44
BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Human Resource Management refers to the policies, practices, and systems that influence employees’ behavior, attitudes, and performance.” (Noe dkk, 2000, p4) Berdasarkan Hariandja dan Hardiwati (2003, p16), manajemen SDM adalah keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan Mathis dan Jackson (2006, p67), manajemen SDM adalah penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. Sehingga, manajemen SDM adalah sistem dan kebijakan yang mengatur penggunaan karyawan secara organisasional dengan cara yang etis untuk mempengaruhi kinerja karyawan dan memberikan kontribusi terhadap efektivitas organisasi. 2.1.1.1 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Seperti digambarkan dalam Gambar 2.1, manajemen Sumber Daya Manusia memainkan beberapa peranan bagi organisasi, seperti berikut. 9

BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

“Human Resource Management refers to the policies, practices, and systems that

influence employees’ behavior, attitudes, and performance.” (Noe dkk, 2000, p4)

Berdasarkan Hariandja dan Hardiwati (2003, p16), manajemen SDM adalah

keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang

bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha

meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang

secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan Mathis dan Jackson (2006, p67), manajemen SDM adalah penggunaan

karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif

terhadap para pesaing.

Sehingga, manajemen SDM adalah sistem dan kebijakan yang mengatur

penggunaan karyawan secara organisasional dengan cara yang etis untuk mempengaruhi

kinerja karyawan dan memberikan kontribusi terhadap efektivitas organisasi.

2.1.1.1 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia

Seperti digambarkan dalam Gambar 2.1, manajemen Sumber Daya Manusia

memainkan beberapa peranan bagi organisasi, seperti berikut.

 

9

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

10 

 

Sumber: Mathis dan Jackson, 2006, p51

Gambar 2.1 Perbedaan Peran Manajemen SDM

1. Peran Administratif

Meliputi aktivitas-aktivitas administrasi, seperti program bantuan karyawan,

administrasi pensiun, pemerikasaan latar belakang/surat keterangan, administrasi imbalan

kerja, perencanaan dan administrasi kompensasi, dan penanganan persoalan cuti yang

terkait dengan urusan keluarga.

2. Penasihat Karyawan

Profesional-profesional SDM sebagai suara atas persoalan-persoalan karyawan,

biasanya dipandang sebagai petugas moral perusahaan. Profesional SDM banyak

menghabiskan waktu untuk menangani manajemen krisis SDM yang berhubungan dengan

masalah pekerjaan karyawan maupun masalah yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

3. Operasional

Peran operasional terdiri dari beberapa aktivitas SDM berikut ini.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

11 

 

• Pengadaan tenaga kerja (procurement)

Fungsi operasional dari manajemen personalia adalah berupa usaha untuk

memperoleh jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang diperlukan untuk

menyelesaikan sasaran organisasi. Hal-hal yang dilakukan dalam kaitan ini adalah

penentuan sumber daya manusia yang dibutuhkan dan perekrutannya, seleksi, dan

penempatan . Penentuan sumber daya manusia yang diperlukan harus bersandar

pada tugas-tugas yang tercantum pada rancangan pekerjaan yang ditentukan

sebelumnya

• Pengembangan (development)

Pengembangan merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan yang perlu

untuk prestasi kerja yang tepat. Kegiatan ini amat penting dan terus tumbuh karena

perubahan-perubahan teknologi, reorganisasi pekerjaan, tugas manajemen yang

semakin rumit.

• Kompensasi (compensation)

Fungsi ini dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layak kepada personalia

untuk sumbangan mereka kepada tujuan organisasi

• Integrasi (integration)

Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi (kecocokan) yang

layak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan

organisasi. Definisi ini berpijak atas dasar kepercayaan bahwa masyarakat kita

terdapat tumpang tindih kepentingan yang cukup berarti.

• Pemeliharaan (maintenance)

Pemeliharaan merupakan usaha untuk mengabadikan angkatan kerja yang

mempunyai kemauan dan mampu untuk bekerja. Terpeliharanya kemauan untuk

bekerja sangat dipengaruhi oleh komunikasi dengan para karyawan, keadaan

jasmani (fisik) karyawan, dan kesehatan serta keselamatan kerja.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

12 

 

• Pemutusan hubungan kerja (separation)

Jika fungsi pertama manajemen personalia adalah untuk mendapatkan karyawan,

adalah logis bahwa fungsi terakhir adalah memutuskan hubungan kerja dan

mengembalikan orang-orang tersebut kepada masyarakat. Organisasi bertanggung

jawab untuk melaksanakan proses pemutusan hubungan kerja sesuai dengan

persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan, dan menjamin bahwa warga

masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan yang sebaik mungkin.

4. Strategis

SDM harus berfokus pada implikasi jangka panjang dari persoalan SDM dan berperan

sebagai rekan bisnis strategis perusahaan. Contoh dari peran strategis ini adalah bagaimana

demografi angkatan kerja dan kekurangan angkatan kerja yang berubah-ubah akan

mempengaruhi organisasi, dan cara apa yang akan digunakan untuk menyampaikan

keurangan-kekurangan seiring berjalannya waktu.

2.1.2 Perilaku Organisasi

Menurut Keith Davis (Umar, 1998, p23), perilaku organisasi merupakan telaah dan

penerapan pengetahuan mengenai bagaimana orang-orang bertindak di dalam organisasi.

Berdasarkan Robbins (2003, p10), perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang

menyelidiki dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi

dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki keefektifan

organisasi. Sedangkan berdasarkan Luthans (2006, p20), perilaku organisasi didefinisikan

sebagai pemahaman, prediksi, dan manajemen perilaku manusia dalam organisasi.

Maka, dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi adalah ilmu yang berusaha

menyelidiki, memahami, meramalkan, dan mengatur bagaimana orang-orang bertindak

dalam organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

13 

 

Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan hubungan dan penekanan yang sangat umum

antara perilaku organisasi (OB) dan berbagai disiplin ilmu yang terkait.

Sumber: Luthans, 2006, p20

Gambar 2.2 Hubungan Perilaku Organisasi dengan Disiplin Ilmu yang Terkait Erat

Greenberg dan Baron (2003, p4) mengatakan bahwa ada empat karakter utama

dari bidang ilmu perilaku organisasi, yaitu:

- Perilaku organisasi menggunakan metode ilmiah untuk mengatasi masalah-masalah

manajerial

Pengetahuan dalam perilaku organisasi didasarkan pada ilmu perilaku (behavioral

sciences), seperti psikologi dan sosiologi yang mencari tahu tentang perilaku manusia

dan masyarakat melalui penggunaan metode ilmiah.

- Perilaku organisasi fokus pada tiga level analisis, yaitu individu, kelompok, dan

organisasi

Perilaku organisasi tidak hanya menyoroti orang-orang secara individual, karena dalam

organisasi orang bekerja sama dalam kelompok dan tim. Lebih jauh, orang secara

individu maupun kelompok mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan kerja

mereka. Level individu yang dipelajari dalam perilaku organisasi misalnya sikap kerja,

level kelompok misalnya komunikasi, dan level organisasi misalnya struktur.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

14 

 

- Perilaku organisasi sebenarnya merupakan multi-disipliner

Perilaku organisasi tidak hanya mempelajari sebuah topik dari satu perspektif tertentu,

melainkan juga mempertimbangkan berbagai macam pendekatan, mulai dari

pendekatan psikologi yang sangat berorientasi pada individu, ilmu sosiologi yang lebih

berorientasi pada kelompok, hingga isu-isu dalam kualitas organisasi yang dipelajari

oleh para ilmuwan manajemen.

- Perilaku organisasi berusaha mengembangkan efektivitas organisasi dan kualitas

kehidupan dalam pekerjaan

Disiplin-disiplin ilmu yang menyumbang kepada bidang perilaku organisasi (Robbins,

2003, p13-17):

- Psikologi, yaitu ilmu yang berupaya mengukur, menjelaskan, dan kadang-kadang

mengubah perilaku manusia dan binatang-binatang lain.

- Sosiologi, yaitu studi tentang orang-orang dalam hubungan dengan manusia-manusia

sesamanya.

