi warga. Harga 1 jerigen air bersih men-capai Rp. 3.000,00,-. Pihak Chevron pernah membantu penyediaan air bersih dengan membuatkan sumur di beberapa k, namun kapasitas dan kualitasnya dak layak sebagai sumber air minum, mengingat kondisi airnya yang buruk, kuning, dan berbau.

Desa Kersik baru teraliri listrik pada tahun 2010. Mes-ki sudah teraliri listrik, bukan berar warga desa bisa menikma layanan listrik dengan baik. Pasalnya, pem-adaman listrik bergilir seringkali harus mereka terima, sehingga dak se ap hari pula masyarakat dapat ber-produksi. Salah satu dampak layanan listrik yang buruk, yakni menggangu ak vitas transaksi ekonomi di pasar. Pasar di Kersik yang selalu beroperasi pada malam hari memiliki manfaat tersendiri, karena warga dak perlu bersusah payah pergi ke pasar induk di kota yang jarak tempuhnya yang jauh akan menyerap biaya produksi lebih nggi. Oleh karena itu, ke ka layanan listriknya buruk, transaksi pasar malam pun sering kali batal. Maka, pergi ke pasar di pusat kota harus kembali mer-eka lakukan.

Kondisi Desa Kersik yang minim layanan listrik, sangat kontras dengan kehidupan kompleks perusahaan Chev-

a. Desa Sebulu Modern

Desa Sebulu Modern,Kecamatan Sebulu terletak di sebelah utara kota Tenggarong. Desa ini merupakan desa pemekaran dari Desa Sebulu Ulu. Desa ini berdiri secara resmi pada tahun 2001. Untuk ke desa ini, kita harus menyeberangi sungai selama kurang-lebih lima menit dengan menaiki kapal kayu, yang oleh masyarakat setempat disebut kapal “Ferri”. Ferri ini biasa diisi mak-simal 10 motor dan 20 penumpang. Ada pula Ferri yang dikhususkan untuk mengangkut mobil. Ferri-ferri terse-but beroperasi 24 jam. Untuk satu motor dikenai biaya Rp. 3000,-, sedangkan mobil dikenai biaya Rp.20.000,-.

Desa Sebulu Modern terdiri dari ga dusun, yaitu Dusun Sirbaya, Antai, dan Antelan. Jumlah penduduk Desa Sebulu Modern per September 2010 sebanyak 4.068 orang dengan jumlah KK 1060, dan terdiri dari 14 RT. Luas wilayahnya mencapai 72,9 Km2. Sebagian besar mata pencarian penduduknya petani dan peda-gang. Menurut kepala desa setempat, kemiskinan di desanya berbeda dengan kemiskinan yang ada di Jawa. Menurutnya, orang miskin di Jawa benar-benar miskin. Baginya, orang miskin di Jawa benar-benar dak punya apa-apa, misalnya, rumahnya berlantai tanah, rumah-nya terbuat dari kayu jelek, punya satu tempat dur, ru-mah dan kandang binatang menjadi satu, makan hanya dua kali dalam sehari. Sebaliknya, kemiskinan di Sebulu Modern dalam pandangannya berbeda jauh. “Di sini, yang dikatakan miskin, rumahnya dari kayu ulin, punya motor, makan masih 3 kali/sehari, punya kebun minimal 1 hektar. Itu kemiskinan di sini, berbeda jauh dengan di Jawa,”ujar kepala desa.

Page 49: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita74 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 75

II.2. Kontribusi PNPM-MP

Desain kebijakan berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM, dituliskan bahwa ruang lingkup kegiatan PNPM melipu 4 hal,Pertama, kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana dan prasarana dasar yang dapat memberikan manfaat langsung bagi RTM. Kedua, kegiatan peningkatan bidang pe-layanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pela -han pengembangan keterampilan masyarakat (pendidikan nonformal). Ke ga, kegiatan peningkatan kapasitas/keterampi-lan kelompok usaha ekonomi, terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal ( dak termasuk penambahan modal). Keempat, penambahan permodalan bagi kelompok Simpan-Pinjam Perempuan (SPP).

II.3. Nilai Tambah PNPM-MP

PNPM-MP di Kabupaten Kupang hadir ke ka pemerintah ka-bupaten menjalankan sistem perencanaan par sipa f. PNPM-MP bisa dibilang menjadi triger pelaksanaan agenda-agenda perencanaan pembangunan desa. Sampai tahun 2010, pemer-intah kabupaten belum menjalankan kebijakan perencanaan par sipa f hingga ke level desa. Akibatnya, desa belum pernah menyelenggarakan Musrenbang reguler untuk menghimpun usulan pembangunan dari masyarakat desa yang akan didanai melalui skema APBD. Saat peneli an lapangan dilakukan, de-sa-desa di Semau belum memiliki RPJMDes, RPTDes, maupun APBDes. Walau demikian, ke adaan dokumen kebijakan desa tersebut, bukan berar menghalangi penggelontoran ADD ke desa. Di Kabupaten Kupang, desa rata-rata mendapatkan ADD senilai Rp. 32 juta, disertai pula dengan tunjangan untuk perangkat desa. Kepala desa mendapat tunjangan satu juta ru-piah/bulan, sedangkan untuk perangkat Rp. 750.000,-/bulan.

Rendahnya daya serap sistem perencanaan daerah terhadap usulan kebutuhan/program dari masyarakat desa, membuka

ron, yang syarat sarana produksi dan pemukiman para pekerja perusahaan. Di wilayah ini, dak pernah ada pemadaman listrik. Seorang warga Desa Kersik men-gibaratkan ke mpangan ini dengan ungkapan berikut.

“Melihat Chevron di malam hari dari pinggir pantai be-gitu gemerlap seper Singapur, namun disekelilingnya penuh dengan lumpur.” (Bucherra)

Infrastruktur jalan Desa Kersik juga masih buruk. Be-lum ada pengerasan jalan desa. Apabila turun hujan, maka air akan segera menggenangi jalan dalam tempo yang lama, sehingga jalan menjadi becek. Akibatnya, hilir mudik perekonomian warga terganggu. Pemer-intah desa sebenarnya sudah berkali-kali mengajukan permohonan pengerasan jalan kepada pemerintah ka-bupaten, namun dak pernah mendapat respon. Bu-ruknya infrastruktur desa juga mengganggu ak vitas pendidikan warga setempat. Hal tersebut terungkap dari cerita Harya berikut ini.

“Apabila musim penghujan datang, anak-anak Desa Kersik, terutama yang di wilayah Empang seringkali dak hadir sekolah, dan kata mereka jalan yang mer-

eka lalui tergenang air dan sangat becek, serta cukup berbahaya dilewa ,karena berupa jalan setapak, yang kalau dipaksakan, bisa-bisa tergelincir dan nyemplung empang.” (Harya , Guru SMP Negeri 4 Marangkayu)

Page 50: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita76 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 77

di semua tahapan proyek, baik pada ngkat perencanaan, pen-cairan, dan pelaksanaan, maupun pada ngkat pemeliharaan hasil. Kepengurusan UPK terdiri dari Penanggung Jawab Organ-isasi dan Kegiatan (PJOK), Fasilitator Kecamatan Pemberdayaan (FKP), Fasilitator Kecamatan Teknik (FKT), Badan Kerjasama Antar-Desa (BKAD), Pendamping Lokal (Penlok), kemudian me-nyentuh ke level desa dalam bentuk kelembagaan TPK, KPMD, dan TPU. Berikut adalah struktur kepengurusan UPK Semau.

Struktur OrganisasiPNPM Kecamatan Semau

Pelaksanaan PNPM-MP di Semau, m UPK selalu menjalankan program dan kegiatan PNPM-MP sesuai dengan tahapan yang telah diatur di PTO atau SOP (alur, lihat halaman berikutnya). Secara garis besar, pelaksanaan PNPM-MP dibagi menjadi ga tahapan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,

dan tahap pemeliharaan. Tahap perencanaan dimulai dengan musyawarah sosialisasi mulai dari ngkat desa dan ngkat kecamatan. Di level desa dilakukan Musyawarah Desa yang bertujuan untuk sosialisasi dan transfer informasi seputar pro-gram PNPM-MP. Sedangkan di level kecamatan Musyawarah Antar Desa dilakukan dengan tujuan sosialisasi dan penetapan dana. Pada level inilah antardesa akan saling bermusyawarah untuk mempertemukan da ar usulan sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya di ngkat desa. Dengan kata lain, usu-lan antardesa akan dipertarungkan dengan usulan dari desa lain, sehingga didapat da ar usulan yang singkron sesuai den-gan prioritas kebutuhan masing-masing desa. Adapun usulan-

peluang kepercayaan masyarakat terhadap PNPM-MP, karena PNPM-MP juga membuka forum perencanaan pembangunan, sekaligus menyediakan anggaran yang pas .

“Akhirnya, masyarakat melihat bahwa PNPM-MP lebih mem-bantu mereka, karena ke dakhadiran program/kegiatan dari pemerintah daerah. Dalam sektor perencanaan, justru peren-canaan desa milik PNPM yang jalan, bukan Musrenbang regu-lar milik pemerintah. Waktu kemarin kami kawal Musrenbang, ketahuan para camat marah-marah karena para kepala desa pada saat Musrenbang kecamatan dak membawa dokumen perencanaan desa hasil Musrenbang.” (Ak vis Alfa Omega, 26 oktober 2010).

PNPM-MP cukup berkontribusi posi f dalam mendorong ke-mampuan teknokra s desa (perencanaan pembangunan). Untuk mengatasi keterbelakangan desa-desa di Semau da-lam hal penyiapan dokumen perencanaan pembangunan, PNPM-MP bekerjasama dengan pemerintah kecamatan me-nyelenggarakan pela han membuat dua dokumen tersebut untuk memperkuat kapasitas penyelenggaraan pemerintahan di desa. Karenanya, kedatangan PNPM-MP di Semau secara umum mendapat sambutan yang cukup marak dari penduduk. Pada even musyawarah desa, warga masyarakat laki-laki dan perempuan berduyun-duyun mengiku kegiatan tersebut. Musyawarah desa tersebut biasanya diselenggarakan di balai desa atau di pelataran desa, dibawah pohon. Musyawarah desa merupakan mekanisme awal pelaksanaan proyek PNPM-MP, yakni menyiapkan seperangkat perencanaan program, kegia-tan, dan anggaran, termasuk melengkapi kebutuhan pengurus dan pelaksana proyek.

Putaran roda pengelolaan PNPM-MP di Semau diperankan se-cara baik oleh sejumlah pengurus UPK yang didalamnya meli-batkan unsur masyarakat desa. Keterlibatan masyarakat berada

PJOK

Desa Desa DesaDesa

SekertarisKetua Bendahara

PENLOK

BKADFKP FKT

Page 51: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita78 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 79

Orientasi & Pengamatan Lapangan

Musyawarah Desa Khusus Perempuan

1. Visi Desa2. Peta Sosial Desa3. Usulan Desa (BLM,

ADD, PJM dll)4. PJM (RPT Des, PJM

Des5. Renstra Desa

MUSDES Perencanaan

MAD

Penulisan Usulan dengan/tanpan

desain RAB

Verifi kasi

MAD

Desain & RAB:Verifi kasi Teknis

SPP

Form: Survey Dusun Kriteria Kesejahter-aan Pemetaan RTM

Pela han Kader Pemberdayaan

Masyarakat

Penggalian Gagasan

• Penetapan Pendanaan• Utusan Kecamatan

MUSDES InformasiHasil MAD

MUSDES Sosialisasi

Musrenbang Kabupaten

Form SKPD

Persiapan pelaksa-naan (penda aran tenaga, pela han

TPK, UPK, dan pelaku desa lain-

nya)

Pencairan Dana dan Pelaksanaan Kegiatan

Supervisi Pelaksa-naan dan Kunjun-gan Antar Desa

MUSDES Pertanggungjawaban

Pencairan Dana dan Pelaksanaan

Kegiatan

Supervisi Pelaksanaan, Kun-jungan Antar Desa, Pela han Tim Pemeliharaan

MUSDES Pertanggungjawaban

Evaluas MAD Sosialisasi

Operasional Pemeliharaan

• Ringkasan Usulan• Renstra Kecamatan

PNPM-MP mampu memobilisasi keikutsertaan masyarakat se-bagai pengelola program dalam jumlah besar. Namun, segmen-tasi aktor yang terpilih menjadi m pengelola proyek PNPM-MP pada umumnya berasal dari kelas menengah ke atas desa, bukan kelompok warga miskin. Merunut sejarah pembentu-kannya, TPK, TPU, maupun KPMD dipersiapkan PNPM-MP se-bagai perpanjangan tangan kelembagaan yang akan mengelola dana-dana PNPM-MP di level pedesaan. Maka, merekrut war-ga asli desa bersangkutan adalah cara yang ditempuhnya. Per-ekrutan anggota masyarakat untuk mengisi ga kelembagaan ini, benar-benar berasal dari perwakilan masyarakat yang dak mempunyai posisi pen ng di dalam struktur pemerintahan desa, terutama aktor desa yang cukup disegani dan kharisma- k. Selain itu, aspek keterwakilan gender juga cukup diperha- kan. Di Letbaun, TPU terdiri dari Marthen Koen selaku ketua

TPK, Wihelmina Neno (wakil masyarakat perempuan), Wihelm-ince Baung (wakil masyarakat perempuan yang juga istri kepala desa) dan Belandina Leolede (salah satu m KPMD).

Berikut ini contoh da ar jumlah keterlibatan masyarakat seba-gai bagian m PNPM di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Tabel 3Pelibatan Masyarakat dalam Tim PNPM di Kab. Kukar

No Kecama-tan

KPMD (Org)

TPU (Org)

BKAD (Org)

PL (Org)

UPK (Org)

BP-UPK (Org)

TV (Org)

TM (Org) FK Total

1 Samoa 42 1 3 1 3 3 5 1 2 61

2 Maura Jawa 16 1 3 1 3 3 5 1 2 35

3 Sanga Sanga 10 1 3 1 3 3 5 1 2 29

4 Loa Kulu 24 1 3 1 3 3 5 1 2 43

5 Maura Muntai 26 1 3 1 3 3 5 1 2 45

6 Maura Wis 14 1 3 1 3 3 5 1 2 33

usulan yang dibawa dari desa ke MAD kecamatan, sudah ba-rang tentu telah melalui tahap seper penggalian gagasan dan musyawarah desa. Dalam sebuah bagan, alur proses pelaksan-aan PNPM-MP dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini.

Alur Tahapan PNPM Mandiri Perdesaan

Page 52: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita80 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 81

3. Usulan dari dusun kemudian ditempel di depan peserta musyawarah.

4. Setelah usulan lolos prioritas, kemudian penulisan pro-posal oleh TPU yang dipilih pada saat Musdes perencanaan (MD2).

5. Setelah m TPU terbentuk, m kemudian dila h di keca-matan oleh FK dan FT untuk penulisan proposal usulan masing-masing desa.

6. Penulisan proposal oleh TPU di ngkat desa.

7. Proposal diajukan ke pihak UPK yang kemudian akan di n-daklanju dengan tahap verifi kasi.

Dalam konteks penguatan par sipasi, PNPM-MP menggiring par sipasi masyarakat ke dalam berbagai kegiatan musyawarah yang dilengkapi dengan beberapa aturan dan sanksi yang diru-muskan secara bersama. Aturan dan sanksi yang dirumuskan dan ditetapkan melalui tahapan MAD sosialisasi ini dimaksud-kan untuk mengop malkan derajat par sipasi warga. Hasil akhirnya, tentu da ar usulan kegiatan yang nan nya masuk ke dalam da ar kegiatan yang akan didanai PNPM-MP meru-pakan hasil kesepakatan warga desa yang digali melalui proses Pagas yang benar-benar par sipa f. Berikut ini beberapa cata-tan hasil kesepakatan aturan dan sanksi yang dihasilkan mela-lui MAD sosialisasi Kecamatan Semau.

Secara sistema s, PNPM-MP telah mencerminkan mekanisme kerja yang terencana dan berhasil menghimpun usulan kegia-tan dari masyarakat terendah, yaitu dusun sebagai basis ko-munitasnya. Paling dak, ada enam langkah yang ditempuh program PNPM-MP di ngkat desa dalam menggali, mengang-kat usulan kegiatan dari masyarakat desa secara par sipa f hingga akhirnya menjadi kebijakan anggaran yang disetujui oleh pengelola PNPM-MP ngkat kabupaten.

1. Usulan dari dusun dihimpun oleh KPMD melalui penggalian gagasan (Pagas) di masing-masing dusun.

2. Usulan di ngkat dusun dibawa ke ngkat desa untuk ditar-ungkan skala prioritasnya melalui musyawarah desa. Per-tama, Musdes khusus perempuan (biasanya membahas program yang kemanfaatan khusus perempuan, seper SPP dan pela han yang sifatnya untuk perempuan). Kedua, menghasilkan usulan campuran yang kemanfaatannya dira-sakan laki-laki dan perempuan.

7 Kota Bangun 40 1 3 1 3 3 5 1 2 59

8 Sebulu 26 1 3 1 3 3 5 1 2 45

9Teng-garong Seberang

36 1 3 1 3 3 5 1 2 55

10 Anggana 16 1 3 1 3 3 5 1 2 35

11 Maura Badak 26 1 3 1 3 3 5 1 2 45

12 Marang-kayu 22 1 3 1 3 3 5 1 2 41

13 Maura Kaman 38 1 3 1 3 3 5 1 2 57

14 Kanohan 16 1 3 1 3 3 5 1 2 35

15 Kembang Janggut 22 1 3 1 3 3 5 1 2 41

16 Tabang 38 1 3 1 3 3 5 1 2 57

Total 412 16 48 16 48 48 80 16 32 716

Page 53: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita82 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 83

Kapasitas fi skal PNPMMP mampu merengkuh semua desa dalam suatu wilayah kecamatan. PNPM masuk ke Kecamatan Semau sejak tahun 2009. UPK Kecamatan Semau, selama dua tahun mengelola anggaran PNPM-MP sebesar Rp. 3,175 miliar. Semua desa di Semau terengkuh oleh proyek PNPM. Dana pem-bangunan PNPM-MP terdistribusikan untuk proyek pengerasan jalan (di 3 desa), pembangunan Sarpras sekolah PAUD dan TK (di 2 desa), beasiswa (1 desa), dan jaringan perpipaan (1 desa). Pada tahun anggaran 2010, PNPM kembali menggelontorkan sejumlah uang untuk desa-desa di Semau dengan coverage penerima manfaat yang juga bertambah. Kali ini trend usulan lain dari tahun sebelumnya. Usulan beasiswa dan honor guru menjadi usulan yang paling banyak muncul. Kecuali desa Han-sisi, semua mengusulkan beasiswa. Tabel alokasi dana PNP-MP untuk Kecamatan Semau terlampir.

Kapasitas fi skal PNPM-MP yang besar mampu mengalokasi-kan reward kepada masyarakat desa yang terpilih sebagai m pengelola proyek. Kasus di Desa Letbaun, kecuali TPU, TPK, dan KPMD mendapat reward kerja dari se ap proyek yang di-danai PNPM-MP. Sesuai dengan aturannya, TPK yang berjum-lah ga orang mendapat alokasi budget untuk honor sebesar 3% dari total dana proyek. Semakin besar dana proyeknya, maka akan semakin besar pula honorarium TPK. Pada tahun anggaran 2009 TPK Letbaun mendapat honorarium sebesar Rp. 709.800,-. Pada tahun 2010 mendapat alokasi Rp. 1.416.900,-.

8 Se ap desa/ Kelurahan wajib memelihara dan mengak an sarana prasarana yang telah dibangun oleh program PPK, PNPM – PPK dan PNPM – MP

Bila desa dak melakukan peme-liharaan dan mengak an sara-na prasarana dak akan menda-pat nilai bonus pada penilaian diskusi kelompok MAD Prioritas, bagi desa selalu memelihara dan mengak an sarana prasa-rana yang dibagun, maka akan mendapat nilai bonusnya pada penilaian kelompok diskusi MAD Prioritas

Tabel 4Kesepakatan Aturan dan Sanksi Hasil MAD

No Aturan Sanksi1 Utusan desa yang wajib hadir dalam Fo-

rum MAD terdiri dari 6 orang yakni Kepala Desa, BPD, Tokoh Masyarakat dan 3 orang Kaum Perempuan.

Bila dak menjcapai target tes-ebut, maka forum berhak pe-nilaian kelompok untuk anggota yang dak hadir dak dihitung/ dak dinilai.

2 Kepala Desa atau Lurah Wajib mengiku MAD dan bila ada halangan yang dak bisa dihindari, maka harus diberikan reko-mendasikan secara tertulis kepada Sekdes untuk mengiku MAD.

Bila Kades/ Lurah atau Wakilnya dak mengiku MAD, maka usu-

lan dari desanya dak dibahas.

3 Se ap desa (Kepala Desa, dan BPD) wajib memfasilitasi menyusun Dokumen RPJM-Des di desa masing- masing dan batas waktu penyelesaian dokumen RPJMDes pada Bulan Mei 2009.

Apabila sampai dengan Bulan Mei 2009 dokumen RPJMDes dari desa tersebut belum sele-sai, maka desa tersebut dak diikutsertakan dalam kompe si kegiatan PNPM – MP atau pro-gram lain pada tahun berikutnya sampai desa tersebut memiliki Dokumen RPJMDes.

4 Kaum perempuan yang hadir dalam se- ap pertemuan MAD dan MD minimal

mencapai 40 % dari jumlah KK.

< 20%, Nilai = -1020 – 40%, Nilai = 0> 40 – 50%, Nilai = 5> 50%, Nilai = 10

5 Par sipasi masyarakat dalam se ap musyawarah di desa minimal mencapai 50 % +1 dari jumlah KK yang ada di desa tersebut. Kriteria lokal par sipasi masa-yarakat: Kehadiran < 51 %, Nilai = - 10Kehadiran 51 % - 75 %, Nilai = 5Kehadiran > 75 %, Nilai = 10

Bila kehadiran se ap forum MD < 51 %, maka desa tersebut diberi sanksi kriteria lokal par sipasi dengan nilai = -10

6 Se ap desa wajib memfasilitasi masyarakat untuk mengembalikan dana kredit macet/ SPP minimal 30 % pada proses perencanaan.

Bila dak memfasiitasi atau pengembalian dak mencapai 30 %, maka desa tersebut akan dibahas khusus pada MAD Pri-oritas.

