Upload
kijalimut
View
99
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
Vol. 1, No. 2, 2004 : 43-47 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
29
KARAKTERISTIK DINAMIS RELE JARAK MHO FASA SLY51B
SEBAGAI PROTEKSI PADA SALURAN TRANSMISI
Iswadi HR
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Riau e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Salah satu hal yang penting dalam sistem tenaga adalah menjaga agar sistem tetap stabil dan memiliki
keandalan yang bagus. Untuk mendapatkan hal ini cara yang digunakan antara lain
penggunaan/pemasangan peralatan-perlatan proteksi pada sistem tenaga. Salah satu komponen sistem
tenaga yang sangat penting yaitu saluran transmisi. Untuk menjamin kesinambungan pasokan tenaga dan
mencegah terjadinya gangguan pada saluran transmisi maka perlu adanya suatu sistem proteksi yang
handal. Salah satu peralatan proteksi yang digunakan pada saluran transmisi adalah rele jarak mho fasa,
yaitu untuk mengatasi dan mengamankan gangguan antar saluran yang terjadi pada saluran transmisi,
dengan merancang rele jarak mho pada kondisi dinamis didapatkan unjuk kerja rele yang lebih optimal,
karakteristik dinamis memiliki area lingkaran yang luas dengan diameternya ditentukan oleh impedansi
sumber ekivalen di belakang rele ZS , dengan karakteristik yang luas ini maka rele akan lebih memiliki
kemampuan proteksi yang handal dibandingkan saat kondisi stedy-state. Untuk gangguan antar saluran
yang terjadi maka karakteristik dinamis yang disetting pada zone 1 tidak mengalami kesalahan operasi
pada gangguan yang terjadi dibelakang rele dan tidak mengalami jangkauan lebih pada gangguan yang
berada jauh di depan rele serta dapat beroperasi pada gangguan yang terjadi di dekat rele.
Kata kunci : Gangguan Antar Saluran, Karakteristik Dinamis, Rele Jarak Mho.
ABSTRACT
One of the important matter in power system is how to keep in stability and reliability of system. The method that is used to reach these conditions by using power system protection equipments. One of the very
important energy system component is transmission line. To guarantee the continuity of energy supply and
prevent the fault on transmission line, the existence of a reliable protection system is needed. One of the
protection equipments used on transmission line is mho phase distance relay. The application of this
equipment is intended to overcome and protect phasa-phase fault that occured on transmission line.
Operating mho distance relay in dynamic condition will lead into more optimal performance of relay.
Dynamic characteristic has wide radian area, its diameter is determined by an equivalent source impedance
behind relay ZS . With this wide characteristic, rele will come with more reliable protection ability compared
to the moment of its steady-state condition. In line-to-line fault, dynamic characteristic which is set at zone 1
did not come along with any mal operation that appeared behind the rele, and did not overreaching at fault
behind relay, and also could operate with fault near to relay.
Key words : Dynamic Characteristics, Line-to-line Fault, Mho Distance Relay.
.
PENDAHULUAN
Proteksi pada saluran transmisi mempunyai peran yang sangat penting dalam proteksi sistem tenaga, karena saluran transmisi merupakan saluran penghubung
antara pembangkit dan pusat-pusat beban yang terbentang pada jarak yang jauh yang melalui daerah-daerah dengan bermacam-macam kondisi cuaca dan kondisi tanah, sehingga saluran transimsi merupakan
sasaran utama dari kebanyakan gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem tenaga.
Suatu rele proteksi saluran tegangan tinggi harus memiliki berbagai persyaratan diantaranya: kecepatan operasi, selektivitas, keandalan, keakuratan dan keamanan.
Rele yang sering digunakan pada proteksi saluran transmisi tegangan tinggi diantaranya, Overcurrent Relay/OCR (Rele Arus Lebih) dan .Distance Relay (Rele
Jarak).
Vol. 1, No. 2, 2004 : 29-34 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
30
Pada aplikasinya OCR terlalu lambat dalam memproteksi saluran tegangan tinggi dan tidak memiliki selektivitas yang bagus, hal ini dikarenakan jangkauan dan waktu
operasi OCR berubah-ubah seiring dengan perubahan impedansi sumber dan tipe gangguan. Faktor di atas tersebut mendasari diciptakannya rele baru yang memiliki jangkauan dan waktu operasi tetap tanpa dipengaruhi oleh perubahan impedansi sumber dan tipe gangguan. Rele tersebut dinamakan Distance Relay (rele jarak) [Rao,
1979]. Rele jarak yang digunakan sebagai bahan
analisa adalah rele jarak mho fasa SLY51B buatan General Electric.Co, USA. Rele jarak mho fasa SLY51B menggunakan kerja memori (memory action) dengan demikian dapat menghasilkan keluaran (output) pada
gangguan dengan tegangan gangguan sebesar nol dilokasi rele, rangkaian pengkutuban (polarizing circuit) terdiri dari rangkaian penala (tuned circuit) sehingga dapat “mengingat” tegangan sebelum terjadi gangguan (prefault) dan rele dapat membuat keputusan apakah suatu gangguan itu terjadi
didepan ataupun dibelakang rele [Anonim, 1999] . Karakteristik dinamis dimulai dari
lingkaran yang luas dengan diameternya ditentukan oleh impedansi sumber ekivalen disisi sebelum rele ZS, dan kemudian mengecil sehingga mencapai lingkaran mho kondisi steady-state akibat penurunan kerja memori. Pada analisa berikut digambarkan
karakteristik dinamis rele jarak mho pada saluran transmisi radial untuk berbagai hambatan dan lokasi gangguan fasa-fasa [Anonim, 1999].
Prinsip dasar pengukuran pada rele jarak yaitu membandingkan besaran tegangan dilokasi rele dengan besaran arus gangguan
yang dideteksi oleh rele, dengan membandingkan dua besaran ini dimungkinkan untuk mengetahui suatu impedansi gangguan berada dalam impedansi setting atau tidak.
Rele jarak mho dengan jangkauan Z ohm ditunjukan seperti gambar 1.
Karakterisitk mho yang dilukiskan pada gambar 1 sebenarnya sama dengan diagram R-X namum semua vektor impedansinya dioperasikan pada arus sebesar I. Rele jarak
mho menggunakan pengukuran arus dan tegangan pada rele untuk menentukan apakah suatu impedansi gangguan ZF berada atau tidak dalam suatu karaktersitik mho [Anonim,1999].
IZ
IZ = E
B
IX
IRV
IZ- V
ZS
G
I
V = I.ZL 3 FASA
I
I
ZL
Gambar 1. Rele Jarak Mho
Untuk menentukan suatu impedansi gangguan ZF berada atau tidaknya pada suatu karakteristik mho yaitu dengan cara membandingkan sudut antara besaran operasi
(operating quantity) VIZ dengan besaran
pengkutuban (polarizing quantity) V
(dimana FIZV ), pada gambar 1 adalah
sudut B. Jika sudut B kecil atau sama dengan 90° maka impedansi gangguan ZF berada didalam karakteristik, rele akan menghasilkan suatu keluaran, sebaliknya jika sudut B lebih besar dari 90° maka ZF berada diluar karakteristik dan tidak akan menghasilkan keluaran [Anonim, 1999].
Dalam penulisan makalah ini dapat
diketahui karakterisitk dinamis rele jarak mho dan unjuk kerja rele jarak mho untuk berbagai lokasi dan kondisi gangguan antar saluran pada saluran transmisi radial..
BAHAN DAN METODE
Makalah ini berisikan tentang studi kasus unjuk kerja rele jarak mho fasa SLY51B pada kondisi dinamis, data yang digunakan diperoleh dari General Electric Las Marias Ind. Park, USA
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menggambarkan karakteristik dinamis rele jarak mho fasa SLY51B
Karakteristik Dinamis Rele Jarak Mho Fasa Sly51b (Iswadi, HR)
31
digunakan jaringan transmisi radial seperti yang terlihat pada gambar 2. Dengan menggunakan data pada tabel 1 didapatkan karakteristik dinamis dasar seperti gambar 3
G
RZ
1S = Z
2SZ
1L = Z
2L
VS
VR
Gambar 2. Jaringan Transmisi Radial Tanpa Aliran Beban
Tabel 1. Data pada Sistem Gambar 2
Besaran Nilai
VS 00115 volt
ZS 0856 volt
ZL 0852 ohm
RF 5 ohm
Gambar 3. Karakteristik Dinamis dari Rele Mho
Berdasarkan Kondisi Gambar 2.
Karakteristik pada gambar 3 hanya bertahan pada selang kerja memori t detik,
dalam jangka t detik (pada SLY51B rele kondisi dinamis disetting selama 5 detik) karakteristik berangsur menjadi karakteristik steady state seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.
Gambar 4. Transisi dari Karakterisitik Dinamis ke
Karkateristik Steady-State
Gangguan Dekat Rele
Gambar 5 berikut mengilustrasikan suatu gangguan yang terjadi dekat rele
A B
R1 R2 R3 R4R5R6
ZHZE ZF ZGZD
F6 F5F4 F3F2F11 2 3 4
00AV 0
1 5V 0
2 15V 0
3 25V0
4 25V 035BV
Gambar 5. Sistem Transmisi Radial, Lokasi Gangguan
Dekat Rele
pada gambar 5 diatas akan dianalisa unjuk kerja rele R1 dengan gangguan terjadi dekat rele yaitu F1. Dengan menggunakan data pada tabel 2 didapatkan hasil perhitungan seperti gambar 6, diagram fasor yang
ditunjukan oleh gambar 6 menghasilkan sudut dinamis yang lebih kecil dari 900 kondisi ini dapat menghasilkan output.
