Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS PEMASARAN SAYURAN ORGANIK UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
DI KABUPATEN JAYAWIJAYA
AN ANALYSIS ON ORGANIC VEGETABLE MARKETING FOR THE DEVELOPMENT OF AGRIBUSINESS
IN JAYAWIJAYA REGENCY
RINTO KURNIAWAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
M A K A S S A R 2009
ii
TESIS
ANALISIS PEMASARAN SAYURAN ORGANIK UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
DI KABUPATEN JAYAWIJAYA
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Program Studi Agribisnis
Disusun dan diajukan oleh:
RINTO KURNIAWAN
kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
M A K A S S A R 2009
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Rinto Kurniawan
No Mahasiswa : P1001205543
Program Studi : Agribisnis
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain,saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Pebruari 2009
Yang menyatakan
Rinto Kurniawan
v
ABSTRAK
RINTO KURNIAWAN. Analisis Pemasaran Sayuran Organik Untuk Pengembangan Agribisnis Di Kabupaten Jayawijaya (Dibimbing oleh Rahim Darma dan Ferdinand Risamasu)
Penelitian bertujuan untuk (1) mengetahui karakteristik saluran
pemasaran produksi sayuran organik yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Jayawijaya , (2) tingkat pendapatan petani, (3) margin pemasaran dan (4) faktor-faktor yang mendukung dan menghambat saluran pemasaran.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan 10 klan sebagai responden yang dipilih secara purposive sampling. Data dianalisis secara deskripti f.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) karakteristik saluran pemasaran yang terjadi ada 2 yaitu petani – konsumen di pasar lokal dan petani – pedagang pengecer – konsumen di pasar luar daerah, pemasaran produksi sayuran organik dilakukan sebagian besar di pas ar lokal dan sebagian kecil di pasar luar daerah, (2) pendapatan bersih petani dari lahan 1 ha adalah Rp. 526.000,- dengan R/C Rasio 1,14 untuk kubis, Rp.1.363.500,- dengan R/C Rasio 1,39 untuk wortel dan Rp. 446.000 dengan R/C Rasio 1,12 untuk buncis, (3) tingkat margin pemasaran dari sayuran organik adalah 77% untuk kubis, wortel 120% dan buncis 55% dari harga jual ke konsumen (4) faktor – faktor yang mendukung pemasaran sayuran organik adalah potensi lahan yang subur, volume produksi yang melimpah dan permintaan pasar sedangkan faktor-faktor yang menghambat adalah akses transportasi yang sulit, sarana dan prasarana transportasi terbatas, jarak tempuh lokasi yang jauh dan rendahnya motivasi kewirausahaan petani.
Diharapkan ada dukungan kebijakan dari pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan agirbisnis sayuran organik di Kabupaten Jayawijaya.
vi
ABSTRACT
RINTO KURNIAWAN . An Analysis on Organic Vagetable Marketing for the Development of Agribusiness in Jayawijaya Regency (Supervised by Rahim Darma and Ferdinand Risamasu). The research aims to find out (1) the characteristics of marketing channel of organic vegetable production done by farmers in Jayawijaya Regency, (2) the level of farmers’ income, (3) marketing margin, and (4) supporting and inhibiting factors of marketing channel. The method used in this research was survey to 10 clan as respondents. The sample was selected using purposive sampling method. The data were then analyzed descriptively. The results show that (1) there are two types of characteristic of marketing channel namely farmers – consumers in the local market and farmers – merchants retailers – consumers in the markets outside local markets; the marketing organic vegetable production is mostly done in the local markets and a little part is done in the markets outside local markets; (2) farmers’ net income of 1 ha land is Rp. 526.000,- with R/C ratio 1,14 for cabbage, Rp. 1.363.500,- with R/C ratio 1,39 for carrot, and Rp. 446.000,- with R/C ratio 1,12 for stringbean; (3) the level of marketing margin of organic vegetables is 77% for cabbage, 120% for carrot, and stringbean 55% of selling price to consumers; (4) the factors supporting organic marketing channel are the potency of fertilized land, abundant production volume, and market demand, while the inhibiting factors are difficult transportation access, limited transportation facilities and infrastuctures, far distance of location, and low farmers’ business motivation. It is expected that the local government support the development of organic vegetable agribusiness in Jayawijaya Regency.
vii
PRAKATA
Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah s.w.t. atas
limpahan rahmat dan taufiq-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini
sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Tesis ini berjudul : Analisis
Pemasaran Sayuran Organik Untuk Pengembangan Agribisnis Di
Kabupaten Jayawijaya, meskipun disadari masih banyak kelemahan –
kelemahan didalamnya, namun diluar batas kesengajaan karena
keterbatasan kemampuan peneliti.
Penulis menyadari tesis ini bisa berwujud atas jasa baik dari
Bapak Dr. Ir. H. Rahim Darma, MS sebagai ketua komisi pembimbing
dan Bapak Dr. Ferdinand Risamasu, SE, MSc.Agr sebagai anggota
pembimbing,dengan kesabaran dan ketulusannya telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan dorongan mulai dari
penyusunan proposal sampai dengan penyelesaian tesis ini. Oleh karena
itu, dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima
kasih.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada kepada
kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikutura Kabupaten Jayawijaya
atas bantuan moril yang diberikan. Terima kasih yang sama juga penulis
sampaikan. Teman-teman angkatan pertama tahun 2005 yang banyak
meluangkan waktu untuk berdiskusi. Penulis menyadari bahwa tesis ini
viii
masih jauh dari kesempurnaanya, namun itu yang baru dapat penulis
ungkapkan untuk kemajuan pertanian komoditi sayuran di Kabupaten
Jayawijaya. Penulis sangat mengharapkan kritikan saran untuk
kesempurnaan tesis ini.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi petani dan
pemerintah Kabupaten Jayawijaya pada khususnya . Didunia ini tidak ada
yang sempurna, kecuali sang Pencipta.
Jayapura, Januari 2009
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................... PRAKATA.......................................................................................
i ii
DAFTAR ISI.................................................................................... iv I PENDAHULUAN
A Latar belakang………..…………………….….……….…… 1
B Rumusan masalah……………….…………………….. 5
C Tujuan penelitian......................…….………….....……… 5
D Kegunaan penelitian…………..........………………….. 6
II TINJAUAN PUSTAKA
A Konsep agribisnis.................................................…...... 8
B Konsep pemasaran....................................................... 9
C Pengertian pemasaran................................................. 11
D
E
F
G
Fungsi pemasaran..........................................................
Efisiensi Pemasaran.......................................................
Pendapatan usaha dan Marjin Pemasaran........................
Kerangka Konseptual........................................................
14
16
18
20
III.
METODE PENELITIAN
A Metode dasar................................................................... 25
B Penentuan daerah penelitian......................................... 25
C Sumber data................................................... ................. 25
D
E
F
Populasi dan sampel......................................................
Teknik pengumpulan data............................................
Teknik analisis.................................................................
26
26
27
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A Deskripsi Umum Kabupaten Jayawijaya………………… 30
x
B Analisis Pemasaran Sayuran Organik di Kabupaten
Jayawijaya
37
C Analisis Pendapatan dan keuntungan dari Pemasaran
Sayuran Organik di Kabupaten Jayawijaya
44
D Faktor-faktor Yang Mendukung dan Menghambat Pemasaran Sayuran Organik di Kabupaten Jayawijaya..
54
E Strategi Pemasaran yang Efisien dan efektif Sayuran Organik di Kabupaten Jayawijaya....................................
58
F Marjin Pemasaran............................................................ 59
V. PENUTUP
A Kesimpulan...................................................................... 62
B Saran........................................................................... 64
. DAFTAR PUSTAKA................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................
65
67
xi
DAFTAR TABEL
I PENDAHULUAN
II TINJAUAN PUSTAKA
III.
METODE PENELITIAN
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
V. PENUTUP
. DAFTAR PUSTAKA................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................
65
67
xii
DAFTAR GAMBAR
I PENDAHULUAN
II TINJAUAN PUSTAKA
III.
METODE PENELITIAN
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
V. PENUTUP
. DAFTAR PUSTAKA................................................................
LAMPIRAN ............................................ ...................................
65
67
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
I PENDAHULUAN
II TINJAUAN PUSTAKA
III.
METODE PENELITIAN
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
V. PENUTUP
. DAFTAR PUSTAKA................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................
65
67
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Strategi pembangunan pertanian jangka panjang bertujuan untuk
mewujudkan pertanian yang tangguh, maju, dan efisien, mengingat sampai saat ini
sebagian besar masyarakat Indonesia berusaha di sektor pertanian. Salah satu
prioritas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah usaha
pengembangan komoditas hortikultura. Prospek pengembangan komoditas
hortikultura masih sangat terbuka, karena Indonesia masih memiliki banyak lahan
yang belum termanfaatkan secara optimal.
Pada tingkat mikro, usaha ini berperan sebagai sumber penghasilan, wadah
bagi calon wirausahawan, serta pengembangan daya saing individu, sedangkan di
tingkat makro berperan dalam penyerapan tenaga kerja, berkontribusi terhadap
pembangunan wilayah, serta sebagai pereduksi terhadap kesenjangan (Sumardjo
dkk, 2002).
Kabupaten Jayawijaya di Provinsi Papua merupakan salah satu kabupaten
yang sangat potensial untuk pengembangan komoditas hortikultura terutama
sayuran karena memiliki lahan yang masih sangat luas dan iklim yang sangat cocok
untuk sayur-sayuran tertentu seperti Buncis, Kubis dan Wortel. Hal ini dibuktikan
dengan produksi ketiga jenis sayuran ini di Kabupaten Jayawijaya yang terus
meningkat dari tahun ke tahun yaitu 1.593 ton produksi kubis pada Tahun 2006 naik
menjadi 1.625 ton pada Tahun 2007, untuk Wortel produksinya 2.430 ton pada
Tahun 2006 naik menajdi 2.996 ton pada Tahun 2007, demikian halnya Buncis
2
dengan produksi 1,218 ton pada Tahun 2006 naik menjadi 1.425 ton pada Tahun
2007.
Data tersebut secara jelas memperlihatkan kecenderungan peningkatan
potensi produksi komoditas sayuran di Jayawijaya cukup besar, dan dapat
ditingkatkan lagi oleh beberapa hal lagi seperti: perkembangan pariwisata,
peningkatan kesadaran dan prilaku konsumsi masyarakat serta adanya usaha
pengolahan yang memungkinkan sayuran untuk disimpan lebih lama dan dapat
dikirim antar pulau.
Di Kabupaten Jayawijaya, keberhasilan budidaya ketiga jenis sayuran
dalam tabel.1 diatas menciptakan euforia berlebihan di kalangan petani sehingga
menciptakan masalah baru. Ketika budidaya sayuran berhasil dilakukan, semua
masyarakat kemudian beramai-ramai menanam semua jenis sayuran tanpa
mengkhususkan diri pada jenis sayuran tertentu. Sebagai akibatnya, terjadi lonjakan
produksi secara besar-besaran yang tidak mampu diserap oleh pasar lokal. Dengan
kondisi seperti ini, maka pemasaran keluar daerah menjadi solusi paling baik,
namun lagi-lagi solusi ini menjadi tidak efisien mengingat lokasi kabupaten
Jayawijaya yang hingga saat ini hanya bisa dicapai dengan menggunakan pesawat
udara.
