Aulia Risma - LBM 5 Herbal

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    1/31

    LBM 5

    STEP 1

    Scientification of traditional herbal : pembuktian ilmiah jamu melalui

    penelitian ilmiah berbasis pelayanan kesehatan

    STEP 2

    1.Apa Tujuan saintifikasi jamu?

    2.Apa yang diperlukan dalam saintifikasi jamu?

    3.Apa Tahapan saintifikasi jamu?

    4.Apa ruang lingkup dari saintifikasi jamu?

    5.Apa kriteria jamu yang sudah tersaintifikasi?

    6.Tahapan uji Klinik?

    7.Apa perbedaan saintifikasi jamu dan uji klinik?

    8.Bagaimana Desain uji klinik dan saintifikasi jamu?

    9.Siapa saja yang boleh membuka saintifikasi jamu?10. Macam-macam klinik saintifikasi jamu?

    STEP 3

    1.Apa Tujuan saintifikasi jamu?

    a.Memberikan landasan ilmiah melalui penelitian berbasis pelayanan

    kesehatan (sehingga dapat diberikan kepada pasien berdasarkan

    bukti ilmiah)

    b.Jamu empiris, tidak ada efek sampingdiketahui melalui uji klinis

    untuk membuktikan keamannya

    c.Mendorong dr umum, drg untuk melakukan penelitian mengenai

    kualitatif terhadap jamu

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    2/31

    d.Memperbanyak wawasan kualitatif tentang penggunaan jamu yang

    baik dan benar

    2.Apa yang diperlukan dalam saintifikasi jamu?

    a.Tenaga kerja : - dokter sebagai penanggung jawab- Apoteker

    - Tenaga kesehatan lain (administrasi)

    b. Sarana prasarana : bahan baku (simplisia), ruangan (pemeriksaan,

    konsultasi, diskusi, peracikan jamu)

    3.Apa Tahapan saintifikasi jamu?

    a.Tanaman berkhasiat sudah diketahui khasiat secara empiris

    b.Proses pembentukan simplisia

    c.Isolasi senyawa aktif

    d.Identifikasi fitokimia

    e.Penentuan potensi senyawa aktif

    f.Penentuan kadar potensi senyawa aktif

    g.Uji pre klinik (uji toksisitas)

    Mengetahui sumber yang baik berdasarkan Grading (A,B,C,D)

    h.Mengobservasi pengaruh pemberian jamu pada pasien

    Apa perbedaan tahapan pengembangan Fitofarmaka dengan

    saintifikasi jamu?

    Fitofarmaka : RCT blinded

    Saintifikasi jamu : RCT not blinded

    4.Apa ruang lingkup dari saintifikasi jamu?

    Diutamakan untuk prefentif, promotif, paliatif, kuratif dan rehabilitative

    Kuratiftergantung pada permintaan pasien.

    Batasan saintifikasi jamu dan fitofarmaka

    Apa Bedanya uji klinis dan saintifikasi jamu

    Fitofarmaka : melalui uji klinis

    Saintifikasi jamu : jamu godog an sudah boleh dberikan pasien

    Perbedaan Uji Klinis Fitofarmaka dan Saintifikasi Jamu

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    3/31

    Uji klinik saintifikasi jamu :

    - diresepkan pada terapis medis? (profesinya apa?)

    - turun temurun

    Uji klinik fitofarmaka :

    - diresepkan oleh dokter

    -

    Landasan munculnya kebijakan Saintifikasi Jamu

    5.Apa kriteria jamu yang sudah tersaintifikasi?

    a.Aman sesuai dengan persyaratan

    b.Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data ilmiah (diolah dan di uji

    secara statistik)

    khasiat berdasarkan EBMc.Memenuhi persyaratan mutu yang khusus

    d.Jamu yang sudah tersaintifikasi sudah memiliki EBM

    6.Tahapan uji Klinik?

