Upload
futurum2
View
1.132
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Apa yang Termasuk sebagai Komponen
Pinjaman (Debt) dalam Perhitungan Weighted
Average Cost of Capital (WACC)?
The heart of finance is valuation
Corporate finance is about maximizing value to shareholders
Corporate finance and investments are quite different fields :Two sides of the same coin
The best corporate executives think like investors
Ultimately, it is return to the investor that matters
What would our investors want us to do?
It's the investors’ money, how can we make the most of it?
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
Enterprised Discounted Cash Flow
Pada umumnya terkait penilaian perusahaan (enterprise value) berbasis Discounted Cash Flow
(DCF), dikenal 5 (lima) model yang dapat digunakan1, sebagai berikut:
Enterprise Discounted Cash Flow (DCF) pada umumnya digunakan ketika:
Perusahaan tidak memiliki historis pembayaran dividen yang stabil.
Kalaupun ada historis pembayaran dividen yang stabil, jumlah dividen tersebut berbeda
jauh dengan jumlah “Free Cash Flow to the Equity holders”.
Free Cash Flow perusahaan memiliki pola yang mendekati atau mengikuti pola
kemampuan perusahaan mencetak laba (profitability) dalam jangka waktu periode
tertentu.
Pihak investor memiliki kendali atas perusahaan.
1 Slide presentasi McKinsey berjudul “Frameworks for Valuation”.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Dalam tulisan ini, penulis membatasi pada model dalam urutan yang pertama, yaitu Enterprise
DCF, dimana ada 2 (dua) komponen penting, yaitu:
Free Cash Flow (to the Firm) sebagai pembilang, dan
Weighted Average Cost of Capital sebagai penyebut, atau tingkat diskonto guna
memperoleh nilai kini (present value) dari Free Cash Flow (to the Firm).
Atau dapat dijabarkan dalam rumusan gambaran umum hingga disederhanakan menjadi 1
rumus singkat:
Pertama, kita ingin mengetahui nilai dari hasil usaha (value from operations) perusahaan, yang
tentunya diharapkan akan mempengaruhi kenaikan atau penurunan nilai investasi yang telah
ditanamkan oleh pihak pemasok kapital/modal sebagaimana ditunjukkan di bawah ini2.
Kedua, Enterprise DCF bertumpu pada tingkat imbal hasil yang diminta atau diharapkan oleh
pihak pemasok kapital/modal, sebagaimana diperlihatkan di bawah ini3:
2 M. P. Narayanan. Valuation Methods: An Overview. 2001. University of Michigan.
3 Slide presentasi Roger Ignatius danThomas A. Rietz berjudul “Valuation”.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Ketiga, menilai perusahaan memerlukan gambaran yang menyeluruh mencakup periode
proyeksi dan periode “terminal” sebagaimana tergambar di bawah ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
Keempat, seluruh langkah-langkah penilaian perusahaan dalam gambar di atas, dapat
disederhanakan menjadi gambar di bawah ini.
Dimana:
CFt adalah arus kas (cash flow) yang terjadi pada periode t
r adalah tingkat diskonto yang sesuai dengan tingkat resiko dari arus kas
t adalah usia aset (bisa juga, bisnis atau proyek investasi perusahaan) dalam
menghasilkan arus kas
Apabila r, tingkat diskonto, di atas, menggunakan pendekatan WACC, maka nilai perusahaan
bisa ditunjukkan di bawah ini.
Damodaran mengatakan bahwa4:
The value of the firm is obtained by discounting expected cash flows to the firm, i.e., the residual
cash flows after meeting all operating expenses and taxes, but prior to debt payments, at the
weighted average cost of capital, which is the cost of the different components of financing used
by the firm, weighed by their market value proportions.
4 Dari slide presentasi di kelas Aswath Damodaran berjudul “Valuation”.
Value = CF
t
(1+ r)t
t =1
t = n
www.futurumcorfinan.com
Page 6
Ada 2 point di belakang rumusan di atas, yaitu bahwa:
a) Untuk suatu aset, bisnis, atau proyek investasi perusahaan dapat memiliki nilai (value),
maka arus kas yang diharapkan terjadi di masa depan harus [akumulasi] positif
sepanjang usia aset, bisnis, proyek perusahaan.
b) Aset, bisnis, atau proyek investasi perusahaan yang menghasilkan arus kas pada
periode-periode awal dari usia aset akan memiliki nilai lebih tinggi daripada arus kas
yang dihasilkan di periode-periode lebih belakangan. Dari sudut pandang investor, ada
kompensasi yang diminta, yaitu arus kas yang baru diharapkan diterima di belakangan
hari diharapkan memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi, serta jumlah arus kas yang
lebih besar.
Masuknya faktor diskonto atas arus kas, akan menghasilkan profil arus kas di bawah ini, yaitu:
sebelum di-diskonto (warna biru) dibandingkan dengan yang telah terdiskonto (warna merah),
sebagaimana ditunjukkan ditunjukkan di bawah ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
Dari profil arus kas di atas terlihat bahwa arus kas yang terjadi pada awal-awal periode proyeksi
adalah penting atau besar kontribusinya untuk nilai kini. Dengan demikian, poin ke-2 di atas
menjadi penting untuk diperhatikan untuk arus kas yang terjadi di kemudian hari. Harus ada
kompensasi yang dibayarkan kepada pihak investor.
Pada waktu kita bicara nilai perusahaan, maka ada 2 (dua) hal yang perlu diperjelas:
Pertama, mengapa “nilai perusahaan” tidak diambil saja langsung dari neraca perusahaan?
Bukankan neraca memberikan gambaran terkait aset, liabilitas dan ekuitas pemegang saham
dari suatu bisnis perusahaan pada tanggal tertentu? Dari neraca, bukankah, kita bisa membaca
nature dan jumlah yang telah investasikan dalam berbagai aset, serta kewajiban kepada pihak
kreditur dan berapa modal saham yang telah ditanamkan oleh pihak pemegang saham,
akumulasi laba yang ditanamkan kembali ke dalam usaha perusahaan, dan lain-lain?
Spiceland, Sepe dan Nelson menjawab pertanyaan di atas5:
a) An important limitation of the balance sheet is that it does not portray the market
value of the entity as a going concern, nor its liquidation value. Many assets, like
land and buildings for example, are measured at their historical costs rather than their
fair values.
b) Relatedly, many company resources including its trained employees, its experienced
management team, and its reputation are not recorded as assets at all.
c) Also, many items and amounts reported in the balance sheet are heavily reliant on
estimates rather than determinable amounts. For example, companies estimate the
amount of receivables they will be able to actually collect and the amount of warranty
costs they will eventually incur for products already sold.
For these and other reasons, a company’s book value, its assets minus its liabilities as
shown in the balance sheet, usually will not directly measure the company’s market
value (number of shares of common stock outstanding multiplied by the price per
share).
Jadi, memang isi neraca tidak pernah dimaksudkan untuk memberikan nilai pasar dari aset,
maupun untuk perusahaan sebagai suatu entitas yang berkelanjutan.
Oke, itu jawaban dari akuntan akademisi.
5 Spiceland, J. David; James F. Sepe; dan Mark W. Nelson. Intermediate Accounting. Edisi ketujuh. New
York (USA): McGraw-Hill/Irwin, a business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc.. 2013. Bab 3: The Balance Sheet and Financial Disclosures. Halaman 115
www.futurumcorfinan.com
Page 8
Penulis ingin membawa ke apa yang disampaikan oleh akademisi Corporate Finance terkait
neraca.
