38
Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan PENINGKATAN MUTU TEPUNG ILES-ILES (AMORPHOPHALLUS ONCOPHILLUS) (FOODGRADE: GLUKOMANNAN 80%) SEBAGAI BAHAN PENGELASTIS Ml (4% = MENINGKATKAN ELASTISITAS Ml 50%) DAN PENGENTAL (1% = 16.000 cps) MELALUI TEKNOLOGI PENCUCIAN BERTINGKAT DAN ENZIMATIS PADA KAPASITAS PRODUKSI250 KG UMBI/HARI ( PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN ] Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.09 Kode Kegiatan : 1.09.03 Peneliti Utama : lr. Edy Mulyono, MS BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN Jl. Tentara Pelajar No. 12 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu Bogar 16114 Telepon: 0251-8321 762, Faximile: 0251-8350920 Emai l: [email protected] 2010

670v

  • Upload
    mudha

  • View
    15

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gfgd

Citation preview

Page 1: 670v

Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan

PENINGKATAN MUTU TEPUNG ILES-ILES (AMORPHOPHALLUS ONCOPHILLUS) (FOODGRADE: GLUKOMANNAN 80%) SEBAGAI BAHAN PENGELASTIS Ml (4% = MENINGKATKAN ELASTISITAS

Ml 50%) DAN PENGENTAL (1% = 16.000 cps) MELALUI TEKNOLOGI PENCUCIAN BERTINGKAT DAN ENZIMATIS PADA

KAPASITAS PRODUKSI250 KG UMBI/HARI

( PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN ]

Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.09 Kode Kegiatan : 1.09.03 Peneliti Utama : lr. Edy Mulyono, MS

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN Jl. Tentara Pelajar No. 12 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu Bogar 16114

Telepon : 0251-8321 762, Faximile: 0251-8350920 Emai l: [email protected]

2010

Page 2: 670v

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul

2. Unit Kerja

3. Alamat

4. Tahap Penelitian

5. Status Kegiatan 6. Penanggungjawab

a. Nama b. Pangkat/Golongan c. Jabatan Fungsional

Lokasi Kegiatan

8. Agroekosistem

Jangka waktu kegiatan a. Tahun Mulai b. Tahun kegiatan berjalan

10. Biaya Kegiatan ,

Ka. Bidang Program dan Evaluasi

~ ------Dr. Risfaheri. MSi NIP 19641017 198903 1 002

Mengetahui, Kepala B~lai Besar,

Peningkatan Mutu Tepung lies-lies (Amorphophallus oncophil/us) (foodgrade glukomannan 80%) Sebagai Bahan Pengelastis Mi (4% = meningkatkan elastisitas mi 50%) dan Pengental (1% = 16.000 cps) Melalui Teknologi Pencucian Bertingkat dan Enzimatis Pada Kapasitas Produksi 250 kg Umbi/hari

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Jl. Tentara Pelajar No. 12, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu Boger, 16114

Bangsal dan Laboratorium

Lanjutan

lr. Edy Mulyono, MS Pembina /IVa Peneliti Madya

Bog or

1 (satu) tahun 2010

Rp 276.181.818,-

Penanggungjawab RPTP,

lr. Edy Mulyono. MS NIP 19550730 198403 1 001

Page 3: 670v

ABSTRAK

Hasil penelitian tahun 2009 menunjukkan bahwa metode produksi tepung iles-iles (Amorphophal/us oncophillus) yang prospektif untuk dikembangkan adalah dengan metode mekanis kering . Namun, produk tepung iles-iles yang dihasilkan belum memenuhi syarat sebagai tepung iles-iles bermutu food grade dikarenakan kadar glukomannannya kurang dari 80%. Tepung iles-iles akan memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi jika dalam bentuk tepung iles-iles food grade. Tujuan dari penelitian adalah: (1 ). Mendapatkan metode pencucian bertingkat yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles food grade, (2). Mendapatkan metode enzimatis yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles food grade, (3). Memperoleh teknologi produksi tepung iles­iles food grade (kadar glukomanan 80%), sebagai bahan pengelastis mi dan pengental. Untuk mendapatkan tepung iles-iles food grade adalah melalui pemurnian atau purifikasi glukomannan dengan menggunakan metode pencucian bertingkat dan metode enzimatis untuk menghilangkan zat pengotor, seperti pati, protein, lemak, dan komponen lainnya. Hasil sementara yang diperoleh adalah metode pencucian bertingkat terpilih adalah pencucian dengan alkohol 50% selama 3 jam dengan menghasilkan kadar glukomannan 68,87% dan viskositas 8.600 cps, dan metode enzimatis terpilih adalah konsentrasi enzim a-amilase 7,5% dengan waktu inkubasi selama 3 jam pada suhu sooc yang menghasilkan tepung mannan dengan kadar glukomannan sebesar 93,75% dan viskositas 18.840 cps.

Kala kunci : iles-iles, amorphophallus oncophillus, tepung iles-iles food grade, glukomannan, pengental, pengelastis

Page 4: 670v

ABSTRACT

==search results at 2009 showed that iles-iles flour from Amorphophallus oncophil/us · -=-s:s which is prospective to be developed its produced by dry mechanical method. -:.\ever, the resulting iles-iles flour not qualify as iles-iles flour food grade quality, caused - ~ ucomannan contents lower than 80%. lles-iles food grade flour quality is more = •::-s..,sive than iles-iles flour. The purposes of this study are: (1 ). Getting storied washing

methods to produce iles-iles flour food grade quality, (2). Getting enzymatis method to produce iles-iles flour food grade, (3). Getting production technology

=s-11 es flour food grade (80% glucomannan contents, white degree 80%) as a =-er and elasticizer agent. To get iles-iles flour food grade is through purification of

=--=.:-annan using storied washing methods and enzymatic method to eliminate -..;:'-~es , such as starch, protein, fat, and other components. Temporary results show

a! :.'le best method of storied washing is 50% alcohol for 3 hours to yield 68.87% ; :":!:::'":"'annan content and their viscosity of 8600 cps, and enzymatic methods chosen is .:-ar-{ ase enzyme concentration of 7.5% with incubation time for 3 hours at 50°C, which ·:""-::-:_ces glucomannan contents of 93.75% and their viscosity of 18840 cps.

ra · iles-iles, amorphophallus oncophillus, iles-i/es flour food grade, glucomannan, thickener.

,

2

Page 5: 670v

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

=~- ss (Amorphophallus oncophillus) merupakan jenis talas-talasan yang tumbuh liar

-~:-:-:: i r diseluruh hutan di Indonesia. Potensi produksi umbi lles-iles yang sangat besar

-~..:- ·=-= _ 7::: ·: =antaatkan secara maksimal, padahal iles-iles merupakan bahan baku

; c.~--, a'l yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi dan kegunaan yang luas dalam

:~::-.; ·:a~gan . Permintaan iles-iles dalam bentuk segar maupun chip kering terus

-=-- -go<at. Sebagai contoh, produksi iles-iles di Jawa Timur tahun 2009 baru mencapai

: ·:~s- 1 000 ton chip kering sedangkan kebutuhan industri sekitar 3.400 ton chip kering

,anarko, 2009). Hasil suNey Agustus tahun 2009, harga umbi iles-iles di tingkat petani

·= Jawa Timur berkisar antara Rp. 2.900- Rp.3.600/kg dan chip kering sekitar Rp. 14.000-

~:J . 18.000/kg . Padahal harga tepung iles-iles komersial impor dari China dalam bentuk

:~emix tepung iles-iles (campuran tepung iles-iles, karagenan, kalsium laktat dan bahan

a '1nya) di Jakarta antara Rp.320.000-Rp.400.000/kg, sedangkan harga tepung iles-iles

::engan mutu food grade (kadar glukomanan <:::80%) di pasar internasional sekitar

~2 ...,97/kg (http://marketpublishers.com, 2 November 2009) .

=:-·:.:Lksi tepung iles-iles di Indonesia masih bersifat eksklusif dan produksinya sangat

=· :_a:as serta dilakukan oleh industri tertentu saja. Produk tepung iles-iles yang dihasilkan

: =-· s:Jor untuk ditingkatkan mutunya sehingga memenuhi standard food grade. Pad a

nya di tingkat petani dilakukan pengolahan umbi iles-iles menjadi bentuk chip kering

memasok industri tepung iles-iles atau tepung mannan. Dengan perbedaan harga

yang sangat jauh antara tepung mannan food grade bila dibandingkan dengan tepung

iles-iles atau tepung' mannan dan harga umbinya, maka peningkatan mutu tepung

mannan menjadi mutu food grade (memiliki kadar glukomannan <:::80%) akan memberikan

nilai tambah yang sangat nyata baik bagi pelaku industri dan petani di dalam negeri , serta

berpotensi mengurangi ketergantungan impor.

Penelitian tahun 2009 telah menghasilkan tepung mannan dengan metode mekanis

kering melalui pengeringan dengan oven dan screening, metode mekanis basah dan

metode mikrobiologis dengan pengeringan menggunakan spray drier. Rendemen yang

dihasilkan dengan metode mekanis kering berkisar antara 70-85% (bk) dan derajat

putihnya antara 73-82%, sedangkan dengan metode mekanis basah menghasilkan

rendemen antara 11-17% (bk) dan derajat putih antara 89-95%. Walaupun metode

mekanis basah menghasilkan produk dengan derajat putih yang jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan metode mekanis kering, namun rendemennya jauh lebih rendah

3

Page 6: 670v

dan biaya produksinya lebih mahal, sehingga secara ekonomis metode mekanis kering

lebih menguntungkan dan prospektif untuk dikembangkan. Tepung mannan yang

dihasilkan cara mekanis kering belum mencapai mutu tepung mannan food grade, baik

dari persyaratan warna, ukuran partikel maupun kadar glukomannan. Oleh karena itu,

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan mutu tepung mannan melalui

purifikasi kadar glukomannan, pengecilan ukuran dan peningkatan derajat putih.

