View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK JALANAN
(Studi Anak Jalanan di Kecamatan Way Halim)
(Skripsi)
Oleh
PUTRI PRASTIWI ANDRIANI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ii
ABSTRACT
THE PARENTING STYLE ON THE STREET CHILDREEN
(Study of Street Childreen in Way Halim District)
by
Putri Prastiwi Andriani
This study aims to investigatehow parenting is given to the street children in Way
Halim District. This research employs a descriptive qualitative study. The place of
this research wasin Way Halim District, Bandar Lampung. The informants of this
study were the street children and their parents in Way Halim District. The data
collection techniques were interviews, observations, secondary data, and
literature review. The data analysis techniqueswere:analyzing data reduction,
data presentation, and drawing conclusions. The results of the research revealed
that the parents of the street children in Way Halim District give or apply
democraticparenting and neglectful parenting. In democratic parenting, parents
give attention, love, and time to their children. They give freedom to their children
butthey remain under the parental supervision. They also give strict rules to their
children. If their children make mistakes or break the rules, they will be given
apunishment. However, in neglectful parenting, parents tend to give less time to
their children. They give freedom to their children without giving any parental
supervision. Moreover, they do not give strict rules to children. Thus, when their
children break the rules or make mistakes, they do not give a punishment. This
study suggeststhat parents should not impose a family economy on their children
by allowing/makingthem to sell newspapers, tissue, and other things in public
places as to earn money is not their duty, but that is their parents’.
Keywords: Parenting patterns, Street Children
iii
ABSTRAK
POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK JALANAN
(Studi Anak Jalanan di Kecamatan Way Halim)
Oleh
Putri Prastiwi Andriani
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola asuh orangtua pada
anak jalanan di Kecamatan Way halim. Penelitian ini merupakan penelitian
deskripif kualitatif. Adapun lokasi penelitian adalah Kecamatan Way Halim
Bandar Lampung. Informan dalam penelitian ini merupakan anak jalanan dan
orangtuanya di Kecamatan Way Halim. Teknik pengumpulan data yaitu
wawancara, observasi, data sekunder dan studi pustaka. Teknik yang digunakan
untuk menganalisis data yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian yang didapatkan tentang pola asuh orangtua pada
anak jalanan di Kecamatan Way halim yaitu orangtua menerapkan pola asuh
demokratis dan pola asuh penelantar. Pola asuh demokratis ini orangtua
memberikan perhatian, kasih sayang dan waktunya kepada anaknya. Orangtua
memberikan kebebasan namun tetap dalam pengawasan orangtua. Orangtua juga
memberikan peraturan yang tegas kepada anaknya, sehingga ketika anak
melanggar aturan atau melakukan kesalahan orangtua akan memberikan hukuman.
Sedangkan pola asuh penelantar ini orangtua kurang memberikan waktu kepada
anaknya. Orangtua memberikan kebebasan tanpa diberikan pengawasan. Orangtua
juga kurang memberikan peraturan yang tegas kepada anak, sehingga ketika anak
melanggar aturan atau melakukan kesalahan, orangtua tidak memberikan
hukuman. Saran penelitian ini adalah hendaknya orangtua tidak membebankan
perekonomian keluarga kepada sang anak dengan cara memperbolehkan anaknya
berjualan koran, tissue dan lainnya di tempat umum, karena mencari uang
merupakan tugas orangtua.
Kata kunci: Pola asuh orangtua, Anak Jalanan
POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK JALANAN
(Studi Anak Jalanan di Kecamatan Way Halim)
Oleh
PUTRI PRASTIWI ANDRIANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SOSIOLOGI
Pada
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Putri Prastiwi Andriani,
dilahirkan pada tanggal 13 Oktober 1996 di Kota
Pringsewu. Penulis merupakan anak tunggal dari
pasangan Bapak Soda dan Ibu Eni Astuti. Alamat
penulis di Pekon Adiluwih, Kecamatan Adiluwih,
Kabupaten Pringsewu.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis:
1. SD Negeri 2 Adiluwih Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu yang
diselesaikan pada tahun 2008.
2. SMP Negeri 1 Adiluwih Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu yang
diselesaikan pada tahun 2011
3. SMA Negeri 1 Pringsewu yang diselesaikan pada tahun 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung pada tahun 2014. Pada Januari 2017 penulis
melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Qurnia Mataram, Kecamatan
Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Dan melalui skripsi ini peneliti
akan segera menamatkan pendidikan jenjang S1.
ix
MOTTO
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan atas segala sesuatu”
(HR. MUSLIM)
“Tuhan memberikan kamu hidup bukan karena kamu membutuhkannya
melainkan seseorang membutuhkanmu”
(Putri Prastiwi Andriani)
x
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada,
Allah SWT, Rabb semesta alam dengan harapan menjadi nilai ibadah di
sisiNya.
Harta terindah dalam hidup, kedua orangtuaku (mamak dan bapak) yang telah
melahirkan, membesarkan, merawat, mendidik, yang tak pernah lelah
membanting tulang untukku sehingga aku menjadi seperti sekarang ini.
Keluarga besarku yang aku sayangi yang telah memberikan dukungan dan
semangat.
Sahabat-sahabatku tersayang, yang telah memberikan insprirasi dan kenangan
yang begitu indah selama ini.
Alamamater tercinta, FISIP Universitas Lampung.
xi
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya. Tiada daya dan upaya
serta kekuatan yang penulis miliki untuk dapat menyelesaikan skripsi ini selain
atas limpahan karunia dan anugerah-Nya. Sholawat serta salam senantiasa
dicurahkan kepada junjungan ilahi robbi, Nabi Besar Muhammad SAW yang
senantiasa kita nantikan syafa’atnya fiddini waddunnya ilal akhiroh.
Skripsi ini berjudul “Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Jalanan (Studi Anak
Jalanan di Kecamatan Way Halim)” merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
Penelitian skripsi ini tidak terlepas dari hidayah, karunia, bantuan, dukungan, doa,
kritik dan saran, serta bimbingan yang berasal dari berbagai pihak. Maka dari itu,
penulis mengucapkan rasa syukur dan terimakasih yang sebesar-besarnya,
khususnya kepada :
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia dan ridho-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini
dengan baik.
2. Kepada kedua orangtuaku Bapak Soda dan Ibu Eni Astuti yang selalu
memberikan nasihat, bimbingan, doa, dukungan dan kasih sayang tak
terhingga sampai saat ini, sehingga Putri bisa menyelesaikan studi sesuai
dengan harapan. Terima kasih atas perjuangan dan pengorbanan Bapak dan
Ibu tercinta untuk Putri sampai saat ini. Hanya doa dan usaha Putri untuk
xii
dapat membahagiakan dan membanggakan kalian kedepannya kelak. Semoga
Allah Swt selalu memberikan kesehatan dan umur panjang untuk Bapak dan
Ibu, Amin. Loveyouuuuuuuuuuuuuuuu!!!!
3. Kepada keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan, kritik dan saran,
serta semangat sampai saat ini sehingga Putri bisa menyelesaikan studi.
Semoga Allah Swt memberikan kesehatan selalu dan umum yang panjang,
amiin. Loveyouu!
4. Kepada Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
5. Kepada Bapak Drs. Ikram, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, yang sudah memberikan
motivasi, saran dan masukan untuk kelancaran studi Putri dan dalam
penyusunan skripsi ini serta menikmati prosesnya sampai selesai.
6. Kepada Bapak Teuku Fahmi, S.Sos., M.Krim. selaku Sekretaris Jurusan
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, yang
sudah membantu Putri berproses selama studi, serta memberikan kritik dan
saran dalam kelancaran skripsi ini.
7. Kepada Ibu Dewi Ayu Hidayati, S.Sos, M.Si. selaku pembimbing utama
dalam penyusunan skripsi ini, terimakasih banyak karena telah meluangkan
banyak waktu, tenaga, pikiran dan memberikan semangat kepada Putri untuk
bisa menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih sekali Ibu sudah sangat berjasa
dan memberikan banyak pelajaran kepada Putri, sejak awal bimbingan sampai
selesainya skripsi ini. Semoga Allah Swt selalu melimpahkan berkah kepada
Ibu dan keluarga, Amiin.
xiii
8. Kepada Bapak Drs. I Gede Sidemen, M.Si selaku penguji utama dalam
penyusunan skripsi ini, terimakasih banyak atas semua kritik dan saran yang
telah Bapak berikan, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Terimakasih
sekali Bapak sudah sangat berjasa dan memberikan banyak pelajaran kepada
Putri, sejak awal sampai selesainya skripsi ini. Semoga Allah Swt selalu
melimpahkan berkah kepada Bapak dan keluarga, Aamiin.
9. Kepada Bapak dan Ibu Dosen serta staf Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
10. Kepada sahabat-sahabatku Gengs: Evita, Intan, Ariz, Inggar, Ira, Nova, Dina,
Bonita, Faiza, Evi, dan Trias. Terimakasih sudah menerima kebodohan dan
kepamrihan Putri selama ini, terimakasih sudah menerima segala keburukan
Putri selama ini. Maaf apabila selama ini aku suka menyebalkan, suka
nyusahin, suka ngeribetin, suka rempong dan suka pamrih. Sekali lagi
makasih untuk hari-hari yang selalu berakhir dengan canda tawa dan traktiran
ulang tahun haha, makasih semangatnya sampai sekarang. Pokoknya kalian
bener-bener sahabat yang gak ada fake nya sama sekali, kalo ngomong suka
basing-basing, menghina, dan mungkin bikin sakit hati haha. Sukses untuk
kita semua! Semoga kita tetap sama-sama sampai tua, amiinn. Love you!
11. Kepada sahabat-sahabatku Bidadari Syurga: Yemi Velentini dan Penti
Yulianti, terimakasih sudah menjadi sahabat yang paling pengertian, selalu
ada disaat kondisi apapun, selalu mengalah dan membimbing aku menjadi
lebih dewasa. Terimakasih kalian berdua selalu memberi support ke aku saat
aku mulai menyerah. Maafin semua segala kesalahan aku. Semoga kita akan
selalu menjadi sahabat sampai mau memisahkan kita, amiin. Love you!
xiv
12. Kepada sahabat-sahabatku: Malla, Dita, Vini, dan Puspita, terimakasih
menjadi sahabat yang baik dari kita SMA, semoga kita akan tetap menjadi
sahabat selamanya. Amiin. Love you!
13. Kepada sahabat-sahabatku Ydongers: Yemi, Inggar, Indah, Fitri, Shely,
Winda, Eva, Nawang, dan Leni terimakasih menjadi sahabat yang selalu
menerima segala kekurangan Putri. Semoga kita akan selalu menjadi sahabat
selamanya. Amiin. Love you!