- Psikologi sosial, yaitu suatu bidang di dalam psikologi yang memadukan konsep-konsep

baik dari psikologi maupun sosiologi dan yang memusatkan perhatian pada saling

mempengaruhi antara orang-orang.

- Antropologi, yaitu studi tentang masyarakat untuk mempelajari mengenai manusia dan

kegiatan mereka.

- Ilmu politik, yaitu studi tentang perilaku individu dan kelompok dalam suatu lingkungan

politik.

2.1.3 Kepribadian

Kepribadian berarti bagaimana orang mempengaruhi orang lain dan bagaimana

mereka memahami dan memandang dirinya, juga bagaimana pola ukur karakter dalam dan

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

15 

 

karakter luar mereka mengukur trait dan interaksi antara manusia-situasi (Luthans, 2006,

p228). Berdasarkan Robbins (2003, p120), kepribadian adalah keseluruhan total cara

seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan yang lain. Sedangkan berdasarkan

Ewen (2003, p4), kepribadian menunjuk pada “important and relatively stable aspects of

behavior”.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah bagaimana seseorang

memandang dirinya, serta bagaimana ia mempengaruhi orang lain berdasarkan keseluruhan

total aspek perilaku yang stabil.

Dalam teori-teori kepribadian, kepribadian terdiri dari antara lain trait dan tipe

(type). Trait kepribadian merupakan konstruk teoritis yang menggambarkan dimensi dasar

dari kepribadian yang merupakan kecenderungan emosional, kognitif, dan tingkah laku, yang

bersifat konsisten dan ditampilkan individu sebagai respons terhadap berbagai situasi yang

berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan

dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada

trait.

Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang

tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Teori trait merupakan teori

kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu:

1. Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang

membedakan seseorang dari yang lain, sehingga:

- trait relatif stabil dari waktu ke waktu

- trait konsisten dari situasi ke situasi

2. Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun

karakteristik tingkah laku dapat berubah karena:

- ada proses adaptif

- adanya perbedaan kekuatan, dan

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

16 

 

- kombinasi dari trait yang ada

Teori trait dimunculkan pertama kalinya oleh Gordon W. Allport. Selain Allport,

terdapat dua orang ahli lain yang mengembangkan teori ini. Mereka adalah Raymond B.

Cattell dan Hans J. Eysenck.

Allport mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang biasanya

digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Central trait dipercaya sebagai jendela

menuju kepribadian seseorang. Menurut Allport, unit dasar dari kepribadian adalah trait yang

keberadaannya bersumber pada sistem saraf. Allport percaya bahwa trait menyatukan dan

mengintegrasikan perilaku seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan

pendekatan yang serupa (baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang

berbeda. Walaupun demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu

menampilkan tindakan yang sama. Mereka dapat mengekspresikan trait mereka dengan cara

yang berbeda. Perbedaan inilah yang membuat masing-masing individu menjadi pribadi yang

unik. Oleh sebab itu Allport percaya bahwa individu hanya dapat dipahami secara parsial jika

menggunakan tes-tes yang menggunakan norma kelompok.

Sama seperti Allport, Cattell juga percaya bahwa kata-kata yang digunakan

seseorang untuk menggambarkan dirinya dan orang lain adalah petunjuk penting kepada

struktur kepribadian. Perbedaan mendasar antara Allport dan Cattell adalah bahwa Cattell

percaya kepribadian dapat digeneralisir. Yang harus dilakukan adalah dengan mencari trait

dasar atau utama dari ribuan trait yang ada.

Menurut Allport, faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam

menentukan perilaku manusia. Bukan hanya faktor keturunan sendiri atau faktor lingkungan

sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian terbentuk, melainkan melalui pengaruh

resiprokal faktor keturunan dan lingkungan yang memunculkan karakteristik kepribadian.

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

17 

 

Sehubungan dengan adanya peran genetik dalam pembentukan kepribadian,

terdapat 4 pemahaman penting yang perlu diperhatikan:

1. Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap perkembangan

kepribadian, faktor non-genetik tetap mempunyai peranan bagi variasi kepribadian

2. Meskipun faktor genetik merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi

lingkungan, faktor non-genetik adalah faktor yang paling bertanggungjawab

akan perbedaan lingkungan pada orang-orang

3. Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting meskipun

lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan dengan jenis

kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam kehidupan keluarga pada

tiap anak.

4. Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian, tidak berarti

bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.

2.1.3.1 Komponen Dasar Kepribadian

Ciri khusus dari kepribadian dan implikasinya pada perilaku organisasi berdasarkan

Luthans (2006, p230-232):

1. Penghargaan diri

Penghargaan diri berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menilai diri dan

citra diri. Ringkasan penelitian terbaru mengungkapkan bahwa orang dengan

penghargaan diri lebih tinggi memilki sikap, perasaan, dan kepuasan hidup yang positif

dan tidak terlalu cemas, putus asa, dan depresi.

Penghargaan diri memiliki implikasi yang jelas pada perilaku organisasi. Penghargaan

diri pada organisasi disebut organization-based self-esteem (OBSE), yang didefinisikan

sebagai penilaian diri yang dimiliki individu sebagai anggota organisasi yang bertindak

dalam konteks organisasi. Orang dengan OBSE tinggi memandang dirinya secara positif,

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

18 

 

dan meta-analisis terbaru menemukan hubungan positif yang signifikan antara OBSE

dengan kinerja dan kepuasan kerja. Jika penghargaan diri karyawan rendah dan ia tidak

percaya akan kemampuan berpikirnya sendiri, maka ia mungkin takut mengambil

keputusan, lemah dalam bernegosiasi dan keahlian interpersonal, serta menjadi malas

atau tidak dapat berubah.

2. Interaksi manusia-situasi

Dimensi interaksi kepribadian manusia-situasi memberikan pemahaman lebih lanjut

terhadap kepribadian manusia. Tentu saja setiap situasi itu berbeda. Sekilas perbedaan

mungkin terlihat sangat kecil, tapi saat disaring dengan proses kognitif seperti persepsi,

perbedaan tersebut dapat menghasilkan perbedaan subjektif yang sangat besar dan hasil

perilaku yang sangat berbeda. Secara khusus, dimensi ini menyatakan bahwa orang itu

tidak statis, bertindak sama dalam setiap situasi, tetapi selalu berubah dan fleksibel.

Misalnya, karyawan dapat berubah tergantung pada situasi tertentu di mana mereka

berinteraksi. Terutama untuk saat ini, dengan perubahan organisasi dan lingkungan yang

bergolak, organisasi yang dapat menemukan, mengembangkan, dan mempertahankan

manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah secara dinamis

adalah organisasi yang akan berhasil.

3. Proses sosialisasi

Peranan manusia, kelompok, dan terutama organisasi yang sangat mempengaruhi

kepribadian individu semakin dihargai. Dampak yang berkelanjutan dari lingkungan sosial

secara umum disebut proses sosialisasi. Proses sosialisasi secara khusus relevan dengan

perilaku organisasi karena proses tidak ditentukan pada awal masa kecil, melainkan

terjadi sepanjang kehidupan seseorang. Secara khusus, fakta menyatakan bahwa

sosialisasi mungkin menjadi salah satu penjelasan terbaik mengapa karyawan berperilaku

seperti yang terlihat dalam organisasi saat ini.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

19 

 

Seperti yang dinyatakan Edgar Schein, “Perlu waktu di mana beberapa pengetahuan

dan keahlian manajerial dapat difokuskan kepada kekuatan lingkungan organisasi yang

berasal dari fakta bahwa organisasi adalah suatu sistem sosial yang mensosialisasi

karyawan baru. Jika kita tidak belajar untuk menganalisis dan mengontrol kekuatan

sosialisa organisasi, maka kita melepaskan salah satu tanggung jawab manajerial utama

kita.” Menurut Schein, organisasi itu sendiri memberi kontribusi bagi sosialisasi. Dia

menyatakan bahwa proses hanya mencakup pembelajaran nilai, norma, dan pola

perilaku yang dari sudut pandang organisasi dan kelompok kerja, diperlukan oleh

anggota baru untuk belajar. Berikut ini adalah karakteristik sosialisasi organisasi dari

karyawan:

- Mengubah sikap, nilai, dan perilaku

- Kontinuitas dari sosialisasi setiap waktu

- Penyesuaian pekerjaan, kelompok kerja, dan praktik organisasi terbaru

- Pengaruh mutual antara karyawan baru dan manajer mereka

- Kekritisan periode sosialisasi awal

2.1.3.2 Kepribadian Big Five

Pada penelitian ini, kepribadian dilihat berdasarkan the big five personality yang

dikembangkan oleh Costa dan McCrae (1992, 1998). Greenberg dan Baron (2003, p85)

mendefinisikan kepribadian big five sebagai “five basic dimensions of personality that are

assumed to underlie many specific traits”. Teori ini didasarkan pada model lima faktor

kepribadian sebagai representasi struktur trait yang merupakan dimensi utama dari

kepribadian. Taksonomi kepribadian lima besar merupakan asesmen yang komprehensif dari

kepribadian dimana individu mempersepsikan bagaimana dirinya sendiri serta bagaimana

hubungan dirinya dengan orang lain.