Kegunaan tepung mannan cukup luas, baik di bidang pangan maupun non pangan.

Dalam bidang pangan tepung mannan dapat digunakan sebagai ingredien atau bahan

tambahan pangan (BTP) untuk berbagai jenis produk olahan pangan, seperti pada

pengolahan mie/pasta ditambahkan glukomannan 1% - 4,5% untuk meningkatkan

kemampuan mengikat air, memperbaiki stabilitas suhu, thickener/pengental, perbaikan

mouthfeel, serta mengurangi pati solubisitas pada produk mie atau pasta. Fungsi lainnya

adalah sebagai texture improver, stabilizer, foaming agent, gel strenght, substitusi gelatin,

heat stability, moisture enhancer dan lain-lain (http://www.biomartnet.org/ f41 06fin.pdf,

diunduh tanggal 20 Oktober 2009). Kegunaan lainnya adalah sebagai drug delivery, bio­

adhesive properties improvment, cellular therapy, bahan untuk immobilisasi sel, bahan

enkapsulasi , film dan membran, bahan coating, kosmetik, emulsifier, surfaktan, dan lain­

lain (Zhang et al. , 2005).

Selain itu, penambahkan tepung mannan pada produk pangan dapat meningkatan

fungsional terhadap kesehatan sebagai sumber serat pangan (dietary fiber) . Manfaat

glukomannan bagi kesehatan antara lain dapat mengurangi kolesterol darah,

memperlambat pengosongan perut, dan mempercepat rasa kenyang sehingga cocok

untuk makanan diet ,dan bagi penderita diabetes. Bahkan produk berupa pasta yang

diklaim menyehatkan dari gandum yang ditambah tepung mannan telah dipatenkan di

Amerika dengan nomor US2008/02927696A1 oleh Tang dan Wang (2008) .

Sampai saat ini , teknologi produksi tepung mannan bermutu tinggi (food grade) di

Indonesia sangat terbatas dan diproteksi oleh perusahaan tertentu melalui perlindungan

patent dan rahasia dagang terhadap teknologi dan mesin pengolahannya, sehingga

sangat sulit untuk diakses dan dikembangkan oleh petani/masyarakat pengolah iles-iles

dan industri. Oleh karena itu, dari penelitian ini diharapkan akan menghasil paket

teknologi produksi tepung mannan bermutu food grade yang dapat dengan mudah untuk

diaplikasikan pada produksi skala 250 kg umbi iles-iles. Selain itu , tepung iles-iles yang

dihasilkan juga memiliki sifat fungsional yang baik, terutama sebagai bahan pengental

dan pengelastis produk pangan (mi).

4

Page 7: 670v

b. Dasar Pertimbangan

Pada umumnya, umbi iles-iles (Amorphophal/us oncophil/us) di Indonesia diperdagangkan

dalam bentuk umbi segar, chip kering atau tepung yang kualitasnya masih rendah dan

hampir seluruhnya diekspor ke berbagai negara, seperti Jepang, Taiwan, China dan lain­

lain untuk diproses lebih lanjut menjadi tepung iles-iles bermutu tinggi (food grade) yang

harganya jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, nilai tambah yang diperoleh petani dan

pengolah iles-iles masih rendah sebagai akibat belum tersedianya teknologi pengolahan

yang menghasilkan tepung iles-iles bermutu baik.

Pada penelitian tahun 2009 telah dihasilkan teknologi pengolahan tepung iles-iles dengan

metode mekanis cara basah, mekanis kering dan mikrobiologis. Produksi tepung iles-iles

dengan metode mekanis kering lebih baik jika dibandingkan dengan metode basah dan

metode mikrobiologis baik dari ditinjau segi teknis maupun ekonomis. Namun mutu

tepung iles-iles yang dihasilkan masih belum termasuk kedalam mutu food grade, karena

kadar glukomannan masih rendah (±40%), banyak mengandung protein, lemak, pati dan

komponen lainya serta warnanya masih kurang putih.

Untuk meningkatkan mutu tepung iles-iles yang dihasilkan menjadi bermutu food grade

yang bernilai ekonomi tinggi, maka diperlukan teknologi purifikasi tepung iles-iles yang

efisien dan ekonomis dan memungkinkan diaplikasikan pada skala industri. Purifikasi

dimaksudkan untuk meningkatkan kadar glukomannan sampai kadar ;:::80% dengan

menghilangkan pati, protein, lemak, serat dan komponen pengotor lainnya. Sebagai

acuan standar mutu tepung iles-iles adalah tepung iles-iles bermutu food grade yang ada

di pasar internasional, terutama di USA sebagaimana yang dipublikasikan di

http://www.fareast!industries .com (diunduh tanggal 20 Oktober 2009), yaitu memiliki kadar

glukomannan ;:::80%, warna putih, ukuran kecil, mudah larut dalam air dingin atau panas,

viskositas larutan tinggi (1% larutan = 16.000 cps), kadar air, abu dan protein rendah,

residu S02 :5500 ppm dan TPC kurang dari 500cfu/g.

Teknologi purifikasi tepung iles-iles akan menggunakan metode pencucian bertingkat

dengan pelarut utamanya adalah alkohol , dan metode enzimatis untuk menghilangkan

pati, protein dan lemak. Penelitian akan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap produksi

skala laboratorium dan bangsal , dan tahap produksi skala 250 kg umbi iles-iles dengan

parameter optimasi pada kadar glukomannan, pati , residu 802, benzoyl peroxide, kalsium

oksalat, warna, viskositas , elastisitas (pada mi), rendemen dan analisa ekonomi serta

kemudahan pengaplikasian di masyarakat.

5

Page 8: 670v

c. Tujuan

Tujuan dari penelitian tahun 2010 adalah:

1. Mendapatkan metode pencucian bertingkat yang optimum untuk menghasilkan tepung

iles-iles food grade

2. Mendapatkan metode enzimatis yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles

food grade

3. Memperoleh teknologi produksi tepung iles-iles food grade (kadar glukomanan 80%,

de raj at putih 80%) sebagai Bahan Pengelastis Mi dan Pengental

d. lndikator Kinerja

Output tahun 2010 adalah:

1. Metode pencucian bertingkat yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles food

grade

2. Metode enzimatis yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles food grade

3. Teknologi produksi tepung iles-iles food grade (kadar glukomanan 80%, derajat putih

80%) sebagai bahan pengelastis (mi (4% = meningkatkan elastisitas mi 50%) dan

pengental (1% = 16.000 cps)

4. Tepung iles-iles food grade (kadar glukomanan 80%, derajat putih 80%) sebagai

bahan pengelastis mi (mi (4% = meningkatkan elastisitas mi 50%) dan pengental (1%

= 16.000 cps)

Output tahun tahun 2011 adalah:

1. Tersedianya scale-up dan studi kelayakan usaha produksi tepung iles-iles food grade

2. Terdifusinya teknologi produksi tepung iles-iles food grade dan produk olahannya ke

calon mitra/pelaku usaha/kooperator

Dampak yang diharapkan adalah:

Teknologi peningkatan kadar glukomanan (purifikasi) ini akan mendorong

berkembangnya industri pengolahan tepung iles-iles bermutu food grade skala kecil dan

menengah di sekitar sentra produksi umbi iles-iles, sehingga akan meningkatkan

permintaan dan kebutuhan umbi iles-iles, yang akan mendorong petani untuk

meningkatkan produksinya melalui budidaya yang baik. Dan akhrnya akan meningkatkan

nilai tambah dan kesejahteraan petan i, serta mendorong berkembangnya industri ikutan

lainnya berbasis tepung iles-iles yang akan mengurangi produk impor.

6

Page 9: 670v

TINJAUAN PUSTAKA

Umbi iles-iles (Amorphophallus sp) merupakan salah satu jenis tanaman umbi-umbian

yang dapat tumbuh baik di Indonesia dan pada umumnya tumbuh secara liar, namun saat

ini sudah mulai banyak yang membudidayakannya. Keunikan iles-iles dibandingkan

dengan jenis umbi-umbian lainnya adalah kandungan glukomannannya atau biasa

disebut juga dengan mannan. Kandungan glukomannan pada iles-iles tergantung kepada

spesies dan varietasnya.

Dalam flora of Java jenis iles-iles yang dikenal adalah Amorphophal/us campanulatus, A.

dischophorus, A. spectabilis, A. sagitarius, A. decussilvae, A. mulleri (A. mutabilis, A.

punctulatus), A. Onchophyllus (A.blumet) , dan A. variabi/is (Backer et a/. 1968). Menurut

Kay (1973), marga Amorphophallus mempunyai 90 spesies, tetapi yang paling banyak

ditemukan di daerah tropis adalah Amorphophal/us campanulatus atau yang lebih dikenal

dengan nama umbi suweg, Amorphophal/us oncophyllus atau iles-iles kuning dan

Amorphophallus variabilis atau iles-iles putih.

Tabel 1. Karakter tiga jenis lles-iles Amorphophal/us spp

Karakter A campanulatus A variabilis A onchophyllus Penyebaran Umumnya ditanam di Tumbuh secara liar Tumbuh liar

pekarangan Tangkai daun Permukaan tangkai Permukaan tangkai kasar, Permukaan

daun licin, warna warna sangat tangkai daun licin , hijau muda sampai beraneka ragam warna hijau muda tua dengan bercak sampai tua dengan putih bercak putih

Pertumbuhan umbi Pada umbi batang Pada umbi Pada helaian Bib it batang Daun Warna umbi Kelabu coklat Putih (hijau ungu atau Kelabu coklat ,

kelabu bila kena cahaya)

Warna daging Kuning muda Putih Kuning umbi sampai tua

Kadar mannan (%) Sangat sedikit Rendah sampai Tinggi sampai (3, 1) sedang (30) Sangat tinggi (67)

Warna tepi daun Hijau Hijau Ungu muda tanaman muda Kadar pati (%) 52,6 45 12,3 Kekentalan (%) - 1,14 3,12 1 g tepung/300 ml

Sumber : Sufiani (1993); Rosman dan Rusli , 1991

Dari ketiga jenis ini , A. oncophylus Prain sin. Amorphophallus muelleri Blume sin . A.

blumei (Scott.) Engler merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan

prospek untuk dikembangkan di Indonesia serta aksesi yang paling tinggi kandungan

7

Page 10: 670v

glukomannannya (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al., 1996; Supriati et al., 2003).