14. Kepada sahabatku yang menemaniku melakukan penelitian: penti, nova, ira.
Terimakasih atas bantuan kalian sehingga Putri bisa menyelesaikan skripsi,
rela panas-panasan, rela keujanan, rela malem-malem keliling cari anak
jalanan. Gak ada yang bisa Putri ucapkan lagi selain kata Terimakasih yang
sebesar-besarnya. Semoga kita akan terus menjadi sahabat, aminn. Loveyou!
15. Kepada teman-teman seperjuanganku Sosiologi 2014: Yula, Dian, Denita,
Rejeki, Ajeng, Eri, Dina Melan, dan yang lainnya. Sukses untuk kita semua!
Semoga Sosiologi 2014 sampai kapanpun tetap solid! Salam peluk dan jabat
erat untuk kalian semua, yang terlalu panjang untuk disebutkan satu persatu
nama-namanya. Love you!
16. Kepada teman, adik, kakak sekaligus keluarga Asrama Putri Starla: Yemi,
Penti, Mba Dian, Mba Tri, Mba Fullin, Winda, Novi. Terimakasih atas
dukungan yang telah kalian berikan, terimakasih sudah menjadi keluarga
selama 4 tahun saya tinggal disana. Semoga kita selalu bahagia, amiin.
17. Kepada teman-teman KKN Periode 1 Unila 2017 Desa Qurnia Mataram:
Davina, Dita, Zelviana, Diva, Yudi dan Wafer. Terimakasih atas cerita selama
xv
KKN, ayok geh pada ngumpul lagi haha. Jangan pance terus haha. Semoga
kita semua akan menjadi orang yang sukses. Aamiin.
18. Kepada seluruh pihak yang sudah banyak membantu proses Putri
menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada anak-anak jalanan dan orangtua
anak jalanan Kecamatan Way Halim yang telah membantu Putri dalam proses
penelitian ini, terimakasih. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah untuk kalian, amiinn.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan penambahan wawasan
bagi para pembaca, serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang dilakukan
di masa yang akan datang terkait dengan pola asuh orangtua pada anak jalanan.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Tertanda,
Putri Prastiwi Andriani
NPM. 1416011078
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
COVER DALAM ........................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ vi
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ viii
MOTTO .......................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN ........................................................................................... x
SANWACANA ............................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pola Asuh ..................................................................... 10
B. Tinjauan Tentang Anak Jalanan ................................................................ 19
xvii
C. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 25
D. Kerangka Berpikir……………….……………...………………………. 27
III.METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 31
B. Fokus Penelitian ....................................................................................... 31
C. Lokasi Penelitian ........................................................................................ 32
D. Penentuan Informan ................................................................................... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 34
F. Teknik Analisis Data .................................................................................. 38
IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kecamatan Way Halim .............................................................................. 41
B. Keadaan Geografis Kecamatan Way Halim ............................................. 42
C. Keadaan Demografis Kecamatan Way Halim .......................................... 43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Informan ............................................................................... 52
B. Hasil Data Wawancara ............................................................................... 58
C. Analisis Pola Asuh Orangtua pada Anak Jalanan di Kecamatan
Way Halim ............................................................................................... 101
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................ 104
B. Saran .......................................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Informan ................................................................................. 35
Tabel 2. Tinggi rata-rata dari permukaan laut dan luas Daerah menurut Kelurahan
di Kecamatan Way Halim ................................................................................ 42
Tabel 3. Jenis Kelamin Penduduk per Kelurahan di Kecamatan Way Halim . 43
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Way Halim .................. 44
Tabel 5. Wajib Belajar 9 tahun Kecamatan Way Halim .................................. 46
Tabel 6. Mata Pencaharian Pokok Kecamatan Way Halim ............................. 46
Tabel 7. Pengangguran pada Masyarakat Kecamatan Way Halim .................. 48
Tabel 8. Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Way Halim ............................... 49
Tabel 9. Agama atau Aliran Kepercayaan Kecamatan Way Halim ................. 50
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Way Halim ............................................ 51
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran
strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi
bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu potensi anak perlu
dikembangkan semaksimal mungkin serta mereka perlu dilindungi dari berbagai
tindak kekerasan dan diskriminasi agar hak-hak anak dapat terjamin dan terpenuhi
sehingga mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan kemampuannya, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, menimbang : a) bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin
kesejahteraan tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak
yang merupakan hak asasi manusia; b) bahwa setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamankan dalam Undang-undang Dasar
Negara Indonesia Tahun 1945; c) bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi
2
muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat
khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi
yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia; d) bahwa dalam
rangka meningkatkan perlindungan terhadap anak perlu dilakukan penyesuaian
terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak; e) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk undang-
undang tentang perubahan atas undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Seperti yang dikemukakan, menurut undang-undang di atas, anak memiliki hak
untuk dilindungi dan mendapakan kasih sayang. Perihal memenuhi hak anak,
maka orangtua harus memberikan pola asuh yang baik dan benar pada anak-
anaknya. Pola asuh terdiri dari dua kata, yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (tahun 2008) bahwa pola adalah model, sistem, atau cara
kerja, sedangkan asuh adalah menjaga, merawat, mendidik, membimbing,
membantu, melatih, dan sebagainya. Jadi pola asuh orangtua merupakan cara
orangtua mendidik, mengasuh, merawat, menjaga, membimbing, melatih maupun
membantu anaknya untuk mencapai proses kedewasaan.
Menurut Santrock (dalam Aroasih, 2011) pola asuh dibedakan menjadi 4 macam,
yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif, pola asuh demokratis, dan pola asuh
penelantar. Pola asuh otoriter merupakan pola asuh dimana orangtua tidak
memberikan kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat dan tidak
memberikan kebebasan apapun kepada anaknya. Meskipun orangtua memberikan
3
perhatian kepada anaknya, namun disini orangtua terlalu tinggi memberi tuntutan
kepada anaknya atau dengan kata lain orangtua sangat menekan perilaku serta
keinginan anak dalam mengikuti kehendak orangtuanya. Orangtua sangat
menerapkan peraturan yang ketat, ketika anak melanggar maka anak akan diberi
hukuman, agar anak tidak melakukan kesalahan lagi biasanya orangtua tidak
segan-segan memberikan hukuman fisik kepada anaknya.
Sedangkan pola asuh permisif ini orangtua kurang memberikan perhatian dan
pengawasan kepada anaknya. Tetapi orangtua memberikan kebebasan kepada
anak tanpa ada batasan dan tanpa ada pengawasan dari orangtuanya. Aturan yang
dibuat orangtuanya juga kurang tegas, sehingga anak sering melanggar aturan
orangtuanya, dan ketika anak melakukan kesalahan atau melanggar aturan
orangtua tidak memarahi anaknya. Orangtua yang menerapkan pola asuh ini
sangat memanjakan sang anak, orangtua tidak hanya memberikan hadiah kepada
anak ketika anak berprestasi, tetapi jika anak menginginkan sesuatu maka
orangtua akan memberikannya. Orangtua disini beperan sebagai pemberi fasilitas,
artinya segala sesuatu yang diinginkan sang anak akan diberikan oleh
orangtuanya.
Sedangkan pola asuh demokratis ini orangtua memberikan perhatian dan kasih
sayang kepada anaknya. Antara orangtua dan anak memiliki kedudukan yang
dianggap sejajar. Dalam hal ini artinya anak diberi kebebasan yang bertanggung
jawab artinya orangtua member kebebasan kepada anak namun tetap harus
dibawah pengawasan orangtua. Meskipun orangtua memberikan kebebasan
kepada anak, orangtua juga memberikan peraturan yang tegas kepada anaknya.
4
Pada pola asuh ini orangtua memberikan hukuman hanya apabila anak berperilaku
salah dan jika anak berprestasi anak diberi hadiah atau pujian. Orangtua juga akan
memberikan hukuman kepada anak hanya apabila anak melakukan kesalahan. Hal
ini dilakukan agar anak tidak melakukan kesalahannya lagi.
Sedangkan pola asuh penelantar, pola asuh ini orangtua kurang meemperhatikan
perkembangan anak. Anak diberi kebebasan oleh orangtuanya tanpa ada
pengawasan dari orangtuanya. Peraturan yang diberikan kurang tegas kepada
anaknya, sehingga jika sang anak melanggar peraturan maka orangtua tidak akan
memberikan hukuman. Orangtua kurang memberikan waktu untuk anaknya.
Waktu banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja atau
kesibukan yang lainnya. Tidak hanya kurang perhatian dan waktu yang diberikan
kepada anaknya, orangtua juga sangat minim memberikan uang kepada anaknya.
Ketika anak berprestasi atau melakukan hal baik orangtua tidak memberikan
hadiah kepada anaknya.
Namun tidak semua anak mendapatkan hak-hak anak yang tertera dalam undang-
undang tersebut dan mendapatkan pola asuh yang baik dan benar oleh orang
tuanya. Banyak anak yang kurang beruntung karena terpaksa mengisi aktivitas
hidupnya untuk mencari uang agar bisa membantu kebutuhan ekonomi
keluarganya yang kurang tercukupi. Kondisi anak yang belum memiliki cukup
keterampilan membuat mereka memilih pekerjaan di ranah marjinal, yakni
jalanan. Banyak dari mereka yang bekerja sebagai penjual koran, tukang parkir,
penjual tissue, penjual rokok, dan lain sebagainya.
5
Anak jalanan terlahir dari keterpurukan kondisi ekonomi keluarga yang memaksa
anak turut bekerja. Anak Jalanan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia
tahun 1995 (dalam Purwoko, 2013) didefinisikan sebagai anak yang
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-
hari dijalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-
tempat umum lainnya. UNICEF (dalam Purwoko, 2013) mendefinisikan anak
jalanan sebagai those who have abandoned their home, school, and immediate
communities before they are sixteen yeas of age have drifted into a nomadic street
life (anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari
keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdekat, larut dalam kehidupan
yang berpindah-pindah). Anak jalanan merupakan anak yang sebagian besar
menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau
tempat-tempat umum lainnya. Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan yang
menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya
sebab tertentu.
Subakri (dalam Bagong, 2003) membedakan tiga kelompok tipe anak jalanan,
yaitu children on the street, children of the street, children from families of the
street. Pertama, children on the street, yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan
ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan kuat
dengan orangtua mereka. Kedua, children of the street, yaitu anak-anak yang
berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa
diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi
frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Ketiga, children from families of the
street, yaitu anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
6
Fenomena anak jalanan di Indonesia merupakan masalah sosial yang dari dulu
sulit untuk dipecahkan. Anak jalanan sampai saat ini masih berkeliaran di jalanan
untuk mencari uang. Seperti yang dikutip dari Kementerian Sosial, Khofifah Indar
Parawansa dalam Deklarasi Menuju Indonesia Bebas Anak Jalanan (2017), Beliau
menjelaskan:
“Anak jalanan masih merupakan masalah kesejahteraan sosial yang serius di
Indonesia. Jumlah anak jalanan tahun 2015 sebanyak 33.400 anak tersebar di 16
Provinsi. Sedangkan anak jalanan yang mendapatkan layanan Program
Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) baru mencapai 6.000 pada 2016. Situasi dan
kondisi jalanan sangat keras dan membahayakan bagi kehidupan anak-anak.