    Dilakukan setelah uji preklinik

    Fase 1 : di uji pada orang sehat

    20-100 org sehat

    Fase II awal : pasien terbatas tanpa pembanding

    >100 org sakitFase II akhir : menggunakan pembanding

    Fase III : definitivedilakukan pada orang banyak

    300-3000 org sakit

    Fase IV : setelah pemasaran (ribuan) untuk melihat efek samping

    khusus, jarang, lambat

    Obat dapat ditarik dari pemasaransetelah pemasaran ada efek

    samping

    Ex : thalidomide ( anti emetic ) untuk ibu hamilteratogenik (bayi lahir

    cacat, keguguran)

    7.Apa perbedaan saintifikasi jamu dan uji klinik fitofarmaka?

    Fitofarmaka : - Dapat diresepkan oleh semua dokter

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    4/31

    - Telah melalui uji klinik

    - Kurang dari 5 simplisia

    - Simplisia yang digunakan sudah diketahui khasiat

    dan keamanannya berdasarkan uji preklinik

    Jamu :

    - Diresepkan oleh dokter yang berlisensi (Dokter herbal terapis

    medikyang sudah mengikuti pelatihan selama 40 jam (@45

    menit/ jam))

    - Belum melalui uji klinik

    - Tidak ada batasan jumlah simplisia yang digunakan

    - Khasiat dan keamanan berdasarkan empiris

    8.Bagaimana Desain uji klinik dan saintifikasi jamu?

    Desain Saintifikasi jamu : melalui uji preklinik (uji toksisitas dan

    efikasi ) pada hewan coba

    o Besar sample :

    efikasi : 125 hewan coba

    Toksisitas : 40 hewan coba

    o Desain : Pre post intervention biklinik hortusmedicus denganRCT

    (cara mendapatkan kelompok control??)tetapinot blinded

    (langsung diberikan kepada pasien dan pasien tahu apa yang

    diberikan)

    Desain Uji Klinik : RCT double blind

    9.Siapa saja yang boleh membuka saintifikasi jamu?

    Diresepkan oleh dokter yang berlisensi (Dokter herbal terapis medik

    yang sudah mengikuti pelatihan selama 40 jam (@45 menit/ jam))

    10. Macam-macam klinik saintifikasi jamu?

    Menurut permenkes 003 tahun 2010

    -Klinik tipe A (lebih lengkap):

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    5/31

    ketenagaan yang meliputi :

    1. Dokter sebagai penanggung jawab

    2. asisten apoteker

    3. tenaga kesehatan komplementer alternative

    4. Diploma (D3) pengobatan tradisional

    5. tenaga administrasi

    Sarana meliputi : peralatan medis, peralatan jamu

    Ruangan : Tunggu, Pendaftaran, Konsultasi, pemeriksaan, peracikan

    jamu, penyimpanan jamu, ruang diskusi, laboratorium sederhana,

    apotik jamu.

    -Klinik tipe B

    ketenagaan yang meliputi :1. Dokter sebagai penanggung jawab

    2. tenaga kesehatan komplementer alternative

    3. Diploma (D3) pengobatan tradisional

    4. tenaga administrasi

    Sarana meliputi : peralatan medis, peralatan jamu

    Ruangan : Tunggu, Pendaftaran, Konsultasi, peracikan jamu.

    Bagaimana Perbedaan Kewenangan Klinik Tipe A dan Klinik Tipe B?

    11. Bagaimana bentuk resep saintifikasi jamu?

    STEP 4

    -Preventif

    -Promotif

    -Kuratif

    -Rehabilitatif

    Tanaman terbukti secara

    empiris

    Dokter ,tenaga

    pengobatan

    fitofarmaka SaintifikasiUji klinikPreklinikJamu

    Zat aktif

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    6/31

    STEP 7

    1.Apa Tujuan saintifikasi jamu?

    Banyak alasan mengapa profesional kesehatan seperti dokter ataupun

    apoteker tidak melakukan edukasi mendalam mengenai obat bahan alam ini,

    terutama untuk jamu tradisional. Kendala utama edukasi dan pemanfaatan

    jamu dalam pengobatan adalah, bukti ilmiah yang terkumpul masih sangat

    sedikit. Kurangnya bukti ilmiah, yang menyebabkan tenaga kesehatan belum

    merekomendasikan jamu kepada pasiennya. Bukti empiris atau pengalaman

    masyarakat tidaklah cukup kuat untuk menjadikan dokter dan apoteker

    memberikan rekomendasi memakai jamu dalam pelayanan kesehatan yang

    dilakukannya.

