View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
1/19
Pharmaceutical Care
Pertussis(Also known as Whooping Cough)
Jemia 1111102000009
Arumpuspa Azizah 1111102000060
Maharani Pratiwi 1111102000062
Henny Pradikaningrum 1111102000080
Muhammad Reza 1111102000120
Rika Chaerunisa 1111102000133
Sausan Doni 1111102000135
2 0 1 4
Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
2/19
P RTUSIS
I. Pendahuluan
Defisini
Pertusis adalah infeksi akut bakteri pada saluran pernapasan yang disebabkan olehBordetella
pertussis, bakteri gram negatif. B. Pertussis merupakan patogen pada manusia yang unik
yang ditransmisikan dari penderita yang terinfeksi ke orang yang rentan, melalui tetesan-
tetesan aerosol sekresi saluran pernapasan atau dengan kontak langsung dengan sekresi
pernapasan dari orang yang terinfeksi.
Agen Etiologi
Bordetella pertussis, gram negatif, basilus pleomorfik.
Patofisiologi
Pertusis atau batuk rejan (batuk seratus hari) disebebkan oleh bakteri Bordetella pertussis.
Sebelum ditemukannya vaksin pertusis, penyakit ini merupakan penyakit tersering yang
menyerang anak-anak dan merupakan penyebab utama kematian. BakteriBordetella pertussis
akan menghasilkan bebrapa anti gen, yaitu toksin pertusis, filamen hemaglutinin, aglutinogen
fimbriae, adenil siklase, endotoksin, dan sitotoksin trakea. Gejala utama pada pertusis yaitu
terjadi batuk proksimal tanpa inspirasi yang diakhri dengan bunyi whoop. Serangan batuk
sedemikian berat menyebabkan pasien muntah, sianosis, lemas dan kejang.
Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian melekat pada
silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia epitel thorak mukosa,
menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah
epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag. Mekanisme patogenesis infeksi
Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan, pengerusakan local dan diakhiri dengan
penyakit sistemik.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
3/19
Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF (lymphositosis
promoting factor), proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan Bordetella pertusis pada
silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi dan menghasilkan toksin
dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD menghambat migrasi limfosit dan
magrofag didaerah infeksi. Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati
oleh karena ADP (toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan
pengeluaran histamine dan serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas
isulin.
Sedang pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai
hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada
permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan
mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae, staphylococos
aureus. Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dan
kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan
pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk
dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.
Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu
dapat menimbulkan bronkiektasis.
Epidemiologi
Tersebar diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat penduduknya dan dapat berupa
endemic pada anak. Merupakan penyakit paling menular dengan attack rate 80-100 % pada
penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus 3-4 tahun antara juli sampai oktober
sesudah akumulasi kelompok rentan, Menyerang semua golongan umur yang terbanyak anak
umur , 1tahun, perempuan lebih sering dari laki laki, makin muda yang terkena pertusis
makin berbahaya. Insiden puncak antara 1-5 tahun, dengan persentase kurang dari satu tahun
: 44%, 1-4 tahun : 21%, 5-9 tahun : 11%, 12 tahun lebih: 24% . Sekitar tahu 1890 telah
berkali-kali ditemukan bakteri-bakteri berupa batang gramnegative pada sedian-sedian yang
dibuat dari nasifarings dan dahak penderita pertussius.Bakteri-bakteri ini juga didapatkan
pada paru-paru anak yang meninggal karena batuk rejan,terutama diantara dan pada rambut-
rambut getar (silia) sel-sel epitil saluran pernafasan.Untuk pertama kali Bordet dan Gengoupada tahun 1912 berhasil membiakkan bakterigram negatife tersebut pada perbenihan buata
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
4/19
yang kemudian dinamakan Bordetella pertussis. Perbenihannya sederhana,
mengundang tepung kentang, gliserol dan darah bebas-fibrin yang kemudian dikenal sebagai
medium Bordet-Gengou (medium B.G)Apabila ditumbuhkan secara aerob, B. pertussis
membentuk koloni-koloni yangkembung, licin, berkilat-kilat dan dikelilingi oleh suatu zona
hemolisis. Ukurannya 0,20,8 m, pleomorfis, dapat membentuk rantai-rantai pendek
dalam keadaan tertentu, dandikenal tipe-tipe I, II, III dan IV. Perubahan dari fase I ke fase IV
dihubungkandenganberkurangnya virulen si bakteri, yang disebabkan oleh mutasi dan seleksi
karenan pengaruh lingkungan pertumbuhan pada medium buatan. Pada akhir-akhir ini
ternyata bahwa perubahan tersebut bersifat reversible. 25.827 kasus yang dilaporkan di
Amerika Serikat pada tahun 2004, jumlah tertinggi kasus yang dilaporkan sejak tahun 1959.
