13
Sarsintorini Putra. Aplikasi Pole Patemafistik dan Pola Konsumeristik... Aplikasi Ppla;Paternalistik dan Pola Konsumeristik dalam Informed Consent Sarsintorini Putra * Abstrak Everybodyhas the right self-determination about whatwill be done forhis/herself, and he or she also has the rightto obtain healthcare as well as the n'ght of information. As conse quence, all medical-affairs should obtain consent from the patientor his/her family. The. agreement is provided to the patient after she/he gets informed adequately about the importance ofmedicalcare with the possibly arising risk. Thegroundinformed consent is an agreement between a doctor and his/her patient. Hence, the doctor who has done a surgery, for Instance, invasively without any permission from the patient is considered breaking the law and is responsible for the patient's injury. In order,that the doctor's information is clear forthe patient —which can hindera conflict— the use ofpaternalistic pattern and of consumerism pattern are recommended as the groundforthe process of informed consent making. Pendahuluan Datangnya sakit, pada mulanya dianggap karena penyakit adalah suatu kelainan pada. berasal dari kekuatan supra natural yang tubuh yang dapat diatasi dengan tekno[ogi bersifat magis, religius sehingga untuk kedokteran. la mendekati penyakit dari su'dut- menyembuhkannya dibutuhkan rokhaniwan yang lebih "rasional", menantukan diagnosis- atau dukunJ Kini dengan kemajuan ilmu dan. dengan cara sistematik, membagi penyakit teknologi.konseptentang penyakit ituberubah, dan mengobatinya menurut penyebabnya. penderita penyakit tidak iagi dipandang Dengan demikian, hubungan antara dokter sebagai orahg yang dikutuk Tuhan. Hippo- dan pasien dapat dianggap sebagai crates memandang cara penyembuhan hubungan su/grener/s, karena ditandai adanya penyakit berdasarkan iimu kedokteran, penyakit dan penyembuh.^ 'Francis E. Camps.1976. legal Medicine. Bristol: John Wright &Sons LTD. Him.1. Bandingkan dengan Herkutanto. "Hak dan Kewajiban Pasien." Makalah Lokakarya Hakdan Kewajiban Pasien. Dep. Kesehatan. Jakarta. 28-29 Oktoberl992. Him. 2. ^G.Maertens. 1990. B/oef/te. Jakarta: FT Gramedia.Hirri. 66." ' ' ' ... ov. 133.

AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Sarsintorini Putra. Aplikasi Pole Patemafistik dan Pola Konsumeristik...

Aplikasi Ppla;Paternalistik dan PolaKonsumeristik dalam Informed Consent

Sarsintorini Putra *

Abstrak

Everybodyhas the right self-determination about whatwill be done forhis/herself, and heor she also has the rightto obtainhealthcare as well as the n'ght ofinformation. As consequence, allmedical-affairs should obtain consent from the patientor his/her family. The.agreement is provided to the patient after she/he gets informed adequately about theimportance ofmedicalcare with thepossiblyarising risk. Thegroundinformed consent isan agreement between a doctor and his/her patient. Hence, the doctor who has done asurgery, for Instance, invasively without any permission from the patient is consideredbreaking the law and is responsible for the patient's injury. In order,that the doctor'sinformation is clear forthe patient—which can hindera conflict— the use ofpaternalisticpattern and of consumerism pattern are recommended as the ground for the process ofinformed consent making.

Pendahuluan

Datangnya sakit, pada mulanya dianggap karena penyakit adalah suatu kelainan pada.berasal dari kekuatan supra natural yang tubuh yang dapat diatasi dengan tekno[ogibersifat magis, religius sehingga untuk kedokteran. la mendekati penyakit dari su'dut-menyembuhkannya dibutuhkan rokhaniwan yang lebih "rasional", menantukan diagnosis-atau dukunJ Kini dengan kemajuan ilmu dan. dengan cara sistematik, membagi penyakitteknologi.konseptentang penyakit ituberubah, dan mengobatinya menurut penyebabnya.penderita penyakit tidak iagi dipandang Dengan demikian, hubungan antara doktersebagai orahg yang dikutuk Tuhan. Hippo- dan pasien dapat dianggap sebagaicrates memandang cara penyembuhan hubungan su/grener/s, karena ditandai adanyapenyakit berdasarkan iimu kedokteran, penyakit dan penyembuh.^

'FrancisE. Camps.1976. legal Medicine. Bristol: JohnWright &SonsLTD. Him.1. Bandingkan denganHerkutanto. "Hak dan Kewajiban Pasien." Makalah Lokakarya Hakdan Kewajiban Pasien. Dep. Kesehatan.Jakarta. 28-29 Oktoberl992. Him. 2.

^G.Maertens. 1990. B/oef/te. Jakarta: FT Gramedia.Hirri. 66." ' • '

' ... ov. 133.

