48
KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat dan Karunia- Nyalah sehingga penulis dapat menyusun makalah tentang “Pelayanan Kesehatan Reproduksi di Masyarakat”. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah yang di buat jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki. Karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna melengkapi makalah ini. Mengingat banyaknya bantuan dan bimbingan yang di peroleh dalam penyusunan makalah ini, maka penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bu Tatarini . Penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan. Atas perhatiannya kami mengucapkan terimakasih.

Askebkom Kespro 19-37

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kesehatan

Citation preview

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun makalah tentang Pelayanan Kesehatan Reproduksi di Masyarakat.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah yang di buat jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki. Karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna melengkapi makalah ini.

Mengingat banyaknya bantuan dan bimbingan yang di peroleh dalam penyusunan makalah ini, maka penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bu Tatarini .

Penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan. Atas perhatiannya kami mengucapkan terimakasih.

Surabaya, 23 April 2015

Panyusun

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesehatan reproduksi di defenisikan sebagai keadaan sejahtera fisik , mental dan social secara utuh , yang tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan dan semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi , serta fungsi dan prosesnya (UNFPA,2001).

Kesehatan reproduksi adalah kemampuan sesorang untuk dapat memanfaatkan alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani kehamilannya dan persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa resiko apa pun ( well health mother baby ) dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal (Manuaba ,1999).

Ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas , sesuai dengan defenisi yang tertera di atas , karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hingga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi yang lebih rinci di gunakan pendekatan siklus haid ( life cycle appooach) , sehingga di peroleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat di laksanakan.Untuk kepentingan Indonesia saat ini , secara nasional telah di sepakati ada empat komponen proritas kesehatan reproduksi, yaitu: Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.

Pelayanan yang mencakup empat komponen prioritas di atas di sebut pelayanan kesehatan reproduksi esensial (PKRE). Jika PKRE di tambah dengan pelayanan kesehatan reproduksi bagi usia lanjut maka pelayanan yang di berikan di sebut pelayanan kesehatan reproduksi komprenhensif (PKRK).Karena terdiri atas beberapa komponen, maka pelayanan kesehatan reproduksi diupayakan agar dapat diberikan secara terpadu, berkualitas dan memperhatikan hak reproduksi perorangan. Ini berarti bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bukanlah suatu pelayanan yang baru mampu sendiri,tetapi merupakan kombinasi berbagai pelayanan secara terpadu dan berkualitas termasuk dalam aspek komunikasi,informasi dan edukasi (KIE). Dengan demikian, perlu diberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang sesuai dengan siklus perkembangan reproduksi pada siklus kehidupan wanita.

1.2 Rumusan

Bagaimana pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi di masyarakat?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi di masyarakat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi Kesejahteraan Ibu dan bayi.

2) Untuk mengetahui pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi pencegahan dan penangana ISR /PMS/HIV.

3) Untuk mengetahui pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kesehatan reproduksi remaja.

4) Untuk mengetahui pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kesehatan reproduksi PUS dan WUS.

5) Untuk mengetahui pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, termasuk pencegahan dan penanganan masalah kesehatan reproduksi di masyarakat.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pelayanan

Pelayanan adalah perihal atau cara melayani (DepDikBud, 1993 dalam Henny Sularesti, 2005). Pelayanan adalah usaha untuk melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (DepDikBud, 1993 dalam Henny Sularesti, 2005)

2.2 Pengertian Kesehatan Reproduksi

Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi (Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994).

Menurut WHO (1992), kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi , fungsi serta prosesnya. Dengan demikian kesehatan reproduksi dapat dapat diartikan pula bahwa sebagai suatu keadaan diman manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalani fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman termaksut mendapat keturunan sehat.

Ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan definisi yang tertera diatas, kerena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hinga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan.

Untuk kepentingan indonesia saat ini , secara nasional telah disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi yaitu pelayanan yang mencakup empat komponen prioritas siatas disebut Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE). Jika PKRE ditambah dengan pelayanan kesehatan reproduksi bagi usia lanjut , maka pelayanan yang diberikan disebut Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK).