Dengan demikian sekali lagi kesimpulan dari penelitian-penelitian
sebelumnya terbukti bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh usaha-usaha
kecil dalam bidang agribisnis yang dikelola oleh masyarakat bukanlah dari sisi
produksinya tetapi pada proses pemasarannya. Berbagai studi kelayakan yang
dilakukan untuk menguji layak tidaknya suatu komoditas dikembangkan di suatu
daerah biasanya memberikan kesimpulan layak dengan hanya melihat pada sisi
produksinya tetapi sangat jarang memperhatikan sisi pemasarannya. Telah banyak
3
contoh di Provinsi Papua, bagaimana komoditas-komoditas unggulan gagal
meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena kurangnya perhatian terhadap sisi
pemasaran. Cengkeh, Kopi, dan Kakao merupakan sedikit contoh dari komoditas
potensial bernilai ekonomis tinggi yang pernah coba dikembangkan di Papua tetapi
pada akhirnya gagal menjadi komoditas unggulan walaupun berhasil dibudidayakan
dengan baik.
Dalam hal pengembangan komoditas agribisnis, pasar harus mendapat
prioritas karena produksi bukan untuk digunakan sendiri, seperti yang terjadi pada
masyarakat tradisional. Pada masyarakat modern, hasil produksi selalu dijual.
Karena itu, produksi harus disesuaikan dengan permintaan pasar, baik jenis,
kualitas, maupun kuantitasnya.
Sistem usaha pertanian yang melibatkan begitu banyak pihak menunjukkan
kondisi yang serba lemah terutama sekali di pihak petani. Berbagai aspek tinjauan
baik dari penguasaan sumber daya, teknologi, ketrampilan serta lemahnya jaringan
kerja pelaku, pada dasarnya adalah fakta -fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi oleh
siapapun juga.
Pada sektor agribisnis hortikultura di kawasan sentra produksi hortikultura,
setiap kegiatan agribisnis mulai dari kegiatan pengadaan sarana produksi, kegiatan
produksi, hingga kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil, serta kegiatan jasa
penunjang umumnya dilakukan oleh pelaku agribisnis yang berbeda, seperti hasil
kajian di Jawa Tengah dan Sumatera Utara (Saptana et al, 2001) dan kajian di
kawasan Hortikultura Sumatera (Saptana et al, 2004).
Dalam agribisnis hortikultura ada beberapa kekhasan yang dimiliki antara
lain (1) usahatani yang dilakukan lebih berorientasi pasar (tidak konsisten), (2)
bersifat padat modal, (3) risiko harga relatif besar karena sifat komoditas yang cepat
4
rusak dan (4) dalam jangka pendek harga relatif berfluktuasi (Hadi et al, 2000;
Irawan, 2001). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sudaryanto et al, (1993) yang
mengemukakan bahwa petani sayuran unggulan di sentra produksi pada saat panen
raya berada dalam posisi lemah. Lebih lanjut Rahman (1997) mengungkapkan rata-
rata perubahan harga di tingkat produsan lebih rendah dari rata-rata perubahan
harga di tingkat pengecer, sehingga dapat dikatakan bahwa efek transmisi harga
berjalan tidak sempurna.
Kelembagaan pemasaran yang berperan dalam memasarkan komoditas
pertanian hotikultura dapat mencakup petani, pedagang pengumpul, pedagang
perantara/grosir dan pedagang pengecer (Kuma’at, 1992). Permasalahan yang
timbul dalam sistem pemasaran hortikultura antara lain : kegiatan pemasaran yang
belum berjalan efisien (Mubyarto, 1989) dalam arti belum mampu menyampaikan
hasil pertanian dari produsen kepada konsumen dengan biaya yang murah dan
belum mampu mengadakan pembagian balas jasa yang adil dari keseluruhan harga
konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan
pemasaran komoditas pertanian tersebut. Pembagian yang adil dalam konteks
tersebut adalah pembagian balas jasa fungsi-fungsi pemasaran sesuai kontribusi
masing-masing kelembagaan pemasaran yang berperan.
Hasil penelitian Gonarsyah (1992) menemukan bahwa yang menerima
marjin keuntungan terbesar dalam pemasaran hortikultura dari pusat produksi ke
pusat konsumsi DKI Jakarta adalah pedagang grosir. Juga ditemukan bahwa, marjin
keuntungan yang diterima pedagang yang memasukan sayurannya ke Pasar Induk
Kramat Jati lebih rendah dari pedagang yang memasukan langsung sayurannya ke
pasar-pasar eceran.
5
Uraian-uraian diatas memperlihatkan bahwa proses pemasaran komoditas
pertanian terutama hortikultura adalah suatu proses dan rumit dan sangat kompleks.
Proses pemasaran dituntut harus dapat mempertemukan kepentingan dan
kebutuhan produsen dan konsumen, yang kadangkala amat saling bertentangan.
Sistem pemasaran dituntut dapat mengalirkan barang/jasa ke tangan konsumen
akhir secara efektif dan efisien, serta dapat melancarkan arus informasi timbal balik
sebagai dasar pengambilan keputusan oleh pelaku terkait. Oleh karena itu studi dan
analisis mengenai pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam
pengembangan usaha agribisnis sayuran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah penelitian dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik saluran pemasaran produksi sayuran organik
dila kukan oleh petani di Kabupaten Jayawijaya?
2. Bagaimana pendapatan yang diperoleh petani sayur sehubungan dengan
pemasaran produksi tiga komoditi sayuran (Wortel, Kubis dan Buncis) untuk
pengembangan agribisnis di Kabupaten Jayawijaya?
3. Berapa besar margin pemasaran.
4. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat saluran pemasaran
sayuran organic di Kabupaten Jayawijaya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan karakteristik saluran pemasaran
produksi sayuran organik dilakukan oleh petani di Kabupaten Jayawijaya .
6
2. Untuk menganalisis dan menjelaskan pendapatan yang diperoleh petani sayur
sehubungan dengan pemasaran produksi tiga komoditi sayuran (Wortel, Kubis
dan Buncis) untuk pengembangan agribisnis di Kabupaten Jayawijaya.
3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat saluran
pemasaran sayuran organic di Kabupaten Jayawijaya.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan baik teoritis maupun
praktis.
1. Kegunaan Teoritis
a. Menambah khazanah di dalam pengembangan ilmu manajemen agribisnis
khususnya pada Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
b. Sebagai bahan referensi bagi kalangan akademisi atau calon peneliti
lainnya yang akan melakukan penelitian tentang analisis pemasaran
produksi sayuran organic untuk pengembangan agribisnis di Kabupaten
Jayawijaya.
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi Pemkab Jayawijaya khususnya Dinas
Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perkebunan, dan instansi terkait untuk
mengevaluasi kebijakan dan program pengembangan agribisnis di
daerahnya khususnya dalam pemasaran produksi sayuran organik.
b. Sebagai bahan informasi bagi Petani sayur, khususnya yang ada di
Kabupaten Jayawijaya dalam meningkatkan akses pasar produksi
sayurannya bagi upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidupnya.
7
c. Sebagai bahan informasi bagi pedagang, pengusaha pertanian, usahawan
di bidang agribisnis, dan lembaga ekonomi dalam mendukung pemasaran
produksi sayuran organic bagi pengembangan agribisnis di Kabupaten
Jayawijaya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Agribisnis
Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari
proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan
dengan kegiatan pertanian. Dalam Soekartawi (2001:2), yang dimaksud dengan
Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada
hubungannya dengan pertanian dalam artian yang luas adalah kegiatan usaha yang
menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan
pertanian. Apabila digambarkan pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 1
(Sumber: Soekartawi, 2001) Agribisnis adalah penerapan bisnis dalam usaha sektor pertanian dalam arti
luas yang mana mencakup : tanaman pangan, perkebunan, perikanan darat/laut,
Kegiatan usaha yang menghasilkan/ menyediakan
prasarana/sarana/input bagai kegiatan pertanian (industri pupuk, alat-alat
pertanian, pestisida, dsb.)
Kegiatan usaha yang menggunakan hasil
pertanian sebagai input (industri pengolahan
hasil pertanian, perdagangan, dsb)
Kegiatan Pertanian
Agribisnis
9
peternakan, dan kehutanan. Pengertian penerapan bisnis yang berarti setiap usaha
pertanian harus dapat menguntungkan para petani dan pemerintah.
Sektor agribisnis merupakan sektor penting dalam pembangunan di
Indonesia, hal ini terbukti di saat terkena krisis ekonomi mulai tahun 1997, sektor
pertanian menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru
pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif.
Senada dengan pendapat Soekartawi (2001:3) bahwa sektor pertanian masih
memegang peranan penting, hal ini disebabkan karena :
1. Sektor pertanian masih menyumbang terbesar dari Produk Domestik Bruto
(PDB).
2. Sektor pertanian masih mampu menyediakan sekitar 54% dari angkatan kerja
yang ada, dan bahkan di propinsi tertentu kontribusinya melebihi angka
tersebut. Pembangunan sektor pertanian bahkan mampu mengurangi jumlah
orang miskin di pedesaan.
3. Sektor Pertanian mampu menyediakan keragaman menu pangan dan
karenanya sektor pertanian sangat mempengaruhi konsumsi dan gizi
masyarakat.
4. Sektor pertanian mampu mendukung sektor industri, baik industri hulu maupun
hilir.
5. Ekspor hasil pertanian yang semakin meningkat menyumbang devisa yang
makin besar.
B. Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran berkaitan dengan orientasi pemasaran yaitu
memuaskan kebutuhan konsumen terakhir. Kebutuhan konsumenlah, bukan
kebutuhan kewirausahaan yang menentukan dapat tidaknya terjadi penjualan. Ada
10
banyak contoh dimana orang menulai usaha hanya merasa mereka mempunyai
gagasan yang mereka sukai. Namun budang usaha mereka itu tidak berhasil karena
tidak cukup banyak orang yang menganggap bagus gagasan yang demikian itu.
Wirausahaan tidak melakukan cukup banyak penelitian terhadap gagasan
usahanya. Seorang wirausahawan harus selalu ingat akan kebutuhan konsumennya
yang terakhir bukan hanya mengingat para pembeli perantara yang langsung
melakukan pembelian dari wirausahawan tersebut.
Dalam beberapa hal, seorang pembeli bisa saja membeli barang untuk
orang lain. Lalu pertanyaan yang perlu di perhatikan adalah :”Apa saja kebutuhan
orang-orang yang akan menggunakan hasil produksi ataupun saja tersebut”.
Misalnya jika seorang wirausahawan ingin membuat kerajinan hanya untuk dijual
disuatu pasar ekspor, haruslah dia paham terlebih dahulu akan kebutuhan-
kebutuhan di pasar luar negeri. Jika pembelinya adalah konsumen terakhir maka
keputusan-keputusan yang menyangku langkah pemasaran mungkin lebih mudah
dibuat oleh tenaga-tenaga pemasaran., karena tidak perlu kawatir terhadap langkah
untuk di pergunakan oleh orang laoi, (yakni oleh konsumen terakhir bukan oleh
orang yang melakukan pembelian) maka wirausahawan tersebut harus mampu
berfikir bukan sebatas kebutuhan pembeli perantara saja. Semakin perusahaan
bersangkutan dapat memberikan kepada konsumen barang-barang atau jasa yang
dibutuhkanna, dan semakin perusahaan tersebut bisa memasang harga yang wajar
serta memberikan pelayananan yang baik, maka semakin besar pula kemungkinan
perusahaan tersebut akan berhasil.
Bila dilihat dari sisi perusahaan, terdapat setidaknya 5 (lima) konsep
pemasaran, dalam hal mana perusahan melaksanakan kegiatan pemasarannya,
yakni sebagai berikut :
11
1. Konsep produksi. Suatu konsep yang menyatakan bahwa konsumen akan
menyukai produk yang tersedia secara luas dengan harga yang murah.
2. Konsep Produk. Suatu konsep yang menyatakan bahwa konsumen akan
menyukai produk yang berkualitas berpenampilan dan berinovasi paling baik.
3. Konsep Penjualan. Suatu konsep yang menyatakan bahwa konsumen akan
membeli produk jika perusahaan melakukan upaya -upaya promosi dan
penjualan yang agresif.
4. Konsep pemasaran. Suatu konsep yang mengatakan bahwa konsumen akan
membeli produk bila dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
5. Konsep Sosial. Suatu konsep yang menyatakan bahwa konsumen akan
membeli produk bila dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan serta
mempertahankan dan mempertinggi kesejahteraan masyarakat.
Barang dan jasa diproduksi tidak lain adalah untuk menghasilkan
keuntungan. Agar produksi tersebut menghasilkan keuntungan, tentu saja barang
dan jasa itu harus laku dijual, tanpa konsumen yang bersedia membelinya, barang
yang diproduksi akan menumpuk di gudang, jasa akan menguap dimakan waktu,
dan pengusaha pengelolanya tidak akan memperoleh keuntungan satu rupiahpun.
C. Konsep Pemasaran
1. Pengertian
Banyak sudah bukti melalui penelitian atau studi yang sejenis yang
menunjukan bahwa sesungguhnya permasalahan yang dialami oleh usaha-usaha
kecil seperti yang dikelola oleh wirausahaan-wirausahaan pemula, seperti
kemunduran, stagnasi atau kebangkrutan usaha adalah pemasaran yang kurang
baik atau memadai. Hal tersebut mengartikan bahwa produksi yang berjalan dengan
baik telah menghadapi hambatan karena pemasaran hasil produksi yang tidak
12
mendukung . Akibatnya barang atau jasa yang telah diproduksi dengan baik menjadi
tidak berguna samasekali karena tidak sampai ketangan konsumen, sehingga pada
akhinya perusahaan akan menjadi rugi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
faktor pemasaran mempunyai arti yang sangat penting dalam suatu proses
perjalanan usaha.
Sesuai dengan perkembangan yang terjadi hingga saat ini, pemasaran
memperoleh definisi yang cukup bervariasi tergantung kepada di pembuat definisi,
antara lain :
1) Pemasaran adalah kegiatan manusia yang di arahkan untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
2) Pemasaran adalah suatu sistim dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan
kebutuhan pembeli yang ada maupun pembeli yang potensial juga tidak
berakhir pada waktu penjualan atau transaksi. Semua keputusan yang
diambil dalam bidang pemasaran harus ditunjukan untuk menentukan produk,
pasar, harga, promosi dan sistem distribusinya.
3) Pemasaran adalah suatu kegiatan pemindahan barang dari produksi ke
konsumen dengan tujuan cepat, berkwalitas dan mudah dicapai dengan
metode (3P+ID) melalui kerjasama dengan orang lain.
4) Pemasaran adalah usaha memindahkan barang dan jasa kepada konsumen
terakhir. Dalam hal ini penekanan di berikan pada konsumen terakhir.
Pelaksana pemasaran harus memikirkan siapa yang akan menggunakan
hasil produksi dan jasa tersebut, bukan memikirkan orang yang akan
“membeli” saja.
13
5) Pemasaran adalah aspek bidang usaha yang berfungsi saat melakukan
penjualan yang menjadi ciri keberadaan bidang usaha. Tanpa pertukaran
barang tidak dapat dikatakan ada suatu bidang usaha. Akan tetapi,
pemasaran mencakup hal-hal yang lebih dari sekedar penjualan dan semua
variabelnya harus diberi penekanan. Tanpa memperhatikan semua variabel
kemungkinan besar tidak akan terjadi penjualan.
2. Fungsi Pemasaran
Secara teoritis, pemasaran mempunyai 9 fungsi, yang dapat dijelaskan
sebagai berikut ;
a. Perdagangan – Mercandising. Perencanaan yang berkenaan dengan
pemasaran barang /jasa yang tepat dalam jumlah yang tepat serta harga
yang selaras termasuk didalamnya faktor-faktor lain seperti bentuk, ukuran,
kemasan dan sebagaimya.
b. Pembelian – Buying. Fungsi Pembelian adalah peranan perusahaan dalam
pengadaan bahan sesuai dengan kebutuhan.
c. Penjualan – Selling. Sebaiknya juga bersifat dinamis apalagi yang dinamakan
“Personal Selling” karena ia harus meyakinkan orang untuk membeli suatu
barang/jasa yang mempunyai arti komersial baginya.
d. Transportasi-Transportation. Adalah perencanaan, seleksi dan pengerahan
semua alat pengangkutan untuk memindahkan barang dalam proses
pemasaran.
e. Penggudangan – Storage. Berarti menyimpan barang selama waktu barang
tersebut dihasilkan dan dijual. Kadang-kadang selama dalam fase
penyimpanan ini perlu juga diadakan pengolahan lebih lanjut.
f. Standarisasi – Standardization. Penetapan batas-batas elementer berupa
perincian-peribcian yang harus dipenuhi oleh barang-barang buatan pabrik,
atau kelas-kelas ke dalam mana barang pertanian, contohnya harus
digolongkan. Grading berarti memilih kesatuan-kesatuan dari suatu produk
yang dimasukkan kedalam kelas -kelas dan derajat-derajat yang sudah
ditetapkan dengan standarisasi.
14
g. Keuangan – Financing. Merupakan suatu usaha mencari dan mengurus
modal uang dan kredit yang langsung bersangkutan dengan transaksi dalam
mengalirkan arus barang dan jasa dari produsen ke pemakai.
h. Komunikasi – Communication. Dengan fungsi ini kita maksudkan segala
sesuatu yang dapat memperlancar hubungan di dalam suatu perusahaan dan
pelaksanaan hubungan keluar (information research , advertising, publicity).
i. Risiko – Risk. Adalah cara / fungsi bagaimana kita menangani atau
menghadapi kemungkinan resiko rugi karena rusak atau hilangnya barang.
D. Lembaga dan Saluran Pemasaran
Pemasaran merupakan pelaksanaan kegiatan usaha dan niaga yang
ditujukan untuk menyalurkan barang dan jasa dari titik produksi ke titik konsumsi.
Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh setiap pelaku pemasaran di dasarkan
pada strategi pemasaran yang di tetapkan untuk mecapai sasaran pasar yang dituju
(taken,1972).
Downwy and Erickson (1987) berpendapat bahwa pemasaran merupakan
telaah aliran secara fisik dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara
ke konsumen, dimana di dalamnya banyak terdapat kegiatan yang berbeda untuk
menambah nilai produk saat produk bergerak melalui sistem tersebut. Sedangkan
jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir disebut saluran
pemasaran. Jenis dan kerumitan saluran tersebut tergantung pada jenis
komoditinya.
David W. Cravens (1998) menyatakan saluran pemasaran atau pemasaran
distribusi adalah jaringan organisasi yang melakukan fungsi-fungsi yang
menghubungkan produsen dengan pengguna akhir. Saluran distribusi terdiri dari
lembaga atau badan yang saling terantung dan saling behubungan yang berfungsi
sebagai suatu sistem atau jaringan, yang besama-sama berusaha menghasilkan
dan mendistribusikan sebuah produk kepada pengguna akhir.
15
Untuk menyampaikan produk-produk dari produsen ke konsumen akhir di
perlukan beberapa fungsi, yaitu : (1) membeli atau menjual oleh perantara
pemasaran, mengurangi banyaknya transaksi bagi produsen dan pengguna akhir,
(2) perakitan produk ke dalam persediaan membantu memenuhi waktu pembelian
berbagai preferensi pembeli, (3) transportasi menghilangkan jarak di antara pembeli
dan penjual, (4) Pemrosesan dan penyimpanan barang menyangkut pemecahan
jumlah yang besar menjadi pesanan – pesanan individual, sambil tetap menjaga
persediaan dan pengumpulan pemesanan untuk dikirimkan, (5) pengurangan resiko
dilakukan melalui mekanisme seperti asuransi, kebijakan retur kemungkinan terjual
dimasa depan.
Faktor-faktor utama dalam strategi saluran adalah menentukan fungsi-fungsi
yang diperlukan dan organisasi mana yang akan bertanggung jawab untuk setiap
fungsi. Para perantara menawarkan keunggulan harga dan waktu yang penting di
dalam ditribusi berbagai produk.
Gambar 2 Saluran Distribusi Dasar
Produsen Produsen Produsen Produsen
Konsumen
Pengecer
Konsumen
Grosir
Pengecer
Konsumen Konsumen
Pengecer
Grosir
Agen
16
Sumber : Paul S. Buch dan Michael J. Houston (1985)
Soekartawi (1993) menyatakan lembaga pemasaran adalah badan-badan
atau lembaga-lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran menggerakan
barang dari produsen sampai kepada konsumen melalui penjualan. Lembaga
pemasaran pada dasarnya harus berfungsi dalam memberikan pelayanan kepada
pembeli. Di dalam proses penyaluran selalu mengikutsertakan keterlibatan berbagai
pihak, keterlibatan itu bisa dalam bentuk perorangan maupun dalam bentuk
kelembagaan, perserikatan atau perseroan. Lembaga-lembaga itu akan melakukan
fungsi-fungsi pemasaran seperti pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Lembaga ini melakukan pengangkutan barang sampai ketingkat konsumen dan juga
berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang atau jasa.
E. Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk optimalisasi
dan nisbah antara input dan output. Suatu perubahan yang dapat mengurangi biaya
input dalam melakukan kegiatan pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen
dari output yang dapat berupa barang atau jasa menunjukan suatu perbaikan tingkat
efisiensi pemasaran. Sebaliknya suatu perubahan yang dapat mengurangi biaya
input setapi juga mengurangi kepuasan konsumen, menunjukan suatu penurunan
tingkat efisiensi pemasaran.
Hampir semua perubahan yang diusulkan dalam tataniaga suatu komoditas
adalah berdasarkan alasan efisiensi, sebab yang utama adalah dengan efisiensi
yang lebih tinggi berarti memberikan keragaan yang lebih baik, sedangkan
penurunan tingkat efisiensi mencerminkan keragaan yang buruk. Masalah efisiensi
pemasaran berhubungan dengan masalah menyalurkan barang dan jasa dari
17
produsen menurut tempat, waktu dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen
dengan biaya yang serendah-rendahnya sesuai dengan tingkat teknologi yang ada.
Kohls and Uhl (1980), membagi efisiensi pemasaran dalam 2 bagian, yaitu :
(1) Efisiensi operasional, dan (2) Efisiensi harga. Efisiensi operasional adalah
perubahan dalah nisbah efisiensi pemasaran sebagai akibat perubahan biaya
penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran (Pembelian, penjualan, penyimpanan,
pengangkutan, pengolahan, pembiayaan, strandarisasi, tanggungan resiko,
informasi Pasar dan harga).
Efisiensi operasional menurut Raju and Oppen (1982), artinya dapat
menekan atau meminimkan biaya atau menekan fungsi-fungsi pemasaran. Indikator
yang digunakan untuk mengukur efisiensi operasional di cerminkan oleh biaya
pemasaran dan marjin pemasaran. Efisiensi harga menurut Raju and Ppen (1982),
ukurannya dicerminkan oleh kolerasi harga sebagai akibat pergerakan produk dari
pasar pusat produksi ke pasar pusat konsumen). Dalam sistem pasar bersaing
sempurna, gerakan harga dalam satu pasar dianggap senantiasa berhubungan
dengan harga pasar yang lain. Bentu integrasi pasar dapat menjelaskan sebera jauh
terbentuknya suatu komoditas pada satu tingkat lembaga pemasaran di pengaruhi
oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Perubahan tersebut dapat di
taksir dengan menggunakan medel analisis kolerasi harga, baik secara vertikal dari
produsen ke konsumen.
Dikatakan Mubyarto (1995), suatu sistem pemasaran dianggap efisien bila
mampu menyampaikan hasil produksi dari produsen kepada konsumen dengan
biaya yang semurah – murahnya,serta mampu mengadakan pembagian yang adil
dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang
terlibat dalam semua kegiatan produksi dan pemasaran tersebut.
18
F. Pendapatan usaha, Marjin Pemasaran dan Share Petani
Setiap kegiatan atau usaha dalam bentuk apapun pada umumnya bertujuan
untuk memperoleh hasil atau pendapatan. Pendapatan didefinisikan sebagai
penghasilan yang berupa upah, gaji, bunga, sewa deviden, keuntungan dan suatu
arus uang yang diukur dalam ruang waktu tertentu (Kadariah, 1981).
Untuk menganalisis pendapatan dalam petani sayuran organik, ada
beberapa pengertian yang perlu diperhatikan menurut Soekartawi (1995), sebagai
berikut :
a. Penerimaan Kotor (Gross Income)
Adalah jumlah produksi sayuran organik yang terjual dalam suatu kegiatan
penjualan dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasaran.
b. Biaya Produksi (Cost Production)
Dalam konteks usaha pemasaran, biaya produksi adalah biaya penjualan yaitu
semua pengeluaran yang diperlukan dalam menjual sayuran organik dan
dinyatakan dengan uang. Biaya penjualan tersebut adalah semua biaya yang
dikeluarkan dalam menjual sayuran organik dalam satu siklus penjualan, seperti
biaya bibit, biaya tenaga kerja, biaya retribusi dan sebagainya.
c. Pendapatan Bersih (Net Income)
Adalah penerimaan kotor dikurangi dengan total biaya dalam usaha petani
memasarkan sayuran organik produksinya, atau penerimaan kotor dari hasil
penjualan sayuran organik dikurangi biaya tetap dan biaya variabel yang
digunakan dalam usaha penjualan tersebut.
Ada berbagai upaya yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan petani
sayuran organik antara lain melalui peningkatan produktivitas, pemasaran yang baik
dan sebagainya.peningkatan yang dimaksud tidak hanya diukur berdasarkan total
19
pendapatan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha tetapi juga di ukur dari
distribusi pendapatan untuk setiap perilaku usaha tersebut termasuk pelaku pasca
panen (Afrianto Liviawaty, 1994).
Unsur – unsur yang dapat membentuk penghasilan atau pendapatan bruto
usaha penjualan, dikemukakan Soekartawi (1993) sebagai berikut :
a. Pendapatan yang diterima sebagai hasil penjualan produk (tagihan –
tagihan dari penjualan awal dan akhir tahun ikut diperhitungkan)
b. Nilai – nilai dari bahan – bahan untuk dipergunakan rumah tangga,
pengusaha dan pribadi.
c . Pembayaran kepada tenaga kerja atau buruh, berupa uangg atau barang.
d. Nilai dari barang atau bahan yang dihasilkan oleh usaha sendiri, dan
e. Tambahan nilai dari persediaan modal.
Menurut Kadarsan (1992), pendapatan bersih operasional dihitung dengan
mengurangkan pengeluaran operasional dan penerimaan kotor. Pendapatan bersih
operasional memungkinkan untuk membandingkan efesiensi beberapa usaha tani
yang sejenis dengan macam – macam struktur biaya tetap. Cara penghitungan ini
memungkinkan pula untuk membandingkan satuan pendapatan yang diperoleh dari
beberapa kali proses pemasaran pada usaha yang sama selama beberapa tahun.
Biaya tetap dapat saja berubah karena perbedaan tingkat utang jangka panjang,
sewa tanah dan lain – lain.
Tomek and Robinson (1977) mendefinisikan marjin pemasaran adalah: (1)
Perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima
petani, (2) Kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa pemasaran sebagai akibat
adanya penawaran dan permintaan. Hal yang sama di kemukakan oleh william and
20
Kenneth (1975), bahwa marjin pemasaran adalah selisih harga yang di bayar oleh
konsumen dengan harga yang diterima petani.
Di negara-negara maju semakin tinggi marjin pemasaran maka pemasaran
dianggap konsisten dan efisiensi karena ditingkatkannya kegunaan barang tersebut
yang mencerminkan jasa-jasa yang digunakan oleh konsumen dan untuk itu mereka
bersedia membayarnya (William and Kenneth, 1975).
Menurut Yacob Ibrahim (1990 : 190 ) bahwa marjin pemasaran adalah
perbandingan antara harga jual pada tingkat produsen dengan haga jual pada
tingkat pengecer dan konsumen dikurangi 1 dikalikan 100%. Marjin pemasaran
merupakan akumulasi dari marjin keuntungan dan biaya pemasaran.
