Upload
vivi
View
215
Download
2
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ttg hak uji materiil
Citation preview
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A NNo. 34 P/HUM/2006.-
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa dan mengadili perkara permohonan Hak Uji Materiil terhadap Peraturan
Menteri Kehutanan R.I. No.P.14/MENHUT-II/2006 Tanggal 10 Maret 2006 Tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan pada tingkat pertama dan terakhir telah
mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara :
I. PERKUMPULAN ASOSIASI PERTAMBANGAN
INDONESIA ATAU INDONESIAN MINING ASSOCIATION
(API-IMA), berkedudukan di Gedung Gajah Unit ABC, Lantai 5,
No.A2, Jalan DR. Sahardjo, Tebet, Jakarta-12810 ;
II. PERKUMPULAN ASOSIASI PERTAMBANGAN
BATUBARA INDONESIA ATAU INDONESIAN COAL
MINING ASSOCIATION (APBI-ICMA), berkedudukan di
Gedung Gajah Unit ABC, Lantai 6, Jalan DR. Sahardjo, Tebet,
Jakarta-12810 ;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada : G.P. Aji Wijaya, SH.,
Sunarto Yudonarpodo, SH.,LL.M, Lindu Dwi Purnomo, SH., Djaka
Susanto, SH., Eresendi Winaharta, SH. dan Louise S. Ferdinandus,
SH., Para Advokat/Pengacara, berkantor di Plaza DM, Lantai 18,
Jalan Jend. Sudirman Kav. 25, Jakarta-12920, berdasarkan surat
kuasa khusus tanggal 28 Agustus 2006 ;
Selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon ;
m e l a w a n :
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, beralamat di
Gedung Manggala Wanabhakti, Jalan Jend. Gatot Subroto,
Jakarta-10270 ;
Selanjutnya disebut sebagai Termohon ;
Mahkamah Agung tersebut ;
Membaca surat-surat yang bersangkutan ;
TENTANG DUDUK PERKARA :
Hal. 1 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Pemohon didalam surat permohonannya tertanggal 4
September 2006 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung R.I. pada tanggal 14
September 2006 dan didaftar dibawah register No. 34 P/HUM/2006 telah mengajukan
Permohonan Hak Uji Materiil dengan alasan-alasan pada pokoknya atas dalil-dalil
sebagai berikut :
A. PERSYARATAN FORMIL PENGAJUAN PERMOHONAN HAK UJI
MATERIIL TERHADAP MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DIBAWAH UNDANG-UNDANG TERHADAP PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT LEBIH TINGGI.
I
PENDAHULUAN
1. Bahwa salah satu kewenangan dari Mahkamah Agung adalah melakukan Uji
Materiil untuk menilai materi muatan peraturan perundang-undangan dibawah
Undang-Undang terhadap peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) PERMA 1/2004 (vide Bukti P-10),
menyatakan :
"Hak Uji Materiil adalah hak Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan
peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang terhadap peraturan
perundang-undangan tingkat lebih tinggi".
2. Bahwa kewenangan untuk melakukan Hak Uji Materiil ini juga dinyatakan
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
No. 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 11 ayat (2.b)-
(Bukti P-9), dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, dalam Pasal 31
ayat (1) dan (2) - (Bukti P-8).
Pasal 11 ayat (2.b) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 menyatakan :
"Mahkamah Agung mempunyai kewenangan:
b. Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap
undang-undang".
Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 menyatakan:
Ayat (1) : "Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan
perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-
undang.”
2
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Ayat (2) : "Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-
undangan dibawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku".
3. Bahwa TAP MPR RI No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
peraturan perundang-undangan, dalam Pasal 5 ayat (2) - (Bukti P-2) bahkan
menyatakan :
“Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan dibawah
Undang-Undang.”
4. Bahwa Permenhut P.14/2006 tersebut ditetapkan oleh Menteri Kehutanan pada
tanggal 10 Maret 2006 dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan merupakan
peraturan dibawah Undang-Undang, sehingga sesuai dengan PERMA 1/2004
merupakan kewenangan Mahkamah Agung untuk melakukan Hak Uji Materiil
atas Permenhut P. 14/2006 tersebut.
II
KEDUDUKAN DAN KEPENTINGAN HUKUM PARA PEMOHON
1. Bahwa Pemohon I adalah Perkumpulan Asosiasi Pertambangan Indonesia
sebagai wadah Pengusaha Pertambangan di Indonesia, didirikan pertama kali
pada tanggal 29 Mei 1975 (vide Lampiran P-1) yang saat ini beranggotakan 31
(tiga puluh satu) perusahaan pertambangan sebagai Anggota Penuh (Company
Members) (Lampiran P-3) yang terdiri dari perusahaan BUMN, PMA, PMDN
dan pemegang Kuasa Pertambangan (KP) diseluruh Indonesia, dan 64 (enam
puluh empat) Anggota Penunjang (Associate Members) (Lampiran P-4).
Disamping itu, Pemohon I adalah juga Anggota Luar Biasa Kamar Dagang dan
Industri Indonesia (KADIN) berdasarkan Surat Keputusan KADIN No.
SKEP/005/DPH/XII/1989 tanggal 18 Desember 1989. (Lampiran P-5), dengan
Kartu Tanda Anggota Luar Biasa No. 0200000070. (Lampiran P-6).
2. Bahwa Pemohon I adalah kelompok masyarakat pertambangan yang bersifat
mandiri, bukan organisasi politik, tidak mencari keuntungan dan berorientasi
pada usaha, profesi dan bisnis, yang sejalan dengan aspirasi hukum masyarakat
berupaya untuk menegakkan dan mencari kepastian hukum dalam berusaha serta
mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif di Indonesia.
3
Hal. 3 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Bahwa berdasarkan Anggaran Dasar (vide Lampiran P-1) Pemohon I, Pasal IV,
Maksud dan Tujuan Serta Kegiatan Pemohon I antara lain: (a) Membina dan
mengembangkan keahlian, kegiatan dan kepentingan industri pertambangan di
Indonesia dalam rangka mewujudkan kehidupan ekonomi dan kehidupan dunia
usaha yang sehat dan tertib berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945; (b)
Membantu Pemerintah dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menggalakkan
perkembangan industri pertambangan dan memanfaatkan keterangan-keterangan
yang tidak bersifat rahasia dan tidak bersifat kepemilikan (non-confidential and
nonproprietary information) guna memajukan kegiatan pertambangan dalam arti
seluas-luasnya dalam wilayah Republik Indonesia; (c) Turut menciptakan dan
mengembangkan iklim usaha yang memungkinkan keikut sertaan yang seluas-
luasnya bagi pengusaha sehingga mereka dapat berperan secara efektif dalam
pembangunan nasional. Selanjutnya untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut,
Pemohon I dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain: (a) Bertindak
sebagai juru bicara utama untuk industri pertambangan Indonesia dan
meningkatkan kesadaran dan pengertian atas masalah-masalah penting (kritis)
yang menyangkut industri pertambangan seutuhnya (keseluruhannya); (b)
Memberikan kepada Pemerintah keterangan-keterangan yang penting mengenai
masalah-masalah industri pertambangan.
4. Bahwa Pemohon II adalah organisasi perusahaan pertambangan batu bara yang
bersifat mandiri, bukan organisasi politik, tidak mencari keuntungan, yang
didirikan oleh Pengusaha-Pengusaha Pertambangan Batubara di Indonesia pada
tanggal 20 September 1989 (Lampiran P-7), saat ini beranggotakan 47 (empat
puluh tujuh) perusahaan pertambangan batu bara yang terdiri dari perusahaan
BUMN, PMA, PMDN, dan pemegang Kuasa Pertambangan (KP), dan 7 (tujuh)
perusahaan pendamping (Lampiran P-10). Disamping itu, Pemohon II adalah
juga Anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) berdasarkan Surat
Keputusan KADIN No. SKEP/006/DPH/I/1981 tanggal 21 Januari 1981
(Lampiran P-8), dengan Kartu Tanda Anggota Luar Biasa No. 02000-000069.
(Lampiran P-9).
