24
KESETARAAN GENDER DALAM PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR JALAN & JEMBATAN KNTJ 2011 . Penyusun: 1. Ir. Nurmala S. MEng.Sc. 2. Dento Mudhiarko S.Sos. 1. Kasie Keselamatan Jalan, Subdit TLKJ Bintek. 2. Staf Subdit TLKJ Bintek. Abstrak Meskipun telah hampir tiga dekade Indonesia mengadopsi “The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women” (CEDAW), isu-isu keadilan dan kesetaraan gender di sektor infrastruktur transportasi negara ini masih merupakan hal yang baru dan seringkali masih bias gender. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan misalnya, sepintas lalu keberadaan jalan dan jembatan memang merupakan penggerak utama untuk kemajuan sosial ekonomi semua masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Namun apabila ditelaah lebih dalam ternyata ditemukan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda, kekhawatiran yang berlainan, dan tingkat partisipasi yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan di dalam keseluruhan proses penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan.

4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

KESETARAAN GENDER DALAM

PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR JALAN &

JEMBATAN

KNTJ 2011 . Penyusun:

1. Ir. Nurmala S. MEng.Sc. 2. Dento Mudhiarko S.Sos.

1. Kasie Keselamatan Jalan, Subdit TLKJ Bintek.

2. Staf Subdit TLKJ Bintek.

Abstrak

Meskipun telah hampir tiga dekade Indonesia mengadopsi “The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women” (CEDAW), isu-isu keadilan dan kesetaraan gender di sektor infrastruktur transportasi negara ini masih merupakan hal yang baru dan seringkali masih bias gender. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan misalnya, sepintas lalu keberadaan jalan dan jembatan memang merupakan penggerak utama untuk kemajuan sosial ekonomi semua masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Namun apabila ditelaah lebih dalam ternyata ditemukan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda, kekhawatiran yang berlainan, dan tingkat partisipasi yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan di dalam keseluruhan proses penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan.

Page 2: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

BAB I

PENDAHULUAN

Infrastruktur jalan sebagai bagian dari sistem transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam memperkokoh ketahanan nasional.Dalam hal ini peran infrastruktur jalan adalah menghubungkan berbagai pusat kegiatan baik pada tingkat nasional, wilayah maupun lokal secara efektif dan efisien dalam suatu kesatuan sistem jaringan guna memenuhi kehidupan hidup masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan manfaat pembangunan merupakan tujuan dari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dapat diwujudkan tanpa adanya dukungan infrastruktur jalan yang memadai.Berdasarkan data hingga saat ini kurang lebih 92 persen dari perjalanan penumpang dan 90 persen perjalanan barang menggunakan moda transportasi jaringan jalan.Dengan demikian, dapat dipahami bahwa mobilitas perekonomian nasional sangat bertumpu pada kehandalan dan tingkat pelayanan jaringan transportasi jalan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 tercantum visi pembangunan jangka panjang nasional adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Terkait dengan penyelenggaraan infrastruktur Jalan, kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pembangunannya; kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya; kemandirian pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri sehingga ketergantungan kepada sumber dana luar negeri menjadi kecil; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok.

Kemajuan suatu bangsa juga diukur berdasarkan indikator kependudukan, terdapat kaitan erat antara kemajuan suatu bangsa dengan laju pertumbuhan penduduk, termasuk derajat kesehatan.Bangsa yang sudah maju ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk yang kecil, angka harapan hidup yang tinggi, dan kualitas pelayanan sosial yang baik. Secara keseluruhan kualitas sumber daya manusia yang makin baik akan tercermin dalam produktivitas yang makin tinggi. Ditinjau dari tingkat perkembangan ekonomi, kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat kemakmurannya yang tercermin pada tingkat pendapatan dan pembagiannya.Tingginya pendapatan rata-rata dan ratanya pembagian ekonomi suatu bangsa menjadikan bangsa tersebut lebih makmur dan lebih maju.

Keadilan dan kemakmuran juga harus tercermin pada semua aspek kehidupan. Semua orangmemiliki kesempatan yang sama dalam meningkatkan taraf kehidupan, memperoleh

1

Page 3: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

lapangan pekerjaan, mendapatkan pelayanan sosial, pendidikan dan kesehatan, mengemukakan pendapat, melaksanakan hak politik, mengamankan dan mempertahankan Negara, serta mendapatkan perlindungan dan kesamaan di depan hukum. Dengan demikian di dalam bangsa yang adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antar-individu, gender, maupun wilayah.

