Upload
forum-tunas-bangsa-fortuna
View
1.462
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HAMBATAN NON TARIF
By :M. Zeldy Dahsyat 1711.0129 september 2015
Latar Belakang Adanya Hambatan Non Tarif
Adanya kesepakatan WTO (World Trade Organization) yang tertuang dalam GATT (General Agreement on Tariff and Trade), yang ditandatangani di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15 April 1994, negara anggota WTO menyetujui dilaksanakannya perdagangan bebas untuk negara maju dimulai pada tahun 2010 dan negara berkembang tahun 2020. Perdagangan bebas merupakan bentuk perdagangan antar negara tanpa adanya hambatan dalam bentuk tarif.
Walaupun negara-negara di dunia yang menjadi anggota WTO mulai menurunkan hambatan dalam bentuk tarif secara bertahap, akan tetapi di luar tarif, berbagai hambatan non-tarif masih sering muncul menjadi kendala perdagangan antar negara.
Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi
manfaat perdagangan internasional (Dr. Hamdy Hady).
A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts Pembatasan spesifik
• Larangan impor secara mutlak
• Pembatasan impor (quota system) meliputi Absolute atau Unilateral Quota, Negotiated atau Bilateral Quota, dan Tariff Quota.
• Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu
• Peraturan kesehatan / karantina
• Peraturan pertahanan dan keamanan negara
• Peraturan kebudayaan• Perizinan impor (import
licence)• Embargo• Hambatan pemasaran /
marketing
Peraturan bea cukai (customs
administration rules)
• Tatalaksana impor tertentu (procedure)
• Penetapan harga pabean• Penetapan forex rate (kurs
valas) dan pengawasan devisa (forex control)
• Consular formalities• Packaging / labelling
regulations• Documentation needed• Quality and testing
standard• Pungutan administasi
(fees)• Tariff classification
Partisipasi pemerintah (government
participation)
• Kebijakan pengadaan pemerintah
• Subsidi dan insentif ekspor
• Countervaling duties (pungutan anti-subsidi)
• Domestic assistance programs (bantuan domestik)
• Trade-diverting (pengalihan Perdagangan)
Import charges
• Import deposits• Supplementary duties
(pungutan tambahan)• Variable levies (retribusi
barang impor)
Berbagai Hambatan Non Tarif
Selain berbagai hambatan non-tarif yang dikemukakan oleh A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts, ada beberapa hambatan non-taif lainnya yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia :
1. Dumping
Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh di bawah pasaran, atau penjualan komoditi ke luar negeri dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan domestiknya. Dumping merupakan hambatan non-tarif bagi pesaing dari dalam maupun luar negeri.
Dumping diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:a. Dumping terus-menerus atau international price discrimination.b. Dumping harga yang bersifat predator atau predatory dumping.c. Dumping sporadis atau sporadic dumping
2. Anti Dumping
Anti dumping adalah tindakan yang dilakukan oleh suatu negara, misalnya pengenaan bea masuk atau pembatasan, terhadap barang yang diimpor dari negara lain yang dianggap melakukan dumping. Anti dumping merupakan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan yang ingin melakukan dumping di negara tujuannya.
Berbagai Hambatan Non Tarif3. Keamanan Pangan (Food Safety)
Produk pangan yang dikonsumsi masyarakat dan diperdagangkan harus bebas dari zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
4. Peraturan Karantina
Peraturan karantina merupakan upaya untuk mencegah masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan (OPT) serta hama dan penyakit manusia atau hewan baru dari luar negeri ke dalam negeri.
5. Ketentuan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna)
CITES merupakan perjanjian internasional yang mengatur perdagangan spesies langka, baik flora maupun fauna.
Berbagai Hambatan Non Tarif
6. VER (Voluntary Export Restaint)
VER merupakan instrumen pembatasan yang dikenakan pemerintah negara eksportir terhadap jumlah (kuantitas) barang yang diekspor dalam jangka waktu tertentu. VER muncul sebagai reaksi setelah negara importir, umumnya yang mempunyai pasar yang besar dan strategis, mendapatkan serbuan barang impor.Guna menghindari pemberlakuan kebijakan impor lanjutan yang lebih ketat, negara eksportir dimaksud ”mengambil hati” negara importir dengan mengenakan VER pada ekspor mereka.7. OMA (Orderly Marketing Agreement)
OMA adalah pembatasan pemasaran produk tertentu atas permintaan negara importir.8. Government Procurement Policy
kebijakan yang mensyaratkan lembaga-lembaga pemerintah untuk membeli barang atau jasa dari perusahaan dalam negeri.
Berbagai Hambatan Non Tarif
9. Prosedur Birokrasi (Red Tape Barriers)
Prosedur yang pada awalnya ditempuh demi penyelenggaraan tertib administrasi negara bisa menjadi proses yang berbelit, tidak transparan, dan rentan terhadap praktek pungutan tidak resmi, yang pada akhirnya mengganggu kegiatan ekspor dan impor.
10.Generalized System of Preference (GSP)
GSP atau sistem preferensi umum merupakan suatu bentuk bantuan fasilitas dari negara-negara industri maju kepada negara-negara sedang berkembang.
Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan devisa, mempercepat industrialisasi dan pertumbuhan negara-negara sedang berkembang dengan memberikan dan membuka peluang untuk memasarkan barang-barang yang dihasilkannya, sehingga barang-barang tersebut dapat bersaing di pasaran negara-negara maju.
11. Jargon Kecintaan Terhadap Produk Buatan Dalam Negeri
Masalah Mutu
(Quality)Masalah Selera Konsumen
Masalah Politik
Masalah Moral dan Agama
Peraturan Pertahana
n dan Keamana
n
Masalah Lingkungan
Masalah Lainnya
Tujuan Diberlakukannya Kebijakan Non Tarif
a. Memaksimalkan produksi dalam negeri.
b. Mendorong perkembangan industri baru.
c. Mengatasi masalah deflasi dan pengangguran.
d. Menghindari kemerosotan industri-industri tertentu.
e. Menghindari dumping
f. Memperluas lapangan kerja.
g. Memelihara tradisional.
h. Menghindari resiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu komoditi andalan.
i. Menjaga stabilitas nasional, dan tidak menggantungkan diri pada negara lain.
CONTOH KASUSHambatan Non Tarif yang Dialami Oleh Indonesia
Ekspor Indonesia Terhambat
Ekspor Hasil LautTujuan utama pemasaran ikan tuna Indonesia ke luar negeri terdiri dari Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa dimana ketiga negara tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor tuna Indonesia. Pada tahun 2004, urutan pertama tujuan ekspor tuna Indonesia adalah Jepang sebesar 36,84 % dari volume ekspor tuna Indonesia, disusul Amerika Serikat sebesar 20,45 % dari volume ekspor tuna Indonesia dan Uni Eropa sebesar 12,69 % dari volume ekspor tuna Indonesia. Hambatan non-tarif yang dialami Indonesia berkaitan dengan masalah mutu produk,
spesifikasi, standar serta isu lingkungan. Masalah mutu dan keamanan pangan menjadi sangat penting dengan meningkatnya teknologi, proses pengolahan pangan, pemakaian bahan tambahan makanan, pemakaian bahan pengawet serta terbukanya perdagangan makanan dari luar negeri.
Pemberian notifikasi terhadap ikan tuna Indonesia sudah sering dilakukan Uni Eropa. Sebagai contoh Belgia memberikan nota notifikasi terhadap produk tuna Indonesia karena disinyalir terdapat kandungan histamine dan mercury.
Ekspor Indonesia Terhambat
Dengan demikian, produk-produk perikanan Indonesia yang masuk ke Uni Eropa terpaksa harus dilakukan uji laboratorium yang biayanya cukup tinggi, antara 3.000 hingga 4.000 euro. Guna memajukan ekspor Indonesia perlu didukung dengan upaya peningkatan mutu komoditi ekspor tuna yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Terjadi pula pada pasar Jepang. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) perlu direvisi ulang. Sebab, dalam implementasinya, banyak hal yang dinilai masih merugikan Indonesia. Misalnya, untuk urusan hambatan non-tarif, seperti standardisasi.
Meskipun ada penurunan tarif bea masuk ke Jepang dalam IJEPA, namun produk Indonesia belum leluasa menembus pasar Jepang, akibat tak mampu memenuhi standar. "Dengan IJEPA ini diharapkan ada peningkatan ekspor untuk produk pertanian, perikanan dan perkebunan. Tetapi IJEPA tidak membuat kualifikasi standar yang menjadi hambatan nontarif di Jepang melemah," ungkap penulis buku "Dalam Bayangan Matahari Terbit", Shanti Darmastuti, Jumat (24/10/2014).
Ekspor Indonesia Terhambat
Dalam buku yang ditulis bersama Syamsul Hadi itu, dicontohkan standardisasi produk perkebunan yang menyulitkan adalah sistem pengenalan residu pestisida. Sistem ini diberlakukan pemerintah Jepang sejak Mei 2006. Dalam sistem ini, ditetapkan ambang batas yang ketat untuk sekitar 50.000 residu kimia dalam 734 jenis pestisida.
Cinta produk dalam negeri
Jargon cinta produk dalam negeri bukan hanya milik Indonesia. Masyarakat Jepang malah lebih memegang dan mengimplementasikan jargon ini. Shanti, dalam bukunya menyebut, kesulitan menembus pasar Jepang disebabkan juga oleh karakter masyarakat Jepang, yang lebih menyukai produk nasional mereka. "Istilah koku-san daichi, yang artinya produk dalam negeri adalah nomor satu, telah menjadi semacam
ideologi dalam masyarakat Jepang," kata dia. Namun demikian, Shanti juga memandang, masih susahnya produk Indonesia menembus pasar Jepang
sedikit banyak disebabkan PR domestik yang belum rampung. Misalnya, sebenarnya kata dia, permintaan sayuran segar (hortikultura) dari Jepang sangat tinggi. Produsen petani di Indonesia tidak mampu memenuhi permintaan.
"Kita tidak bisa memenuhi permintaan itu karena domestik kita masih berhadapan dengan masalah infrastruktur, suku bunga, dan sebagainya. Sehingga produktivitas petani rendah," jelas Shanti.
Kesimpulan
1. Hambatan non-tarif yang diberlakukan untuk barang impor dari Indonesia merupakan kebijakan untuk melindungi warga negaranya dari konsumsi barang yang tidak baik untuk dikonsumsi.
2. Hambatan standarisasi produk yang dilakukan Uni-Eropa dan Jepang membuat Indonesia merasa kesulitan untuk dapat memasuki pasar di negara tersebut. Maka biaya menjadi lebih tinggi dan harga juga sudah pasti akan meningkat, akhirnya terdapat kekhawatiran produk impor dari Indonesia tidak mampu bersaing di negara tersebut.
3. Jargon kecintaan produk lokal negara Jepang membuat Indonesia juga kesulitan mendapatkan tempat di hati masyarakat Jepang. Konsumen akan lebih memilih produk lokal dibanding produk impor.
4. Pengusaha Indonesia harus punya cara untuk dapat mempertahankan produk ekspornya di negara lain dengan melakukan peningkatan mutu dan inovasi produk sehingga produknya dapat tempat di hati konsumen negara tujuan.
5. Bantuan pemerintah terhadap petani dan nelayan Indonesia harus lebih ditingkatkan dan diperhatikan mengingat tingginya permintaan dari negara lain. Pemerintah harus dapat juga memberikan fasilitas yang baik bagi petani dan nelayan Indonesia. Para pengusaha juga harus bisa turut berperan dalam meningkatkan kualitas ekspor Indonesia.
THANK YOU