20
Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik Haris Faozan Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia Phone. (62-21) 3848217, E-mail: [email protected] dan [email protected] Abstract Sub-district is one of the organization peripheral of area that has a crucial role in public services. Law number 32 Year 2004 states that in addition to having attributive duties, sub-district is also devolved delegative authorities. However, both main tasks can not be performed optimally.The policies concerned with sub-district organization indicate complicated issues, and the public services of the sub-district remain low-performing. This paper presented models of sub-district organization that anticipates the needs and priorities of public services. This research is a meta applied case study. This study used research data about sub-district organizations in Indonesia. The analytical methodology was in-depth qualitative analysis based on the findings of the previous case studies. This study resulted in important findings. The design of sub-district organizations remained to have low performance based on the dimensions of its organizational structure. This internal drawback led to poor public service delivery. Based on these findings, this study recommends three sub-district organization models. One of these models can be selected by local government to redesign its sub-district organization, in accordance with organizational capacity and public service demands and priorities. Key words: sub-district, organization peripheral of area, local government, public services Latar Belakang Di era otonomi daerah dewasa ini, dapat sama-sama dicermati bahwa keberadaan organisasi perangkat daerah (OPD) memang menjadi concern pemerintah pusat, tetapi pembentukannya jarang menjadi atensi serius bagi pihak pemerintah daerah itu sendiri. Terminologi organisasi perangkat daerah bagi pihak pemerintah daerah pada umumnya masih dipandang sebagai bentuk (shape) semata-mata. Oleh karena itu dalam upaya mendesain ulang organisasinya hanya sebatas pada menambah atau mengurangi kotak- kotak jabatan. Karena kondisi yang demikian, tidak mengherankan apabila organisasi perangkat daerah belum mampu menunjukkan kinerja optimal dari desain atau desain ulang organisasi yang mereka rancang. Sementara itu, dari perspektif the congruence

Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Abstract Sub-district is one of the organization peripheral of area that has a crucial role in public services. Law number 32 Year 2004 states that in addition to having attributive duties, sub-district is also devolved delegative authorities. However, both main tasks can not be performed optimally.The policies concerned with sub-district organization indicate complicated issues, and the public services of the sub-district remain low-performing. This paper presented models of sub-district organization that anticipates the needs and priorities of public services. This research is a meta applied case study. This study used research data about sub-district organizations in Indonesia. The analytical methodology was in-depth qualitative analysis based on the findings of the previous case studies. This study resulted in important findings. The design of sub-district organizations remained to have low performance based on the dimensions of its organizational structure. This internal drawback led to poor public service delivery. Based on these findings, this study recommends three sub-district organization models. One of these models can be selected by local government to redesign its sub-district organization, in accordance with organizational capacity and public service demands and priorities. Key words: sub-district, organization peripheral of area, local government, public services

Citation preview

Page 1: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik

Haris Faozan

Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur

Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara

Lembaga Administrasi Negara

Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia Phone. (62-21) 3848217, E-mail: [email protected] dan [email protected]

Abstract

Sub-district is one of the organization peripheral of area that has a crucial role in

public services. Law number 32 Year 2004 states that in addition to having attributive

duties, sub-district is also devolved delegative authorities. However, both main tasks can

not be performed optimally.The policies concerned with sub-district organization indicate

complicated issues, and the public services of the sub-district remain low-performing.

This paper presented models of sub-district organization that anticipates the needs and

priorities of public services.

This research is a meta applied case study. This study used research data about

sub-district organizations in Indonesia. The analytical methodology was in-depth

qualitative analysis based on the findings of the previous case studies.

This study resulted in important findings. The design of sub-district organizations

remained to have low performance based on the dimensions of its organizational

structure. This internal drawback led to poor public service delivery. Based on these

findings, this study recommends three sub-district organization models. One of these

models can be selected by local government to redesign its sub-district organization, in

accordance with organizational capacity and public service demands and priorities.

Key words: sub-district, organization peripheral of area, local government, public

services

Latar Belakang

Di era otonomi daerah dewasa ini, dapat sama-sama dicermati bahwa keberadaan

organisasi perangkat daerah (OPD) memang menjadi concern pemerintah pusat, tetapi

pembentukannya jarang menjadi atensi serius bagi pihak pemerintah daerah itu sendiri.

Terminologi organisasi perangkat daerah bagi pihak pemerintah daerah pada umumnya

masih dipandang sebagai bentuk (shape) semata-mata. Oleh karena itu dalam upaya

mendesain ulang organisasinya hanya sebatas pada menambah atau mengurangi kotak-

kotak jabatan. Karena kondisi yang demikian, tidak mengherankan apabila organisasi

perangkat daerah belum mampu menunjukkan kinerja optimal dari desain atau desain

ulang organisasi yang mereka rancang. Sementara itu, dari perspektif the congruence

Page 2: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 2

model menurut Nadler & Tushman (1992, 1997), organisasi memiliki beragam aspek

penting yang secara keseluruhan membutuhkan perhatian, dan keselarasannya

(alignment) membutuhkan sentuhan-sentuhan yang memadai dari seluruh level

manajemen.

Bagi kalangan pemerintah daerah, memahami dan mengaplikasikan manajemen

pemerintahan secara total adalah sebuah keharusan. Tiga pilar penting manajemen

pemerintahan daerah yang harus diperhatikan secara seksama yaitu pemahaman tentang

organisasi birokrasi, kebijakan, dan pelayanan public. Ketiganya merupakan sebuah

rangkaian manajemen pemerintahan daerah, dimana antara satu dengan yang lain

menunjukkan inter-face dan konektivitas saling berpengaruh dan sangat penting bagi

eksistensi dan keberlangsungan organisasi perangkat daerah.

Berkaitan dengan rangkaian manajemen pemerintahan daerah di atas, penting kiranya

untuk kembali menengok fungsi aparatur pemerintah daerah. Fungsi inti eksistensi

aparatur pemerintah daerah yaitu memberikan perlindungan masyarakat, pelayanan

masyarakat, dan melaksanakan pembangunan. Product output pemerintah daerah adalah

goods and regulation untuk kepentingan publik. Yang dimaksud dengan “goods” adalah

barang-barang atau fasilitas publik yang dihasilkan pemerintah seperti misalnya sekolah,

rumah sakit, jalan, dan jembatan; sedangkan dalam kelompok regulations yang dihasilkan

pada umumnya bersifat regulatory atau pengaturan, seperti Akte Kelahiran, Kartu Tanda

Penduduk, dan Ijin Mendirikan Bangunan.

Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah daerah dewasa ini semakin

meningkat, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Hal ini perlu segera diantisipasi.

Sehubungan dengan kedudukan pemerintah daerah sebagai lembaga yang memperoleh

legitimasi dari rakyat untuk menghasilkan goods and regulations, maka kemudian

menjadi sangat penting bagi pemerintah daerah beserta organisasi perangkat daerahnya

untuk memenuhi hal itu pada kondisi pelayanan bermutu tinggi (hi-quality services)

sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Salah satu perangkat daerah yang dinilai

memiliki peran penting dalam pelayanan public adalah kecamatan. Peran camat sebagai

ujung tombak pelayanan masyarakat, stimulator pemberdayaan masyarakat dan

stabilisator kondisi sosio-politik di wilayahnya, dalam manajemen pemerintahan negara

memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan

publik yang menjadi misi utama penyelenggaraan pemerintahan negara.

Tetapi meskipun demikian, dalam dua tahun terakhir ini berkembang issue yang semakin

panas, di mana keberadaan kecamatan akan dihapuskan dari tata pemerintah daerah di

Indonesia. Issue tersebut berawal dari anggapan yang menyatakan bahwa kinerja

kecamatan-kecamatan di Indonesia tidak sesuai dengan yang diharapkan dan cenderung

menghabiskan anggaran yang sangat besar. Hal demikian tentu saja tidak bijaksana,

karena sebagian besar organisasi perangkat daerah pada umumnya dan bahkan instansi

pemerintah pusat juga belum mampu menghasilkan kinerja optimal. Apabila premis

tersebut diberlakukan sama dengan kecamatan, maka sebagian besar instansi pemerintah

di Indonesia juga layak dihapuskan. Hal demikian sebaiknya disikapi secara bijak dan

dicarikan solusi eleagan. Menghapus organisasi kecamatan pastilah tidak memecahkan

masalah, tetapi justru menciptakan persoalan baru yang jauh lebih besar, mengingat

Page 3: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 3

jumlahnya mencapai lebih dari 6.000 kecamatan di seluruh Indonesia. Inilah penting

business as not usual, yaitu mencari pemecahan masalah dari jalan keluarnya bukan dari

masalahnya itu sendiri.