Ancaman kecelakaan, eksploitasi, penyakit, kekerasan, perdagangan anak, dan
pelecehan seksual sering mereka alami. Kondisi ini juga sangat rentan terhadap
pelanggaran bagi hak anak yang menjadi komitmen nasional maupun
internasional.” (Poskotanews.com 2016).
Hampir semua kota di Indonesia terdapat anak jalanan, salah satunya yaitu Kota
Bandar Lampung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung
pada tahun 2014 tentang banyaknya penyandang masalah kesejahteraan sosial di
Kota Bandar Lampung tercatat jumlah anak jalanan sebanyak 64, anak terlantar
sebanyak 267, gelandangan atau pengemis sebanyak 98 dan pemulung 231.
Salah satu kota di Bandar Lampung yang banyak anak jalanan yaitu di Kecamatan
Way Halim. Menurut hasil riset berupa observasi yang dilakukan oleh peneliti,
bahwa banyak anak-anak yang berjualan koran, tissue, mengelap kaca mobil,
7
mengemis, mengamen dan lain sebagainya di tempat-tempat umum seperti lampu
merah dan pom bensin.
Seharusnya mencari uang adalah tugas orangtua, bagaimanapun kondisi ekonomi
orangtua, anak tetap harus mendapatkan pendidikan yang layak, mendapatkan
kasih sayang, mendapatkan perlindungan dan mendapatkan hak-hak anak lainnya.
Karena pada dasarnya tugas orangtua adalah memberikan pola asuh dengan cara
merawat, mendidik, membimbing, serta mendisplinkan anak untuk menjadi
mandiri dan sukses untuk kedepannya.
Seperti yang dilansir berita online, aksi anak jalanan membawa gelas air mineral
meminta-minta kepada pengendara sepeda motor dan mobil saat lampu merah.
Bahkan, ada yang langsung melakukan pembersihan mobil tanpa persetujuan
terlebih dahulu, setelah itu mereka meminta imbalan. (Republika.co.id. 2016).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Noprianto
tahun 2017 tentang “Pola Asuh Orangtua Anak Jalanan di Kota Makassar”, yaitu
alasan bagi orangtua menyuruh anaknya menjadi anak jalanan di Kota Makassar,
yaitu: (1) agar anak dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarga, baik
kebutuhan pokok maupun kebutuhan sekolah anak itu sendiri dari hasil yang
didapatkannya, (2) orangtua menginginkan anak mandiri sejak dari kecil, (3) anak
lebih mudah mendapatkan uang di jalanan dibandingkan dengan orangtuanya, (4)
pengaruh lingkungan atau ikut-ikutan sama tetangga yang memang terlebih
dahulu menyuruh anaknya menjadi anak jalanan. Pola asuh yang diterapkan oleh
orangtua anak jalanan di Kota Makassar adalah pola asuh yang cenderung otoriter.
Dikatakan menerapkan pola asuh otoriter karena orangtua memaksakan
8
kehendaknya kepada anaknya. Kehendak orangtua lebih diutamakan dari pada apa
yang diinginkan atau dikehendaki oleh anak. Orangtua pun memarahi anaknya
saat membantah terhadap perintahnya. Bahkan, anak tidak diberikan kesempatan
untuk mengemukakan apa yang diinginkannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik mengkaji lebih dalam tentang
pola asuh orang tua pada anak jalanan di Kecamatan Way Halim.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telat dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini yaitu:
Bagaimana pola asuh orangtua pada anak jalanan di Kecamatan Way Halim ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini yaitu:
Untuk mengetahui bagaimana pola asuh orangtua pada anak jalanan di di
Kecamatan Way Halim.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat member manfaat baik, secara teoritis
maupun secara praktis :
1. Manfaat Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya Sosiologi
Keluarga.
9
2. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada
masyarakat umum untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana
menerapkan bentuk pola asuh yang tepat kepada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pola Asuh
1. Definisi Pola Asuh Orangtua
Pola asuh terdiri dari dua kata, yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (tahun 2008) bahwa pola adalah model, sistem, atau cara kerja, sedangkan
asuh adalah menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, dan
sebagainya. Kohn (dalam Isni, 2014) mengemukakan pola asuh merupakan sikap
orangtua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai
segi, antara lain dari cara orangtua memberikan pengaturan kepada anak, cara
memberikan hadiah dan hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritas, dan cara
orangtua memberikan perhatian, serta tanggapan terhadap keinginan anak.
Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Orangtua mempunyai peran yang sangat penting
dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-
anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti dan akhirnya dapat menerapkan tingkah
laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
11
Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini
tergantung dari pandangan pada diri tiap orangtua (Gunarsa dalam Ruth, 2015).
Hetherington & Whiting (dalam Nanda, 2017) menyatakan bahwa pola asuh anak
sebagai proses interaksi total antara orangtua dengan anak, seperti proses
pemeliharaan, pemberian makan, membersihkan, melindungi dan proses sosialisasi
anak dengan lingkungan sekitar. Orangtua akan menerapkan pola asuh yang terbaik
bagi anaknya dan orangtua akan menjadi contoh bagi anaknya.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola
asuh orang tua adalah suatu proses interaksi antara orang tua dan anak, yang meliputi
kegiatan seperti merawat, mendidik, membimbing, serta mendisplinkan dalam
mencapai proses kedewasaan.
2. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua
Menurut Santrock (dalam Aroasih, 2011) pola asuh antara lain pola asuh otoriter,
pola asuh demokratis, pola asuh permisif dan pola asuh penelantar. Adapun
penjelasan lebih lanjut mengenai keempat pola asuh tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ini lebih menekankan segala aturan orangtua harus ditaati oleh anak-
anaknya. Supaya taat, orangtua tidak segan-segan menerapkan hukuman yang keras
kepada anaknya. Ciri-ciri dari pola asuh otoriter sebagai berikut:
12
1. Orangtua memberikan perhatian kepada anaknya
2. Orangtua menekankan segala aturan orangtua harus ditaati oleh anak
3. Orangtua tidak memberikan kebebasan pada anak
4. Orangtua akan memberikan hukuman jika melakukan kesalahan atau melanggar
aturan, hukuman yang dilakukan berupa hukuman fisik
5. Orangtua akan memberikan hadiah jika anak berprestasi
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh dimana orangtua tidak memberikan
kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat dan tidak memberikan
kebebasan apapun kepada anaknya.
Meskipun orangtua memberikan perhatian kepada anaknya, namun disini orangtua
terlalu tinggi memberi tuntutan kepada anaknya atau dengan kata lain orangtua sangat
menekan perilaku serta keinginan anak dalam mengikuti kehendak orangtuanya.
Orangtua sangat menerapkan peraturan yang ketat, ketika anak melanggar maka anak
akan diberi hukuman, agar anak tidak melakukan kesalahan lagi biasanya orangtua
tidak segan-segan memberikan hukuman fisik kepada anaknya.
Pada pola asuh ini anak dituntut berprestasi dan disiplin sesuai kemauan orangtua.
Orangtua terlalu mengekang anaknya. Jika anak berprestasi maka orangtua akan
memberikan hadiah.
Pola asuh ini biasanya anak menjalankan tugas dan disiplin karena takut hukuman,
anak cenderung kurang percaya diri dan tidak pandai bersosialisasi.
13
b. Pola Asuh Pemisif
Pada pola asuh ini orangtua memberikan kebebasan kepada anaknya tanpa ada
batasan dan aturan dari orangtuanya. Karena kebebasan yang tidak ada batasan,
biasanya anak dapat berbuat sekehendak hatinya tanpa ada kontrol dari orangtua.
Ciri-ciri dari pola asuh permisif adalah sebagai berikut:
1. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak tanpa batasan
2. Orangtua kurang memberikan aturan yang tegas kepada anaknya
3. Orangtua tidak menghukum anaknya meski anak melanggar aturan
4. Orangtua kurang memperhatikan perkembangan anaknya
5. Orangtua akan memberikan hadiah kepada anak jika anak berprestasi maupun jika
anak tidak berprestasi
Pada pola pengasuhan ini orangtua kurang memberikan perhatian dan pengawasan
kepada anaknya. Tetapi orangtua memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada
batasan dan tanpa ada pengawasan dari orangtuanya. Aturan yang dibuat orangtuanya
juga kurang tegas, sehingga anak sering melanggar aturan orangtuanya, dan ketika
anak melakukan kesalahan atau melanggar aturan orangtua tidak memarahi anaknya.
Orangtua yang menerapkan pola asuh ini sangat memanjakan sang anak, orangtua
tidak hanya memberikan hadiah kepada anak ketika anak berprestasi, tetapi jika anak
menginginkan sesuatu maka orangtua akan memberikannya. Orangtua disini beperan
sebagai pemberi fasilitas, artinya segala sesuatu yang diinginkan sang anak akan
diberikan oleh orangtuanya.
14
Pola asuh ini membuat anak menjadi pribadi yang egois atau mementingkan diri
sendiri dan mengedepankan pemuasan nafsu. Selain itu, anak akan menjadi pribadi
yang manja dan rendah dalam prestasi karena anak akan mudah menyerah.
c. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan
tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak dan
orangtua.
Ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:
1. Orangtua memberikan perhatian kepada anaknya
2. Orangtua memberikan peraturan yang tegas kepada anaknya
3. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak namun masih tetap dalam
pengawasan orangtuanya
4. Orangtua akan member hukuman hanya apabila anak melakukan kesalahan
5. Orangtua memberikan hadiah atau pujian jika anak berperilaku baik atau
berprestasi
Pada pola asuh ini orangtua memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anaknya.
Antara orangtua dan anak memiliki kedudukan yang dianggap sejajar. Dalam hal ini
artinya anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab artinya orangtua member
kebebasan kepada anak namun tetap harus dibawah pengawasan orangtua. Meskipun
orangtua memberikan kebebasan kepada anak, orangtua juga memberikan peraturan
yang tegas kepada anaknya.
15
Pada pola asuh ini orangtua memberikan hukuman hanya apabila anak berperilaku
salah dan jika anak berprestasi anak diberi hadiah atau pujian. Orangtua juga akan
memberikan hukuman kepada anak hanya apabila anak melakukan kesalahan. Hal ini
dilakukan agar anak tidak melakukan kesalahannya lagi.