Page 2: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Jika pasien datang kepada dokter mintapertolongan agar sakitnya didbati sampaisembuh dan dokter setuju, maka terjadilahkontrak terapeutik yang melahirkan hak dankewajiban, antara lain dokter dan pasien wajibmelaksanakan informed consent(persetujuantindakan medik). Adapun proses pembuataninformed consent dimulai dari pemberianinformasi olehdokter tentang penyakit pasiendan tindak lanjut terapinya. Seteiati pasienmematiami informasi tersebut, ia memberikanpersetujuannya (consent). Diminta atau tidakdiminta dokter berkewajiban memberikaninformasi kepada pasien.(the right of information). Jika pasiennya berpendidikan lebitimudah komunikasinya, bahkan dapatbersama-sama dalam menentukan tindakan

medisnya. Namun, jikapasien tersebut awam,kurang/tidak berpendidikan, dokter akanmengaiami kesuiitan daiam memberikaninformasi. Pasien tidak dapat diajak bersamamenentukan tindakan medisnya. Hal tersebutdi atas, dapat menjadi sebab utamaterjadinya konflik yang sering diikuti olehtuntutan atau gugatan hukum yaitu hubunganyang tidak baik antara pasiendengan dokter,di samping juga hasil perawatan yang tidakmemuaskan pasien serta biaya pengobatan/perawatan yang dianggapteriaiu tinggi,^ oieh

karenanya perlu upaya-upayapenanggulangannya. Dikemukakan dua poiauntuk diterapkan dalam proses pelaksanaaninformed consent, yaitu poiapaternalistik danpoia konsumeristik. Poia paternalistik adalahpoia hubungan antara ayah (daiam hai inidokter) dan anak (daiam hafini pasien), dimana doktersebagai fatherknowsbest, pasienkedudukannya di bawah dokter(vertikal).Po\akonsumeristik menempatkan pasien pada thepatient knows best, pasien sederajatkedudukannya (horisontal) dengan dokter. Dariuraian di atas, isu hukum yang timbul adalahapakah poia paternalistik dan poiakonsumeristik dapat menjadi iandasan daiampembentukan informed consent?

Informed Consent dalam Kontrak

Terapeutik

Mukadimah KODEKI (Kode EtikKedokteran Indonesia) menyebutkan bahwasejak permuiaan sejarah yang tersuratmengenai umat manusia, sudah dikenalhubungan kepercayaan antaradua insanyaitupengobat dan penderita.^ Oieh karena itu,perikatan antara dokter dan pasien termasukkatagori inspanningsverbintenis yaituperikatan berdasarkan daya upaya, ikhtiar atau

^Bernard J. Rcarra. 1979. "Prophylaxis Against Medical Negligence." Artikel daiam Legal MedicineAnnual. New York; Appieton Century Crofts. Him. 306. Bandlngkan dengan Soeijono Soekanto dan Herkutanto.1987. PengantarHukum Kesehatan. Jakarta: Remadja Karya. Him. 167.

*Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan nomer 34/MENKES/SK/X/1983. Bandingkan dengan Hermien Hadiati Koeswadji. 1992. BeberapaPermasalahanHukum dan Medik.Bandung: PenerbitPT Citra Aditya Bakti. Him. 3.

134 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000:132 - 145

Page 3: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Sarsintorini Putra. Aplikasi PolaPaternalistik dan Pola Konsumeristik...

usaha maksimal dari dokter dalam

menyembuhkari pasiennya.® Karenaprestasinya berupa suatu usaha, makahasilnya belum. pastir Jadi dokter akanmemberikan pelayanan kesehatan, bukanakan menjamin dengan pasti kesembuhanpasien. Hal ini dapat dipahami karena"jaringan hidup" manusia berbeda-beda dantidak dapat dikendalikan.

Meskipun dokter dan pasien mempunyaitujuan yangsama, yaitu kesembuhan pasien,hubungan antara dokter dan pasien bersifat"asimetris", terdapat ketidakseimbangansebagaimanayang dikatakan oieh Mason: 7/)edoctor's involvement with his patient is thusvery special butthe two sides of relationshipare not always equally balanced

Ketidakseimbangan itu karena doktermemiiiki "kompetensi teknikal yang superior^,sedangkan pasien awam. Sebagai penentukepatuhan pasien kepada dokternyaadalah kepuasan terhadap proses dan basilkonsultasi.Tetapi dalam kenyataannya sukarterjadi komunikasi yang balk antara dokterdan pasien, sebab biasanya pasien dalamsituasiemosional: sakit, bingung, takut.depresif,atau bahkan pasien Itu sudah tidak dapat

berkomunikasi karena sudah dalam keadaantidak sadar. Gangguan emosi membuatpasien menjadi sukar berfikir secara rasionalsehingga sikap superior dokter lebih besardampaknya.