5. Bahwa berdasarkan Anggaran Dasar (Lampiran P-7) Pemohon II, BAB II Pasal
5, Tujuan Pemohon II serta kegiatannya adalah (a) membina dan
mengembangkan kemampuan, kegiatan dan kepentingan perusahaan yang
bergerak di bidang pertambangan batu bara di Indonesia, dalam rangka
mewujudkan ekonomi nasional yang sehat dan tertib berdasarkan Pasal 33
4
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Undang-Undang Dasar 1945; (b) menciptakan dan mengembangkan iklim usaha
di bidang industri pertambangan batu bara di Indonesia yang memungkinkan
keikut-sertaan seluas-luasnya sehingga dapat berperan-serta secara efektif dalam
Pembangunan Nasional. Sedangkan berdasarkan Anggaran Dasar Pemohon II,
Bab IV Pasal 9 untuk mewujudkan tujuannya tersebut, Pemohon II melakukan
kegiatan-kegiatan, antara lain sebagai berikut: (a) menyebarluaskan informasi
yang tidak bersifat rahasia mengenai kebijaksanaan Pemerintah yang berkaitan
dengan usaha industri pertambangan batu bara di Indonesia kepada Para
Anggota; (b) menyampaikan informasi kepada Pemerintah dan Para Anggota
mengenai berbagai permasalahan dan perkembangan internasional di bidang
usaha industri pertambangan batu bara yang dapat berpengaruh terhadap
kehidupan usaha pertambangan batu bara; (c) menyalurkan aspirasi dan
kepentingan Para Anggota dalam rangka keikut-sertaannya dalam pembangunan
di bidang pertambangan batu bara pada khususnya dan pembangunan ekonomi
nasional pada umumnya.
6. Bahwa Para Pemohon sangat berkepentingan untuk pengajuan permohonan ini
karena anggota-anggota dari Para Pemohon telah meminta kepada Para Pemohon
untuk segera menyelesaikan masalah ini bersama Pemerintah c.q. Menteri/
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Menteri/Departemen
Kehutanan. Upaya mana menyangkut penyelesaian yang telah dilakukan, yang
terakhir kali telah diadakan pertemuan dengan Menteri Kehutanan akan tetapi
hal itu tidak mendapatkan jalan keluar yang baik.
7. Bahwa dalam PERMA 1/2004, Pasal 1 ayat (3) menyatakan :
“Permohonan Keberatan adalah suatu permohonan yang berisi keberatan
terhadap berlakunya suatu peraturan perundang-undangan yang diduga
bertentangan dengan suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi
yang diajukan ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan putusan”.
8. Bahwa selanjutnya dalam PERMA 1/2004, Pasal 1 ayat (4) menyatakan :
"Pemohon keberatan adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang
mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya
suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari undang-undang".
Oleh karenanya secara formal/prosedural permohonan Hak Uji Materiil yang
diajukan oleh Para Pemohon telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan
ayat (4) PERMA 1/2004, maka dengan demikian permohonan Hak Uji Materiil
dari Para Pemohon haruslah diterima.
5
Hal. 5 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
9. Bahwa berdasarkan penjelasan dan argumentasi hukum di atas terlihat jelas
bahwa Para Pemohon mempunyai kepentingan dan kapasitas hukum
(Iegalstanding) untuk mengajukan permohonan guna menilai materi muatan
Permenhut P.14/2006 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang
bertentangan dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 ("UU 19/2004")-(Bukti
P-5) jo Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan ("UU
41/1999")-(Bukti P-4), Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 ("UU 20/1997")
Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak-(Bukti P-6), dan Undang-Undang No.
11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan-(Bukti P-7),
serta Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi
Sumber Daya Mineral-(Bukti P-11), Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 1999
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 Tentang Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen
Kehutanan dan Perkebunan-(Bukti P-12), dan Peraturan Pemerintah No. 34/2002
Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan. (Bukti P-15).
III
PENGAJUAN PERMOHONAN UJI MATERIIL MASIH
DALAM TENGGANG WAKTU
1. Bahwa Permohonan Hak Uji Materiil a quo, diajukan terhadap Permenhut P.
14/2006 yang telah ditetapkan pada tanggal 10 Maret 2006 dan dinyatakan
berlaku sejak tanggal ditetapkannya.
2. Bahwa menurut ketentuan PERMA 1/2004 Pasal 2 ayat (4) menyatakan :
"Permohonan Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 180 (seratus delapan
puluh) hari sejak ditetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan."
Bahwa permohonan Hak Uji Materiil ini diajukan masih dalam tenggang waktu
180 (seratus delapan puluh) hari sejak berlakunya Permenhut P.14/2006 tanggal
10 Maret 2006, sedangkan permohonan Hak Uji Materiil diajukan oleh Para
Pemohon pada tanggal 4 September 2006, dengan demikian tenggang waktu
pengajuan Permohonan Hak Uji Materiil belum terlampaui. Oleh karenanya
6
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pengajuan Permohonan Hak Uji Materiil sah menurut hukum dan harus diterima
serta patut dipertimbangkan dalam pemeriksaan Hak Uji Materiil.
B. PEMBUKAAN
1. Bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaats), bukan negara
kekuasaan (machtstaats). Makna ini tersurat dengan sangat eksplisit dalam Pasal
1 ayat (3) UUD 1945-(Bukti P-1), penegasan ini berarti bahwa hukum adalah
sarana pengendali dan pengontrol kehidupan berbangsa dan bernegara, sarana
pengawas penyalahgunaan kekuasaan, dan sarana pemenuhan hak asasi semua
warga negara. Dengan kata lain hukum tidak boleh dan tidak bisa dijadikan
sebagai sarana pembenaran dari penyalahgunaan kekuasaan.
2. Dalam system ketatanegaraan Indonesia berdasarkan hasil amandemen UUD 1945
yang sudah berlangsung selama 4 (empat) kali, fungsi pengawasan,
penyalahgunaan kekuasaan baik itu oleh Pemerintah maupun DPR berada
ditangan lembaga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
3. Bahwa Mahkamah Agung dalam menjalankan pengawasannya bertindak sebagai
"the last cornerstone" atau "het laatste bolwerk" atau benteng terakhir untuk
mempertahankan tegaknya hukum dan keadilan. Disinilah Mahkamah Agung
mempunyai Hak Uji Materiil atau Judicial Review. Salah satu Hak Uji Materiil
paling mendasar adalah hak uji terhadap Peraturan Menteri dalam artian apakah
Peraturan Menteri itu bertentangan atau menyimpang dengan Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah sebagai suatu peraturan perundang-undangan tingkat
lebih tinggi.
4. Bahwa salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan itu adalah dilahirkannya
produk perundang-undangan dibawah Undang-Undang yang bertentangan
dengan Undang-Undang sebagai peraturan perundang-undangan tingkat lebih
tinggi. Hal ini tentu dapat saja terjadi karena pergesekan kekuasaan dengan
segala kekuatan politik yang berada dibelakang kekuasaan itu, dan ini sering
terjadi dalam negara yang penuh dengan dinamika apalagi negara yang tengah
berada dalam zaman transisi seperti Indonesia yang beralih dari zaman otoriter
ke zaman demokratis.
5. Bahwa diakuinya Hak Uji Materiil ini merupakan perkembangan ketatanegaraan
yang positif karena eksistensi negara hukum menjadi semakin kuat.
Hak Uji Materiil (Judicial Review) merupakan upaya pengujian oleh lembaga
yudisial terhadap, produk hukum yang ditetapkan oleh cabang kekuasaan
legislatif, eksekutif, ataupun yudikatif. Pemberian kewenangan untuk melakukan
7
Hal. 7 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pengujian tersebut kepada Hakim merupakan prinsip checks and balances
berdasarkan system pemisahan kekuasaan negara (yang dipercaya dapat lebih
menjamin perwujudan gagasan demokrasi dan cita-cita negara hukum rechtstaat
maupun rule of law).
Prinsip checks and balances ini adalah merupakan prinsip hukum dan politik
yang universal dianut dibanyak negara yang menyebut dirinya negara hukum dan
negara demokrasi. Jadi fungsi judicial riview itu tidak terbatas semata-mata pada
fungsi pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dalam
artian apakah peraturan perundang-undangan itu bertentangan atau tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi.
