Upload
pebriyantisalipadang
View
6
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 11
Citation preview
Pengaturan Suhu dan Demam
Pebriyanti Salipadang
102013241
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
email : [email protected]
Abstract
Each cell requires energy to perform a variety of functions that are essential to its own survival and to carry out a special contribution to the maintenance of homeostasis.Among the factors that homeostasis is maintained is the willingness of the energy-rich nutrients to the cell and the temperature of the internal environment. The hypothalamus helps regulate food intake and help maintain body temperature. Food intake is very important to run the cell activity. All the energy used by cells eventually supplied from food.cell activity. Energy expenditure generates heat, which is important in the regulation of temperature.Man, usually located in a colder environment than the body, so it must be constantly generating heat to maintain body temperature.Humans also have a mechanism to cool the body when the body gets too much heat.The process of inflammation can lead to fever and the fever has several levels.
Abstrak
Setiap sel memerlukan energi untuk melakukan berbagai fungsi yang esensial guna kelangsungan hidupnya sendiri dan untuk melaksanakan kontribusi khusus bagi pemeliharaan homeostatis. Di antara faktor-faktor yang secara homeostatis dipertahankan adalah kesediaan nutrien kaya energi untuk sel dan suhu lingkungan internal. Hipotalamus membantu mengatur asupan makanan dan membantu mempertahankan suhu tubuh. Asupan makanan sangat penting untuk menjalankan aktivitas sel. Semua energi yang digunakan oleh sel akhirnya disediakan dari makanan. Pengeluaran energi menghasilkan panas, yang penting dalam regulasi suhu. Manusia, biasanya berada di lingkungan yang lebih dingin daripada tubuhnya, sehingga harus secara terus-menerus menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Manusia juga memiliki mekanisme untuk mendinginkan tubuh jika tubuh mendapat terlalu banyak panas. Proses peradangan dapat menimbulkan demam dan demam memiliki beberapa tingkatan.
Pendahuluan
Manusia, biasanya berada di lingkungan yang lebih dingin daripada tubuhnya, sehingga harus
secara terus-menerus menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Manusia
juga memiliki mekanisme untuk mendinginkan tubuh jika tubuh mendapat terlalu banyak
panas. Suhu tubuh harus dipertahankan pada tingkat yang cukup konstan untuk mencegah
perubahan-perubahan tak diinginkan pada laju reaksi kimia di dalam sel dan mencegah
kerusakan pada protein-protein sel akibat panas. Melihat begitu pentingnya fungsi
homeostasis akan regulasi suhu maka pada makalah ini akan disampaikan penjelasan
1
mengenai pengaturan suhu tubuh baik heat production maupun heat loss, dan mekanisme
terjadinya demam.
Isi
Pengaturan Suhu
Suhu jaringan dalam tubuh (dibawah kulit dan lapisan subkutan) atau suhu inti atau
core temperature akan tetap konstan dalam kisaran ± 0,6 oC meskipun suhu lingkungan
berfluktuasi. Suhu pada permukaan kulit disebut juga shell temperature. Kondisi tersebut
disebabkan karena manusia merupakan makhluk homoioterm. Suhu tubuh normal adalah 37,1 oC dengan rentangan 35,5-37,5 oC. Suhu inti yang terlalu tinggi dapat membunuh manusia
karena denaturasi protein, begitu juga dengan yang terlalu rendah yang dapat menginduksi
aritmia jantung. Suhu inti dapat bervariasi pada setiap individu tergantung beberap faktor
antara lain jam biologis, siklus menstruasi pada wanita, olahraga, usia, dan paparan pada suhu
ekstrim. 1,2,3
Nyatanya, tidak ada suhu tubuh yang benar-benar normal, karena suhu tiap organ
tubuh berbeda-beda. Suhu inti internal diangaap sebagai suhu tubuh dan menjadi subjek
pengaturan ketat untuk mempertahankan kestabilannya. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi suhu inti manusia:
1. Irama biologis inheren (jam biologis), umumnya saat bangun tidur suhu tubuh lebih
rendah dari siang hari (bervariasi sekitar 1oC)
2. Pada wanita, daur haid mempengaruhi suhu tubuh. suhu inti rata-rata 0,5oC lebih tinggi
selama separuh terakhir siklus dari saat ovulasi ke haid.