Tersebarnya lokasi dalam wilayah yang luas dan jauh dari pusat pemasaran
hasil produksi menyebabkan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat. Kondisi
ini mengakibatkan jasa-jasa pedagang pengumpul masih tetap diperlukan.
Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran atau biaya
tataniaga akan semakin besar. Hal ini berakibat semakin banyaknya marjin tataniaga
sehingga bagian harga yang diterima petani akan mengakibatkan kurangnya
dorongan bagi para petani untuk mempruduksi lebih lanjut.
Kohl and Uhl (1990) menyatakan bahwa besarnya bagian yang diterima
petani (farmer’s share) di pengaruhi oleh tingkat pemrosesan, biaya transportasi
keawetan atau mutu produksi dan jumlah Produksi.
G. Kerangka Konseptual
Kondisi geografis dan topografi wilayah yang dimiliki Indonesia,
memungkinkan pengembangan berbagai aktivitas usaha dalam pengelolaan lahan
pertanian dan perkebunan yang disebut agribisnis. Pengolahan lahan pertanian dan
perkebunan untuk tujuan produktivitas dan pengelolaa usaha berdasarkan potensi
21
sumber daya komoditi tanaman hortikultura, sangat prospektif dikembangkan di
berbagai daerah di Indonesia.
Hamparan lahan / tanah yang luas dan subur, merupakan potensi kekayaan
sumber daya alam yang sangat besar nilainya bilamana mampu dikelola,
dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat, khususnya kalangan petani yang bermukim di desa-desa.
Menyadari hal itu, Pemerintah pada dasarnya telah menetapkan berbagai
kebijakan pembangunan pertanian terutama yang berorientasi usaha atau bisnis.
Sejumlah kebijakan dan program secara rutin disusun dan dan dilaksanakan oleh
pemerintah untuk memobilisasi pemanfaatan sumber daya alam khususnya tanah
menjadi lahan produktif bagi pertumbuhan berbagai jenis komoditi tanaman
hortikultura.
Permasalahan yang banyak terjadi hingga memasuki era reformasi dan
otonomi daerah saat ini adalah sulitnya akses pemasaran bagi sejumlah masyarakat
petani dalam memasarkan hasil produksi tanaman holtikulturanya. Berbagai kendala
seperti terbatasnya akses, sarana dan prasarana transportasi, sumber modal,
kebijakan harga dan lainnya, kesemuanya cenderung menjadi problematika
mendasar dalam pengelolaan pembangunan pertanian nasional khususnya dalam
pengembangan agribisnis, termasuk sayuran-sayuran. Padahal, eksistensi petani
sayuran secara nyata telah memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan
masyarakat perkotaan dan sekaligus meningkatkan PAD dari sektor pertanian.
Akibat keterbatasan akses pemasaran itu, maka turut pula mempengaruhi
tingkat pendapatan petani yang cenderung masih rendah. Kelompok masyarakat
petani dengan kondisi sosial ekonomi yang sebagian besar masih dicirikan oleh
kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan yang rendah, keterampilan yang rendah,
22
rendah motivasi dan semangat kewirausahaan, tidak memiliki sumber modal, tidak
memiliki akses terhadap fasilitas pelayanan, serta miskin informasi harga dan pasar,
kesemuanya banya menyebabkan ketidakberdayaan petani dalam meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan keluarganya.
Dalam konteks pemasaran, petani umumnya masih cenderung dikendalikan
oleh pedagang/ punggawa atau tengkulak, yang mana hasil penjualan produksi
sayuran lebih menguntungkan mereka dibanding petani. Adanya kekuatan
monopsoni dan oligopsoni pedagang terhadap petani, semakin membuat petani
tidak berdaya. Di sisi lain, pemerintah dan lembaga ekonomi yang ada juga masih
kurang optimal dalam memainkan perannya sehingga memuluskan jalannya
kekuatan monopsoni/ oligopsoni pedaghang terhadap petani.
Kondisi kekuatan monopsoni/ oligopsoni tersebut, memuat petani kesulitan
untuk meningkatkan margin pasarana hasil produksi sayurannya, memarginalkan
posisi petani dalam posisi tawar menawar harga. Akibatnya, pemasaran sulit
menjadi efisien. Di sisi lain, petani dengan kondisi keterbatasan akses, modal dan
sarana dan prasarana transportasi, menyebabkan hasil produksi tanaman
hortikulturanya cenderung dijual murah, rentan kerusakan dan pembusukan, serta
hanya memberikan keuntungan dan pendapatan yang rendah. Menurut Kadariah
(1981) bahwa setiap kegiatan atau usaha dalam bentuk apapun pada umumnya
bertujuan untuk memperoleh hasil atau pendapatan.
Pemasaran sejumlah potensi volume produksi sayuran organik
membutuhkan saluran pemasaran dengan harga yang kompetitif bagi terciptanya
pemasaran yang efisien dan efektif.
23
Pencapauan efisiensi pemasaran tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi (mendukung dan menghambat). Oleh ka rena itu, dengan efisiensi
pemasaran diharapkan tercipta kesejahteraan bagi masyarakat petani.
Untuk jelasnya disajikan dalam skema berikut ini.
24
Kebijakan Pengembangan
Agribisnis
Potensi Produksi Tanaman Hortikultura
(Sayuran)
Pengembangan Agribisnis
Pemasaran Sayuran Organik
Saluran Pemasaran Harga Volume Produksi
Pendapatan
Faktor-faktor pendukung dan penghambat
Efisiensi Pemasaran
Peningkatan Kesejahteraan Petani
Gambar 3 Kerangka Konseptual