    (http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/vie!ile/"##$/"

    ""%&

    http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227
  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    7/31

    (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

    003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian

    Berbasis Pelayanan Kesehatan)

    Pelayanan kesehatan promotif pelayanan kesehatan yang lebih

    mengutamakan kegiatan yang bersifatpromosi kesehatan, pelayanan

    kesehatan preventif adalah kegiatan pencegahan terhadap suatu

    masalah kesehatan/penyakit,dan pelayanan kesehatan kuratif

    adalah kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan

    penyakit,pengurangan penderitaanakibat penyakit,pengendalian

    penyakit, atau pengendalian kecacatanagar kualitas penderita

    dapat terjaga seoptimal mungkin,serta pelayanan kesehatan

    rehabilitatif adalah kegiatan untukmengembalikan bekas penderita

    ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota

    masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat

    semaksimalmungkin sesuai dengan kemampuannya.

    Perawatan paliatif adalah perawatan interdisipliner yang berfokus pada

    pasien penyakit serius atau mengancam jiwa. Tujuan perawatan paliatif

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    8/31

    adalah mengurangi beban penyakit, meringankan penderitaan, dan

    mempertahankan kualitas hidup dari saat setelah diagnosis. Tujuan ini

    dicapai melalui intervensi yang mempertahankan kesejahteraan fisik,

    psikologis, sosial dan spiritual, meningkatkan komunikasi dan

    koordinasi pelayanan, memastikan perawatan yang layak secara budaya

    dan konsisten dengan nilai-nilai dan preferensi pasien, memberi

    bantuan konkrit jika diperlukan dan meningkatkan kemungkinan

    bahwa pasien meninggal dengan penderitaan minimal.

    (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter

    %20II.pdf)

    2.Apa yang diperlukan dalam saintifikasi jamu?

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter%20II.pdf
  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    9/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    10/31

    (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

    003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian

    Berbasis Pelayanan Kesehatan)

    3.Apa Tahapan saintifikasi jamu?

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    11/31

    Melalui pendekatan kedokteran integratif, variabel luaran klinik yang

    diukur tidak hanya mencakup parameter objektif, misalnya hasil

    laboratorium dan pengukuran, namun juga memperhatikan parameter

    subjektif, yakni skor penyakit sesuai penilaian pasien (patients self-

    responded outcome), kualitas hidup pasien, dan indeks kebugaran

    pasien. Dengan cara pengukuran luaran klinik yang demikian

    diharapkan uji klinik jamu menjadi lebih sensitif, meskipun tetap

    memperhatikan prinsip-prinsip metodologi penelitian yang kokoh.

    (http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/29

    94/2227)

    Apa perbedaan tahapan pengembangan Fitofarmaka dengan

    saintifikasi jamu?

    Fitofarmaka : RCT blinded

    Saintifikasi jamu : RCT not blinded

    4.Apa ruang lingkup dari saintifikasi jamu?

    http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227
  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    12/31

    (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

    003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian

    Berbasis Pelayanan Kesehatan)

    Batasan saintifikasi jamu dan fitofarmaka

    Apa Bedanya uji klinis dan saintifikasi jamuProsedur penelitian obat herbal se-yogyanya sama dengan obat

    konvensio-nal, mengacu pada uji klinis terstandar. Obat herbal yang

    melewati tahapan uji klinis standar disebut fitofarmaka. Na-mun untuk

    obat herbal seperti jamu su-lit dilakukan uji klinis terstandar sebab

    senyawa aktif jamu yang diklaim berkha-siat terhadap penyakit tertentu

    belum diketahui jenis dan kadarnya.Jamu ti-dak bisa dilakukan uji

    klinik terstandar, karena kandungannya beragam, ujar Dr. Nafrialdi,

    SpPD, PhD.

