2608-5283-1-SM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kjjoi

Citation preview

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    PENGARUH KONSENTRASI INFUSA DAUN SIRIH (Piper betle Linn.)

    PADA PENCELUPAN TELUR ITIK TERHADAP

    DAYA TETAS DAN KEMATIAN EMBRIO

    THE EFFECT OF INFUSA BETEL LEAF (Piper betle Linn.)

    CONCENTRATION BY DYEING THE DUCK EGGS ON THE

    HATCHABILITY AND EMBRYOS MORTALITY Chairunnisa Saumi Aripin*

    Universitas Padjadjaran

    *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2013

    e-mail : [email protected] atau [email protected]

    ABSTRAK

    Penelitian dilaksanakan di Bapak Daep Peternak Penetasan, Kampung Rajadesa, Desa

    Cipaku, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung mulai tanggal 20 September sampai dengan

    17 Oktober 2012, bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi infusa daun sirih pada

    pencelupan telur itik terhadap daya tetas dan kematian embrio. Percobaan menggunakan

    metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat lima jenis perlakuan

    (t0 = 0%, t1 = 10%, t2 = 20%, t3 = 30% dan t4 = 40% tingkat konsentrasi infusa daun sirih)

    dengan empat ulangan. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa tingkat

    konsentrasi infusa daun sirih sampai dengan 40% tidak berpengaruh terhadap daya tetas dan

    kematian embrio pada telur itik. Presentasi daya tetas tertinggi 82,50% dengan presentasi

    kematian embrio terendah 17,50% dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 30%. Kondisi

    kerabang telur itik yang tebal dapat menimbulkan eksistensi infusa daun sirih sampai dengan

    40 persen belum menampakkan signifikansi.

    Kata kunci : Daya tetas, infusa daun sirih, kematian embrio, pencelupan

    ABSTRACT

    The research was conducted in the hatchery farmer of Mr. Daep, Rajadesa quarter,

    Cipaku village, subdistrict of Paseh, residence of Bandung from 20 September until 17

    October and the purposed of this research is to know the concentration effect of infusa betel

    leaf by dyeing the duck eggs on the hatchability and embryos mortality. This research used

    experimental methods with Completely Randomized Design (CRD). There are five types of

    treatment (t0 = 0%, t1 = 10%, t2 = 20%, t3 = 30% and t4 = 40% concentration level of infusa

    betel leaf) with four replications. Based on the statistics result found that the concentration

    level infusa betel leaf up to 40% were not significantly different on the hatchability and

    embryos mortality of duck eggs. The highest percentage hatchability 82,50% with the lowest

    percentage of embryos mortality 17,50% resulting from concentration treatment 30%.

    Conditions duck egg shell ticker coused the eggs of less influence by disinfectant material

    dyeing.

    Key words : Dyeing, embryos, hatchability, infusa betel leaf, mortality

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    PENDAHULUAN

    Bangsa itik domestik yang dikenal sekarang, tidak lagi memiliki sifat mengeram.

    Hilangnya sifat mengeram sebab proses domestikasi dan terjadinya mutasi-mutasi alamiah

    dari sifat-sifat mengeram. Karena itu, untuk pengembangan itik perlu campur tangan manusia

    baik dengan bantuan unggas lain maupun menggunakan mesin penetas (inkubator).

    Mengingat realita di lapangan bahwa tidak memungkinkan telur itik dalam jumlah

    banyak ditetaskan secara alami, maka sebaiknya menggunakan mesin tetas. Mesin tetas

    diciptakan sebagai pengganti induk dan agar telur dapat menetas dalam jumlah banyak pada

    waktu bersamaan. Prinsip kerja mesin tetas yaitu menciptakan situasi dan kondisi yang sama

    pada saat telur dierami oleh induk melalui pengaturan temperatur dan kelembaban ruangan.