6. Bahwa dalam memahami Hak Uji Materiil ini kita perlu pula menyadari bahwa
Mahkamah Agung itu sesungguhnya adalah lembaga yang terlepas atau steril
dari pengaruh politik apalagi politik partisan. Jadi diharapkan agar semua
pertimbangan, penetapan dan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung
termasuk jajaran peradilan dibawahnya terbebas dari pengaruh politik apalagi
partisan politik. Disinilah bedanya Mahkamah Agung dengan Pemerintah dan
DPR yang pasti tidak terbebas dari pengaruh politik. Undang-Undang maupun
peraturan Pemerintah termasuk Keputusan Menteri dapat saja merupakan hasil
kemauan segelintir masyarakat atau kepentingan politik tertentu, dan karenanya
tidak sepenuhnya aneh jika ada produk peraturan perundang-undangan ditingkat
lebih rendah yang sarat dengan pertimbangan politik. Oleh sebab itulah
Mahkamah Agung yang terbebas dari pengaruh politik dianggap sebagai the
ultimate intepreter of the constitution dan benteng yang melindungi hak-hak
azasi manusia.
Jadi disini Hak Uji Materiil itu adalah sarana yang mutlak harus ada untuk
menjamin hak-hak individual tetap eksis dari ancaman politik mayoritas yang
bisa jadi secara demokratis benar akan tetapi kenyataannya merusak dan
melanggar hak-hak individual dan hak asasi manusia.
7. Bahwa salah satu produk peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi
yang juga merupakan objek permohonan ini adalah Permenhut P.14/2006 yang
bertentangan dengan UU 19/2004 jo UU No. 41/1999, UU No. 20/1997 dan UU
No. 11/1967. Secara lebih rinci Para Pemohon akan uraikan Pasal-Pasal dalam
Permenhut P. 14/2006 yang bertentangan dengan UU No. 19/2004 jo UU No.
41/1999, UU No. 20/1997 dan UU No. 11/1967 dalam uraian tersendiri.
8
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
8. Bahwa TAP MPR RI No. III/MPR/2000 (vide Bukti P-2) dalam Pasal 4 ayat (1)
menyatakan :
"Sesuai dengan tata urutan Peraturan Perundang-undangan ini, maka setiap
aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum
yang lebih tinggi. "
Bahwa pengertian yang terkandung dalam Pasal 4 ayat (1) TAP MPR tersebut di
atas adalah : setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan aturan hukum yang lebih tinggi (lex superior derogat legs inferiors)
dalam artian manakala terdapat Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah maka Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi menyampingkan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih rendah (de hogere wet gaat voor de lagere wet).
9. Bahwa atas dasar pertimbangan di atas Permohonan Uji Materiil ini diajukan
dengan satu-satunya tujuan yaitu menuntut persamaan hak-hak dari warga negara
untuk berusaha dijamin sepenuhnya oleh peraturan perundang-undangan dari
tingkat yang lebih tinggi sampai pada tingkat yang lebih rendah.
IV
PERMENHUT P.14/2006 SEJAK AWAL PEMBERLAKUANNYA
TELAH MENDAPATKAN REAKSI KERAS DARI KALANGAN
MASYARAKAT PERTAMBANGAN
Sebelum Para Pemohon membahas isi Pasal ini secara lebih komprehensif, agar
Majelis Hakim Agung mendapatkan gambaran yang lebih luas dan lengkap,
terlebih dahulu Para Pemohon akan menyampaikan latar belakang diajukannya
Permohonan Uji Materiil atas Permenhut P. 14/2006 sebagai berikut:
Latar Belakang
Permenhut P. 14/2006 yang merupakan pelaksanaan UU 19/2004 jo UU 41/1999
tentang Kehutanan telah menimbulkan reaksi keras dari pelaku pertambangan.
Hal ini disebabkan karena peraturan yang tercantum dalam keputusan dalam
peraturan Menteri Kehutanan tersebut menyulitkan dan hampir-hampir tidak
dapat dilaksanakan oleh pelaku pertambangan karena sarat dengan kewajiban-
kewajiban yang sangat berat yang harus dipenuhi. Padahal di pihak lain sektor
pertambangan di minta oleh Pemerintah untuk dapat mensuplai bahan baku
industri dan energi (batu bara). Disamping itu sebagaimana disebutkan dalam
9
Hal. 9 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Instruksi Presiden No. 3/2006 Tanggal 27 Pebruari 2006 tentang paket
kebijaksanaan iklim investasi-(Bukti P-13) semua sektor diminta untuk
menciptakan iklim investasi yang kondusif dalam rangka mengundang investor
dalam dan luar negeri.
Kegiatan investasi disektor pertambangan sejak diterbitkannya UU 19/2004 jo
UU 41/1999 mengalami hambatan yang signifikan, karena dalam kawasan hutan
lindung dilarang untuk melakukan penambangan dengan pola penambangan
terbuka (vide Pasal 38 ayat (4)). Bagi investor pertambangan yang sudah
mempunyai perjanjian kerja sama dengan Pemerintah R.I. baik melalui Kontrak
Karya maupun PKP2B seharusnya dapat melakukan penambangan dimana saja
didalam wilayah Kontrak Karya atau PKP2B. Namun keleluasaan tersebut telah
dicabut oleh UU 19/2004 jo UU 41/1999 karena didalam UU 19/2004 jo UU
41/1999 sendiri tidak mencantumkan Pasal peralihan, hal mana terhadap Kontrak
Karya atau PKP2B sudah berjalan sebelum berlakunya UU 19/2004 jo UU
41/1999 ;
Bahwa dengan UU 19/2004, UU 41/1999 telah disempurnakan namun
penyempurnaan atas undang-undang tersebut justru tidak dapat dilaksanakan
karena terbentur dengan Permenhut P.14/2006 yang terbit kemudian ;
Pengaturan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan sebagaimana
diatur dalam Permenhut P.14/2006 telah bertentangan dengan UU 19/2004 jo
UU 41/1999 Pasal 39, karena UU 19/2004 jo UU 41/1999 jelas menetapkan
bahwa “ketentuan pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah” ;
Bagi investor di sektor pertambangan, pengaturan pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan hutan oleh Departemen Kehutanan justru sangat diinginkan
selama sesuai dengan paradigma pembangunan yang berkelanjutan.
Pertumbuhan ekonomi nasional, pembangunan wilayah, penyediaan lapangan
kerja dan usaha dapat diwujudkan dengan kegiatan pertambangan melalui
pembayaran pajak (PPN, PPh, PPh Badan, Pajak Bumi dan Bangunan), royalty
dan iuran tetap serta retribusi daerah.
Bersamaan dengan itu pelestarian lingkungan yang ditandai dengan hutan lestari
tetap terwujud melalui upaya keras dan berkelanjutan untuk mencegah/
mengurangi perubahan peruntukkan dan fungsi hutan. Sehingga program
rehabilitasi dan reklamasi serta kewajiban penyediaan lahan kompensasi harus
dapat diwujudkan. Dengan berpedoman pada paradigma pembangunan
10
10
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berkelanjutan tersebut, seharusnya Departemen Kehutanan dapat
mengakomodasi kebutuhan pembangunan dalam kawasan hutan untuk
kepentingan strategis (religi, pertahanan keamanan, pertambangan,
pembangunan ketenagalistrikan, dan instalasi teknologi energi) dengan sistem
pinjam pakai dan kompensasi dengan tetap berpegang pada UU 19/2004 jo UU
41/1999 yang mengatur :
- Tata cara pinjam pakai dan kompensasi.
- Luasan hutan yang berperan dalam mendukung system penyanggah kehidupan
tetap terjaga (tidak boleh berkurang luasannya) sehingga diperlukan upaya
rehabilitasi dan kompensasi (vide Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 UU
19/2004 jo UU 41/1999). Kawasan hutan yang dipergunakan bagi kegiatan
pertambangan sudah dipastikan akan mengalami gangguan fungsi hutan, untuk
itu kawasan tersebut harus dipinjampakaikan kepada pengguna agar jelas
tanggung jawabnya untuk menjaga dan merehabilitasi kawasan tersebut.
- Kegagalan pengguna melakukan rehabilitasi (pada umumnya di lubang
tambang) harus dikenakan penggantian dengan lahan kompensasi dan
mengingat sulitnya mendapat lahan bebas maka lahan kompensasi tersebut
haruslah dapat ditunjuk oleh Departemen Kehutanan.
- Kawasan lahan kompensasi harus direhabilitasi dan direboisasi sampai menjadi
kawasan hutan. Ketidaksanggupan pengguna untuk merehabilitasi dan
mereboisasi lahan kompensasi harus dikenakan denda.
Langkah-langkah Pemerintah dalam hal ini Kementrian Koordinator
Perekonomian Republik Indonesia menyangkut penyediaan dan pemanfaatan
energi alternatif pernah disampaikan oleh Deputi III Menko Perekonomian,
Bapak Wimpy S. Tjetjep dalam seminar yang berjudul Pencanangan Perdana
Program Aksi penyediaan Dan pemanfaatan Energi Alternatif dan Seminar Era
Kebangkitan Energi Indonesia yang selanjutnya menyatakan : "..Indonesia
memiliki potensi energi alternatif sangat besar, baik keragaman maupun
jumlahnya, seperti gas bumi dengan rasio cadangan perproduksi masih 62 tahun,
serta batu bara yang masih sangat potensial untuk jangka waktu 146 tahun, dan
masih belum dimanfaatkan secara optimal. Sementara itu potensi energi
alternatif seperti tenaga air, panas bumi, tenaga surya dan angin, nuklir serta
bahan bakar nabati yang keseluruhannya akan menjadi sumber energi nasional
dimasa mendatang. Maka untuk itulah langkah Pemerintah secepatnya
mendorong pengembangan energi alternatif ditandai dengan dikeluarkannya
11
Hal. 11 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
landasan hukum pada bulan Januari 2006 yaitu Peraturan Presiden No. 5/2006
Tentang Kebijaksanaan Energi Nasional ("PP 5/2006”) (Bukti P-14), diikuti
dengan Instruksi Presiden No. 1/2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati sebagai bahan bakar lainnya ("Inpres 1/2006')-(Bukti P-16),
dan Instruksi Presiden No. 2/2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan batu
bara yang dicairkan sebagai bahan bakar lain (“Inpres 2/2006”)-(Bukti P-17) ;
Dampaknya Terhadap Investasi Dibidang Pertambangan.
Mengingat tidak kondusifnya Permenhut P.14/2006 mengakibatkan timbulnya
berbagai dampak negatif terhadap investasi pertambangan antara lain sebagai
berikut :
a. Penataan kawasan hutan seperti yang tersebut dalam Permenhut P. 14/2006
telah berakibat pada diabaikannya kerjasama (kontrak-kontrak/perjanjian-
perjanjian) pertambangan maupun perijinan-perijinan antara Pemerintah R.I
dengan investor pertambangan yang bermuara pada turunnya minat investasi
disektor pertambangan.
b. Ternyata, dalam implementasinya Permenhut P.14/2006 sangat sulit untuk
dilaksanakan dan telah menghambat pelaksanaan Instruksi Presiden No.
3/2006 tentang Paket Kebijaksanaan Iklim Investasi-(vide Bukti P-13) serta
menghambat upaya Pemerintah untuk mengatasi penyediaan energi nasional,
terutama dalam rangka program percepatan penyediaan listrik nasional yang
membutuhkan antara lain batubara sebagai bahan bakarnya.
c. Beberapa perusahaan pertambangan (13 perusahaan) di daerah tidak
mendapatkan ijin pinjam pakai, juga mengalami ancaman terkena sanksi
pidana sebagai akibat lamanya proses pinjam pakai ini.
C. PASAL-PASAL DARI PERMENHUT P. 14/2006 YANG BERTENTANGAN
DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT YANG
LEBIH TINGGI.
I
PERMENHUT P.14/2006 BERTENTANGAN DENGAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT YANG
LEBIH TINGGI YAKNI UU 19/2004 TENTANG PENETAPAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
No. 1 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
12
12
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
UNDANG No. 41 TAHUN 1999 Jo. UU 41/1999
TENTANG KEHUTANAN
1. Bahwa Pasal 16 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2) Permenhut
P.14/2006 bertentangan dengan Pasal 18 dan Pasal 39 UU 41/1999.
2. Bahwa Pasal 16 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2) Permenhut
P.14/2006 menyatakan sebagai berikut:
Pasal 16 ayat (2) menyatakan :
"Pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b hanya dapat diberikan untuk kegiatan non komersial yang
dilaksanakan dan dimiliki instansi Pemerintah,diwilayah provinsi yang luas
kawasan hutannya lebih dari 30% dari luas daratan provinsi yang bersangkutan".
Pasal 17 ayat (1) menyatakan :
a. Untuk pinjam pakai kawasan butan yang bersifat komersil, Para Pemohon
wajib menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi seluas 2 (dua) kali
luas kawasan hutan yang dipergunakan kepada Departemen Kehutanan yang
Clear and Clean dan direboisasi.
b. Untuk pinjam pakai kawasan hutan yang bersifat non komersil pada provinsi
yang luas kawasan hutannya kurang dan 30% dari luas daratan provinsi yang
bersangkutan, Para Pemohon harus menyediakan dan menyerahkan lahan
kompensasi seluas 1 (satu) kali luas kawasan hutan yang dipergunakan
kepada Departemen Kehutanan yang “clear and clean " dan direboisasi.
c. Untuk pinjam pakai kawasan hutan yang bersifat non komersil pada provinsi
yang luas kawasan hutannya lebih dari 30% dan luas daratan provinsi yang
bersangkutan. Para Pemohon dibebani kompensasi berupa melakukan
reboisasi kawasan hutan yang rusak seluas 2 (dua) kali luas kawasan hutan
yang dipinjam.
Pasal 17 ayat (2) menyatakan :
Lahan kompensasi harus dipenuhi oleh Para Pemohon pinjam pakai kawasan
hutan dalam jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya
persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan oleh Menteri.
3. Bahwa penetapan lahan kompensasi sebagaimana Pasal 16 dan
Pasal 17 dalam Bab VII dalam Permenhut P. 14/2006 merupakan Pasal-Pasal
yang bertentangan dengan Pasal 18 dan Pasal 39 UU 41/1999 dengan alasan :
13
Hal. 13 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3.1. Kecukupan luas kawasan hutan atau penutupan hutan, yang telah diatur
dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2) UU 41/1999 menyatakan:
"Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan
hutan dan penutupan hutan untuk setipa daerah aliran sungai dan atau
pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat
ekonomi masyarakat setempat”.
Pasal 18 ayat (2) menyatakan:
"luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran
sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.”
3.2. Bahwa Pasal 39 UU 41/1999 menyatakan:
“Ketentuan Pelaksanaan Tentang Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34,
Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. "
Namun, kewenangan mengenai pemanfaatan hutan dan Penggunaan kawasan
hutan yang terkait dengan bidang pertambangan yang seharusnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah sebagaimana ketentuan Pasal 39 UU 19/2004 jo UU
41/1999 ternyata malah diatur oleh Permenhut P.14/20.
4. Bahwa selain tidak sejalan dengan materi muatan UU 19/2004 jo UU 41/1999,
dasar materi muatan Permenhut P.14/2006, pada Pasal 16 dan Pasal 17 jelas telah
menunjukkan sifat diskriminatif Pemerintah (dalam hal ini Departemen
Kehutanan) terhadap pihak-pihak perusahaan pertambangan selaku pihak yang
menggunakan kawasan hutan sebagai tempat usaha penambangan.
II
PERMENHUT P.14/2006 BERTENTANGAN DENGAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT
YANG LEBIH TINGGI YAKNI UU 20/1997 TENTANG
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
1. Bahwa Pasal 2 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU 20/1997 menyatakan :
Ayat 1 :
Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi :
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah.
14
14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah.
e. Penerimaan berdasarkan putusan Pengadilan dan yang berasal dari pengenaan
denda administrasi.
f. Hibah yang merupakan hak Pemerintah.
g. Penerimaan lainnya (diatur dengan UU tersendiri).
Ayat 2 :
"Kecuali jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan dengan Undang-
Undang, jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang tercakup dalam ayat 1
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah".
Ayat 3:
“Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam ayat 1
ditentukan dengan Peraturan Pemerintah”.
2. Bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat 3 Permenhut P.14/2006 menyatakan apabila
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun Para Pemohon pinjam pakai kawasan hutan
tidak dapat menyerahkan lahan kompensasi, maka khusus untuk pinjam pakai
kawasan hutan yang bersifat komersial lahan kompensasi diganti dengan dana
yang dijadikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Departemen Kehutanan
yang besarnya 1% dari nilai harga per satuan produksi dari seluruh jumlah
produksinya.
3. Bahwa dengan memberikan hak kepada Menteri Kehutanan untuk menetapkan
penggantian lahan kompensasi dengan dana yang dijadikan PNBP Departemen
Kehutanan yang besarnya 1% dari nilai harga per satuan produksi dari seluruh
jumlah produksinya, adalah bertentangan dengan UU 20/1997 Pasal 2 ayat (3).