Peran penting kecamatan dalam pelayanan publik dapat disimak dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004. Selain memiliki tugas-tugas atributif, kecamatan juga diberikan

kewenangan delegatif. Tugas atributif merupakan tugas pemerintahan umum yang

melekat di kecamatan, sedangkan tugas delegatif merupakan wewenang yang diberikan

oleh bupati/walikota kepada camat. Permasalahan yang kerap diangkat terkait dengan

kelembagaan kecamatan adalah perihal tugas-tugas delegatif. Pihak kecamatan merasa

masih dibatasi dalam menerima pelimpahan kewenangan yang ada. Kewenangan

delegatif yang diberikan oleh bupati/walikota kepada kecamatan dinilai belum

sepenuhnya maksimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada di kecamatan.

Menurut Tim Peneliti Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III – Lembaga

Administrasi Negara (PKP2A III LAN, 2007) setidaknya terdapat 2 (dua) kendala yang

dihadapi dalam melimpahkan kewenangan kepada kecamatan/kelurahan. Pertama,

kecamatan/kelurahan selama ini terbiasa menjalankan kewenangan yang bersifat atributif

(attributive authorities), yakni kewenangan yang melekat pada saat pembentukannya.

Akibat kebiasaan tersebut maka kemudian pola kerja kecamatan menjadi kaku, mekanis

dan cenderung kurang dinamis. Kedua, kondisi obyektif kecamatan dapat dikatakan

kurang mendukung kebijakan tentang pelimpahan kewenangan pemerintahan kepada

kecamatan. Hal demikian didasarkan pada jumlah dan kualitas SDM yang tidak memadai,

sarana kerja yang serba terbatas, dan sumber dana yang tidak mencukupi. Kondisi

tersebut merupakan fakta riil yang perlu diperkuat sebelum pelimpahan kewenangan

direalisasikan.

Dari sudut pandang yang lain, Sadu Wasistiono (2009) melihat bahwa pada dasarnya

kecamatan mempunyai peran penting dalam pelayanan public, sehingga organisasi

kecamatan sebaiknya disusun sebagai organisasi pemberi pelayanan dalam rangka

optimalisasi eksistensinya. Hasil temuan penelitian Anwar Sanusi (2010) menunjukan

bahwa terdapat beberapa strategi yang dapat ditempuh dalam peningkatan efektivitas

kelembagaan kecamatan, antara lain yaitu adanya grand design yang jelas kemana arah

penataan kecamatan yang akan datang dan adanya kejelasan pengaturan pelimpahan

wewenang dari bupati/walikota kepada kecamatan dan organisasi perangkat daerah yang

lain, serta bagaimana pola hubungan antar keduanya.

Sekilas uraian di atas memberikan gambaran bahwa pada dasarnya organisasi atau

institusi kecamatan belum mampu mengoptimalkan peran dan keberadaannya, sehingga

dengan demikian membutuhkan penataan ulang agar dapat memberikan pelayanan public

secara optimal berdasarkan tugas dan fungsi yang diemban.

Pada prinsipnya, persoalan keorganisasian yang cukup mendasar bagi kecamatan dan

memicu rendahnya kinerja kecamatan pada umumnya adalah tidak sesuainya struktur

organisasi yang ditetapkan dengan tugas yang diembannya atau sebaliknya. Tidak adanya

criteria yang jelas dalam penentuan besaran organisasi kecamatan akan berdampak pada

Page 4: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 4

besarnya kebutuhan anggaran. Tidak terjabarnya secara jelas tugas atributuf dan delegatif

camat akan berdampak secara signifikan terhadap rendahnya kinerja camat khususnya

dan organisasi kecamatan pada umumnya. Oleh karena itu, besaran dan susunan

organisasi kecamatan harus berdasarkan criteria yang jelas, dan tugas camat harus dapat

dijabarkan dengan jelas pula. Dengan memperhatikan kedua hal tersebut, sebagian dari

persoalan-persoalan mendasar organisasi kecamatan dapat dikurangi, sementara kinerja

camat secara berangsur-angsur dapat ditingkatkan. Hal demikian harus segera

diantisipasi, mengingat besarnya peran penting kecamatan dalam pelayanan public di

Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka kajian ini penting dalam rangka memberikan jalan

keluar atas persolan yang dihadapi organisasi kecamatan terkait dengan tuntutan kualitas

pelayan public yang terus meningkat.

Tujuan dan Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model organisasi kecamatan yang

memungkinkan terwujudnya kualitas pelayanan publik kecamatan. Berdasarkan tujuan

tersebut, research questions yang diangkat adalah “bagaimana model pengembangan

organisasi kecamatan yang memungkinkan optimalnya kinerja pelaksanaan tugas-tugas

camat sebagai representasi pelayanan publik kecamatan?”

Tinjauan Kepustakaan

Organisasi pemerintah dalam suatu sistem administrasi negara adalah organisasi publik

yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundangan agar berfungsi secara

optimal bagi kehidupan masyarakat. Fungsi utama organisasi pemerintah pada esensinya

adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Suatu organisasi pemerintah dalam

suatu system norma, dibentuk dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan

apabila dilihat dari kebiasaan dan tata kelakuan, maka suatu organisasi pemerintah

merupakan proses yang terstruktur dalam pembentukan maupun penyelenggaraannya.

Mengingat hal tersebut maka kecamatan sebagai bagian dari organisasi perangkat

daerah dapat diartikan sebagai sistem norma dan aturan yang di dalamnya terdapat proses

terstruktur dalam penyelenggaraan pemerintahan guna mencapai tujuan pemenuhan

kebutuhan masyarakat.

Karakteristik model birokrasi yang dibangun oleh Max Weber pada esensinya memiliki

beberapa keunggulan yang masih dapat diterapkan dalam organisasi kecamatan saat ini,

sementara beberapa hal lain yang dirasa tidak sesuai dengan kondisi kekinian perlu

diselaraskan sesuai kebutuhan. Beberapa karakter model birokrasi yang masih dinilai

relevan dengan kondisi saat ini diantaranya adalah pembagian tugas secara jelas, dan

promosi berdasarkan kompetensi.

Page 5: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 5

Pembagian tugas secara jelas sangat dibutuhkan dalam organisasi kecamatan. Dengan

pembagian tugas yang jelas, maka siapa mengerjakan apa, dan siapa bertanggungjawab,

serta melapor kepada siapa akan terdapat kejelasan. Selain itu, dengan pembagian tugas

yang jelas akan memudahkan mekanisme koordinasi, baik yang bersifat vertikal maupun

horizontal. Masalah utama dalam organisasi kecamatan pada khususnya, dan organisasi

perangkat daerah pada umumnya adalah kurang jelasnya pembagian tugas. Dengan

kondisi demikian kecil kemungkinan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dapat

diciptakan secara optimal.

Karakter lain birokrasi yang masih dibutuhkan adalah promosi berdasarkan kompetensi.

Sejak awal dibangun model birokrasi oleh Weber, karakter ini sudah melekat dan tidak

bisa dipisahkan. Oleh karena itu, kompetensi menjadi syarat mutlak bagi setiap anggota

organisasi kecamatan yang akan menduduki jabatan tertentu. Tetapi persoalannya, syarat

kompetensi dan prestasi kerja kerapkali diabaikan. Hal demikian sangat berisiko bagi

eksistensi organisasi kecamatan khususnya, dan umunya organisasi perangkat daerah ke

depan.

Cukup banyak potret yang menggambarkan bahwa organisasi perangkat daerah belum

mampu memberikan kontribusi konkret kepada keberdayaan public secara luas. Hal

demikian perlu dicarikan jalan keluar, agar organisasi perangkat daerah dapat melayani

masyarakat setempat secara lebih baik. Untuk mewujudkan hal demikian membutuhkan

komitmen yang sangat kuat secara kolektif dari seluruh jajaran organisasi perangkat

daerah. Akumulasi komitmen dari seluruh jajaran organisasi perangkat daerah itulah yang

akan menjadi sumber berharga untuk mewujudkan cita-cita yang diharapkan.