Orang awam seringkali tidak dapat menilaimutu dari suatu pelayanan. Oieh karenanyauntuk kepentingan yang altruistik ini,pemerintah perlu mengaturnya dalamperaturan perundang-undangan. Di sampingitu juga dapat melalui Kode Etik Kedokteran,sehingga dapat. menjamin teknikal superioritu dilaksanakan dengan baik dan tidak akandisalahgunakan oieh dokter. Saat inihubungan antara dokter dan pasien semakinmendapat tantangan dengan adanyapengaruh perkembangan ilmu dan teknologikedokteran. Dengan meningkatnyakemampuan dokter dalam merierapkanteknologi kedokteran ini, akan memberikankekuasaan yang lebih benar lagi kepadadokter dalam hubungannya dengan pasien.Kekuasaan ini bilamana tidak dibatasidengan Kode Etik dan hukum akanmenyimpang dari keluhuran tujuan profesi.Apalagi belakangan ini, pelanggaran etikkedokteran cenderung sulit dihindari.^

®Oemar Seno Adji. 1991. "Profesi Dokter." Jakarta: Eriangga. Him. 109. Mengutip dari LC Hoffmann. HefNederlands Verbintenisenrecht Him. 88. Bandlngkan dengan Fred Amefn. 1991. Kapita Selekta HukumKedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya. Him. 42.

®Mason &McCali Smith. 1987. Lawand Medical Ethics.London: Butterworth &CoPublishers Ltd. Him.3. Bandlngkan dengan Edward PRichard &Katharine CRathbun. Op.Cit. Him. 119 yang mengatakan: thefundamental difference between physicians andpatients jsknowledge.

'Harian Kompas. Tgl. 23Agustus 1989.

135

Page 4: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Dari uraian di atas pasien harusmemberikan kepercayaan (trust, fiduciary)kepada dokter bahwa dokter akanmemberikan pelayanan profesionalnya secarabermutu dan bermartabat.® Meskipun pasienpercaya kepada dokter, namun semuatindakan medik harus mendapat persetujuan(consent) dari pasien atau keluarganya.

Persetujuan tersebutdiberikan seteiah pasienmendapat informasi (informed) yang kuattentang periunya tindakan medik yang ber-sangkutan serta risiko yangdapat ditimbulkan,

Dikemukakan kasus tentang informed-consent yang terkenai adaiah kasusSchloendorffv. SocietyoftheNew York Hospitalth. 1914. Daiam kasus ini. dokter telah

mengangkat fibroid-tumor, sedangkan pasienhanya memberi ijin pemeriksaan abdominaiyangdilakukan dengan anestesi. Atasgugatanini hakim Benyamin Cordozo mengatakan:Every human beingofadultyears and soundmind has a right to determine what shall bedone with his own body and a surgeon performs an operation without his patient's consentcommits an assault, for which he is iiable indamages.^

Setiap manusia yang dewasa danberpikiran sehat, berhak untuk menentukan

apayangdikehendaki terhadap dirinya sendiri(the right of seif determination) dan setiaporang berhak atas pelayanan kesehatan [theright health care). Dokter ahli bedah yangmelakukan suatu operasi tanpa ijin pasiendapat dianggap melakukan pelanggaranhukum dan bertanggung jawab atas kerugianpasien. Ucapan hakim Cordozo ini menjaditonggak iahirnya kqnsep informed Consentdan Seif-determination. Dari uraian di atas,makada'sar informed consent adaiah adanyaperjanjianantaradokterdan pasien atas dasar"kepercayaan" dan "hak otonomi untukmenentukan atas dirinya sendiri".

Sebagai iiustrasi, dikemukakan kasus,sebagai berikut:

1. Muhamad Aslul Musiih (18), siswa keiasili SMU Negeri Tayu, meninggal saatmenjaiani operasi amandei di RSU RAASoewondo, Pati. Kedua orang tua korbanMuhdiyanto dan Sri Hartini, mengatakansebeiumnya secara fisik korban segarbugar, kecuali mengaiami gangguanamandei. Orang tua korban curiga, sebaboperasi amandei diiakukan iama, sekitar3 jam. Wakil Direktur RSU dr. Siswantomengatakan pasien meninggai karena

®Fons Dekkers. 1979. DePatient en het recht op informatie. Samson Uitgeverij: Alphen aan de Rijn.Him. 19; Bandingkan dengan Edward P. Richards &Katharine C. Rathbun. 1993. Law andthePhysician, Apracticalguide. Boston; Little Brown &Co. Him. 129 mengatakan: Through the creation offiduciary duties,the law recognizes thatthere are relationships inwhich theparties inherentlyhaveunequalpower.

®James E. George. 1980. LawandEmergency Care The CVMosbyCompany. London: St. Louis. Him.35. Bandingkan dengan Samuel I. Shuman. 1979. "Informed Consent and The Victims of Colonialism." DalamWade L. Robinson &Michael S.Pritchard (eds). Medical Responsibility. New Jersey: The Humana Press.Clifton. Him. 98mengatakan: Informed consent hasa primarily symbolic function in affording much-neededrecognition totheintegrityofthe personalityofthe individualpatient/subject;

136 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000:133 - 145

Page 5: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Sarsintorini Putra. Aplikasi Pola Patemalistik dan Pola Konsumeristik...

pengaruh obat. Sedangkan soalkesalahandalam memberikan narkose sama sekali

tidak benar.^"

2. Dra. Hartati, M.Pd, dari Salatiga yangsedang studi di UGM Yogya mengambilS3 (Doktor), meninggal dunia setelahmengalami pembedahan karena penyakitgondok di RSAmbarawa."

Dalam kedua kasus di atas, terjaditindakan invasif yaitu bedah dan pembiusan.Sebagaimana telah.disebutkan di atas, setiaptindakan invasif yang berrisiko, w/ajibdilakukan /nformed consent tertulis yangtelahdiatur dalam PERMENKES Nomer 585/MENKES/PER/IX/1989). Hal ini dimaksudkanuntuk mellndungi pasien terhadap segalatindakan itiedis yang-dilakukan tanpasepengetahuan pasien, dan juga melindungidokter terhadap akibat yang tak terduga danbersifat negatlf. Meskipun sudah ada SuratPersetujuan Tindakan Medik, tidak berartidokter sudah bebas dari segala tuntutan.Artinya dokter tetap bertanggungjawab j'ikaterdapat unsur kelalaian (neg/igence) ataukesalahan. Surat Persetujuan TindakanMedis Ini hanya merupakan bukti bahwasudah ada ijin dari pasien untuk melakukantindakan medis. Jika ada tuntutan hukum, SuratPersetujuan Tindakan Medis ini dapatberfungsi sebagai "alat bukti" untukmemudahkan pembuktian.

Bentuk consent ada 3 macam, yaitu a),dengan dinyatakan (express) secara lisan

^"Si/ara Merdeka. 1/11/1999.

"Si/ara Merdeka. 6/12/1999.

"Fons Dekkers. Op. Cit. Him. 152.

(oral) {yang diberikan secara nyata atausecara diam-diam); b). dapat secara tertulis(written); c). dapat dengan dianggap diberikan(implied or tacit consent) baik dalamkeadaan biasa (normal) maupun dalam

keadaan gawat darurat (emergency).Informed consentyang berbentuk tertulis,

dilakukan untuk tindakan medis yangmempunyai risiko berat, ditandatangani olehyang berhak memberikan persetujuan yaitupasien atau keluarganya. Sedangkan untuk:tindakan medis ringan seperti penggunaanstetoskop, informed consentnya sudah tersiratsecara lisan. Pasiendatangke poliklinik untukberobat, diperiukan pengukuran darah tinggi,pemeriksaan pernapasan dengan stetoskop,sehingga seseorang yang datang ke poliklinikdianggap menyetujuinya. Tetapi jika harusdilakukan prosedur yang tidak biasa, makadiinformasikan sebelumnya, misalnyapemeriksaan vagina. Menurut Dekker, ada 2kategori informasi kepada pasien yangberhubungan dengan hukum;^^

1). Informasi sebelum perawatan dokter(informationpreceding medical treatments);

2). Nasehat dokter (medical advice)

Kelalaian atau kekurangan dalaminformasi sebelum tindakan medik,khususnya perawatan dokter bedah, dapatmenimbulkan tuntutan kriminal untuk operasitanpa informed consent, dan juga tuntutanganti rugi sebagai konsekuensi negatlf dari

137

Page 6: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

perawatan tersebut. Tuntutan ganti rugijugadapat diajukan dari kurangnya nasehatkedokteran. Informasi ini harus benar-benar

dimengerti oleh pasien, sebab syarat-syaratsuatu informed consent adalah adanyapengertian (understanding) dan adanya sukarela (voluntariness). Informasi yang tidaklengkap adalah tidak sah menurut hukum.'̂

Dokter dengan persetujuan pasien dapatmemberikan informasi tersebut kepadakeiuarga terdekat dengan didampingi olehseorang perawat/paramedik sebagai saksi.Adapun yang berhak memberikan persetujuanadalah pasien dewasa, telah berumur 21tahun atau telah menlkah, yang beradadalamkeadaansadardan sehat mental. Bagipasien yang berada di bawah "pengampuan(curateie) persetujuan diberikan oleh wali (curator). Bagi pasien dewasa yang menderitagangguan mental, persetujuan diberikan olehorang tua/wali/kurator. Sedangkan bagipasien di bawah umur 21 tahun dan tidakmempunyai orang tua/wali dan atauorang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan olehkeiuarga terdekat atau induk semang (guardian). Tindakan medis tidak memerlukanpersetujuan, jika tindakan medis yang harusdilaksanakan tersebut sesuai dengan program pemerintah dimana tindakan medis ituuntuk kepentingan masyarakat banyak.Demikian juga dalam keadaan gawatdarurat,tindakan medis tidak dipersyaratkan adanyainformed consent, sebagalmana Rosoff

mengatakan: Essenf/a/ to the presumption ofconsent to emergency care is a finding thatthe patient's condition was so serious that theinitation oftreatment couidnotbe delayeduntiiconsent was obtain.^^ Fiksi yuridismengemukakan bahwa seseorang dalamkeadaan tidak sadar akan menyetujui apayang pada umumnya disetujui oleh parapasien yang berada dalam keadaan sadardan berada dalam situasi kondisi sakit yangsama. Pasien yang dalam keadaan tidaksadardapat dikaitkan dengan Pasal 1354 KUHPerdatayang mengaturzaa/cwaamem/ngatau •perwakilan sukarela, yaitu apabila seseorangsecara sukarela tanpa disuruh telahmengurusi urusan orang lain, baik denganatau tanpa sepengetahuan orang itu. makaia secara diam-diam telah mengikatkandirinya untuk meneruskan mengurusi urusanItu sampai orang tersebut mampumengurusinya sendiri.