Menurut Backer dan Brink (1968) , iles-iles mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Antophyta

Phylum : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Famili

Genus

Species

: Araceae

: Amorphophallus

: Amorphophallus oncophyllus (untuk iles-iles kuning)

Umbi iles-iles berbentuk bulat dan berakar serabut, memiliki jaringan parenkim yang

tersusun atas sel-sel berdinding tipis. lles-iles mempunyai batang semu yang sebenarnya

merupakan tangkai daun yang tumbuh di tengah-tengah umbinya. Pada ujung batang

terdapat tiga tangkai daun. Satang semu tersebut berwarna hijau dengan garis-garis putih

(Soedarsono dan Abdulmanap, 1963). Menurut Kate dan Matsuda (1969), panjang

tangkai daun iles-iles kuning berkisar 0.5-1 .5 meter. Pada percabangan daunnya terdapat

bulbi! yang berwarna coklat. Bulbi! merupakan umbi kecil berbentuk bulat yang berfungsi

sebagai bibit.

Gambar 1. Umbi iles-iles (Mulyono et al. , 2009)

Salah satu komponen penyusun umbi iles-iles yang mempunyai fungsi dan peran penting

adalah bagian karbohidrat yang terdiri dari pati, glukomannan, serat kasar dan gula

bebas . Komposisi kimia beberapa jenis umbi Amorphophal/us sp. dapat dilihat pada Tabel

2. Menurut Johnson (2007) , tepung konjak kasar yang dikeringkan mengandung 49-60%

glukomannan sebagai polisakarida utama, 10-30% pati, 2-5% serat, 5-14% protein kasar,

3-5% gula reduksi dan 3.4-5.3% abu dan vitamin juga lemak yang rendah. Viskositas

konjak lebih tinggi daripada bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap asam,

tidak ada pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah 3,3. Larutan konjak tahan

terhadap garam walau pada konsentrasi yang tinggi. Selanjutnya bahwa sebagai bahan

pembentuk gel , konjak memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk gel reversible

8

Page 11: 670v

dan gel irreversible pada kondisi yang berbeda. Larutan konjak tidak akan membentuk gel

karena gugus asetilnya mencegah rantai panjang glukomannan untuk saling bertemu satu

sama lain. Namun demikian, konjak dapat membentuk gel dengan pemanasan sampai

85°C dengan kondisi bas a (pH 9-1 0). Gel ini bersifat tahan pan as (irreversible) dan tetap

stabil dengan pemanasan ulang pad a suhu 1 00°C atau bahkan pad a suhu 200°C.

Tabel 2. Komposisi Kimia Beberapa Jenis Umbi Amorphopha/lus sp.

Kadar Bahan Pati Man nan Poliosa Serat Gula Jenis Air(%) kering (%) (%) (%) Kasar Be bas

(%) (%) (%) Amorphophallus campanulatus 70,1 29,2 77,0 0,0 14,2 8,5 0,0 Amorphophallus variabilis 78,4 21 ,6 27,0 44,0 0,0 6,0 9,0 Amorphophallus oncophyllus 79,7 20,3 2,0 55,0 14,0 8,0 0,0

Sumber: Ohtsuki (1968)

Menu rut Sarko dan Marchessault ( 1967) berdasarkan bentuk ikatannya mann an

dibedakan menjadi dua golongan yaitu glukomannan dan galaktomannan. Glukomannan

merupakan heteropolisakarida yang tersusun oleh satuan D-mannosa dan 0-glukosa

dengan perbandingan 1.6: 1. Glukomannan mempunyai bentuk ikatan 13-1-4-glikosida dan

mempunyai gugus asetil setiap 17 gugus karbon pada posisi C-6. Gugus asetil tersebut

mempengaruhi kelarutan glukomannan dalam air (Dave et al., 1997).

0.

H OH H H H H

Gambar 2. Struktur molekul glukomannan

(.Sumber: www.scientificphysic.com/fitness/glucomannan .gif)

0"-.

Tepung glukomannan yang disebut juga konjac flour merupakan soluble dietary fiber yang

mirip dengan pektin dalam struktur dan fungsinya. Glukomannan tidak dapat dihidrolisis

oleh enzim pencernaan di dalam tubuh manusia dan dikenal sebagai pangan tanpa kalori

di Jepang dan China (Li et al. ,2006). Glukomannan sebagai serat pangan memiliki

beberapa sifat fungsional antara lain menurunkan kadar kolesterol dan gula dalam darah,

meningkatkan fungsi pencernaan dan sistem imun serta '"1"Cerrbantu menurunkan berat

badan (Zhang et al. ,2005) .

Salah satu karakter istimewa dari glukomannan adalah poli

antara selulosa dan galaktomannan, sehingga zat terseb

er :e~e::::, -1 we-.. s~at-s ita

a-::;u -:-;a a~ :::""cses

pengkristalan serta dapat pula membentuk struktur serat-se:-ai: .... ,a _s j =-: _. :::.:i =:s::-

1967). Menu rut Sarko (1967), glukomannan Ia rut dalam air ding r can -:- :..::r~~!. ·----- _

Page 12: 670v

yang bersifat kental. Larutan kental glukomannan dengan penambahan air kapur dapat

membentuk gel yang bersifat tidak mudah pecah (Sugiyama et a/., 1972). Perlakuan

pemanasan sampai terbentuk gel akan mengakibatkan glukomannan tidak larut kembali

di air. Namun glukomannan tidak larut dalam larutan NaOH 20%. Berdasarkan hasil

analisis termografik, suhu dekomposisi glukomannan adalah 280°C (Jianrong et al. dalam

Nurjanah, 201 0).

Glukomannan dalam air mempunyai kemampuan mengembang yang besar yaitu sekitar

138 sampai 200 persen. Larutan glukomannan di dalam air juga mempunyai sifat

merekat, namun sifat rekat tersebut akan hilang apa~ila ditambahkan asam asetat atau

asam pada umumnya. Larutan glukomannan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi

oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan menggunakan

asam klorida encer (Syaefullah, 1990). Glukomannan juga mempunyai sifat mencair

seperti agar, sehingga dapat digunakan dalam media pertumbuhan mikroba pengganti

agar (Boelhasrin et a/., 1970). Beberapa sifat glukomannan atau zat mannan yang penting

adalah sebagai berikut :

o Sifat Larut dalam Air : larut dalam air dan tidak larut dalam NaOH 20 persen.

Glukomannan dalam air dapat membentuk larutan yang sangat kental.

o Sifat Membentuk Gel : dalam air dapat membentuk larutan yang sangat kental maka

dengan penambahan air kapur zat glukomannan dapat membentuk gel. Gel yang

terbentuk mempunyai sifat yang khas dan tidak mudah rusak.

o Sifat Merekat : dalam air mempunyai sifat merekat yang kuat. Dengan penambahan

asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.

o Sifat Mengembang : dalam air mempunyai sifat mengembang yang besar. Daya , mengembangnya 138 sampai 200 persen.

o Sifat Tembus Pandang : larutan glukomannan dapat membentuki lapisan tipis (film)

yang mempunyai sifat tembus pandang. Film yang terbentuk dapat larut dalam air,

asam lambung dan cairan usus. Jika filem dari tepung mannan dibuat dengan

penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air.

o Sifat Mencair : mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam

media pertumbuhan mikroba. Sifat mencair ini dapat digunakan sebagai kriteria untuk

klasifikasi Actinomycetes yang pertumbuhannya diperlambat dan diikuti dengan

metabolisme yang lambat dibandingkan dengan bakteri dan fungi lain.

Produk olahan umbi iles-iles dapat berupa keripik (chip) iles-iles, tepung iles-iles dan

tepung glukomanan. Sampai saat ini , kriteria mutu ketiga produk tersebut belum

10

Page 13: 670v

terstandarisasi dengan jelas. Salah satu kriteria tepung glukomannan yang disyaratkan

asosiasi konyaku dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria mutu tepung glukomannan murni dari iles-iles

Karakteristik Mutu

Uta rna I II Berat per kemasan (kg) 20 20 20 Kadar air(%) < 12 < 14 < 18 Derajat tumbuk sangat halus hal us agak halus Warn a putih mengkilap putih agak putih Bahan Tambahan negatif negatif negatif Jumlah kandungan asam

< 0,6 < 0,6 < 0,9 belerang {g/kg}

Sumber: Anonim (1976)

Standar mutu di dunia internasional juga sangat beragam, setiap negara berbeda-beda.

Sebagai contoh standar mutu tepung iles-iles bermutu food grade yang berlaku di

Amerika adalah memiliki kadar glukomannan ;::80%, warna putih, ukuran kecil, mudah

larut dalam air dingin atau panas, viskositas larutan tinggi (1% larutan = 16.000 cps),

kadar air, abu dan protein rendah, residu S02 ssoo ppm dan TPC kurang dari 500cfu/g

(http://www.fareast-industries.com diunduh tanggal 20 Oktober 2009).

,

11

Page 14: 670v

METODOLOGI

Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian ini adalah melalui eksperimen di laboratorium dan bangsal

Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian.

Ruang Lingkup

Hasil penelitian tahun 2009 menunjukkan bahwa tepung iles-iles yang dihasilkan belum

memenuhi syarat sebagai tepung iles-iles bermutu food grade dikarenakan kadar

glukomannannya masih di bahwa 80%. Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian pada

tahun 2010 diarahkan pad a kegiatan sebagai berikut:

1. Optimasi Produksi Tepung lies-lies Food Grade Pada Skala Lab/Bangsal , yang

terdiri dari: a). Persiapan dan penyediaan bahan baku, b) Optimasi produksi tepung

iles-iles food grade dengan metode pencucian bertingkat, c). Optimasi produksi tepung

iles-iles food grade dengan metode enzimatis, dan d). Karakterisasi tepung iles-iles

food grade terpilih .

