1
TINJAUAN MARSHALL PROPERTIES, KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS, DAN PERMEABILITAS
CAMPURAN DINGIN ASPAL BETON DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER
Observation of Marshall Properties, Indirect Tensile Strength, Unconfined
Compressive Strength, and Permeability Cold Mix of Asphalt Concrete with Rapid Curing Cutback Asphalt as Binder
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Oleh :
NUGROHO RAHARJO NIM. I 0105013
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
2
LEMBAR PERSETUJUAN
TINJAUAN MARSHALL PROPERTIES, KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS, DAN PERMEABILITAS
CAMPURAN DINGIN ASPAL BETON DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER
Oleh :
NUGROHO RAHARJO NIM. I 0105013
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Ir. Djoko Sarwono, MT NIP. 19600415 199201 1 001
Dosen Pembimbing II
Ir. Agus Sumarsono, MT NIP. 19570814 198601 1 001
3
TINJAUAN MARSHALL PROPERTIES, KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS, DAN PERMEABILITAS
CAMPURAN DINGIN ASPAL BETON DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER
SKRIPSI
Disusun oleh:
NUGROHO RAHARJO NIM. I 0105013
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas sebelas Maret pada Hari Kamis, Tanggal 07 Januari 2010. 1. Ir. Djoko Sarwono, MT
NIP. 19600415 199201 1 001 ……………………………
2. Ir. Agus Sumarsono, MT NIP. 19570814 198601 1 001 ……………………………
3. Ir. Djumari, MT NIP. 19571020 198702 1 001 ……………………………
4. Ir. Ary Setyawan S., MSc, PhD. NIP. 19661204 199512 1 001 1967041 ……………………………3 199702 1 001 19670413 199702 1 001
Mengetahui, Disahkan a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik sipil Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS
Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 19561112 198403 2 007 NIP. 19590823 198601 1 001
4
Menghendaki sesuatu hanya karena tidak ada jalan lain, adalah tindakan seorang hamba; menghendaki sesuatu hanya karena tiada kesulitan, adalah cara bertindak seperti hewani;
menghadapi sesuatu biarpun ada kesulitan, adalah cara bertindak manusia yang berakal budi; sedangkan menghendaki sesuatu walaupun ada kesulitan di dalamnya karena berpegang
teguh pada suatu cita-cita yang luhur, itulah cara bertindak seorang pahlawan. (Narciso Irala)
Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah, tetapi sesumbar apa
yang akan dilakukannya bila menang. Sedangkan, pemenang tidak berbicara apa yang akan dilakukannya bila ia menang, tetapi tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah.
(Eric Berne)
Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain, tanpa kita kehilangan semangat. (Abraham Lincoln)
Temukan kunci menuju imajinasi terhebatmu, dan merealisasikannya
ke dalam kehidupan yang penuh arti (Penulis)
KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI INI KEPADA :
1. Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku yang
selalu mendukung dan mendoakanku, terima kasih
atas kasih sayang & semangat untukku.
2. Zahrina Mardhiyah yang menjadi tujuan pengisi
siklus hidupku.
3. Teman-teman seperjuangan dan keluarga besar
Teknik Sipil UNS Angkatan 2005.
5
ABSTRAK
Nugroho Raharjo, 2010. TINJAUAN MARSHALL PROPERTIES, KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS, DAN PERMEABILITAS CAMPURAN DINGIN ASPAL BETON DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di Indonesia, perkerasan jalan pada umumnya menggunakan komposisi Asphalt Concrete (AC) dengan campuran panas. AC lebih banyak digunakan karena bergradasi menerus sehingga memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapis kedap air yang dapat melindungi kontruksi di bawahnya. Penggunaan AC terutama di daerah dengan cuaca dingin yang jauh dari Asphalt Mixing Plant memerlukan alternatif lain yaitu campuran dingin AC dengan cutback asphalt sebagai binder. Cutback asphalt adalah aspal keras yang dicairkan menggunakan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti bensin (rapid curing), solar (medium curing), atau minyak tanah (slow curing). Campuran jenis ini hanya menggunakan suhu ruang baik dalam proses pencampuran maupun pemadatan. Untuk mengetahui karakteristik campuran tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian awal pada skala laboratorium. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai Marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-70 sebagai binder. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental di laboratorium dengan benda uji yang terbuat dari komposisi AC dengan gradasi rencana campuran spec VI SNI 03-1737-1989 dan cutback asphalt RC-70 dari tipe aspal pen. 60/70 sebagai binder. Kadar aspal cair yang digunakan adalah 10%; 10,5%; 11%; 11,5%; dan 12%. Pengujian awal dilakukan dengan menggunakan alat uji Marshall untuk mendapatkan kadar aspal optimum (KAO). Selanjutnya dibuat benda uji dengan kondisi KAO untuk pengujian kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas. Hasil analisis dari campuran dingin AC dengan cutback asphalt RC-70 sebagai binder menunjukkan KAO residu yang diperoleh sebesar 7,08%. KAO residu tersebut menghasilkan nilai densitas sebesar 2,316 gram/cm3, nilai porositas sebesar 4,966%, nilai stabilitas sebesar 337,718 Kg, nilai flow sebesar 3,640 mm, nilai Marshall Quotient sebesar 95,275 Kg/mm, nilai kuat tarik tidak langsung sebesar 57,890 KPa, nilai kuat tekan bebas sebesar 1331,665 KPa, dan nilai koefisien permeabilitas sebesar 2,91x10-
4cm/dt. Campuran dingin AC seperti ini tidak bisa diaplikasikan untuk pembuatan lapis perkerasan jalan baru khususnya lapis permukaan atau wearing surface, tetapi bisa digunakan untuk lapis base course atau sub base course.
Kata kunci : Asphalt Concrete, campuran dingin, cutback asphalt, ITS, UCS,
permeabilitas
6
ABSTRACT
Nugroho Raharjo, 2010. OBSERVATION OF MARSHALL PROPERTIES, INDIRECT TENSILE STRENGTH, UNCONFINED COMPRESSIVE STRENGTH, AND PERMEABILITY COLD MIX OF ASPHALT CONCRETE WITH RAPID CURING CUTBACK ASPHALT AS BINDER. Thesis. Civil Engineering of Engineering Faculty, Sebelas Maret University. In Indonesia, generally uses Hot Mix of Asphalt Concrete (AC). AC is used frequently because it has got continuous gradation so it will have high mechanical strength. Consequently, it can give measured capacity and function as impermeable pavement which can protect the construction beneath. Using AC especially in cold area and far from Asphalt Mixing Plant, needs other alternative, that is Cold Mix of AC with cutback asphalt as binder. Cutback asphalt is solid asphalt molten by substance liquefier from crude oil distillate such as gasoline (rapid curing), diesel fuel (medium curing), or kerosene (slow curing). This cold mix only uses normal temperature in mixing process as well as compacting. To be sure about its characteristic, it is necessary to do an early research in laboratory scale. The research aims at finding out values of Marshall Properties, Indirect Tensile Strenght, Unconfined Compressive Strenght, and Permeability Cold Mix of AC if used cutback asphalt RC-70 as binder. The research uses experimental method in laboratory with test-objects made of AC composition by spec VI SNI 03-1737-1989 gradation and cutback asphalt RC-70 from asphalt pen. 60/70 type as binder. The contents of binder used are 10%; 10,5%; 11%; 11,5%; and 12%. The beginning testing by using Marshall test tools was done to get optimum binder content (OBC). Then, making test-objects in OBC for Indirect Tensile Strenght Test, Unconfined Compressive Strenght Test, and Permeability test. Analysis result from Cold Mix of AC with cutback asphalt RC-70 as binder showed the residue OBC 7,08%. The residue OBC obtained the following results: 2.316 gram/cm3 for density, 4.966% for porosity, 337.718 Kg for stability, 3.640 mm for flow, 95.275 Kg/mm for Marshall Quotient, 57.890 KPa for Indirect Tensile Strenght, 1331.665 KPa for Unconfined Compressive Strenght, and 2,91x10-4cm/dt for permeability. This Cold Mix of AC can not be applied for making pavement of new road especially layer of wearing surface, but it can be used for layer of base course or sub base course.
Key words : Asphalt Concrete, Cold Mix, cutback asphalt, ITS, UCS,
permeability
7
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
“Tinjauan Marshall Properties, Kuat Tarik Tidak Langsung, Kuat Tekan
Bebas, dan Permeabilitas Campuran Dingin Aspal Beton Dengan Rapid
Curing Cutback Asphalt Sebagai Binder” guna memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Teknik dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Meskipun jauh dari kesempurnaan penulis berharap semoga skripsi ini dapat
menambah wawasan dan mengembangkan pengetahuan dalam bidang konstruksi
perkerasan khususnya campuran dingin aspal beton terutama pengembangan
penelitian selanjutnya di Jurusan Teknik Sipil UNS.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, Penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat selama penyelesaian skripsi.
2. Ir. Djoko Sarwono, MT, selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Laboratorium
Jalan Raya Fakultas Teknik UNS.
3. Ir. Agus Sumarsono, MT, selaku Dosen Pembimbing II
4. Ir. Siti Qomariyah, MSc, selaku Dosen Pembimbing Akademis.
5. Staf Laboran Jalan Raya Fakultas Teknik UNS.
6. Segenap pimpinan Fakultas Teknik UNS.
7. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS.
8. Bapak, Ibu, serta saudara-saudaraku tercinta, atas segala doa, kasih sayang
dan dukungannya selama ini.