7 Se ap desa wajib mendorong kerelaan masyarakat untuk swadaya dalam mewu-judkan par sipasi pelaksanaan tahapan PNPM – Mandiri Perdesaan

Bila desa dak mendorong ker-elaan masyarakat untuk swadaya dak akan mendapat nilai bonus

pada penilaian diskusi kelompok MAD Prioritas, bagi desa mem-punyai kerelaan masyarakat un-tuk swadaya maka akan menda-pat nilai bonusnya

Page 54: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita84 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 85

memberikan contoh proyek PNPM dengan proyek Pekerjaan Umum (PU) yang masuk ke desa. Proyek pembangunan ma-drasah di Kecamatan Samboja, yang dikerjakan oleh PU meng-habiskan total biaya Rp. 400 juta. Tapi PNPM hanya membu-tuhkan Rp. 165 juta. Nilai unggul PNPM dalam konteks proyek ini menurutnya, “Karena progam PNPM dak perlu lelang dengan para kontraktor. Ini salah satu yang memudahkan pro-gram ini, dan masyarakat selalu dilibatkan dalam penentuan program di desa.” Pendapat Ardiansyah diperkuat pula oleh Mahmudan, Kabid. Sosial-Budaya Kabupaten Kukar. Menurut-nya, “Kekuataan PNPM ada pada swadaya dan gotong-royong-nya. Selain itu, program PNPM masuk dalam ketegori Bansos (Bantuan Sosial)5, sehingga dak perlu mengikut Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang lelang barang dan jasa,” ujar Kabid yang sedang menyelesaikan kuliah S3.

II.4. Sisi Lemah Pelaksanaan PNPM-MP

PNPM-MP berhasil memobilisasi masyarakat, dan juga men-dorong lahirnya emansipasi warga terhadap jalan (infrastruk-tur) proyek PNPM-MP, tapi belum mampu meminimalisasi penyimpangan proyek. Di Desa Uitao, ada seorang warga desa yang menyerahkan secara sukarela tanahnya yang berukuran 20m x 15m untuk membangun satu lokal gedung TK kepada pengelola PNPM pada tahun anggaran 2009. Pembangunan TK tersebut menelan anggaran sebesar Rp. 199.301.300,-. Pada tahun 2010 proses pembangunan TK diatas tanah tersebut masih berlangsung. Masih di Desa Uitao, pada tahun anggaran yang sama, selain pembangunan TK, PNPM-MP juga mereng-kuh proyek pengerasan jalan senilai Rp. 192.405.700,-

Untuk pengerjaan TK dan pengerasan jalan di Desa Uitao, di-laksanakan secara swakelola oleh masyarakat desa setempat

_________5) Bansos adalah salah satu program pemerintah yang dialokasikan untuk kepen ngan pembedayaan masyarakat.

Sedangkan untuk honor KPMD masuk dalam tanggungan UPK. Kalau dirinci, maka rata-rata pertahun, ke ga pengurus TPK mendapat honor Rp. 236.300,- selama tahun anggaran 2009 dan Rp. 472.300,- selama tahun anggaran 2010.

Dari segi penguatan kapasitas masyarakat desa, sebenarnya secara dak langsung PNPM-MP telah meletakkan pondasi keterampilan dan pengetahuan administrasi. Warga desa, khususnya yang terlibat sebagai m pengelola PNPM-MP di level desa, secara langsung menerima transfer pengetahuan, tentang hal-hal yang berkaitan dengan administrasi dan keuan-gan. Dalam jangka waktu tertentu, pengetahuan tersebut akan berdampak meningkatnya kemampuan teknokra s merumus-kan program dan mata anggaran. TPU yang dibentuk PNPM-MP sebagai m perumus usulan bertugas menghimpun suara dan usulan dari masyarakat. TPU kemudian dila h membuat proposal usulan program. TPK ditugasi membuat berbagai jenis laporan, salah satunya laporan catatan keuangan proyek. Di desa Letbaun, kepala desa setempat mengakui, posisi dan peran TPU sangat dibutuhkan kelak untuk desanya, meski dia menyayangkan besarnya energi yang dikeluarkan TPU dak se-banding penghargaan yang diberikan PNPM-MP. Sebagaimana diketahui, TPU sama sekali dak menerima alokasi honor.

Secara kuan ta f, PNPM-MP mampu mendongkrak angka keswadayaan masyarakat, utamanya pada proyek-proyek infrastruktur. Menurut Ardiansyah (Kabid. Pengelolaan Aset Desa Bappemas Kab. Kukar), “Program PNPM bagus untuk membantu program pemerintah daerah dalam penanggu-langan kemiskinan di Kukar, karena ada swadaya masyarakat-nya, sehingga masyarakat dilibatkan dalam proyek tersebut.” Dikatakan pula, “Di saat animo masyarakat untuk berpar pasi sangat menurun, program PNPM mengajak masyarakat untuk kembali berpar sipasi dalam membangun desanya.” Sebagai buk kemampuan PNPM menggalang swadaya, Ardiansyah

Page 55: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita86 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 87

bagaimana proyek fi sik pada umumnya, proyek PNPM-MP di desa Uitao dan Uiasa membawa angin pendapatan tam-bahan bagi penduduk desa karena tercerap sebagai tenaga kerja untuk se ap pengerjaan proyek. Biarpun berupah mu-rah, sekitar 20-an warga Uiasa rela bekerja untuk mengerja-kan proyek rabat beton. Keuntungan lebih besar malah ada pada pihak pemenang lelang proyek. Sementara itu, pro-gram beasiswa multy year di Letbaun sama sekali dak ber-dampak pada pembukaan lapangan kerja baru bagi warga. Hanya pengelola seper TPK saja yang memperoleh berkah honor 3% dari total nilai proyek.

Perebutan posisi TPK di Letbaun dak nampak menimbul-kan gejolak. Secara teknis fasilitasi uang diperankan fasili-tator PNPM-MP kecamatan dalam musyawarah desa, ber-hasil melahirkan perwakilan masyarakat sebagai TPK secara demokra s, dimana warga diberikan kesempatan secara bebas untuk mengajukan calon dan memilihnya. Namun de-mikian, anggota TPK pada umumnya adalah aktor desa yang sudah memiliki kharisma sosial di mata masyarakat karena posisinya dalam lembaga-lembaga keagamaan “gereja”. Proses pemilihan pengurus TPK dilakukan secara par si-pa f. Warga Letbaun secara bebas mengajukan calon pen-gurus, namun secara naluriah, preferensi masyarakat men-garah pada aktor-aktor yang selama ini ak f dalam struktur kelembagaan lokal desa, seper pengurus adat dan pengu-rus organisasi gereja. Akhirnya, domain kelembagaan lokal yang dibentuk PNPM-MP menambah sekaligus memperluas arena poli k bagi elit-elit desa. Sebaliknya, bagi warga biasa tetap berada dalam gelanggang subek yang akan diambil kemanfaatanya pada saat pelaksanaan kegiatan PNPM-MP.

Masuknya dana PNPM-MP ke Letbaun dak membawa pengaruh posi f terhadap arus keuangan desa dan dak membangun keterbukaan informasi pembelanjaan ang-

dengan upah sesuai dengan HOK yang berlaku, serta dalam pantauan TPK setempat. Untuk pengadaan barang/material bangunan dilelang secara terbuka kepada masyarakat setem-pat yang nan nya sanggup menjadi suplyer-nya. Di Uitao, pros-es lelang dimenangkan oleh orang kaya setempat. Pengadaan material dibeli seper batu, pasir dibeli dari masyarakat set-empat, mengingat ketersediaan material ini bisa diperoleh di sekitar Semau saja. Sementara, untuk material jenis semen dan besi dibeli di Kupang. Sayangnya, pelaksanaan proyek pemban-gunan TK dan pengerasan jalan di Uitao dak sebaik perenca-naanya. Material bangunan untuk konstruksi TK banyak yang dak sesuai dengan RAB-nya. Sehingga sangat mungkin kelak

hanya akan menghasilkan kualitas bangunan rendah.

Hal serupa juga dilaksanakan pada proyek pembuatan ra-bat beton di Desa Uiasa. Selaku pemasok, berasal dari dalam masyarakat Desa Uiasa, tapi yang membedakan dengan desa Uitao, ada kesepakatan antara pemasok dengan warga yang ter-libat dalam proses pengerjaan rabat beton. Warga masyarakat yang terlibat dalam pengerjaan proyek senilai Rp.196.471.750,- adalah warga desa yang bekerja sekaligus menyediakan mate-rial bangunan, terutama batu yang dijual kepada pemasok. Pe-masok akan menggan nya setelah proyek selesai. HOK yang diterima para pekerja proyek rabat beton di Uiasa tergolong rendah, yaitu Rp. 6.000,-/hari. Batu-batu yang mereka jual ke-pada pemasok tentu menjadi tumpuan harapan para pekerja tersebut sebagai nilai tambah upah dari proyek yang dikerja-kannya.

PNPM-MP di Letbaun menampilkan warna berbeda diband-ingkan desa-desa tetangganya yang sebagian besar mempri-oritaskan proyek-proyek fi sik. Desa Letbaun, sejak PNPM-MP masuk tahun 2009, prioritas usulan programnya justru bersifat nonfi sik, yaitu program beasiswa multy year (lihat tabel alokasi anggaran PNPM-MP pada bagian lampiran). Se-

Page 56: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita88 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 89

but sangat mungkin lebih mengetahui duduk persoalan dan potensi pemecahan atas persoalan yang dihadapi masyarakat sendiri. Di desa Letbaun, memang kelembagaan formal sektoral seper kelompok tani rumput laut dak ada. Tapi kehidupan para petani rumput laut yang mengelompok di sepanjang pantai Letbaun sangat memungkinkan adanya bangunan komunikasi komunitas yang baik. Sangat mung-kin, nihilnya keterwakilan kelompok sektoral ini dalam kon-testasi PNPM-MP, suara mereka dak terdengar.

PNPM-MP belum memiliki kepekaan nggi terhadap ke-butuhan masyarakat miskin. Bak PAH bagi Desa Letbaun masih menjadi prioritas kebutuhan masyarakat sebagai me-dia penampung air hujan. Karena itulah pada tahun angga-ran 2009, warga mengajukan usulan pembangunan bak PAH untuk 54 KK. Setelah diusulkan oleh TPK kepada pihak UPK, PNPM-MP hanya bersedia mengakomodir pembangunan bak PAH berjumlah 27 unit. Namun setelah diverifi kasi, m UPK menurunkan kembali jumlah bak PAH, dari 27 menjadi 17 unit. Warga pun mempertanyakan keputusan tersebut pada pihak UPK. Salah satu alasan kuat yang menjadi dasar penolakan pihak pengelola PNPM-MP Kecamatan Semau, karena sebagian besar rumah penduduk yang diusulkan layak menerima bak PAH, atap rumahnya masih terbuat dari daun lontar, sehingga akan menimbulkan masalah dikemu-dian hari. Dengan hasil akhir ini, warga Desa Letbaun pun menolaknya, karena dengan demikian PNPM-MP lebih berpihak pada warga yang secara ekonomi berkecukupan. Bagi warga Letbaun, kemampuan sebuah rumah tangga membangun atap rumah dari seng setara dengan rumah tangga yang kaya. Atas per mbangan dari masyarakat desa, Kepala Desa Letbaun di kemudian hari melayangkan surat penolakan atas proyek pembangunan bak PAH kepada UPK Kecamatan Semau. Terhadap kasus tersebut seorang warga

garan kepada masyarakat. Desa dak memiliki kewenan-gan terhadap proses pembelanjaan anggaran pengadaan barang seper tas, sepatu, kaos kaki, dan seragam sekolah dari program beasiswa multy year. Sesuai dengan Protap-nya, semua catatan belanja dari program beasiswa tersebut dilakukan TPK Desa. Laporan keuangan diberikan searah hanya kepada Unit Pengelola Kegiatan Kecamatan. Dalam posisi ini, tampak sekali desa seper papan reklame, di-mana PNPM-MP berkontestasi, dan membangun citra se-bagai program yang propengentasan warga desa dari jerat kemiskinan. Sementara, papan reklamenya sendiri dak terlihat oleh publik.

Dalam konteks kesepakatan antara pengelola PNPM dengan desa (lihat tabel aturan dan sanksi hasil MAD), mencerminkan adanya relasi kuasa antara elite desa den-gan masyarakat biasa. Pada kesepakatan nomor 2, secara tersirat hendak mengatakan bahwa kepala desa adalah ak-tor yang paling sah dan diakui sebagai satu-satunya wakil desa dalam forum MAD. Secara tegas, dalam kesepakatan ini mengatakan, “Bila Kades/lurah atau wakilnya dak mengi-ku MAD, maka usulan dari desanya dak dibahas.” Sanksi ini sangat jelas meniadakan peran produk-produk hukum di desa, seper RPMJDes, RPTDes, RKP Desa atau produk perencanaan dan penganggaran pembangunan desa lainya. Kiranya dapat dikatakan disini, PNPM-MP masih mengu-tamakan par sipasi tubuh, bukan otak. Dalam konteks ini, PNPM MP secara dak langsung mereduksi makna desa yang disederhanakan menjadi kepala desa.

Dalam konteks kesepakatan No.2 dapat dikatakan bahwa arena MAD yang diselenggarakan PNPM-MP dak mem-beri ruang bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, dan bagi keterwakilan kelembagaan desa nonkorpora s terlibat dalam forum MAD. Padahal, aktor-aktor terse-

Page 57: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita90 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 91

sesak napas, dak bisa bergerak dan untuk jalan mendaki dak bisa. Sehingga saya putus seko-lah di kelas 2 SD. Akhirnya saya menjadi pemuda yang dak punya tenaga untuk bekerja, karena saya juga punya penyakit cacing sampai sekarang. Disamping itu, saya juga punya penyakit ambeien yang menyebabkan dak bisa bekerja. Saya dak bisa memikul hasil bumi untuk dijual ke pasar Lel-ogama (ibukota kecamatan). Jadilah saya orang miskin. Saya pun punya anak, yang seharusnya sudah sekolah SD namun saya dak mampu me-nyekolahkan. Saya juga mau beli obat di warung sekitar dak mampu. Kebetulan juga,Pak, saya memelihara hewan seper ayam, bebek, dan lain-nya seringkali diganggu atau diterkam oleh hewan pemangsa. Jadi, sempurnalah saya sebagai orang miskin di desa ini.” (warga miskin Desa Oelbanu, 23 Oktober 2010)

Sekalipun warga yang dak mau ditulis namanya ini telah menyampaikan masalahnya dalam forum musyawarah desa, namun usulannya dak diterima forum. Forum men-dahulukan usulan pembangunan PAUD yang sejumlah war-ga. Beberapa warga yang kuat mempertahankan usulan PAUD diketahui adalah istri-istri tokoh desa yang selama ini mengelola PAUD dan menghendaki adanya pembangu-nan gedung PAUD. Mereka adalah istri mantan Kades Paul S. Meno, istri Ketua TPKD, dan istri Kades Saul. Akhirnya, PNPM-MP pun mendahulukan usulan pembangunan PAUD dengan biaya Rp. 150 juta daripada menjawab persoalan hidup yang dihadapi warga miskin Oelbanu tersebut.

Pengaturan waktu pencairan dana PNPM-MP untuk bea-siswa dak beriringan dengan kalender pendidikan, se-

menuturkan.

“PNPM dak berpihak pada warga miskin, sebab usulan bak PAH dari warga yang rumahnya be-ratap daun ditolak, sementara malah meloloskan usulan dari warga yang rumahnya terbuat dari seng.” (Yonsi Exonhi s, warga Letbaun)

PNPM mendahulukan usulan kelompok elit desa daripada kebutuhan dasar masyarakat. Sebagaimana diketahui di lapangan, Desa Oelbanu membutuhkan akses listrik. Tapi musyawarah desa maupun musyawarah antardesa dak pernah meloloskan usulan pembangunan infrastruktur lis-trik. Seorang warga miskin, dalam forum FGD menyampai-kan sebagai berikut.

“Begini, Pak, jalan sudah dapat, duwit sudah da-pat, penerangan kok belum sampai desa ini? Saya usul ada listrik tenaga surya di desa ini, tapi PNPM-MP belum mau meloloskan usul saya. Padahal,Pak, di desa dan kecamatan lain listrik tenaga surya su-dah ada. Saya sebagai orang tua hanya mengusul-kan ini,Pak. Di desa ini adanya hanya genset, tetapi hanya beberapa orang dan itu harus menghabiskan uang ratusan ribu dalam semalam.” (warga miskin Desa Oelbanu, 23 Oktober 2010)

Warga Oelbanu juga menghadapi masalah kesehatan dan pendidikan. Seorang warga miskin yang terlibat dalam agenda FGD menyampaikan fakta sebagai berikut.

“Secara pribadi, saya ini orang miskin. Setelah dila-hirkan, bapak dan mama saya meninggal. Setelah umur 10 tahun saya mendapat penyakit asma/

Page 58: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita92 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 93

menerima beasiswa. Panjangnya alur pengelolaan beasiswa diawal ini, semakin berbelit karena pencairannya ternyata dilakukan dua tahap, dengan alur tahapan yang panjang. Tahap pertama, dana yang dicairkan 40% dan tahap kedua 60% dari total budget proyek setelah dikurangi operasional UPK dan TPK. Alur pencairan melewa beberapa tahapan. Sesuai dengan tata ter b yang ditetapkan dalam forum MAD 28 Agutus 2010, tahapan penyaluran dana beasiswa multy years sebagai berikut.

a. TPK membuka rekening kolek f pendidikan dikecama-tan yang dikelola oleh Pokja dikecamatan.

b. TPK mengajukan RPD kegiatan pendidikan ke UPK sesuai anggaran yang disetujui pada forum MAD pendanaan dengan tahap pertamaI 40%, dan tahap keduan 60%.

c. UPK menyalurkan dana kegiatan pendidikan kepada TPK berdasarkan RPD yang diajukan (termasuk OPS 2% UPK) untuk kemudian dana tersebut dimasukkan dalam rek-ening kolek f pendidikan diluar OPS 2% UPK.

d. TPK mengajukan RPD sesuai kebutuhan (termasuk OPS 3% TPK) dan dilampiri da ar penerimaan manfaat ke Pokja Pendidikan.

e. TPK membelanjakan dana beasiswa sesuai dengan RPD dan membuat laporan penggunaan dana (LPD) serta melakukan pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut didesa. LPD harus diverifi kasi oleh Pokja dan FK (bila masih bertugas) serta mendapatkan pengesahan dari kepala sekolah dan komite sekolah untuk menghin-dari terjadinya tumpang ndih bantuan pendidikan.

f. Seluruh laporan penggunaan dana (LPD) harus diarsip-kan dengan baik di desa dan di kecamatan oleh Pokja.

g. Tahap selanjutnya, TPK mengajukan RPD kedua 60%

hingga terjadi missing antara kebutuhan warga miskin dengan mekanisme pencairan. Pada tahun anggaran 2009 PNPM-MP mengalokasikan dana sebesar Rp. 23.660.600,- untuk 25 siswa (SD 23 anak dan SMP 2 anak). Pada tahun 2010, warga kembali mengajukan program beasiswa untuk 58 siswa dengan total dana sebesar Rp. 47.228.800.,- Be-sar anggaran ini tentu belum dipotong untuk biaya opera-sional UPK 2% dan TPK 3%. Materialisasi bantuan beasiswa PNPM-MP ini, yakni bantuan anggaran untuk meringankan kebutuhan siswa seper tas, sepatu, pakaian, dan ATK. Da-lam perencanaannya, pemberian beasiswa dicairkan se ap menjelang tahun ajaran baru. Sayangnya, realisasi tahun perencanaan anggaran 2009 yang seharusnya cair pada bu-lan Juli 2010 dak sesuai rencana, dimana sampai peneli an ini dilakukan (Oktober 2010), dana beasiswa belum dicair-kan. Padahal, tahun ajaran baru sudah cukup lama berlalu. Itu ar nya, siswa calon penerima beasiswa tetap terbebani biaya pendidikan yang biasanya akan naik menjelang tahun ajaran baru.

Keterlambatan pencairan beasiswa ini disebabkan pan-jangnya siklus perencanaan yang diselenggarakan PNPM-MP. Pada tahun 2009 secara otoma s habis untuk tahap perencanaan, penggalian gagasan, dan penetapan da ar usulan kegiatan. Pada bulan April 2010, pengelola PNPM-MP baru melakukan pendataan siswa calon penerima yang melibatkan POKJA, TPK, dan UPK sebagai satu kesatuan m pengelola dana beasiswa. Usai pendataan, baru pada bulan Mei rumusan proposal dibuat oleh Tim Penulis Usulan yang kemudian diajukan TPK ke UPK. Pada bulan Juni, UPK turun ke desa untuk sosialisasi program beasiswa sekaligus mem-verifi kasi data yang dan proposal yang diajukan TPK Desa Letbaun. Proses validasi datapun kembali dilakukan pada bu-lan September. Akhirnya pada bulan Desember 2010 siswa

Page 59: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita94 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 95

kan pada MAD III tahun 2010, TPK di se ap desa membuat rekening kolek f pendidikan di kecamatan yang dikelola oleh Pokja di kecamatan. TPK, kemudian adalah lembaga bentukan PNPM-MP yang diberi otoritas untuk mengambil rekening saat pencairan beasiswa. Di sinilah TPK dinilai akan tetap bekerja mengawal program beasiswa multy years hingga tahun proyek berakhir pada tahun 2017.

Tingkat kehadiran dalam Forum Musyawarah Desa (Mus-des) maupun MAD yang diselenggarakan PNPM-MP cukup nggi, namun dari segi suara, masih didominasi elit-elit

desa yang pada umumnya memiliki kemampuan retorika yang lebih dibanding masyarakat desa pada umumnya. Usulan yang telah dihimpun oleh TPU dari masyarakat desa, yang diserahkan kepada TPK dan ditandatangani BPD dan Kades setempat, belum tentu lolos saat diperdebatkan di ngkat forum MAD. “Kalau di PNPM-MP, desa yang vocal

di forum dia yang paling banyak dapat program,” kata se-orang anggota TPK Letbaun yang terungkap dalam obro-lan santai di tepi pantai dengan penulis (23 Oktober 2010). Dalam forum MAD, ternyata Letbaun selalu kalah dengan suara desa lain yang lebih berani bersuara dalam forum. Ternyata,kekalahan desa Letbaun dak hanya di atas pang-gung proyek PNPM-MP, melainkan di arena poli k anggaran daerah. Hal ini tercermin pada statemen Kadesnya.