Dokter bertanggung jawab ataspelaksanaan ketentuan tentang persetujuanmedis, demikian juga rumah sakit ikutbertanggung jawab jika pemberian persetujuan tindakan medis dilaksanakan di rumahsakit/klinik yang bersangkutan. Dokter harusmemberikan informasi selengkap-lengkapnya,kecuali bila dokter menilai bahwa informasi

tersebut dapat merugikan kepentingankesehatan pasien atau pasien menolakdiberikan informasi. Isi informasi adalah

penjelasan tentang:^® 1).Diagnosa;2).Terapi

"Arnold J. Rosoff. 1981. Informed Consenf. Rockville. Maryland. London: An Aspen Publication.Aspen Systems Corporation. Him. 33.

"Arnold J. Rosoff. Op. C/(. Him. 15."Fred Ameln. Op.Cit. Him. 44 mengatakan: dokter yang tidak lengkap memberikan informasi akan

menghadapi risiko perdata, pidana danbidang hukum disiplin;

138 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000:133 - 145

Page 7: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Sarsintorini Putra. Aplikasi Pola PatemaJistik danPola Konsumeristik...

dan Penggunaan AKC dengan kemungkinanadanya altematif; 3). Cara keija dan pengalaman;4). Risiko-risiko; 5). Kemungkinan perasaansakit; 6). Keuntungan-keuntungan terapl; 7).Prognose.

Menurut jumlah kasus pengaduan yangditerima Yayasan Lembaga KonsumenIndonesia tahun 1990-1994, ternyata kasus"informasidokteryang kurang jelas", tidak sajamelanda pasien rumah sakit pemerlntah,tetapi juga rumah sakit swasta, berjumlah 50(limapuiuh) kasus pada RS Pemerintah dan37 (tigapuiuh tujuh) kasus di RA Swasta.^®informasi yang tidak jelas antara laindisebabkan hubungan yang kurangbaikantara dokter dan pasien, mudah memicuterjadinya konflik, gugatan atau tuntutanhukum. Pola paternalistik dan polakonsumeristik adaiah salahsatu upaya untukmenghindari hubungan yang kurang balktersebut.

Poia Paternalistik dalam Informed Consent

Pola paternalistik berasal dari peran ayahdalam keluarga, yaitu kegiatan yang dipercayauntuk mellndungi kepentingan seseorang,meskipun kegiatan ini berlawanan dengankeinginan atau kebebasan memilih dari orangtersebut.

Pasien sepenuhnya tunduk pada dokter,karena la ingin sembuh, tidak perlu tahu apaobatnya, cara mengobatinya serta apa yangdilakukan oleh dokter. Dari sini muiaiiah "poiapaternalistik" yaitu pasien menurut saja apayang diperintahkan dokter. Hal ini dapatdimengerti karena pasien berada dalamkeadaan tidak berdaya baik jasmani maupunrokhani yang cenderung mengharapkanperlindungan dari figur yang dianggap lebihkuat yaitu dokter. Pola paternalistik termasuk"pola vertikal" dalam hubungan antara dokterdan pasien. Pola paternalistik terjadi karenakedudukan dokter dan pasientidak seimbang,dokter mempunyai pengetahuan iimukedokteran, sedangkan pasien awam. Yangmenyebabkan terjadinya paternalisme inikarena kesulitan "komunikasi" antara dokter

dan pasien, di samping juga adanyakepercayaan pasien kepada dokter bahwadokter dapat menyembuhkan sakitnya.Francoeur, mengatakan;/n the paternalisticmodel, the health worker is viewed as the ex-;pertnotoniyin medicalknowledge, but also in'moral matters.^^

Dalam model paternal, tenaga kesehatansebagai tenaga ahli tidak hanya meiingkupiilmu pengetahuan kedokteran saja tetapi jugamasaiah-masalah moral. Paternalisme di sini

berarti mengambil allh'pertanggungjawaban

"Marius Widjajarta. "Tanggungjawab RS terhadap Pasien." Makalah Pertemuan llmiah tentangPerjyelenggaraan RS. BPHN. Dep. Kehakiman. Jakarta. 29-30 Nopember 1994. Him. 12.

"Robert T. Francoeur. 1982. Blomedlcal Ethics, AGuide toDecision Making. New York: AWileyMedical Publication. John Wiley &Sons. Him. 74. Bandingkan dengan James F. Childress. "Paternalism andHealth Care." Dalam Wade LRobison & Michael S.Pritchard (Eds). 1979. Med/ca/Respons/b/Z/fy. NewJersey: The Humana Press. Clifton. Him. 18. mengatakan the role ofpaternal figure, the father in the family;thefather's motives andintentions are directed at his children's welfare, hemakesallorat leastsome ofthedecisions regarding his children's welfare ratherthan allowing themto make decisions.

