10
EFEK EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Senna alata) DAN BUNGA TAHI AYAM (Lantana camara) TERHADAP PERTUMBUHAN Mycobacterium tuberculosis leave extract effects of ketepeng cina (senna alata) and bunga tahi ayam (lantana camara) on the growth of mycobacterium tuberculosis Rufika Shari ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan ekstrak daun Senna alata dan Lantana camara untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab tuberculosis yaitu Mycobacterium tuberculosis. Penelitan dilakukan engan daun mula-mula dikeringkan dan dimaserasi dengan n- heksana untuk ekstrak non-polar dan etanol untuk ekstrak polar kemudian difiltrasi dan dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak pekat. Ekstrak kemudian dicampurkan ke dalam medium Loewenstein Jensen mentah pada konsentrasi 1, 2, 3 , dan 4% (wt/vol) dan diinspisasi sebagai medium miring yang kemudian diinokulasi dengan strain Mycobacterium tuberculosis H37Ra dan diinkubasi selama dua belas pecan. Setelah dua belas pecan diamati konsentrasi terendah masing-masing ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis. Selain itu, setiap ekstrak dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ekstrak polar Lantana camara yang menunjukkan daya antimikobakteria, yaitu mampu menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis pada konsentrasi 1% (wt/vol). Profil KLT ekstrak polar Lantana camara berbeda dengan ekstrak non- polarnya dan mengandung beberapa fraksi folar. Kata Kunci: antimikobakteri, minimum inhibitory concentration, obat tradisional ABSTRACT This research aims to examine the ability of leave extracts of Senna alata and Lantana camara to inhibit the growth of tuberculosis bacteria, Mycobacterium tuberculosis. Initially the leaves were dried and macerated by using n-hexane for non-polar extracts, and ethanol for polar extracts. After that, the leaves went through filtration and evaporation process to gain concentrated extracts. The extracts were then mixed with raw Loewenstein Jensen medium at the concentration of 1, 2, 3, 4% (wt/vol), insipisated as a slant medium, inoculated with the strain Mycobacterium tuberculosis H37Ra, and incubated for twelve weeks. After twelve weeks, the minimum concentration of each extract that can inhibit the growth of Mycobacterium tuberculosis was observed. Besides, each extract was analysed by using thin layer chromatography (TLC). Only the polar extract of Lantana camara showed antimycobacterial activity, i.e it was able to inhibit the growth of Mycobacterium tuberculosis at the concentration of 1% (wt/vol). The TLC profile of the polar extract of Lantana camara was different from its non-polar extracts, and it contained several polar fractions. Keywords: antimicobacteria, minimum inhibitory concentration, traditional medicine

63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

qqqqqq

Citation preview

Page 1: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

EFEK EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Senna alata) DAN BUNGA TAHI AYAM (Lantana camara) TERHADAP PERTUMBUHAN Mycobacterium tuberculosis

leave extract effects of ketepeng cina (senna alata) and bunga tahi ayam (lantana camara) on

the growth of mycobacterium tuberculosis

Rufika Shari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan ekstrak daun Senna alata dan Lantana camara untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab tuberculosis yaitu Mycobacterium tuberculosis. Penelitan dilakukan engan daun mula-mula dikeringkan dan dimaserasi dengan n-heksana untuk ekstrak non-polar dan etanol untuk ekstrak polar kemudian difiltrasi dan dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak pekat. Ekstrak kemudian dicampurkan ke dalam medium Loewenstein Jensen mentah pada konsentrasi 1, 2, 3 , dan 4% (wt/vol) dan diinspisasi sebagai medium miring yang kemudian diinokulasi dengan strain Mycobacterium tuberculosis H37Ra dan diinkubasi selama dua belas pecan. Setelah dua belas pecan diamati konsentrasi terendah masing-masing ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis. Selain itu, setiap ekstrak dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ekstrak polar Lantana camara yang menunjukkan daya antimikobakteria, yaitu mampu menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis pada konsentrasi 1% (wt/vol). Profil KLT ekstrak polar Lantana camara berbeda dengan ekstrak non-polarnya dan mengandung beberapa fraksi folar.

