21
Arkeologi, Genealogi, dan Problematisasi S Kunto Adi Wibowo @wowoxarc

Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Arkeologi, Genealogi, dan Problematisasi

S Kunto Adi Wibowo@wowoxarc

Page 2: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Arkeologi

Page 3: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Langkah-langkah• to chart the relation between the sayable and the visible; • to analyse the relation between one statement and other statements; • to formulate rules for the repeatability of statements (or, if you like, the use of

statements); • to analyse the positions which are established between subjects –for the time

being we can think of subjects as human beings -in regard to statements; • to describe 'surfaces of emergence' -places within which objects are designated

and acted upon; • to describe 'institutions', which acquire authority and provide limits within

which discursive objects may act or exist; • to describe 'forms of specification', which refer to the ways in which discursive

objects are targeted. A 'form of specification' is a system for understanding a particular phenomenon with the aim of relating it to other phenomena.

Page 4: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Sutasoma (Mpu Tantular)• Sayable:• Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa, (It is said that the well-known Buddha and Shiva are two different substances)• Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, (They are indeed different, yet how is it possible to recognise their difference in a glance)• Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, (since the truth of Jina (Buddha) and the truth of Shiva is one)• Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.(They are indeed different, but they are of the same kind, as there is no duality in Truth)• Visible: candi shiva-budha, praktik peribadatan shiva-budha

Page 5: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Dharmadyaksa• Saat pemerintahan Raden Wijaya (Kertarajasa), ada 2 pejabat

tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasaiwan dan Dharmadyaksa ring Kasogatan, kemudian 5 pejabat Siwa di bawahnya yang secara keseluruhan disebut Dharmapapati atau Dharmadhikarana. Lima pejabat Siwa ini pada pemerintahan Tribhuwana di tambah 2 orang dari agama Buddha, sehingga jumlahnya menjadi 7 orang dan secara berkelompok disebut Sang Saptopapati (Van Naersen 1933:239-258).

Page 6: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Nagarakertagama• Pupuh 16• Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di Nusantara. Dilarang

mengabaikan urusan Negara, mengejar untung. Seyogianya, jika mengemban perintah ke mana juga. Menegakkan Siwa, menolak ajaran sesat

• Konon, kabarnya, para penderita penganut Sang Sugata. Dalam perjalanan mengemban perintah Baginda Nata. Dilarang menginjak tanah sebelah barat Pulau Jawa. Karena penghuninya bukan penganut ajaran Budha.

• Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun, Bali boleh dijelajah tanpa ada yang dikecualikan. Bahkan, menurut kabaran mahamuni Empu Barada serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah teguh

Page 7: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka tunggal ika• Lambang NKRI Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka

Tunggal Ika ditetapkan Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada tanggal 17 Oktober diundangkan pada tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang Negara. Bahwa usaha bina negara baik pada masa pemerintahan Majhapahit maupun pemerintahan NKRI berlandaskan pada pandangan sama yaitu semangat rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar dalam menegakkan negara.

• Dalam lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya diperluas, menjadi tidak terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan keagamaan, melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan beda kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan nusaantara raya.

Page 8: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Tan hana dharma mangrwa• Sementara semboyan “Tan Hana Darmma Mangrwa”

digunakan sebagai motto Lambang Pertahanan Nasional (Lem Ham Nas). Makna kalimat ini adalah “Tidak ada kenenaran yang bermuka dua” kemudian oleh LemHaNas semboyan kalimat tersebut diberi pengertian ringkas dan praktis yakni “Bertahan karena benar” “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua” sesungguhnya memiliki pengertian agar hendaknya setiap insan manusia senantiasa berpegang dan berlandaskan pada kebenaran yang satu.

Page 9: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Formulasi aturan wacana• Bagaimana aturan wacana tentang shiva-budha?• Bagaimana wacana dharma dan agama dalam konteks

kesejarahan Majapahit?• Bagaimana wacana bhinneka tunggal ika tan hana dharma

mangrwa menjadi pengetahuan tentang persatuan agama, suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan beda kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan nusaantara raya?