3. Meningkat selama olahraga akibat produksi panas dari kontraksi otot
4. Suhu dapat berubah jika terpajan ke suhu yang ekstrim
Untuk mempertahankan suhu inti, diperlukan kandungan panas total tubuh yang
konstan. Pemasukan panas tubuh (heat intake) harus seimbang dengan pengeluaran panas
tubuh (heat loss).
Pemasukan panas tubuh terjadi melalui penambahan panas dari lingkungan eksternal
dan produksi panas internal (merupakan sumber utama panas tubuh).1 Panas internal
bersumber dari metabolisme energi. Pada kenyataannya, produksi panas (heat production)
lebih besar dari kebutuhan, sehingga harus dikeluarkan dari tubuh. Sedangkan pengeluaran
panas terjadi melalui pengurangan panas dari permukaan tubuh yang terpajan ke lingkungan
2
eksternal.
Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran panas sering terganggu oleh:
1. Perubahan produksi panas internal
2. Perubahan suhu esternal
Jika suhu inti mulai turun, produksi panas ditingkatkan dan kehilangan panas
diminimalkan, sehingga suhu normal dapat dipulihkan. Sebaliknya, jika suhu mulai
meningkat diatas normal, hal tersebut dapat dikoreksi dengan meningkatkan pengurangan
panas, sementara produksi panas juga dikurangi.1
Pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan dapat terjadi dengan berbagai cara,
yaitu:
1. Radiasi, merupakan pemindahan energi panas dari permukaan tubuh yang hangat dalam
bentuk gelombang elektromagnetik atau gelombang panas, yang berjalan melalui ruang.
Saat energi pancaran mengenai suatu benda dan diserap, energi gerakan gelombang
dipindahkan menjadi panasi di benda tersebut. Perpindahan panas secara radiasi selalu dari
benda yang lebiih panas ke yang lebih dingin, seperti tubuh memperoleh tambahan panas
dari cahaya matahari, nyala api, dan lain sebagainya.4
2. Konduksi, adalah perpindahan panas antara benda-benda yang berbeda suhunya, kemudian
berkontak langsung antara satu sama lain. Panas berpindah mengiktui penurunan gradien
termal dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin. Karena dipindahkan dari
molekul ke molekul. Kecepatan perpindahan panas melalui konduksi bergantung pada
perbedaan suhu antara benda-benda yang bersentuhan dan konduktivitas termal bahan-
bahan yang terlibat.4
3. Konveksi, mengacu pada perpindahan energi apnas melalui arus udara. Ketika tubuh
kehilangan panas melalui konduksi ke udara sekeliling yang lebih dingin, udara yang
berkontak langsung dengan tubuh akan menjadi lebih hangat. Hal tersebut terjadi karena
adanya perbedaan kepadatan udara.4
4. Evaporasi, merupakan metode terakhir pemindahan panas yang digunakan oleh tubuh.
ketika udara menguap dari permukaan kulit, panas yang diperlukan untuk mengubah air
dari keadaan cair menjadi gas diserap di kulit sehingga tubuh menjadi lebih dingin.
Berkeringat merupakan suatu proses evaporatif aktif di bawah kontrol saraf simpatis.
Berkeringat yang menetes kemudian diseka tidak akan mengurangi panas. Faktor
terpenting yang menentukan tingkat evaporasi keringat adalah kelembaban relatif udara
sekeliling. Apabila kelembaban tinggi, kemampuan menyerap tambahan kelembaban dari
3
kulit berkurang.4
Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh.1 Bekerja sebagai termoregulator
tubuh, menerima informasi aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai
penyesuaian-penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit dalam mekanisme penambahan
atau pengurangan panas sesuai keperluan.