Pengaruh pola asuh demokratis pada anak adalah anak akan menjadi seorang individu
yang mandiri, anak lebih kreatif, dan tidak takut akan membuat kesalaham. Dengan
demikian rasa percaya diri pada anak akan menjadi berkembang dengan baik, dan
anak akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya.
d. Pola Asuh Penelantar
Pola asuh ini umumnya orangtua kurang memberikan perhatian terhadap anaknya.
Orangtua juga kurang memberikan waktu untuk anaknya dikarenakan sibuk dengan
urusannya.
Ciri-ciri pola asuh penelantar adalah sebagai berikut:
1. Orangtua kurang memperhatikan perkembangan anaknya
2. Orangtua kurang memberikan peraturan yang tegas kepada anaknya
3. Orangtua memberikan kebebasan kepada anaknya tanpa ada pengawasan dari
orangtuanya.
4. Orangtua tidak memberikan hukuman apabila anak melakukan kesalahan
16
5. Orangtua tidak memberikan hadiah jika anak berprestasi atau melakukan hal yang
baik
Pola asuh ini seperti menelantarkan anak secara psikis, kurang memperhatikan
perkembangan anaknya. Anak dibiarkan berkembang sendiri oleh orangtua tanpa
mengawasi perkembangan anak. Orangtua cenderung acuh kepada anaknya.
Anak diberi kebebasan oleh orangtuanya tanpa ada pengawasan dari orangtuanya.
Peraturan yang diberikan kurang tegas kepada anaknya, sehingga jika sang anak
melanggar peraturan maka orangtua tidak akan memberikan hukuman.
Orangtua kurang memberikan waktu untuk anaknya. Waktu banyak digunakan untuk
keperluan pribadi mereka seperti bekerja atau kesibukan yang lainnya. Tidak hanya
kurang perhatian dan waktu yang diberikan kepada anaknya, orangtua juga sangat
minim memberikan uang kepada anaknya. Ketika anak berprestasi atau melakukan
hal baik orangtua tidak memberikan hadiah kepada anaknya.
Anak yang diasuh dengan pola asuh seperti ini akan memiliki sifat yang nakal, acuh
tak acuh atau cuek terhadap segala hal yang menyangkut tentang dirinya, kurang
mampu berkonsentrasi pada suatu aktivitas atau kegiatan dan anak akan lebih
gampang frustasi.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua
Dalam pola pengasuhan sendiri terdapat banyak faktor yang mempengaruhi serta
melatarbelakangi orangtua dalam menerapkan pola pengasuhan pada anak-anaknya.
17
Menurut Manurung (dalam Isni, 2014) beberapa faktor yang mempengaruhi dalam
pola pengasuhan orangtua adalah:
a. Latar belakang pola pengasuhan orangtua
Para orangtua belajar dari metode pola pengasuhan yang pernah didapat dari orang
tua mereka sendiri sehingga setelah mempunyai anak ia anak menirukan pola asuh
yang ia dapat dulu.
b. Tingkat pendidikan orangtua
Orang tua yang memiliki pendidikan rendah berbeda pola asuhnya dengan orang tua
yang berpendidikan tinggi.
c. Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak
mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang
diberikan orangtua pada anaknya.
d. Pekerjaan orangtua
Orangtua yang cenderung sibuk dalam urusan pekerjaannya terkadang menjadi
kurang memperhatikan keadaan anak-anaknya.
Pendapat lain juga disampaikam oleh Mindel (dalam Isni, 2014) yang menyatakan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola asuh orangtua
dalam keluarga, diantaranya:
18
a. Budaya setempat
Dalam hal ini mencakup segala aturan, norma, adat dan budaya yang berkembang
didalamnya.
b. Ideologi yang berkembang dalam diri orangtua
Orangtua yang mempunyai keyakinan dan ideologi tertentu cenderung untuk
menurunkan kepada anak-anaknya dengan harapan bahwa nantinya nilai dan ideologi
tersebut dapat tertanam dan dikembangkan oleh anak dikemudian hari.
c. Orientasi Religious
Orangtua yang menganut agama dan keyakinan religius tertentu senantiasa berusaha
agar anak pada akhirnya nanti juga dapat mengikutinya.
d. Status Ekonomi
Dengan orangtua yang perekonomian cukup atau menengah keatas akan memberikan
fasilitas kepada anaknya. Sementara orangtua dengan perekonomian rendah lebih
mengajarkan anak untuk kerja keras.
e. Gaya hidup
Gaya hidup masyarakat di desa dan di kota besar cenderung memiliki ragam dan cara
yang berbeda dalam mengatur interaksi orangtua dan anak.
19
B. Tinjauan Tentang Anak Jalanan
1. Definisi Anak Jalanan
Anak jalanan terdiri dari dua kata yaitu anak dan jalanan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (tahun 2008) bahwa anak adalah manusia yang masih kecil
sedangkan jalanan adalah tempat untuk lintas orang (kendaraan dan sebagainya). Jadi,
anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar
waktunya untuk melakukan kegiatan seari-hari di jalanan, termasuk di lingkungan
pasar, pertokoan, dan pusat-pusat keramaian lainnya.
UNICEF (dalam Purwoko, 2013) mendefinisikan anak jalanan sebagai those who
have abandoned their home, school, and immediate communities before they are
sixteen years of age have drifted into a nomadic street life (anak-anak berumur di
bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakat terdekat, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah). Anak jalanan
merupakan anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah
atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Hidup menjadi anak
jalanan bukanlah pilihan yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus
mereka terima karena adanya sebab tertentu. Secara psikologis mereka adalah anak-
anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang
kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan
yang keras dan cenderung berpengaruh bagi perkembangan dan pembentukan
kepribadiannya.
20
Pengertian anak jalanan menurut Dapertemen Sosial Republik Indonesia (dalam
Purwoko, 2013) adalah sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan atau di tempat-tempat umum,
dengan usia antara 6 sampai 21 tahun yang melakukan kegiatan di jalan atau di
tempat umum seperti: pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil,
dan lain-lain. Kegiatan yang dilakukan dapat membahayakan dirinya sendiri atau
mengganggu ketertiban umum. Anak jalananan merupakan anak yang berkeliaran dan
tidak jelas kegiatannya dengan status pendidikan masih sekolah dan ada pula yang
tidak bersekolah. Kebanyakan mereka berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Dari beberapa pengertian tersebut, pada hakikatnya apapun definisi mengenai anak
jalanan adalah sama. Anak jalanan merupakan seseorang maupun sekumpulan anak
yang menghabiskan waktunya di jalanan atau di tempat umum lainnya untuk mencari
nafkah atau uang untuk memenuhi kebutuhan ekonominya atau keluarganya.
2. Karakteristik Anak Jalanan
Subakri (dalam Bagong, 2003) membedakan kedalam tiga kelompok tipe anak
jalanan, yaitu:
a. Children on the street yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai
pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan kuat dengan orangtua
mereka.
21
b. Children of the street yaitu anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik
secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai
hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu.
c. Children from families of the street yaitu anak-anak yang berasal dari keluarga
yang hidup di jalanan.
Menurur Konsorsium Anak Jalanan Indonesia (dalam Yosefhine, 2017)
mengelompokkan Anak Jalanan kedalam tiga kelompok, yaitu:
a. Anak perantauan (mandiri)
Anak-anak ini biasanya kerja di jalanan, hidup sendiri dan jauh dari orangtuanya.
Mereka sengaja merantau untuk mencari kerja. Mereka biasanya tinggal disembarang
tempat atau bisa saja mengontrak rumah. Anak tipe ini biasanya memanfaatkan waktu
untuk mencari uang.
b. Anak bekerja di jalanan
Tipe anak seperti ini tinggal bersama orangtuanya atau saudaranya. Mereka sengaja
bekerja dijalanan dan jika sudah selesai kerja akan pulang kerumahnya. Tipe anak
jalanan seperti ini ada yang sekolah dan ada yang tidak sekolah.
c. Anak jalanan asli
Tipe anak seperti ini sengaja lepas dari ikatan keluarga. Mereka biasanya dari
keluarga gelandagan. Bekerja apa saja di jalanan dengan target untuk makan. Tipe
anak jalanan seperti ini menetap di sembarang tempat atau berpindah-pindah.
22
Direktorat Jenderal kesejahteraan sosial (dalam Yosefhine 2017) secara esensi
mengelompokkan Anak Jalanan ke dalam dua kelompok dengan memberikan ciri-ciri
sebagai berikut, yaitu:
1. Anak Jalanan yang hidup di jalanan
Anak jalanan tipe ini tidak tinggal bersama orangtuanya, mereka putus hubungan
dengan keluarganya. Mereka meluangkan waktu untuk bekerja dijalanan sekitar 8-10
jam dalam sehari, seperti mengamen, mengemis dan pemulung. Rata-rata usia mereka
dibawah 14 tahun. Pada umumnya mereka sudah tidak bersekolah lagi.
2. Anak Jalanan yang bekerja di jalanan
Anak jalanan tipe ini hubungan dengan orangtuanya tidak teratur, mereka pulang
kerumah tidak setiap hari, mereka menetap di rumah kontrakan bersama teman-
temannya. Mereka meluangkan waktu untuk bekerja dijalanan sekitar 4-12 jam dalam
sehari. Rata-rata usia mereka dibawah 14 tahun. Pada umumnya mereka sudah tidak
bersekolah lagi.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Menjadi Anak Jalanan
Menurut Departemen Sosial 2001 (dalam Yosefhine, 2017) secara umum
menyebutkan ada tiga tingkatan penyebab keberadaan Anak Jalanan, yaitu:
1. Tingkat Mikro (immediate causes)
Pada tingkat ini, biasanya anak menjadi Anak Jalanan disebabkan faktor internal
dalam keluarga, yaitu:
23
a. Keluarga mengalami kesulitan ekonomi, sehingga anak dengan terpaksa lari dari
keluarga, berusaha untuk mandiri dan berjuang sendiri mempertahankan hidup dan
memenuhi kebutuhannya.
b. Orangtua mengalami perceraian, perceraian mengakibatkan kurangnya perhatian,
kasih sayang dan rasa aman yang diterima anak oleh keluarga, sehingga anak mencari
kebutuhan tersebut dengan cara menjadi Anak Jalanan.
2. Tingkat Messo (Underlying Causes)
Pada tingkat Messo, faktor penyebab dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Masyarakat atau komunitas miskin mempunyai pola hidup dan budaya miskinnya
sendiri. Pola hidup yang tidak teratur dan memandang anak sebagai aset untuk
menunjang hidup keluarga yang menyebabkan hilangnya kebutuhan-kebutuhan anak
sesuai tugas perkembangannya. Sehingga anak kadang harus bekerja dan tidak
bersekolah. Tidak ada orientasi masa depan yang menyebabkan mereka dalam
kondisi yang rentan dalam berbagai hal.
b. Pola urbanisasi ke kota-kota besar tanpa perbekalan yang memadai.
c. Penolakan masyarakat terhadap Anak Jalanan sebagai calon kriminal.