Kata Kunci: antimikobakteri, minimum inhibitory concentration, obat tradisional

ABSTRACT

This research aims to examine the ability of leave extracts of Senna alata and Lantana camara to inhibit the growth of tuberculosis bacteria, Mycobacterium tuberculosis. Initially the leaves were dried and macerated by using n-hexane for non-polar extracts, and ethanol for polar extracts. After that, the leaves went through filtration and evaporation process to gain concentrated extracts. The extracts were then mixed with raw Loewenstein Jensen medium at the concentration of 1, 2, 3, 4% (wt/vol), insipisated as a slant medium, inoculated with the strain Mycobacterium tuberculosis H37Ra, and incubated for twelve weeks. After twelve weeks, the minimum concentration of each extract that can inhibit the growth of Mycobacterium tuberculosis was observed. Besides, each extract was analysed by using thin layer chromatography (TLC). Only the polar extract of Lantana camara showed antimycobacterial activity, i.e it was able to inhibit the growth of Mycobacterium tuberculosis at the concentration of 1% (wt/vol). The TLC profile of the polar extract of Lantana camara was different from its non-polar extracts, and it contained several polar fractions.

Keywords: antimicobacteria, minimum inhibitory concentration, traditional medicine

Page 2: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) menyebabkan dua juta kasus kematian setiap tahun dalam skala gobal, dan sepertiga populasi global terinfeksi oleh penyakit ini. Agen penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis yang mudah menyebar melalui batuk, tawa, dan bersin lewat penularan di udara. Setiap orang yang menderita TB aktif diperkirakan menginfeksi sepuluh hingga lima belas orang per tahun (WHO, 2006a).

Bakteri M.tuberculosis adalah bakteri tahan asam, non motil, dan obligat aerob, dan dapat hidup dalam rongga paru-paru yang kaya akan oksigen. Bakteri ini juga dapat hidup sebagai parasit intraselular di dalam makrofag karena memiliki dinding sel yang impermeabel terhadap senyawa litik yang dilepaskan oleh makrofag. M.tuberculosis dapat mengalami dormansi di dalam makrofag dan membentuk granuloma (Anonim, 2005; Elgert, 1996; Roitt, 1991).

Tuberkulosis diobati dengan kemoterapi, dahulu selama 24 bulan, akan tetapi sekarang hanya selama 6-8 bulan dan disebut kemoterapi jangka pendek. Obat antituberkulosis lini pertama adalah isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pyrazinamida dan dua obat yang paling efektif adalah isoniazid dan rifampisin (Ait-Khaled & Enarnson, 2003; WHO, 2006b).

Meskipun laju insidens TB tinggi, hingga sekarang belum ada penelitian untuk menemukan obat TB baru di Indonesia. Penemuan obat TB yang baru menjadi sangat diperlukan oleh timbulnya TB resisten berganda terhadap obat, dan oleh timbulnya TB pada penderita HIV/AIDS (Aditama, 2006).

Salah satu sumber obat TB yang potensial adalah tanaman obat tradisional. Pengobatan tradisional telah digunakan di berbagai penjuru dunia sejak zaman dahulu, terutama di negara-negara berkembang. Di beberapa negara dilakukan penelitian mengenai daya antimikobakteri tanaman obat tradisional yang biasa digunakan untuk mengobati tuberkulosis, misalnya di Kanada (Webster et al., 2010), Italia (Zanetti et al., 2010), Skotlandia (Gordien et al., 2009), Malaysia (Mohamad et al., 2010), Afrika Selatan (Green et al., 2010), dan Turki (Tosun et al., 2004).

Namun demikian, pengetahuan mengenai keamanan, kualitas, dan efektifitas obat tradisional amat terbatas (WHO 2002). Sebagian besar penggunaan obat tradisional belum teruji dan terpantau dengan baik sehingga keamanan, efektifitas, dan efek sampingnya belum terdata dengan baik.