“Se ap tahun, masyarakat punya usulan kepada APBD, tapi kemudian dak ada jawaban, karena ada perangkingan yang dibuat, akibatnya, tum-puhan harapannya kepada PNPM-MP.” (kades Let-baun)

Pendapat Kades Letbaun ini kiranya mengatakan bahwa ada suara lokal yang selama ini coba disoundingkan kepa-da pemerintah diatasnya selalu kalah. Kiranya, suara-suara

ke UPK untuk kemudian dana tersebut ditransfer lang-sung ke rekening kolek f pendidikan. Pada tahapan ini dapat dilakukan pertanggungjawaban tahap kedua, di-mana TPK menyampaikan bahwa seluruh dana tersebut telah dimasukkan dalam rekening kolek f pendidikan, sekaligus dilakukan serah terima dari FK, bahwa seluruh alokasi dana pendidikan untuk desa tersebut telah disa-lurkan sesuai dengan alokasinya.

h. Untuk pencairan kedua dan seterusnya, TPK langsung mengajukan RPD ke Pokja sesuai rencana kerja dan di-lakukan pertanggungjawaban seper pencairan tahap pertama.

Secara konseptual, pemberian beasiswa ini dirancang un-tuk memenuhi kebutuhan alat tulis sekolah siswa-siswa dari Desa Letbaun yang tak mampu, mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2017. Siswa yang saat ini tercatat sebagai siswa Sekolah Dasar, sesuai dengan ngkat kelasnya, maka jatah beasiswa yang akan diterima hingga tahun akhir tamat belajar di SD. Demikian pula bagi siswa yang duduk di SLTP, maka PNPM-MP juga akan merengkuh kebutuhan ATK, tas, pakaian, dan sepatu siswa bersangkutan hingga akhir tahun belajar.

Adanya jaminan beasiswa kepada keluarga miskin hingga tahun 2017 cukup memberi ruang bagi rumah tangga mis-kin untuk menghemat pengeluaran belanja, terutama un-tuk pendidikan. Lalu siapakah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program tersebut, memantau akunt-abilitas dan transparansi pengelolaanya, padahal PNPM-MP akan berakhir pada tahun 2015? Dalam konteks ini, PNPM-MP berharap Pokja dan TPK menjadi lembaga peninggalan PNPM-MP yang nan nya akan mengawal dan mengelola dana-dana beasiswa tersebut. Sebagaimana telah ditetap-

Page 60: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita96 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 97

PNPM berjalan Desa Selerong, baru dapat sekali di tahun 2010 ini.” Demikian pula dengan Ramli, Ketua TPK Desa Sebulu Modern, mengatakan bahwa dalam MAD, jika per-wakilan desa dak pandai bicara, maka sebaik apapun pri-oritas programnya akan terkalahkan oleh desa lainnya. “Ka-lau gak bisa bicara, bisa kalah terus, Mas,”ujarnya. Ramli menyebut MAD dengan ungkapan, “Ada lelucon di kami, ka-lau PNPM menyebutkan MAD prioritas, kami menyebutnya MAD perebutan.”

Penentuan lokasi PNPM-MP dak mengiku ketentuan yang berlaku sebagaimana ditetapkan oleh Kemenko Kes-ra dan berpotensi mengalami pembajakan poli k. Parulian Samosir, koordinator kabupaten PNPM Kupang, pada saat diwawancarai menuturkan cerita penentuan lokasi kecama-tan tahun 2009. Mekanisme penentuan lokasi PNPM-MP, terutama kecamatan, berdasarkan pada data BPS. Kecama-tan yang memiliki jumlah penduduk miskin besar, memper-oleh indeks besar sebagai lokasi penerima BLM PNPM-MP, (Kementerian Koordinator Kesra, 2007). Ketentuan seper ini ternyata dak berlaku linear di Kabupaten Kupang. Akhir tahun 2008, surat ancar-ancar dari sekretariat PNPM-MP (demikian is lah yang digunakan) sampai ke Bupa Kupang. Surat itu menunjuk 16 kecamatan di Kabupaten Kupang se-bagai lokasi PNPM-MP tahun 2009, dengan kewajiban cost sharing APBD Rp. 5,4 miliar. Berselang beberapa waktu, ba- ba turun kembali surat ancar-ancar dari pusat yang

menunjuk bahwa jumlah lokasi PNPM-MP tahun 2009 men-jadi 27 kecamatan, dengan kewajiban cost sharing sebesar Rp. 11,2 miliar.

Informasi dari pusat ini menimbulkan perdebatan sengit antara poli si DPRD Kupang yang baru saja dilan k den-gan bupa yang akan mengakhiri masa jabatan pada Maret 2009. Secara teknokrasi, pembahasan APBD 2009 pada

warga Desa Letbaun semakin dak terdengar, ke ka ben-tuk aspirasi dari tahun ke tahun sama. Pengalaman penga-juan proposal yang dilakukan pemerintah desa selalu sama, yaitu pengajuan bantuan bak PAH. Demikian pula dengan masuknya program-program dari PPK dan NGO seper Dian Desa dan Alfa Omega, semua membawa tawaran proyek pembangunan bak PAH. Padahal, di sisi lain masih banyak sudut kehidupan warga Letbaun yang belum tersentuh kebi-jakan untuk mengangkatnya menjadi potensi yang berbuah berkah bagi masyarakat desa. Namun nihilnya pengalaman teknokra s sebagai dampak belum dilaksanakanya sistem perencanaan dan penganggaran par sipa f, membuat pe-merintah Desa Letbaun selalu menggunakan strategi “pen-gajuan proposal” yang hanya mampu merengkuh dan men-jelaskan kepada pemerintah supra desa tentang persoalan desa satu dimensi saja.

Forum MAD dak mengembangkan musyawarah untuk mufakat, tapi menjadi ajang perebutan proyek. Kelema-han MAD juga dikiri k oleh Kepala Desa Sebulu Modern, Kutai Kartanegara karena prioritas pembangunan yang di-usulkan desanya malah dinegasikan oleh desa-desa lainnya. PNPM dak mampu mengakomodasi dan merumuskan sin-ergi antara program satu desa dengan desa lainnya. Beliau mengatakan, “Bagaimana bisa desa yang lain menilai desa kami, apalagi di Kukar ini, satu desa dengan desa yang lain jauh sekali tempatnya. Belum tentu misalnya, Kepala Desa Lakakidau pernah ke Desa Sebulu Modern, begitu juga se-baliknya, bagaimana bisa orang yang belum pernah tahu desa A, bisa menilai kebutuhan desa A tersebut?” Fasilitator Teknik PNPM yang mendampingi desa Lakakidau, Hendri, juga mengaku kecewa dengan proses MAD, karena peren-canaan yang telah dibangun secara baik di desa, bisa begitu saja patah di MAD karena kalah rangking. “Sudah 4 tahun

Page 61: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita98 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 99

Hanya saja, yang sering saya dengar dan saksikan, kecenderungan yang terjadi adalah orang berpikir ini uangnya, membiayai kegiatan, dan batas per-tanggungjawabannya pakai kuitansi. Tetapi orang dak memikirkan dampak dari implementasi pro-

gram itu apa. Secara khusus, dampak dalam men-dongkrak kemandirian masyarakat, itu dimana?” (Ayub Titu Eki, Bupa Kupang, Oktober 2010)

Kewajiban seper cost sharing terhadap APBD atas BLM PNPM-MP, menyebabkan ruang diskresi belanja daerah berkurang, sehingga alokasi APBD untuk penyelenggaraan pelayanan publik terbatas. Pemerintah Kabupaten Kupang memberikan ketugasan kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Perempuan (BPMPP) untuk mengawal pelaksanaan PNPM-MP. Karena ketugasan terse-but, maka kepala BPMPP menjadi kuasa pengguna ang-garan (KPA) BLM, baik APBN maupun APBD. Sebagaimana dituturkan oleh Parulian Samosir, Koordinator Kabupaten PNPM Kupang, “Tahun 2009, awalnya lokasi PNPM-MP se-banyak 16 kecamatan dengan cost sharing APBD sebesar Rp. 5,4 miliar. Namun, karena ada perubahan dari pusat, lokasi PNPM-MP tahun 2009 menjadi 27 kecamatan, den-gan cost sharing Rp. 11,2 miliar. Perubahan ini menyebab-kan dana cost sharing yang disediakan masih kurang Rp. 5,8 miliar. Kekurangan inilah yang dak bisa disediakan da-lam alokasi APBD 2009 murni maupun perubahan. Akibat-nya, karena dak tersedia dana cost sharing, maka DIPA BLM PNPM-MP tahun 2009 dak bisa dicairkan.”

Anggaran besar tapi implementasinya bermasalah, dana PNPM jangan sekali-kali untuk membangun gedung sekolah, gedung pusat layanan kesehatan seper Pustu” (Ayub Titu Eki, Bupa Kupang)

saat itu sudah selesai dan telah menjadi Perda APBD 2009. Namun, karena desakan poli k akhirnya tambahan komit-men costsharing sebesar Rp. 5,8 miliar (Rp. 11,2 miliar-Rp. 5,4 miliar) akan dialokasikan pada APBD Perubahan tahun 2009. Ketegangan poli k akhir tahun 2008 mereda, karena tercapai kesepakatan. Bulan Maret 2009, Dr. Ayub Titu Eki, M.Si resmi dilan k menjadi Bupa Kupang periode 2009-2014. Sampai akhir 2009, ternyata dalam APBD Perubahan anggaran costsharing sebesar Rp. 5,8 miliar dak teralokasi-kan. Padahal prasyarat wajib suatu daerah mendapatkan BLM PNPM-MP adalah penyediaan costsharing di APBD ta-hun anggaran berjalan. Pihak PNPM-MP memberi peringa-tan keras kepada bupa dan akhirnya dicapai kesepakatan bahwa anggaran costsharing sebesar Rp. 5,8 miliar akan dialokasikan pada APBD 2010.

Bupa Kupang berpendapat bahwa sistem rekrutmen fasilitator dan peran fasilitator yang cenderung prose-dural dan administra f, kurang memberikan perspek f dan inspirasi kepada para pelaku di kecamatan dan desa mengenai efek fi tas dana PNPM-MP untuk mendongkrak kemandirian masyarakat. Bupa Kupang mengaku dak menemukan informasi yang menunjukkan adanya suatu ke-bijakan, program/kegiatan yang nyata untuk menyinergikan program/kegiatan daerah ke dalam kegiatan PNPM-MP di kecamatan dan desa.

“Menurut saya, PNPM-MP masih banyak perso-alan. Salah satu soal adalah implementasinya. Me-mahami dan menjiwai kondisi wilayah kabupaten ini, seharusnya PNPM-MP dimaknai untuk men-dongkrak kemandirian masyarakat. Karena itu, implementasi pemanfaatan dana PNPM-MP sehar-usnya digunakan untuk kebutuhan yang selek f.

Page 62: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita100 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 101

control pada pelaksanaan program pemberdayaan terbe-sar tersebut. Sebagaimana disampaikan bupa Kupang, pemerintah pusat yang sama sekali dak memberi ke-wenangan kepada pemerintah kabupaten untuk menentu-kan fasilitator PNPM yang bekerja di Kupang, menimbul-kan ruang koordinasi, konsultasi, dan relasi instruksional yang terbatas. Pemerintah kabupaten dak bisa berbuat apa-apa, apalagi melakukan intervensi pada arah dan ke-bijakan yang diselenggarakan PNPM. Keempat, bagi bupa Kupang, PNPM di kabupatenya sejauh ini cenderung men-inggalkan potensi lokal yang sebenarnya merupakan aset strategis untuk dikembangkan sebagai en tas keberdayaan masyarakat. Sebaliknya, berbagai proyek dan kegiatan yang dilakukan PNPM saat ini cenderung menciptakan keter-gantungan masyarakat pada PNPM sendiri. Dengan kata lain, proyek yang seharusnya mendidik masyarakat desa dari ketergantungan menjadi mandiri dan berdaya, malah berpotensi melanggengkan ketergantungan. Bagi bupa yang berlatar belakang akademisi ini, seharusnya dana-dana PNPM diarahkan pada proyek dan kegiatan yang si-fatnya mengembangkan potensi lokal, sehingga menjadi basis kemandirian masyarakat desa. Dia mencontohkan, dak sedikit desa-desa di Kupang yang memiliki potensi

tanah liat yang layak menjadi bahan baku genteng. Dari-pada membeli seng yang notabene didatangkan dari luar Kupang, lebih baik mela h warga desa membuat genteng. Selain akan membuka pasar kerja, juga akan mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan. Tambahan pula, genteng barangkali lebih tepat dijadikan atap dari pada seng, meng-ingat iklim Kupang yang bersuhu 380 C yang jelas cukup panas. Maka, dengan menggunakan genteng, suhu panas tersebut akan terkurangi, karena sifat genteng yang mam-pu meredam panas .

Maraknya pembangunan fi sik baik untuk pengadaan in-frastruktur jalan, sarana pendidikan dan kesehatan yang diperankan PNPM, merupakan suatu ndakan yang melampaui tugas pokok fungsi SKPD-SKPD bersangkutan. Terlebih dengan skema cost sharing, selain memangkas Tupoksi dinas terkait, PNPM-MP telah mengurangi tugas layanan pemerintah untuk rakyat. Menurut bupa Ku-pang, yang terungkap dalam indepth interview (19/10), yang menjadi permasalahan malah bukan pada besaran anggarannya, melainkan pelaksanaan PNPM itu sendiri. Pertama, PNPM berkecenderungan melakukan kerja-kerja yang seharusnya menjadi porsi SKPD terkait, seper SKPD Pendidikan dan SKPD Kesehatan. Ungkapan bupa se-bagaimana dalam kotak disamping, hendak mengatakan bahwa seharusnya PNPM dak mengalokasikan angga-ran untuk membiayai pembangunan fasilias-fasilitas pen-didikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi wilayah kerja dinas terkait. Kedua, masih ada masalah pemaha-man masyarakat dalam memilih, memilah, dan mempri-oritaskan program yang mendasar dan tepat dalam men-jawab persoalan masyarakat secara umum. Masyarakat cenderung memilih proyek pembangunan yang sifatnya fi sik, karena mudah membelanjakan uang yang ditawar-kan PNPM. Memang, secara metodologis PNPM sangat rinci dan par sipa f dalam melakukan penggalian usulan masyarakat. Namun bukan berar saat usulan terkumpul, apalagi disepaka untuk mendapat dana dari PNPM, maka usulan tersebut merupakan jawaban atas in persoalan kemiskinan yang membeli penduduk.

Ke ga, bagi bupa , nihilnya kewenangan pemerintah ka-bupaten menentukan siapa-siapa saja yang berkompeten menjadi tenaga dan fasilitator PNPM, terutama di ngkat kecamatan dan kabupaten, menyulitkan proses quality

Page 63: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita102 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 103

III.4. PNPM perlu mengembangkan model musyawarah peren-canaan yang menjamin prioritas kebutuhan masyarakat miskin terakomodir menjadi program prioritas PNPM, bu-kan mendahulukan usulan kebutuhan dari kelompok elit.

III.5. PNPM perlu menghilangkan skema cost sharing agar dak mengurangi ruang diskresi keuangan APBD. PNPM juga perlu memperbesar alokasi anggaran untuk program-program pemberdayaan (pengembangan kualitas pen-didikan, keterampilan warga miskin, dan perluasan akses informasi, teknologi), dan pengurangan kemiskinan.

III.6. Pencairan anggaran untuk program beasiswa hendaknya mengiku kalender pendidikan, sehingga ke ka menje-lang tahun ajaran baru khususnya, masyarakat dak ter-bebani ngginya biaya pendidikan.

III.7. PNPM memprioritaskan kebutuhan masyarakat, khusus-nya yang berkaitan dengan akses kebutuhan dasar, seper- air bersih. Kasus penolakan PNPM-MP terhadap usulan

pengadaan bak PAH oleh masyarakat Desa Letbaun men-jadi pelajaran berharga agar PNPM-MP lebih mempriori-taskan hak dasar ini, sehingga akses masyarakat, khusus-nya perempuan yang selama ini sebagai kelompok yang paling rentan terkena dampak kondisi sulit air.

III.8. Lampiran:Tabel 1

Alokasi Dana PNPM-MP TA. 2009Kec. Semau Kab. Kupang

PNPM berhasil melahirkan banyak prestasi pembangunan fi sik, memobilisasi warga untuk musyawarah, melahirkan banyak kelembagaan baru di desa, namun dak mampu menjelaskan kepada publik atas keberhasilannya mengu-rangi kemiskinan. Chairil, Kepala Bappemas Kabupaten Kukar, mengatakan: “PNPM banyak melahirkan prestasi yang bagus dalam pelaksanaan progamnya, contohnya SPP di Kecamatan Muara Muntai, Samboja, dan Kota Ban-gun asetnya sudah mencapai Rp. 11 miliar, tapi saya belum bisa membuk kan apakah program PNPM tersebut sudah berhasil menurunkan kemiskinan di Kukar.”

III. REKOMENDASI

III. 1. PNPM berhasil membangun serta memperkaya aset in-frastruktur pedesaan, seper pengerasan jalan (rabat be-ton, pengaspalan), jembatan, gedung sekolah, poliklinik desa. Tapi perlu dikaji ulang tentang status kepemilikan asetnya. PNPM juga perlu melakukan kaji ulang terhadap relasinya dengan SKPD terkait, karena di sisi yang lain, PNPM telah meminimalisir peran (tugas pokok dan fung-si) SKPD dalam penyelenggaraan pembangunan.

III.2. PNPM perlu memperha kan aspek pengupahan yang layak bagi masyarakat desa yang berpar sipasi menjadi pekerja dalam proyek-proyek pembangunan insfrastruk-tur. PNPM belum menyediakan jaminan keselamatan ker-ja. Sedangkan HOK yang diterapkan dibawah garis standar hidup yang layak.

III.3. PNPM perlu memperha kan lebih seksama terhadap me-kanisme dan keberpihakan rekrutmen fasilitator/kader-kader pengelola PNPM di desa terhadap upaya pening-katan kapasitas dan kapabilitas masyarakat miskin, untuk meminimalisir dominasi elit desa (elite capture).

No Desa Kegiatan Vol-ume

Sat-uan Dana Fiisik

UPK TPKBiaya (Rp)

2% 3%

1 Batuinan

Jaringan Perpipaan

1700 m 83,793,500 1,764,000

2,646,100 88,203,600*

SPP 2 Klpk 31,000,000 652,600 978,900 32,631,500

Jumlah 114,793,500 2,416,600 3,625,000 120,835,100

Page 64: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita104 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 105

2 UIasa

Rabat Beton

483 m 190,733,500 4,015,300 6,023,100 200,771,900

SPP 1 Klpk 40,000,000 842,100 1,263,100 42,105,200

Jumlah 230,733,500 4,857,400 7,286,200 242,877,100

3 HuilelotMeubeler PAUD

1 Pa-ket 29,640,700 624,000 936,000 31,200,700

Jumlah 29,640,700 2,416,600 3,625,000 31,200,700*

4 Uitao

Perkeras-an Jalan (Sirtu)

2065 m 182,785,500 3,938,000 5,682,200 192,405,700

Gedung TK

1 Unit 189,336,400 3,985,900 5,979,000 199,301,300

Jumlah 372,121,900 7,923,900 11,661,200 391,707,000

5Bokonu-san

Perkeras-an Jalan (Sirtu)

2161 m 181,145,000 3,813,500 5,720,300 190,678,800

PMTA 59 A- nak 75,543,000 1,590,300 2,385,500 79,518,800

Jumlah 256,688,000 5,403,800 8,105,800 270,197,600

6 HansisiGedung PAUD

1 Unit 175,301,400 3,690,500 5,535,800 184,527,700

Jumlah 175,301,400 3,690,500 5,535,800 184,527,700

7 Otan

TPT 132 m 103,679,000 2,182,600 3,273,900 109,135,500

Bak PAH 30 Unit 266,566,000 5,611,900 8,417,800 280,595,700*

SPP 3 Klpk 328,000,000 6,905,200 10,357,800 345,263,000

Jumlah 698,245,000 14,699,700 22,049,500 734,994,200

8 Letbaun Beasiswa 25 Sis-wa

22,477,600 473,200 709,800 23,660,600

Jumlah 22,477,600 473,200 709,800 23,660,600

Total 2,000,000,000

Tabel 2 Alokasi Dana PNPM-MP TA. 2010

Kec. Semau Kab Kupang

Keterangan: *) sumber Anggaran APBN **) Cost sharing Anggaran APBDSumber: Papan Informasi PNPM di UPK Semau

Keterangan: *)cost sharingSumber: Papan Informasi PNPM di UPK Semau

No Desa Kegiatan Vol-ume

Sat-uan Dana Fiisik

UPK TPKBiaya (Rp)

2% 3%

1 Otan

SPP 2 Klpk 139,000,000 2,926,300 4,389,400 146,315,700

Beasiswa 132Sis-wa

111,723,950 2,352,100 3,528,100 117,604,150*

Jumlah 250,723,950 5,278,400 7,917,500 263,919,850

2Batu-inan

Beasiswa 63Sis-wa

56,582,400 1,191,200 1,786,800 59,560,400*

Jalan Sirtu 1,247 m 145,851,750 3,070,600 4,605,900 153,528,250**

Jumlah 202,434,150 4,261,800 6,392,700 213,088,650

3Bokonu-san

Beasiswa 80Sis-wa

71,279,150 1,500,600 2,250,900 75,030,650*

Jalan Sirtu 2862 m 274,625,300 5,781,600 8,672,400 289,079,300*

Jumlah 345,904,450 7,282,200 10,923,300 364,109,950

4Uitao Beasiswa

109Sis-wa

93,799,150 1,974,700 2,962,100 98,735,950*

5Huilelot Jalan

Rabat1226 m 314,840,000 6,628,200 9,942,300 331,410,500*

6 Uiasa

Beasiswa & Honor Guru

212 & 3

Sis-wa & Guru

201,282,850 4,237,500 6,356,300 211,876,650*

Jalan Rabat

734 m 186,648,150 3,929,400 5,894,200 196,471,750**

Jumlah 387,931,000 8,166,900 12,250,500 408,348,400

7 Hansisi SPP 1 Klpk 22,000,000 463,200 694,700 23,157,900*

8 Letbaun Beasiswa 58Sis-wa

44,867,300 944,600 1,416,900 47,228,800*

Total 1,662,500,000 35,000,000 52,500,000 1,750,000,000

Page 65: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita106 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 107

Pengembangan Audit SosialStudy Kasus PNPM Mandiri Perdesaan

Peneli : Forum Informasi dan KomunikasiOrganisasi non Pemerintah – Sulsel

I. RINGKASAN TEMUAN-TEMUAN UTAMA

Berdasarkan audit sosial yang dilakukan di empat komunitas di Provinsi Sulawesi Selatan, temuan-temuan yang didapatkan antara lain.