Standar tepung iles-iles yang food grade adalah sebagai berikut: kadar glukomanan

yang tinggi (;::80%) , kadar pati rendah , kadar residu so2 dibawah 500 ppm , kadar

residu benzoyl peroxide :540 ppm (WHO, 1964). Selain itu , kriteria dalam menentukan

produksi tepung iles-iles antara lain: kalsium oksalat rendah sehingga tidak

menimbulkan gatal di kulit, warna putih dengan derajat putih cukup tinggi, larutan 1%

memiliki viskositas tinggi , memberikan peningkatan elastisitas pada produK panga

rendemen tinggi, .biaya produksi relatif rendah dan teknolog i yang dihasilkan daoa·

aplikasikan pada skala IKM.

2. Produksi Tepung lies-lies Food Grade Pada Produksi Skala 250 kg umbi /hari.

Teknologi terpilih dari tahap pertama diaplikasikan pada skala produksi 250 kg

umbi/hari atau setara dengan 30 kg tepung iles-iles/hari. Pada tahap ini dilakukan

rekayasa proses dan peralatan yang digunakan sehingga mampu menghasilkan

tepung iles-iles food grade seperti pada tahap pertama. Selanjutnya dilakukan analisa

ekonomi pada produksi skala 250 kg umbi/hari dengan parameter analisa B/C ratio ,

IRR dan NPV untuk mengetahui perkiraan kelayakan usaha produksi tepung iles-iles

food grade pada kondisi suku bunga, harga jual dan harga beli existing.

Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan tahun 2010 dapat dilihat pad a Gam bar 3.

12

Page 15: 670v

r------1 Hasil

.---------+-----_-_-_-_-_-_-_-____,- - - - - - - - - - -I

I Penelitian 2009

I I I I I I_

Tahap: Optirnasi Produksi Skala Lab/Bangsal

llellode Enzimatis (rnodifikasi metode dari Prosky et al.,

1984; Khanna and Tester, 2006)

.....,. Pencuc:ian Bertingkat (rnodilikasi metode dari Ohtsuki, 1.968; Shimizu dan

Simahara, 1973; U et al., 2006; Yluet al., 2008)

Tahap: Produksi Skala 250kgumbi

Pa.-.nel8r0ptirnasi: o kadarghAtomannan, pati o -rna. visl<ositas, elastisitas (padami sagu), rendemen

Telmolc!gi ProduksiTepung iles .. les food gr.Hie Skala Lab/Bangsal

Uji Produksi Pada Kapasitas 250 kg umbilhari

Analisa Ekonuni pada Kapasitas Produksi 250 kg Lmbi (BIC ratio, IRR, NPV)

Teknologi ProduksiTepung iles .. les food grade

Skala 250 kg umbilhari

Kanold&risasi: o .Analisa kadarair, abu,lemak dan

protein, kadarseratpangan, pH o Analisa mikrostnAttur (polarisasi,

SEM), o Ana lisa mikrobiologi T ota/ Plate

Count(TPC)

Gam bar 3. Ruang lingkup penelitian tahun 2010

I I I I I I I

13

Page 16: 670v

c. Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian akan dilakukan mulai Maret sampai November 2010 di Laboratorium dan

Bangsal Penelitian Balai Besar Penel itian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Untuk mempermudah dalam penyediaan bahan baku dilakukan koordinasi dengan PT.

Perhutani wilayah Jawa Timur, khususnya kantor administrasi wilayah Kabupaten Madiun.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi iles-iles (Amorphophal/us

oncophillus), alkohol (50, 70 dan 96%), enzim a-amilase, benzoyl peroxide, natrium meta

bisulfit, serta bahan-bahan kimia lainnya untuk ·analisa. Sedangkan peralatan yang

digunakan antara lain: slicer, try drier, penepung dan ayakan, alat pencucian bertingkat

yang dilengkapi agitator, texture analyzer, viscometer/rheometer, chromameter, noodles

machine, dan peralatan lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu : 1) Optimasi produksi tepung iles-iles

food grade pada skala laboratorium/bangsal, dan 2) Optimasi produksi tepung iles-iles

food grade pada skala 250 kg umbi iles-iles/hari.

1) Optimasi Produksi Tepung lies-lies Food Grade Pada Skala Lab/Bangsal

Pada tahap ini terdiri dari 4 kegiatan, yaitu a). Persiapan dan penyediaan bahan baku, b).

Optimasi produksi dengan metode pencucian bertingkat, c). Optimasi produksi dengan 1

metode enzimatis , dan d) . Karakterisasi tepung iles-iles food grade terpilih. Tujuan dari

kegiatan ini adalah untuk mempersiapkan bahan baku berupa tepung iles-iles (crude),

mereduksi kadar kalsium oksalat, meningkatkan kadar glukomannan sampai 80%

sehingga mutu tepung mannan menjadi food grade serta mengkarakterisasi sifat

fisikokimia dan fungsionanya.

a. Persiapan dan penyediaan bahan baku

Tahap persiapan meliputi kegiatan penyusunan rencana kerja , sosialisasi hasil penelitian

2009 dan koordinasi penyediaan bahan baku ke mitra kerjasama (PT. Perhutani Jawa

Timur) , pembuatan prototif alat pencucian bertingkat, penyediaan bahan baku umbi iles­

iles segar, dan penyediaan tepung iles-iles kasar (40 mesh) yang diproduksi secara

mekanis kering (Mulyono, et al., 2009).

14

Page 17: 670v

b. Optimasi produksi dengan metode pencucian bertingkat

Produksi tepung iles-iles dengan pencucian bertingkat didasarkan pada modifikasi dan

kompilasi dari metode yang pernah dikembangkan oleh Ohtsuki (1968), Shimizu dan

Simahara (1973), Li et al., (2006), Li dan Bi-jun (2003) dan Yiu et al., (2008), yaitu dengan

menggunakan etanol pada berbagai konsentrasi untuk menghilangkan pati, serat dan

komponen lainnya yang dianggap sebagai pengotor pada tepung iles-iles.

Metode pencucian bertingkat dilakukan dalam tiga konsentrasi alkohol yang berbeda,

yaitu 50%, 70% dan 90%. Pencucian tepung iles-iles kasar dilakukan pada konsentrasi

alkohol 50%, 70%, 90% atau kombinas ketika secara kontinyu. Hasil terpilih berdasarkan

pada kadar glukomanan tertinggi dengan mempertimbangkan efisiensi waktu proses.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial.

o Pertama (Gambar 4), tepung iles-iles direndam dalam air (perbandingan bahan dan air

= 1 :1), ditiriskan, lalu dilarutkan dalam alkohol (perbandingan bahan dan larutan

alkohol = 1 :4), didiamkan, kemudian dilakukan pengadukan menggunakan agitator

pada kecepatan minimal 200 rpm selama 1,2,3 dan 4 jam dalam chamber berpori 60

atau 80 mesh dan 100 mesh.

o Kedua (Gambar 5), menggunakan alkohol 70% yang ditambahkan benzoyl peroxide (0,

dan 60 ppm) dengan lama pengadukan 1,2,3 dan 4 jam, kemudian didiamkan (0 , 1, 2,

3, 4 dan 24 jam) dan ditiriskan.

o Ketiga (Gambar 6) menggunakan alkohol 90% selama 1,2,3 dan 4 jam, kemudian

ditiriskan dan dikeringkan dengan oven.

Prinsip dasarnya adatah pati dan pengotor lainya akan terbawa dalam larutan alkohol

setelah melewati chamber berpori 80 dan 100 mesh, sedangkan glukomannan akan

tinggal dalam chamber dan siap untuk dikeringkan dengan oven (suhu 70-80°C} sampai

kadar air ±12%. Untuk menghaluskan tepung iles-iles dilakukan penepungan

menggunakan dry blender dengan kecepatan 25.000 rpm atau finmill sampai ukuran

partikel mencapai ~1 00 mesh. Alkohol yang digunakan disaring dan dijernihkan untuk

digunakan kembali (recovery process) untuk efisiensi biaya produksi.

15

Page 18: 670v

,

Perendamandengan air (1:1)

Pengadukan (0,5; fO; 15. menit)

Perendaman dalametanoiSO% {1:4)

Pengadukan{200 rpm 5elama 1.,2;3,4jam) dalamChamberSO dan 100 mesh

Pencuciani

Gambar 4_ Pencucian pertama

PE!rend<;~mandalam ~tanol70% danBP60ppm

Pengadukan (1,2;3;4 jam) 200rpm

Didiamkan

Penrucian2

Gambar 5. Pencucian Kea ... a

.~

Page 19: 670v

Perendaman dalametandl90%

Pengadukan{1,2_3.4jam) 200tpl11

Penyari11gan (80,100 mesb)

Glukomannan basah

Pengeringali oven SO"C

Pen~pungan

(dry blender/fin mill)

Gambar 6. Pencucian ketiga

c. Optimasi produksi dengan metode enzimatis

Peningkatan kadar glukomanan dengan metode enzimatis dilakukan denga

memodifikasi metode yang dikembangkan oleh Prosky et al. , (1 984) dan Khanna da

Tester (2006) , yang mengkombinasi perlakuan secara fisik, kimia, dan enzimatis. Prinsip

dari metode enzimatis, (Gambar 7) ini adalah sebagai berikut: tepung iles-iles dialisis

menggunakan air dingin (1 :20), kemudian diinkubasi selama 2, 3, dan 4 jam dan

pengadukan 200 rpm dengan konsentrasi enzim a-amilase 2,5; 5,0; dan 7,5 % v/w.

Setelah proses inkubasi, dilakukan pemisahan endapan yang dihasilkan selama proses

inkubasi. Kemudian dilakukan perendaman dalam alkohol, dan endapan glukomannan

yang diperoleh disaring dan dikeringkan dengan drum dryer. Hasil drum dryer

ditepungkan kembali, sehingga diperoleh tepung iles-iles berkadar glukomanan tinggi

dengan viskositas tinggi dan ukuran partikel tepung kecil. Rancangan penelitian produksi

dengan metode enzimatis yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial.

Parameter optimasi proses produksi tepung iles-iles food grade didasarkan pada kadar

glukomannan (Whistler dan Richards , 1970), pati (Apriyantono et a/., 1999), warna

dengan chromameter, viskositas dan elastisitas (pada mi) dengan Texture Analyzer TA-

17

Page 20: 670v

XT2, rendemen, analisa biaya produksi (modal tetap dan modal kerja) (Kadariah et al.,

1999) dan perkiraan kemudahan dalam pengaplikasiannya.

Pelartitjin da(am ~ir(1:20)

Pen~mbahan.~nzim (l.ilmilase. t2.S; s,o; 7,5.%)

fnkubasi 'a~tan (2, 3, 4 jam) 200rphi

Pemisahan endapan

P~~ndaman·~lam.alkohQI

Penyarif!gan gtukomannan

Pengeringandrum drye..-

Penepungan (dry blende..-/fin mill)

glukomannan

Gambar 7. Produksi glukomannan metode enzimatis

d. Karakterisasi tepung iles-iles food grade terpilih

Karakterisasi sifat fis if<okimia tepung iles-iles food grade ini untuk melengkapi Karar<:ens:

dari parameter optimasi. Karakterisasi meliputi: anal isa proksimat (kadar air, kadar a

kadar lemak, kadar protein, (AOAC, 2006)) , serat pangan (Asp et a/. , 1983), densitas

kamba (bulk density) (Khalil , 1999), analisa mikrobiologi Total Plate Count (TPC), analisa

mikrostruktur (polarisasi dan SEM).

2) Produksi tepung lies-lies Food Grade Pada Produksi Skala 250 kg umbi /hari

Tahapan pada kegiatan ini adalah a) . Uji produksi tepung iles-iles food grade pada skala

250 kg umbi/hari, dan b). Analisa ekonomi produksi skala 250 kg umbi/hari.

a. Uji produksi tepung iles-iles food grade pada skala 250 kg umbi/hari

Uji produksi tepung iles-iles food grade menggunakan metode yang terpilih (metode

pencucian bertingkat atau metode enzimatis) dari tahap produksi skala lab/bangsal. Pada

18

Page 21: 670v

tahap ini produksi dilakukan pada skala 250 kg umbi iles-iles segar per hari. Parameter

optimasi produksi sama dengan pada tahap skala bangsal, yaitu : kadar glukomannan

(Whistler dan Richards, 1970), pati (Apriyantono et a/., 1999), warna dengan

chromameter, viskositas dan elastisitas (pada mi sagu) dengan Texture Analyzer TA-XT2,

dan rendemen.

b. Analisa ekonomi produksi skala 250 kg umbi/hari

Analisa ekonomi ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana kegiatan produksi tepung

iles-iles food grade yang dilakukan memberikan manfaat secara ekonomi dan

berkelanjutan. Menurut Gray et al., (1997), dalam rangka mencari ukuran yang

menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu investasi pada kegiatan

proyek atau produksi dapat digunakan berbagai kriteria, yaitu Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net 8/C), Gross Benefit-Cost Ratio

(Gross 8/C) dan Profitability Ratio (PV/K).

Analisa ekonomi yang akan dilakukan menggunakan metode discounted cash flow (Net

Present Value I NPV dan Internal Rate of Return I IRR) dan ditambah dengan anal isa 81C

ratio (benefit cost ratio). Menurut Kadariah et al (1999), NPV merupakan selisih antara

Present Value dari benefit dan Present Value dari biaya dirumuskan sebagai berikut :

n n 1. 81C = L 8t I L Ct

t= 0 (1 +i)1 t = 0 (1+i)1

n 2. NPV = L 8t- Ct

t= 0 (1 +i)1

3. IRR = i" + NPV+ (i"- i')

Keterangan :

8t = Ct = T = I = i" = i' =

NPV+-(-LNPV.)

Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke t

8iaya yang dikeluarkan pada tahun ke t

Waktullamanya investasi

Discount rate (%)

tingkat bunga di mana NPV positif

tingkat bunga di mana NPV negatif

19

Page 22: 670v

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN DAN PENYEDIAAN BAHAN BAKU

a) Sosialisasi dan Koordinasi Penelitian 2010

Sampai saat ini, sistem pemasaran iles-iles bersifat tertutup dan memiliki jalur tersendiri

yang sudah terbangun selama puluhantahun, sehingga informasi ketersediaan (suply­

demand) dan harganya sulit diketahui secara pasti. Data produksi, lokasi dan

perkembangan iles-iles belum terpublikasikan dengan baik sehingga sangat sulit untuk

mengetahui data ril perkembangannya. Ketersediaan umbi iles-iles dibatasi oleh musim

panennya yang hanya 4-5 bulan dalam setahun. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi

dengan instansi terkait dalam penyediaan bahan baku umbi iles-iles ini.

Kualitas bahan baku iles-iles akan berpengaruh terhadap produk tepung iles-iles yang

dihasilkan. Pengolahan iles-iles di Desa Klangon, Kec. Saradan, Kab. Madiun terdapat

beberapa kendala yaitu kerusakan iles-iles karena keterbatasan kapasitas pengering dan

perangkat peralatan chip dan kualitas produk/chip masih rendah. Ketersediaan bahan

baku di desa tersebut melimpah baik iles-iles segar (baru panen) maupun iles-iles lama

(penyimpanan 1 - 2 bulan). Walaupun terjadi penyimpanan sampai 2 bulan, iles-iles

masih dalam kondisi bagus terutama penyimpanan pada kondisi kering . Dalam penelitian

ini diambil iles-iles yang masih segar, sehingga diperlukan adanya koordinasi dan

ketersediaan iles-iles.

Gambar 8. Koordinasi bahan baku iles-iles/porang di Madiun

Koordinasi bahan baku iles-iles dilakukan terhadap ketua Koperasi Rino Kartiko, Bapak

Hartoyo. Hasil koordinasi diperoleh kesepakatan bahwa Koperasi Rino Kartiko siap

membantu ketersediaan bahan baku iles-iles selama penelitian. Namun pihak Koperasi

20

Page 23: 670v

Rino Kartiko mengharapkan teknologi hasil penelitian dapat diaplikasikan di lapangan

khususnya di Desa Klangon.

Berdasarkan catatan Koperasi Rino Karti ko, luas tanam iles-iles pada tahun 2006 sekitar

688,1 ha dengan iles-iles diperoleh 5.849 ton dan pendapatan Rp 7.018.800.000.

Sedangkan pada tahun 2009 luas tanam berkurang menjadi 467 ton dengan hasil 4.817

ton. Namun pendapatan petani iles-iles meningkat Rp 8.125.000.000. Hal ini disebabkan

terjadi kenaikan harga iles-iles. Penyimpanan iles-iles saat ini hanya terhampar di luar,

tanpa ada penyimpanan khusus . Penyimpanan ini menyebabkan beberapa iles-iles

terjadi kerusakan khususnya apabila terjadi pada musim hujan. lles-iles yang rusak

karena kurang kering biasanya dipisahkan untuk segera dilakukan pengeringan dan

dilakukan proses selanjutnya.

Gambar 9. lles-iles di desa Klangon, Kec. Saradan, Kab. Madiun

A : umbi iles-iles siap jual atau siap diproses menjadi chip kering

B : umbi iles-iles yang sudah rusak

Pengolahan iles-iles di Desa Klangon dilakukan hanya sampai tahap produk chip. I

Koperasi Rino Kartiko bekerjasama dengan perusahaan pembuatan tepung iles-iles.

Pengolahan iles-iles yang dilakukan di Koperasi Rino Kartiko melalui beberapa tahap :

1. Persiapan bahan baku

2. Sortasi iles-iles

3. Pembuatan cip

4. Pengeringan

5. Sortasi chip iles-iles

6. Pengiriman chip ke pabrik pengolahan tepung iles-iles

Bahan baku iles-iles diambil dari KPH Saradan, Kab. Madiun. Budidaya iles-iles

merupakan program Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan. lles-iles yang

21

Page 24: 670v

tersedia dilakukan sortasi untuk memilih iles-iles siap proses. lles-iles yang telah sortasi

dilakukan pembuatan chip. Alat pembuatan chip dapat dilihat pada gambar .:

Gam bar 1 0. Alat pembuatan chip iles-iles

lles-iles yang berupa chip dikeringkan dengan oven tipe rak dan matahari. Pengeringan

melalui oven memerlukan waktu 6 - 8 jam, sedangkan melalui matahari/penjemuran

selama 2 - 3 hari. Penjemuran dilakukan disebabkan kapasitas oven tidak mencukupi.

Apabila pada musim hujan, penjemuran tidak dapat dilakukan sehingga terjadi

penumpukan bahan baku dan terjadinya kerusakan iles-iles. Kendala yang dihadapi pada

oven adalah distribusi suhu pemanasannya tidak merata, sementara desain pengering

tidak memungkinkan rak untuk dapat dipindah-pindah menurut kekeringan masing-masing

rak. Selanjutnya dilakukan sortasi iles-iles dan pengiriman irisan iles-iles ke pabrik.