Di Indonesia isu-isu keadilan dan kesetaraan gender di sektor infrastruktur transportasi masih merupakan hal yang baru dan seringkali menjadi bias gender.Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan misalnya, sepintas lalu keberadaan jalan dan jembatan memang merupakan penggerak utama untuk kemajuan sosial ekonomi semua masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Namun apabila ditelaah lebih dalam ternyata ditemukan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda, kekhawatiran yang berlainan, dan tingkat partisipasi yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan di dalam proses pembangunan infrastruktur tersebut.

Sebagai salah satu bagian dari Kementerian yang memiliki mandat untuk melaksanakan pengarusutamaan gender dalam pembangunan, seperti yang telah dijelaskan dalam Inpres No 9 Tahun 2000 sekaligus sebagai Kementerian yang memiliki tupoksi di bidang teknis, adalah penting bagi Kementerian Pekerjaan Umum untuk menyediakan infrastruktur yang handal, berwawasan lingkungan, dan bermanfaat bagi masyarakat. Terdapat banyak isu gender dalam penyediaan infrastruktur, hal tersebut menyebabkan pentingnya pengintegrasian pengarusutamaan gender dalam bidang pekerjaan umum, salah satunya adalah penyediaan infrastruktur yang harus memenuhi kebutuhan dan menjawab persoalan laki-laki dan perempuan. Untuk itu diperlukan integrasi pengarusutamaan gender dalam proses pembangunan, dimulai dari penyusunan kebijakan, program, perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. Pada tahun 2010, anggaran responsif gender menjadi komitmen dalam PerMenKeu No. 119 Tahun 2009, dimana dalam tahun 2010 ini Kementerian Pekerjaan Umum, menjadi salah satu Lembaga yang dijadikan pilot project dalam upaya pelaksanaan anggaran responsif gender melalui gender budget statement, dan untuk hal tersebut dibutuhkan analisa gender dalam setiap sub kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.

2

Page 4: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan

Berdasarkan pengertiannya dalam UU No.38 tahun 2004, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sedangkan penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.

Jalan mempunyai peran sebagai pembentuk struktur ruang dalam pengembangan wilayah dan sebagai pemersatu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas : kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan.

Sebagai upaya perwujudan visi pembangunan jangka panjang, dalam RPJPN 2005-2025 beberapa misi pembangunan adalah :a. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu ;b. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan

berbasiskan kepentingan nasional.c. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan; d. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur

dan sejahtera.e. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab

berdasarkan falsafah Pancasila;f. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.g. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional;h. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.

Dalam rangka mencapai visi RPJPN, maka dalam upaya pembangunan infrastruktur transportasi diarahkan agar tercapainya beberapa hal berikut :1. Meningkatnya profesionalisme aparatur negara pusat dan daerah untuk mewujudkan tata

pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, serta profesional yang mampu mendukung pembangunan nasional.

2. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan

3

Page 5: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

negara-negara berpenghasilan menengah, dengan tingkat pengangguran terbuka yang tidak lebih dari 5 persen dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen. Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.

3. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Secara umum peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang, antara lain ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan angka reproduksi neto (NRR) sama dengan 1, atau angka kelahiran total (TFR) sama dengan 2,1.

4. Terwujudnya keamanan nasional yang menjamin martabat kemanusiaan, keselamatan warga negara, dan keutuhan wilayah dari ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri.

5. Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sasaran RPJM ke-2 (2010-2014)Sasaran RPJM ke-2 (2010-2014) sebagaimana digambarkan secara umum dalam RPJPN 2005-2025, berpangkal pada keberlanjutan kondisi keamanan dan kesejahteraandan ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.

Kesejahteraan rakyat yang terus meningkat ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan sumber daya manusia, antara lain meningkatnya pendapatan per kapita; menurunnya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas disertai dengan berkembangnya lembaga jaminan sosial; meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat yang didukung dengan pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang mantap; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya kesetaraan gender; meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan, dan perlindungan anak; terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk; menurunnya kesenjangan kesejahteraan antarindividu, antarkelompok masyarakat, dan antardaerah; dipercepatnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan potensial di luar Jawa; serta makin mantapnya nilai-nilai baru yang positif dan produktif

4

Page 6: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

2.2. Gender

Gender is not another word for women: Gender refers to the socially constructed roles, and socially learned behaviors and expectations associated with males and females. It is about women and men, their socially defined roles, responsibilities, and the power and other relations between them. Like race, ethnicity, and class, being male or female shapes individuals’ opportunities to participate in the economy and society. 1

(Gender tidak sama dengan perempuan: Gender mengacu pada peran yang dikonstruksikan secara sosial, tingkah laku yang dipelajari secara sosial dan ekspektasi terkait dengan laki-laki dan perempuan. Jadi gender adalah mengenai peran, tanggungjawab, kekuasaan, dan berbagai hubungan perempuan dengan laki-laki yang didefinisikan secara sosial. Seperti ras, etnis, dan kelas, menjadi laki-laki atau perempuan menentukan kesempatan setiap individu dalam berpartisipasi di kehidupan sosial dan ekonomi di masyarakat.)

Gender equality refers to equality under the law, equality of opportunity (rewards for work, equality of access to human capital, and other productive resources), and equality of voice (ability to influence and contribute to the development process).2

(Kesetaraan gender mengacu kesetaraan di hadapan hukum, kesetaraan kesempatan /penghasilan kerja, kesetaraan akses ke modal manusia, dan sumber daya produktif lainnya, dan juga kesetaraan suara /kemampuan untuk memberikan pengaruh dan berkontribusi terhadap proses pembangunan).

Dengan demikian secara umum istilah gender merujuk pada peran dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki yang didefinisikan secara sosial, dalam suatu wilayah /sektor ataupun konteks budaya. Tidak lagi sama dengan istilah seks yang merujuk pada perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Peran perempuan dan laki-laki dibentuk dan dipengaruhi oleh persepsi dan harapan yang dibangun dari faktor budaya, politik, lingkungan, ekonomi, sosial dan agama serta kebiasaan, hukum, strata kelas, entitas, bahkan termasuk di dalamnya bias individu maupun institusi.

Beberapa pengertian lain terkait dengan permasalahan gender adalah Gender Mainstreaming/ Pengarusutamaan Gender (PUG), Responsif Gender dan Indeks Pembangunan Gender (IPG). PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman - pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan mulai dari tahap perencanaan,

1 World Bank (2001), Engendering Development through Gender Equality in Rights, Resources, and Voice. New York: Oxford University Press

2 World Bank (*2006), Gender Equality as Smart Economics: A World Bank Group Gender Action Plan

5

Page 7: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah.

Sementara itu, Responsif Gender adalah perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat yang disertai upaya menghapus hambatan-hambatan struktural dan kultural dalam mencapai kesetaraan gender.

Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi apabila nilai IPM sama dengan IPG.3

Strategi Pengarusutamaan Gender yang tertuang dalam amanat Inpres No. 9 Tahun 2000 Tentang PUG Dalam Pembangunan Nasional dan Kementerian Pekerjaaan Umum yang memiliki Tupoksi di bidang teknis di sektor pembangunan, membuat Kementerian PU harus melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Oleh karena itu, pengurutamaan gender dalam bidang pekerjaan umum harus mampu menyediakan infrastruktur yang memenuhi dan menjawab kebutuhan akan pentingnya perspektif gender. Terkait dengan hal ini dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang jalan ditegaskan bahwa Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan. Ini berarti regulasi tentang jalan sudah mengakomodasi pengimplementasian isu gender dalam pembangunan jalan. Dengan kata lain, asas-asas yang terkandung dalam payung regulasi jalan telah responsif gender. Hal ini juga ditegaskan dalam ketika disebutkan bahwa Penyelenggaraan jalan umum diarahkan untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang serasi dengan tingkat kemajuan yang sama, merata, dan seimbang dan daya guna, hasil guna upaya pertahanan keamanan Negara.

3 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2010, di akses di http://www.menegpp.go.id.

6

Page 8: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

BAB IIIPEMBAHASAN

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah sejak lama bertekad untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan, setidaknya sejak ditetapkannya UU No. 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan. Setelah hanya menjadi formalitas saja selama rezim Orde Baru, isu gender tersebut baru menyeruak kembali semenjak era Reformasi bergulir dan kemudian masuk di berbagai sektor, termasuk pembangunan. Tercatat diterbitkannya Inpres No. 9 Th. 2000 Tentang Pengarus Utamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Nasional yang kemudian ditindaklanjuti hingga disiapkan pedoman PUG di berbagai Lembaga/ Kementerian (Departemen pada waktu itu). Salah satu di antaranya adalah integrasi kesetaraan gender di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang ditetapkan dalam UU No. 17 Tahun 2007 hingga yang paling terkini di dalam Perpres No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-2 (Tahun 2010-2014). Bahkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PU yang terakhir, Renstra Tahun 2010-2014 di BAB IV tentang Arah Kebijakan dan Strategi tercantum Strategi PUG PU 2010-2014.

Untuk periode pembangunan tahun 2010-2014, visi penyelenggaraan jalan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga adalah untuk merealisasikan “Tersedianya Jaringan Jalan yang Handal”. Adapun misi yang diemban adalah: (1) Melaksanakan penyelenggaraan jalan yang efektif, efisien serta berkelanjutan; (2) Mengembangkan SDM yang profesional dan tanggap untuk mendukung penyelenggaraan jaringan jalan; (3) Mengembangkan teknologi tepat guna dan kompetitif serta meningkatkan keandalan mutu infrastruktur jalan; dan (4) Mendorong partisipasi pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan jaringan jalan.

There is global recognition that gender equality is an important aspect of the three pillars of sustainable development: 1) social inclusion, 2) environmental sustainability, and 3) economic growth;4

4 World Bank (2010), Social Development and Infrastructure, Making Transport Work for Women and Men.

7

Page 9: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

Social

EconomicEnvironmentSustainable

Viable

EquitableBearable

Dalam kerangka pelaksanaan penyelenggaraan jalan yang efektif, efisien serta berkelanjutan maka jajaran Ditjen Bina Marga tidak boleh melupakan 3 Pilar utama pembangunan berkelanjutan, yaitu sasaran/target pertumbuhan ekonomi, keterlibatan masyarakat /pengembangan SDM, dan keharmonisan dengan lingkungan hidup. Secara global pun diakui bahwa kesetaraan gender merupakan satu aspek penting dari ketiga pilar pembangunan berkelanjutan. Misalnya dalam kegiatan sosialisasi sebelum konstruksi atau ketika proses pembebasan tanah terkait dengan pembangunan jalan, apakah masyarakat (laki-laki dan perempuan) dilibatkan secara setara? Kemudian dalam sasaran ekonominya apakah laki-laki dan perempuan sebagai pengguna jalan merasakan manfaat/ keuntungan yang sama akibat dari proyek infrastruktur? Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab untuk mengetahui sudah sejauh mana penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan telah menjawab tantangan kesetaraan gender atau justru dapat diketahui apakah masih ada ketimpangan gender dalam penyelenggaraan jalan.

Studi Kasus Jalan Tohpati-Kusamba, Bali

Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan memang selain memicu pertumbuhan ekonomi secara regional juga akan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal yang terkena dampak langsung melalui peningkatan usaha karena berkurangnya waktu tempuh dari tempat pembelian bahan sampai tempat penjualan. Dampak lainnya adalah harga lahan dan tanah menjadi meningkat tajam sampai 100 kali lipat dalam tempo beberapa tahun. Pada kasus jalan Tohpati-Kusamba, di pulau Bali harga tanah di lokasi pembangunan/pengembangan awalnya Rp. 2,500,000.- /are pada tahun 2006 dan setelahnya menjadi Rp. 200,000,000.- s/d Rp. 250,000,000.- /are pada tahun 2011.

Dalam FGD yang telah dilakukan di Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Bali pada tanggal 14 September lalu didapati fakta bahwa sejak awal proses pengadaan tanah untuk pekerjaan ruas jalan Tohpati – Kusamba partisipasi masyarakat hanya datang dari laki-laki. Kaum perempuan tidak terlibat dalam pembebasan tanah karena adanya adat patrilineal (bisa juga yang dimaksud adalah patriarkhi, ini berarti kekuasaan ada di tangan laki-laki; bisa sebagai suami atau ayah), sehingga kaum perempuan hanya menerima saja keputusan dari suami/ ayah mereka).

Adapun untuk dampak yang dirasakan oleh kaum laki-laki dan perempuan, apabila dilihat dari manfaat dan keuntungan yang dirasakan secara umum menyatakan sama-sama mendapatkan

8

Page 10: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

manfaat kelancaran mobilitas dan meningkatnya harga aset tanah mereka. Sedikit perbedaan muncul ketika kaum perempuan menyatakan mendapat manfaat dari menghemat biaya sekolah anak-anak mereka, dari kondisi yang awalnya harus tinggal/ kos di dekat kampus/ sekolah dengan adanya jalan Tohpati – Kusamba kini bisa pergi – pulang ke sekolah. Sedangkan kaum laki-laki lebih merasakan manfaat dari kemudahan jalur perdagangan komoditas lokal mereka.

Dampak negatif pembangunan jalan tersebut yang sama-sama dirasakan oleh kaum laki-laki dan perempuan adalah masalah keselamatan jalan, kekhawatiran terbesar terutama pada traffic light yang sering tidak beroperasi. Selain itu ada juga dampak negatif yang hanya dirasakan oleh kelompok perempuan, yaitu munculnya “café-café” di tepi jalan lengkap dengan WTS terselubung di dalamnya. Menurut kaum perempuan desa setempat kehadiran “café-café” tadi menjadi sumber Penyakit Menular Seksual (PMS) dan dapat ditularkan melalui kaum laki-laki di desa mereka.

Isu-isu Gender pada Jaringan Jalan dalam Sistem Transportasi di Indonesia

Dengan total jaringan jalan nasional sepanjang 38.569 km membentang di seluruh penjuru tanah air yang ber-Bhineka Tunggal Ika ini, banyak potensi dampak positif dan negatif yang dapat muncul secara spesifik menurut kebutuhan kaum perempuan dan kaum laki-laki masing-masing. Berikut ini berbagai isu gender dalam dunia transportasi dan penyelenggaraan jalan yang dapat ditemukan di Indonesia:

1. Perempuan dan Laki-laki dapat memiliki kebutuhan transportasi yang berbeda. Kebutuhan menggunakan infrastruktur jalan bagi Kelompok perempuan lebih ke sektor domestik. Kekhawatiran yang muncul dari laki-laki dan perempuan pun berbeda.

2. Perempuan dan Laki-laki dapat menggunakan jasa transportasi secara berbeda, ini akan bervariasi lagi pada karakterisktik sosial yang berbeda-beda (etnis, usia, perkotaan/ pedesaan, minoritas).

3. Proyek Jalan dapat memicu pertumbuhan ekonomi regional dan sekaligus menciptakan lapangan kerja. Kelompok laki-laki dan perempuan sama-sama memperoleh manfaat, hanya saja proporsinya akan kembali bervariasi tergantung pada karakteristik sosialnya.

4. Proyek jalan menggunakan tenaga lokal untuk pemeliharaan (dapat tenaga laki-laki / perempuan).

5. Hambatan institusional untuk partisipasi buruh kerja dan tenaga ahli perempuan masih ada dalam proporsi yang kecil, namun hambatan terbesar adalah dari nilai budaya di masyarakat tersebut.

6. Infrastruktur jalan dapat hadir untuk mengatasi akses ke sarana kesehatan dan kebidanan yang layak, untuk membantu mengurangi resiko angka kematian ibu dan bayi

7. Infrastruktur jalan dapat hadir untuk mengatasi kesulitan akses ke tempat pendidikan /sekolah, karena dapat membantu meningkatkan jumlah pendaftaran sekolah bagi anak perempuan.

9

Page 11: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

8. Permasalahan keselamatan jalan (road safety) juga menjadi isu gender, terlebih ketika banyak kecelakaan melibatkan pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor (terkait dengan resiko angka kematian ibu).

9. Ketika terdapat jumlah infeksi HIV/AIDS yang tinggi dibandingkan dengan populasi umum, dan di populasi pekerja proyek konstruksi dan di daerah sekitarnya, maka dapat juga muncul isu gender.

10. Ketika ada jumlah perdagangan manusia yang cukup signifikan dalam suatu kawasan dan daerah-daerahnya terhubung dalam jaringan jalan yang ada, maka muncul juga isu gender.

Di bidang infrastruktur transportasi dikenal adanya “siklus delapan” proses penyelenggaraan jalan, dimana untuk menemukenali isu gender di dalam proses perencanaan kebijakan/program/kegiatan dengan menganalisis data pembuka wawasan dengan cara memperhatikan 4 faktor kesenjangan gender yaitu (1) Akses, (2) Kontrol, (3) Partisipasi dan (4) Manfaat. Pertanyaan kunci yang diajukan di setiap tahap dari “siklus delapan” tersebut adalah Sebagai berikut:

a. Apakah proses penyusunan kebijakan/ program/ kegiatan memberikan akses yang sama antara perempuan dan laki-laki terhadap sumber-sumber pembangunan.

b. Apakah penyusunan kebijakan/ program/ kegiatan memberikan kesempatan dan ruang kontrol yang sama antara perempuan dan laki-laki.

c. Apakah penyusunan kebijakan/ program/ kegiatan memberikan kesempatan partisipasi yang sama antara perempuan dan laki-laki.

d. Apakah hasil kebijakan/program/kegiatan memberikan manfaat dan menjawab kebutuhan-kebutuhan serta pengharapan yang sama terhadap perempuan dan laki-laki.

Berdasarkan dari faktor Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat, (AKPM) di atas

Tabel Kegiatan Pada Siklus Delapan Penyelenggaraan Jalan Yang Terkait Isu Gender

No.

Tahapan Siklus Kegiatan Responsif Gender

KegiatanNetral Gender

Keterangan

1. Perencanaan Umum

Dalam RPJM dan menurun ke Renstra PU 2010-2014 sudah ada strategi PUG namun dalam Renstra Bina Marga 2010–2014 belum tertulis khusus strategi terkait PUG.

Terdapat Kebijakan terkait Keselamatan Jalan

Baru dimulai Identifikasi untuk Peran Gender di Bina Marga pada tahun 2011 dengan landasan hukum terkait

Secara kebijakan telah ada perhatian terhadap

10

Page 12: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

No.

Tahapan Siklus Kegiatan Responsif Gender

KegiatanNetral Gender

Keterangan

keselamatan pengguna jalan, pejalan kaki, dll, termasuk kaum perempuan, anak-anak dan difable (Handicapped)

2. Pra- Studi Kelayakan (FS)

Ada kegiatan Konsultasi Masyarakat

Dalam konsultasi masyarakat hendaknya melibatkan kelompok laki-laki dan kelompok perempuan secara proporsional

3. Studi Kelayakan (FS)

Penyiapan draft LARAP, studi SOSEK mendalam, Studi Lingkungan

Road Safety Audit terhadap Feasibility Study

Konsultasi Publik ketika penyusunan LARAP dan AMDAL ada pendapat/ aspirasi dari laki-laki dan perempuan.

Telah memperhatikan aspek keselamatan pengguna jalan, pejalan kaki, dll, termasuk kaum perempuan, anak-anak dan difable (Handicapped)

4. Perencanaan Teknis

Road Safety Audit terhadap DED

Penyiapan Detail Engineering Design (DED)

Desain Jalan & Jembatan

Telah Memperhatikan aspek keselamatan pengguna jalan, pejalan kaki, dll, termasuk kaum perempuan, anak-anak dan difable (Handicapped)

5. Pra Konstruksi Pembebasan Tanah

Hanya melibatkan pemilik tanah (yang tertulis dalam sertifikat) yang secara kultur biasanya laki-laki

6. Konstruksi Pekerjaan Pembangunan Masih ada Pada pekerjaan jalan

11

Page 13: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

No.

Tahapan Siklus Kegiatan Responsif Gender

KegiatanNetral Gender

Keterangan

Jalan & Jembatan Baru, dan Pekerjaan Peningkatan Jalan

Keterlibatan Tenaga Kerja Lokal

Terdapat Kampanye / Edukasi mengenai HIV&AIDS serta PMS lainnya.

pekerjaan jalan yang dilakukan tidak sesuai NSPK

dilakukan sesuai dengan NSPK yang ada di BM, maka didalamnya pasti memperhatikan aspek road safety sehingga telah Memperhatikan aspek keselamatan pengguna jalan, pejalan kaki, dll, termasuk kaum perempuan, anak-anak dan difable (Handicapped)

Ada satu perusahaan kontraktor yang memiliki kebijakan tidak tertulis untuk tidak mempekerjakan tenaga perempuan

Sasaran kegiatan adalah mid level management, regulator, kontraktor, hingga buruh konstruksi proyek jalan, dan masyarakat sekitar. Kegiatan ini dapat mengurangi resiko penyebaran PMS dan HIV&AIDS terutama kepada Ibu rumah tangga.

7. Pasca Konstruksi(Operational & Maintenance)

Pekerjaan Pemeliharaan melibatkan tenaga lokal

Investigasi Blackspot

Secara umum tidak ada diskriminasi laki-laki perempuan baik di segi perekrutan maupun gaji / upah.

Memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan jalan dengan memperhatikan aspek keselamatan pengguna jalan, pejalan

12

Page 14: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

No.

Tahapan Siklus Kegiatan Responsif Gender

KegiatanNetral Gender

Keterangan

kaki, dll, termasuk kaum perempuan, anak-anak dan difable.

8. Evaluasi Pasca Proyek

Mekanisme Komplain, menerima keluhan dari masyarakat.

Evaluasi Pelaksanaan Proyek

Masyarakat laki-laki dan perempuan punya hak yang sama

13

Page 15: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Pengarus-utamaan gender dalam bidang Pekerjaan Umum harus mampu menyediakan infrastruktur yang memenuhi dan menjawab kebutuhan akan pentingnya perspektif gender. Terkait dengan hal ini dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang jalan menegaskan bahwa Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan. Ini berarti regulasi tentang jalan sudah mengakomodasi pengimplementasian isu gender dalam pembangunan jalan.

Dalam tataran pelaksanaannya, pembangunan infrastuktur jalan dapat menjawab kebutuhan dan harapan yang berbeda antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan dalam masyarakat. Dampak positif pembangunan infrastruktur jalan adalah terjadinya Peningkatan pendapatan karena berkurangnya waktu tempuh perjalanan atau munculnya tempat usaha baru seperti warung-warung atau rumah makan serta tempat-tempat penjualan kerajinan dan produk lokal dan peningkatan nilai asset masyarakat terutama berupa tanah atau lahan karena dampak kemudahan transportasi di lingkungan pembangunan dan atau peningkatan jalan.

Dampak negatif juga berpotensi terjadi karena adanya pembangunan dan peningkatan infrastruktur jalan. Misalnya akibat dari pembangunan jalan sering kali dibarengi dengan perubahan tata guna lahan, termasuk munculnya bangunan–bangunan atau tempat hiburan seperti café-café atau “warung remang-remang” yang berpotensi memicu penyebaran PMS dan HIV/AIDS. Selain itu masih terdapat pihak penyedia jasa konstruksi yang tidak siap mengimplementasikan aspek keselamatan jalan selama proses konstruksi sehingga dapat memicu terjadinya kecelakaan. dan timbulnya kekhawatiran bagi kelompok perempuan apabila memiliki anak sekolah dasar ke bawah jika melewati jalan yang cenderung lalu lintas lebih ramai dibanding sebelumnya.

B. REKOMENDASI

Untuk mewujudkan koridor ekonomi yang handal maka penyelenggaraan jalan perlu dilaksanakan dengan mewujudkan keadilan dan kemakmuran sesuai dengan visi RPJPN 2005 – 2025. Pemenuhan tuntutan keadilan dan kesetaraan gender dalam Penyelenggaraan Jalan akan semakin mendorong pertumbuhan Indeks Pertumbuhan Manusia Indonesia dan otomatis didampingi pertumbuhan Indeks Pertumbuhan Gender. Secara garis besar, kebijakan dan

14

Page 16: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

tujuan penyelenggaraan Jalan saat ini telah berada dalam jalur yang tepat untuk mewujudkan asas-asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan.

Meskipun demikian pada tataran pelaksanaan lapangan masih terdapat beberapa hal yang dapat diperbaiki oleh Penyelenggara Jalan. Pertimbangan road safety yang sudah secara legal diwajibkan masih perlu terus ditekankan terutama kepada penyedia jasa konstruksi. Misalnya di depan sekolah serta fasilitas umum lainnya, seperti pasar, tempat Ibadah perlu diilengkapi dengan tempat-tempat penyeberangan yang aman bagi pengguna jalan serta traffic light yang berfungsi baik. Kemudian apabila memang dirasa diperlukan maka di lokasi sekitar proyek jalan perlu dilakukan edukasi atau kampanye tentang perilaku seks yang sehat di masyarakat, sehingga bisa mengurangi dan mengantisipasi terjadinya PMS.

15

Page 17: 4.Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Dan Jembatan

REFERENSI

1. Buku RENSTRA Kementerian Pekerjaan Umum 2010 - 20142. Buku RENSTRA Bina Marga 2010 - 2014 3. World Bank (2001), Engendering Development through Gender Equality in Rights,

Resources, and Voice. New York: Oxford University Press4. World Bank (*2006), Gender Equality as Smart Economics: A World Bank Group Gender

Action Plan5. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2010, di akses di

http://www.menegpp.go.id.6. World Bank (2010), Social Development and Infrastructure, Making Transport Work for

Women and Men.

16