Kerena terdiri dari beberapa komponen, maka pelayanan kesehatan reproduksi diupayakan agar dapat diberikan secara terpadu, berkualitas, dan memprihatinkan hak reproduksi perorangan. Ini berarti bahwa kegiatan operasional program kesehatan reproduksi bertumpu pada programpelayanan yang sudah tersedia, yang dilaksanakan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan sasaran pelayanan/konsumen (sesuai dengan siklus hidup). Dengan demikian pelayanan kesehatan reproduksi bukanlah suatu pelayanan yang baru maupun berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi berbagaipelayanan , agar sasaran memperoleh semua pelayanan secara terpadu dan berkualitas , termaksut dalam aspek komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).

2.3 Pelayanan Kesehatan Reproduksi

Sesuai dengan rekomendasi strategi regional WHO untuk negara-negara anggota di Asia Tenggara, dua peket pelayanan kesehatan reproduksi telah dirumuskan oleh wakil-wakil sektor dan inter-program dalam beberapa pertemuan koordinasi pralokakarya nasional di Jakarta. Lima kelompok kerja telah sepakat untuk melaksankan pelayanan dasar berikut sebagai strategi intervensi nasional penanggulangan masalah kesehatan reproduksi di Indonesia:

1. Paket Kesehatan Reproduksi Esensial

1) Kesejahteraan Ibu dan Bayi

2) Keluarga Berencana

3) Pencegahan dan penanganan ISR/PMS/HIV

4) Kesehatah Reproduksi Remaja

2.4 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus Kehidupan

Pendekatan yang dilakukan atau diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksipada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya.

Dalam pendekatan kehidupan ini dikenal lima tahap kehidupan, yaitu :

1) Konsepsi

2) Bayi dan anak

3) Remaja

4) Usia subur

5) Usia lanjut

Berikut digambarkan pendekatan siklus hidup kesehatan reproduksi, untuk laki-laki dan perempuan dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan.perempuan mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan dengan laki-laki karena kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan,menyusui dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatanyang lebih intensif selam kehidupannya. Ini berarti bahwa masa-masa kritis, seperti pada saat kehamilan, terutama sekitar persalinan , diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi keseshatan reproduksi:

1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);

2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remajakarena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb);

3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb)

4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).

Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

2.6 Tujuan dan Sasaran Kesehatan Reproduksi

2.6.1 Tujuan Utama

Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus didahului oleh hubungan seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi adalah meningkatkan ksesadaran kemandiriaan wanita dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju penimgkatan kualitas hidupnya.

2.6.2 Tujuan Khusus

Dari tujuan umum tersebut dapat dijabarkan empat tujuan khusus yaitu :

1) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi

2) reproduksinya;

3) 2. Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan;

4) 3. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya;

5) 4.Dukungan yang menunjang wanita untuk menbuat keputusan yang berkaitan dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.

Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang No. 23/1992, bab II pasal 3 yang menyatakan: Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dalam bab III pasal 4 Setiap orang menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

2.7 Sasaran

Indonesia menyetujui ke-tujuh sasaran reproduksi WHO untuk masa 1993-2001, karena masih dalam jangkauan sasaran Repelita VI, yaitu:

1) Penurunan 33% angka prevalensi anemia pada wanita (usia 15-49 tahun)

2) .Penurunan angka kematian ibu hingga 59%;semua wanita hamil mendapatkan akses pelayanan prenatal, persalinan oleh tenaga terlatih dan kasus kehamilan resiko tinggi serta kegawatdaruratan kebidanan, dirujuk kekapasilitas kesehatan

3) Peningkatan jumlah wanita yang bebas dari kecacatan/gangguan sepanjang hidupnya sebesar 15% diseluruh lapisan masyarakat;

4) Penurunan proporsi bayi berat lahir rendah ( 20 juta/ml

c. Motilitas 6-8 jam > 40%

d. Bentuk sperma yang abnormal < 20%

e. Kandungan kadar fruktosa 120-450 mikrog/ml.

4) Gangguan ovulasi

Ovarium memiliki dua peran utama, yaitu : sebagai penghasil gamet, sebagai organ endokrin karena menghasilkan hormon seks (estrogen dan progesteron).