9. Wardoyo, Istiqomah atas kerjasamanya dalam penelitian ini.
10. Teman-teman sipil ’05 yang selalu kompak dan pantang menyerah.
11. Semua pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini.
8
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..........................................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3. Batasan Masalah ........................................................................................4
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................................5
1.5. Manfaat Penelitian .....................................................................................5
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka........................................................................................6
2.2. Dasar Teori.. ..............................................................................................9
2.2.1. Susunan Perkerasan Jalan ..........................................................................9
2.2.2. Bahan Penyusun Lapis Perkerasan ..........................................................12
2.2.2.1. Agregat.....................................................................................................12
2.2.2.2. Filler (Bahan Pengisi)..............................................................................16
2.2.2.3. Binder (Bahan Pengikat)................... .......................................................16
2.2.3. Spesifikasi Bahan dan Campuran............................. ...............................20
2.2.3.1. Spesifikasi Agregat ..................................................................................20
2.2.3.2. Spesifikasi Gradasi............. .....................................................................21
2.2.3.3. Spesifikasi Filler......................................................................................21
2.2.3.4. Spesifikasi Aspal......................................................................................22
2.2.3.5. Spesifikasi Campuran.......................... ....................................................22
2.2.4. Asphalt Concrete (AC)............................................................................23
10
Halaman
2.2.5. Perencanaan Campuran............................................................................24
2.2.5.1. Campuran Dingin (Cold Mix).......................... ........................................24
2.2.5.2. Campuran Panas (Hot Mix)......................................................................24
2.2.6. Karakteristik Campuran.......................... .................................................24
2.2.7. Pengujian Campuran................................................................................29
2.2.7.1. Marshall Test........................... ................................................................29
2.2.7.2. Kuat Tarik Tidak Langsung............................ .........................................29
2.2.7.3. Kuat Tekan Bebas............................ ........................................................31
2.2.7.4. Permeabilitas............................................................................................31
2.3. Kerangka Pemikiran................................ ................................................34
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ....................................................................................36
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................36
3.3. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................36
3.3.1. Data Primer.................................. ............................................................36
3.3.2. Data Sekunder..........................................................................................37
3.4. Peralatan dan Bahan Penelitian................................................................37
3.4.1. Peralatan Penelitian..................................................................................37
3.4.2. Bahan Penelitian. .....................................................................................38
3.5. Pemeriksaan Bahan..................................................................................39
3.5.1. Pemeriksaan Agregat. ..............................................................................39
3.5.2. Pemeriksaan Aspal...................................................................................39
3.6. Pembuatan Benda Uji......... .....................................................................44
3.7. Pengujian.................................. ...............................................................48
3.7.1. Volumetric Test.................................. ......................................................48
3.7.2. Uji Marshall (Marshall Test).................................. .................................49
3.7.3. Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (ITST)...................................................49
3.7.4. Uji Kuat Tekan Bebas (UCST).................................. ..............................49
3.7.5. Uji Permeabilitas......................................................................................50
3.8. Analisis Data............................................................................................53
3.9. Diagram Alir Tahapan Penelitian ............................................................54
11
Halaman
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pemeriksaan Bahan Penelitian….. .................................................55
4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat......................................................................55
4.1.2. Hasil Pemeriksaan Filler .........................................................................56
4.1.3. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Aspal ...................................................56
4.2. Hasil Perencanaan Campuran ..................................................................57
4.3. Analisis Hasil Penelitian..........................................................................61
4.3.1. Hasil Pengujian Volumetrik.....................................................................61
4.3.2. Hasil Pengujian Marshall ........................................................................63
4.3.3. Penentuan Kadar Aspal Optimum ...........................................................67
4.3.4. Karakteristik Campuran Saat Kadar Aspal Optimum..............................68
4.3.5. Hasil pengujian Indirect Tensile Strength (ITST) ...................................69
4.3.5.1. Hasil Perhitungan Regangan....................................................................71
4.3.5.2. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas ....................................................72
4.3.6. Hasil Pengujian Unconfined Compressive Strength (UCST) ..................72
4.3.7. Hasil Pengujian Permeabilitas .................................................................74
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................76
4.4.1. Perbandingan Hasil Perhitungan Volumetrik Berdasarkan Kadar Aspal
Optimum..................................................................................................76
4.4.1.1. Perbandingan Nilai Kepadatan (Density) ................................................76
4.4.1.2. Perbandingan Nilai Porositas...................................................................77
4.4.2. Perbandingan Hasil Marshall Properties Berdasarkan Kadar Aspal
Optimum.......................................................... ........................................78
4.4.2.1. Perbandingan Nilai Stabilitas...................................................................78
4.4.2.2. Perbandingan Nilai Flow................................................................. ........79
4.4.2.3. Perbandingan Nilai Marshall Qoutient....................................................81
4.4.3. Perbandingan Hasil ITST Berdasarkan Kadar Aspal Optimum..............82
4.4.3.1. Perbandingan Nilai Regangan.......................................... .......................83
4.4.3.2. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas..................................... .............83
4.4.4. Perbandingan Hasil UCST Berdasarkan Kadar Aspal Optimum.............84
12
Halaman
4.4.5. Perbandingan Hasil Permeabilitas Berdasarkan Kadar Aspal
Optimum..................................................................................................85
4.4.6. Perbedaan Hasil Penelitian Campuran Dingin AC dan Campuran Panas
AC ...........................................................................................................87
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan..............................................................................................88
5.2. Saran.........................................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................90
LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara lama ......18
Tabel 2.2. Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara baru .......19
Tabel 2.3. Spesifikasi pemeriksaan agregat kasar .............................................20
Tabel 2.4. Spesifikasi pemeriksaan agregat halus.............................................20
Tabel 2.5. Spesifikasi gradasi campuran AC Spec VI.....................................21
Tabel 2.6. Spesifikasi pemeriksaan filler ..........................................................21
Tabel 2.7. Spesifikasi pemeriksaan aspal keras pen-60/70 ...............................22
Tabel 2.8. Ketentuan sifat-sifat campuran laston ..............................................22
Tabel 2.9. Persyaratan tes Marshall Bina Marga ..............................................23
Tabel 2.10. Klasifikasi campuran aspal berdasarkan angka permeabilitas .........33
Tabel 3.1. Jumlah benda uji untuk menentukan kadar aspal cair optimum ......44
Tabel 3.2. Jumlah benda uji untuk UCST, ITST, dan Permeabilitas dengan
kadar aspal cair optimum..................................................................44
Tabel 3.3. Gradasi rencana campuran AC spec VI SNI 03-1737-1989............45
Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan agregat ...............................................................55
Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan karakteristik aspal pen-60/70.............................57
Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan viskositas cutback asphalt RC-70......................57
Tabel 4.4. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 10%...............59
Tabel 4.5. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 10.5%............59
Tabel 4.6. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 11%...............60
Tabel 4.7. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 11.5%............60
Tabel 4.8. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 12%...............61
Tabel 4.9. Hasil perhitungan volumetrik campuran dingin AC spec VI...........63
Tabel 4.10. Hasil pengujian Marshall campuran dingin AC spec VI .................64
Tabel 4.11. Rekapitulasi perhitungan volumetrik dan Marshall.........................65
Tabel 4.12. Nilai karakteristik Marshall untuk benda uji dengan kadar aspal
optimum ...........................................................................................69
Tabel 4.13. Hasil perhitungan ITST campuran dingin AC spec VI ....................70
Tabel 4.14. Hasil perhitungan regangan campuran dingin AC spec VI..............71
14
Halaman
Tabel 4.15. Hasil perhitungan modulus elastisitas campuran dingin AC
spec VI..............................................................................................72
Tabel 4.16. Hasil perhitungan UCST campuran dingin AC spec VI ..................73
Tabel 4.17. Hasil perhitungan permeabilitas campuran dingin AC spec VI.......75
Tabel 4.18. Perbedaan hasil penelitian campuran dingin AC dan campuran
panas AC ..........................................................................................87
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Distribusi beban roda pada struktur perkerasan ..............................9
Gambar 2.2. Diagram kerangka pikir penelitian................................................35
Gambar 3.1. Grafik spesifikasi gradasi AC spec VI SNI 03-1737-1989 ..........45
Gambar 3.2. Detail alat uji permeabilitas tipe AF-16 ........................................52
Gambar 3.3. Diagram alir tahap penelitian ........................................................54
Gambar 4.1. Agregat Kasar dan Halus ..............................................................56
Gambar 4.2. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah
pengujian Marshall .......................................................................65
Gambar 4.3a. Grafik hubungan density bulk dengan kadar aspal cair.................66
Gambar 4.3b. Grafik hubungan porositas dengan kadar aspal cair .....................66
Gambar 4.3c. Grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal cair......................66
Gambar 4.3d. Grafik hubungan flow dengan kadar aspal cair.............................67
Gambar 4.3e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan kadar aspal cair ......67
Gambar 4.4. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji ITS....................70
Gambar 4.5. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji UCS..................74
Gambar 4.6. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji permeabilitas ....75
Gambar 4.7. Diagram perbandingan nilai densitas ............................................77
Gambar 4.8. Diagram perbandingan nilai porositas ..........................................78
Gambar 4.9. Diagram perbandingan nilai stabilitas...........................................79
Gambar 4.10. Diagram perbandingan nilai flow ..................................................80
Gambar 4.11. Diagram perbandingan nilai Marshall Quotient ...........................81
Gambar 4.12. Diagram perbandingan nilai ITS...................................................82
Gambar 4.13. Diagram perbandingan nilai regangan ..........................................83
Gambar 4.14. Diagram perbandingan nilai modulus elastisitas...........................84
Gambar 4.15. Diagram perbandingan nilai UCS .................................................85
Gambar 4.16. Diagram perbandingan nilai permeabilitas ...................................86
16
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang berperan strategis dalam bidang
sosial, ekonomi, budaya dan hankam. Jalan melayani 80-90% dari seluruh
angkutan barang dan orang, sehingga pembangunan prasarana transportasi jalan
raya merupakan sektor pembangunan yang diprioritaskan, baik untuk
pembangunan konstruksi jalan baru maupun pemeliharaan jalan.
Penanganan konstruksi perkerasan apakah itu bersifat pemeliharaan, penunjang,
peningkatan, ataupun rehabilitasi dapat dilakukan dengan baik setelah kerusakan-
kerusakan yang timbul pada perkerasan dievaluasi mengenai penyebab dan akibat
terhadap kerusakan tersebut.
Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor
saja, tetapi dapat merupakan gabungan dari penyebab yang saling mengkait.
Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan:
1. Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya.
2. Tingkat kerusakan (distress severity).
3. Jumlah kerusakan (distress amount).
Sehingga dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang paling sesuai.
Lapisan permukaan jalan (surface course) merupakan bagian perkerasan yang
paling atas. Salah satu fungsi lapisan ini adalah sebagai lapisan aus, yaitu lapis
yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru. Kerusakan
yang sering terjadi pada lapisan permukaan antara lain cracking, potholes,
shoving, dan sebagainya.
17
Dari beberapa tipe kerusakan jalan tersebut, sebagian besar dilakukan penanganan
dengan cara melakukan penambalan pada bagian yang mengalami kerusakan
menggunakan aspal cold mix atau campuran dingin. Penambalan ini tidak
menggunakan campuran panas karena pembuatan campuran panas (hot mix)
cenderung untuk skala yang besar. Pemilihan cold mix untuk skala yang lebih
kecil karena beberapa alasan, yaitu cold mix lebih praktis, tidak menimbulkan
asap sehingga ramah lingkungan dan bebas polusi. Dapat dikerjakan secara
manual, bentuk cair, dingin, dan siap pakai. Namun demikian, campuran dingin
juga memiliki kelemahan, antara lain campuran dingin memerlukan waktu setting
yang lebih lama daripada campuran panas. Hal tersebut berakibat terhadap waktu
tundaan lalu lintas yang dapat terjadi karena penggunaan campuran dingin. Dari
beberapa sifat yang dimiliki tersebut, maka cold mix menjadi alternatif yang tepat
pengganti hot mix.
Cold mix juga dapat digunakan untuk pelapisan aspal pertama kali di atas
permukaan pondasi jalan (priming) dan pemberian aspal pada bagian permukaan
yang sudah ada lapisan aspalnya (tacking). Aspal yang digunakan dalam
campuran dingin ini adalah aspal cair (cutback asphalt) atau aspal emulsi
(emulsified asphalt).
Penggunaan cutback asphalt dengan campuran dingin untuk pembangunan
konstruksi jalan baru masih terus dikembangkan untuk menghasilkan perkerasan
jalan yang baik, terutama di daerah dengan cuaca dingin yang jauh dari Asphalt
Mixing Plant (AMP). Penggunaan hot mix di daerah dingin yang jauh dari AMP
sering terjadi kerusakan dini karena suhu penghamparan yang sudah tidak sesuai
saat tiba di lokasi proyek, ataupun pemanasan yang melebihi batas sehingga
menghilangkan sifat plastis dari aspal.
18
Cutback asphalt terdiri dari tiga macam, yaitu aspal cair penguapan cepat (rapid
curing cutback asphalt) yang menggunakan premium sebagai bahan pencairnya,
aspal cair penguapan sedang (medium curing cutback asphalt) yang menggunakan
minyak tanah sebagai bahan pencairnya, dan aspal cair penguapan lambat (slow
curing cutback asphalt) yang menggunakan solar sebagai bahan pencairnya.
Bahan-bahan pencair tersebut berperan sebagai katalisator menggantikan fungsi
pemanasan untuk mencairkan aspal keras sampai viskositas tertentu, sehingga bisa
dimixing dengan agregat. Dalam proses mixing tersebut telah terjadi penguapan
pada bahan pencair yang pada akhirnya akan menguap habis setelah pemadatan,
sehingga yang tersisa hanya campuran aspal dan agregat tanpa mengubah sifat
thermoplastic aspal. Dari ketiganya, premium yang paling cepat menguap
daripada solar dan minyak tanah, sehingga membutuhkan waktu setting yang lebih
singkat pula.
Di Indonesia, perkerasan jalan pada umumnya menggunakan komposisi Asphalt
Concrete (AC) dengan campuran panas. AC lebih banyak digunakan karena
bergradasi menerus sehingga memiliki kekuatan mekanik yang tinggi. Dengan
kekuatan yang dimiliki tersebut diharapkan AC dapat menerima beban tekan yang
disebabkan oleh muatan kendaraan yang menimbulkan adanya gaya vertikal.