Gambar 11 . Pengering/Oven

Koordinasi selanjutnya dilakukan dengan Perhutani Unit Jawa Timur berkaitan dengan

hasil penelitian tahun 2009 dan membantu kemudahan dalam memperoleh bahan baku

umbi iles-iles segar. Pengembangan olahan umbi iles-iles berupa tepung iles-iles dapa:

dilakukan di sentra-sentra produksi iles-iles di wilayah binaan PT. Perhutani

Page 25: 670v

Gambar 12. Sosialisasi dan koordinasi dengan PT. Perhutani Jawa Timur

b) Persiapan Sampel dan Analisa Sifat Kimia

Komposisi kimia setiap buah umbi iles-iles berbeda-beda sehingga data analisa

cenderung fluktuatif dengan standar deviasi yang tinggi. Untuk itu, pada penelitian ini

sampel diambil dari beberapa buah umbi iles-iles yang dipilih secara acak dan setiap

buah umbi iles-iles diambil sebanyak 50 gram. Cuplikan irisan umbi iles-iles diparut dan

diaduk sampai merata, selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan freeze drier

(Gambar 8). Sampel umbi iles-iles yang sudah kering dikemas dalam alufo dan siap untuk

dianalisa proksimat dan kadar glukomannanya.

Gambar 8. Pengeringan umbi iles-iles segar dengan freeze drier

Hasil analisa proksimat (Tabel 4) menunjukkan bahwa komponen yang dominan dalam

umbi iles-iles adalah karbohidrat by different yang diduga berupa pati , serat, gula

sederhana dan komponen lainya, sedangkan kadar glukomanan hanya sekitar 31 99%

(bk). Komponen lainnya seperti protein dan lemak dalam jumlah yang tidal< te'"'a _

signifikan. Kadar glukomanan dalam iles-iles jauh lebih rendah d ibanding~ar ce~~a­

hasil penelitian Ohtsuki (1968) yang menunjukkan bahwa kadar gluKomar'"'an -:.;m: es­

iles jenis kuning dapat mencapai 55% (bk). Perbedaan kadar gluKomar ... a ... ::a::a ~.m: :

23

Page 26: 670v

. iles-iles dipengaruhi lingkungan dan kondisi tempat umbi iles-iles tersebut dibudidayakan,

spesies, umur tanam umbi , dan umur umbi pada saat pemanenan.

Tabel 4. Komposisi umbi iles-iles segar

Jenis Analisa Kadar Air (%bb) Kadar Abu (% bk) Kadar Protein (% bk) Kadar Lemak (% bk) Kadar Karbohidrat by diff (% bk) Kadar Glukomanan (% bk)

c) Produksi tepung iles-iles kasar (40 mesh)

lles-iles segar

80,34 3,26 8,04 1,73

54,99 31 ,99

Proses pembuatan tepung iles-iles kasar (crude) mengacu pada hasil penelitian 2009,

yaitu sebagai berikut: umbi iles-iles yang sudah dikupas kulitnya diris dengan ketebalan 3-

5 mm menggunakan alat slicer, kemudian dilakukan perendaman selama 10 men it dalam

larutan natrium meta bisulfit 1500 ppm. setelah irisan umbi iles-iles ditiriskan, selanjutnya

dikeringkan menggunakan tray drier pada suhu 80°C sampai kadar air 12% atau ketika

chip kering dipatahkan terdengar suara trek yang nyaring. Chip kering ditepungkan

menggunakan penepung disk mill dengan ukuran screen 1 mm. Setengah bagian dari

tepung yang dihasilkan diayak dengan ukuran 40 mesh dan setengah bagian lainnya tidak

diayak (tepung utuh/who/e flour).

Hasil penelitian 2009 menunjukkan bahwa pengupasan kulit umbi iles-iles segar dapat

mengurangi kotoran dalam tepung iles-iles yang dihasilkan. Pengupasan dilakukan

secara manual menggunakan pisau bergerigi melengkung karena kul it umbi iles-iles keras

dan tebal. Selain itu, pengupas harus menggunakan sarung tangan karet dan menghidari

kontak langsung dengan umbi yang dikupas karena akan mengakibatkan rasa gatal dari

kalsium oksalat yang dikandungnya. Proses pengupasan dan umbi yang telah dikupas

dapat dilihat pada Gambar di bawah ini:

24

Page 27: 670v

Gambar 9. 1. Pengupasan; 2. Kulit iles-iles; 3. Umbi hasil pengupasan

Umbi hasil pengupasan diiris tipis-tipis kira-kira 3 milimeter mempergunakan slicer da

lang sung direndam dalam larutan natrium metabisulfit 1500 ppm selama 10 me nit untuk

mencegah terjadinya pencoklatan pada saat umbi dikeringkan. Selain itu , natrium

metabisulfit berfungsi juga sebagai penetral alkaloid penyebab rasa pahit (conicine),

mengurangi jumlah rafida penyebab rasa gatal (kristal kalsium oksalat berbentuk jarum)

dan mempercepat pelarutan kalsium oksalat serta memperpanjang masa simpan kripik

iles-iles.

Gam bar 10. Proses Pengirisan Umbi lies-lies dengan Slicer

Umbi yang telah direndam ditiriskan dan dikeringkan mempergunakan alat pengering

sistem rak (tray drier) selama 8 jam pada suhu 70-80°C. Sebagai tanda bahwa kripik iles­

iles telah kering dan siap digiling (ditumbuk) adalah bila kripik tersebut dipatahkan akan

25

Page 28: 670v

berbunyi "krek" atau bila kadar air kripik sekitar 12 persen berat basah. Pada kondisi

tersebut diperkirakan semua mikroba tidak dapat tumbuh dan enzim-enzim sudah tidak

efektif. Rendemen yang dihasilkan dengan pengupasan ini rata-rata 15,63%, sehingga

jika memproduksi chip iles-iles dari 250 kg umbi iles-iles segar akan dihasilkan sekitar

39,08 kg.

Gambar 11. 1. Chip kering tanpa perendaman natrium metabisulfit

2. Chip iles-iles dengan perendaman natrium metabisulfit

Setelah melalui tahapan pengeringan di dalam Oven chip iles - iles masuk ke dalam

mesin hammer mills untuk ditepungkan dengan ukuran saringan 1,5 inehi dan

pengayakan dengan mesin pengayak ukuran 40 mesh. Tepung yang diambil sebagai

bahan baku adalah yang tidak lolos 40 mesh. Hasil penelitian 2009 menunjukkan bahwa

pada ukuran ini kadar glukomannannya paling tinggi yaitu sekitar 21 ,09%. Rendemen

tepung iles-iles kasar yang dihasilkan dari proses pengayakan ini sekitar 78,19% dari chip

iles-iles, sehingga jika berdasarkan basis umbi iles-iles segar 250 kg maka akan diperoleh

tepung iles-iles kasar (40 mesh) sebesar 30,55 kg.

d) Desain prototif alat dan ujicoba pencucian bertingkat

Desain dan pembuatan prototif ini bertujuan untuk mengetahui desain terbaik yang dapat

menghasilkan proses purifikasi glkomannan yang cepat, efisien dan menghasilkan kadar

glukomannan yang tinggi. Prototif alat peneucian bertingkat ini terdiri dari tabung

alumunium berukuran diameter 35 em, tinggi 40 em dan volume 38.465 cm 3, tabung

berdinding ayakan 100 mesh dengan diameter 30 em, tinggi 35 em dan volume 24.728

em3, dan tabung berdinding ayakan 80 mesh dengan diameter 20 em, tinggi 25 em dan

volume 7.850 em3, seperti terlihat pada Gambar 12.

Kapasitas proses dari tabung penyaring disesuaikan dengan kemampuan agitator yang

tersedia . Untuk sekali proses dapat dilakukan dengan bahan baku tepung iles-iles kasar

maksimal 3 kg untuk tabung 60 dan 80 mesh dan 5 kg untuk tabung 100 mesh.

Keeepatan agitator yang digunakan adalah 200 rpm seeara konstan.

26

Page 29: 670v

Gambar 12. Prototif alat pencucian bertingkat

A. Agitator B. Tabung penyaring C. Susunan tabung penyaring

B. OPTIMASI PRODUKSI DENGAN METODE PENCUCIAN BERTINGKAT

Glukomanan merupakan polimer tersebut memiliki sifat-sifat antara selulosa dan

galaktomannan, sehingga zat tersebut mampu mengalami proses pengkristalan serta

dapat pula membentuk struktur serat-serat halus (Frey dan Peston, 1967). Glukomannan

larut dalam air dingin dan membentuk massa yang bersifat kental (Sarko, 1967), dan

mampu mengembang sekitar 138 sampai 200 persen, bersifat merekat, namun

glukomannan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang

terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan menggunakan asam klorida encer (Syaefullah ,

1990).

Oleh karena itu, penggunaan alkohol dalam pencucian bertingkat ini dimaksudkan agar

pati dan pengotor lainya akan larut dan terbawa dalam larutan alkohol setelah melewati

chamber berpori 8G dan 100 mesh, sedangkan glukomannan bersifat tidak Ia rut dalam

alkohol sehingga akan tertahan dalam chamber pengaduk dan siap untuk dikeringkan

dengan oven suhu 80°C sampai kadar air ±12%. Untuk menghaluskan tepung iles-iles

dilakukan penepungan menggunakan dry blender dengan kecepatan 25.000 rpm atau

finmill sampai ukuran partikel mencapai ~1 00 mesh.

Pada perlakuan pencucian dengan alkohol 50% dilakukan pengadukan secara ] ~

selama 4 jam dan setiap 30 menit diambil sampel sebanyak 10 gram kemudian O'a'"'a sa

kadar glukomannanya. Pembatasan waktu 4 jam disesuaikan dengan rencara ::'·: ·:: !.!~ S

dalam sehari, ·sehingga semakin cepat proses pencucian akan merr::;e..,..,.a... ~:: ::!~.:-, ::

dalam produksinya. Hasil analisa menunjukkan adanya peningka:a..,

pada tepung iles-iles yang tertinggal didalam chamber te rda ~a ,.,.., . ...

dengan waktu pengadukan seperti terlihat pad a gam bar dibawa" ~ ··

a=ar ·~ :~:..:-!:·: ::--__ : .:-.:-

--- ---::-= .: .. :-:: ._., _

Page 30: 670v

80 69,22

70 65,11 67.41

59,61 I I • ~ .__.. • 69,98

GO ~ 66,71 68,87 -- --c "' c 50 c "' E 40 0 ~ :::J 30 f 31,99 c; ... "' 20 "'0

"' :.::: 10

0

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270

Waktu Pengadukan {menlt)

Gam bar 13. Kadar glukomanan selama pengadukan 4 jam dalam alkohol 50%

(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)

Pada gambar diatas terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar glukomanan yang sangat

signifikan pada 30 men it pengadukan pertama hampir 100% , kemudian meningkat

secara perlahan sampai pengadukan 4 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa pati dan

komponen pengotor lainnya terpisah dari tepung dan terbawa keluar melalui tabung

penyaring. Pada tahap ini proses yang cukup baik untuk menghasilkan kadar

glukomanan adalah pengadukan selama 4 jam, namun dari sisi efisiensi waktu dapat

dilakukan selama 3 jam.

Perlakuan selanjutnya adalah pengadukan dengan alkohol 70% selama 4 jam. Hasil

analisa menunjukkan adanya peningkatan kadar glukomanan pada tepung iles-iles yang

tertinggal didalam chamber terdalam (60 mesh) sebanding dengan waktu pengadukan

seperti terlihat pada gambar dibawah ini: , ····-··········-···-·····-------------------

70 .,

60 ;;: c 50 "' c c e 4o 0 ~ :::J c; ~ 20 "' :..:

10

0 1

0

58,62 57,65 58,23 55,23 -~--+---~--~---+--~----~--~

57,31 57,9 58,46 58,67

--·-···-···r·-· ...................... 1 ···························r··---···----·--·····r ·········- ·······- ··: ·······- ..................... .

30 60 90 120 150 180 210 240 270

Waktu Pengadukan {menit)

Gambar 14. Kadar glukomanan selama pengadukan 4 jam dalam alkohol 70%

(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)

28

Page 31: 670v

Perlakuan selanjutnya adalah pengadukan dengan alkohol 90% selama 4 jam. Hasil

analisa menunjukkan adanya peningkatan kadar glukomanan pada tepung iles-iles yang

tertinggal didalam chamber terdalam (60 mesh) sebanding dengan waktu pengadukan

seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

60 51,58 48.88

- so ··j 45,12 50,24 rte • • • • • • • - .- 47,68 50,10 50,86 51,60

~ 40 c: c:

~ 30 .-If 31,99

~ 20 J :V I

:.:: 10 -g t'

0 --·-·---··r- ····--···-···r····-··--·.,---····--·-,-··-··- ·---······-·--··-··--- ············T········-·---··- ·····; ·····-········-· ..... , ······-· ·······-······:

0 30 60 00 1W 1~ 1W 2W 2~ 2M

Waktu Pengadukan (menit)

Gam bar 15. Kadar glukomanan selama pengadukan 4 jam dalam alkohol 90%

(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)

Pada perlakuan kombinas dilakukan pengadukan secara kontinyu mulai alkohol 50%,

70% dan 90% masing-masing selama 4 jam. Hasil analisa kadar glukomanan yang

diambil setiap 30 menit dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

80

70

60

~ li so 1: <: e 40 ~ " "6 .. 30 ~ ""

20

10

0

I I I

I

57. 84 ~ 56,41

55 ,91

56, 57 56. 1.~

55,03

55, H 55,67

55 ,36 -

~ ···--~ ····-y· ···---.-- ····r-·· .,... ·!··· r-··- ··'!"""· ··-··y- ·······~-·- . .,. .. · ··r... ····· ·"' ....... r·· ...... _ ... ···":··-·· ·y·····~-- .. ··· .... . r · ..... ! -· ···•·r- ······• · ·· ·• -----~

0 30 60 90 120 150 180 HO 240 270 lOO JJO l60 390 420 450 430 510 540 570 MO 630 660 690 720 750 780

Waktu P•ncadukan (manit)

Gambar 15. Kadar glukomanan selama pengadukan kontinyu masing-masing 4 jam

dalam alkohol 50%, 70% dan 90%

(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)

29

Page 32: 670v

Pada gambar diatas terlihat bahwa kadar glukomanan meningkat secara cepat pada

pengadukan 30 menit dalam alkohol 50%, kemudian naik sampai maksimum 66,70%

setelah diaduk selama 3 jam dalam alkohol 50%. Selanjutnya kadar glukomanan

menurun pada perlakuan dengan alkohol 70% dan terus menurun pada alkohol 90%.

Dari hasil ini terlihat bahwa kombinas perlakuan pencucian tidak memberikan dampak

yang baik untuk mempercepat peningkatan kadar glukomanan. Untuk itu, perlakuan

terbaik dengan cara pencucian bertingkat ini adalah pengadukan selama 3 jam dalam

alkohol 50% yang menghasilkan kadar glukomannan 68,87%. Hasil analisa viskositas

dengan menggunakan broekfield sampai data stabil sekitar 8.600 cps. Rendahnya nilai

viskositas ini disebabkan karena ukuran partikel tepung masih besar (60 mesh) yang sulit

dihaluskan dengan blender atau dengan penepung yang biasa karena teksturnya sangat

keras.

Kadar glukomannan yang dihasilkan ini belum memenuhi tujuan penelitian yang

menargetkan kadar glukomannan sampai 80%. Salah satu faktor penyebabnya adalah

kuran partikel tepung iles-iles masih cukup besar, yaitu 60 mesh, sehingga

memungkinkan pati dan komponen pengotor lainnya masih menempel atau bercampur

dengan glukomannan. Namun demikian, kadar glukomannnan tepung iles-iles ini sudah

sama dengan kadar tepung konjac komersial dari Jepang dari perusahaan CV. Indo

Sweet, Jakarta yang mengandung kadar glukomannan sekitar 67,55%. Harga per kilo

jenis tepung konjac saat ini (November 201 0) di Jakarta sekitar Rp. 360.000/kg.

C. OPTIMASI PRODUKSI DENGAN METODE ENZIMATIS

Prinsip dari metode enzimatis yang dilakukan pada penelitian ini adalah bahwa , kandungan pati yang masih cukup tinggi pada tepung mannan menyebabkan kadar

glukomannan dan sifat fisik masih belum terlalu baik. Sehingga diharapkan dengan

adanya reduksi kandungan pati dan bahan pengotor lainnya yang terdapat dalam tepung

mannan dapat meningkatkan kadar glukomannan dan sifat fisiknya. Enzim a-amilase

merupakan enzim yang dapat memecah pati menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Adapun perlakuan enzimatis yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut: tepung man nan didialisis menggunakan air dingin, kemudian diinkubasi selama 2,

3 dan 4 jam dan pengadukan 200 rpm dengan konsentrasi enzim a-amilase 2,5; 5,0; dan

7,5 % v/w. Kemudian dilakukan perendaman dalam alkohol, dan endapan glukomannan

dikeringkan dan ditepungkan kembali, sehingga diperoleh tepung iles-iles berkadar

glukomanan tinggi dengan derajat putih tinggi dan ukuran partikel kecil . Hasil perlakuan

enzimatis terhadap tepung mannan dapat dilihat pada Tabel 5.

30

Page 33: 670v

Tabel 5. Hasil analisis kadar glukomannan dan viskositas perlakuan enzimatis

Konsentrasi a- Waktu Kadar amilase lnkubasi Glukomannan {%)

2 jam 42,29

2,50% 3 jam 63,50 4 jam 68,60

Rata-rata 58,13

2 jam 47,54

5,00% 3 jam 64,39 4 jam 74,20

Rata-rata 62,04 2jam 45,53 3jam 93,75

7,50% 4 jam 68,10

Rata-rata 69,13

Keterangan: rata-rata dari 3 kali ulangan

* c t"\1 c c t"\1

E 0

..¥ :::l

G ... ~

t"\1 !-'

100 ' 90 ~ 80

70 ' 60 1

so .; 42 ,29

40 30 20 10

63 ,5 68,6

64,39

47,54

74,2

Viskositas (cps)

7.760 11.520

15.340 11.540

12.920

14.675

17.240 14.945 11.560 18.840 14.980

15.127

93,75

68,1

45,53

0 i • • • • • • • • • 2jam 3jam 4jam j 2 jam 3jam 4 jam i 2jam 3 jam 4jam ,

2,50% 5,00% 7,50%

Konsentrasi Enzim dan Waktu lnkubasi

Gam bar 16. Kadar glukomanan tepung iles-iles pada berbagai perlakuan

konsentrasi enzim dan waktu inkubasi

(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)

Pada tabel dan gambar diatas terlihat bahwa kadar glukomanan yang dhasi lkan berkisar

antara 42,29 % sampai 93 ,75%. Kadar glukomannan tertinggi dihasilkan pada perlaKua

konsentrasi a-amilase 7,5% (v/w) dengan waktu inkubasi selama 3 jam sebesar 93,75%

Waktu inkubasi 3 jam merupakan waktu yang optimum karena setelah 4 jam Kaaar

glukomannan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah 3 jam, enzi

3

Page 34: 670v

menghidrolisis kadar glukomannan sehingga kadarnya menjadi menurun. Selain itu,

konsentrasi enzim juga mempengaruhi kadar glukomanan yang dihasilkan. Rata-rata

kadar glukomanan pada perlakuan konsentrasi 2,5% sebesar 58,13%, konsentrasi 5,0%

sebesar 62,04% dan konsentrasi 7,5% sebesar 69,13%. Artinya semakin tinggi

konsentrasi enzim yang digunakan maka kadar glukomanan yang dihasilkan juga

cenderung akan meningkat.

Namun deniikian, dalam proses produksi skala komersial, konsentrasi penggunaan enzim

ini sangat mempengaruhi efisiensi biaya produksi, sehingga diupayakan konsentrasi

enzim yang digunakan seminimal mungkin karena enzim tidak dapat di-recovery atau

digunakan kembali . Kadar glukomanan yang diperoleh dengan perlakuan terbaik ini

melebihi dari target penelitian yang hanya 80% kadar glukomanan dalam tepung iles-iles.