    Temperatur dan kelembaban memegang peranan penting dalam berhasil tidaknya telur-telur

    fertil yang ditetaskan. Temperatur sebaiknya antara 35 sampai 380C, dan kelembaban

    dipertahankan di atas 60% (Bambang Srigandono, 1997).

    Dalam pelaksanaan penetasan telur menggunakan mesin harus diperhatikan

    kebersihan telur maupun mesin tetasnya. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam

    proses penetasan adalah kebersihan kerabang telur, mengingat kerabang mengandung kotoran

    terutama feses merupakan sumber bakteri dan jamur sehingga dapat menyerang embrio.

    Kebersihan telur akan semakin baik jika kerabang telur dalam keadaan bersih dan tidak

    terkontaminasi kotoran apapun. Kontaminasi pada telur dapat terjadi sejak telur masih berada

    dalam tubuh induk dan udara luar setelah telur berada di udara terbuka. Bagian dalam dan

    bagian luar telur tetas sama-sama memengaruhi hasil penetasan (Rasyaf, 2008). Selain itu,

    selaput renang di antara jari-jari itik dapat mengotori telur saat mengeram. Pori-pori kerabang

    telur itik yang lebih besar dibanding telur ayam dapat memengaruhi evaporasi telur sewaktu

    ditetaskan (Setioko, 1998).

    Sebelum telur tetas dimasukkan ke dalam mesin tetas, diperlukan usaha untuk

    menghilangkan bibit penyakit yang menempel pada kerabang, agar bibit penyakit tidak

    mencemari isi telur dan unit penetasan (Rasyaf, 1984). Selama proses penetasan harus

    diusahakan seminim mungkin adanya mikroorganisme. Program desinfeksi terkadang dapat

    menimbulkan kematian embrio, mengingat penggunaan jenis desinfektan kurang tepat, atau

    dosisnya terlalu tinggi maupun pelaksanaannya yang tidak benar.

    Sanitasi atau pembersihan terhadap telur dan peralatan penetasan dapat dilakukan

    dengan pencelupan. Sanitasi tingkat rendah tidak membunuh bakteri dan bibit penyakit, serta

    sanitasi terlalu tinggi dapat membunuh embrio telur. Oleh sebab itu, diharuskan memakai

    ukuran secara tepat terhadap bahan kimia yang akan digunakan dalam melakukan pencelupan.

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    Sanitasi dengan gas formaldehyde dengan konsentrasi gas, kelembaban dan waktu

    yang sangat terbatas, serta daya terobosnya yang lemah, menyebabkan cara tersebut hanya

    efektif sebagai pembersih kulit telur. Penggunaan yang berlebihan juga menimbulkan dampak

    buruk terhadap daya tetas telur. Selain itu, mengingat formalin banyak disalahgunakan,

    bentuk perdagangannya diatur dan diawasi dengan ketat, sehingga tidak mudah

    mendapatkannya. Kalaupun ada dipasaran, harganya menjadi mahal dan jumlah pembeliannya

    sangat dibatasi (Mahfudz, 2004). Atas dasar hal demikian dikemukakan salah satu bahan

    organik yang belum diteliti, yaitu daun sirih.

    Mekanisme kerja senyawa polyfenol atau C6H5OH yaitu mendenaturasi protein dan

    merusak membran sel mikroorganisme dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada

    dinding sel (Fardiaz, 1992). Daun sirih juga mengandung zat penyamak berupa tanin atau

    pirokatekin. Reaksi penyamakan kerabang telur oleh tanin dapat menimbulkan koagulasi

    lapisan kutikula kulit telur yang tersusun dari protein. Kulit telur tersamak dapat berubah

    sifatnya ke arah impermebel atau tidak bisa ditembus air dan gas. Berarti keluarnya air dan

    gas-gas dalam telur dapat di cegah (Nurwantoro dan Resmisari, 2004).

    Hasil penelitian ekstrak daun sirih yang dipakai sebagai antiseptik pada kadar ekstrak

    15 persen, jumlah pertumbuhan koloni bakteri berkurang sampai dengan 50 persen.