Akibat adanya gaya vertikal tersebut perkerasan mengalami deformasi sehingga
terdesak ke samping dan menyebabkan adanya beban tarik. Hal inilah yang
menyebabkan perlunya pengujian kuat tekan bebas dan kuat tarik tidak langsung.
AC sebagai lapis atas perkerasan harus cukup kedap air, sehingga perlu adanya
pengujian permeabilitas.
Untuk menjawab tantangan teknologi yang terus berkembang, khususnya dalam
hal penggunaan aspal cair di Indonesia, maka perlu dilakukan suatu pengujian
awal pada skala laboratorium. Pengujian akan dilakukan pada jenis campuran
dingin dengan komposisi AC dan aspal yang digunakan adalah aspal cair kelas
19
RC-70 yang selanjutnya ditinjau Marshall properties dan seberapa kuat tarik tidak
langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas dari campuran tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah Marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas,
dan permeabilitas campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-70
sebagai binder.
1.3. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak terlalu luas tinjauannya dan tidak menyimpang dari
rumusan masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan masalah yang ditinjau.
Batasan-batasan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Perkerasan lentur (flexible) yang direncanakan adalah AC dengan
pencampuran dingin.
2. Aspal keras yang digunakan adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70.
3. Aspal cair yang digunakan adalah cutback asphalt RC-70 dengan mencairkan
aspal pen-60/70 menggunakan bensin dalam kondisi suhu ruang.
4. Variasi kadar aspal pada interval 0,5 %.
5. Gradasi yang digunakan adalah berdasarkan SNI no. Campuran VI.
20
6. Agregat yang digunakan berasal dari daerah Sentolo, Yogyakarta.
7. Filler yang digunakan adalah abu batu.
8. Pencampuran dilakukan dengan manual dan tanpa menggunakan bahan
tambah, dalam kondisi suhu ruang.
9. Marshall properties yang ditinjau dalam penelitian ini adalah porositas,
densitas, stabilitas, flow, dan Marshall Quotient yang diuji dalam kondisi
suhu ruangan pada skala laboratorium.
10. Pengujian kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas
campuran dingin AC dalam kondisi suhu ruangan pada skala laboratorium.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui nilai Marshall properties campuran dingin AC apabila digunakan
cutback asphalt RC-70 sebagai binder berdasarkan perbandingan berat dan
kelayakan campuran tersebut dibandingkan terhadap standar spesifikasi SNI
mengenai nilai Marshall properties.
2. Mengetahui nilai kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan
permeabilitas campuran dingin AC dengan pemakaian kadar aspal optimum
terhadap penggunaan cutback asphalt RC-70 berdasarkan perbandingan
berat.
3. Mengetahui perbandingan nilai Marshall properties, kuat tarik tidak
langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas antara campuran dingin AC
dengan campuran panas AC pada penelitian sebelumnya.
21
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis:
Dapat memberikan tambahan wacana dan referensi untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dalam bidang teknik sipil khususnya konstruksi jalan raya.
2. Manfaat praktis:
a. Mengembangkan perencanaan perkerasan lentur dengan campuran dingin
AC.
b. Mendapatkan alternatif pengganti hot mix dengan memanfaatkan
campuran dingin AC untuk lapis perkerasan jalan raya maupun
pemeliharaan dan penambalan terhadap kerusakan permukaan jalan raya.
22
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Menurut Wie Fuk, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa untuk lapis ikat
yang menggunakan aspal cair jenis RC-250, kuat geser maksimum diperoleh pada
kuantitas pelaburan sebesar 0,315 l/m2. Sedangkan yang menggunakan aspal
emulsi jenis CRS-1, kuat geser maksimum diperoleh pada kuantitas pelaburan
sebesar 0,5046 l/m2. Dalam ketentuan Bina Marga bahwa untuk keperluan lapis
ikat, aspal cair yang digunakan adalah sebesar 0,2 – 0,5 l/m2 dan untuk aspal
emulsi adalah sebesar 0,25 – 0,75 l/m2. Ini menunjukkan bahwa penggunaan aspal
cair lebih irit dibandingkan dengan aspal emulsi untuk keperluan lapis ikat. (Fuk,
2002)
Menurut Ratna Widjaja, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat
hubungan antara parameter Marshall dengan kuat tarik tidak langsung aspal
beton. Jika terdapat hubungan antara kedua parameter tersebut, maka kuat tarik
tidak langsung dapat diperkirakan nilainya jika nilai parameter Marshallnya
diketahui. Dari regresi linier yang menggambarkan hubungan antara parameter
Marshall dengan kuat tarik tidak langsung, dapat diketahui bahwa nilai kuat tarik
tidak langsung berhubungan linier dengan nilai stabilitas, kelelahan, rongga udara,
dan Marshall Quotient. (Widjaja, 2002).
Menurut M. A. Hanief, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa campuran
dingin asphalt concrete dengan aspal emulsi yang menggunakan filler abu batu
memiliki beberapa karakteristik yang lebih unggul dalam hal densitas, stabilitas,
kuat tekan bebas, dan kuat tarik tidak langsung dibanding dengan filler fly ash.
23
Nilai densitas dari campuran filler abu batu sebesar 2,40 kg/cm3 dan dengan filler
fly ash sebesar 2,34 kg/cm3. Nilai stabilitas campuran dengan filler abu batu
sebesar 1462,40 kg dan dengan filler fly ash sebesar 906,09 kg. Nilai UCST
campuran dengan filler abu batu sebesar 2489,59 KPa dan dengan filler fly ash
sebesar 1867,19 KPa. Nilai ITST campuran dengan filler abu batu sebesar 166,55
KPa dan dengan filler fly ash sebesar 161,88 KPa. (Hanief, 2007)
Menurut Fajar Nugroho, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa hasil analisis
dari campuran panas AC dengan gradasi AC-WC tanpa agregat pengganti didapat
KAO 4,8% yang menghasilkan porositas sebesar 7,101 %, densitas sebesar 2,3
gr/cm3, stabilitas sebesar 1264,112 kg, flow sebesar 3,52 mm, MQ sebesar
377,155 kg/mm, kuat tarik tidak langsung sebesar 637,132 KPa, regangan sebesar
8,28E-03, modulus elastisitas sebesar 76955,20 KPa, kuat tekan bebas sebesar
4508,65 KPa, koefisien permeabilitas sebesar 6,85x10-4cm/dt. Sedangkan hasil
analisis dari campuran dengan limbah ban sebagai pengganti sebagian agregat
didapat KAO 4,6% yang menghasilkan porositas sebesar 11,4536 %, densitas
sebesar 2,21 gr/cm3, stabilitas sebesar 706,708 kg, flow sebesar 3,62 mm, MQ
sebesar 189,856 kg/mm, kuat tarik tidak langsung sebesar 498,648 KPa, regangan
sebesar 1,081E-02, modulus elastisitas sebesar 46119,02 KPa, kuat tekan bebas
sebesar 5056,08 KPa, koefisien permeabilitas sebesar 7,82x10-4cm/dt. (Nugroho,
2009)
Penggunaan campuran dingin dengan menggunakan cutback asphalt di Nigeria
mendapatkan perhatian yang lebih daripada menggunakan aspal emulsi, seperti
yang telah dikemukakan oleh Olutaiwo dkk dalam jurnalnya:
“The significant role of liquid asphalt binders in the construction,
maintenance and rehabilitation of bituminous pavements cannot be ignored.
Incidentally, it is estimated that more than 98% of Nigeria’s over 40.000 km
surfaced road network is bituminous-surfaced. The Common experience in
maintenance and rehabilitation of roads in Nigeria is that the pavements fail very
soon after rehabilitation. In conducting research into the possible causes of these
early failures, this study takes a look at the characteristics of the liquid asphalt
24
binders used in maintenance and rehabilitation of roads in the country. The
nearly exclusive use of cutback asphalt, even when asphalt emulsions would give
higher returns in terms of performance and cost-effectiveness, is evaluated, the
faulty processes of production of cutback asphalt are highlighted and appropriate
recommendations are made. Most probably, the popularized usage of cutback
asphalt in the country in contrast to asphalt emulsion is due to the simplicity in
the blending process. Unfortunately, this simplistic blending by large percentage
of road contractors cannot achieve the level of miscibility required between
bitumen and solvent (kerosene) to produce qualitative cutback asphalt.”
(Olutaiwo dkk, 2008).
Dari pernyataan tersebut, cutback asphalt dipilih karena kaitannya dengan
kesederhanaan dalam proses pencampuran.
Keuntungan dari metode cold mix asphalt dibanding dengan hot mix asphalt
khususnya mengenai penggunaan energi yang lebih hemat telah dikemukakan
oleh Timothy D. Miller dan Hussain U. Bahia sebagai berikut:
“Foamed Asphalt is also considered beneficial because it may serve as a
means of achieving base stabilization without significant energy use. Using low-
temperature asphalt can also improve construction under suboptimal weather
condition, thereby prolonging the paving season. Compaction efforts may also be
improved with improved workability. It is believed that using bitumen emulsions
may be less expensive by roughly 15 percent compared to traditional HMA
methods. One low- energy maintenance method worth investigating is the use of
CMA for patching and emulsion-based slurry seals. Advantages of these methods
include a reduction in production energy and storage life.” (Timothy D. Miller,
and Hussain U. Bahia, 2009).
Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa metode cold mix asphalt tidak
menggunakan proses pemanasan sehingga penggunaan energi juga lebih hemat.
Berbeda dengan hot mix asphalt yang memerlukan suhu tertentu yang cukup
tinggi untuk mixing maupun compacting, cold mix asphalt dengan suhu
rendah/ruangan lebih cocok diaplikasikan untuk kondisi cuaca yang kurang
optimal, sehingga mampu memperpanjang umur perkerasan.
25
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Susunan Perkerasan Jalan
Lapisan perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar
yang telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban
di atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar). Tujuan utama
pembuatan perkerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau tekanan
akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang dapat diterima oleh tanah
yang menyokong beban tersebut.
Saat kendaraan bergerak, timbul tegangan dinamis akibat pergerakan kendaraan
ke atas dan ke bawah karena ketidakrataan perkerasan, beban angin, dan lain
sebagainya. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan
perkerasan dan terdistribusi dalam bentuk piramid dalam arah vertikal pada
seluruh ketebalan perkerasan. Semakin ke bawah pengaruh beban terhadap lapisan
perkerasan semakin kecil, sehingga lapis tanah dasar tidak mengalami distorsi
atau rusak. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 2.1.
Deformasi
Base course
Sub base course
Surface course
Tanah dasar / Sub grade
Beban
Wearing surface
Binder course
26
Gambar 2.1. Distribusi beban roda pada struktur perkerasan
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi 3
jenis konstruksi perkerasan, yaitu:
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Disebut “lentur” karena
konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu
lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan mendistribusikan beban
lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar. Salah satu jenis perkerasan
lentur adalah Hot Rolled Asphalt (HRA), Porous Asphalt serta Asphalt
Concrete (AC).
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Disebut
“kaku” karena pelat beton tidak terdefleksi akibat beban lalu lintas dan
didesain untuk umur 40 tahun sebelum dilaksanakan rekonstruksi besar-
besaran. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton dengan atau
tanpa tulangan yang diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah.
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan yang
mengkombinasikan antara aspal dan semen (PC) sebagai bahan pengikatnya.
Penyusunan lapisan komposit terdiri dari dua jenis. Salah satu jenis
perkerasan komposit adalah merupakan penggabungan secara berlapis antara
perkerasan lentur (menggunakan aspal sebagai bahan pengikat) dan
perkerasan kaku (menggunakan PC sebagai bahan pengikat).
Perkerasan umumnya terdiri dari empat lapis material konstruksi jalan yang
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Lapis Permukaan (Surface Course)
Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, yang
terdiri dari lapis aus (wearing surface) dan lapis antara (binder course).