Di sini perlu kita membandingkan antara neraca ‘tradisional” atau “klasik” perusahaan yang
biasanya dibuat akuntan dan terlihat sebagai berikut6:
Bandingkan dengan pandangan Corporate Finance atas “neraca non-tradisional” perusahaan
tersebut.
Jadi terlihat bahwa dari kacamata Corporate Finance, neraca sesungguhnya dari perusahaan,
tidak hanya mencakup aset yang ada saat ini (assets in place) tetapi juga aset pertumbuhan
(growth assets), yang bisa mencakup aset yang akan timbul dari investasi di masa depan. Ingat
bahwa aset bisnis saat ini akan menghasilkan laba usaha dan kas di kemudian hari, yang dapat
ditanamkan kembali ke proyek investasi berikutnya guna memperoleh laba usaha dan kas
berikutnya lagi. Jadi ada “rolling” yang berkesinambungan. Inilah inti dari bisnis dari sudut
pandang pemegang saham. Hanya ada 2 (dua) kata kunci bagi pihak pemegang saham
perusahaan, yaitu:
6 Diperoleh dari slide presentasi di kelas Aswath Damodaran berjudul “Applied Corporate Finance”.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Pertumbuhan bisnis, laba dan arus kas (growth in business, earnings and cash flows),
dan
Pertumbuhan tersebut mendatangkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi daripada
biaya kapitalnya.
Mungkin ada di kalangan pembaca akan mengatakan, oke, kita tahu ada “growth assets”, tapi
ini khan tidak terlihat di neraca pada saat ini! Artinya, aset yang diharapkan akan tercipta
tersebut di kemudian hari, bisa terwujud, atau bisa juga, tidak terwujud.
Oke, kita kembali ke neraca pada saat ini. Ternyata, neraca itu tetap tidak sama dilihat dari
kacamata Corporate Finance.
Bagi Corporate Finance, aset pada neraca, yang ada di sisi kanan neraca, merupakan indikator
yang tidak menggambarkan berapa kapital yang digunakan perusahaan (employed capital).
Ada tiga hal yang bisa kita lihat:
Pertama, aset bisa naik pada saat pembayaran ke pihak pemasok dapat dilakukan di
kemudian hari. Ini tergantung kepada terms of payment yang disepakati dengan pihak
pemasok. Hal ini termasuk pada saat perusahaan memutuskan membeli lebih banyak
bahan baku, bahan pembantu atau barang dagangan dengan kredit dari pihak pemasok.
Kedua, aset bisa naik pada saat perusahaan memproduksi lebih banyak produknya
dan disimpan di gudang, baik untuk mengantisipasi kenaikan permintaan, atau bahkan
karena perputaran produk yang lambat (slow moving).
Ketiga, aset bisa naik pada saat perusahaan memutuskan untuk memegang lebih
banyak uang tunai atau kas equivalent dalam bentuk, misalnya, deposito kurang dari 3
(tiga) bulan. Beberapa perusahaan yang terkenal, misalnya Microsoft dan Apple,
cenderung memegang saldo kas yang sangat signifikan, semata-mata untuk
mengantisipasi tuntutan legal atas pelanggaran hak cipta produk, atau untuk membiayai
akuisisi atas suatu produk baru.
Jadi, dengan hanya fokus pada sisi aset saja, kita bisa kehilangan gambaran besar (big picture)
tentang apa yang sebetulnya terjadi dalam kegiatan usaha perusahaan. Artinya, naiknya aset
bisa disebabkan oleh banyak hal, yang mungkin bisa terkait dengan kegiatan usaha
perusahaan, atau bahkan tidak, yaitu semata-mata keputusan manajemen terkait non-
operasional, misalnya perkara legal yang sedang berjalan, maupun motif akuisisi.
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Untuk sederhananya, Corporate Finance akan cenderung:
Mengeluarkan dari aset, item kas dan kas equivalent7, mengingat bahwa mereka dapat
digunakan untuk melunasi hutang yang ada secara langsung. Berbeda dengan piutang
usaha dan persediaan, yang memerlukan waktu guna dikonversi menjadi kas.
Hutang usaha (trade accounts payable) dan akrual, dikurangkan dari aset lancar
(current assets), dengan mempertimbangkan kredit dari pemasok tidak perlu didanai
oleh pihak kreditor dan pemegang saham perusahaan.
Jadi, dari sudut pandang Corporate Finance:
Neraca “tradisional” perusahaan yang terdiri dari Assets (pada umumnya, Working
Capital + Fixed Assets) = Liabilities + Equity, akan berubah menjadi
Neraca “non-tradisional” yang terdiri dari Operating Capital (atau Employed Capital) =
Invested Capital (yang terdiri dari Net Debt + Equity), sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.
7 Secara teoritis, saldo kas dan kas equivalent yang ada di perusahaan pada tanggal tertentu, terdiri dari:
kas dan kas equivalent yang mesti ada guna menunjang kegiatan operasional perusahaan (misalnya, kas kecil, kas operasional yang ada di setiap cabang, kas untuk membayar upah, gaji dan tunjangan pekerja dan karyawan, atau kas operasional transportasi untuk supir angkutan, dan lain-lain); dan
kas dan kas equivalent di atas kebutuhan operasional, yang bisa disimpan dalam bentuk tabungan harian atau deposito atau dalam bentuk surat berharga jangka pendek lainnya di pasar uang (money market).
Dari pihak analis laporan keuangan, yang merupakan pihak eksternal perusahaan, tidak selalu mudah untuk memperoleh informasi atau data terkait kedua komponen di atas. Untuk itu, untu praktisnya, seluruh saldo kas dan kas equivalent, dikeluarkan dari sisi aset perusahaan.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Sebelum kita bahas lebih lanjut, penting untuk diperjelas perbedaan antara8:
Nilai buku neraca (the book value or carrying amount of balance sheet)
Nilai pasar neraca (the market value of balance sheet)
Nilai pasar ekuitas (the market value of equity)
Nilai perusahaan (firm value)
Nilai “enterprise” (enterprise value)
Lima gambar di bawah ini diharapkan memperjelas perbedaan kelima nilai di atas.
Pertama : Nilai buku neraca (atau laporan posisi keuangan). Sebagai contoh di bawah ini.
Catatan:
PP&E = Property, Plant and Equipment, atau aset tetap
ST = Short-Term, atau jangka pendek (umumnya kurang dari 1 tahun atau 1 siklus usaha
perusahaan)
8 Tulisan Aswath Damodaran berjudul “A Tangled Web of Values: Enterprise value, Firm Value and
Market Cap” yang dimuat dalam laman http://aswathdamodaran.blogspot.com/2013/06/a-tangled-web-of-values-enterprise.html tertanggal 29 Juni 2013 (yang diakses penulis pada tanggal 14 April 2015) memberikan penjelasan yang sangat baik terkait perbedaan pengertian keempat nilai ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
LT = Long-Term, atau jangka panjang (umumnya lebih dari 1 tahun atau 1 siklus usaha
perusahaan)
Kedua: Nilai pasar neraca
Ketiga : Nilai pasar ekuitas.
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Keempat : Nilai Perusahaan, yang sama dengan “nilai pasar neraca” di atas.
Kelima: Nilai Perusahaan (Enterprise Value), dimana sama dengan “nilai pasar neraca” namun,
lebih menitikberatkan pada sisi “Invested Capital” perusahaan, yang terdiri dari Debt + Equity,
yang dikurangi Kas + Kas Ekivalen + Aset Non-Operasional. Kas + Kas Ekivalen, karena dapat
digunakan untuk melunasi pinjaman, maka Debt akan disajikan menjadi “Debt – (Kas + Kas
Ekivalen)” = “Net Debt”.