    Pemakaian kadar 25 persen menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada

    media (Retno Sari dan Dewi Iadiartuti, 2008). Oleh karena itu, ekstrak daun sirih dapat

    dijadikan sebagai antimikroba.

    Daun sirih adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk kepentingan fumigasi,

    karena mengandung zat anti mikroorganisme dan zat penyamak. Zat anti mikroorganisme

    berupa polyfenol yaitu kavibetol dan kavikol (Bambang Sarwono, 1996). Kavikol

    memberikan bau khas pada daun sirih dan memiliki daya bunuh bakteri lima kali lipat lebih

    tinggi daripada fenol biasa. Kavibetol merupakan fenol yang khas dari minyak atsiri dan biasa

    disebut dengan betelfenol, selain itu kavibetol juga berkhasiat mensucikan kuman (Heyne,

    1987).

    Hasil penelitian lain diketahui bahwa ekstrak daun sirih dapat menekan jumlah

    mikroorganisme pada putih dan kuning telur itik. Perendaman telur itik dalam ekstrak daun

    sirih dalam konsentrasi 40 persen dapat menurunkan jumlah mikroorganisme pada putih telur

    dan kuning telur dibandingkan telur tanpa perendaman maupun perendaman pada konsentrasi

    lebih rendah (10%, 20%, dan 30%) (Nurwantoro dan Resmisari, 2004). Minyak atsiri daun

    sirih memiliki kandungan penting dan memberikan bau aromatik dan rasa pedas yang khas

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    (Darwis, 1991). Komponen penyusun minyak atsiri terdiri atas 82,8% senyawa fenol dan

    18,2% senyawa bukan fenol (Koesmiati, 1996).

    Senyawa antimikroba merupakan senyawa kimia atau biologis yang dapat

    menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelezar dan Reid, 1979). Senyawa fenol

    adalah komponen utama sampai 60 persen dari minyak atsiri diprediksi berperan dalam

    menghambat pertumbuhan mikroba (Pelezar dan Chan, 1988).

    Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi

    infusa daun sirih pada pencelupan telur itik terhadap daya tetas dan kematian embrio, serta

    untuk mengetahui pada tingkat konsentrasi berapa persen yang paling tepat dalam

    menghasilkan daya tetas tinggi diikuti dengan mortalitas embrio rendah.

    BAHAN DAN METODE

    Telur itik yang digunakan sebanyak 600 butir, dipilih berdasarkan umur induk, umur

    telur dan keseragaman berat telur. Telur itik tetas dihasilkan dari jenis itik pajajaran diperoleh

    dari Kelompok Tani Ternak Itik Family Batujajar, Kabupaten Bandung Barat.

    Cara membuat infusa daun sirih :

    1. Daun sirih yang sudah dikumpulkan lalu dicuci bersih dipotong kecil-kecil.

    2. Masukan ke dalam air dengan tingkat konsentrasi sebagai berikut:

    (1) Konsentrasi 0%

    (2) Konsentrasi 10% = 200 gram daun sirih + 2000 ml air

    (3) Konsentrasi 20% = 400 gram daun sirih + 2000 ml air

    (4) Konsentrasi 30% = 600 gram daun sirih + 2000 ml air

    (5) Konsentrasi 40% = 800 gram daun sirih + 2000 ml air

    3. Panaskan air dan daun sirih selama 15 menit pada suhu 900-980 C.

    4. Saring hasil pemanasan kemudian ampasnya dibuang.

    (Djoko Hargono, 1986)

    Prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

    1. Telur itik sebanyak 600 butir diberi tanda satu demi satu dengan menggunakan pensil

    sesuai dengan perlakuan, ulangan, dan unit percobaan yang dilakukan, sehingga didapat

    120 butir telur pada setiap perlakuan, dengan 30 butir telur pada setiap ulangannya.