3. Tingkat Makro (Basic Causes)
Pada tingkat makro, faktor penyebab dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Ekonomi, peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan
modal keahlian, mereka harus lama dijalanan dan meninggalkan bangku sekolah,
ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi.
24
b. Pendidikan, biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang diskriminatif dan
ketentuan-ketentuan teknis birokratis yang mengalahakan kesempatan belajar.
Pendapat lain menurut Syamsul (2017), faktor-faktor yang mendukung seorang anak
memasuki dunia jalanan adalah sebagai berikut :
1. Faktor pembangunan, yang dimana mengakibatkan masyarakat pedesaan
melakukan urbanisasi. Lemahnya keterampilan menyebabkan mereka kalah dari
persaingan memasuki sektor formal dan menyebabkan mereka bekerja apapun untuk
mempertahankan hidupnya.
2. Faktor kemiskinan, faktor yang dipandang dominan yang menyebabkan
munculnya anak-anak jalanan.
3. Faktor kekerasan keluarga, anak selalu menjadi korban kekerasan baik fisik,
mental dan seksual memiliki resiko tinggi menjadi anak jalanan.
4. Faktor perceraian orangtua (broken home), perceraian orangtua yang diikuti
dengan pernikahan baru telah membuat anak menjadi shock dan tertekan. Tidaklah
mudah untuk memilih mengikuti ayah atau ibu. Ini merupakan salah satu faktor yang
mendorong anak melarikan diri dari rumah dan di jalanan.
5. Faktor lingkungan, faktor lingkungan terbukti juga menjadi penyebab anak turun
ke jalanan seperti diajak teman atau bermasalah di sekolah, menjadi penguat alasan
untuk turun dijalan.
6. Faktor kehilangan orangtua, banyak anak memasuki dunia jalanan karena kedua
orangtuanya meninggal. Sehingga anak terpaksa hidup sendiri, untuk
mempertahankan hidupnya mereka melakukan kegiatan di jalanan.
25
C. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan Hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Noprianto, tahun
2017 tentang “Pola Asuh Orang Tua Anak Jalanan di Kota Makasar” yaitu alasan
bagi orangtua menyuruh anaknya menjadi anak jalanan di Kota Makassar, yaitu:
Pertama, agar anak dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarga baik
kebutuhan pokok maupun kebutuhan sekolah anak itu sendiri dari hasil yang
didapatkannya. Kedua, orangtua menginginkan anak mandiri sejak dari kecil. Ketiga,
anak lebih mudah mendapatkan uang di jalanan dibandingkan dengan orangtuanya.
Keempat, pengaruh lingkungan atau ikut-ikutan sama tetangga yang memang terlebih
dahulu menyuruh anaknya menjadi anak jalanan. Pola asuh yang diterapkan oleh
orangtua anak jalanan di Kota Makassar adalah pola asuh yang cenderung otoriter.
Dikatakan menerapkan pola asuh cenderung otoriter karena orangtua memaksakan
kehendak mereka kepada anaknya. Kehendak orangtua lebih diutamakan dari pada
apa yang diinginkan atau dikehendaki oleh anak. Orangtua pun memarahi anaknya
saat membantah terhadap perintahnya. Bahkan, anak tidak diberikan kesempatan
untuk mengemukakan apa yang diinginkannya.
Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Nofi Ambarwati tahun 2014
tentang “Pola Asuh Anak Dalam Keluarga (Studi kasus pada pengamen anak-anak di
kampong Jlagran, Yogyakarta” yaitu pola asuh yang dilakukan oleh orang tua pada
anaknya berbeda-beda. Ada yang menerapkan pola permisif, otoriter, demokratis dan
penelantar. Dalam urusan belajar, pekerjaan rumah, dan beribadah mereka cenderung
26
menerapkan pola permisif. Namun sebagian besar dari mereka menerapkan pola
otoriter pada pemilihan pekerjaan anak jadi pengamen dijalan. Hal ini dikarenakan
orangtua memaksa anak untuk mengamen dijalan untuk menutupi kebutuhan harian
rumah tangga dan untuk jajan anak sendiri. Anak terpaksa berpanas-panas diterik
mahatahri yang menyengat demi mendapatkan uang untuk orangtuanya. Karena
ketika anak pulang dan tidak mendapatkan hasil yang diharapkan oleh orangtuanya,
maka yang datang menyambut adalah cubitan dan pukulan dari orangtuanya.
Dari penelitian diatas, terdapat perbedaan pada penelitian yang akan saya lakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofi Ambarwati pada tahun 2014 penelitiannya
hanya terfokus pada pola asuh orangtua anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen,
sedangkan penelitian yang akan saya lakukan tidak hanya untuk mengetahui pola
asuh orangtua pada anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen saja, tetapi semua
anak jalanan yang baik yang bekerja sebagai pengamen, pengemis, penjual tissue,
penjual koran dan lain sebagainya.
Selain itu, terdapat pula perbedaan lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh
Noprianto pada tahun 2017 berlokasi di kota Makasar, penelitian yang dilakukan oleh
Nofi Ambarwati pada tahun 2014 berlokasi di kota Yogyakarta. Metode yang
digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif, sedangkan
penelitian saya berlokasi di Kota Bandar Lampung tepatnya di Kecamatan Way
Halim dan menggunakan metode penelitian kualitatif.
27
D. Kerangka Berfikir
Hampir semua kota di Indonesia terdapat anak jalanan, salah satunya yaitu Kota
Bandar Lampung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung
pada tahun 2014 tentang banyaknya penyandang masalah kesejahteraan sosial di Kota
Bandar Lampung tercatat jumlah anak jalanan sebanyak 64, anak terlantar sebanyak
267, gelandangan atau pengemis sebanyak 98 dan pemulung 231.
Salah satu kota di Bandar Lampung yang banyak anak jalanan yaitu di Kecamatan
Way Halim. Menurut hasil riset berupa observasi yang dilakukan oleh peneliti, bahwa
banyak anak-anak yang berjualan koran, tissue, mengelap kaca mobil, mengemis,
mengamen dan lain sebagainya di tempat-tempat umum seperti lampu merah dan
pom bensin.
Seharusnya mencari uang adalah tugas orangtua, bagaimanapun kondisi ekonomi
orangtua, anak tetap harus mendapatkan pendidikan yang layak, mendapatkan kasih
sayang, mendapatkan perlindungan dan mendapatkan hak-hak anak lainnya. Karena
pada dasarnya tugas orangtua adalah memberikan pola asuh dengan cara merawat,
mendidik, membimbing, serta mendisplinkan anak untuk menjadi mandiri dan sukses
untuk kedepannya.
Perihal memenuhi hak anak, maka orangtua harus memberikan pola asuh yang baik
dan benar pada anak-anaknya. Pola asuh terdiri dari dua kata, yaitu pola dan asuh.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (tahun 2008) bahwa pola adalah model,
28
sistem, atau cara kerja, sedangkan asuh adalah menjaga, merawat, mendidik,
membimbing, membantu, melatih, dan sebagainya. Jadi pola asuh orangtua
merupakan cara orangtua mendidik, mengasuh, merawat, menjaga, membimbing,
melatih maupun membantu anaknya untuk mencapai proses kedewasaan. Menurut
Santrock (dalam Aroasih, 2011) pola asuh dibedakan menjadi 4 macam, yaitu pola
asuh otoriter, pola asuh permisif, pola asuh demokratis, dan pola asuh penelantar.
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh dimana orangtua tidak memberikan
kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat dan tidak memberikan
kebebasan apapun kepada anaknya. Meskipun orangtua memberikan perhatian
kepada anaknya, namun disini orangtua terlalu tinggi memberi tuntutan kepada
anaknya atau dengan kata lain orangtua sangat menekan perilaku serta keinginan anak
dalam mengikuti kehendak orangtuanya. Orangtua sangat menerapkan peraturan yang
ketat, ketika anak melanggar maka anak akan diberi hukuman, agar anak tidak
melakukan kesalahan lagi biasanya orangtua tidak segan-segan memberikan hukuman
fisik kepada anaknya.
Sedangkan pola asuh permisif ini orangtua kurang memberikan perhatian dan
pengawasan kepada anaknya. Tetapi orangtua memberikan kebebasan kepada anak
tanpa ada batasan dan tanpa ada pengawasan dari orangtuanya. Aturan yang dibuat
orangtuanya juga kurang tegas, sehingga anak sering melanggar aturan orangtuanya,
dan ketika anak melakukan kesalahan atau melanggar aturan orangtua tidak
memarahi anaknya. Orangtua yang menerapkan pola asuh ini sangat memanjakan
sang anak, orangtua tidak hanya memberikan hadiah kepada anak ketika anak
29
berprestasi, tetapi jika anak menginginkan sesuatu maka orangtua akan
memberikannya. Orangtua disini beperan sebagai pemberi fasilitas, artinya segala
sesuatu yang diinginkan sang anak akan diberikan oleh orangtuanya.
Sedangkan pola asuh demokratis ini orangtua memberikan perhatian dan kasih
sayang kepada anaknya. Antara orangtua dan anak memiliki kedudukan yang
dianggap sejajar. Dalam hal ini artinya anak diberi kebebasan yang bertanggung
jawab artinya orangtua member kebebasan kepada anak namun tetap harus dibawah
pengawasan orangtua. Meskipun orangtua memberikan kebebasan kepada anak,
orangtua juga memberikan peraturan yang tegas kepada anaknya. Pada pola asuh ini
orangtua memberikan hukuman hanya apabila anak berperilaku salah dan jika anak
berprestasi anak diberi hadiah atau pujian. Orangtua juga akan memberikan hukuman
kepada anak hanya apabila anak melakukan kesalahan. Hal ini dilakukan agar anak
tidak melakukan kesalahannya lagi.
Sedangkan pola asuh penelantar, pola asuh ini orangtua kurang meemperhatikan
perkembangan anak. Anak diberi kebebasan oleh orangtuanya tanpa ada pengawasan
dari orangtuanya. Peraturan yang diberikan kurang tegas kepada anaknya, sehingga
jika sang anak melanggar peraturan maka orangtua tidak akan memberikan hukuman.
Orangtua kurang memberikan waktu untuk anaknya. Waktu banyak digunakan untuk
keperluan pribadi mereka seperti bekerja atau kesibukan yang lainnya. Tidak hanya
kurang perhatian dan waktu yang diberikan kepada anaknya, orangtua juga sangat
minim memberikan uang kepada anaknya. Ketika anak berprestasi atau melakukan
hal baik orangtua tidak memberikan hadiah kepada anaknya.