Sekitar 60% dari kasus pada remaja (usia 11-18 tahun) dan dewasa (usia> 20 tahun). Menular
orang-ke-orang melalui tetesan batuk atau bersin atau melalui kontak langsung dengan sekret
dari saluran pernapasan pengidap. Tanpa perawatan, penderita pertusis dapat menularkannya
kepada orang lain sampai tiga minggu setelah batuk mulai terjadi. Masa inkubasi 5-21 hari;
biasanya 7-10 hari.
B. pertussis mengandung komponen-komponen aktif yang mempunyai peranan pentingdalam
merangsang system imun dalam pembuatan zat anti spesifik, antara lain FHA(Filamentous
Haemagglutinin), LPF (Leucocytosis promoting Factor) dan HSF (Histamine SensitizingFactor). Disamping ini masih ada faktir-faktor lainnya yang bersifat toktis, yaituHLT (Heat
Labile Dermonecrotic Toxine), IAP (Islet Activating Protein), endotoksin dan D-aglurtinin.
Periode catarrhal (1-2 minggu): penyakit onset berbahaya (coryza, demam ringan, dan batuk
nonproduktif); bayi dapat memiliki apnea dan gangguan pernapasan. Periode Paroxysmal (2-
6 minggu): batuk paroksismal, inspirasi "whoop," muntah posttussive. Periode Convalescent
(> 2 minggu): paroxysms secara bertahap penurunan frekuensi dan intensitas.
Diagnosis
Isolasi B. pertusis melalui kultur dan deteksi B. pertusis oleh polymerase chain reaction
(PCR) adalah satu-satunya cara untuk memastikan diagnosis pertusis untuk tujuan
penggolongan kasus. DFA dan tes serologi tidak terjadi mendefinisikan.
1. nasofaring Kultur: Kultur adalah tes yang paling spesifik untuk pertusis dan dapat
membedakan antara B. pertussis dan Bordetella spesies lainnya. Kultur spesimen dari
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
5/19
nasofaring posterior paling sensitif dalam 2 minggu pertama sakit dan lebih sensitif
pada anak-anak dibandingkan pada remaja dan orang dewasa. Namun, kultur
nasofaring positif kadang-kadang diperoleh dari orang dewasa yang tidak diobati
hingga 6 minggu setelah timbulnya gejala. Karena B. pertusis rewel dan isolasi dalam
kultur mudah terhalang oleh pertumbuhan organisme nasofaring lainnya, kumpulan
spesimen dan penanganan selanjutnya dari spesimen memperbaiki laju pemulihan.
Spesimen yang dikumpulkan setelah mulai terapi antibiotik cenderung menghasilkan
B. pertussis. Karena begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi sensitivitas
kultur untuk B. pertusis, hasil kultur negatif tidak boleh dianggap bukti bahwa
pertusis telah 'disingkirkan'. (Tenggorokan dan nares anterior usapan memiliki tarif
rendah tidak dapat diterima pemulihan B. pertusis dan tidak boleh digunakan.)
2.
Polymerase Chain Reaction (PCR): tes PCR untuk B. pertusis umumnya lebih sensitif
dibandingkan kultur tapi kurang spesifik. PCR tes yang memperkuat target gen
tunggal (IS481) tidak membedakan antara B. pertusis dan B. holmesii. Palsu PCR
positif juga dapat terjadi oleh kontaminasi dari pengalihan disengaja DNA dari
permukaan lingkungan spesimen klinis. Interpretasi hasil PCR, khususnya dengan
nilai-nilai Ct tinggi, harus dilakukan bersamaan dengan evaluasi tanda dan gejala,
pengetahuan metodologi PCR yang digunakan oleh laboratorium, dan informasi
epidemiologi yang tersedia.
3. Direct Fluorescent Antibody (DFA) Pengujian: Uji DFA sering digunakan untuk
skrining pada masa lalu tetapi tidak memiliki sensitivitas dan spesifisitas untuk B.
pertusis. Oleh karena itu, penggunaan tes ini tidak disarankan.
4. Serologi: Meskipun serologi mungkin memiliki peran di masa mendatang, kurangnya
standarisasi tes antibodi dan korelasi diketahui dengan penyakit pertusis membatasi
kegunaan mereka saat ini. Namun, hasil sebuah serologi positif dalam diri seseorang
dengan gejala pertusis baru yang dapat mengekspos bayi atau ibu hamil menjamin
pemeriksaan. Waktu optimal untuk mendapatkan pertussis serologi adalah 2 minggu
atau lebih setelah onset gejala. Wilayah hukum kesehatan setempat (LHJ)
kebijaksanaan disarankan tentang perlunya penyelidikan lebih lanjut dari orang-risiko
non-tinggi yang memiliki tes serologi positif. Pendekatan terbaik dalam situasi seperti
ini mungkin menemukan kontak yang tidak diobati dengan onset penyakit dan
mengumpulkan spesimen untuk kultur dan PCR.
5.
Kerentanan Pengujian: Uji kepekaan rutin B. pertusis isolat tidak dianjurkan karena
resistensi terhadap antibiotik macrolide jarang. Konsultasikan dengan Penyakit
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
6/19
Menular Epidemiologi (CDE) jika pasien memiliki kultur pertusis B. positif setelah
menyelesaikan kursus yang tepat terapi antimikroba dan kepatuhan pasien dengan
terapi telah diverifikasi.
B. Tes Tersedia di Washington State Departemen Kesehatan Laboratorium Kesehatan
Masyarakat (PHL)
PHL dapat melakukan kultur mikrobiologis dan PCR untuk pertusis pada spesimen
nasofaring posterior. PHL juga dapat mengkonfirmasi bahwa isolat murni diserahkan dari
laboratorium lain B. pertusis.
Hanya sampel diagnostik memenuhi kriteria di bawah ini dan disetujui oleh yurisdiksi
kesehatan setempat (LHJ) akan diterima di PHL. LHJs harus memberitahukan CDE ketika
mereka telah memberikan persetujuan untuk pengujian pertussis di PHL. Hal ini penting
untuk menggunakan koleksi kit PHL-disetujui, tersedia atas permintaan dari PHL, karena kit
ini mungkin berbeda dari yang digunakan oleh laboratorium klinis.
Setelah persetujuan LHJ, PHL akan melakukan pertusis PCR pengujian dan kultur pada
spesimen dari pasien yang diduga pertusis:
1. Petugas kesehatan.
2. Orang yang mungkin telah terkena orang berisiko tinggi, seperti bayi
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
7/19
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
8/19
Periode infeksi :
o Jika tidak menggunakan antibiotik : dari dua minggu sebelum sampai tiga
minggu sesudah onset batuk
o Jika menggunakan antibiotik : dari dua minggu sebelum onset batuk dan hari
kelima pengobatan antibiotik yang tepat. Untuk determinasi periode infeksi
pertusis, akan sangat membantu apabila menggunakan kalender. Bagian
informasi kritits di butuhkan pada hari saat batuk dimulai, yang dianggap hari
nol.
Contohnya : batuk dimulai pada 15 januari.
Mendeterminasikan periode infeksi :
a.
Menghitung 2 minggu kebelakang (!4 hari) dari onset batuk. Sehingga
infeksi dapat terjadi pada 1 januari.
b. Dari onset batuk, hitung 3 minggu ke depan (21 hari). Sehingga akan ada
pada 5 februari.
Oleh karena itu, periode infeksi dari 1 januari samapi 5 februari. Namun, individu menerima
antibiotik yang cocok selama periode waktu tersebut, periode infeksi dapat berakhir setelah 5
hari pertama dari kepatuhan penggunaan antibiotik yang direkomendasikan.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
9/19
II.Pengobatan
Agen macrolide eritromisin, klaritromisin, azitromisin dan lebih disukai untuk pengobatan
pertusis pada anak berusia> 1 bulan. Untuk pengobatan usia> 2 bulan, agen alternatif untuk
makrolida adalah trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMZ). Pilihan antimikroba untuk
pengobatan atau pencegahan harus mempertimbangkan efektivitas, keselamatan (termasuk
potensi efek samping dan interaksi obat), tolerabilitas, kemudahan kepatuhan terhadap
rejimen yang ditentukan, dan biaya.
Azitromisin dan klaritromisin lebih tahan terhadap lambung asam, mencapai konsentrasi
jaringan yang lebih tinggi, dan memiliki waktu paruh lebih lama daripada eritromisin, danrejimen pengobatan yang lebih pendek (5-7 hari).