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    2. Telur itik lalu dicelup dengan menggunakan infusa daun sirih yang dicampur aquadest

    selama 10 detik dengan tingkat konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan 40%, dan pada

    konsentrasi 0% tidak dilakukan pencelupan karena tidak menggunakan aquadest.

    3. Telur yang sudah dicelup disimpan pada egg tray sebelum dimasukkan kedalam mesin

    tetas, 10 menit.

    4. Setelah 3 hari telur di candling dengan asumsi 70% fertil sehingga didapat 400 butir

    telur dengan 80 butir pada setiap perlakuan dan 20 butir pada setiap ulangan.

    5. Pengamatan penetasan telur dilakukan candling pada hari ke-3, ke-10, dan ke-20 untuk

    memisahkan telur tidak fertil serta mengamati embrio yang mati.

    6. Pengamatan dihentikan setelah telur menetas

    Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan Rancang Acak Lengkap (RAL)

    dengan 5 macam perlakuan. Dosis infusa daun sirih sebagai bahan fumigasi, yaitu t0, t1(10%),

    t2(20%), t3(30%), t4(40%) dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga didapat 20

    unit percobaan.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas Telur Itik

    Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi Infusa Daun Sirih pada pencelupan telur

    itik terhadap daya tetas disajikan dalam Tabel 1, sebagai berikut :

    Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas

    Ulangan Perlakuan

    t0 t1 t2 t3 t4

    ....................................................%...............................................

    1

    2

    3

    4

    64,71

    75,00

    64,71

    76,47

    65,00

    91,67

    87,50

    76,47

    90,00

    85,00

    80,00

    70,00

    95,00

    90,00

    80,00

    65,00

    75,00

    73,68

    80,00

    62,50

    Jumlah 280,89 320,64 325,00 330,00 291,18

    Rataan 70,22 80,16 81,25 82,50 72,80

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    Keterangan : t0 = Tanpa penggunaan infusa daun sirih

    t1 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 10%

    t2 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 20%

    t3 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 30%

    t4 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 40%

    Rataan daya tetas telur itik dengan pencelupan infusa daun sirih tertinggi sebesar

    82,50 persen dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 30 persen dan rataan daya tetas terendah

    sebesar 70,22 persen dari perlakuan tanpa penggunaan infusa daun sirih. Hasil analisis

    statistik membuktikan bahwa dengan adanya pencelupan telur itik melalui infusa daun sirih

    sampai dengan 40 persen tidak berpengaruh nyata satu sama lain.

    Kondisi kerabang telur itik yang terlalu tebal dan memiliki sedikit pori-pori

    menyebabkan sulitnya desinfektan masuk ke dalam kerabang, sehingga desinfektan pada

    bahan sanitasi kurang berpengaruh. Selain itu, kulit telur juga sebagai pertukaran oksigen dan

    karbondioksida. Oksigen diperlukan embrio selama penetasan, sedangkan karbondioksida

    dikeluarkan sebagai hasil proses pernafasan embrio. Lalu lintas pernafasan tersebut terjadi

    melalui pori-pori yang terdapat pada kerabang telur. Akan tetapi, melalui pori-pori kerabang

    telur bibit penyakit dapat masuk ke dalam telur dan mengakibatkan telur tidak menetas (Farry,

    2004).

    Desinfeksi pada proses penetasan telur merupakan rangkaian sistem sanitasi dan

    memiliki peran yang sangat penting untuk menekan perkembangan mikroorganisme dan

    meningkatkan daya tetas telur. Hal tersebut karena desinfektan secara aktif dapat menekan

    jumlah mikroorganisme seperti bakteri, jamur, protozoa dan virus selaku penyebab daya tetas.

    Bertitik tolak dari hasil penelitian, terbukti berbagai referensi yang di anut sebagai acuan yaitu

    telur tetas ayam tidak berlaku sama pada telur tetas itik. Guna memperjelas tingkatan daya

    tetas telur itik pada pencelupan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% dapat dilihat pada

    Ilustrasi 1.