30
Dari keempat pola asuh tersebut, maka setiap orangtua pada anak jalanan akan
memberikan pola asuh yang berbeda-beda, dan akan membentuk pola asuh orangtua
pada anak jalanan di Kecamatan Way Halim.
Adapun penelitian ini mempunyai kerangka berfikir yaitu:
Anak Jalanan
Pola Asuh Orang Tua
Pola Asuh Orangtua pada anak Jalanan
Pola Asuh
Demokratis
Pola Asuh
Penelantar
Pola Asuh
Otoriter
Pola Asuh
Permisif
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor
(dalam Moloeng, 2007) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati dari fenomena yang terjadi. Lebih
lanjut Moleong (2007) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif menekankan
pada data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Hasil dari penelitian ini mendeskripsikan atau mengkonstruksikan wawancara-
wawancara terhadap subjek penelitian sehingga dapat memberikan gambaran
yang jelas mengenai pola asuh orangtua pada anak jalanan di Kecamatan Way
Halim.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian sangat penting dalam penelitian kualitatif karena melalui fokus
penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus
penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya volume data yang diperoleh di
lapangan pada saat melakukan penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
32
yang menadi fokus penelitian adalah pola asuh orangtua pada anak jalanan di
Kecamatan Way Halim
Pola asuh orangtua dapat dilihat dari aspek:
a. Kasih sayang, pada aspek ini orangtua mengaplikasikan bagaimana tindakan
kasih sayang kepada sang anak.
b. Peraturan, pada aspek ini orangtua memberikan aturan-aturan kepada anaknya.
c. Kebebasan, pada aspek ini orangtua memberikan kebebasan kepada sang anak.
d. Punish atau reward, pada aspek ini orangtua akan memberikan hukuman
kepada anak jika anak melakukan kesalahan, atau memberikan hadiah atau pujian
jika anak berperilaku baik atau berprestasi.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Way Halim. Dipilihnya lokasi ini karena
berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung pada tahun 2014
tentang banyaknya penyandang masalah kesejahteraan sosial di Kota Bandar
Lampung tercatat jumlah anak jalanan sebanyak 64 anak, salah satunya berada di
Kecamatan Way Halim. Selain itu menurut riset berupa observasi yang sudah
dilakukan oleh peneliti, terdapat banyak anak jalanan yang bekerja untuk
membantu perekonomian keluarganya. Biasanya anak-anak tersebut berjualan
koran, berjualan tissue, mengelap kaca mobil dan menjadi badut di tempat-tempat
umum seperti perempatan lampu merah dan pom bensin.
33
D. Penentuan Informan
Penentuan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan
pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data, bersedia
memberikan informasi yang lengkap, dan akurat. Informan yang bertindak sebagai
sumber data dan informasi harus memenuhi syarat. Penelitian kualitatif tidak
mempersoalkan jumlah informan, tetapi bisa tergantung dari tepat tidaknya
pemilihan informasi kunci, dan kompleksitas dari keragaman fenomena sosial
yang diteliti. Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik
aksidental. Tehnik aksidental yaitu tehnik penentuan informan yang dipilih
berdasarkan azas kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai
sumber data. Adapun kriteria yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Anak jalanan di daerah Kecamatan Way Halim. Informan anak jalanan
yang dipilih adalah tipe anak jalanan Children on the street yaitu anak-anak
yang bekerja di jalanan ataupun di tempat umum lainnya yang berumur 5-
17 tahun dan anak-anak jalanan yang masih mempunyai orangtua dan
tinggal bersama orangtuanya.
2. Orangtua dari anak jalanan.
Adapun alasan mengapa anak jalanan beserta orangtuanya dan masyarakat di
Kecamatan Way Halim dijadikan sebagai informan yang memberi informasi
dan data mengenai pola asuh anak jalanan adalah sebagai berikut:
34
1. Anak jalanan menjadi informan karena anak yang merasakan kasih sayang,
bimbingan maupun didikan oleh orangtuanya. Sehingga peneliti
mengetahui bagaimana pola asuh orangtuanya melalui sang anak.
2. Orangtua anak jalanan menjadi informan karena orang tua yang mengasuh,
membimbing, merawat, dan mendidik anaknya. Sehingga peneliti
mengetahui pola asuh orangtua pada anak jalanan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada beberapa alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Antar alat pengumpul data tersebut berfungsi saling melengkapi data yang
dibutuhkan. Untuk mengumpulkan data dan informasi pada penelitian ini, teknik
pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara menurut Sujarweni (2014) merupakan proses untuk memperoleh
informasi dengan cara tanya jawab secara tatap muka antara pewawancara dengan
informan (terkait dengan masalah yang diteliti) dengan menggunakan pedoman
wawancara.
Pada teknik ini peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka
kepada informan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pola asuh
orangtua pada anak jalanan sesuai dengan panduan wawancara. Peneliti tidak
membatasi jawaban yang diberikan oleh informan sehingga informasi yang
didapatkan lengkap. Untuk itu peneliti mempersiapkan perlengkapan wawancara,
antara lain beberapa alat tulis dan kamera.
35
Pada teknik wawancara ini informan yang terlibat dalam interaksi sosial yang
dianggap megetahui informasi yang dibutuhkan untuk menjawab focus penelitian.
Wawancara dilakukan dengan tujuhbelas informan sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Informan
No Nama informan Usia
1. R (penjual koran) 10 tahun
2. A (orangtua dari informan A, tukang
cuci dan seterika di laundry)
45 tahun
3. D (penjual koran) 10 tahun
4. S (orangtua dari informan D, buruh
cuci dan gosok)
43 tahun
5. J (penjual koran) 10 tahun
6. S (orangtua dari informan J, buruh
cuci dan gosok)
28 tahun
7. P (penjual tissue) 15 tahun
8. R (orangtua dari informan P, penjual 45 tahun
36
Didalam wawancara terhadap keduabelas informan di atas, peneliti secara
langsung menemui informan di lapangan, baik saat informan sedang berada di
tempat umum seperti di jalanan dan pom bensin, maupun saat sedang berada di
rumah demi untuk mendapatkan informasi yang akurat. Namun di dalam
melakukan wawancara peneliti juga menemui beberapa kesulitan, yaitu waktu dan
keberadaan informan yang tidak menentu sehingga peneliti harus berulangkali
mencari letak keberadaan informan, serta harus mengatur waktu terlebih dahulu
untuk dapat melakukan wawancara. Kendala yang dialami peneliti selanjutnya
adalah terdapat beberapa informan yang tidak mau diwawancarai, sehingga
informan berulangkali mencari informan yang bersedia untuk diwawancarai.
Kendala yang ditemukan oleh peneliti lainnya adalah terdapat beberapa informan
yang enggan menjawab pertanyaan dari peneliti, sehingga peneliti harus
tissue)
9. R P (penjual tissue dan koran) 7 tahun
10. S F (orangtua dari informan R P,
penjual tissue dan koran)
46 tahun
11. H (penjual koran) 12 tahun
12. W (orangtua dari informan H, penjual
ketoprak)
46 tahun
37
berulangkali menanyakan pertanyaan yang sama agar mendapatkan jawaban yang
peneliti inginkan.
2. Observasi
Observasi menurut Sujarweni (2014) merupakan proses pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan menyeluruh pada sebuah kondisi tertentu, tujuannya
untuk mengamati dan memahami prilaku kelompok orang atau individu pada
keadaan tertentu.
Data yang ingin diperoleh melalui teknik observasi ini adalah data pelengkap
setelah wawancara. Artinya selain mendengarkan secara objektif hasil wawancara,
maka perlu pengamatan secara objektif pula seperti teknik observasi ini. Data
yang dimaksud adalah apa saja yang dilakukan oleh informan.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti melakukan observasi secara langsung di
lapangan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Observasi ini dilakukan
dengan mengamati interaksi antara orangtua pada anak jalanan di Kecamatan Way
Halim.
Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti selama beberapa bulan terakhir ini
yaitu mengamati hubungan informan dengan orangtuanya baik di rumah maupun
di tempat informan bekerja.
3. Studi Pustaka
Menurut Nazir (dalam Bagus, 2017) studi kepustakaan merupakan langkah yang
penting dimana seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya
38
adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam
penelitian ini, peneliti mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari
kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari
buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-
sumber lainnya yang sesuai (internet, koran, dll). Peneliti membaca buku dan
jurnal terkait dengan judul penelitian serta membaca skripsi terdahulu yang terkait
dengan penelitian. Bila telah diperoleh kepustakaan yang relevan, maka peneliti
segera menyusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian. Studi
kepustakaan dalam penelitian ini meliputi penemuan pustaka dan analisis
dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.
4. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2006) data sekunder merupakan data penelitian yang
diperoleh secara tidak langsung melalui buku, catatan, bukti yang telat ada, atau
arsip, baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum.
Dalam penelitian ini, peneliti mencari informasi di kantor Kecamatan terkait
mengenai gambar umum lokasi penelitian dan peneliti mencari informasi
mengenai anak jalanan ke Dinas Sosial kota Bandar Lampung.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (dalam Bagus, 2017) analisis data kualitatif adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
pengamatan (observasi), wawancara, catatan lapangan, dan studi dokumentasi
dengan cara mengalokasikan data ke sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih
39
mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain. Untuk melakukan analisis atas fakta-fakta
yang ditemukan di lapangan, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pengumpulan data dan memilah data mentah di
dalam penelitian. Penelitian harus mampu merekam data lapangan dalam bentuk
catatan-catatan lapngan, harus ditafsirkan atau diseleksi masing-masing data yang
relevan dengan fokus masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan wawancara untuk mendapatkan data dan informasi secara langsung
dan merekam hasil wawancara dan kemudian data rekaman ditulis oleh peneliti
untuk direduksi agar peneliti nantinya dapat memilah data yang sesuai dengan
fokus penelitian. Peneliti juga melakukan observasi dengan mengamati objek
yang berkaitan dengan penelitian tersebut lalu mencatat data yang diperoleh untuk
dipilah atau diseleksi data mana yang relevan untuk menambah variasi data yang
akan direduksi.