Dalam perspektif manajemen, birokrasi modern yang diperlukan saat ini ialah birokrasi

yang secara fisik organisasional relatif kecil dan padat (compact) tetapi secara kualitatif

kapasitasnya besar atau yang selama ini dikenal dengan ramping struktur kaya fungsi

(Faozan & Mansoer, 2008). Mencermati komposisi organisasi kecamatan khususnya dan

organisasi perangkat daerah pada umumnya, dapat sama-sama kita amati bahwa struktur

yang dirancang belum merujuk pada hasil kajian yang memadai. Oleh karenanya sangat

dimaklumi apabila muncul vonis bahwa struktur organisasi-organisasi perangkat daerah

dibangun berdasarkan common sense.

Uraian berikut mencoba memaparkan beberapa keterbatasan struktur birokratik di tubuh

organisasi perangkat daerah berdasarkan dimensi-dimensi strukturnya (Faozan, 2005,

2007). Pada dimensi complexity, kompleksitas diferensiasi vertikal dan horizontal perlu

disesuaikan dengan strategic issues yang berkembang. Sehubungan dengan hal tersebut

antara satu dinas dengan dinas yang lain, hierarkhi yang dirancang tidak harus sama,

begitu juga dengan jumlah eselon II, III, dan IV pun tidak harus sama. Keberadaannya

sangat tergantung pada strategic issus yang ditangani.

Pada dimensi formalization, formalisasi penataan aturan, kebijakan, prosedur dan

sebagainya dirancang secara rigid sehingga sangat menyulitkan untuk mengambil

respon-respon kreatif terhadap tantangan-tantangan (challenges) terkini. Melihat

pesatnya perubahan lingkungan, maka unit-unit yang tersebar perlu diberi kebebasan

untuk merespon tantangan yang dihadapi, dengan tetap berpegang pada tujuan dan

sasaran organisasi induknya. Hal demikian juga berdampak positif bagi para middle and

Page 6: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 6

lower managers, pejabat fungsional dan bahkan para staf pelaksana untuk berani

mengambil resiko terhadap tantangan yang ada.

Dalam dimensi centralization, kewenangan pada struktur birokratik berada pada pusat

kekuasaan atau pucuk pimpinan. Tradisi pengambilan keputusan dan kewenangan

terpusat yang telah mengakar sangat kuat pada organisasi perangkat daerah, telah

berakibat buruk bagi level-level manajer yang berada di bawahnya dalam pengambilan

keputusan. Kewenangan dan pengambilan keputusan seharusnya dapat

didesentralisasikan sesuai dengan proporsinya, baik itu dalam konteks satuan kerja

perangkat daerah, unit organisasi, maupun unit kerja. Dengan kerangka kerja yang

komprehensif dan jelas, desentralisasi kewenangan akan berjalan sesuai dengan

skenarionya. Dengan melakukan penyesuaian seperti ini, unit-unit yang tersebar akan

merasa lebih tertantang dalam menghasilkan kinerja yang lebih optimal.

Apabila dikaitkan dengan kewenangan camat, struktur organisasi dan tugas serta fungsi

kecamatan, maka uraian di atas mejadi semakin menarik dan penting untuk dibahas lebih

lanjut. Kewenangan camat berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah tidak hanya berkaitan dengan kewenangan delegatif, tetapi juga

kewenangan atributif. Pada Pasal 126 ayat (2) disebutkan bahwa kecamatan dipimpin

oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian

wewenang bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Adapun

kewenangan atributif camat dapat dilihat pada ayat (3) yang menyebutkan bahwa camat

menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.

Kemudian dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 158 Tahun 2004 disebutkan

bahwa camat mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan kewenangan pemerintahan

yang dilimpahkan oleh bupati/walikota sesuai dengan karakteristik wilayah, kebutuhan

daerah dan tugas pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Lebih dari itu, di dalamnya juga disebutkan bahwa selain tugas umum pemerintahan,

camat juga menyelenggarakan urusan pemerintahan yang meliputi lima bidang

kewenangan pemerintahan, yaitu bidang pemerintahan, bidang pembangunan dan

ekonomi, bidang pendidikan dan kesehatan, bidang sosial dan kesejahteraan serta bidang

pertanahan.

Pada Tahun 2008 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2008 tentang

Kecamatan, yang mengatur secara rinci mengenai tugas dan wewenang camat, baik untuk

yang bersifat atributif maupun delegatif. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas

atributif, camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan sebagai berikut:

1. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

2. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;

3. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perUndang-undangan;

4. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

5. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;

6. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan

7. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau

yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

Page 7: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 7

Mengenai tugas delegatif, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2008 juga menyebutkan

bahwa camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh

bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:

1. perizinan;

2. rekomendasi;

3. koordinasi;

4. pembinaan;

5. pengawasan;

6. fasilitasi;

7. penetapan;

8. penyelenggaraan; dan

9. kewenangan lain yang dilimpahkan

Suatu organisasi kecamatan dipimpin oleh seorang camat. Dalam menjalankan tugasnya,

camat dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggungjawab kepada bupati/walikota

melalui sekretaris daerah kabupaten/kota. Susunan organisasi kecamatan terdiri dari

camat, sekretaris camat, dan sebanyak-banyaknya terdapat lima seksi, serta jabatan

fungsional. Sekretariat membawahkan paling banyak tiga subbagian. Adapun tiga seksi

yang mesti ada dalam susunan organisasi kecamatan adalah seksi tata pemerintahan, seksi

pemberdayaan masyarakat dan desa serta seksi ketentraman dan ketertiban umum.

Karena merupakan perangkat daerah kabupaten/kota, hubungan kerja camat dengan

bupati/walikota bersifat hierarkis. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 14 ayat (2) Peraturan

Pemerintah No. 19 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa camat berkedudukan di bawah

dan bertanggung jawab kepada bupati/ walikota melalui sekretaris daerah. Sementara itu

hubungan kerja camat dengan dinas daerah, lembaga teknis daerah, dan instansi vertikal

yang ada di kecamatan bersifat koordinasi teknis fungsional. Sedangkan hubungan kerja

camat dengan pemerintah desa bersifat koordinatif dan fasilitasi. Adapun hubungan kerja

antara camat dengan lurah bersifat koordinatif, karena delegasi kewenangan yang

dijalankan oleh lurah berasal dari bupati/walikota, sehingga lurah pun bertanggungjawab

kepada bupati/walikota melalui camat.

Mencermati struktur organisasi birokratik dalam organisasi kecamatan khususnya, dan

organisasi perangkat daerah pada umumnya, maka keberadaannya perlu dimodifikasi dan

disesuaikan dengan kondisi kekinian agar kecamatan mampu meningkatkan kinerja

pelayanan secara signifikan (Faozan, 2005). Dalam upaya mengotimalkan kinerja

kecamatan, maka pemerintaha daerah harus mampu mengelola seluruh komponen-

komponen penting organisasinya secara memadai. Sehubungan dengan hal tersebut,

congruence model yang ditawarkan oleh Nadler & Tushman (1992, 1997) dapat dijadikan

rujukan. Pondasi congruence model adalah bahwasanya sebuah organisasi merupakan

open system, dimana subsistem-subsistem organisasi terpengaruh oleh external

environment. Subsistem organisasi sebagai system terdiri atas: masukan ke dalam system

yang meliputi lingkungan, sumberdaya organisasi, dan sejarah; proses transformasi atau

strategi bisnis; dan keluaran yang meliputi pola aktivitas organisasi, perilaku, dan kinerja.