139

Page 8: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

dariseorang pasien tanpa diminta atas dasarkenyataan bahwa pasien tersebut tidakmampu menanggung sendiri

pertanggungjawaban tersebut. Ada 2 (dua)macam paternalisme, yaitu paternalismepemerintah (state paternalism) danpaternalisme perorangan (personal paternalism). Paternalisme pemerintah berwujudperaturan-peraturan tentang kesehatan,standar profesi, dan Iain-lain. Sedangkanpaternalisme perorangan terdiri dart

keputusan seseorang, berdasarkan prinsipsendiri, bahwa ia tahu betui apa yang terbaikbagi orang lain, misainya dokter terhadappasien. Sementara itu dikemukakan oiehFrancoeur: thepatemallstic healthprofessionalalways knows what isbestfor thepatient Withthe health worker making all decisions, thepatientust relyon the wisdom and beneficenceof theexpert much as a little child dependsonhis parents.^^

Hubungan antara dokter dan pasien

Model Peran dokter Peran pasien Keadaan kilnis Sifat hubungankoma terbius orang tua-anak

Aktif . meiakukan pasrah delirium kecii

• pasif tindakan menerima

terhadap (tak mampupasien bereaksi)

Pemimpin/ menyuruh paien bekerja sama infeksi akut orang tuapengikut meiakukan (patuh) - remaja

sesuatu•

Hubungan membantu turut berperan penyakit kronis.setara pasien . sebgal partner psikonaiisa

.menoiong diri

sendiri

^®RobertT. Francoeur.Op.C/f. Him. 74.

140 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL. 7. DESEMBER 2000: 133 - 145

Page 9: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Sarsintorini Putra. Aplikasi PolaPatematistik danPola Konsumeristik...

Sehubungan dehgan ti'mbulnya'̂ pqlaPaternalistik ahtara dokter dan' p^sien,:

menurut Schepers &''Nievaard yang dikiitipoleh Sarwono,' dapat disimak hubungandokter'dan pasien dari tabel berikut ini:

r-

Pedro Juga'memberikan batasah tentangpola hubungan antara dokter dan pasien;'

1. Activity-Passivity relation "There is no inter-actipn between physician and patient be-

^ cause the patient is unable to contributeactivity. This is the characteristicpatterninan emergency situation when the patient

' is uncbncious 'Dalam hubungan aktif pasif dl sini, tidakterjadi hubungan antara dokter pasieri;

- sebab. pasien tidak . mampumenyumbangkan aktivltasnya. Pola inicocokuntuk,keadaan damrat, dalamhalpasien dalam keadaan tidak sadarataukoma; Hubungan dokter pasien dalampola' Ini sebagai hubungan antara prangtua danbay!. yang memeriukan

- pertolongan. D| sin! pola paternalistiksangat dibutuhkan.. - - ^ -

2. Guidance-Cooperation relation ^

"Although thepatient is HI, he is cohciousand has the feeling andaspiration of hisown. Since he is suffering is ready andwilling to cooperate: Thephysician considers himself in a positior) of trust"

Hubungan Pemimpin Pengikut-fGu/dance-'Cooperation) meskipun sakit, pasien sadar"'dah'mempuhyai rasa serta aspirasi diri.'Pasien mencari pertolongan dokter dan

• siap bekerjasama. Dokter mengahggapdirinya dalam kedudukan yang bertanggungjawab. Doktermemberikan instruksi, pasien

' mematuhinya. Biasanya terjadi pada pasienyang mengalami penyakit akutatauinfeksi.

- Hubungan antara dokter dan pasien inipaliiig sering terjadi, hubungan ini sepertihubungan antara orang tua dan anakremajanya. Di sini masih terdapat polapatemalislik. . '

3." fiHutiial-participation relation"the patient thinks he is juridicalty equal to

•the doctorand that his relationship withthe doctor is in nature of a negotiatedagreementbetween equal parties.^^ •

L , ^

Hubungan • setara {Mutual-Participationrelationy. D\ s\m terlih'at adanya polakonsumeristik, pasien mempunyai kedudukanhiikum yang sama dengan dokter danhiiburigannya dengan dokter bersifat sebagaipersetujuan negosiasi antara pihak yangsama. • • ' ?

Dart uraian di atas, bertindak secarapatemalistikr masih dapat dibenarkah, asaltidak menyebabkah argumen yangbertentangan dengan ketentuan bahwa per-tangguhgjawaban itu ada dan ditanggungsendiri oleh pasien yang bersangkutan.^l

"SolitaSarwono. 1993. SosiologiKesehatan. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press. Him. 51.^PedroP. Soils. Medical Yurisprudence. University of Philippines. Him. 33.

Leenen;-1981. Gezondheidszorg en Recht, een Gezondheidsrechtelijke Studie. Brussei:Samson Uitgeveri], AlphenaandeRijn. Hlm.47.

141

Page 10: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Tidak sedrangpun" mempunyai hak untukmemutuskan apa yang harus terjadi dengannyawa orang lain, meskipun dokter terhadappasiennya. Dalam poia paternalistik, doktersebagai father knows best dimaksudkanpraktek di mana dokter memperlakukanpasien seperti seorang ayah memperlakukananaknya yang tidak berdaya. Dampak positifpoia paternalistik ini adaiah bermanfaat dansangat membantu pasien yang awamterhadap penyakitnya, karena pendidikanpasien yang rendah, pasiendalam keadaanlemah, dan adanya perbedaan sosial budaya.Sedangkan dampak negatif poia paternalistikkarena dapat membatasi kepentinganindividu dan dapat terjadi pelanggaran hak-hak pasien.

Hak-hak pasien dapatdikemukakan antaralain hak- atas informasi, hak memberikanpersetujuan, hak memilih dokter, hak memilihsarana kesehatan, hakatas rahasia kedokteran,hak.menolak pengobatan/perawatan, hakmenolak tindakan medis tertentu, hakmenghentikan pengobatan/peravyatan, hakatas second-opinion (pendapat dokter lain), hakinzage (rnelihat rekam medis).^^

Dari uraian di atas, Indonesia sebagainegara berkembang , terdapat kenyataanbahwa tingkat pendidikan masyarakat belummerata sehingga mendorong masih berta-hannya. poia paternalistik dalam hubunganantara„dokterdan<pasien, antara lain dalampeiaksanaan informed consent, terutama

untuk pasien yang tidak mampu menyumbangkanaktivitasnya, anak-anak, "orang yang lemahmental atau kurang matang rnisalnya: pasiendalam keadaan darurat, keadaan tidak sadaratau koma, pasien yang lemah, awam, takberdaya, pasien yang mengalami penyakitakutatau infeksi, dengan catatan dokter tetapberpedoman pada KODEKI, Standard ProfesiMedis dan Peraturan Menteri Kesehatan nomer585/MENKES/PER/IX/I989 TentangPersetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).

Poia Konsumeristik dalam Informed Consent

Poiakonsumeristik, yaitu hubungan antaradokter dan pasien dianggap sebagai hubunganantara pemberi dan penerima jasa, maslng-masing pihak dianggap sebagai'subjekhukum yang mempunyai hak dan kewajibanyang seimbang. Pergeseran itu sebagai akibatperkembanganstruktur sosial dan kesadaranhukum .masyarakat.^ Perbedaan sosiobudayaantara pasien dengan dokternya menentukansifat hubungan itu. Makin besar perbedaanbudaya itu makin kuat kecenderungah untukmengikuti model hubungan paternalistik atau"pemimpih pengikut". Sedangkan modelhubungan setara terjadi jika perbedaan sosiobudaya tersebut kecil. Namun sekarang pasiensemakin memahami hak-haknya dalamhubungannya dengan dokter serta tingkatkecerdasanmasyarakatmengenai kesehatansemakin meningkat.

" HJJ Leenen. 1988. Handboek Gezond/ie/dsrecht, Rechten vanmensen in de gezondheldszorg.Samson Uitgeverij, Alphen Aan De Rijn. Him. 233. Bandingkan dengan Fred Ameln. Op.Cit. Hlm.40.

"Herkutanto. Op.Cit. Him. 2.

142 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL. 7. DESEMBER 2000: 133 - 145

Page 11: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Sarsintorini Putra. Aplikasi PolaPatemalistik danPolaKonsumeristik...

Pola konsumeristik menempatkan pasienpadathepat'ient knows best, pasiensederajatkedudukannya (horisontal) dengan dokter.Pasien mempunyai hak otonomi atau hakmenentukan dirinya sendiri, mempunyai hakuntuk memperpleh keterangan atau informasidari dokter mengenai penyakitnya sertatindakan medis yang akan diambil dokteruntuk penyembuhannya.

Dokter membantu pasien untuk menolongdirinya sendiri dengan cara memberikan saranyang didiskusikan bersama pasien. Pasiendiharapkan aktif memutuskan apa yang akandilakukannya agar sembuh. Hubungan inibiasanya untuk kasus penyakit kronis, diabetes melitus. psoriasis, myasthemia gravis.psikoterapi, revalidasi. Tetapi ini mensyaratkanpasien yang mempunyai psikbiogi yangkompleks dan hubungan sosial, sehinggakurang cocok untuk anak-anak, orang yanglemah mental atau kurang pendidikan.Hubungan antara dokterdan pasien semacamini seperti hubungan antara orang dewasadan orang dewasa, yang salah satunyamempunyai pengetahuan khusus yangdibutuhkan oleh salah satu lainnya. Dampakpositif dari pola konsumerisme ini adalahbahwa pasien ikut menentukan keputusanmengenai upaya penyembuhan dirinya.Sedangkan dampak negatifnya adalahkadang-kadang pasien sulit bekerjasamadengan dokter dalam proses penyembuhanpenyakitnya, karena pasien merasa sederajatdengan dokter. Pola ini telah melanda Ameiikasekitar tahun enam puluhan. Dari uraian diatas, po!a konsumeristik dapat meiandasipelaksanaan informed consent untuk pasienyang mempunyai psikologi yang kompleksdan hubungan sosial yang balk danberpendidikan. Di samping itu kedudukan

hukum pasien sama dengan dokter dan sifathubungannya sebagai persetujuan negosiasiantara pihak yang sama. t^amun dokter dalammeiaksanakan pola konsumeristik ini harustetap berpedoman pada KODEKI, StandardProfesi Medis danPeraturanMenteriKesehatan

nomer: 585/MENKES/PER/1X/I989. TentangPersetujuanTindakan Medik (Informed Consent).

SImpulan

Masih banyak terjadi konfiik antaradokterdan pasien dalam kontrak terapeutik,sehinggateijadi gugatan dantuntutan hukum. Sebenamyapenyebab utama konfiik tersebut adalahkarena "hubungan yang tidak balk" antaradokter dan pasien. Upaya yang dikemukakanuntuk menanggulangi hubungan yang tidakbalk itu, direkomendasikan dengan penggunaanpola patemalistik dan poia konsumeristik padasaat pelaksanaan informedconsent.

Di Indonesia sebagai negara berkembangterdapat kenyataan bahwa tingkat pendidikanmasyarakat belum merata sehingga masihdiperlukan polapatemalistik dalam hubunganantaradokterdan pasien. Namun; pasien yangberpendidikan, yang memahami hak-haknyadalam hubungannya dengan dokter danmempunyai pengetahuan kesehatan, diperlukanaplikasi pola konsumeristik dalammeiaksanakan informed consent Meskipundemikian dokter harus tetap berpedomanpada KODEKI. Standard Profesi Medis danPeraturan Menteri Kesehatan homer: 585/

MENKES/PER/IX/i989 Tentang PersetujuanTindakan Medik (Informed Consent) dalammeiaksanakan aplikasi kedua polapatemalistik dan polakonsumeristik tersebut.•

143

Page 12: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Daftar Pustaka

Adji, Oemar Seno .1991. "Profesi Dokter."Jakarta: Eriangga. Him. 109. Mengutipdari LC Hoffmann. Het Nederlands

Verbintenisenrecht.

Amein, Fred 1991. Kapita Selekta HukumKedokteran. Jakarta: Grafikatama

Jaya.

Camps, Francis E.1976. legal Medicine.Bristol: John Wright &Sons LTD.

Childress,James F. "Paternalism and HealthCare." Dalam Wade L Robisori &

Michael S. Pritchard (Eds). 1979.Medical Responsibility. New Jersey:The Humana Press. Clifton.

Dekkers,.Fons. 1979. De Patient en het rechtop informatie. Samson Uitgeverij:Alphen aan de Rijn.

Ficarra, Bernard J. 1979."Prophylaxis AgainstMedical Negligence." Artikel dalamLegal Medicine Annual. New York;Appleton Century Crofts.

Francceur, Robert T.. 1982. Biomedical Ethics, A Guide to Decision Making.NewYork: A Wiley Medical Publication.John Wiley &Sons.

George, James E.. 1980. Law and Emergency Care The CV Mosby Company. London: St. Louis.

Herkutanto.,"Hak dan Kewajiban Pasien."Makalah Lokakarya Hak danKewajiban Pasien. Dep. Kesehatan.Jakarta. 28-29 Oktober 1992.

Koeswadji, Hermien Hadiati 1992. BeberapaPermasalahan Hukum dan Medik.

Bandung: Penerbit PT Citra Aditya

Bakti. Him. 3

Leenen, HJJ. 1981. Gezondheidszorg enRecht, een GezondheidsrechtelijkeStudie. Brussel: Samson Uitgeverij,Alphenaan de Rijn.

, 1988. Handboek Gezondheidsrecht,Rechten van mensen in de

gezondheidszorg. Samson Uitgeverij,Alphen Aan De Rijn.

Maertens, G. 1990. Bioetika. Jakarta: PTGramedia. Him. 66

Mason & McCall Smith. 1987. Law and Medi

cal Ethics. London: Butterworth & Co

Publishers Ltd

Richards, Edward P. &Katharine C. Rathbun.1993. Lawand the Physician, A practicalguide. Boston: Little Brown &Co.

Rosoff, Arnold J. 1981./nformerf ConsentRockville. Maryland. London: An AspenPublication. Aspen Systems Corporation.

Samuel 1. Shuman. 1979. "Informed Consentand The Victims of Colonialism." Dalam

Wade L. Robinson &Michael S.Pritchard

(eds). Medical Responsibility. NewJersey: The Humana Press. Clifton.

Sarwono, Solita. 1993. Sos/o/og/Kese/iafan.Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress.

Soekanto, Soerjono dan Herkutanto. 1987.Pengantar Hukum Kesehatan.Jakarta: Remadja Karya.

Solis, Pedro P. 1980. Medicai Yurisprudence.University of Philippines.

144 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL. 7. DESEMBER 2000: 133 -145

Page 13: AplikasiPpla;Paternalistikdan Pola

Sarsintorini Putra. Aplikasi PolePatemalistik danPolaKonsumeristik...

Widjajarta, Marius. "Tanggungjawab RS Harian Kompas. Tgl. 23 Agustus 1989.terhadap Pasien."Makalah Pertemuanllmiah tentang Penyelenggaraan RS. mertfete. 1/11/1999.BPHN. Dep. Kehakiman. Jakarta. 29- Suara Merdeka. 6/12/1999.30 Nopember 1994.

® @ ®

145'