4
Gambar 1. Jalur Termoregulasi Utama.(Sumber: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, hal. 602)
Untuk membuat penyesuaian sehingga terjadi keseimbangan antara mekanisme
pengurangan panas dan penambahan panas serta konservasi panas, hipotalamus harus secara
terus menerus mendapat informasi mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor khusu
yang peka akan suhu. Reseptor tersebut disebut termoreseptor.1 Termoreseptor perifer
memantau suhu kulit di seluruh tubuh dan menyalurkan informasi akan perubah suhu
permukaan ke hipotalamus. Sedangkan termoreseptor sentral terdapat di hipotalamus dan
tempat lain di susunan saraf pusat serta organ-organ abdomen.1,4
Pada hipotalamus, diketahui ada dua pusat pengaturan suhu:
1. Regio posterior, diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks-relfeks yang
memperantarai produksi panas dan konservasi panas
2. Regio anterior, diaktifkan oleh rasa hangat, memicu relfeks-relfeks yang memperantarai
pengurangan panas.
Mekanisme untuk menurunkan suhu yang dapat dilakukan oleh tubuh yakni sebagai
berikut2:
1. Vasodilatasi pembuluh darah di kulit dapat memperbanyak aliran darah dari dalam tubuh
menuju kulit sehingga akan makin banyak panas yang dilepaskan ke lingkungan. Melalui
vasodilatasi, pengeluaran panas dapat ditingkatkan hingga 8 kali kondisi normal.
2. Berkeringat meningkatkan laju pengeluaran panas melalui evaporasi.
3. Inhibisi kuat mekanisme yang meningkatkan produksi panas. Tubuh akan menghambat
mekanisme yang dapat memproduksi panas seperti menggigil dan termogenesis kimiawi.
Mekanisme untuk menaikkan suhu yang dapat dilakukan oleh tubuh yakni sebagai
berikut2:
1. Vasokonstriksi pembuluh darah di kulit dapat mengurangi aliran darah menuju kulit
sehingga makin sedikit panas yang dilepas ke lingkungan.
2. Piloereksi adalah berdirinya rambut di tubuh untuk menahan udara yang berkontak dengan
kulit sehingga akan terbentuk lapisan udara hangat yang berfungsi sebagai insulator.
Mekanisme ini terutama bekerja pada hewan, sedangkan pada manusia kurang efektif
5
karena rambu relatif jarang tumbuh.
3. Peningkatan pembentukan panas oleh sistem metabolik. Contoh pembentukan panas yang
ditingkatkan adalah eksitasi produksi panas oleh persarafan simpatis, meningkatnya
sekresi tiroksin, dan menggigil. Menggigil diatur oleh pusat menggigil yang terdapat di
dorsomedial hipotalamus posterior yang dirangsang oleh perubahan suhu tubuh.
Aklimatisasi adalah adapatasi proses fisiologis terhadap berbagai keadaan lingkungan
yang terjadi secara alamiah. Apabila ditinjau dari segi suhu, aklimatisasi dapat dibagi dua
yaitu terhadap kondisi panas dan dingin. Caranya dapat dilakukan dengan melakukan
kegiatan berulang-ulang pada suhu tersebut selama 1 bulan.2
Aklimatisasi terhadap panas terbagi menjadi tiga fase antara lain fase adaptasi awal
(1-5 hari), maksimum (5-8 hari), dan adaptasi penuh (14 hari). Aklimatisasi tercapai apabila
toleransi kerja meningkat, suhu badan naik sedikit, dan pengeluaran keringat meningkat
dengan konsentrasi Na+ berkurang akibat sekresi aldosteron yang meningkat. Aklimatisasi
terhadap suhu dingin tercapai apabila laju metabolisme meningkat, kemampuan tubuh
sebagai insulator meningkat dengan bertambahnya jaringan adiposa tubuh, dan mampu
menahan suhu dingin tanpa menggigil.2
Aklimasi merupakan proses adaptasi yang terjadi secara artifisial atau di dalam
laboratorium. Aklimasi awal terjadi pada waktu 1-4 hari dan tercapai sepenuhnya setelah 10
hari.2
Basal Metabolic Rate (BMR)
Laju metabolik dan, karenanya, jumlah panas yang diproduksi bervariasi bergantung
pada beragam faktor, misalnya olahraga, rasa cemas, menggigil, dan asupan makanan.