Dalam congruence model, input meliputi elemen-elemen yang berhubungan dengan

kualitas yang diperlukan organisasi, termasuk di dalamnya juga material dengan mana

organisasi harus bekerja. Terdapat beberapa tipe faktor kontekstual, dimana masing-

Page 8: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 8

masing menunjukkan seperangkat hal spesifik bagi organisasi, yaitu environment,

organization’s resources, dan organization’s history. Setelah ketiga factor kontekstual

dianalisis, kemudian ditetapkan strategi yaitu keputusan-keputusan mengenai alokasi

sumberdaya yang terbatas untuk mengantisipasi keterbatasan dan peluang yang

ditimbulkan oleh lingkungan, baik long-term decision maupun shorter-term objective dan

supporting strategies. Dengan strategi yang layak dan sasaran yang konsisten secara

internal, tantangan manajemen adalah meningkatkan intesitas organisasi untuk mencapai

sasaran-sasaran stratejik tersebut. Dengan demikian maka, strategi menentukan bentuk,

kualitas, dan karakter suatu pekerjaan dan juga menentukan critical organizational

output.

Adapun mekanisme transformasi dalam konteks congruence model adalah operasi

organisasi yang terdiri atas empat komponen organisasi, yaitu: the work, the people who

perform the work, the formal arrangements that provide structure and direction to their

work, and the informal arrangements that reflect their values, beliefs, and patterns of

behavior. Operasi organisasi sebagai “heart of the congruence model”, dikatakan oleh

Nadler (1997) menggunakan bisnis strateginya untuk menghasilkan keluaran (outputs),

semua hal yang terkait dalam konteks lingkungan, sumberdaya dan sejarah organisasi.

Nadler menegaskan bahwa organisasi yang efektif dicirikan dengan sebagaimana baik

komponen-komponen organisasi terpadu bersama. Permasalahan utama bagi para

manajer yang terlibat dalam organizational design adalah bagaimana cara menemukan

jalan terbaik untuk membentuk komponen-komponen organisasi tersebut agar mampu

menciptakan output yang diharapkan sesuai dengan strategic objective. Oleh karenanya

sangatlah penting untuk memahami masing-masing komponen organisasi dimaksud dan

hubungannya satu dengan yang lain.

Metodologi

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah meta applied case study, yaitu kajian

terapan berdasarkan studi-studi kasus yang pernah dilakukan sebelumnya tentang

kecamatan di Indonesia. Meta case study dilakukan dalam rangka mengoptimalkan data

berharga yang sudah ada yang diperoleh dari lapangan oleh para peneliti sebelumnya.

Meta case study ini lakukan sebagai pengembangan metodologi, di mana pada umumnya

analisis kasus kecamatan tidak mampu dilakukan secara mendalam sehingga tidak

mampu memberikan rekomendasi yang memadai. Dalam konteks kajian ini, pendekatan

metodologi menitikberatkan pada analisis kualitatif meskipun data yang tersedia meliputi

data kuantitatif. Analisis kualitatif dalam hal ini merupakan analisis secara mendalam atas

analisis data yang sudah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Dengan meta case

study, oleh karenanya terbuka kemungkinan yang semakin lebar untuk dapat memberikan

rekomendasi kebijakan mengenai model organisasi kecamatan secara memadai.

Sehubungan dengan hal tersebut, data yang dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dalam

kajian ini berasal dari hasil-hasil case study terkait dengan kecamatan, khususnya data

mengenai layanan publik kecamatan dan komponen-komponen organisasi kecamatan.

Data pelayanan publik kecamatan dan komponen-komponen organisasi kecamatan

tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam 4 (empat) tipologi wilayah, yaitu wilayah

pegunungan, pesisir, kepulauan, dan perbatasan kabupaten/kota. Kecamatan di wilayah

Page 9: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 9

pegunungan diwakili oleh kecamatan Lubuk Basung dan kecamatan Ampek Angkek

(kabupaten Agam, provinsi Sumatera Barat). kecamatan di wilayah pesisir diwakili oleh

kecamatan Bantul dan kecamatan Kretek (kabupaten Bantul, provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta). Kecamatan di wilayah kepulauan diwakili oleh kecamatan Tanjung Pandan

dan kecamatan Selat Nasik (kabupaten Belitung, provinsi Bangka Belitung). Kecamatan

di wilayah perbatasan kabupaten/kota diwakili oleh kecamatan Labuapi dan kecamatan

Gunungsari (kabupaten Lombok Barat, provinsi Nusa Tenggara Barat).

Dalam study ini tugas atributif camat ditegaskan sebagai tugas yang wajib dilaksanakan

oleh camat. Sementara itu tugas delegatif camat ditentukan oleh kebijakan bupati. Hal ini

mengandung pengertian bahwa pelimpahan sebagian kewenangan bupati dapat berbeda

antara satu kabupaten dengan kabupaten yang lain. Dalam konteks model yang

dikembangkan di sini, pelimpahan sebagian kewenangan bupati kepada camat dipandang

sebagai jenis-jenis pelayanan publik di kecamatan yang diprioritaskan. Asumsinya bahwa

pelimpahan sebagian kewenangan bupati kepada camat tersebut sudah

mempertimbangkan 2 (dua) hal mendasar yaitu pelayanan yang dibutuhkan masyarakat

kecamatan dan pelayanan yang dipandang penting karena adanya tuntutan kekinian.

Kedua hal tersebut, dalam study ini disebut “prioritas layanan publik kecamatan”.

Prioritas Layanan (PL) merupakan jumlah pelayanan kecamatan yang ditentukan

berdasarkan pelayanan yang didelegasikan oleh bupati kepada camat dan pelayanan yang

dibutuhkan masyarakat kecamatan.

Meskipun prioritas layanan publik kecamatan merupakan factor penting untuk

dipertimbangkan, tetapi bukan berarti bahwa hal tersebut menjadi factor utama. Hal lain

yang perlu dipertimbangkan yaitu berkaitan dengan objek dan jangkauan layanan. Objek

Layanan (OL) merupakan beban kerja kecamatan berdasarkan jumlah penduduk

kecamatan dan jumlah nagari/desa/kelurahan. Jangkauan Layanan (JL) merupakan

kemudahan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kecamatan berdasarkan

jarak terjauh desa ke kabupaten/kota dan kecamatan, ketersediaan alat transportasi, waktu

tempuh dan biaya yang dibutuhkan masyarakat. Objek dan jangkauan layanan dimaksud,

dalam kajian ini disebut dengan istilah “kompleksitas layanan publik kecamatan”.

Kompleksitas dan Prioritas Layanan Publik Kecamatan (KPLPK) inilah yang akan

menentukan model organisasi kecamatan. Oleh karena itu model organisasi kecamatan

yang dikembangkan dalam study ini “berbasis pada kompleksitas dan prioritas layanan

publik kecamatan” (organization-based public service priority and complexity). Analisis

kuantitatif mengenai kompleksitas dan prioritas layanan publik kecamatan merujuk pada

hasil studi tentang Sub-district Institutional Development (Safitri et al. 2010), yang

kemudian dianalisis secara lebih mendalam untuk menentukan model besaran dan

susunan organisasi kecamatan.

Adapun penentuan klasifikasi Nilai KPLPK dan Besaran Organisasi Kecamatan adalah

sebagai berikut:

Page 10: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 10

Tabel 1

Klasifikasi Nilai KPLPK dan Besaran Organisasi Kecamatan

Rentang Nilai Besaran Organisasi Kecamatan

106 – 130 Model 1:

Terdiri dari Camat, Sekretaris Camat yang membawahi 3 Subbagian, dan 5 Seksi.

2 Seksi menjalankan tugas-tugas atributif atau penyelenggaraan tugas-tugas

umum pemerintahan.

3 Seksi menjalankan tugas-tugas delegatif atau penyelenggaraan tugas-tugas

atas pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota dalam urusan otonomi

daerah (yang proporsinya besar dan prioritasnya tinggi).

81 – 105 Model 2:

Terdiri dari Camat, Sekretaris Camat yang membawahi 2 Subbagian, dan 4 Seksi.

2 Seksi menjalankan tugas-tugas atributif atau penyelenggaraan tugas-tugas

umum pemerintahan.

2 Seksi menjalankan tugas-tugas delegatif atau penyelenggaraan tugas-tugas

atas pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota dalam urusan otonomi

daerah (yang proporsinya cukup besar dan prioritasnya cukup tinggi).

56 – 80 Model 3:

Terdiri dari Camat, Sekretaris Camat yang membawahi 2 Subbagian, dan 3 Seksi.

2 Seksi menjalankan tugas-tugas atributif atau penyelenggaraan tugas-tugas

umum pemerintahan.

