Upload
abdul-rivai-botutihe
View
46
Download
6
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
5 Persistensi Laba Dan Perubahan Harga Saham Yang Dicerminkan Oleh Laba Akrual Arus Kas Dimoderasi Book Tax Differences
Citation preview
1
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
PERSISTENSI LABA DAN PERUBAHAN HARGA SAHAM YANG DICERMINKAN
OLEH LABA, AKRUAL, ARUS KAS DIMODERASI BOOK TAX DIFFERENCES
Virginia Monica
Carmel Meiden
Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jakarta [email protected] [email protected]
Abstract This study investigates the influence of book-tax differences on the earnings persistence, accruals, and cash flows for one-period-ahead earnings. This study also examines
whether the level of book-tax differences influences investors assessment of future persistence also market respond for those changes. Quality of earnings can reflect earnings persistence at the future. Higher the quality, higher the persistence, and so does for the opposite. Differences between accounting earnings and fiscal earnings are because of the rules. One of the common rules is accrual system, for example differences in rules about calculating accounting earnings and fiscal earnings. High differences indicate earnings quality and earnings persistence. This study uses sample from companies listed in Indonesia Stock Exchange within years 2007-2009. This study proves that large book-tax differences influence earnings persistence, accruals, and cash flows negatively. It also proves that information about book-tax differences do not influence investors assessment. Keywords: Earning Persistence, Earnings, Accruals, Cash Flows, Book Tax Differences.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fokus utama pelaporan keuangan adalah informasi mengenai laba dan
komponennya. Laba merupakan salah satu parameter kinerja perusahaan
yang mendapat perhatian utama dari pihak internal maupun eksternal
perusahaan. Pihak tersebut seringkali menggunakan laba sebagai dasar
pengambilan keputusan, seperti: penilaian kinerja manajemen, penentuan kompensasi manajemen, pemberian dividen kepada pemegang saham,
penentuan besarnya pengenaan pajak, dan lain sebagainya. Oleh karena itu
kualitas laba menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat
kebijakan akuntansi, dan pemerintah. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) dimasa depan,
yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya (Penman 2002 dalam Handayani Tri Wijayanti 2006).
Di Indonesia, Laporan Keuangan yang disusun umumnya berdasarkan
standar akuntansi keuangan yang berlaku, disebut juga laporan keuangan
komersil. Sementara, laporan keuangan yang digunakan untuk perhitungan
perpajakan adalah laporan keuangan fiskal yang penyusunannya
menggunakan ketentuan perpajakan. Laporan keuangan komersil memuat informasi mengenai laba fiskal. Laba fiskal didapatkan dari penyesuaian atas
laba akuntansi, hal ini karena adanya perbedaan dalam pengakuan
pendapatan dan atau beban antara peraturan perpajakan dengan standar
akuntansi yang berlaku. Selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal inilah yang dinamakan book-tax differences.
Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) juga merupakan komponen penting dalam memberikan informasi mengenai
kualitas laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan
akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal sehingga
2
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal dapat memberikan informasi tentang management discretion dalam proses akrual.
Menurut Hanlon (2005) laba fiskal dapat digunakan sebagai benchmark
untuk mengevaluasi laba akuntansi. Apabila angka laba diduga oleh publik
sebagai hasil rekayasa manajemen, maka angka laba tersebut dinilai
mempunyai kualitas rendah dan konsekuensinya adalah publik akan
merespon negatif angka laba yang dilaporkan tersebut. Book-tax differences memiliki peranan untuk menilai kualitas laba yang
dilakukan oleh manajemen. Semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal akan menunjukan red flag bagi pengguna laporan keuangan,
dan mengindikasikan adanya sinyal yang bahaya dari kualitas laba. Selain itu
perbedaan besar laba akuntansi dengan laba fiskal dapat juga dijadikan
sebagai diagnosa untuk mendeteksi akan manipulasi biaya utama suatu
perusahaan. Oleh karena book-tax differences dikatakan dapat mewakili keleluasaan
manajemen dalam proses akrual, maka banyak penelitian menggunakan
perbedaan tersebut sebagai indikator manajemen laba dalam menilai kualitas laba.Berikut beberapa penelitian yang telah memberikan bukti peranan book-tax differences untuk menilai kualitas laba melalui praktik manajemen laba.
Lev dan Nissim (2004) menemukan bahwa rasio laba akuntansi terhadap laba
fiskal dapat memprediksi pertumbuhan laba lima tahun kedepan, dan berhubungan kuat (lemah) dengan return saham masa depan dalam perioda sebelum (sesudah) penerapan SFAS No.109. Joos et al (2000) dalam Hanlon (2005) membuktikan hubungan negatif antara laba dengan return saham pada perusahaan dengan large book-tax differences sebagai bukti adanya
manajemen laba. Philips et al (2003) membuktikan adanya praktik manajemen laba dengan menggunakan biaya pajak tangguhan sebagai proksi discretionary accruals. Penelitian yang dilakukan oleh Mills dan Newberry (2001) menemukan hubungan positif antara book-tax differences dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan pemberian bonus.
Dari penjabaran mengenai beberapa peneliti diatas, belum ada yang menguji secara lansung peranan book-tax differences dalam hubungannya
dengan persistensi laba. Diketahui bahwa persistensi laba merupakan
komponen yang penting dalam mengukur kualitas laba. Pengertian persistensi
laba menurut Jonas dan Blanchet (2000) dalam Hanlon (2005:8), merupakan
salah satu komponen nilai prediksi laba dalam menentukan kualitas laba, dan
persistensi laba tersebut ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas dari laba sekarang, yang mewakili sifat transitory dan permanen laba.
Hanlon (2005) telah menguji pengaruh book-tax differences terhadap
persistensi laba. Didapat kesimpulan bahwa semakin besar perbedaan antara
laba akuntansi dan laba fiskal, persistensi laba akan semakin rendah. Namun,
penelitian tersebut dilakukan dengan peraturan pajak di Amerika.Peraturan
perpajakan di Amerika tentu berbeda dengan di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini menguji peranan book-tax differences dalam menentukan
persistensi laba akuntansi, akrual, dan aliran kas berdasarkan peraturan
pajak yang berlaku di Indonesia.
Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Wijayanti (2006), dengan
menggunakan sampel perusahaan manufaktur perioda 2000-2004. Hasilnya
membuktikan bahwa komponen akrual laba menyebabkan persistensi laba lebih rendah pada perusahaan manufaktur dengan large negative (positif) book-tax differences daripada perusahaan dengan small book-tax differences. Aliran
kasnya juga mempunyai kencenderungan yang sama dengan komponen
akrualnya, namun tidak terbukti secara statistik mempengaruhi persistensi
laba. Selanjutnya, penelitian ini juga memperluas peranan book-tax
differences sebagai penentu kualitas laba terhadap reaksi pasar dengan menguji penilaian investor atas persistensi laba (Sloan 1996). Penelitian
3
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
sebelumnya Joos et al. (2000) dalam Hanlon (2005) menganggap secara implisit bahwa kualitas laba yang lebih rendah disebabkan oleh large book-tax differences dan pasar menetapkan harga saham sesuai dengan kualitas laba tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Terhadap masalah penelitian tersebut di atas, maka disampaikan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh terhadap persistensi laba akuntansi satu perioda kedepan.
2. Apakah perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal yang
berhubungan dengan komponen akrual laba menyebabkan rendahnya
persistensi laba akuntansi satu perioda ke depan.
3. Apakah ekspektasi investor terhadap persistensi laba akuntansi yang tercermin dalam harga saham untuk komponen akrual laba konsisten dengan persistensi akrual untuk perusahaan dengan book-tax differences
besar.
2. RERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Agency Theory Hubungan kontrak yang terjadi antara manajer dan pemegang saham
adalah hubungan agency. Hubungan agency menurut Ross L. Watts dan
Jerold L., Zimmerman (1986:181) adalah
a contract under which one or more (principals) engange another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decisions making authority to the agent.
Pemegang saham (principal) mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada manajemen (agent). Dapat dikatakan bahwa principal
memberikan suatu kewenangan (termasuk keputusan membuat kebijakan) kepada agent untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan kontrak kerja
yang telah disepakati. Atas wewenang yang dimilikinya, dikatakan bahwa manajer cenderung bertindak oportunis sesuai keinginan dan kepentingan untuk memaksimalkan utility-nya.
2.2 Book-tax differences
Dikarenakan oleh peraturan yang berbeda yang memayungi kedua
perhitungan laba tersebut, maka terdapat perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Dasar perhitungan laba akuntansi ialah metoda akrual
berdasarkan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Laba akuntansi ini
dijadikan sumber untuk menghitung laba fiskal dengan ketentuan-ketentuan
pajak. Setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi
fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan
penyesuaian-penyesuaian terhadap laba akuntansi berdasarkan peraturan pajak yang berlaku saat itu.
Rekonsiliasi fiskal intinya adalah koreksi yang terdiri dari koreksi
positif (koreksi fiskal yang menyebabkan Penghasilan Kena Pajak bertambah)
dan koreksi negatif (koreksi fiskal yang menyebabkan Penghasilan Kena Pajak
berkurang). Akibat dari rekonsiliasi fiskal membuat laba akuntansi dengan laba fiskal berbeda.Perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam perbedaan permanen/tetap (permanent differences) dan perbedaan sementara/waktu (temporary or timing differences).
a. Perbedaan Permanen
Merupakan perbedaan pengakuan suatu penghasilan dan biaya antara
standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan yang bersifat
permanen. Dengan kata lain, jika suatu item termasuk dalam ukuran laba
4
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
akuntansi, maka item tersebut tidak dimasukkan dalam ukuran laba fiskal
selamanya dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak. Dalam penelitiannya, Hanlon menghilangkan perbedaan tetap dalam
analisis utama karena perbedaan permanen hanya berpengaruh pada periode
terjadinya saja dan tidak mengindikasikan kualitas laba yang dihubungkan
dengan proses akrual, selain itu perbedaan permanen tidak menimbulkan
konsekuensi adanya penambahan atau pengurangan jumlah pajak masa depan. Oleh sebab itu, penelitian ini tidak menggunakan perbedaan permanen
dalam analisis utama.
3 kategori yang menyebabkan adanya beda tetap dalam rekonsiliasi
fiskal, yaitu:
(1) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan
sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari
penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan
dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan,
sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Misalnya penghasilan atas bunga deposito atau tabungan, penghasilan dari
penjualan saham dan sekuritas yang terdaftar di bursa efek, penghasilan atas
persewaan tanah/bangunan, penghasilan dari usaha jasa konsultan, dan
penghasilan dari usaha jasa konstruksi.
(3) Menurut akuntansi komersial merupakan beban biaya
sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Undang-Undang Nomor 17 Pasal 19 Tahun 2000), misalnya biaya yang dibebankan untuk
memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya
bersifat final, pergantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, sanksi perpajakan
berupa bunga/denda/kenaikan, dan biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh
tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya daftar nominatif biaya entertain dan daftar nominatif atas
penghapusan piutang).
b. Perbedaan Temporer
Menurut PSAK 46 (2012) adalah perbedaan temporer yang
menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat
kewajiban tersebut dilunasi.
Dalam hal ini, baik menurut akuntansi maupun pajak sama-sama
mengakui bahwa suatu penerimaan (seluruh atau sebagian) merupakan
pendapatan dan suatu pengeluaran (seluruh atau sebagian) merupakan beban
yang dapat dikurangkan terhadap pendapatan. Hal yang berbeda menurut peraturan perpajakan adalah periode pengakuannya. Perbedaan ini
mengakibatkan pergeseran pengakuan pendapatan dan beban antara satu
tahun pajak ke tahun pajak lainnya.
Yang termasuk beda waktu:
(1) Penyusutan Dalam akuntansi, terdapat 5 metode penyusutan (Saldo menurun,
garis lurus, 2x garis lurus, angka tahun, aktivitas seperti jam mesin atau unit
produksi). Sementara menurut perpajakan, yang diperbolehkan hanya metode
garis lurus dan metode saldo menurun.
(2) Amortisasi
(3) Perhitungan persediaan dan pemakaian persediaan (4) Penghapusan piutang tak tertagih
2.3 Persistensi Laba
Menurut Penman (2002) dalam Wijayanti (2006) , persistensi laba
akuntansi adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan
5
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
yang diimplikasikan oleh laba akuntansi tahun berjalan. Besarnya revisi ini
menunjukan tingkat persistensi laba. Inovasi terhadap laba sekarang adalah informatif terhadap laba masa depan dengan ekspektasian, yaitu manfaat
masa depan yang diperoleh pemegang saham. Harga saham merupakan nilai
sekarang manfaat masa depan dengan ekspektasian yang diperoleh pemegang
saham.
Menurut Chandrarin (2001) dalam Handayani Tri Wijayanti (2006) komponen transitori merupakan komponen yang hanya berpengaruh pada
periode tertentu, terjadinya tidak persisten atau tidak terus-menerus, dan
mengakibatkan angka laba (rugi) yang dilaporkan dalam laporan rugi-laba
berfluktuasi. Adanya komponen transitori pada laba menyebabkan laba
bersifat kurang permanen atau laba mempunyai persistensi yang rendah.
Peristiwa transitori adalah peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu dan hanya berpengaruh pada perioda terjadinya peristiwa tersebut. Semakin besar
gangguan persepsian yang terkandung dalam laba akuntansi, maka semakin
rendah persistensi laba akuntansi.
2.4 Akrual Menurut Weygandt, et al (2002:89), definisi accrual basis adalah dasar
pengakuan pencatatan atas pendapatan dan biaya pada saat terjadinya
transaksi meskipun penerimaan atau pengeluaran kas belum
terselesaikan.
Dalam artikel Tim Keefe, CFA di www.investopedia.com yang berjudul Earnings Quality dikatakan bahwa semakin tinggi persentase total akrual
terhadap total asset, maka semakin rendah pula kualitas dari laba tersebut. Akrual dapat dikatakan sebagai refleksi dari manipulasi laba
dalam laporan keuangan, namun dapat juga sebagai estimasi akuntansi
yang normal berdasarkan bisnis di masa depan. Menurut Chandrarin
(2001) dalam Wijayanti (2006), ini berarti bahwa, akrual dapat dikatakan
sebagai komponen laba transitori.
2.5 Arus Kas Operasi
Arus kas operasi merupakan arus kas yang diperoleh dari aktivitas
operasi penghasil utama pendapatan perusahaan. Jumlah arus kas yang
berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan
apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi
perusahaan, membayar dividend dan melakukan investasi baru tanpa
mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar.
Ini berarti bahwa, aliran kas dapat dikatakan sebagai komponen laba
permanen. Konsep laba permanen pada dasarnya merupakan balikan dari konsep transitori, sebagaimana yang dikatakan Chandrarin (2001) dalam
Wijayanti (2006). Maknanya adalah laba yang realisasi kas masuk dan
keluarnya sudah terjadi.
2.4 Pengembangan Hipotesis Book-tax differences yang besar merupakan indikasi rendahnya
persistensi laba, belum ada hasil penelitian yang konsisten dari berbagai
peneliti atas topik yang relatif sama. Penelitian ini mendasarkan pendapat dalam literatur analisis keuangan yang fokus utamanya adalah pada book-tax differences dimana laba akuntansi lebih besar dibanding laba kena pajak
(perbedaan positif), dan book-tax differences tersebut dapat digunakan untuk
menilai kualitas laba akuntansi, maka hipotesis pertama dalam bentuk
alternatif yang diuji adalah:
H1a :Perusahaan dengan large negative book-tax differences mempunyai
6
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
persistensi laba akuntansi lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences.
H1b :Perusahaan dengan large positive book-tax differences mempunyai
persistensi laba akuntansi lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences.
Book-tax differences mengindikasikan kualitas laba rendah karena
subyektivitas dalam proses akrual untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding untuk tujuan pajak. Jika book-tax differences menunjukan
subyektivitas dalam proses akrual pelaporan keuangan, maka perusahaan dengan large negative or positive book-tax differences akan menunjukkan
komponen laba akrual yang kurang persisten dibanding perusahaan yang memiliki small book-tax differences. Model ini menginvestigasi apakah harga
saham mencerminkan perbedaan ekspektasi investor tentang laba masa depan berdasarkan tingkat perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Joos et al. (2002) dalam Hanlon (2005) melaporkan bahwa earning response coefficient yang lebih rendah bagi perusahaan dengan large book-tax differences dan menyimpulkan bahwa large book-tax differences memberikan kesan bahwa
manajemen telah menggunakan akrual yang berbeda untuk menghitung
transaksi yang pada dasarnya sama, dan menunjukkan kemungkinan bahwa
kebebasan pelaporan manajer digunakan secara oportunistik. Penelitian ini menginterpretasikan bahwa hubungan negatif antara laba-return pada perusahaan dengan large book-tax differences menunjukkan bukti bahwa investor mengakui kemungkinan adanya manajemen laba ketika book-tax differences besar, dan publik memberikan suatu bobot lebih rendah atas laba
yang direkayasa tersebut, maka hipotesis kedua dalam bentuk alternatif yang
diuji adalah:
H2a :Perusahaan dengan large negative book-tax differences mempunyai
persistensi komponen laba akrual lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences.
H2b :Perusahaan dengan large positive book-tax differences mempunyai
persistensi komponen laba akrual lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences.
Pengujian atas hipotesis 3 menyangkut bahwa persistensi laba maupun
komponen arus kas dan akrual yang tercermin dalam harga saham adalah konsisten. Konsisten berarti koefisiennya sama dan informasi persistensi
tercermin dalam harga saham, yang berarti bahwa investor mampu merespon
informasi persistensi laba dan komponen tanpa bias persepsian. Jika terdapat
bias, koefisien model harga saham lebih rendah dari persistensi maka investor underweight (kurang merespon) yang berarti ada gangguan bias persepsian, (pasar merespon lebih rendah). Jika sebaliknya, overweight (kurang merespon)
yang berarti juga ada gangguan bias persepsian yang artinya pasar merespon lebih tinggi daripada nilai informasi persistensi yang dilepaskan ke pasar.
Hipotesis ketiga yang diuji adalah:
H3 : Ekspektasi persistensi laba akuntansi yang tercermin dalam harga saham
untuk komponen akrual adalah konsisten dengan persistensi akrual dan persistensi aliran kas bagi perusahaan dengan Book-Tax Differences besar.
3. METODA PENELITIAN
3.1 Sumber Data dan Pemilihan Sampel Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan penulis adalah perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 2007, dan yang memiliki laba akuntansi komersial, laba fiskal, dan arus kas operasi yang positif selama
tahun pengamatan, yaitu tahun 2007, 2008, dan 2009. Data perusahaan
7
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
didapat dari berbagai macam sumber seperti Indonesian Capital Market Directory (ICMD), Pusat Data Pasar Modal IBII, I Camel Bursa Efek Indonesia,
Situs www.finance.yahoo.com, dan Situs Bursa Efek Indonesia www.bei5000.com dan www.idx.co.id.
3.2 Definisi dan Pengukuran Variabel 1. PTBIt+1 (Pre-Tax Book Income)
Merupakan laba akuntansi sebelum pajak satu periode mendatang. Variabel ini merupakan laba perusahaan sebelum beban pajak kini (current tax expense) dan pos-pos luar biasa (extraordinary item).
2. PTBIt (Pre-Tax Book Income)
Merupakan laba akuntansi sebelum pajak (tahun 2009, 2008, dan
2007). Variabel ini merupakan laba perusahaan sebelum beban pajak kini
dan pos luar biasa. 3. PTCF (Pre-Tax Cash Flow)
Merupakan aliran kas sebelum pajak yang merupakan proksi komponen laba permanen yang adalah aliran kas masuk dan kas keluar dari
aktivitas operasi sebelum pajak. Variabel ini merupakan total aliran kas
operasi dikurangi aliran kas dari pos-pos luar biasa dan ditambah pajak
penghasilan. 4. PTACC (Pre-Tax Accrual)
Merupakan laba akrual sebelum pajak yang merupakan proksi komponen laba transitori. Laba akrual sebelum pajak merupakan item laba
sebelum pajak yang tidak mempengaruhi kas pada periode berjalan. Variabel
ini merupakan laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) dikurangi aliran kas
operasi sebelum pajak (PTCF). 5. Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal (Book-Tax Differences)
Merupakan selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal yang merupakan proksi discretionary accrual yang hanya berupa perbedaan
temporer, dan ditunjukan oleh akun beban (manfaat) pajak tangguhan (deffered tax expense (Benefit)). Kewajiban pajak tangguhan timbul apabila
beda waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak
menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan
perpajakan. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan
temporer kena pajak.
Beda tetap dikeluarkan dari selisih ini karena di dalam beda tetap
tidak terdapat komponen akrual yang dapat dijadikan indikator
kebijaksanaan manajemen dalam proses akrual. Variabel ini merupakan
variabel moderasi yang mewakili subsampel perusahaan dengan perbedaan besar negatif (LNBTD), perbedaan besar positif (LPBTD), dan perbedaan kecil
(SBTD) a. Large Negative Book-Tax Differences (LNBTD)
Menurut Revsine, et al., (2001) dalam Handayani (2006), LNBTD
merupakan perbedaan negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal
periode t, dimana laba akuntansi lebih kecil daripada laba fiskal. LNBTD merupakan variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan
perbedaan temporer per tahun, kemudian seperlima urutan terbawah
dari sampel mewakili kelompok LNBTD diberi kode 1, dan yang lainnya
diberi kode 0. b. Large Positive Book-Tax Differences (LPBTD).
Menurut Revsine, et al., (2001) dalam Handayani (2006), LPBTD
merupakan perbedaan positif antara laba akuntansi dan laba fiskal periode t, dimana laba akuntansi lebih besar daripada laba fiskal. LPBTD
merupakan variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan
perbedaan temporer per tahun, kemudian seperlima urutan tertinggi dari
8
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
sampel mewakili kelompok LPBTD diberi kode 1, dan yang lainnya diberi
kode 0. c. Small Book-Tax Differences (SBTD)
Merupakan subsampel sisa dari urutan setelah LNBTD dan LPBTD. 6. CARt+1 (Cummulative Abnormal Return)
Merupakan kumulatif return tidak normal masa depan sebagai proksi perubahan harga saham yang adalah akumulasi kelebihan return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspektasi yang dihitung dengan market adjusted model. Model ini menganggap bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi expected return saham adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Berdasarkan telaah tersebut, variabel CAR didapat dengan menjumlahkan abnormal return
selama periode penelitian. Adapun Abnormal return didapat dengan mengurangkan Individual Return yang diproksikan melalui closing price saham dengan Market Return yang diproksikan melalui Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG). Penelitian ini dilakukan dengan mengamati window period tiga hari sebelum (-3) dan 3 hari sesudah (+3) tanggal
publikasi laporan keuangan. Perhitungan return abnormal adalah :
ARi,t= Ri,t Rm,t ARi,t = abnormal return perusahaan i pada hari t Ri,t = return sekuritas perusahaan i pada hari t Rm,t = return indeks pasar pada hari t
Ri,t =
Rm,t =
Rit = return sesungguhnya perusahaan i pada hari t Pit = closing price perusahaan i pada hari t Pit-1 = closing price perusahaan i pada hari sebelum t Rmt = return pasar pada hari t
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari t
IHSGt+1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari sebelum t
Variabel penelitian diatas (PTBI, PTCF, PTACC, dan Beban Pajak
Tangguhan) dibagi dengan total asset rata-rata per perusahaan sampel
(Sloan, 1996).
3.3 Model Penelitian dan Teknik Analisis Data
Untuk pengujian H1a dan H1b, dilakukan analisis regresi linier ganda
dengan persamaannya adalah sebagai berikut : PTBIt+1 = 0 + 1 LNBTD + 2 LPBTD + 3 PTBIt + 4 PTBIt*LNBTD +5 PTBIt*LPBTD + t+1....................................(Model 1) Jika perusahaan mempunyai large negative/positive book-tax difference, maka
akan menunjukkan persistensi laba yang lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax difference, sehingga 4 < 0 dan 5 < 0, konsisten dengan
H1a dan H1b
Untuk pengujian H2a dan H2b, dilakukan analisis regresi linier ganda dengan persamaannya adalah sebagai berikut : PTBIt+1 = 0 + 1LNBTD + 2 LPBTD + 3 PTCFt + 4 PTCFt*LNBTD +5
PTCFt*LPBTD + 6 PTACCt + 7 PTACCt*LNBTD + 8 PTACCt*LPBTD +
t+1...........(Model 2) Dalam Model 2, 6 mencerminkan persistensi komponen akrual untuk
perusahaan dengan small book-tax difference. 7 dan 8 mencerminkan perbedaan persistensi komponen akrual pada perusahaan dengan large negative (positive) book tax differences. Jika large book-tax differences menunjukkan persistensi laba akrual lebih rendan maka 7, 8 < 0, konsisten dengan H2a dan H2b. Selanjutnya,
9
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
koefisien 3 mencerminkan persistensi aliran kas untuk perusahaan
dengan small book-tax differences. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Sloan, 1996), maka hasil yang diharapkan 6 < 3.
Dalam Hipotesis 3, penulis menginvestigasi apakah harga saham
mencerminkan perbedaan ekspektasi investor tentang laba di masa depan berdasarkan tingkat perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal. Joos et al. (2000) dalam Hanlon (2005) melaporkan bahwa earning response coefficient yang lebih rendah bagi perusahaan dengan large book-tax differences
memberikan kesan bahwa manajemen telah menggunakan akrual yang berbeda untuk menghitung transaksi yang pada dasarnya sama, dan
menunjukkan kemungkinan bahwa kebebasan pelaporan manajer digunakan
secara oportunistik. Penelitian ini mengintepretasikan bahwa hubungan negatif antara laba-return pada perusahaan dengan large book-tax differences
menunjukkan bukti bahwa investor mengakui kemungkinan adanya manajemen laba ketika book-tax differences besar, dan publik memberikan
suatu bobot lebih rendah atas laba yang direkayasa tersebut. Sloan (1996) menyediakan bukti bahwa investor tidak secara tepat memahami persistensi
akrual dan aliran kas yang terkandung di dalam laba. Jika investor menggunakan tingkat book-tax differences sebagai informasi tentang persistensi akrual, kemudian mereka mungkin tidak misprice terhadap akrual pada perusahaan yang memiliki book-tax differences besar. Secara khusus,
penelitian ini menggabungkan perkiraan sistem persamaan ekspektasi dengan
persamaan penetapan harga dengan cara mensubtitusikan persamaan ekspektasi ke dalam persamaan penetapan harga untuk masing-masing
subsampel. Pengujian ini juga menggunakan dua persamaan, yaitu
persamaan rasionalitas pasar yang sesuai dengan model persistensi laba
sebelum pajak dan persamaan rasionalitas pasar sesuai dengan model
komponen laba sebelum pajak.
PTBIt+1= 0 + 1 PTBIt+ t+1................(Model 3) CARt+1=+ 1 (PTBIt+1 0 1*PTBIt) + t+1.................(Model 4) = - 1 0 + 1PTBIt+1- 1 1*PTBIt = k* + a0 PTBIt+1 + a1 PTBIt + t+1 Dimana: k* = - 1 0; a0 = 1 ; a1 = - 1 1* Jika harga saham secara tepat mencerminkan persistensi laba dan aliran kas komponen akrual, maka 1 =a1.
PTBIt+1 = 0 + 1 PTCFt + 2 PTACCt + t+1....(Model 5) CARt+1 = + 1 (PTBIt+1 0 1*PTCFt 2*PTACCt ) + t+1........(Model 6)
= -10 +1PTBIt+1+ -11*PTCFt+ -12*PTACCt = k* + a0 PTBIt+1 + a1 PTCFt + a2 PTACCt + t+1 Dimana : k* = - 1 0 ; a0 = 1 ; a1 = -11*; a2 = -12* Jika harga saham secara tepat mencerminkan persistensi laba dan aliran kas komponen akrual, maka 1 =a1dan 2 = a2.
Sedangkan untuk menguji efisiensi pasar yang berguna untuk
menentukan apakah harga saham mampu mencerminkan informasi yang digunakan dalam model ekspektasi digunakan persamaan berikut:
X2(q) = 2n log (SSR1/SSR2)
Dimana : q = jumlah informasi yang digunakan dalam model
(jumlah variabel)
n = jumlah observasi (jumlah sampel) SSR1 = Sum of square residuals dari prediksi
SSR2 = Sum of square residuals dari penetapan harga
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif dan Pengujian Asumsi Klasik
Tabel 4.1 (lampiran 2) menyajikan statistik deskriptif data sampel dalam
penelitian ini. Nilai rata-rata PTBIt*LNBTD (0.02480) yang lebih besar daripada
10
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
PTBIt*LPBTD (0.01335) menunjukkan bahwa lebih banyak perusahaan yang memiliki book-tax differences yang negatif daripada yang positif. Semakin besar nilai PTBIt yang terpengaruh oleh book-tax differences, kualitas laba akuntansi yang disajikan makin diragukan. Besarnya book-tax differences
pada sampel penelitian, umumnya terletak pada penyusutan aktiva tetap,
penghapusan piutang, penghasilan final (bunga), dan natura atau kenikmatan
yang diberikan kepada karyawan.
Rata-rata variabel akrual sebesar -0.16896 dari nilai asset
mengindikasikan bahwa secara rata-rata laba akrual cenderung akan menurunkan laba, dan hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya
(Sloan, 1996).
Nilai rata-rata arus kas yang dipengaruhi oleh LNBTD yang lebih tinggi
daripada yang dipengaruhi oleh LPBTD menunjukkan bahwa lebih banyak perusahaan yang memiliki book-tax differences yang negatif daripada yang
positif. Hasil uji asumsi terhadap model penelitian dilakukan agar hasil yang
diperoleh tidak bersifat bias. Uji asumsi tersebut khususnya uji
multikolinieritas terjadi dalam beberapa model dalam penelitian ini, hal ini
kemungkinan terjadi karena adanya variabel LNBTD dan LPBTD sebagai
variabel moderating yang dapat mempengaruhi independensi masing-masing variabel independen.
4.2 Pengujian Hipotesis 1
Berdasarkan tabel 4.3.1, hasil Pengujian dimana hasil uji F yang
diperoleh adalah 94.814 dan tingkat signifikansi yang diperoleh adalah 0.000
(berpengaruh signifikan, sig-F < 0.05). Dari tabel R2 yang diperoleh 0.709, yang berarti 70.9% PTBIt+1 dapat dijelaskan oleh LNBTD, LPBTD, PTBIt,
PTBIt*LNBTD, PTBIt*LPBTD dengan estimasi standar eror sebesar 0.07558166.
Terdapat koefisien yang tidak signifikan, yaitu koefisien untuk LPBTD
dan untuk PTBIt*LPBTD. Tanda koefisien negatif pada PTBIt*LNBTD dan
PTBIt*LPBTD menunjukkan bahwa laba akuntansi sebelum pajak yang dipengaruhi oleh selisih besar antara laba akuntansi dan laba fiskal, baik itu
selisih positif maupun selisih negatif, akan mempengaruhi persistensi laba akuntansi satu perioda mendatang secara negatif. Semakin besar book-tax differences, maka semakin rendah pula persistensi laba akuntansi satu
perioda mendatang. Hal ini mencerminkan kualitas laba yang rendah akibat adanya pengaruh large book-tax differences. Dengan demikian Hipotesis 1a
tidak ditolak dan hipotesis 1b ditolak karena variabel PTBIt*LPBTD secara individu tidak secara signifikan mempengaruhi persistensi laba akuntansi.
4.3 Pengujian Hipotesis 2
Berdasarkan tabel 4.3.2, tanda koefisien negatif pada PTCF*LNBTD,
PTCF*LPBTD, PTACC*LNBTD, dan PTACC*LPBTD menunjukkan bahwa arus
kas operasi sebelum pajak dan laba akrual sebelum pajak yang dipengaruhi oleh selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal, baik itu selisih negatif
maupun selisih positif, akan mempengaruhi persistensi laba akuntansi satu perioda mendatang secara negatif. Semakin besar book-tax differences, maka
semakin rendah pula persistensi laba akuntansi satu perioda mendatang. Hal ini mencerminkan kualitas laba yang rendah akibat adanya pengaruh large book-tax differences. Dengan demikian Hipotesis 2a tidak ditolak dan hipotesis
2b ditolak karena variabel PTACC*LPBTD secara individu tidak secara signifikan mempengaruhi persistensi laba akuntansi.
4.4 Pengujian Hipotesis 3
Berdasarkan tabel 4.3.3, dalam ketiga subsampel tersebut, koefisien
laba dalam model prediksi sebesar 0.500, 0.787, dan 0.923, sedangkan
11
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
koefisien laba pada model penetapan harga sebesar -0.016, -0.068, dan 0.129. Dapat disimpulkan bahwa nilai 1 a1.
Berdasarkan tabel 4.3.4, dapat dilihat bahwa nilai 1 untuk ketiga
subsampel tidak sama dengan nilai a1 (1 a1), nilai 2 untuk ketiga subsampel tidak sama dengan a2 (2 a2). Berdasarkan tabel 4.3.5 yang membandingkan koefisien tersebut, menunjukkan bahwa investor underweight terhadap laba sekarang dalam
hubungannya dengan laba mendatang. Hasil tersebut mengindikasikan pula bahwa harga saham belum mampu mencerminkan informasi laba sekarang
untuk memprediksi laba mendatang. Dengan demikian, investor juga belum
mampu membedakan informasi yang ada dalam komponen akrual dan aliran
kas dalam menentukan persistensi laba. Hal ini didukung dengan hasil
pengujian yang terdapat pada tabel 4.3.4, yang menunjukkan hasil bahwa koefisien komponen laba dalam model prediksi tidak sama dengan koefisien komponen laba dalam model penetapan harga (1 a1 dan 2 a2). Dengan
menggunakan pengujian bersama-sama (joint test) terhadap koefisien laba
pada masing-masing subsampel, yang terlihat besarnya X2 pada tabel 4.3.5
dan tabel 4.3.6 yang menunjukkan koefisien pada model prediksi tidak sama
dengan koefisien pada model penetapan harga. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa harga saham belum mampu mencerminkan informasi
laba sekarang untuk memprediksikan laba mendatang. Dengan demikian,
investor juga belum mampu membedakan informasi yang ada dalam
komponen akrual dan aliran kas dalam menentukan persistensi laba. Dengan
demikian hipotesis 3 ditolak. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Handayani
Tri Wijayanti (2006).
5. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, maka penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa (1) Large negative book-tax differences secara negatif berpengaruh signifikan secara statistik terhadap persistensi laba akuntansi satu periode kedepan, (2) Perusahaan dengan large negative book-tax differences signifikan secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah yang disebabkan oleh komponen akrualnya daripada perusahaan dengan small book-tax differences, (3) Harga saham tidak
mencerminkan informasi yang digunakan dalam model ekspektasi. Berarti
bahwa investor belum mampu membedakan komponen laba dalam
menentukan persistensi laba.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang harus diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil analisis diatas. Penelitian ini hanya berfokus
pada perusahaan yang mendapatkan laba selama perioda pengamatan. Dan
perioda pengamatan penelitian relatif pendek untuk menaksir parameter-
parameter model penelitian. Selain itu mencoba sensitivitas selain seperlima
yang memungkinkan variabel LPBTD tidak signifikan. Untuk penelitian
selanjutnya, agar memperbanyak jumlah objek penelitian dan memperhitungkan beda permanen dalam menentukan LNBTD dan LPBTD
serta menggunakan sampel perusahaan baik laba maupun rugi. Untuk para
pemakai laporan keuangan dan laporan tahunan, agar lebih mewaspadai
perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal yang mencerminkan
kualitas dari laba akuntansi yang dilaporkan.
12
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
DAFTAR PUSTAKA
Fischer, Marilyn & Kenneth Rosenzweig. 1995. Attitudes of Students and Accounting Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Management. Journal of Business Ethics.
Hanlon, M. 2005. The Persistence and Pricing of Earnings, Accruals, and Cash Flows When Firms Have Large Book-tax Differences. The Accounting Review 80 (March).
Jonas, G. and J. Blanchet. 2000. Assessing Quality of Financial Reporting. Accounting Horizons.
Lev, B dan D. Nissim. 2004. Taxable Income, Future Earnings, and Equity Value. The Accounting Review (October).
Mills, L dan K. Newberry. 2001. The Influence of Tax and Nontax Costs on Book-tax
Reporting Differences. The Journal of the American Taxation Association,
23 (1).
Philips, John., Morton Pincus dan Sonja Olhoft Rego. 2003. Earnings Management: New Evidence Based on Deffered Tax Expense. The Accounting Review.
Sloan, R. G. 1996. Do Stock Price Fully Reflect Information in Accruals and Cash Flows about Future Earnings ?. The Accounting Review 76 (July).
Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman 1986. Positive Accounting Theory,
International Edition, New Jersey : Prentice-Hall Inc.
Wijayanti, H. T. 2006. Analisis Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba
Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
13
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
Lampiran 1
Daftar Perusahaan Sampel
No Kode Nama Perusahaan
1 AKRA PT AKR Corporindo Tbk.
2 ANTM PT Aneka Tambang (Persero) Tbk.
3 AKPI PT Arga Karya Prima Industry Tbk.
4 ARTA PT Arthavest Tbk.
5 ARNA PT Arwana Citramulia Tbk.
6 AMFG PT Asahimas Flat Glass Tbk.
7 ASGR PT Astra Graphia Tbk.
8 ASII PT Astra International Tbk.
9 AUTO PT Astra Otoparts Tbk.
10 AMAG PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk.
11 UNSP PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk.
12 BMRI PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
13 BAYU PT Bayu Buana Tbk.
14 BRNA PT Berlina Tbk.
15 BTON PT Betonjaya Manunggal Tbk.
16 PTBA PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
17 CTRS PT Ciputra Surya Tbk.
18 CMNP PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk.
19 DVLA PT Darya-Varia Laboratoria Tbk.
20 DLTA PT Delta Djakarta Tbk.
21 EPMT PT Enseval Putera Megatrading Tbk.
22 FASW PT Fajar Surya Wisesa Tbk.
23 FAST PT Fast Food Indonesia Tbk.
24 GGRM PT Gudang Garam Tbk.
25 HMSP PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.
26 HERO PT Hero Supermarket Tbk.
27 BRAM PT Indo Kordsa Tbk.
28 INTP PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
29 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
30 ISAT PT Indosat Tbk.
31 INTA PT Intraco Penta Tbk.
32 JPFA PT Japfa Tbk.
33 JTPE PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk.
34 JRPT PT Jaya Real Property Tbk.
35 KLBF PT Kalbe Farma Tbk.
36 KREN PT Kresna Graha Sekurindo Tbk.
37 LION PT Lion Metal Works Tbk.
38 LPCK PT Lippo Cikarang Tbk.
39 TCID PT Mandom Indonesia Tbk.
40 MYOR PT Mayora Indah Tbk.
41 MERK PT Merck Tbk.
42 MITI PT Mitra Investindo Tbk.
43 MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
44 MICE PT Multi Indocitra Tbk.
45 MRAT PT Mustika Ratu Tbk.
46 APIC PT Pan Pacific International Tbk.
47 PEGE PT Panca Global Securities Tbk.
48 PGAS PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
49 PTSP PT Pioneerindo Gourmet International Tbk.
50 LSIP PT PP London Sumatera Indonesia Tbk.
14
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
51 PYFA PT Pyridam Farma Tbk.
52 RUIS PT Radiant Utama Interinsco Tbk.
53 RALS PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk.
54 RDTX PT Roda Vivatex Tbk.
55 SMDR PT Samudera Indonesia Tbk.
56 SMSM PT Selamat Sempurna Tbk
57 SMGR PT Semen Gresik (Persero) Tbk.
58 SMAR PT Sinar Mas Agro Resources And Technology
(SMART) Tbk.
59 IKBI PT Sumi Indo Kabel Tbk.
60 TOTO PT Surya Toto Indonesia Tbk.
61 TLKM PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.
62 TSPC PT Tempo Scan Pacific Tbk.
63 TIRA PT Tira Austenite Tbk.
64 TOTL PT Total Bangun Persada Tbk.
65 TRST PT Trias Sentosa Tbk.
66 UNVR PT Unilever Indonesia Tbk.
67 UNTR PT United Tractor Tbk.
Lampiran 2
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
PTBIt+1 201 .00026 .65961 .1670946 .13824114
PTBIt 201 .00026 .84881 .1583534 .14311716
LNBTD 201 0 1 .12 .325 LPBTD 201 0 1 .07 .263
PTBIt*LNBTD 201 .00000 .84881 .0248026 .10171734
PTBIt*LPBTD 201 .00000 .65961 .0133537 .06397839
PTCFt 201 .00500 11.00522 .3273161 .90298565
PTCFt* LNBTD 201 .00000 .99752 .0374754 .13404882 PTCFt* LPBTD 201 .00000 .69998 .0200998 .08632021
PTACCt 201 -10.97563 .18401 -.1689634 .90075989
PTACCt*
LNBTD
201 -.80781 .09058 -.0126729 .06721135
PTACCt*
LPBTD
201 -.35516 .16019 -.0067461 .03845762
CARt+1 201 -.17858 .94816 -.0018763 .09464770
Asset Rata-
Rata
201 75393 357380291 10974096.9
7
40765089.8
19
Beban Pajak
Tangguhan
201 -.12373 .02392 -.0015477 .01032571
15
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
Tabel 4.2.1
Hasil Uji Normalitas : Normality Probability Plot
Tabel 4.2.2
Hasil Uji Autokorelasi : Breusch Godfrey Test
Model Penelitian res_2 Keterangan
Model 1 0.917 Bebas Autokorelasi
Model 2 0.990 Bebas Autokorelasi
Model 3 0.703 Bebas Autokorelasi
Model 5 0.708 Bebas Autokorelasi
Tabel 4.2.3
Hasil Uji Heterokedastisitas : Scatter Plot
Model
Penelitian
Keterangan
Model 1 Bebas
Heterokedastisitas
Model 2 Bebas
Heterokedastisitas
Model 3 Bebas
Heterokedastisitas
Model 4 Bebas Heterokedastisitas
Tabel 4.2.4
Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Penelitian Tolera
nce
VIF Keterangan
Model
1
LNBTD 0.503 1.988 Bebas
Multikolinieritas
LPBTD 0.430 2.323 Bebas Multikolinieritas
PTBIt 0.607 1.648 Bebas
Multikolinieritas
PTBIt*LNBTD 0.382 2.620 Bebas
Multikolinieritas
PTBIt*LPBTD 0.397 2.517 Bebas
Multikolinieritas
Model
2
LNBTD 0.387 2.586 Bebas
Multikolinieritas
LPBTD 0.309 3.233 Bebas Multikolinieritas
PTCF 0.015 65.88
1
Multikolinieritas
PTCF*LNBTD 0.215 4.658 Bebas
Multikolinieritas
PTCF*LPBTD 0.214 4.664 Bebas
Multikolinieritas
PTACC 0.015 65.48 Multikolinieritas
Model Penelitian Keterangan
Model 1 Berdistribusi normal
Model 2 Berdistribusi normal
Model 3 Berdistribusi normal
Model 5 Berdistribusi normal
16
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
5
PTACC*LNBTD 0.455 2.196 Bebas
Multikolinieritas
PTACC*LPBTD 0.443 2.256 Bebas
Multikolinieritas
Model 3
PTBIt 1.000 1.000 Bebas Multikolinieritas
Model
5
PTCF 0.025 39.9
72
Multikolinieritas
PTACC 0.025 39.97
2
Multikolinieritas
Tabel 4.3.1
Hasil Pengujian Hipotesis 1 (Model 1)
Variabel Koefisien Sig. R2
LNBTD 0.088 0.000
0.709 LPBTD 0.025 0.416
PTBIt 0.923 0.0000
PTBIt*LNBTD -0.423 0.0000
PTBIt*LPBTD -0.136 0.306
Tabel 4.3.2
Hasil Pengujian Hipotesis 2 (Model 2)
Variabel Koefisien Sig. R2
LNBTD 0.059 0.025
0.719
LPBTD 0.000 0.989
PTCF 0.923 0.000
PTCF*LNBTD -0.394 0.000
PTCF*LPBTD -0.113 0.396
PTACC 0.924 0.000
PTACC*LNBTD -0.607 0.000
PTACC*LPBTD -0.349 0.093
Tabel 4.3.3 Hasil Pengujian Hipotesis 3
Perbandingan Model Prediksi Laba dan Penetapan Harga
Tabel 4.3.4
Hasil Pengujian Hipotesis 3
Perbandingan Model Prediksi Komponen Laba dan Penetapan Harga
Tabel 4.3.5
Pengujian Efisiensi Pasar Model Prediksi
Laba dan
Penetapan Harga (Model 3&4)
Subsampel 1 a1
LNBTD 0.500 -0.016
LPBTD 0.787 -0.068
SBTD 0.923 0.129
Subsampel 1 a1 2 a2
LNBTD 0.529 0.038 0.316 -
0.216
LPBTD 0.810 0.111 0.574 -0.095
SBTD 0.922 0.128 0.923 0.127
17
Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4
Subsampel X2
LNBTD 5.86718
LPBTD 2.06269
SBTD -
24.54211
Tabel 4.3.6
Pengujian Efisiensi Pasar Model Prediksi Komponen Laba dan Penetapan
Harga (Model 5&6)
Subsampel X2
LNBTD 4.19084
LPBTD 1.47335
SBTD -
17.53008