Peningkatan aktivitas otot rangka adalah faktor yang dapat meningkatkan laju metabolik
paling besar. Bahkan peningkatan ringan tonus otot menyebabkan peningkatan laju metabolik
yang nyata, dan berbagai tingkat aktivitas fisik secara mencolok mengubah pengeluaran
energi dan produksi panas. Karena itu, laju metabolik seseorang ditentukan di bawah kondisi
basal terstandar yang diciptakan untuk mengontrol sebanyak mungkin variabel yang dapat
mengubah laju metabolik. Dengan cara ini, aktivitas metabolik yang diperlukan untuk
mempertahankan fungsi tubuh dasar saat istirahat dapat ditentukan. Karena itu, apa yang
disebut sebagai laju metabolik basal (basal metabolic rate, BMR) adalah cerminan dari “kecepatan
langsam” (“idling speed”) tubuh, atau laju pengeluaran energi internal minimal saat terjaga.
6
BMR diukur di bawah kondisi khusus berikut:5
1. Yang bersangkutan harus beristirahat secara fisik, beristirahat setelah olahraga paling
sedikit 30 menit untuk menghilangkan kontribusi kontraksi otot terhadap produksi
panas.5
2. Yang bersangkutan harus beristirahat secara mental untuk memperkecil tonus otot
rangka (orang menjadi “tegang” jika cemas) dan mencegah peningkatan epinefrin,
suatu hormon yang dikeluarkan sebagai respons terhadap stres yang meningkatkan
laju metabolik.5
3. Pengukuran harus dilakukan pada suhu kamar yang nyaman sehingga yang
bersangkutan tidak mengigigil. Menggigil akan sangat meningkatkan laju metabolik.5
4. Yang bersangkutan jangan makan makanan apapun dalam 12 jam sebelum
pengukuran BMR untuk menghindari termogenesis makanan (termo artinya “panas”;
genesis artinya “produksi”) atau peningkatan wajib laju metabolik yang terjadi
sebagai konsekuensi asupan makanan. Peningkatan singkat (kurang dari 12 jam) laju
metabolik ini bukan disebabkan oleh aktivitas pencernaan tetapi peningkatan aktivitas
metabolik yang berkaitan dengan pemrosesan dan penyimpanan nutrien, terutama oleh
pabrik biokimia utama, hati.5
Laju produksi panas pada pengukuran BMR dapat ditentukan secara langsung dan tak
langsung. Pada kalorimetri langsung, yang bersangkutan duduk dalam suatu kamar
berinsulasi dengan air mengalir mengelilingi dinding. Perbedaan suhu air yang masuk dan
keluar kamar mencerminkan jumlah panas yang dibebaskan oleh yang bersangkutan dan
diserap oleh air sewaktu air mengalir melewati kamar. Meskipun memberikan pengukuran
langsung produksi panas namun metode ini tidak praktis karena kalorimeter kamar ini mahal
dan memakan banyak tempat. Karena itu, dikembangkan metode yang lebih praktis untuk
mengukur laju produksi panas secara tak langsung dan digunakan secara luas. Pada
kalorimetri tak langsung, hanya penyerapan per satuan waktu yang diukur, yang merupakan
tugas sederhana dengan peralatan minimal.