Tabel 2. Data pada Sistem Gambar 5
Besaran Nilai
VA 00115 volt
VB 035115 volt
VR1 05115 volt
VR2 015115 volt
VR6 015115 volt
ZD = ZE = ZF = ZG = ZH
0852 ohm
ZR 0852 ohm
Gambar 6. Hasil Perhitungan Analisa Gangguan Dekat Rele
Vol. 1, No. 2, 2004 : 29-34 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
32
Gangguan di Belakang Rele pada Sistem
Tak Beraliran Beban
Untuk menganalisa unjuk kerja rele
dalam mengatasi gangguan di belakang rele pada sistem tanpa aliran beban digunaka jaringan seperti yang diperlihatkan pada gambar 7. Dengan menggunakan data yang ada pada tabel 3 didapatkan hasil perhitungan seperti ditunjukan pada gambar 8.
G
F
R
ZS Z
L
VS
Gambar 7. Gangguan di Belakang Rele pada Sistem tanpa
aliran Beban.
Pada gambar 8 terlihat bahwa sudut
dinamis (tegangan pengkutupan dengan tegangan operasi) lebih besar dari 900, dan ini tidak menghasilkan keluaran. Tabel 3. Data pada Sistem Gambar 7
Besaran Nilai
VS 00115 volt
ZS 0856 ohm
ZL 0852 ohm
ZR 0852 ohm
Gambar 8. Hasil Perhitungan dan Fasor Sinyal Operasi dan
Pengkutuban gangguan Arah mundur
Gangguan di Belakang Rele dengan Arah
Tripping Searah dengan Aliran Beban
Untuk menganalisa unjuk kerja rele
dalam mengatasi gangguan di belakang rele pada sistem beraliran dengan arah tripping searah aliran beban perhatikan gambar 9, dengan menggunakan data yang ada pada
tabel 4 didapatkan hasil perhitungan seperti ditunjukan pada gambar 10, diagram fasor yang ditunjukan oleh gambar 10 menghasilkan sudut dinamis yang lebih besar
dari 900, kondisi ini tidak dapat menghasilkan keluaran.
A B
R1
ZH
ZE
ZF
ZG
ZD
F4
I Beban
1 2 3 4
00AV 0
1 5V 0
2 15V 0
3 25V0
4 25V 035BV
Gambar 9. Gangguan di Belakang Rele Arah Tripping
Searah dengan Aliran Beban.
Tabel 4. Data pada Sistem Gambar 9
Besaran Nilai
VS 00115 volt
VR1 05115 ohm
VD1 035115 ohm
ZR 0852 ohm
ZD = ZE = ZF = ZG = ZH
0852 ohm
Gambar 10. Hasil Perhitungan dan Fasor Sinyal Operasi dan
Pengkutuban Gangguan di Belakang Rele Arah
tripping Searah dengan Aliran Beban
Gangguan di Belakang Rele dengan Arah
Tripping Tidak Searah dengan Aliran
Beban
Untuk menganalisa unjuk kerja rele dalam mengatasi gangguan di belakang rele pada sistem beraliran dengan arah tripping
tidak searah aliran beban, maka dengan menggunakan sistem pada gambar 11 dan data pada tabel 5 didapatkan hasil perhitungan seperti gambar 12, pada gambar 12, sudut dinamis besar dari 900, kondisi ini tidak menghasilkan keluaran.
Karakteristik Dinamis Rele Jarak Mho Fasa Sly51b (Iswadi, HR)
33
A B
R4
ZH
ZE
ZF
ZG
ZD
F5
I Beban
1 2 3 4
00AV 0
1 5V 0
2 15V 0
3 25V0
4 25V 035BV
Gambar 11. Gangguan di Belakang Rele Arah Tripping Tidak
Searah dengan Aliran Beban
Tabel 5. Data pada Sistem Gambar 11
Besaran Nilai
VS 00115 volt
VR4 030115 ohm
VD2 00115 ohm
ZR 0852 ohm
ZD = ZE = ZF = ZG = ZH
0852 ohm
Gambar 12. Hasil Perhitungan dan Fasor Sinyal Operasi dan
Pengkutuban Gangguan di Belakang Rele Arah
tripping Tidak Searah dengan Aliran Beban
Gangguan di Depan Rele pada Sistem
Tanpa Aliran Beban
Untuk menganalisa Overreaching
(Jangkauan Lebih) rele pada sistem tanpa aliran beban maka dengan menggunakan sistem pada gambar 13 dan data pada tabel 6 didapatkan hasil perhitungan seperti ditunjukan pada gambar 14, sudut dinamis yang ditunjukan oleh diagram fasor pada gambar 14 besar dari 900, kondisi ini tidak
menghasilkan keluaran.
R
G
FZ
S ZL
VS
Gambar 13. Gangguan di Depan Rele pada Sistem Tak
Beraliran Beban.
Tabel 6. Data pada Sistem Gambar 13
Besaran Nilai
VS 00115 volt
ZS 0856 ohm
ZL 0852 ohm
ZR 0858,1 ohm
Gambar 14. Hasil Perhitungan dan Fasor pada Rele R6
Setting Zone 1 Gambar 15 di bawah ini mengilustrasi perbandingan unjuk kerja rele saat disetting
pada zone 1 , zone 2 dan zone 3.
A B
R1 R2 R3 R4R5R6
ZHZE ZF ZGZD1 2 3 4
00AV 0
1 5V 0
2 15V 0
3 25V0
4 25V 035BV
Z1=0.9ZL
Z2=1.2ZL
Z3=1.5ZL
F
Gambar 15. Konfigurasi Rele pada Sistem Radial
Untuk gangguan yang terjadi di titik F
pada gambar 15 diatas, di mana semua rele disetting pada zone 1 maka rele yang akan
beroperasi adalah rele R6, untuk rele R1 dan rele R2 tidak ada keluaran yang dihasilkan dikarenakan hambatan gangguan yang dipandang oleh rele R1 lebih besar dari setting sedangkan untuk rele R2 tidak akan ada gangguan yang dideteksi karena gangguan berada dibelakang rele, hal ini
sesuai dengan yang diharapkan. Apabila rele disetting pada zone 2 dan zone 3 maka rele R1 akan bekerja hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mendapatkan unjuk kerja rele jarak mho kondisi dinamis yang optimal maka penempatan rele dapat
Vol. 1, No. 2, 2004 : 29-34 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
34
diposisikan seperti gambar 15 di atas dan rele disetting pada zone 1. KESIMPULAN
1. Penggunaan rangkaian memori pada rele jarak mho memberikan karakteristik dinamis rele tersebut dengan jangkauan
pada sumbu R yang lebih besar dibandingkan jangkauan pada karakteistik stady-state.
2. Diamater karakteristik dinamis merupakan hasil penjumlahan antara impedansi sumber ZS dengan jangkauan rele ZR.
3. Karakteristik dinamis dapat bekerja pada
basis transien/gangguan yang sangat dekat dengan rele, untuk beberapa kondisi khusus yang tidak dapat beroperasi secara steady-state .
4. Karakteristik dinamis tidak mengalami kesalahan operasi pada ganguan arah mundur dan resiko jangkauan lebih pada
gangguan arah maju. SARAN
Analisa pada makalah ini hanya membahas rele jarak mho fasa sehingga terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk membuat analisa yang hampir sama untuk rele jarak mho ground (GFR/ Ground Fault Relay). DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1999, Static Three Phase Mho Distance Relay SLY51B. GEK 34020B, Caribe GE International Relyas, Inc.
Horowitz, Stanly H. & Phadke, Arun G,
1995, Power System Relaying Second Edition. Jhon Wiley & Son Inc.
Rao, T.S. Madhava. 1979, Power system Protection Static Relays. Tata McGraw-Hill Publishing Co. Limited, New Delhi.
Warrington, A.r. Van C, 1982, Protective
Relays Their Theory and Practice Volume One. Chapman and Hall, New York.
Wedepohi, L. M. 1965, Polarized Mho
Distance Relay. Proceedeings of IEE, Volume 112, No. 3, March 1965.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menucapkan terimakasih kepada pihak FST UIN SUSKA Riau atas dana penelitian, Wilfredo Rodrigues (General Electric Las Marias Ind. Park, USA) atas data-data yang diperlukan, Ir. Juningtyastuti Astika, Mochammad Facta, ST.MT (Teknik
Elektro Universitas Diponegoro Semarang), Kunaifi, ST (Teknik Elektro UIN SUSKA Riau) atas kritik dan saran.
Vol. 1, No. 2, 2004 : 43-47 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
35
PERANCANGAN GEARBOX SISTEM TRANSMISI PENGGERAK
LAMINATED BOX CONVEYOR
Feblil Huda
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Laminated Box Conveyor (LBC) berfungsi sebagai alat transpor klinker dari kiln ke silo klinker pada
industri semen. Pada sistem transmisi penggerak Laminated Box Conveyor digunakan dua buah gearbox
(contoh kasus di unit produksi Indarung II PT Semen Padang). Dua gearbox tersebut dihubungkan dengan
sebuah kopling tetap. Hal ini berakibat dibutuhkannya biaya perawatan untuk dua buah gearbox dan
apabila kopling antara dua buah Gearbox gagal, maka operasi Laminated Box Conveyor akan terhenti dan
proses produksi akan dihentikan. Dalam tulisan ini dibahas perancangan satu gearbox untuk sistem
transmisi penggerak Laminated Box Conveyor. Perancangan untuk sistem transmisi gearbox ini didasarkan
pada data daya motor (P), putaran motor (n1), dan putaran keluaran sistem transmisi (n2). Sistem
perancangan roda gigi lurus dan poros menurut Kiyokatsu Suga dan Sularso, pemilihan bantalan berdasarkan persamaan ISO digunakan dalam perancangan gearbox. Dan akhirnya dihasilkan sistem
transmisi penggerak Laminated Box Conveyor dengan satu gearbox empat tingkatan reduksi roda gigi lurus
berikut dimensinya.
Kata kunci: Bantalan, Daya Motor, Gearbox, Laminated Box Conveyor, Roda Gigi Lurus.
ABSTRACT
Laminated Box Conveyor (LBC) is used to transport the clinker from kiln to clinker silo in cement industry. On Laminated Box Conveyor transmission system, two gearboxes are used. (Case example is in production
unit II of Padang Cement Ltd.). Two gearboxes are connected each other by a fixed coupling. This caused
more money will spent to maintain two gearboxes. If the fixed coupling that connects two gearboxes
undergoes the failure, the production system operation will be stopped. In this paper, the design of one
gearbox for laminated box conveyor transmission is conducted. The design based on data: motor power (P),
motor speed (n1) and speed of transmission system output (n2.). Design of spur gear by Sularso- Kiyaokatsu
Suga and Bearing choosing by ISO formula are used in design process. From the design process, the
transmission system of laminated box conveyor using one spur gear gearbox and its dimensions with four
reductions level are resulted.
Key words: Bearing, Gearbox, Laminated Box Conveyor, Motor Power, Spur Gear.
PENDAHULUAN
Laminated Box Conveyor digunakan
sebagai alat transpor klinker dari kiln ke silo klinker pada industri semen. Laminated Box Conveyor (sebagai contoh kasus di unit
produksi Indarung II PT Semen Padang) menggunakan dua buah gearbox, yang saling terhubung dengan kopling tetap. Jika kopling tetap yang menghubungkan dua gearbox tersebut mengalami kegagalan, maka proses produksi akan terhenti. Kerugian akibat tidak berproduksi tidak dapat dihindarkan. Sketsa sistem transmisi pada Laminated Box
Conveyor dapat dilihat pada gambar 1.
Motor
Gear Box 1
Gear Box 2
Laminated Box Conveyor
Coupling
Coupling
Gambar 1. Sketsa sistem transmisi pada laminated box conveyor
Untuk menghindari hal tersebut perlu dirancang suatu sistem transmisi reduksi
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
36
dengan menggunakan satu gearbox, agar lebih efisien dalam penggunaan tempat dan lebih efisien dalam perawatan.
Nomenklatur Roda gigi
Alat yang digunakan untuk mentransfer daya dari suatu penggerak salah satunya adalah roda gigi. Gambar 2 menunjukkan dua dua kepala gigi suatu roda gigi dengan nomenklatur standar.
Deddendum
Tebal gigi
Addendum
Clearance
Lingkaran
dasar
Lingkaran
pitch
Circular
pitch
Base pitch
Lebar gigi
Gambar 2. Nomenklatur roda gigi
Perbandingan Putaran Dan Roda Gigi
Jika putaran roda gigi yang berpasangan
dinyatakan dengan 1n pada poros penggerak
dan 2n (rpm) pada poros yang digerakkan,
diameter lingkaran jarak bagi (pitch diameter)
21 ddand (mm), jumlah gigi 21 zdanz , dan m
adalah modul, maka perbandingan putaran u adalah
iz
z
iz
z
zm
zm
d
d
n
nu
1
2
2
1
2
1
2
1
1
2 1
[1]
harga i merupakan perbandingan antara jumlah gigi pada roda gigi dan pada pinion yang disebut sebagai perbandingan roda gigi atau perbandingan transmisi.
Roda gigi biasanya dipakai untuk reduksi (u < 1 atau i >1); tetapi kadang-
kadang juga bisa dipakai untuk menaikkan putaran (u >1 atau i < 1). Jarak sumbu poros a
(mm) dan diameter pitch bagi 1d dan 2d
(mm) dapat dinyatakan sebagai berikut:
iiad
iad
zzmdda
12
12
2/2/
2
1
2121
[2]
Profil batang gigi standar memiliki tebal gigi
)mm(2/m . Sudut tekan gigi o20 , tinggi
kepala (addendum) :
)(mmmkhk [3]
dan tinggi kaki (deddendum):
)(mmcmkh kk [4]
dimana k adalah faktor tinggi kepala yang besarnya biasanya = 1 dan kadang-kadang = 0,8, 1,2, dsb., dan kelonggaran puncak
(clearance) ck (mm), berharga = 0,25 x modul atau lebih. Batang gigi yang mempunyai tinggi kepala 1k,mhk dan
tinggi kaki 1k,m25,1h f . Agar profil
pahat dapat memotong kelonggaran puncak, harus dipertinggi dengan
m25,0ck dibandingkan dengan batang gigi
dasarnya. Dengan demikian tinggi kepala pahat menjadi
.25,0 mmchh kkkc [5]
Roda gigi yang disebut roda gigi lurus standar dibentuk pada posisi di mana lingkaran jarak
bagi yang berdiameter mz menggelinding tanpa slip pada garis datum batang gigi dasar.
Bantalan
Bantalan merupakan elemen mesin yang menumpu poros, sehingga putaran poros berlangsung dengan sangat halus, aman dan berumur panjang. Bantalan harus cukup
kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen lainnya bekerja dengan baik.
Klasifikasi Bantalan
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros a. Bantalan luncur. Pada bantalan ini
terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros
ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas.
b. Bantalan gelinding. Pada bantalan ini terjadi gesekan antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola atau rol.
2. Berdasarkan arah beban terhadap poros
Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)
37
a. Bantalan radial, yang menumpu beban dengan arah tegak lurus terhadap sumbu poros
b. Bantalan radial, yang menumpu
beban dengan arah sejajar dengan sumbu poros
c. Bantalan gelinding khusus, yang menumpu beban dengan arah sejajar dan tegak lurus terhadap sumbu poros.
Bantalan Gelinding
Pada bantalan gelinding terjadi gesekan
antara bagian berputar dan bagian yang diam melalui elemen gelinding seperti bola atau rol, seperti yang terlihat pada gambar 3.
Elemen gelinding
Guide ring
Seal
Ring Luar
Ring Dalam
Sangkar (cage)
Gambar 3. Bantalan gelinding
Elemen gelinding dipasang diantara ring luar (outer ring) dan ring dalam (inner ring). Dengan memutar salah satu ring, bola atau rol akan membuat gerakan gelinding antara kedua ring tersebut. Bantalan gelinding dapat dikelompokan dalam dua ketagori; bantalan
bola (ball bearing) dan bantalan rol (roller bearing), keduanya memiliki variasi didalam kelompok masing-masing.
Umur Bantalan
Ketahanan bantalan dapat dihitung dengan berbagai metoda. Penggunaan metoda tersebut tergantung pada keakuratan hasil
dengan kondisi operasi bantalan yang didefenisikan. Salah satu metoda penghitungan umur bantalan adalah persamaan ISO , yaitu
p
10P
CL
[6]
di mana,
10L = Umur bantalan (juta revolusi)
C = Beban dinamik dasar (N)
P = Beban Bantalan dinamik ekivalen p = Eksponen untuk ketahan umur bantalan
3
10p untuk bantalan rol.
Sedangkan untuk bantalan yang mengalami beban aksial dan radial beban dinamik digunakan persamaan berikut:
1. Jika eF
F
r
a , P = Fr [7]
2. Jika eF
F
r
a , ar FYFXP [8]
di mana,
P = Beban dinamik ekivalen bantalan (N)
Fr = Beban radial aktual (N) Fa = Beban aksial aktual (N) e = Faktor penghitungan, tergantung pada
nilai Fa/Beban statik bantalan X = Faktor beban radial Y = Faktor beban aksial
Untuk bantalan yang beroperasi pada
kecepatan konstan, umur bantalan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
10h10 Ln60
1000000L
[9]
di mana,
h10L = Umur bantalan (jam)
n = Kecepatan putaran (rpm)
BAHAN DAN METODE
Roda gigi dan poros
Metoda perancangan berdasarkan Sularso dan Kiyokatsu Suga digunakan dalam
perancangan sistem roda gigi dan poros. Prosedur perancangan dapat dilihat pada gambar 4. Jenis roda gigi yang dirancang dalam hal ini adalah jenis roda gigi lurus.
Pemilihan Bantalan
Persamaan ISO digunakan dalam pemilihan dan penghitungan umur bantalan. Prosedur pemilihan bantalan dapat dilihat pada gambar 5. Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa umur bantalan diisyaratkan lebih dari 8760 jam, yang merupakan jumlah jam dalam satu tahun. Syarat ini digunakan, karena
mesin-mesin pabrik dihentikan (shut down)
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
38
minimal satu kali dalam satu tahun. Pada saat mesin-mesin pabrik dihentikan operasinya itu dilakukan penggantian setiap elemen mesin yang mengalami kerusakan (termasuk
bantalan) dan yang diperkirakan akan segera rusak. Jadi dengan menggunakan umur
minimal 1 tahun sangat sesuai dengan sistem perencanaan perawatan dan perbaikan yang ada dalam pabrik.
Start
Daya ditransmisikan P
Kecepan putar poros n1
Rasio reduksi i
jarak sumbu poros a
Faktor koreksi
fc
Daya Design Pd
Modul
Sudut tekan
Jumlah gigi Z1, Z2
Jumlah rasio gigi i
Tegangan Normal izin
Factor tegangan kontak kH
a
b/m: (6-10)
d/b > 1.5
Sk1/m > 2
Modul
Jumlah gigi
Jarak sumbu poros
dk1,dk2
Lebar gigi b
Material Gear and Pinion
Material poros
Diameter poros ds
Stop
End
No
Yes
b
a
d1' & d2'
d01 & do2
Jarak sumbu
Kelonggaran sisi Co
kelonggaran puncak Ck
Diameter puncak dk1 & dk2
Diameter kaki df1,df2
Kedalaman potong H
Faktor bentuk Y1, Y2
Kecepatan v
Gaya tangensial Ft
Faktor dinamik fv
Material Gear & Pinion
Kekuatan tarik, Kekerasan
Beban Bending izin per width Unit Fb
Beban permukaan izin per width Unit FH
Lebar Gear and Pinion b
Material poros
Material pasak
Penghitungan diameter poros ds1, ds2
Dimensi pasak dan alur
Ketebalan alur dan dasar gigi Sk
b
Gambar 4. Flow chart perancangan roda gigi dan poros
Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)
39
Start
Diameter poros (d)
Kecept. poros (n)
Beban radial (Fr)
Beban aksial (Fa)
Pemilihan Bantalan (Designation)
Dynamic Load Rating (Co)
Static Load Rating (C)
Speed Oil rating (So)
Faktor penghitungan (e)
Faktor Beban Radial (X)
Faktor Beban Aksial (Y)
Fa/Co
Fa/Fr > e
Fa/Fr
Yes
P = X*Fr + Y*Fa
L = (C/P)^(10/3)
LH = (10^6*L)/(60*n)
No
P = (C/Fr)^(3/10)
LH > 8760
No
Diameter poros (d)
Bantalan terpilih (Designation)
Umur Bantalan (LH)
Yes
Stop
Gambar 5. Flow chart pemilihan bantalan
HASIL
Sistem Roda Gigi Lurus 1
Jarak sumbu poros (a) = 200 mm
Putaran input = 1450 rpm Rasio reduksi = 4
Parameter Roda
Gigi
Sim
bol Pinion Gear Sat.
Modul Pahat m 3 3 -
Sudut Kontak 20o 20o o
Jumlah Gigi z 27 167 bh
Dia. lkrn jrk bagi d0 81 321 mm
Diameter kepala dk 87 327 mm
Diameter Kaki df 73.5 313.5 mm
Lebar Sisi b 14.6 14.6 mm
Material - SNC22 SNC22 -
Sistem Roda Gigi Lurus 2
Jarak sumbu poros (a) = 250 mm
Putaran input = 362.5 rpm Rasio reduksi = 4
Parameter Roda
Gigi
Sim
bol Pinion Gear Sat.
Modul Pahat m 4 4 -
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
40
Sudut Kontak 20o 20
o o
Jumlah Gigi z 33 133 bh
Dia. lkrn jrk bagi d0 99 399 mm
Diameter kepala dk 105 405 mm
Diameter Kaki df 91.5 391.5 mm
Lebar Sisi b 31.2 31.2 mm
Material - SNC22 SNC22 -
Sistem Roda Gigi Lurus 3
Jarak sumbu poros (a) = 450 mm Putaran input = 90.625 rpm Rasio reduksi = 4
Parameter Roda
Gigi
Sim
bol Pinion Gear Sat.
Modul Pahat m 5 5 -
Sudut Kontak 20o 20
o o
Jumlah Gigi z 28 112 bh
Dia. lkrn jrk bagi d0 140 560 mm
Diameter kepala dk 150 570 mm
Diameter Kaki df 127.5 547.5 mm
Lebar Sisi b 47 39 mm
Material - SNC22 SNC22 -
Sistem Roda Gigi Lurus 4
Jarak sumbu poros (a) = 600 mm Putaran input = 22.65 rpm Rasio reduksi = 4.5
Parameter Roda
Gigi
Sim
bol Pinion Gear Sat.
Modul Pahat m 6 6 -
Sudut Kontak 20o 20
o o
Jumlah Gigi z 36 164 bh
Dia. lkrn jrk bagi d0 216 984 mm
Diameter kepala dk 228 996 mm
Diameter Kaki df 201 969 mm
Lebar Sisi b 68.4 68.4 mm
Material - SNC22 SNC22 -
Poros dan Bantalan
Spesifikasi Prs 1 Prs 2 Prs 3
Diameter (mm) 35 55 90
Pasak (mm) 5 x 3.3 5 x 4 9 x 5.4
Material SNC22 SNC22 SNC22
Bantalan (SKF) NU207EC NU211EC NU2118EC
Spesifikasi Prs 4 Prs 5
Diameter (mm) 140 240
Pasak (mm) 12 x 8 32 x 18
Material SNC22 SNC22
Bantalan (SKF) NU2228EC NU248
PEMBAHASAN
Dari hasil perhitungan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa untuk mentransmisi daya 29 kW dari sebuah motor yang memiliki putaran 1450 rpm ke sebuah Laminated Box Conveyor yang membutuhkan kecepatan putaran 5 rpm, akan dibutuhkan sistem roda gigi beberapa tingkatan reduksi.
Diameter pitch roda gigi dan pinion
mengalami peningkatan seiring dengan makin tingginya nilai reduksi putaran yang diambil. Perbandingan antara diameter pitch dan pinion pada masing-masing tingkatan reduksi dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Grafik diameter pitch gear dan pinion
Peningkatan dimensi dari gear dan
pinion tersebut tidak terlepas dari pengaruh besarnya nilai module yang dipilih pada perancangan gear dan pinion. Besarnya peningkatan nilai module berdasarkan nomor urut roda gigi dan pinion tersebut disajikan pada gambar 7.
Gambar 7. Grafik kenaikan modul gear dan pinion
Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)
41
Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa, nilai modul yang dipilih mengalami kenaikan secara linier. Pemilihan modul ini didasarkan pada kesesuaian syarat yang ditentukan pada
sistem perancangan roda gigi dan pinion menurut Kiyokatsu Suga dan sularso, di mana untuk nilai perbandingan lebar gigi dan modul (b/m) harus berada pada 6 - 10, do/b harus bernilai diatas 1.5, dan nilai Sk1/m harus diatas 2.2. Untuk memenuhi hal tersebut, cenderung diperlukan nilai modul dan jarak sumbu poros yang lebih besar.
Akibatnya diameter roda gigi yang dibutuhkan tentu akan lebih besar seiring dengan pertambahan nilai modul (m) dan jarak sumbu poros (a).
Selain itu, ketebalan gear dan pinion juga mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan nomor urut reduksi. Hal ini dilihat pada gambar 8. Diamater poros juga mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 8. Grafik ketebalan gear dan pinion
Gambar 9. Grafik dimensi poros
Beberapa fenomena peningkatan dimensi yang terjadi disebabkan oleh
semakin besarnya beban yang harus ditahan oleh roda gigi dan pinion. Torsi yang harus dipindahkan semakin besar, hal ini berarti beban yang dialami roda gigi dan gear juga
semakin besar, sehingga dibutuhkan dimensi yang lebih besar (jika jenis material yang digunakan masing-masing gear dan pinion sama). Perubahan material, dengan material yang lebih baik spesifikasinya, tidak banyak mereduksi dimensi gear dan pinion serta poros. Dan jika roda gigi telah memenuhi persyaratan yang disyaratkan oleh Kiyokatsu
Suga dan Sularso, hasil rancangan dianggap telah baik.
Untuk bantalan dimensinya cenderung menyesuaikan dengan poros hasil rancangan, dan untuk temperatur, beban aksial pada bantalan digunakan nilai pendekatan sesuai dengan beban akibat roda gigi dan poros itu sendiri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perancangan gearbox sistem penggerak pada Laminated Box Conveyor yang telah dilakukan pada tulisan ini
menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Untuk sistem roda gigi yang digunakan
dalam mereduksi putaran motor dengan daya yang ditransmisikan dari suatu sistem roda gigi ke sistem roda gigi
berikutnya dalam kondisi konstan, maka dimensi pinion maupun gear cenderung semakin besar, begitu juga dengan poros yang mendukung sistem roda gigi.
2. Bantalan yang digunakan pada sistem
roda gigi lurus adalah bantalan radial, disebabkan pada roda gigi lurus poros tidak mengalami gaya aksial, sehingga tidak dibutuhkan sistem yang menahan beban aksial.
3. Pemilihan jenis material sangat berpengaruh terhadap kualitas dan
dimensi roda gigi, poros dan bantalan.
Saran
Berdasarkan hasil perancangan yang telah dilakukan, untuk memperoleh hasil
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
42
yang lebih baik dan pengembangan ke depan disarankan agar :
1. Gunakan material yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menahan tegangan tarik dan tekan (roda gigi juga mengalami tegangan tarik dan tekan) untuk roda gigi, dan yang penting dalam perancangan porosnya, diperhitungkan semua jenis beban yang mungkin dialami oleh poros gearbox, baik itu beban radial, puntir, maupun beban lentur.
2. Gunakan roda gigi jenis lain (seperti roda gigi miring) untuk membandingkan
antara hasil roda gigi lurus dengan roda gigi yang lain.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada
seluruh staf dan karyawan PT Semen Padang, terutama di unit produksi Indarung II dan semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Norton, Robert, 1996, Machine Design, Prentice Hall International Edition, New Jersey.
Spotts, M. F., 1985, Design Of Machine Elements, Prentice-Hall of India Private
Limited, India.
Sularso, Ir, MSME, 1991, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin,
PT Pradya Paramita, Jakarta.
.
Vol. 1, No. 2, 2004 : 43-47 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
43
IDENTIFIKASI FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI NILAI ASR
SENTRAL TELEPON OTOMAT (STO)
Ery Safrianti
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Riau e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Keberhasilan kerja suatu sentral telepon dapat dilihat dari nilai ASR (Answer Seizure Ratio) sentral tersebut
setiap bulannya. ASR merupakan salah satu tolak ukur yang menunjukkan kelancaran hubungan
telekomunikasi dan kehandalan perangkat jaringan. Oleh karena itu penyelenggara jasa telekomunikasi
selalu berupaya meningkatkan perolehan ASR dengan cara melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ASR. Faktor tersebut dikelompokkan dalam faktor internal,
yaitu : kongesti (CONG), kesalahan pensinyalan (CSRFG) dan kesalah teknis (CUT) dan faktor eksternal,
yaitu : B Busy (CSRBG) , Ringing No Answer (RNA / CSUG) dan Incompleted Dial (CSIG).Identifikasi
terhadap faktor dominan yang mempengaruhi nilai ASR sangat diperlukan. Hal ini dilakukan dengan
mencari suatu pola hubungan antara ASR dan beberapa faktor kegagalan panggilan , sehingga dapat
diketahui pengaruh atau kontribusi serta kuat hubungan antara masing-masing faktor kegagalan tersebut
terhadap ASR, yaitu dengan menggunakan pendekatan metoda statistik regresi linier berganda. Dari hasil
analisis dengan melakukan pengujian terhadap koefisien korelasi dan determinasi parsial serta koefisien
regresi dari persamaan regresi linier berganda dapat diidentifikasikan bahwa CSRBG (B Busy) mempunyai
kontribusi dan kuat hubungan terbesar terhadap nilai ASR. Hasil identifikasi digunakan untuk menekan
faktor kegagalan panggilan dominan, sehingga ASR meningkat.
Kata kunci : ASR, Kegagalan Panggilan, Regresi Linier Berganda
ABSTRACT
The performance of a telephone exchange can be measured from ASR value for each month. ASR is one of
the value that showed the smooth of telecommunication exchange and network reliability.
Telecommunication operator always try to increase ASR value by monitoring ASR influence factors. This
factors can be group into internal factors : congesti (CONG), signalling fault (CSRFG), technical fault
(CUT) and eksternal´factors : B Busy (CSRBG) , Ringing No Answer (RNA / CSUG) and Incompleted Dial
(CSIG). Identification of dominant factors is very important and can be done by finding relation pattern
between ASR and several loss call factors, so we can see the contribution and relation strength for each
factor by using double linier regretion statistical methode. Analysis result of coefficient correlation, parcial
determination and coefficient regretion from double linier regretion equation identify CSRBG (B Busy) have
the most contribution and relation strength to ASR value. This identification result can be used to decrease
dominant loss call factor, so ASR value increase.
Key words : ASR, Double Linier Regretion, Loss Call.
PENDAHULUAN
Teknologi komunikasi dan pembangunan sarana telekomunikasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. Permintaan sambungan telepon juga terus meningkat jumlahnya sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat, hal ini akan mengakibatkan semakin meningkatnya
intensitas trafik, terutama di kota-kota besar. Penyelenggara jasa telekomunikasi di
Indonesia memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam kelancaran hubungan telekomunikasi.
Kelancaran hubungan telekomunikasi tidak terlepas dari masalah-masalah yang
timbul, antara lain semakin meningkatnya kemacetan trafik dalam jaringan akibat arus panggilan yang melebihi kapasitas. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian trafik dan analisa unjuk kerja jaringan yang merupakan
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
44
salah satu tolak ukur dalam menunjukkan kelancaran hubungan dan kehandalan perangkat telekomunikasi.
Penelitian dan pengambilan data
dilakukan pada salah satu sentral telepon otomat PT. TELKOM yaitu di Witel Bandung. Analisis unjuk kerja jarinngan (termasuk unjuk kerja sentral) dilakukan secara rutin , data-data trafik direkam selama empat hari (Senin, Selasa, Rabu, Kamis) setiap minggunya, data-data ini kemudian diolah sehingga akan didapat nilai parameter
jaringan seperti ASR, SCR, kegagalan-kegagalan panggilan , data trafik dan lain-lain. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap unjuk kerja sentral dalam hal ini keberhasilan panggilan, dapat berupa faktor internal yang dapat dikendalikan serta faktor
eksternal yang berada di luar kendali penyelenggara jasa telekomunikasi.
Faktor eksternal merupakan faktor yang sulit diatasi karena menyangkut pola sikap dan perilaku dari pelanggan. Penelitian ini akan akan mengidentifikasi tingkat pengaruh faktor internal dan eksternal
terhadap unjuk kerja sentral.Unjuk kerja sentral yang rendah akan menyebabkan ketidakpuasan di sisi pelanggan karena banyaknya panggilan yang gagal dalam usaha melakukan hubungan telekomunikasi. Sedangkan di sisi penyelenggara merupakan suatu kegagalan dalam memberikan pelayanan bagi pengguna jasa
telekomunikasi, karenanya hal ini memerlukan perhatian yang serius.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan antara beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan keberhasilan panggil dengan unjuk kerja suatu sentral lokal yang
ditunjukkan oleh nilai ASR (Answered Seizure Ratio). BAHAN DAN METODE
Bahan
Proses panggilan telepon yang terjadi dalam suatu sentral telepon (STO) dapat digambarkan seperti gambar 1.1 yaitu :
Internal call : panggilan yang dilakukan
pelanggan STO menuju pelanggan lain dalam STO yang sama.
Outgoing call : panggilan yang dilakukan pelanggan STO tersebut ke pelanggan lain dalam STO yang berbeda.
Incoming call : panggilan dari pelanggan STO lain yang masuk menuju pelanggan dalam STO tersebut.
Transit call : panggilan dari pelanggan di
STO lainmenuju pelanggan STO lainnya tetapi melalui/ transit pada STO tersebut.
Incoming Trunk (ICT) : trunk/sirkit yang melayani panggilan masuk dari sentral lain.
Outgoing Trunk (OGT) : trunk yang
melayani panggilan keluar menuju STO lain.
Gambar 1. Proses panggilan telepon [2]
Kegagalan-kegagalan panggilan sangat mempengaruhi keberhasilan panggilan yang menuju pelanggan yang dipanggil melalui satu atau beberapa sentral. Distribusi kegagalan panggilan digunakan untuk
mengetahui kegagalan panggilan di setiap tingkat dan mengetahui titik lemah dari jaringan. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2 Distribusi kegagalan panggilan pada jaringan[3]
Dari gambar terlihat bahwa dalam suatu sistem jaringan telekomunikasi kegagalan
ICT OGT
Processor
Dari sentral
lain Ke sentral
lain
Outgoing
call Incoming
call
Internal
call
Transit call
Loss Terminating
(LT)
LE TE TE LE
Loss originating
(LO)
Loss Network
(LN)
Pemanggil
(Originating
)
Yang dipanggill
(Terminating)
Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)
45
Jumlah Call Answer ASR = X 100% .....(2-1)
Jumlah Call Seizure
panggilan (Loss call) dapat disagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Loss Originating, kegagalan di sisi
pemanggil, disebabkan oleh :
No dial, pelanggan mengangkat handset, tapi tidak memutar digit.
No dial tone, pelanggan mengangkat ganggang telepon tapi tidak mendapat nada panggil.
Wrong dial, salah memutar nomor.
Incomplette dialing, pelanggan memutar nomor tapi tidak lengkap.
Karena adanya tindakan manajemen.
2. Loss Network, kegagalan diperangkat sentral dan di sirkit, disebabkan oleh :
Kesalahan teknis
Kesalahan pensinyalan (signalling
fault)
Kongesti (pada outgoing sirkit atau pada peralatan sentral).
Karena adanya tindakan manajemen.
3. Loss Terminating, kegagalan di sisi pelanggan yang dipanggil, karena:
Pelanggan yang dipanggil tidak menjawab (RNA)
Pelanggan yang dipanggil sedang
bicara (B Busy)
Gangguan teknis (jaringan lokal)
Nomor yang dipanggil tidak dikenal.
Ada beberapa parameter yang menjadi tolak ukur unjuk kerja jaringan dan sentral telepon yang akan dipakai, yaitu : ASR (Answer Seizure Ratio) adalah besaran yang dipergunakan untuk mengetahui prosentase keberhasilan panggil masing-masing grup sirkit (jurusan), dirumuskan
sebagai [4]:
SCR (Successful Call Ratio) adalah suatu besaran yang secara kualitatif
menunjukkan tingkat keberhasilan panggilan, sedangkan secra matematis dinyatakan dalam bentuk persentase perbandingan jumlah panggilan yang berhasil (call answer) dengan jumlah percobaan panggilan, sehingga [4]:
dimana : Call Attempt: percobaan untuk membangun hubungan telepon. Call Answer : call attempt yang berhasil dijawab oleh pihak yang dipanggil dan ditandai dengan adanya sinyal jawab (answered signal)
Call Seizure : panggilan yang berhasil menduduki suatu sirkit pada suatu rute. Faktor-faktor yang mempengaruhi unjuk kerja sentral digolongkan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Faktor Internal : factor-faktor yang berada dalam kendali pihak
penyelenggara telekomunikasi terdiri dari:
Congestion Network (CONG)
Loss Carried Succes Release
Forward (CSRFG)
CUT
2. Faktor Eksternal : terjadi di luar kendali penyelenggara karena perilaku pelanggan, tingkat kesibukan pelanggan dan tujuan penggunaan oleh
pelanggan. Meliputi :
Loss Carried Incomlete Dial (CSIG)
Loss Carried Success Unanswered G(CSU)
Loss Carried Success Release Backward (CSRBG)
Metode
Metode statistik yang digunakan dalam pengolahan data untuk
mengidentifikasi factor kegagalan dominant yang mempengaruhi nilai ASR adalah dengan regresi linier berganda.
Analisis dilakukan dengan mencari suatu pendugaan interval rata-rata µ dari sample data yang diambil dan diharapkan interval tersebut memuat rata-rata tiap
kegagalan panggilan yang sebenarnya, dengan rumus [1]: _ _ X – t α/2 . (s/n) < µ < X t α/2 . (s/n)….(2-3)
Jumlah Call Answer SCR = X 100% .....(2-2)
Jumlah Call Attempt
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
46
Dimana: s = standar deviasi n = jumlah sample α = tingkat keyakinan (taraf nyata) = 5% =
0,05 Untuk meramalkan ASR sebagai variabel Y, apabila semua nilai variabel bebas ( X : faktor kegagalan panggilan) diketahui digunakan persamaan regresi linier berganda. Hubungan Y dan X1, X2, …, Xk, dirumuskan sebagai model [1]: Yi = b1 + b2X2 + … + bkXk ……….(2-4)
Artinya ada k variable, terdiri dari 1 variabel Y (tidak bebas) dan (k – 1) variable X
(bebas) : X1, X2, …Xk. Untuk menguji pengaruh/signifikansi dari nilai koefisien korelasi berganda dilakukan uji ANAVAR (Analisis Variansi) sebagai dasar pembuatan keputusan, dengan statistik uji [1]: Fo = SSR / k__ ……………….(2-5)
SSe / (n-k-1)
dimana :
SSR = Sum of Square Regretion
SSe = sum of Square Error
Untuk meneliti hubungan antara salah satu variable bebas dengan variabel terikat, dimana variabel bebas lainnya dianggap tetap digunakan koefisien korelasi parsial (rp) dan
determinasi parsial (rp2) dengan statistik uji
[1]:
t hit = rp . ( n-k-1 /1 – rp2) ………(2-6)
HASIL
Frekuensi terjadinya kegagalan panggilan selalu berubah-ubah , dari data
vang ada dibuat suatu pendugaan interval rata-rata µ , hasil perhitungan adalah seperti pada table berikut :
Tabel 1. Interval keyakinan rata-rata tiap kegagalan
panggilan Jenis Keg.
Rata2
SD Interval keyakinan
CUT
CSRFG
30
155,2
9,043
33,273
____
23,53 < CUT < 36,47
31,39 < CSRFG < 179
GSIG
CONG
CSUG
CSRBG
371,9
686,9
1592,2
4884,3
53,313
372,81
105,35
868.21
333,76 < CSIG < 410,03
420,22 < CONG < 953,58
1516,84 < CSUG < 1667,6
4263 < CSRBG < 5505,34
Fungsi regresi linier berganda yang didapatkan adalah : ASR = 3598321,8 . CUT
0,2215 . CSIG
1,2515 ________________
CSRFG 0,2882
. CONG 0,0956
. CSUG 0,749
. CSRBG 1,3884
dengan SEE = 0,0128 atau kesalahan baku standar = 1,28 %. Untuk mengetahui kontribusi tiap kegagalan panggilan dihitung nilai koefisien determinasi parsial dan korelasi parsial untuk masing-masing factor, didapatkan hasil seperti tabel berikut:
Tabel 2. Kontribusi dan korelasi tiap jenis kegagalan panggilan
Keg.
panggilan
rp2 Kontrib.(%
)
Kuat hub. (rp)
CUT CSRFG
CSIG
CONG
CSUG CSRBG
0,4405 0,4538
0,4863
0,5665
0,3045 0,6656
44,05 45,38
48,63
56,65
30,45 66,56
0,6637 -0,6736
-0,6974
-0,7527
-0,5518 -0,8158
Tabel diatas dapat digambarkan dalam bentuk grafik berikut:
0
10
20
30
40
50
60
70
1
kegagalan panggilan
ko
ntr
ibu
si
(%)
CUT
CSRFG
CSIG
CONG
CSUG
CSRBG
Gambar 3. Grafik persentase kontribusi variasi tiap
kegagalan panggilan
PEMBAHASAN
Dari hasil pengolahan data pada bab tiga dapat diketahui bahwa persamaan regresi linier berganda yang didapatkan mempunyai nilai hasil statistik uji Fo = 10,404 dan jika dibandingkan dengan nilai tabel distribusi F menunjukkan bahwa persamaan regresi linier
berganda ini bersifat nyata dan secara berarti
Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)
47
dapat digunakan untuk memperkirakan nilai ASR.
Koefisien determinasi berganda (R2) yang menyatakan besarnya kontribusi dari
variable bebas secara bersama-sama terhadap variable terikat menuujukkan nilai 0,9548, berarti kontribusi keenam kegagalan panggilan terhadap ASR adalah sebesar 95,48% dan sisanya 4,52% disebabkan oleh faktor lain. Dari Tabel 3.1 yaitu tabel interval keyakinan dapat dinyatakan bahwa terdapat
empat kegagalan panggilan yang paling sering terjadi dan jika diurutkan dari interval keyakinan terbesar yaitu CSRBG, CSUG, CONG, dan CSIG. Selanjutnya dihitung koefisien determinasi parsial dan koefisien korelasi parsial untuk melihat kuat hubungan masing-
masing kegagalan, dan dari Tabel 3.2 terlihat bahwa CSRBG dan CONG mempunyai pengaruh paling besar terhadap ASR dan merupakan faktor kegagalan panggilan paling dominan. Dari kedua faktor ini dibentuk suatu persamaan regresi linier berganda baru yang hanya melibatkan kedua faktor tersebut
sebagai variabel bebas dan ASR sebagai variabel terikat, sehingga didapatkan persamaan: log ASR = 3,3137 –0,0395 log CONG – 0,4124 log CSRBG
Hasil perhitungan menunjukkan nilai R2 adalah 0,8619, berarti kontribusi CONG dan CSRBG terhadap nilai ASR adalah 86,19% dan sisinya 13,81% disebabkan oleh faktor lain.
Dari uji koefisien regresi persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa factor kegagalan panggilan yang memiliki pengaruh negative paling besar dan paling dpminan terhadap ASR adalah CSRBG, dengan koefisien regresi sebesar 0,4124. Sedangkan CONG hanya mempunyai koefisien regresi 0,0395. hal ini berarti jika CONG = CSRBG
= 0, maka didapatkan ASR sebesar 3,3137. Kalau CONG naik satu satuan dan CSRBG konstan, maka ASR turun sebesar 0,0395 satuan; juga kalau CSRBG naik satu satuan, sedangkan CONG konstan maka ASR turun 0,4124 satuan.
Hasil analisis dan pembahasan ini pada
akhirnya dapat digunakan untuk mencari upaya penanggulangan terhadap faktor
kegagalan panggilan paling dominan, sehingga jumlah panggilan yang gagal semakin berkurang dan ASR akan semakin meningkat.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan
dapat disimpulkan bahwa :
Nilai ASR sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kegagalan panggilan, sehingga ASR akan meningkat jika faktor kegagalan dominan dapat ditekan, sesuai dengan nilai kontribusi (R2) yaitu
95,48%.
CSRBG merupakan faktor paling dominan dan bepengaruh dalam pencapaian ASR, dengan koefisien regresi terbesar, kontribusi variasi parsial terbesar dan frekuensi terjadi yang lebih
besar dibanding faktor kegagalan lainnya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji bagi Allah SWT, dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis mulai dari pengumpulan data, proses penelitian sampai menulis jurnal hingga dapat selesai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
J. Supranto, Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid 2, Penerbit Erlangga, 1992.
Nec. Corporation, Digital Switching Systems NEAX61E; Trafik dAta Record Manual, ISSUE 1, May 1990.
Subditbinjar, Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan dan Evaluasi Parameter Network serta Langkah Tindaknya, Perumtel, bandung, 1990.
TELKOM, Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan dan Analisa/Evaluasi serta Pelaporan Parameter Network, PT. Telekomunikasi Indonesia, 1996
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
48
ANALISA DERAU UNTUK MENINGKATKAN
KUALITAS PENERIMAAN GELOMBANG MIKRO
Indra Yasri
Fakultas Teknik, Universitas Riau E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Tulisan ini menyajikan hasil studi mengenai perhitungan derau dan mengantispasinya dengan memasukkan
hasil dari perhitungan derau didalam rancangan penerimaan gelombang mikro sehingga didapatkan
kualitas penerimaan yang lebih baik dari perambatan gelombang mikro. Sebagai bagian dari studi analitis
ini, menganalisa komponen-komponen dari derau meliputi tahanan / impedansi derau, tegangan derau dan
daya derau kemudian dibandingkan dengan komponen-komponen yang sama dari penerimaan sinyal yang
diperoleh. Dari analisa dan perbandingan unsur komponen dari sinyal dan derau dapat ditentukan besar
faktor penguatan yang diinginkan untuk mengeliminir derau yang timbul dan didalam rancangan penguat
yang dibuat harus memenuhi nilai dari faktor penguatan yang diinginkan tersebut.
Kata kunci: Derau, Faktor Penguatan, Impedansi, Penerimaan Sinyal, Perambatan.
ABSTRACT
Result of study investigating about noise calculation and usage of calculation result as an anticipating in
microwave receiver designed to improve the quality of receiving signal for microwave. As part of the
analytical study, components of noise to be analyze such as noise resistance / impedance, noise voltage and
noise power then compared with the same components of receiving signal. The result of analyzing and
comparison both components from signal and noise could determine the value of gain factor that wanted to
eliminate the occurrence noise and the design of amplifier must cover that value of gain factor.
Key words : Noise, Gain Factor, Impedance, Propagation,Receiving Signal.
PENDAHULUAN
Gelombang mikro (microwave) dapat diartikan sebagai suatu sistim pelaksanaan komunikasi melalui sistim gelombang pendek.
Gelombang mikro mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek daripada gelombang radio biasa (HF, VHF) yaitu hanya beberapa millimeter saja. Seperti diketahui, semakin tinggi frekuensi yang dipakai dalam komunikasi semakin pendek panjang gelombangnya.
Hal ini dapat dilihat dari rumus :
λ = c / f dimana λ = panjang gelombang ( meter ) c = kecepatan gelombang elektromagnetik
≈ kecepatan cahaya = 3 x 108 meter / detik Sifat gelombang mikro dilihat dari
perambatannya hampir sama dengan gelombang cahaya (sinar) oleh karenanya hal-hal yang berlaku pada perambatan sinar
berlaku pada gelombang mikro misalnya,
pembiasan (refraksi), pembelokan (difraksi) dan saling mengganggu (interferensi). Dari beberapa sifat gelombang tersebut serta mengingat kelengkungan bumi maka jarak tempuh yang dapat dicapai gelombang mikro untuk komunikasi menjadi terbatas. Ada beberapa hal teknis yang harus diperhatikan didalam menempatkan pemancar dan
penerima :
1. Diantara pemancar dan penerima tidak ada penghalang ( line of sight).
Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)
49
Gambar 1. Visual Line of Sight
2. Jalur penempatan repeater dibuat zig-zag agar tidak terjadi interferensi antar
beberapa frekuensi yang digunakan. 3. Jalur diantara pemancar dan penerima
tidak melintasi daerah berawa-rawa (berair) agar gangguan gelombang pantul dari permukaan yang berawa-rawa dapat dihindari.
4. Stasiun repeater satu dengan yang lainnya
dibangun ditempat yang tidak sama tingginya agar gelombang mikro tidak banyak dibelokkan oleh adanya perubahan lapisan udara yang disebabkan cuaca.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam sistim gelombang mikro diantaranya :
a. Kemampuan yang besar untuk
menyalurkan informasi karena lebar band frekuensinya cukup besar ( 3 – 5 GHz).
b. Kemampuan menyalurkan sampai dengan 2700 percakapan telepon sekaligus tanpa saling mengganggu.
c. Penambahan peralatan dalam rangka
peningkatan kapasitas relatif murah dan mudah.
d. Sumber listrik yang digunakan untuk pengoperasian sistim gelombang mikro relatif kecil.
Walaupun transmisi lewat gelombang mikro memiliki banyak kelebihan, terdapat
pula beberapa gangguan yang mempengaruhi propagasi gelombang mikro tersebut, diantaranya gejala perbenturan dalam jalur gelombang mikro yang lazim disebut dengan fading yang mengakibatkan bertambahnya redaman terhadap sinyal yang diterima pada beberapa macam kondisi yang dilewatinya, kemudian perubahan kondisi atmosfer yang
dilalui oleh gelombang mikro juga berpengaruh terhadap propagasi gelombang mikro yang mana timbulnya beberapa gangguan berupa derau pada penerimaan
sinyal yang ditangkap oleh perangkat penerima. BAHAN DAN METODE
Keseluruhan dari gangguan derau yang dialami oleh gelombang mikro selama perambatannya akan dideteksi oleh perangkat
penerima dengan menggunakan spektrum analyzer serta dianalisa berdasarkan komponen-komponen yang terkait didalamnya yaitu tahanan / impedansi derau, tegangan derau dan daya derau. Kemudian pada saat yang sama juga diperoleh komponen-komponen yang sama dari sinyal yang diterima. Kemudian nilai dari masing-
masing komponen sinyal dan derau dibandingkan dan didapatkan nilai penguatan dari parangkat penguat yang akan dipakai sehingga sinyal yang kita peroleh setelah melewati perangkat penguat ini merupakan sinyal yang berkualitas baik dengan efek derau yang minim. Melalui penelitian ini akan
diperoleh mamfaat yang besar sekali bagi peningkatan kualitas sinyal yang diterima didalam sistim komunikasi gelombang mikro.
Gangguan Pada Fresnel Zone
Gambar 2. Fresnel Zone
Dengan adanya beberapa kelemahan yang ada pada sistim komunikasi gelombang mikro khususnya yang terjadi pada Fresnel
Zone yaitu daerah yang berada diantara pemancar dan penerima yang diantaranya terjadinya penurunan kualitas sinyal yang diakibatkan oleh derau, kondisi ini sering terabaikan sampai dengan kondisi yang sudah parah baru dilakukan perbaikan dengan penambahan daya pemancar untuk
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
50
mendapatkan penerimaan sinyal yang lebih bagus serta pemberian solusi-solusi lain yang tanpa didasari dengan analisa dan perhitungan yang tepat, sehingga solusi yang diberikan
terkadang tidak efektif dan efisien. Maka dengan berkaca dengan kejadian
diatas timbullah ide yang mendasari pemikiran untuk membuat penelitian mengenai perhitungan derau sebagai faktor koreksi pada perambatan gelombang mikro. Sehingga solusi yang diberikan lebih akurat dan terarah umtuk mengatasi masalah yang
terjadi pada sistim komunikasi gelombang mikro khususnya masalah yang berkaitan dengan efek derau.
Analisa Teoritis
Analisa teoritis dilakukan untuk menjelaskan mekanisme proses yang berlangsung didalam sistim komunikasi gelombang mikro. Antena yang digunakan sebagai pemancar dan penerima didalam
penelitian ini adalah antena jenis Directional, antena jenis ini merupakan jenis antena dengan narrow beamwidth, yaitu punya sudut pemancaran yang kecil dengan daya lebih terarah, jaraknya jauh dan tidak bisa menjangkau area yang luas, salah satunya adalah antena Parabolik. Antena parabolik
dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh dan gainnya bisa antara 18 sampai 28 dBi.
Gambar 3. Pola Radiasi antena parabolik
Pola Radiasi Antena ditentukan dengan
menggunakan beberapa parameter umum
yaitu main lobe (boresight), half-power beamwidth (HPBW), front-back ratio (F/B) dan pattern nulls. Pola radiasi diukur dalam dua keadaan :
– Vector electric field yang mengacu pada E-field
– Vector magnetic field yang
mengacu pada H-field
Return Loss
Return Loss berhubungan dengan VSWR, yaitu mengukur daya dari sinyal yang dipantulkan oleh antena dengan daya yang
dikirim ke antena. Semakin besar nilainya (dalam satuan dB), semakin baik. Angka 13.9dB sama dengan VSWR 1,5:1. Return Loss 20dB adalah nilai yang cukup bagus, dan setara dengan VSWR of 1,2:1
Tabel 1. perbandingan VSWR Vs kehilangan daya
Perbandingan daya dalam logaritmik : dBm adalah nilai 10 log dari sinyal untuk 1 milli Watt. dBW adalah nilai 10 log dari sinyal untuk 1 Watt. Sinyal 100 milli Watt jika dijadikan dBm
akan menjadi :
Transmit (Tx) Power
Radio mempunyai daya untuk menyalurkan sinyal pada frekwensi tertentu, daya tersebut disebut Transmit (Tx) Power
dan dihitung dari besar energi yang disalurkan melalui satu lebar frekwensi (bandwidth). Misalnya, satu radio memiliki Tx Power +18dBm, maka jika di konversi ke Watt akan didapat 0,064 W atau 64 mW. Received (Rx) Sensitivity
Semua radio memiliki point of no return, yaitu keadaan dimana radio menerima sinyal kurang dari Rx Sensitivity yang ditentukan, dan radio tidak mampu melihat
data-nya. Misalnya, suatu perangkat penerima mempunyai Received Sensitivity of –76 dBm, maka pada level ini, Bit Error Rate (BER) dari 10-5 (99.999%) akan terlihat. Rx Sensitivity yang sebetulnya dari radio akan bervariasi tergantung dari banyak faktor.
VSWR Return Loss Transmission Loss
1.0:1 0.0 dB
1.2:1 20.83 dB 0.036 dB
1.5:1 13.98 dB 0.177 dB
5.5:1 3.19 dB 2.834 dB
Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)
51
Dalam sistim gelombang mikro, antena digunakan untuk meng-konversi gelombang listrik menjadi gelombang elektromagnit. Besar enerji antena dapat memperbesar sinyal
terima dan kirim, yang disebut sebagai Antenna Gain yang diukur dalam :
dBi : relatif terhadap isotropic radiator dBd: relatif terhadap dipole radiator dimana 0 dBd = 2,15 dBi
Daya yang keluar dari antenna diukur berdasarkan dua cara yaitu : 1. Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
Diukur dalam dBm = daya di input antena [dBm] + relatif antena gain [dBi]
2. Effective Radiated Power (ERP) Diukur dalam dBm = daya di input antena [dBm] + relatif antena gain [dBd] Kehilangan daya terbesar dalam sistim gelombang mikro adalah Free Space
Propagation Loss. Free Space Loss dihitung dengan rumus : FSL(dB) = 32.45 + 20 Log10 F(MHz) + 20 Log10 D(km) Jadi Free Space Loss pada jarak 1 km yang menggunakan frekwensi 2.4 GHz : FSL(dB) = 32.45 + 20 Log10 (2400) + 20
Log10 (1) = 32.45 + 67.6 + 0 = 100.05 dB
Untuk mendapatkan gambaran sinyal berikut efek derau yang terkandung didalamnya yang ditangkap oleh penerima digunakan perangkat yang disebut dengan spectrum analyzer yaitu instrumen
penganalisa spektrum atau sinyal. Gambaran sinyal yang kita peroleh dari spectrum analyzer dapat diolah untuk mendapatkan nilai dari komponen yang kita butuhkan dari sinyal dan derau, salah satunya yaitu daya.
Gambar 4. Sinyal yang dilihat di spectrum analyzer
Data nilai tahanan dan tegangan yang didapat dari spectrum analyzer diterapkan ke dalam komponen yang sama dari penguat yang akan dirancang. Salah satu kegunaan
perhitungan tahanan derau ekivalen dari penguat, penerima atau peralatan lain adalah untuk membandingkan derau dan sinyal pada titik yang sama. Perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :
2
2
2
/
/
En
Eo
REn
REo
Pn
Ps
N
S
Untuk membandingkan penerima-penerima atau penguat-penguat yang bekerja pada level impedansi yang berbeda, penggunaan tahanan derau tidak sesuai dan
untuk keadaan-keadaan tertentu tidak memungkinkan. Sebagai cara lain untuk membandingkan adalah dengan noise figure atau noise factor, yaitu perbandingan S / N daya pada input penerima atau penguat dengan S / N daya yang ditransfer ke beban keluaran.
N
SOutput
N
SInput
F
Untuk F=1, adalah kondisi penerima atau penguat yang ideal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Untuk mendapatkan kondisi yang sebenarnya langsung saja komponen-komponen dari derau dan sinyal tersebut
direpresentasikan didalam rangkaian penguat yang akan kita aplikasikan.
Gambar 5. Rancangan penguat
Eo
Ei
Gain
Teg.=A
Eo
Generator/antena Amp./Rx
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
52
Keterangan gambar : Ra = tahanan (impedansi) antena Rt = impedansi masukan penguat RL= impedansi keluaran penguat
Prosedur yang dilakukan untuk melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut :
1) Menghitung (ukur) daya sinyal input : Psi
2) Menghitung (ukur) daya derau input : Pni
3) Menghitung S / N input, dari rasio
Psi dan Pni 4) Menghitung (ukur) daya sinyal
output Pso 5) Pno sebagai daya derau output 6) Menghitung S / N output, dari rasio
Pso dan Pno 7) Menghitung noise figure dari
langkah 3 dan 6 8) Menghitung Pno dari Req bila
mungkin, subtitusikan kedalam persamaan umum noise figure (F) untuk memperoleh formula sebenarnya. Atau hitung Pno dari pengukuran-pengukuran dan
subtitusikan kedalam persamaan F untuk menemukan formula yang sebenarnya.
Dari gambar dapat dihitung bilamana tegangan input sinyal adalah :
RtRa
EsRtEsi
Penyelesaian prosedur diatas adalah
sebagai berikut :
1) 2
222 1
RtRa
RtEs
RtRtRa
EsRt
Rt
EsiPsi
Tegangan noise input adalah :
RtRa
RaRtkTBEn
42
2) RtRa
kTBRa
RtRtRa
RaRtkTB
Rt
EniPni
414
2
3) S / N input dihitung sebagai berikut :
RtRakTBRa
Es
kTBRa
RtRax
RtRa
RtEs
Pni
Psi
Ni
S
44
2
2
2
4) Daya sinyal output :
2
222222 1
RtRaRL
RtEsA
RLRtRa
AEsRt
RL
AEsi
RL
EsoPso
5) Daya noise output = Pno 6) S / N output adalah :
PnoRtRaRL
RtEsA
Pno
Pso
No
S2
222
)(
7) Noise figure dihitung :
RaRtkTBA
RtRaRLPno
RtEsA
RLPnoRtRax
RtRakTBRa
RtEs
NoS
NiSF
2222
22
44/
/
Noise figure akan diperoleh bila Pno diperoleh dari menghitung tahanan derau ekivalen atau dari pengukuran.
Misalkan tahanan derau ekivalen :
Rtqq ReRe 1
dimana Req1 = tahanan derau – Rt Tahanan derau yang dibangkitkan pada masukan penguat adalah :
kTBREni 4
Karena penguat punya gain A, dan tak ada tambahan derau lagi maka :
8)
RL
kTBRA
RL
AEni
RL
EnoPno
4222
Kalau prosedur 8 dimasukkan ke prosedur
7 maka :
RL
kTBRAx
RaRtkTBA
RtRaRLF
4
4
2
2
RaRt
RtRaq
RaRt
RtRax
RtRa
RaRtq
RaRt
RRtRa
11 Re
1Re
Dari persamaan terakhir akan segera nampak bahwa noise figure akan minimum bila (Ra+Rt) / Rt harus
minimum untuk setiap harga Ra yang
diberikan, atau RaRt (keadaan tidak
sesuai = mismatch). Untuk keadaan seperti ini maka (Ra+Rt) / Rt = 1, sehingga :
Ra
qF
1Re1
Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)
53
Pembahasan
Untuk pembahasan dari prosedur percobaan diatas, diberikan nilai pada komponen-komponen yang ada pada rangkaian penguat diatas sebagai berikut :
Ra = 1 KΩ En = Es = 10 V T = 27 ºC = 300 ºK
Rt = 2 KΩ RL = 4 KΩ Pno = 40 watt
Eso = 13,2 V Rn = 20KΩ Dengan menggunakan prosedur diatas
akan didapat nilai-nilai sebagai berikut : Esi = 6,6 V Psi = 0,022 watt Eni = 1,9 x 10-5 Pni = 1,83x10-13 watt
S / N masukan dihitung sebagai berikut : Psi / Pni = 12,02 x 1010
Daya sinyal keluaran : A = Eso / Esi = 2 Pso = Eso2 / RL = 0,0435 watt
S / N keluaran adalah sebagai berikut : Pso / Pno = 0,0435 / 40 = 1087,5 x 10-6 Noise Figure dihitung sebagai berikut : (S / N masukan) / (S / N keluaran) =
12,02 x 1010 x 1087,5 x 10-6 F = 982170,5
Apabila prosedur 8 dimasukkan ke prosedur 7 akan didapatkan nilai noise figure sebagai berikut :
RaRt
RtRaq
RaRt
RtRax
RtRa
RaRtq
RaRt
RRtRa
11 Re
1Re
= 1 + 27 = 28
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan prosedur percobaan diatas diantaranya : a) Nilai-nilai variabel dasar seperti tahanan,
tegangan, dan daya harus didapat dari spectrum analyzer agar dapat diolah lebih lanjut dengan perhitungan matematis.
b) Pada daya keluaran, perbandingan
tegangan keluaran dan tegangan masukan pada penguat didapatkan besarnya faktor penguatan.
c) Dari perhitungan dan perbandingan antara daya masukan dengan daya keluaran pada Sinyal dan Derau didapat nilai noise figure.
d) Dengan didapatnya nilai faktor penguatan pada perhitungan diatas maka perancangan perangkat penguat akan dibuat berdasarkan perhitungan diatas sehingga akan didapatkan sinyal dengan kualitas baik dengan efek derau yang minim.
SARAN
Pada kesempatan ini peneliti memberi saran-saran untuk perbaikan dan
pengembangan : 1. Pada saat terjadinya masala-masalah yang
menyangkut derau pada perambatan gelombang mikro, pemecahan yang diberikan haruslah didasari perhitungan matematis seperti yang diuraikan diatas agar solusi yang diberikan lebih efektif
dan efisien dan terhindar dari pemborosan.
2. Analisa yang dilakukan dengan menggunakan spectrum analyzer haruslah dilakukan dengan teliti dan cermat untuk mendapatkan nilai parameter yang akurat yang nantinya berimbas ke perhitungan
yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Dennis Roddy dan John Coolen, 1987,
“Electronic Communications”, Prentice Hall, New Delhi 110001.
George Kennedy, 1970, “Electronic Communication Systems”, Mc Graw Hill Book Company, Sydney.
John E. Johnson, John L. Hilburn, Johnny
R. Johnson, 1984, ”Basic Electric Circuit Analysis”, Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Robert D. Strum dan John R.Ward, 1985, “Electric Circuits and Networks”, Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs.
Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri
54