    Untuk jamu, lanjut Dr. Nafrialdi, bisa saja dilakukan uji klinis yang

    sudah di-modifikasi sesuai data yang diinginkan. Obat herbal yang

    diklaim dapat menu-runkan gula darah, Dr. Nafrialdi mencontohkan,

    setelah didiagnosa dokter, pa-sien yang gula darahnya tinggi diberi obat

    herbal tersebut. Selanjutnya, diob-servasi dalam periode waktu tertentu,

    apakah gula darahnya turun. Saintifika-si jamu sifatnya observasi,

    tidak mengi-kuti tahapan-tahapan uji klinis yang ba-ku, tambah

    internis yang juga Kepala Departemen Farmakologi FKUI/RSCM ini.

    Saintifikasi jamu ini diharapkan Dr. Hardhi Pranata, SpS sungguh

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    13/31

    kecewa dengan kenyataan ini: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) telah

    diklaim oleh bangsa lain. Padahal, tumbuhan ini merupakan tanaman

    asli Indonesia dan memiliki manfaat yang luar biasa dalam bidang

    kesehatan. Zat aktif temulawak telah dipatenkan oleh perusahaan di

    Ameri-ka untuk dijadikan antikanker, obat stroke, dan obat hati. Obat-

    obatan ter-sebut bahkan dipasarkan dengan harga yang berkali-kali

    lipat, ujarnya de-ngan nada kecewa.

    Dr. Hardhi, yang juga Ketua Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia

    (PDHMI) ini pantas gundah. Pasalnya, bangsa Indonesia sendiri

    sebenarnya telah lama memanfaatkan kekayaan tidak hanya mendapat

    bukti-bukti kha-siatnya, tapi lebih dari itu, data efikasi, keamanan, efek

    sampingnya, dosis dan lain sebagainya juga tercatat.

    (http://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis

    %20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan

    %20Formal%20%20_5.pdf)

    Perbedaan Uji Klinis Fitofarmaka dan Saintifikasi Jamu

    Uji klinik saintifikasi jamu :

    Uji klinik fitofarmaka :

    http://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdf
  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    14/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    15/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    16/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    17/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    18/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    19/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    20/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    21/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    22/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    23/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    24/31

    (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    761/Menkes/Sk/Ix/1992 Tentang Pedoman Fitofarmaka)

    Landasan munculnya kebijakan Saintifikasi Jamu\

    Sebagaimana dimaklumi, kerangka pengetahuan (body of knowledge)

    pengobatan tradisional Indonesia (termasuk jamu) tidak berkembang

    dan terdokumentasikan dengan baik, sebagaimana saudaranya seperti

    Ayurveda dan Traditional Chinese Medicine. Jamu memang sudah

    terdokumentasikan pada relief candi Borobudur yang diperkirakan

    didirikan pada abad ke 9 Masehi (Sutarjadi, Rahman & Indrawati, 2012).

    Namun, penggunaannya hanya bersifat turun temurun, dipelajari

    berdasarkan pengalaman dari satu generasi ke generasi berikutnya,

    tanpa dibukukan dengan baik atau diajarkan secara formal.

    Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa tujuan program Saintifikasi Jamu

    adalah menyediakan bukti ilmiah tentang manfaat dan keamanan jamu,

    khususnya terkait dengan penggunaan jamu untuk komunitas. Sudah

    disadari banyak pihak, bahwa Jamu secara turun temurun sudah

    digunakan untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit,

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    25/31

    namun belum didukung bukti ilmiah yang terstruktur terkait khasiat

    dan keamanannya. Juga sudah diuraikan di depan bahwa pengobatan

    tradisional termasuk Jamu, menggunakan paradigma naturalistik, yang

    mengobati pasien sebagai pribadi yang utuh (body-mind-spirit), dan

    berusaha memperbaiki ketidakseimbangan fisik, mental, spiritual, dan

    lingkungan secara simultan.

    (http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/29

    94/2227)

    5.Apa kriteria jamu yang sudah tersaintifikasi?