Page 10: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Relasi subjek

• Dalam Sutasoma subjek shiva/buddha disamakan (tidak ada perbedaan dalam kebenarannya)

• Dalam Nagarakrtagama subjek shiva/buddha di bedakan atas wilayah penyebaran

• Dharma merujuk pada pengertian agama sekarang, lalu apakah agama dalam Nagarakrtagama?

Page 11: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Agama

• Agama adalah kitab atau kumpulan kitab/serat dalam shiva, buddha, dan jainism

• Agama dalam nagarakrtagama lebih merujuk pada aturan atau hukum (KUHP) atau syariat dalam Islam.

• Pada teks modern Indonesia, kategori dharma menjadi agama dan dharma dikategorikan sebagai kebenaran

Page 12: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Surface of emergence

• Shiva-buddha merupakan wilayah kemunculan diskursus tan hana dharma mangrwa

• Berbeda dengan kemunculan bhinneka tunggal ika modern yang lebih dekat pada wilayah syariat/agama/ageman

Page 13: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Institusi

• Negara sebagai sebuah kesatuan yang utuh dengan satu Tuhan.

• Dharmadyaksa digantikan dengan departemen agama yang mengatur semua agama di Indonesia yang ber Tuhan satu.

• Tuhan yang satu di setiap agama (Tuhan yang banyak jika agama-agama tersebut ditambahkan)

Page 14: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Form of specification

• Nasionalisme memberikan kita kosakata dan serangkaian konsep yang memungkinkan kita memaknai dan mengukur persatuan berdasar bhinneka tunggal ika

Page 15: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Arkeologi

• Merupakan snapshot terhadap diskontinuitas sejarah, perbedaan dan persamaan kategori, serta pergeseran pengetahuan dan praktik

• Foucault seeks to 'grasp the statement in the exact specificity of its occurrence,' to account for the reasons why a given statement had to be that precise statement and no other.

Page 16: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Genealogi

• Processual aspects of the web of discourse – its ongoing character.

• Mengapa teknik dari pengetahuan yang sedemikian rupa digunakan untuk tujuan tertentu?– Pengetahuan yang tidak mencukupi– Tujuan tertentu tersebut bersifat ambivalen atau

paradoks dengan tujuan lainnya– Kecelakaan sejarah dari hal yang sangat sepele

Page 17: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka tunggal ika

• Merupakan pengetahuan tentang persatuan (terutama agama) yang menunjuk praktik di jaman Majapahit.

• Analisis arkeologi membuktikan bahwa persatuan di jaman Majapahit berbeda karena ada satu pengetahuan penting berupa Dharma yang diskontinu

• Dharma digantikan dengan agama dalam pengetahuan modern dan praktik persatuan ambivalen atau tidak memadai.

Page 18: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Tan Hana Dharma Mangrwa

• Menjadi kebenaran tunggal ala Lemhanas dimana diskursus persatuan mendapatkan teknik-teknik nya dalam institusi ini.

• Kebenaran yang diijinkan dalam hal persatuan adalah penolakan perbincangan SARA yang menyembunyikan kebenaran yang plural

• Subjek manusia Indonesia dengan demikian dibatasi dengan pembicaraan tunggal keIndonesiaan

Page 19: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Resistensi

• Resistensi adalah kuasa yang sama dengan kuasa yang lain

• Resistensi bisa terjadi karena tidak mencukupinya (dan selalu tidak cukup) teknik yang digunakan dengan tujuan dalam sebuah relasi kuasa/pengetahuan

Page 20: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Problematisasi

• Postkolonialis: hasrat persatuan dari gerakan nasionalisme yang mencari ‘origin’ dari sebuah bangsa yang ternyata tidak lebih baik dari kolonialisme. Problematisasi kuasa nation-state

• Foucault: mentransformasikan diri kita dengan pengetahuan yang tidak pernah cukup dan diskontinu.

Page 21: Discourse on Bhinneka Tunggal Ika

Pancasila

• Apakah anda subjek pancasila?