20.000 l 18.ooo 1 16.000 •i

~ 14.000 1 ~ 12.000 -1 "' ~ ~ 10.000 l 7.760

.§ 8.000 ! I ~ 6.000

> ~ ·~~~ .•. . .

11.520

18.840 17.240

15.340 14.675 14.980 12.920

11.560

I 2 jam 3jam 4jam ! 2 jam 3 jam 4jam i 2 jam 3jam 4 jam i

2,50% 5,00% 7,50%

Konsentrasi Enzim dan Waktu lnkubasi

Gambar 17. Viskositas tepung iles-iles hasil berbagai perlakuan konsentrasi

enzim dan waktu inkubasi

(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)

Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan broekfield dengan spindle no. 7 dengan

konsentrasi 1% larutan glukomanan dalam air destilasi. Pad a gam bar 17 terlihat bahwa

nilai viskositas tepung iles-iles bervariasi antara 7. 760 cps sampai 18.840 cps. Viskositas

tertinggi dihasilkan pada perlakuan konsentrasi enzim 7,5%, inkubasi 3 jam dan suhu

50°C sebesar 18.840 cps . Hal ini menunjukkan bahwa kadar glukomanan berbanding

lurus dengan viskositas larutannya, semakin tingg i kadar glukomanan maka semakin

Page 35: 670v

tinggi pula viskositasnya. Hasil viskositas ini melebihi dari target penelitian yang hanya

sekitar 16.000 cps.

Secara umum, tepung iles-iles yang dihasilkan dengan metode enzimatis ini sudah

memenuhi target dari tujuan penelitian, dimana kadar glukomanan yang dihasilkan lebih

dari 80% dan viskositasnya juga sudah lebih dari 16.000 cps, sehingga metode terpilih

untuk proses purifikasi glukomanan dengan metode enzimatis ini adalah konsentrasi

enzim a-amilase 7,5% dan waktu inkubasi selama 3 jam pada suhu 50°C.

KESIMPULAN

1. Sosialisasi hasil penelitian 2009 dan koordinasi penelitian 2010 dengan pihak PT.

Perhutani Jawa Timur dalam penyediaan bahan baku dan kerjasama pengembangan

iles-iles sudah dilaksanakan.

2. Penyiapan bahan baku berupa tepung iles-iles kasar (crude) dilakukan dengan

menggunakan teknologi yang dihasilkan tahum 2009, yaitu pengupasan umbi,

pengirisan 3-5 mm, perendaman dalam larutan natrium meta bisulfit 1500 ppm,

pengeringan dengan tray drier pada suhu 80°C, dan penepung dengan menggunakan

screen 1 mm menghasilkan 30,55 kg tepung iles-iles kasar dari bahan baku 250 kg

umbi iles-iles segar atau persentase rendemen sekitar 12,12%

3. Metode pencucian bertingkat terpilih adalah pencucian dengan alkohol 50% selama 3

jam dengan menghasilkan kadar glukomannan 68,87% dan viskositas 8.600 cps.

4. Metode enzimatis 'terpilih adalah konsentrasi enzim a-amilase 7,5% dengan waktu

inkubasi selama 3 jam pada suhu sooc yang menghasilkan tepung mannan dengan

kadar glukomannan sebesar 93,75% dan viskositas 18.840 cps.

33

Page 36: 670v

PERSONALIA PENELITI

No. Nama lengkap dan Gelar Posisi Dalam Bidang Keahlian Jenjang Pendidikan Waktu Kegiatan Fungsional Uam per minggu)

1. Edy Mulyono, lr. MS Pen-Jab Rekayasa proses Pen. Madya S2 34

2. lr. Wisnu Broto, MS Anggota Penanganan Pen. Madya S2 34

3. Risfaheri, lr, MS, Dr Anggota Teknologi industri Ahli Pen. Utama S3 34

4. Drs. Hadi Setyanto Anggota Rekayasa proses · Pen. Madya S1 18 .. 5. Misgiyarta, STP, MSi Anggota Mikrobiologi Pangan Pen. Muda S2 23

6 . Agus Budiyanto, STP Anggota Teknologi lndustri Pen.Pertama S1 23

7. Asep W. Permana, STP, MSi Anggota Rekayasa proses Peneliti Non Kelas S2 23

8. Fajar Kurniawan, STP Anggota Pengolahan Pangan Peneliti Non Kelas S1 23

9 Marwan Wahyudi, AMd Anggota Analis Mikrobiologi Tek. Litkayasa D3 21

Fungsional

10 Pia Lestina Anggota Analis Kimia Tek. Litkayasa Non D3 21

Fungsional

11 Triyono, SSi Anggota Teknisi Tek. Litkayasa Non S1 19

Fungsional

12 M. Gousul Adom Anggota Teknisi Tek. Litkayasa Non SMA 19

Fungsional

13 Wahyudiono,SSi Anggota Analis Kimia T ek. Litkayasa Non S1 19

Fungsional

34

Page 37: 670v

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A. D. Fardiaz, N.L.Puspitasari, S. Yasni dan B. Budiyanto. 1999. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU IPB, Boger.

AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 2006. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC: AOAC

Bin, L and X. Bi-jun. 2003. Study on Gel Formation Mechanism of Konjac Glucomannan. Agricultural Sciences in China 2 (4) : 424-428

Catherwooda, D. J. et al. 2007. Oxalate content of cormels of Japanese taro (Colocasia esculenta (L.) Schott) and the effect of cooking. Original Article. Journal of Food Composition and Analysis 20 (2007) 147-151

Gray, C., Simanjuntak, P., Subur, L.K., Mapaitella, P.F.L., dan Varley, R.C.G. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia, Jakarta.

Ito H, Miura N, Masai M, Yamamoto K, and Hara T. 1996. Reduction of oxalate content of foods by the oxalate degrading bacterium, Eubacterium lentum WYH-1 . lnt J Urol. Jan;3(1) :31-4.

Kadariah, Karlina, L, dan Gray, C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi revis i. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan perilaku fisik bahan pakan lokal : kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan dan berat jenis. J. Media Peternakan. 22 ( 1) : 1 - 11 .

Khanna, S. and R.F. Tester. 2006. Influence of purified konjac glucomannan on the gelatinisation and retrogradation properties of maize and potato starches. Food Hydrocolloids 20 (2006) 567-576

Li, B and B.J. Xie. 2006. Single molecular chain geometry of konjac glucomannan as a high quality dietary fiber in East Asia. Food Research International 39 : 127-132

Li, B., B. J. Xie, and J.F. Kennedy. 2006. Studies on the molecular chain morphology of konjac glucomannan. Carbohydrate Polymers 64 : 510-515

Mulyono, E., Risfaheri, Misgiyarta, A.W. Permana, dan F. Kurniawan. 2009. Teknologi Produksi Tepung Mannan dari Umbi lies-lies (Amorphophallus Oncophillus) Yang Dapat Menghasilkan Rendemen 85% dan Derajat Putih 80%. Makalah pada Seminar Hasil Penelitian SINTA TA. 2009, 9-10 Oktober 2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta

Noonan, S.C and G.P. Savage. 1999. Oxalate content of foods and its effect on human. Asia Pacific J. Clin Nutr 8 (1) : 64-74.

Prosky, L., Asp, N. P., Furda, 1., Devries, J. W., Schweizer, T. F., & Harland, B. F. (1984). Determination of total dietary fibre in foods, food products and total diets:

35

Page 38: 670v

interlaboratory study. Journal of the Association of Official Analytical Chemists, 67, 1044-1052.

Ohtsuki, T. 1968. Studies on Reserve Carbohydrate of Flour Amorphophallus Species with Special Reference to Mannan. Botanical Magazine Tokyo. Vol. 81 : 119-126.

Purwani, E.Y., Y.Setiawati , H. Setyanto, S.J. Munarso, N. Richana, dan Widaningrum. 2004. Utilization of sago starch for Transparent Noodle in lndoesia. Presiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogar.

Rasper, V.F. and J.M. de Man. 1980. Effects of granule size of substituted starches on the rheological character of composite doughs. J. Cereal Chemist 57(5):331-340

Savage, G.P., Vanhanen , L., Mason, S.M., Ross, A.B., 2000. Effect of cooking on the soluble and insoluble oxalate content of some New Zealand foods. Journal of Food Composition and Analysis 13, 201-206.

Shehyn H. and D. B. Pall. 1940. The Solubility of Calcium Oxalate in Various Salt Solution. Analytical Laboratories, Aluminum Company of Canada, Arvina, Quebec, Canada.

Shimizu, M and H. Shimahara. 1973. METHOD OF SELECTIVE SEPARATION OF KONJAC FLOUR FROM THE TUBERS OF AMORPHOPHALLUS KONJAC. United States Patent 3767424

Shuey, Wand K.H . Tippies. 1980. The Amilography Handbook. Physical Testing Methods Com mite of The American Association of Cereal Chemists. USA

Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk lndustri Pangan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta

Tang, J and J. Wang . 2008. Method and Composition of Making Pasta with Konjac Flour as a Main Ingredient. Patent US No. US2008/02927696 A 1. http://www.freepatentsonline.com/y2008/0220136.html (tanggal 21 November 2009). ,

Widjanarko, 2009. Prospek Pengembangan Porang di Jawa Timur. http://simonbwidjanarko.worldpress.com/. (diunduh tanggal 3 September 2009)

Yiu, P.H., S.L.Loh, A.Rajan, S.C.Wong and C.F.J.Bong. 2008. Physiochemical properties of sago starch modified by acid treatment in alcohol. American Journal of Applied Sciences 5 (4): 307-311 .

Zhang, Y.Q., Xie, B.J, and K. Gan. 2005. Advance in the application of konjac glucomannan and its derivatives. Carbohydrate Polymer 60 : 27-31 .

36