    Hasil akhir uji klinik Saintifikasi Jamu adalah Jamu Saintifik, yang

    menunjukkan bahwa Jamu uji mempunyai nilai manfaat dan terbukti

    aman. Apabila perusahaan farmasi akan mengembangkan Jamu

    Saintifik menjadi produk fitofarmaka, maka perusahaan farmasi

    berkewajiban untuk mengikuti tahapan pengembangan fitofarmaka

    sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    (http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/29

    94/2227)

    6.Tahapan uji Klinik?

    http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227
  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    26/31

    Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal

    harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti

    halnya dengan obat moderen makauji klinik berpembanding dengan

    alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind

    controlled clinical trial)merupakan desain uji klinik baku emas (gold

    standard).Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila

    obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan

    berkhasiat pada uji preklinik.Pada uji klinik obat tradisional seperti

    halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik

    harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas

    mengenai penelitian dan memberikan informed-consent sebelum

    penelitian dilakukan, dan diberiethical clearance.Standardisasi

    sediaan merupakan hal yang penting untuk dapat menimbulkan efek

    yang terulangkan (reproducible)

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    27/31

    Menurut Deklarasi Helsinki uji klinik terdiri dari 4 fase.

    1.Fase Icalon uji pada sukarelawan sehat untuk mendapatkan hasil

    yang sama dengan hewan percobaan. Biasanya dilakukan terhadap 50-

    150 sukarelawan yang sehat2.Fase IIcalon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efi kasi pada

    penyakit yang diobati. Dilakukan terhadap 100-200 pasien.

    Fase II awal : dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas,

    tanpa pembanding. Jumlah pasien 100-200; dilakukan uji toksisitas

    kronik, uji sediaan bahan obat

    Fase II akhir :dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan

    pembanding.3.Fase IIIefikasi dan keamanan obat baru dibandingkan obat

    pembanding efeknya pada kelompok besar yang sakit. Pasien yang

    dilibatkan biasanya 50-5000 orang.

    Setelah calon obat dibuktikan berkhasiat, mirip obat yang sudah ada

    dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai, maka obat baru diizinkan

    untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug. Obat dipasarkan

    dengan nama dagang tertentu yang dapat diresepkan oleh dokter.

    4.Fase IVsetelah obat dipasarkan masih dilakukan studi

    pascapemasaran yang diamati pada pasien dalam berbagai kondisi, usia,

    dan ras. Studi ini dilakukan pada jangka waktu lama untuk melihat

    terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat.

    Setelah hasil studi fase ini dievaluasi, masih memungkinkan obat ditarik

    dari perdagangan jika membahayakan.

    Sebagai contoh cerivastatin, suatu obat antihiperkolesterolemia yang

    dapat merusak ginjal. Talidomid dinyatakan tidak aman untuk wanita

    hamil karena dapat menyebabkan kecacatan janin. Sedangkan

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    28/31

    troglitazon suatu obat antidiabetes di Amerika Serikat ditarik karena

    merusak hati.

    7.Apa perbedaan saintifikasi jamu dan uji klinik fitofarmaka?8.Bagaimana Desain uji klinik dan saintifikasi jamu?

    Desain Saintifikasi jamu

    (http://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-

    content/uploads/2012/01/MU.2.pdf)

    Desain Uji Klinik : RCT double blind

    9.Siapa saja yang boleh membuka saintifikasi jamu?

    http://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-content/uploads/2012/01/MU.2.pdfhttp://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-content/uploads/2012/01/MU.2.pdfhttp://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-content/uploads/2012/01/MU.2.pdfhttp://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-content/uploads/2012/01/MU.2.pdf
  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    29/31

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    30/31

    (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

    003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian

    Berbasis Pelayanan Kesehatan)

    10. Macam-macam klinik saintifikasi jamu?

  • 7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal

    31/31

    (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

    003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian

    Berbasis Pelayanan Kesehatan)

    Bagaimana Perbedaan Kewenangan Klinik Tipe A dan Klinik Tipe B?

    11.Bagaimana bentuk resep saintifikasi jamu?