Agen antimikroba spesifik
1. Azitromisin.
Rekomendasi regimen:
- Bayi berusia 6 bulan: 10 mg / kg (maksimum: 500 mg) pada hari 1, 5
mg / kg per hari (maksimum: 250 mg) pada hari 2-5.
- Dewasa: 500 mg pada hari 1, diikuti oleh 250 mg per hari.
- Efek samping : sakit, diare, mual, muntah, sakit kepala, dan pusing.
Azitromisin harus diresepkan dengan hati-hati pada pasien
dengan gangguan fungsi hati. Semua pasien harus berhati-hati untuk tidak mengambil
azitromisin dan aluminum- atau magnesium yang mengandung antasida bersamaan karena
dapat mengurangi tingkat penyerapan azitromisin
2. Eritromisin
Rekomendasi regimen:
-
Bayi usia 1 bulan dan anak-anak: 40-50 mg / kg per hari (maksimum: 2 g per
hari) dalam 4 dosis terbagi selama 14 hari.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
10/19
- Dewasa: 2 g per hari dalam 4 dosis terbagi selama 14 hari efek samping: Iritasi
gastrointestinal, termasuk tekanan epigastrium, perut kram, mual, muntah, dan
diare. Reaksi hipersensitivitas (misalnya, ruam kulit, obat demam, atau
eosinofilia), hepatitis kolestatik, dan sensorineural.
3.
Klaritromisin
Rekomendasi regimen:
- Bayi usia 1 bulan: 15 mg / kg per hari (maksimum: 1 g per
hari) dalam 2 dosis terbagi setiap hari selama 7 hari.
- Dewasa: 1 g per hari dalam dua dosis terbagi selama 7 hari.
Efek samping yang paling umum yang terkait dengan klaritromisin adalah distress
epigastrium, kram perut, mual, muntah, dan diare. reaksi hipersensitivitas (misalnya, ruam
kulit, obat demam, atau eosinofilia), hepatotoksisitas, dan reaksi parah seperti anaphylaxis
4. Agen Alternatif (TMP-SMZ).
Data dari studi klinis TMP-SMZ digunakan sebagai alternatif untuk antibiotik
macrolide pada pasien usia> 2 bulan yang memiliki kontraindikasi atau tidak dapat
mentoleransi macrolide agen, atau yang terinfeksi dengan macrolide-tahan strain B
pertusis. Karena potensi risiko kernikterus pada bayi, TMP-SMZ tidak boleh
diberikan kepada wanita hamil, ibu menyusui, atau bayi berusia
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
11/19
antikoagulan oral, antidiabetik, diuretik thiazide, antikonvulsan, dan obat
antiretroviral lain.
Komplikasi
Komplikasi yang paling umum, dan penyebab terkait kematian-pertussis adalah pneumonia
bakteri sekunder. Tanda yang menunjukkan pneumonia bila didapatkan napas cepat di antara
episode batuk, demam dan terjadinya distres pernapasan secara cepat. Bayi berisiko tertinggi
untuk memperoleh pertussis-komplikasi. Data dari 1997-2000 menunjukkan pertusis
pneumonia terjadi dan 11,8% diantaranya merupakan bayi berusia kurang dari 6 bulan.
Komplikasi neurologis seperti kejang dan encephal opathy dapat terjadi sebagai akibat
hipoksia (pengurangan suplai oksigen) dari batuk, atau mungkin dari racun. Komplikasi
neurologis pertusis lebih sering terjadi pada bayi. Hal ini bisa disebabkan oleh anoksia
sehubungan dengan serangan apnu atau sianotik, atau ensefalopati akibat pelepasan toksin.
Jika kejang tidak berhenti dalam 2 menit, dapat beri antikonvulsan.
Komplikasi lainnya yaitu kation pertusis termasuk otitis media, anoreksia, dan dehy dration.
Komplikasi akibat efek tekanan paroxysms parah adalah pneumotoraks, epistaksis, subdural
hematoma, hernia, dan prolaps rektum. Pada tahun 2004 sampai 2006 total 82 kematian
akibat pertusis. Sekitar 82% adalah anak-anak usia 3 bulan. Remaja dan orang dewasa juga
dapat mengembangkan komplikasi pertusis, seperti sulit tidur, inkontinensia urin, pneumonia,
dan patah tulang rusuk.
Kasus berisiko tinggi
Orang yang beresiko tinggi mengalami pertusis diantaranya sebagai berikut:
- Bayi
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
12/19
III. Interaksi Obat
A.