2. Penyajian Data
Dalam penelitian ini penyajian data yang dilakukan pertama adalah memasukan
data yang sudah direduksi (dari informan melalui wawancara ke dalam sejumlah
daftar kategori setiap data yang didapat berbentuk teks naratif dan data dari Dinas
Sosial kota Bandar Lampung serta data yang diperoleh dari Kecamatan Way
Halim yang disajikan dengan tabel-tabel yang diberi penjelasan agar data yang
disajikan lebih mudah dimengerti). Kemudian data tersebut dapat dianalisis oleh
peneliti untuk disusun secara sistematis sehingga data yang diperoleh dapat
40
menjelaskan atau menjawab masala yang diteliti berkaitan dengan pola asuh
orangtua pada anak jalanan di Kecamatan Way Halim.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan Kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data dan
penyajian data sehingga dapat disimpulkan. Dalam penelitian ini, penarikan
kesimpulan dilakukan dengan cara membandingkan kesesuaian pernyataan dari
subjek penelitian dengan makna yang terkandung dalan konsep-konsep dasar
penelitian. Peneliti melakukan penarikan kesimpulan berdasarkan pada pertanyaan
penelitian yang telah diajukan dalam rumusan masalah.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kecamatan Way Halim
Berdasarkan peraturan Daerah Kota Bandar Lampung no 4 tahun 2012 tanggal 17
September 2012 tentang penataan dan pembentukkan Kelurahan dan Kecamatan.
Kota Bandar Lampung menjadi 20 Kecamatan dengan 126 Kelurahan. Antara lain
Kecamatan Way Halim merupakan pemekaran dari sebagian wilayah Kecamatan
Sukarame dan Kedaton yang di pisah menjadi suatu Kecamatan yang sebelumnya
Way Halim masuk kedalam Kecamatan Sukarame. Dengan pemekaran tersebut
Kecamatan Way Halim terdiri atas 6 kelurahan antara lain:
1. Perumnas Way Halim
2. Way Halim Permai
3. Gunung Sulah
4. Jaga Baya I
5. Jaga Baya II
6. Jaga Baya III
42
Pada tanggal 17 September 2012 Kecamatan Way Halim diresmikan oleh BapakWali
Kota yaitu Bapak Drs.Hi. Herman HN. MM.
B. Keadaan Geografis Kecamatan Way Halim
1. Batas Wilayah Kecamatan
Letak geografis kecamatan Way Halim terletak di antara:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Senang dan Kecamatan
Sukarame.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang Timur.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Ratu dan Kecamatan
Kedaton.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kedamaian.
2. Luas Wilayah Kecamatan
Tabel 2. Tinggi rata-rata dari permukaan laut dan luas Daerah menurut
Kelurahan di Kecamatan Way Halim
Kelurahan Tinggi
Rata-Rata
dari
Permukaan
Air Laut
(m)
Luas
Wilayah
(Ha)
Persentase
thd Luas
kec (%)
JagaBaya I 56 26 4.67
JagaBaya II 155 104 18.67
JagaBaya III 108 103 18.49
GunungSulah 120 97 17.41
43
Way Halim Permai 140 112 20.11
Perumnas Way Halim 142 115 20.65
Sumber: Profil Kecamatan Way Halim tahun 2016
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa luas wilayah Kecamatan Way Halim adalah
557 Ha. Kelurahan terluas di Kecamatan Way Halim adalah Perumnas Way Halim
dengan luas wilayah 115 Ha. Kelurahan yang luas wilayahnya tersempit adalah Jaga
Baya I dengan luas wilayah 26 Ha. Secara keseluruhan Kecamatan Way Halim
terdiri dari dataran rendah dan sedikit berbukit, di bagian dataran rendah tanahnya
tersusun dari lapisan tanah keabu-abuan dan tanah liat berwarn amerah, sedangkan
dibagian dataran berbukit terdiri dari lapisan batu putih.
C. Keadaan Demografis Kecamatan Way Halim
1. Penduduk Kecamatan Way Halim
Di Kecamatan Way Halim terdapat 13.272 KK, dengan rincian:
Tabel 3. Jenis Kelamin Penduduk per Kelurahan di Kecamatan Way Halim
Keluraahan
JumlahPenduduk
No Laki Laki Perempuan L+P
1 Perumnas Way Halim 4.715 5.045 9.760
2 Way Halim Permai 5.122 5.238 10.360
3 Gunung Sulah 5.869 5.655 11.524
4 Jaga Baya I 1.219 1.086 2.305
5 Jaga Baya II 6.771 6.670 13.441
6 Jaga Baya III 3.395 3.192 6.587
Jumlah 27.091 26.886 53.977
44
sumber: Profil Kecamatan Way Halim Tahun 2016
Penduduk merupakan sekumpulan manusia yang menempati wilayah dan ruang
tertentu yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu
sama lain secara terus menerus. Kecamatan Way Halim memiliki jumlah penduduk
53.977 jiwa, dengan jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki 27.091 jiwa dan
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan 26.886 jiwa. Berdasarkan tabel di atas,
penduduk Kecamatan Way Halim didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-
laki.
2. Keadaan Sosial
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Way Halim
No Tingkatan Pendidikan Laki-Laki Perempuan
1 Usia 3-6 tahun yang belum masuk
TK
386 Orang 362 Orang
2 Usia 3-6 tahun yang sedang TK/
Playgroup
546 Orang 626 Orang
3 Usia 7-18 tahun yang tidak pernah
sekolah
Orang Orang
4 Usia 7-18 tahun yang sedang
sekolah
4252 Orang 4004 Orang
5 Usia 18-56 Tahun Tidak Pernah
Sekolah
8 Orang 10 Orang
6 Usia 18-56 Tahun pernah SD
Tetapi Tidak Tamat
35 Orang 43 Orang
7 Tamat SD/Sederajat 516 Orang 444 Orang
8 Usia 12-56 Tahun Tidak Tamat
SLTP
100 Orang 92 Orang
9 Usia 18-56 Tahun Tidak Tamat
SLTA
115 Orang 103 Orang
10 Tamat SMP/Sederajat 2.121 Orang 1.394 Orang
11 Tamat SMA/Sederajat 4.263 Orang 4.245 Orang
45
12 Tamat D-1/Sederajat 359 Orang 321 Orang
13 Tamat D-2/Sederajat 358 Orang 295 Orang
14 Tamat D-3/Sederajat 423 Orang 391 Orang
15 Tamat S-1/Sederajat 662 Orang 574 Orang
16 Tamat S-2/Sederajat 103 Orang 60 Orang
17 Tamat S-3/Sederajat 14 Orang 15 Orang
18 Tamat SLB A 1 Orang 1 Orang
19 Tamat SLB B 1 Orang 1 Orang
20 Tamat SLB C 1 Orang 1 Orang
Jumlah 14.264 Orang 12.982Orang
Jumlah Total 27.246 Orang
Sumber: Profil Kecamatan Way Halim Tahun 2016
Pendidikan merupakan satu sistem yang arah tujuannya yaitu mengubah perilaku
manusia atau peserta didik. Tujuannya untuk memberi ilmu dan pengetahuan,
membentuk karakter diri, serta mengarahkan anak untuk jadi pribadi yang baik. Oleh
karena itu, pendidikan sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan pada
masyarakat Kecamatan Way Halim tamatan SMP / sederajat yang berjumlah 3.515
orang, tamatan SMA / sederajat yang berjumlah 8.508 orang, tamatan pendidikan D3
berjumlah 814 orang dan pendidikan pada masyarakat Way Halim tamatan S1 yang
berjumlah 1236 Orang. Namun, pendidikan masyarakat Kecamatan Way Halim yang
tidak pernah mengenyam bangku sekolah yang berjumlah 18 orang. Kurangnya
pendidikan pada masyarakat Kecamatan Way Halim membuat minimnya wawasan
dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam memulai atau melamar suatu pekerjaan.
46
Tabel 5. Wajib Belajar 9 tahun Kecamatan Way Halim
No Keterangan Jumlah
1 Jumlah penduduk usia 7-15 tahun 7001 Orang
2 Jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang masih sekolah 834 Orang
3 Jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang tidak sekolah 143 Orang
Sumber: Profil Kecamatan Way Halim Tahun 2016
Pendidikan merupakan satu sistem yang arah tujuannya yaitu mengubah perilaku
manusia atau peserta didik. Tujuannya untuk memberi ilmu dan pengetahuan,
membentuk karakter diri, serta mengarahkan anak untuk jadi pribadi yang baik.
Namun pada Kecamatan Way Halim terdapat penduduk usia 7-15 tahun yang tidak
sekolah sebanyak 143 orang.
3. Keadaan Ekonomi
Tabel 6. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Kecamatan Way Halim
No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan
1 Petani 175 Orang 163 Orang
2 Buruh Tani 205 Orang 181 Orang
3 Buruh Migran Perempuan - 3.136 Orang
4 Buruh Migran Laki-Laki 3.986 Orang -
5 Pegawai Negri Sipil 2372 Orang 2.410 Orang
6 Pengrajin Industri Rumah Tangga 169 Orang 147 Orang
7 Pedagang Keliling 43.999 Orang 3.283 Orang
8 Montir 59 Orang -
9 Dokter Swasta 16 Orang 4 Orang
10 Bidan Swasta - 8 Orang
47
11 Perawat Swasta 3 Orang 14 Orang
12 Pembantu Rumah Tangga 125 Orang 326 Orang
13 TNI 446 Orang 1.355 Orang
14 POLRI 88 Orang 3 Orang
15 Pensiun PNS/POLRI/TNI 926 Orang 868 Orang
16 Pengusaha Kecil dan Menengah 512 Orang 225 Orang
17 Pengacara 7 Orang -
18 Notaris 13 Orang 1 Orang
19 Dukun Kampung Terlatih - 5 Orang
20 Dosen Swasta 19 Orang 12 Orang
21 Pengusaha Besar 42 Orang -
22 Arsitektur 9 Orang 3 Orang
23 Seniman/Artis 5 Orang 10 Orang
24 Karyawan Perusahaan Swasta 691 Orang 473 Orang
25 Karyawan Perusahaan Pemerintah 131 Orang -
26 Tukang 3.759 Orang -
27 Lain-lain 2.200 Orang 4.695 Orang
Jumlah Total Penduduk 77.279ang
Sumber: Profil Kecamatan Way Halim Tahun 2016
Mata pencaharian merupakan keseluruhan kegiatan yang dilakukan sehari-hari dan
merupakan mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mata
pencaharian atau pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena
tanpa pekerjaan, kita akan mengalami kesulitan dalam hidup. Bagi masyarakat yang
sudah berkeluarga mata pencaharian atau pekerjaan sangat mempengaruhi kehidupan
keluarga tersebut, karena mata pencaharian sudah seperti jantung bagi masyarakat
yang sudah berkeluarga. Berdasarkan tabel di atas, masyarakat Kecamatan Way
Halim di dominasi oleh masyarakat yang berprofesisebagai Buruh Migran
48
Perempuan, Buruh Migran Laki-laki, Pegawai Negri Sipil, Pedagang Keliling, TNI,
Tukang, dan lain lain.
