16
ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN SUKU BUNGA DI INDONESIA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Fildzah Imas M 135020400111012 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, JUMLAH UANG BEREDAR,

DAN SUKU BUNGA DI INDONESIA

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Fildzah Imas M 135020400111012

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

Page 2: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …
Page 3: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

Analisis Dampak Defisit Anggaran terhadap Inflasi, Jumlah Uang Beredar, dan Suku Bunga di Indonesia

Fildzah Imas M

Munawar Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Email: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this research is to observe the impact of a budget deficit on inflation, money supply (M1), and interest rate (BI rate) in Indonesia for the period of 2006-2016. This research was estimated by Error Correction Model (ECM). The Augmented Dickey-Fuller test showed that the data were stationary at first difference. The Engle Granger co-integration test also showed that budget deficit had a long run relationship with inflation, money supply (M1) and interest rate (BI rate). The estimation of Error Correction Model, in the short-run, implied that budget deficit had a positive and significant impact on money supply (M1). The budget deficit had a positive impact but not significant on inflation and interest rate (BI rate).

Keyword: budget deficit, inflation, money supply (M1), interest rate (BI rate), Error Correction Model (ECM)

A. PENDAHULUAN

Dalam bidang perekonomian salah satu kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah di

Indonesia adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal yang sering dilakukan adalah kebijakan fiskal ekspansif. Secara teori kebijakan fiskal ekspansif yang dilakukan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa terjadinya peningkatan sumber pajak sebagai sumber keuangan pemerintah, akan mengakibatkan defisit anggaran (Sriyana, 2012). Tujuan utama dilakukannya defisit anggaran adalah dalam rangka mencapai pembangunan, termasuk untuk pemerataan pendapatan masyarakat dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Penerapan kebijakan defisit anggaran tentunya mempunyai alasan. Menurut Mankiw (2003), defisit anggaran dilakukan dengan tiga alasan yaitu untuk menstabilisasi perekonomian, tax smoothing, dan redistribusi intergenerasi. Di beberapa negara, umumnya di negara berkembang seperti di Indonesia sendiri lebih sering menerapkan kebijakan defisit anggaran. Peranan kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari adanya krisis perekonomian yang melanda negara-negara Asia seperti Indonesia, Korea, Thailand, Filipina, kemudian berlanjutnya resesi di Jepang dan krisis yang timbul dari Amerika Serikat. Menurut Abimanyu (2003, dalam Pamuji 2008) pada dasarnya kebijakan fiskal yang ekspansif dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak kelonggaran dana ke dalam masyarakat untuk mendorong perekonomian. Namun, kebijakan fiskal seringkali menjadi kurang efektif jika tidak didukung oleh situasi atau kondisi yang tepat dan kebijakan lain yang konsisten, bahkan tidak mustahil kebijakan stimulus fiskal justru dapat menghambat laju perekonomian.

Penjelasan mengenai defisit anggaran pemerintah dan dampaknya terhadap perekonomian merupakan isu yang masih menimbulkan kontroversi secara teori. Termasuk pula dampak defisit anggaran terhadap inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga. Defisit anggaran dapat memengaruhi inflasi melalui pencetakan uang untuk membiayai utang dan melalui peningkatan belanja pemerintah yang berujung pada peningkatan harga (demand pull inflation). Hasil penelitian Aghevli dan Khan (1978); Metin (1998); Solomon dan de Wet (2004); Habibullah et al (2011); Ishaq dan Mohsin (2015) menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara tingginya defisit anggaran dan tingginya inflasi. Namun, dibalik itu semua ada pula pendapat yang menyangkal hal tersebut yang disebut sebagai kaum monetaris. Mereka menyatakan besar kecilnya defisit anggaran tidak berujung pada inflasi yang tinggi pula. Inflasi terjadi ketika penawaran uang (money supply) lebih tinggi daripada penawaran barang. Hal ini terjadi ketika bank sentral terlalu banyak membeli obligasi pemerintah. Kaum monetaris ini menyimpulkan bahwa bank sentral

Page 4: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

dapat menghindari tingginya defisit agar tidak terjadi inflasi dengan cara tidak membeli obligasi pemerintah (atau bisa dikatakan sebagai monetize the deficits). Dengan adanya pandangan ini, kaum monetaris banyak mengutip beberapa studi empiris yang menyatakan bahwa hubungan antara tingginya defisit anggaran dan tingginya inflasi sangat lemah. Pandangan ini diperkuat dengan penelitian Catao dan Terrones (2003); Bassetto dan Butters (2010); Mukhtar dan Zakaria (2010); Tiwari et al (2012); Ezeabasili et al (2012); Hoang (2014); Saysombath dan Kyophilavong (2014); Emmanuel dan Jackson (2016) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan tidak langsung antara defisit anggaran dan inflasi pada negara yang diteliti.

Secara teori defisit anggaran menyebabkan adanya penambahan jumlah uang beredar melalui pembiayaan utang akibat defisit dengan cara money financed dan bond financed. Hasil penelitian Cacy (1975) dan Aghevli dan Khan (1978) menunjukkan adanya pengaruh positif pada defisit anggaran terhadap jumlah uang beredar sedangkan Emmanuel dan Jackson (2016) menunjukkan adanya pengaruh negatif. Namun, pada beberapa penelitian hubungan antara defisit anggaran dan jumlah uang beredar menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Hasil dari penelitian Mukhtar dan Zakaria (2010) di negara Pakistan tidak ada hubungan antara defisit anggaran dan jumlah uang beredar. Selain itu penelitian Hoang (2014) di Vietnam juga menunjukkan hal yang sama.

Selain inflasi dan jumlah uang beredar, hubungan antara defisit anggaran dan suku bunga juga perlu diperhatikan. Adanya perbedaan hasil penelitian dari Evans (1985); Bovenberg (1988); Chakraborty (2002) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dari defisit anggaran dan suku bunga. Sementara itu dari penelitian yang dilakukan oleh Tanzi (1985); Saunders (1989); Laubach (2003); Engen dan Hubbard (2004); Goyal (2004); Aisen dan Hauner (2008); Odionye dan Uma (2013) sesuai dengan teori yang menyatakan ada hubungan signifikan antara defisit anggaran dan suku bunga. Suku bunga naik dalam menganggapi pembiayaan defisit anggaran terutama ketika pemerintah melakukan pembiayaan utang dengan cara menjual obligasi pemerintah. Kebijakan suku bunga yang meningkat tersebut akan mengurangi investasi karena mengurangi permintaan sektor swasta untuk modal. Hal ini yang disebut sebagai istilah “crowding out effect”.