Dalam tulisan ini, nilai perusahaan terkait penerapan DCF menggunakan metode WACC adalah
yang dimaksud “Enterprise Value” dalam gambar kelima di atas, dimana Enterprise Value terdiri
dari:
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Nilai pasar pinjaman (debt) PLUS
Nilai pasar ekuitas MINUS
Saldo kas + kas equivalent MINUS
Nilai pasar aset non-operasional, yaitu aset-aset yang tidak dipergunakan dalam
kegiatan usaha saat ini, misalnya lahan tanah kosong untuk pengembangan pabrik di
kemudian hari.
Dimana hasil penjumlahan keempat item di atas AKAN SAMA DENGAN:
Nilai pasar aset tetap operasional (artinya digunakan dalam kegiatan usaha perusahaan
guna menghasilkan pendapatan dan arus kas operasional, yang pada umumnya
merupakan kegiatan utama bisnis perusahaan), PLUS
Nilai pasar aset tak berwujud (intangibles), misalnya paten dan merek dagang, PLUS
Nilai modal kerja (working capital), yang merupakan aset lancar (current assets) MINUS
hutang lancar (current liabilities).
Enterprise Value adalah pandangan Corporate Finance atas penentuan nilai perusahaan.
Perbedaan yang utama dengan yang neraca yang dibuat oleh akuntan adalah:
Hutang lancar tidak disajikan di sebelah kiri neraca, tapi disajikan sebagai pengurang aset
lancar, sehingga keduanya merupakan komponen modal kerja dari suatu bisnis perusahaan.
Pada umumnya, kehadiran hutang lancar, seperti hutang dagang (trade accounts payable) dan
akrual (accrued expenses) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus operasional
perusahaan, dan manajemen serta analisa atas hutang dagang dan akrual menjadi satu
kesatuan dengan manajemen dan analisa atas aset lancar, yang pada umumnya terdiri dari
kas, piutang usaha dan persediaan barang dagangan. Perputaran (turnover) ketiga komponen
inti modal kerja, yaitu piutang lancar, persediaan barang dagangan dan hutang lancar disebut
sebagai siklus konversi kas (cash conversion cycle) seperti ditunjukkan di bawah ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
Dari Kerangka Pandangan Corporate Finance atas [Neraca] Perusahaan ke WACC
Gambaran pandangan Corporate Finance atas suatu perusahaan adalah sebagai berikut9:
Uraian dari diagram di atas adalah sebagai berikut:
9 Preve, Lorenzo A.; dan Virginia Surria-Allendo. Working Capital Management. New York (USA): Oxford
University Press, Inc. 2010. Bab 1: Corporate Finance. Halaman 3-13.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Pertama-tama, dari sudut pandang Perusahaan
Perusahaan tentunya memiliki bisnis atau usulan proyek investasi yang memerlukan
pembiayaan. Untuk itu, manajemen perusahaan akan mempertimbangkan berbagai alternatif
pengumpulan kapital/modal, yang dapat digolongkan dalam 4 (empat) kategori besar:
Hutang dagang (trade payables). Perusahaan menggunakan fasilitas kredit dagang dari
pihak pemasok guna membiayai persediaan atau barang dagangannya untuk dijual
kemudian ke pembeli. Fasilitas kredit dagang dari pihak pemasok pada umumnya bisa
mencakup terms of payment berkisar dari 2 minggu hingga 90 hari (atau 3 bulan), tanpa
dikenakan tingkat suku bunga pinjaman10. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa
pihak pemasok barang dagangan adalah juga penyedia pembiayaan (financier atau
vendor’s financing) bagi pihak perusahaan. Pembiayaan hutang dagang selalu terkait
dengan barang dagangan, artinya bukan untuk pembiayaan set-up awal bisnis, misalnya
untuk membeli aset tetap atau aset tak berwujud, sistem informasi, peralatan kerja, dan gaji
personel. Hutang dagang bisa dipakai pada saat bisnis juga sudah mengalir, artinya ada
barang dagangan yang akan dijual ke pihak pembeli.
Hutang dagang ada keterbatasan, baik dalam jumlah dan jangka waktu pengembalian.
Pihak pemasok barang dagangan, cenderung membatasi konsentrasi pembiayaan barang
dagangan pada satu atau dua pembeli dalam jumlah besar, guna menekan resiko
kemungkinan macetnya pembayaran piutang dagang mereka. Hutang dagang bersifat
“replenishment”, artinya hutang dagang yang dilunasi, selalu diikuti dengan munculnya
hutang dagang baru, makanya kita mengenal analisa perputaran hutang dagang (AP
turnover), yaitu berapa kali tagihan dari supplier (yang merupakan pembelian) rata-rata
dibayar dalam 1 tahun. Jadi walaupun hutang dagang bersifat berputar beberapa kali dalam
1 tahun, namun item hutang dagang dalam sisi kredit neraca perusahaan bersifat
permanen, artinya ia selalu muncul pada setiap tanggal neraca11.
10
Kecuali dalam beberapa hal, bisa saja diberikan alternatif diskon, kalau pihak perusahaan melakukan pelunasan lebih cepat sebelum jatuh tempo, misalnya “2/10, net 30” (artinya, untuk kredit 30 hari, apabila dibayar dalam 10 hari sejak tanggal tagihan, maka perusahaan akan diberikan potongan harga 2% dari jumlah tagihan, di luar pajak penjualan), praktik yang ditemukan di Amerika Serikat, namun tidak di Indonesia. Atau, akan dikenakan penalti untuk keterlambatan pembayaran. 11
Vernimmen, Pierre; Pascal Quiry; Maurizio Dallocchio; Yann Le Fur; dan Antonio Salvi. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi keempat. Sussex (UK): John Wiley and Sons, Ltd. 2014. Bab 11: Working Capital and Capital Expenditures. Halaman 182.
www.futurumcorfinan.com
Page 17
Mengingat keterbatasan hutang dagang, maka, perusahaan menoleh pada alternatif
pembiayaan lainnya, yang pada umumnya, yaitu fasilitas pinjaman, obligasi, saham biasa
dan instrumen keuangan hybrid.
Fasilitas pinjaman (borrowing atau debt) dari pihak ketiga, bisa diperoleh dari institusi
keuangan, perbankan, perusahaan pembiayaan, atau perusahaan pihak ketiga lainnya.
Fasilitas pinjaman ini umum dikenakan tingkat suku bunga pinjaman, dan bisa diikuti
dengan persyaratan dan kondisi pinjaman yang ketat, misalnya adanya jaminan, dan
negative covenant. Jangka waktu pinjaman umumnya lebih dari 1 tahun.
Pinjaman berupa penerbitan efek surat utang atau obligasi yang diperdagangkan di bursa
obligasi. Obligasi standar (straight bonds) merupakan surat utang dengan kewajiban
pembayaran beban bunga setiap periode (bisa terhutang setiap 3 bulan, 6 bulan atau 1
tahun). Dalam hal penerbitan obligasi tanpa bunga (zero coupon bond), mengingat
perusahaan emiten menerima jumlah penerbitan obligasi lebih rendah daripada face value
obligasi, maka jumlah diskon tersebut secara implisit adalah beban bunga yang dibayar di
muka oleh pihak perusahaan emiten.
