View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRODUK DATA CENTER INFRASTRUCTURE
MANAGEMENT YANG SESUAI DENGAN KEBUTUHAN
PENINGKATAN EFISIENSI DATA CENTER PT DATA
SINERGITAMA JAYA MENGGUNAKAN ANALYTIC
HIERARCHY PROCESS
KARYA AKHIR
ANANG SYARIFUDIN AMINSYAH
1106144380
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI
JAKARTA
JULI 2013
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRODUK DATA CENTER INFRASTRUCTURE
MANAGEMENT YANG SESUAI DENGAN KEBUTUHAN
PENINGKATAN EFISIENSI DATA CENTER PT DATA
SINERGITAMA JAYA MENGGUNAKAN ANALYTIC
HIERARCHY PROCESS
KARYA AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Teknologi Informasi
ANANG SYARIFUDIN AMINSYAH
1106144380
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI
JAKARTA
JULI 2013
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Anang Syarifudin Aminsyah
NPM : 1106144380
Tanda Tangan :
Tanggal : 19 Juni 2013
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Akhir ini diajukan oleh :
Nama : Anang Syarifudin Amisnyah
NPM : 1106144380
Program Studi : Magister Teknologi Informasi
Judul Karya Akhir : Analisis Produk Data Center Infrastructure
Management yang sesuai dengan Kebutuhan
Peningkatan Efisiensi Data Center PT. Data
Sinergitama Jaya Menggunakan Analytic
Hierarchy Process
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknologi
Informasi pada Program Studi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu
Komputer, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Riri Satria, S.Kom, M.M. (.........................................)
Penguji : Betty Purwandari, Ph.D. (.........................................)
Penguji : Dr. Achmad Nizar Hidayanto (........................................)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 15 Juli 2013
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan Karya Akhir ini. Saya menyadari sangatlah sulit bagi
saya menyelesaikan penelitian ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Riri Satria, S.Kom, M.M., selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing saya selama mengerjakan Karya Akhir ini;
2. Ibu Betty Purwandari, Ph.D. dan Bapak Dr. Achmad Nizar Hidayanto
selaku Dewan Penguji Karya Akhir;
3. Bapak Dr. Achmad Nizar Hidayanto, selaku dosen pembimbing akademis;
4. Henry Christianto selaku asisten pembimbing utama yang telah menjadi
mitra diskusi yang luar biasa;
5. Bapak Kresna Adi Prawira dan rekan-rekan kerja di PT. Data Sinergitama
Jaya yang telah membantu selama menyelesaikan karya akhir ini;
6. Ibuku yang tak pernah lelah mencurahkan do’a, dan kasih sayangnya
selama ini.
7. Istriku tercinta Widya dan anakku tersayang Hanifa dan Tsabita yang
telah memberikan perhatian, kasih sayang, pengertian, keikhlasan serta
do’a dalam menyelesaikan kuliah di MTI;
8. Kolega, kerabat dan sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
yang telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk.
Jakarta, 5 Juli 2013
Penulis
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Anang Syarifudin Aminsyah
NPM : 1106144380
Program Studi : Magister Teknologi Informasi
Departemen : -
Fakultas : Ilmu Komputer
Jenis Karya : Karya Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Produk Data Center Infrastructure Management yang sesuai dengan
Kebutuhan Peningkatan Efisiensi Data Center PT. Data Sinergitama Jaya
Menggunakan Analytic Hierarchy Process.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database).
Merawat, dan mempublikasikan karya akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 19 Juni 2013
Yang menyatakan
(Anang Syarifudin Aminsyah)
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
vi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Anang Syarifudin Aminsyah
Program Studi : Magister Teknologi Informasi
Judul Karya Akhir : Analisis Produk Data Center Infrastructure
Management yang sesuai dengan Kebutuhan
Peningkatan Efisiensi Data Center PT. Data
Sinergitama Jaya Menggunakan Analytic Hierarchy
Process
PT Data Sinergitama Jaya (PT DSJ) sebagai penyedia layanan data center bagi
pihak ketiga, dihadapkan pada tantangan dalam mengelola data center-nya yaitu
efisiensi sumber daya infrastruktur data center yang rendah.
Untuk membantu mengatasi masalah rendahnya efisiensi sumber daya
infrastruktur data center yang rendah tersebut, sesuai dengan best practice yang
ada, PT DSJ berencana untuk menggunakan tool Data Center Infrastructure
Management (DCIM). Produk DCIM yang ada di pasaran cukup banyak,
sedangkan biaya investasi yang harus dikeluarkan cukup besar serta DCIM
adalah sistem yang cukup kompleks, untuk itu diperlukan analisis yang
komprehensif atas alternatif produk DCIM yang akan digunakan.
Analisis perbandingan produk DCIM dilakukan dengan menggunakan metode
Analytic Hierarchy Process dengan membandingkan alternatif produk DCIM
yang ada dengan kriteria kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO/IEC
25010 dan kriteria bisnis. Hasil akhir pemeringkatan menunjukkan peringkat
produk DCIM yang paling tepat bagi PT DSJ berturut-turut adalah StruxureWare,
RaMP, Cormant-CS, dcTrack dan Nlyte DCIM.
Kata Kunci: Data Center, Infrastruktur Data Center, Efisiensi Data Center, Data
Center Infrastructure Management, Analytic Hierarchy Process, kualitas
perangkat lunak.
xv+131 halaman; 30 gambar; 70 tabel; 3 lampiran
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
vii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Anang Syarifudin Aminsyah
Study Programme : Master of Information Technology
Title : The Analysis of suitable Data Center Infrastructure
management for improving Data Center efficiency at
PT Data Sinergitama Jaya with Analytic Hierarchy
Process
PT Data Sinergitama Jaya as a data center provider that give data center service
for third party; facing challenge in managing their data center; which is low
efficiency of their infrastructure resources.
In order to solve data center infrastructure resources inefficiency problem,
following known best practice PT DSJ is planned to implement Data Center
Infrastructure Management system. Currently there are several DCIM product that
available in the market. Considering DCIM implementation cost is high and
DCIM is a complex system, therefore a comprehensive analysis has to be
performed before deciding which DCIM product that will be implemented.
The process of selecting the most suitable DCIM product was done by using AHP
methode that compared between alternatives with software quality criteria that
follow ISO/IEC 25010 standard quality model and business criteria. The final
result of prioritation process is this following order: StruxureWare, RaMP,
Cormant-CS, dcTrack and Nlyte DCIM
Keyword: Data Center, Data Center Infrastructure, Data Center Efficiency, Data
Center Infrastructure Management, Analytic Hierarchy Process, Software Quality.
xv+131 pages; 30 figures; 70 tables; 3 attachments
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
viii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 11 1.4 Ruang Lingkup Permasalahan ..................................................................... 12
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................................. 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 14
2.1 Definisi Data Center .................................................................................... 14
2.2 Infrastruktur Data Center ............................................................................. 14 2.2.1 Ruangan Data Center ....................................................................... 15 2.2.2 Sistem Kelistrikan ............................................................................ 16 2.2.3 Sistem Pendingin .............................................................................. 19
2.3 Efisiensi Infrastuktur Data Center ............................................................... 26
2.4 Peningkatan Efisiensi Data Center .............................................................. 29 2.4.1 Optimalisasi Aset Data Center ........................................................ 31 2.4.2 Peningkatan Efisiensi Energi Data Center ...................................... 33
2.5 Data Center Infrastructure Management..................................................... 36 2.6 Analytic Hierarchy Process ......................................................................... 40
2.7 Penilaian Kualitas Perangkat Lunak ............................................................ 42 2.7.1 Standar ISO/IEC 25010 ................................................................... 43
2.7.2 Penilaian Faktor Non-Teknis ........................................................... 49 2.8 Kajian Penelitian Sebelumnya ..................................................................... 50 2.9 Kontribusi Penelitian .................................................................................... 52
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
ix Universitas Indonesia
2.10 Kerangka Teoretis ........................................................................................ 53
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 56
3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................... 56 3.2 Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 59 3.3 Alat Bantu Analisis AHP ............................................................................. 60
BAB 4 PROFIL PERUSAHAAN ....................................................................... 61
4.1 Profil Perusahaan ......................................................................................... 61
4.2 Visi dan Misi Perusahaan ............................................................................. 62
4.3 Strategi Bisnis Perusahaan ........................................................................... 62
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 63
5.1 Pemilihan Kriteria Penilaian ........................................................................ 63 5.2 Pembobotan Kriteria .................................................................................... 65
5.2.1 Pembobotan Kriteria Kualitas Perangkat Lunak .............................. 66
5.2.2 Pembobotan Kriteria Bisnis ............................................................. 71 5.3 Penentuan Metrik Penilaian ......................................................................... 73 5.4 Pembobotan Alternatif Produk DCIM ......................................................... 74
5.4.1 Pembobotan Kualitas Produk DCIM ............................................... 74
5.4.2 Pembobotan Kriteria Bisnis Produk DCIM ..................................... 92
5.5 Penghitungan Peringkat dengan Software Open Decision Maker ............... 98 5.6 Hasil Akhir Pemeringkatan ........................................................................ 102
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 103
6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 103
6.2 Saran ........................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 105
LAMPIRAN ....................................................................................................... 112
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
x Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pertumbuhan Data dan Konsolidasi Data Center ............................... 1
Gambar 1.2 Kapasitas Data Center yang Tersedia.................................................. 4
Gambar 1.3 Diagram Fishbone Penyebab Rendahnya Efisiensi Data Center PT
DSJ ..................................................................................................... 7
Gambar 2.1 Manajemen Panas Sistem (ASHRAE, 2012) .................................... 19
Gambar 2.2 Tipe-Tipe Sistem Penghilang Panas (Evans, 2012) .......................... 21
Gambar 2.3 Chilled Water System (Evans, 2012) ................................................. 22
Gambar 2.4 Lorong Dingin-Panas (Sullivan R. F., 2002) .................................... 23
Gambar 2.5 Tipe-Tipe Distribusi Udara (Rasmussen, 2003) ................................ 24
Gambar 2.6 Tipe-Tipe Penempatan Unit Pendingin (Dunlap & Rasmussen, 2006)
......................................................................................................... 25
Gambar 2.7 Perbandingan Strategi Penempatan dengan Kerapatan Energi Rak
(Dunlap & Rasmussen, 2006) .......................................................... 26
Gambar 2.8 Pengukuran Efisiensi Data Center (Bellady, Rawson, Pfleuger, &
Cader, 2008) ..................................................................................... 27
Gambar 2.9 Alur Distribusi Daya dan Kerugian di Data Center (Newcombe, Data
Centre Energy Efficiency Metrics, 2010) ........................................ 28
Gambar 2.10 Corporate Average Data Center Efficiency .................................... 31
Gambar 2.11 Fragmentasi Data Center (Ikemoto, Warner, Docca, & Moezzi,
2012) ................................................................................................ 32
Gambar 2.12 Pemborosan energi akibat titik setel yang tidak tepat ..................... 34
Gambar 2.13 Isolasi lorong dingin dan lorong panas. .......................................... 35
Gambar 2.14 ITIL Versi 3 ..................................................................................... 36
Gambar 2.15 Komponen Manajemen Data Center .............................................. 37
Gambar 2.16 DCIM menjembatani TI dengan Infrastruktur Data Center ........... 38
Gambar 2.17 Model DCIM Group 451 (Cole, 2012)............................................ 39
Gambar 2.18 Model AHP (Saaty, 2008) ............................................................... 40
Gambar 2.19 Framework SQuaRE (ISO/IEC 25010, 2011) ................................. 44
Gambar 2.20 Hubungan Model dengan Target Kualitas (ISO/IEC 25010, 2011) 44
Gambar 2.21 Hirarki Model Kualitas Perangkat Lunak (ISO/IEC 25010, 2011) . 45
Gambar 2.22 Kerangka Teoretis ........................................................................... 55
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 56
Gambar 5.1 Hirarki AHP ...................................................................................... 64
Gambar 5.2 Program AHPCalc ............................................................................. 65
Gambar 5.3 Masukan Program AHPCalc ............................................................. 65
Gambar 5.4 Panguasaan Pasar Produk DCIM ...................................................... 79
Gambar 5.5 Memasukkan Tujuan Analisis AHP .................................................. 98
Gambar 5.6 Memasukkan Tujuan Alternatif Produk DCIM ................................ 99
Gambar 5.7 Memasukkan Hirarki AHP ................................................................ 99
Gambar 5.8 Melakukan Perbandingan Antar Kriteria ........................................ 100
Gambar 5.9 Melakukan Perbandingan Antar Produk DCIM tiap Kriteria ......... 101
Gambar 5.10 Hasil Akhir Pemeringkatan ........................................................... 101
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbandingan Keunggulan Menyewa Vs Membangun Data Center ...... 3
Tabel 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 5 Tabel 1.3 Matriks Perbandingan antara ERP dan DCIM ...................................... 10 Tabel 2.1 Ringkasan Perbaikan Efisiensi .............................................................. 30 Tabel 2.2 Perbandingan Rekomendasi ASHRAE 2004 vs 2008 .......................... 33 Tabel 2.3 Nilai Pembobotan dan Kriteria Alternatif ............................................. 42
Tabel 2.4 Perbandingan Model Kualitas Perangkat Lunak (Rawashdeh &
Matalkah, 2006) .................................................................................... 43
Tabel 2.5 Perbandingan atas penelitian sebelumnya............................................. 53
Tabel 5.1 Peserta Focus Discussion Group .......................................................... 63
Tabel 5.2 Pembobotan Sub-sub-kriteria Functioanal Suitability .......................... 66
Tabel 5.3 Pembobotan Sub-sub-kriteria Reliability .............................................. 66
Tabel 5.4 Pembobotan Sub-sub-kriteria Usability ................................................ 67
Tabel 5.5 Pembobotan Sub-sub-kriteria Performace Efficiency ........................... 67
Tabel 5.6 Pembobotan Sub-sub-kriteria Maintainability ...................................... 68
Tabel 5.7 Pembobotan Sub-sub-kriteria Portability ............................................. 68
Tabel 5.8 Pembobotan Sub-sub-kriteria Compatibility ......................................... 69
Tabel 5.9 Pembobotan Sub-sub-kriteria Security.................................................. 69
Tabel 5.10 Pembobotan Sub-kriteria Kualitas Perangkat Lunak .......................... 70
Tabel 5.11 Pembobotan Sub-sub-kriteria Penyedia Solusi ................................... 71
Tabel 5.12 Pembobotan Sub-sub-kriteria Total Cost of Ownership ..................... 71
Tabel 5.13 Pembobotan Sub-sub-kriteria Dukungan dan Layanan ...................... 72
Tabel 5.14 Pembobotan Sub-kriteria Bisnis ......................................................... 72
Tabel 5.15 Pembobotan Kriteria Kualitas Perangkat Lunak dan Kriteria Bisnis . 72
Tabel 5.16 Contoh Metrik Penilaian ..................................................................... 73
Tabel 5.17 Alternatif Produk DCIM ..................................................................... 74
Tabel 5.18 Fitur Manajemen Aset ......................................................................... 75
Tabel 5.19 Fitur Change Management, Capacity Management & Monitoring ... 75
Tabel 5.20 Service Level Management, Dashboard & Multi-teenant .................. 76
Tabel 5.21 Skor Relatif Faktor Functioanal Completeness .................................. 77
Tabel 5.22 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Completeness ... 78
Tabel 5.23 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Correctness ...... 78
Tabel 5.24 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Appropriateness 79
Tabel 5.25 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Maturity .............................. 80
Tabel 5.26 Fitur Fault-tolerance ........................................................................... 80
Tabel 5.27 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Fault-tolerance ................... 81
Tabel 5.28 Recoverability ..................................................................................... 81
Tabel 5.29 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Recoverability ..................... 81
Tabel 5.30 Materi atau Media Penjelasan Produk DCIM ..................................... 82
Tabel 5.31 Materi atau Media Panduan Penggunaan Produk DCIM .................... 82
Tabel 5.32 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Learnability ........................ 83
Tabel 5.33 Penilaian Faktor Kemudahan Pengoperasian ...................................... 83
Tabel 5.34 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Operability .......................... 84
Tabel 5.35 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria User Interface Aesthetic ..... 84
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
xii Universitas Indonesia
Tabel 5.36 Kebutuhan Hardware Minimum ......................................................... 85
Tabel 5.37 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Resource Behaviour............ 85
Tabel 5.38 Penilaian Faktor Kemudahan Modifikasi ........................................... 86
Tabel 5.39 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Modifiability ....................... 86
Tabel 5.40 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Testability ........................... 87
Tabel 5.41 Penilaian Faktor Kemudahan Adaptasi ............................................... 87
Tabel 5.42 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Adaptability ........................ 88
Tabel 5.43 Platform yang Didukung ..................................................................... 88
Tabel 5.44 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Installability ........................ 89
Tabel 5.45 Fasilitas Import dari Produk DCIM lain ............................................. 89
Tabel 5.46 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Replaceabilty ...................... 89
Tabel 5.47 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Co-existence ....................... 90
Tabel 5.48 Sistem dan Protokok yang Didukung.................................................. 91
Tabel 5.49 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Interoperability ................... 91
Tabel 5.50 Profil Penyedia DCIM ........................................................................ 92
Tabel 5.51 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Market Share/Reputation.... 93
Tabel 5.52 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Local Partner...................... 93
Tabel 5.53 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Product Portfolio ................ 94
Tabel 5.54 Perbandingan Biaya Implementasi (dalam USD) ............................... 94
Tabel 5.55 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Software Cost...................... 95
Tabel 5.56 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Annual Maintenance ........... 95
Tabel 5.57 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Hardware Cost ................... 96
Tabel 5.58 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Consultancy ........................ 96
Tabel 5.59 Perbandingan Fasilitas Pelatihan ........................................................ 97
Tabel 5.60 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteriaTraining ............................... 97
Tabel 5.61 Hasil Akhir Pemeringkatan ............................................................... 102
Tabel 5.62 Perincian Bobot Tiap Kriteria ........................................................... 102
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1...............................................................................................112
LAMPIRAN 2...............................................................................................118
LAMPIRAN 3...............................................................................................125
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab awal yang berisi penjabaran latar belakang yang
mendasari penelitian ini. Di dalamnya diuraikan permasalahan-permsalahan
dihadapi PT DSJ yang selanjutnya dirumuskan menjadi pertanyaan penelitian
yang akan dijawab melalui penelitian ini. Selanjutnya ditentukan tujuan, manfaat,
dan ruang lingkup penelitian untuk memberi arah dan batasan penelitian.
1.1 Latar Belakang
Dengan semakin tergantungnya perusahaan kepada Teknologi Informasi,
menyebabkan peningkatan kebutuhan atas Infrastruktur Teknologi Informasi yang
handal dan dapat diandalkan. Bagi perusahaan yang kegiatan usahanya sangat
bergantung pada Teknologi Informasi, kegagalan sistem informasi dapat
menyebabkan kerugian yang sangat besar. Kegagalan system TI dalam bekerja
bisa berarti hilangnya pendapatan perusahaan yang sangat besar. Hilangnya data
perusahaan atau pencurian data perusahaan bahkan dapat mengancam eksistensi
suatu perusahaan (Applegate, Austin, & Soule, 2009).
Gambar 1.1 Pertumbuhan Data dan Konsolidasi Data Center
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
2
Universitas Indonesia
Meluasnya pemanfaatan TI juga berdampak pada peningkatan jumlah informasi
yang berupa data digital yang dipertukarkan dan disimpan di dalam maupun antar
perusahaan. Berdasarkan survey yang diadakan oleh Forrester tahun 2011,
pertumbuhan data tiap tahun mencapai 25-50%, ini tentunya berdampak langsung
pada peningkatan kebutuhan kapasitas data center. Di sisi lain, perusahaan juga
mulai mengkonsolidasikan server-server mereka yang berada di lokasi yang
terpisah ke dalam satu lokasi, hal ini juga yang mendorong pertumbuhan
kebutuhan data center yang baru (Dines, Washburn, Schreck, & Chi, 2011).
Gambar 1.1 menunjukkan pertumbuhan data dan konsolidasi data center.
Untuk memenuhi kebutuhan data center sebagian perusahaan ada yang
membangun sendiri data center-nya ada juga yang memanfaatkan fasilitas data
center yang disediakan oleh pihak ketiga. Secara umum ada tiga faktor yang
mempengaruhi perusahaan dalam memutuskan apakah membangun atau menyewa
data center (Dines, Washburn, Schreck, & Chi, 2011), yaitu :
1. Manfaat: bagaimana perbandingan manfaat yang didapatkan perusahaan
dengan membangun sendiri atau menyewa data center ?
2. Biaya: bagaimana skema pembiayaan perusahaan untuk membayar fasilitas
data center (biaya fisik, non-fisik maupun sumber daya) ?
3. Resiko: sejauh mana ketidakpastian mempengaruhi keseluruhan dampak
sebuah data center terhadap perusahaan ?
Selanjutnya ketiga faktor tersebut dapat dijabarkan kedalam perbandingan
keuntungan seperti yang dirinci dalam tabel 1.1. Dengan mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut, semakin banyak perusahaan yang memanfaatkan jasa dan
fasilitas yang disediakan pihak ketiga dalam pemenuhan kebutuhan data center
mereka. Hal ini yang mendorong pertumbuhan industri penyediaan data center.
Selain faktor tersebut, industri data center di Indonesia juga didorong
pertumbuhannya dengan adanya regulasi tentang data center. Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia no 9/15 tahun 2007 Pusat Data (Data Center) dan/atau
Disaster Recovery Center bank umum diselenggarakan di dalam negeri (Bank
Indonesia, 2007). Secara umum diatur juga dalam Peraturan Pemerintah no 82
tahun 2012 (Pemerintah Republik Indonesia, 2012): “Penyelenggara Sistem
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
3
Universitas Indonesia
Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat
pemulihan bencana di wilayah Indonesia”.
Tabel 1.1 Perbandingan Keunggulan Menyewa Vs Membangun Data Center
Sumber : (Dines, Washburn, Schreck, & Chi, 2011)
Menyewa Data Center Membangun Data Center
Mengurangi biaya kapital; biaya yang diperlukan
berupa biaya operasional. Besarnya peningkatan
biaya mudah diperkirakan.
Kendali penuh atas akses fasilitas data center
sehingga mengurangi pengaruh terhadap suhu
yang ditetapkan.
Penambahan kapasitas dapat dilakukan dengan
cepat, dan hanya dilakukan saat dibutuhkan,
menghindari kapasitas berlebih yang mungkin tidak
diperlukan dalam jangka waktu lama.
Kepemilikan sendiri memperkecil risiko data center
dipaksa pindah dari bangunan/lokasi.
Akses yang lebih baik terhadap kapasitas ruangan
dan listrik melalui kekuatan pembiayaan dari
penyedia data center.
Dengan berbagi bangunan yang telah ada,
memungkinkan staf TI bekerja di dekat data center
sehingga menghemat biaya.
Data center dijalankan oleh tenaga profesional
yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
lebih baik dalam menjalankan fasilitas data center
yang efisien dan memiliki tingkat ketersediaan yang
tinggi.
Dengan adanya mitra-mitra penyedia layanan
lainnya (misal: perbankan atau pembayaran) yang
berada dalam satu ekosistem dapat menurunkan
latency/delay transaksi.
Berdasarkan data dari DatacenterDynamics tahun 2012 seperti yang terlihat pada
gambar 1.2, jumlah penyedia dan kapasitas data center di Indonesia masih sangat
terbatas (DatacenterDynamics, 2012), sehingga industri data center di Indonesia
diharapkan masih tinggi pertumbuhannya.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
4
Universitas Indonesia
Gambar 1.2 Kapasitas Data Center yang Tersedia
(Sumber : DatacenterDynamics 2012)
PT. Data Sinergitama Jaya (PT DSJ) melihat fakta-fakta tersebut sebagai peluang.
Perusahaan yang memfokuskan diri di bidang penyediaan jasa data center ini
menyediakan jasa konsultansi perancangan, pembangunan, pengoperasian dan
pengelolaan data center. PT DSJ saat ini juga memiliki dan mengoperasikan data
center sendiri untuk disewakan kepada pelanggan. Fasilitas data center PT DSJ
yang berlokasi di Bogor pada bulan maret 2012 telah mendapatkan sertifikasi Tier
III dari Uptime Institute. Sertifikasi ini bahkan menjadi yang pertama kali
diterima oleh sebuah data center di Asia Tenggara.
Sebagai penyedia fasilitas dan layanan infrastruktur data center bagi
pelanggannya, maka PT DSJ menanggung beban kerja (effort), risiko serta biaya
investasi dan sebagian biaya operasional data center dari pelanggan. Selain
menjaga tingkat ketersediaan layanan, untuk meningkatkan keuntungan PT DSJ
harus dapat meningkatkan efisiensi fasilitas dan sumber daya. Untuk memenuhi
kedua target tersebut PT DSJ dituntut untuk memiliki manajemen infrastruktur
data center yang baik.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
5
Universitas Indonesia
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh IDC tahun 2012, permasalahan yang
banyak dihadapi oleh penyedia data center diantaranya adalah : kekurangan
kapasitas ruangan, listrik dan pendingin dan ketidakseimbangan ketersedian
kapasitas diantara data center. Akibat dari permasalahan tersebut adalah
penundaan atau penghentian peluncuran aplikasi, berkurangnya kemampuan
untuk menyediakan layanan bagi pelanggan dan pemindahan alokasi anggaran
opex dan capex yang tidak terjadwal sehingga menyimpang dari strategi yang
telah ditetapkan (Villars, 2012).
Dalam mengelola dan mengoperasikan data center-nya, PT DSJ juga mengalami
permasalahan-permasalahan seperti diatas, yang dapat dirinci dalam tabel 1.2.
Tabel 1.2 Identifikasi Masalah
sumber: wawancara dengan manajemen & staf PT DSJ
Kategori Masalah
Kekurangan kapasitas
ruangan
Gedung data center PT DSJ di Bogor, memiliki ruangan colocation sebanyak
3 lantai masing-masing seluas 400m2. Berdasarkan rancangan, setiap lantai
mampu menampung rak server sebanyak 122 rak. Kenyataannya ada lantai
yang hanya mampu manampung 96 rak saja.
Kekurangan kapasitas
listrik
Penyebab dari tidak optimalnya pemanfaatan ruangan adalah kapasitas
listrik yang tidak mencukupi padahal kapasitas ruangan masih tersedia.
Ketidakseimbangan
penggunaan sumber
daya.
Kapasitas listrik yang di alokasikan untuk satu lantai colocation adalah
sebesar 400kVA. Kapasitas tersebut kemudian dialokasikan untuk rak-rak
yang ada melalui panel distribusi. Masing-masing rak berbeda alokasinya
ada yang 10A, 16A, 20A dan 25A. Ketika terjadi ketidaksesuaian penjualan
dengan kapasitas yang terpasang, maka ada kapasitas yang tidak
termanfaatkan.
Perencanaan distribusi kapasitas listrik yang kurang baik, dan kurang
fleksibel menyebabkan adanya kapasitas yang tidak termanfaatkan
(stranded capacity).
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
6
Universitas Indonesia
Tabel 1.2 Identifikasi Masalah - Lanjutan
Kategori Masalah
Kesulitan manajemen
aset
Infrastruktur data center yang ada saat ini sangat kompleks dan terdiri dari
banyak sekali komponen. Data-data spesifikasi, lokasi, catatan pemeliharaan
dan kontak penyedia masing-masing komponen saat ini disimpan oleh
masing-masing bagian yang menjadi penanggung jawabnya. Format catatan
juga tidak seragam sehingga menyulitkan pengelolaannya.
Kesulitan monitoring dan
reporting
Tidak semua komponen infrastruktur dimonitor secara terpusat, sehingga
sebagian masih dimonitor secara manual oleh petugas. Catatan monitor juga
masih terpisah, sehingga untuk membuat laporan yang komprehensif
memerlukan proses manual.
Tidak semua komponen dapat dimonitor secara detil dan real-time, sehingga
menyulitkan dalam perencanaan kapasitas.
Bagian penjualan juga tidak memiliki akses terhadap data kapasitas yang
terpasang dengan mudah, sehingga ada kemungkinan penjualan tidak
didukung oleh ketersediaan kapasitas, atau penjualan yang tidak sesuai
dengan alokasi kapasitas yang terpasang sehingga meningkatkan
inefisiensi.
Power Usage
Effectiveness (PUE) yang
rendah
Data center yang baik memiiliki PUE mendekati 1, saat ini PUE data center
yang ada 2.0
Dari berbagai masalah di atas hampir semuanya bermuara pada ketidakefisienan
penggunaan sumber daya.
Untuk mencari sumber masalah dari rendahnya efisiensi penggunaan sumber daya
infrastruktur data center, dilakukan suatu analisis dengan menggunakan diagram
Ishikawa (diagram fishbone). Diagram ini dibuat berdasarkan hasil wawancara
seperti yang ada pada tabel 1.2 kemudia dianalisis penulis yang divalidasi melalui
diskusi dengan beberapa teman sejawat penulis di PT DSJ.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
7
Universitas Indonesia
Gambar 1.3 Diagram Fishbone Penyebab Rendahnya Efisiensi Data Center PT DSJ
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
8
Universitas Indonesia
Gambar 1.3 menunjukkan diagram “Ishikawa” yang direkomendasikan untuk
sektor layanan yaitu “4P” : Policy (kebijakan), Procedure (prosedur), People
(manusia) dan Plant/Technology (teknologi). Berikut penjabaran penyebab-
penyebab tersebut :
1. Kebijakan
Strategi perencanaan kapasitas yang kurang baik, dibuktikan dengan
adanya kapasitas yang tidak termanfaatkan dan penjualan yang tidak
sesuai dengan kapasitas terpasang. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
tool yang memadai untuk memonitor kapasitas yang masih tersedia dan
tool yang dapat dipakai untuk mensimulasikan dan memperkirakan
utilisasi sumber daya.
2. Prosedur
Penjualan yang tidak sesuai dengan kapasitas terpasang dapat terjadi
dikarenakan tidak adanya prosedur pengecekan kapasitas terpasang yang
masih tersedia dan prosedur perencanaan dan evaluasi alokasi kapasitas
yang berdasarkan prediksi penjualan.
3. Manusia
a. Bagian penjualan sering kali melakukan penjualan di bawah kapasitas
terpasang, sehingga ada kapasitas sumber daya yang tidak dapat
dimanfaatkan yang seharusnya bisa di alihkan ke tempat lain, atau
mengarahkan calon pelanggan untuk membeli paket yang sesuai dengan
kapasitas terpasang.
b. Karyawan di bagian operation tidak semuanya memiliki pengetahuan
yang lengkap terhadap komponen-komponen infrastruktur, sehingga
sering kali salah dalam mengalokasikan kapasitas sehingga ada
kapasitas yang tidak dapat dimanfaatkan atau salah menempatkan
beban/rak server sehingga menyebabkan pendinginan yang tidak
optimal.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
9
Universitas Indonesia
4. Teknologi
a. Sering kali terjadi kapasitas ruangan tidak sesuai dengan yang
direncanakan, misalnya seharusnya dapat menampung 122 rak, ternyata
hanya mampu menampung 96 rak. Hal ini disebabkan oleh berbagai
hal, diantaranya penempatan rak yang tidak optimal sehingga ada ruang
yang masih tersedia, tetapi tidak dapat diisi dengan rak, karena
kapasitas listrik di zona tersebut tidak tersedia, ataupun kapasitas
pendinginan di zona tersebut sudah maksimal.
b. Kekurangan kapasitas listrik yang disebabkan oleh komponen distribusi
yang tidak fleksibel dimana kapasitas yang sudah terpasang tidak dapat
diubah dengan mudah. Apabila bagian penjualan menjual kapasitas
yang dibawah kapasitas terpasang, maka ada kapasitas yang tidak
termanfaatkan dan menyebabkan seolah-olah kapasitas sudah habis
padahal masih ada kapasitas yang stranded.
c. Efisiensi energi yang rendah dapat diukur dengan PUE yang tidak ideal.
Hal ini salah diantaranya disebabkan oleh pendinginan yang tidak
efisien, dimana energi yang diperlukan untuk pendinginan tinggi.
Tingginya energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan disebabkan
oleh pengaturan ruangan yang kurang bagus. Seharusnya ada tool yang
dapat digunakan untuk membantu mensimulasikan distribusi panas
ruangan, agar ruangan dapat diatur dengan baik.
Dari berbagai akar masalah yang ditemukan di atas, dapat diambil keterkaitannya
yaitu tidak adanya tool untuk membantu dalam pengelolaan data center. Hal ini
sesuai dengan best practice yang ada, yaitu penggunaan tool Data Center
Infrastructure Management (DCIM) (Villars, 2012) (Cappuccio, 2010). Untuk itu
PT DSJ berencana untuk menggunakan tool Data Center Infrastructure
Management (DCIM).
Data Center Infrastructure Management adalah tool yang mengintegrasikan
manajemen TI dan manajemen fasilitas data center ke dalam sebuah platform
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
10
Universitas Indonesia
untuk memungkinkan monitoring secara terpusat, mengelola dan melakukan
perencanaan kapasitas sistem kritis data center secara cerdas (intelligent)
(Cappuccio, 2010). Saat ini jumlah penyedia sistem DCIM cukup banyak, dan
selain karena biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sistem DCIM ini cukup
besar (Sverdlik, 2013) juga karena kompleksitas dari sistem DCIM, maka untuk
menentukan sistem DCIM yang dipilih membutuhkan kajian yang komprehensif..
Menurut penilaian dari Greenfield kompleksitas sistem DCIM setara dengan
sistem Enterprise Resource Planning (ERP). Perbandingannya dapat dilihat dalam
matriks sebagai berikut (Greenfield Software, 2012):
Tabel 1.3 Matriks Perbandingan antara ERP dan DCIM
sumber: Greenfield, 2012
ERP DCIM
Pengelolaan aset pabrik/fasilitas produksi Pengelolaan aset data center
Menjembatani gap antara kontrol distribusi dan
sistem produksi
Menjembatani gap antara Building Management
dan Performance Management System
Memungkinkan perencanaan produksi dan
manajemen inventory
Memungkinkan perencanaan kapasitas ruangan,
listrik dan pendingin
Penelusuran permintaan (order), proses yang
sedang berjalan dan pengoptimalan sumber daya
terkait dengan batasan rantai penyediaan (supply
chain constraint)
Penelusuran pemakain listrik, perubahan yang
berkaitan dengan penambahan dan perpindahan
dan optimasi utilisasi aset dengan batasan tuntutan
tingkat ketersediaan yang tinggi.
Menyediakan kemampuan untuk memantau Key
Performance Indicator (KPI) seperti perputaran
inventory dan keakuratan inventory
Menyediakan kemampuan untuk memantau KPI
seperti PUE, watt per rak dan watt per m2
Memungkinkan proses produksi yang
ramping/efisien (lean) melalui best practice seperti
Kanban dan APICS framework
Memungkinkan TI yang ramping/efisien (lean) dan
hijau (green) melalui best practice seperti ITIL, EU
code of conduct & Green Grid
Dari analisis permasalahan menunjukkan bahwa kesenjangan antara Power Usage
Effectiveness (PUE) data center yang ideal dengan PUE yang terukur di data
center PT DSJ. Untuk mengatasi masalah itu PT DSJ telah merencanakan untuk
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
11
Universitas Indonesia
menggunakan tool Data Center Infrastructure Management dan untuk membantu
PT DSJ untuk memilih produk DCIM yang tepat dibutuhkan analisis yang
komprehensif.
Atas dasar itu, penulis menetapkan pertanyaan penelitian berikut:
Produk Data Center Infrastructure Management yang mana yang paling tepat
untuk memenuhi kebutuhan PT DSJ dalam meningkatkan efisiensi
infrastruktur data center ?
Berangkat dari pertanyaan penelitian tersebut, pada bab ini selanjutnya akan
dijabarkan tujuan, manfaat, dan ruang lingkup penelitian ini.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan, tujuan penelitian ini
dapat dirumuskan yaitu menentukan kriteria-kriteria yang berpengaruh dalam
pemilihan produk DCIM. Dari kriteria-kriteria tersebut dapat dibuat skala prioritas
dari produk DCIM yang tersedia yang paling tepat dalam memenuhi kebutuhan
PT DSJ dalam membantu mengelola data center.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi akedemisi maupun
PT DSJ sebagai pemangku kepentingan serta organisasi atau perusahaan yang
memiliki memiliki data center. Berikut uraian manfaat bagi berbagai pihak
tersebut :
a. Bagi akademisi, penelitian ini memberikan dasar untuk penelitian lebih lanjut
dan contoh dari penerapan metodologi Analytic Hierarchy Process dalam
melakukan pemeringkatan suatu produk.
b. Bagi PT DSJ penelitian ini dapat digunakan untuk membantu memberikan
panduan dalam memilih produk DCIM yang paling sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
12
Universitas Indonesia
c. Bagi Organisasi dan perusahaan yang memiliki atau mengoperasikan data
center dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam memilih
produk DCIM.
1.4 Ruang Lingkup Permasalahan
Keterbatasan sumber daya dan waktu membuat penelitian ini perlu dibatasi
dengan beberapa hal. Ruang lingkup penelitian ditentukan sebagai berikut:
a. Obyek rancangan data center ini adalah data center PT Data Sinergitama
Jaya yang berada di Jl Pajajaran no 17 Bogor.
b. Obyek perbandingan dibatasi pada lima produk DCIM yang ada di pasaran.
c. Wacancara dilakukan pada karyawan PT DSJ baik di level manajemen,
bagian operation maupun bagian pemasaran.
1.5 Sistematika Penulisan
Berikut ini merupakan gambaran singkat yang akan diberikan dalam membuat
karya akhir yang dibagi menjadi 6 Bab yang saling berhubungan dan berkaitan
satu sama lain, yakni sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang permasalahan pengelolaan data center di PT
Data Sinergitama Jaya, batasan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang studi literatur tentang definisi dan komponen
infratruktur data center, Power Usage Effectiveness dan faktor yang
mempengaruhinya, Data Center Infrastructure Management, teori
Analytic Hierarcy Process (AHP), penilaian kualitas perangkat lunak
bersadarkan standar ISO/IEC 25010 dan faktor non teknis serta kerangka
teori yang menjadi pedoman dalam penelitian ini.
BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode-metode yang digunakan secara terurut atau
melalui beberapa tahapan. Tahapan ini meliputi penelitian, pembelajaran
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
13
Universitas Indonesia
literatur, pengumpulan data, peralatan yang digunakan dalam menganalisis
setiap permasalahan yang ada.
BAB 4 : PROFIL ORGANISASI
Bab ini menjelaskan tentang sekilas profil dari perusahaan, visi dan misi
dan aktifitas bisnis sehari-hari.
BAB 5 : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan bagaimana teknik pengumpulan data, klasifikasi data,
dan penggunaan metode AHP untuk memeringkatkan masing-masing
kriteria dan alternatif pilihan, serta penggunaan alat untuk mengolah data.
BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menjelaskan hasil kesimpulan yang didapat dari penelitian ini, dan
saran perbaikan dan penelitian lanjutan yang seharusnya dilakukan.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
14 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini dibahas teori, penelitian terdahulu serta metodologi yang relevan
bagi penelitian ini. Pada akhir bab ini dirangkum semua teori yang digunakan
sebagai dasar pemikiran keseluruhan penelitian.
2.1 Definisi Data Center
Dengan semakin tergantungnya perusahaan terhadap Teknologi Informasi,
menyebabkan peningkatan kebutuhan akan Infrastruktur Teknologi Informasi
yang handal dan dapat di andalkan. Penempatan server-server yang menyediakan
layanan kritis bagi perusahaan di ruangan khusus yang memiliki dukungan
infrastruktur yang handal dipandang merupakan suatu kebutuhan yang harus
dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan layanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2012, yang dimaksud dengan
“pusat data (data center)” adalah: “Suatu fasilitas yang digunakan untuk
menempatkan Sistem Elektronik dan komponen terkaitnya untuk keperluan
penempatan, penyimpanan, dan pengolahan data” (Pemerintah Republik
Indonesia, 2012).
Sedangkan menurut Arregoces, data center adalah sebuah fasilitas yang
digunakan untuk menempatkan sistem komputer dan komponen pendukungnya,
seperti perangkat telekomunikasi dan sistem penyimpanan data. Pada umumnya
data center memiliki suplai listrik cadangan, koneksi komunikasi data berganda,
pengontrol kondisi ruangan (misal : suhu ruangan, kelembaban udara dan
pemadaman api) dan alat pengontrol keamanan (Arregoces, 2003).
2.2 Infrastruktur Data Center
Secara umum sebuah data center memiliki fasilitas ruangan, listrik,
pendingin/pengatur udara ruangan, pengkabelan, kontrol suhu dan kelembaban,
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
15
Universitas Indonesia
pemadam kebakaran, pembatasan akses fisik, rak server serta raised floor (Alger,
2005). Sedangkan menurut Snevely, fasilitas yang menjadi kriteria utama
pemilihan data center adalah: ruangan, listrik, pendingin dan jaringan komputer
(Snevely, 2002).
2.2.1 Ruangan Data Center
Ruangan data center adalah ruangan yang dikontrol kondisi lingkungannya yang
dipakai untuk menempatkan sumber daya komputasi yang kritis (Arregoces,
2003). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang ruangan data
center antara lain :
a. Area Servis merupakan area untuk menempatkan perangkat mekanik dan
listrik (unit distribusi listrik, pengatur suhu ruangan dan tangki pemadam
kebakaran). Karena perangkat mekanik dan listrik merupakan perangkat-
perangkat yang penting dalam pengoperasian data center dan menempati
area yang cukup besar, maka harus dialokasikan terlebih dahulu (Alger,
2005).
b. Area Komputer Server adalah area inti dari ruangan data center, area ini
yang menjadi dasar perhitungan kapasitas infrastruktur dan area yang lain.
Komputer Server ditempatkan di dalam rak-rak server. Ukuran rak
disesuaikan dengan kebutuhan server yang akan ditempatkan, biasanya
mengikuti ukuran standar yang sudah ada. Rak-rak tersebut di atur ke dalam
baris-baris dan dikelompokkan untuk memudahkan pemeliharaannya
(Alger, 2005).
c. Area Perangkat Jaringan adalah area untuk menempatkan perangkat-
perangkat jaringan yang menghubungkan antar server (Alger, 2005).
Walaupun jumlah perangkat jaringan biasanya lebih sedikit, tetapi dalam
perancangan ruangan data center harus mempertimbangkan kemudahan
dalam pemeliharannya.
d. Lorong antar rak juga merupakan bagian yang penting dalam merancang
ruangan data center. Selain berfungsi untuk memudahkan pergerakan orang
dan perangkat (Alger, 2005) dan (Uptime Institute Professional Services,
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
16
Universitas Indonesia
2010) serta pemindahan rak (Snevely, 2002), lorong juga berfungsi untuk
mengatur suhu ruangan dengan menempatkan secara berselang-seling
lorong dingin dan lorong panas (Sullivan R. F., 2002).
e. Raised Floor (lantai yang ditinggikan) berfungsi untuk menyalurkan udara
dingin dari pendingin ruangan dan mengarahkannya ke atas untuk
mendinginkan perangkat, sebagai jalur kabel listrik, jaringan serta
grounding (pentanahan). Raised floor juga menyediakan fondasi yang kuat
bagi perangkat-perangkat yang ada di data center (Snevely, 2002).
2.2.2 Sistem Kelistrikan
Keberlangsungan pasokan listrik bagi beban kritis data center sangat dipengaruhi
oleh berfungsinya seluruh komponen penyedia dan penjamin pasokan listrik yaitu:
catu listrik dari perusahaan listrik, pembangkit listrik, jalur distribusi,
Uninteruptable Power Supply (UPS) dan beterai cadangan (Patel, 2005).
Sedangkan menurut Snevely sistem distribusi tenaga listrik terdiri dari catuan
listrik utama ke dalam data center, trafo, panel distribusi listrik dengan circuit
breaker, kabel, sistem pentanahan, stop kontak, generator listrik, power supply
atau perangkat lain yang berhubungan dengan penyediaan listrik untuk data
center (Snevely, 2002).
Isolasi jalur distribusi listrik untuk ruangan server, pendingin ruangan dan alat
lainnya seperti lampu, lift dan alat-alat kantor penting dilakukan, agar gangguan
yang terjadi akibat kerusakan perangkat di luar ruang server tidak mempengaruhi
pasokan listrik pada ruang server (Alger, 2005).
Listrik adalah sumber daya utama untuk pengoperasian data center sehingga
dalam perancangan data center harus diperhitungkan dengan seksama.
Ketersediaan daya listrik harus digunakan sebagai dasar perhitungan ukuran dan
kapasitas data center secara keseluruhan. Kapasitas listrik yang direncanakan
harus memperhitungkan semua kebutuhan daya listrik dan juga memperhitungkan
pertumbuhan kebutuhan di masa mendatang (Sawyer, 2011). Strategi redundansi
juga mempengaruhi kebutuhan daya listrik (Wiboonrat, 2008). Berikut komponen
penghitungan kapasitas listrik menurut (Sawyer, 2011):
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
17
Universitas Indonesia
a. Beban kritis, yaitu beban utama data center yang terdiri dari server, data
storage (penyimpan data) serta perangkat telekomunikasi dan jaringan
komputer. Perhitungan beban kritis ini harus mempertimbangkan tren server
yang makin tinggi power density (kerapatan daya listriknya), dimana dalam
dimensi yang sama, kebutuhan daya listrikya makin tinggi (Alger, 2005).
b. Beban UPS, yang menjadi dasar perhitungan adalah efisiensi dari UPS dan
kapasitas tambahan yang dibutuhkan untuk mengisi baterai cadangan.
c. Beban penerangan atau lampu, untuk penerangan di seluruh ruangan
fungsional di data center. Biasanya besarnya beban penerangan dihitung
berdasarkan luas ruangan fungsional, dimana besarnya adalah 21.5 watt per
meter persegi.
d. Beban pendinginan, yaitu beban daya listrik yang digunakan untuk
mendinginkan ruangan data center. Jenis pengkondisi ruangan yang
digunakan mempengaruhi besarnya daya listrik yang dibutuhkan, dimana
penggunaan sistem pendingin air dapat mengurangi beban pendinginan.
e. Beban cadangan, untuk mengantisipasi pertumbuhan beban. Perangkat yang
digunakan secara periodik akan diganti dengan yang baru karena alasan
perbaikan atau peningkatan kapasitas. Kecenderungan yang ada semakin
lama kebutuhan listrik tiap perangkat selalu mengalami peningkatan.
2.2.2.1 Sumber Daya Listrik
Pasokan listrik utama ke data center biasanya didapatkan dari perusahaan listrik
setempat. Pasokan listrik dari perusahaan listrik setempat sering kali mengalami
gangguan, untuk mengatasi hal itu, maka pasokan dari lebih dari satu sumber
diperlukan untuk mengantisipasi gangguan (Telecommunication Industry
Association, 2005).
Sedangkan menurut (Uptime Institute Professional Services, 2012) gangguan
pasokan listrik tidak dianggap sebagai suatu kegagalan sistem, melainkan
merupakan kejadian yang sudah diprediksi. Oleh karena itu pasokan dari
perusahaan listrik tidak dipertimbangkan sebagai pasokan utama. Sumber listrik
dari generator yang sepenuhnya dalam pengendalian kita yang dianggap sebagai
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
18
Universitas Indonesia
sumber utama, walaupun tidak dipergunakan secara terus-menerus, sedangkan
pasokan dari perusahaan listrik digunakan sebagai alternatif yang lebih ekonomis.
Hal ini lebih cocok dengan kondisi di Indonesia, dimana hanya ada satu
perusahaan listrik, tidak dimungkinkan adanya sumber listrik dari perusahaan lain.
Generator harus dirancang sebagai sumber pasokan utama dan perangkat yang
digunakan harus dapat digunakan secara terus menerus tanpa memiliki operasi
selama waktu tertentu (Uptime Institute Professional Services, 2010).
Untuk menunjang operasional generator yang bekerja dalam waktu yang cukup
lama akibat gangguan pasokan dari perusahaan listrik, maka cadangan bahan
bakar harus disiapkan dalam jumlah yang cukup. Uptime Institute
mempersyaratkan cadangan bahan bakar yang cukup untuk beroperasi selama 12
jam (Uptime Institute Professional Services, 2012), sedangkan TIA
mempersyaratkan cadangan selama 4 jam sampai 60 hari (Telecommunication
Industry Association, 2005).
2.2.2.2 Uninterruptable Power Supply
Uninterruptable Power Supply (UPS) adalah perangkat yang kritis untuk
menjamin keberlangsungan layanan data center. Ketika terjadi gangguan pasokan
listrik UPS harus mampu menyediakan cadangan pasokan listrik untuk seluruh
beban perangkat TI (Snevely, 2002).
Selain berfungsi sebagai tenaga cadangan sementara selama perpindahan pasokan
listrik dari perusahaan listrik ke generator, UPS juga berfungsi sebagai penapis
lonjakan atau turunan tegangan listrik (Uptime Institute Professional Services,
2012).
Dalam perancangan UPS harus memperhitungkan kapasitas baterai cadangan,
dimana tenaga listrik cadangan yang disimpan harus dapat memenuhi kebutuhan
beban TI penuh minimal selama 5 sampai 30 menit (Telecommunication Industry
Association, 2005), yaitu dalam masa peralihan sumber daya listrik dari sumber
daya dari PLN ke generator.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
19
Universitas Indonesia
2.2.3 Sistem Pendingin
Server dan perangkat TI yang ditempatkan di dalam data center menghasilkan
panas ketika beroperasi. Agar server dapat bekerja dengan optimal, disamping
pasokan listrik, sebuah data center harus menyediakan sistem pengatur udara bagi
beban kritis yang ditempatkan di dalamnya.
Gambar 2.1 Manajemen Panas Sistem (ASHRAE, 2012)
Untuk menghindari kerusakan, server memiliki manajemen panas untuk merespon
suhu komponennya ketika beroperasi. Seperti yang terlihat pada gambar 2.1 batas
fungsional perangkat yang menggunakan komponen berbahan silikon adalah 85 –
105 derajat celcius, pada rentang tersebut server melakukan manajemen tenaga
dan kinerja (mengurangi kecepatan), dan pada suhu 15 – 25 derajat di atas suhu
tersebut server akan secara otomatis mematikan sistem (ASHRAE, 2012).
Produsen perangkat keras TI menggunakan panduan dari American Society of
Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) dalam
membuat spesifikasi prasyarat operasional perangkatnya. Selanjutnya panduan
prasyarat operasional perangkat keras diadopsi oleh operator data center dalam
menentukan titik setel (set point) ruangan data center. Suhu udara ruangan data
center dijaga pada suhu yang tepat menjamin keberlangsungan operasional
perangkat-perangkat yang ada di dalamnya. Suhu ruangan yang dingin diperlukan
bagi server dan perangkat elektronik lainnya agar dapat bekerja secara lebih
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
20
Universitas Indonesia
efisien dan memperpanjang usia komponen elektroniknya, pada umumnya suhu
ruangan dijaga sekitar 18.3 – 23.9° Celsius (Alger, 2005).
Selain suhu, kelembaban udara juga harus dijaga, kelembaban relatif udara di
dalam ruangan data center dijaga pada level 45-55%. Kelembaban yang tinggi
dapat mengakibatkan korosi perangkat elektronik, sedangkan kelembaban yang
rendah dapat mengakibatkan Electrostatic Discharge yang dapat merusak
komponen elektronik (Snevely, 2002).
Berdasarkan penelitian dari ASHRAE, pada umumnya produsen perangkat keras
dan operator data center tidak memperhatikan faktor efisiensi, dengan
mempraktekkan “semakin dingin semakin baik” dalam pengoperasian perangkat
dan data center (ASHRAE, 2011). Untuk menjawab tantangan penghematan
sumber daya, ASHRAE terus melakukan revisi panduannya, dimana prasyarat
kondisi suhu udara yang dapat diterima oleh perangkat terus meningkat dengan
memperhatikan ketahanan komponen terhadap perubahan suhu udara.
Menurut Tony Evans, secara fundamental sistem pendingin terdiri dari
infrastruktur sebagai berikut (Evans, 2012):
- Sistem penghilang panas (heat removal): adalah sistem yang tersusun dari
komponen-komponen yang bertugas untuk menghilangkan panas yang
dihasilkan oleh perangkat-perangkat IT di dalam data center.
- Distribusi udara (air distribution): pengaturan distribusi dan sirkulasi
udara dingin dan panas.
- Penempatan unit pendingin: agar dapat berfungsi dengan optimal, unit
pendingin harus ditempatkan pada tempat yang tepat. Penempatan unit
pendingin juga mempengaruhi efisiensi dari sistem pendingin.
2.2.3.1 Sistem Penghilang Panas (Heat Removal System)
Komponen aktif dari sistem pendingin adalah sistem penghilang panas. Sistem ini
berfungsi untuk menghilangkan panas udara di dalam ruangan data center yang
diakibatkan oleh perangkat TI ketika beroperasi. Setidaknya ada 13 macam teknik
penghilangan panas yang digunakan di data center yang dapat dirangkum seperti
dalam gambar 2.2 (Evans, 2012).
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
21
Universitas Indonesia
Gambar 2.2 Tipe-Tipe Sistem Penghilang Panas (Evans, 2012)
Perbedaan teknik yang digunakan tergantung dari jenis komponen penukar panas
di dalam dan diluar ruangan data center serta jenis media pengangkut panas baik
yang digunakan di dalam data center, di luar data center ataupun dari dan ke
dalam ruangan data center. Dengan hanya memperhatikan media pengangkut
panas saja, sistem penghilang panas dapat dibedakan menjadi (Snevely, 2002):
a. Sistem pendingin cair, menggunakan cairan sebagai media untuk
menyalurkan pemindahan panas. cairan yang digunakan bisa berupa air
ataupun glycol. Keuntungan dari sistem ini adalah biaya operasional yang
lebih rendah, tetapi kelemahannya adalah biaya investasi awal yang tinggi
karena harga perangkat yang lebih mahal (Evans, 2012). Selain sistem ini
juga meningkatkan resiko dengan adanya cairan di dalam ruangan .
b. Sistem pendingin kering, menggunakan udara atau refrigeran (Freon)
sebagai media untuk menyalurkan perpindahan panas. Pendinginan dengan
menggunakan udara disebut juga free cooling, yaitu memanfaatkan udara
bebas untuk mendinginkan ruangan. Sistem ini membutuhkan biaya
operasional yang rendah karena membutuhkan minimal untuk memindahkan
panas, tetapi sangat tidak handal karena kapasitas pendinginannya terbatas.
Sistem pendingian dengan refrigeran/freon membutuhkan biaya operasional
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
22
Universitas Indonesia
yang lebih tinggi dibanding sistem cair, tetapi biaya investasi yang lebih
rendah (Evans, 2012).
Gambar 2.3 Chilled Water System (Evans, 2012)
Untuk data center yang besar, biasanya digunakan Chilled Water System seperti
pada gambar 2.3, karena sistem ini mempunyai kapasitas pendinginan yang besar,
mudah dilakukan rekayasa untuk meningkatkan kehandalan serta lebih ekonomis.
Sifat air yang mudah dialirkan juga mempunyai keuntungan yaitu satu mesin
chiller dapat digunakan bersama untuk menyuplai banyak mesin pendingin
ruangan komputer (Computer Room Air Conditioner, CRAC) bahkan untuk mesin
yang berada di ruangan yang berbeda-beda (Evans, 2012).
2.2.3.2 Sistem Distribusi dan Sirkulasi Udara
Sistem pendinginan hanya dapat dilakukan jika ditunjang oleh sistem distribusi
dan sirkulasi udara yang baik. Distribusi dan sirkulasi disini yang dimaksud
adalah distribusi udara dingin dari mesin pendingin untuk disalurkan ke
perangkat-perangkat TI. Selanjutnya udara panas disekitar perangkat TI dibawa ke
mesin CRAC untuk diserap panasnya dan dibuang keluar ruangan data center.
Tipe sistem ditribusi udara yang digunakan tergantung dari jenis lantai data
center, apakah digunakan raised floor atau tidak.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
23
Universitas Indonesia
Penggunaan raised floor dapat meningkatkan efisiensi, dimana aliran distribusi
udara menjadi lebih baik. Udara dingin di alirkan dari bawah raised floor ke atas
sedangkan udara panas mengalir dari atas rak kembali ke CRAC. Pola aliran
seperti ini lebih sesuai dengan sifat udara (Snevely, 2002). Tinggi dari raised floor
disesuaikan dengan kondisi di bawah raised floor. Jika kondisi di bawah raised
floor bebas halangan, maka tinggi minimumnya adalah 60.96 centimeter.
Sedangkan jika aliran udara dingin terhalang oleh jalur kabel atau pipa pendingin,
maka tinggi minimumnya adalah 76 centimeter (Sullivan R. F., 2005).
Paktek lain yang dapat meningkatkan efisiensi pengkondisian udara adalah
dengan pengaturan lorong dingin dan lorong panas. Lorong dingin adalah lorong
dimana lantainya terdapat lubang-lubang kecil untuk menyalurkan udara dingin
dari CRAC melalui bawah raised floor ke atas. Pada lorong dingin, rak-rak diatur
sedemikian hingga server diletakkan berhadapan, sehingga udara dingin dari
bawah raised floor dapat langsung disedot oleh server untuk mendinginkan
dirinya (Gambar 2.4). Lebar lorong dingin dibuat 1.21 meter dengan 2 ubin yang
bisa dibuka, jarak antar lorong dingin adalah 4.27 – 4.88 meter (Sullivan R. F.,
2005).
Sedangkan lorong panas adalah lorong dimana udara panas dilewatkan, pada
lorong ini server-server diletakkan saling membelakangi dan ubin raised floor
tidak memiliki lubang (Sullivan R. F., 2002). lebar lorong panas dibuat 91.44
centimeter dengan satu ubin yang dapat dibuka (Sullivan R. F., 2005).
Gambar 2.4 Lorong Dingin-Panas (Sullivan R. F., 2002)
Gambar 2.5 memuat secara lengkap teknik-teknik distribusi yang terdiri dari 9
jenis teknik yang dibedakan dari tipe saluran sediaan dan kembalian udara yang
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
24
Universitas Indonesia
digunakan (Rasmussen, Air Distribution Architecture Options for Mission Critical
Facilities, 2003).
Gambar 2.5 Tipe-Tipe Distribusi Udara (Rasmussen, 2003)
2.2.3.3 Penempatan Unit Pendingin
Strategi penempatan unit pendingin sangat berpengaruh pada optimalisasi sistem
pendinginan. Ada beberapa strategi penempatan unit pendingin yaitu : berorientasi
pada ruangan, berorientasi pada baris dan berorientasi pada rak (Dunlap &
Rasmussen, 2006).
Pada gambar 2.6 terlihat perbedaan strategi penempatan unit pendingin. Untuk
penempatan yang berorientasi pada ruangan, jumlah dan kapasitas mesin CRAC
yang disediakan dihitung dari kapasitas total yang dibutuhkan untuk
mendinginkan seluruh ruangan. Biasanya strategi ini dipakai pada data center
dengan tipe perangkat TI yang tidak seragam jenis dan kapasitasnya. Hal yang
harus diperhatikan adalah mesin CRAC harus diletakkan di ujung baris rak server,
diusahakan berada pada lorong panas dan jarak terjauh rak dengan CRAC adalah
15.24 meter (Sullivan R. F., 2005).
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
25
Universitas Indonesia
Gambar 2.6 Tipe-Tipe Penempatan Unit Pendingin (Dunlap & Rasmussen, 2006)
Pada strategi penempatan yang berorientasi pada baris, setiap mesin CRAC
didedikasikan untuk mendinginkan satu baris tertentu. Mesin CRAC dapat
diletakkan diantara rak, diletakkan di atas rak atau dibawah raised floor.
Kelebihan dari strategi ini dibandingkan dengan yang berorientasi ruangan adalah
jalur aliran udara yang lebih pendek, sehingga efisiensi lebih meningkat.
Strategi penempatan berorientasi rak dilakukan dengan menempatkan unit
pendingin di tiap rak. Strategi ini lebih sederhana dan paling fleksibel jika
dibandingkan dengan kedua strategi yang lain. Hanya saja redundansi juga harus
dilakukan di tiap rak, bukan di tiap baris ataupun keseluruhan ruangan.
Perkembangan perangkat TI yang terjadi saat ini adalah dimensi perangkat
semakin kecil sedangkan konsumsi daya listriknya semakin meningkat, sehingga
kerapatan daya rak juga semakin meningkat (Uptime Institute, 2012).
Perbandingan strategi pemenpatan unit pendingin dengan kerapatan daya tiap rak
dapat dilihat pada gambar 2.7.
Penempatan yang berorientasi ruangan mempunyai efisiensi CRAC yang tinggi
untuk kerapatan rak yang rendah, tetapi tidak bisa digunakan pada rak dengan
kerapatan daya yang sangat tinggi, biaya pengoperasiannya pun sangat tinggi pada
jika digunakan pada data center yang memiliki kerapatan daya yang tinggi karena
semakin rapat efisiensinya makin rendah dan membutuhkan daya listrik yang
lebih besar.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
26
Universitas Indonesia
Gambar 2.7 Perbandingan Strategi Penempatan dengan Kerapatan Energi Rak (Dunlap &
Rasmussen, 2006)
Untuk penempatan unit pendingin di dalam rak, biaya operasional konstan karena
efisiensi CRAC juga konstan. Sedangkan penempatan unit pendingin yang
berorientasi baris biaya operasional semakin menurun karena semakin rapat
efisiensi CRAC juga meningkat (Dunlap & Rasmussen, 2006).
2.3 Efisiensi Infrastuktur Data Center
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi adalah ketepatan cara (usaha,
kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya)
(http://kamusbahasaindonesia.org/efisiensi). Sedangkan menurut kamus Webster
efisiensi adalah kemampuan untuk menghasilkan efek yang diinginkan, produk
dan sebagainya dengan usaha yang minimum, biaya atau limbah
(http://www.merriam-webster.com/dictionary/efficiency).
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
27
Universitas Indonesia
Secara umum efisiensi data center diukur dari perbandingan energi yang
ditransfer ke parangkat TI dari energi yang masuk ke dalam data center sercara
keseluruhan. Uptime Institute mengukur efisiensi data center sebagai Site
Infrastructure Energy Efficiency Ratio (SI-EER) yang merupakan perbandingan
antara konsumsi listrik total data center dibandingkan dengan konsumsi listrik
perangkat TI (Brill, Data Center Energy Efficiency and Productivity, 2007).
Perbandingan yang sama digunakan oleh Belady dan Malone dalam mengukur
efisiensi data center yang disebut dengan Power Usage Effectiveness (PUE) atau
kebalikannya disebut dengan Data Center Infrastructure Efficiency (DCiE)
(Malone & Belady, 2006).
Gambar 2.8 Pengukuran Efisiensi Data Center (Bellady, Rawson, Pfleuger, & Cader, 2008)
Perhitungan yang mirip juga digunakan oleh Energy Star dengan mendefinisikan
PUE Sumber :
Perhitungan efisiensi dengan menggunakan PUE atau SI-EER hanya secara kasar
memperhitungkan efisiensi dari data center berdasarkan konsumsi energi dari
perangkat TI. Beberapa organisasi mengembangkan metrik efisiensi data center
yang lebih komprehensif dengan memperhatikan kinerja terpakai (useful work)
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
28
Universitas Indonesia
yang dihasilkan oleh data center dibanding unit tenaga atau energi yang
dibutuhkan. Sebagai contohnya Data Center Productivity dan Data Center Energy
Productivity yang dikembangkan oleh The Green Grid serta Corporate Average
Data Center Efficiency oleh Uptime Institute (VanGeet, 2011). Pengembangan
yang lain adalah yang direkomendasikan oleh Data Center Efficiency Task Force
dipelopori oleh The Green Grid yang membagi PUE menjadi PUE0 sampai
dengan PUE3 dengan variasi pengukuran yang lebih spesifik untuk memudahkan
perbaikan pada aspek tertentu (Data Center Efficiency Task Force, 2011).
Dengan menggunakan perhitungan yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 semakin
kecil angka SI-EER atau PUE maka semakin besar tingkat efisiensinya, karena ini
berarti energi yang dibutuhkan diluar kebutuhan perangkat TI dapat ditekan.
Sebuah data center yang ideal adalah yang konsumsi energinya seluruhnya
digunakan untuk memproses permintaan komputasi. Permintaan komputasi data,
secara terperinci bisa terdiri dari eksekusi komputasi oleh CPU, pengaksesan
memory dan media penyimpanan serta pertukaran data melalui jaringan.
Kenyataannya ada juga energi yang dibutuhkan untuk mendukung komputasi
tersebut misalkan energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan server, penerangan
dan kebutuhan lain-lain.
Gambar 2.9 Alur Distribusi Daya dan Kerugian di Data Center (Newcombe, Data Centre
Energy Efficiency Metrics, 2010)
Gambar 2.9 menggambarkan secara sederhana aliran sumber daya di dalam data
center. Dengan bantuan diagram tersebut dapat ditelusuri sumber inefisiensi untuk
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
29
Universitas Indonesia
keperluan perbaikan. Sebuah data center dapat dikatakan memiliki efisiensi yang
tinggi jika memiliki PUE ≤ 1.4 atau DCiE ≥ 0.7 (VanGeet, 2011).
Selain tekanan kepentingan bisnis, alasan operator data center untuk
meningkatkan efisiensi data center karena adanya regulasi yang mendorong
pengoperasian data center yang lebih efisien. Seperti yang terjadi di Amerika
Serikat (Brill, Data Center Energy Efficiency and Productivity, 2007), Inggris dan
Uni Eropa (Aggar, 2011).
2.4 Peningkatan Efisiensi Data Center
Sebagian besar pengukuran efisiensi di atas berfokus pada aspek energi, padahal
kapasitas sebuah data center selain diukur dari besarnya energi yang tersedia, juga
dikukur dari kapasitas ruangan yang bisa digunakan. Berdasarkan survei yang
dilakukan oleh Future Facilities tahun 2011, dalam skala global, jumlah energi
data center yang tidak dapat digunakan sebesar 30% atau 4.65GW dari 15.5GW,
sedangkan jumlah kapasitas ruangan data center yang tidak dapat dimaanfaatkan
sebesar 2.87 juta meter persegi (Ikemoto, Warner, Docca, & Moezzi, 2012).
Untuk meningkatkan efisiensi sebuah data center harus dilakukan evaluasi dan
perbaikan secara menyeluruh baik dalam disain dan operasional data center.
Menurut kajian McKinsey beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
efisiensi data center adalah sebagai berikut (Kaplan, Forrest, & Kindler, 2008) :
1. Meninjau kembali kebijakan bisnis, termasuk seberapa besar data yang
disimpan, analisis apa yang dilakukan, transaksi mana yang harus dilakukan
secara real-time dan aplikasi mana yang memiliki kemampuan disaster
recovery.
2. Mengurangi kebutuhan sumber daya dengan melakukan tuning aplikasi dan
re-architechture.
3. Memperbaiki utilisasi aset infrastruktur dengan memperbaiki disain solusi,
virtualisasi, penggabungan aplikasi dan de-commisioning server.
4. Memperbaiki utilisasi fasilitas data center dengan memperbaiki prediksi
kebutuhan dan manajemen kapasitas.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
30
Universitas Indonesia
5. Optimalisasi fasilitas yang sudah ada (misal: pengurangan pendinginan
untuk baris panas, pengaturan kembali susunan perangkat untuk
memperbaiki utilisasi ruangan).
6. Optimalisasi disain data center baru (misalnya rancangan pipa disesuaikan
untuk memanfaatkan pendingingan di musim dingin).
7. Meletakkan tugas tanggung jawab pada pembuat keputusan di bidang
teknologi (misal: CIO) atas fasilitas data center, termasuk dalam hal
pengambilan keputusan, kapasitas, biaya dan dampak lingkungan.
8. Mengimplementasikan pengukuran efisiensi energi data center.
Uptime Institute memberikan panduan yang lebih terstruktur tentang apa saja
yang bisa dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dengan membaginya menjadi
dua macam kategori: inisiatif TI dan inisisiatif prasarana (facility initiative) (Brill
& Stanley, IT and Facilities Initiatives for Improved Data Center Efficiency,
2009).
Tabel 2.1 Ringkasan Perbaikan Efisiensi
Sumber : IT and Facilities Initiatives for Improved Data Center Efficiency, Uptime Institute, 2009
Summary of IT and Facility Efficiency Initiatives
IT Initiatives Facility Initiatives
Kill “comatose” servers and storage
Reduce or eliminate uneconomic
demand for new applications
Implement virtualization
Select energy efficient IT hardware
Enable power save features
Correctly set temperature and humidity
control points
Match the number of cooling units the
the actual heat load
Make sure all cooling units can deliver
their rated capacity
Deliver cold air where it is needed
Eliminate humidification and
dehumidification
Lebih jauh McKinsey dan Uptime Institute membuat metrik baru dalam mengukur
efisiensi data center perusahaan rata-rata (Corporate Average Datacenter
Efficiency, CADE), yang merupakan gabungan dari efisiensi TI dan efisiensi
prasarana.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
31
Universitas Indonesia
Gambar 2.10 Corporate Average Data Center Efficiency
Sumber: Revolutionizing Data Center Efficiency, Uptime Institute, 2008
Di dalam metrik ini (gambar 2.10) efisiensi baik TI maupun prasarana tidak hanya
ditentukan oleh tingkat efisiensinya tetapi ditentukan pula utilisasi asetnya.
Dalam penelitian ini penulis hanya membahas efisiensi prasarana, karena sebagai
penyedia data center bagi pihak ketiga PT DSJ tidak bertanggung jawab atas
pengelolaan aset TI yang menjadi tanggung jawab perusahaan pengguna data
center.
Efisiensi prasarana ditentukan oleh efisiensi aset data center, sedangkan efisiensi
energi data center berdasarkan rekomendasi dari Uptime Institute lebih banyak
berhubungan dengan sistem pendiginan karena untuk sistem kelistrikan, begitu
terpasang, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk memperbaiki efisiensinya.
Dalam hal sistem kelistrikan yang dapat dilakukan hanyalah merubah beban
perangkat TI, sedangkan mengganti perangkat listrik dengan yang lebih efisien
terlalu mahal dan berisiko (Brill & Stanley, IT and Facilities Initiatives for
Improved Data Center Efficiency, 2009).
2.4.1 Optimalisasi Aset Data Center
Berdasarkan penelitian dari Future Facilities, berkurangnya efisiensi aset data
center disebabkan oleh fragmentasi dari penggunaan aset data center yang terdiri
dari ruangan, listrik dan pendingin. Fragmentasi disebabkan oleh operator data
center melanggar asumsi beban yang ditetapkan pada saat proses perancangan.
Salah satu contohnya adalah operator data center telah menetapkan asumsi
kerapatan daya rak, ternyata setelah diimplementasikan, asumsi tersebut salah.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
32
Universitas Indonesia
Kesalahan tersebut dapat menyebabkan fragmentasi baik kapasitas ruangan
maupun kapasitas listrik tergantung dari perkiraan yang dibuat terlalu rendah atau
terlalu tinggi. Hasilnya adalah kehilangan kapasitas data center yang bisa dipakai
(Ikemoto, Warner, Docca, & Moezzi, 2012).
Gambar 2.11 Fragmentasi Data Center (Ikemoto, Warner, Docca, & Moezzi, 2012)
Fragmentasi diilustrasikan pada gambar 2.11, dimana pada saat perancangan di
dibuat asumsikan kerapatan daya tiap rak. Berdasarkan asumsi ini dihitung
kapasitas perangkat kelistrikan dan pendingin sehingga pemakaian aset baik
ruangan, listrik dan pendingin dapat dioptimalkan. Ternyata setelah beban
dipasang kerapatan rak tidak sesuai dengan asumsi. Untuk rak-rak dengan
kerapatan yang lebih rendah dari yang diperkirakan terjadi kelebihan kapasitas
listrik dan pendingin. Kelebihan itu tidak bisa dimanfaatkan karena kapasitas
ruangan sudah habis dan tidak bisa ditambah. Untuk kerapatan rak yang lebih
tinggi dari yang diperkirakan, terjadi kekurangan kapasitas listrik dan pendingin
serta kelebihan kapasitas ruangan yang tidak bisa dimanfaatkan.
Untuk itu aset data center harus selalu dipantau agar pembebanannya dapat
diseimbangkan dan menghindari terjadinya kapasitas terlantar (stranded
capacity). Kapasitas terlantar adalah kapasitas yang tidak bisa dimanfaatkan
akibat kesalahan perancangan ditandai dengan kekurangan salah satu dari
kapasitas ruangan, listrik atau pendingin (Rasmussen, Power and Cooling
Capacity Management for Data Centers, 2012). Berikut contoh indikasi dari
adanya kapasitas terlantar :
- Power Distribution Unit (PDU) memiliki kapasitas yang cukup, tetapi
kekurangan slot untuk MCB, sehingga tidak bisa dialokasikan.
- Kapasitas ruangan masih tersisa, tetapi kapasitas listrik sudah habis.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
33
Universitas Indonesia
- Beberapa PDU kelebihan beban, sedang yang lain kekurangan
- Unit pendingin ditempatkan pada area yang salah.
- Beberapa area telalu panas, sedang area lain terlalu dingin.
2.4.2 Peningkatan Efisiensi Energi Data Center
Seperti yang telah disebutkan, peningkatan efisiensi energi di dalam data center
lebih banyak dilakukan dengan melakukan penyesuaian dalam sistem pendingin.
Salah satu penyesuaian penting dan paling mudah dilakukan dalam sistem
pendinginan yang berdampak besar pada peningkatan efisiensi adalah penentuan
titik setel pengaturan suhu dan kelembaban yang tepat.
Kebanyakan operator data center melakukan kesalahan dengan mengukur suhu
pada bagian keluaran perangkat TI. Jika suhu pada bagian keluaran dijaga pada
titik 22 derajat, maka akibatnya suhu pada bagian pemasukan berada pada titik 15
derajat atau lebih rendah. Hasilnya sistem pendingin akan bekerja lebih keras dan
membutuhkan lebih banyak energi. Praktek yang paling tepat adalah mengatur
suhu udara yang akan masuk kedalam perangkat TI bukan pada bagian keluaran
(Brill & Stanley, IT and Facilities Initiatives for Improved Data Center Efficiency,
2009).
Titik setel suhu dan kelembaban juga dapat ditingkatkan pada titik maksimal yang
dapat ditolerir oleh perangkat. Rekomendasi ASHRAE tentang ketinggian titik
setel yang dapat diterima oleh perangkat juga selalu mengalami revisi, dimana
terdapat peningkatan (ASHRAE, 2011), seperti yang terlihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbandingan Rekomendasi ASHRAE 2004 vs 2008
Sumber : ASHRAE, 2009
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
34
Universitas Indonesia
Jika rekomendasi tahun 2008 toleransi suhu operasional adalah 18 – 27 derajat
celcius, operator data center memutuskan untuk membuat batasan suhu 20 – 25
derajat celcius, maka titik tengahnya adalah 22.5. Titik tersebut dijadikan sebagai
titik setel. Pada tahun 2011 ASHRAE merevisi rekomendasinya dengan
memperlebar toleransi suhu operasional antara 15 - 32 derajat celcius (ASHRAE,
2011), dan operator data center membuat batasan suhu 22 – 30 derajat celcius,
sehingga titik setelnya menjadi 26 atau naik 3.5 derajat.
Kenaikan titik setel 3.5 derajat tersebut berdampak besar karena terjadi efek
domino kenaikan di unit CRAC, chilled water dan mesin chiller (Newcombe,
Analysis of data centre cooling energy efficiency, 2011). Gambaran pemborosan
energi akibat titik setel sistem pendingin yang tidak tepat seperti terlihat dalam
gambar 2.12, dimana Delta-T adalah perbedaan suhu antara titik setel dengan suhu
terendah dalam sistem pendingin. Jika titik setel dinaikkan, maka Delta-T akan
turun, besarnya Delta-T berbanding lurus dengan besarnya energi yang
dibutuhkan dalam melakukan pendinginan.
Gambar 2.12 Pemborosan energi akibat titik setel yang tidak tepat
Sumber : (Newcombe, Analysis of data centre cooling energy efficiency, 2011)
Sumber pemborosan lain dalam sistem pendingin adalah distribusi udara yang
kurang baik. Jika tidak dilakukan pengaturan distribusi udara yang baik, maka
udara panas yang dikeluarkan oleh perangkat TI akan kembali masuk ke dalam
ruangan dan bercampur dengan udara dingin. Akibatnya mesin pendingin akan
bekerja lebih keras dan membutuhkan lebih banyak energi (Newcombe, Analysis
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
35
Universitas Indonesia
of data centre cooling energy efficiency, 2011) dan (Tschudi, Mills, Greenberg, &
Rumsey, 2006).
Gambar 2.13 Isolasi lorong dingin dan lorong panas.
Untuk mencegah bercampurnya udara panas dengan udara dingin dapat dilakukan
dengan melakukan isolasi baik pada lorong panas maupun lorong dingin (Gambar
2.13). Menurut Niemann keuntungan isolasi lorong dingin atau panas adalah
(Niemann, 2008) :
- Memungkinkan peningkatan titik setel: dengan adanya isolasi maka titik
setel bisa ditingkatkan dan sebagai akibatnya energi bisa dihemat.
- Mengurangi biaya proses humidifikasi/dehumidifikasi (pengaturan
kelembaban udara): jika udara panas langsung dibawa ke CRAC, maka
tidak ada kelembaban yang ikut terbawa, dengan tidak adanya kelembaban
yang diambil dari data center, maka tidak perlu dilakukan proses
penambahan kelembaban/humidifikasi (tidak berlaku di daerah tropis
dengan kelembaban tinggi)
- Secara umum memperbaiki struktur fisik data center sehingga dapat
membantu peningkatan utilisasi dari perangkat pendingin.
Praktek lain yang dapat meningkatkan efisiensi energi data center adalah dengan
melakukan pendinginan hanya sesuai dengan kebutuhan saja. Pendinginan
dilakukan secara tepat baik dalam jumlah unit mesin pendingin yang dioperasikan,
kapasitas maupun titik mana yang perlu didinginkan (Brill & Stanley, IT and
Facilities Initiatives for Improved Data Center Efficiency, 2009). Agar
pendinginan dapat dilakukan dengan tepat harus dilakukan pemantauan dan
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
36
Universitas Indonesia
pengukuran secara terus menerus (Rasmussen, Power and Cooling Capacity
Management for Data Centers, 2012).
2.5 Data Center Infrastructure Management
Berdasarkan kajian McKinsey tahun 2008, penyebab ketidakefisienan data center
dapat dikelompokan menjadi dua penyebab utama yaitu “buruknya manajemen
kapasitas TI” dan “kurangnya pengawasan dari pimpinan TI” (Ulichnie, 2008).
Menurut Ulichnie kedua hal tersebut dapat diatasi dengan menerapkan prinsip-
prinsip best practice yang terdapat dalam Information Technology Infrastructure
Library (ITIL). Configuration Management dalam ITIL dapat diterapkan dalam
mengatasi “buruknya manajemen kapasitas TI”. Sedangkan pengawasan oleh
pimpinan TI juga merupakan salah satu prinsip yang diterapkan dalam ITIL. Di
dalam ITIL di atur bagaimana problem dibuat strukturnya, perubahan dan
manajemen konfigurasi dikombinasikan dengan pengukuran kinerja untuk
memperoleh data kuantitatif yang dapat digunakan oleh eksekutif melakukan
tinjauan dan aksi (Ulichnie, 2008).
Gambar 2.14 ITIL Versi 3
Sumber: An Introductory Overview of ITIL® V3 (Cartlidge, Hanna, Rudd, Macfarlane,
Windebank, & Rance, 2007)
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
37
Universitas Indonesia
Gambar 2.14 menunjukkan prinsip-prinsip dari ITIL yang dapat diterapkan dalam
pengelolaan infrastruktur data center secara keseluruhan.
Dalam konteks data center, David Cole memetakan komponen utama dalam
pegelolaan data center menjadi beberapa proses yang saling terkait dan dilakukan
secara terus menerus, dimulai dari analisis prakiraan, perencanaan, disain,
pengoperasian, pemantauan, kembali lagi ke proses analisis dan seterusnya
(gambar 2.15) (Cole, 2012).
Gambar 2.15 Komponen Manajemen Data Center
Sumber: Data Center Knowledge Guide to DCIM, 2012
Tool yang dapat digunakan oleh operator data center untuk mengoperasikan
secara efektif dan efisien sistem yang kompleks ini dikelompokkan ke dalam
solusi yang secara kolektif dikenal dengan Data Center Infrastructure
Management (DCIM) (Cole, 2012). Menurut Villars, DCIM digunakan sebagai
tool manajemen untuk mengelola seluruh aspek data center, menyediakan cara
pandang yang sama terhadap kondisi saat ini yang dibutuhkan untuk
meningkatkan efisiensi infrastruktur data center maupun utilisasi aset TI.
Implementasi DCIM yang baik dapat membantu operator data center dalam
meningkatkan pemanfaatan kapasitas yang tersedia, menghindari biaya
pembangunan dan ekspansi yang terlalu mahal dan mengoptimalkan kinerja TI
dalam menghadapi kompleksitas yang makin meningkat, memungkinkan
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
38
Universitas Indonesia
organisasi untuk dapat segera mengambil manfaat dari inovasi bisnis (Villars,
2012).
Gartner mendefinisikan DCIM sebagai tool untuk memantau, mengukur,
mengelola dan atau mengatur penggunaan data center dan konsumsi seluruh
perangkat yang berhubungan dengan TI (misalnya server, penyimpanan data dan
perangkat jaringan), dan komponen infrastruktur data center (Cole, 2012).
Gambar 2.16 DCIM menjembatani TI dengan Infrastruktur Data Center
Seperti yang tergambar dalam gambar 2.16, DCIM membantu dalam mengelola
data center secara menyeluruh, mengkonsolidasikan data sebagai acuan yang
sama dalam melakukan perancangan, pengoperasian, pengukuran, pemantauan
serta evaluasi komponen TI dan infrastruktur data center.
Ada berbagai macam model DCIM yg diusulkan, Gartner dan Forrester
mengusulkan model yang lebih konseptual, Model Gartner terdiri dari input,
proses, output serta kontrol. Model yang lebih komprehenfif diusulkan oleh Group
451 dengan merincikan komponen-komponen fungsional DCIM seperti yang
tergambar dalam gambar 2.17 (Cole, 2012).
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
39
Universitas Indonesia
Gambar 2.17 Model DCIM Group 451 (Cole, 2012)
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh IDC, pada tahun 2011 setidaknya ada
20 penyedia solusi DCIM dan proses pemilihan penyedia DCIM menjadi semakin
kompleks (Broderick, 2012). Diperkirakan jumlah penyedia solusi DCIM akan
semakin bertambah, data center yang menggunakan DCIM pada tahun 2014 juga
akan meningkat menjadi 60% dari angka 1% pada tahun 2010 (Cappuccio, 2010).
Meskipun komponen-komponen DCIM yang ditawarkan oleh penyedia solusi
DCIM hampir sama, tetapi setiap penyedia mempunyai penekanan aspek
manajemen yang berbeda-beda. Untuk itu operator data center harus memilih
produk DCIM yang paling sesuai dengan karakter data centernya (Cole, 2012).
Sebagai contoh data center A adalah data center yang lebih tua usianya. Data
center A tidak mempunyai PDU yang menggunakan meter, jadi tidak bisa
dipantau penggunaannya. Selama ini data-data aset infrastruktuk data center
tersebar dalam bentuk spreadsheet diagram Visio dan AutoCAD. Tujuan data
utama center A menerapkan DCIM adalah melakukan pelacakan aset dengan baik
untuk memudahkan pemanfaatan dan pemeliharaannya.
Data center B adalah data center baru, komponen infrastrukturnya seperti PDU
dan CRAC mempunyai meter dan bahkan bisa dibaca dan dikendalikan melalui
jaringan. Sistem virtualisasi perangkat TI juga diterapkan di data center ini,
sehingga perubahan dukungan energi listrik dan pendingin sangat dinamis. Tujuan
data center B menerapkan DCIM adalah agar dengan cepat merespon perubahan
kebutuhan TI secara realtime.
Untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut tidak bisa disamaratakan, karena
karakteristik solusi yang diingikan juga berbeda. Sedangkan biaya investasi yang
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
40
Universitas Indonesia
harus dikeluarkan untuk implementasi DCIM juga tidak sedikit. Menurut Gartner,
biaya implentasi DCIM untuk data center seukuran 464 m2 bisa mencapai ratusan
ribu dollar (Cole, 2012). Untuk itu pemilihan produk DCIM yang tepat harus
dilakukan agar investasi yang besar tidak terbuang atau tidak dapat memberikan
manfaat seperti yang direncanakan.
2.6 Analytic Hierarchy Process
Proses pengambilan keputusan dalam menentukan pilihan atas beberapa pilihan
yang ada dapat dilakukan dengan cara membandingkan pilihan berdasarkan
kriteria maupun sub-kriteria yang ada. Dari berbagai kriteria dan sub-kriteria yang
ada dilakukan penentuan skala prioritas yang menjadi patokan pembobotan
penilaian berdasarkan kriteria tersebut. Teknik pengambilan keputusan dengan
cara sistematis seperti di atas dikenal dengan Analytic Hierarchy Process yang
dikembangkan oleh Thomas L Saaty. Inti dari proses ini adalah membuat skala
perbandingan mana kriteria yang lebih penting dari kriteria-kriteria perbandingan
yang ada (Saaty, 2008).
Gambar 2.18 Model AHP (Saaty, 2008)
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
41
Universitas Indonesia
Langkah-langkah yang di ambil untuk mengambil keputusan dapat
dikelompokkan dalam beberapa kegiatan sebagai berikut :
1. Definisikan masalah dan solusi apa yang akan kita cari.
2. Susun hirarki pengambilan keputusan mulai dari tujuan dari keputusan,
kemudian pertimbangan dari perspektif yang lebih luas, selanjutnya
pertimbangan menengah, yaitu kriteria yang bisa terbentuk dari beberapa
sub-kriteria sampai ke pertimbangan yang paling rendah (biasanya berupa
beberapa pilihan).
3. Buat sebuah matriks perbandingan berpasangan. Tiap elemen dari level
yang atas digunakan untuk membandingkan elemen-elemen yang tepat
dibawahnya (elemen-elemen penyusunnya).
4. Gunakan prioritas yang didapat dari perbandingan-perbadingan di atas
untuk menimbang bobot dari prioritas kriteria yang tepat dibawahnya.
Lakukan untuk setiap elemen. Kemudian dari setiap element dibawahnya
jumlahkan semua nilai yang sudah diberikan bobot sebagai prioritas
global atau keseluruhan. Lanjutkan proses pembobotan dan penjumlahan
sampai kita dapatkan nilai prioritas final dari tingkat yang paling bawah,
yaitu sampai pada alternatif pilihan yang ada
Dalam melakukan perbandingan berpasangan untuk mendapatkan konsistensi
pemeringkatan digunakan rasio konsistensi (Consistency Ratio, CR). Dimana
pemeringkatan dengan rasio konsistensi kurang dari 10%, maka pemeringkatan
tersebut bersifat obyektif dan valid, bila lebih besar dari 10% berarti pada
pemeringkatan tersebut terdapat inkonsistensi atau ketidakkonsistenan pada saat
pembobotan. Sedangkan preferensi diukur dan diberi skor 1 sampai 9, seperti
yang terncantum dalam tabel 2.3.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
42
Universitas Indonesia
Tabel 2.3 Nilai Pembobotan dan Kriteria Alternatif
Derajat Definisi Penjelasan
1 Sama penting Dua alternatif berkontribusi sama atas satu kepentingan
3 Secara moderat lebih penting Satu alternatif sedikit lebih disukai di atas yang lain
5 Kuat kepentingannya Satu alternatif sangat mendukung satu tujuan di atas
yang lain
7 Sangat kuat kepentingannya Sebuah alternatif lebih disukai lebih dari yang lain dan
bersifat dominan
9 Penting Ekstrim Satu alternatif memiliki preferensi paling tinggi
2,4,6,8 Skor Antara nilai antara skor di atas dan bawahnya
Metode AHP sebagai alat untuk memudahkan pengambilan keputusan dalam
situasi yang melibatkan banyak kriteria atau Atibut (Multi Criteria Dicision
Making, MCDM atau Multi Attribute Dicision Making, MADM) dalam kehidupan
sehari-hari telah banyak dilakukan, seperti dalam perencanaan perusahaan,
pemilihan portofolio, analisis keuntungan/biaya oleh instansi pemerintah dalam
pengalokasian sumber daya (Tzeng & Huang, 2011). Beberapa penelitian juga
sudah banyak dilakukan yang membahas contoh kasus penggunaan AHP,
diantaranya pemilihan konsultan (Vayvay, Ozcan, & Cruz-Cunha, 2012),
pemilihan pemasok (Özkan, Başlıgil, & Şahin, 2011), pemilihan platform gadget
(Wibisono, 2012) dan pemilihan perangkat lunak (Alanbay, 2005), (Liang, 2007)
dan (Wei, Chien, & Wang, 2005).
2.7 Penilaian Kualitas Perangkat Lunak
Pendekatan pengukuran dan penilaian kualitas perangkat lunak telah banyak
dilakukan, diantaranya oleh McCall (McCall, Paul, & Walters, 1977) membuat
model dengan 11 kriteria peniliaian, Boehm (Boehm, Brown, & Lipow, 1976)
dengan 19 karakteristik serta Grady dan Caswell (1987) dengan 24 atribut yang
dikenal dengan FURPS (Functionality, Usability, Reliabilty, Portability and
Stablity) . Pemodelan kualitas perangkat lunak di atas mirip satu sama lain dalam
berbagai aspek, perbedaan utamanya hanyalah dalam hal terminologi. Untuk itu
agar lebih seragam dan lebih sederhana dibuatlah standar internasional untuk
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
43
Universitas Indonesia
kualitas perangkat lunak yaitu standar ISO 9126 (International Standard 9126,
1991) (Liang, 2007).
Tabel 2.4 Perbandingan Model Kualitas Perangkat Lunak (Rawashdeh & Matalkah, 2006)
Tabel 2.4 memperlihatkan perbandingan model kualitas perangkat lunak.
Berdasarkan standar ISO 9126 (International Standard 9126, 1991) kualitas
perangkat lunak dinilai berdasarkan 6 kriteria utama yaitu bersarkan :
fungsionalitas (fuctionality), kehandalan (realibility), kegunaan (usability),
efisiensi, kemudahan perawatan (maintainablity) dan portabilitas (portability).
Pada tahun 1996 Dromney menambahkan maturity dan reusability dalam model
penilaian kualitas software-nya (Rawashdeh & Matalkah, 2006).
2.7.1 Standar ISO/IEC 25010
Standar ISO 9126 hanya menetapkan karakteristik apa saja yang diukur dalam
modelnya, tetapi cara panduan penilaian kualitas secara menyeluruh dan cara
melakukan pengukuran tidak diatur. ISO/IEC menyempurnakan model kualitas
perangkat lunak pada tahun 2001 dengan membagi standar ISO 9126 menjadi
empat bagian, yaitu ISO/IEC 9126-1 (penyempurnaan model kualitas perangkat
lunak), 9126-2 (metrik internal), 9126-3 (metrik external) dan 9126-4 (metrik in-
use atau metrik perangkat lunak dalam penggunaan) (Cote, Suryn, Martin, &
Laporte, 2004). Selanjutnya ISO/IEC mengembangkan lagi standarnya menjadi
satu set standar yang lebih komprehensif yang disebut dengan framework
SQuaRE (system and software quality requirement and evaluation) (Esaki, 2013).
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
44
Universitas Indonesia
Gambar 2.19 Framework SQuaRE (ISO/IEC 25010, 2011)
Gambar 2.19 menunjukkan framework SQuaRE yang terdiri dari 5 bagian, yaitu
Kebutuhan Kualitas/Quality Requirement (2503n), Model Kualitas/Quality Model
(2501n) yang merupakan pembaharuan dari seri ISO/IEC 9126, Manajement
Kualitas/Quality Management (2500n), Pengukuran Kualitas/Quality
Measurement (2520n) dan Evaluasi Kualitas/Quality Evaluation (2504n). Lebih
jauh dalam framework SQuaRE diatur hubungan antara berbagai model kualitas
yang digunakan dengan target kualitas seperti yang terdapat pada gambar 2.20.
Gambar 2.20 Hubungan Model dengan Target Kualitas (ISO/IEC 25010, 2011)
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
45
Universitas Indonesia
Dalam diagram pada gambar 2.20 terdapat beberapa model kualitas yang
digunakan dalam menilai kualitas keseluruhan sistem. Model kualitas produk
(ISO/IEC 20510) digunakan untuk menilai kualitas perangkat lunak secara
internal, yaitu kualitas perangkat lunak itu sendiri dan kualitas perangkat lunak
eksternal, yaitu kualitas perangkat lunak dalam hubungannya dengan hardware,
data dan perangkat lunak lain yang tergabung dalam suatu sistem komputer.
Model kualitas data (ISO/IEC 25012) digunakan untuk menilai kualitas data yang
digunakan atau dihasilkan dari sistem. Model kualitas dalam penggunaan (juga
dalam ISO/IEC 25010) digunakan untuk menilai kualitas perangkat lunak yang
digunakan dalam sistem interaksi manusia-komputer dan ekosistemnya secara
keseluruhan.
Standar ISO/IEC 25010 merincikan karakteristik dan sub-karakteristik dari
produk perangkat lunak yang menjadi dasar penilaian kualitas softaware secara
internal dan eksternal dengan hirarki seperti yang terdapat pada gambar 2.21.
Gambar 2.21 Hirarki Model Kualitas Perangkat Lunak (ISO/IEC 25010, 2011)
Masing-masing kriteria tersebut dibagi lagi menjadi beberapa sub-kriteria yaitu :
- Functional Suitability: derajat yang mengukur sejauh mana produk atau
sistem memenuhi kebutuhan jika digunakan dalam kondisi yang
ditentukan.
o Functional completeness: atribut dari perangkat lunak yang
menyatakan ketersediaan dan kesesuaian fungsionalitas perangkat
lunak untuk memenuhi seluruh tujuan pengguna dan tugas yang
ditentukan.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
46
Universitas Indonesia
o Functional correctness: tingkat keakuratan dari perangkat lunak
dalam menghasilkan output sesuai yang diinginkan, misalnya
derajat desimal hasil perhitungan perangkat lunak.
o Functional appropriateness: derajat yang menunjukkan sejauh
mana perangkat lunak menyediakan fasilitas untuk menyelesaikan
tugas atau tujuan tertentu secara tepat, misalnya pengguna hanya
diharuskan melakukan langkah-langkah tertentu untuk
menyelesaikan suatu tugas tertentu dan menghindari langkah-
langkah yang tidak perlu.
- Performance Efficiency: kinerja relatif terhadap jumlah sumber daya yang
digunakan dalam kondisi yang ditentukan.
o Time behaviour: kecepatan perangkat lunak dalam merespon
perintah dan kecepatan transaksi.
o Resource utilization: kebutuhan perangkat lunak atas sumber daya
dan lamanya waktu yang diperlukan dalam penggunaan sumber
daya.
o Capacity: pemenuhan perangkat lunak terhadap kapasitas
maksimal yang harus dipenuhi.
- Compatibility: derajat yang menunjukkan sejauh mana perangkat lunak
dapat saling bertukar informasi dengan produk, sistem atau komponen lain
dan atau tetap dapat berfungsi ketika berbagi dalam hardware atau
lingkungan perangkat lunak yang sama.
o co-existence: derajat sejauh mana perangkat lunak dapat berfungsi
secara efisien ketika berbagi lingkungan dan sumber daya yang
sama dengan produk lain tanpa saling mengganggu.
o Interoperability: kemampuan perangkat lunak dalam berinteraksi
dengan sistem yang diinginkan.
- Usability: derajat sejauh mana sebuah produk atau sistem dapat digunakan
oleh pengguna tertentu untuk mencapai tujuan tertentu dengan efektif,
efisien dan kepuasan dalam konteks penggunaan tertentu.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
47
Universitas Indonesia
o appropriateness recognizability: kemudahan pengguna dalam
menilai apakah sebuah perangkat lunak atau produk sesuai dengan
kebutuhan mereka.
o Learnability: kemudahan pengguna dalam menguasai penggunaan
perangkat lunak.
o Operability: kemudahan pengguna dalam mengoperasikan
perangkat lunak.
o User error protection: kemampuan perangkat lunak untuk
melindungi pengguna dalam melakukan kesalahan.
o User interface aesthetics: derajat sejauh mana antarmuka pengguna
dapat memberikan kepuasan dan kesenangan bagi pengguna.
o Accessability: derajat sejauh mana perangkat lunak dapat
digunakan oleh orang dengan karakteristik dan kemampuan yang
beragam untuk mencapai tujuan tertentu dalan konteks penggunaan
tertentu.
- Reliability
o Maturity: atibut dari perangkat lunak yang menyatakan frekwensi
kegagalan akibat kesalahan dari perangkat lunak.
o Availability: tingkat ketersediaan operasional perangkat lunak atau
sistem.
o Fault-tolerance: kemampuan perangkat lunak untuk menjaga
fungsionalitas dan kinerjanya setelah terjadinya kesalahan
perangkat lunak atau kesalahan penggunaan oleh pengguna.
o Recoverability: kemampuan perangkat lunak untuk mengembalikan
fungsionalitas dan kinerjanya setelah terjadinya gangguan.
- Security: kemampuan perangkat lunak untuk mencegah akses data atau
penggunaan program oleh orang yang tidak berhak.
o Confidentiality: kemampuan perangkat lunak untuk memastikan
data hanya dapat diakses oleh pengguna yang mempunyai hak.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
48
Universitas Indonesia
o Integrity: kemampuan perangkat lunak untuk mencegah
penggunaan, perubahan program atau data yang tidak sah.
o Non-repudiation: kemampuan perangkat lunak untuk
membuktikan suatu kejadian atau aksi telah terjadi, sehingga
kejadian atau aksi tersebut tidak dapat diulangi lagi.
o Accountability: kemampuan perangkat lunak untuk melacak aksi
suatu entitas secara unik berasosiasi terhadap entitas tersebut.
o Authenticity: kemampuan perangkat lunak untuk memastikan
identitas pengguna.
- Maintainability: derajat sejauh mana perangkat lunak atau sistem dapat
secara efektif dan efisien dapat diubah oleh orang yang diberi tugas untuk
melakukan pemeliharaan.
o Modularity: derajat sejauh mana perangkat lunak dapat dipecah
menjadi komponen-komponen sehingga perubahan terhadap satu
komponen berdampak minimal terhadap komponen yang lain.
o Reusability: derajat sejauh mana suatu aset dapat digunakan lebih
dari satu sistem atau digunakan untuk membentuk aset yang lain.
o Analysability: kemudahan perangkat lunak untuk dapat dianalisis
ketika terjadi kegagalan, dan kemudahan penelusuran perubahan
konfigurasi.
o Modifiability: kemudahan untuk melakukan modifikasi perangkat
lunak ketika terjadi kesalahan atau perubahan lingkungan
operasional.
o Testability: kemudahan pengetesan perangkat lunak setelah
terjadinya modifikasi.
- Portability
o Adaptability: kemampuan perangkat lunak dalam beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan operasional tanpa perlu modifikasi
perangkat lunak.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
49
Universitas Indonesia
o Installability: kemampuan dan kemudahan perangkat lunak untuk
dipasang pada lingkungan operasional yang telah ditentukan.
o Replaceability: kemampuan perangkat lunak untuk menggantikan
perangkat lunak sejenis dalam lingkungan operasional yang
ditentukan.
Dalam melakukan penilaian kualitas tidak praktis jika semua kriteria tersebut
diukur, untuk itu model kualitas tersebut dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan
(ISO/IEC 25010, 2011).
2.7.2 Penilaian Faktor Non-Teknis
Secara umum sebuah perangkat lunak atau sistem memiliki atribut atau
karakteristik yang terdiri dari karakteristik yang melekat dan karakteristik yang
disematkan padanya. Karakteristik yang melekat terdiri dari karakteristik
fungsional, yaitu karakteristik yang mencerminkan fungsi apa saja yang dapat
dilakukan dengan perangkat lunak tersebut dan karakteristik kualitas, yaitu
bagaimana kualitas perangkat lunak dalam menjalankan fungsinya. Sedangkan
karakteristik yang disematkan adalah karakteristik yang tidak mencerminkan
kualitas perangkat lunak secara langsung karena bisa diubah tanpa mengubah
perangkat lunak, misalnya harga, waktu pengiriman dan penyedia (ISO/IEC
25030, 2007).
Semua model kualitas perangkat lunak yang ada termasuk ISO/IEC 25010 hanya
berfokus pada karateristik teknis yang melekat pada perangkat lunak, padahal
faktor non teknis (manajerial, ekonomis dan politis) juga penting dalam proses
pemilihan perangkat lunak (Botella, et al., 2004). Botella et al. mengusulkan
pengembangan model kualitas dengan menambahkan faktor non teknis yang
hirarkinya mengikuti model ISO 9126 yaitu karateristik, sub karakteristik dan
atribut yang diturunkan kedalam metrik (Botella, et al., 2004).
Pendekatan yang dilakukan dalam menyusun model kualitas dari faktor non teknis
adalah dengan melakukan pendekatan tujuan-pertanyaan-metrik (Goal-Question-
Metrics, GQM). Dimulai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penggunaan
perangkat lunak kemudian diikuti oleh satu atau beberapa pertanyaan bagaimana
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
50
Universitas Indonesia
cara mengukur sebuah perangkat lunak dapat memenuhi tujuan yang telah
ditetapkan. Satu atau beberapa metrik kemudian diasosiasikan dengan pertanyaan
yang diajukan (Botella, et al., 2004).
Botella et al. mengusulkan faktor non-teknis yang berkaitan dengan produk seperti
distribusi (strategi komersial dan biaya lisensi) dan stabilitas (time-to-market dan
sejarah versi yang pernah beredar) serta yang berkaitan dengan penyedia seperti
ekonomi (market share dan anggaran riset & pengembagan), reputasi dan
dukungan. GESSI group dalam websitenya mengembangkannya menjadi 141 sub-
karakteristik (Carvallo, Franch, & Quer, Non-Technical Quality Features
Catalogue (Extension of the ISO/IEC 9126-1 Quality Model), 2011).
2.8 Kajian Penelitian Sebelumnya
Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian, penulis mempelajari beberapa
penelitian seputar penggunaan AHP dan penilaian kualitas perangkat lunak untuk
dijadikan sebagai bahan referensi, antara lain:
1. “An AHP-based approach to ERP” system selection (Wei, Chien, & Wang,
2005). Makalah dalam jurnal ini membahas tentang contoh kasus penggunaan
AHP untuk memilih produk ERP yang cocok bagi sebuah perusahaan
produsen alat-alat elektronik. Pada contoh kasus ini digunakan sebuah
metodologi dalam melakukan pemilihan produk ERP. Berdasarkan
metodologi yang diusulkan, dilakukan focus group discussion untuk
mendapatkan tujuan-tujuan dari implementasi ERP. Tujuan-tujuan tersebut
dibuat strukturnya, diterjemahkan kedalam kriteria-kriteria dan
dikelompokkan. Pada kasus ini pengelompokan kriteria yang menjadi bahan
pertimbangan pemilihan ERP menjadi dua kriteria, yaitu pertimbangan
berdasarkan produk ERP itu sendiri dan berdasarkan penyedia produk ERP.
2. “Selecting the optimal ERP software by combining ISO 9126 Standard and
Fuzzy AHP Approach” (Liang, 2007), Dalam makalah ini penulisnya
mengungkapkan dua contoh kasus pemilihan produk ERP pada dua
perusahaan yang berbeda. Kasus yang pertama adalah perusahaan produsen
komponen elektronik, sedangkan kasus kedua adalah di perusahaan jaringan
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
51
Universitas Indonesia
toko pengecer. Pengelompokan kriteria dalam pemilihan produk ERP yang
digunakan juga terdiri dari dua kelompok kriteria, yaitu kriteria kualitas
perangkat lunak dan kriteria manajemen, secara garis besar sama dengan
penelitian di atas. Hanya saja untuk penilaian produk digunakan standar
penilaian kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO 9126. Metode
yang digunakan dalam menentukan pilihan adalah Fuzzy AHP, yang
merupakan turunan dari AHP.
3. “ERP Selection Using Expert Choice Software”, (Alanbay, 2005). Makalah
yang disampaikan dalam simposium internasional tentang AHP tahun 2005 ini
membahas penggunaan perangkat lunak Expert Choice dalam pemrosesan
AHP pada kasus pemilihan perangkat lunak ERP. Produk ERP yang dipilih
ada dua, yaitu SAP diposisikan sebagai produk yang ditantang (defender)
karena dianggap lebih banyak dikenal dan Microsoft Axapta sebagai produk
penantang. Kriteria dan sub kriteria yang digunakan dalam memilih terdiri dari
3 kriteria utama yaitu yang berhubungan dengan teknologi, pengguna dan
penyedia.
4. “Supplier Selection Using Analytic Hierarchy Process: An Application From
Turkey” (Özkan, Başlıgil, & Şahin, 2011). Dalam makalah ini dibahas
penggunaan AHP dalam membantu memilih pemasok produk ERP bagi
sebuah instansi pemerintah di Turki. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan
terdiri dari 4 kriteria utama yaitu: harga, keadaan serta struktur organisasi
pemasok, kemampuan produksi dan kualitas layanan.
5. “ERP consultant selection problem using AHP, fuzzy AHP and ANP: A case
study in Turkey” (Vayvay, Ozcan, & Cruz-Cunha, 2012). Pembahasan dalam
penelitian ini difokuskan pada penggunaan metode AHP, fuzzy AHP dan ANP
dalam memilih konsultan ERP yang terbaik untuk ditugaskan dalam proyek
tertentu.
6. “Analisis Platform Gadget Yang Paling Potensial Menghasilkan Profit Dengan
Metode Analytic Hierarchy” (Wibisono, 2012). Tujuan penelitian ini adalah
memberikan pertimbangan kepada pengembang perangkat lunak plaftorm
mobile apakah yang paling potensial menghasilkan profit. Dalam penelitian
ini digunakan analisis keuntungan, Peluang, Biaya dan Risiko (Benefit,
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
52
Universitas Indonesia
Opprtunity, Cost and Risk, BOCR) sebagai salah satu turunan dari metode
analisis AHP.
2.9 Kontribusi Penelitian
Perangkat Lunak DCIM merupakan jenis produk baru, dimana penelitian seputar
DCIM masih sulit ditemukan. Untuk itu sebagian besar referensi yang digunakan
terkait dengan pemilihan perangkat lunak dengan tingkat kompleksitas yang setara
atau lebih tinggi, yaitu produk ERP. Beberapa persamaan yang ditemukan dengan
penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan metode AHP dalam membantu membuat pilihan
dengan banyak kriteria atau atribut (MCDM/MADM) seperti yang dilakukan
oleh Chun-Chin Wei et.al (Wei, Chien, & Wang, 2005), Shing-Ko Liang
(Liang, 2007), Oyku Alanbay (Alanbay, 2005), Özkan et.al (Özkan, Başlıgil,
& Şahin, 2011), Vayvay et.al (Vayvay, Ozcan, & Cruz-Cunha, 2012) dan
Wibisono (Wibisono, 2012).
2. Kriteria utama dalam pemilihan perangkat lunak terdiri dari dua kriteria utama
yaitu berkaitan dengan kualitas perangkat lunak dan kualitas pemasok seperti
yang dilakukan oleh Chun-Chin Wei (Wei, Chien, & Wang, 2005) dan Shin-
Ko Liang (Liang, 2007).
3. Dalam menilai kualitas perangkat lunak digunakan kriteria-kriteria yang
distandarkan dalam ISO/IEC 25010 yang merupakan pengembangan dari ISO
9126 seperti yang dilakukan oleh Shin-Ko Liang (Liang, 2007).
Adapun terdapat juga perbedaan-perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu :
1. Penulis menggunakan AHP dalam memilih produk DCIM sedangkan yang
lain menggunakannya dalam memilih produk ERP Chun-Chin Wei et.al (Wei,
Chien, & Wang, 2005), Shing-Ko Liang (Liang, 2007) dan Oyku Alanbay
(Alanbay, 2005), memilih pemasok Özkan et.al (Özkan, Başlıgil, & Şahin,
2011), memilih konsultan Vayvay et.al (Vayvay, Ozcan, & Cruz-Cunha,
2012) dan memilih platform gadget Wibisono (Wibisono, 2012)
2. Penulis memerinci kriteria-kriteria fungsionalitas perangkat lunak yang
spesifik terkait dengan pengelolaan data center.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
53
Universitas Indonesia
Perbandingan antara penelitian-penelitian yang dikaji dalam penelitian ini
digambarkan pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Perbandingan atas penelitian sebelumnya
Penelitian yang dilakukan sebelumnya
Fokus Penelitian
Wei, 2005 Liang, 2007 Özkan, 2011 Vayvay, 2012 Wibisono, 2012
Metode
AHP Fuzzy AHP
ISO 9126
AHP AHP
Fuzzy AHP
ANP
AHP
BOCR
Obyek Pilihan
Software ERP Software ERP Pemasok ERP
Konsultan ERP Platform gadget
Obyek Penelitian
Produsen alat elektronik
Produsen komponen elektronik dan jaringan toko retail
Instansi pemerintah
Perusahaan konsultan TI
Pengembang perangkat lunak
Sektor Manufaktur Manufaktur
dan perdagangan
Pemerintahan Jasa Jasa
2.10 Kerangka Teoretis
Dari berbagai macam literatur yang telah ditinjau di atas dirancang suatu kerangka
teoretis untuk melakukan analisis pemilihan produk DCIM yang dapat digunakan
untuk mengelola infrastruktur data center PT DSJ agar meningkat efisiensinya.
Dimulai dengan perincian komponen penyusun infrastruktur dan sistem TI, kedua
golongan aset tersebut dikelola dengan menggunakan bantuan DCIM. Diharapkan
dengan penggunaan DCIM utilisasi dan efisiensi infrastruktur dan sistem TI dapat
dioptimalkan sehingga pada akhirnya meningkatkan efisiensi data center secara
keseluruhan.
Dari perincian komponen-komponen yang harus dikelola serta fungsi-fungsi
pengelolaan yang diperlukan dalam mengelola data center didapatkan atribut-
atribut atau kriteria fungsionalitas DCIM yang diinginkan dan menjadi
pertimbangan pemilihan DCIM.
Selanjutnya dengan menggunakan metode AHP dilakukan proses pemilihan
produk DCIM yang sesuai. Kriteria pemilihan produk DCIM secara umum
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
54
Universitas Indonesia
dikelompokkan kedalam dua kriteria utama yaitu kriteria kualitas perangkat lunak
dan kriteria bisnis. Kriteria kualitas perangkat lunak diperinci menjadi beberapa
sub-kriteria dengan mengikuti model kualitas yang sesuai dengan standar
ISO/IEC 25010 dan disesuaikan dengan atribut yang melekat pada produk DCIM.
Model kualitas digunakan dengan terlebih dahulu memilih kriteria dan sub-kriteria
yang relevan.
Kriteria bisnis atau kriteria non teknis didapatkan dengan merujuk pada model
kualitas non teknis yang diusulkan oleh GESSI dan disesuaikan dengan kebutuhan
atau batasan spesifik PT DSJ.
Sesuai dengan metode AHP dilakukan pembobotan antar sub-kriteria dan antar
kriteria. Selanjutnya dilakukan penilaian relatif sub-kriteria dan kriteria dengan
alernatif produk DCIM yang dipilih untuk mendapatkan produk DCIM yang
paling sesuai. Keseluruhan konsep dapat dilihat dalam kerangka teoretis seperti
yang tergambar dalam gambar 2.22.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
55
Universitas Indonesia
Gambar 2.22 Kerangka Teoretis
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
56 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dibahas rancangan dan metode yang digunakan dalam penelitian ini.
Penelitian dirancang menjadi beberapa langkah yang saling terkait dan
digambarkan dalam suatu diagram alir.
3.1 Rancangan Penelitian
Tipe penelitian ini adalah pembuatan kebijakan dan termasuk Multiple Criteria
Decision Making (MCDM), penyelesaiannya dilakukan dengan pendekatan
analisis kuantitatif dengan menggunakan metode AHP.
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
57
Universitas Indonesia
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar lebih terstruktur, dibuat
tahapan-tahapan penelitian seperti yang terdapat pada gambar 3.1. Dari gambar
tahapan penelitian tersebut maka dijabarkan tahapan dalam penelitian sebagai
berikut :
1. Pengumpulan data awal
Untuk mendapatkan informasi mengenai profil perusahaan serta permasalahan
yang dialami perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara
dengan staf dan manajemen PT DSJ serta studi dokumen dan website PT DSJ.
2. Perumusan masalah
Tujuannya adalah untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi oleh
perusahaan yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penelitian ini.
Masukannya adalah data-data hasil keluaran tahapan sebelumnya dan
interprestasi dari hasil wawancara dengan staf dan manajemen PT DSJ.
Selanjutnya permasalahan diinventarisir dan dicari kesimpulannya. Kemudian
dengan menggunakan diagram fishbone dilakukan analisis sebab-akibat dari
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan divalidasi oleh pemangku
kepentingan di PT DSJ. Keluarannya adalah diagram sebab-akibat dari
permasalahan yang dihadapi oleh PT DSJ yang digunakan untuk menentukan
akar permasalahan yang akan diselesaikan. Hasil akhir dari tahap ini adalah
pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini.
3. Kajian pustaka
Dengan menggunakan masukan berupa pertanyaan penelitian yang dihasilkan
dari tahap sebelumnya, selanjutnya dilakukan kajian pustaka untuk
mendapatkan masukan dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya serta
teori-teori yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
4. Penyusunan Kerangka Teori
Dari keseluruhan kajian pustaka yang dilakukan kemudian dikembangkan
kerangka teoretis dan metodologi yang tepat dan dapat digunakan dalam
keseluruhan tahapan penelitian ini.
5. Menentukan kriteria seleksi produk DCIM
Focus Group Discussion (FGD) yang pertama dilakukan untuk mendapatkan
pendapat expert yang dianggap berkompeten dalam memberikan masukan,
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
58
Universitas Indonesia
baik tentang hal teknis yang berkaitan dengan dunia data center, masalah non-
teknis serta mengerti konteks permasalahan di PT. DSJ. Melalui FGD ini dan
berdasarkan masukan kriteria penilaian kualitas software berdasarkan standar
ISO/IEC 25010 serta katalog non-teknis GESSI ditetapkan kriteria-kriteria
yang akan digunakan dalam proses seleksi produk DCIM. Dalam FGD ini
dipilih kriteria mana saja, baik teknis (dari ISO/IEC 25010) dan non-teknis
(katalog GESSI) yang sesuai dengan konteks PT DSJ.
6. Menyusun hirarki kriteria sesuai model AHP
Berdasarkan daftar kriteria yang dihasilkan dari proses FGD sebelumnya
kemudian disusun hirarki kriteria berdasarkan model AHP dan memasukkan
alternatif produk DCIM yang akan dipilih.
7. Melakukan pembobotan antar kriteria
Masih di dalam FGD yang pertama, selanjutnya dilakukan pembobotan dengan
perbandingan berpasangan antar kriteria. Perbandingan berpasangan antar sub-
kriteria dalam kriteria yang sama dan perbandangan antar kriteria utama
selanjutnya dihitung pembobotannya berdasarkan metoda AHP serta diperiksa
rasio konsistensinya dengan menggunakan tool AHPCalc.
8. Menentukan metrik penilaian alternatif
Melalui FGD yang kedua, dengan peserta yang sama dengan FGD yang
pertama, ditentukan metrik yang akan digunakan untuk menilai produk DCIM
sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Pendekatan yang
dilakukan adalah goal-question-metric.
9. Melakukan perbandingan alternatif terhadap kriteria.
Berdasarkan metrik yang telah ditentukan dilakukan penilaian alternatif produk
DCIM dengan kriteria yang telah ditetapkan. Data penilaian didapatkan dari
kuisioner yang dikirimkan kepada penyedia produk DCIM dan data sekunder
yang berupa informasi yang didapatkan dari website penyedia DCIM.
10. Analisis dengan metode AHP
Perbandingan berpasangan yang dilakukan baik antar kriteria maupun antar
alternatif produk DCIM selanjutnya di analisis dengan metode AHP dengan
bantuan software Open Decision Maker untuk mendapatkan peringkat
akhirnya.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
59
Universitas Indonesia
11. Membuat kesimpulan dan saran
Dari keseluruhan proses penelitian dibuat kesimpulan atas kegiatan penelitian
yang dilakukan dan saran untuk penelitian selanjutnya.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder sifat data yang dikumpulkan ada yang berfitat kualitatif ada yang
kuantitatif. Penjelasan terkait dengan tipe data dan metode pengumpulan data ini
akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Data permasalahan perusahaan
Data permasalahan yang dihadapi perusahaan dalam pengoperasian dan
pengelolaan data center didapatkan dengan melakukan wawancara dengan
direksi dan manajemen bagian pemasaran dan operasional. Data-data tersebut
berupa data kualitatif. Data pendukung yang dikumpulkan adalah data
penjualan, diagram layout data center dan data pengukuran yang relevan
dengan permasalahan (misalnya data konsumsi listrik). Kesemua data tersebut
di atas adalah data primer dan digabungkan dan dibandingkan dengan data
sekunder yang didapat dari majalah dan website yang berhubungan membahas
tentang data center.
2. Data tujuan dan batasan implementasi DCIM.
Data primer mengenai tujuan implementasi DCIM didapatkan melalui Focus
Group Discussion (FGD) dengan pengambil keputusan dalam proyek
implementasi DCIM. Pengambil keputusan adalah Chief Executive Officer,
Chief Finance Officer/Chief Marketing Officer. Selain tujuan implementasi
DCIM pada FGD ini juga dikumpulkan batasan-batasan dalam pemilihan dan
implementasi produk DCIM seperti biaya maksimum dan target waktu
implementasi.
3. Data alternatif produk DCIM yang akan dipilih.
Data alternatif produk DCIM adalah data primer yang didapatkan melalui
korespondensi dengan penyedia DCIM dan data sekunder yaitu data
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
60
Universitas Indonesia
spesifikasi produk DCIM yang terdapat pada website resmi produsen DCIM
digabungkan dengan penelusuran artikel di majalah dan website yang
membahas tentang DCIM.
4. Data atribut produk DCIM yang akan dinilai.
Data atribut produk yang digunakan dalam komputasi menggunakan metode
AHP adalah data primer yang didapatkan dari Focus Discussion Group dari
pakar yang berkompeten di bidang data center dan Teknologi Informasi serta
bisnis perusahaan PT DSJ. Tujuan dari FGD adalah menerjemahkan kriteria
kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO/IEC 25010 ke dalam kriteria
yang dapat diterapkan untuk menilai produk DCIM. Selain itu data kriteria
bisnis didapatkan juga melalui FGD oleh pengambil keputusan.
3.3 Alat Bantu Analisis AHP
Metode penulis dalam melakukan analisis adalah sebagai berikut :
1. Aplikasi AHPCalc.
Aplikasi AHPCalc adalah aplikasi gratis berbasis Microsoft Excel yang
digunakan untuk melakukan perhitungan bobot antar kriteria atau antar
alternatif terhadap kriteria. Melalui aplikasi ini juga dihitung rasio
konsistensinya agar dapat diketahui jika ada perbandingan yang tidak
konsisten dan dapat segera diperbaiki. Kelemahan aplikasi ini adalah, aplikasi
ini hanya dapat digunakan untuk menghitung pembobotan antar kriteria atau
antar alternatif terhadap kriteria saja, tidak dapat digunakan untuk menghitung
AHP secara keseluruhan, sehingga diperlukan alat bantu yang lain.
2. Aplikasi Open Decision Maker
Aplikasi ODM adalah aplikasi pengolah AHP sumber terbuka yang dapat di-
download melalui website http://sourceforge.net/projects/opendecisionmak/.
Kelebihan aplikasi ini adalah jumlah dan level hirarki kriteria dapat ditambah
sesuai dengan kebutuhan. Kelemahannya adalah perhitungan rasio konsistensi
didapatkan setelah semua masukan perbandingan berpasangan dilakukan,
sehingga jika terjadi ketidakkonsistenan, penelusurannya cukup sulit, dan
proses perhitungan harus diulangi lagi.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
61 Universitas Indonesia
BAB 4
PROFIL PERUSAHAAN
PT Data Sinergitama Jaya adalah perusahaan yang didirikan secara khusus
sebagai perusahaan penyedia layanan data center dengan merek dagang
“ELITERY”. Konsep dasar data center ELITERY yang disediakan berupa
transparent data center, yaitu sekumpulan data center yang terhubung melalui
jaringan komunikasi data antara satu dengan lainnya secara transparan, sehingga
memiliki kehandalan yang tinggi (dengan adanya multi-redudansi). Dengan
konsep transparent data center, ELITERY memberikan kebebasan kepada para
kliennya untuk memilih lokasi manapun dari data center yang ada di dalam
jaringannya.
4.1 Profil Perusahaan
ELITERY merupakan hasil kolaborasi sinergis antara PT Inotech Indonesia, PT
Solusi Media Semesta (SMS), PT Faasri Utama Sakti dan PT Xtralink Solusi
Jaringan. Masing-masing mitra tersebut memiliki spesialisasi di bidangnya.
PT Inotech merupakan perusahaan yang sangat berpengalaman di bidang managed
services dan IT outsourcing, dimana sebagian besar kliennya berada di Amerika
Serikat, seperti Esurance and TIBCO (keduanya telah tercatat pada bursa
NASDAQ).
PT Solusi Media Semesta (SMS) merupakan perusahaan penyedia data center
yang berlokasi di Gedung Cyber (Jakarta) dan di Gedung Bumi Bina Usaha
(Bandung). SMS merupakan penyedia data center yang dipercaya oleh
perusahaan-perusahaan telekomunikasi global, seperti Hutchinson, PCCW,
Telstra, dan sebagainya.
PT Faasri Utama Sakti merupakan perusahaan di bidang inovasi teknologi
informasi yang telah berpengalaman dalam memberikan pelayanan kepada
berbagai perusahaan kelas dunia, seperti Unilever Indonesia, dan sebagainya.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
62
Universitas Indonesia
Sedangkan PT Xtralink Solusi Jaringan merupakan perusahaan penyelenggara
jaringan tertutup berbasis fiber optik. Perusahaan ini telah mengoperasikan
jaringan fiber optik hingga 2.000 km yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.
4.2 Visi dan Misi Perusahaan
Dalam menjalankan strategi perusahaan PT DSJ berpedoman mada Visi dan Misi
Perusahaan sebagai berikut :
Visi : Menjadi Penyedia Data Center Berkelas Dunia
Misi : Menyediakan solusi data center berstandar internasional dan
fasilitas Disaster Recovery Center yang beroperasi secara
professional. Dan mempunyai criteria sebagai berikut: Secure,
reliable & Robust, Green, Network Neutral, dan Transparent.
4.3 Strategi Bisnis Perusahaan
Saat ini PT Data Sinergitama Jaya memfokuskan diri pada bisnis data center yaitu
menyediakan solusi menyeluruh bagi kebutuhan data center dimulai dari disain,
konstruksi, manajemen dan operasional data center.
Untuk mencapai visi dan misi dari perusahaa, strategi yang dijalankan perusahaan
saat ini adalah :
a. Menyediakan data center yang sesuai dengan standar internasional. Saat ini
PT DSJ memiliki satu data center yang berada di Bogor yang telah
mendapatkan serifikasi Tier III dari Uptime Institute. Data Center PT DSJ
menjadi satu-satunya data center di Indonesia dan pertama kali di Asia
Tenggara yang mendapatkan sertifikasi dari Uptime Intitute.
b. Melakukan riset teknologi dan energi untuk meningkatkan efisiensi data
center.
c. Berkolaborasi dengan Uptime Institute sebagai founding member untuk
dapat dikenal sebagai ahli yang kompeten dalam perancangan data center
berstandar internasional.
d. Bekerja sama dengan pemilik data center yang lain untuk menjalin
kemitraan dalam mengelola dan meyediakan solusi data center.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
63 Universitas Indonesia
BAB 5
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini disajikan analisis dan pembahasan data yang dikumpulkan dalam
penelitian. Dengan mengikuti metode AHP dilakukan analisis data pembobotan
kriteria penilaian, pembobotan alternatif dan hasil akhir perhitungan pemilihan
produk DCIM yang terbaik.
5.1 Pemilihan Kriteria Penilaian
Untuk mendapatkan kriteria penilaian yang akan digunakan dalam menyusun
hirarki AHP, dilakukan proses Focus Group Discussion. Masukan dari perserta
FGD dianggap merupakan pendapat ahli (expert), karena peserta FGD adalah
orang yang berkompeten di bidangnya, mengerti dan relevan dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Daftar peserta FGD dapat dilihat
dalam tabel 5.1.
Tabel 5.1 Peserta Focus Discussion Group
Nama Jabatan Kualifikasi
Kresna Adi Prawira CEO/CTO Lulusan US, pengalaman > 15 tahun
Hendra Suryakusuma CFO/CMO Lulusan US, pengalaman > 15 tahun
Anang Syarifudin Data Center Operation Manager Pengalaman > 15 tahun, ATS,CCNP
Jippie P Sulaiman Lead Engineer Pengalaman > 10 tahun, MCSE
Masukan kriteria teknis yang diambil dalam FGD diambil dari panduan model
kualitas perangkat lunak berdasarkan standar ISO/IEC 25010. Sedangkan kriteria
non-teknis diambil dari katalog kriteria non-teknis GESSI.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
64
Universitas Indonesia
Gambar 5.1 Hirarki AHP
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
65
Universitas Indonesia
Dalam FGD dipilih kriteria-kriteria yang sesuai dengan konteks permasalahan PT
DSJ. Setelah dipilih kriteria-kriteria tersebut disusun ke dalam hirarki seperti yang
terdapat pada gambar 5.1.
5.2 Pembobotan Kriteria
Sesuai dengan metode AHP, selanjutnya dilakukan pembobotan kriteria yang
ditentukan melalui FGD. Kepada para peserta FGD ditampilkan perbandingan
berpasangan kriteria dan sub-kriteria, kemudian peserta FGD menentukan
perbandingannya. Perbandingan berpasangan dimulai dari perbandingan antar
sub-kriteria dalam kriteria yang sama, dilanjutkan dengan perbandingan antar
kriteria.
Untuk memudahkan analisis digunakan tool AHPCalc sebuah program berbasis
Microsoft Excel. Dengan menggunakan program tersebut dilakukan analisis
pembobotan setiap kriteria, sub-kriteria dan sub-sub-kriteria. Gambar 5.2 dan 5.3
menunjukan program AHPCalc dan masukannya.
Gambar 5.2 Program AHPCalc
Gambar 5.3 Masukan Program AHPCalc
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
66
Universitas Indonesia
5.2.1 Pembobotan Kriteria Kualitas Perangkat Lunak
Kriteria kualitas perangkat lunak yang dipilih dari model kualitas sesuai standar
ISO/IEC 25010 ada 9 sub-kriteria. Untuk setiap sub-kriteria dilakukan
perbandingan berpasangan dengan masing-masing hasil seperti dibawah ini.
Sub-sub-kriteria fuctional suitability digunakan untuk mengukur sejauh mana
perangkat lunak yang dipilih dapat berfungsi sesuai dengan yang dibutuhkan.
Sub-kriteria ini terdiri dari 3 aspek yang dibandingkan untuk mendapatkan bobot
penilaiannya.
Tabel 5.2 Pembobotan Sub-sub-kriteria Functioanal Suitability
Functional
Completeness
Functional
Correctness
Functional
Appropriateness
Bobot
Functional Completeness 1 6 9 77.03%
Functional Correctness 1/6 1 3 16.18%
Functional Appropriateness 1/9 1/3 1 6.79%
Dari tabel 5.2 dapat dilihat menurut expert di PT DSJ aspek kelengkapan fungsi
(functional completeness) merupakan aspek terpenting dalam pemilihan sofware
DCIM, diikuti dengan functional correctness dan functional appropriateness. Hal
ini menunjukkan bagi PT DSJ, kelengkapan fungsi jauh lebih penting
dibandingkan dengan ketepatan fungsi perangkat lunak menggantikan pekerjaan
manual, karena menurut expert form atau prosedur yang ada saat ini juga belum
ideal, sehingga dengan menggunakan DCIM diharapkan dapat mengadopsi best
practice yang diterapkan di tempat lain. Dalam perbandingan ini didapatkan rasio
konsisteni (Consistency Ratio, CR) sebesar 5.6%, dengan demikian perbandingan
ini konsisten dan valid.
Selanjutnya dibandingkan sub-sub-kriteria reliability yaitu tingkat kehadalan
perangkat lunak yang ditentukan oleh 3 aspek dengan perbandingan sebagai
berikut.
Tabel 5.3 Pembobotan Sub-sub-kriteria Reliability
Maturity Fault-tolerance Recoverability Bobot
Maturity 1 1/7 1/3 8.1%
Fault-tolerance 7 1 5 73.06%
Recoverability 3 1/5 1 18.84%
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
67
Universitas Indonesia
Untuk aspek kehandalan perangkat lunak faktor terpenting menurut expert adalah
sejauh mana perangkat lunak DCIM memiliki mekanisme fault-tolerance karena
itu merupakan mekanisme pencegahan terhadap kesalahan. Setelahnya baru
dilihat faktor recoverability, yaitu sejauh mana perangkat lunak memiliki
mekanisme pemulihan dari kegagalan atau kesalahan. Terakhir faktor kematangan
perangkat lunak yang dilihat dengan mengamati tingkat kesuksesan produk DCIM
tersebut di pasaran (tabel 5.3). Rasio konsistensi dalam perbandingan ini adalah
6.8%, sehingga dapat dikatakan perbandingannya valid dan konsisten.
Aspek kualitas perangkat lunak yang lain yang menentukan adalah aspek usability
atau kemudahan penggunaan, terdiri dari 4 aspek penilaian yang dibandingkan
bobotnya.
Tabel 5.4 Pembobotan Sub-sub-kriteria Usability
Appropriateness
recognizability
Learnability Operability User interface
aesthetic
Bobot
Appropriateness
recognizability
1 1/3 1/5 2 11.06%
Learnability 3 1 1/4 3 22.58%
Operability 5 4 1 5 58.52%
User interface
aesthetic
1/2 1/3 1/5 1 7.84%
Faktor kemudahan penggunaan paling banyak ditentukan oleh kemudahan
pengoperasian, diikuti dengan kemudahan penguasaan, kemudahan dalam
memahami kegunaan tiap fungsi dan terakhir yang tidak kalah penting yaitu
keindahan antar muka pengguna dengan bobot seperti yang ada pada tabel 5.4.
Perbandingan ini konsisten dan valid karena memiliki rasio konsistensi 5.8%.
Selanjutnya dilakukan pembobotan aspek efisiensi kinerja dari perangkat lunak
yang terdiri dari dua faktor, yaitu berdasarkan penggunaan sumber daya dan
berdasarkan efisiensi waktu.
Tabel 5.5 Pembobotan Sub-sub-kriteria Performace Efficiency
Time Behaviour Resource Behaviour Bobot
Time Behaviour 1 1/5 16.67%
Resource Behaviour 5 1 83.33%
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
68
Universitas Indonesia
Seperti yang terlihat pada tabel 5.5 efisiensi dalam penggunaan sumber daya lebih
berpengaruh dalam penentuan kualitas perangkat lunak dibandingkan dengan
efisiensi waktu yang digunakan dalam melakukan suatu perintah dengan
menggunakan perangkat lunak ini.
Faktor maintainability juga menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan
perangkat lunak. Faktor ini mengukur sejauh mana perangkat lunak dapat secara
efektif dan efisien dapat diubah oleh orang yang diberi tugas untuk melakukan
pemeliharaan.
Tabel 5.6 Pembobotan Sub-sub-kriteria Maintainability
Analisability Modifiability Testability Bobot
Analisability 1 3 4 61.44%
Modifiability 1/3 1 3 26.84%
Testability 1/4 1/3 1 11.72%
Menurut expert yang ada di PT DSJ dalam konteks pemeliharaan, aspek
terpenting adalah sejauh mana perangkat lunak menyediakan fasilitas untuk
menelusuri perubahan-perubahan yang terjadi, baik perubahan konfigurasi
maupun data. Sehingga dapat membantu memudahkan analisis jika terjadi
gangguan kinerja. Kemudahan modifikasi seperti penambahan modul dapat juga
menjadi pertimbangan dalam pemilihan perangkat lunak. Selanjutnya perangkat
lunak yang memiliki mekanisme pengetesan yang efektif juga memiliki nilai
tambah, walapun memiliki prioritas yang lebih kecil. Rasio konsistensi masih
berada pada nilai yang valid, yaitu 7.7%.
Faktor selanjutnya yang menentukan adalah portability atau sejauh mana
perangkat lunak dapat diinstall dan diakses pada lingkungan dan kondisi
komputasi yang berbeda. Aspek yang mempengaruhi faktor ini terdiri dari 3
faktor dengan perbandingan sebagai berikut.
Tabel 5.7 Pembobotan Sub-sub-kriteria Portability
Adaptability Installability Replaceability Bobot
Adaptability 1 2 9 36.67%
Installability 1/2 1 9 58.2%
Replaceability 1/9 1/9 1 5.13%
Dari tabel 5.7 dapat dilihat aspek installability atau kemungkinan perangkat lunak
dapat diinstall ataupun diakses pada berbagai macam perangkat merupakan
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
69
Universitas Indonesia
pertimbangan utama dalam memilih perangkat lunak, diikuti oleh adaptability
yaitu kemudahan perangkat lunak menyesuaikan konfigurasi ataupun metrik baru.
Pertimbangan terakhir baru pada aspek replaceability, atau sejauh mana perangkat
lunak dapat menggantikan peran perangkat lunak sejenis, misalkan fasilitas
migrasi data atau konfigurasi dari perangkat lunak DCIM yang lain. Perbandingan
ini valid dan konsisten dengan rasio konsistensi 5.6%.
Kompabilitas adalah aspek penting lainnya yang dibandingkan. Aspek ini
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu co-existence dan interoperability.
Tabel 5.8 Pembobotan Sub-sub-kriteria Compatibility
Co-existence Interoperability Bobot
Co-existence 1 1/9 10%
Interoperability 9 1 90%
Ternyata menurut expert yang ada di PT DSJ, faktor interoperabilitas jauh lebih
penting dibandingkan dengan faktor co-existence dengan perbandingan seperti
pada tabel 5.8. Hal ini dapat dimaklumi karena DCIM harus dapat berinteraksi
dengan baik dengan sistem lain ataupun perangkat lain yang menjadi obyek
manajemen DCIM.
Faktor terakhir yang menjadi bahan pertimbangan kualitas perangkat lunak adalah
faktor keamanan. Faktor ini terdiri dari 4 aspek yang dibandingkan
pembobotannya.
Tabel 5.9 Pembobotan Sub-sub-kriteria Security
Confidentiality Integrity Accountability Authenticity Bobot
Confidentiality 1 1/5 1/5 1/7 4.82%
Integrity 5 1 1/2 1 13.46%
Accountability 5 2 1 3 21.91%
Authenticity 7 7 1/3 1 59.81%
Dari tabel 5.9 dapat disimpulkan bahwa untuk aspek keamanan, yang terpenting
adalah sistem harus melakukan validasi pengguna yang akan masuk ke dalam
sistem. Setelah itu diatur hak-hak dari pengguna dalam sistem agar dapat dijaga
integritas data maupun konfigurasi sistem. Pertimbangan terakhir adalah masalah
kerahasiaan, ini disebabkan karena sistem DCIM ini digunakan dalam lingkungan
yang terbatas sehingga pengamanan secara fisik lebih berpengaruh. Perbandingan
ini juga valid karena mempunyai rasio konsistensi sebesar 8.8%.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
70
Universitas Indonesia
Langkah selanjutnya adalah melakukan pembobotan antar sub-kriteria dalam
kriteria kualitas perangkat lunak yang terdiri dari 8 sub-kriteria.
Tabel 5.10 Pembobotan Sub-kriteria Kualitas Perangkat Lunak
Fu
nctio
nal S
uitab
ility
Reliab
ility
Usab
ility
Perfo
rman
ce Efficien
cy
Main
tainab
ility
Po
rtability
Co
mp
atibility
Secu
rity
Bo
bo
t
Functional
Suitability
1 1 9 9 9 7 2 2 27.33%
Reliability 1 1 8 6 3 3 2 2 21.92%
Usability 1/9 1/8 1 1 1/3 5 1/4 1/7 4.4%
Performance
Efficiency
1/9 1/6 1 1 1/2 1/2 1/8 1/7 2.54%
Maintainability 1/7 1/3 3 2 1 2 1/6 1/3 5.59%
Portability 1/7 1/3 1/5 2 1/2 1 1/6 1/3 3.51%
Compatibility 1/2 1/2 4 8 6 6 1 4 21.41%
Security 1/2 1/2 7 7 3 3 1/4 1 13.3%
Berdasarkan pendapat expert didapatkan perbandingan prioritas penilaian
perangkat lunak dari segi kualitasnya (tabel 5.10). Ada tiga faktor utama yang
menjadi prioritas paling penting dalam pemilihan perangkat lunak DCIM, yaitu
ketepatan fungsi perangkat lunak dengan kebutuhan, kehandalan perangkat lunak
serta kompatibilitas dengan sistem lain dan perangkat yang menjadi obyek
manajemen. Sistem DCIM terdiri dari banyak modul dan fitur yang harus
dipastikan fungsinya sesuai dengan kebutuhan spesifik pengelolaan data center.
Secara umum data center adalah fasilitas yang sensistif dimana ketersediaannya
selalu dijaga, tentunya membutuhkan dukungan sistem yang handal juga,
termasuk DCIM. Keberhasilan sistem data center juga sangat bergantung pada
sejauh mana dia dapat berinteraksi dengan sistem atau perangkat lain dalam
ekosistem pengelolaan data center.
DCIM. Faktor keamanan menjadi prioritas penilaian selanjutnya. Setelah itu
berturut-turut faktor maintainability, usability, portability dan terakhir efisiensi.
Dengan rasio konsistensi 9.8% perbandingan dianggap valid dan konsisten.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
71
Universitas Indonesia
5.2.2 Pembobotan Kriteria Bisnis
Untuk melengkapi pertimbangan pemilihan produk DCIM ditambahkan
pertimbangan dari sisi bisnis, yaitu faktor penyedia solusi, total biaya kepemilikan
(total cost of ownership) dan dukungan dan layanan (service and support).
Tabel 5.11 Pembobotan Sub-sub-kriteria Penyedia Solusi
Market
Share/Reputation
Local
Representative
Product Portofolio Bobot
Market Share/Reputation 1 1/3 1/3 13.96%
Local Representative 3 1 2 52.78%
Product Portofolio 3 1/2 1 33.25%
Pertimbangan faktor penyedia solusi DCIM adanya mitra lokal dan apakah
penyedia DCIM juga merupakan penyedia komponen data center yang lain
dipandang lebih penting bagi PT DSJ dibandingkan dengan reputasi atau
penguasaan pangsa pasar di tingkat global. Perbandingan ketiga faktor tersebut
tercantum pada tabel 5.11 dengan rasio konsistensi yang dianggap konsisten dan
valid karena berada pada angka 5.6%.
Faktor biaya implementasi sistem DCIM mempertimbangkan semua biaya yang
mungkin timbul dalam pengadaan dan pemeliharaan sistem DCIM, yang terdiri
dari biaya lisensi, biaya pengadaan hardware dan pemeliharaan tahunan.
Tabel 5.12 Pembobotan Sub-sub-kriteria Total Cost of Ownership
Software Cost Hardware Cost Annual
Maintenance
Bobot
Software Cost 1 6 7 75.82%
Hardware Cost 1/6 1 2 15.12%
Annual
Maintenance
1/7 1/2 1 9.05%
Biaya perangkat lunak merupakan komponen biaya yang paling penting sebagai
pertimbangan. Selanjutnya diikuti oleh biaya perangkat keras terakhir biaya
support tahunan(tabel 5.12). Rasio konsistensi perbandingan ini adalah 3.4%,
berarti perbandingannya konsisten dan valid.
Aspek bisnis terakhir yang menjadi bahan pertimbangan adalah masalah
dukungan dan layanan yang diberikan oleh penyedia layanan DCIM, yaitu ada
tidaknya layanan konsultansi dan integrasi serta layanan pelatihan bagi staf PT
DSJ dalam mengoperasikan dan merawat sistem DCIM.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
72
Universitas Indonesia
Tabel 5.13 Pembobotan Sub-sub-kriteria Dukungan dan Layanan
Consultancy/
Integration
Training Service Bobot
Consultancy/Integration 1 3 75%
Training Service 1/3 1 25%
Sistem DCIM adalah sistem yang cukup kompleks dan melibatkan integrasi
berbagai komponen dan sistem lain, sehingga dukungan dan layanan konsultansi
dan integrasi menjadi sangat penting. Perbandingan faktor konsultansi dan
layanan training ada pada tabel 5.13.
Selanjutnya dibandingakan ketiga aspek binis untuk mendapatkan
pembobotannya.
Tabel 5.14 Pembobotan Sub-kriteria Bisnis
Vendor Total Cost of
Ownership
Service & Support Bobot
Vendor 1 1/3 2 24.93%
Total Cost of Ownership 3 1 3 59.36%
Service & Support 1/2 1/3 1 15.71%
Untuk aspek bisnis faktor biaya merupakan pertimbangan utama. Tidak kalah
pentingnya faktor penyedia layanan dan diikuti dengan faktor dukungan dan
layanan. Perbandingan ketiga faktor yang ditampilkan pada tabel 5.14 ini
konsisten dan valid dengan rasio konsistensi 5.6%.
Terakhir dilakukan pembobotan antara kriteria kualitas perangkat lunak dan
kriteria bisnis.
Tabel 5.15 Pembobotan Kriteria Kualitas Perangkat Lunak dan Kriteria Bisnis
Kualitas Perangkat
Lunak
Kriteria Bisnis Bobot
Kualitas Perangkat Lunak 1 2 66.67%
Kriteria Bisnis 1/2 1 33.33%
Dalam konteks PT DSJ, faktor kualitas perangkat lunak memiliki bobot yang
lebih tinggi yaitu 66.67% dibandingkan dengan pertimbangan bisnis dalam
pemilihan produk DCIM yang sesuai dengan kebutuhan PT DSJ.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
73
Universitas Indonesia
Setelah dilakukan pembobotan kriteria penilaian dilakukan penilaian produk
DCIM untuk setiap kriteria yang telah ditetapkan.
5.3 Penentuan Metrik Penilaian
Untuk memudahkan penilaian masing-masing produk DCIM secara obyektif dan
konsisten, melalui FGD yang kedua ditentukan metrik penilaian produk DCIM
untuk setiap kriteria yang telah ditetapkan. Penyusunan metrik dilakukan dengan
pendekatan GQM (Goal, Question & Metric) tujuan, pertanyaan dan metrik.
Untuk setiap sub-sub-kriteria dapat memiliki satu atau lebih metrik penilaian.
Tabel 5.16 Contoh Metrik Penilaian
Goal Question Metric
Characteristic/ Sub-Char.
Explanation/ Context
Compatibility
Derajat yang menunjukkan sejauh mana perangkat lunak dapat saling bertukar informasi dengan produk, sistem atau komponen lain dan atau tetap dapat berfungsi ketika berbagi dalam hardware atau lingkungan perangkat lunak yang sama
Co-existence
Sejauh mana perangkat lunak dapat berfungsi secara efisien ketika berbagi sumber daya yang sama dengan produk lain tanpa saling mengganggu.
Apakah software dapat berbagi hardware dengan software lain (misal dengan virtualisasi)
Ya/Tidak boolean
Interoperability
Kemampuan perangkat lunak dalam berinteraksi dengan sistem yang diinginkan.
Kemampuan berinteraksi dengan sistem lain, protokol dan perangkat/komponen yang didukung
Daftar sistem yg dapat diintegrasikan (BMS, ITSM, dll)
jumlah sistem yang dapat diintegrasikan
Daftar tipe perangkat/kom-ponen data center yang dapat dimonitor
jumlah tipe perangkat yang didukung
Daftar protokol yang didukung
jumlah protokol yang didukung
Contoh metrik penilaian ada pada tabel 5.16, metrik lengkap setiap kriteria ada
pada lampiran 2.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
74
Universitas Indonesia
5.4 Pembobotan Alternatif Produk DCIM
Setelah ditetapkan kriteria penilaian, bobot masing-masing kriteria dan metrik
penilaian kemudian dilakukan pembobotan alternatif pilihan produk DCIM
dengan menggunakan metrik yang telah ditetapkan. Ada 5 produk DCIM yang
dinilai seperti yang terdapat pada tabel 5.17.
Tabel 5.17 Alternatif Produk DCIM
Penyedia Schneider Raritan Cormant Nlyte Nolimit
Nama Produk StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Website schneider-
electric.com
raritan.com cormant.com nlyte.com nolimitssoftware.com
Sumber data yang digunakan adalah hasil kuisioner yang dikirimkan kepada
penyedia solusi (contoh: lampiran 3). Dari 6 kuisioner yang dikirimkan, hanya 1
yang kembali, untuk itu data penilaian dilengkapi dari hasil pengamatan terhadap
produk demo yang bisa di akses secara online, buku panduan produk, atau
penelitian lain.
Untuk membantu melakukan pembobotan kembali digunakan tool AHPCalc
untuk mendapatkan bobot dan rasio konsistensinya.
5.4.1 Pembobotan Kualitas Produk DCIM
Penilaian kualitas produk DCIM yang pertama adalah membandingkan
kelengkapan fungsi produk DCIM dengan daftar fungsi/fitur yang diharapkan.
Setelah itu dihitung presentasi pemenuhan kelengkapan fungsinya dibandingkan
keseluruhan fungsi yang diharapkan.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
75
Universitas Indonesia
Tabel 5.18 Fitur Manajemen Aset
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Asset Record server, pdu, blade, ups, crac, switch, storage, genset, network, cabling
ups, switch, pdu, network, cabling, server, storage, blade
server, rack, pdu network, vlan, cabling, ups, storage
server, rack, pdu, network, cabling, crac, ups, switch
server, rack, pdu, network, cabling, crac, ups, genset, switch, storage, blade
Custom Asset Ya Tidak Ya Ya Ya
Asset Tracking Ya Ya Ya Ya Ya
Maintenance Record Ya Tidak Ya Tidak Tidak
Pada tabel 5.18 dibandingkan kelengkapan fitur masing-masing produk DCIM.
Dapat dilihat produk StruxureWare memiliki kelengkapan fitur manajemen yang
paling banyak, diikuti oleh RaMP dan Cormant-CS.
Tabel 5.19 Fitur Change Management, Capacity Management & Monitoring
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Change Management
Configuration Management Ya Ya Ya Ya Ya
Workflow Tidak Ya Ya Ya Tidak
Capacity Management
Visualisation asset, rack, floor map
asset, rack, floor map, network cabling
asset, rack, floor map, network cabling
asset, rack, floor map, network cabling, cooling
asset, rack, floor map
Simulation/Planning floor, rak space, rack power, cooling, network cabling, blade
floor, rack space, rack power, network cabling, blade
floor, rack space, rack power, network cabling
floor, rack space, rack power, network cabling, cooling
floor, rack space, rack power, blade
Computaional Fluid Dynamic Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Monitoring
Power Ya Ya Ya Ya Ya
Temperature & Humidity Ya Ya Ya Ya Ya
Server CPU Tidak Ya Tidak Tidak Ya
Storage Tidak Ya Ya Tidak Ya
Network Tidak Tidak Tidak Ya Tidak
Untuk fitur change management hanya StruxureWare dan RaMP yang tidak
memiliki fitur workflow. Sedangkan untuk fitur manajemen kapasitas
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
76
Universitas Indonesia
StruxureWare mempunyai fitur penting yang tidak dimiliki oleh produk lain yaitu
Computational Fluid Dynamic. Fitur CFD sangat berguna untuk melakukan
simulasi pendinginan di dalam ruangan data center yang lebih presisi.
Semua produk memiliki fitur monitor listrik dan suhu & kelembaban udara
ruangan, sedangkan yang dapat melakukan monitor perangkat TI (utilisasi CPU
server dan pentimpanan data) hanya produk dcTrack dan RaMP. Sedangkan
produk Cormant-CS hanya dapat memonitor storage saja. Fitur monitor jaringan
hanya dimiliki oleh produk Nlyte DCIM.
Tabel 5.20 Service Level Management, Dashboard & Multi-teenant
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Service Level Management
Alarm Ya Tidak Ya Tidak Ya
Alert email
email, snmp
email, snmp
Trouble Ticketing Tidak Tidak Ya Ya Ya
Dashboard
Energy Dashboard
PUE, DCiE PUE, DCiE PUE PUE, DCiE, CADE
Capacity Dashboard
space, power, cooling, network port
space, power cooling, patch panel, network port
power, patch panel, network port
space, power, cooling, network
space, power
SLA Dashboard power, cooling, temperature, humidity
Multi-teenant Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Fitur Service Level Management yang dimiliki produk ditandai dengan adanya
fitur alarm dan alert atau pemberitahuan yang umumnya melalui notifikasi pada
layar pengguna. Sebagian produk mendukung notifikasi melalui email ataupun
SNMP trap yang dapat diintegrasikan dengan sistem lain. Untuk fitur trouble
ticketing biasanya didapatkan melalui integrasi dengan sistem trouble ticketing
eksternal, tetapi ada juga produk yang memiliki fitur internal (Cormant-CS, Nlyte
dan RaMP).
Untuk memudahkan manajemen dalam melihat kondisi infrastruktur data center
produk DCIM dilengkapi dengan beberapa macam dashboard. Jenis dashboard
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
77
Universitas Indonesia
yang paling banyak tersedia adalah PUE, diikuti dengan DCiE. Kedua jenis
dashboard ini kurang dapat menggambarkan efisiensi penggunaan energi jika
pada data center diterapkan virtualisasi. Adanya dashboard lain seperti CADE
dapat dianggap sebagai nilai tambah.
Dashboard SLA digunakan untuk memudahkan memonitor tingkat layanan yang
diberikan. Hanya produk RaMP yang memiliki fitur dashboard SLA.
Produk StruxureWare memiliki nilai tambah karena memiliki fitur multi-teenant
yang tidak dimiliki oleh produk lain. Fitur ini sangat berguna jika digunakan oleh
penyedia layanan bagi pihak ketiga seperti PT DSJ.
Dari keseluruhan fitur yang dievaluasi kemudian dilakukan konsolidasi untuk
mendapatkan skor relatif masing-masing produk DCIM untuk faktor kelengkapan
fungsi.
Tabel 5.21 Skor Relatif Faktor Functioanal Completeness
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Asset Management 78% 35% 93% 55% 60%
Change Management 50% 100% 100% 100% 50%
Capacity Management 40% 41% 37% 46% 32%
Monitoring 40% 80% 60% 60% 80% Service Level Management 44% 0% 89% 33% 89%
Dashboard 33% 21% 29% 25% 58%
Multi-teenant 100% 0% 0% 0% 0%
Final Score 55% 39% 58% 46% 53%
Pada tabel 5.21 dihitung skor relatif masing-masing produk DCIM untuk faktor
functional completeness, selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan
berdasarkan skor tersebut.
Setelah dilakukan perhitungan seperti yang tercantum pada tabel 5.22 didapatkan
hasil produk DCIM yang memiliki bobot tertinggi untuk aspek kelengkapan
fungsi adalah produk Cormant-DS diikuti oleh StruxureWare dan RaMP.
Perbandingan ini memiliki rasio konsistensi 0.7% yang berarti konsisten dan
valid.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
78
Universitas Indonesia
Tabel 5.22 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Completeness
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 3 1 2 1 25.45%
dcTrack 1/3 1 1/5 1/2 1/3 7.29%
Cormant-CS 1 5 1 2 1 28.35%
Nlyte DCIM 1/2 2 1/2 1 1/2 13.45%
RaMP 1 3 1 2 1 25.45%
Yang menjadi catatan adalah tidak ada produk yang mempunyai ketepatan fungsi
100% sesuai dengan yang diharapkan.
Selanjutnya dilakukan berpasangan untuk faktor functional correctness, yaitu
sejauh mana produk DCIM dapat menghasilkan output yang sama dengan proses
manual.
Tabel 5.23 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Correctness
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1 1 1 2 22.22%
dcTrack 1 1 1 1 2 22.22%
Cormant-CS 1 1 1 1 2 22.22%
Nlyte DCIM 1 1 1 1 2 22.22%
RaMP 1/2 1/2 1/2 1/2 1 11.11%
Hanya produk dcTrack yang tidak bisa mencatat aset yang tidak standar. Sebagian
besar produk memiliki fitur disain laporan kecuali RaMP. Produk dcTrack
memiliki fasilitas integrasi dengan software reporting yang lain sehingga
kelebihan ini dapat dianggap sebagai kompensasi kekurangannya dalam mencatat
aset. Faktor ketepatan fungsi bobot masing-masing produk hampir sama, kecuali
produk RaMP. Pembobotan ini valid karena memiliki rasio konsistensi 0%.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
79
Universitas Indonesia
Faktor functional appropriateness ditentukan oleh apakah produk yang digunakan
dapat digunakan untuk melakukan fungsi tanpa membutuhkan program lain.
Misalnya untuk memonitor network, mengirim notifikasi atau workflow.
Tabel 5.24 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Functional Appropriateness
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 2 1/4 2 1/6 9.38%
dcTrack 1/2 1 1/6 1 1/8 5.35%
Cormant-CS 4 6 1 4 1/2 29.13%
Nlyte DCIM 1/2 1 1/4 1 1/8 5.83%
RaMP 6 8 2 8 1 50.32%
Seperti yang dapat dilihat pada tabel 5.24, untuk aspek functional appropriateness
bobot tertinggi diperoleh oleh produk RaMP. Hal ini disebababkan karena RaMP
memiliki fungsi built-in untuk memonitor perangkat TI, fasilitas alert melalui
email dan SNMP trap, fungsi ticketing dan juga dashboard energi yang lengkap.
Selanjutnya ditempati oleh Cormant-CS yang dapat memonitor perangkat TI, alert
melalui email serta fasilitas workflow. Peringkat ketiga ditempati oleh
StruxureWare yang memiliki fasilitas CFD dan multi-teenant. Perbandingan ini
valid karena memiliki rasio konsistensi 1.2%.
Gambar 5.4 Panguasaan Pasar Produk DCIM
sumber: (IDC, 2012)
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
80
Universitas Indonesia
Untuk faktor kehandalalan dilakukan pembobotan untuk setiap sub-sub-kriteria,
yaitu maturity, fault-tolerance dan recoverability. Faktor maturity atau
kematangan produk, dilakukan pembobotan berdasarkan data yang diperoleh di
internet seperti yang terdapat pada gambar 5.4.
Tabel 5.25 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Maturity
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 3 5 2 9 43.38%
dcTrack 1/3 1 2 1/3 2 12.08%
Cormant-CS 1/5 1/2 1 1/5 3 8.19%
Nlyte DCIM 1/2 3 5 1 8 32.09%
RaMP 1/9 1/2 1/3 1/8 1 4.25%
Produk StruxureWare merupakan pemimpin produk DCIM berdasarkan survey
dari IDC tahun 2011, diikuti dengan Nlyte dan dcTrack (tabel 5.25). Sedangkan
Cormant-CS baru masuk dalam kajian IDC tahun 2012 (IDC, 2013). Rasio
konsistensi sebasar 3.1% dengan berarti konsisten dan valid.
Tabel 5.26 Fitur Fault-tolerance
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Kemampuan untuk mencegah kesalahan input
Ya Ya Ya Ya Ya
Fitur approval untuk perubahan Ya Ya Ya Ya Ya
Fitur cluster/high availabilty Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Tabel 5.26 berisi data yang digunakan untuk menilai faktor fault-tolerance
berdasarkan metrik yang telah ditetapkan. Selanjutnya dilakukan perbandingan
berpasangan berdasarkan data di atas.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
81
Universitas Indonesia
Tabel 5.27 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Fault-tolerance
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1 3 3 3 33.33%
dcTrack 1 1 3 3 3 33.33%
Cormant-CS 1/3 1/3 1 1 1 11.11%
Nlyte DCIM 1/3 1/3 1 1 1 11.11%
RaMP 1/3 1/3 1 1 1 11.11%
Untuk faktor fault-tolerance StruxureWare dan dcTrack memiliki bobot yang
sama. Dengan rasio konsistensi 0% menandakan perbandingan ini konsisten dan
valid.
Tabel 5.28 Recoverability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Fasilitas backup data Ya Ya Tidak Tidak Ya
Fasilitas backup konfigurasi Ya Ya Ya Ya Ya
Fasilitas auto-backup terjadwal Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan faktor recoverability setiap
produk DCIM berdasarkan data di atas.
Tabel 5.29 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Recoverability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 3 6 6 3 48.7%
dcTrack 1/3 1 3 3 1 19.45%
Cormant-CS 1/6 1/3 1 1/3 1/3 5.58%
Nlyte DCIM 1/6 1/3 3 1 1 11.1%
RaMP 1/3 1 3 1 1 15.17%
Seperti pada tabel 5.29 untuk faktor recoverability produk StruxureWare memiliki
bobot yang tertinggi diikuti oleh dcTrack, RaMP, Nlyte DCIM dan terakhir
Cormant-CS, dengan perbandingan yang konsisten sebesar 4.2%.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
82
Universitas Indonesia
Penilaian faktor usability atau sejauh mana pengguna dapat menggunakan DCIM
secara efisien dan dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Faktor ini terdiri dari 4
faktor, yaitu appropirateness recognisability, learnability, operability dan user
interface aesthethic.
Untuk faktor appropriateness recognisability diukur dengan ketersediaan materi
untuk menjelaskan produk DCIM dalam bentuk white paper, studi kasus atau
presentasi video.
Tabel 5.30 Materi atau Media Penjelasan Produk DCIM
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
White Paper Ya Ya Ya Ya Ya
Case Study
Ya Ya Ya Ya Ya
Video Presentation
Ya Ya Ya Ya Ya
Semua penyedia DCIM cukup baik menyediakan materi yang dapat digunakan
untuk mempelajari konsep dan fasilitas produk yang ditawarkan (tabel 5.30).
Dengan demikian pada faktor ini semua produk DCIM memiliki bobot yang sama.
Penyedia DCIM juga menyediakan materi dalam berbagai macam bentuk untuk
memudahkan pengguna dalam mengoperasikan produk DCIM.
Tabel 5.31 Materi atau Media Panduan Penggunaan Produk DCIM
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Online manual Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Screenshot
Tidak Ya Tidak Tidak Ya
Video Tutorial
Tidak Ya Tidak Tidak Ya
Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan, berdasarkan data pada tabel
5.31 di atas.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
83
Universitas Indonesia
Tabel 5.32 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Learnability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1/2 1/4 1/4 1/4 7.34%
dcTrack 2 1 4 4 2 39.68%
Cormant-CS 4 1/4 1 1 1/2 14.58%
Nlyte DCIM 4 1/4 1 1 1/2 14.58%
RaMP 4 1/2 2 2 1 23.83%
Tabel 5.32 memperlihatkan produk dcTrack memiliki bobot penilaian yang paling
tinggi untuk aspek kemudahan penguasaan produk.
Kemudahan pengoperasian atau operability diukur dengan beberapa hal, yaitu
apakah tampilan antarmuka program DCIM ini rumit, apakah tersedia bantuan
atau wizard dan apakah tampilannya bisa dikustomisasi.
Tabel 5.33 Penilaian Faktor Kemudahan Pengoperasian
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Tampilan Antar Muka Rumit Ya (0.3) Sedang (0.6) Tidak (0.9) Sedang (0.7) Ya (0.4)
Adanya Help atau Wizard Ya Ya Help saja Tidak Help saja
Tampilan dapat dikostumisasi Tidak Ya Tidak Tidak Tidak
Untuk menilai kerumitan antar muka, dilakukan perbandingan tampilan masing-
masing produk DCIM. StruxureWare memiliki tampilan yang paling rumit,
karena kompleksitas sistem dan banyaknya fitur yang dimiliki. Produk dcTrack
cukup bagus tampilannya, dengan menggunakan tree menu di bagian kiri dan isi
di bagian kanan. Tetapi pada bagian kanan masih cukup kompleks dan tidak
terlalu konsisten tiap halamannya. Cormant-CS paling bersih dan konsisten
tampilan antar halamannya, sehingga memudahkan pengguna untuk menguasai
pemakaiannya. Sedangkan Nlyte DCIM cukup bersih dan konsisten tampilannya,
hanya saja tidak memiliki fasilitas help yang baik atau wizard serta tapilannya
tidak bisa dikustomisasi.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
84
Universitas Indonesia
Tabel 5.34 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Operability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1/6 1 3 2 12.76%
dcTrack 6 1 6 9 8 62.43%
Cormant-CS 1 1/6 1 3 2 12.76%
Nlyte DCIM 1/3 1/9 1/3 1 1/2 4.7%
RaMP 1/2 1/8 1/2 2 1 7.36%
Produk dcTrack memiliki bobot operability yang paling tinggi, diikuti oleh
StruxureWare dan Nlyte DCIM. Hasil lengkap ada pada tabel 5.34 dan
perbandingannya dianggap konsiten dan valid dengan rasio konsistensi 1.2%.
Untuk aspek keindahan antar muka, digunakan data perbandingan yang digunakan
pada aspek operability di atas, yaitu pada aspek kerumitan antar muka. Sehingga
langsung dilakukan perbandingan berpasangan dengan hasil sebagai berikut.
Tabel 5.35 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria User Interface Aesthetic
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1/3 1/8 1/6 1/2 4.9%
dcTrack 3 1 1/4 1 3 18.6%
Cormant-CS 8 4 1 2 3 44.82%
Nlyte DCIM 6 1 1/2 1 2 21.67%
RaMP 2 1/3 1/3 1/2 1 10.01%
Dari tabel 5.35 terlihat bahwa produk Cormant-CS memiliki tampilan yang paling
baik. Keseluruhan perbandingan dianggap valid dan konsisten karena memiliki
rasio konsistensi 3.8%.
Untuk pembobotan faktor efisiensi sumber daya, digunakan data hardware
minimum yang dibutuhkan untuk menjalankan program DCIM, termasuk pilihan
penggunaan appliance atau virtualisasi.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
85
Universitas Indonesia
Tabel 5.36 Kebutuhan Hardware Minimum
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
CPU Minimum Multicore Dual Core,
2.8GHz Dual Core Multicore Dual Core
RAM Minimum 16GB 2GB 4GB 3GB 4GB
Harddisk Minimum 40GB 60GB 40GB 100GB 8GB
Appliance Tidak Ya Tidak Tidak Tidak
Virtualisasi Ya Ya Ya Tidak Tidak
Pilihan penggunaan appliance dapat mengurangi biaya, karena sudah dijadikan
satu paket antara hardware dan software. Sedangkan dengan adanya virtualisasi,
maka program DCIM dapat berbagi hardware dengan program yang lain.
Berdasarkan data tersebut dibuat perbandingan berpasangan untuk setiap produk
DCIM yang dinilai.
Tabel 5.37 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Resource Behaviour
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1/4 1/5 1 1/3 7.07%
dcTrack 4 1 1/2 3 2 26.92%
Cormant-CS 5 2 1 4 2 39.01%
Nlyte DCIM 1 1/3 1/4 1 1/3 7.89%
RaMP 3 1/2 1/2 3 1 19.11%
Produk Cormat-CS memiliki bobot efisiensi penggunaan sumber daya yang paling
baik dibandingkan dengan produk yang lain. Perbandingan ini konsisten dan
valid, dengan rasio konsistensi 1.7%.
Pembobotan faktor maintainability ditentukan oleh 3 faktor, yaitu analisability,
modifiability dan testability. Untuk faktor analisability ditentukan dengan apakah
program DCIM memiliki fasilitas log untuk keperluan audit trail. Semua
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
86
Universitas Indonesia
alternatif produk DCIM yang dinilai memiliki fasilitas log yang cukup baik
sehingga dianggap bobotnya sama.
Faktor modifiability ditentukan dengan apakah produk DCIM memiliki fasilitas
yang memudahkan untuk melakukan modifikasi, baik berupa fitur disain laporan,
fasilitas API atau scripting. Perbandingan masing masing produk pada tabel 5.38.
Tabel 5.38 Penilaian Faktor Kemudahan Modifikasi
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Report Designer Ya Ya Ya Ya Tidak
Application Programming Interface
Ya Tidak Ya Ya Tidak
Scripting Ya Tidak Ya Tidak Tidak
Tabel 5.39 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Modifiability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 6 1 3 9 37.28%
dcTrack 1/6 1 1/6 1/3 3 6.64%
Cormant-CS 1 6 1 3 9 37.28%
Nlyte DCIM 1/3 3 1/3 1 6 15.61%
RaMP 1/9 1/3 1/9 1/6 1 3.2%
Hasil perbandingan berpasangan pada tabel 5.39 didapatkan produk StruxureWare
dan Cormant-CS memiliki bobot yang paling tinggi. Dengan konsistensi rasio
2.2%, maka perbandingan ini konsisten dan valid.
Untuk pembobotan testability atau sejauh mana produk memiliki fasilitas testing
terhadap modifikasi yang dilakukan dapat ditentukan dengan melihat apakah
produk DCIM memiliki fasilitas virtualisasi. Sehingga perubahan dapat dicoba
dahulu pada mesin virtual tanpa mengganggu sistem operasional.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
87
Universitas Indonesia
Tabel 5.40 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Testability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1 1 9 9 31.03%
dcTrack 1 1 1 9 9 31.03%
Cormant-CS 1 1 1 9 9 31.03%
Nlyte DCIM 1/9 1/9 1/9 1 1 3.45%
RaMP 1/9 1/9 1/9 1 1 3.45%
Pada tabel 5.40 berdasarkan data fitur virtualisasi yang dimiliki oleh produk
DCIM didapatkan hasil produk StruxureWare, dcTract dan Cormant-CS memiliki
bobot yang sama, perbandingannya valid dengan rasio konsistensi 0%.
Faktor portability atau sejauh mana sistem DCIM dapat bekerja dengan baik dan
efisien dalam lingkungan atau platform yang berbeda ditentukan oleh 3 faktor,
yaitu adaptability, installability dan replaceability.
Faktor yang pertama dari aspek portability adalah faktor adaptability. Faktor ini
ditentukan oleh fitur pencatatan aset yang tidak standar, fitur disain laporan, fitur
perubahan threshold pengukuran dan fasilitas auto discovery aset.
Tabel 5.41 Penilaian Faktor Kemudahan Adaptasi
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Custom Asset Ya Tidak Ya Ya Ya
Report Designer Ya Ya Ya Ya Tidak
Threshold Changes Ya Ya Ya Ya Ya
Auto Discovery Ya Ya Ya Ya Ya
Tabel 5.41 memuat fitur kemudahan adaptasi setiap produk DCIM yang akan
dilakukan perbandingannya.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
88
Universitas Indonesia
Tabel 5.42 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Adaptability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 3 1 1 3 27.27%
dcTrack 1/3 1 1/3 1/3 1 9.09%
Cormant-CS 1 3 1 1 3 27.27%
Nlyte DCIM 1 3 1 1 3 27.27%
RaMP 1/3 1 1/3 1/3 1 9.09%
Seperti yang terlihat pada tabel 5.42, secara konsisten dan valid (CR 0%)
StruxureWare, Cormant-CS dan Nlyte DCIM berbagi bobot yang sama.
Untuk faktor installability, yang menjadi pertimbangan adalah pilihan instalasi
server atau program inti dari DCIM. Apakah mendukung virtualisasi atau
tersedianya appliance sehingga mudah untuk diimplementasi. Selain itu untuk
mengakses program DCIM dapat dilakukan melalui perangkat apa saja. Berikut
data fasilitas masing-masing produk.
Tabel 5.43 Platform yang Didukung
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Virtualization Ya Ya Ya Tidak Tidak
Appliance Tidak Ya Tidak Tidak Tidak
Windows Client Tidak Ya Ya Ya Ya
Browser based Client Ya Ya Tidak Ya Tidak
Smartphone Client Ya Tidak Ya Tidak Tidak
Berdasarkan data pada tabel 5.43 di atas dilakukan pembobotan faktor
installabilty untuk setiap produk DCIM dengan melakukan perbandingan
berpasangan.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
89
Universitas Indonesia
Tabel 5.44 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Installability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1/2 1 2 4 21.68%
dcTrack 2 1 2 4 5 39.78%
Cormant-CS 1 1/2 1 2 4 21.68%
Nlyte DCIM 1/2 1/4 1/2 1 2 10.84%
RaMP 1/4 1/5 1/4 1/2 1 6.01%
Produk dcTrack memiliki bobot yang paling tinggi, di tempat kedua berbagi
tempat StruxureWare dan Cormant-CS (tabel 5.44). Perbandingannya konsisten
dan valid dengan rasio konsistensi 0.6%.
Untuk faktor replaceability ditentukan satu aspek saja, yaitu apakah produk DCIM
memiliki fasilitas untuk melakukan import data atau konfigurasi dari produk lain.
Tabel 5.45 Fasilitas Import dari Produk DCIM lain
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Import feature Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Dengan menggunakan data pada tabel 5.45 dilakukan pembobotan untuk setiap
produk DCIM.
Tabel 5.46 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Replaceabilty
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 9 9 9 9 69.23%
dcTrack 1/9 1 1 1 1 7.69%
Cormant-CS 1/9 1 1 1 1
7.69%
Nlyte DCIM 1/9 1 1 1 1
7.69%
RaMP 1/9 1 1 1 1
7.69%
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
90
Universitas Indonesia
Hanya StruxureWare yang memiliki fasilitas import dari produk DCIM lain
sehingga seperti pada tabel 5.46 memiliki bobot yang tertinggi. Konsistensi rasio
0% berarti valid dan konsisten.
Penilaian aspek co-existence yang merupakan bagian dari aspek compatibility
bersama dengan aspek interoperability hanya ditentukan oleh bisa tidaknya
produk DCIM bekerja pada lingkungan virtualisasi. Berdasarkan data yang ada di
atas, maka pembobotannya adalah sebagai berikut.
Tabel 5.47 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Co-existence
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1 1 9 9 31.03%
dcTrack 1 1 1 9 9
31.03%
Cormant-CS 1 1 1 9 9
31.03%
Nlyte DCIM 1/9 1/9 1/9 1 1
3.45%
RaMP 1/9 1/9 1/9 1 1
3.45%
Seperti yang terdapat pada tabel 5.47, hanya produk yang memiliki fitur
virtualisasi yang memiliki bobot lebih tinggi. Dengan rasio konsistensi 0%
perbandinganya valid dan konsisten.
Faktor interoperability ditentukan oleh sejauh mana produk DCIM dapat
berinteraksi dengan sistem lain yang mendukung pengelolaan data center. Selain
sistem yang dapat diintegrasikan dengan DCIM, jenis perangkat yang bisa
dikelola juga menentukan faktor interoperability. Dalam interaksi dan komunikasi
dengan perangkat tersebut digunakan berbagai macam protokol komunikasi data.
Dengan demikian jenis protokol yang didukung dapat menggambarkan jenis
perangkat yang didukung.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
91
Universitas Indonesia
Tabel 5.48 Sistem dan Protokok yang Didukung
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Sistem yang didukung
BMC Remedy,
VMWare
vCenter, Cisco
UCS,
Schneider
TAC Vista
BMC Remedy,
BMC ADDM, BMC Atrium, HP Insight, VMWare
vCenter, Intel DCM
Protokol yang didukung
TCP/IP,
SNMP, web
service
TCP/IP,
SNMP, web
service
TCP/IP, SNMP, web
service
TCP/IP, SNMP, web
service
TCP/IP, SNMP, web
service, IPMI
(including iDRAC, iLO,
RIBCL, ALOM, RSA),
WBEM, WMI
Dari data di atas dilakukan perbandingan berpasangan untuk mendapatkan
pembobotannya.
Tabel 5.49 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Interoperability
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 3 3 1/2 1/3 15.69%
dcTrack 1/3 1 1 1/5 1/7
5.7%
Cormant-CS 1/3 1 1 1/5 1/7
5.7%
Nlyte DCIM 2 5 5 1 1/2
27.61%
RaMP 3 7 7 2 1
45.29%
Produk RaMP yang mendukung protokol yang paling banyak mendapatkan bobot
tertinggi, diikuti oleh Nlyte DCIM dan StruxureWare, perbandingannya valid dan
konsisten dengan CR 0.5% dan hasil lengkap seperti pada tabel 5.49.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
92
Universitas Indonesia
Untuk aspek keamanan yang terdiri dari confidentiality, integrity, accountability
dan authenticity semua produk memiliki fitur yang hampir sama. Misalkan untuk
aspek confidentiality dan integrity semua produk DCIM menerapkan kontrol
akses dengan membedakan level pengguna dan membatasi wewenangnya sesuai
denga level yang ditentukan, baik ketika mengakses data ataupun ketika
mengubah data. Untuk aspek accountability semua produk DCIM mempunyai
detil log aktivitas pengguna yang dapat digunakan untuk menelusuri kegiatan
pengguna apabila terjadi sesuatu.
Aspek authenticity ditandai dengan kewajiban pengguna untuk memasukkan
username dan password untuk mengakses sistem. Dengan menggunakan protokol
LDAP, memungkinkan sistem ini untuk diintegrasikan dengan sistem lain melalui
mekanisme single-sign-on. Dapat dikatakan fitur keamanan merupakan fitur
standar bagi semua produk DCIM, sehingga bobot untuk aspek ini sama untuk
semua produk.
5.4.2 Pembobotan Kriteria Bisnis Produk DCIM
Setelah melakukan penilaian kriteria teknis atau kualitas software selanjutnya
dilakukan penilaian kriteria non teknis atau kriteria bisnis. Aspek yang pertama
adalah aspek vendor atau penyedia solusi DCIM ditentukan oleh 3 aspek, yaitu
aspek reputasi atau penguasaan pasar, aspek portofolio produk penyedia dan aspek
apakah penyedia mempunyai mitra lokal di Indonesia. Berikut profil penyedia
solusi DCIM.
Tabel 5.50 Profil Penyedia DCIM
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Nama Perusahaan Schneider Raritan Cormant Nlyte
Nolimit Software
Tahun berdiri 1836 1985 2001 2003 2009
Kantor Pusat Perancis Amerika Serikat Amerika Serikat Amerika Serikat
Amerika Serikat
Jumlah Cabang >100 negara 76 negara 11 negara Tidak ada Tidak ada
Bisnis Utama Peralatan listrik Infrastruktur TI Infrastruktur TIK DCIM DCIM
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
93
Universitas Indonesia
Berdasarkan data pada tabel 5.50 di atas dan data penguasaan pasar dari IDC
(IDC, 2013) dilakukan perbandingan berpasangan setiap produk DCIM untuk
aspek reputation/market share.
Tabel 5.51 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Market Share/Reputation
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 4 8 7 9 56.74%
dcTrack 1/4 1 3 4 7
22.34%
Cormant-CS 1/8 1/3 1 1/2 6
8.62%
Nlyte DCIM 1.7 1/4 2 1 3
9.14%
RaMP 1/9 1/7 1/6 1/3 1
3.16%
Schneider sebagai penyedia StruxureWare dipandang memiliki bobot paling
tinggi. Karena selain usianya paling tua diantara yang lain, Schneider juga dikenal
sebagai penyedia infrastuktur yang handal yang memiliki cabang di banyak
negara. Disusul oleh Raritan sebagai penyedia dcTrack yang juga memiliki
banyak cabang di seluruh dunia dan dikenal sebagai penyedia perangkat
infrastruktut TI. Perbandingan ini valid dan konsisten dengan rasio konsistensi
9.3%.
Dari kesemua penyedia DCIM hanya Schneider yang memiliki cabang di
Indonesia, sehingga perbandingan berpasangannnya adalah sebagai berikut.
Tabel 5.52 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Local Partner
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 9 9 9 9 69.23%
dcTrack 1/9 1 1 1 1 7.69%
Cormant-CS 1/9 1 1 1 1
7.69%
Nlyte DCIM 1/9 1 1 1 1
7.69%
RaMP 1/9 1 1 1 1
7.69%
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
94
Universitas Indonesia
Pembobotan dengan hasil seperti pada tabel 5.52 di atas sudah pasti valid dan
konsisten karena memiliki rasio konsistensi sebesar 0%.
Selanjutnya, masih dengan menggunakan data yang ada pada tabel 5.50 dilakukan
pembobotan aspek portofolio produk yang dimiliki oleh penyedia DCIM.
Tabel 5.53 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Product Portfolio
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 3 7 9 9 53.29%
dcTrack 1/3 1 4 8 8 28.39%
Cormant-CS 1/7 1/4 1 4 4
10.61%
Nlyte DCIM 1/9 1/8 1/4 1 2
4.38%
RaMP 1/9 1/8 1/4 1/2 1
3.33%
Penyedia StruxureWare memiliki bobot tertinggi karena selain menyediakan
solusi DCIM juga dikenal sebagai penyedia berbagai perangkat data center, mulai
dari peralatan listrik sampai dengan peralatan pendingin. Diharapkan dengan
memilih Schneider dapat memudahkan dalam melakukan integrasi dengan
perangkat infrastruktur data center yang ada. Posisi kedua ditempati oleh Raritan
sebagai penyedia dcTrack yang juga meyediakan produk-produk infrastruktur TI
seperti KVM, Remote Power Boot dan lain-lain. Secara keseluruhan pembobotan
pada tabel 5.53 ini valid dengan rasio konsistensi 6.5%.
Selanjutnya dilakukan pembobotan aspek biaya implementasi. Berikut
perbandingan biaya implementasi DCIM tiap produk untuk kebutuhan 300 rak.
Tabel 5.54 Perbandingan Biaya Implementasi (dalam USD)
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Biaya Lisensi 330,000 147,000 54,000 300,000 18,000
Biaya pemeliharaan tahunan
33,000 14,700 6,480 36,000 3,600
Biaya Hardware 7,300 3,700 3,300 4,500 3,300
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
95
Universitas Indonesia
Berdasarkan data pada tabel 5.54 di atas dilakukan pembobotan faktor software
cost atau license cost.
Tabel 5.55 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Software Cost
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1/5 1/8 1/2 1/9 3.3%
dcTrack 5 1 1/4 6 1/5 14.1%
Cormant-CS 8 5 1 6 1/2
30.99%
Nlyte DCIM 2 1/6 1/6 1 1/9
4.5%
RaMP 9 5 2 9 1
47.11%
Produk RaMP membutuhkan biaya lisensi yang paling rendah di antara semua
produk DCIM yang dinilai, mungkin ini disebabkan karena RaMP adalah produk
baru sehingga biaya yang murah digunakan sebagai strategi untuk meraih pasar.
Begitu juga yang terjadi pada produk Nlyte yang juga merupakan pemain baru.
Dengan rasio konsistensi 6.7% dapat dikatakan perbandingannya valid.
Biaya perawatan tahunan bervariasi untuk setiap produk, besarnya berkisar antara
10% sampai dengan 20% dari biaya lisensi, berikut perbandingannya.
Tabel 5.56 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Annual Maintenance
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1/5 1/7 2 1/7 5.49%
dcTrack 5 1 1/2 3 1/3 16.86%
Cormant-CS 7 2 1 6 1/2
29.12%
Nlyte DCIM 1/2 1/3 1/6 1 1/8
4.5%
RaMP 7 3 2 8 1
44.04%
Untuk faktor biaya pemeliharaan tahunan tidak berbeda bobotnya dengan bobot
faktor biaya lisensi, karena biaya pemeliharaan merupakan presentasi dari biaya
lisensi. Perbedaannya hanya pada peringkat 4 dan 5, keseluruhan pembobotan
valid dan konsisten dengan rasio konsistensi 3.6%.
Biaya pengadaan hardware didapatkan dari spesifikasi hardware minimum yang
dibutuhkan untuk instalasi sistem DCIM, kemudian dicari harganya di pasaran.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
96
Universitas Indonesia
Dalam melakukan perbandingan, biaya tersebut dikombinasikan dengan faktor
apakah sistem DCIM dapat diinstall pada lingkungan virtualisasi.
Pertimbangannya jika bisa dipasang secara virtual berarti dapat menghemat biaya
pengadaan hardware karena dapat berbagi dengan sistem lain.
Tabel 5.57 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Hardware Cost
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 1/4 1/5 1/4 1/6 4.74%
dcTrack 4 1 1/2 3 2 26.58%
Cormant-CS 5 2 1 3 2
35.94%
Nlyte DCIM 4 1/3 1/3 1 1/3
11.02%
RaMP 6 1/2 1/2 3 1
21.73%
Peringkat pembobotan biaya hardware yang tertinggi diperoleh oleh Cormant-CS
diikuti oleh dcTrack. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.57, rasio konsistensi
perbandingannya 5.9% berarti konsisten dan valid.
Aspek bisnis yang terakhir adalah aspek dukungan dan layanan yang terdiri dari 2
aspek yaitu layanan konsultansi dan pelatihan. Semua penyedia DCIM
menyediakan kedua macam layanan tersebut. Untuk itu agar dapat diberikan
pembobotan harus dikombinasikan dengan faktor yang lain.
Untuk pembobotan layanan konsultansi yang dapat dipertimbangkan apakah
penyedia DCIM memiliki mitra lokal sehingga memudahkan jika terjadi
permasalahan. Hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan adalah jika penyedia
DCIM juga sekaligus penyedia perangkat infrastruktur data center, terlebih lagi
jika penyedia tersebut sudah pernah menyediakan perangkat bagi PT DSJ.
Tabel 5.58 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteria Consultancy
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 5 7 8 9 61.24%
dcTrack 1/5 1 2 3 5 18.34%
Cormant-CS 1/7 1/2 1 1 2
8.52%
Nlyte DCIM 1/8 1/3 1 1 1
6.69%
RaMP 1/9 1/5 1/2 1 1
5.21%
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
97
Universitas Indonesia
Schneider sudah pernah menediakan perangkat bagi PT DSJ, selain itu Schneider
juga memiliki mitra lokal di Indonesia, ini yang menjadikannya unggul.
Perbandingan lengkap seperti pada tabel 5.58 memiliki rasio konsistensi 2.5%
yang berarti konsisten dan valid.
Faktor terakhir yang dibandingkan adalah faktor layanan pelatihan. Pertimbangan
yang mempengaruhi faktor ini diantaranya adalah jenis pelatihan yang disediakan,
tempat pelatihan, juga apakah pelatihan dapat diintegrasikan dengan pelatihan
komponen infrastruktur atau sistem yang lain. Data bahan perbandingan ada pada
tabel 5.59.
Tabel 5.59 Perbandingan Fasilitas Pelatihan
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP
Jenis Pelatihan
user,
administrator general training
user, administrator
standard, advanced, workflow,
dashboard, reporting
general training
Tempat Pelatihan in-house, online in-house in-house in-house in-hoise
Integrasi pelatihan
electrical,
cooling KVM, PDU
Dengan menggunakan data di atas, dilakukan perbandingan berpasangan untuk
mendapatkan pembobotan untuk setiap produk DCIM.
Tabel 5.60 Pembobotan Alternatif Sub-sub-kriteriaTraining
StruxureWare dcTrack Cormant-CS Nlyte DCIM RaMP Bobot
StruxureWare 1 3 3 2 4 40.75%
dcTrack 1/3 1 2 1 2 18.49%
Cormant-CS 1/3 1/2 1 1/2 2
12.56%
Nlyte DCIM 1/2 1 2 1 1
17.79%
RaMP 1/4 1/2 1/2 1 1
10.41%
Untuk faktor training peringkat pertama ditempati oleh StruxureWare dan diikuti
oleh dcTrack. Ini disebabkan karena keduanya memiliki program pelatihan yang
dapat diintegrasikan dengan pelatihan produk lain. Rasio konsistensi
perbandingan ini adalah 4%, berarti konsisten dan valid.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
98
Universitas Indonesia
5.5 Penghitungan Peringkat dengan Software Open Decision Maker
Dalam melakukan analisis AHP digunakan dua buah software yang berbeda, yaitu
AHPCalc dan Open Decision Maker (ODM). Untuk pengitungan peringkat secara
keseluruhan sebenarnya cukup dengan menggunakan ODM, tetapi jika
menggunakan ODM saja rasio konsistensi yang didapat adalah rasio konsistensi
akhir. Sehingga jika terjadi ketidak-konsistenan harus dilakukan perbandingan
ulang.
Software AHPCalc digunakan untuk melakukan perbandingan berpasangan antar
kriteria ataupun antar alternatif. Dengan software ini dapat langsung diketahui
rasio konsistensi tiap perbandingan, sehingga dapat dilakukan koreksi segera jika
ditemukan perbandingan yang tidak konsisten.
Langkah pertama adalah memasukkan tujuan analisis AHP, dalam hal ini adalah
memilih produk DCIM yang paling sesuai. Gambar 5.5 menunjukan tampilan saat
memasukkan tujuan.
Gambar 5.5 Memasukkan Tujuan Analisis AHP
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
99
Universitas Indonesia
Langkah selanjutnya adalah memasukkan alternatif produk DCIM yang akan
dinilai, seperti yang terdapat pada gambar 5.6.
Gambar 5.6 Memasukkan Tujuan Alternatif Produk DCIM
Langkah ketiga adalah memasukkan hirarki kriteria AHP satu persatu sesuai
dengan hirarki yang telah disusun (gambar 5.7).
Gambar 5.7 Memasukkan Hirarki AHP
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
100
Universitas Indonesia
Langkah selanjutnya adalah melakukan pembobotan kriteria dengan melakukan
perbandingan berpasangan untuk setiap sub-sub-kriteria dalam satu sub-kriteria,
perbandingan berpasangan antar sub-kriteria terakhir perbandingan berpasangan
antar kriteria utama, yaitu kriteria kualitas software dan kriteria bisnis. Cara
memasukkan perbandingannya seperti yang terlihat pada gambar 5.8.
Gambar 5.8 Melakukan Perbandingan Antar Kriteria
Software ODM memberikan fasilitas untuk memeriksa apakah telah dilakukan
perbandingan kriteria atau belum. Jika suatu kriteria masih berwarna merah, ini
berarti belum dilakukan perbandingan, sedangkan jika sudah dilakukan
perbandingan, maka tulisan akan berubah menjadi hijau. Dengan demikian bisa
diketahui jika ada perbandingan yang terlewat.
Langkah kelima adalah melakukan pembobotan alternatif pilihan produk DCIM
untuk masing-masing kriteria. Sama dengan saat melakukan perbandingan
kriteria, ODM juga memberikan fasilitas perubahan warna merah dan hijau untuk
membedakan mana yang sudah dilakukan perbandingan dan yang belum. Gambar
5.9 menunjukkan proses pemasukan perbandingan.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
101
Universitas Indonesia
Gambar 5.9 Melakukan Perbandingan Antar Produk DCIM tiap Kriteria
Jika semua perbandingan sudah dilakukan, dapat dilanjutkan pada langkah
terakhir yaitu melihat hasil akhir pemeringkatan seperti yang terdapat pada
gambar 5.10.
Gambar 5.10 Hasil Akhir Pemeringkatan
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
102
Universitas Indonesia
5.6 Hasil Akhir Pemeringkatan
Dengan menggunakan bantuan software ODM, setelah dilakukan langkah-langkah
penghitungan didapatkan hasil akhir pemeringkatan seperti yang terdapat pada
tabel 5.61.
Tabel 5.61 Hasil Akhir Pemeringkatan
Peringkat Produk DCIM Bobot
1 StruxureWare 24.77%
2 RaMP 24.65%
3 Cormant-CS 19.45%
4 dcTrack 17.65%
5 Nlyte DCIM 13.48%
Produk StruxureWare keluar sebagai pemenang dan dianggap sebagai produk
DCIM yang paling tepat bagi PT DSJ berdasarkan evaluasi terhadap seluruh
metrik dan kriteria yang telah ditetapkan.
Peringkat kedua ditempati oleh RaMP yang menempati peringkat kedua untuk
kategori teknis tetapi peringkat pertama untuk kategori bisnis. Hal ini disebabkan
karena biaya implementasi RaMP jauh lebih rendah dibandingkan produk DCIM
yang lain. Perincian bobot masing-masing produk DCIM untuk kriteria kualitas
software dan kriteria bisnis ditampilkan pada tabel 5.62.
Tabel 5.62 Perincian Bobot Tiap Kriteria
Produk DCIM Bobot Kualitas Software Bobot Kriteria Bisnis
StruxureWare 23.90% 26.52%
RaMP 23.00% 27.94%
Cormant-CS 17.96% 22.43%
dcTrack 18.14% 16.67%
Nlyte DCIM 17.00% 6.44%
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
103 Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melalui keseluruhan tahapan penelitian, dalam bab ini dijabarkan
kesimpulan dan saran yang dibuat. Kesimpulan didapatkan baik dari hasil akhir
analisis maupun dari proses penelitian. Saran yang disampaikan dalam bab ini
terdiri dari dua macam saran, yaitu saran praktis bagi PT DSJ dan saran bagi
peneliti lain yang akan mengambil topik penelitian yang sama dengan penelitian
ini.
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian
yaitu: “Produk Data Center Infrastructure Management yang mana yang paling
tepat untuk memenuhi kebutuhan PT DSJ dalam meningkatkan efisiensi
infrastruktur data center ?”. Kesimpulan ini menjawab pertanyaan penelitian
tersebut ditambahkan dengan kesimpulan tambahan yang didapatkan selama
proses penelitian. Berdasarkan hasil akhir analisis dan keseluruhan proses
penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Seperti yang ditampilkan dalam tabel 5.61, produk StruxureWare dari
Schneider Electric adalah produk yang tepat memenuhi kebutuhan PT
DSJ dalam meningkatkan efisiensi infratruktur data center-nya
berdasarkan penilaian dan pembobotan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Panduan standar ISO/IEC 25010 tentang model penilaian kualitas
software serta katalog kriteria non-teknis GESSI dapat digunakan untuk
memudahkan penyusunan kriteria penilaian software secara
komprehensif.
3. Metode AHP dapat digunakan untuk membantu dalam proses
pengambilan keputusan yang melibatkan banyak pilihan serta banyak
kriteria yang saling terkait secara obyektif dan terstruktur.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
104
Universitas Indonesia
6.2 Saran
Dengan segala keterbatasan yang ada, penelitian ini tentunya jauh dari sempurna,
untuk itu penulis meberikan beberapa saran baik bagi PT DSJ maupun bagi
peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan topik atau metode sejenis.
Saran praktis bagi PT DSJ :
1. Untuk memvalidasi kesimpulan penelitian ini, harus dilakukan pendalaman
terkait dengan total biaya kepemilikan produk DCIM yang mungkin terlewat
dalam penelitian ini.
2. Penelitian ini hanya menggunakan panduan ISO/IEC 25010 untuk diambil
model kualitas internal dari software DCIM. Pada saat benar-benar mencoba
produk StruxureWare sebaiknya mengikuti panduan model kualitas software
dalam penggunaan seperti yang terdapat pada standar tersebut.
Saran bagi peneliti atau calon peneliti lain :
1. Proses penilaian kualitas software adalah proses yang kompleks dan harus
dilakukan mulai dari proses perancangan sampai dengan implementasi. Seri
standar ISO/IEC 25xxx (SQuaRE) memberikan panduan yang lengkap yang
bisa digunakan dalam keseluruhan proses penilaian. Apabila ada peneliti yang
akan melakukan penelitian tentang kualitas software, sebaiknya
menggunakan seri standar tersebut secara lengkap.
2. Dalam pelaksanaan analisis dan penghitungan peringkat dalam penelitian ini
menggunakan dua macam tool yaitu AHPCalc dan ODM. Hal ini sangat tidak
efisien, untuk itu jika ada peneliti yang akan menggunakan metode AHP
mungkin bisa memodifikasi software open source ODM agar bisa
menampilkan rasio konsistensi per langkah.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
105 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Aggar, M. (2011, June 1). The IT Energy Efficiency Imperative. Retrieved
February 1, 2013, from Microsoft - Environtment:
http://download.microsoft.com/download/7/5/A/75AB83E8-2487-409F-AC6C-
4C3D22B72139/ITEI_Paper_5.27.11.pdf
Alanbay, O. (2005). ERP SELECTION USING EXPERT CHOICE SOFTWARE.
International Symposium on the Analytical Hierarchy Process. Honolulu: ISAHP.
Alger, D. (2005). Build the Best Data Center Facility for Your Business.
Indianapolis: Cisco Press.
Applegate, L. M., Austin, R. D., & Soule, D. L. (2009). Corporate Information
Strategy and Management (8th ed.). New York: McGraw Hill.
Arregoces, M. &. (2003). Data Center Fundamentals. Indianapolis: Cisco Press.
ASHRAE. (2011). ASHRAE TC 9.9, 2011 Thermal Guidelines for Data
Processing Environments – Expanded Data Center Classes and Usage Guidance.
Atlanta: American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning
Engineers.
ASHRAE. (2012). IT Equipment Thermal Management and Controls. Atlanta:
American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers.
Bank Indonesia. (2007). PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH BANK UMUM. Jakarta: Bank
Indonesia.
Bellady, C., Rawson, A., Pfleuger, J., & Cader, T. (2008). GREEN GRID DATA
CENTER POWER EFFICIENCY METRICS: PUE AND DCIE. Beaverton: The
Green Grid.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
111
111
Boehm, B. w., Brown, J. R., & Lipow, M. (1976). USC-CSE-76-501 -
Quantitative Evaluation of Software Quality. Los Angeles: Center for Systems
and Software Engineering.
Botella, P., Burgués, X., Carvallo, J.-P., Franch, X., Grau, G., Marco, J., et al.
(2004). ISO/IEC 9126 in practice: what do we need to know ? Software
Measurement European Forum. Rome: DPO.
Brill, K. G. (2007). Data Center Energy Efficiency and Productivity. Santa Fe:
Uptime Institute.
Brill, K. G., & Stanley, J. (2009). IT and Facilities Initiatives for Improved Data
Center Efficiency. New York: Uptime Institute.
Broderick, K. (2012). IDC MarketScape: Worldwide Data center Infrastructure
Management (DCIM) 2011 Vendor Analysis. Framingham: IDC.
Cappuccio, D. J. (2010). DCIM: Going Beyond IT. Stamford: Gartner.
Cartlidge, A., Hanna, A., Rudd, C., Macfarlane, I., Windebank, J., & Rance, S.
(2007). An Introductory Overview of ITIL® V3. Wokingham: itSMF Ltd.
Carvallo, J. P., & Franch, X. (2006). Extending the ISO/IEC 9126-1 quality model
with non-technical factors for COTS components selection. International
Workshop on Software Quality (pp. 9-14). Shanghai: ICSE.
Carvallo, J. P., Franch, X., & Quer, C. (2011, June 30). Non-Technical Quality
Features Catalogue (Extension of the ISO/IEC 9126-1 Quality Model). Retrieved
May 26, 2013, from Departament d'Enginyeria de Serveis i Sistemes
d'Informació. ESSI: http://www.essi.upc.edu/~qms/DesCOTS/CQM/Non.htm
Cole, D. (2012, May 9). Data Center Knowledge Guide to Data Center
Infrastructure Management. Retrieved February 2, 2013, from IIS Group Web
site: http://iisgroupllc.com/wp-content/uploads/2013/02/Data-Center-Knowlede-
DCIM-Guide.pdf
Cote, M.-A., Suryn, W., Martin, R. A., & Laporte, C. Y. (2004, June). Evolving a
Corporate Software Quality Assessment Exercise: A Migration Path to ISO/IEC
9126. Software Quality Professional , pp. 4-17.
Data Center Efficiency Task Force. (2011, May 17). Recommendations for
Measuring and Reporting Overall Data Center Efficiency. Retrieved February 2,
2013, from The Green Grid:
http://www.thegreengrid.org/~/media/WhitePapers/Data%20Center%20Metrics%
20Task%20Force%20Recommendations%20V2%205-17-2011.pdf?lang=en
DatacenterDynamics. (2012). A Snapshot of the Indonesian Data Center Market.
DatacenterDynamics. Jakarta: DatacenterDynamics.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
112
112
Dines, R. A., Washburn, D., Schreck, G., & Chi, E. (2011). Build Or Buy? The
Economics Of Data Center Facilities. Cambridge: Forrester Research, Inc.
Dunlap, K., & Rasmussen, N. (2006, June 6). The Advantages of Row and Rack-
Oriented Cooling Architectures for Data Centers. Retrieved May 15, 2012, from
APC by Schneider Web Site: http://www.apcmedia.com/salestools/VAVR-
6J5VYJ/VAVR-6J5VYJ_R2_EN.pdf
Esaki, K. (2013). Verification of Quality Requirement Method Based on the
SQuaRE System Quality Model. American Journal of Operations Research , 70-
79.
Evans, T. (2012, February 28). The Different Technologies for Cooling Data
Centers. Retrieved May 2, 2012, from APC by Schneider Electric Web site:
http://www.apcmedia.com/salestools/VAVR-5UDTU5_R2_EN.pdf
Greenfield Software. (2012, March 2012). Data Center Infrastructure
Management: ERP for Data Center. Retrieved May 15, 2012, from Greenfield
Software website: http://www.greenfieldsoft.com/resources/Webinar2_DCIM-
ERP%20for%20DC%20Manager.pdf
IDC. (2012). IDC MarketScape: Worldwide Datacenter Infrastructure
Management (DCIM )2011 Vendor Analysis. Framingham: IDC.
IDC. (2013). IDC MarketScape: Worldwide Datacenter Infrastructure
Management 2013 Vendor Analysis. Framingham: IDC.
Ikemoto, S., Warner, M., Docca, A., & Moezzi, H. (2012, November 21).
Predictive Data Center Infrastructure Management (DCIM). Retrieved February
4, 2013, from Future Facilities:
http://www.futurefacilities.com/media/whitepapers/PDCIM/Predictive_Data_Cent
er_Infrastructure_Management.pdf
International Standard 9126. (1991). Information Technology--Software
Evaluation. Quality Characteristics and Guidelines for their Use. ISO.
ISO/IEC 25010. (2011). Systems and software engineering - Systems and software
Quality Requirements and Evaluation (SQuaRE) — System and software quality
models. Geneva: ISO/IEC.
ISO/IEC 25030. (2007). Software engineering — Software product Quality
Requirements and Evaluation (SQuaRE) - Quality requirements. Geneva:
ISO/IEC.
Kaplan, J. A., Forrest, W., & Kindler, N. (2008). Revolutionizing Data Center
Efficiency. New York: McKinsey & Company.
Liang, S.-K. (2007). Selecting the optimal ERP software by combining ISO 9126
Standard and Fuzzy AHP Approach. Contemporary Management Research , 3
(1), 23-44.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
113
113
Malone, C., & Belady, C. (2006). Metrics to Characterize Data Center & IT
Equipment Energy Use. Digital Power Forum, (pp. 18-20). Dallas, TX.
McCall, J. A., Paul, R. K., & Walters, G. E. (1977). Factors in Software Quality:
Concept and Definitions of Software Quality. New York: General Electric
Company.
Newcombe, L. (2011, April 5). Analysis of data centre cooling energy efficiency.
Retrieved February 5, 2013, from Data Center Specialist Group:
http://dcsg.bcs.org/sites/default/files/protected/Analysis%20of%20data%20centre
%20cooling%20energy%20efficiency%20v1.0.0.pdf
Newcombe, L. (2010, May 8). Data Centre Energy Efficiency Metrics. Retrieved
February 1, 2013, from Data Centre Specialist Group:
http://dcsg.bcs.org/sites/default/files/protected/data-centre-energy.pdf
Niemann, J. (2008, October 7). Hot Aisle vs. Cold Aisle Containtment. Retrieved
May 15, 2012, from APC by Schneider Web site:
http://www.apcmedia.com/salestools/DBOY-7EDLE8_R0_EN.pdf
Özkan, B., Başlıgil, H., & Şahin, N. (2011). Supplier Selection Using Analytic
Hierarchy Process: An Application From Turkey. World Congress on Engineering
2011. II. London: WCE 2011.
Patel, C. D. (2005). Cost Model for Planning, Development and Operation of a
Data Center. Palo Alto: HP Internet Systems and Storage Laboratory.
Pemerintah Republik Indonesia. (2012). PENYELENGGARAAN SISTEM DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK - PP No 82 tahun 2012. Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.
Rasmussen, N. (2003, Feruary 14). Air Distribution Architecture Options for
Mission Critical Facilities. Retrieved May 15, 2012, from APC by Schneider Web
Site: http://www.apcmedia.com/salestools/NRAN-5TN9QM/NRAN-
5TN9QM_R3_EN.pdf
Rasmussen, N. (2012, Septermber 14). Power and Cooling Capacity Management
for Data Centers. Retrieved December 3, 2012, from APC by Schneider Web
Site: http://www.apcmedia.com/salestools/NRAN-6C25XM/NRAN-
6C25XM_R3_EN.pdf
Rawashdeh, A., & Matalkah, B. (2006). A New Software Quality Model for
Evaluating COTS Components. Journal of Computer Science , 373-381.
Saaty, L. T. (2008). Decision making with the analytic hierarchy process. Int. J.
Services Sciences , 1 (1), 83-98.
Sawyer, R. L. (2011, May 30). Calculating Total Power Requirements for Data
Centers. Retrieved May 2, 2012, from APC by Schneider Electric Web site:
http://www.apcmedia.com/salestools/VAVR-5TDTEF_R1_EN.pdf
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
114
114
Snevely, R. (2002). Enterprise Data Center Design and Methodology. Palo Alto:
Prentice Hall.
Sullivan, R. F. (2002). Alternating Cold and Hot Aisles Provides More Reliable
Cooling on Server Farm. New York: Uptime Institute.
Sullivan, R. F. (2005). How to Meet "24 by Forever" Cooling Demands of your
Data Center. New York: Uptime Institute.
Sverdlik, Y. (2013). The Real DCIM Sell. DatacenterDynamics Focus (28), 2-3.
Telecommunication Industry Association. (2005). Telecommunications
Infrastructure Standard for Data Center: TIA-942. Arlington: Telecommunication
Industry Association Standards and Technology Department.
Tschudi, W., Mills, E., Greenberg, S., & Rumsey, P. (2006). Measuring and
Managing Energy Use in Data Centers. HPAC Engineering , 45-51.
Tzeng, G.-H., & Huang, J.-J. (2011). Multiple Attribute Decision Making Methods
and applications. Boca Raton: CRC Press.
Ulichnie, T. (2008, June 8). Using ITIL to Gain Data Center Efficiency. Retrieved
February 2, 2013, from Uptime Institute Web site:
http://uptimeinstitute.com/component/docman/doc_download/27-using-itil-to-
gain-data-center-efficiency
Uptime Institute Professional Services. (2010). Accredited Tier Designer
Technical Paper Series: Engine-Generator Ratings. New York: Uptime Institute.
Uptime Institute Professional Services. (2010). Data Center Site Infrastructure,
Tier Standard: Operational Sustainability. New York: Uptime Institute.
Uptime Institute Professional Services. (2012). Data Center Site Infrastructure,
Tier Standard: Topology. New York: Uptime Institute.
Uptime Institute. (2012). Uptime Institute Annual Report: Data Center Density.
New York: Uptime Institute.
VanGeet, O. (2011, March 4). FEMP Best Practices Guide for Energy-Efficient
Data Center Design. Retrieved February 1, 2013, from Enegy Efficiency &
Renewable Energy - US. Department of Energy:
http://www1.eere.energy.gov/femp/pdfs/eedatacenterbestpractices.pdf
Vayvay, O., Ozcan, Y., & Cruz-Cunha, M. M. (2012). ERP consultant selection
problem using AHP, fuzzy AHP and ANP: A case study in Turkey. E3 Journal of
Business Management and Economics , 3 (3), 106-117.
Villars, R. L. (2012). The Datacenter's Role in Delivering Business Innovation:
Using DCIM to Enable a Common Management Approach. Massachusetts: CA
Technologies.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
115
115
Wei, C.-C., Chien, C.-F., & Wang, M.-J. J. (2005). An AHP-based approach to
ERP system selection. International Journal of Production Economics (96), 47-
62.
Wibisono, S. K. (2012). Analisis Platform Gadget yang Paling Potensial
Menghasilkan Profit dengan Metode Analytic Hierarchy Process. Karya Akhir
Program Studi Magister Teknologi Informasi . Jakarta: Unversitas Indonesia.
Wiboonrat, M. (2008). An Optimal Data Center Availability and Investment
Trade-Offs. 9th ACIS International Conference on Software Engineering,
Artificial Intelligence, Networking, and Parallel/Distributed Computing (pp. 712-
719). Phuket: Department of Computer Engineering, Chulalongkorn University.
Analisis produk..., Anang Syarifudin Aminsyah, FIKOM UI, 2013.
Recommended