1 Seksi menjalankan tugas-tugas delegatif atau penyelenggaraan tugas-tugas

atas pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota dalam urusan otonomi

daerah (yang proporsinya sangat terbatas atau sedikit).

30 – 55 Model 4:

Terdiri dari Camat, Sekretaris Camat yang membawahi 2 Subbagian, dan 2 Seksi.

2 Seksi menjalankan tugas-tugas atributif atau penyelenggaraan tugas-tugas

umum pemerintahan tanpa adanya tugas-tugas atas pelimpahan sebagian

wewenang Bupati/Walikota dalam urusan otonomi daerah.

Kemudian dari pada itu, komponen-komponen organisasi kecamatan dikelompokan ke

dalam 4 komponen utama organisasi yaitu tugas dan fungsi, struktur organisasi, sumber

daya aparatur, dan tatalaksana/ proses bisnis. Pengelompokan komponen-komponen

organisasi dalam kajian ini mengadaptasi 4 komponen organisasi dalam congruence

model yang ditawarkan oleh Nadler (1997). Mengadaptasi komponen organisasi

sebagaimana dalam congruence model merupakan langkah yang dapat memudahkan

dalam menganalisis indicators masing-masing komponen secara lebih mendalam, yaitu

sebagai berikut:

1) Komponen tugas pokok dan fungsi dianalisis berdasarkan tingkat konsistensi

tugas dan fungsi yang ada dengan peraturan atau kebijakan yang berlaku, apakah

tugas pokok dan fungsi telah mengakomodir semua aspek yang ada dalam

kebijakan dan telah terbagi secara proporsional ke dalam jabatan yang ada.

2) Komponen struktur organisasi dianalisis berdasarkan pada dimensi kompleksitas

dan sentralisasi. Perumusan struktur organisasi harus menyesuaikan dengan

kebutuhan organisasi dan tuntutan lingkungan, dan pengambilan keputusan

sebaiknya terdesentralisasi hingga lapisan terbawah.

3) Adapun komponen sumber daya aparatur dalam study ini terbagi dua yaitu sumber

daya aparatur manusia, dan peralatan/perlengkapan pendukung pekerjaan.

Analisis terhadap sumber daya aparatur manusia lebih ditekankan pada

kesesuaian kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dengan kebutuhan

organisasi. Sedangkan analisis terhadap peralatan/perlengkapan pendukung

Page 11: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 11

pekerjaan menekankan pada ketersediaan peralatan/perlengkapan pendukung

tersebut dalam menyelenggarakan kegiatan.

4) Sedangkan analsis komponen tatalaksana/ proses bisnis dititikberatkan pada ada

atau tidaknya sistem dan prosedur kerja untuk mendukung pelaksanaan tugas

organisasi.

Konstruksi analisis dalam study ini diawali dengan analisis gap antara kompleksitas dan

prioritas layanan public kecamatan (KPLPK) dan ketersediaan pelayanan public yang

diselenggarakan oleh kecamatan. Gap analysis ini berguna untuk mencermati besaran

organisasi kecamatan yang dibentuk. Langkah berikutnya adalah menganalisis

keterpaduan antar komponen organisasi kecamatan, yang meliputi tugas dan/atau fungsi

camat, struktur organisasi, sumber daya aparatur, dan tatalaksana/ proses bisnis

kecamatan. Analisis ini diperlukan untuk mendeskripsikan bagaimana keterpaduan antar

komponen tersebut dalam organisasi kecamatan.

Temuan dan Pembahasan

Pada dasarnya kompleksitas dan prioritas layanan public kecamatan (KPLPK) di masing-

masing tipologi wilayah (pegunungan, pesisir, kepulauan, dan perbatasan

kabupaten/kota) menunjukkan keberagaman. Bahkan perbedaan tersebut juga terjadi

pada kecamatan-kecamatan dalam satu tipologi wilayah yang sama. Terkait dengan

pernyataan pertama, maka hal demikian memberikan sinyal bahwa kebijakan-kebijakan

daerah antara satu tipologi wilayah dengan tipologi wilayah yang lain menunjukan

ketidaksamaan. Sedangkan pada pernyataan kedua, hal ini menunjukan bahwa terdapat

perbedaan cara dalam pelaksanaan tugas-tugas camat dalam satu tipologi wilayah.

Study ini menemukan bahwa camat di wilayah pegunungan (kecamatan Ampek Angkek

dan Lubuk Basung) melaksanakan tugas atributif sekaligus tugas delegatif. Dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Agam No. 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

dan Tata Kerja Kecamatan disebutkan bahwa Camat mempunyai tugas pokok

melaksanakan kewenangan pemerintahan daerah yang dilimpahkan oleh bupati untuk

menangani sebagian urusan otonomi daerah. Untuk menyelengarakan tugas pokok

tersebut camat mempunyai fungsi:

1) mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masayarakat

2) mengkoordinasikan upaya penyelenggaran ketentraman dan ketertiban umum

3) mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan

4) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

5) mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat kecamatan

6) membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan

7) pengkoordinasian kegiatan Unit Pelaksana Teknis/Instansi Pemerintah

8) melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau

belum dapat dilaksanakan pemerintahan nagari

9) melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan atasan

Apabila tugas pokok dan fungsi camat tersebut dibandingkan dengan hasil identifikasi

pelayanan public yang dibutuhkan masyarakat kecamatan maupun tuntutan kekinian di

lingkungan kecamatan Ampek Angkek (mencakup 11 pelayanan administrative dan 5

Page 12: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 12

pelayanan nonadministratif) dan Lubuk Basung (mencakup 9 pelayanan administrative

dan 5 pelayanan nonadministratif), maka dapat dipahami bahwa tugas dan fungsi

kecamatan belum mampu mengakomodir semua tuntutan tersebut.

Tetapi meskipun demikian, dalam kasus ini, camat di wilayah pegunungan (kecamatan

Ampek Angkek dan Lubuk Basung) telah melaksanakan tugas atributif sekaligus tugas

delegatif dalam porsi relative besar, yang mencakup 19 kewenangan, di antaranya yaitu:

izin perbengkelan, surat izin usaha perdagangan (SIUP), surat keterangan miskin,

rekomendasi permohonan bantuan mesjid, pemberian izin pemasukan dan pengeluaran

ternak, rekomendasi penelitian (khusus untuk kepentingan diri sendiri, tidak

dipublikasikan dan berada pada kecamatan terkait), dan izin kursus oleh pihak swasta.

Dengan melihat pelimpahan kewenangan tersebut, maka kecamatan Ampek Angkek dan

Lubuk Basung dapat diprediksi memiliki kompleksitas dan prioritas layanan public

kecamatan (KPLPK) yang besar. Tetapi meskipun demikian, tingkat kompleksitas dan

prioritas layanan public kecamatan (KPLPK) bisa juga tidak sama, karena masing-masing

kecamatan memiliki potensi daerah yang berbeda. Dalam hal ini kecamatan Ampek

Angkek memiliki potensi daerah yang lebih besar ketimbang kecamatan Lubuk Basung.

Dengan besarnya kompleksitas dan prioritas layanan public kecamatan (KPLPK) di

kedua kecamatan tersebut, maka dapat saja dipahami mengapa ukuran organisasi

kecamatan yang dibentuk menggunakan pola maksimal, dengan susunan sebagai berikut:

1) Camat

2) Sekretaris:

a. Subbagian Umum dan Kepegawaian

b. Subbagian Keuangan

c. Subbagian Perencanaan dan Pelaporan

3) Seksi-seksi:

a. Pemerintahan

b. Ketentraman dan Ketertiban

c. Pelayanan Umum dan Pendapatan

d. Perekonomian dan Pembangunan

e. Kesejahteraan

Dikaitkan dengan hasil perhitungan analisis komponen-komponen organisasi kecamatan

yang memperoleh nilai rata-rata sebesar 77% (dengan kategori memadai/konsisten)

untuk kecamatan Ampek Angkek dan Lubuk Basung (Safitri, Indraswari, Andari et al.,

2010), maka hal ini tidak mengejutkan karena wajar hal demikian terjadi. Hal krusial yang

patut menjadi perhatian bagi pemerintah kabupaten Agam adalah perlunya

memperhatikan secara lebih serius mengenai sumber daya aparatur dan perumusan tugas

dan fungsi kecamatan.

Study ini juga menemukan bahwa camat di wilayah pesisir (kecamatan Bantul dan

Kretek) melaksanakan tugas atributif sekaligus tugas delegatif. Hal ini relatif sama

dengan kasus kecamatan di wilayah pegunungan. Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun

2007 tentang Pembentukan Organisasi Kecamatan Se- Kabupaten Bantul menyebutkan

bahwa tugas camat sebagai berikut:

1) Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan yang meliputi :

Page 13: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 13

a. pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;

b. pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;

c. pengkoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

d. pengkoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

e. pengkoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan

f. pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa

g. pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau

yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa.

2) Pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan Bupati untuk menangani

sebagian urusan otonomi daerah;

3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Perbedaan dengan 2 kecamatan sebelumnya adalah bahwa kecamatan Bantul dan Kretek

belum mendapatkan porsi kewenangan sebesar kecamatan Ampek Angkek dan Lubuk

Basung. Pelimpahan kewenangan bupati kepada camat hanya mencakup pembuatan kartu

tanda penduduk, pembuatan kartu keluarga, dan rekomendasi untuk berbagai pengurusan

izin di dinas perijinan kabupaten. Sementara, kebutuhan masyarakat dalam pelayanan

public kecamatan maupun tuntutan kekinian di kecamatan Bantul dan Kretek masing-

masing meliputi 7 palayanan administrative dan 5 pelayanan nonadministratif. Kebijakan

pelimpahan kewenangan tersebut sebaiknya ditinjau kembali untuk disesuaikan atau

mengakomodir kebutuhan masyarakat.

Jika dibandingkan antara pelayanan public yang diselenggarakan kecamatan dengan

kebutuhan masyarakat dan tuntutan kekinian, maka diketahui secara jelas bahwa di sini

terdapat gap yang sangat lebar. Kondisi ini memicu semakin tidak terakomodirnya

kebutuhan pelayanan public di kecamatan. Padahal kita tahu bahwa keberadaan

kecamatan adalah ujung tombak pelayanan pemerintah daerah. Dengan demikian

kebijakan ini tidak konsisten dengan semangat otonomi daerah itu sendiri.

Sementara itu. meskipun kewenangan yang dilimpahkan bupati kepada camat tidak

signifikan, tetapi ukuran dan susunan organisasi kecamatan yang ditetapkan relative

besar, yaitu sebagai berikut:

1) Camat

2) Sekretaris:

a. Subbagian Umum

b. Subbagian Program dan Keuangan

3) Seksi-seksi:

a. Tata Pemerintahan

b. Ketentraman dan Ketertiban

c. Pelayanan

d. Ekonomi, Pembangunan dan Lingkungan Hidup

e. Kemasyarakatan

Mencermati hal tersebut, maka dapat diprediksi bahwa penetapan besaran dan susunan

organisasi kecamatan di Kabupaten Bantul belum didasarkan pada kajian yang cukup

memadai. Hal ini diperkuat dengan hasil perhitungan analisis komponen-komponen

organisasi kecamatan yang menunjukan kategori tidak memadai atau tidak konsisten

Page 14: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 14

dengan nilai rata-rata sebesar 75% untuk kecamatan Bantul, dan 65% untuk kecamatan

Kretek (Safitri, Indraswari, Andari et al., 2010).

Temuan lain study ini adalah bahwa camat di wilayah kepulauan (kecamatan Tanjung

Pandan dan Selat Nasik) dan camat di wilayah perbatasan kabupaten/kota (kecamatan

Labuapi dan Gunungsari) hanya melaksanakan tugas atributif. Sementara itu tugas

delegatif tidak diberikan kepada para camat. Dalam study ini ditegaskan bahwa “ada atau

tidaknya tugas delegatif camat” didasarkan pada kebijakan tertulis yang masih berlaku

dan/atau tidak bertentangan dengan kebijakan di atasnya. Dengan demikian maka

pelaksanaan pelayanan public --yang berkaitan pelimpahan kewenangan bupati kepada

camat-- yang tidak berdasarkan kebijakan tertulis dipandang tidak benar.

Meskipun berbada tipologi wilayah, tugas camat Tanjung Pandan dan Selat Nasik

(kabupaten Belitung-wilayah kepulauan), Labuapi dan Gunungsari (kabupaten Lombok

Barat-wilayah perbatasan kabupaten/kota) hampir menunjukan kesamaan (lihat Tabel 2).

Table 2

Tugas Camat di Kabupaten Belitung dan Lombok Barat

Tugas Camat di Kabupaten Belitung Tugas Camat di Kabupaten Lombok Barat

Camat mempunyai tugas pokok melaksanakan

kewenagan pemerintahan yang dilimpahkan oleh

bupati untuk menangani sebgaian urusan otonomi

daerah.

Untuk menyelengarakan tugas pokok tersebut camat

mempunyai fungsi:

1. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan

masyarakat

2. Mengoordinasikan upaya penyelenggaran

ketentraman dan ketertiban umum

3. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan

peraturan perundang-undangan

4. Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan

fasilitas pelayanan umum

5. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan ditingkat kecamatan

6. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa

dan/atau kelurahan

7. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi

ruang lingkup tugasnya dan/atau belum dapat

dilaksanakan pemerintahan desa dan/atau kelurahan

8. Melaksanakan kewenangan pemerintahan yang

dilimpahkan oleh bupati untuk menangani sebagian

urusan otonomi daerah yang meliputi aspek

perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan,

pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan

dan kewenangan lain yang dilimpahkan.

Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Belitung No. 22

Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kecamatan dan Kelurahan

Camat mempunyai tugas pokok melaksanakan

kewenangan pemerintahan daerah yang dilimpahkan

oleh bupati untuk menangani sebgaian urusan otonomi

daerah.

Untuk menyelengarakan tugas pokok tersebut camat

mempunyai fungsi:

1. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan

masayarakat

2. Mengoordinasikan upaya penyelenggaran

ketentraman dan ketertiban umum

3. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan

peraturan perundang-undangan

4. Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan

fasilitas pelayanan umum

5. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan ditingkat kecamatan

6. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa

dan/atau kelurahan

7. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi

ruang lingkup tugasnya dan/atau belum dapat

dilaksanakan pemerintahan desa dan/atau kelurahan

8. Melaksanakan kewenangan pemerintahan yang

dilimpahkan oleh bupati untuk menangani sebagian

urusan otonomi daerah yang meliputi aspek

perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan,

pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan

dan kewenagan lain yang dilimpahkan.

Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat

Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 9

Tahun 2008 Tentang Pembentukan Susunan

Organisasi Perangkat Daerah

Berdasarkan identifikasi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan public kecamatan

maupun tuntutan kekinian, maka sebenarnya cukup banyak pelayanan public yang

semestinya diselenggarakan kecamatan. Data menunjukan bahwa kebutuhan masyarakat

Page 15: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 15

terhadap pelayanan public kecamatan maupun tuntutan kekinian di kecamatan Tanjung

Pandan meliputi 18 pelayanan administrative dan 5 pelayanan nonadministratif, dan

kecamatan Selat Nasik meliputi 11 pelayanan administrative dan 7 pelayanan

nonadministratif. Sementara itu di kecamatan Labuapi dan Gunungsari masing-masing

meliputi 7 pelayanan administrative dan 5 pelayanan nonadministratif. Data tersebut

menggarisbawahi bahwa kecamatan di wilayah kepulauan (kecamatan Tanjung Pandan

dan Selat Nasik) dan kecamatan di wilayah perbatasan kabupaten/kota (kecamatan

Labuapi dan Gunungsari) sesungguhnya memiliki potensi sangat besar untuk dapat

memberikan layanan public secara lebih maksimal.

Jika dibandingkan antara kebutuhan masyarakat dan tuntutan kekinian dengan pelayanan

public yang diselenggarakan kecamatan dengan, maka diketahui secara jelas bahwa di

sini terdapat kesenjangan yang luar biasa besar dan hal ini merupakan kesalahan fatal.

Kondisi semacam ini menutup kemungkinan kecamatan dapat memberikan pelayanan

public secara optimal. Apabila dicermati secara lebih mendalam, maka keadaan ini

menunjukan ketidakpatuhan pemerintah daerah terhadap peraturan perundangan yang

berlaku.

Table 3

Besaran dan Susunan Organisasi Kecamatan di Kabupaten Belitung dan Lombok Barat

Tugas Camat di Kabupaten Belitung Tugas Camat di Kabupaten Lombok Barat

1. Camat

2. Sekretaris:

a. Subbagian Perencanaan dan Pelaporan

b. Subbagian Keuangan

c. Subbagian Kepegawaian dan Umum

3. Seksi-seksi:

a. Pemerintahan

b. Ketentraman dan Ketertiban Umum

c. Ekonomi dan Pembangunan

d. Kesejahteraan Sosial

e. Pemberdayaan Masyarakat

Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Belitung No. 22

Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kecamatan dan Kelurahan

1. Camat

2. Sekretaris:

a. Subbagian Program

b. Subbagian Keuangan

c. Subbagian Kepegawaian dan Umum

3. Seksi-seksi:

a. Pemerintahan

b. Ketentraman dan Ketertiban Umum

c. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

d. Kesejahteraan Sosial

e. Pelayanan Umum

Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat

Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 9

Tahun 2008 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi

Perangkat Daerah

Meskipun camat hanya menjalankan tugas atributif, tetapi ukuran dan susunan organisasi

kecamatan di 2 tipologi wilayah ini ditetapkan dengan pola maksimal (Lihat Tabel 3).

Mencermati hal tersebut, maka dapat dipastikan bahwa penetapan besaran dan susunan

organisasi kecamatan di Kabupaten Belitung dan Lombok Barat tidak didasarkan pada

kajian yang cukup memadai. Hal ini diperkuat dengan hasil perhitungan analisis

komponen-komponen organisasi kecamatan yang menunjukan kategori tidak memadai

atau tidak konsisten pada 4 (empat) kecamatan di 2 (dua) kabupaten tersebut (Safitri,

Indraswari, Andari et al., 2010).

Pengembangan organisasi kecamatan pada prinsipnya merupakan perpaduan antara

tugas-tugas yang melekat dan/atau harus dilaksanakan oleh camat atau kecamatan,

struktur organisasi kecamatan yang dipandang mampu melaksanakan tugas-tugas

Page 16: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 16

tersebut, tata laksana (business process) yang dinilai potensial bagi struktur organisasi

untuk mencapai tugas-tugasnya, dan ketersediaan sumber daya aparatur yang memadai

untuk terwujudnya pencapaian tujuan organisasi kecamatan yang bersangkutan.

Keberadaan kelembagaan kecamatan pada awalnya harus berorientasi pada pekerjaan-

pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Selanjutnya pekerjaan-pekerjaan tersebut

harus dicermati secara seksama untuk kemudian ditetapkan struktur organisasi yang

dipandang tepat dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaan dimaksud secara optimal.

Karena tugas-tugas camat secara menyeluruh meliputi tugas atributif dan tugas delegatif,

maka besaran dan desain kelembagaan kecamatan harus mampu mengakomodir seluruh

tugas-tugas camat tersebut.

Karena pengembangan kelembagaan kecamatan ini berbasis pada kompleksitas dan

prioritas pelayanan publik kecamatan, maka pengembangan proses bisnis kecamatan

diorientasikan atau dititikberatkan pada pemberian pelayanan publik (service delivery)

yang semakin berkualitas di tingkat kecamatan. Sehubungan dengan hal itu

pengembangan tata laksana dalam konteks tersebut merupakan berbagai cara baru atau

inovasi yang perlu dikembangkan dalam rangka terwujudnya pelayanan publik

kecamatan yang semakin berkualitas. Mengingat eksistensi organisasi kecamatan --

selaku perangkat daerah-- ditetapkan dengan peraturan daerah, maka dalam hal ini sangat

diperlukan adanya payung kebijakan yang memungkinkan terwujudnya kapasitas

kecamatan yang mampu dan handal dalam penyelenggaraan pelayanan publik kecamatan

yang bersangkutan.

Sumber daya aparatur yang mencakup SDM dan sumber-sumber daya lain, diperlukan

dalam rangka tercapainya tugas dan fungsi yang diemban oleh Camat, yang dalam

pelaksanaannya merupakan bentuk-bentuk pelayanan publik kecamatan. Terkait dengan

SDM, kecamatan membutuhkan kualifikasi SDM yang sesuai dengan orientasi atau titik

berat pelayanan publik yang menjadi prioritas. Adapun jumlah SDM yang dibutuhkan

dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan yang menjadi prioritas tersebut, merujuk pada

kajian analisis beban kerja yang ada.

Selain SDM, ketersediaan sarana dan prasarana juga perlu menjadi perhatian yang lebih

sensitive bagi pengambil kebijakan. Hal ini dikarenakan akan sangat sulit memberikan

pelayanan publik yang semakin berkualitas tanpa ditunjang dengan sarana dan prasarana

yang cukup memadai.

Simpulan

Study ini menyimpulkan bahwa camat memiliki peran yang sangat penting dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Kecamatan merupakan perangkat daerah dan sekaligus

ujung tombak pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam konteks ini camat

merupakan penghubung antara masyarakat dengan pemerintah, baik dalam kaitan

penyampaian kebijakan-kebijakan pemerintah kepada masyarakat maupun dalam kaitan

penyampaian aspirasi masyarakat kepada pemerintah.

Page 17: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 17

Model yang dikembangkan memandang bahwa pelimpahan sebagian kewenangan

bupati/walikota kepada camat sebagai jenis-jenis pelayanan publik di kecamatan yang

diprioritaskan. Di samping itu model ini juga melihat kompleksitas layanan publik

kecamatan sebagai salah satu aspek yang harus diperhatikan, sehingga model

kelembagaan kecamatan yang dikembangkan “berbasis pada kompleksitas dan prioritas

layanan publik kecamatan” (organization-based publik service priority and complexity).

Model ini masih terbatas pada tugas pokok dan fungsi serta jumlah struktur yang

dibutuhkan di kecamatan, sedangkan untuk tata hubungan kerja dengan dinas lain masih

berupa gambaran umum dan harus disesuaikan dengan kondisi geografis serta kesesuaian

dengan sumber daya manusia aparatur, peralatan dan perlengkapan pendukung, dan

anggaran yang dimiliki kecamatan. Setiap kecamatan yang ada di Indonesia dapat

menentukan alternatif model yang ditawarkan, sesuai dengan kompleksitas dan prioritas

layanan di wilayah kecamatan masing-masing.

Sehubungan dengan hal dimaksud, besaran organisasi kecamatan di suatu kabupaten atau

kota tidak harus sama. Hal ini akan disesuaikan dengan --salah satunya-- pendelegasian

sebagian kewenangan Bupati/Walikota kepada Camat. Sebagian kewenangan

Bupati/Walikota yang didelegasikan kepada Camat dalam kajian ini disebut dengan

prioritas layanan publik kecamatan (dengan asumsi bahwa pelimpahan kewenangan

tersebut merupakan pelimpahan sebagian layanan publik [administrative atau non

administrative] yang dianggap prioritas untuk diselenggarakan oleh kecamatan). Oleh

karena itu dapat ditegaskan di sini bahwa, prioritas layanan publik kecamatan tersebut

merupakan salah satu penentu utama dalam desain organisasi kecamatan yang akan

dikembangkan. Model kelembagaan kecamatan yang dikembangkan dalam kajian ini

diilustrasikan dalam bagan organisasi kecamatan.

Rekomendasi

Study ini merekomendasikan tiga model organisasi kecamatan, yaitu Model Kecamatan

Ukuran Besar (Large Size Subdistrict Organization Model), Model Kecamatan Ukuran

Sedang (Middle Size Subdistrict Organization Model), dan Model Kecamatan Ukuran

Kecil (Small Size Subdistrict Organization Model). Tiga model organisasi kecamatan

yang dirancang, dapat dideskripsikan sekilas sebagai berikut:

1. Model Kecamatan Ukuran Besar (Large Size Subdistrict Organization Model):

Struktur Organisasi Kecamatan dengan ukuran organisasi (organization size) terbesar

karena tugas dan fungsi yang diemban dipandang memiliki kompleksitas dan prioritas

tinggi (selain tugas atributif yang bersifat melekat, tugas-tugas delegatif yang

dilimpahkan memiliki proporsi besar). Susunan organisasi kecamatan meliputi:

Camat, Sekretariat dengan membawahkan 3 Subbagian, dan 5 Seksi sebagai Unit Lini

Kecamatan, serta Kelompok Jabatan Fungsional.

Tugas Pokok dan Fungsi Camat

Camat memiliki tugas pokok untuk melaksanakan tugas atributif atau tugas umum

pemerintahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan melaksanakan

tugas delegatif atau tugas-tugas atas pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota

Page 18: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 18

dalam urusan otonomi daerah. (Dalam konteks model ini, proporsi tugas delegatif

mencakup sebagian besar atau hampir semua bidang-bidang urusan).

Dalam rangka tercapainya tugas-tugas tersebut, Camat menyelenggarakan fungsi,

yaitu:

1) Sekretariat (mencakup fungsi koordinasi dan pelayanan internal kecamatan)

2) Tata pemerintahan (mencakup fungsi pelayanan pemerintahan)

3) Ketenteraman, ketertiban, dan pemberdayaan masyarakat (mencakup fungsi

pelayanan masyarakat, pelayanan utilitas, pelayanan sandang, pangan, dan

papan)

4) Pendidikan dan kesehatan (mencakup fungsi pelayanan pembangunan,

pelayanan masyarakat, dan pelayanan utilitas)

5) Perekonomian (mencakup fungsi pelayanan pemerintahan, pelayanan

masyarakat, dan pelayanan utilitas)

6) Pembangunan (mencakup fungsi pelayanan pembangunan, pelayanan

masyarakat, pelayanan utilitas, dan pelayanan sandang, pangan, papan)

2. Model Kecamatan Ukuran Sedang (Middle Size Subdistrict Organization Model):

Struktur Organisasi Kecamatan dengan ukuran organisasi (organization size) sedang,

sesuai dengan tugas dan fungsinya yang memiliki kompleksitas dan prioritas sedang

(pada umumnya menjalankan tugas-tugas atributif, ditambah dengan tugas-tugas

delegatif camat dalam proporsi cukup besar). Susunan organisasi kecamatan meliputi:

Camat, Sekretariat dengan membawahkan 2 Subbagian, dan 4 Seksi sebagai Unit Lini

Kecamatan, serta Kelompok Jabatan Fungsional.

Tugas Pokok dan Fungsi Camat

Camat memiliki tugas pokok untuk melaksanakan tugas atributif atau tugas umum

pemerintahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan melaksanakan

tugas delegatif atau tugas-tugas atas pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota

dalam urusan otonomi daerah. (Dalam konteks model ini, proporsi tugas delegatif

“sedang” atau hanya mencakup sebagian dari bidang-bidang urusan yang ada).

Dalam rangka tercapainya tugas-tugas tersebut, Camat menyelenggarakan fungsi,

yaitu:

1) Sekretariat (mencakup fungsi koordinasi dan pelayanan internal kecamatan)

2) Tata pemerintahan (mencakup fungsi pelayanan pemerintahan)

3) Ketenteraman, ketertiban, dan pemberdayaan masyarakat (mencakup fungsi

pelayanan masyarakat, pelayanan utilitas, pelayanan sandang, pangan, dan

papan)

4) Pendidikan dan kesehatan (mencakup fungsi pelayanan pembangunan,

pelayanan masyarakat, dan pelayanan utilitas)

5) Perekonomian dan pembangunan (mencakup fungsi pelayanan pemerintahan,

pelayanan pembangunan, pelayanan masyarakat, pelayanan utilitas, dan

pelayanan sandang, pangan, dan papan)

Page 19: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Ragam Model Struktur Organisasi Kecamatan Berbasis Pelayanan Publik | 19

3. Model Kecamatan Ukuran Kecil (Small Size Subdistrict Organization Model):

Struktur Organisasi Kecamatan dengan ukuran organisasi (organization size) kecil.

Ukuran organisasi demikian menggambarkan bahwa tugas dan fungsi kecamatan

memiliki kompleksitas dan prioritas rendah danlebih cenderung menjalankan tugas-

tugas atributif camat. Sementara proporsi tugas-tugas delegatif camat relatif kecil,

sehingga yang berkaitan dengan tugas-tugas delegatif dipandang cukup untuk

diwadahi dalam 1 Seksi. Susunan organisasi kecamatan meliputi: Camat, Sekretariat

dengan membawahkan 2 Subbagian, dan 3 Seksi sebagai Unit Lini Kecamatan, serta

Kelompok Jabatan Fungsional.

Tugas Pokok dan Fungsi Camat

Camat memiliki tugas pokok untuk melaksanakan tugas atributif atau tugas umum

pemerintahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan melaksanakan

tugas delegatif atau tugas-tugas atas pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota

dalam urusan otonomi daerah. (Dalam konteks model ini, proporsi tugas delegatif

“kecil” atau hanya mencakup sebagian kecil bidang-bidang urusan yang ada).

Dalam rangka tercapainya tugas-tugas tersebut, Camat menyelenggarakan fungsi,

yaitu:

1) Sekretariat (mencakup fungsi koordinasi dan pelayanan internal kecamatan)

2) Tata pemerintahan (mencakup fungsi pelayanan pemerintahan)

3) Ketenteraman, ketertiban, dan pemberdayaan masyarakat (mencakup fungsi

pelayanan masyarakat, pelayanan utilitas, pelayanan sandang, pangan, dan

papan)

4) Pendidikan, kesehatan, perekonomian, dan pembangunan (mencakup fungsi

pelayanan pembangunan, pelayanan masyarakat, dan pelayanan utilitas)

Page 20: Ragam model struktur organisasi kecamatan berbasis pelayanan publik (haris faozan 2014)

Jurnal Administrasi Publik PKP2A II LAN Makassar | 20

Daftar Pustaka

Faozan, Haris dan Muzani M. Mansoer. 2008. Organisasi Pemerintahan Daerah. Dalam

Manajemen Pemerintahan Daerah. Diedit oleh Adi Suryanto. Jakarta: Pusat Kajian

Kinerja Otonomi Daerah-Lembaga Administrasi Negara.

Faozan, Haris. 2005. Bureaucratic Structure Perestroika: Memperbarui Lahan Bagi

Pertumbuhan Kinerja Kelembagaan Pemerintah. Jurnal Ilmu Administrasi Vol 2

(4):335-46.

Faozan, Haris. 2007. Menyikapi Isu Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah di Tengah

Lompatan Kolaborasi Stratejik Global: Sebuah Prognosa Awal. Jurnal Ilmu

Administrasi Vol. 4 (1): 1-15.

Nadler, David A., Marc. S. Gerstein, Robert B. Shaw, and Associates. 1992.

Organizational Architecture: Designs for Changing Organizations. San Francisco:

Jossey-Bass.

Nadler, David A., and Michale L. Tushman. 1997. Competing by Design: The power of

organizational architecture. New York: Oxford University Press.

Safitri, Yudiantarti, RR. Harida Indraswari, Rosita N. Andari, Shafiera Amalia, Joni

Dawud, Zulpikar, Haris Faozan, dan Gering Supriyadi. 2010. Pengembangan

Kelembagaan Kecamatan. Sumedang: Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan

Aparatur I Lembaga Administrasi Negara.

Sanusi, Anwar. 2010. Bunga Rampai Quo Vadis Kelembagaan Kecamatan di Era

OTONOMI Daerah: Analisis Efektivitas Kelembagaan. Jakarta: Pusat Kajian

Kinerja Kelembagaan-Lembaga Administrasi Negara.

Tim Peneliti PKP2A III LAN. 2007. Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati/Walikota

Kepada Camat/Lurah Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004. Diedit oleh Tri Widodo

W. Utomo. Samarinda: Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III

Lembaga Administrasi Negara.

Wasistiono, Sadu, Ismail Nurdin, dan M. Fahrurozi. 2009. Perkembangan Organisasi

Kecamatan dari Masa ke Masa. Bandung: Penerbit Fokusmedia.

Peraturan Perundangan:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan.

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pembentukan

Organisasi Kecamatan Se- Kabupaten Bantul.

Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan

Atas Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Susunan Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 22 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kecamatan dan Kelurahan.