Penerbitan saham biasa (common stock), baik yang kepada pemegang saham perusahaan,
atau dicatatkan dan diperdagangkan di bursa saham melalui proses IPO (initial public
offering). Untuk efek saham biasa, perusahaan penerbit atau emiten, tidak memiliki
kewajiban untuk membayar “bunga” kepada pihak investor atau pemegang saham, namun
sebagaimana dijelaskan di atas, “kompensasi” yang diminta atau diharapkan oleh pihak
pemegang saham atau investor, selalu ada. Pada umumnya, ini berupa dividen dan/atau
kenaikan nilai ekuitas atau harga saham emiten. Kalau ini tidak terjadi, maka pihak
pemegang saham atau investor akan cenderung melepas kepemilikan saham mereka di
bursa saham, atau mengganti manajemen perusahaan yang diharapkan bisa meningkatkan
kinerja perusahaan dan menghasilkan laba bersih dan kas untuk didistribusikan dalam
bentuk dividen. Fitur lainnya dari saham biasa yang diterbitkan adalah bahwa ia tidak
memiliki tanggal jatuh tempo, walaupun tetap ada kemungkinan perusahaan emiten bisa
membeli kembali (buy back) saham biasa yang sudah diterbitkan.
Penerbitan instrumen keuangan atau efek yang memiliki karakteristik pinjaman dan ekuitas
bersamaan atau “hybrid”, misalnya, convertible bond (catatan : baca tulisan penulis berjudul
www.futurumcorfinan.com
Page 18
“Obligasi Konversi” untuk mengetahui maksud dari instrumen keuangan jenis ini),
mandatorily redeemable bond, preferred stock, convertible redeemable preferred stock, dan
lainnya. Instrumen keuangan “hybrid” umumnya memiliki “bunga pinjaman” yang disepakati
antara pihak emiten dengan pihak investor. Tergantung terms and conditions dari efek
“hybrid” ini, tingkat bunga pinjaman bisa diatas atau di bawah tingkat suku bunga pinjaman
dari institusi keuangan, tergantung sifat opsi (option) yang melekat pada efek tersebut,
namun pada umumnya, tingkat suku bunga yang dikenakan atas instrumen keuangan
hybrid lebih rendah, mengingat adanya kemungkinan dikonversi ke saham biasa
perusahaan atau saham biasa perusahaan lain dalam grup perusahaan penerbit emiten.
Dana yang diperoleh dari para berbagai sumber di atas, akan digunakan untuk membiayai
modal kerja dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan, yang sebagian besar terwujud
dalam item-item aset operasional perusahaan. Aset operasional itu diharapkan akan
menghasilkan laba bersih dan arus kas, yang akan digunakan untuk membayar kewajiban
perusahaan kepada para penyedia pembiayaan bagi perusahaan. Dengan kata lain, aset
operasional tersebut akan menghasilkan tingkat imbal hasil (return), namun tingkat imbal hasil
ini tidak mudah diamati12, karena pada awal-awal investasi, sebagian besar angka-angka untuk
penjualan, biaya-biaya, laba usaha, laba bersih dan kas, bersifat angka-angka proyeksi,
artinya angka yang diharapkan akan terjadi.
Jadi kita tahu,
investasi “diharapkan” mendatangkan imbal hasil kepada perusahaan, namun pada saat
yang sama, kita tahu, imbal hasil ini tidak mudah “teramati”,
namun di lain pihak, dari setiap sumber pembiayaan yang kemudian direncanakan (dan
akan diputuskan) untuk diambil oleh pihak manajemen perusahaan, akan menjadi
komponen pembiayaan perusahaan, yang akan tercermin pada sisi kredit dari neraca
12
Senapas dengan pemahaman ini, adalah bahwa tingkat imbal hasil “yang diharapkan” dari investasi tidak mudah terobservasi. …the fundamental driver of the firm’s risks and returns is its net operating assets, and these risks and returns will remain constant regardless of how the supporting capital structure changes. Unfortunately, this issue will never be resolved because the unlevered equity is not a naturally occurring market security, so its return cannot be observed. Lundholm, Russell; dan Richard Sloan. Equity Valuation and Analysis with eVal. Edisi kedua. New York (USA): McGraw-Hill, a business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007. Bab 9: The Cost of Capital. Halaman 203.
www.futurumcorfinan.com
Page 19
perusahaan debitor, dan karena tidak ada yang gratis (there is no free lunch in this
world!),
sumber pembiayaan tersebut memiliki biaya (bagi perusahaan debitor), atau tingkat
imbal hasil (rate of return) bagi pihak perusahaan kreditor atau investor. Kita akan sebut
sebagai biaya kapital (cost of capital)13.
Pada saat bersamaan, dari sudut pandang pihak Pemasok Kapital/Modal
Biaya kapital (cost of capital) bagi pihak perusahaan, adalah tingkat imbal hasil atau
kompensasi yang diminta atau diharapkan oleh para pemasok kapital atau modal ke dalam
suatu perusahaan atau bisnis guna membiayai proyek-proyek investasi bisnis tersebut.
Mengapa biaya kapital merupakan kompensasi?
Karena kita membicarakan uang riil (dan bukan uang permainan monopoli!), maka dari sudut
pandang pemasok kapital/modal, dengan meminjamkan atau menginvestasikan dana mereka
ke dalam perusahaan atau bisnis, berarti dana tersebut tidak dapat dipakai lagi untuk digunakan
atau diinvestasikan pada alternatif peluang investasi lainnya.
Biaya kapital berarti mencerminkan “opportunity cost of funds” atau biaya kesempatan dana
bagi pihak pemasok kapital/modal.
Adalah logis apabila pihak calon pemasok kapital tidak akan bersedia dengan sukarela
menginvestasikan dana mereka dalam suatu perusahaan, tanpa :
Pertama, mengharapkan tingkat imbal hasil. Tingkat imbal hasil ini bisa berupa tingkat suku
bunga pinjaman, bagi pihak kreditur, atau tingkat imbal hasil berupa dividen dan/atau kenaikan
nilai ekuitas perusahaan, bagi pihak pemegang saham.
Kedua, tingkat imbal hasil tersebut setidak-tidaknya sama atau bahkan melebihi tingkat imbal
hasil yang dapat diperoleh oleh para pemasok kapital/modal dari alternatif investasi lainnya
dengan tingkat resiko yang dapat dibandingkan. Contoh sederhananya, apabila ada opsi
investasi A dan investasi B, dengan tingkat resiko yang sama, maka seorang calon investor,
cenderung akan memilih opsi investasi dengan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi.
13
Pada saat kita menyebut, kita menggunakan biaya kapital untuk mengevaluasi berbagai opsi peluang investasi, pada dasarnya, kita menggunakan biaya marginal atau inkremental, yaitu berapa biaya yang mesti dibayar guna memperoleh tambahan dana pembiayaan guna mendanai proyek investasi potensial. Jadi biaya kapital yang kita bicarakan adalah biaya marginal atau inkremental. Biaya marginal ini bisa sama atau tidak sama (lebih tinggi, atau lebih rendah) dari tingkat suku bunga sebelumnya yang sudah ada.
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Gambar di bawah ini mencerminkan aliran pembiayaan dan tingkat imbal hasil ke masing-
masing pemasok kapital/modal.
Apakah tingkat imbal hasil yang akan diminta oleh pihak pemasok kapital/modal akan sama
karena mereka sama-sama sebagai penyedia dana untuk perusahaan, dan bukankan uang
adalah uang, artinya bagi perusahaan, dana uang yang masuk ke rekening bank perusahaan
akan sama saja, apakah dananya berasal dari fasilitas pinjaman, atau dari penerbitan instrumen
keuangan berupa saham biasa, saham preferen, dan lain-lain? Di samping, dana yang mengalir
ke perusahaan akan digunakan untuk membiayai investasi yang sama, dan menghasilkan laba
untuk digunakan sebagai pengembalian kepada para pihak pemasok kapital/modal.