Di Indonesia dengan populasi terbesar ketiga di dunia yang terinfeksi TB (Gerdunas 2005), juga digunakan obat tradisional untuk mengobati TB disamping pengobatan klinis. Ada berbagai macam tanaman obat tradisional yang biasa digunakan untuk mengobati penyakit infeksi. Ketepeng Cina (Senna alata) dan Bunga Tahi Ayam (Lantana camara) terdapat secara melimpah di Indonesia sehingga berpotensi sebagai sumber obat antituberkulosis yang terjangkau. Selain itu air perasan daun L.camara telah digunakan secara tradisional untuk mengobati TB (Widowati, 2007). Namun demikian daya antimikobakterinya perlu diuji terlebih dahulu sebelum keamanan dan dosis efektifnya diteliti.

Penelitian ini merupakan penelitian awal terhadap potensi aktifitas antimikobakteri daun kedua tanaman obat tradisional tersebut. Ekstrak polar dan non-polar dipanen dengan cara maserasi dengan etanol dan n-heksana diikuti dengan evaporasi. Ekstrak yang diperoleh dilarutkan dalam medium Loewenstein Jensen dan diinokulasi dengan M.tuberculosis strain

Page 3: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

H37Ra yang diamati pertumbuhannya setelah 12 pekan. Dari percobaan ini, hanya ekstrak polar L.camara yang memilikia aktifitas antimikobakteri, dalam artian dapat menghambat pertumbuhan H37Ra pada konsentrasi 1 g/100ml. METODE Pemanenan

Daun tanaman S.alata dan L.camara dikeringkan pada suhu kamar dengan menghindari cahaya matahari dan bagian yang kering dibuat serbuk dengan menggunakan mesin penggiling dan disimpan pada wadah kaca yang kedap udara. Serbuk daun yang kering dimaserasi dengan n-heksana dan difiltrasi sebanyak tiga kali, kemudian dimaserasi dengan etanol dan difiltrasi sebanyak tiga kali, dan setiap kali berlangsung selama tiga hari. Ekstrak n-heksana (non-polar) dan ekstrak etanol (polar) dipisahkan dengan cara evaporasi vakum pada suhu 50°C pada tekanan udara rendah (Awal et.al. 2004). Inokulum M.tuberculosis H37Ra

Kultur M.tuberculosis H37Ra (ATCC, Rockville Md.) ditumbuhkan pada media cair Middlebrook 7H9 (Difco Laboratories, Detroit, Mich.) dengan kompleks oleic acid-bovine serum albumin dextrose catalase (OADC) (Difco) pada suhu 37°C, dan diagitasi kuat sekali sehari. Untuk inokulum diibuat suspensi M. tuberculosis dalam NaCl 0.85 pada turbiditas Standar No. 1 McFarland (OD 0,257 pada 600 nm) yang mengadung sekitar 3 x 108 cfu/ml (Sarnia & Ali, 2009).

Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Terlebih dahulu dibuat larutan ekstrak dalam pelarut kloroform untuk ekstrak non-polar

dan DMSO untuk ekstrak polar dengan konsentrasi 2 g/ml. Medium Loewenstein Jensen (Difco) dibuat sesuai instruksi pabrikan dan sebelum diinspisasi ditambahkan dengan larutan ekstrak dengan konsentrasi akhir dalam medium sebanyak 1, 2, 3, dan 4 g/100ml. Medium yang mengandung ekstrak diinsipisasi secara miring dalam tabung reaksi di dalam inkubator selama dua kali 45 menit berselang 24 jam. Inokulum M. tuberculosis H37Ra dengan turbiditas standar No. 1 McFarland yang telah disiapkan sebelumnya, diinokulasi pada setiap medium yang mengandung ekstrak, rifampisin (kontrol positif), atau pelarut saja (kontrol negatif) dan diinkubasi selama 12 pekan. Setelah 12 pekan konsentrasi minimum setiap ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan M.tuberculosis diamati. Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak polar dan non-polar S.alata dan L.camara diteteskan pada lempeng KLT dengan fase stasioner gel silika 1 cm dari salah satu tepi lempeng. Lempeng KLT kemudian direndam dalam pelarut fase bergerak yang terdiri atas heksana dan etil asetat (5:1) di dalam tangki KLT yang udaranya telah lebih dulu dijenuhkan dengan pelarut dan tertutup rapat, di mana tepi lempeng KLT yang terdekat dengan tetesan ekstrak terendam dalam pelarut tetapi permukaan pelarut lebih rendah dari 1 cm yaitu lebih rendah dari lokasi tetesan ekstrak. KLT didiamkan di dalam tangki KLT hingga fase bergerak berdifusi sampai tepi atas. Setelah itu lempeng KLT diangkat dan dikeringkan, kemudian disemprot dengan larutan H2SO4 10%, dikeringkan lagi. Setelah itu profil

Page 4: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

KLT masing-masing ekstrak dibandingkan.

HASIL

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antimikobakteri ekstrak daun S.alata dan L.camara terhadap pertumbuhan M.tuberculosis dan untuk membandingkan aktivitas kedua tanaman obat tersebut dengan rifampisin yang saat ini merupakan obat lini pertama terhadap tuberkulosis. Hal ini dilakukan dengan cara memperoleh ekstrak polar dan non-polar masing-masing tanaman tersebut dengan menggunakan etanol untuk memperoleh ekstrak polar dan n-heksana untuk memperoleh ekstrak non-polar. Uji Minimum Inhibitory Concentration dilakukan dengan menambahkan ekstrak polar dan non-polar yang diperoleh pada medium LJ dengan konsentrasi akhir 1, 2, 3, dan 4 g/100ml. Medium miring padat yang mengandung ekstrak ini diinokulasi dengan M.tuberculosis strain H37Ra selama 12 pekan. Pertumbuhan koloni pada tiap konsentrasi ekstrak kemudian diamati. Ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikobakteri pada konsentrasi 1 g/100ml dikategorikan sebagai ekstrak aktif yang memiliki daya antimikobakteri.

Uji Minimum Inhibitory Concentration menunjukkan hasil yang beragam. Ekstrak polar L.camara dapat menghambat pertumbuhan M.tuberculosis pada konsentrasi 4, 3, 2, dan 1 g/100ml (MIC= 1g/100ml) (Tabel 1 dan Gambar 1). Ekstrak polar S.alata juga menghambat pertumbuhan M.tuberculosis pada konsentrasi 4, 3, dan 2 g/100ml, namun tidak menghambat pada konsentrasi 1g/100ml (MIC= 2 g/100ml), (Tabel 1 dan Gambar 2). Ekstrak non-polar kedua tanaman tersebut memiliki daya hambat yang rendah dengan MIC untuk S.alata senilai >4 g/100ml dan untuk L.camara senilai 3 g/100ml (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Ekstrak Tanaman MIC (g/100ml)

Non-Polar Polar

Senna alata >4 2

Lantana camara 3 1a

Page 5: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

a. Memiliki daya antimikobakteri

Gambar 1 Uji Minimum Inhibitory Concentration pada ekstrak polar Lantana camara. Pertumbuhan M.tuberculosis pada media yang mengandung ekstrak polar L.camara (Tahi Ayam, TA) pada konsentrasi 1, 2, 3, dan 4 g/100ml, dan pada medium yang hanya diberi solven DMSO pada konsentrasi yang sama. Ekstrak polar L.camara menghambat pertumbuhan M.tuberculosis pada konsentrasi 4, 3, 2, dan 1 g/100ml. Dengan demikian MIC= 1 g/100ml dan ekstrak polar daun L.camara bersifat antimikobakteri.

Gambar 2 Uji Minimum Inhibitory Concentration terhadap ekstrak polar Senna alata. Pertumbuhan M.tuberculosis pada medium yang mengandung ekstrak polar S.alata (Ketepeng Cina, KC) pada konsentrasi 1, 2, 3, dan 4 g/100ml, dan pada medium yang hanya diberi solven DMSO pada konsentrasi yang sama. Ekstrak polar S.alata menghambat pertumbuhan M.tuberculosis pada konsentrasi 4, 3, dan 2 g/100ml, dengan demikian MIC=2 g/100ml.

M.tuberculosis tumbuh subur pada kontrol negatif yaitu medium yang diberi perlakuan serupa tetapi tanpa ekstrak, dengan konsentrasi DMSO yang sama dengan konsentrasi DMSO pada perlakuan yang diberi ekstrak (Gambar 7 dan 8). M.tuberculosis tidak tumbuh pada kontrol positif yang mengandung rifampisin dalam pelarut air dalam konsentrasi yang sama dengan perlakuan ekstrak (Gambar 3).

Page 6: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

Gambar 3 Kontrol positif Uji Minimum Inhibitory Concentration. Kontrol positif berupa rifampisin pada konsentrasi 1, 2, 3, dan 4 g/100ml yang diinokulasi dengan M.tuberculosis. Tak ada koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing konsentrasi.

Selain menguji kemampuan tiap ekstrak untuk menghambat pertumbuhan

M.tuberculosis, ekstrak polar dan non-polar S.alata dan L.camara juga dianalisis dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Dari profil KLT masing-masing ekstrak dapat diamati bahwa masing-masing ekstrak mengandung senyawa-senyawa yang berbeda-beda (Gambar 13). Ada kemiripan profil fraksi antara ekstrak non-polar S.alata dan ekstrak non-polar L.camara walaupun tidak semuanya sama. Sementara itu, fraksi polar L.camara memiliki profil yang berbeda dengan fraksi non-polarnya, demikian pula fraksi polar S.alata memiliki profil yang berbeda dengan fraksi non-polarnya. Dari profil KLT dapat dilihat bahwa ekstrak polar L.camara memiliki beberapa fraksi polar.

Gambar 13. Profil kromatografi lapis tipis. 1) Ekstrak non-polar L.camara; 2) Ekstrak polar L.camara; 3) ekstrak non-polar S.alata; dan 4) Ekstrak polar S.alata. KLT dilakukakn dengan fase bergerak heksanan dan etil asetat (5:1) dan fase stasioner gel silika. Ekstrak polar L.camara berbeda dengan ekstrak non-polarnya, dan ekstrak polar S.alata juga berbeda dengan ekstrak non-polarnya. Ekstrak polar L.camara dan S. alata memiliki kemiripan.

Page 7: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

PEMBAHASAN Ekstrak polar L.camara dapat menghambat pertumbuhan M.tuberculosis hingga

konsentrasi 1 g/100ml sehingga ekstrak ini dapat digolongkan sebagai memiliki daya antimikobakteri. Di lain pihak, ekstrak polar S.alata hanya dapat menghambat pertumbuhan M.tuberculosis hingga konsentrasi 2 g/100ml saja sehingga tidak dapat digolongkan sebagai memiliki daya antimikobakteri, walaupun daya hambatnya relatif cukup tinggi. Namun demikian hasil dalam penelitian ini terjadi secara in vitro dan hasil secara in vivo boleh jadi berbeda dan perlu diteliti lebih lanjut.

Apabila daya antimikobakteri ekstrak polar L.camara dibandingkan dengan daya antimikobakteri rifampisin sebagai kontrol positif (Gambar 7), hasil penelitian ini mengindikasikan daya antimikobakteri L.camara lebih lemah dibanding rifampisin sebab diantara tiga ulangan pada konsentrasi 1 g/100ml, hanya pada dua ulangan pertumbuhan M.tuberculosis terhambat, sedangkan pada perlakuan rifampisin pertumbuhan M.tuberculosis terhambat pada ketiga ulangan. Namun demikian, hal ini perlu diteliti lebih lanjut, baik dengan jumlah ulangan yang lebih banyak, maupun dengan tingkat konsentrasi ekstrak dan rifampisin < 1 g/100ml. Perlu dicatat pula bahwa rifampisin sudah berupa senyawa murni dengan MIC 0.05-1 x 10-4 g/100ml (Zhang & Yew, 2009) sedangkan ekstrak polar L.camara masih berupa ekstrak yang perlu dimurnikan, sehingga senyawa murni yang diperoleh dari L.camara boleh jadi memiliki daya hambat yang lebih tinggi (MIC lebih rendah) daripada ekstraknya.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ekstrak polar daun L.camara berpotensi sebagai antimikobakteri sebagai alternatif terhadap obat anti TB yang digunakan saat ini. Sebenarnya L.camara telah diteliti di Malaysia (Mohamad et al., 2010) dan tidak menunjukkan aktifitas antimikobakteri, namun demikian pada penelitian tersebut digunakan ekstrak metanol tanaman utuh, sedangkan pada penelitian ini digunakan ekstrak etanol daun sehingga senyawa yang dipanen dapat berbeda sedikit dan saripati daun lebih terkonsentrasi.

Peneliti-peneliti lain yang telah meneliti aktifitas antimikobakteri tanaman obat tradisional di negaranya masing-masing (Webster et al., 2010; Gordien et al., 2009; Mohamad et al., 2010; Green et al., 2010; Tosun et al., 2004) umumnya menggunakan metode Microplate Alamar Blue Assay (MABA) atau Tetrazolium Bromide Microplate Assay (TEMA) untuk menentukan nilai MIC tanaman obat terhadap pertumbuhan M.tuberculosis. Metode MABA dan TEMA adalah metode yang menggunakan perubahan warna pada reagen resazurin atau tetrazolium bromida untuk mendeteksi pertumbuhan M.tuberculosis (Webster et al., 2010; Mohamad et al., 2010). Sedangkan pada penelitian ini digunakan metode pertumbuhan pada medium LJ untuk menentukan MIC dengan mengamati pertumbuhan koloni M.tuberculosis secara fisik. Hal ini dilakukan karena bahan dan alat untuk percobaan penelitian seperti medium LJ tersedia di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan ada pengalaman dalam membuat media dan melakukan percobaan sehingga hal ini lebih praktis untuk dilakukan. Namun demikian, metode MABA dan TEMA lebih disarankan untuk dilakukan untuk memverifikasi dan mengembangkan penelitian ini karena metode MABA/TEMA lebih praktis, tidak memakan waktu lama dimana pengamatan dapat dilakukan dalam sepekan sementara penelitian ini memakan sedikitnya 12 pekan, dan penentuan MIC lebih presisi karena berdasarkan reaksi oksidasi-reduksi yang timbul akibat pertumbuhan M.tuberculosis. Selain itu, lebih banyak sampel yang dapat diuji dengan kedua metode tersebut.

Nilai MIC ekstrak polar L.camara pada penelitian ini belum bisa dibandingkan dengan

Page 8: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

nilai MIC tanaman obat lain yang di laksanakan di beberapa negara lain di dunia yang telah disebut di atas. Hal ini disebabkan karena nilai MIC L.camara yang diamati pada penelitian ini yang menggunakan medium LJ berdasarkan pengamatan pertumbuhan koloni secara fisik sedangkan penelitian-penelitian pada berdasarkan metode MABA/TEMA yang mengukur MIC berdasarkan pertumbuhan koloni M.tuberculosis yang tidak kasat mata. Nilai MIC ekstrak polar L.camara dalam penelitian ini boleh jadi berbeda apabila diuji dengan metode MABA/TEMA.

Perbedaan antara profil KLT ekstrak polar dan non-polar L.camara menunjukkan perbedaan senyawa yang dikandung dalam kedua ekstrak tersebut yang dapat direfleksikan pada perbedaan kemampuan keduanya dalam menghambat pertumbuhan M.tuberculosis. Ekstrak polar L.camara bersifat antimikobakteri sementara ekstrak non-polarnya tidak demikian. Ekstrak non-polar L.camara dan S.alata memiliki beberapa kemiripan, hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak non-polar kedua tanaman tersebut mengandung beberapa senyawa yang sama.

Ada beberapa kemungkinan mekanisme kerja ekstrak polar L.camara untuk menghambat pertumbuhan M.tuberculosis. Antara lain menghambat sintesis dinding sel, menghambat proses replikasi DNA, transkripsi RNA, atau sintesis protein dengan cara mengintervensi enzim yang terlibat dalam atau signaling pathway dari proses-proses tersebut. Ekstrak juga boleh jadi menghambat produksi ATP pada membran sel, atau menghambat absorbsi nutrien dan mineral ke dalam sel. Penghambatan sintesis dinding sel terjadi secara ekstraselular, sedangakan proses lain yang disebutkan di atas terjadi secara intraselular. Untuk menghambat proses intraselular, komponen ekstrak harus mampu menembus dinding sel yang tebal dan menembus membran sel. Hal ini berarti ukuran molekul ekstrak boleh jadi cukup kecil untuk melewati dinding sel dan membran sel, atau apabila ukuran molekulnya cukup besar maka masuknya komponen ekstrak ke dalam kompartemen intraselular boleh jadi melalui facilitated diffusion yang menggunakan protein kanal yang tidak membutuhkan ATP atau melalui transport aktif yang menggunakan protein kanal yang membutuhkan ATP.

Aktifnya ekstrak polar (bukan non-polar) terhadap M. tuberculosis mengkonfirmasi penggunaan tradisional perasan air daun L.camara untuk mengobati TB. Namun demikian, seperti halnya kebanyakan tanaman obat lain, penggunaan tradisional perasan daun L.camara untuk mengobati TB belum terpantau dengan baik sehingga penggunaan yang efektif dan rasional belum dapat ditentukan. Penggunaan perasan daun L.camara oleh masyarakat belum tentu dapat efektif untuk membasmi TB dan boleh jadi dapat menyeleksi strain resisten pada penderita TB. Hal ini disebabkan karena penggunaan daun perasan L.camara secara tradisional tidak disertai oleh pemeriksaan kandungan M.tuberculosis di dalam sputum penderita. Selain itu tidak diketahui secara pasti penanda kesembuhan secara tradsional. Dengan demikian, walaupun secara kasat mata penderita seolah telah sembuh setelah mengkonsumsi perasan daun L.camara, misalnya ditandakan berhentinya batuk berdarah, akan tetapi sputumnya boleh jadi masih mengandung bakteri M.tuberculosis yang boleh jadi merupakan strain resisten yang terseleksi. Oleh karena itu masih perlu diteliti lebih lanjut kadar perasan daun L.camara yang dipakai, frekuensi pemakaian, dan lama pemakaian yang diiringi bukti klinis bahwa tidak ada lagi M.tuberculosis dalam sputum penderita.

Penelitian selanjutnya yang dapat dilakukan berdasarkan penelitian ini adalah: 1) senyawa yang terkandung di dalam L.camara yang aktif terhadap mikobakteri, biopathway

Page 9: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

senyawa tersebut, dan target antimikobakterinya; 2) konsentrasi perasan air daun L.camara yang efektif dan waktu yang dibutuhkan untuk mengobati TB secara tradisional dan untuk membuktikan apakah cara ini betul-betul efektif.; 3) varian-varian mana dari L.camara yang bersifat antimikobakteri (misalnya antara yang berduri dan yang tidak berduri); 4) apakah ekstrak polar L.camara atau komponennya dapat kompatibel dengan obat antiretroviral antara lain dengan cara meneliti efek ekstrak atau komponennya terhadap produksi CYP3A4 di dalam tubuh tikus; 5) sitotoksisitas ekstrak polar daun L.camara atau komponennya terhadap berbagai sel mamalia untuk mengevaluasi eligibilitasnya sebagai obat.

KESIMPULAN

Dalam penelitian ini telah ditentukan nilai MIC ekstrak polar dan non-polar S.alata (2 g/100ml) dan L.camara (1 g/100ml) dan berdasarkan hasil penelitian, ekstrak polar L.camara memiliki potensi daya antimikobakteri. Penelitian ini merupakan bagian dari usaha untuk mencari sumber obat baru yang terjangkau untuk TB dalam mengatasi multiresistensi terhadap obat, dan untuk meneliti keefektivan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menghadapi TB. DAFTAR PUSTAKA Aditama TY. 2006. Diagnosis & Pengobatan Tuberkulosis Terbaru. (Online)

(http://update.tbcindonesia.or.id . Diakses 3 Agustus 2006 Ait-Khaled N & Enarson DA. 2003.Tuberculosis: A Manual for Medical Students. WHO &

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. pp:67-90 Anonim. 2005. Tuberculosis. Todar’s Online Textbook of Bacteriology. Kenneth Todar

University. Tersedia pada www.textbookofbacteriology.net Awal MA, Nahar A, Hossain MS, Bari MA, Rahman M, Haque ME. 2004. Brine Shrimp

Toxicity of Leaf and Seed Extract of Cassia alata Linn and Their Antibacterial Potency. J. Med. Sci 4 (3). pp 188-193

Elgert KD. 1996. Immunology: Understanding the immune system. Wiley-Liss, Inc.: New York Green E, Samie A, Obi CL, Bessong PO & Ndip RN. 2010. Inhibitory properties of selected

South African medicinal plants against Mycobacterium tuberculosis. Journal of Ethnopharmacology 130: 151-157

Gordien AY, Gray AI, Franzblau SG & Seidel V. 2009. Antimycobacterial terpenoids from Juniperus communis L. (Cupressaceae). Journal of Ethnopharmacology 126: 500-505

Mohamad S, Mohd Zin N, Wahab HA, Ibrahim P, Sulaiman SF, Mohd Zahariluddin AS & Md Noor SS. 2010. Antituberculosis potential of some ethnobotanically selected Malaysian plants. Journal of Ethnopharmacology doi:10.1016/j.jep.2010.11.037

Roitt IM. 1991. Essential Immunology. 7th. ed. Blackwell Scientific Publications: Oxford Sarnia PM & Ali YA. 2009. Proteolytic activity of bacterial isolates using different

proteinaceous compounds and their comparative account. Awishkar SGB Amravati University Journal 1: 94-106

Tosun F, Kizilay CA, Sener B, Vural M & Palittapongarnpim P. 2004. Antimycobacterial

Page 10: 63c2b7aae31f9849eed3f34b575462a2

screening of some Turkish plants. Journal of Ethnopharmacology 95: 273-275 Webster D, Lee TDG, Moore J, Manning T, Kunimoto D, LeBlanc D, Johnson JA & Gray CA.

2010. Antimycobacterial screening of traditional medicinal plants using the microplate resazurin assay. Can. J. Microbiol. 56: 487-494

WHO. 2002. WHO Traditional Medicine Strategy 2002-2005. WHO pp 1-14 WHO. 2006a. TB Fact Sheet. WHO/HTM/STB/factsheet/2006.1. pp: 1-2 WHO. 2006b. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis.

WHO. pp 30-37 Widowati L. 2009. Khasiat Pegagan, dari penumpas TBC sampai peningkat daya ingat.

(Online), (http://informasisehat.wordpress.com/2009/06/22/khasiat-pegagan-dari-penumpas-tbc-sampai-peningkat-daya-ingat/) Diakses tanggal 23 Februari 2011.

Zanetti S, Cannas S, Molicotti P, Bua A, Cubeddu M, Porcedda S, Marongiu B & Sechi LA. 2010. Evaluation of the Antimycobacterial Properties of the Essential Oil of Myrtus communis L. against Clinical Strains of Mycobacterium spp. Interdisciplinary Perspectives and Infectious Diseases doi:10.1155/2010/931530

Zhang Y & Yew WW. 2009. Mechanisms of drug resistance in Mycobacterium tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis 13(11): 1320-1330