Tabel 7. Pengangguran Masyarakat Kecamatan Way Halim
No Keterangan Jumlah
1 Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 18-56 tahun) 17.209 Orang
2 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang masih sekolah
dan tidak bekerja
8.981 Orang
3 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang menjadi ibu
rumah tangga
3.469 Orang
4 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja penuh 9.284 Orang
5 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang tidak bekerja
tentu
2.676 Orang
6 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan
tidak bekerja
65 Orang
7 Jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan
bekerja
6 Orang
Sumber: Profil Kecamatan Way Halim Tahun 2016
Pengangguran adalah penduduk yang usianya sudah memasuki angkatan kerja (18-56
tahun) yang tidak bekerja atau sedang memcari pekerjaan. Jumlah angkatan kerja
pada penduduk Kecamatan Way Halim usia 18-56 tahun yaitu 17.209 orang. Jumlah
penduduk usia 18-56 tahun yang masih sekolah dan tidak bekerja yaitu 8.981 orang.
Namun, terdapat penduduk usia 18-56 tahun yang tidak bekerja tentu berjumlah
2.676 orang.
49
Tabel 8. Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Way Halim
No Keterangan Jumlah
1 Jumlah keluarga prasejahtera 3.569 Keluarga
2 Jumlah keluarga sejahtera 1 4.638 Keluarga
3 Jumlah keluarga sejahtera 2 338 Keluarga
4 Jumlah keluarga sejahtera 3 1.109 Keluarga
5 Jumlah keluarga sejahtera 3 plus 446 Keluarga
Sumber: Profil Kecamatan Way Halim Tahun 2016
Keluarga sejahtera adalah dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah mampu
memenuhikebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertakwa kepada tuhan
yang maha esa,memiliki hubungan yang sama, selaras, seimbang antara anggota
keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Kesejahteraan keluarga tidak hanya
menyangkut kemakmuran saja, melainkan juga harus secara keseluruhan sesuai
dengan ketentraman yang berarti dengan kemampuan itulah dapat menuju
keselamatan dan ketentraman hidup. Berdasarkan tabel diatas, jumlah keluarga
prasejahtera pada Kecamatan Way Halim yaitu 3.569 keluarga, jumlah keluarga
sejahtera 1 yaitu 4.638 keluarga, jumlah keluarga sejahtera 2 yaitu 338 keluarga,
jumlah keluarga sejahtera 3 yaitu 1.109 keluarga dan jumlah keluarga sejahtera 3 plus
di Kecamatan Way Halim berjumlah 446 keluarga.
50
4. Agama atau Aliran Kepercayaan
Tabel 9. Agama atau Aliran Kepercayaan Masyarakat Kecamatan Way Halim
No Agama Laki-Laki Perempuan
1 Islam 17.717 Orang 20.847 Orang
2 Kristen 936 Orang 1.039 Orang
3 Katholik 827 Orang 851 Orang
4 Hindu 195 Orang 192 Orang
5 Budha 439 Orang 473 Orang
6 Khonghucu - -
7 Kepercayaan Kepada Tuhan YME - -
8 Aliran Kepercayaan Lainnya - -
Jumlah 22.114 Orang 23.402 Orang
Sumber: Profil Kecamatan Way Halim Tahun 2016
Agama merupakan sebuah aliran kepercayaan yang dianut oleh seseorang. Dari tabel
diatas, maka dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Way Halim memiliki
agama yang beragam. Penganut agama Islam berjumlah 38.564 orang, penganut
agama Kristen berjumlah 1975 orang, penganut agama Katholik berjumlah 1.678
orang, penganut agama Hindu berjumlah 387 orang, penganut agama Budha
sebanyak 912 orang. Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas agama
pada masyarakat Kecamatan Way Halim yakni menganut agama Islam.
51
Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Way Halim
Sumber: Profil Kecamatan Way Halim tahun 2016
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Pola Asuh Orangtua
Pada Anak Jalanan (Studi Anak Jalanan di Kecamatan Way Halim), dapat
disimpulkan bahwa pola asuh orangtua pada anak jalanan di Kecamatan Way Halim
adalah:
a. Pola asuh demokratis
Pola asuh ini orangtua memberikan perhatian, kasih sayang serta waktu untuk
anaknya. Orangtua memberikan anaknya kebebasan namun tetap dalam pengawasan
atau kontrol orangtua. Selain itu, orangtua memberikan peraturan yang tegas kepada
anaknya, sehingga ketika anak melakukan kesalahan maka akan diberikan hukuman.
b. Pola asuh penelantar
Pola asuh ini orangtua kurang memperhatikan anaknya, waktu yang diberikan kepada
anak sangat sedikit, orangtua sibuk dengan urusannya seperti bekerja atau urusan
lainnya. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak tanpa adanya pengawasan.
Meskipun orangtua memberikan peraturan tetapi peraturannya kurang tegas, sehingga
jika anak melanggar tidak akan diberikan hukuman.
105
B. Saran
Dari penelitian Pola Asuh Orangtua Pada Anak Jalanan (Studi Anak Jalanan di
Kecamatan Way Halim) ini dapat diberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Orangtua
Hendaknya orangtua tidak membebankan perekonomian keluarga kepada sang anak
dengan cara memperbolehkan anaknya berjualan koran, tissue, dan lain sebagainya di
tempat umum, karena mencari uang di jalanan memiliki resiko yang tinggi. Orangtua
seharusnya memberikan pemahaman dan pengertian kepada sang anak tentang
bahaya ketika berjualan di tempat umum, karena mencari nafkah bukanlah tugas anak
melainkan tugas orangtua, bagaimanapun kondisi orangtuanya.
2. Bagi Anak Jalanan
Saran yang dapat peneliti berikan kepada anak-anak jalanan yaitu mengurangi
kegiatan berjualan di tempat-tempat umum guna meminimalisir hal-hal yang tidak
diinginkan. Dengan mengikuti beberapa kegiatan untuk anak-anak seusia mereka
seperti bermain, mengaji dan belajar bersama. Dengan begitu waktu mereka tidak
terbuang hanya untuk berjualan saja tetapi juga dipergunakan untuk pendidikan dan
agama mereka juga.
3. Bagi Pemerintah
Pemerintah atau Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dan intansi terkait dengan anak
jalanan semestinya memberikan sanski yang tegas kepada anak-anak yang masih
106
tetap melakukan aktivitas di tempat umum, seperti berjualan koran, tissue, maupun
aktivitas anak jalanan lainnya. Tidak hanya anaknya saja yang diberi sanksi, tetapi
orangtua yang mengizinkan anaknya juga semestinya diberi sanksi. Sekaligus
pemerintah seharusnya juga memberikan perhatian lebih terhadap masalah anak
jalanan di Kota Bandar Lampung, dengan cara menganggarkan dan mengalokasi dana
yang lebih banyak dan pemenuhan sarana prasarana untuk mendukung pelaksanaan
pembinaan anak jalanan yang merata kesetiap sudut kota dalam melakukan
penertiban dan pengawasan dengan melibatkan setiap lembaga yang terkait masalah
sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Moleong, Lexi J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sujarweni, Wiratna. (2014). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Suyanto, Bagong. (2010). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana.
Jurnal :
Noprianto. (2017). Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Jalanan di Kota Makasar. Jurnal
Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM. Volume 3, Nomor 3 Diakses dari
http://ojs.unm.ac.id/index.php/sosialisasi/article/view/3132/1751 (Tanggal 10
Januari 2018)
Purwoko, T. (2013). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan Di
Kota Balikpapan. Ejurnal Sosiologi. Volume 1, Nomor 3, 2013 Diakses dari
http://ejournal.sos.fisipunmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/10/Tjutujup
%20Jurnal%20(10-26-13-02-06-54).pdf (Tanggal 15 Januari 2018)
Skripsi :
Agustiawati, Isni. (2014). Pengaruh pola asuh orangtua terhadap prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran Akuntansi kelas XI IPS di SMA Negeri 26
Bandung. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses dari
http://repository.upi.edu/12418/5/S_PEA_1005816_Chapter2.pdf (Tanggal 28
Desember 2017)
Ambarwati, Nofi. (2014). Pola Asuh Orang Tua Kepada Anak Yang Menjadi
Pengemis Jalanan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember.
Diakses dari
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/59737/Nofi%20Amb
arwati%20%20100910301011_1.pdf?sequence=1 (Tanggal 20 Desember
2017)
Arifin, Syamsul. (2017). Pembinaan Anak Jalanan Oleh Dinas Sosial Kota Bandar
Lampung. (Skripsi). Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung.Diakses dari
http://repository.radenintan.ac.id/2254/1/Skripsi_Full_Syamsul.pdf.(Tanggal
15 Januari 2018).
Aroasih, Tri Naimah. (2011). Antara Pola Asuh dan Kedisiplinan dalam penggunaan
waktu. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses
dari http://eprints.ums.ac.id/28405/1/03._Halaman__Depan.pdf (Tanggal 20
Desember 2017)
Nirmalasari, Eka. (2014). Pola Asuh Orang Tua Dalam Membentuk Kecerdasan
Emosional Anak. Fakultas Ilmu Tarbiah Dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diakses dari
http://digilib.uinsuka.ac.id/11242/1/BAB%20I%2C%20IV%2C%20DAFTAR
%20PUSTAKA.pdf (Tanggal 20 Desember 2017)
Na Rose Sinaga, Yosefhine. (2017). Potret Kehidupan Anak Jalanan di Kota Bandar
Lampung.(Skripsi). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung. Diakses dari
http://digilib.unila.ac.id/25959/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBA
HASAN.pdf (Tanggal 28 Desember 2017).
Ramadhini Satriana, Nanda. (2017). Pola Asuh Anak Pada Pasangan Pernikahan
Usia Dini. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Lampung.
Sefriana, Ruth. (2015). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan perkembangan
emosional remaja di sekolah menengah atas (SMA) Negeri 14 Medan.
(Skripsi). Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara
Indonesia.Diakses dari
http://103.15.241.30:8123/inlislite3/uploaded_files/dokumen_isi/Monograf/11
02087_001.pdf (Tanggal 10 Januari 2018).
Website :
Mursalin Yasland. 2016. Anak jalanan dan pengemis banjiri Bandar lampung
Diakses dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/08/31/ocrr8l366-
anak-jalanan-dan-pengemis-banjiri-bandar-lampung (Tanggal 28 Desember
2017)
Data Badan Pusat Statistik tahun 2014 tentang jumlah anak jalanan di kota Bandar
Lampung
https://bandarlampungkota.bps.go.id/statictable/2017/01/26/244/banyaknya-
penyandang- masalah-kesejahteraan-sosial-di-kota-bandar-lampung-tahun-
2011-2015.html
Data menurut menteri sosial http://poskotanews.com/2016/11/27/mensos-
deklarasikan- indonesia-bebas-anak-jalanan-2017/
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online https://kbbi.web.id/
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
http://www.kpai.go.id/ hukum/undang-undang-republik-indonesia-
nomor-35-tahun-2014-tentang-perubahan- atas-undang-undang-nomor-23-
tahun-2002-tentang-perlindungan-anak/
Recommended