Seperti sama dengan banyak hal dalam dunia ini, semata-mata karena mereka terdengar
“sama”, bukan berarti mereka akan “sama”….
Ambil contoh pihak pemegang saham. Mereka tahu bahwa mereka adalah pihak yang paling
terakhir menerima arus kas yang dihasilkan oleh proyek investasi perusahaan. Arus kas yang
ada akan mengalir pertama-tama untuk membayar pemasok barang dan karyawan, lalu kepada
pihak kreditor (mengingat bahwa kewajiban pembayaran beban bunga dan pengembalian
pokok pinjaman bersifat kontraktual, diperjanjikan), dan terakhir (hanya kalau ada sisanya!)
kepada pihak pemegang saham, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 21
Artinya apa?
Artinya, pihak pemegang saham perusahaan adalah pihak yang menanggung semua resiko,
mencakup resiko bisnis (kalau bisnisnya gagal), resiko operasional dan manajemen (misalnya
kalau manajemen tidak mampu mengelola biaya) dan resiko keuangan (kalau arus kas
perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban cicilan bunga dan pokok pinjaman).
Dari salah satu kisah sesungguhnya, akibat krisis keuangan di Amerika Serikat pada tahun
2007/2008, pemegang saham General Motors (GM), bahkan mesti melepas kepemilikan saham
mereka kepada pihak kreditur, yang mengakibatkan kepemilikan mereka pada GM dari 100%
turun menjadi tinggal 10%!14, sebagaimana dimuat dalam laman Reuters di bawah ini.
GM bondholders meet to weigh autos plan
(Reuters) - The committee representing General Motors bondholders and
its advisers convened a conference call on Monday to discuss the next
steps for the automaker's debt restructuring, a person familiar with the
matter said.
The meeting of bondholders came hours after the U.S. officials rejected
the automaker's turnaround plan, saying it did not go far enough to
14
Diakses dari laman http://uk.reuters.com/article/2009/03/31/uk-gm-bondholders-sb-idUKTRE52T6ZZ20090331, pada tanggal 16 April 2015.
www.futurumcorfinan.com
Page 22
reduce debt and that bondholders were blocking progress on a more
sweeping restructuring.
GM has offered bondholders 8 cents on the dollar in cash, 16 cents on
the dollar in new, unsecured debt; and a 90 percent stake in the
automaker, said a second person with knowledge of the discussions who
asked not to be named because of their confidential nature.
With about $28 billion (20 billion pounds) in debt to bondholders, the GM
offer made to bondholders about a week ago would translate into $2.2
billion in cash, $4.3 billion in debt and an additional stock-based payout in
a recapitalized company that would all but wipe out current stockholders.
GM's debt weakened and its credit protection costs rose on Monday after
the government balked at offering more bailout money for now and said
bankruptcy was an option.
Bondholders said in a statement on Monday they were "very
disappointed" that the government and company have had no real
dialogue with bondholders while designing the overhaul of GM.
"Bondholders did not cause GM's problems, as the low-coupon,
investment-grade bonds they purchased were largely used by the
company to fund daily operations and, more recently, to pay for retiree
costs," the debt holders said in a statement.
GM has $1 billion in convertible debt coming due on June 1, which is
close to the 60-day deadline set by the Obama administration for GM to
resubmit its overall restructuring plan.
GM bondholders had expected to recover 30 cents to 33 cents on the
dollar in the event of a default or bankruptcy by the automaker, but those
expectations have fallen sharply, according to bond investors and credit
market participants.
The new mark may now be as low as 20 cents on the dollar, said Jamie
Cox, managing partner at financial planning firm Harris Financial Group in
Colonial Heights, Virginia.
www.futurumcorfinan.com
Page 23
GM's benchmark 8.375 percent notes due 2033 fell 2.75 cents on
Monday to 16 cents on the dollar, to yield about 52 percent, according to
MarketAxess data.
Kip Penniman, an analyst at credit research firm KDP Investment
Advisors, said a quick, pre-arranged bankruptcy could still result in
recoveries of close to 30 cents, versus zero for a traditional drawn-out
bankruptcy.
"The unknown is just how much (a prolonged bankruptcy) would destroy
the company's ultimate value," Penniman said. "A lot of people don't want
to touch these bonds because this is a political analysis now."
(Reporting by Walden Siew and Dena Aubin, Editing by Jonathan Oatis)
Karena sebagai penanggung resiko-resiko di atas, dan ada kemungkinan (yang tinggi) bahwa
pihak pemegang saham, sebagai salah satu pemasok modal kepada perusahaan, tidak akan
menerima imbal hasil (apalagi pengembalian dana investasi), maka secara common sense,
pihak pemegang saham akan mengharapkan tingkat imbal hasil yang tinggi. Ini sejalan bahwa
semakin tinggi resiko investasi, semakin tinggi tingkat imbal hasil yang diharapkan!
Lihat di bawah ini, profil resiko dan tingkat imbal hasil yang diminta oleh pihak kreditur,
pemegang saham preferen dan pemegang saham biasa (sebagai penanggung resiko terakhir):
Karena kita membicarakan biaya kapital pada tingkatan perusahaan (yang belum tentu sama
dengan biaya kapital untuk level proyek), artinya biaya kapital pada tingkat perusahaan adalah
tingkat imbal hasil yang diminta pihak investor untuk jenis investasi dengan level resiko rata-rata
dari suatu perusahaan.
www.futurumcorfinan.com
Page 24
Artinya apa?
If a firm is considering a project that is substantially different in risk than the firms current
operations.
It CANNOT use the WACC to evaluate this new project.
It must estimate WACC of other companies that are in the same line of business as the
new project.
Dalam praktik, biaya kapital perusahaan banyak diidentikkan dengan WACC, singkatan dari
Weighted Average Cost of Capital, atau biaya kapital rata-rata tertimbang dari masing-masing
komponen pemasok kapital/modal, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.
The logic behind the WACC is since all sources of funds must be repaid regardless of which
project is generating the cash flow, the WACC is used as the base discount rate for all projects
regardless of incremental funding source for the project being considered!
Karena biaya kapital adalah sesungguhnya biaya marginal/inkremental maka WACC juga
adalah WACC marginal/inkremental15 dengan komponen biaya kapital masing-masing
komponen dalam WACC yang juga merupakan biaya kapital marginal (marginal cost of capital).
Artinya, biaya kapital marginal masing-masing sumber kapital dihitung terlebih dahulu, sebelum
dihitung WACC, yang merupakan biaya kapital marginal rata-rata tertimbang.
15
Secara tidak langsung WACC walaupun namanya tidak ada embel-embel “marginal” tepatnya adalah Weighted Average Marginal Cost of Capital, atau bisa disingkat MCC (Marginal Cost of Capital), karena ia adalah biaya yang perlu dibayar oleh perusahaan (atau kompensasi) karena adanya keperluan tambahan kapital.
www.futurumcorfinan.com
Page 25
Gambaran WACC marginal adalah sebagai berikut, yang bisa berbeda untuk setiap kenaikan
kebutuhan pendanaan.
Kita lihat rumusan WACC:
www.futurumcorfinan.com
Page 26
Biaya marginal dari masing-masing sumber kapital/modal di atas dapat digunakan berbagai
metode, misalnya16:
Karena dikatakan “rata-rata tertimbang”, maka bobot dari biaya kapital masing-masing pemasok
kapital/modal perlu ditentukan, dimana “bobot” ini adalah proporsi nilai pasar masing-masing
jumlah pemasok kapital/modal17, yang digunakan oleh perusahaan dalam membiayai program
investasinya, sebagaimana dicontohkan di bawah ini18.
16
Diambil dari slide presentasi CFA Institute berjudul “Chapter 3 : Cost of Capital”. 17
Aswath Damodaran dalam menjawab pertanyaan: Should you value your business using the target or optimal (debt ratio)?
If you are valuing a business for a sale or acquisition, it does make sense to use the target debt ratio, since the acquirer can reset the debt ratio at the time of the acquisition.
If you are valuing a business as a passive investor or observer, you may be better off using the actual debt ratio, since the existing managers will continue to run the firm (and presumably keep intact their views of debt).
If you are uncertain about who will be running the business in the future (existing managers or a new owner), you can either
o Change the debt ratio gradually over time from the actual to the optimal o Do two valuations, one with the actual and one with the optimal, and take an expected
value. Diambil dari slide presentasi Aswath Damodaran berjudul “Session 8: Weights and Cost of Capital Dynamics”. 18
Contoh diambil dari slide presentasi McKinsey berjudul “Frameworks for Valuation”.
www.futurumcorfinan.com
Page 27
Sebagai suatu catatan penting terkait rumusan WACC di atas:
Pertama, bobot masing-masing komponen pemasok kapital/modal pada penilaian perusahaan
tertutup (dimana sahamnya tidak diperdagangkan di bursa saham) didasarkan pada “nilai
estimasi” setiap komponen, dan BUKAN nilai buku, BUKAN nilai pasar saat ini, dan BUKAN
estimasi dari nilai mereka di masa depan dengan struktur kapital tertentu di masa
depan19.
Kedua, WACC di atas adalah sesudah pajak (after tax), artinya biaya kapital pinjaman telah
disesuaikan menjadi lebih rendah, guna memperhitungkan interest tax shield dari beban bunga
pinjaman yang mengakibatkan turunnya beban pajak penghasilan perusahaan. Akibat biaya
kapital komponen pinjaman yang lebih rendah, akan berakibat pada WACC (sebagai tingkat
diskonto Free Cash Flow to the Firm) yang lebih rendah. Dengan demikian, estimasi Free Cash
Flow to the Firm tidak perlu lagi memperhitungkan interest tax shield, karena telah dimasukkan
dalam perhitungan biaya kapital pinjaman. Terdapat asumsi implisit bahwa dengan
memperhitungkan interest tax shield ke dalam WACC sebagai tingkat diskonto, maka
diasumsikan bahwa laba usaha perusahaan akan cukup untuk menutupi beban bunga pinjaman
dan seluruh keuntungan berupa penurunan beban pajak penghasilan akan dapat terealisasi
pada tahun yang sama timbulnya beban bunga pinjaman tersebut.
Sebagai alternatif, WACC dapat juga disajikan sebelum pajak (pre-tax), dimana biaya kapital
pinjaman tidak perlu dikali (1-tarif pajak penghasilan badan marginal), atau biaya kapital
pinjaman efektif menjadi lebih rendah sesudah pajak. Dalam hal ini, arus kas berupa penurunan
19
Lundholm, Russell; dan Richard Sloan. Equity Valuation and Analysis with eVal. Edisi kedua. New York (USA): McGraw-Hill, a business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007. Bab 9: The Cost of Capital. Halaman 202.
www.futurumcorfinan.com
Page 28
pajak penghasilan badan akibat munculnya beban bunga pinjaman sebagai pengurang
penghasilan kena pajak, dapat ditambahkan langsung ke Free Cash Flow to the Firm.
Atau dapat diungkapkan sebagai berikut20:
Apabila WACC sesudah pajak, maka:
FCF = Debt + Equity – TS
Dimana:
FCF = Free Cash Flow to the Firm
Debt = Cash Flow from/to the Debtholder
Equity = Cash Flow from/to the Equity holder
TS = Cash flow from Interest Tax Shield
Apabila WACC sebelum pajak, maka:
FCF + TS21 = Debt + Equity
Pertanyaan berikutnya:
Apa yang dimaksud “Debt” di atas? Komponen mana saja dari sisi kredit neraca yang terhitung
sebagai “Debt” dalam rumusan WACC?
Setelah kita tahu dan menghitung biaya kapital individual untuk setiap sumber pendanaan yang
digunakan oleh perusahaan, maka kita perlu menggabungkan semua biaya kapital tersebut
menjadi satu biaya kapital, yaitu satu WACC, dan untuk menghitung WACC, kita memerlukan:
Biaya kapital dari masing-masing sumber kapital/modal; dan
Bauran struktur kapital (capital structure mix), dimana struktur kapital merujuk pada
proporsi dari setiap sumber pendanaan yang digunakan oleh perusahaan atau bauran
sumber pendanaan jangka pendek dan jangka panjang. Bauran struktur kapital
20
Tham, Joseph; dan Ignacio Velez-Pareja. Principles of Cash Flow Valuation: An Integrated Market-based Approach. London (UK): Elsevier, Inc. 2004. Bab 1: The Basic Concepts in Market-based Cash Flow Valuation. Halaman 22. Lundholm, Russell; dan Richard Sloan. Equity Valuation and Analysis with eVal. Edisi kedua. New York (USA): McGraw-Hill, a business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007. Bab 10: Valuation. 21
FCF + TS = Capital Cash Flow (CCF). CCF adalah yang dibahas oleh R.S. Ruback dalam paper-nya berjudul : Capital Cash Flows: A Simple Approach to Valuing Risky Cash Flows. Financial Management, Vol. 31, No. 2, Summer 2002.
www.futurumcorfinan.com
Page 29
menunjukkan angka %, atau relatif nilai pasar masing-masing komponen kapital/modal
terhadap total keseluruhan
Walaupun struktur kapital bisa menjadi rumit, karena kehadiran instrumen keuangan hybrid,
namun, kita coba sederhanakan menjadi 2 (dua) saja, yang banyak digunakan oleh
perusahaan-perusahaan, yaitu sumber pendanaan berupa pinjaman (debt/borrowing) dan
penerbitan saham biasa atau modal saham.
Untuk menjawab “Debt” apa saja yang muncul atau digunakan dalam perhitungan WACC, maka
perlu kita bedakan dulu istilah “struktur keuangan” (financial structure) dengan “struktur kapital”
(capital structure).
Semua sumber pendanaan operasional dan investasi perusahaan, yang pada umumnya dicatat
dan disajikan pada sisi kanan dari neraca perusahaan, adalah disebut sebagai “struktur
keuangan”, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini22.
Dari neraca di atas, dari sisi kiri, berupa seluruh aset perusahaan, sebesar US$ 300 (mencakup
aset lancar dan aset tetap), kita bisa melihat bahwa aset tersebut didanai oleh sisi kanan
neraca, mencakup:
22
Keown, Arthur J.; John D. Martin dan J. William Petty. Foundations of Finance: The Logic and Practice of Financial Management. Edisi kedelapan. New Jersey (USA): Pearson Education, Inc. 2014. Bab 12: Determining the Financing Mix. Halaman 394.
www.futurumcorfinan.com
Page 30
hutang lancar US$80 (termasuk sebagian porsi hutang jangka panjang yang akan jatuh
tempo dalam 1 tahun, sebesar US$ 5).
Hutang jangka panjang US$ 70 (ini tidak termasuk porsi hutang jangka panjang yang
akan jatuh tempo dalam 1 tahun sebesar US$ 5).