TETRASIKLIN
Interaksi obat :
-
Tetrasiklin membentuk kompleks khelat dengan ion-ion kalsium, magnesium, besi
dan aluminium. Maka sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan tonikum-
tonikum yang mengandung besi atau dengan antasida berupa senyawa aluminium,
amgnesium. Susu mengandung banyak kalsium, sehingga sebaiknya tidak
diminum bersamaan dengan susu.-
Pengobatan dengan tetrasiklin jangan dikombinasikan dengan penisilin atau
sefalosporin.
- Karbamazepin dan fenitoin: menurunkan efektifitas tetrasiklin secara oral.
- Tetrasiklin akan memperpanjang kerja antikluogulan kumarin, sehingga proses
pembekuan akan tertunda.
B. PROME EXPECTORANT SIRUP 100 ML
Interaksi obat :
Meningkatkan efek sedatif dari depresan SSP. Efek diperpanjang oleh MAOI.
C.
AZITROMICIN
Interaksi makanan : kategori B.
Interaksi obat :
Makanan akan meningkatkan konsentrasi puncak (Cmax) untuk bentuk tablet dan suspensi
sebasar masing-masing 23 % dan 56 %, namun AUC tidak berubah. Miskipun demikian,
tablet maupun suspensi dapat diberikan dengan ataupun tanpa makanan.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
13/19
D. KLARITROMISIN
Interaksi makanan :
Makanan akan meningkatkan konsentrasi puncak (Cmax) bentuk tablet dan suspensi sebesar
masing-masing 23% dan 56%, namun AUC-nya tidak berubah. Meskipun demikian, tablet
maupun suspensi dapat diberikan dengan ataupun tanpa makanan.
Interaksi obat :
- Alfentanil: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Alfentanil.
Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
- Alosetron: Penghambat CYP3A4 (kuat) mungkin dapat meningkatkan konsentrasi
Alosetron. Risiko C: Monitor terapi.
- Obat Antifungal: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme obat
antifungal. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
-
Benzodiazepin: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme
benzodiazepin. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
- Buspirone: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme BusPIRone.
Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
-
Calcium Channel Blockers: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan
metabolisme Calcium Channel Blockers. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi
terapi.
- Carbamazepine: Antibiotika Marolida dapat menurunkan metabolisme
Carbamazepine. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
-
Glikosida jantung: Antibiotika Makrolida dapat meningkatkan konsentrasi
glikosida jantung. Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
-
Clopidogrel: antibiotika Makrolida mengurangi efek terapi Clopidogrel. Risiko C:
Monitor terapi.
- Clozapine: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Clozapine.
Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
- Colchicine: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Colchicine.
Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
-
Kortikosteroid (Sistemik): Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme
Kortikosteroid (Sistemik). Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
14/19
- Cilostazol: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Cilostazol.
Risiko D: Pertimbangkan modifikasi terapi.
-
Ciprofloxacin: Dapat meningkatkan efek perpanjangan QT. Risiko C: Monitor
terapi.
- Cisapride: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Cisapride.
Risiko X: Kombinasi harus dihindari.
- Derivat akumarin: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Derivat
Kumarin. Risiko C: Monitor therapy Disopyramide: Antibiotika Makrolida dapat
meningkatkan efek perpanjangan QT Disopyramide. Antibiotika Makrolida dapat
menurunkan metabolisme Disopyramide. Risiko X: Kombinasi harus dihindari.
- Cyclosporine: antibiotika makrolida dapat menurunkan metabolisme
cycklosporine. Risiko C: monoterapi CyP3A4 inducer (kuat): menurunkan
metabolisme substrates CP3A4. Risiko C: monitor terapi, CyP3A4 inhibitor
(sedang): menurunkan metabolisme substrates, CyP3A4 inhibitor (kuat):
menurunkan metabolisme substrates. Risiko C: pertimbangkan modifikasi terapi.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
15/19
IV. Pharmaceutical Care
A. Pencegahan Penyakit
o Imunisasi anak Anda secara tepat waktu
Vaksin tidak memberikan perlindungan seumur hidup terhadap pertussis, dan
perlindungan adakalanya tidak lengkap.
Anak-anak perlu diimunisasi pada dua, empat dan enam bulan.
Booster diperlukan pada usia empat tahun dan sekali lagi pada usia 15 tahun.
Imunisasi dapat diperoleh dari dokter keluarga dan beberapa pemerintah setempat.
o Jauhkan bayi Anda dari orang yang batuk
Bayi memerlukan dua atau tiga vaksinasi sebelum terlindung. Oleh karena ini,
penting sekali bayi Anda menjauhi dari orang yang menderita penyakit batuk
supaya pertusis atau kuman lain tidak ditularkan.
o Dapatkan imunisasi jika Anda seorang dewasa yang berada dalam kontak dekat
dengan anak kecil
Tersedia vaksin untuk orang dewasa. Vaksin ini dianjurkan:
Untuk kedua orang tua sewaktu merencanakan kehamilan, atau segera setelah bayi
lahir
Untuk orang dewasa yang bekerja dengan anak kecil, terutama petugas kesehatan
dan petugas penitipan anak.
o Jika Anda berada dalam kontak dekat dengan penderita pertusis:
Perhatikan gejala-gejala. Jika gejala timbul, berjumpalah dengan dokter Anda,
bawa lembar fakta ini bersama Anda dan jelaskan kontak Anda dengan pertusis.
Beberapa kontak dekat yang menghadapi risiko tinggi (mis. anak di bawah usia
satu tahun, anak yang belum divaksinasi secara lengkap dan wania di akhir
kehamilannya) dan orang lain yang hidup atau bekerja dengan orang yang
menghadapi risiko tinggi mungkin perlu menggunakan antibiotik untuk mencegah
infeksi.
o Jika Anda menderita pertusis:
Dapatkan perawatan dini sewaktu dapat menularkan penyakit, jauhi dari orang
lain dan jauhi dari anak kecil, mis. di pusat penitipan anak, prasekolah dan
sekolah.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
16/19
B. Perawatan Penyakit Pertusis
Suatu antibiotik khusus biasanya azithromycin, erythromycin atau clarithromycin
digunakan untuk merawat pertusis. Antibiotik ini dapat mencegah menularnya kuman ini
kepada orang lain. Batuk sering berlanjut selama berminggu-minggu walaupun sedang
dirawat.
C. Manajemen Pengobatan
Antibiotik merupakan pilihan utama untuk pengobatan pertussis. Eritofisinfirst line
drug. Terapi ini dapat mengeradikasi organisme dari sekresi, sehingga mengurangi
penularan, dan jika terapi dimulai lebih awal dapat mengubah jalannya penyakit.
Antibiotik yang efektif seperti (azitromisi, eritromisisn atau trimethoprim-
sulfametoksazol) harus diberikan kepada semua yang berkontak dengan pasien pertussis,
tanpa memandang usia atau status vaksinasinya.
Untuk pertusis pada pasien usia lebih muda dari 7 tahun harus diselesaikan empat dosis
utama dengan interval seminimal mungkin. Untuk pasien 4-6 tahun yang belum diberikan
5 dosis DTaP, harus diberikan Vaksinasi. Tdap tidak kontraindikasi untuk pasien pertusis,
namun efektivitas penggunaan pasca pajanan Tdap belum diketahui.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
17/19
Langkah-langkah manajemen batuk rejan
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
18/19
D. Tinjauan Kesehatan Umum
Dokter dan laboratorium harus melaporkan kasus pertusis kepada Unit Kesehatan Umum
setempat secara rahasia. Staf Unit Kesehatan Umum dapat menasihati tentang cara yang
termasuk untuk menghalang penularan lebih lanjut.
Anak-anak yang dapat menularkan penyakit dilarang dari menghadiri prasekolah dan
sekolah. Kontak yang belum diimunisasi mungkin terkecuali dari penitipan anak kecuali
jika menggunakan obat antibiotik khusus.
8/10/2019 Asuhan Kefarmasian Pertusis - Kel 1 - UIN, Far 2011AC
19/19
REFERENSI
Centers for Disease Control and Prevention. Recommended antimicrobial agents for the
treatment and postexposure prophylaxis of pertussis. 2005 CDC Guidelines. MMWR
2005;54(No. RR-14):116.
Pertusis (Batuk Rejan).18 Maret 2014.www.nasehatkesehatan.com.Diakses pada tanggal 18
November 2014 pukul 10.00 pm
Pertusis (Batuk Rejan).30 Januari 2008. www.health.nsw.gov.au.Diakses pada tanggal 18
November 2014 pukul 06.37 pm
Massachusetts Department of Public Health, Bureau of Communicable Disease Control.
2006.Pertussis (Also known as Whooping Cough).
Washington State Department of Health. 2014.Pertusis.DOH # 420-066
http://www.nasehatkesehatan.com/http://www.nasehatkesehatan.com/http://www.nasehatkesehatan.com/http://www.health.nsw.gov.au/http://www.health.nsw.gov.au/http://www.health.nsw.gov.au/http://www.nasehatkesehatan.com/Recommended