B. KAJIAN PUSTAKA

Defisit Anggaran

Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk mengarahkan ekonomi makro ke kondisi yang diinginkan dengan mengatur anggaran pemerintah, terutama sisi penerimaan dan pengeluaran. Jika pemerintah menempuh kebijakan anggaran defisit (kebijakan fiskal ekspansif), maka permintaan agregat akan meningkat. Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y). Defisit anggaran secara teori ekonomi makro dapat dipahami melalui perokonomian tertutup. Froyen (2002) menuliskan bahwa di dalam perekonomian tertutup dengan adanya tindakan fiskal pemerintah, pendapatan nasional terdiri dari:

Y = C + I + G ................................................................................ (2.1) dimana: Y = Pendapatan nasional

C = Pengeluaran konsumsi I = Pengeluaran investasi G = Pengeluaran konsumsi pemerintah

Dari pendapatan ini, oleh penerima pendapatan sebagian dipergunakan untuk membayar pajak kepada pemerintah. Akan tetapi sebaliknya pemerintah juga memberikan uang kepada orang-orang tertentu atau lembaga-lembaga tertentu tanpa mengharapkan adanya balas jasa secara langsung yang disebut transfer pemerintah (goverment transfer). Pendapatan setelah diperhitungkannya penerimaan transfer dari pemerintah dan pajak yang harus diserahkan kepada pemerintah inilah yang disebut ”disposable income”, yaitu pendapatan yang sudah siap dipakai untuk konsumsi dan untuk saving.

YD = Y– Tx + Tr .......................................................................... (2.2) Y = YD – Tr + Tx.......................................................................... (2.3)

dimana: YD = Pendapatan disposibel Tx = Pajak Tr = Transfer pemerintah

Page 5: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

Perlu diingat bahwa disposibel income tersebut digunakan untuk konsumsi dan sisanya merupakan tabungan (saving). Maka dari itu dapat ditulis:

YD = C + S ................................................................................... (2.4) dimana: C = konsumsi

S = saving Kemudian persamaan 2.1 disubtitusikan ke persamaan 2.2, sehingga diperoleh:

C + I + G = YD – Tr + Tx............................................................ (2.5) Dengan memperhatikan persamaan 2.4, dapat ditemukan:

C + I + G = C + S – Tr + Tx......................................................... (2.6) Hal ini berarti:

I + G + Tr =S + Tx ........................................................................ (2.7) Berdasarkan penjelasan dan perhitungan matematis di atas maka dapat dikatakan bahwa

anggaran belanja pemerintah dalam keadaan defisit apabila Tx < G+Tr atau dalam keadaan surplus jika Tx > G + Tr. Perspektif Teori Defisit Anggaran

Defisit anggaran yang didanai melalui utang pemerintah dan dampaknya terhadap perekonomian masih bersifat kontroversi baik dari studi literatur maupun empiris. Menurut Bernheim (1989), perspektif teori mengenai defisit anggaran secara umum dapat ditinjau dari tiga teori, yaitu teori Ricardian Equivalence, teori Neoklasik, dan teori Keynesian.

1) Teori Ricardian Equivalence : Teori Ricardian Equivalence mengusulkan bahwa adanya substitusi dari defisit anggaran untuk pajak pada masa sekarang mempunyai efek yang sama pada permintaan agregat. Dalam kata lain perubahan dalam pajak dan pembiayaan defisit anggaran mempunyai dampak yang sama bagi variabel ekonomi makro (terutama konsumsi swasta). Maka dari itu keduanya disebut ‘equivalence’ (Barro, 1989). Preposisi ini berdasarkan pada asumsi intergenerational altruism, perfect capital markets, lump-sum taxation, dan kondisi dimana utang tidak tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi.

2) Teori Neoklasik : Teori Neo Klasik berpendapat bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi dalam jangka panjang dengan cara membebankan pajak untuk generasi berikutnya. Jika perekonomian dalam kondisi full-employment, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan meningkatkan suku bunga. Peningkatan suku bunga akan berdampak pada permintaan investasi swasta yang menurun. Berdasarkan hal tersebut kaum Neoklasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi kesempatan kerja penuh, defisit anggaran yang permanen akan menyebabkan investasi swasta tergusur atau crowding-out (Barsky et al, 1986).

3) Teori Keynesian : Keynesian menyatakan bahwa kondisi defisit anggaran tidak selamanya terjadi crowding out investasi swasta. Fenomena ini disebut dengan crowding in effect. Crowding in effect dapat terjadi ketika adanya defisit anggaran sebagai kebijakan ekspansi fiskal (dengan cara memotong pajak atau meningkatkan belanja negara) yang dilakukan pemerintah. Kebijakan ekspansi fiskal dilakukan ketika kondisi perekonomian terdapat pengangguran atau tidak full employment. Kebijakan ini akan meningkatkan jumlah uang beredar (dalam hal ini disposable income) di masyarakat. Kenaikan jumlah uang beredar akan meningkatkan permintaan barang dan jasa sehingga mendorong aggregate demand. Menurut teori Keynes adanya peningkatan aggregate demand ini akan diikuti oleh aggregate supply karena adanya ekspektasi positif dari para investor dengan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas barang. Oleh karena itu output riil akan meningkat seiring dengan pertumbuhan tingkat harga dan dampaknya positif pada pertumbuhan ekonomi.

Dampak Defisit Anggaran terhadap Inflasi

Sargent dan Wallace (1981) menyatakan bahwa kebijakan fiskal dapat menjadi sumber dari inflasi. Maryatmo (2004) menuliskan bahwa defisit anggaran bisa berdampak pada inflasi melalui dua jalur, yaitu pertama melalui sektor moneter yang akan memengaruhi jumlah uang beredar melalui pencetakan uang dan kedua melalui sektor riil (pengeluaran dan penerimaan pemerintah) yang selanjutnya memengaruhi permintaan agregat. Defisit anggaran yang dibiayai melalui

Page 6: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

pencetakan uang akan menyebabkan inflasi dapat dijelaskan melalui teori kuantitas uang. Teori kuantitas uang dikembangkan oleh Irving Fisher yang menyatakan bahwa perubahan jumlah uang beredar (M) berbanding lurus dengan perubahan harga-harga (P). Teori kuantitas uang mendasarkan pada falsafah hukum Say bahwa ekonomi akan selalu berada dalam keadaan full employment. Teori ini didasarkan atas persamaan yaitu:

MV = PQ dimana: M = jumlah uang beredar

V = velocity of circulation P = tingkat harga umum Q = volume barang yang diproduksi

Kenaikan tingkat harga juga dapat disebabkan oleh fenomena fiskal melalui sektor riil. Inflasi yang terjadi ini disebut juga dengan demand pull inflation. Demand pull inflation terjadi ketika adanya kenaikan G (pengeluaran pemerintah) yang menyebabkan kenaikan permintaan agregat (AD) dan tidak diimbangi dengan penawaran agregat (AS). Demand pull inflation menyebabkan output perekonomian bertambah, tetapi disertai inflasi, dilihat dari makin tingginya tingkat harga umum. Dampak Defisit Anggaran terhadap Jumlah Uang Beredar (M1)

Sumber pembiayaan defisit anggaran secara konvensional terdiri dari money financed dan bond financed deficit, yaitu pembiayaan dengan pencetakan uang dan pembiayaan dengan menerbitkan bonds atau obligasi negara (Scarth, 2014). Money financed merupakan istilah ketika dalam menutupi defisit anggaran bank sentral akan mencetak uang baru untuk membiayai defisit anggaran tersebut. Langkah ini akan memberi dampak yang besar dalam perekonomian melalui pengganda uang (money multiplier) sehingga akan menambah jumlah uang beredar (Sriyana, 2012).

Fenomena lain yang mungkin terjadi adalah peningkatan utang pemerintah dengan penjualan obligasi (bond financed). Pemerintah mendapatkan dana dari bank sentral guna menutup defisit anggarannya dengan cara menjual surat berharga kepada bank sentral. Dana dari bank sentral yang bersumber dari penciptaan uang inti dapat digunakan pemerintah guna menutup defisit anggaran. Jika pemerintah membelanjakan dana tersebut, maka masyarakat akan memegang komponen uang inti dalam jumlah yang lebih banyak. Dampak Defisit Anggaran terhadap Suku Bunga (BI rate)

Model Keynesian IS-LM menjelaskan mengenai dampak dari defisit anggaran terhadap suku bunga dimana defisit anggaran meningkatkan suku bunga tidak hanya karena efek dari crowding out tetapi juga karena defisit anggaran menstimulasi permintaan agregat dan meningkatkan output (Engen dan Hubbard, 2004). Ketika pemerintah meningkatkan pembelian barang dan jasa melalui belanja pemerintah (G), pengeluaran yang direncanakan mendorong produksi barang dan jasa, yang menyebabkan pendapatan total Y meningkat. Dalam hal ini pasar uang dijelaskan melalui teori preferensi likuiditas. Karena permintaan uang bergantung pada pendapatan, kenaikan pendapatan nasional meningkatkan jumlah uang yang diminta pada setiap tingkat bunga. Akan tetapi, penawaran uang tidak berubah, sehingga permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga keseimbangan r naik. Hipotesis 1. H1: Defisit anggaran berpengaruh positif dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap

inflasi. 2. H2: Defisit anggaran berpengaruh positif dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap

jumlah uang beredar. 3. H3: Defisit anggaran berpengaruh positif dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap

suku bunga.

C. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data time series. Data time series merupakan data runtut waktu yang dapat digunakan untuk melihat pergerakannya secara berkala. Adapun sumber data yang digunakan kali ini adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data

Page 7: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

sekunder variabel defisit anggaran, inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga. Data tersebut diambil dalam bentuk data bulanan dan dalam rentang tahun 2006 hingga 2016. Definisi Operasional Variabel

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari variabel defisit anggaran, inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga. Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

1) Defisit anggaran: Defisit anggaran dihitung dari selisih anggaran pemerintah dengan nilai belanja (pengeluaran) pemerintah yang lebih besar daripada nilai penerimaan pemerintah.

2) Inflasi: Inflasi didefinisikan sebagai kecenderungan dari kenaikan harga secara umum dan terus menerus. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK).

3) Jumlah uang beredar: Uang beredar yang digunakan adalah uang beredar M1 atau narrow money. Alasan penggunaan M1 adalah karena M1 bersifat liquid sebab proses menjadikannya uang kas sangat cepat (Nopirin, 1992). Catao dan Terrones (2003) juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa menunjukkan bahwa inflasi ekuilibrium secara langsung berkaitan dengan defisit fiskal dalam skala narrow money.

4) Suku bunga: Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga Bank Indonesia atau BI rate.

Metode Analisis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak defisit anggaran terhadap inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga di Indonesia periode 2006 hingga 2016. Sehubungan dengan hal tersebut, metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan model koreksi kesalahan (Error Correction Model). Data yang tidak stasioner seringkali menunjukkan hubungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek, tetapi ada kecenderungan terjadinya keseimbangan hubungan jangka panjang. Selanjutnya dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka panjang di dalam variabel ekonomi yang diteliti. Kemudian akan diterapkan model koreksi kesalahan (ECM) untuk mengoreksi adanya ketidakseimbangan tersebut. Spesifikasi Model

Pada penelitian ini akan melihat bagaimana dampak dari variabel defisit anggaran terhadap inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga di Indonesia. Variabel dependen pada penelitian ini terdiri dari inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga. Variabel independen pada penelitian ini adalah defisit anggaran. Maka dari itu, penelitian ini memiliki tiga persamaan model estimasi jangka panjang yang terdiri dari:

INFLASIt = α + βLNDEFISITt + εt (3.1) LNM1t = α + βLNDEFISITt + εt (3.2) SUKUBUNGAt = α + βLNDEFISITt + εt (3.3) Selanjutnya, persamaan diatas diestimasi menggunakan metode Error Correction Model

(ECM) yang disertai dengan residual jangka panjang sebagai variabel Error Correction Term (ECT). Secara umum model ECM jangka pendek sebagai berikut:

DINFLASIt = α + βDLNDEFISITt + γECT + εt (3.4) DLNM1t = α + βDLNDEFISITt + γECT + εt (3.5) DSUKUBUNGAt = α + βDLNDEFISITt + γECT + εt (3.6) dimana ECT = Yt - α - βXt

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini adalah hasil dari tahap pengujian yang dilakukan yaitu terdiri dari uji

stasioneritas data dan uji derajat integrasi, uji kointegrasi Engle-Granger, estimasi ECM Engle Granger, dan pengujian asumsi klasik. Uji Stasioneritas Data dan Uji Derajat Integrasi

Uji stasioneritas data dapat dilihat dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Pengujian ADF didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC). Apabila nilai statistik ADF lebih

Page 8: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

besar dari nilai kritis MacKinnon maka data tersebut tidak stasioner. Namun, apabila nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tersebut stasioner atau terintegrasi pada derajat level (I(0)). Tabel 1 : Hasil Uji Stasioner pada Derajat Level

Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon 5% Keterangan LNDEFISIT -2.105025 -2.884477 Tidak stasioner INFLASI -3.813303 -2.883753 Stasioner LNM1 -0.867718 -2.885863 Tidak stasioner SUKUBUNGA -3.195393 -2.883930 Stasioner

Sumber: hasil olah data E-views 9

Dari hasil uji stasioner pada tingkat level, pada tabel 1 dapat dilihat bahwa variabel LNDEFISIT dan LNM1 tidak stasioner pada derajat level. Karena semua variabel tidak stasioner pada derajat level maka perlu dilakukan transformasi data (differencing) dengan menurunkan data menjadi first difference (I(1)). Data tidak stasioner pada derajat yang sama akan menimbulkan regresi lancung (spurious regression) sehingga perlu disamakan terlebih dahulu. Tabel 2 : Hasil Uji Stasioner pada Derajat First Difference

Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon 5% Keterangan LNDEFISIT -4.497843 -2.884477 Stasioner INFLASI -8.979464 -2.883753 Stasioner LNM1 -2.947115 -2.885863 Stasioner SUKUBUNGA -4.125275 -2.883930 Stasioner

Sumber: hasil olah data E-views 9 Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan uji stasioner pada tingkat first difference

data yang digunakan pada penelitian ini semua stasioner pada derajat tersebut.

Uji Kointegrasi Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil antara

variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama. Jika variabel dalam penelitian terbukti terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang.

Tabel 3 : Hasil Estimasi Inflasi dalam Jangka Panjang

Dependent Variable: INFLASI Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNDEFISIT 1.298852 0.162878 7.974389 0.0000 C 18.03299 1.448157 12.45237 0.0000

r-squared 0.328481 Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017)

Terlihat di tabel 3, variabel LNDEFISIT memiliki nilai t-hitung 7.974389 > nilai t-tabel

1.645 maka H0 ditolak, artinya defisit anggaran berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia dalam jangka panjang dan nilainya positif dengan nilai koefisien sebesar 1.298852. Artinya dalam jangka panjang, setiap ada kenaikan 1 satuan perubahan defisit anggaran maka akan menyebabkan kenaikan inflasi sebesar 1.298852. Kemudian terlihat nilai r-squared sebesar 0.328481, artinya dalam jangka panjang kemampuan variabel independen defisit anggaran dalam mempengaruhi inflasi di Indonesia sebesar 32,84% sedangkan sisanya 67,16% dijelaskan oleh error, dalam hal ini variabel di luar penelitian.

Page 9: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

Tabel 4 : Hasil Estimasi M1 dalam Jangka Panjang Dependent Variable: LNM1

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNDEFISIT 0.211646 0.017030 12.42806 0.0000

C 11.47940 0.151412 75.81582 0.0000 r-squared 0.542989

Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017) Terlihat di tabel 4, variabel LNDEFISIT memiliki nilai t-hitung 12.42806 > dari nilai t-

tabel 1.645 maka H0 ditolak, artinya defisit anggaran berpengaruh terhadap jumlah uang beredar (M1) di Indonesia dalam jangka panjang dan nilainya positif dengan nilai koefisien 0.211646. Artinya dalam jangka panjang, setiap ada kenaikan 1 satuan perubahan defisit anggaran maka akan menyebabkan kenaikan M1 sebesar 0.211646. Kemudian terlihat nilai r-squared sebesar 0.542989, artinya dalam jangka panjang kemampuan variabel independen defisit anggaran dalam mempengaruhi M1 di Indonesia sebesar 54,29% sedangkan sisanya 45,71% dijelaskan oleh error, dalam hal ini variabel di luar penelitian.

Tabel 5 : Hasil Estimasi Suku Bunga dalam Jangka Panjang

Dependent Variable: SUKUBUNGA Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNDEFISIT 0.636593 0.089729 7.094587 0.0000 C 13.09804 0.797789 16.41792 0.0000

r-squared 0.279112 Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017)

Terlihat di tabel 5, variabel LNDEFISIT memiliki nilai t-hitung 7.094587 > dari nilai t-

tabel 1.645 maka H0 ditolak, artinya defisit anggaran berpengaruh terhadap suku bunga di Indonesia dalam jangka panjang dan nilainya positif ditunjukkan dengan nilai koefisien sebesar 0.636593. Artinya dalam jangka panjang, setiap ada kenaikan 1 satuan perubahan defisit anggaran maka akan menyebabkan kenaikan suku bunga sebesar 0.636593. Kemudian terlihat nilai r-squared sebesar 0.279112, artinya dalam jangka panjang kemampuan variabel independen defisit anggaran dalam mempengaruhi M1 di Indonesia sebesar 27,91% sedangkan sisanya 72,19% dijelaskan oleh error, dalam hal ini variabel di luar penelitian.

Setelah dilakukan estimasi jangka panjang, kemudian didapat residual dari hasil estimasi. Kemudian dilakukan pengujian unit root atau uji stasioneritas pada residual di tingkat level untuk melihat apakah persamaan tersebut telah terkointegrasi atau memiliki keseimbangan dalam jangka panjang. Residual tersebut nantinya akan diestimasi dalam jangka pendek sebagai variabel Error Correction Term (ECT). Hasil pengujian residual tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 6 : Hasil Pengujian Stasioner Residual Variabel Dependen Inflasi

Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon 5% Keterangan RESID -3.929581 -2.883753 Stasioner

Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017) Dari tabel 6 yang merupakan hasil dari pengujian residual dengan variabel dependen

inflasi, terlihat bahwa nilai absolut ADF lebih besar daripada nilai absolut MacKinnon. Hasil tersebut menyatakan bahwa residual dalam jangka panjang telah stasioner di tingkat level. Tabel 7 : Hasil Pengujian Stasioner Residual Variabel Dependen M1

Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon 5% Keterangan RESID -3.438427 -2.884477 Stasioner

Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017)

Page 10: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

Dari tabel 7 yang merupakan hasil dari pengujian residual dengan variabel dependen jumlah uang beredar (M1), terlihat bahwa nilai absolut ADF lebih besar daripada nilai absolut MacKinnon. Hasil tersebut menyatakan bahwa residual dalam jangka panjang telah stasioner di tingkat level.

Tabel 8 : Hasil Pengujian Stasioner Residual Variabel Dependen Suku Bunga

Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon 5% Keterangan RESID -3.157892 -2.883753 Stasioner

Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017)

Dari tabel 8 yang merupakan hasil dari pengujian residual dengan variabel dependen suku bunga, terlihat bahwa nilai absolut ADF lebih besar daripada nilai absolut MacKinnon. Hasil tersebut menyatakan bahwa residual dalam jangka panjang telah stasioner di tingkat level. Estimasi Error Correction Model

Model ECM mempunyai ciri khas dengan dimasukkannya unsur Error Correction Term (ECT)/Residual dalam model. Nilai koefisien ECT dapat memengaruhi seberapa cepat atau lambat keseimbangan dapat tercapai kembali. Untuk persamaan jangka pendek, cek speed of adjustment atau koefisien dari resid(-1). Nilai koefisien tersebut harus negatif dan signifikan (probabilitasnya berada di bawah 0.05). Kemudian setelah spesifikasi model valid, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis serta menentukan hubungan variabel dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Tabel 9 : Hasil Estimasi ECM dengan Variabel Dependen Inflasi

Dependent Variable: D(INFLASI) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.105054 0.083507 -1.258029 0.2107 D(LNDEFISIT) 0.003648 0.168881 0.021603 0.9828

ECT -0.138790 0.031386 -4.422002 0.0000 r-squared 0.136065

Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017) Berdasarkan tabel 9 terlihat nilai r-squared sebesar 0.136065, artinya dalam jangka pendek

kemampuan variabel independen defisit anggaran dalam mempengaruhi inflasi di Indonesia sebesar 13,6% sedangkan sisanya dijelaskan oleh error, dalam hal ini adalah variabel diluar penelitian. Tetapi dari hasil estimasi ECM ditemukan bahwa dalam jangka pendek variabel defisit anggaran berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap inflasi karena nilai t-hitung 0.021603 < nilai t-tabel sebesar 1.645.

Pada persamaan model dengan variabel dependen inflasi, nilai ECT (residual) adalah -0.138790 dengan nilai probabilitas 0.0000 < 0.05 yang berarti signifikan. Nilai koefisien ECT bertanda negatif dan signifikan secara statistik yang berarti model spesifikasi ECM yang digunakan dalam penelitian ini valid. Nilai koefisen ECT sebesar -0.138790 mempunyai makna bahwa -0.138790% dari ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang disesuaikan dalam waktu selama 14 bulan.

Tabel 10 : Hasil Estimasi ECM dengan Variabel Dependen M1

Dependent Variable: D(LNM1) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.011020 0.012720 4.050794 0.0001 D(LNDEFISIT) 0.027877 0.015481 3.437218 0.0131

ECT -0.016748 0.019808 -3.707488 0.0002 r-squared 0.132595

Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017)

Page 11: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

Berdasarkan tabel 10 terlihat nilai r-squared sebesar 0.132595, artinya dalam jangka pendek kemampuan variabel independen defisit anggaran dalam mempengaruhi jumlah uang beredar (M1) di Indonesia sebesar 13,2% sedangkan sisanya dijelaskan oleh error, dalam hal ini adalah variabel diluar penelitian. Secara individu untuk variabel independen defisit anggaran memiliki nilai nilai t-hitung 3.437218 > nilai t-tabel sebesar 1.645 sehingga diartikan bahwa defisit anggaran signifikan terhadap M1. Variabel defisit anggaran memiliki nilai koefisien yang positif sehingga dalam jangka pendek, apabila terjadi kenaikan 1 satuan perubahan defisit anggaran pada satu periode sebelumnya akan menyebabkan jumlah uang beredar (M1) meningkat sebesar 0.027877.

Pada persamaan model dengan variabel dependen M1, nilai ECT (residual) adalah -0.016748 dengan nilai probabilitas 0.0002 < 0.05 yang berarti signifikan. Nilai koefisien ECT bertanda negatif dan signifikan secara statistik yang berarti model spesifikasi ECM yang digunakan dalam penelitian ini valid. Nilai koefisen ECT sebesar -0.016748 mempunyai makna bahwa -0.016748% dari ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang disesuaikan dalam waktu selama 2 bulan. Tabel 11 : Hasil Estimasi ECM dengan Variabel Dependen Suku Bunga

Dependent Variable: D(SUKUBUNGA) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.060806 0.017640 -3.447126 0.0008 D(LNDEFISIT) 0.010212 0.035338 0.288983 0.7731

ECT -0.055166 0.011977 -4.605883 0.0000 r-squared 0.142498

Sumber: hasil olah data E-views 9 (2017)

Berdasarkan tabel 11 terlihat nilai r-squared sebesar 0.142498, artinya dalam jangka pendek kemampuan variabel independen defisit anggaran dalam mempengaruhi inflasi di Indonesia sebesar 14,2% sedangkan sisanya dijelaskan oleh error, dalam hal ini adalah variabel diluar penelitian. Tetapi dari hasil estimasi ECM ditemukan bahwa dalam jangka pendek variabel defisit anggaran berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap suku bunga karena nilai t-hitung 0.288983 < nilai t-tabel sebesar 1.645.

Pada persamaan model dengan variabel dependen suku bunga, nilai ECT (residual) adalah -0.055166 dengan nilai probabilitas 0.0000 < 0.05 yang berarti signifikan. Nilai koefisien ECT bertanda negatif dan signifikan secara statistik yang berarti model spesifikasi ECM yang digunakan dalam penelitian ini valid. Nilai koefisen ECT sebesar -0.055166 mempunyai makna bahwa -0.055166% dari ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang disesuaikan dalam waktu selama 5 bulan. Analisis Perkembangan Defisit Anggaran Berpengaruh terhadap Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar (M1)

Pada penelitian ini hasil dari olah data disebutkan bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang defisit anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar (M1) dalam rentang waktu penelitian yaitu tahun 2006 hingga 2016. Pada jangka pendek, defisit anggaran dapat memengaruhi pertumbuhan jumlah uang beredar sebesar 13,2 persen. Selebihnya pertumbuhan jumlah uang beredar dapat dipengaruhi oleh variabel lain di luar defisit anggaran. Hal ini berarti sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa adanya peningkatan defisit anggaran maka akan menyebabkan peningkatan M1.

Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian lain (Aghevli dan Khan, 1978; Parida et al, 2001; Lozano, 2008; Tiwari et al, 2012) yang menggunakan studi kasus di negara-negara berkembang yang menyatakan bahwa defisit anggaran memberikan dampak terhadap pertumbuhan jumlah uang beredar. Pada kasus di negara berkembang, Pemerintah meningkatkan belanja negara (pengeluaran pemerintah) dalam mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi untuk meredam dampak dari faktor eksternal seperti gejolak perekonomian dunia termasuk perubahan kebijakan dari The Fed yang secara tidak langsung akan berdampak pada realisasi defisit anggaran.

Adanya pertumbuhan M1 akibat defisit anggaran ditimbulkan dari segi pembiayaan. Dalam rentang tahun 2006 hingga 2016 pembiayaan dalam negeri lebih besar bagiannya dibandingkan

Page 12: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

dengan pembiayaan luar negeri. Pembiayaan dalam negeri paling besar rasionya terdapat pada Surat Berharga Negara (bond financed). Dampak dari defisit anggaran terhadap jumlah uang beredar di Indonesia melalui bond financed bisa dengan dua cara. Cara yang pertama adalah bank sentral melakukan salah satu kebijakan moneter yang berkaitan dengan pengelolaan jumlah uang beredar yaitu operasi pasar terbuka (open market policy). Dalam praktiknya ketika pemerintah menerbitkan surat berharga dan kemudian bank sentral membeli surat berharga tersebut maka dipastikan jumlah uang beredar (M1) akan bertambah di masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika adanya pembiayaan defisit anggaran yang tinggi dibiayai diikuti dengan kenaikan penerbitan SBN, maka jumlah uang beredar di masyarakat juga akan meningkat. Kemudian untuk yang kedua adalah melalui kepemilikan asing pada obligasi pemerintah (SBN). Investor asing yang ingin membeli SBN akan membayar obligasi tersebut dengan mata uang negaranya (mata uang asing). Karena nilai tukar rupiah lebih lemah jika dibandingkan dengan mata uang asing, maka ketika mata uang asing tersebut dikonversikan ke dalam rupiah akan terjadi penambahan terhadap jumlah uang beredar (M1). Analisis Perkembangan Defisit Anggaran Tidak Berpengaruh terhadap Inflasi

Hasil estimasi ECM dalam jangka pendek menunjukkan bahwa defisit anggaran berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap inflasi. Namun, pada kedua variabel terdapat signifikansi adanya hubungan jangka panjang. Hal ini berarti menolak hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa adanya pengaruh peningkatan defisit anggaran maka akan menyebabkan kenaikan inflasi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Mukhtar dan Zakaria (2010); Tiwari et al (2012); Hoang (2014); Saysombath dan Kyophilavong (2014) di negara-negara berkembang. Dalam mengatasi tingginya inflasi akibat monetisasi maka independensi bank sentral berperan sangat besar di dalamnya. Hal tersebut juga berlaku di negara maju yang memiliki perekonomian terbuka dengan nilai tukar tetap (hard pegs) dan kredibilitas kebijakan moneter yang baik dimana institusi di negara tersebut mempunyai batasan terhadap dominasi fiskal dan financial deepening pada pasar uang (Catao dan Terrones, 2003). Dengan adanya kredibilitas moneter dan independensi bank sentral yang baik maka saat dihadapkan dengan ketidakseimbangan fiskal yang cukup besar, bank sentral tetap mampu untuk mempertahankan kebijakan moneter yang baik. Hal ini dilakukan untuk menimalisir adanya monetisasi utang publik sehingga otoritas fiskal disarankan untuk kembali ke jalur utang berkelanjutan (Bassetto dan Butters, 2010). Inflasi yang tinggi akibat defisit anggaran juga bisa disebabkan oleh pembiayaan dengan cara pembelian obligasi pemerintah oleh bank sentral. Bank sentral yang membeli obligasi dalam jumlah besar akan berdampak pada jumlah uang beredar di masyarakat sehingga timbul inflasi. Namun, karena outstanding Surat Berharga Negara (SBN) nilainya kecil maka hal ini tidak berdampak pada inflasi.

Selain itu dalam jangka pendek, adanya fluktuasi dari pergerakan inflasi tidak disebabkan oleh defisit anggaran melainkan melalui pergerakan kelompok administered price dan volatile food (cost push inflation). Kelompok yang tergolong dalam volatile foods adalah harga-harga barang yang tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK). Sedangkan untuk kelompok administered price terdapat beberapa contoh yang terjadi di Indonesia. Misalnya ketika harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mengalami kenaikan seperti di tahun 2013. Oleh karena itu, biasanya jika pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi, maka akan berpotensi menaikkan inflasi di dalam negeri.

Mengenai inflasi inti, ternyata inflasi inti mengalami perlambatan yang dikarenakan harga komoditas global yang rendah, permintaan domestik yang masih lemah, dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Melambatnya inflasi inti sejalan dengan tekanan kenaikan biaya input (cost push) yang tidak terlalu besar. Ekspektasi inflasi yang terkendali berperan penting dalam mendorong terjaganya inflasi inti. Namun demikian, terdapat indikasi bahwa negara-negara yang mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF) termasuk Indonesia mengalami penurunan ekspektasi yang lebih signifikan. Ekspektasi inflasi akan semakin terjangkar apabila sasaran inflasi mampu dicapai secara konsisten sehingga kredibilitas bank sentral dan kebijakan moneter semakin meningkat.

Namun, disisi lain ternyata defisit anggaran ada hubungan jangka panjang terhadap inflasi. Pengaruhnya cukup besar yaitu sebesar 32 persen. Lambat laun, defisit anggaran yang semakin meningkat dari tahun ke tahun karena adanya peningkatan pengeluaran pemerintah atau belanja negara akan meningkatkan permintaan agregat di masyarakat akan barang dan jasa yang diikuti dengan pertumbuhan uang beredar. Karena permintaan tersebut tidak didukung oleh pertumbuhan

Page 13: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

penawaran agregat, maka barang dan jasa mengalami kenaikan harga. Hal inilah sebabnya mengapa harga-harga dari tahun ke tahun semakin meningkat. Analisis Perkembangan Defisit Anggaran Tidak Berpengaruh terhadap Suku Bunga

Hasil estimasi ECM pada model pengaruh defisit anggaran terhadap suku bunga menunjukkan hasil adanya pengaruh positif tetapi tidak signifikan dalam jangka pendek dan kedua variabel signifikan dalam hubungan jangka panjang. Hal ini berarti menolak hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa pengaruh peningkatan defisit anggaran maka akan menyebabkan kenaikan suku bunga (BI rate).

Pada dasarnya, suku bunga BI rate diarahkan secara konsisten untuk mengendalikan inflasi sesuai dengan target sasaran. Apabila inflasi telah bergerak secara kondusif maka hal tersebut akan memberikan ruang pada suku bunga untuk menurunkan BI rate. Meskipun dengan adanya dampak negatif dari pelebaran defisit anggaran dapat mengancam ketersediaan likuiditas di pasar keuangan dan menghambat turunnya suku bunga perbankan, hal tersebut telah dapat diantisipasi oleh konsumen perbankan dan didukung dengan kondisi perkonomian yang baik.

Tujuan defisit anggaran Indonesia lebih menerapkan untuk adanya peningkatan kualitas belanja negara untuk membiayai pembangunan. Dalam pembayaran utang untuk pembiayaan defisit anggaran tersebut, Pemerintah menggunakan bond financed alias menggunakan surat berharga sebagai pembayaran. Sejatinya, menurut perspektif teori Neoklasik, defisit anggaran dapat menyebabkan adanya crowding out atau tingkat suku bunga akan naik. Apabila defisit anggaran dibiayai dengan penerbitan obligasi negara maka permintaan untuk kredit mengalami kenaikan. Penerbitan obligasi negara dalam jumlah besar di dalam pasar modal dan pasar uang yang belum berkembang akan memberikan tekanan yang kuat terhadap anggaran dan mendesak keluar (crowd out) pasar keuangan (Waluyo, 2006). Namun yang terjadi adalah dalam jangka pendek, meskipun defisit anggaran dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah surat berharga yang diterbitkan, tetapi hal ini tidak berdampak pada suku bunga BI rate. Hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh nilai outstanding obligasi yang lebih kecil dari kapitalisasi saham. Outstanding surat berharga pemerintah di Indonesia memang naik dari tahun ke tahun tetapi masih kalah jumlah dibandingkan dengan nilai kapitalisasi saham. Hal ini disebabkan pula karena masyarakat lebih banyak memilih untuk berinvestasi saham jika dibandingkan dengan pembelian surat berharga. Karena nilai outstandingnya yang sedikit maka dari itu pergerakannya dalam memengaruhi suku bunga BI rate baik secara langsung maupun tidak langsung masih belum bisa terlihat nyata.

Dalam jangka panjang, defisit anggaran memiliki hubungan terhadap suku bunga. Pengaruh defisit anggaran terhadap suku bunga dalam jangka panjang sebesar 27 persen. Hal ini disebabkan karena jika dalam jangka panjang muncul peningkatan defisit anggaran yang dapat memicu kenaikan inflasi, maka suku bunga akan bereaksi. Hal tersebut akan mendorong bank sentral dalam mendorong tingkat suku bunga (BI rate). Selain itu juga dapat dilihat dari pertumbuhan tingkat outstanding obligasi yang diperdagangkan. Jika dari tahun ke tahun semakin meningkat untuk menutupi pembiayaan defisit anggaran tanpa adanya kontrol dari Pemerintah maka hal tersebut dapat mendesak pasar keuangan dalam peningkatan suku bunga. Hal ini senada dengan hasil penelitian Parida et al (2001) dan Tiwari et al (2012) di India yang menggunakan bond financed dalam pembiayaan defisit anggaran dalam jumlah besar. Akibat adanya kejadian tersebut di India terjadi peningkatan suku bunga.

E. PENUTUP

Kesimpulan 1. Dari hasil estimasi pada ketiga model, variabel defisit anggaran berpengaruh terhadap variabel

inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga. Data variabel yang digunakan tidak stasioner pada tingkat level sehingga kemudian dilanjutkan pada pengujian pada tingkat first difference. Pada hasil uji kointegrasi, defisit anggaran berpengaruh dalam jangka panjang terhadap ketiga variabel dan dari hasil estimasi error correction model (ECM) untuk jangka pendek variabel defisit anggaran hanya berpengaruh pada jumlah uang beredar (M1).

2. Defisit anggaran menunjukkan pengaruh signifikan positif terhadap jumlah uang beredar (M1) dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini memiliki implikasi bahwa kenaikan defisit anggaran diikuti dengan kenaikan jumlah uang beredar (M1). Defisit anggaran memengaruhi pertumbuhan jumlah uang beredar (M1) melalui pembiayaan utang dengan cara bond financed

Page 14: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

atau menerbitkan surat berharga pemerintah baik melalui pembelian surat berharga pemerintah oleh bank sentral dimana dalam pembelian tersebut akan menambah jumlah uang beredar (M1) di masyarakat dan melalui kepemilikan asing pada surat berharga pemerintah.

3. Defisit anggaran menunjukkan pengaruh positif tetapi tidak signifikan dalam jangka pendek terhadap jumlah uang beredar (M1). Sedangkan dalam jangka panjang keduanya ada hubungan yang signifikan. Hal ini memiliki implikasi bahwa dalam jangka pendek, fluktuasi inflasi lebih dipengaruhi oleh administered prices dan volatile food dimana efeknya langsung terlihat jika dibandingkan dengan pengaruh dari defisit anggaran. Dalam jangka panjang, inflasi akan meningkat karena adanya pertumbuhan permintaan agregat akibat adanya pertumbuhan defisit anggaran sehingga akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa atau inflasi.

4. Defisit anggaran menunjukkan pengaruh positif tetapi tidak signifikan dalam jangka pendek terhadap suku bunga (BI rate). Sedangkan dalam jangka panjang keduanya ada hubungan yang signifikan. Hal ini memiliki implikasi bahwa dalam jangka pendek defisit anggaran tidak berpengaruh pada suku bunga karena outstanding dari obligasi yang jumlahnya masih sedikit jika dibandingkan dengan kapitalisasi saham. Selain itu pembiayaan dengan menggunakan SBN baru berlaku dari tahun 2005. Dalam jangka panjang, pengaruh defisit anggaran signifikan terhadap suku bunga karena dalam tahun ke tahun outstanding obligasi akan bertambah karena dianggap lebih menguntungkan daripada menggunakan utang luar negeri. Jika pembiayaan dengan obligasi ini naik tanpa adanya kontrol dari pemerintah, maka akan menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga.

Saran 1. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa defisit anggaran memengaruhi jumlah uang beredar

melalui pembiayaan defisit yang dilakukan dengan cara bond financed atau penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). SBN diterbitkan sebagai pinjaman negara yang bersumber dari para pemodal/investor baik dari dalam maupun luar negeri. Mobilisasi dana melalui pasar keuangan merupakan upaya peningkatan partisipasi masyarakat secara optimal dalam program pembiayaan pembangunan nasional melalui mekanisme pengelolaan APBN. Penerbitan SBN kepada publik merupakan salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan risiko keuangan bagi negara di masa mendatang karena bunga yang akan dibayar lebih rendah jika dibandingkan dengan pinjaman dari luar negeri. Terkait hal ini Pemerintah disarankan juga untuk memahami lebih jauh perlunya mengelola defisit anggaran dengan baik karena meskipun pembiayaan defisit sebagian besar melalui SBN memang menguntungkan, tetapi likuiditas jumlah uang beredar yang ada di masyarakat juga harus diperhatikan agar kebijakan penerbitan SBN yang ekspansif ini tidak berdampak negatif pada perekonomian negara.

2. Dalam menyempurnakan hasil penelitian ini, pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan lebih mengembangkan variabel makroekonomi yang digunakan sebagai dampak dari adanya defisit anggaran. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan dengan menggunakan metodelogi statistik yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, Arti. 1995. Is Public Debt Neutral? Evidence For Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, September 1995, hlm. 21-32.

Aghevli, Bijan B. dan Khan, Mohsin S. 1978. Government Deficits and the Inflationary Process in Developing Countries. IMF Working Paper Series, Vol. 25, (No. 3) : 383-415.

Aisen, Ari dan Hauner, David. 2008. Budget deficits and Interest rates: A Fresh Perspective. IMF Working Paper Series, Vol. 8, (No. 42) : 2501–2510.

Andrian, Nanang. 2011. Defisit Anggaran, Pertumbuhan Uang dan Inflasi di Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Barro, Robert J. 1989. The Ricardian Approach to Budget Deficits. Journal of Economic Perspectives, Vol. 3, (No. 2) : 37–54.

Barsky, Robert B., Mankiw, N. Gregory, dan Zeldes, Stephen P. 1986. Ricardian Consumers with Keynesian Propensities. American Economic Review, Vol. 76, (No. 4) : 676–691.

Page 15: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

Bassetto, Marco dan Butters, R. Andrew. 2010. What is the relationship between large deficits and inflation in industrialized countries?. Economic Perspectives Federal Reserve Bank of Chicago, (No. 3) : 83–100.

Bernheim, B. Douglas. 1989. A Neoclassical Perspective on Budget Deficits. Journal of Economic Perspectives, Vol. 3, (No. 2) : 55–72.

Bovenberg, A. Lans. 1988. Long-Term Interest Rates in the United States: An Empirical Analysis. IMF Working Paper Series, Vol. 35, (No. 2) : 382–390.

Cacy, J. A. 1975. Budget Deficits and The Money Supply Monthly Review. Federal Reserve Bank of Kansas City Monthly Review, hlm. 3-9.

Catao, Luis A.V., dan Terrones, Marco E. 2003. Fiscal deficits and inflation. IMF Working Paper Series, Vol. 8, (No. 65) : 1–32

Chakraborty, Lekha S. 2002. Fiscal Deficit and Rate of Interest: An Econometric Analysis of the Deregulated Financial Regime. Economic and Political Weekly, Vol. 37, (No. 19) : 1831–1838.

Efdiono. 2013. Analisis Dampak Defisit Anggaran terhadap Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Studi Kasus Tahun 1990-2011. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

Emmanuel, Umeora C. dan Jackson, Ikeora E. 2016. Effects of Government Fiscal Deficits on Money Supply in Nigeria 1970-2014. International Journal For Research In Business, Management and Accounting, Vol. 2, (No. 6) : 57–67.

Engen, Eric dan Hubbard, R. Glenn. 2004. Federal Government Debts and Interest Rates. NBER Working Paper, (No. 10681) : 1–71.

Evans, Paul. 1985. Do Large Deficits Produce High Interest Rates?. American Economic Review, Vol. 75, (No. 1) : 68–87.

Ezeabasili, Vincent N., Mojekwu, Joseph N., dan Herbert, Wilson E. 2012. An Empirical Analysis of Fiscal Deficits and Inflation in Nigeria. International Business and Management, Vol. 4, (No. 41) : 105–120.

Froyen, Richard T. 2002. Macroeconomics: Theories and Policies. 7th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Goyal, Rajan. 2004. Does Higher Fiscal Deficit Lead to Rise in Interest Rates? Economic and Political Weekly, Vol. 39, (No. 21) : 2128–2133.

Habibullah, Muzafar S., Cheah, C. K., dan Baharom, A. H. 2011. Budget Deficits and Inflation in Thirteen Asian Developing Countries. International Journal of Business and Social Science, Vol. 2, (No. 9) : 192–204.

Hoang, Khieu Van. 2014. Budget deficit, money growth and inflation: Empirical evidence from Vietnam. Munich Personal RePEc Archive, (No. 54488) : 1–35.

Ishaq, Tahira dan Mohsin, Hasan M. 2015. Deficits and inflation; Are monetary and financial institutions worthy to consider or not?. Borsa Istanbul Review, Vol. 15, (No. 3) : 180–191.

Laubach, Thomas. 2003. New Evidence on the Interest Rate Effects of Budget Deficits and Debt. Board of Governors of the Federal Reserve System. FEDS Working Paper, Vol. 12 : 1–20.

Lozano, Ignacio. 2008. Budget deficit, money growth and inflation: evidence from the Colombian case. Money Affairs Banco de La República, Vol. 22, (No. 1) : 65–95.

Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Maryatmo, R. 2004. Dampak Moneter Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah dan Peranan Asa

Nalar dalam Simulasi Model Makro-Ekonomi Indonesia (1983:1-2002:4). Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 7, (No. 2) : 297–322.

Metin, Kivilcim. 1998. The Relationship Between Inflation and the Budget Deficit in Turkey. Journal of Business and Economic Statistics, Vol. 16 : 412–422.

Mukhtar, Tahir dan Zakaria, Muhammad. 2010. Budget Deficit, Money Supply and Inflation: The Case of Pakistan. Privredna Kretanja I Ekonomska Politika, Vol. 20, (No. 122) : 53–67.

Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter Buku 2. Yogyakarta: BPFE. Odionye, Joseph C., dan Uma, Kalu E. 2013. The Relationship Between Budget Deficit and

Interest Rate: Evidence from Nigeria. European Journal of Business and Social Sciences, Vol. 2, (No. 1) : 158–167.

Pamuji, Teguh. 2008. Analisis Dampak Defisit Anggaran Terhadap Ekonomi Makro di Indonesia (Tahun 1993-2007). Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

Page 16: ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INFLASI, …

Parida, Purna C., Mallick, H., dan Mathiyazhagan, Maathai K. 2001. Fiscal deficits, money supply and price level: empirical evidence from India. Journal of Indian School of Political Economy, Vol. 13, (No. 4) : 583–593.

Sargent, Thomas J. dan Neil Wallace. 1981. Some Unpleasant Monetary Arithmetic. Federal Reserve Bank of Minneapolis Quarterly Review (Fall), hlm. 1-17.

Saunders, Peter J. 1989. Federal Budget Deficits, Interest Rates, and Inflation: Their Implication for Growth. Eastern Economic Journal, Vol. 15, (No. 3) : 213–219.

Saysombath, Phouthanouphet dan Kyophilavong, Phouphet. 2014. An Examination of the Causal Relationship between Budget Deficit and Inflation: a Case Study of Lao PDR. Journal of Social and Development Sciences, Vol. 5, (No. 2) : 43–49.

Scarth, William. 2014. The Development of Modern Methods for Policy Analysis. Cheltenham: Edward Elgar Publishing UK.

Solomon, M., dan de Wet, W. A. 2004. The Effect of A Budget Deficit on Inflation: The Case of Tanzania. South African Journal of Economic and Management Science, Vol. 7, (No. 1) : 100–116.

Sriyana, Jaka. 2012. Dinamika Kinerja Fiskal di Indonesia. Yogyakarta: UII Press. Tanzi, Vito. 1985. Fiscal Deficits and Interest Rates in the United States: An Empirical Analysis,

1960-84. IMF Working Paper Series, Vol. 32, (No. 4) : 551–576. Tiwari, Aviral K., Tiwari, A. P., dan Pandey, Bharti. 2012. Fiscal Deficit and Inflation: What

Causes What? The Case of India. Journal of International Business and Economy, Vol. 13, (No. 1) : 57–81.

Waluyo, Joko. 2006. Pengaruh Pembiayaan Defisit Anggaran Terhadap Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Suatu Simulasi Model Ekonomi Makro Indonesia 1970 – 2003. KINERJA, Vol. 10, (No. 1) : 1-22.