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    Ilustrasi 1. Diagram batang pengaruh konsentrasi infusa daun sirih pada pencelupan telur itik

    terhadap daya tetas dari masing-masing perlakuan.

    2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kematian Embrio Telur Itik

    Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi Infusa Daun Sirih pada pencelupan telur

    itik terhadap kematian embrio disajikan dalam Tabel 2, sebagai berikut :

    Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kematian Embrio

    Ulangan Perlakuan

    t0 t1 t2 t3 t4

    ....................................................%.............................................

    1

    2

    3

    4

    35,29

    25,00

    35,29

    23,53

    35,00

    8,33

    12,50

    23,53

    10,00

    15,00

    20,00

    30,00

    5,00

    10,00

    20,00

    35,00

    25,00

    26,32

    20,00

    37,50

    Jumlah 119,11 79,36 75,00 70,00 108,82

    Rataan 29,78 19,84 18,75 17,50 27,21

    Keterangan : t0 = Tanpa penggunaan infusa daun sirih

    t1 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 10%

    t2 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 20%

    t3 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 30%

    t4 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 40%

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    Rataan kematian embrio telur itik melalui pencelupan infusa daun sirih tertinggi

    sebesar 29,78 persen dihasilkan dari perlakuan tanpa pencelupan infusa daun sirih, dan

    kematian embrio terendah sebesar 17,50 persen dari perlakuan konsentrasi 30 persen.

    Hasil analisis statistik membuktikan bahwa dengan adanya pencelupan telur itik

    menggunakan infusa daun sirih sampai dengan 40 persen tidak berpengaruh nyata satu sama

    lain. Guna memperjelas tingkatan kematian embrio telur itik pada pencelupan konsentrasi 0%,

    10%, 20%, 30%, dan 40% dapat dilihat pada Ilustrasi 2.

    Ilustrasi 2. Diagram batang pengaruh konsentrasi infusa daun sirih pada pencelupan telur itik

    terhadap kematian embrio dari masing-masing perlakuan.

    Hasil penelitian sanitasi pencelupan telur itik menggunakan infusa daun sirih tidak

    menimbulkan pengaruh nyata terhadap tingkat kematian embrio. Telur kotor yang dicuci

    mengakibatkan hilangnya selaput pelindung pada kulit telur, kemudian membuka peluang

    lebih besar bagi penetrasi bakteri ke dalam telur serta dehidrasi atau penguapan lebih cepat.

    Kedua hal tersebut lebih cepat menurunkan kualitas telur sebagai telur tetas, bahkan

    mematikan embrio di dalamnya (Bambang Srigandono, 1997). Ketebalan kerabang telur juga

    dapat memengaruhi kematian embrio di dalamnya, karena berpengaruh terhadap keefektifan

    masuknya bahan fumigasi yang digunakan ke dalam telur. Kurangnya kelembaban juga dapat

    menyebabkan terjadinya penguapan air yang terlalu banyak dari dalam telur, sehingga dapat

    menimbulkan kematian embrio (Farry, 2004).

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    Tingkat kematian embrio tertinggi dihasilkan dari telur itik tanpa penggunaan infusa

    daun sirih (29,78 %). Hal tersebut karena telur kotor mengandung kuman penyakit atau

    organisme lain yang dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori kulit telur, sehingga embrio

    di dalamnya dirusak oleh bakteri atau mikroorganisme lain termasuk kematian (Farry, 2004).

    Telur yang tidak mendapatkan perlakuan sanitasi pencelupan menggunakan infusa daun sirih,

    tidak memiliki zat antimikroba yang dapat menghambat mikroorganisme. Oleh karena itu

    mikroorganisme di dalam telur lebih mudah berkembang hingga menyebabkan kematian

    embrio.