Kegagalan ovulasi dapat berasal primer dari ovarium, misalnya penyakit ovarium polikistik atau kegagalan yang bersifat sekunder akibat kelainan pada poros hipotalamus hipofisis dan kelainan pada pusat opionid dan reseptor steroid di hipotalamus, atau tumor hipofisis serta hipofungsi hipofisis.

5) Pemeriksaan pasangan infertil

Sekitar 1 dari 5 pasangan akan hamil dalam 1 tahun pertama pernikahan dengan senggama yang normal dan teratur.

a.

b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan

c. Analisis sperma

d. Uji pasca senggama (UPS)

e. Pembasahan dan Pemantauan Ovulasi

f. Uji pakis

g. Suhu Basal Badan (SBB)

h. Sitologi vagina atau endoserviks

i. Biopsi Endometrium

j. Laparaskopi

6) Pengobatan infertilitas pasangan

Sekitar 50% pasangan infertil dapat berhasil hamil. Hal ini memberikan rasa optimis bagi kebanyakan dokter yang mencoba menangani pasangan infertil. Selama kurun waktu pemeriksaan pengobatan, baik oleh dokter umum maupun klinik infertilitas, umumnya pasien tetap peka terhadap perubahan emosional akibat kegagalannya untuk hamil. Oleh karena itu kontak yang teratur dengan mereka senantiasa dibutuhkan, untuk memberikan kesempatan kepada mereka melakukan ventilasi.

Tindakan-tindakan diagnostik seringkali juga merupakan rangsangan pengobatan. Pemeriksaan vaginal dan sondase uterus, misalnya dapat menaikkan laju konsepsi.

2.11.2 Penyakit Menular Seksual

Cara penularan PMS termasuk HIV/AIDS, dapat melalui :

1) Hubungan seksual yang tidak terlindung, baik melalui vagina, anus, maupun oral. Cara ini merupakan cara paling utama (lebih dari 90%)

2) Penularan dari ibu ke janin selama kehamilan (HIV/AIDS, Herpes, Sifilis), pada persalinan (HIV/AIDS, Gonorhoe, Klamidia), sesudah bayi lahir (HIV/AIDS)

3) Melalui tranfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah (HIV/AIDS).

Cara pencegahan PMS :

1) Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang setia

2) Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual

3) Bila terinfeksi PMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual

4) Menghindari hubungan seksual bila ada gejala PMS, misalnya borok pada alat kelamin, atau keluarnya duh (cairan nanah) dari tubuh.

2.12 Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Menopause

2.12.1 Definisi

Kata menopause berasal dari bahasa yunani yang berarti bulan dan penghentian sementara (Wirakusumah,Emma.S, 2004).

Menopause atau mati haid adalah masa dimana seorang perempuan mendapatkan haid atau datang bulan atau menstruasi terakhir secara alami dan tidak lagi haid selama 12 bulan berturut-turut (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Umumnya terjadi menopause mulai terjadi pada permpuan berusia sekitar 45-55 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2005).

2.12.2 Patofisiologi menopause

Jumlah folikel yang mengalami atresia makin meningkat, sampai suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup, produksi estrogen pun berkurang dan tidak terjadi haid lagi yang berakhir dengan terjadi menopause. Oleh karena itu, menopause diartikan sebagai haid alami terakhir, hal ini tidak terjadi bila wanita menggunakan kontrasepsi hormonal pada usia perimenopause. Perdarahan terus terjadi selama wanita masih menggunakan pil kontrasepsi secara siklik dan wanita tersebut tidak mengalami keluhan klimakterik. Untuk menentukan diagnosis menopause, pil kontrasepsi harus segera dihentikan dan satu bulan kemudian dilakukan pemeriksaan FSH dan estradiol.

Bila pada usia menopause ditemukan kadar FSH dan estradiol bervariasi (tinggi atau rendah), maka setelah memasuki usia menopause akan selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>40 mlU/ml). Kadar estradiol pada awal menopause dijumpai rendah hanya pada sebagian wanita, sedangkan pada sebagian wanita lain, apalagi wanita gemuk, kadar estradiol dapat tinggi. Hal ini terjadi akibat proses aromatisasi androgen menjadi estrogen di dalam jaringan lemak. Diagnosis menopause merupakan diagnosis retropektif, bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan, dan dijumpai kadar FSH darah >40 mlU/ml dan kadar estradiol