Ekuitas berupa modal saham preferen US$ 50.
Ekuitas berupa modal saham biasa dan saldo laba US$ 100.
Seluruh sisi kredit dari neraca merupakan struktur keuangan.
Dari seluruh item yang termasuk struktur keuangan, pada dasarnya, kita bisa membagi mereka
ke dalam “hutang” dan “ekuitas”
Hutang sendiri dibagi ke dalam
Hutang operasional, yaitu hutang dagang dan akrual. Hutang operasional timbul secara
alami dari kegiatan operasional perusahaan. Pendanaan berupa kredit dari pihak
pemasok barang dagangan atau non-barang dagangan, misalnya 2 minggu sampai
dengan 90 hari, masuk dalam kategori hutang dagang, atau masuk dalam kategori
modal kerja (working capital) perusahaan. Walaupun pihak pemasok bisa saja telah
memasukkan beban bunga ke dalam harga jual barang dagangan dan non-barang
dagangan kepada pihak perusahaan pembeli, namun secara eksplisit, perusahaan
pembeli tidak mencatat adanya beban bunga atas hutang dagang. Hutang dagang ini
bersifat jangka pendek.
Hutang pinjaman, baik pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang.
Sebagian besar hutang pinjaman akan mencantumkan secara eksplisit, tingkat suku
bunga pinjaman, yang akan dicatat oleh pihak perusahaan debitor ke dalam laporan
laba rugi-nya.
Dari gambaran sisi kredit neraca perusahaan di atas, tampak bahwa ada item-tem yang
dikategorikan sebagai struktur kapital (capital structure), yang bisa kita lihat di atas, item-item
tersebut adalah bagian dari struktur keuangan perusahaan, namun pihak manajemen
perusahaan memiliki diskresioneri (kebijakan) untuk mengambil keputusan terkait digunakan
salah satu atau kombinasi dari sumber pendanaan tersebut, misalnya manajemen perusahaan
dapat memutuskan apakah pembiayaan aset perusahaan akan menggunakan fasilitas
pinjaman, atau penerbitan modal saham atau saldo laba, atau kombinasi dari keduanya.
Manajemen perusahaan ada keleluasaan dalam memutuskan hal ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 31
Kita bisa menggambarkan hubungan antara struktur keuangan dengan struktur kapital
perusahaan sebagai berikut:
Dari gambaran di atas, dapat terlihat bahwa struktur keuangan perusahaan dapat dibedakan
antara:
Hutang tanpa bunga secara eksplisit, yaitu hutang dagang dan akrual, DAN
Struktur kapital, yang terdiri dari pinjaman dengan bunga eksplisit (baik jangka pendek
maupun jangka panjang) dan modal saham (baik preferen maupun saham biasa,
termasuk saldo laba).
Secara cepat, kita bisa melihat bahwa apa yang dimaksud sebagai struktur kapital perusahaan,
adalah bauran dari pinjaman jangka pendek dan jangka panjang, serta ekuitas, dimana
seluruhnya menuntut adanya tingkat imbal hasil, baik secara eksplisit (seperti tingkat suku
bunga pinjaman) atau implisit (berupa dividen dan/atau kenaikan harga saham).
Hal ini membawa kita bahwa yang dimaksud “Debt” dalam WACC, yaitu pinjaman dengan
bunga eksplisit, dimana bunga tersebut disajikan sebagai beban bunga dalam laporan laba
rugi. Atau sebagai alternatif, kita mencari kapital “permanen” dalam perusahaan, dimana ini
pada umumnya adalah fasilitas pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang, obligasi dan
ekuitas. Sisi kredit dari neraca perusahaan, perlu kita keluarkan unsur-unsur yang merupakan
www.futurumcorfinan.com
Page 32
modal kerja (working capital) dan bukan kapital permanen, sebagaimana ditunjukkan dibawah
ini23.
Namun hal di atas tidak sesederhana yang kita bayangkan, karena adanya pinjaman off-
balance sheet misalnya operating lease.
Ketz memberikan argumen terkait bahwa operating lease adalah pinjaman, sebagai berikut24:
Operating leases essentially are rentals. The argument continues that accounting for these
operating leases involves a simple recognition of rental expense and the payment of the cash or
recognition of a payable. While this method appears acceptable when one rents something for a
short period of time, such as a day, a week, or even a month, it stretches credulity to make this
argument when the rental period extends for a substantial time.
Actually, we do not have to presume that the leasing activity is de facto a purchase of the
leased item. Instead, we could invoke a property rights argument. The essence of this approach
is to observe that a lease gives the lessee a right to employ the property any way desired,
constrained only by the contract made with the lessor. The lessee obtains an intangible asset
that gives it the right to use certain property for a specified period of time, and this asset should
appear on the balance sheet. Likewise the lessee makes a firm commitment to pay for this
lease, and this obligation should be recorded on its books. Leases involve transactions
that obtain property rights in exchange for a commitment to pay cash for a specified
period of time.
23
Slide presentasi : MBA1 Finance berjudul “Valuation Measurement and Value Creation”. Richard Ivey School of Business. The Univesity of Western Ontario. 24
Ketz, J. Edward. Hidden Financial Risk: Understanding Off-Balance Sheet Accounting. New Jersey (USA): John Wiley & Sons, Inc. 2003. Bab 4: How to Hide Debt with Lease Accounting. Halaman 73-74.
www.futurumcorfinan.com
Page 33
Unfortunately, too many leases are still off the balance sheet.
Jadi Ketz menggunakan argumen terjadinya pertukaran hak menggunakan (right of employ)
yang diperoleh pihak lessee, dengan adanya komitmen untuk membayar hak menggunakan
tersebut25.
Jadi apabila perusahaan memiliki kontrak operating lease, maka pihak analis perlu melakukan
penyesuaian atas komponen “Debt”26. Dalam pembahasan ini diasumsikan perusahaan tidak
memiliki kontrak operating lease.
Berk dan DeMarzo mengungkapkan hal yang menarik terkait komponen “Debt” dalam WACC,
sebagai berikut27:
Firms often have many types of debt as well as other liabilities, such as leases.
Practitioners use different guidelines to determine which to include as debt when
computing the WACC. Some use only long-term debt. Others use both long-term
and short-term debt, plus lease obligations. Students are often confused by these
different approaches and are left wondering: Which liabilities should be
included as debt?
In fact, any choice will work if done correctly. We can view the WACC and FTE
(catatan, maksudnya, Flow-To-Equity) methods as special cases of a more
general approach in which we value the after-tax cash flows from a set of the
firm’s assets and liabilities by discounting them at the after-tax weighted
average cost of capital of the firm’s remaining assets and liabilities. In the
WACC method, the FCF does not include the interest and principal payments on
debt, so debt is included in the calculation of the weighted average cost of
capital. In the FTE method, the FCFE (catatan, maksudnya, Free Cash Flow to
Equity) incorporates the after-tax cash flows to and from debt holders, so debt is
25
Model right to employ, atau right of use, juga saat ini dituangkan dalam Exposure Draft “Leases” yang diterbitkan oleh IFRS Foundation pada bulan Mei 2013. Apabila draf ini disetujui, maka akan banyak operating leases yang dikapitalisasi dan dimunculkan sebagai sisi pinjaman perusahaan. 26
Pembaca bisa membaca pendekatan yang digunakan untuk melakukan penyesuaian kapitalisasi operating leases ke dalam neraca perusahaan:
Damodaran, Aswath. Dealing with Operating Leases in Valuation Berman, Mindy. Capitalization of Operating Leases by Credit Rating Agencies: Different Agencies
Use Different Methods. Dimuat dalam bagian “Financial Watch”, majalah ELT. Februari 2007. 27
Berk, Jonathan; dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ketiga. MA (USA): Pearson Education, Inc. 2014. Bab 18: Capital Budgeting and Valuation with Leverage. What Counts as Debt? Halaman 639.
www.futurumcorfinan.com
Page 34
excluded from the weighted average cost of capital (which is simply the equity
cost of capital).