III
PERMENHUT P.14/2006 BERTENTANGAN DENGAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT
YANG LEBIH TINGGI YAKNI UU 11/1967 TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN
1 Bahwa Pasal 28 ayat (1), dan ayat (2) UU 11/1977, menyatakan :
Ayat (1) :
15
Hal. 15 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada Negara iuran tetap, iuran
eksplorasi, dan/atau eksploitasi dan/atau pembayaran-pembayaran yang
berbubungan dengan kuasa pertambangan yang bersangkutan. "
Ayat 2:
"Pungutan-pungutan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah".
2. Bahwa secara tegas bunyi dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) tersebut di atas
secara tegas dan jelas telah menyebutkan bahwa segala pungutan-pungutan
Negara yang berkaitan dengan eksplorasi, eksploitasi dan/atau pembayaran-
pembayaran yang berhubungan dengan kuasa pertambangan haruslah diatur
dengan suatu Peraturan Pemerintah, sehingga secara tegas dan jelas pula
Permenhut P. 14/2006 sangatlah bertentangan dengan UU 11/1967 Pasal 28 ayat
(1) dan ayat (2) maka Permenhut P. 14/2006 tersebut haruslah dinyatakan tidak
sah dan batal demi hukum, atau setidak-tidaknya dibatalkan.
IV
PERMENHUT P.14/2006 BERTENTANGAN DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH NO.59 TAHUN 1998
JO PERATURAN PEMERINTAH NO.74 TAHUN 1999
TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA
BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN
KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
1. Bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU 20/1997 menyatakan :
"Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam kelompok
Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.
Karena seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan pada setiap
Departemen wajib ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
2. Bahwa guna menerapkan dan melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam UU 20/1997 (vide Bukti P-6), Departemen Kehutanan dan Perkebunan
melalui Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan
16
16
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Perkebunan-(vide Bukti P-12) telah menetapkan secara limitatif tentang hal-hal
apa saja yang termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
3. Bahwa Pasal 17 ayat 3 Permenhut P.14/2006 yang telah menetapkan besaran
PNBP sebagai salah satu kompensasi atas peminjaman lahan adalah bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang PNBP khususnya
Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 Jo Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun
1999, bahkan dapat dikatakan Menteri Kehutanan yang menetapkan dan
memberlakukan besarnya PNBP sebesar 1% sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat 3 Permenhut P. 14/2006 telah melebihi kewenangannya (ultra vires).
V
PERMENHUT P.14/2006 BERTENTANGAN DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH NO.45 TAHUN 2003
TENTANG TARIF ATAS JENIS PNBP YANG
BERLAKU PADA DEPARTEMEN ENERGI SUMBER
DAYA MINERAL (“PP 45/2003)
1 Bahwa Pasal 17 ayat (3) Permenhut P.14/2006 menyatakan :
Ayat (3) :
"Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun Pemohon pinjam pakai kawasan
hutan tidak dapat menyerahkan lahan kompensasi, maka khusus untuk pinjam
pakai kawasan hutan yang bersifat komersial lahan kompensasi diganti dengan
dana yang dijadikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Departemen
Kehutanan yang besarnya 1% dari nilai harga per satuan produksi dari seluruh
jumlah produksinya.”
2. Sedangkan pada Pasal 1 ayat (2) PP 45/2003-(vide Bukti P-11) menyatakan :
Pasal 1 ayat (2) :
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral berasal dari :
a. Pelayanan Jasa Bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral;
b. Iuran Tetap/Landrent;
c. Iuran Eksplorasi/Iuran Eksploitasi/Royalty;
d. Dana Hasil produksi Batu bara;
17
Hal. 17 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
e. Jasa Teknologi/Konsultasi Eksplorasi Mineral, Batubara, Panas Bumi dan
Konservasi;
f. Jasa Teknologi Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi;
g. Pelayanan jasa Bidang Minyak dan Gas Bumi ;
h. Pelayanan jasa Bidang Penelitian dan Pengembangan; dan
i. Pelayanan jasa Bidang Pendidikan dan Pelatihan.
Jadi berdasarkan Pasal 1 ayat (2) PP 45/2003 tersebut di atas telah ditentukan
secara definitif tentang hal-hal apa saja yang boleh dikenakan PNBP didalam
bidang pertambangan sektor energi dan sumber daya mineral.
3. Sehingga berdasarkan uraian pada angka 2 di atas, maka Permenhut P.14/2006
Pasal 17 ayat (3) jelas telah melanggar dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2)
PP 45/2003, karena Pasal 1 ayat (2) PP 45/2003 sendiri sudah mengatur PNBP
dalam bidang pertambangan.
4. Sedangkan pada Pasal 10 PP 45/2003 juga menegaskan bahwa menyangkut tarif
atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup/belum ada
pencantuman-nya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya dikutip bunyi Pasal 10 PP 45/2003 yang menyatakan :
"Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral yang belum tercakup dalam Peraturan
Pemerintah ini, akan disusulkan sebagai yang tidak terpisahkan dalam Peraturan
Pemerintah ini dan pencantuman-nya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah
tersendiri.
VI
PERMENHUT P.14/2006 BERTENTANGAN DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH NO.34 TAHUN 2002
TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA
PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN
PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN (“PP 34/2002”)
1. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Pengunaan Kawasan Hutan
("PP 34/2002")-(vide Bukti P-15) pada Pasal 72 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
menyatakan :
Ayat (2) :
18
18
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
"Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan
kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam :
a. hutan lindung; atau
b. hutan produksi”.
Ayat (3) :
"Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi
penggunaan untuk :
a. tujuan strategis; dan atau
b. kepentingan umum terbatas.
Ayat (4) :
"Penggunaan kawasan hutan untuk tujuan strategis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) huruf a meliputi kegiatan :
a. kepentingan religi;
b. pertahanan dan keamanan;
c. pertambangan;
d. pembangunan ketenaga listrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan;
e. pembangunan jaringan telekomunikasi; atau
f. pembangunan jaringan instalasi air. "
2. Bahwa dinyatakan dengan jelas dalam Pasal 72 ayat (4) huruf c mengenai
Penggunaan kawasan hutan untuk tujuan strategis antara lain diperuntukan untuk
kegiatan pertambangan.
3. Bahwa selanjutnya dalam Pasal 72 ayat (6) menyatakan :
Ayat (6) :
"Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
4. Bahwa ditetapkan dan berlakunya Permenhut P. 14/2006 telah melanggar dan
bertentangan dengan PP 34/2002 khususnya Pasal 72 ayat (6) dimana menurut
ketentuan Pasal 72 ayat (6) tersebut ditentukan bahwa Penggunaan kawasan
hutan untuk tujuan strategis yang antara lain diperuntukan untuk kegiatan
pertambangan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Sedangkan Keputusan Presiden yang menetapkan dan memberlakukan tentang
Penggunaan kawasan hutan untuk tujuan strategis yang diperuntukan untuk
kegiatan pertambangan belum pernah ada.
19
Hal. 19 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas jelas bahwa pengertian setiap
aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum
yang lebih tinggi mengandung makna :
a. Aturan yang lebih rendah merupakan aturan pelaksanaan dari aturan yang
lebih tinggi.
b. Aturan yang lebih rendah :
- tidak dapat mengubah materi yang ada di dalam aturan yang lebih tinggi;
- tidak menambah;
- tidak mengurangi;
- tidak menyisipi suatu ketentuan baru;
- tidak memodifikasi materi dan pengertian yang telah ada dalam aturan
induknya.
Sehingga atas dasar ciri-ciri karakteristik tersebut di atas, maka kedudukan
Permenhut P. 14/2006 adalah lebih rendah dari Peraturan Pemerintah
terlebih-lebih dengan Undang-Undang oleh karena itu tidak boleh saling
bertentangan satu sama lain (tengengesteld).
5. Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, telah terbukti bahwa
Permenhut P.14/2006 dapat dikategorikan sebagai wujud dari penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power) dan kesewenangwenangan (arbitrary action) dari
Menteri Kehutanan.
Selain itu, Permenhut P.14/2006 tersebut juga melanggar asas kepastian hukum
(rechmatigheid) serta asas doelmatigheid karena bertentangan dengan UU
19/2004 jo UU 41/1999, UU 20/1997, dan UU 11/1967, serta PP 45/2003, PP
74/1999, dan PP 34/2002 sehingga oleh karenanya Permenhut P.14/2006 telah
melanggar prinsip hukum lex superior derogat legi inferiori/melanggar hirarki
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana terkandung dalam ketentuan Pasal
4 ayat (1) TAP MPR RI No.III/MPR/2000.
Dengan demikian, menurut hukum Permenhut P.14/2006, haruslah dinyatakan
tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung atas Putusan perkara Hak Uji Materiil
yang sejenis.
6. Bahwa sejalan dengan Permohonan Hak Uji Materiil Atas Permenhut P.14/2006
a quo yang diajukan oleh Para Pemohon, sebagai bahan referensi, bahwa pada
tanggal 21 Juli 2006 Mahkamah Agung telah memutuskan perkara Hak Uji
Materiil in casu putusan Reg. No. 07 P/HUM/2006 antara Assosiasi
20
20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pertambangan Batubara Indonesia-Indonesian Coal Mining Association (APBI-
ICMA) melawan Menteri Keuangan R.I-(Bukti P-18) yang inti putusannya,
menyatakan batal demi hukum Peraturan Menteri Keuangan No. 95/
PMK.02/2005 tanggal 11 Oktober 2005 dan Peraturan Menteri Keuangan No.
131/PMK.010/2005 tanggal 23 Desember 2005 yang menetapkan batubara
sebagai pungutan eksport bertentangan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
1997 Pasal 2 karena jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk batubara
adalah royalty (Pasal 1 ayat 1.b dan Penjelasannya) yang ditetapkan dengan
Undang-Undang (yaitu UU No. 11/1967) dan dikecualikan dari penetapan jenis
Penerimaan Negara, Bukan Pajak dalam kelompok penerimaan dari pemanfaatan
sumber daya alam (Pasal 2 ayat (2)) juga bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah No. 35 Tahun 2005.
7. Bahwa dengan adanya putusan Mahkamah Agung (vide Bukti P-18) tersebut di
atas maka Permohonan Hak Uji Materiil yang diajukan Para Pemohon atas
Permenhut P. 14/2006 yang bertentangan dengan Undang-Undang dan
Peraturan-Peraturan Pemerintah sebagaimana disebut di atas pantaslah untuk
diterima dan dikabulkan untuk seluruhnya.
DALAM PROVISI
1. Bahwa dengan adanya keberatan dari Para Pemohon atas berlakunya Permenhut
P.14/2006, dapat dipastikan Permenhut P.14/2006 tidak mendapat apresiasi yang
positif sehingga Permenhut P.14/2006 tidak akan efektif apabila dipaksakan untuk
tetap diberlakukan.
2. Bahwa mengingat Permenhut P.14/2006 tersebut tidak mendapat apresiasi yang
positif dan menghambat kegiatan operasional usaha pertambangan, maka kami
mohon kepada Majelis Hakim Agung yang memeriksa dan menyidangkan
Permohonan Uji Materiil ini untuk menunda berlakunya Permenhut P.14/2006
tanggal 10 Maret 2006 lebih lanjut sampai dengan diterbitkannya peraturan baru
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Bahwa untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan hukum apabila terhadap
pengajuan Hak Uji Materiil atas Permenhut P.14/2006 dikabulkan oleh Mahkamah
Agung, maka Para Pemohon memohon pada Majelis Hakim Agung yang memeriksa
permohonan a quo agar Mahkamah Agung menganjurkan atau, menyampaikan
nasehat (advice) pada Pemerintah agar secepatnya mengeluarkan peraturan
Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU 19/2004 jo UU 41/1999 Pasal 39
sehingga dapat lebih memberikan kepastian hukum menyangkut ketentuan
21
Hal. 21 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, dan
Pasal 38.
Bahwa Berdasarkan argumentasi dan dalil-dalil hukum dan hal-hal yang telah
diuraikan di atas, maka dengan ini Para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Agung
yang memeriksa perkara ini agar berkenan memberikan putusan sebagai berikut :
DALAM PROVISI
1. Menyatakan dan memerintahkan Permenhut P.14/2006 untuk tidak diberlakukan
sampai adanya keputusan akhir dalam perkara ini.
2. Untuk lebih memberikan kepastian hukum dimohonkan agar Mahkamah Agung
menganjurkan atau menyampaikan nasehat (advice) pada Pemerintah agar
secepatnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU
19/2004 jo UU 41/1999 Pasal 39 sehingga dapat lebih memberikan kepastian hukum
menyangkut ketentuan pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34, Pasal 36,
Pasal 37, dan Pasal 38.
DALAM POKOK PERKARA
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Uji Materiil ini untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.14/Menhut-II/2006 Tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan bertentangan dengan Undang-Undang No.
19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No. 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 jo
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU 20/1997 Tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan UU 11/1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan serta bertentangan pula dengan Peraturan Pemerintah-
Peraturan Pemerintah, sebagai berikut :
a. PP No. 59/1998 Jo PP 74/1999 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan Dan Perkebunan;
b. PP 45/2003 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku pada Departemen Energi Sumber Daya Mineral; dan
c. PP 34/2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan.
3. Menyatakan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.14/Menhut-II/2006 Tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak sah dan tidak berlaku untuk umum
serta dinyatakan batal demi hukum ;
22
22
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4. Memerintahkan Menteri Kehutanan untuk mencabut Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.14/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, dalam
jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak putusan ini diberitahukan kepada
Menteri Kehutanan/Termohon dan apabila dalam jangka waktu tersebut tidak
melaksanakan perintah tersebut maka demi hukum Permenhut P.14/2006 tersebut
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum;
5. Menganjurkan pada Pemerintah dalam hal ini Presiden agar secepatnya mengeluarkan
Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU 19/2004 jo UU
41/1999;
6. Menghukum Menteri Kehutanan untuk membayar biaya perkara yang timbul. Atau :
- Jika Majelis Hakim Agung yang memeriksa perkara a quo berpendapat lain, mohon
agar diberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa untuk menguatkan alasan-alasan permohonan yang diajukan
ini, Para Pemohon mengajukan bukti-bukti sebagai berikut :
- Bukti P. 1 : Perubahan Ke IV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 ;
- Bukti P.2 : Peraturan Menteri Kehutanan No. P.14/Menhut-II/2006 Tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan Menteri Kehutanan ;
- Bukti P.3 : Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan ;
- Bukti P.4 : Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2004 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang ;
- Bukti P.5 : Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 1997 Tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak ;
- Bukti P.6 : Lembaran Negara Republik Indonesia ;
- Bukti P.7 : Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah
Agung ;
- Bukti P.8 : Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman ;
- Bukti P.9 : Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 Tahun 2004
Tentang Hak Uji Materiil ;
23
Hal. 23 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Bukti P.10 : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 45 Tahun 2003 Tentang
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral ;
- Bukti P.11 : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 1999 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 Tentang Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Kehutanan Dan Perkebunan ;
- Bukti P.12 : Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006 Tentang Paket
Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi ;
- Bukti P.13 : Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 Tentang
Kebijakan Energi Nasional ;
- Bukti P.14 : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2002 Tentang
Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan ;
- Bukti P.15 : Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 Tentang
Penyediaan Dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai
Bahan Bakar Lain ;
- Bukti P.16 : Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 2006 Tentang
Penyediaan Pemanfaatan Batubara Yang Dicairkan Sebagai Bahan Bakar
Lain ;
- Bukti P.17 : Putusan No.07 P/HUM/2006 ;
- Bukti P.18 : Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. III/
MPR/2000 Tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan ;
Menimbang, bahwa atas Permohonan Hak Uji Materiil a quo pihak Termohon
tidak mengajukan jawaban sampai batas waktu untuk menjawab telah lewat ;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM :
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan tentang substansi permohonan
keberatan yang diajukan, maka terlebih dahulu perlu dipertimbangkan apakah
permohonan keberatan yang diajukan memenuhi persyaratan formal, yaitu adanya
kepentingan dan kedudukan hukum (legal standing) pada Pemohon untuk mengajukan
permohonan serta apakah permohonan keberatan yang diajukan masih dalam tenggang
waktu yang ditentukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1
Tahun 2004 ;
24
24
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa setelah dicermati permohonan dan seluruh lampiran-
lampirannya terdapat fakta-fakta sebagai berikut :
Bahwa Pemohon I adalah Perkumpulan Asosiasi Pertambangan Indonesia
sebagai wadah Pengusaha Pertambangan di Indonesia, didirikan pertama kali pada
tanggal 29 Mei 1975 yang saat ini beranggotakan 31 (tiga puluh satu) perusahaan
pertambangan sebagai Anggota Penuh (Company Members) yang terdiri dari
perusahaan BUMN, PMA, PMDN dan pemegang Kuasa Pertambangan (KP) diseluruh
Indonesia, dan 64 (enam puluh empat) Anggota Penunjang (Associate Members)
Disamping itu, Pemohon I adalah juga Anggota Luar Biasa Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (KADIN) berdasarkan Surat Keputusan KADIN No. SKEP/005/DPH/
XII/1989 tanggal 18 Desember 1989.
Bahwa Pemohon II adalah organisasi perusahaan pertambangan batu bara yang
bersifat mandiri, bukan organisasi politik, tidak mencari keuntungan, yang didirikan
oleh Pengusaha-Pengusaha Pertambangan Batubara di Indonesia pada tanggal 20
September 198, saat ini beranggotakan 47 (empat puluh tujuh) perusahaan
pertambangan batu bara yang terdiri dari perusahaan BUMN, PMA, PMDN, dan
pemegang Kuasa Pertambangan (KP), dan 7 (tujuh) perusahaan pendamping. Disamping
itu, Pemohon II adalah juga Anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN)
berdasarkan Surat Keputusan KADIN No. SKEP/006/DPH/I/1981 tanggal 21 Januari
1981
Bahwa senyatanya para pemohon adalah Badan/Organisasi yang dapat
mengajukan permohonan keberatan Hak Uji Materiil atas suatu peraturan perundang-
undangan dimaksud dalam Pasal 1 butir 4 PERMA No. 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji
Materiil ;
Menimbang, bahwa dengan demikian para Pemohon Keberatan selaku Badan/
Organisasi mempunyai kepentingan (Interest) baik langsung maupun tidak langsung
terhadap Peraturan Menteri Kehutanan R.I. No. P.14/MENHUT-II/2006 Tanggal 10
Maret 2006 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan tersebut, sehingga
Pemohon Keberatan mempunyai kwalitas atau legal standing untuk mengajukan
permohonan keberatan a quo ;
Menimbang, bahwa Permohonan Hak Uji Materiil diajukan tanggal 4 September
2006 sedangkan objek Permohonan Hak Uji Materiil in litis ditetapkan tanggal 10 Maret
2006 sehingga permohonannya masih dalam tenggang waktu yang diatur dalam pasal 2
ayat 4 PERMA Nomor 1 tahun 2004 ;
25
Hal. 25 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Keberatan memiliki legal standing dan
permohonannya masih dalam tenggang waktu yang ditentukan untuk mengajukan
permohonan keberatan, maka secara formal prosedural permohonan mana dapat
diterima ;
Menimbang, bahwa pada pokoknya para pemohon menyakan keberatan atas
diberlakukannya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.14/Menhut-II/2006 Tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang bertentangan dengan :
1 Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan.
2 Undang Undang No. 20/1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak.
3 Undang Undang 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan ;
4 PP 59 tahun 1998 jo peraturan pemerintah no.74 tahun 1999 tentang
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Departemen Kehutanan dan Perkebunan;
5 PP 45/2003 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku pada Departemen Energi Sumber Daya Mineral ;
6 PP 34/2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan
Hutan ;
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah Permenhut
P.14/2006 bertentangan dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999.
Menimbang, bahwa didalam ketentuan pasal 16 ayat (2), pasal 17 ayat (1) dan
pasal 17 ayat (2) Permenhut P.14/2006 menyatakan sebagai berikut:
Pasal 16 ayat (2) menyatakan :
"Pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b hanya dapat diberikan untuk kegiatan non komersial yang
dilaksanakan dan dimiliki instansi Pemerintah,diwilayah provinsi yang luas
kawasan hutannya lebih dari 30% dari luas daratan provinsi yang bersangkutan".
Pasal 17 ayat (1) menyatakan :
26
26
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
a. Untuk pinjam pakai kawasan hutan yang bersifat komersil, Para Pemohon
wajib menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi seluas 2 (dua) kali
luas kawasan hutan yang dipergunakan kepada Departemen Kehutanan yang
Clear and Clean dan direboisasi.
b. Untuk pinjam pakai kawasan hutan yang bersifat non komersil pada provinsi
yang luas kawasan hutannya kurang dan 30% dari luas daratan provinsi yang
bersangkutan, Para Pemohon harus menyediakan dan menyerahkan lahan
kompensasi seluas 1 (satu) kali luas kawasan hutan yang dipergunakan
kepada Departemen Kehutanan yang “clear and clean " dan direboisasi.
c. Untuk pinjam pakai kawasan hutan yang bersifat non komersil pada provinsi
yang luas kawasan hutannya lebih dari 30% dan luas daratan provinsi yang
bersangkutan. Para Pemohon dibebani kompensasi berupa melakukan
reboisasi kawasan hutan yang rusak seluas 2 (dua) kali luas kawasan hutan
yang dipinjam.
Pasal 17 ayat (2) menyatakan :
Lahan kompensasi harus dipenuhi oleh Para Pemohon pinjam pakai kawasan
hutan dalam jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya
persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan oleh Menteri.
Menimbang bahwa kecukupan luas kawasan hutan atau penutupan hutan, yang
telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2) UU 41/1999 sebagai berikut :
"Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan
dan penutupan hutan untuk setipa daerah aliran sungai dan atau pulau, guna
optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi
masyarakat setempat”.
Pasal 18 ayat (2) menyatakan:
"luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau
pulau dengan sebaran yang proporsional.”
Bahwa Pasal 39 UU 41/1999 menyatakan:
“Ketentuan Pelaksanaan Tentang Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34, Pasal 36, Pasal
37, dan Pasal 38 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
Menimbang bahwa penetapan lahan kompensasi sebagaimana pasal 16 dan pasal
17 dalam Bab VII dalam Permenhut P. 14/2006 dihubungkan dengan pasal 18 dan pasal
39 UU 41/1999 senyatanya terdapat pertentangan-pertentangannya terutama tentang
27
Hal. 27 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kecukupan luas kawasan hutan atau penutupan hutan, demikian pula dalam hal
kewenangan mengenai pemanfaatan hutan dan Penggunaan kawasan hutan yang terkait
dengan bidang pertambangan yang seharusnya diatur dengan Peraturan Pemerintah
sebagaimana ketentuan Pasal 39 UU 19/2004 jo UU 41/1999 ternyata justru diatur oleh
Permenhut P.14/2006.
Menimbang, bahwa dengan demikian Permenhut P.14/2006 telah bertentangan
dengan UU 19/2004 jo UU 41/1999 Pasal 39, karena UU 19/2004 jo UU 41/1999 jelas
menetapkan bahwa “ketentuan pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah” ;
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah Permenhut
P.14/2006 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang
Penerimaan negara bukan pajak.
Menimbang, setelah dicermati ketentuan pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) Undang-
Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan negara bukan pajak dihubungkan
dengan pasal 17 ayat (3) Permenhut P.14/2006 terdapat adanya pertentangan yang
sangat mendasar dimana Permenhut tersebut isinya mengatur mengenai penggantian
lahan kompensasi dana yang dijadikan Penerimaan Negara Bukan Pajak, hal tersebut
tidak dibenarkan karena berdasarkan ketentuan yang ada harus diatur dengan Peraturan
Pemerintah sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997;
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah Permenhut
P.14/2006 bertentangan dengan Undang Undang 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan ;
Bahwa Pasal 28 ayat (1), dan ayat (2) UU 11/1967, menyatakan :
Ayat (1) :
“Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada Negara iuran tetap, iuran
eksplorasi, dan/atau eksploitasi dan/atau pembayaran-pembayaran yang
berbubungan dengan kuasa pertambangan yang bersangkutan. "
Ayat 2:
"Pungutan-pungutan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah".
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal tersebut di atas yang
telah menyebutkan bahwa segala pungutan-pungutan Negara yang berkaitan dengan
eksplorasi, eksploitasi dan/atau pembayaran-pembayaran yang berhubungan dengan
kuasa pertambangan haruslah diatur dengan suatu Peraturan Pemerintah bukan oleh
Permenhut, dengan demikian Permenhut P. 14/2006 telah bertentangan dengan UU
28
28
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
11/1967 Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) maka Permenhut P. 14/2006 tersebut haruslah
dinyatakan tidak sah tidak berlaku umum.
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah permenhut
P.14/2006 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 1998 jo Peraturan
Pemerintah No.74 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU 20/1997 menyatakan :
"Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam kelompok
Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah”.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti (P-6) dan bukti (P-12), Departemen
Kehutanan dan Perkebunan melalui Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 1999 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 Tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan
Perkebunan telah ditetapkan secara limitatif tentang hal-hal apa saja yang termasuk
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Menimbang, bahwa dalam Pasal 17 ayat 3 Permenhut P.14/2006 yang telah
menetapkan besaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai salah satu
kompensasi atas peminjaman lahan adalah bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang PNBP khususnya Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun
1998 Jo Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 1999, oleh karena itu Permenhut P.14/2006
yang menetapkan dan memberlakukan besarnya PNBP sebesar 1% sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat 3 Permenhut P. 14/2006 telah bertentangan dengan
peraturan-peraturan yang lebih tinggi, oleh karenanya harus dinyatakan tidak sah dan
tidak berlaku untuk umum;
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah Permenhut
P.14/2006 bertentangan dengan PP 45/2003 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Departemen Energi Sumber Daya Mineral ;
Menimbang, bahwa dalam Pasal 17 ayat (3) Permenhut P.14/2006 menyatakan :
"Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun Pemohon pinjam pakai kawasan hutan tidak
dapat menyerahkan lahan kompensasi, maka khusus untuk pinjam pakai kawasan hutan
yang bersifat komersial lahan kompensasi diganti dengan dana yang dijadikan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Departemen Kehutanan yang besarnya 1%
dari nilai harga per satuan produksi dari seluruh jumlah produksinya.”
29
Hal. 29 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (2) PP 45/2003-(vide Bukti P-11)
menyatakan : Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral berasal dari :
a. Pelayanan Jasa Bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral;
b. Iuran Tetap/Landrent;
c. Iuran Eksplorasi/Iuran Eksploitasi/Royalty;
d. Dana Hasil produksi Batu bara;
e. Jasa Teknologi/Konsultasi EksplorasiMineral, Batubara, Panas Buml dan
Konservasi;
f. Jasa Teknologi Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi;
g. Pelayanan jasa Bidang Minyak dan Gas Bumi ;
h. Pelayanan jasa Bidang Penelitian dan Pengembangan; dan
i. Pelayanan jasa Bidang Pendidikan dan Pelatihan.
Menimbang, bahwa dengan demikian Permenhut P.14/2006 Pasal 17 ayat (3)
telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) PP 45/2003, karena Pasal 1 ayat (2) PP
45/2003 sendiri sudah mengatur PNBP dalam bidang pertambangan. Disamping itu
Permenhut tsb juga bertentangan dengan ketentuan pada Pasal 10 PP 45/2003 yang
menegaskan bahwa menyangkut tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
belum tercakup/belum ada pencantuman-nya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah Permenhut
P.14/2006 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2002 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002
Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan
dan Pengunaan Kawasan Hutan (vide Bukti P-15) pada Pasal 72 ayat (4) huruf c
menyatakan :
"Penggunaan kawasan hutan untuk tujuan strategis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) huruf a meliputi kegiatan :
a. kepentingan religi;
b. pertahanan dan keamanan;
c. pertambangan;
d. pembangunan ketenaga listrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan;
e. pembangunan jaringan telekomunikasi; atau
f. pembangunan jaringan instalasi air. "
30
30
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, selanjutnya dalam Pasal 72 ayat (6) menyatakan bahwa :
"Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Menimbang, bahwa dengan ditetapkan dan diberlakukannya Permenhut P.
14/2006 telah bertentangan dengan PP 34/2002 khususnya Pasal 72 ayat (6) dimana
menurut ketentuan Pasal 72 ayat (6) tersebut ditentukan bahwa Penggunaan kawasan
hutan untuk tujuan strategis yang antara lain diperuntukan untuk kegiatan pertambangan
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Menimbang, bahwa senyatanya telah dibuktikan bahwa Permenhut P.14/2006
bertentangan dengan beberapa peraturan perundangan yang lebih tinggi sebagaimana
uraian tersebut diatas, maka berdasarkan pasal 6 ayat (1) dan (2) perma Nomor 1 tahun
2004 , Permenhut tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku umum;
Menimbang, bahwa disamping itu pemohon mengajukan tuntutan dalam provisi
agar menyatakan dan memerintahkan Permenhut P.14/2006 untuk tidak diberlakukan
sampai adanya putusan akhir dalam perkara ini serta tuntutan agar Mahkamah Agung
menganjurkan atau menyampaikan nasehat (advice) pada Pemerintah agar secepatnya
mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU 19/2004 jo UU
41/1999 Pasal 39 sehingga dapat lebih memberikan kepastian hukum menyangkut
ketentuan pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal
38.
Menimbang, bahwa tuntutan tersebut pada intinya adalah tentang permohonan
penundaan sementara agar suatu peraturan tidak berlaku sampai ada putusan akhir serta
tuntutan agar mahkamah agung menyampaikan nasehat (advice) pada Pemerintah, yang
menurut mahkamah agung adalah tuntutan tidak relevan untuk dapat dikabulkan, oleh
karenanya harus ditolak
Menimbangn bahwa dalam perkara ini tidak ada jawaban dari Termohon;
Menimbang, bahwa alasan-alasan sebagaimana diuraikan dalam Permohonan
dapat dibenarkan, karena dalam peraturan yang lebih tinggi ditetapkan hal-hal yang
diatur dalam Permenhut tersebut seharusnya diatur dalam Peraturan Pemerintah ;
Menimbang, bahwa Permenhut tersebut bertentangan dengan beberapa Undang-
Undang sebagaimana diuraikan diatas, karena itu harus dinyatakan tidak sah dan tidak
berlaku umum;
31
Hal. 31 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, maka Permohonan Hak Uji Materiil yang diajukan oleh Para Pemohon dapat
dikabulkan untuk sebahagian,
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan keberatan Hak Uji Materiil dari
Para Pemohon dikabulkan, maka Termohon dihukum untuk membayar biaya perkara ;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009,
Undang-undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan
Undang-Undang No 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3
Tahun 2009, PERMA No. 1 Tahun 2004 dan peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan ;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan keberatan Hak Uji Materiil dari Para Pemohon untuk
sebahagian ;
2. Menyatakan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.14/Menhut-II/2006 Tentang
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan bertentangan dengan Undang-Undang No.
19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 jo
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU 20/1997 Tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan UU 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan serta bertentangan pula dengan Peraturan Pemerintah-
Peraturan Pemerintah, sebagai berikut :
a. PP No. 59/1998 jo PP 74/1999 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan Dan Perkebunan ;
b. PP 45/2003 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku pada Departemen Energi Sumber Daya Mineral ; dan
c. PP 34/2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan ;
3. Memerintahkan Menteri Kehutanan untuk mencabut Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.14/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, dalam
jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak putusan ini diberitahukan kepada
Menteri Kehutanan/Termohon dan apabila dalam jangka waktu tersebut tidak
melaksanakan perintah tersebut maka demi hukum Permenhut P.14/2006 tersebut
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum ;
4. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000.000,-
(Satu juta rupiah) ;
32
32
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari : Senin, tanggal 25 Januari 2010 oleh Prof.Dr. Paulus E. Lotulung, SH. Ketua Muda
Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, Prof.Dr. H. Ahmad Sukardja, SH. dan H. Imam Soebechi, SH.MH. Hakim-
Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu
oleh A.K. Setiyono, SH.MH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;
Hakim-Hakim Anggota : K e t u a : ttd./ ttd./Prof.Dr. H. Ahmad Sukardja, SH. Prof.Dr. Paulus E. Lotulung, SH. ttd./H. Imam Soebechi, SH.MH.
Biaya – biaya : Panitera-Pengganti :1. M e t e r a i……………..Rp. 6.000,- ttd./2. R e d a k s i…………….Rp. 5.000,- A.K. Setiyono, SH.MH.3. Administrasi Kasasi…...Rp. 989.000,- Jumlah ……… Rp.1.000.000,-
Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG R.I. a.n. Panitera Panitera Muda Tata Usaha Negara
(ASHADI, SH.) Nip. 220000754.
33
Hal. 33 dari 33. hal. Put. No. 34 P/HUM/2006.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33