Hormon tiroid adalah penentu utama meskipun bukan satu- satunya penentu laju
metabolisme basal. Peningkatan hormon tiroid menyebabkan peningkatan BMR. Seperti telah
disebutkan, epinefrin juga meningkatkan BMR. Yang mengejutkan, BMR bukanlah laju
metabolik tubuh paling rendah. Laju pengeluaran energi selama tidur adalah 10% sampai 15%
lebih rendah daripada BMR, mungkin karena relaksasi otot pada tahap tidur panidoksial
berlangsung lebih sempurna.5
7
Agar tubuh dapat melakukan segala aktivitas dengan baik, segala sesuatu dalam tubuh
harus dalam keadaan seimbang. Begitu pula dengan energi. Pemasukan energi harus setara
dengan pengeluaran energi agar keseimbangan energi tetap netral. Kebutuhan akan energi
relatif konstan sepanjang hari, namun kebanyakan orang mengonsumsi asupan tidak sesuai
dengan kebutuhan. Jika asupan energi lebih besar, akan disimpan (umumnya sebagai
triasilgliserol) di jarangin adiposa. Jika dibiarkan, akan menumpuk dan menyebabkan
kegemukan (obesitas). Sebaliknya, juka asupan energi terus menerus lebih sedikit dari
kebutuhan dapat menyebabkan cadangan karbohirdrat, lemak nihil sehingga digunakan asam
amino sebagai sumber energi terakhir. Hal tersebut dapat menyebabkan keadaan kurus
kering, pengecilan otot, dan akhirnya kematian.1-7
Gambar 2. Pemasukan dan Pengeluaran Panas(Sumber: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, hal. 597)
BMR dan laju metabolik dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain1,2:
1. Usia dan Jenis Kelamin, perbedaan BMR berdasarkan jenis kelamin terjadi karena pria
memiliki lebih banyak lean muscle mass dan lebih sedikit jaringan lemak. Laju metabolik
akan menurun seiring bertambahnya usia yang dimungkinkan juga karena menurunnya
lean muscle mass seiring bertambahnya usia.
2. Jumlah lean muscle mass, otot mengonsumsi oksigen lebih banyak dibandingkan jaringan
lemak, sehingga BMR orang yang memiliki lebih banyak lean muscle mass akan lebih
tinggi dibandingkan orang yang lebih banyak memiliki jaringan lemak.
3. Tingkat aktivitas, aktivitas fisik dan kontraksi otot akan meningkatkan laju metabolik
meningkat menjauhi BMR, sedangkan aktivitas fisik ringan akan menurunkan laju
8
metabolik.
4. Diet, laju metabolik akan meningkat setelah makan, fenomena ini disebut juga diet-
induced thermogenesis atau specific dynamic action atau efek termik makanan. Kondisi ini
terjadi karena terdapat energi yang digunakan untuk mencerna makanan. Akan tetapi
kondisi ini juga dapat disebabkan oleh efek stimulatorik asam amino yang berasal dari
protein makanan yang tercerna pada proses-proses kimia di dalam sel. Setiap tipe nutrisi
berbeda jumlah produksi panasnya, antara lain protein 30%, lemak 4%, dan karbohidrat
6%.
5. Hormon, BMR akan meningkat akibat kerja hormon tiroid dan katekolamin (epinefrin dan
norepinefirn).
6. Genetik, terdapat orang dengan metebolisme efisien dimana nutrisi yang diserap akan
lebih banyak diubah menjadi energi untuk disimpan di dalam tubuh. Akan tetapi terdapat
juga orang dengan metabolisme yang kurang efisien dimana lebih banyak energi yang
berubah menjadi energi panas dibandingkan diubah menjadi energi yang dapat disimpan
didalam tubuh.
Mekanisme Demam
1. Peradangan
Keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan. Proses peradangan
merupakan proses mempertahankan tubuh dari ancaman keadaan fisiologis tubuh. Proses
peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh.
Mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh umumnya memilik suatu zat toksin tertentu
yang dikenal sebagai pirogen oksogen. Dengan masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh
akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh
antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limposit untuk memakan fagositosit. Dengan
adanya fagositosit, tentara-tentara tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang
dikenal sebagai pirogen yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogan yang keluar,
selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu
substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan
enzim fosfolipase asam arakhidonat. Asam arkhidonat yang keluarkan oleh hipotalamus akan
memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenese (COX). Kemudian akan mempengarui kerja dari termostat hipotalmus.
Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningktkan titik patokan suhu tubuh (di atas
9
suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh
(hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang di atas normal. Akibatnya terjadi respon
dingin/menggigil. Adanya proses menggigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk
menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak.1,6 Dan terjadilah demam.
Aspirin yang dikonsumsi sebagai obat penurun demam, menurunkan demam dengan
menghambat sintesis prostaglandin.
Gambar 3. Tahap Terjadinya Demam Akibat Adanya Bahan Pirogenik.(Sumber: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, hal. 604)
2. Dehidrasi.
10
3. Kerusakan jaringan.
4. Sesudah operasi.
Tingkatan Demam
Demam dapat dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu:
1. Stage of chill:
Merupakan suatu fase demam yang menimbulkan perasaan dingin disertai
menggigil. Dalam tingkatan demam ini, produksi panas akan meningkat, tetapi
pengeluaran panas menurun. Akibatnya, panas akan banyak tertahan di dalam tubuh.
Pada fase ini, heat loss menurun dan heat production meningkat.
2. Stage of fastiqium:
Merupakan demam yang mencapai highest point (krisis = tingkat krisis dari
penyakit). Dalam tingkatan demam ini, produksi panas akan menurun, tetapi
pengeluaran panas meningkat. Akibatnya, panas akan banyak berukurang di dalam
tubuh. Pada fase ini heat loss meningkat, sehingga sering terjadi berkeringat dan heat
production menurun.1
Ada tiga gangguan demam, yaitu:
1. Heat Cramps,
keadaan dimana demam disertai kejang.1,2
2. Heat Exhaustion,
merupakan keadaan kolaps, biasanya bermanifestasi sebagai pingsan, yang disebabkan
oleh penurunan tekanan darah akibat kerja mekanisme pengeluaran panas yang berlebihan.
Keringat berlebihan mengurangi curah jantung karena volume plasma berkurang dan
vasodilatasi kulit yang ekstensif menyebabkan penurunan resistensi perifer total. Karena
tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dikalikan dengan resistensi perifer total,
tekanan darah turun dan jumlah darah yang disalurkan ke otak berkurang, sehingga yang
bersangkutan akan mengalami pingsan. Dengan demikian, heat exhaustion adalah
konsekuensi dari aktivitas berlebihan mekanisme pengeluaran panas dan bukan akibat
gangguan dari mekanisme tersebut.1 Karena mekanisme pengeluaran panas sangat aktif,
pada heat exhaustion suhu tubuh hanya sedikit meningkat. Dengan memaksa aktivitas
11
berhenti setelah mekansime pengeluaran panas tidak lagi mampu mengatasi penambahan
panas yang ditimbulkan oleh olahraga atau lingkungan yang panas, heat exhaustion
berfungsi sebagai ‘katup pengaman’ untuk membantu mencegah konsekuensi yang lebih
serius, yaitu heat stroke.1,2
3. Heat Stroke,
merupakan situasi yang sangat berbahaya, timbul akibat rusak totalnya mekanisme
termoregulasi hipotalamus. Heat exhaustion dapat menjadi heat stroke apabila mekanisme
pengeluaran panas terus dipacu secara berlebihan. Gambaran paling mencolok adalah
tidak adanya tindakan kompensasi untuk mengurangi panas (seperti berkeringat) dalam
menghadapi peningkatan suhu tubuh yang cepat. Selama pembentukan heat stroke, suhu
tubuh mulai meningkat karena mekanisme pengeluaran panas pada akhirnya dikalahkan
oleh penambahan panas yang terus menerus dan berlebihan. Setelah suhu inti mencapai
sautu titik ketika pusat kontrol suhu hipotalamus rusak akibat panas, suhu tubuh
meningkat lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan metabolisme meningkat (karena suhu
tubuh yang tinggi meningkatkan metabolisme). Akibat dari metabolisme yang meningkat,
semua rekasi kimia tubuh menjadi semakin cepat. Hasil yang ditimbulkan adalah produksi
panas yang lebih besar. Keadaan tersebut menghasilkan lonjakan suhu tubuh.1 Untuk
pencegahan produksi panas yang semakin besar, dapat dilakukan pengompresan dengan
menggunakan air dingin. Beberapa tempat yang disarankan untuk melakukan
pengompresan adalah kepala, ketiak, lipat paha. Pengompresan dilakukan dengan tujuan
untuk menurunkan suhu termostat.1,2
Heat stroke merupakan situasi yang berbahaya dan sepat mematikan jika tidak
ditangani. Suhu tubuh dapat mencapai 40oC bahkan lebih dan dapat menyebabkan
kelumpuhan.
Heat stroke dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Eksersasional, disebabkan oleh kegiatan tubuh yang berlebihan di suhu atau kelembaban
yang lebih tinggi dari normal
2. Noneksersasional, antokolinergik, termasuk antihistamin, obat antiparkinson, diuretik, dan
fenotiazin.
Penutup
12
Kesimpulan
Pengaturan suhu di dalam tubuh sangatlah penting dalam mempertahankan
homeostasis tubuh. Pengaturan suhu yang diatur oleh hipotalamus ini, harus diseimbangkan
antara pengeluaran panas dari tubuh dan produksi panas dalam tubuh. Di samping itu, basal
metabolisme rate yang merupakan suhu fisiologis tubuh, harus selalu dalam keadaan stabil,
dan apabila tidak stabil, akan timbul gangguan, salah satunya adalah demam. Demam
merupakan respon tubuh dalam menghadapi adanya gangguan dalam tubuh yang
menyebabkan suhu tubuh meningkat, dan kenaikan suhu ini dapat diukur, biasanya
menggunakan termometer dengan penempatan untuk pengukurannya bisa di beberapa tempat.
Semakin tinggi panas yang dihasilkan tubuh, maka metabolisme akan semakin cepat. Energi
dan panas yang dihasilkan haruslah seimbang. Jika tubuh kelebihan energi dapat
menyebabkan gangguan seperti obesitas, sedangkan jika kelebihan panas dapat menyebabkan
meningkatnya suhu tubuh dari suhu tubuh normal 37oC (demam). Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan demam adalah infeksi atau peradangan (bahan pyrogenic), dehidrasi,
kerusakan jaringan, dan sesudah operasi. Ada tiga macam demam, yaitu heat cramps, heat
exhaustion, dan heat stroke. Terdapat pengukuran suhu yang lazim digunakan, yaitu dengan
termometer digital, termometer air raksa, serta termometer membran timpani.
Daftar pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. h.590-607.
2. Sedioetama, AD. Ilmu gizi untuk profesi dan mahasiswa. Jakarta: Dian Rakyat. h.17, 44-
8.
3. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Danvers: John Wiley
& Sons, Inc. 2009; ch. 22. Metabolism and Nutrition
4. Hall JE, Buku saku fisiologi kedokteran Guyton & Hall. Edisi ke-11. Jakarta: EGC;
2009. h.554-61.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012. h.
701-4, 710-7.
6. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009. h.65-76, 139-42.
7. Champe, PC. Biokimia ulasan bergambar. Jakarta: EGC; 2010. h. 65-84.
13
14