    Tingkat kematian embrio terendah dihasilkan dari telur itik dengan penggunaan infusa

    daun sirih 30 persen (17,50 %). Hal tersebut karena infusa daun sirih mengandung senyawa

    anti-mikroba yang merupakan senyawa kimia atau biologis sehingga dapat menghambat

    pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelezar dan Reid, 1979). Mekanisme berlangsung

    dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga

    lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel (Robinson,

    1991). Penggunaan infusa daun sirih sampai dengan konsentrasi 40 persen belum memberikan

    hasil optimal, karena tingkat konsentrasi yang digunakan belum efektif terhadap daya tetas

    tinggi. Penggunaan infusa daun sirih sampai dengan konsentrasi 40 persen terlalu pekat,

    sehingga terjadi kematian embrio sampai 27,21 persen.

    Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan infusa daun sirih sebagai bahan

    sanitasi pencelupan telur itik belum optimal dalam mengeleminir mikroorganisme penyebab

    kematian embrio. Perkembangan embrio di dalam telur tidak hanya dipengaruhi oleh bahan

    sanitasi, tetapi juga oleh suhu dan kelembaban mesin. Embrio di dalam telur unggas cepat

    berkembang selama suhu telur berada pada kondisi yang sesuai dan berhenti berkembang jika

    suhunya kurang dari yang diperlukan. Kelembaban juga memengaruhi proses metabolisme

    kalsium pada embrio. Saat kelembaban tinggi, perpindahan kalsium dari kerabang telur ke

    tulang-tulang dalam perkembangan embrio lebih banyak. Selain itu, kelembaban yang tinggi

    juga mencegah terjadinya penguapan air dari dalam telur. Sementara kelembaban yang terlalu

    rendah dapat menyebabkan terjadinya penguapan air yang terlalu banyak dari dalam telur

    sehingga terjadi kematian embrio (Farry, 2004).

    Telur itik yang ditetaskan harus bersih dari berbagai kotoran yang melekat pada

    kerabang telur. Telur-telur yang kotor mudah terkontaminasi oleh bakteri yang masuk melalui

    pori-pori pada kerabang telur yang menyebabkan kematian embrio. Kerusakan telur tetas

    umumnya terjadi beberapa jam setelah ditelurkan, karena perubahan suhu telur dari suhu

    tubuh (37C) ke suhu kamar yang lebih rendah sehingga terjadi penyusutan isi telur. Bakteri

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    dengan mudah dapat masuk melalui pori-pori telur, dan ketika sudah ada di dalam telur sulit

    sekali untuk dibunuh tanpa membunuh embrio yang ada. Bakteri yang diinkubasi bersama-

    sama dengan telur dapat membunuh embrio itik apabila mencapai konsentrasi yang tinggi

    (Setioko, 1998).

    Pelaksanaan sanitasi dengan pencelupan diharapkan dapat menghambat pertumbuhan

    mikroba pada telur sehingga mendapatkan tingkat kematian embrio yang rendah. Namun

    program desinfeksi kadang juga dapat menyebabkan kematian embrio. Hal tersebut karena

    jenis desinfektan yang kurang tepat, atau dosisnya terlalu tinggi, maupun pelaksanaan

    desinfeksi tidak benar (Mahfudz, 2004).

    Daun sirih adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk kepentingan fumigasi,

    karena mengandung zat anti mikroorganisme dan zat penyamak. Zat anti mikroorganisme

    berupa polyfenol yaitu kavibetol dan kavikol (Bambang Sarwono, 1996). Senyawa anti-

    mikroba adalah senyawa kimia atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan

    aktivitas mikroba (Pelezar dan Reid, 1979). Senyawa fenol yang merupakan komponen utama

    minyak atsiri berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroba (Pelezar dan Chan, 1988).

    Kegagalan dalam penetasan banyak terjadi pada periode kritis yaitu tiga hari pertama

    sejak telur dieramkan dan tiga hari terakhir menjelang menetas (Farry, 2004). Faktor yang

    dapat menyebabkan kematian embrio diantaranya genetik, umur telur tetas, penanganan telur

    sebelum ditetaskan, suhu dan kelembaban yang kurang tepat, serta kesalahan sanitasi. Sanitasi

    tingkat rendah tidak membunuh bakteri dan bibit penyakit dan sanitasi yang terlalu tinggi

    dapat membunuh embrio telur. Oleh karena itu, sebaiknya memakai ukuran secara tepat

    terhadap bahan kimia yang akan digunakan dalam melakukan pencelupan.

    SIMPULAN

    Penggunaan infusa daun sirih sampai dengan konsentrasi 40 persen belum mampu

    memperbaiki daya tetas dan kematian embrio itik. Kendatipun demikian, dengan konsentrasi

    30 persen daya tetas optimal dicapai sebesar 82,50 persen dan kematian embrio 17,50 persen.

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu baik

    dalam membimbing, mengarahkan, dan selalu mendoakan hingga terselesaikannya artikel

    ilmiah ini. Secara khusus disampaikan rasa terima kasih kepada Endang Sujana S.Pt., MP.

    dosen pembimbing utama, dan Prof. Dr. Ir. Sjafril Darana, SU. dosen pembimbing anggota

    yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya. Kepada Ir. Wiwin Tanwiriah, MP., Ir.

    Wowon Juanda MS. dan Dr. Dudi S.Pt, M.Si., penguji yang bersedia memeriksa dan

    membahas artikel ilmiah penulis. Kepada Ir. Wowon Juanda MS. dosen wali yang telah

    memberikan arahan, dan bantuan selama masa perkuliahan. Ucapan terimakasih juga penulis

    sampaikan kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan segenap civitas

    akademika yang senantiasa memberi semangat, bantuan serta doanya.

    Penulis sampaikan terimakasih kepada Ibunda Rochaeni dan Ayahanda Aripin yang

    dengan penuh kasih sayang, ikhlas dan sabar dalam membesarkan, mendidik serta

    memberikan motivasi dan iringan doa yang tiada terputus. Ucapan terimakasih juga

    disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

    angkatan 2008 yang selalu mendukung dan menyemangati.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bambang Sarwono. 1996. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya.

    Bambang Srigandono. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press.

    Yogyakarta.

    Darwis, S.N. 1991. Potensi Sirih (Piper Betle Linn) Sebagai Tanaman Obat. Warta

    Tumbuhan Obat Indonesia. 1 (1): 9-11

    Djoko Hargono. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

    Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Farry B. P. 2004. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Jakarta:

    622-627.

    Koesmiati, S. 1996. Daun Sirih (Piper Betle Linn) Sebagai Desinfektan. Skripsi. Departemen

    Farmasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

  • Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..Chairunnisa Saumi Aripin

    Mahfudz, L.D. 2004. Hidrogen Peroksida Sebagai Desinfektan Pengganti Gas Formaldehyde

    pada Penetasan Telur Ayam . Karya Ilmiah Fakultas Peternakan, Universitas

    Diponegoro. Semarang

    Nurwantoro, Y.B dan Resmisari. 2004. Pengaruh Perendaman Jus Daun Sirih (Piper Betle

    LINN) Terhadap Jumlah Bakteri Pada Telur Itik. Journal Indonesia Tropic Animal

    Agriculture, Vol 3. Hal : 156-160.

    Pelezar, M.J., and E. S. C. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Terjemahan Elements of

    Microbiology. UI-Press. Jakarta

    Pelezar, M.J., and R. D. Reid. 1979. Microbiology. Tata Mc Graw Hill Publ. Co. Ltd. New

    York

    Rasyaf, M. 1984. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta

    2008. Panduan Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Retno Sari dan Dewi Iadiartuti. 2008. Studi Evektivitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan. Jurnal

    UGM, Yogyakarta.

    Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. ITB. Bandung.

    Setioko, A.R.1998. Penetasan Telur Itik Di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor