22
Current Medical Treatment for Tuberculosis Department of Medicine, National Jewish Medical and Research Center Edward D Chan assistant professor of medicine Michael D Iseman professor of medicine National Jewish Medical and Research Center, 1400 Jackson St, Denver, CO 80206, USA 30 NOVEMBER 2002 Published in British Medical Journal (BMJ) (Pengobatan Terbaru Pada Tuberculosis) Sekitar sepertiga dari populasi dunia mempunyai TBC laten yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Sekitar 9 juta kasus TBC aktif muncul setiap tahunnya, dengan jumlah kematian sebesar 2-3 juta. Kebanyakan kasus baru terjadi di sebagian besar penduduk negara India dan Cina tapi tingkat tertinggi dapat terlihat di Sub Saharan Afrika, Indonesia, kepulauan Filipina, Afghanistan, Bolivia, dan Peru. Di daerah ini biasanya terdapat lebih dari 300 kasus per 100.000 kasus 1

an Terbaru Pada Tuberculosis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: an Terbaru Pada Tuberculosis

Current Medical Treatment for

TuberculosisDepartment of Medicine, National Jewish Medical and Research Center

Edward D Chan assistant professor of medicine

Michael D Iseman professor of medicine

National Jewish Medical and Research Center,

1400 Jackson St, Denver, CO 80206, USA

30 NOVEMBER 2002

Published in British Medical Journal (BMJ)

(Pengobatan Terbaru Pada Tuberculosis)

Sekitar sepertiga dari populasi dunia mempunyai TBC laten yang disebabkan

oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Sekitar 9 juta kasus TBC aktif muncul

setiap tahunnya, dengan jumlah kematian sebesar 2-3 juta. Kebanyakan kasus baru

terjadi di sebagian besar penduduk negara India dan Cina tapi tingkat tertinggi dapat

terlihat di Sub Saharan Afrika, Indonesia, kepulauan Filipina, Afghanistan, Bolivia,

dan Peru. Di daerah ini biasanya terdapat lebih dari 300 kasus per 100.000 kasus per

tahun. Meskipun kejadian tuberkulosis menurun di Amerika Utara dan Eropa Barat

pada pertengahan abad ke 20, tetapi kasus ini mengalami peningkatan dalam 10 tahun

terakhir karena imigrasi, HIV / AIDS, dan program pengendalian TB yang tidak

sesuai. Faktor penting dalam mengendalikan terjadinya peningkatan TB adalah

perawatan tepat yang tidak hanya mencakup suatu regimen yang efektif tetapi juga

kepatuhan dan respon terhadap pengobatan. Jurnal ini membahas tentang

rekomendasi perawatan saat ini terhadap TB.

1

Page 2: an Terbaru Pada Tuberculosis

Sumber dan Kriteria Seleksi

Peneliti melakukan pencarian Medline dari 10 tahun terakhir dengan

menggunakan kata kunci "TBC dan pengobatan atau terapi obat " untuk mencari

literatur terkait. Peneliti juga melakukan pencarian bibliografi dari artikel tentang

pengobatan TB untuk mendapatkan referensi yang relevan.

Prinsip-Prinsip Kemoterapi dan Regimen Multidrugs

Pengobatan menggunakan lebih dari satu obat didasarkan pada dua prinsip

yaitu mencegah resistensi obat dan meningkatkan keberhasilan. Tuberclle bacilli

dapat mengalami mutasi kromosom yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap

setiap obat yang dipakai untuk mengobati tuberkulosis. Untungnya, mutasi ini jarang

terjadi. Karena mutasinya bersifat tidak berhubungan (dalam hal ini adalah lokasi

kromosom atau fungsi) dan spesifik untuk suatu obat atau golongan obat maka

mustahil dapat terjadi organisme resisten terhadap obat yang lain. Resistensi obat

hampir selalu disebabkan oleh pengobatan yang tidak adekuat. Hal ini mencakup

ketidakterturan pasien untuk meminum obat yang diresepkan, kegagalan dokter untuk

meresepkan obat secara tepat, kegagalan sistem perawatan kesehatan dalam

menyediakan obat-obatan, atau malabsorpsi obat karena disfungsi sistem pencernaan

atau obat tersebut memiliki bioavaibilitas yang dibawah standard.

Pengobatan dengan obat kombinasi (tabel 1) berguna untuk mempercepat

respon pengobatan dan untuk mempersingkat waktu pengobatan. Rifampisin dan

isoniazid adalah obat-obatan utama yang digunakan saat ini, rifampisin memiliki

peranan penting dalam mengurangi waktu pengobatan dan mempunyai hasil yang

cukup memuaskan. Regimen pengobatan dengan rifampisin dan isoniazid selama 9

bulan atau bersamaan dengan streptomisin atau etambutol, atau keduanya,

diperkirakan dapat menyembuhkan lebih dari 95% pasien.

2

Page 3: an Terbaru Pada Tuberculosis

Penelitian dari UK's Medical Research Council menunjukkan bahwa, jika

pyrazinamide dimasukkan dalam pengobatan selama dua bulan pertama, maka waktu

pengobatan dapat dikurangi sampai enam bulan dengan tingkat kesembuhan tetap

sebesar 95% atau lebih.

Regimen pengobatan rifampisin, isoniazid, dan pyrazinamide yang diberikan

kepada pasien dengan strain bacilli yang resisten terhadap isoniazid akan

mengakibatkan kegagalan pengobatan dan resistensi terhadap rifampisin. Oleh karena

itu, pada tahun 1994 American Thoracic Society dan US Centers for Disease Control

and Prevention merekomendasikan obat keempat yaitu ethambutol yang sebaiknya

diberikan pada pasien dengan basil yang mudah terjadi resistensi. Individu tersebut

mungkin merupakan imigran dari daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi

atau individu dengan riwayat predisposisi terjadinya resistensi. Obat keempat ini

harus diberikan pada daerah-daerah yang mempunyai tingkat resistensi sebesar 4%

atau lebih. Pada tahun 1998, British Thoracic Society menganjurkan regimen empat

obat sebagai fase awal pengobatan.

3

Page 4: an Terbaru Pada Tuberculosis

Semua pasien tuberculosis dianjurkan untuk melakukan tes HIV. Suplemen

piridoksin (Vitamin B6) diberikan pada pasien yang memakai isoniazid untuk

mencegah terjadinya peripheral neuritis. Pasien dengan risiko terjadi neuropati,

pasien yang kurang gizi atau hamil harus mendapat perhatian khusus. Dianjurkan

dilakukan tes fungsi hati dan pemantauan secara rutin karena terdapatnya potensi

hepatotoksisitas dari isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid. Risiko terjadinya

kerusakan hati kurang dari 1%, tetapi gejala ringan asymptomatic yang berupa

peningkatan konsentrasi transaminase darah dapat terjadi pada 20% pasien. Dosis

ethambutol harus disesuaikan untuk pasien dengan kerusakan ginjal. Selain itu,

pasien yang diberikan ethambutol harus diperiksa ketajaman penglihatan sejak awal

dan dimonitor setiap bulan. Pasien dianjurkan untuk segera ke dokter jika terdapat

gangguan penglihatan.

Pasien TB tidak diindikasikan secara rutin untuk dirawat di rumah sakit

kecuali terdapat penyakit yang memerlukan perawatan, terdapat gangguan psikososial

atau pasien yang memiliki faktor predisposisi terhadap hasil terapi jangka pendek

yang buruk seperti limfopenia, usia lanjut, atau pengguna alkohol. Untuk mencegah

penularan nosokomial, pasien TB harus ditempatkan di kamar tekanan negatif dengan

ventilasi udara yang baik. Hal ini bertujuan untuk menyaring atau mematikan tubercle

bacilli dengan radiasi sinar ultraviolet.

Obat lini pertama dan toksisitas obat dapat dilihat pada tabel 2. Regimen

pengobatan yang tercantum dalam tabel 1 mempunyai tingkat kekambuhan kurang

dari 5%. Beberapa pedoman mengatakan bahwa tidak diperlukan surveilans setelah

pengobatan, terutama bila obat diberikan di bawah supervisi. Sebaliknya, pasien

harus diinstruksikan untuk kembali ke klinik atau dokter setelah perawatan jika sudah

terjadi perubahan status klinis. Untuk mengetahui hal ini maka harus dilakukan

pemeriksaan dahak dan rontgen dada.

4

Page 5: an Terbaru Pada Tuberculosis

Ketidakpatuhan Pengobatan dan Directly Observed Treatment (DOT)

Beberapa pasien TB dengan penyakit kronis akan gagal untuk mengambil

obat. Terdapat filsafat dan praktek unik dari kesehatan masyarakat. Misalnya,

masyarakat di negara-negara industri mengharapkan adanya udara yang bebas dari

TB, begitupun untuk air yang bebas dari potensi penyebaran patogen seperti typhus

dan kolera. Hal ini mengakibatkan diterapkannya program pengobatan, karantina,

atau bahkan perawatan jangka pendek pada pasien di Amerika Serikat atau beberapa

negara lainnya.

Program DOT menggunakan perawat atau wali untuk mengawasi pasien

meminum obat, daripada mengandalkan pasien untuk minum obat sendiri. Telah

digunakan regimen intermiten untuk memudahkan sistem DOT. Dua regimen

intermiten dapat dilihat dalam tabel 1; Regimen pengobatan 6 bulan telah terbukti

mempunyai keberhasilan terapi yang sebanding dengan pengobatan harian. Para

5

Page 6: an Terbaru Pada Tuberculosis

pasien juga dapat datang ke sebuah fasilitas kesehatan (clinic based DOT) atau

tempat-tempat lain misalnya, di rumah, kantor, atau tempat berteduh (community

based DOT). (Gambar 1). Penggunaan obat kombinasi, misalnya isoniazid dan

rifampisin (Rifamate) dan isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid (Rifater) dapat

meningkatkan kepatuhan. Kombinasi obat tersebut belum terbukti menguntungkan

karena mengingat peningkatan biaya dan kurangnya kemampuan untuk membedakan

obat mana yang bertanggung jawab terhadap toksisitas atau intoleransi.

DOT sangat efektif untuk menetukan keberhasilan suatu pengobatan. Suatu

perbandingan antara pengobatan sistem DOT dengan pengobatan sendiri

menunjukkan bahwa keberhasilan pengobatan secara signifikan lebih tinggi pada

pengobatan sistem DOT. (Gambar 2). Beberapa peneliti berpendapat bahwa sistem

DOT merupakan pelanggaran terhadap kebebasan individu, tetapi di sisi lain DOT

dirancang sebagai program untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan sebagai

manifestasi dari pelayanan komunitas. Keberhasilan program DOT menyediakan

berbagai insentif dan enabler (praktek yang memfasilitasi program perawatan) untuk

menciptakan suasana “consumer friendly.” Insentif dapat berupa penghargaan yang

bertujuan untuk membuat pasien bersedia menerima pengobatan, misalnya,

penyediaan layanan sosial, pemberian kupon makanan, bantuan perumahan atau

6

Page 7: an Terbaru Pada Tuberculosis

dalam beberapa kasus dengan pemberian uang tunai. Beberapa enabler memfasilitasi

pengobatan dengan praktek selama jam kerja, berada di lokasi yang mudah dicapai,

dan memberikan bantuan transportasi, perawatan anak di klinik anak, atau pelayanan

komprehensif seperti pemeriksaan radiologi, darah dan sputum.

Adanya kekhawatiran bahwa pemerintah tidak mampu melaksanakan program

DOT, tetapi analisis terbaru menunjukkan bahwa pengobatan yang tepat, pencegahan

kekambuhan, dan pengurangan kasus resistensi obat dapat memberikan dampak yang

baik bagi masyarakat. Hasil dari program DOT dapat dilihat dengan pengurangan

jumlah kasus tuberkulosis di tahun 1990-an di Amerika Serikat, bersamaan dengan

peningkatan proporsi pasien yang menerima DOT pada tahun 1990-2000 dari 4%

menjadi 70%. Dari tahun 1995 sampai 2000, tingkat TBC di Amerika Serikat turun

rata-rata 7,8% per tahun. Meskipun bukan hanya penerapan sistem DOT pada periode

ini (Langkah-langkah perbaikan untuk membatasi penularan nosokomial juga

diperkenalkan), peneliti percaya bahwa DOT adalah faktor utama yang dapat

menekan peningkatan kasus tuberculosis.

7

Page 8: an Terbaru Pada Tuberculosis

Pengobatan Terhadap Kelompok yang Berbeda

Pengobatan di Negara Berkembang

Secara teori, diagnosis dan pengobatan TB adalah sama antara negara

berkembang dengan negara industri, tetapi dengan adanya keterbatasan ekonomi

berarti bahwa secara signifikan terdapat perbedaan dalam prakteknya. Seperti yang

dianjurkan oleh kebijakan WHO mengenai sistem DOTS bahwa pemeriksaan

mikroskopis dahak merupakan diagnosis utama dan seringkali menjadi diagnosis

satu-satunya di negara dengan keterbatasan sumber daya. Hal ini memiliki beberapa

keterbatasan: pertama, diagnosis dari pemeriksaan mikroskopis dahak tidak

terkonsentrasi kurang sensitif jika dibandingkan pemeriksaan dengan BTA

terkonsentrasi (lebih baik) atau dengan kultur sputum (terbaik); kedua, diperlukan

kultur tubercle bacilli untuk deteksi dini resistensi obati. Banyak negara-negara

miskin menggunakan regimen obat ekonomis yang terdiri dari isoniazid dan

thiacetazone yang diberikan selama 15 sampai 18 bulan, dengan total biaya hanya US

$ 10 - 15 per orang. Meskipun regimen ini menarik dalam hal biaya tetapi tidak

dianjurkankan karena memakan waktu pengobatan yang lebih lama dan tidak efektif

terhadap resistensi isoniazid. Regimen thiacetazona memiliki resiko yang besar

terhadap kerusakan kulit pada pasien AIDS. Sekarang sebagian besar negara telah

mengembangkan regimen pengobatan 6 bulan menurut standard WHO, yang

mencakup isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Karena rifampisin

memiliki efek resistensi yang besar maka penggunaan rifampisin harus berada dalam

pengawasan sistem DOT.

Pengobatan HIV dan TB

Pengobatan terhadap pasien dengan TB dan AIDS menimbulkan empat kunci

perhatian. Pertama, pasien mungkin gagal dalam absoprsi obat antituberkulosis yang

dapat meningkatkan resiko kegagalan pengobatan, kekambuhan, dan terjadinya

resistensi obat. Kedua, reaksi antara obat ARV dan antituberculosis dapat

8

Page 9: an Terbaru Pada Tuberculosis

meningkatkan resiko toksisitas dan resistensi obat. Peneliti menganjurkan bahwa

pasien dengan TB dan AIDS sebaiknya ditangani oleh dokter yang memiliki

pengalaman khusus. Ketiga, karena ARV mempengaruhi jumlah limfosit CD4 dan

fungsi kekebalan tubuh maka hal ini dapat memperburuk gejala atau manifestasi

lainnya misalnya semakin bertambahnya infiltrat pada waktu dilakukan rontgen dada,

terjadi efusi pleura atau perikardial, pembengkakan pada kelenjar getah bening.

Penundaan pengobatan ARV sampai pasien telah menjalani beberapa bulan

pengobatan TB dapat mengurangi resiko tersebut tetapi tidak sepenuhnya meniadakan

bahaya. Keempat, pasien memiliki kecenderungan terjadinya kekambuhan. Walaupun

begitu, berdasarkan pedoman 1994 dari US Centers for Disease Control and

Prevention dan the American Thoracic Society merekomendasikan regimen obat

standard selama 6 bulan, dengan peringatan bahwa pengobatan harus diperpanjang

pada pasien dengan “slow responders”.

Pengobatan Multidrug-Resistant Tuberculosis

Multidrug-Resistant Tuberculosis yang terjadi akibat strain TB yang resisten

terhadap isoniazid dan rifampisin memiliki peranan klinis yang penting karena secara

substansial dapat meningkatkan resiko kegagalan pengobatan, resistensi lebih lanjut,

dan kematian. Prevalensi ini bervariasi secara luas dan umumnya mencerminkan

kurang terorganisirnya pengobatan. Orang-orang yang termasuk dalam risiko ini

adalah mereka dengan riwayat pengobatan tuberculosis sebelumnya, yang berasal

dari daerah berisiko tinggi, dan pasien atau pekerja kesehatan (rumah sakit, klinik,

penjara, atau rumah jompo) di mana telah terdapat transmisi epidemi strain resisten.

Terapi awal untuk pasien dengan Multidrug-Resistant Tuberculosis menggunakan

regimen pengobatan empiris, terutama jika pasien memiliki penyakit paru-paru atau

extrapulmonary yang luas dan berbahaya seperti tuberkulosis miliaria atau meningitis

TB. Untuk pasien dengan penyakit tersebut harus diberikan sedikitnya empat obat

yang rentan tergadap mycobakteri tersebut biasanya berupa tiga obat oral dan satu

obat injeksi. Umumnya, obat injeksi seperti aminoglikosida diberikan selama tiga

9

Page 10: an Terbaru Pada Tuberculosis

sampai enam bulan setelah terjadi konversi kultur sputum dari yang positif

M.Tuberculosis menjadi negatif, dan pasien harus minum obat oral selama 15-18

bulan setelah terjadi konversi sputum. Pengobatan terhadap pasien dengan infeksi

laten Multidrug-Resistant Tuberculosis menimbulkan masalah karena hanya isoniazid

dan rifampisin yang dapat digunakan secara tepat dan luas. Sebuah Delphi survey

gagal untuk mendefinisikan suatu konsensus untuk penanganan pasien dengan

Multidrug-Resistant Tuberculosis, meskipun kombinasi pirazinamid dan

ciprofloxacin dapat bermanfaat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi

pirazinamid dan ofloksasin terbukti memiliki efek intramacrophage

antimycobacterial.

Sehubungan dengan hepatotoksisitas berat yang terjadi akibat pencegahan

dengan obat pirazinamid dan rifampicin atau pirazinamid dan fluorokuinolon tetapi

fluorokuinolon monoterapi tanpa pirazinamid dapat dipertimbangkan untuk diberikan

pada orang dengan konversi tes kulit tuberkulin.

Potensi Kemoterapi

Menurut prinsip seleksi alam Darwin, jenis obat yang resisten terhadap

tuberkulosis akan terus berkembang. Fluoroquinolones adalah obat baru yang paling

menjanjikan untuk pengobatan tuberculosis. Terapi tambahan seperti oxaolidinones

(misalnya linezolid), dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan

meningkatkan efektifitas dari vaksin BCG atau vaksin Mycobacterium vaccae, baik

dengan atau tanpa augmentasi sitokin.

Harapan Masa Depan

Tantangan langsung terhadap program penanganan tuberkulosis meliputi

pengembangan regimen kuratif yang lebih singkat dan frekuensi minum obat yang

lebih jarang. Diharapkan regimen pengobatan yang akan datang memiliki kedua fitur

tersebut yaitu regimen pengobatan sekali seminggu dengan masa pengobatan hanya

empat bulan. Regimen tersebut memerlukan pemantauan komplikasi. Isu jangka

10

Page 11: an Terbaru Pada Tuberculosis

panjang adalah pengembangan perbaikan vaksin yang akan berdampak

epidemiologis. BCG dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pada bayi namun

memiliki pengaruh yang kecil terhadap orang dewasa. Sayangnya, karena penyebaran

infeksi saat ini cukup luas maka pengembangan perbaikan vaksin tidak akan

berdampak langsung. Akhirnya, penting untuk dikembangkan obat baru, terjangkau

dan obat non toksik untuk menggantikan obat-obat yang sudah resisten.

Kesimpulan

Banyak orang di dunia mengidap tuberculosis aktif atau laten, dan jumlah

kasus yang aktif diperkirakan akan mengalami peningkatan di waktu yang akan

datang. Penyebab tersering dari kegagalan pengobatan dan terjadinya resistensi obat

adalah ketidakpatuhan. DOTS merupakan program yang efektif untuk mengatasi

masalah ketidakpatuhan; regimen intermitent merupakan bagian dari program DOTS.

Pemeriksaan kerentanan Mycobacterium tuberculosis terhadap suatu obat sangat

penting untuk mengidentifikasi resistensi obat. Penanganan Multidrugs-Resistant

Tuberculosis sangat kompleks dan sebaiknya ditangani dengan suatu program khusus.

11

Page 12: an Terbaru Pada Tuberculosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Iseman MD, Chan ED. Current Medical Treatment for Tuberculosis. BMJ

2002;325:1282–6

2. Raviglione MC, Snider DEJ, Kochi A. Global epidemiology of tuberculosis:

morbidity and mortality of a worldwide epidemic. JAMA 1995;273:2206.

3. WHO report 2002: Global tuberculosis control: surveillance, planning,

financing. Geneva:World Health Organization, 2002.

4. Burwen DR, Bloch AB, Griffin LD, Ciesielski CA, Stern HA, Onorato IM.

National trends in the concurrence of tuberculosis and acquired

immunodeficiency syndrome. Arch Intern Med 1995;155:12816.

5. Cantwell MF, Snider DEJ, Cauthen GM, Onorato IM. Epidemiology of

tuberculosis in the United States, 1985 through 1992. JAMA 1992;272:5359.

6. David HL. Probability distribution of drugresistant mutants in unselected

populations of Mycobacterium tuberculosis. Appl Microbiol 1970;20:8104.

7. Mitchison DA. Basic concepts in the chemotherapy of tuberculosis. In:

Gangadharam PRJ, Jenkins PA, eds. Mycobacteria. II. Chemotherapy. New

York: Chapman & Hall, 1998:1550.

8. Hong Kong Chest Service/British Medical Research Council. Controlled trial

of 6month and 8month regimens in the treatment of pulmonary tuberculosis:

the results up to 24 months. Tubercle 1979;60:20110.

9. Hong Kong Chest Service/British Medical Research Council. Controlled trial

of 2, 4, and 6 months of pyrazinamide in 6month, threetimes weekly regimens

for smearpositive pulmonary tuberculosis, including an assessment of a

combined preparation of isoniazid, rifampin, and pyrazinamide: results at 30

months. Am Rev Respir Dis 1991;143:7006.

10. Ass JB Jr, Farer LS, Hopewell PC, O'Brien R, Jacobs RF, Ruben F, et al.

Treatment of tuberculosis and tuberculosis infection in adults and children.

12

Page 13: an Terbaru Pada Tuberculosis

American Thoracic Society and the Centers for Disease Control and

Prevention. Am J Respir Crit Care Med 1994;149:135974.

11. Barnes PF, Leedom JM, Chan LS,Wong SF, Shah J, Vachon LA, et al.

Predictors of shortterm prognosis in patients with pulmonary tuberculosis. J

Infect Dis 1988;158:36671.

12. Iseman MD. A clinician's guide to tuberculosis. Baltimore: Lippincott,

Williams & Wilkins, 1999.

13. Sbarbaro JA, Sbarbaro JB. Compliance and supervision of chemotherapy of

tuberculosis. Sem Respir Infect 1994;9:1207.

14. Burman WJ, Cohn DL, Rietmeijer CA, Judson FN, Sbarbaro JA, Reves RR.

Shortterm incarceration for the management of noncompliance with

tuberculosis treatment. Chest 1997;112:5762.

15. Cohn DL, Catlin BJ, Peterson KL, Judson FN, Sbarbaro JA. A 62dose, 6-

month therapy for pulmonary and extrapulmonary tuberculosis: A twice-

weekly, directly observed, and costeffective regimen. Ann Intern Med

1990;112:40715.

16. Chaulk CP, Friedman M, Dunning R. Modeling the epidemiology and

economics of directly observed therapy in Baltimore. Int J Tuberc Lung Dis

2000;4:2017.

17. Chaulk CP, Kazandjian VA. Directly observed therapy for treatment com

pletion of pulmonary tuberculosis: consensus statement of the Public Health

Tuberculosis Guidelines Panel. JAMA 1998;279:9438.

18. Nardell EA. Beyond four drugs: public health policy and the treatment of the

individual patient with tuberculosis [editorial]. Am Rev Respir Dis

1993;148:25.

19. Burman WJ, Dalton CB, Cohn DL, Butler JRG, Reves RR. A cost-

effectiveness analysis of directly observed therapy vs selfadministered therapy

for treatment of tuberculosis. Chest 1997;112: 6370.

13

Page 14: an Terbaru Pada Tuberculosis

20. Moore RD, Chaulk CP, Griffiths R, Cavalcante S, Chaisson RE. Cost-

effectiveness of directly observed versus selfadministered therapy for

tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med 1996;154:10139.

21. Centers for Disease Control and Prevention. Reported tuberculosis in the

United States. 2000. Atlanta, GA: Centers for Disease Control and Prevention,

2000

22. Nunn P, Kibuga D, Gathna S, Brindle R, Imalingat A, Wasunna K, et al.

Cutaneous hypersensitivity reactions due to thiacetazone in HIV1 seropositive

patients treated for tuberculosis. Lancet 1991;337:62730.

23. Corbett EL, Steketee RW, ter Kuile FO, Latif AS, Kamali A, Hayes RJ. HIV-

1/AIDS and the control of other infectious diseases in Africa. Lancet

2002;359:217787.

24. Peloquin CA, Nitta AT, Burman WJ, Brudney KF, MirandaMassari JR,

McGuinness ME, et al. Low antituberculosis drug concentrations in patients

with AIDS. Ann Pharmacother 1996;30:91925.

25. Centers for Disease Control. Clinical update: impact of HIV protease

inhibitors on the treatment of HIVinfected tuberculosis patients with rifampin.

MMWR 1996;45:9215.

26. Centers for Disease Control and Prevention. Updated guidelines for the use of

rifabutin or rifampin for the treatment and prevention of tuberculosis among

HIVinfected patients taking protease inhibitors or nonnucleoside reverse

transcriptase inhibitors. MMWR 2000;49:1859.

14