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

20 

 

Penilaian dalam kepribadian lima besar tidak menghasilkan satu trait tunggal yang

dominan, tetapi menunjukkan seberapa kuat setiap trait dalam diri seseorang. Meskipun

kelima ciri merupakan faktor kepribadian yang sangat independen, seperti warna utama, ciri

tersebut dapat dicampur dalam proporsi yang tidak terhitung dan dengan karakteristik lain

untuk menghasilkan keseluruhan kepribadian yang unik. Kelima trait kepribadian tersebut

adalah, berdasarkan Robbins (2003, p125):

1. Extraversion (ekstraversi)

Dimensi ini mencakup tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Orang-orang

yang ekstravert cenderung suka berkelompok, tegas, dan mampu bersosialisasi.

Kaum introvert cenderung pendiam, malu-malu, dan tenang.

2. Agreeableness (Kemampuan untuk bersepakat)

Dimensi ini merujuk pada kecenderungan seorang individu untuk tunduk kepada

yang lain. Orang-orang yang berkemampuan untuk sepakat itu kooperatif, hangat,

dan percaya. Orang yang memiliki skor yang rendah dalam kemampuan untuk

sepakat adalah orang yang dingin, tidak mampu bersepakat, dan antagonistik.

3. Conscientiousness (sifat mendengarkan suara hati)

Dimensi ini merupakan ukuran dari keandalan (reliability). Orang yang sangat peka

terhadap suara hati, bertanggung jawab, terorganisir, dapat dipercaya, dan gigih.

Mereka yang memiliki skor yang rendah dalam dimensi ini cenderung mudah

bingung, tidak terorganisir, dan tidak andal.

4. Neuroticism (stabilitas emosional)

Dimensi ini membuka jalan bagi kemempuan seseorang untuk bertahan terhadap

stres. Orang dengan stabilitas emosional yang positif cenderung tenang, percaya diri,

dan aman. Mereka dengan skor negatif yang tinggi cenderung nervous, cemas,

tertekan, dan tidak aman.

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

21 

 

5. Openness to experience (terbuka pada pengalaman)

Dimensi final mengajukan suatu kisaran minat indivisual dan kekaguman terhadap

hal baru. Orang yang ekstrim terbuka adalah orang yang kreatif, ingin tahu, dan

sensitif secara artistik. Mereka yang berada pada sisi lain dari kategori keterbukaan

adalah konvensional dan menemukan kenyamanan dalam keakraban.

Tabel 2.1 di bawah ini akan mengidentifikasikan Big Five dan karakteristik utamanya.

Tabel 2.1 Tabel Ciri Kepribadian Big Five

Ciri Utama Karakteristik Deskriptif pada Orang dengan Skor Tinggi

Extraversion Dapat bersosialisasi, terbuka, banyak bicara, asertif, suka

berteman

Agreeableness Kooperatif, hangat, perhatian, watak baik, sopan, dapat

dipercaya

Conscientiousness Dapat diandalkan, pekerja keras, teratur, disiplin diri, gigih,

bertanggung jawab

Neuroticism Tenang, aman, senang, tidak khawatir

Openness to experience Ingin tahu, intelek, kreatif, terpelajar, sensitif, fleksibel,

imajinatif

Sumber: Luthans, 2006, p234

Kepribadian lima besar sangat penting diteliti bagi kesuksesan sebuah organisasi.

“The big five dimensions of personality are highly relevant to several important aspects of

organizational behavior” (Greenberg dan Baron, 2003, p87). Beberapa dimensi dari big five

personality sangat berhubungan dengan kinerja kerja. Secara umum, dimensi

conscientiousness menunjukkan hubungan paling kuat dengan prestasi kerja. Semakin tinggi

seseorang dalam dimensi ini, semakin tinggi tingkat kinerja mereka. Dimensi neuroticism

juga berhubungan dengan prestasi kerja, walaupun tidak terlalu kuat. Semakin stabil emosi

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

22 

 

seseorang, maka kinerjanya akan lebih baik. Agreeableness berhubungan dengan aspek

interpersonal dalam pekerjaan, seperti dapat berbaur dengan rekan kerja yang lain.

Sementara itu, bagi sebagian pekerjaan yang memerlukan individu untuk berinteraksi dengan

banyak orang, seperti manager, bagian penjualan, dan petugas kepolisian, dimensi

extraversion sangat berhubungan dengan kinerja.

Aspek-aspek dasar dari kepribadian juga berkaitan dengan banyak proses organisasi

lainnya. Misalnya, menyediakan kerangka untuk memahami para pelamar kerja dan memilih

yang orang yang paling baik untuk berbagai macam pekerjaan (right man in the right place).

2.1.4 Sikap

Kepribadian dan sikap merupakan proses kognitif yang kompleks. Perbedaannya

adalah kepribadian biasanya dianggap sebagai manusia seutuhnya, sedangkan ciri/trait dan

sikap dianggap sebagai pembentuk kepribadian. (Luthans, 2006, p236). Sikap dapat ditandai

dengan tiga cara. Pertama, sikap cenderung bertahan kecuali ada sesuatu yang dilakukan

untuk mengubahnya. Kedua, sikap dapat mencakup rangkaian dari yang sangat disukai

sampai yang sangat tidak disukai. Ketiga, sikap diarahkan pada beberapa objek di mana

orang memiliki perasaan dan kepercayaan.

“An attitude consists of feelings, beliefs, and predispositions to behave in certain

ways” (Organ dan Hammer, 1982, p131). Ketiga komponen tersebut kemudian berpadu

bersama-sama, secara psikologis, di mana masing-masing komponen berimplikasi terhadap

yang lainnya. Greenberg dan Baron (2003, p147) menyebut ketiga komponen tersebut

sebagai an evaluative component, a cognitive component, and a behavioral component.

Evaluative component menunjuk pada kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap

orang lain, barang, atau kejadian tertentu (disebut sebagai attitude object). Cognitive

component adalah hal-hal yang kita percayai tentang suatu attitude object, tak peduli apakah

pandangan tersebut salah atau benar. Sedangkan, behavioral component merupakan

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

23 

 

kecenderungan (predispotition) untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu secara konsisten

sesuai dengan keyakinan (belief) dan perasaan (feeling) kita tentang sebuah attitude object.

Ketiga komponen sikap tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Sumber: Greenberg dan Baron,2003, p147

Gambar 2.3 Tiga Komponen Dasar dari Sikap

Fungsi-fungsi dari sikap, yaitu:

- Fungsi penyesuaian

Sikap sering membantu orang menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja mereka. Saat

karyawan diperlakukan dengan baik, mereka cenderung mengembangkan sikap positif

terhadap manajemen dan organisaisi. Sebaliknya, bila mereka diperlakukan kasar dan

peningkatan gaji kecil, mereka cenderung mengembangkan sikap negatif terhadap

manajemen dan organisasi.

- Fungsi pertahanan ego

Sikap juga membantu karyawan mempertahankan citra diri. Misalnya, manajer lebih tua

yang keputusannya terus ditentang manajer bawahan yang lebih muda mungkin merasa

bahwa anak muda tidak sopan, sombong, belum dewasa, dan tidak berpengalaman.

Sebanarnya, manajer muda mungkin benar ketika menentang keputusan tersebut.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

24 

 

Manajer yang lebih tua mungkin bukan pemimpin yang efektif dan terus membuat

keputusan yang buruk. Sebaliknya, manajer yang lebih tua tidak mengakui hal tersebut

dan mencoba melindungi egonya dengan menempatkan kesalahan pada pihak lain. Jadi,

sikap berfungsi membenarkan tindakan dan mempertahankan ego.

- Fungsi mengekspresikan nilai

Sikap bertindak sebagai dasar untuk mengekspresikan nilai sentral seseorang. Misalnya,

manajer yang meyakini etika kerja akan cenderung mengomentari sikap individu tertentu

atau praktik kerja tertentu sebagai alat untuk merefleksikan nilai. Seorang atasan yang

ingin bawahannya bekerja lebih keras mungkin melakukan hal ini: “Anda harus bekerja

lebih keras lagi. Hal tersebut telah menjadi tradisi perusahaan sejak didirikan. Semua itu

membuat kami seperti sekarang ini, dan setiap orang diharapkan menganut etika ini”.

- Fungsi pengetahuan

Sikap membantu menyediakan standar dan kerangka referensi memungkinkan orang

untuk mengelola dan menjelaskan dunia di sekitar mereka. Misalnya, organisator serikat

mungkin memiliki sikap negatif terhadap manajemen. Sikap ini bisa saja tidak

berdasarkan fakta, tetapi membantu orang untuk berhubungan dengan manajemen.

Akibatnya, apa pun yang dikatakan manajer ditanggapi organisator serikat sebagai tidak

lebih daripada sekumpulan bualan, atau usaha memanipulasi pekerja. Tanpa

memedulikan keakuratan pandangan seseorang terhadap realita, sikap terhadap orang

lain, kejadian, dan objek, membantu individu mengerti apa yang sedang terjadi.

Seseorang bisa mempunyai ribuan sikap, tapi perilaku organisasi memfokuskan pada

jumlah sangat terbatas sikap yang berhubungan dengan pekerjaan. Sikap kerja adalah

perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif stabil terhadap berbagai aspek

dari pekerjaan itu sendiri. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan evaluasi

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

25 

 

positif atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai aspek-aspek dari lingkungan

kerja mereka.

Kebanyakan riset dalam perilaku organisasi telah mempedulikan tiga sikap: kepuasan

kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi (Robbins, 2003, p91). Dalam penelitian

ini, hanya dibahas mengenai kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

2.1.4.1 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan

yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat mereka

bekerja (Tangkilisan, 2005, p164). Berdasarkan Robbins (2003, p30), kepuasan kerja adalah

suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang

diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.

Sedangkan, berdasarkan pendapat Luthans (2006, p243), kepuasan kerja adalah hasil dari

persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai

penting.

Dari definisi-definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah

persepsi karyawan bahwa imbalan yang mereka terima dari organisasi sebagai hasil dari

pekerjaan mereka sudah setimpal, sehingga mereka memunculkan sikap puas terhadap

pekerjaan mereka.

Menurut Wexley dan Yukl (Moeljono, 2003, p113), ada tiga dimensi kepuasan kerja:

a. Kepuasan kerja adalah sebuah respons emosional terhadap situasi kerja

b. Kepuasan kerja sering ditentukan oleh bagaimana outcomes (hasil/keluaran) dapat

sesuai atau melebihi harapan

c. Kepuasan kerja akan mempresentasikan sikap-sikap yang berhubungan dengan hal

tersebut

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

26 

 

Beberapa faktor penentu kepuasan kerja adalah sebagai berikut.

1. Pekerjaan itu sendiri

Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, di

mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan

kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Berdasarkan survey diagnostik pekerjaan

diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja

untuk berbagai macam pekerjaan. Ciri-ciri tersebut ialah:

a. Keragaman keterampilan, banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk

melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin

kurang membosankan pekerjaan.

b. Jati diri tugas (task identity), sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan

keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang

lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan

menimbulkan rasa tidak puas.

c. Tugas yang penting (task significance), rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika

tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung

mempunyai kepuasan kerja.

d. Otonomi, pekerjaan yang menimbulkan kebebasan, ketidaktergantungan dan

memberikan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan

kerja.

e. Pemberian umpan balik (feedback) pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat

kepuasan kerja.

2. Gaji atau imbalan yang dirasakan adil

Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut

dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja,

dan bagaimana gaji diberikan. Uang memang mempunyai arti yang berbeda-beda bagi orang

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

27 

 

yang berbeda-beda. Di samping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (makanan,

perumahan), uang dapat merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan,

dan pengakuan atau penghargaan. Lagipula uang mempunyai kegunaan sekunder. Jumlah

gaji yang diperoleh dapat secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang ingin

dilakukan.

Dengan menggunakan teori keadilan Adams, orang menerima gaji yang

dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress

(ketidakpuasan). Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji

dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan

individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada

kepuasaan kerja.

3. Kesempatan promosi

Menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat

berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan

yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang

terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

4. Pengawasan (supervisi)

Atasan yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan

kerja. Cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan

atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut, dan hal ini mempengaruhi kepuasan

kerja. Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang

rasa. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja

untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan

keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan

nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika

kedua hubungan adalah positif.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

28 

 

5. Rekan kerja

Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah

tertentu, berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara

(kebutuhan sosial terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengruhi

kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan

sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. Kelompok

kerja bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota

individu. Kelompok yang memerlukan kesalingtergantungan antar-anggota dalam

menyelesaikan pekerjaan, akan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi. Kelompok kerja

yang baik membuat pekerjaan menjadi menyenangkan, sehingga menimbulkan kepuasan

kerja pada individu karyawan.

6. Kondisi kerja

Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya

menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakkan akan menimbulkan keengganan

untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya.

Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan

peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, seperti meja, kursi yang dapat diatur tinggi-

randah, miring-tegaknya posisi duduk. Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan-kebutuhan fisik

yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.

2.1.4.1.1 Mengukur Kepuasan Kerja

Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, baik dari

segi analisa statistik maupun dengan pengumpulan data. Dalam semua kasus, kepuasan

kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan

kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

29 

 

konsep global, kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi

kebutuhan yang terpenuhkan.

1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global

Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari

semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini

dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah

kelebihan, di antaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh

mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai.

Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi

dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan,

iklim sosial organisasi, dan sebagainya .

2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan

Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang

menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda

dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang

dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan

prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek

manejemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan

untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan

dan pengembangan.

3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan

Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak

menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek

tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter

didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari

15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi,

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

30 

 

sosial, dan aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai

jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing

pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang? (2) Berapa seharusnya? (3) Bagaimana

pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai

pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara

“Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan,

maka semakin besar kepuasannya.

Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan.

Pertanyaan “Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memberikan kepada penyilidik ukuran

kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap responden. Hampir semua

penelitian kepuasan kerja berdasarkan pada kuesioner pengukuran kepuasan kerja. Karena

kepuasan kerja adalah fenomena yang subjektif dan individual, mungkin kuesioner

merupakan ukuran yang paling sesuai. Meskipun demikian penting sekali menyadari adanya

keterbatasan tertentu dari metode ini dalam mendapatkan data bagi penelitian kepuasan

kerja. Sejumlah masalah yang timbul oleh pengukuran melalui kuesioner tersebut berkaitan

dengan ketepatan tanggapan. Walaupun responden tidak memberikan jawaban yang

menyesatkan secara sengaja, sejumlah variabel situasional dapat mempengaruhi, baik sejauh

mana mereka mau memahami pertanyaan tersebut maupun sejauh mana mereka mau

benar-benar berterus terang dalam menjawab.

Meskipun kesalahan pengukuran yang berkaitan tidak dapat dihilangkan, namun

terdapat langkah-langkah tertentu yang dapat diambil untuak menguranginya, yaitu dengan

menggunakan kuesioner yang keandalannya telah ditentukan, kejelasan pengarahan diuji

sebelumnya, menjaga kerahasiaan subjek, menggunakan sample yang cukup banyak untuk

mengurangi penyimpangan respon yang cenderung terdistribusi secara acak.

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

31 

 

2.1.4.1.2 Cara Karyawan Mengungkapkan Ketidakpuasan

Menurut Robbins, ketidakpuasan kerja, pada tenaga kerja dapat diungkapkan

dengan berbagai macam cara, misalnya selain meninggalkan pekerjaan, mengeluh,

membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab

pekerjaan, dll. Seperti terlihat pada Gambar 2.4, empat cara tenaga kerja mengungkapkan

ketidakpuasan:

- Keluar (exit), meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain

- Suara (voice), memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan

atasan untuk memperbaiki kondisi secara aktif dan konstruktif

- Kesetiaan (loyalty), menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih

baik, termasuk membela organisasi terhadap kritik dari luar serta mempercayai

organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat

- Mengabaikan (neglect), sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, seperti

sering absen, menurangi upaya, atau kesalahan yang dibuat makin banyak

Sumber: Robbins, 2003, p106

Gambar 2.4 Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

32 

 

2.1.4.1.3 Cara Meningkatkan Kepuasan

Beberapa cara yang dapat dilakukan organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja

karyawannya berdasarkan Greenberg dan Baron (2003, p159):

- Make jobs fun

Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang

membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetap

ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hampir setiap

pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga

dari meja satu orang ke yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu

orang lain ketika sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan buletin.

- Pay people fairly

Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberi imbalan secara adil, maka

kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.

- Match people to jobs that fit their interests

Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat

mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan

tersebut.

- Avoid boring, repetitive jobs

Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk

mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana

mereka melakukan tugas-tugas mereka.

2.1.4.2 Komitmen Organisasi

Menurut Porter, Steers, Mowday, dan Boulian (Rabin, 2003, p868), komitmen

organisasi adalah “the relative strength of an individual’s identification with and involvement

in a particular organization”.

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

33 

 

Berdasarkan Robbins (2003, p92), komitmen organisasi diidentifikasikan sebagai

suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan

tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

Sedangkan berdasarkan Luthans (2006, p249), komitmen organisasi didefinisikan

sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan

untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan (3) keyakinan tertentu, dan

penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang

merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota

organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta

kemajuan yang berkelanjutan.

Dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah keadaan psikologis individu

yang berhubungan dengan keyakinan, kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap

tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan

tingkat sampai sejauh mana ia tetap ingin menjadi anggota organisasi.

Bila kepuasan kerja berkaitan dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya, di

mana menunjukkan kepuasan karyawan terhadap pekerjaan yang dia lakukan, maka

komitmen organisasi berkaitan dengan level organisasi, di mana menunjukkan kepuasan

karyawan terhadap organisasi tempat ia bekerja. Namun, hubungan yang kuat antara

kepuasan kerja dan komitmen organisasi telah diketahui selama bertahun-tahun (Luthans,

2006, p248).

Ada tiga dimensi komponen dari komitmen organisasi menurut Mayer dan Allen,

seperti juga dapat dilihat pada Gambar 2.5:

1. Komitmen afektif, yaitu keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan

keterlibatan dalam organisasi. Keterikatan emosional ini terbentuk karena karyawan

setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk

apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan derajat komitmen afektif tinggi

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

34 

 

akan memilih tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong organisasi dalam

mencapai misinya.

2. Komitmen kelanjutan, yaitu komitmen berdasarkan kerugian yang mungkin akan

muncul dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Semakin lama seseorang tinggal

dalam sebuah organisasi, ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah

mereka ‘investasikan’ di organisasi tersebut selama bertahun-tahun, misalnya

senioritas, kesempatan promosi, rencana pensiun, dan hubungan persahabatan

dengan rekan kerja. Karyawan dengan derajat komitmen kelanjutan tinggi memilih

untuk tetap tinggal dalam organisasi hanya karena tidak ingin mengambil risiko

kehilangan hal-hal seperti itu.

3. Komitmen normatif, yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi

karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus

dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena

tekanan dari orang atau pihak lain. Karyawan dengan derajat komitmen normatif

tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari

organisasi tempatnya bekerja. Karyawan seperti itu merasa enggan untuk

mengecewakan majikannya dan kuatir akan apa dicap buruk oleh rekan sekerjanya

bila ia resign.

Sumber: Greenberg dan Baron, 2003, p162

Gambar 2.5 Dimensi Komitmen Organisasi

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

35 

 

2.1.4.2.1 Cara Meningkatkan Komitmen

Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen

yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi

pada diri karyawan (Luthans, 2006, p250):

- Berkomitmen pada nilai utama manusia

Dilakukan dengan membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan

tepat, dan mempertahankan komunikasi.

- Memperjelas dan mengkomunikasikan misi

Memperjelas misi dan ideologi; berkarisma; menggunakan praktik perekrutan

berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan;

membentuk tradisi.

- Menjamin keadilan organisasi

Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan komunikasi

dua arah yang ekstensif.

- Menciptakan rasa komunitas

Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling

mendukung, dan kerja tim; berkumpul bersama.

- Mendukung perkembangan karyawan

Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama;

memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas

perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.

2.1.5 Organizational Citizenship Behaviour

Organizational Citizenship Behaviour atau kewarganegaraan organisasional sangat

terkenal dalam perilaku organisasi saat pertama kali diperkenalkan sekitar 20 tahun yang lalu

dengan dasar teori disposisi/kepribadian dan sikap kerja. Dasar kepribadian untuk OCB

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

36 

 

merefleksikan ciri/trait predisposisi karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian, dan

bersungguh-sungguh. Sedangkan dasar sikap mengindikasikan bahwa karyawan terlibat

dalam OCB untuk membalas tindakan organisasi (Luthans, 2006, p251). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku anggota organisasi yang mencakup faktor

kepribadian dan sikap keja sebagai dasar utama, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.6

berikut ini.

Gambar 2.6 Dasar Teori OCB

Menurut Organ, kewarganegaraan organisasional (Organizational Citizenship

Behaviour) adalah perilaku diskresioner yang bukan merupakan bagian dari persyaratan-

persyaratan jabatan formal seorang karyawan, meskipun demikian hal itu mempromosikan

pemfungsian efektif atas organisasi (Robbins, 2003, p30). Van Dyne dkk mengusulkan

konstruksi dari extra role behavior (ERB), yaitu “behavior that attempts to benefit the

organization and that goes beyond existing role expectations” (Organ, 2005, p33).

Organisasi membutuhkan karyawan yang bergabung dalam perilaku-perilaku

“kewarganegaraan yang baik” seperti membuat pernyataan-pernyataan yang konstruktif

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

37 

 

tentang kelompok kerja dan organisasi mereka, membantu yang lain dalam tim mereka,

sukarela melakukan kegiatan-kegiatan tambahan, menghindari konflik-konfik yang tidak

perlu, menunjukkan perhatian pada properti organisasi, menghargai semangat dan juga

kaidah dan aturan tersurat, dan bersedia mentolerir gangguan dan kerugian-kerugian yang

berkaitan dengan pekerjaan yang tidak tetap (Robbins, 2003, p30).

Sehingga, penulis menyimpulkan OCB sebagai perilaku karyawan yang dengan suka

rela bersedia melakukan hal-hal di luar uraian jabatan formal yang menguntungkan

organisasi, sehingga memberikan dampak bagi efektivitas organisasi.

Menurut Organ (Purba dan Seniati, 2004, p106), OCB terdiri dari lima dimensi:

1. Altruism, yaitu perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada

individu lain dalam suatu organisasi, misalnya membantu saat rekan kerja tidak sehat.

2. Courtesy, yaitu membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah sehubungan

dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai

kebutuhan mereka, atau memahami dan berempati walaupun saat dikritik.

3. Sportsmanship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa

mengeluh, misalnya ikut menanggung kegagalan proyek tim yang mungkin akan berhasil

dengan mengikuti nasihat anggota.

4. Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada

kelangsungan hidup organisasi, misalnya rela mewakili perusahaan untuk program

bersama.

5. Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi, misalnya

mematuhi peraturan-peraturan di organisasi dan bersedia lembur untuk menyelesaikan

proyek.

Bukti menunjukkan bahwa organisasi-organisasi tersebut yang memiliki karyawan

yang memiliki OCB tinggi berkinerja melebihi organisasi-organisasi yang tidak memiliki

karyawan tersebut. Akibatnya, perilaku organisasi itu berhubungan dengan OCB sebagai

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

38 

 

varibel bergantung (Robbins, 2003, p30). Sehingga, manajer sekarang sangat bijaksana

bukan hanya dalam mencoba meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi, tetapi

juga OCB karyawan mereka (Luthans, 2006, p251).

2.1.5.1 Motif yang Mendasari OCB

Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh banyak hal,

artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Sesuatu yang masuk akal bila kita

menerapkan OCB secara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi

berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya. Menurut McClelland, manusia memiliki

tiga tingkatan motif (Hardaningtyas, 2005, p14):

1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standard

keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau

kompetisi

2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara, dan

memperbaiki hubungan dengan orang lain

3. Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi di mana

mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain

Kerangka motif berprestasi, afiliasi, dan kekuasaan telah diterapkan untuk

memahami OCB guna memahami mengapa orang menunjukkan OCB. Gambar 2.7

menunjukkan model OCB yang didasari oleh suatu motif.

Paradigma 1: OCB dan Motif Berprestasi

OCB dianggap sebagai alat untuk prestasi tugas (task accomplishment). Ketika

prestasi menjadi motif, OCB muncul karena perilaku tersebut dipandang perlu untuk

kesuksesan tugas tersebut. Perilaku seperti menolong orang lain, membicarakan perubahan

dapat mempengaruhi orang lain, berusaha tidak mengeluh, berpartisipasi dalam rapat unit

merupakan hal-hal yang dianggap kritis terhadap keseluruhan prestasi tugas, proyek, tujuan

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

39 

 

atau misi. Singkatnya, karyawan yang memiliki motivasi berprestasi memandang tugas dari

perspektif yang lebih menyeluruh. Hal-hal kecil yang membentuk OCB benar-benar dianggap

sebagai kunci untuk kesuksesan.

Gambar 2.7 Motif OCB

Dengan mewujudkan OCB mungkin meningkatkan derajat kepuasan intrinsik. Namun

karyawan yang berorientasi pada prestasi akan menunjukkan OCB seolah-olah hal ini

dibutuhkan untuk kesuksesan tugas. Mereka termotivasi untuk memperbaiki kinerja di masa

mendatang dan berusaha keras untuk sukses. Tapi mereka juga membutuhkan perlakuan

yang adil dan penuh perhatian dari manajer maupun orang lain. Ketika feedback tidak

memberikan yang diharapkan, tidak akurat atau tidak adil, ada kemungkinan mereka akan

kehilangan ketertarikan untuk menampilkan OCB.

Menurut Bateman dan Organ, paradigma ini mendukung kepuasan kerja atau

keadilan sebagai antesedens OCB (Hardaningtyas, 2005, p17). Karyawan yang berorientasi

pada prestasi bertekad untuk menggantikan atau mengerjakan hal-hal yang membuahkan

OCB

Motif Berprestasi

Dengan OCB berarti:

• kesempurnaan tugas

• kesuksesan organisasi

Motif Afiliasi

Dengan OCB berarti:

• pembentukan dan pemeliharaan relasi

• penerimaan dan persetujuan

Motif Kekuasaan

Dengan OCB berarti:

• mendapat kekuasaan dan status

• menunjukkan kesan positif

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

40 

 

prestasi atas tugas yang dikerjakannya. Selama orang yang memiliki motivasi berprestasi

tinggi menerima perlakuan atau reward yang adil dari manajemen, OCB akan terus nampak.

Paradigma 2: OCB dan Motif Afiliasi

Orang yang berorientasi pada afiliasi menunjukkan OCB karena mereka

menempatkan nilai orang lain dan hubungan kerjasama. Istilah sederhananya adalah

karyawan yang ‘berorientasi pada orang’ berusaha melayani orang lain. Motif afiliasi

dipandang sebagai suatu komitmen terhadap pemberian pelayanan pada orang lain.

Karyawan yang berorientasi pada afiliasi membantu orang lain karena mereka

membutuhkan bantuan, atau menyampaikan suatu informasi karena hal tersebut

menguntungkan penerima. Karyawan tipe ini akan bersungguh-sungguh karena seseorang,

baik atasan maupun pelanggan, membutuhkan mereka. Hasil kinerja mereka tidal sebanyak

perhatian tentang keuntungan yang diterima orang lain. Mereka menempatkan prioritas pada

OCB, meskipun kadang-kadang merugikan dirinya.

Paradigma ini mendukung pendapat William dan Anderson bahwa terdapat

hubungan antara komitmen organisasi dan OCB (Hardaningtyas, 2005, p18). Karyawan yang

berorientasi pada afiliasi akan menunjukkan komitmen terhadap orang lain dalam organisasi,

baik rekan kerja, manajer, maupun supervisor. Perilaku menolong, berkomunikasi, bekerja

sama, dan berpartisipasi muncul dari keinginan mereka untuk memiliki dan tetap berada

dalam kelompok. Selama masyarakat tersebut memahami bahwa kelompok tersebut bernilai,

OCB akan tetap berlanjut.

Paradigma 3: OCB dan Motif Kekuasaan

OCB dipandang sebagai perilaku yang dapat diamati yang berasall dari berbagai

motif, tidak hanya sekedar intensi altruistik. Di satu sisi, terdapat perilaku organisasi yang

mendukung organisasi, namun di sisi lain terdapat pelayanan diri (self-serving). Karyawan

yang berorientasi pada kekuasaan menganggap OCB merupakan alat untuk mendapatkan

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

41 

 

kekuasaan dan status dengan figur otoritas dalam organisasi. Tindakan-tindakan OCB

didorong oleh suatu komitmen terhadap agenda karier seseorang.

Karyawan yang berorientasi pada kekuasaan menolong orang lain, berkomunikasi

lintas departemen, atau memberikan masukan dalam proses organisasi adalah agar dapat

terlihat peran kekuasaannya. Selama target figur otoritas diakui, para pencari kekuasaan

termotivasi untuk melanjutkan OCB, yang dianggap sebagai bentuk dari modal politis.

Mereka menginvestasikan modalnya dengan menampilkan OCB dan membangun landasan

untuk kekuasaan mereka melalui OCB. Mereka mengkalkulasi kesempatan perilaku mereka,

kemudian berjuang untuk organisasi selama organisasi tersebut membantu mereka mencapai

agenda pribadi mereka.

2.1.5.2 Manfaat OCB dalam Perusahaan

Dari hasil-hasil penelitian mengenai OCB, dapat disimpulkan bahwa (Hardaningtyas,

2005):

1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja

- Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas

rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut

- Seiring berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan

membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok

2. OCB meningkatkan produktivitas manajer

- Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer

mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut

untuk meningkatkan efektivitas unit kerja

- Karyawan yang sopan dan menghindari konflik dengan rekan kerja akan menolong

manajer terhindar dari krisis manajemen

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

42 

 

3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara

keseluruhan

- Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu

pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat

memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan bagi

organisasi

- Karyawan yang menampilkan conscentioussness yang tinggi hanya membutuhkan

pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan

tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu

yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting

- Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan

orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan

tersebut

- Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer

tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan

kecil karyawan

4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi

kelompok

- Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moral, dan

kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok atau manajer tidak perlu

menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok

- Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan

mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk

menyelesaikan konflik manajemen berkurang

5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok

kerja

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

43 

 

- Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue, seperti menghadiri dan

berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya, akan membantu koordinasi di

antara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas

dan efisiensi dalam kelompok

- Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy, seperti saling memberi informasi

tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain akan menghindari munculnya

masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan

6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan

karyawan terbaik

- Perilaku menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta perasaan saling

memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi

dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik

- Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship,

misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan kecil, akan

menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi

7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

- Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai

beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas, dengan cara mengurangi variabilitas

dari kinerja unit kerja

- Karyawan yang conscientiuous cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang

tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja

8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan

lingkungan

- Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dekat dengan pasar dengan sukarela

memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

44 

 

tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat

beradaptasi dengan cepat

- Karyawan yang aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di

organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui

oleh organisasi

- Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness, misalnya kesediaan

memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru, akan meningkatkan

kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya

2.1.6 Efektivitas Organisasi

Georgopualos dan Tannebaum dalam Tangkilisan (2005, p139) mendefinisikan

efektivitas organisasi sebagai “...the extent to which an organization as a social system,

given certain resources and mean, fulfill it’s objective without incapacitating it’s means and

resources and without placing strain upon it’s members.”

Sedangkan Price dalam Zammuto (1982, p22) mendefinisikan efektivitas organisasi

sebagai “...the degree of achievement of multiple goals.” Argriss dan Siliss mengatakan

efektivitas organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian

tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga manusia (Tangkilisan, 2005, p139).

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh

mana organisasi berhasil memanfaatkan sumber daya yang ada seoptimal mungkin dalam

usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya dengan tetap menghindari ketegangan

seminimal mungkin di antara para anggotanya.

Organisasi terdiri dari individu dan kelompok, karena itu efektivitas organisasi terdiri

dari efektivitas individu dan kelompok. Namun demikian, efektivitas organisasi lebih banyak

dari jumlah efektivitas individu dan kelompok. Organisasi mampu mendapatkan hasil kinerja

untuk lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil kinerja setiap bagiannya.

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

45 

 

Hubungan antara ketiga pandangan mengenai efektivitas diperlihatkan dalam

Gambar 2.8. Efektivitas individual adalah harus merupakan sebab dari efektivitas kelompok,

namun tidak dapat dikatakan bahwa efektivitas kelompok adalah jumlah dari efektivitas

individu. Hubungan antara pandangan-pandangan tersebut berubah-ubah tergantung dari

faktor-faktor seperti jenis organisasi, pekerjaan yang dilaksanakan, dan teknologi yang

digunakan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

Gambar 2.8 Tiga Pandangan tentang Efektivitas Organisasi

Organisasi memiliki dua kelompok besar, yaitu sumber manusia dan sumber alam.

Manusia terdiri dari orang-orang yang bekerja di organisasi karyawan operasional, staf, dan

tenaga manajemen. Mereka menyumbangkan waktu dan tenaga mereka kepada organisasi

dengan mendapatkan upah dan imbalan lain, baik berwujud maupun tak berwujud.

Sedangkan, sumber alam terdiri dari input bukan manusia, yang akan diproses atau akan

digunakan dalam kombinasi dengan unsur manusia untuk menghasilkan sumber lain.

Fungsi efektif dari sebuah organisasi tergantung dari usaha karyawan yang melebihi

persyaratan peran formal pekerjaannya, yang disebut dengan Organizational Citizenship

Behavior (OCB). Terdapat bukti bahwa individu yang menunjukkan OCB memiliki kinerja lebih

baik dan menerima evaluasi kinerja yang lebih tinggi. OCB juga berhubungan dengan kinerja

dan keefektivan kelompok dan organisasi (Luthans, 2006, p251). Selain itu, Organ juga

Efektivitas Organisasi

Efektivitas Individu

Efektivitas Kelompok

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

46 

 

menyatakan bahwa tingkat OCB yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat keefektifan

yang lebih pula bagi organisasi dan membantu membawa sumber-sumber daya baru ke

dalam organisasi.

Perilaku OCB yang ditampilkan oleh karyawan seharusnya berdampak pada

efektivitas organisasi. Setiap dimensi OCB memberikan pengaruh yang berbeda-beda

terhadap hubungan ini, namun berujung pada satu hasil, yaitu efektivitas organisasi.

Altruism (membantu meringankan tugas rekan kerja) membuat sistem kerja lebih produktif

karena satu pekerja dapat menggunakan waktu luangnya untuk membantu tugas lain yang

lebih mendesak. Perilaku civic virtue, seperti memberikan saran maupun ide-ide kepada

manajemen, membawa perkembangan bagi organisasi, yang secara langsung mempengaruhi

efisiensi. Karyawan yang memiliki dimensi conscientiousness, menghindari mengutamakan

kepentingan pribadi dan perilaku negatif lainnya, menaati kebijakan perusahaan dan

mempertahankan jadwal kerja yang konsisten, akan meningkatkan reliabilitas karyawan.

Ketika reliabilitas meningkat, maka biaya pengerjaan ulang dapat dikurangi, sehingga

membuat unit kerja lebih efisien. Dengan begitu, maka tujuan-tujuan organisasi dapat

tercapai.  

 

2.1.6.1 Pendekatan Efektivitas Organisasi

Efektivitas organisasi dapat dieveluasi dengan melihat dua hal, yaitu (1) pencapaian

sasaran dan (2) proses pelaksanaan organisasi, yang tercermin dalam perilaku organisasi

(Hutapea dan Thoha, 2008, p59). Baik pencapaian sasaran maupun proses pelaksanaan

organisasi memiliki peran yang sama penting bagi organisasi karena pencapaian sasaran

yang tidak disertai dengan proses pelaksanaan yang baik akan mengakibatkan usaha

pencapaian sasaran tidak dapat berlangsung lama. Dengan kata lain, proses organisasi yang

buruk akan dapat menurunkan tingkat efisiensi yang berdampak pada menurunnya

pencapaian sasaran pada periode berikutnya.

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

47 

 

Hal ini sejalan dengan pendapat Tangkilisan (2005, p139) bahwa konsep tingkat

efektivitas organisasi menyangkut dua aspek, yaitu (1) tujuan organisasi dan (2) pelaksanaan

fungsi atau cara untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, dalam Hutapea dan Thoha

(2008, p59) Ivancevich dan Matteson pun menggunakan pendekatan yang serupa untuk

mengukur efektivitas organisasi, yaitu Pendekatan Sasaran Organisasi (Goal Approach) dan

Pendekatan Sistem (System Theory Approach).

Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai kedua pendekatan tersebut.

1. Pendekatan Sasaran Organisasi

Pendekatan tujuan berfokus pada tingkat di mana suatu organisasi mencapai tujuannya

(Griffin, 2004, p88). Pendekatan ini telah lama digunakan oleh organisasi untuk

mengetahui tingkat efektivitas organisasi dan bahkan sampai saat ini masih tetap

digunakan. Para pendukung pendekatan ini berargumentasi bahwa organisasi dibentuk

dengan tujuan untuk mencapai sasaran sehingga untuk melihat tingkat efektivitas

pelaksanaan organisasi mereka langsung menghubungkannya dengan pencapaian

sasaran organisasi. Banyak perusahaan menggunakan pendekatan ini dan pada

umumnya mereka menggunakan sasaran jangka pendek maupun jangka panjang untuk

mengukur tingkat keberhasilan manajer dan karyawannya. Mereka menentukan sasaran

kerja manajer dan bawahannya berdasarkan sasaran perusahaan. Atas dasar sasaran

perusahaan tersebut dibuat sasaran departemen atau bagian, dan dari sasaran

departemen atau bagian ditentukan sasaran setiap pekerjaan. Menurut Gibson dalam

Tangkilisan (2005, p141), kejelasan tujuan yang hendak dicapai memang merupakan

salah satu indikator pengukuran efektivitas organisasi. Pendekatan sasaran ini

ditanggapi secara positif oleh banyak perusahaan karena penggunaan sasaran

perusahaan dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan untuk mencapai sasaran kerja

yang telah ditetapkan.

Page 40: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

48 

 

2. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem tidak melihat efektivitas organisasi atas dasar sasaran yang dicapai,

melainkan dari gambaran perilaku organisasi baik pada saat terjadi interaksi secara

internal di organisasi maupun dari perilaku organisasi dalam rangka menyesuaikan diri

dengan lingkungannya (Hutapea dan Thoha, 2008, p61). Dengan kata lain, ada dua

peran yang harus dilakukan oleh organisasi, yaitu peran internal dan peran eksternal.

Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan pendekatan proses secara internal,

karena pengkuran efektivitas organisasi dalam hal ini dilakukan dari sudut pandang

karyawan. Pendekatan proses internal berkaitan dengan mekanisme internal dari

organisasi dan berfokus pada meminimalisasi ketegangan, mengintegrasikan individu

dan organisasi, dan melaksanakan operasi secara lancar dan efisien (Griffin, 2004, p88).

Sharma dalam Tangkilisan (2004, p140) juga menyebutkan tidak adanya ketegangan di

dalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik di antara bagian-bagian organisasi

sebagai salah satu kriteria efektivitas organisasi. Selain itu, kepuasan kerja juga

merupakan indikator efektivitas organisasi berdasarkan Steers. Sedangkan, Gibson

menyebutkan sistem pengawasan dan pengendalian sebagai ukuran efektivitas

organisasi. Komunikasi vertikal dan horizontal yang lancar dalam organisasi dan adanya

semangat kerja sama dan loyalitas anggota organisasi juga merupakan kriteria dari

pendekatan proses (ITB, 2003, p14).

Page 41: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

49 

 

2.2 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Menggambarkan pengaruh secara simultan

Menggambarkan pengaruh secara individual

Menggambarkan hubungan (korelasi) antar variabel

Kepuasan Kerja (X2)

- Pekerjaan Itu Sendiri - Imbalan - Kesempatan Promosi - Penyelia - Rekan Kerja - Kondisi Kerja

Komitmen Organisasi

(X3) - Afektif - Kelanjutan - Normatif

Big Five Personality (X1)

- Extraversion - Agreeableness - Conscientiousness - Neuroticism - Openness to experience

Organizational Citizenship

Behavior (Y)

- Altruism - Courtesy - Sportsmanship - Civic Virtue - Conscientiousness

Efektivitas Organisasi

(Z)

- Sasaran Organisasi - Proses

Page 42: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

50 

 

Kepribadian karyawan PT HSL dilihat dari faktor big five: extraversion,

agreeableness, conscientious, neuroticism, dan openness to experience. Sedangkan,

kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor: pekerjaan itu sendiri, imbalan,

kesempatan promosi, penyelia, dan rekan kerja. Komitmen organisasi sendiri dinilai dari

dimensi afektif, kelanjutan, dan normatif. Ketiga variabel bebas tersebut dicari apakah saling

berkorelasi secara signifikan atau tidak serta bagaimana sifat hubungannya.

Variabel Big Five Personality, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi secara

individual maupun simultan diasumsikan berkorelasi dengan dan mempengaruhi variabel

Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang memiliki ciri: altruism, courtesy,

sportmanship, civic virtue, dan conscientiousness. Kemudian, keempat variabel tersebut

dicari apakah berkorelasi dengan dan berkontribusi terhadap variabel bergantung Efektivitas

Organisasi yang dilihat dari dimensi sasaran organisasi dan proses, baik secara individual

maupun simultan.

Korelasi antara Big Five Personality dan kepuasan kerja dibuktikan oleh

Hardjapamekas (2007). Dari hasil penelitiannya, diketahui bahwa ketika masing-masing

dimensi dilihat korelasinya dengan kepuasan kerja, hanya dimensi conscientiousness saja

yang tidak memiliki hubungan dengan kepuasan kerja. Sedangkan keempat dimensi lainnya

yaitu extraversion, agreeableness, neuroticism, dan openness to experience masing-masing

memiliki hubungan dengan kepuasan kerja.

Dari hasil penelitian yang sebelumnya, telah didapatkan bahwa kepribadian

mempengaruhi komitmen organisasi sebesar 17,7 % dengan critical ratio 2.251 yang lebih

besar dari α=0.05, sehingga dinyatakan bahwa kepribadian memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap komitmen organisasi (Nugroho, 2008).

Hubungan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi juga telah dibuktikan oleh

penelitian sebelumya. Kepuasan kerja berhubungan secara positif dan signifikan terhadap

komitmen organisasi (Susatyo, 2008). Sedangkan, menurut penelitian Mutiara (tahun tidak

Page 43: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

51 

 

diketahui), terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan

komitmen organisasi (r = 0.844). Hal ini sejalan dengan pendapat Luthans bahwa meskipun

kepuasan berkaitan dengan sikap karyawan terhdap pekerjaan, dan komitmen berkaitan

dengan level organisasi, tetapi hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dan komitmen

organisasi telah diketahui selama bertahun-tahun (2006, p248).

Pengaruh Big Five Personality terhadap OCB telah dibuktikan oleh penelitian

sebelumnya. All FFM (Five Factor Model) dimensions were positively related to overall OCB

(Elanain, 2007). Sedangkan, berdasarkan hasil penelitian Purba dan Seniati (2004),

dinyatakan bahwa proporsi OCB total yang diterangkan oleh trait kepribadian dan komitmen

organisasi secara bersama-sama adalah sebesar 42.2%.

Menurut Organ dan Ryan, dimensi kepuasan kerja secara jelas berhubungan dengan

OCB (Luthans, 2006, p251). Sedangkan menurut Reilly dan Chatman, dimensi komitmen

organisasi juga secara jelas berhubungan dengan OCB. Demikian pula ada hubungan yang

positif dan signifikan antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja dengan Organizational

Citizenship Behavior dengan r=0,441; R2=0,194 dan p Value=0,000 (Danan, 2007).

Pengaruh keempat variabel bebas terhadap efektivitas organisasi juga telah

dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian Andersen

(2005), kepribadian diketahui mempengaruhi efektivitas organisasi. Juga diketahui bahwa

terdapat hubungan antara kepribadian dengan efektivitas organisasi pada U.S. Navy (Hackett

dan McInerney, tahun tidak diketahui). Kepuasan kerja diketahui berkontribusi terhadap

efektivitas organisasi. Job satisfaction is a concept that behavioral scientists have emphasized

in recent years, it has an important impact on organizational effectiveness and efficiency

(Demir, 2002). Berdasarkan Knopp dan O’Reilly, yang meneliti pengaruh kepuasan kerja guru

terhadap efektivitas organisasi pada Sekolah-sekolah Dasar di Ontario, Canada, keefektivan

organisasi dipengaruhi oleh kepuasan kerja guru terhadap rekan kerja, penyelia, dan

Page 44: BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-1-00400-MN-Bab 2.pdflayak atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat , dan organisasi

52 

 

pekerjaan itu sendiri. Sedangkan, pengaruh komitmen organisasi terhadap efektivitas

organisasi dibuktikan dalam penelitian Ussahawanitchakit (2008).

Adanya pengaruh OCB terhadap efektivitas organisasi dibuktikan dalam penelitian

Yen dan Niehoff terhadap pegawai bank-bank di Taiwan. Selain itu, hasil penelitian lainnya

menyatakan bahwa “developing a work environment that promotes OCB performance may

enhance a manager’s personal productivity and success as well as the organization’s

effectiveness” (Walz dan Niehoff, 2000).

2.3 Hipotesis

Hipotesis pertama yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai dengan

Tujuan 1 adalah sebagai berikut:

Ho = Big Five Personality (X1), Kepuasan Kerja (x2), dan Komitmen Organisasi (X3)

karyawan tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap OCB (Y)

pada PT HSL

Ha = Big Five Personality (X1), Kepuasan Kerja (x2), dan Komitmen Organisasi (X3)

karyawan memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap OCB (Y) pada

PT HSL

Lalu, hipotesis kedua yang juga akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan Tujuan

2 yaitu sebagai berikut:

Ho = Big Five Personality (X1), Kepuasan Kerja (X2), Komitmen Organisasi (X3), serta OCB

(Y) karyawan tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap

Efektivitas Organisasi (Z) pada PT HSL

Ha = Big Five Personality (X1), Kepuasan Kerja (X2), Komitmen Organisasi (X3), serta OCB

(Y) karyawan memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Efektivitas

Organisasi (Z) pada PT HSL