Other combinations are also possible. For example, long-term debt can be
included in the weighted average cost of capital, and short-term debt can
be included as part of the cash flows. Similarly, other assets (such as cash)
or liabilities (such as leases) can be included either in the weighted
average cost of capital or as part of the cash flow. All such methods, if
applied consistently, will lead to an equivalent valuation. Typically, the most
convenient choice is the one for which the assumption of a constant debt-to-
value ratio is a reasonable approximation.
Dari apa yang diuraikan oleh Berk dan DeMarzo, dapat disarikan bahwa:
Pada prinsipnya, dalam penggunaan metode DCF untuk menilai suatu perusahaan, aset dan
liabilities yang menimbulkan proyeksi arus kas di masa depan, sebagai pembilang, didiskonto
dengan WACC, yang terdiri dari biaya kapital dari masing-masing komponen aset dan liabilities
(serta ekuitas) yang tidak termasuk dalam aset dan liabilities yang tercakup dalam pembilang di
atas. Ini untuk mencegah terjadinya double-counting.
i. Sebagai contoh, apabila komponen aset dan liabilities yang digunakan untuk
menghasilkan proyeksi arus kas tidak mencakup pinjaman jangka pendek dan pinjaman
jangka panjang, maka pembayaran beban bunga dan pokok pinjaman jangka pendek
dan pinjaman jangka panjang, tidak tercakup dalam proyeksi arus kas sebagai
pembilang. Pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang ini WAJIB muncul
dalam biaya kapitalnya dalam perhitungan WACC.
ii. Atau, contoh lainnya, apabila komponen aset dan liabilities yang digunakan untuk
menghasilkan proyeksi arus kas mencakup pinjaman jangka pendek, dan tidak
mencakup pinjaman jangka panjang, maka pembayaran beban bunga dan pokok
pinjaman jangka pendek akan diperhitungkan dalam penentuan arus kas sebagai
pembilang. Pinjaman jangka panjang, karena tidak termasuk arus kasnya dalam faktor
pembilang, maka akan diperhitungkan biaya kapitalnya dalam perhitungan WACC.
Apabila diterapkan secara konsisten, baik contoh i) dan ii) di atas akan memberikan hasil
valuasi yang sama.
www.futurumcorfinan.com
Page 35
Menurut penulis, walaupun kedua contoh di atas dapat dipakai secara teori, namun kalau
kembali kepada pemahaman awal istilah “Free Cash Flow to the Firm” sebagai pembilang
dalam penerapan metode DCF, maka contoh i) adalah lebih tepat, mengingat bahwa:
Pertama, bagaimanapun fokus dari FCFF adalah pada arus kas yang dihasilkan oleh
kegiatan usaha perusahaan, tanpa tercampur dengan keputusan pembiayaan (misalnya
dalam contoh ii) di atas, arus kas untuk/dari pinjaman jangka pendek dimasukkan dalam
FCFF).
Kedua, prinsip the bottom line in finance: In any discounting of cash flows ALWAYS
USE A DISCOUNT RATE (r, in the denominator) THAT REFLECTS THE RISK OF THE
CASH FLOWS (in the numerator). Kalau pembilangnya tercampur unsur arus kas dari
keputusan pembiayaan (financing) dengan keputusan operasional (operations), maka
tidak mudah menentukan satu WACC sebagai tingkat diskonto.
Penggunaan awal dari istilah “Free Cash Flow” datang dari artikel yang ditulis oleh Joel Stern
berjudul “Earnings Per Share Don’t Count” yang terbit di Financial Analyst Journal tahun 1974,
dimana definisinya adalah:
Free cash flow as “net operating profit after taxes (or NOPAT) minus the amount of new capital
invested.”
Bandingkan dengan Jensen28:
Free cash flow is cash flow in excess of that required to fund all projects that have positive net
present values when discounted at the relevant cost of capital.
Namun definisi saja kadang malah membingungkan karena yang penting, adalah bagaimana
mengukur atau menghitung “Free Cash Flow” ini dalam prakteknya mengingat begitu
kompleksnya dunia bisnis dengan segala ketentuan akuntansi dan aspek keuangan.
Dalam praktiknya, Free Cash Flow diberi rumusan operasional sebagai berikut29:
28
Jensen, Michael C. Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers. American Economic Review, May 1986, Vol. 76, No. 2, halaman 323-329. 29
Berk, Jonathan; dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ketiga. MA (USA): Pearson Education, Inc. 2014. Bab 8 : Fundamentals of Capital Budgeting. Halaman 243. Pembaca yang tertarik free cash flow to equity holders, dapat membaca tulisan: Estridge, Juliet; dan Barbara Lougee. Measuring Free Cash Flows for Equity Valuation: Pitfalls and Possible Solutions. Journal of Applied Corporate Finance, Volume 19 Number 2. A Morgan Stanley Publication Spring 2007. Halaman 60-71.
www.futurumcorfinan.com
Page 36
Makna dari Free Cash Flow menjadi:
Cash flow available to the company’s suppliers of capital after all direct operating costs
(Cost of Goods Sold, Selling, General and Administration Expenses, etc.) and necessary
investments in working capital and fixed capital.
This is the cash flow generated by a company’s operations and available to all who have
provided capital to the firm – both equity and debt.
Free cash flow recognizes that some investing and financing activities are critical to the
ongoing success of the firm over an above net income and depreciation. Free cash flow
takes these additional costs into account.
Free cash flow is the cash generated in a period, for which the firm has no other
profitable investment opportunities.
Cash that could be paid out to equity or debt holders.
You can think of free cash flows as almost like ‘excess’ cash generated by the business!
Penulis ingin menekankan bahwa Free Cash Flow to the Firm mesti sustainable, artinya arus
kas proyeksi yang dihasilkan dapat berkesinambungan, yang diperoleh dari penggunaan aset
dan liabilities perusahaan yang bersifat operasional.
www.futurumcorfinan.com
Page 37
Kesimpulan
Dalam pendekatan WACC, maka Free Cash Flow to the Firm tidak termasuk pembayaran
bunga dan pokok pinjaman dengan bunga ekplisit (plus off-balance-sheet financing). Untuk itu,
komponen pinjaman tersebut perlu masuk ke dalam WACC. Walaupun untuk komponen
pinjaman dengan bunga eksplisit, arus kas dan biaya kapitalnya hanya bisa masuk ke salah
satu, akan ke pembilang (numerator) atau penyebut (denominator), karena pendekatan yang
manapun akan memberikan hasil valuasi yang sama, namun pendekatan yang lebih tepat
adalah perhitungan Free Cash Flow to the Firm, tidak tercampur antara arus kas akibat
keputusan operasional dengan keputusan pembiayaan. Dengan demikian, pinjaman dengan
bunga eksplisit (dimana beban bunga dapat disajikan dalam laporan laba rugi, kecuali untuk off-
balance-sheet financing yang memerlukan penyesuaian tersendiri mengingat adanya unsur
bunga implisit), perlu masuk ke WACC seluruhnya, baik pinjaman jangka pendek maupun
pinjaman jangka panjang.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 38
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been
compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from
the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not
intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors
for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved