4
FEATURE STORY Menangani Berbagai Krisis di Asia Tenggara: Apakah Anda Siap? Oleh Scott Bernat Sebuah gempa yang diikuti gelombang tsunami telah meluluhlantakkan sejumlah wilayah pesisir di Indonesia dan Thailand; sebuah wabah sejenis virus influenza telah menyebar ke seluruh wilayah Asia dan nyaris mengakibatkan pandemi; sekelompok teroris meledakkan bom di tengah-tengah kawasan bisnis Jakarta, serangkaian aksi demo berubah menjadi kerusuhan di Bangkok dan Kuala Lumpur, sementara seorang mantan perwira polisi yang bersenjata menawan orang-orang tak bersalah di Manila. Kejadian-kejadian seperti ini begitu sering terjadi, tidak saja di kawasan Asia Tenggara, namun juga di seluruh penjuru dunia. Para petugas keamanan diharuskan untuk selalu sigap dan siaga untuk bertindak sesuai keadaan, dalam usaha untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupan, kelangsungan operasional, serta reputasi organisasi di mana mereka bernaung. Pentingnya mewujudkan dan secara rutin melaksanakan suatu rencana manajemen krisis tidak bisa dipandang sebelah mata dan harus menjadi suatu bagian dari rencana kelangsungan bisnis dalam setiap organisasi. Apakah yang dimaksud dengan krisis? Tak pelak, jika mendengar kata “krisis” untuk pertama kali, kata tersebut dipastikan akan memberi kesan negatif, namun bagi seorang profesional keamanan, krisis justru akan menjadi sebuah panggilan untuk melakukan tindakan-tindakan yang sebelumnya telah disusun, direncanakan, dan dilatih dengan baik. Business Dictionary.com mendefinisikan krisis sebagai sebuah “kejadian atau titik pengambilan keputusan kritis, yang mana, bila tidak ditangani secara benar dan tepat waktu (atau bila tidak ditangani sama sekali), akan berpotensi menjadi sebuah bencana atau malapetaka”. Dalam konsep pendekatan bisnis secara keseluruhan, di mana setiap dan seluruh aspek dalam bisnis tersebut memiliki ketergantungan satu sama lain untuk meraih sukses, sangat dibutuhkan suatu rencana manajemen krisis yang terintegrasi guna meningkatkan kemampuan organisasi tersebut dalam melindungi seluruh personelnya, serta pada saat melewati masa-masa sulit. Manajemen krisis merupakan sebuah proses yang digunakan untuk dapat mengidentifikasi, mengendalikan, meringankan, maupun melakukan persiapan guna menghadapi segala macam aksi dan kejadian yang berpotensi mengganggu mulusnya aktivitas operasional sebuah organisasi manapun. Walaupun menyusun rencana untuk menghadapi segala kemungkinan tampak sebagai sesuatu yang mustahil, namun hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengembangkan suatu pemahaman yang menyeluruh terhadap lingkungan sekitar, meluaskan jaringan relasi pada tingkat lokal, nasional, dan internasional dengan baik, serta adanya pengetahuan yang luas terhadap ketentuan operasional bisnis/ organisasi Anda. Studi Kasus #1 Pagi pada tanggal 17 Juli 2009, padatnya lalu lintas pagi hari itu diguncang oleh dua buah peristiwa pengeboman yang nyaris terjadi bersamaan di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton yang terletak di kawasan bisnis Kuningan, Jakarta, Indonesia. Beberapa pelaku bom bunuh diri yang memiliki hubungan dengan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) telah sukses menetapkan sasaran dan melaksanakan serangan bom mereka dan mengakibatkan sejumlah korban cedera dan meninggal dunia, baik dari kalangan asing maupun warga negara Indonesia sendiri. JI sendiri sebelumnya telah dikaitkan dengan serangkaian peristiwa serupa di seluruh wilayah Indonesia, seperti Bom Bali tahun 2002 dan 2005, Bom JW Marriott Kuningan tahun 2003, serta Bom Kedutaan Besar Australia tahun 2004. Sehubungan dengan itu, Devastation in Aceh, Indonesia, December 2004 http://sekoteng.files.wordpress.com/2009/09/aceh.jpg

Managing Crises in Southeast Asia - Are You Prepared? - American Chamber of Commerce Indonesia - Bahasa Indonesia version

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Managing Crises in Southeast Asia - Are You Prepared?  - American Chamber of Commerce Indonesia - Bahasa Indonesia version

FEATURE STORY

Menangani Berbagai Krisis di Asia Tenggara:

Apakah Anda Siap?

Oleh Scott Bernat

Sebuah gempa yang diikuti

g e l o mb a n g t s u n a mi t e l a h

meluluhlantakkan se jumlah

wilayah pesisir di Indonesia dan

Thailand; sebuah wabah sejenis

virus influenza telah menyebar ke

seluruh wilayah Asia dan nyaris

m e n g a k i b a t k a n p a n d e m i ;

sekelompok teroris meledakkan

bom di tengah-tengah kawasan

bisnis Jakarta, serangkaian aksi

demo berubah menjadi kerusuhan

di Bangkok dan Kuala Lumpur,

sementara seorang mantan perwira

polisi yang bersenjata menawan

orang-orang tak bersalah di

Manila. Kejadian-kejadian seperti

ini begitu sering terjadi, tidak saja

di kawasan Asia Tenggara, namun

juga di seluruh penjuru dunia. Para

petugas keamanan diharuskan

untuk selalu sigap dan siaga untuk bertindak sesuai

keadaan, dalam usaha untuk mempertahankan

keberlanjutan kehidupan, kelangsungan operasional,

serta reputasi organisasi di mana mereka bernaung.

Pentingnya mewujudkan dan secara rutin melaksanakan

suatu rencana manajemen krisis tidak bisa dipandang

sebelah mata dan harus menjadi suatu bagian dari

rencana kelangsungan bisnis dalam setiap organisasi.

Apakah yang dimaksud dengan krisis?

Tak pelak, jika mendengar kata “krisis” untuk pertama

kali, kata tersebut dipastikan akan memberi kesan

negatif, namun bagi seorang profesional keamanan, krisis

justru akan menjadi sebuah panggilan untuk melakukan

tindakan-tindakan yang sebelumnya telah disusun,

direncanakan, dan dilatih dengan baik. Business

Dictionary.com mendefinisikan krisis sebagai sebuah

“kejadian atau titik pengambilan keputusan kritis, yang

mana, bila tidak ditangani secara benar dan tepat waktu

(atau bila tidak ditangani sama sekali), akan berpotensi

menjadi sebuah bencana atau malapetaka”. Dalam

konsep pendekatan bisnis secara keseluruhan, di mana

setiap dan seluruh aspek dalam bisnis tersebut memiliki

ketergantungan satu sama lain untuk meraih sukses,

sangat dibutuhkan suatu rencana manajemen krisis yang

terintegrasi guna meningkatkan kemampuan organisasi

tersebut dalam melindungi seluruh personelnya, serta

pada saat melewati masa-masa sulit. Manajemen krisis

merupakan sebuah proses yang digunakan untuk dapat

mengidentifikasi, mengendalikan, meringankan, maupun

melakukan persiapan guna menghadapi segala macam

aksi dan kejadian yang berpotensi mengganggu

mulusnya aktivitas operasional sebuah organisasi

manapun. Walaupun menyusun rencana untuk

menghadapi segala kemungkinan tampak sebagai sesuatu

yang mustahil, namun hal tersebut dapat diwujudkan

dengan mengembangkan suatu pemahaman yang

menyeluruh terhadap lingkungan sekitar, meluaskan

jaringan relasi pada tingkat lokal, nasional, dan

internasional dengan baik, serta adanya pengetahuan

yang luas terhadap ketentuan operasional bisnis/

organisasi Anda.

Studi Kasus #1

Pagi pada tanggal 17 Juli 2009, padatnya lalu lintas pagi

hari itu diguncang oleh dua buah peristiwa pengeboman

yang nyaris terjadi bersamaan di Hotel JW Marriott dan

Ritz-Carlton yang terletak di kawasan bisnis Kuningan,

Jakarta, Indonesia. Beberapa pelaku bom bunuh diri

yang memiliki hubungan dengan kelompok teroris

Jamaah Islamiyah (JI) telah sukses menetapkan sasaran

dan melaksanakan serangan bom mereka dan

mengakibatkan sejumlah korban cedera dan meninggal

dunia, baik dari kalangan asing maupun warga negara

Indonesia sendiri. JI sendiri sebelumnya telah dikaitkan

dengan serangkaian peristiwa serupa di seluruh wilayah

Indonesia, seperti Bom Bali tahun 2002 dan 2005, Bom

JW Marriott Kuningan tahun 2003, serta Bom Kedutaan

Besar Australia tahun 2004. Sehubungan dengan itu,

Devastation in Aceh, Indonesia, December 2004

http://sekoteng.files.wordpress.com/2009/09/aceh.jpg

Page 2: Managing Crises in Southeast Asia - Are You Prepared?  - American Chamber of Commerce Indonesia - Bahasa Indonesia version

para petugas keamanan dari pihak swasta maupun

pemerintah mendapati masalah-masalah seputar

manajemen krisis berikut ini yang berkaitan dengan

kedua serangan bom yang terjadi pada tahun 2009

tersebut:

• Alur komando dan kendali tahap awal di kedua

lokasi tersebut sangat terbatas atau tidak ada sama

sekali.

• Informasi terpercaya mengenai jumlah korban

meninggal dunia dan cedera amat sulit didapat.

Pihak-pihak yang terlibat secara langsung, tengah

bekerja, maupun sedang berkunjung ke hotel saat

terjadinya ledakan bom tersebut meliputi para

karyawan hotel, perwakilan dari sektor bisnis lokal

dan mancanegara, selain juga para aparat

pemerintahan dari dalam maupun luar negeri.

• Kurangnya layanan medis darurat yang sanggup

merencanakan dan melakukan tindakan guna

menangani insiden trauma massal, khususnya untuk

kejadian dengan skala dan derajat seperti itu. Ini

pun diperparah dengan tidak mencukupinya jumlah

personel terlatih, fasilitas, serta sarana untuk

menangani situasi trauma/medis massal darurat di

dalam negeri.

• Konsep komunikasi antar seluruh personel dan

sektor yang terlibat masih belum memadai atau tidak

mendukung media dan jalur komunikasi lainnya.

• Adanya persoalan seputar menemukan kembali dan

menjaga harta benda pribadi dan informasi hak

milik. Menyusul terjadinya ledakan dan proses

evakuasi, banyak harta benda pribadi dan informasi

hak milik perusahaan yang ditinggalkan begitu saja

dan dalam kondisi tidak terjaga.

• Usaha bantuan bagi para penegak hukum untuk

mengumpulkan dan menjaga keutuhan barang bukti

sulit dilaksanakan karena banyaknya personel yang

berada di lokasi kejadian serta kecenderungan para

staf di sana untuk membersihkan dan memindahkan

reruntuhan yang ada.

• Mengelola arus informasi baik secara internal

maupun eksternal, khususnya yang berkaitan dengan

pihak media menjadi sebuah tantangan tersendiri.

Tatkala mengikuti segala perkembangan dalam

kejadian luar biasa seperti ini, semua orang

membutuhkan informasi. Inilah mengapa

pengelolaan isi dan arus informasi yang dirilis sering

kali menimbulkan persoalan tertentu.

Studi Kasus #2

Aksi protes dan kerusuhan yang berbau politik di

Bangkok, Thailand, yang berlangsung antara bulan Maret

dan Mei 2010 telah menimbulkan dampak yang begitu

besar pada sendi-sendi bisnis dan organisasi

pemerintahan yang berada di dalam maupun di sekitar

wilayah kota tersebut. Ketidakstabilan politik telah

menjadi momok bagi pemerintah Kerajaan Thailand

sejak terjadinya peristiwa kudeta militer pada tahun 2006

dan juga tersingkirnya pemerintahan pimpinan mantan

Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Sebelum peristiwa

kerusuhan tahun 2010 tersebut, berbagai aksi protes

sporadis dan juga aksi kekerasan yang kerap terjadi telah

membawa dampak terhadap denyut nadi perekonomian,

pariwisata, serta transportasi ibu kota Thailand tersebut,

termasuk bandar udara internasional utama Bangkok,

Suvarnabhumi. Selain itu, banyak pula bisnis/organisasi

skala besar yang memang tidak siap untuk menghadapi

gangguan berkepanjangan seperti itu, termasuk potensi

terjadinya evakuasi staf dan keluarga mereka, walaupun

serangkaian kejadian yang terjadi saat itu seharusnya

sudah cukup menjadi alasan untuk memulai suatu proses

manajemen krisis, jauh sebelum peristiwa kerusuhan

tersebut terjadi.

Beberapa masalah yang dikemukakan oleh para

profesional keamanan swasta saat itu termasuk hal-hal

berikut:

• Begitu minim hingga tidak

adanya rencana manajemen krisis

secara menyeluruh/yang biasa

diterapkan oleh bisnis/organisasi

skala kecil dan besar yang ada.

• Kurang memadainya jaringan

logistik, medis, serta jaringan dan

layanan keamanan yang telah

berkembang dan terpelihara

sepenuhnya.

• Berbagai rencana kelangsungan

bisnis yang ada mencerminkan

proses keimigrasian asing tanpa

me mp er t i mb a n g ka n k o nd i s i

lingkungan sekitar. Dalam beberapa

kasus tertentu, beberapa anggota

pucuk pimpinan organisasi tampak

t i d a k m e n g e r t i a t a u

FEATURE STORY

Flooding in Bangkok, Thailand, 2011

Page 3: Managing Crises in Southeast Asia - Are You Prepared?  - American Chamber of Commerce Indonesia - Bahasa Indonesia version

mempertimbangkan adat dan kebudayaan di negara

tersebut, maupun mencoba mengerti adanya

perbedaan untuk benar-benar menyelesaikan urusan

tertentu di negara tersebut, terutama dalam situasi

yang tengah kacau-balau. Akibatnya, beberapa

bisnis tidak mampu menyesuaikan diri dan

melanjutkan aktivitas operasional mereka secara

penuh, sementara sebagian lain dari mereka bernasib

lebih baik.

• Beberapa pimpinan bisnis/organisasi tidak

sepenuhnya mengerti kondisi keamanan yang ada

dan hanya mengandalkan persepsi mereka sendiri

mengenai berbagai peristiwa yang tengah

berlangsung. Mereka pun sering menantang, malah

terkadang menolak rekomendasi yang disampaikan

oleh manajer keamanan mereka, bahkan saat adanya

kekhawatiran mengenai keselamatan dan keamanan.

• Terbatasnya saling berbagi informasi, yaitu dalam

bentuk dialog terbuka dan berkelanjutan dengan para

petugas keamanan pemerintah dari dalam maupun

luar negeri, yang menyebabkan sulitnya

mengidentifikasikan “pemicu” yang sesuai untuk

memulai rangkaian tindakan yang semestinya dan

tepat waktu (seperti merelokasi para staf dan

aktivitas operasional bisnis, evakuasi, dll.).

Berdasarkan informasi yang tersedia bagi masing-

masing bisnis/organisasi, beberapa di antara mereka

sempat merelokasi para staf dan/atau anggota

keluarga mereka, beberapa di antara mereka juga

merelokasi basis operasional mereka, sementara

sebagian lagi tidak sama sekali.

• Terbatasnya konsep komunikasi yang telah maju dan

teruji secara rutin, yang antara lain disebabkan oleh

gagalnya teknologi lokal. Banyak bisnis yang masih

mengandalkan jaringan internet dan telepon seluler

sederhana untuk berkomunikasi dengan para staf mereka dan dengan dunia luar, tanpa dilengkapi oleh

sarana komunikasi cadangan.

Mengembangkan Rencana Manajemen

Krisis

Serangan teror yang terjadi di Jakarta serta kerusuhan di

Bangkok menggarisbawahi adanya keharusan untuk

mengembangkan dan mempertahankan suatu rencana

manajemen krisis secara menyeluruh yang dapat

diterapkan secara rutin dan meninjau berbagai

kemungkinan yang dapat terjadi dalam sebuah peristiwa

krisis, serta tindakan-tindakan pengendalian yang

relevan. Sebuah rencana dasar sebaiknya

mempertimbangkan dan meliputi hal-hal berikut:

• Pemahaman luas mengenai lingkungan operasional

bisnis/organisasi Anda, dengan meninjau aspek

sejarah setempat, kecenderungan insiden,

kebudayaan, adat, dan persoalan seputar hukum dan

peraturan pemerintah. Perhatikanlah dan ciptakanlah

ketersediaan terhadap sumber-sumber informasi

seputar risiko dan ancaman serta layanan-layanan

terkait yang dapat diandalkan bila hal tersebut ada

dan tertutupi oleh anggaran. Kegagalan Anda dalam

memahami lingkungan Anda akan berpotensi

menyebabkan atau mendatangkan berbagai masalah,

terutama dalam situasi krisis.

• Tunjuk dan tetapkanlah sebuah tim aksi krisis atau

darurat yang terdiri atas para personel inti dari setiap

divisi dalam bisnis/organisasi Anda (seperti divisi

manajemen, operasional, sumber daya manusia,

keselamatan dan keamanan, fasilitas, hubungan

masyarakat, hukum, dll.). Ini mencerminkan konsep

pendekatan “seluruh bisnis” pada manajemen krisis.

• Buatlah penilaian mengenai kekuatan dan titik lemah

bisnis/organisasi Anda, dan sertakanlah pula faktor-

faktor yang dapat meminimalkan kelemahan

tersebut.

• Buatlah rencana untuk menghadapi segala

kemungkinan krisis (seperti bencana alam, bencana

buatan manusia termasuk huru-hara, terorisme, dan

perang, pandemi medis, serta berbagai aktivitas

kelalaian dan kriminal internal dan eksternal).

• Tentukan dan buatlah rencana pengadaan pusat

operasional krisis primer dan sekunder/pusat

operasional darurat.

FEATURE STORY

Page 4: Managing Crises in Southeast Asia - Are You Prepared?  - American Chamber of Commerce Indonesia - Bahasa Indonesia version

• Pastikanlah bahwa segala informasi seputar sumber daya

manusia Anda selalu terbaru dan lengkap, misalnya nomor

dan alamat yang dapat dihubungi, kerabat terdekat,

informasi asuransi, dll. Dirikan dan peliharalah sebuah

jaringan komunikasi yang berkelanjutan. Memiliki

beberapa media dan jalur komunikasi sangatlah ideal

(seperti jalur telepon kabel, jaringan telepon seluler dan

satelit, radio komunikasi genggam, internet, aplikasi

pengirim pesan pribadi, dll.). Pertimbangkanlah pula

faktor anggaran dan pengupahan.

• Susun dan peliharalah sebuah jejaring relasi yang luas dan

dapat diandalkan, baik di sektor umum maupun swasta,

termasuk pemerintah setempat dan asing, instansi penegak

hukum dan keamanan, militer, logistik, medis, hukum,

serta kepengawasan.

• Susunlah prosedur untuk menindaklanjuti berbagai

masalah medis/kesehatan, darurat, dan pandemi.

• Tetapkanlah lokasi evakuasi primer dan sekunder/tempat

berkumpul yang mudah dikenali saat terjadinya krisis.

Berlakukanlah suatu rencana evakuasi yang melibatkan

staf lokal dan asing secara merata.

• Tetapkan dan persiapkanlah lokasi-lokasi operasional

bisnis cadangan, termasuk pengadaan materi dan informasi

teknis dan administratif yang diperlukan untuk menjamin

kelangsungan bisnis. Ini termasuk penetapan lokasi

produksi, pergudangan, pengiriman, dan lokasi

transportasi lainnya. Pertimbangkanlah kemungkinan

terjadinya kehilangan personel inti beserta langkah

penunjukkan staf cadangan yang sesuai.

• Tentukanlah sebuah rencana seputar hubungan masyarakat

dan tentukanlah juru bicara bisnis/organisasi Anda.

• Pastikanlah agar seluruh personel mengenali rencana dasar

dan memahami arti pentingnya terhadap keselamatan dan

keamanan mereka. Pertimbangkanlah untuk melakukan

pengadaan perangkat penanggulangan musibah untuk di

rumah beserta kelengkapan darurat yang sesuai.

• Langsungkanlah simulasi dan latihan rutin yang mencakup

berbagai skenario krisis. Bila memungkinkan, pertimbangkanlah untuk melibatkan responden dari

pemerintah lokal dan asing dalam skenario latihan.

• Susunlah rencana yang menyeluruh untuk menjamin

kelangsungan bisnis bilamana personel inti atau terkait

berhalangan.

Kiat Sukses Mempengaruhi Dewan

Pimpinan Organisasi

Untuk mewujudkan perencanaan manajemen krisis yang

efektif, haruslah disetujui dan ditetapkan sebelumnya oleh

dewan pimpinan organisasi. Adanya presentasi yang singkat

dan jelas, berdasarkan kelemahan-kelemahan perusahaan

terkait dengan lingkungan operasionalnya, sangatlah

berpengaruh dalam mencapai sukses. Presentasi tersebut

hendaknya menyebutkan beberapa kasus insiden pada masa

lalu beserta dampak yang diakibatkannya pada beberapa

organisasi sejenis, baik itu dari aspek korban jiwa dan kerugian

materiil. Bagi para pimpinan yang berpedoman pada angka

statistik, sebuah analisis hemat biaya akan mampu memberikan

gambaran finansial secara jelas, khususnya dalam

memperlihatkan efek-efek negatif pada sejumlah perusahaan

yang tidak memiliki rencana yang memadai. Sebuah

organisasi yang benar-benar siap untuk menghadapi dan

meminimalkan dampak krisis akan memperlihatkan suatu

tingkat ketahanan, yang pada akhirnya akan mendongkrak

kepercayaan para klien dan investornya.

Apakah Anda Siap?

Kebutuhan akan adanya perencanaan manajemen krisis

sangatlah jelas. Rencana tersebut seharusnya disusun dan

dijadikan bagian dari budaya organisasi, sehingga akan

menjamin keberlangsungan hidup dan kelansungan bisnis.

Kawasan Asia Tenggara, dengan kondisi lingkungannya yang

menantang dan dinamis, memerlukan tenaga-tenaga

profesional yang benar-benar paham akan lingkungan

operasional serta terlibat sepenuhnya dalam seluruh sektor

profil bisnis sebuah organisasi. Kegagalan dalam menyusun

rencana untuk menghadapi segala kemungkinan secara

menyeluruh tidak hanya akan membawa risiko terhadap

kelangsungan organisasi tersebut, namun justru yang terpenting

yaitu dapat membahayakan jiwa para karyawannya.

Organisasi yang benar-benar efektif senantiasa menyusun

rencana untuk menghadapi dan mengatasi segala tantangan

secara langsung. Apakah Anda siap untuk menghadapi

tantangan tersebut? ■

Scott M. Bernat is a civilian Special Agent of the US Naval Criminal Investigative Service (NCIS), currently assigned to the US Embassy Jakarta, Indonesia Force Protection Detachment as the Resident Agent in Charge and Chief of US Military Security. He is a recognized expert on Asia-Pacific regional security, to include the development, coordination and management of plans, programs and activities directly supporting crisis response and operations. He is a published author and speaker on international security issues. See http://id.linkedin.com/in/scottbernat.

This article was originally published in “Australian Security Magazine”, October / November 2011 edition, and will be published in AmCham Indonesia’s “Executive Exchange” vol. 11 ed. 4, currently in production.

FEATURE STORY