I.1. Alokasi anggaran PNPM Mandiri dibagi dalam 3 hal, yakni pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi mela-lui bantuan permodalam bagi kelompok perempuan, dan peningkatan kapasitas masyarakat. Proporsi anggaran meli-pu , infrastruktur minimal 70% dari total anggaran, bantu-an permodalan untuk kelompok perempuan maksimal 25% dan peningkatan kapasitas yang dak boleh melebihi 5% dari total anggaran. Program infrastruktur umumnya sama, diantaranya rabat beton, pembuatan ataupun perbaikan

Keterangan Gambar: Jalan yang dibangun oleh PNPM-MP

Page 66: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita108 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 109

sebelum memberikan alterna f-alterna f formula atau program. Secara umum, kemiskinan masih disebabkan oleh akses atas kebutuhan dasar (pemenuhan hak oleh pemer-intah), seper pendidikan, kesehatan, sistem administrasi kependudukan, mo vasi masyarakat untuk mengembang-kan diri, keterampilan serta dukungan permodalan, khusus-nya dari lembaga perbankan. Di empat komunitas, justru hal tersebut kurang mendapatkan perha an dari program PNPM-MP. Pemberdayaan sangat minim dilakukan diband-ing kerja-kerja administrasi dan pelaporan. Sinkronisasi dan integrasi pada ngkat perencanaan dan implementasi SKPD untuk membangun program yang pro terhadap penanggu-langan kemiskinan juga dak terbangun, selain koordinasi yang sifatnya pelaporan.

I.4. Munculnya kelembagaan baru yang dibentuk PNPM Mandi-ri, seper Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) ataupun Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Unit Pelaksana Keg-iatan (UPK). Kelembagaan yang dibentuk tersebut akan men-jalankan secara teknis program-program PNPM Mandiri. Di awal terbentuknya kelembagaan, mengalami gesekan (konf-lik) dengan keberadaan lembaga perwakilan masyarakat seper LPM pada ngkat kelurahan maupun Badan Perwak-ilan Desa (BPD). Hal ini karena masing-masing didasari pada mekanisme pembentukan kelembagaan yang sama, yakni representasi masyarakat. Kelembagaan yang dibentuk oleh PNPM-MP memiliki dukungan pembiayaan program, seba-liknya kelembagaan formal yang dibentuk oleh pemerintah memiliki legi masi dan dilan k oleh walikota atau bupa dak memiliki dukungan pembiayaan program. Parahnya,

upaya meredam konfl ik tersebut justru dengan mengako-modasi pengurus kelembagaan formal sebelumnya ke da-lam kelembagaan yang dibentuk PNPM Mandiri. Akibatnya, lingkaran elit desa/kelurahan tetap menguasai kelembagaan

drainase, pembangunan jembatan.

I.2. Perbandingan kondisi sosial sebelum dan saat program berlangsung beberapa tahun. Perubahan situasi sosial di kota Makassar mengalami disharmoni. Hal ini disebabkan oleh keputusan memilih penerima manfaat atas program PNPM Mandiri, khususnya yang berkaitan langsung den-gan individu. Penerima manfaat yang dimaksud seper penentuan tenaga kerja yang akan mengerjakan program infrastruktur dan sasaran dari program sosial atas keuntun-gan modal bergulir seper bedah rumah. Perubahan sosial dimaksud adalah sebelum adanya program PNPM Mandiri, masyarakat masih dapat bekerja sama dalam hal untuk ke-pen ngan bersama, tegur sapa antartetangga, namun pas-ca-keputusan yang dianggapnya dak adil, baik karena kon-disi kemiskinan yang dianggap lebih berhak maupun karena keputusan tersebut tak luput dari pengaruh keluarga dan kekerabatan.

Perubahan kondisi sosial dalam taraf yang lebih rendah juga terjadi dalam kelompok perempuan. Kasus-kasus seper tunggakan yang berkonsekuensi terhadap tertundanya ber-bagai program lain, baik pencairan modal bergulir maupun program infrastruktur, juga memacu adanya disharmoni di antara mereka. Perilaku disharmoni tersebut dapat dilihat adanya kerenggangan hubungan di antara yang berkasus dengan ketua kelompok, dan memudarnya kerja sama untuk kepen ngan di antara komunitas maupun keluarganya. Kon-disi ini umumnya terjadi di kota. Namun pada masyarakat desa, situasi sosial sebelum dan setelah program PNPM Mandiri dak mengalami perubahan berar .

I.3. Secara mikro, program-program yang ditawarkan atau di-jalankan oleh PNPM Mandiri dak menjawab permasala-han kemiskinan. Kemiskinan dak dikaji secara matang

Page 67: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita110 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 111

II. METODE AUDIT SOSIAL

II.1. Pendekatan Audit Sosial

Audit sosial berasal dari kata “social audit”, ar nya penila-ian dari masyarakat. Dalam kerangka metodologi, pencarian data dan advokasi, audit sosial berar memberikan penila-ian terhadap suatu program yang penilaiannya bersumber dari masyarakat dan dilaksanakan oleh masyarakat dari se-gala dimensi sesuai kapasitas masyarakat. Metode ini sangat pen ng karena berdasar pada penilaian suatu program dari penerima manfaat secara langsung dengan terlebih dahulu memberikan pemahaman secara memadai terkait program yang akan diaudit, dengan cara berkelompok dan wawan-cara mendalam. Beberapa program seper PNPM Mandiri sebenarnya sudah ada badan atau kelembagaan yang mem-berikan evaluasi ataupun monitoring, baik dari akademisi maupun lembaga terkait. Khusus PNPM Mandiri, pemerin-tah selalu mengklaim sebagai program yang berhasil. Oleh karena itu, pen ng menyandingkannya dengan data penila-ian yang bersumber dari masyarakat. Data penilaian terse-but dapat saja menguatkan penilaian pemerintah, namun dapat juga kontradiksi dengan hasil penilaian pemerintah sebagai bentuk apresiasi langsung dari masyarakat sebagai penerima manfaat dan pelaksana.

Audit sosial dilakukan secara bersama-sama. Sasaran audit adalah mul pihak, mulai dari pemerintah, pelaksana pro-gram, sasaran prioritas program, penerima manfaat lang-sung, maupun yang hanya menerima dampak.

Audit pada dasarnya merupakan peran pengawasan yang dijalankan oleh sebuah lembaga yang bertujuan untuk menghimpun informasi terkait lembaga atau kegiatan yang dilakukan sebuah lembaga. Pada prinsipnya, audit dijalank-an untuk mendukung mekanisme pengawasan demi terse-

baru tersebut. Kelembagaan tersebut dominan dalam mem-berikan pengaruh lahirnya sebuah keputusan.

I.5. Mekanisme pengambilan keputusan penetapan program diawali dengan pertemuan pada ngkat dusun, lalu ditetap-kan sebagai keputusan yang mewakili dusun selanjutnya dibawa pada pertemuan di ngkat desa. Pada pertemuan-pertemuan tersebut, masyarakat mengakui tak dapat ber-buat banyak untuk mempengaruhi lahirnya keputusan, karena pembahasan lebih teknik, khususnya apa yang akan dibangun dengan anggaran yang tersedia. Olehnya, kepu-tusan lebih banyak dipengaruhi oleh elit lokal pada ngkat desa, yakni kepala desa dan perangkat kelembagaan lain-nya. Pertemuan lebih bersifat untuk memenuhi legi masi.

I.6. Bantuan modal yang digulirkan pada sebagian masyarakat, khususnya yang telah punya usaha, dapat dimanfaatkan un-tuk perkembangan usahanya, namun tak sedikit pula kelom-pok maupun individu yang tak memanfaakan untuk memulai usaha maupun mengembangkan usahanya yang lebih maju. Sebagai s mulus, diberikan kesempatan kepada kelompok perempuan dalam menggerakkan modal. Ternyata, mereka dak dapat menfasilitasi kelompok ataupun individu yang

telah sukses meminjam modal bergulir, lalu mengembalikan untuk mendapatkan modal yang lebih besar. Caranya, men-gakses dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan sebagainya di perbankan.

I.7. Klaim membuka lapangan kerja dak simetris dengan pan-dangan masyarakat. Bagi PNPM Mandiri, lapangan kerja yang dimaksudkan adalah pengerjaan pada proyek-proyek infrastruktur dengan rata-rata masa kerja antara 2 sam-pai 3 bulan, namun bagi masyarakat, khususnya yang bu-tuh lapangan kerja, pekerjaan ini justru disebutnya sebagai sampingan. Masyarakat berharap ada lapangan kerja yang lebih berkelanjutan (sustainabilitas).

Page 68: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita112 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 113

Dengan memper mbangkan uraian di atas, maka dilaku-kanlah audit sosial terhadap pelaksanaan PNPM-MP, serta mengembangkan audit sosial menjadi sebuah gerakan di tengah masyarakat dalam pengawasan berbagai program pembangunan. Melalui audit sosial, diharapkan dapat me-nakar atau menilai sejauhmana kebijakan tersebut diang-gap dapat menyelesaikan masalah masyarakat secara sub-stansial, khususnya dalam menangani kemiskinan di empat kabupaten/kota, yakni Kabupaten Bulukumba, Kota Makas-sar, Kabupaten Barru, dan Kabupaten Luwu.

II.2. Jenis Data

Data yang dikumpulkan bersumber dari masyarakat (ko-munitas) yang ada pada masing-masing desa/kelurahan wilayah program. Alat pengumpul data berasal dari respon dan penilaian atas berbagai aturan dan program PNPM-MP dihubungkan dengan apa yang diimplementasikan di lapan-gan. Cara mengumpulkan data melalui wawancara dan dis-kusi terfokus. Data sekunder, antara lain proposal kegiatan PNPM Mandiri, laporan kegiatan, baik berupa pertemuan-pertemuan maupun laporan program, seper infrastruktur, permodalan, Peraturan Desa yang relevan seper Rencana Pembangunan Menengah Desa (RPJMDes), dan berbagai kebijakan lain yang relevan.

II.3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan mendeskripsikan temuan-temuan. Temuan awal pada ngkat desa kemudian dianalisis secara konperehensif, khususnya dalam konteks penanggulangan kemiskinan. Temuan-temuan di ngkat desa kemudian didesiminasi dengan berbagai stakeholder

lenggaranya sebuah program sesuai dengan perencanaan dan peraturan yang berlaku, dan untuk menjamin program yang direncanakan tepat sasaran. Audit sosial adalah pem-berian peran pen ng dan strategis bagi masyarakat untuk menjalankan mekanisme pengawasan terhadap program yang dijalankan oleh pemerintah.

Jika audit dalam perusahaan swasta dilaksanakan oleh lem-baga profesional yang umumnya bersifat independen, seh-ingga memiliki kewenangan yang lebih fl eksibel dan mandiri dalam membuat penilaian, maka audit sosial pada program PNPM dilakukan oleh masyarakat yang didasari oleh prinsip kepercayaan dan pemberdayaan. Jika selama ini masyarakat hanya menyaksikan pembangunan berlangsung di daerah-nya, maka dengan PNPM masyarakat menjadi bagian dan terlibat secara ak f dalam proses penyelenggaraannya.

Subtansi dari audit sosial dalam rangka mengop malkan peran dan kontribusi masyarakat dalam pembangunan adalah pemberdayaan (empowerment). Pemberdayaan masyarakat memiliki nilai pen ng dalam kerangka penye-lenggaraan otonomi daerah, yang menekankan aspek pem-berdayaan daerah. Ke ka masyarakat berdaya, maka sebuah daerah akan mampu merancang dan merealisasikan sebuah program yang tepat sasaran, yang tentu saja sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan daerah dan masyarakat.

Konsep pemberdayaan juga menyentuh pada aspek pent-ing pembangunan yang menempatkan masyarakat seba-gai subjek yang ak f. Menurut Chambers (1987), pember-dayaan masyarakat sangat pen ng dalam pembangunan, karena banyak potensi masyarakat yang selama ini dak terdayagunakan; pemberdayaan masyarakat dapat menin-gkatkan rasa turut memiliki, pemberdayaan juga mampu mengurangi resistensi (penolakan) program.

Page 69: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita114 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 115

untuk program ini berjumlah Rp. 352.650.000.000,- bersum-ber dari belanja APBN sebesar Rp. 282.120.000.000,- dan APBD Rp. 70.530.000.000,-. Adapun PNPM Mandiri Perko-taan dijalankan di 14 kabupaten/kota dengan alokasi angga-ran pada tahun 2011 Rp. 41.300.000.000,- bersumber dari belanja APBN Rp. 34.330.000.000,- dan APBD sebesar Rp. 6.970.000.000,-. Kedua jenis program ini pula dalam PNPM Mandiri yang memiliki alokasi anggaran yang lebih besar, khususnya di Sulawesi Selatan.

Pemilihan wilayah program audit sosial di ga kabupaten dan satu kota, yakni pertama, dengan memper mbangkan aspek persebaran letak geografi s yang mewakili wilayah barat, yakni; Kabupaten Barru, dimana mata pencaharian masyarakatnya umumnya nelayan dan pedagang kecil; di tengah, yakni di Kota Makassar, dengan per mbangan ket-erwakilan dari situasi masyarakat perkotaan, dimana um-umnya masyarakatnya kelompok urrbanpoor; di selatan, Kabupaten Bulukumba yang merupakan wilayah pertanian dan pesisir, dimana penduduknya umumnya petani sawah dan tambak; sedangkan bagian utara,Kabupaten Luwu yang merupakan wilayah pertanian sawah dan ladang. Dari sisi representasi etnik dan kultural, pemilihan wilayah ini dapat mewakili etnik besar, yakni Bugis, Makassar, dan Luwu.

Adapun jenis program PNPM Mandiri yang dijadikan objek audit sosial, antara lain:

a. Kabupaten Bulukumba : PNPM-MP b. Kota Makassar : PNPM Mandiri Perkotaanc. Kabupaten Barru : PNPM-MPd. Kabupaten Luwu : PNPM-MP

termasuk pengelola program PNPM-MP secara berjenjang. Diseminasi memberikan ruang kepada publik, termasuk pengelola program PNPM Mandiri untuk memberikan klari-fi kasi dan respon untuk selanjutnya memperkaya pengolah-an data. Pada ngkat kabupaten/kota juga dilakukan disemi-nasi dengan stakeholder dan penyampaian temuan-temuan kepada pemerintah kabupaten yang terkait, khususnya Ba-dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah/Kota (BPMD/K), Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) kabupaten/kota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota, yang selanjutnya temuan tersebut kembali diolah sebagai data baru. Setelah ngkat kabupaten, maka temuan-temuan tersebut disampaikan kepada pemerin-tah provinsi, yakni Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Provinsi Sulawesi Selatan, Tim Koordinasi Penang-gulangan Kemiskinan Provinsi Sulawesi Selatan, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan. Pengolahan data berkembang sesuai masukan yang lebih menjelaskan secara deskripsi.

Secara ringkas, pengolahan data dilakukan melalui, 1) anali-sis deskripsi atas temuan-temuan di ngkat masyarakat, baik penerima manfaat, aparat kelurahan dan desa, 2) peer-review, dan 3) konsultasi publik.

I.4. Wilayah

Wilayah program adalah Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi ini terdiri dari 24 kabupaten/kota. Jenis program PNPM Mandiri yang diaudit adalah PNPM-MP dan Perkotaan. PNPM-MP merupakan program yang paling banyak dijalankan di Provinsi Sulawesi Selatan dan kedua adalah PNPM Mandiri Perkotaan. Program PNPM-MP dilaksanakan pada 20 kabu-paten di Sulawesi Selatan. Pada tahun 2011, total anggaran

Page 70: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita116 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 117

gus yang menjadi responden adalah petani sawah, petani ladang, petani tambak, perkebunan (nila), dan ibu rumah tangga. Kabupaten Luwu merupakan salah satu kabu-paten yang dimekarkan menjadi beberapa kabupaten, di antaranya Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara, dan Kabu-paten Luwu Timur. Jarak antara desa Senga Selatan den-gan kota Kabupaten Luwu (Belopa) sekitar 5 Km dengan akses jalan yang bagus.

Berdasarkan uraian di atas, maka lokasi program umum-nya dak jauh dari ibukota kabupaten atau kota. Pemi-lihan lokasi yang dekat dengan ibu kota kabupaten atau kota dimaksudkan untuk memudahkan dalam pengorgan-isasian masyarakat untuk menfasilitasi advokasi kebijakan dan implementasi program atas temuan dari pelaksanaan audit sosial terhadap stakeholder di antaranya Pengelola Program PNPM Mandiri di kecamatan dan kabupaten, Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (BPMD) atau Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota (TKPK Ka-bupaten/Kota), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

III. ANALISIS

III. 1. Konteks Wilayah

II.1.1. Kemiskinan Income dan Nonincome

Sebagian besar kemiskinan disebabkan oleh rendah-nya ngkat pendidikan dan ke adaan aset, khusus-nya lahan pertanian di ngkat desa ataupun kapal/perahu penangkapan ikan bagi masyarakat pesisir. Di ngkat desa, orang miskin menjadi buruh tani, buruh bangunan, jualan barang campuran di kios

I.5. Lokasi

Secara spesifi k, lokasi pelaksanaan audit sosial PNPM Mandi-ri di Provinsi Sulawesi Selatan, sebagai berikut.

a. Kota Makassar

Kecamatan Panakkukang, Kelurahan Sinrijala. Komuni-tas sekaligus responden berasal dari kelompok-kelompok miskin yang umumnya tak memiliki tanah, kecuali bangu-nan (rumah). Lokasi ini dekat dengan jantung kota Makas-sar.

b. Kabupaten Bulukumba

Kecamatan Ujung Loe, Desa Garanta. Komunitas ini seka-ligus responden umumnya adalah petani sawah, petani tambak, buruh tani, buruh bangunan, penjual pasar maupun kios-kios di jalan. Lokasi ini terletak sekitar 10 Km dari ibukota Kabupaten Bulukumba. Fasilitas dasar seper Puskesmas, sekolah mulai SD hingga SMA atau sederajat bagi sebagian warga mudah diakses, namun sebagian warga desa yang bermukim di wilayah tambak dan pesisir belum dapat mengakses berbagai fasilitas ke-butuhan dasar, seper listrik, sekolah, Puskesmas, karena sulitnya menjangkau dari dan ke kota, khususnya kota ke-camatan.

c. Kabupaten Barru

Kecamatan Barru, Kelurahan Sumpang Binangae. Komu-nitas ini sekaligus responden adalah nelayan dan penjual kios. Kelurahan ini terletak di ibukota Kabupaten Barru, sehingga berbagai fasilitas umum yang menyangkut hak dasar terdapat di kelurahan ini.

d. Kabupaten Luwu

Kecamatan Belopa, Desa Senga Selatan. Komunitas sekali-

Page 71: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita118 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 119

kemiskinan. Sarana dan prasarana dasar tersebut seper menghubungkan antara wilayah pemuki-man masyarakat miskin dengan jalan raya atau loka-si tempat berbagai fasilitas publik. Beberapa warga miskin masih sulit menjangkau lokasi fasilitas publik, seper sekolah, Puskesmas, dan kantor pemerintah-an, termasuk desanya karena ke adaan jalan umum dan jembatan yang menghubungkan antardusun. Kondisi ini dapat ditemui di Bulukumba, khususnya desa lokasi program. Ke adaan hubungan darat yang dibatasi sungai dan tambak warga sekitar, mengaki-batkan aliran listrik dak dapat masuk. Anak-anak usia sekolah dak dapat sekolah karena harus me-nyebereangi sungai. Kebijakan pendidikan gra s dak dapat disentuh warga yang mendiami lokasi

tersebut karena minimnya prasarana transportasi.

III.1.3. Desifi t Par sipasi

Pada sebagian warga, baik desa maupun kota telah menyadari pen ngnya berpar sipasi dalam pengam-bilan keputusan dalam program pembangunan. Par sipasi tersebut nampak pada kehadiran dalam Musrenbang, termasuk pertemuan-pertemuan yang dilakukan fasilitator program PNPM Mandiri. Ani-mo masyarakat berpar sipasi di se ap pertemuan masih belum memadai dalam hal mempengaruhi keputusan. Keputusan di se ap pertemuan didomi-nasi elit desa, yang melipu kepala desa dan aparat-nya, serta orang-orang di sekitarnya. Hal sama ter-jadi di ngkat kota. “Kami selalu mau hadir dalam se ap pertemuan, Pak. Asal diundang dan tak punya kesibukan, saya menyempatkan. Namun karena se- ap pertemuan saya cenderung untuk bersuara kri-

depan rumahnya. Bagi petani sawah yang memiliki lahan, juga diberhadapan pada situasi mahalnya biaya produksi, mulai dari pengolahan tanah, pe-mupukan, pes sida, hingga panen dan pengolahan pascapanen. Situasi pasar juga dak menentu atas permainan tengkulak. Banyaknya pekerjaan yang digan kan oleh teknologi pada pertanian membuat semakin banyak buruh tani terpinggirkan, dan akh-irnya banyak memilih menjadi tenaga kerja Indone-sia di Malaysia.

Pada masyarakat nelayan, kemiskinan selain pen-didikan disebabkan oleh kurangnya fasilitas pen-angkap ikan. Kekurangan fasilitas perahu dan alat tangkap menyebabkan nelayan lebih banyak me-nangkap ikan dak jauh dari pantai, yang hasilnya kurang memadai. Bantuan pemerintah melalui Di-nas Perikanan dan Kelautan umumnya dak sesuai dengan kebutuhan, misalnya perahu penangkapan ikan yang dibutuhkan, justru perahu mengangkut barang yang diberikan.

Selain miskin dari sisi penghasilan, di Kota Makassar diperparah dengan ke adaan lahan tempat nggal. Umumnya memiliki rumah, namun di tanah orang lain, sehingga sewaktu-waktu dapat saja tergusur bila pemilik tanah akan memanfaatkannya. Status tersebut membuat sulitnya mengakses program yang dijalankan pemerintah dalam hal penang-gulangan kemiskinan, karena dak memiliki buk pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

III.1.2. Defi sit Prasarana dan Sarana

Keberadaan sarana dan prasarana dasar yang sifat-nya sektoral merupakan salah satu kunci keluar dari

Page 72: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita120 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 121

“Masyarakat kami, khususnya di perkampungan pe-sisir membutuhkan sarana jalan dan jembatan yang dapat menghubungkan antara ibukota desa dengan kampungnya. Setelah jalan ada, maka tentu sarana penerangan atau listrik”, terang Andi Alwi, Kepala Desa Garanta, Kabupaten Bulukumba. Bagi ibu-ibu lain lagi, mereka membutuhkan uang sekolah anak-anaknya. Meskipun gra s sesuai kebijakan provinsi, namun masih saja ada pembayaran yang member-atkan warga miskin. Pendidikan gra s pun hanya sampai di ngkat dasar atau SMP. Akibatnya, untuk sekolah di SMA dan perguruan nggi harus mengo-cek kantong yang lebih dalam. Rosmia , seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Luwu menuturkan, “Pin-jaman modal yang diberikan, umumnya kami man-faatkan untuk membiayai anak-anak sekolah kami. Nan setelah panen, baru kami kembalikan”.

Potret komentar warga di atas mencerminkan ker-agaman kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat di-lihat pada aspek rumah tangga, kelompok, maupun wilayah atau kampung. Se ap program penanggu-langan kemiskinan harusnya dapat lebih responsif atas situasi lokal. Kebutuhan bukan hanya dibeda-kan atas dasar sektoral secara umum, namun harus lebih mendetail sesuai peruntukan dan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki warganya. Sebagai con-toh, meskipun perahu akan dipakai berlayar, namun jenis untuk menangkap ikan dengan pengangkutan barang ternyata berbeda. Pemerintah hendaknya memiliki kemampuan teknis membedakan sarana tersebut. Berdasarkan pengamatan selama ini, pen-empatan posisi dalam satuan kerja pemerintahan

s, termasuk bagaimana aspirasi warga di lingkun-gan kami diperha kan, keadilan distribusi bantuan akhirnya kami tak pernah lagi diundang,”kata Bapak Salpatang, salah seorang Ketua RW di kota Makas-sar sekaligus auditor sosial. Cara paling mudah un-tuk meredam suara kri s warga adalah dengan dak mengundang orang-orang kri s di pertemuan.

Par sipasi, meskipun merupakan hak warga, na-mun ada persyaratan-persyaratan yang dianggap e k masyarakat. Perempuan-perempuan di desa juga merasakannya. Untuk dapat hadir dalam se ap pertemuan didahului adanya undangan. Bentuk un-dangan lisan maupun tulisan dari pani a atau penye-lenggara. Hal ini sangat berbeda dengan kelompok masyarakat yang ada di sekitar elit desa dan kelu-rahan. Mereka sudah keluar dari kondisi psikologis serupa. Akibatnya, kehadiran dan keputusan lebih banyak didominasi oleh mereka.

III.1.4. Ragam Kebutuhan Warga, dll.

“Kami meminta perahu, namun yang datang adalah rabat beton,” kata M. Asdi Abbas, seorang warga Ka-bupaten Barru. Haji Ismail, seorang tokoh masyarakat juga menimpali, “Beberapa tahun lalu ada bantuan perahu dari Dinas Perikanan dan Kelautan, namun anehnya, masyarakat butuh perahu penangkapan ikan justru perahunya untuk peruntukan membawa barang-barang atau kapal dagang. Bukan untuk menangkap ikan. Belum lagi perahu tersebut dak dibuat di sini, dimana banyak warga yang bisa mengerjakannya. Tapi perahunya didatangkan dari luar, yang tentu butuh modal lebih besar dibanding dibuat di Barru sendiri”.

Page 73: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita122 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 123

Lebih jauh, tahapan manajemen program PNPM-MP, mulai perencanaan hingga evaluasi nampak berikut.

Bagian 1. Tahapan Kegiatan PNPM Mandiri Pedesaan

Persiapan Program

Lokakarya Sosialisasi Prop/Kab

Seleksi & Pela han Faskab/FK

Musyawarah Antar Desa

Sosialisasi

Musyawarah DesaSosialisasi

Musyawarah DesaPerencanaan

Proses MMDD

Pela han KPMD

Pertemuan Klp/Dusun

Musyawarah Desa Khusus Perempuan

Penulisan UsulanVerifi kasi

Usulan

Desain & RAB, Verifi kasi

Teknis SPP

Musyawarah Antar Desa

Prioritas Usulan

Musyawarah Antar Desa

Penetapan Usulan

Forum SKPD

Musrembang Kabupaten

Musyawarah DesaInformasi hasil MAD

Musyawarah DesaPertanggungjawa-

ban Minimal 2x

Musyawarah DesaSerah Terima

Supervisi Pelaksa-• naan KegiatanKunjungan Antar • DesaPela han Tim • Pemelihara

Evaluasi

Operasional• Pemeliharaan• Pengembalian • Pinjaman

Pelaksanaan Kegiatan serta

Pencairan Dana

Persiapan Pelaksa-naan, Rekrutmen

Tenaga Kerja, Pela h Pelaku

Tahapan Kegiatan

belum mencerminkan keahlian. Pegawai di Dinas Perikanan dan Kelautan banyak yang dak paham masalah-masalah teknis masyarakat nelayan. Aki-batnya, kebutuhan masyarakat yang beragam cend-erung disederhanakan. Kemampuan dan kecakapan masyarakatnya dalam membuat perahu juga diabai-kan. Selain dak memenuhi kebutuhan warga, hal tersebut berbiaya nggi.

III.2. Kontribusi PNPM: Pola-pola Keunggulan/Keberhasilan

III.2.1. Metode Seleksi

a. Perencanaan program

Seleksi program diawali dengan memasukkan usulan-usulan warga dalam pertemuan yang dimulai di ngkat dusun. Seleksi selanjutnya di-lakukan dengan pendekatan vo ng setelah ada musyawarah untuk menentukan prioritas-priori-tas program yang diusulkan di ngkat dusun, un-tuk selanjutnya dibawa pada pertemuan ngkat desa. Mekanisme ini dianggap paling mudah dan dapat diterima oleh semua, mengingat sulitnya ada mufakat. Per mbangan lain adalah adanya sinkronisasi antara kebutuhan desa sesuai pro-gram yang ada dalam RPJMDes. Seleksi untuk meloloskan program diawali mulai dari ngkat dusun hingga kecamatan atau MAD. Vo ng dilaku-kan dengan melihat porsi alokasi anggaran yang dak dapat memenuhi semua usulan masyarakat.

Prioritas pada ngkat kecamatan yang mewakili antardesa dimaksudkan untuk melihat seberapa banyak yang membutuhkan program tersebut.

Page 74: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita124 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 125

negosiasi dari elit kecamatan, apalagi kabupaten akan tertutup. Suara masyarakat menjadi penen-tu jenis program yang akan dijalankan.

b. Implementasi Program

b.1. Infrastruktur

Sebelum pelaksanaan proyek, dibentuk m pelaksana lelang yang terdiri dari tokoh masyarakat dan unsur pengelola (TPK) yang berjumlah 5 orang. Tim melakukan proses tender untuk menentukan pihak yang berhak menjadi pemasok bahan proyek yang dilak-sanakan dengan memperha kan penawaran terendah dan wajar. Setelah proses tender di-laksanakan, pemasok pemenang tender me-masukkan bahan yang dibutuhkan untuk di-laksanakan oleh TPK dengan memberdayakan masyarakat pengguna.

Dengan mekanisme yang lebih terbuka, mem-buat proses tender lebih adil. Masyarakat da-pat ikut serta memberikan masukan dalam proses tersebut, termasuk kesiapan peme-nang dan kelengkapan administrasi secara faktual.

b.2. Permodalan bagi kelompok perempuan

Proses terbentuknya kelompok Simpan Pin-jam Perempuan (SPP) adalah, beberapa war-ga perempuan melakukan pertemuan awal dengan mufakat untuk bergabung dalam ke-lompok SPP dengan sistem tanggung renteng. Selanjutnya dilakukan pertemuan kedua yang didampingi fasilitator kecamatan untuk mem-

Tahapan perencanaan hingga evaluasi program PNPM Mandiri dari aspek prosedural sangat ketat. Skema tersebut memperlihatkan betapa banyaknya pertemuan-pertemuan yang harus dilewa untuk melahirkan sebuah program. Mu-lai dari ngkat provinsi, fasilitator PNPM Mandiri diberikan penguatan untuk agenda program pri-oritas satu tahunan. Setelah itu melakukan sosial-isasi di ngkat desa hingga pertemuan-pertemuan yang membahas usulan warga. Untuk memas -kan adanya suara perempuan, pertemuan sesama perempuan diakomodasi. Meskipun demikian, hasil keputusan perencanaan program PNPM Mandiri umumnya hampir sama dengan usulan laki-laki.

Penentuan program ini bersifat poli s. Mobilisasi anggota masyarakat dapat saja dilakukan untuk meloloskan program di desanya. Peluang itu ada, mengingat kepesertaan dak diperlakukan secara ketat. Hal ini sejalan dengan core atau haluan PNPM Mandiri untuk meningkatkan par sipasi masyarakat mulai perencanaan hingga evaluasi program. Salah satu indikator par sipasi warga ditandai dengan banyaknya warga yang hadir dalam penentuan program. Hasil seleksi ini me-nentukan jumlah dan jenis program infrastruktur, alokasi anggaran untuk bantuan permodalan kel-ompok perempuan, dan program peningkatan ka-pasitas masyarakat.

Melalui mekanisme seleksi program, khususnya dalam perencanaan, memas kan bahwa se ap desa akan punya program. Mekanisme dilakukan secara terbuka, sehingga ruang-ruang lobby dan

Page 75: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita126 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 127

nekankan par sipasi masyarakat. Tenaga kerja yang mengerjakan berbagai program infrastruktur berasal dari masyarakat.

PNPM Mandiri dengan skala proyek kecil untuk pembangunan infrastruktur tanpa menggunakan teknologi besar. Model ini dapat menguntungkan dari sisi efi siensi anggaran, dan kontrol kualitas dari masyarakat. Program ini dapat mendorong tum-buhnya par sipasi masyarakat, mulai perencanaan, implementasi, kontrol, dan evaluasi yang memung-kinkan meningkatnya rasa memiliki atas program pembangunan yang ada di desanya. Kehadiran mereka dalam pertemuan-pertemuan pembahasan rencana program merasa berar , karena apa yang direncanakan bersama, meskipun seleksi usulan yang terakomodir melalui vo ng, akan menjadi agenda pembangunan.

III.2.3. Siapa yang Terlibat dalam Memutuskan?

Keputusan yang diambil dalam program PNPM Mandiri secara proporsional sudah ditentukan send-iri dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO). Keputu-san dalam hal teknis, khususnya penentuan program melibatkan, antara lain kelompok perempuan, tokoh masyarakat, masyarakat umum, kepala desa, aparat desa, dan fasilitator PNPM Mandiri. Keputusan yang sifatnya par sipa f lebih banyak berkembang di ng-kat desa, sedangkan selanjutnya di ngkat kecama-tan, kabupaten, bahkan provinsi bersifat prosedural.

Keterlibatan pemerintah, khususnya instansi yang berkaitan dengan program PNPM Mandiri, misalnya PNPM-MP adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (BPMD) atau PNPM Perkotaan melalui Dinas

berikan pengarahan dan penjelasan tentang PNPM, SPP, dan aturan main dalam kelom-pok. Proses pertemuan terus berlanjut hingga dilaksanakan selama empat kali pertemuan dengan keputusan akhir, mereka memahami aturan main kelompok serta proses penguru-san dan pencairan dana. Setelah mereka, di-lakukan administrasi anggota, mulai dari pen-gumpulan KTP, kartu keluarga, dan dibentuk kelompok secara resmi yang diketahui kepala desa.

Selanjutnya, m penulis yang merupakan salah satu struktur dalam pengelola kegiatan menyusun proposal sesuai kebutuhan kelom-pok. Proposal tersebut diajukan ke kecamatan dalam hal ini Tim Pengelola Kegiatan (TPK). Proses pencairan dana bersamaan dengan dana pembangunan infrastruktur.

Dari seleksi implementasi program permoda-lan, maka pilihan ini cukup terbuka dan par- sipa f serta memiliki koordinasi dengan pe-

merintah setempat.

III.2.2. Apa yang Dijawab dan Disediakan oleh PNPM?

PNPM Mandiri merupakan program transfer uang ke desa atau kelurahan dan kelompok masyarakat sebagai penerima manfaat dengan jenis program pembangunan infrastruktur dasar, permodalan ber-gulir, dan peningkatan kapasitas. Hal ini dilihat dari program-program yang banyak dijalankan di ngkat desa dan kelompok perempuan. Program ini mampu meningkatkan daya beli masyarakat secara jangka pendek dengan pendekatan pembangunan yang me-

Page 76: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita128 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 129

III.2.5. Barang Publik yang Dihasilkan

Barang publik yang dihasilkan, umumnya adalah in-frastruktur dasar yang menghubungkan antara warga dengan sarana produksi, seper tambak, lahan, dan lorong-lorong menuju pemukiman warga dari jalan raya. Infrastruktur dasar tersebut, antara lain rabat beton, talud, drainase/saluran air, paving blok (per-baikan jalan kecil menuju pemukiman dengan jalan raya).

IV. Kelemahan-kelemahan PNPM

IV.1. Kelemahan Metode

Program ini lebih banyak bersifat teknis prosedural. Par- sipasi yang berkembang bersifat kuan ta f. Par sipasi

yang sifatnya kualita f seper penguatan perspek f, ala-san program yang lebih rasional dan menguntungkan dari sisi ekonomi untuk masyarakat miskin dak berkembang. Program ini juga lebih banyak diukur dari sisi serapan ang-garan.

Faktanya, di ngkat masyarakat terjadi dinamika sosial, se-hingga implementasi program mulai dari awal, khususnya PNPM Mandiri sebagai sebuah program, kurang dilaku-kan persiapan pada ngkat masyarakat (persiapan sosial). Pendalaman kondisi sosial-budaya dan sosialisasi program yang minim mengakibatkan masyarakat kurang pemaha-man terhadap program ini.

Kelembagaan yang dibentuk membuat lembaga-lembaga sebelumnya pada ngkat desa menjadi dak produk f. Lembaga-lembaga yang dibentuk tersebut dengan du-kungan pembiayaan untuk mendanai program bahkan membuat pengurus kelembagaan lama protes kepada pe-

Pekerjaan Umum, lebih bersifat koordina f untuk mengintegrasikan program-programnya di lapangan. Pihak lain yang terlibat dari pemerintah adalah Ba-dan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Keterlibatan Bappeda, antara lain dalam hal: 1) Men-sinkronkan antara rencana PNPM Mandiri dengan program SKPD agar dak terjadi tumpang ndih pro-gram dari sisi perencanaan, 2) Ikut serta dalam Mus-renbang, mengingat sejak tahun 2011 perencanaan PNPM Mandiri dengan daerah sudah diintegrasikan, 3) Dalam hal mengajukan anggaran pendampingan bersama dengan instansi atau SKPD terkait.

Keterlibatan banyak pihak dalam penentuan keputu-san program PNPM Mandiri, khususnya di level desa membuat pengetahuan masyarakat atas program yang akan masuk ke desanya diketahui lebih dini. Se-cara dak langsung ada proses sosialisasi program.

III.2.4. Siapa Pelaksana?

Pelaksana program sebagian besar dijalankan masyarakat, khususnya kelembagaan yang diben-tuk melalui fasilitasi PNPM Mandiri. Di ngkat desa, ada Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), di ngkat kecamatan melalui Tim Pelaksana Kegia-tan (TPK). Secara umum, semua kegiatan dilaksana-kan oleh TPK, baik infrastruktur maupun distribusi modal ke kelompok perempuan. Masyarakat secara umum ber ndak sebagai penerima manfaat, baik terlibat dalam pengerjaan program pembangunan infrastruktur seper sekolah, rabat beton, irigasi, maupun drainase.

Page 77: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita130 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 131

juga memiliki derajat ber ngkat. Bila dihubungkan den-gan program PNPM Mandiri, par sipasi yang tumbuh dan berkembang masih pada aspek yang rendah, khususnya pada mobilisasi dan manipulasi. Par sipasi dalam derajat tersebut umumnya kurang bermanfaat dalam menumbuh-kan potensi-potensi masyarakat, baik secara individu mau-pun kolek f untuk ke luar dari kemiskinan.

IV.2. Besaran ManfaatKonsep penerima manfaat dalam program ini adalah pendekatan wilayah. Penerima manfaat dari sisi program infrastruktur, di antaranya adalah pekerja langsung yang terlibat sebagai suatu kesempatan kerja, petani maupun pemilik lahan, khususnya pada perbaikan jalan berupa rabat beton, maupun warga yang nggal pada wilayah masuknya program pembangunan infrastruktur, seper drainase yang dapat mencegah banjir. Adapun program infrastruktur dan sumber daya yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Jenis Program Infrastruktur

Kabupaten /Kota Jenis Budget dan Ta-

hun Pelaksanan Pelaksanaan

dan Upah/Gaji

Hasil

Bulukumba

Rabat beton dan talud 250 Meter

Rp. 56.000.000 Tahun 2010

Pelaksana TPK, gaji/biaya operasioanal 3% dari ang-garan proyek

Jalan menuju perke-bunan dan persawa-han semakin mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi seper motor dan mobil

Rabat beton 800 M

Rp. 173.000.000Tahun 2011

Pelaksana TPK, gaji /biaya opera-sioanal 3% dari anggaran proyek

Jalan menuju perke-bunan dan persawa-han semakin mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi seper motor dan mobil

merintah. Jalan tengah masalah tersebut justru dengan memasukkan mereka ke dalam struktur kelembagaan baru. Akhirnya, kelembagaan yang banyak dibentuk di desa jus-tru pengurusnya oleh orang tertentu saja. Tidak semua warga desa memiliki kemampuan menulis proposal kegiatan maupun peminjaman modal. Peningka-tan kemampuan menulis juga melalui proses panjang. Hal ini kontradiksi dengan metode yang dikembangkan dengan menyamakan seluruh prosedur yang ada. Akibatnya, ban-yak dijumpai manipulasi. Banyak proposal dibuat fasilitator PNPM Mandiri, karena mengejar tenggat waktu program, sementara sumber daya terbatas. Keadaan ini berjalan dalam ruang yang sunyi kri kan. Meskipun dalam kelem-bagaan masyarakat ada m pengawas, namun mereka cenderung pasif atau hanya mengisi struktur kelembagaan secara formal saja. Kesan lain, bila kri k tersebut menim-bulkan masalah, maka berimplikasi terhadap program lain yang ditunda, seper pembangunan infrastruktur.Bila pembangunan infrastruktur tertunda atau dibatal-kan seper yang terjadi di Kabupaten Barru karena ada masalah penunggakan pembayaran oleh kelompok perem-puan yang meminjam modal, maka ada kepen ngan lain yang akan bergerak. Kepen ngan dimaksud, antara lain di luar penerima manfaat modal bergulir, yakni pembangu-nan infrastruktur seper kepala desa, unit pelaksana keg-iatan, pemenang tender untuk pengadaan barang, bahkan hingga tenaga kerja yang akan menjalankan pembangunan tersebut. Dengan metode ketat pada prosedural dan waktu, hal ini kurang bersinergi dengan makna par sipasi dan pem-berdayaan yang akan dilakukan di ngkat masyarakat. Masyarakat memiliki ngkat pemahaman bervariasi, ter-masuk dukungan stakeholder. Secara konsep, par sipasi

Page 78: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita132 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 133

Program infrastruktur yang dibangun meskipun ada so-rotan, yaitu kurang sesuai dengan aspirasi masyarakat, khususnya dalam peningkatan ekonomi secara langsung, namun tetap dinilai bermanfaat. Hal ini karena jenis pro-gram yang dibangun merupakan infrastruktur dasar, sep-er rabat beton, irigasi, drainase, paving blok, dan seba-gainya guna membuka akses masyarakat dari dan ke rumah dengan lokasi produksi.

Di sisi kemanfaatan, program infrastruktur lebih bersifat wilayah. Siapapun yang berkepen ngan menggunakan fasilitas, baik pedagang, petani, orang yang nggal di lokasi program dapat menggunakannya. Kemanfaatannya lebih bersifat umum, dak peduli kaya atau miskin. Bagi orang kaya akan lebih mudah menggunakan kendaraannya, bagi orang miskin dapat pula mengambil manfaat bila nggal di lokasi pembangunan drainase dimana banjir dapat diatasi.

Melihat jenis pembangunan infrastruktur yang dibangun, dapat dikatakan bahwa program ini bukan untuk penang-gulangan kemiskinan, khususnya untuk mengeluarkan masyarakat dari situasi yang memiskinkan. Akses yang ba-gus ke tempat produksi dak serta memberikan manfaat kepada petani. Keberadaan infrastruktur dasar tersebut dak dapat mengurangi biaya produksi petani yang ng-

gi yang diakibatkan oleh penggunaan teknologi, misalnya handtractor yang disewa, pembelian pupuk, pes sida, dan biaya panen dan pascapanen. Meskipun infrastruktur su-dah ada, khususnya jalanan, namun dak dapat mening-katkan harga hasil pertanian. Padahal, naiknya harga gabah dapat berdampak langsung pada meningkatnya keuntun-gan petani. Demikian pula dengan nelayan. Nelayan lebih butuh kebutuhan mendasar seper perahu, alat tangkap ikan, harga ikan yang lebih stabil agar dak dipermaink-an tengkulak. Justru pembangunan yang sifatnya spesifi k

Makassar

Paving blok Akses jalan ke pemuki-man lebih lancar.

Drainase Air dak tergenang lagi di rumah warga

Bedah rumah

Rumah warga sasaran program menjadi lebih layak untuk dihuni. Dana ini bersumber dari keuntungan modal bergulir

Barru

Rabat betonRp. 79.000.000,-Tahun 2009

- Masyarakat setempat

- Gaji - Pekerja/

buruh: Rp 35.000/hari

- Tukang : Rp 55.000/hari

- Mandor : Rp 55.000/hari

- Memperlancar transportasi

- Meningkatkan status sosial dimana dak dianggap lagi

pemukiman kumuh karena ke adaan jalan yang layak dari jalan raya ke tempat nggal

Drainase/ salu-ran air 300 M

Rp. 93.000.000,-Tahun 2010

- Masyarakat setempat

- Gaji - Pekerja/

buruh: Rp 35.000/hari

- Tukang : Rp 55.000/hari

- Mandor : Rp 55.000/hari

- Mengatasi banjir

Luwu

Pengkerikilan Tahun : 2007Volume : 1.800M3

- Sistem pele-langan.

- Masyarakat melaksana-kan dengan sis m gaji/ borongan

- Membuka lapan-gan kerja bagi masyarakat

- Memudahkan trans-portasi (sudah dapat dilewa motor dan sepeda)

Unit Pintu Air Tahun : 2009Volume : 80M3

- Sistem pele-langan.

- Masyarakat melaksana-kan dengan sis m gaji/borongan

Memisahkan antara air laut dan air tawar

Irigasi Tahun : 2009Volume : 900M3

- Sistem pele-langan

- Masyarakat melaksana kan Swadaya

- Membuka lapangan kerja

- Meningkatkan hasil-hasil pertanian

Page 79: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita134 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 135

Berdasarkan tabel di atas, penerima manfaat langsung permodalan bila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada se ap desa/kelurahan, maka cukup besar. Desa Ga-ranta dengan durasi program PNPM Mandiri yang baru berlangsung sekitar 2 tahun (tahun 2011) menerima man-faat sekitar 90 orang dimana jumlah penduduknya 4.042 jiwa dan jumlah KK miskin 240 berdasarkan data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Bila penerima manfaat 90 orang tersebut mewakili 90 KK, maka dibandingkan den-gan jumlah KK miskin sudah 37,5%. Di desa Senga Selatan tahun 2011, jumlah penduduknya 3.137 jiwa dengan pen-erima manfaat sekitar 300-320 orang, berar ada sekitar 10% lebih dari jumlah penduduk.

Pengembangan program bantuan modal bergulir di Kelu-rahan Sumpang Binangae mengalami masalah, khususnya dalam mengembalikan pinjaman. Banyak anggota kelom-pok yang menunggak dan berimplikasi pada implementasi program lainnya, seper tertundanya program pemban-gunan infrastruktur. Atas terjadinya tunggakan, ada kesan bahwa masyarakat menganggap hal ini dana dari pemerin-tah, sehingga tak perlu dikembalikan. Hal ini dikemukakan salah seorang tokoh masyarakat, Bapak Abdul Kadir “Ini masalahnya bahwa sudah menjadi wacana umum pada ngkat masyarakat bahwa kalau dana pemerintah be-

rar uangnya masyarakat juga, karena berasal dari pajak masyarakat. Olehnya, dak perlu dikembalikan. Maka ban-yak anggota kelompok malas membayar angsuran akh-irnya macet perputaran modalnya. Namun masalahnya kemudian, membuat program lainnya dak jalan seper infrastruktur. Ini masalahnya harusnya dipisahkan antara masalah di permodalan jangan dikaitkan dengan tersend-atnya dana untuk program pembangunan infrastruktur.”

tersebut dak menjadi domain PNPM Mandiri.

Besaran penerima manfaat untuk permodalan bagi kelom-pok perempuan adalah nampak pada tabel berikut.

Tabel 2. Penerima Manfaat Modal Bergulir BagiKelompok Perempuan

Kabupaten/Kota Jumlah Kelompok Jumlah Anggota Jumlah Modal (Rp)

Bulukumba (Desa Garanta)

Tahun 2011 ada 3 Kelompok

90 orang 90.000.000,-

Makassar (Kelura-han Sinrijala)

Tahun 2010 ada 5 kelompok, 1 kel-ompok 5 orang, 1 orang Rp. 500.000,-

25 orang 12.500.000,-

Tahun 2011, ada 5 kelompok, 1 kelom-pok 1 juta rupiah

25 orang 25.000.000,-

Tahun 2012 25 orang

Luwu (Desa Senga Selatan)

Tahun 2008, ada 4 kelompok

1 kelompok minimal 5 orang anggota

1.100.000 s.d 1.500.000 per orang

Tahun 2009 , ada 7 kelompok

1 kelompok mini-mal anggotanya 10 orang

2.200.000 per orang

Tahun 2010, ada 15 kelompok

1 kelompok, 12-15 anggota

3.000.000 per orang

Tahun 2011, ada 20 kelompok

1 kelompok, ang-gotanya 15-17 orang

4.000.000 s.d 5.000.000 per orang

Barru (Kelurahan Sumpang Binangae)

Tahun 2010, ada 37 kelompok

1 kelompok ang-gotanya 5 orang

1.500.000 s.d 2.000.000 per orang

Tahun 2011, ada 1 kelompok

1 kelompok ang-gotanya 5 orang

1.500.000 s.d 2.000.000 per orang

Page 80: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita136 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 137

IV.3. Siapa yang Tidak Tercakup?

Program bantuan modal bagi kelompok perempuan han-ya dapat dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki jami-nan. Jaminan merupakan salah satu prasyarat tanpa ada pengembangan tafsiran yang lebih pro pada penanggu-langan kemiskinan oleh fasilitator PNPM Mandiri. Makna kelompok sebagai penjamin pada anggotanya untuk da-pat mengembalikan pinjaman dak terbangun. Akibatnya, warga miskin yang tak memiliki aset tak dapat meminjam.

Pengerjaan program infrastruktur membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Tukang dan buruh bangunan untuk pembangunan tersebut direkrut dari masyarakat setem-pat. Rekrutmen tukang dan buruh dak berdasarkan data angkatan kerja yang dak memiliki pekerjaan di desa atau kelurahan. Olehnya, tukang dan buruh yang mengerjakan proyek tersebut lebih banyak berasal dari kerabat pengurus kelembagaan yang dibentuk PNPM Mandiri seper KPMD maupun UPK atau pengaruh lingkaran elit kelurahan/desa. Padahal, dalam satu desa atau satu kelurahan amat banyak yang membutuhkan pekerjaan tersebut.

IV.4. Lokasi yang Belum Tercakup

Program ini diawali oleh usulan-usulan masyarakat. Pro-gram akan dilaksanakan pada lokasi sesuai usulan-usulan masyarakat. Secara logis, usulan-usulan masyarakat dak jauh dari lokasi tempat mereka menetap maupun yang berhubungan dengan kebutuhan mereka. Olehnya, bagi masyarakat yang dak hadir atau tak punya akses ikut serta dan mengusulkan program, lokasinya dak tercakup men-jadi sasaran program. Sementara, dalam satu desa, akses untuk berpar sipasi mulai perencanaan hingga evaluasi program bervariasi. Baik karena ke adaan informasi, ng-

Di njau dari aspek modal yang diterima, anggota kelom-pok menganggap sangat minim. Dengan modal tersebut, akan sulit membuka usaha. Modal sudah terbatas, kualitas SDM untuk menggerakkan dan mengisi peluang-peluang juga sangat minim. Secara eksternal juga harus berpacu pada sistem ekonomi yang sangat terbuka tanpa ada upaya perlindungan pada usaha mikro agar mereka juga dapat berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan semakin men-jamurnya minimarket yang dimiliki pemodal besar dari Kota Makassar hingga kabupaten yang menembus pada kantong-kantong pemukiman. Fenomena keberadaan Alfa Midi, Alfa Mart, Indo Maret menjamur dimana-mana ban-yak berimbas semakin sepinya pembeli di toko-toko kecil rakyat.

Program pemberian modal ini dianggap dak menghasil-kan manfaat yang berar , khususnya jika dikaitkan dengan tujuan pemberian modal. Tidak ada contoh sukses. Seba-liknya, kegagalan banyak sekali yang dapat diceritakan. Kurangnya modal yang diberikan membuat mereka yang menerimanya tak dapat membuka usaha. Cerita ini ham-pir seragam pada semua kelompok. Peran pengelola PNPM Mandiri dalam menggerakkan usaha bagi mereka yang mendapatkan modal tak nampak. Bahkan seper nya, pro-gram ini lebih mengarah pada bagaimana semua anggaran dapat terserap habis tanpa melihat tujuan yang hendak di-capai. Ar nya, anggaran bisa habis namun ngkat ekono-mi/kesejahteraan masyarakat tetap dak bergerak. Koordi-nasi dengan pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan guna menjamin program ini dapat sukses mencapai tu-juannya juga tak nampak. Koordinasi yang terbangun lebih bersifat administra f dibanding pemberdayaan.

Page 81: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita138 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 139

tas untuk hidup bersama. Sementara, berdasarkan hasil audit sosial, program ini memiliki kelemahan dalam upaya penang-gulangan kemiskinan. Hal ini didasari, 1) infrastruktur dapat di-manfaatkan oleh semua elemen, bukan hanya masyarakat mis-kin, 2) par sipasi yang dikembangkan masih di level kehadiran, sehingga suara-suara masyarakat miskin dak berkembang, aki-batnya warga miskin yang akan diberdayakan tak mampu mem-pengaruhi keputusan-keputusan, 3) kehadiran PNPM Mandiri di sebagian komunitas menimbulkan konfl ik baru.

Program ini kurang mampu mengakomodasi kebutuhan-kebu-tuhan lokal. Kebutuhan lokal dimaksud, seper usulan-usulan masyarakat yang sifatnya membantu perkembangan usaha kel-ompok masyarakat (bukan hanya perempuan). Dalam upaya membangun koordinasi, sinkronisasi dengan pemerintah dalam mengintegrasikan program penanggulangan kemiskinan tak berjalan sebagaimana mes nya. Hal ini ditandai koordinasi den-gan pemerintah hanya di level output program, baik pada sisi perencanaan maupun di ngkat implementasi dengan instansi teknis. Oleh karena itu, direkomendasikan sebagai berikut.

V.1. Idealnya pilihan-pilihan pembangunan infrastruktur meru-pakan akumulasi akhir dari proses pemberdayaan. Pember-dayaan diawali dengan peningkatan kapasitas masyarakat, baik secara kri s maupun berkelompok, sehingga lebih berdaya dalam mengelola potensinya secara mandiri dan kolek f. Berdaya terhadap struktur sosial, ekonomi, dan poli k. Keberdayaan tersebut dapat dilihat dalam ngkat peran dan posisi kelompok masyarakat miskin dalam do-main kelompok sosial, poli k, dan ekonomi di wilayahnya. Semakin rendah peran-peran mereka, maka keberdayaan-nyapun semakin lemah. Hanya pada masyarakat yang berdaya akan melahirkan usulan-usulan pembangunan in-frastruktur yang relevan dengan peningkatan kesejahter-aannya. Bila dak, maka par sipasi mereka hanya men-

kat kesadaran berpar sipasi, maupun per mbangan priori-tas antara ru nitas sehari-hari dan mengiku pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan fasilitator program PNPM Mandiri maupun pengurus kelembagaan masyarakat yang dibentuk. Bisa saja ngkat kebutuhan jenis infrastruktur dasar seper jembatan lebih besar bagi warga yang dak hadir, namun karena mereka tak ikut mengusulkan pro-gram atau hadir dalam pertemuan pembahasan rencana program, maka lokasinya tak tersentuh pembangunan in-frastruktur.

Sebagai contoh, di Kabupaten Bulukumba ada satu dusun di Desa Garanta yang terletak di pesisir, sangat membutuh-kan jembatan sungai dan perbaikan jalan, minimal rabat beton. Tetapi, karena informasi dan akses untuk ikut ber-par sipasi dalam pengusulan program dak ada, akhirnya tak tersentuh program PNPM Mandiri, padahal kehadiran infrastruktur dasar tersebut akan membantu masyarakat untuk mengakses hak-hak dasar lainnya, seper air bersih, pendidikan, listrik, Puskesmas, dan ak vitas ekonomi.

Berdasarkan karakteris k program PNPM Mandiri tersebut, ada lokasi yang dak tersentuh, yakni lokasi dimana pen-gusul tak memiliki kepen ngan. Meskipun, dalam per m-bangan secara proporsional justru lokasi yang tak tersen-tuh tersebut lebih membutuhkan.

V. REKOMENDASI

PNPM Mandiri menghadapi dilema. Pemerintah mengklaim sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan. Pem-berdayaan masyarakat dimaknai dengan berbasis kepada:1) peningkatan akses masyarakat terhadap infrastruktur, 2) pem-berdayaan ekonomi produksi, dan 3) dimensi sosial dalam menumbuhkan rasa kebersamaan dalam warga atau komuni-

Page 82: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita140 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 141

jadi legi masi prosedural formal pelaksanaan program. Lemahnya kadar par sipasi tersebut dapat dilihat den-gan program infrastruktur pada komunitas hampir sama, meskipun memiliki tantangan yang berbeda dalam usaha ke luar dari kemiskinan. Padahal, se ap komunitas sesuai kluster pemberdayaan masyarakat memiliki ngkat kebu-tuhan yang harusnya berbeda se ap wilayah, misalnya ne-layan dan petani.

V.2. Pen ng adanya monitoring dan evaluasi secara kri s den-gan pendekatan outcome dan output program. Bila perlu, untuk perbaikan lebih mendasar dilakukan oleh kelompok independen. Melalui monitoring dan evaluasi, maka ke-berhasilan program ini pun dapat diukur. Seberapa besar masyarakat yang keluar dari kemiskinan sesuai dengan maksud program ini?

V.3. Bantuan permodalan untuk meningkatkan produk vitas dan aset masyarakat hendaknya di njau ulang, baik dari sisi syarat penerima manfaat, besaran pinjaman, desain program, aturan-aturan baik pada ngkat pengelola PNPM Mandiri maupun kelompok perempuan. Prasyarat lain, pen ngnya membangun mo vasi bagi masyarakat untuk maju. Mo vasi dimaksud bukan dengan sekedar mem-bangun impian-impian kolek f, namun dapat saja secara individual untuk membentuk etos. Peran-peran pember-dayaan juga dengan menjembatani kelompok usaha atau individu dampingan yang sudah sukses menjalankan mod-al masing-masing Rp. 5.000.000,- untuk dapat mengakses dana perbankan dalam skim program penanggulangan kemiskinan pada kluster III (dana kredit usaha rakyat den-gan bunga rendah) untuk pinjaman lima juta hingga lima ra-tus juta. Pemikiran ini didasarkan dengan asumsi, bantuan permodalan pada kelompok perempuan berupa s mulus, untuk selanjutnya dapat dikembangkan pada sektor for-

mal (perbankan). Pemberdayaan lain dengan menfasilitasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan produk vitas sek-tor usaha lain,misalnya peningkatan produk vitas petani rumput laut agar usahanya sukses dan dapat mengembali-kan modal pinjaman, akses pasar, dan sebagainya.

Keterangan Gambar: Jalan yang dibangun oleh PNPM-MP

Page 83: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita142 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 143

Pengembangan Audit Sosila Study Kasus PNPM Mandiri Perdesaan

Oleh: Wendy BullanCircle of Imange Society Timor (CIS Timor) - NTT

I. RINGKASAN TEMUAN-TEMUAN UTAMA

I.1. Metode Audit Social

I.1.1. Jenis data

Dalam audit ini jenis data yang digunakan adalah: (1) data primer yang diperoleh melalui hasil wawan-cara, dengan seluruh responden. Data primer yang dimaksud dalam peneli an ini adalah bagaimana up-aya pelaksanaan program PNPM Mandiri Pedesaan di wilayah sampel. (2) data Sekunder, merupakan data yang diambil secara dak langsung dari sumbernya, yang diambil dari dokumen (laporan, paper, majalah

Page 84: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita144 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 145

beberapa asumsi yang dibangun peneli sebelumnya. Untuk memperkaya analisis observasi hasil- hasil pro-gram yang diiku wawancara konfi rmasi juga dilakukan pada aparat desa dan masyarakat untuk mendapatkan kofi rmasi dan memperkuat informasi yang didapat dari responden ataupun pengamatan sebelumnya. Se-cara kualita f kajian ini juga akan menganalisis berba-gai masalah yang mbul dalam implementasi PNPM. Pendekatan kualita f juga dilakukan dalam melihat kerangka regulasi dan implementasi PNPM, berbagai hambatan, dan kemungkinan pemecahannya.

I.1.4. Wilayah

Secara purposif empat kabupaten dipilih sebagai daer-ah sampel, yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten TTS, Kabupaten Belu, dan Sumba Timur. Wilayah Kabupaten dipilih berdasarkan konsentrasi upaya, yaitu kabupaten yang memperoleh program PNPM dengan karakteris k daerah yang dipilih berdasarkan per mbangan khusus dan disesuaikan dengan waktu audit ini. Per mbangan pemilihan wilayah sampel tersebut berkaitan beber-apa hal, yakni: Kabupaten Kupang sebagai kabupaten yang dekat dengan ibu kota propinsi, Kabupaten Sum-ba Timur, yang paling rendah IPM-nya untuk seluruh NTT yakni 59,6, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) di mana IPM-nya termasuk yang terendah di daratan Timor, yakni 62,7, dan Kabupaten Belu yang memiliki laju pertumbuhan penduduk ter nggi di NTT.

II. Analisis

II.1. Konteks Wilayah

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melipu 566 pulau be-sar dan kecil dengan luas daratan 47,3 ribu km2. Propinsi

dan koran) atau seseorang mendapat informasi dari “orang lain”. Dalam peneli an ini juga data sekunder yang digunakan penulis adalah data yang diperoleh dari instansi pemerintah di Kabupaten sampel yang telah ada sebelumnya.

I.1.2. Metode Pengumpulan

Dalam mengumpulkan informasi untuk audit ini dilaku-kan wawancara mendalam kepada beberapa penerima manfaat PNPN, seper masyarakat desa, aparat desa, perempuan, bahkan fasilitator PNPM di propinsi, ka-bupaten menggunakan pertanyaan- pertanyaan kunci yang akan berkembang sesuai jawaban responden, yang dianggap mampu memberikan gambaran yang menyeluruh dan mendapatkan informasi pen ng da-lam rangka memperkaya analisis. Informasi juga dida-patkan dari dokumen terkait tentang kebijakan, pedo-man, serta prosedur teknis PNPM. Adapun responden dalam audit ini yakni:

a. Masyarakat sebagai penerima manfaat langsung PNPM

b. Instansi pemerintah terkait program ini, antara lain: Pemda, BPMPD, Pemerintah Kecamatan, aparat desa.

c. Pelaksana PNPM di daerah (Fasilitator Propinsi, kabupaten, kecamatan, dan UPK).

I.1.3. Pengolahan Data

Audit ini menggunakan pendekatan kualita f melalui analisis data dan informasi yang dikumpulkan dari ha-sil wawancara, observasi, dan telaah dokumen untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dan jawaban dari

Page 85: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita146 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 147

(NTT dalam angka 2012).

Secara umum gambaran wilayah dalam audit ini seper yang ada dalam tabel dibawah ini:

Kabupaten/ Kecamatan/

Desa

Luas Desa/ Kelurahan

Total Penduduk

(Jiwa)

Ak vitas Ekonomi Utama

Jumlah KK Miskin

Sumba Timur/Kota Wain-gapu/Kamba-jawa

10.451

Pertanian, peternakan, industri rumah tangga (terutama kerajinan teks l/te-nun), serta pariwisata

829

Belu/Tasifeto Timur/Fatu-baa

662 Ha 1336Petanian, peternakan, perkebunan

400- 500

Timor Tengah Selatan/Am-abuban Barat/Eno Neontes

11 Km2 1634

Pertanian, peternakan, perkebunan

200-400

Timor Tengah Selatan/Batu Pu h/Boen-tuka

1883

Pertanian, perkebunan, peternakan

200-400

Kupang/Ku-pang Tengah/Oebelo

27,19 Km2 3936

Pertanian, peternakan, perikanan, tambak garam

< 800

Kupang/Ku-pang Barat/Kuanheum

21,46 Km2 1280

Pertanian, peternakan, perikanan, budidaya rumput laut

< 200

NTT memiliki 21 kabupaten/ kota dengan tujuh pulau besar, yaitu Flores, Sumba, Timor Barat, Alor, Lembata, Rote, dan Sabu, yang menurut Hasil Sensus Penduduk 2010, Jumlah penduduk Provinsi NTT adalah 4.683.827 jiwa. Topografi di semua pulau di NTT berbukit-bukit dengan dataran yang tersebar secara sporadis dan sempit, dengan ngkat kemir-ingan lahan rata-rata lebih dari 50 derajat. Kondisi topografi wilayah inilah yang merupakan salah satu tantangan utama bagi transportasi dan komunikasi antar daerah. Tantangan ini pula membuat secara umum di ap kabupaten pelayanan infrastruktur belum op mal dan belum menjangkau seluruh wilayah. Prasarana dan sarana perhubungan di provinsi ini masih sangat terbatas, baik jumlah, mutu, maupun frekue-nsinya. Provinsi NTT memiliki panjang Jalan 18. 997,44 Km (NTT dalam angka 2012), belum semua desa di ap kabupat-en memiliki akses jalan. Kondisi Jalan Nasional, 39,13% da-lam kondisi baik, 34,92% dalam kondisi sedang dan 25,78% kondisi rusak (Hasil Survey Tahun 2007).

Pengelolaan potensi peternakan, perikanan, lahan kering, lahan basah, pariwisata, serta industri pengolahan juga be-lum op mal. Hal ini pula yang membuat pola pertumbu-han ekonomi NTT rata- rata dari tahun 2001- 2007 berada pada 4,75%. Hingga tahun 2010 (BPS NTT) sektor jasa dan pertanian masih sebagai penyanggah dari pengurangan kes-empatan kerja di sektor industri, perdagangan dan lainnya. Yang berkontribusi pada jumlah persentase penduduk mis-kin di NTT menempa urutan ke lima terbawah (23,03 %) di tahun 2010. Dan kabupaten Timor Tengah Selatan adalah kabupaten yang jumlah penduduk miskinnya paling banyak di NTT (12,41%). Tiga kabupaten dalam audit ini menempa peringkat ter nggi berkaitan dengan jumlah keluarga mis-kin terbanyak; TTS (67.291), Kupang (58.033), Belu (54.244), dan Sumba Timur (29.034) menempa peringakat kelima

Page 86: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita148 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 149

Eno Neontes Boentuka Oebelo Kuanheum Kambajawa Fatubaaf

• Bangunan Posyandu

• Jalan 2,5 km• SPP: enam

kelompok (@ 5-8 orang)

• 80 Unit PLTS di empat dusun (350 Juta)

• SPP untuk lima kelom-pok

• Gedung TK (202 Juta)

• Fee untuk guru honor pada SD Inpres Boen-tuka dan SMP Satap

• Jalan 5 km• Bangunan

untuk PAUD• SPP untuk 11

kelompok (5- 10 orang); kios, ternak ayam, babi, tanam sayur.

• Beasiswa berupa seragam dan perlengka-pan sekolah bagi pelajar SD, SLTP, dan SLTA.

• Pembuatan jalan 2 km

• SPP• Beasiswa

untuk anak SD (kelas 1-5) dan SLTP (Kelas 1-2) berupa seragam dan peralatan sekolah.

• Pustu• Pela han

karang taruna

• PAUD

• Infrastruktur 263.500.000

• Ekonomi Sosial pela -han menjahit dan modal usaha, privat untuk pelajar SD, SLTP, SLTA, simpan pinjam untuk masyarakat 29.000.000

• BOP 7.500.000

• 4 unit sumur untuk ga dusun

• SPP (490 Juta).

• Sebuah saluran irigasi sawah (P= 1.3 km, L= 3 m, T= 60 m).

• 3 unit ruang kelas SD In-pres Fatubaa, 290.800.000

• PNPM GSC membantu posyandu dengan makan tamba-han untuk anak dan ibu menyusui

• Membayar honor guru SD Inpres Fatubaa

• Membayar honor kader kesehatan

• Membayar satu orang tenaga admin-istrasi bidan.Dan saluran • irigasi sepan-jang 1.200 m

Rp. 291.348.800.000

Di NTT, PNPM berak vitas di semua kabupaten rata-rata tahun 2007/2008 (Oebelo: 2008, Kuanheum: 2008, Eno Neontes: 2009, Boentuka: 2009, Fatubaa; 2010, Kamba-jawa: 2008) yang sebelumnya dengan nama PPK. Di tahun 2012 dengan target 288 kecamatan di NTT, jumlah BLM yang disalurkan sebanyak Rp. 668.200.000.000,- (APBN= Rp. 603.578.000.000,-, APBD= Rp. 64.623.000.000,-).

Sejak tahun 2007/2008 ada banyak ak vitas yang telah di-lakukan PNPM di ap- ap desa/kelurahan sesuai usulan masyarakat. Sesuai keputusan Departemen Dalam Neg-eri Republik Indonesia (2010), usulan yang didanai dalam PNPM-MP dapat diklasifi kasikan atas empat jenis kegiatan, melipu , 1) Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasa-rana dasar yang dapat memberikan manfaat jangka pendek ataupun jangka panjang secara ekonomi bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin, 2) Peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegia-tan pela han pengembangan keterampilan masyarakat, 3) Kegiatan peningkatan kapasitas/keterampilan kelom-pok usaha ekonomi, terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumberdaya lokal, dan 4) Penambahan permodalan SPP.

Tabel berikut menjelaskan ak vitas PNPM di desa yang di-audit.

Page 87: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita150 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 151

tor kelurahan-kecamatan Kota Waingapu). Se ap kegiatan yang sudah ditetapkan, akan disosialisasikan oleh FK dan FT di desanya masing-masing. “Pada prinsipnya, kegiatan mereka (PNPM) sesuai dengan petunjuk operasional mer-eka”. (Timo us K., 40 Tahun, petani Desa Kuanheum)

Dalam mekanisme PNPM Mandiri Perkotaan, dibentuk Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di ap kelurahan dengan masa kerja ga tahun. Mereka bersama fasilitator di se ap ak vitas PNPM di kelurahan. Ada proses di kelu-rahan/desa untuk menyusun Program Jangka Menengah (PJM), Penanggulangan Kemiskinan/Rencana Pembangu-nan Jangka Menengah Desa, yang didasarkan atas usulan masyarakat, mulai dari ngkat RT. Kemudian dibuat skala prioritas berdasarkan refl eksi kemiskinan, njauan par si-pa f, dan pemetaan swadaya oleh masyarakat. Masyarakat sendiri yang menentukan kategori miskin menurut mereka. Proses menyusun PJM Penanggulangan Kemiskinan dibuat ga tahun sekali, kemudian disinkronkan dengan hasil

Musrenbang. Dalam pengalokasian biaya dipilah, mana yang perlu dibiayai PNPM atau SKPD. “Masyarakat cen-derung lebih percaya PNPM, karena mengakomodir usulan mereka, dan pas untuk pendanaan dan realisasi kerjanya daripada Musrenbang pemerintah. Karena biasanya, usu-lan walaupun berulang-ulang dak direalisasi. Biasanya, usulan dalam Musrenbang yang dak direalisasi dibawa ke PNPM untuk mendapatkan realisasinya”. (Apeles Moon, 42 tahun, Kepala Desa Oebelo)

PNPM masuk di NTT antara tahun 2007-2008. PNPM te-lah membantu pemerintah melakukan beberapa tanggung jawabnya, seper pengadaan infrastruktur. Proses peren-canaan melalui musyawarah bersama untuk menjaring usulan atas dasar kebutuhan masyarakat. Proses ini sebe-narnya membantu untuk mendapatkan banyak informasi

II.2. Kontribusi PNPM: Pola-Pola Keunggulan/Keberhasilan

Sesuai dengan kebijakan umum PNPM Mandiri, maka kom-ponen umum program ini ada empat jenis, yakni: 1) pem-berdayaan masyarakat, 2) bantuan langsung masyarakat (BLM), 3) Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal, dan 4) Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Pro-gram. Turunan dari komponen diatas maka jenis program PNPM di bagi dalam dua bentuk kegiatan, yaitu memban-gun fasilitas umum seper jalan, rumah Posyandu, ge-dung Polindes, dan berbagai fasilitas publik lainnya. Ben-tuk kegiatan kedua adalah memberi peminjaman uang dengan bunga 1,5% dengan waktu pengembalian selama satu tahun atau 12 bulan kepada induvidu-induvidu yang tergabung dalam berbagai kelompok tani, terutama kel-ompok perempuan. Semuanya dilandasi dengan semangat besar pemberdayaan masyarakat, baik aparat pemerintah maupun masyarakat miskin agar mampu mandiri. Berba-gai pendekatan dan metode dalam program diharapkan mampu mendorong par sipasi masyarakat sebagai pelaku dan penerima manfaat program. Hal ini juga diakui Yoktan Tanesib (Ketua KPMD Desa Bentuka, TTS- NTT), “Berbagai pendekatan yang dipakai PNPM sudah sangat melibatkan masyarakat, tetapi kesiapan masyarakat dengan berbagai pendekatan tersebut belum sepenuhnya”.

Dalam penentuan suatu kegiatan PNPM, biasanya proses penjaringan aspirasi dimulai dari desa/kelurahan sampai ngkat kecamatan. Masyarakat yang diwakili berbagai el-

emen dilibatkan dalam musyawarah desa. Komitmen par- sipa f menjadi acuan se ap kegiatan PNPM. “Dalam

semua tahapan penjaringan kebutuhan, kami harus pas -kan semua masyarakat terlibat, baik perempuan maupun laki- laki. Hal ini bisa dilihat dalam kepengurusan BKM 40% harus perempuan”. (Verkianus Meto, 29 tahun, fasilita-

Page 88: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita152 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 153

tuan fi sik, seper jalan. Karena kita mau minta atau ambil uang dimana lagi supaya jalan bisa dibangun. Kami siap memberikan bantuan bahan di sekitar kita dengan cuma-cuma agar jalan bisa dibuat, kalau dak, maka proyek itu pindah ke desa lain. Kita yang rugi toh. Biasanya, suatu daerah dikatakan maju bila ada jalan yang baik”. (Ibu ru-mah tangga dari Desa Fatubaaf, Belu).

Kebijakan PNPM mengalokasikan 25% dana untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi perempuan merupakan sebuah kebijakan yang properempuan. Mengingat dana yang dialokasiakan dalam PNPM merupakan dana kompe si, sehingga akan sangat sulit jika memberikan kompe si itu terbuka bagi perempuan, dengan posisi sangat terbatas pelibatan perempuan dalam ak vitas publik. “Dulu pe-luang untuk mendapatkan modal usaha sangat terbatas, kami biasanya meminjam di koperasi harian untuk beru-saha, tetapi setelah PNPM ada, membantu peluang kami dalam menambah modal”. (Yuliana Pakh-Lay Doko, 59 ta-hun, petani dan ibu rumah tangga dari Desa Oebelo). Di kelurahan Kota Waingapu dan Kambajawa ada kelompok yang sudah membentuk lembaga keuangan mikro, yang nan nya mau dibentuk koperasi setelah ada rapat ang-gota. “PNPM sangat membantu karena persyaratannya dak berbelit seper yang lain. Kalau setoran rajin, maka

permohonan pinjaman selanjutnya akan lebih gampang lagi”. (Ibu Rince N., 24 tahun, petani rumput laut dari Desa Kuanheum).

II.3. Kelemahan –kelemahan PNPM

II.3.1. Lemahnya Penguatan Kelembagaan Berdampak pada Kesiapan Masyarakat untuk Berpar sipasi

Berdasarkan arah dan prinsip dasar pemberdayaan masyarakat dalam PNPM, maka pendekatan pro-

tentang ragam kebutuhan warga yang mungkin saja sela-ma ini belum diketahui. “Pekerjaan PNPM ini sangat baik, karena pengawasannya ketat. Dulu, setelah kami panen di sawah, kami harus pikul karung sampai di rumah, tapi sekarang kendaraan sudah bisa masuk sampai ke sawah, dan kami dak pikul lagi hasil panen. Jadi, kerja PNPM ini sangat baik, dan juga ada pengawasnya dari masyarakat”. (Bincer Neslaka, 25 tahun, Kepala Dusun I Desa Kuanheun, Kabupaten Kupang).

PNPM hadir membantu desa dalam merealisasi usulan yang dijaring dalam Musrenbang desa, karena dak mung-kin dijawab dalam Musrenbang kecamatan ataupun ka-bupaten. PNPM sering dipandang sebagai pembawa dana bagi “da ar belanja” desa yang dak mungkin terbiayai. “Kalau disuruh memilih, kami memang lebih senang ban-

Keterangan Gambar: Salah Satu Rumah yang dibangun oleh PNMP-MP

Page 89: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita154 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 155

Pada dasarnya, sebuah proses pemberdayaan ada-lah proses membuat orang menjadi berdaya dengan memaksimalkan apa yang ada di sekitarnya. Hingga kini konsep berdaya yang dibangun masih belum kontekstual dan berkelanjutan. Hanya dihitung dari kepemilikan materi dan perekrutan masyarakat men-jadi tukang atau buruh dalam proyek fi sik di desa. Padahal, konsep berdaya di ap desa berbeda, be-gitupun dengan potensi yang ada di desa. Program pemberdayaan seharusnya disesuaikan dengan po-tensi desa, sehingga harus berbasis data dari desa bukan ditentukan oleh pemegang mandat ter nggi, karena yang lebih mengetahui keadaan daerah ada-lah masyarakatnya sendiri. Fasilitator dan para ca-mat harus turun ke desa-desa untuk mencerma kondisi yang ada. Menurut Bupa Sumba Timur, Gideon Mbilijora, 56 tahun, “Seharusnya penen-tuan besaran dana untuk se ap desa jangan hanya berdasarkan laporan kepala desa, tanpa ada survei lokasi atau desa sasaran”. (Spirit NTT).

Masyarakat, ke ka ditanya ukuran kesehjahteraan maupun kemiskinan, jawabannya berbeda di ap tempat, bergantung perspek f masyarakat. Pada masyarakat yang pernah mendapat intervensi ber-bagai program, baik oleh pemerintah maupun LSM, standar yang ditetapkan sangat nggi, ataupun ser-ing memakai standar luar untuk mengukurnya. Hal ini berbeda ke ka ditanya pada masyarakat yang be-lum atau jarang diintervensi berbagai program pem-berdayaan. Ukuran yang mereka digunakan yakni di-lihat dari hasil pendapatan KK, kepemilikan hewan, bentuk rumah, frekuensi makan dalam satu hari, pemakaian sabun mandi/cuci, ada TV, beragam lauk

gram yang digunakan melibatkan komunitas sebagai pengembang dan pengambil keputusan dalam se ap ak vitas pemberdayaan. Oleh karena itu, kesiapan masyarakat berpar sipasi perlu didukung dengan penguatan kelembagaan yang utuh dari segi kebi-jakan, pelibatan, dan pengawasan. Kesiapan pemer-intah desa merupakan prasyarat utama dalam se ap ak vitas, mengingat fokus ak vitas PNPM adalah desa. Hal ini juga yang diingatkan oleh Yoktan Tane-sib, Ketua KPMD Desa Bentuka, TTS. “Pemerintah desa belum op mal dalam menerima berbagai pro-gram, agar semua program yang ada di desa mam-pu memberikan manfaat bagi masyarakat. Pemerin-tah desa masih sekedar mencatat berbagai program yang ada namun untuk pengawasan, kontrol, dan saran menyangkut program belum bisa dijalankan. Mengapa orang yang sama sebagai sasaran berba-gai program pemberdayaan namun orang-orang itu juga yang masih tergolong masyarakat miskin”.

Penguatan kelembagaan yang belum op mal mem-buat informasi dan data di desa hanya digunakan sebagai pelengkap administrasi, tapi dak dijadikan acuan pengambilan keputusan berdasarkan potensi yang ada. NTT sendiri hingga kini belum memilki data desa spesifi k untuk membantu mengarahkan program pembangunan yang dilakukan bisa men-jawab kebutuhan masyarakat. Pengelolaan data dan informasi program pada kenyataannya menjadi iro-ni. PNPM-MP sebagai satu-satunya program pem-berdayaan masyarakat terbesar, walaupun sudah menginjak usianya lebih dari satu dasawarsa, dalam urusan data dan informasi masih kedodoran (Lapo-ran Bulanan KMN PNPM periode Februari 2009).

Page 90: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita156 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 157

ong membangun jalan dan infrastruktur publik lain, padahal ada kebutuhan lain yang lebih menyentuh masyarakat desa, seper sumur air bersih, pertani-an, perkebunan. Seper nya, semua pembangunan di desa mengarahkan masyarakat desa untuk ke kota tanpa membangun kapasitas masyarakat desa. Pem-berdayaan dan intervensi masih sebatas memban-gun infrastruktur agar memudahkan akses orang,. Penguatan akses pada sumber-sumber penghidupan yang berkelanjutan agar masyarakat lebih mandiri pun terlupakan. PNPM menjadi program memban-gun infrastruktur tanpa melakukan pemberdayaan masyarakat.

Dalam laporan pencairan dan kemajuan kegiatan PNPM terlihat semua kegiatan di masyarakat hanya untuk memas kan bahwa semua tahapan terlak-sana. Pela han yang dilakukan pun hanya bagi mer-eka yang terekrut sebagai TPK, UPK, fasilitator dan pelaku manajemen PNPM, baik di ngkat desa sam-pai kabupaten. Fasilitator PNPM Kabupaten Sumba Timur ke ka diwawancarai mengatakan, “Pela han untuk pendamping ada sebelas jenis. Ada pela han yang dilakukan oleh fasilitator dan UPK untuk kel-ompok SPP tentang petunjuk-petunjuk teknis pem-bukuan, namun dak ada pela han reguler tentang penguatan kelompok. Yang ada hanyalah pendamp-ingan dalam bentuk pengontrolan terhadap kemam-puan pengembalian pinjaman selama masa pemin-jaman”.

Membangun infrastruktur lebih dimina dibanding-kan pemberdayaan. Kegiatan fi sik dianggap menjadi “berkat” berkelimpahan yang diterima dengan dalih kebanyakan masyarakat lebih memilih kegiatan fi sik

yang dimakan ap hari. Ada juga yang mengukur kesejahteraan pada kondisi rumah, lantainya, atap-nya seng atau dak, makan ga kali sehari, kepemil-kan ternak, dan barang berharga lainnya.

Ke daksiapan masyarakat diperparah dengan wak-tu pengerjaan proyek yang terkesan terburu-buru, sehingga TPK yang seharusnya mengontrol se ap kegiatan dak melakukan tugasnya. Pela han yang diberikan hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang tergabung dalam BKM, TPK, dan pani a lainnya untuk mengontrol jalan- daknya pengerjaan, seh-ingga masyarakat lain yang dak mendapat pela -han dak menger walaupun diperlihatkan RAB. “Supaya kami bisa kontrol proyek ini dengan baik, maka harus ada pela han bagi masyarakat dan juga pemerintah desa, sehingga kami bisa kontrol jalannya proyek yang sesuai dengan RAB-nya. Kalau dak mau kasih tunjuk juga, kami hanya menyahut

“ya”,meski dak menger ”. (Timo us Kause, 40 Ta-hun, masyarakat Desa Kuanheum).

II.3.2. Pemberdayaan Masyarakat Sebatas Pembangunan Infrastruktur Desa

Pemberdayaan merupakan proses berkesinambun-gan yang terintegrasi di se ap ak vitas pembangu-nan yang par sipa f. Melalui par sipasi, masyarakat diharapkan semakin terdorong untuk menggerak-kan kemampuannya dalam mencapai kehidupan yang mandiri. PNPM sebagai program pember-dayaan terbesar di Indonesia, hingga kini skala pri-oritas yang dibuat bersama masih mengarah pada proyek infrastruktur tanpa memperha kan kebu-tuhan masyarakat sebenarnya. Di desa-desa didor-

Page 91: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita158 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 159

mengutamakan administrasi yang fokusnya pada penyelesaian proyek, bukan pemberdayaan. Misal-kan kegiatan kadang-kadang belum dilakukan, tetapi laporan dan data sudah harus dimasukkan agar ada pencairan dana tahap lanjut. Otoma s, dengan sik-lus ak vitas PNPM yang begitu banyak, membuat kami hanya mengejar realisasi proyek daripada pemberdayaan. Seharusnya, pencairan dana juga harus disesuaikan dengan kesiapan masyarakat, bukan hanya deadline waktu dan kelengkapan ad-ministrasi. Akhirnya, kegiatan pemberdayaan dak jalan. Kami hanya dipusingkan kelengkapan admin-istrasi dan penyelesaian proyek.” (Verkianus Meto, 29 tahun).Banyak persoalan yang terjadi berkaitan implemen-tasi program PNPM di daerah, namun hingga saat ini belum ada mekanisme yang dibangun berkaitan monitoring dan evaluasi dari masyarakat. Ada ban-yak hasil program yang mengeluarkan banyak dana, namun dalam waktu singkat terjadi kerusakan, bah-kan dak sesuai spesifi kasi. Hasil observasi salah satu proyek jalan PNPM di Kabupaten Kupang, yang dibangun di Kelurahan Manulai I (640 meter den-gan biaya Rp. 360-an juta) dan Kelurahan Naibonat, dikatakan sebagai jalan rabat beton dibangun ta-hun 2011 dan 2010. Namun, betonnya sangat pis, membuat jalan tersebut rusak dalan jangka pendek. Hingga kini, mekanisme komplain dari masyarakat yang merasa dirugikan program ini dak ada. Mer-eka kebingungan mau lapor kemana. Banyak kom-plain masyarakat, namun mereka dak punya kekua-tan untuk memperjuangkannya. Walaupun ada yang sudah dilaporkan, tapi seper nya terlupakan, akh-irnya masyarakat memilih acuh.

dalam ak vitas PNPM. Hal ini disambut baik oleh para aparat lainnya yang mengambil untung dari kegiatan fi sik ini. Di kalangan aparat, baik ngkat ke-camatan maupun desa sering menggunakan is lah “dapur ber-asap” ke ka ada banyak proyek fi sik, kar-ena “bagian” mereka pas telah disediakan. Hal ini juga didukung fasilitator demi memperlancar segala ak vitas di desa. Di Sumba Timur beberapa tokoh desa dan masyarakat mengeluh berkaitan dengan RAB yang dibuat. Bagi mereka, RAB infrastruktur yang diperlihatkan sama sekali dak dimenger , kar-ena dak tahu mana yang bermutu atau dak un-tuk sebuah jalan yang baik. Mereka dak diajarkan tentang hal itu. Dalam tahap sosialisasi biasanya su-dah diumumkan bahwa pagu dana hanya untuk in-frastruktur. Masyarakat desa memilih pembangunan fi sik, karena belum ada prasarana untuk pelayanan dasar di desa. “Masyarakat desa ini memiliki SDM yang rendah, tapi dak ada dalam program untuk meningkatkan SDM masyarakat, terutama desa ini 98% adalah petani. Dalam sosialisai dak dising-gung berkaitan dengan pertanian dan peternakan, hanya untuk jalan ataupun pekerjaan fi sik lainnya, jadi masyarakat pas lebih pilih fi sik, apalagi jalan di desa kami masih parah”. (Moses Piter Faot, 50 ta-hun, Kepala Desa Eno Neontes, TTS).

Berbagai proses pemberdayaan seper nya terbeng-kalai dengan tuntutan penyelesaian program fi sik yang kemudian dijus fi kasi sebagai bagian dari pem-berdayaan. Hal ini diperkuat pernyataan seorang Fasilitator Pemberdayaan Kelurahan-Kecamatan Kota Waingapu, “PNPM konsepnya bagus, tapi yang terjadi di ngkat m leader kadang-kadang lebih

Page 92: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita160 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 161

bagai warga negara, misalnya membayar pajak, tapi pelayanan dasar yang diberikan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat desa. PNPM dengan pro-gram kemandirian yang menjadi gaung kesuksesan berharap mental ketergantungan masyarakat bisa hilang. Akan tetapi, sejalan dengan hal itu program pengurangan kemiskinan yang dijalankan cenderung fokus pada bantuan fi sik dan upaya penyaluran ban-tuan sosial dibandingkan program-program pengua-tan kapasitas masyarakat untuk dapat mandiri den-gan potensi yang ada. Masyarakat desa yang lemah posisi tawar dan akses terhadap pelayanan dasar, tentu saja menerima bantuan atas nama kesejahter-aan dan pemberdayaan. Namun, disaat yang bersa-maan, mereka disibukkan untuk bekerja mandiri me-menuhi pelayanan dasar yang seharusnya diterima dari negara. Sementara, waktu untuk memikirkan hak-hak mereka atas kehidupan yang lebih layak di masa datang lewat akses berbagai sumber daya ter-lalaikan. Hal ini dibenarkan Mery Neken, 36 tahun, Kader Pasyandu dan petani di desa Bentuka, TTS, “Masyarakat secara swadaya membangun jalan atau Pustu karena itu untuk kepen ngan bersama, nan nya masyarakat yang bekerja akan diberikan uang sirih pinang, tetapi kadang-kadang banyak masyarakat yang dak mau kerja karena mereka dak setuju tanah mereka diambil untuk bangun

jalan”.

Mekanisme pencairan dana yang terlambat juga menjadi kendala, karena dalam waktu bersamaan (Oktober-Desember) merupakan jadwal masyarakat mempersiapkan kebun, ladang, sawah menyambut musim hujan. Biasanya, pencairan dana untuk ke-

II.3.3. Sis m Swakelola sebagai Jus fi kasi Ke dakmampuan Negara Memenuhi Tanggung Jawabnya dan Pembe-banan Masyarakat

Secara kuan ta f, penerima manfaat PNPM sangat banyak karena intervensinya per kecamatan dengan beberapa desa didalamnya. Hingga tahun 2012 tar-get daerah intervensi PNPM di NTT berjumlah 288 kecamatan, melipu 21 kebupaten/kota. Dalam re-alisasinya, sistem swakelola adalah ciri utama PNPM dalam mendorong pembangunan yang par sipa f. Sistem tersebut oleh sebagian masyarakat menjadi pendekatan yang seper nya dipaksakan, yaitu ke ka masyarakat dituntut memikirkan dan menanggung sebagian kewajiban yang seharusnya menjadi tang-gung jawab negara, seper penyediaan jalan, seko-lah, Pustu, dll. “Kami sebenarnya sedikit keberatan untuk bersama membangun jalan desa. Bukannya kami dak mau, tetapi waktunya bersamaan kerja lainnya: pergi berkebun. Tapi karena ada himbauan dari pemerintah desa, sehingga kami harus pergi, kalau dak, maka kami dak boleh pakai jalan terse-but”. (Paulus, 45 tahun, petani Desa Praibokul, Sum-ba Timur).

Membangun jalan, jembatan, dan berbagai prasa-rana, baik kesehatan maupun pendidikan sudah se-harusnya dilakukan negara tanpa harus membebani rakyat. Masyarakat berkewajiban untuk menjaga sa-rana prasarana tersebut.

Bantuan yang diberikan PNPM seolah-olah meng-gambarkan bahwa masyarakat di desa adalah pem-inta yang tak berdaya dan terus bergantung. Selama ini, masyarakat dituntut melakukan kewajiban se-

Page 93: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita162 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 163

mengharuskan 25% pagu dana dialokasikan untuk pemberdayaan perempuan. Hasil sensus BPS NTT 2010 persentase perempuan yang bekerja pada sek-tor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan 64,60%, dak jauh beda dengan laki- laki 64,78%. Sedangkan persentase perempuan yang bekerja pada sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi 0,79%, dibandingkan laki-laki 7,90%. Banyak lembaga keuangan serta beberapa program pemberdayaan yang menyediakan modal bagi masyarakat, khusus perempuan, tapi hingga kini belum ada yang betul-betul peka pada kondisi dan sumber daya perempuan desa, yang tersedia keban-yakan fokus kegiatan pada ekonomi produk f skala besar dan usaha agribisnis. “Untuk PNPM, kalau mau dapat pinjaman harus ada usaha seper kios, jual sayur. Saya dak mau pinjam, karena dak bisa kem-balikan, apalagi dak biasa untuk berusaha. Kami butuh modal, tapi kalau ada usaha maka bisa kem-balikan. Syaratnya dak susah, tapi kalau pas penag-ihan dak ada uang, maka kita yang sulit. Kami seba-gai petani pas sulit karena pas dapat hasil baru bisa dijual, sehingga kalau pengembalian per bulan maka akan memberatkan. Kalau dak ada usaha maka sama saja, kalau buka kios dan semua ramai-ramai buka kios, siapa yang beli?” (Agnes Bete, 37 tahun, ibu rumah tangga, anggota Kelompok Tani Mu kuai, Desa Fatubaaf, Belu).

Pendapat diatas diperkuat Sekertaris Desa Kadah-ang, Sumba Timur, Alens Jangkapeka, 42 tahun, “Di sini banyak sekali kelompok yang terbentuk untuk dapat bantuan maupun pinjaman. Sekitar delapan kelompok, dengan jumlah anggota satu kelompok 20

camatan akan menunggu hasil musyawarah di se-mua desa selesai. Banyak yang mengeluh walaupun desa mereka sudah selesai lebih awal, namun harus menunggu desa lain, sehingga realisasi proyek juga terlambat dak sesuai jadwal masyarakat. “Pekerjaan PNPM membutuhkan gotong-royong, sehingga su-sah masyarakat bagi waktu kalau sudah mulai kerja kebun, kalau sudah begini, susah untuk menghimpun masyarakat gotong-royong”. (BN, 25 tahun,kepala dusun di salah satu desa di Kabupaten Kupang).

Kerja masyarakat dalam proyek PNPM dihitung HOK se ap harinya, namun biasanya cair terlambat, se-mentara masyarakat dak bekerja di kebun karena berharap HOK untuk makan. “Menurut saya, PNPM harus memperbaiki sis m pencairan dana, karena dana dicairkan terlambat, padahal sudah selesai verifi kasi. Pencairan dana terlambat membuat kami kesulitan untuk kerja. Seharusnya dana dicairkan ke desa sekitar bulan April-Mei, sehingga kami dapat kerja gotong-royong. Karena bulan begitu, rumput dan daun masih hijau, jadi kami dak perlu mencari makanan untuk ternak. Kalau bulan Agustus, daun dan rumput sudah kering, kami harus mencari daun untuk ternak. Sedangkan bulan September atau Ok-tober, kami sedang membersihkan kebun untuk di-tanam. Ini dana cair pada bulan begitu, kapan kami kerja PNPM punya, kapan kami kerja kebun? Jadi, bulan begitu masyarakat sulit untuk gotong-royong”. (Fredik S., 52 tahun, petani Desa Oebelo).

II.3.4. Mekanisme Kredit SPP dak Peka pada Kondisi Perempuan Desa

Sebuah kebijakan yang properempuan ke ka PNPM

Page 94: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita164 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 165

kan modal dulu. Apalagi di desa, orang-orangnya be-lum paham melakukan kegiatan dagang atau bisnis. Kebanyakan petani, kalau berikan tempo minimal ga bulan kan bagus, disesuaikan dengan waktu

panen”.

Mekanisme ini merupakan standar pengembalian yang digunakan untuk peminjaman di SPP, yang akan disepaka ke ka peminjaman dan disesuaikan da-lam standar operasional peminjaman. Pengembalian biasanya berupa pokok+bunga+simpanan (akan dikembalikan setelah pinjaman dilunasi). Keberatan menyangkut mekanisme ini juga disampaikan Ibu Rensi N., 24 tahun, salah satu anggota kelompok SPP Desa Kuanheum dan petani rumput laut, “Pinjaman modal dari SPP di desa kami dipakai untuk usaha kios, beli ayam potong, beli babi, maupun untuk petani rumput laut. Metode pengembalian sangat memberatkan, terutama yang usaha babi maupun petani rumput laut. Mereka membutuhkan jangka waktu 3-5 bulan baru bisa kembali modal. Begitupun untuk petani rumput laut, membutuhkan sekitar ga bulan untuk bisa panen, terutama petani rumput laut yang dengan modal itu baru membeli tali untuk tan-am rumput laut, membutuhkan waktu minimal ga bulan untuk modalnya bisa berputar dan mengem-bangkan usahanya”.

II.3.5. Peluang Kredit SPP Hanya bagi Perempuan yang Bisa Memberikan Jaminan Pinjaman dan Pengembalian Ru n

PNPM memberikan kebebasan seluasnya bagi perem-puan untuk mengakses pinjaman asal menjadi ang-gota salah satu kelompok dan bisa mengembalikan

orang. Biasanya, pinjam hanya untuk beli kebutuhan makan saja, hanya pengembalianya harus lancar be-gitu. Kalau mereka pinjam untuk usaha produk f, un-tuk saya dak nampak. Kalau usaha kios, ada juga, tetapi modal pribadi. Usaha kios terlalu banyak se-bagai syarat pinjaman, tetapi penduduk disini sekitar 600-an orang jiwa saja, jadi kalau semua yang beru-saha jualan di desa ini, siapa yang beli, siapa yang jual?”.

Petani kecil dengan modal dan teknologi terba-tas, ak vitas pertaniannya sangat bergantung pada alam. Kondisi demikian berdampak pada hasil yang dak menjanjikan. Hal ini membuat program pem-

berdayaan memang memberikan pinjaman modal khusus perempuan, tetapi mekanisme yang diguna-kan dak disesuaikan dengan kemampuan pengem-balian perempuan di desa yang kebanyakan petani. Mekanisme pengembalian modal dan bunga yang disepaka bersama, yakni se ap bulan dan akan mu-lai dikembalikan bulan berikut setelah meminjam. Terasa memberatkan, apalagi bagi petani, peter-nak yang masa perputaran modal menunggu waktu panen, antara 3-5 bulan. Mekanisme ini membuat masyarakat desa sering kebingungan, terutama di bulan pertama hingga ke ga, banyak dari mereka yang menyisihkan (20-25%) pinjaman modal untuk pengembalian awal. Hal ini disampaikan Kepala Desa Enonenotes, TTS, Moses Piter Faot, 50 tahun, “Bun-ga pinjaman PNPM ke kelompok agak rendah, hanya 1,5-2%, namun mekanisme pengembalian per bulan dak disesuaikan dengan waktu pendapatan perem-

puan petani. Pinjam bulan ini, bulan depan langsung setor tanpa memberikan kesempatan mengembang-

Page 95: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita166 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 167

kios, beli babi, ayam, kalau pengembalian se ap bu-lan dak mampu dari kios, saya usaha dari lain untuk angsuran. Sekarang sudah lunas. Kebanyakan ibu-ibu disini kalau ada uang dipakai untuk beli barang,Mas, yang kalau kesulitan uang kami gadai untuk beli bibit, pupuk, ataupun kebutuhan mendadak lainnya. San-gat menolong, karena jatuh tempo 3-4 bulan baru ditebus, kalau belum bisa tebus, bayar bunga saja”. (Tamar Faot, 32 Tahun, ibu rumah tangga dan petani Desa Enonenotes, TTS). Hal ini juga dipertegas Ed-mundus Nuk ta, 38 tahun, Kepala Desa Fatubaaf, Belu, yang membenarkan limit waktu pengembalian pinjaman PNPM singkat dan memberatkan perem-puan, karena kebanyakan mereka hanya menanam sayur.

“Ada juga yang dak berminat PNPM, karena takut dak bisa dikembalikan. Yang pinjam di PNPM juga

harus yang punya modal awal, misalnya kalau mau pinjam ga juta, harus setor awal sebagai jaminan Rp. 300.000,-. Kalau pengambalian pinjaman lancar dalam enam bulan, baru jaminan itu dikembalikan”. (Reny Pakh-Mooy, 39 tahun, ibu rumah tangga dan petani garam Desa Oebelo, Kupang). SPP yang tujuan awalnya untuk menjangkau perempuan miskin di desa, seper nya menjadi pemberi kredit yang dak jauh beda dengan lembaga keuangan lainnya yang ekslusif bagi masyarakat miskin. Lanjutnya, “Banyak yang ingin pinjam, tapi karena harus punya modal awal, mereka lebih memilih pinjam di koperasi harian sebagai modal awal di rekening, kalau uang PNPM cair terlambat berar sebagian uang akan dipakai untuk tutup pinjaman pada koperasi lain. Harapan ke depan, pemerintah bisa bantu untuk pemberian

pinjaman sesuai jangka waktu yang disepaka . Den-gan demikian, maka peluang itu hanya akan dijang-kau oleh perempuan kelompok menengah ke atas dengan jaminan pengembalian ru n se ap bulannya. “Saya dapat informasi ada pinjaman untuk perem-puan dari PNPM, ada lima kelompok didesa kami. Saya pinjam untuk usaha kios dengan bunga 1,3% X jumlah pinjaman. Kalau dak bisa kembalikan se ap bulan, maka ada denda, kalau dak maka jaminan akan disita. Kadang-kadang saya ambil uang gaji un-tuk menutup pinjaman jika belum ada uang. Syarat-nya harus bisa kembalikan, terserah mau buat apa, yang pen ng pengembalian lancar. Uang itu kami pakai beli ternak, ada juga beli bibit sayur kemudian ditanam”. (Dolores Bitan, 46 tahun, guru dan ibu ru-mah tangga, anggota kelompok SPP “Moris Humalu”, Desa Fatubaaf, Belu).

Mekanisme pinjaman dan pengembalian PNPM yang memberatkan membuat banyak yang memilih pinjam ke koperasi harian. Masyarakat merasa lebih ringan, karena se ap hari sedikit penyetorannya walaupun dengan bunga nggi, karena mereka dak bisa pas- kan se ap bulan ada pendapatan ru n. Koperasi

harian menyediakan pinjaman hingga batas mini-mum (Rp. 50-100 ribu) yang bisa dijangkau semua kalangan. Pengembalian ap bulan yang ru n dirasa memberatkan, belum tentu pendapatan masyarakat petani menengah ke bawah bisa ru n sampai jumlah angsuran per bulan. Dengan kondisi ekonomi yang dak menentu, uang pinjaman dak hanya untuk

usaha, tapi juga untuk konsumsi rumah tangga. “Saya pernah pinjam di PNPM, dua juta dengan pengem-balian 200 ribu/bulan selama satu tahun. Usaha buka

Page 96: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita168 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 169

jukkan sangat sulit jika pemberian modal untuk usa-ha tanpa pendampingan. Kemampuan perencanaan usaha, menghitung laba-rugi, dan krea vitas jenis usaha sangat dibutuhkan, terutama yang memiliki ngkat pendidikan rendah dengan akses informasi

terbatas. Hal ini ditegaskan Kepala Desa Fatubaaf, Belu, Edmundus Nuk ta, 38 tahun, yang mengharap-kan ada pendampingan lanjutan setelah para ibu-ibu diberikan modal sehingga nan nya ada perubahan yang tampak dalam pengelolaan kredit tersebut.

“Dengan pendidikan kami yang rendah, saya kadang-kadang bingung untuk gunakan modal yang sudah ada, ke ka pinjam buat apa, belum ada perencanaan yang jelas sehingga bisa sulit membayar pinjaman nan . Apalagi waktu pengembalian yang sangat sing-kat. Kami ingin berusaha tapi kalah bersaing. Di desa saja kita dak bisa bersaing,apalagi kalau ke pasar yang penjualnya banyak”. (Martha Eklemis, 45 tahun, penjual kue dan petani Desa Oebelo, Kupang).

II.3.7. Rasionalisasi Berbagai Pemotongan Pinjaman dan Fee yang Merugikan Masyarakat

Dalam prinsip dasar PNPM, salah point dasar yang perlu dikembangkan adalah good governance, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari komitmen penguatan kelembagaan untuk pemberdayakan masyarakat. Dalam prak knya, masih banyak pihak yang menggunakan kesempatan itu untuk melaku-kan korupsi. Di beberapa tempat, keluhan datang dari perempuan anggota kelompok SPP. Mereka me-nyayangkan mekanisme yang diatur dalam pencairan pinjaman kelompok disertai potongan-potongan, dengan alasan administrasi. Potongan untuk admin-

modal dengan bunga yang rendah. Ataupun jangan pakai bunga untuk perempuan yang usaha kecil. Ke-inginan usaha ada, tapi modal awal untuk bisa dapat bantuan pemerintah dak ada”.

II.3.6. Pemberian Kredit Modal SPP Hanya untuk Kesuk-sesan Program tanpa Pendampingan

Sesuai data di NTT, perempuan desa memiliki ngkat pendidikan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini juga berpengaruh pada kemampuan perempuan mengembangkan sumber dayanya tanpa pendamp-ingan. Tantangan itu semakin kompleks dengan tun-tutan memenuhi kebutuhan rumah tangga, apalagi ngkat krea vitas yang rendah dalam menciptakan

alterna f pendapatan bagi rumah tangga. “Saya ang-gota kelompok tani, tapi belum pernah dapat ban-tuan modal. Hanya anggota yang pintar yang dapat, kami yang bodoh dak. Pernah dengar informasi dari teman kelompok, ada pinjaman untuk perempuan, tapi nama dak masuk dalam kelompok karena dak ada usaha dan jaminan. Saya juga takut kalau dak bisa kembalikan, jangan sampai kita akan masuk penjara”. (Modesta Basa, 33 tahun, anggota Kelom-pok Tani Taumer, Desa Fatubaaf, Belu).

Terbatasnya alterna f pendapatan rumah tangga karena keterbatasan sumber daya dan kemampuan individu untuk mencari dan mendapatkan berbagai alterna f modal usaha. Petani umumnya punya lah-an yang cukup, tetapi kekurangan modal untuk men-gadakan bibit, pupuk, dan obat- obatan untuk penuhi lahan yang ada, sehingga hasil panen tetap sedikit. Pemahaman dan pengalaman perempuan desa yang terbatas dalam melakukan kegiatan dagang menun-

Page 97: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita170 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 171

istrasi kecamatan dan lainnya demi memperlancar pencairan pinjaman. “Kami juga bingung, kenapa harus ada potongan ini dan itu. Waktu mau pen-cairan uang, petugas katakan setelah ambil di bank, yang dua juta harus dikembalikan ke kecamatan un-tuk urusan administrasi di kecamatan dan desa. Jadi kami ikut saja daripada dak dapat sama sekali” (DT, 50 tahun, Ketua Kelompok salah satu SPP).

Sangat disayangkan, potongan-potongan itu dike-tahui fasilitator PNPM di kecamatan, dengan alasan prosedural, sehingga semua proses bisa lancar. Hal ini terpaksa dianggap wajar oleh kelompok SPP, kar-ena ingin mendapatkan pinjaman. Kadang-kadang mereka protes, tapi dikarenakan pemahaman akan meknisme operasional yang kurang, hal itu diterima secara wajar. “Kami ingin bertanya, tetapi takut pinja-man akan dialihkan ke kelompok lain. Waktu itu jatah untuk kelompok kami 20 juta, dengan anggota lima orang, sehingga masing-masing akan terima empat juta. Tapi ada potongan dua ratus ribu ap orang un-tuk administrasi katanya”. (RN, 24 tahun,petani dan anggota kelompok SPP).

Pemotongan juga terjadi di proyek infrastruktur yang seharusnya melibatkan masyarakat sebagai subjek pemberdayaan. Kepala Desa Oebelo dalam pernyataannya merasa dak setuju jika harus ada potongan 10% dari pemasok untuk pelaku PNPM seper TPK, BKM. “Hal ini membuat kadang-kadang suplyer kerja seenaknya dengan kualitas yang ren-dah. Tapi dak ada yang bisa mengontrol mereka, padahal yang dila h untuk menger RAB kan TPK se-bagai pelaku yang akan mengawasi”. (Apeles Moon, 42 tahun). Rasionalisasi potongan yang dak sesuai

prinsip dan prosedur PNPM membuat masyarakat dirugikan, apalagi dengan mekanisme tender yang melibatkan pemasok yang dak paham prinsip kerja PNPM. “Saya pernah ikut pertemuan di kantor Ca-mat Kupang Barat. Kami dapat informasi dari sek-retaris camat, di Desa Lifuleo, desa tetangga kami.Pembangunan gedung PAUD dak sesuai dengan RAB yang ada. Pengadaan besi beton dan kayu oleh suplayer jauh berbeda dengan yang ada di RAB. Jadi kepala desanya lapor ke anggota DPR, dan anggota DPR itu marah-marah dan suruh segera perbaiki. Jadi masalahnya sudah selesai. Itu karena permainan su-player”. (Bincer Neslaka, 25 tahun,Kepala Dusun V, Desa Kuanheum). Hingga saat ini, belum dibangun mekanisme komplain sebagai evaluasi masyarakat se-bagai subjek pemberdayaan. Posisi tawar masyarakat sebagai pengambil kebijakan seakan dimentah-kan dengan in midasi akan mengalihkan proyek ke daerah/desa lain. Berdasarkan informasi-informasi seper ini, membuat masyarakat dan aparat desa meningkatkan pengawasan dalam pembangunan in-frastruktur di desa. Mereka juga mencari dan mem-bangun jaringan dengan pihak luar yang diharapkan mampu memberikan kontrol, bahkan tekanan bagi para pelaku.

III. REKOMENDASI

III. 1. Masyarakat

III.1.1. Perlu dipikirkan kembali tentang waktu pencairan dana dan realisasi kegiatan, sehingga dak terke-san terburu-buru, karena akhir tahun (Oktober-Desember), yang akhirnya berdampak pada kontrol

Page 98: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita172 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 173

pengerjaan kegiatan yang dak maksimal dan dak adanya ak vitas pemberdayaan bagi masyarakat.

III.1.2. Perbaikan sis m pencairan dana yang berkaitan dengan penyesuaian waktu masyarakat untuk ber-gotong-royong. Sebaiknya dana dicairkan ke desa, sekitar bulan April-Mei, karena di bulan-bulan tersebut merupakan waktu luang bagi petani untuk berkebun atau mempersiapkan ladang.

III.1.3. Membuat skema kebijakan kredit mikro SPP yang sensi f pada siklus ak vitas perempuan petani yang kebanyakan pertanian berskala rumah tangga, se-bagai bagian dari tanggung jawab sosial lembaga.

III.1.4. Diperlukan kebijakan dan program pemberdayaan perempuan dengan memberikan kredit untuk tujuan nonusaha, yang melibatkan lembaga di masyarakat, seper lembaga agama, adat, dll. Mereplikasi mod-el Grameen Bank ala Muhamad Yunus dalam rang-ka menjangkau perempuan kalangan bawah den-gan tanpa bunga atau bunga sangat rendah, tetapi membangun sebuah sistem sosial dalam kelompok/masyarakat.

III.1.5. Mereplikasi mekanisme pengembalian modal ala pegadaian yang memberikan kelonggaran waktu bagi perempuan desa dalam mengembangkan modal (3-4 bulan tenggang waktu perputaran mod-al). Mekanisme ini bisa dijangkau perempuan dari seluruh lapisan masyarakat. Tanpa meragukan ak- vitas bertani sebagai jaminan pengembalian kredit

modal.

III. 2. Aparat Desa

III.2.1. Transparansi data dan anggaran yang melibatkan pemerintah desa dan kecamatan untuk menginter-vensi dan mengawasi jalannya program, dan pen-cairan dana yang sesuai RAB dan realisasi di lapan-gan.

III.2.2. Perubahan kebijakan berkaitan dengan alokasi dana untuk pemberdayaan masyarakat (pela han keter-ampilan hidup yang berkelanjutan) yang disesuai-kan dengan potensi desa, seper pertanian, peter-nakan, perikanan, dan industri rumah tangga.

III.2.3. Mela h aparat desa dan m independen masyarakat untuk bisa membaca RAB, dan cara penerapannya di lapangan.

III.2.4. Dalam rangka menghindari tumpang ndih, real-isasi ak vitas fi sik perlu dibangun mekanisme koor-dinasi, komunikasi yang intensif antara FK, PPK, dan pemerintah desa.

III.2.5. Perekrutan fasilitator PNPM, baik teknik mau-pun pemberdayaan yang memiliki jiwa sosial ke-masyarakatan dan yang bisa membangun kerja sama berkelanjtan dengan masyarakat dalam rang-ka pemberdayaan.

III.3. Tim Audit Sosial

Perlu dibentuk sebuah m independen dari CSOs dan pemer-intah untuk memantau dan mengevaluasi program PNPM di daerah. Tim ini yang akan menjadi mitra masyarakat dalam mengawasi dan mendukung ak vitas PNPM di desa/kelura-han sesuai prinsip dan nilai kerja PNPM.

Page 99: Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika Dan Realita, INFID - TIFA

Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita174

INFID(Interna onal NGO Forum on Indonesian Development)

Alamat:Jl. Ja Padang Raya Kav.3 No. 105

Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 - Indonesia Phone (62-21) 781 9734, 781 9735, 7884 0497

Fax (62-21) 7884 4703E-mail: infi d@infi d.org

www.infi d.org

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri telah memiliki kontribusi yang kuat dalam pengadaan sarana dan prasarana, mendorong par sipasi warga dan memperkuat per-anan aparat desa dalam perencanaan pembangunan. Hal–hal tersebut pen ng dan dak dapat dipandang remeh. Namun de-mikian, tujuan dan jangkauannya untuk mengangkat warga mis-kin ternyata belum dapat dikatakan efek f. Warga miskin men-jadi miskin bukan hanya akibat miskinnya sarana dan prasarana, akan tetapi juga karena miskinnya asset dan kesempatan sosial seper pendidikan, pendapatan dan jaringan sosial.

ISBN 978-979-8811-05-0