Fungsi lapis permukaan adalah:
27
1) Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya untuk
mengurangi tegangan pada lapis bawah lapisan perkerasan jalan.
2) Menyediakan permukaan jalan yang rata, aman, dan kesat (anti selip).
3) Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air, sehingga
melindungi struktur perkerasan jalan dari perubahan cuaca.
4) Menahan gaya geser dari beban roda kendaraan.
5) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat
diganti lagi dengan yang baru.
b. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah dasar apabila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas antara lain
sebagai:
1) Lapis pendukung bagi lapis permukaan.
2) Pemikul beban horisontal dan vertikal.
3) Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.
c. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi atas dan tanah dasar, yang berfungsi sebagai:
1) Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi atas.
2) Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
3) Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
4) Melindungi lapis tanah dasar langsung setelah terkena udara.
d. Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar (sub grade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah
galian atau permukaan tanah yang setelah dipadatkan dan merupakan
permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya,
yang berfungsi:
1) Memberi daya dukung terhadap lapisan di atasnya.
28
2) Sebagai tempat perletakan pondasi jalan.
2.2.2. Bahan Penyusun Lapis Perkerasan
2.2.2.1. Agregat
Agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal.
Menurut ASTM (1974) batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat,
berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen–fragmen. Daya dukung,
keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan oleh sifat agregat dan hasil
campuran agregat dengan material lain, karena perkerasan jalan mengandung 90-
95% agregat berdasarkan persen berat atau 75-85% agregat berdasarkan persen
volume.
Berdasarkan proses pengolahannya agregat dibedakan atas:
a. Agregat alam
Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam yang dapat
dipakai langsung sebagai bahan perkerasan. Agregat ini terbentuk melalui
proses erosi dan degradasi. Dua bentuk agregat alam yang sering
dipergunakan yaitu kerikil dan pasir. Berdasarkan tempat asalnya agregat alam
dapat dibedakan atas pitrun yaitu agregat yang diambil dari tempat terbuka di
alam dan bankrun yaitu agregat yang berasal dari sungai/ endapan sungai.
b. Agregat yang mengalami proses pengolahan
Proses pengolahan diperlukan karena agregat yang berasal dari gunung atau
bukit dan sungai masih banyak dalam bentuk bongkahan besar sehingga
belum dapat langsung digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan.
Tujuan dari proses pengolahan ini adalah :
1) Bentuk partikel bersudut, diusahakan berbentuk kubus.
2) Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.
3) Gradasi sesuai yang diinginkan.
29
Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu
(crusher stone) sehingga ukuran partikel – partikel yang dihasilkan dapat
terkontrol.
c. Agregat buatan
Agregat ini dibuat dengan alasan khusus, yaitu agar mempunyai daya tahan
tinggi dan ringan untuk digunakan pada konstruksi jalan.
Bentuk partikel agregat sangat berpengaruh pada fungsi agregat tersebut untuk
pembuatan jalan. Jika material ini dihasilkan dengan mesin pemecah batu maka
kemungkinan bentuk agregat yang dihasilkan dapat diatur. Agregat yang berasal
dari satu sumber pun dapat beragam kualitasnya, sehingga perlu diperiksa
kualitasnya untuk menjaga ketersediaan bahan material jalan yang konsisten. Oleh
karena itu agregat yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan antara lain:
a. Gradasi agregat
Ukuran butir agregat dan persentase berat dari setiap jenis agregat yang
diperlukan, ditentukan dalam persyaratan teknisnya. Gradasi adalah batas
ukuran agregat yang terbesar dan yang terkecil, jumlah dari masing-masing
jenis ukuran, persentase setiap ukuran butir pada agregat. Agregat akan
disaring melalui serangkaian saringan, dari yang paling kasar sampai yang
paling halus. Penentuan gradasi dapat berdasarkan persentase agregat yang
tertahan saringan atau yang lolos saringan, sesuai jenis campurannya dan jenis
lapisan perkerasan jalannya.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas:
1) Gradasi seragam (uniform graded) atau disebut juga gradasi terbuka
adalah agregat dengan ukuran butir yang hampir sama atau mengandung
agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga
antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapis
perkerasan dengan sifat permeabilitas yang tinggi, stabilitas kurang, berat
volume yang kecil.
30
2) Gradasi rapat (dense graded) atau gradasi baik (well gradation)
merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang
berimbang.
3) Gradasi senjang (gap gradation) atau gradasi buruk ( poorly graded)
Merupakan campuran agregat yang yang tidak memenehui 2 kategori di
atas. Agregat yang bergradasi buruk yang umum digunakan untuk
perkerasan lentur yaitu gradasi senjang celah (gap gradation), merupakan
campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit sekali.
Akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara
kedua jenis gradasi di atas.
Pada penelitian ini mengunakan gradasi Standar Nasional Indonesia (SNI) no
campuran VI. Berdasarkan tipe – tipe gradasi di atas maka gradasi tersebut
termasuk tipe gradasi rapat di mana semua fraksi agregat mulai dari yang kasar
sampai yang halus tersedia.
Berdasarkan bentuk dan teksturnya, agregat dibedakan atas:
1) Bulat (rounded), biasanya merupakan agregat yang terdapat di sungai.
Partikel agregat bulat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil
sehingga menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil.
2) Lonjong (elongated), partikel berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai
atau bekas endapan sungai. Sifat interlocking-nya hampir sama dengan
yang berbentuk bulat.
3) Kubus (cubical), merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu
(crusher stone) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas. Bentuk
bidang rata sehingga memberikan interlocking yang lebih besar.
4) Pipih (flaky), partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari
mesin pemecah batu ataupun memang merupakan sifat dari agregat
tersebut yang jika dipecahkan cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih
yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata – rata.
31
5) Tak beraturan (irregular), partikel agregat yang tidak beraturan tidak
mengikuti salah satu yang disebutkan di atas.
Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dikelompokkan menjadi :
1) Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan no. 4 (4,75 mm).
2) Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan no. 4 (4,75 mm) dan
tertahan saringan no. 200 (0,075 mm).
3) Agregat pengisi (filler), yaitu batuan yang lolos saringan no. 200
(0,07 5 mm).
b. Kekuatan agregat
Asphalt concrete dibuat dan direncanakan untuk lapisan perkerasan jalan yang
baik. Kualitas perkerasan sangat tergantung pada kekuatan agregatnya. Agregat
harus keras, tahan lama, bersegi-segi agar saling mengunci.
c. Kelekatan terhadap aspal
Daya lekatan dengan aspal dipengaruhi juga oleh sifat agregat terhadap air.
Granit dan batuan yang mengandung silika merupakan agregat bersifat
hydrophilic yaitu agregat yang cenderung menyerap air. Agregat demikian
tidak baik untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan aspal, karena
mudah terjadi stripping yaitu lepasnya lapis aspal dari agregat akibat pengaruh
air. (Sukirman, 1999)
d. Rongga kosong
Rongga-rongga kosong sangat mempengaruhi sifat asphalt concrete, sehingga
perlu diisi dengan mineral atau aspal yang dapat menyelimuti semua butir-butir
agregat tanpa mempengaruhi volumenya. Meskipun tercampur aspal sudah
dihampar dan dipadatkan, masih ada rongga-rongga kosong, karena:
1) Dalam cuaca panas, aspal semen akan meleleh dan merembes ke atas
permukaan jalan.
2) Rongga-rongga pada campuran asphalt concrete padat akan ditambah
padatkan oleh beban lalu lintas.
e. Kebersihan
32
Agregat yang mengandung substansi asing perusak harus dihilangkan sebelum
digunakan dalam campuran perkerasan, seperti tumbuh-tumbuhan, partikel
halus dan gumpalan lumpur. Hal ini disebabkan substansi asing dapat
mengurangi daya lekat aspal terhadap batuan sehingga mempengaruhi
perkerasan.
f. Kekuatan dan Kekerasan
Kekuatan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur atau pecah
oleh pengaruh mekanis atau kimiawi. Agregat yang digunakan untuk lapisan
perkerasan haruslah mempunyai daya tahan terhadap degradasi (pemecahan)
yang mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, repetisi beban
lalu lintas dan disintegrasi (penghancuran) yang terjadi selama masa pelayanan
jalan tersebut. Kekuatan dan keausan agregat diperiksa dengan menggunakan
percobaan Abrasi Los Angeles, berdasarkan PB-0206-76, AASHTO T96-7
(1982). (Sukirman, 1999).
2.2.2.2. Filler (Bahan Pengisi)
Filler merupakan butiran sangat halus minimum 83 % lolos saringan No.200
bersifat non-plastis yang diperlukan untuk mendapatkan suatu gradasi yang rapat
(dense). Fungsi filler dalam campuran aspal dengan agregat adalah mengisi
rongga-rongga (voids) di antara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi
lebih kecil dan kerapatan massanya menjadi lebih besar. Dengan bubuk isian yang
berbutir halus maka luas permukaan butir akan bertambah, sehingga luas bidang
kontak yang ditimbulkan antara butiran juga akan bertambah luas, akibatnya
tahanan terhadap gaya geser menjadi lebih besar yang selanjutnya stabilitas
terhadap geseran akan bertambah.
2.2.2.3. Binder (Bahan Pengikat)
33
Bahan pengikat yang digunakan pada perkerasan lentur adalah aspal. Aspal
dikenal sebagai suatu bahan atau material yang bersifat viskos atau padat,
berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesive), mengandung
bagian-bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau
kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida.
Aspal yang digunakan dalam material perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut:
a. Sebagai bahan pengikat, meningkatkan adhesi dan kohesi sehingga
memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan aspal dan antara aspal
dengan agregat.
b. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang
ada di dalam agregat itu sendiri.
Berdasarkan sumbernya aspal dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Aspal Alam
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, di antaranya:
1) Aspal Danau (lake asphalt), terdapat di Trinidat, Bermuda.
2) Aspal Gunung (rock asphalt), terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Aspal ini sering dikenal dengan nama Butas (buton asphalt) atau Asbuton
(aspal batu Buton), terdapat di dalam batu karang, sehingga aspalnya
bercampur dengan batu kapur (CaCo3).
b. Aspal Buatan
Beberapa aspal buatan di antaranya :
1) Tar, merupakan hasil penyulingan batubara.
34
Tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan, karena lebih cepat
mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan beracun.
2) Aspal Minyak (Petroleum Asphalt), diperoleh dari minyak bumi atau
sering disebut juga sebagai aspal minyak (asmin).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:
a) Aspal keras (asphalt cement)
Aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini
berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (suhu ruang).
Pengelompokkan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan nilai
penetrasi pada temperatur 25˚C atau berdasarkan nilai viskositasnya.
Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca
panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen
dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau
lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya
dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.
b) Aspal cair (cutback asphalt)
Aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal ini digunakan pada
keadaan cair tanpa adanya pemanasan. Aspal cair adalah aspal keras
yang dicairkan menggunakan bahan pencair dari hasil penyulingan
minyak bumi seperti bensin, solar atau minyak tanah.
Berdasarkan bahan pencairnya, aspal cair dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
- Aspal cair RC (rapid curing) dengan pencair bensin (premium),
merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
35
- Aspal cair MC (medium curing) dengan pencair minyak tanah
(kerosin), merupakan aspal cair dengan kecepatan menguap sedang.
- Aspal cair SC (slow curing) dengan pencair minyak diesel (solar),
merupakan aspal cair dengan kecepatan menguap paling lambat.
Jenis aspal cair dibedakan menurut kekentalannya. Cara mengukur
kekentalan ada dua cara, yaitu berdasarkan cara lama dan cara baru.
Tabel 2.1. Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara
lama
Indek Kekentalan (detik)
0 15 – 30 1 45 – 90 2 100 – 200 3 250 – 500 4 500 – 1200 5 1500 – 3500
Sumber: Bahan dan Struktur Jalan Raya (1995)
Dengan demikian akan didapat aspal cair:
RC0 RC1 RC2 RC3 RC4 RC5
MC0 MC1 MC2 MC3 MC4 MC5
SC0 SC1 SC2 SC3 SC4 SC5
Tabel 2.2. Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara baru
Indek Kekentalan (sentistoke)
36
30 30 – 60 70 70 – 140 250 250 – 500 800 800 – 1600 3000 3000 – 6000
Sumber: Bahan dan Struktur Jalan Raya (1995)
Dengan demikian akan didapat aspal cair:
RC30 RC70 RC250 RC800 RC3000
MC30 MC70 MC250 MC800 MC3000
SC30 SC70 SC250 SC800 SC3000
Aspal cair umumnya dipakai pada pekerjaan coating, pembuatan aspal
beton campuran dingin (cold mix). Persyaratan umum aspal cair antara
lain, aspal cair harus berasal dari hasil minyak bumi, aspal harus
mempunyai sifat yang sejenis, kadar parafin dalam aspal lebih kecil dari
2%, dan jika dipanaskan tidak menunjukkan adanya pemisahan dan
penggumpalan. (Totomihardjo, 1995).
Viskositas aspal cair jenis RC dengan alat Say Bolt Furol dapat
dinyatakan dengan rentang detik sebagai berikut:
- Kelas RC 70 Viskositas Say Bolt Furol pada 50oC adalah 60 detik
sampai dengan 120 detik.
- Kelas RC 250 Viskositas Say Bolt Furol pada 125oC adalah 125
detik sampai dengan 250 detik.
- Kelas RC 800 Viskositas Say Bolt Furol pada 82,2oC adalah 100
detik sampai dengan 200 detik.
37
- Kelas RC 3000 Viskositas Say Bolt Furol pada 82,2oC adalah 300
detik sampai dengan 600 detik.
(Revisi SNI 03-4800-1998)
c) Aspal emulsi (emulsified asphalt)
Aspal emulsi merupakan suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal
emulsi dapat dibedakan atas:
- Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik positif.
- Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan negatif.
- Nonionik merupakan aspal emulsi ysng tidak mengalami ionisasi
(tidak menghantarkan listrik).
Yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal
emulsi anionik dan kationik.
2.2.3. Spesifikasi Bahan dan Campuran
2.2.3.1. Spesifikasi Agregat
Tabel 2.3. Spesifikasi pemeriksaan agregat kasar
No. Jenis Pemeriksaan Syarat
38
1. Keausan dengan Los Angeles Maks. 40%
2. Kelekatan Aspal > 95%
3. Penyerapan agregat terhadap air Maks. 3%
4. Berat jenis oven dry Min. 2,5 gr/cc Sumber: Divisi VI Perkerasan Aspal
Tabel 2.4. Spesifikasi pemeriksaan agregat halus
No. Jenis Pemeriksaan Syarat
1. Penyerapan agregat terhadap air Maks. 3%
2. Berat jenis oven dry Min. 2,5 gr/cc Sumber: SNI 03-6819-2002
2.2.3.2. Spesifikasi Gradasi
Suatu campuran untuk konstruksi perkerasan jalan mempunyai spesifikasi gradasi
tertentu untuk menghasilkan stabilitas, keamanan dan kenyamanan yang tinggi.
Spesifikasi gradasi tersebut menunjukkan persentase agregat yang lolos pada
setiap saringan terhadap berat total agregat. Spesifikasi gradasi yang digunakan
adalah berdasar SNI, seperti yang tersaji pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Spesifikasi gradasi campuran AC Spec VI
Ukuran Saringan % Berat Lolos
38,1 mm (11/2”)
25,4 mm (1”)
19,1 mm (3/4”)
12,7 mm (1/2”)
100
90-100
82-100
72-90
39
4,76 mm (#4)
2,38 mm (#8)
0,59 mm (#30)
0,279 mm (#50)
0,149 mm (#100)
0,074 mm (#200)
52-70
40-56
24-36
16-26
10-18
6-12
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
2.2.3.3. Spesifikasi Filler
Filler yang digunakan adalah abu batu dengan persyaratan seperti yang tersaji
pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Spesifikasi pemeriksaan filler
No. Jenis Pemeriksaan Syarat
1. Lolos saringan No. 200 85-100%
2. Berat jenis oven dry Min. 2,5 gr/cc Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
2.2.3.4. Spesifikasi Aspal
Aspal yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan seperti
yang tersaji pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Spesifikasi pemeriksaan aspal keras pen-60/70
No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan
40
1. Penetrasi, 25°C; 100 gr; 5 detik, 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60-79
2. Titik Lembek, °C SNI 06-2434-1991 48-58
3. Titik nyala, °C SNI 06-2433-1991 min. 200
4. Daktalitas 25°C, cm SNI 06-2432-1991 min. 100
5. Berat jenis, gr/cc SNI 06-2441-1991 min. 1,0
6. Kelarutan dalam trichlor, % berat RSNI M -04-2004 min. 99
7. Penurunan Berat (dengan TFOF) % berat SNI 06 -2440-1991 mak. 0,8
8. Penetrasi setelah penurunan berat,% asli SNI 06-2456-1991 min.54
9. Daktilitas setelah penurunan berat,% asli SNI 06-2432-1991 min. 50
Uji nodal aspal
Standar naptha
Naptha xylene
10.
Hephtane Xylene
SNI 03-6885-2002 negatif
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
2.2.3.5. Spesifikasi Campuran
Ketentuan sifat-sifat campuran laston telah ditetapkan seperti yang tersaji pada
tabel 2.8.
Tabel 2.8. Ketentuan sifat-sifat campuran laston
Laston Sifat- sifat campuran
WC BC Base
Penyerapan aspal, (%) mak. 1,2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
min. 3,5 Rongga dalam campuran (VIM), (%)
mak. 5,5 Rongga dalam agregat (VMA), (%) min. 15 14 13 Rongga terisi aspal (VFB), (%) min. 65 63 60
Laston Sifat- sifat campuran
WC BC Base Stabilitas marshall, (kg) min. 800 1500 Kelelahan, (mm) min. 3 5 Marshall quotient, (kg/mm) min. 250 300
41
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman Selama 24 jam, 60°C
min. 75
Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal), (%)
min. 2,5
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
Persyaratan tes Marshall menurut Bina Marga telah ditetapkan seperti yang tersaji
pada tabel 2.9.
Tabel 2.9. Persyaratan tes Marshall Bina Marga Parameter Tes Marshall
No. Kondisi Lalu Lintas Stabilitas
(kg) Densitas (gr/cc)
Flow (mm)
Porositas (%)
MQ (kg/mm)
1. Berat ≥550 2-3 2-4 3-5 200-350
2. Sedang ≥450 2-3 2-4,5 3-5 200-350
3. Ringan ≥350 2-3 2-5 3-5 200-350 Sumber: Persyaratan Tes Marshall Bina Marga (1987)
2.2.4. Asphalt Concrete (AC)
AC merupakan campuran aspal yang mempunyai agregat kasar, agregat halus,
filler dan aspal. Komposisi bahan campuran agregat mempunyai gradasi menerus.
Dalam campuran, agregat kecil akan mengisi ruang diantara agregat yang besar
sehingga membentuk struktur yang padat dengan rongga udara yang sangat kecil.
Bahan aspal akan menyelimuti butiran agregat sebagai lapisan tipis dan sebagian
akan mengisi rongga di antara agregat.
AC memiliki gradasi menerus yang berarti distribusi agregat kasar, sedang dan
halus memiliki porsi yang merata. Kekuatan mekanik campuran aspal beton
diperoleh dari geseran antar agregat, sifat penguncian antar agregat serta kohesi
antar butir agregat yang telah terselimuti oleh aspal. Gradasi menerus yang
dimiliki aspal beton menyebabkan material yang digunakan harus memiliki
kekuatan yang merata. Hal ini berlaku karena kekuatan yang dihasilkan oleh aspal
beton juga dipengaruhi oleh kesempurnaan gradasi yang digunakan, itu berarti
agregat yang digunakan harus memenuhi syarat yang ditentukan.
42
Pembuatan lapis aspal beton dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapis
permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan
sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapis kedap air yang
dapat melindungi konstruksi di bawahnya. (Depertemen Pekerjaan Umum, 1987)
2.2.5. Perencanaan Campuran
2.2.5.1. Campuran dingin (Cold mix)
Campuran ini merupakan campuran pada suhu dingin/suhu ruang. Pencampuran
agregat dan aspal dilakukan dalam keadaan dingin (tanpa pemanasan). Aspal yang
biasa digunakan adalah aspal cair atau aspal emulsi. Aspal cair menggunakan
bahan pengencer dari hasil penyulingan minyak bumi seperti bensin, minyak
tanah, atau solar. Sedangkan aspal emulsi menggunakan air ditambah bahan
pengemulsi tertentu untuk mencairkan aspal keras.
2.2.5.2. Campuran panas (Hot mix)
Proses pencampuran ini dilakukan dalam keadaan panas dengan cara
mencampurkan agregat dan aspal yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih
dahulu, kemudian diaduk supaya aspal merata dalam campuran. Proses
pemanasan harus dikontrol secara cermat agar tidak terjadi perbedaan temperatur
antara aspal dan agregat.
2.2.6. Karakteristik Campuran
Lapis perkerasan harus memenuhi karakteristik tertentu sehingga didapat suatu
lapisan yang kuat menahan beban, aman dan dapat dilalui kendaraan dengan
nyaman. Karakteristik perkerasan antara lain:
43
a. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang (deformasi
permanen), alur ataupun bleeding (keluarnya aspal ke permukaan). Stabilitas
terjadi dari hasil geseran antar agregat, penguncian butir partikel (interlock)
dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Sehingga stabilitas yang tinggi
dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan :
1) Agregat dengan gradasi yang rapat.
2) Agregat dengan permukaan kasar.
3) Agregat berbentuk kubikal.
4) Aspal dengan penetrasi rendah.
5) Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir.
Angka-angka stabilitas benda uji didapat dari pembacaan alat uji Marshall.
Angka stabilitas ini masih harus dikoreksi lagi dengan kalibrasi alat dan
ketebalan benda uji. Nilai stabilitas yang dipakai dihitung dengan rumus 2.1.
S = q × k × H × 0,454 ......………..............………..………….......(Rumus 2.1)
Keterangan :
S = Stabilitas (kg)
q = Pembacaan stabilitas alat (lb)
k = Faktor kalibrasi alat
H = Koreksi tebal benda uji
0,454 = Konversi satuan dari (lb) ke (kg)
44
b. Flow (kelelahan plastis)
Flow adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal
pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur,
dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran flow bersamaan
dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow mengindikasikan
campuran bersifat elastis dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat beban.
Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal, gradasi, suhu,
dan jumlah pemadatan. Semakin tinggi nilai flow, maka campuran akan
semakin elastis. Sedangkan apabila nilai flow rendah, maka campuran sangat
potensial terhadap retak. Angka flow diperoleh dari hasil pembacaan arloji
flow yang menyatakan deformasi benda uji.
Hasil bagi dari stabilitas dan flow, yang besarnya merupakan indikator dari
kelenturan yang potensial terhadap keretakan disebut Marshall Quotient.
Nilai Marshall Quotient dihitung dengan rumus 2.2.
MQ = fS
……………………………………...………………(Rumus 2.2)
Keterangan:
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = Stabilitas (kg)
f = Nilai flow (mm)
c. Durability (daya tahan)
Daya tahan lapis perkerasan menunjukkan kemampuan lapis perkerasan
untuk mempertahankan dari kerusakan yang terjadi selama masa pelayanan
45
jalan. Kerusakan tersebut terjadi karena pengaruh buruk lingkungan dan iklim
(udara, air, dan temperatur).
Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapisan aspal beton adalah:
1) Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan
lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi
bleeding menjadi tinggi.
2) Void In Mix (VIM) kecil, sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk
ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal
menjadi rapuh/getas.
3) Void in Material (VMA) besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika
VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadi bleeding
besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat
bergradasi senjang.
d. Skid Resistance (tahanan geser/kekesatan)
Skid resistance adalah kemampuan lapis permukaan pada lapis perkerasan
untuk memperkecil kemungkinan terjadinya roda selip atau tergelincir pada
waktu permukaan basah. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi hujan
kekesatan pada lapis permukaan akan berkurang. Kekesatan dinyatakan
dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dan ban kendaraan.
Untuk mendapatkan ketahanan geser yang tinggi dapat dilakukan dengan
cara:
1) Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
2) Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
3) Penggunaan agregat yang cukup.
4) Penggunaan agregat berbentuk kubikal.
e. Fleksibilitas
46
Fleksibilitas pada lapis perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat
mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang tanpa
timbulnya retak dan perubahan volume.
Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan :
1) Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang
besar.
2) Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi tinggi ).
3) Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil.
f. Porositas
Porositas adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan.
Berfungsi untuk mengalirkan air permukaan secara sempurna bersamaan
dengan kemiringan perkerasan sehingga dapat mengurangi beban drainase
yang terjadi di permukaan. Porositas dipengaruhi oleh densitas dan spesific
gravity campuran.
Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada campuran Asphalt Concrete.
Besarnya densitas diperoleh dengan rumus 2.3.
)( WwWsWdry
D-
=…..….………………………………………...…(Rumus 2.3)
Keterangan :
D = Densitas/berat isi
Wdry = Berat kering/berat di udara (gr)
Ws = Berat SSD (gr)
Ww = Berat di dalam air (gr)
47
Spesific gravity campuran menunjukkan berat jenis pada campuran (SGmix)
diperoleh dengan rumus 2.4.
SGmix =
SGbWb
SGfWf
SGahWah
SGakWak %%%%
100
+++………………………(Rumus 2.4)
SGagVagWag ´= …....……………………………..……..(Rumus 2.5)
SGaspalVaspalWaspal ´= ………………………….…..…..…...(Rumus 2.6)
SGfillerVfillerWfiller ´= ……………………….………..……....(Rumus 2.7)
Keterangan :
Wak = berat agregat kasar (gram)
Wah = berat agregat halus (gram)
Wf = berat filler (gram)
Wb = berat aspal (gram)
Vak = volume agregat kasar (cm3)
Vah = volume agregat halus (cm3)
Vf = volume filler (cm3)
Vb = volume aspal (cm3)
SGak = Specific Gravity Agregat Kasar (gr/cm3)
SGah = Specific Gravity Agregat Halus (gr/cm3)
SGf = Specific Gravity Filler (gr/cm3)
SGb = Specific Gravity Aspal (gr/cm3)
SGmix = Specific Gravity Campuran (gr/cm3)
48
%Wx = % berat tiap komponen (%)
SG = Spesific gravity tiap komponen (gr/cm3)
(ak = agregat kasar, ah = agregat halus, f = filler, b = bitumen)
Dari nilai densitas dan specific gravity campuran dapat dihitung besarnya
porositas dengan rumus 2.8.
P = 1001 ´úûù
êëé -
SGmixD
…..……………………………................(Rumus 2.8)
Keterangan :
P = Porositas benda uji (%)
D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)
SGmix = Spesific gravity campuran (gr/cm3)
2.2.7. Pengujian Campuran
2.2.7.1. Marshall Test
Uji Marshall dilakukan untuk menentukan stabilitas, flow, dan Marshall Quotient.
Selanjutnya hasil tersebut digunakan untuk menentukan kadar aspal optimum.
2.2.7.2. Kuat Tarik Tidak Langsung
Kuat tarik adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada
secara horisontal. Gaya tarik terkadang digunakan untuk mengevaluasi potensi
49
retakan pada campuran aspal. Untuk mendapatkan pembebanan gaya tarik aspal
yang terjadi di lapangan masih sulit, sehingga metode yang paling memungkinkan
untuk mengetahui gaya tarik dari aspal beton adalah dengan menggunakan metode
Indirect Tensille Strenght Test. Nilai kuat tarik tidak langsung diperoleh dari
pembacaan dial alat Indirect Tensile Strenght Test.
Gaya tarik tidak langsung menggunakan benda uji yang berbentuk silindris yang
mengalami pembebanan tekan dengan dua pelat penekan yang menciptakan
tegangan tarik yang tegak lurus sepanjang diameter benda uji sehingga
menyebabkan pecahnya benda uji. Pengujian gaya tarik tidak langsung secara
normal dilaksanakan menggunakan alat Marshall test yang telah dimodifikasi
dengan pelat berbentuk cekung dengan lebar 12,5 mm pada bagian penekan
Marshall. Pengukuran kekuatan tarik dihentikan apabila jarum pengukur
pembebanan telah berbalik arah atau berlawanan dengan arah jarum jam.
Besarnya kuat tarik dapat dihitung dengan rumus 2.9.
xdxhxP
ITSp2
= ...….……………………………………………...…(Rumus 2.9)
Keterangan :
ITS : nilai kuat tarik secara tidak langsung (KPa)
P : beban pengujian maksimum (Kg)
h : tinggi benda uji (cm)
d : diameter benda uji (cm)
Dari hasil pengujian ITS ini juga akan didapatkan nilai regangan (ε) campuran.
Regangan (ε) merupakan perubahan benda karena gaya dari luar dibandingkan
dengan ukuran semula. Besarnya nilai regangan dapat dihitung dengan rumus
2.10.
LlD
=e ..............….………………………………………..……....(Rumus 2.10)
Keterangan :
ε : regangan
Δl : perubahan panjang atau deformasi horisontal (mm)
50
L : panjang mula-mula atau diameter benda uji (mm)
Dengan didapatnya nilai regangan dan tegangan dari campuran, maka dapat
dihitung pula nilai modulus elastisitas (E) dari campuran. Modulus elastisitas (E)
merupakan perbandingan antara nilai tegangan dan regangan campuran yang
dapat dicari dengan rumus 2.11.
es
=E ..............….…………………………………………..…….(Rumus 2.11)
Keterangan :
E : modulus elastisitas (Kpa)
σ : tegangan (Kpa)
ε : regangan
2.2.7.3. Kuat Tekan Bebas
Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada
secara vertikal yang dinyatakan dalam kg atau lb. Besarnya muatan kendaraan
yang disalurkan melalui roda kendaraan merupakan beban tekan yang diterima
perkerasan. Nilai kuat tekan suatu campuran aspal beton dapat diketahui dengan
Uji Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength Test). Pengujian ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar kuat desak yang mampu diterima oleh benda uji.
Pengujian ini menggunakan alat uji marshall yang telah dimodifikasi. Pencatatan
yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban P pada saat benda uji
hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda uji tersebut
dihitung dengan rumus 2.12.
UCS = AP
…………………………………………………………..(Rumus 2.12)
Keterangan :
UCS = nilai Unconfined Compressive Strength (KPa)
P = beban maksimum (Kg)
A = luas permukaan benda uji tertekan (cm2)
51
2.2.7.4. Permeabilitas
Permeabilitas yaitu kemampuan suatu sampel untuk dapat mengalirkan zat alir
(fluida) baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan
stabilitas campuran aspal. Ukuran permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas
sebagai K (cm²) dan koefisien permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai
K dan koefisien k adalah :
……………………………………………....(Rumus
2.13)
Keterangan :
γ = berat jenis zat alir (gr/cm³)
µ = viskositas zat alir (gr.detik/cm²)
K = permeabilitas (cm²)
k = koefisien permeabilitas (cm/detik)
Permeabilitas campuran AC dapat diukur dengan nilai yang menunjukkan nilai
permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k), (cm/dt).
Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang
sudah banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan
dari hukum Darcy dalam Suparma (1997) adalah sebagai berikut :
…………...……………………………………………....(Rumus
2.14)
Rumus di atas diturunkan menjadi :
……………...……………………………………….…….(Rumus
2.15)
…………………………………………………………...(Rumus
2.16)
…………….……………………………………………..(Rumus
2.17)
52
Keterangan :
q = = debit rembesan (cm³/detik)
V = volume rembesan (cm³)
T = lama waktu rembesan terukur (detik)
i = = gradient hidrolik, parameter tak berdimensi
h = = selisih tinggi tekanan total, (cm)
P = tekanan air pengujian, (kg/cm²)
γair = ρair x g = berat unit, (0,001 kg/cm3)
A = luas penampang benda uji yang dilalui q, (cm²)
Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran AC dapat diklasifikasikan
menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) dalam Suparma (1997) menetapkan
pembagian campuran berdasarkan permeabilitas seperti yang tersaji pada tabel
2.10.
Table 2.10. Klasifikasi campuran aspal berdasarkan angka permeabilitas
k (cm/detik) Permeabilitas
1.10-8
1.10-6
1.10-4
1.10-2
1.10-1
Impervious
Practically impervious
Poor drainage
Fair drainage
Good drainage
Sumber : Mullen, 1967
Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk
mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat
membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh
karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas AF-16
yang menggunakan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk
53
membantu mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air
masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji.
2.3. Kerangka Pemikiran
Mulai
Latar Belakang Masalah :
1. Perlunya perbaikan segera pada lapis permukaan jalan yang rusak dengan skala yang tidak cukup besar.
2. Cold mix lebih praktis, lebih ramah lingkungan, dapat dikerjakan secara manual, bentuk cair, dingin, dan siap pakai.
3. Penggunaan cutback asphalt dengan campuran dingin masih terus dikembangkan untuk menghasilkan perkerasan jalan yang baik.
Rumusan Masalah:
Bagaimanakah marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC apabila digunakan
cutback asphalt RC-70 sebagai binder. Tujuan Penelitian:
1. Mengetahui nilai Marshall properties campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-70 sebagai binder berdasarkan perbandingan berat dan kelayakan campuran tersebut dibandingkan terhadap standar spesifikasi SNI mengenai nilai marshall properties.
2. Mengetahui nilai kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran dingin AC dengan pemakaian kadar aspal optimum terhadap penggunaan cutback asphalt RC-70 berdasarkan perbandingan berat.
3. Mengetahui perbandingan nilai Marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas antara campuran dingin AC dengan campuran panas AC pada penelitian sebelumnya. A
A
Pembuatan benda uji dengan komposisi
gradasi AC spek VI
Pengujian Marshall Properties
Penentuan kadar aspal optimum
54
Gambar 2.2. Diagram kerangka pikir penelitian
Analisis Data
Kesimpulan
Selesai
Pengujian:
· ITS (Indirect Tensile Strenght) · UCS (Unconfined Compressive Strenght) · Permeabilitas
55
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, yaitu metode yang dilakukan
dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data, kemudian data
tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil analisis dan perbandingan terhadap
syarat-syarat yang ada. Data ini dapat menggambarkan bagaimanakah kedudukan
variabel-variabel yang diamati. Data pengujian Marshall Test untuk menunjukkan
kadar aspal optimum campuran.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini berjalan dari
tanggal 31 Agustus 2009 sampai dengan tanggal 6 Desember 2009.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimental terhadap
beberapa benda uji yang diuji di laboratorium. Data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.
3.3.1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian
kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk
56
manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian / pengujian secara
langsung.
Data yang termasuk ke dalam data primer adalah sebagai berikut:
1. Data pemeriksaan aspal
2. Data Pengujian Marshall Properties
3. Data Pengujian kuat tarik tidak langsung (ITST).
4. Data Pengujian kuat tekan bebas (UCST).
5. Data Pengujian permeabilitas.
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (didapat dari
penelitian atau sumber lain) untuk bahan / jenis yang sama. Dalam banyak hal
peneliti harus menerima data sekunder menurut apa adanya. Data sekunder yang
dipakai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Data pemeriksaan agregat.
2. Data koreksi tebal.
3. Pengujian ITST campuran panas AC pada penelitian sebelumnya.
4. Pengujian UCST campuran panas AC pada penelitian sebelumnya.
5. Pengujian permeabilitas campuran panas AC pada penelitian sebelumnya.
3.4. Peralatan dan Bahan Penelitian
57
3.4.1. Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Oven dan pengatur suhu.
b. Timbangan triple beam.
c. Satu set ayakan beserta sieve shaker.
d. Alat pembuat briket campuran aspal, terdiri dari:
1) Satu set cetakan (mould) berbentuk silinder dengan diameter 101,45 mm,
tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher sambung.
2) Satu set alat pemadat (compactor) yang terdiri dari alat penumbuk dan
landasan pemadat.
3) Dongkrak hidrolis (hydraulic jack).
e. Alat pemeriksaan Density, Specific Gravity, dan Porosity, terdiri dari:
1) Jangka Sorong.
2) Timbangan Triple Beam.
f. Satu set water bath.
g. Satu set alat uji marshall, terdiri dari:
1) Kepala penekan yang berbentuk lengkung (breaking head).
2) Cincin penguji berkapasitas 2500 kg dengan arloji tekan.
3) Arloji penunjuk kelelahan (flow meter).
h. Satu set alat uji kuat tarik tidak langsung, terdiri dari:
1) Kepala penekan yang berbentuk balok.
2) Arloji tekan.
i. Satu set alat uji kuat tekan bebas, terdiri dari:
58
1) Kepala penekan yang berbentuk pelat silinder.
2) Arloji tekan.
j. Satu set alat uji Permeabilitas Tipe AF-16, terdiri dari:
1) Alat ukur tekanan: 35 kg/cm² (tekanan tinggi) dan 10 kg/cm² (tekanan
rendah).
2) Tekanan normal: 3-10 kg/cm² (dengan katup pengatur tekanan)
3) Tabung gas Nitrogen (N2).
4) Tangki air pengumpul tekanan.
5) Bejana rembesan.
6) Tabung pengukur 1000cc.
k. Peralatan bantu lainnya:
1) Spatula.
2) Wajan lengkap dengan alat pangaduk.
3) Kertas.
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70
dengan sifat-sifat telah diteliti di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik
UNS.
b. Agregat
59
Agregat yang digunakan berasal dari PT. Pancadharma, (ex: Sentolo).
c. Filler
Filler yang digunakan adalah abu batu dari PT. Pancadharma, (ex: Sentolo).
d. Premium
Premium atau bensin digunakan untuk mencairkan aspal keras dengan
perbandingan berat tertentu sesuai kebutuhan dalam penelitian.
3.5. Pemeriksaan Bahan
3.5.1. Pemeriksaan agregat
Pemeriksaan agregat telah dilakukan di Workshop Laboratorium Pengujian Mutu,
Karangjati, Semarang.
Pemeriksaan agregat meliputi:
a. Pemeriksaan abrasi agregat.
b. Pemeriksaan berat jenis agregat kasar.
c. Pemeriksaan berat jenis agregat halus.
3.5.2. Pemeriksaan aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70.
Pemeriksaan aspal meliputi:
a. Pemeriksaan penetrasi aspal sesuai SNI 06-2456-1991, yaitu :
1) Meletakkan benda uji dalam tempat air bak perendam pada suhu 25oC
selama 1 - 1,5 jam.
60
2) Memasang jarum penetrasi pada pemegang jarum yang telah dibersihkan
dengan toluena dan mengeringkan dengan lap bersih.
3) Meletakkan pemberat 50 gr di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar
(100 ± 0,1) gr.
4) Memindahkan benda uji dari bak perendam ke bawah alat penetrasi.
5) Menyetel alat agar skala menunjukkan pada angka nol, kemudian
menurunkan jarum perlahan-lahan hingga menyentuh pada permukaan
benda uji.
6) Menekan pemegang jarum bersamaan dengan menjalankan stop watch
selama (5 ± 0,1) detik.
7) Membaca angka penetrasi dari benda uji dan menyiapkan percobaan pada
sampel yang sama tetapi pada tempat penetrasi yang berbeda.
8) Melakukan percobaan sebanyak 5 kali pada tiap sampel uji dengan
ketentuan tiap titik pemeriksaaan, tempat satu sama lain berjarak 1 cm dari
tepi.
b. Pemeriksaan titik lembek aspal sesuai SNI 06-2434-1991, yaitu :
1) Memeriksa dan mengatur jarak antara permukaan plat dasar dengan dasar
benda uji sehingga menjadi 25,4 mm.
2) Mengisi bejana dengan air suling baru dengan temperatur (5±1)oC,
sehingga tinggi permukaan air berkisar 101,6 mm sampai 108 mm.
3) Memasang dan mengatur kedua benda uji di atas dudukan dan meletakkan
pengarah bola di atasnya, memasukkan seluruh peralatan ke dalam bejana
gelas.
4) Meletakkan bola-bola baja di atas dan di tengah permukaan masing-
masing benda uji menggunakan penjepit dan memasang kembali pengarah
bola.
5) Meletakkan termometer di antara kedua benda uji.
6) Memanaskan bejana sehingga temperatur naik 5o C /menit, Untuk 3 menit
pertama beda kecepatan tidak boleh lebih dari 0,5oC sampai bola baja jatuh
di atas permukaan plat.
7) Mencatat temperatur saat bola jatuh menyentuh plat dasar.
61
c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar aspal sesuai SNI 06-2433-1991, yaitu :
1) Meletakkan cawan di atas plat pemanas dan mengatur sumber pemanas
sehingga terletak di bawah titik tengah cawan.
2) Meletakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah
cawan.
3) Menempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4
mm di atas dasar cawan dan terletak pada suatu garis yang
menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros tengah penguji.
Kemudian mengatur termometer sehingga termometer terletak pada jarak
¼ diameter cawan dari tepi.
4) Menempatkan penahan angin di depan nyala penguji.
5) Menyalakan sumber pemanas dan mengatur pemanasan sehingga kenaikan
suhu menjadi (15 ± 1)o C per menit.
6) Mengatur kecepatan pemanasan 5oC – 6oC permenit pada pemanasan
selanjutnya.
7) Menyalakan nyala penguji dan mengatur agar diameter nyala penguji
tersebut menjadi 3,2 – 4,8 mm.
8) Memutar nyala penguji pada as sehingga melalui permukaan cawan (dari
tepi ke tepi cawan) dalam waktu 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap
kenaikan 2oC.
9) Melanjutkan pekerjaan 6 dan 8 sampai terlihat nyala singkat pada suatu
titik di atas permukaan benda uji. Membaca suhu pada termometer dan
mencatatnya.
10) Melanjutkan langkah sampai terlihat nyala api yang agak lama sekurang-
kurangnya 5 detik di atas permukaan benda uji. Membaca suhu pada
termometer dan mencatatnya.
d. Pemeriksaan daktilitas aspal sesuai SNI 06-2432-1991, yaitu :
62
1) Air dalam bak perendam diberi garam (NaCl) agar berat jenis larutan air
dan garam tadi sama dengan berat jenis bitumen sehingga benda uji
tersebut melayang.
2) Mendiamkan benda uji pada suhu 25oC pada bak perendam selama 30
menit, kemudian melepaskan benda uji dari pelat dasar dan sisi-sisi
cetakannya.
3) Memasang benda uji pada alat uji dan menarik benda uji secara teratur
dengan kecepatan 5 cm per menit sampai benda uji putus. Perbedaan
kecepatan ± 5% masih diijinkan.
4) Membaca jarak antara pemegang cetakan pada saat benda uji putus (dalam
cm).
5) Selama percobaan berlangsung suhu air pada bak perendam harus tetap
dijaga sebesar (25 ± 0,5)oC.
e. Pemeriksaan berat jenis aspal sesuai SNI 06-2441-1991, yaitu :
1) Mengisi bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas
piknometer yang tidak terendam 40 mm.
2) Merendam dan menjepit bejana tersebut dengan bak peredam sampai
terendam sekurang – kurangnya 100 mm. Mengatur suhu ruang tetap 25°C
3) Membersihkan, mengeringkan, dan menimbang piknometer dengan
ketelitian 0,1 mg (A).
4) Mengangkat bejana dari bak perendam
5) Mengisi piknometer dengan air suling kemudian menutup piknometer
tanpa ditekan.
6) Meletakkan piknometer ke dalam bak perendam dan mendiamkannya
selama sekurang-kurangnya 30 menit.
7) Mengangkat piknometer dan mengeringkannya dengan lap lalu
menimbang piknometer dengan ketelitin 0,1 mg (B).
8) Menuangkan benda uji ke dalam piknometer yang telah kering hingga
terisi ¾ bagian.
9) Mendinginkan piknometer dengan mendiamkannya dalam bak
perendaman dalam waktu ± 30 menit. Setelah itu mengangkat,
63
mengeringkan dan menimbang dengan penutupnya dengan ketelitian 0,1
mg (C).
10) Mengisi piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan
menutupnya tanpa menekan. Lalu mendiamkan agar gelembung-
gelembung udaranya keluar.
11) Mengangkat bejana dari bak perendam dan meletakkan piknometer di
dalam nya dan kemudian menekan tutupnya rapat-rapat.
12) Memasukkan dan mendiamkan bejana ke dalam bak perendam selama ±
30 menit. Setelah itu mengangkat, mengeringkan dan menimbang
piknometer dengan ketelitian 0,1 mg (D).
13) Menghitung berat jenis.
f. Pemeriksaan kelekatan aspal terhadap agregat sesuai SNI 03-2439-1991, yaitu :
1) Memasukkan campuran batuan dengan bitumen dalam toples,
menutupnya, dan mendiamkannya selama 30 menit.
2) Mengisi toples dengan aquades sampai benda uji terendam seluruhnya.
3) Mendiamkan toples pada suhu ruang selama 2 jam.
4) Mengamati dan memperkirakan luas permukaan agregat yang masih
dilekati bitumen secara visual.
g. Pemeriksaan kekentalan aspal cair sesuai SNI 03-6721-2002, yaitu:
1) Mengaduk contoh uji hingga merata.
2) Menyaring contoh uji melalui saringan langsung memasukkan ke tabung
viskometer sampai pinggir atas tabung viskometer.
3) Mengaduk contoh uji dalam viskometer dengan termometer viskometer
yang telah dilengkapi penyanggah dengan kecepatan 30-50 putaran per
menit, apabila suhu konstan dari suhu pengujian maka mengaduk selama 1
menit kemudian mengangkat termometernya.
4) Mengambil contoh uji yang berlebihan dengan penyedot sampai batas
peluapan.
5) Mencabut gabus/penyumbat dari viskometer dan mulai menjalankan
pencatat waktu saat contoh uji menyentuh dasar labu.
64
6) Menghentikan pencatat waktu apabila contoh uji tepat pada batas 60 ml
labu viskometer.
7) Mencatat waktu alir (t) dalam detik.
8) Menutup lubang viskometer dengan alat penyumbat.
3.6. Pembuatan Benda Uji
Penelitian ini menggunakan jenis gradasi dari Standar Nasional Indonesia (SNI).
Jenis pengujian pada penelitian ini adalah pengujian Marshall, pengujian kuat
tarik (ITST), pengujian kuat tekan bebas (UCST) dan pengujian permeabilitas.
Adapun jumlah benda uji yang dibuat sebagai berikut:
Tabel 3.1. Jumlah benda uji untuk menentukan kadar aspal cair optimum
Kadar aspal cair 10% 10,5% 11% 11,5% 12%
Jumlah benda uji 3 3 3 3 3
Tabel 3.2. Jumlah benda uji untuk UCST, ITST, dan Permeabilitas dengan kadar
aspal cair optimum
Pengujian Jumlah benda uji
UCST 5 ITST 5
Permeabilitas 5
Sehingga jumlah benda uji adalah 30 benda uji.
Pembuatan benda uji dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap I
Tahap persiapan, yaitu mempersiapkan bahan dan alat yang akan digunakan
dalam penelitian.
65
b. Tahap II
Tahap pemeriksaan bahan:
Pemeriksaan aspal, meliputi penetrasi, titik lembek, titik nyala, titik bakar,
daktilitas, berat jenis, kelekatan aspal pada agregat dan viskositas.
Pemeriksaan agregat dan filler, telah diperiksa di Workshop Laboratorium
Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang.
c. Tahap III
Tahap Perencanaan Rancang Campuran (Job Mix Design):
- Perhitungan jumlah agregat yang digunakan pada tiap campuran.
- Perhitungan kadar aspal yang digunakan pada tiap campuran.
Adapun gradasi yang digunakan adalah gradasi Standar Nasional Indonesia
( SNI ) seperti yang tersaji pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Gradasi rencana campuran AC spec VI SNI 03-1737-1989
Spesifikasi Rencana Campuran (diambil nilai median)
Ukuran Saringan Prosentase Lolos
Prosentase Lolos
(mm) BS (%) (%)
38,1 11/2" 100 100
25,4 1" 90 – 100 95
19,1 3/4" 82 – 100 91
12,7 1/2" 72 – 90 81
4,76 #4 52 – 70 61
2,38 #8 40 – 56 48
0,59 #30 24 – 36 30
0,279 #50 16 – 26 21
0,149 #100 10 – 18 14
0,074 #200 6 – 12 9
66
Sumber: SNI 03-1737-1989
Gambar 3.1. Grafik spesifikasi gradasi AC spec VI SNI 03-1737-1989
d. Tahap IV
Tahap pencairan aspal:
Mencairkan aspal keras menggunakan premium berdasarkan perbandingan
berat tertentu untuk mendapatkan viskositas RC-70 menggunakan alat
Saybolt Furol. Pencairan ini dilakukan secara manual pada suhu ruang.
Dalam penelitian diperoleh perbandingan berat 35% bensin dan 65% aspal
pen-60/70 sehingga mencapai viskositas yang diharapkan dalam cutback
asphalt kelas RC-70, yaitu 100.5 detik dengan syarat 60 – 120 detik.
e. Tahap V
Tahap pembuatan benda uji untuk Marshall Test:
1) Pra pemadatan:
67
- Mencampur agregat dan cutback asphalt RC-70 sesuai dengan hasil
job mix design.
- Mengaduk campuran sampai merata pada suhu ruang. Kemudian
mendiamkan campuran tersebut selama 1 hari sebagai curing. Diambil
1 hari karena belum ada standar yang tetap untuk curing pra
pemadatan ini. Telah dicoba sebelumnya tanpa curing dan curing
antara 1-4 jam hasilnya mengalami binder drainage. Maka, peneliti
mengambil waktu curing pra pemadatan selama 1 hari.
- Memasukkan campuran ke dalam mold yang telah disiapkan dengan
melapisi bagian bawah mold dengan kertas.
2) Pemadatan:
- Campuran dipadatkan dengan alat pemadat manual sebanyak 75 kali
untuk masing-masing sisinya.
- Memberi penomoran pada masing-masing benda uji.
- Selanjutnya benda uji didiamkan pada suhu ruang selama 1 hari. Hal
ini dilakukan agar campuran benar-benar menyatu di dalam mold.
3) Pasca pemadatan:
- Benda uji dikeluarkan dari mold dengan menggunakan dongkrak.
- Mendiamkan benda uji (curing) pada suhu ruang selama 7 hari. Belum
ada standar yang tetap untuk curing pasca pemadatan ini. Diambil 7
hari berdasarkan pemeriksaan secara visual permukaan benda uji telah
kering dan mengeras.
Tahap pembuatan benda uji untuk ITST, UCST, dan uji Permeabilitas:
1) Pra pemadatan:
- Job mix design, meliputi perhitungan jumlah agregat dan kadar aspal
optimum yang digunakan pada campuran.
- Mencampur agregat dan cutback asphalt RC-70 sesuai dengan hasil
job mix design.
68
- Mengaduk campuran sampai merata pada suhu ruang. Kemudian
mendiamkan campuran tersebut selama 1 hari sebagai curing. Diambil
1 hari karena belum ada standar yang tetap untuk curing pra
pemadatan ini. Telah dicoba sebelumnya tanpa curing dan curing
antara 1-4 jam hasilnya mengalami binder drainage. Maka, peneliti
mengambil waktu curing pra pemadatan selama 1 hari.
- Memasukkan campuran ke dalam mold yang telah disiapkan dengan
melapisi bagian bawah mold dengan kertas.
2) Pemadatan:
- Campuran dipadatkan dengan alat pemadat manual sebanyak 75 kali
untuk masing-masing sisinya.
- Memberi penomoran pada masing-masing benda uji.
- Selanjutnya benda uji didiamkan pada suhu ruang selama 1 hari. Hal
ini dilakukan agar campuran benar-benar menyatu di dalam mold.
3) Pasca pemadatan:
- Benda uji dikeluarkan dari mold dengan menggunakan dongkrak.
- Mendiamkan benda uji (curing) pada suhu ruang selama 7 hari. Belum
ada standar yang tetap untuk curing pasca pemadatan ini. Diambil 7
hari berdasarkan pemeriksaan secara visual permukaan benda uji telah
kering dan mengeras.
3.7. Pengujian
Tahapan pengujian benda uji melalui Volumetric Test selanjutnya dilakukan
pengujian Marshall, pengujian kuat tarik tidak langsung (ITST), pengujian kuat
tekan bebas (UCST), dan pengujian permeabilitas.
69
3.7.1. Volumetric Test
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui VIM (Voids in Mix) dari masing-
masing benda uji. Adapun tahap pengujiannya adalah sebagai berikut :
a. Tahap I
Benda uji yang telah diberi kode tertentu diukur ketebalannya pada empat sisi
yang berbeda dengan menggunakan jangka sorong. Setelah diukur
ketebalannya, benda uji tersebut ditimbang untuk mendapatkan berat benda
uji (berat di udara).
b. Tahap II
Benda uji kemudian direndam selama ± 24 jam dalam suhu ruang, kemudian
benda uji ditimbang di dalam air untuk mendapatkan berat dalam air dan
ditimbang dalam keadaan kering permukaan (SSD) dengan cara benda uji
dilap bagian sisi permukaan dengan kain.
c. Tahap III
Dari hasil pengukuran berat di udara, berat dalam air dan berat SSD, dihitung
besarnya nilai densitas dengan menggunakan rumus 2.3.
d. Tahap IV
Pada tahap keempat ini dihitung berat jenis (Specific Gravity) dari masing-
masing benda uji dengan menggunakan rumus 2.4.
e. Tahap V
Dari nilai densitas dan GSmix dapat dihitung besar VIM dengan
menggunakan rumus porositas yaitu rumus 2.8.
70
3.7.2. Uji Marshall (Marshall Test)
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
a. Memasukkan benda uji dalam oven selama minimal 2 jam dengan suhu 25°C.
b. Membersihkan kepala penekan Marshall dan melapisi permukaanya dengan
oli agar benda uji mudah dilepas.
c. Mengeluarkan benda uji dari oven setelah minimal 2 jam dan segera
meletakkannya pada alat uji Marshall yang dilengkapi dengan arloji
kelelahan (flow meter) dan arloji pembebanan (stabilitas).
d. Pembebanan dilakukan hingga mencapai maksimum yaitu pada saat jarum
penunjuk arloji pembebanan berhenti dan berbalik arah. Pada saat itu
dilakukan pencatatan nilai stabilitas. Pada saat yang bersamaan dilakukan
pembacaan dan pencatatan nilai flow.
e. Mengeluarkan benda uji dari alat uji Marshall dan dilakukan pengujian benda
uji yang lain dengan mengikuti langkah a. – e.
3.7.3. Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (ITST)
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
a. Meletakkan benda uji pada alat uji Indirect Tensile Strength untuk dilakukan
pengujian.
b. Dari hasil pengujian ini didapat nilai dial.
Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 2.9.
71
3.7.4. Uji Kuat Tekan Bebas (UCST)
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
a. Meletakkan benda uji pada alat uji Unconfined Compressive Strength untuk
dilakukan pengujian.
b. Dari hasil pengujian ini didapat nilai dial.
Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 2.12.
3.7.5. Uji Permeabilitas
Dalam penelitian Permeabilitas, prosedur pengujian dilakukan dengan
menggunakan AF-16 secara manual berdasarkan “Buku Pedoman Manual
Penggunaan Alat Permeabilitas Tipe AF-16.”
Dalam pengujian permeabilitas mencakup 4 (empat) hal yaitu pemasangan bejana
rembesan, pengaliran air, pengujian, dan penyelesaian.
a. Pemasangan bejana rembesan
1) Melepaskan sekrup dan baut pada 8 posisinya, yang mengencangkan
bejana penyerap dan penutup, kemudian melepaskan penutupnya.
2) Memasang cincin O pada permukaan bawah penutup, hati-hati jangan
sampai rusak.
3) Memasukkan plat berlubang dan batu pori ke dalam bejana penyerap
(lihat gambar 3.2).
72
4) Mengatur letak benda uji yang telah dipersiapkan sehingga terletak
ditengah batu pori.
5) Mengisi celah antara benda uji dan permukaan dalam bejana dengan
lilin/paraffin.
6) Memasang tutup bejana penyerap pada bejana (periksa apakah cincin O
sudah terpasang), kemudian mengencangkan dengan sekrup dan baut
pada 8 posisinya.
b. Suplai Air (gambar 3.2)
1) Membuka katup suplai air (4) dan ventilasi udara (5), menghubungkan
pipa karet pensuplai air pada ujung atas katup (4), kemudian mengalirkan
air.
2) Chek ketinggian air dalam tangki dengan ketinggian tabung skala
akumulasi tekanan tangki air (7). Untuk menurunkan konsumsi gas,
mengisi air sebanyak mungkin ke dalam tangki.
3) Bila air diisi penuh, jangan lupa menutup katup suplai air (4) dan
ventilasi udara (5).
4) Memutar katup pengatur tekanan (2) berlawanan arah jarum jam,
kemudian membuka lubang suplai tekanan pada bagian atas silinder
nitrogen (1), tekanan tertingginya akan ditunjukkan pada (skala) alat ukur
tekanan (150 kg/cm²).
5) Membuka katup supla tekanan (3), memutar katup pengatur tekanan (2)
untuk menghimpun tekanan 2-3 kg/cm² (petunjuk 50 kg/cm² pada alat
ukur tekanan).
6) Membuka ventilasi udara dari bejana penyerap (10), kemudian membuka
katup sumber suplai (8) dan katup suplai (11) untuk mensuplai air.
73
7) Periksa apakah udara ikut keluar bersama air saat air meluap melalui
ventilasi udara, kemudian Menutup katup suplai (11) dan menutup
ventilasi udara.
8) Segera memasang silinder pengukur (13) di bawah pipa pengumpul air.
c. Pengujian (gambar 3.2)
1) Periksa apakah katup suplai (11) tertutup. Bila uji tekanan menunjukkan
10 kg/cm² atau lebih, biarkan keadaan katup penghenti tertutup (12).
2) Mengatur pengujian tekanan yang dikehendaki dengan memutar katup
pengatur tekanan (2) searah jarum jam.
Catatan : Terdapat selisih waktu antara kerja katup pengatur tekanan (2)
dan gerakan jarum jam penunjuk skala tekanan. Oleh
karenanya satu kali operasi katup pengatur tekanan dianggap
selisih setelah mencapai tekanan yang dikehendaki, dan saat
mengamati gerakan jarum penunjuk setelah posisinya tetap
perlahan-lahan putar lagi katup pengatur tekanan searah jarum
jam untuk mengatur tekanan uji.
3) Apabila penentuan tekanan lebih besar dari tekanan uji yang
dikehendaki, maka menutup katup pengatur samping (2), membuka
ventilasi udara (5) akumulasi tekanan tangki air untuk menurunkan
tekanan menjadi lebih rendah dari tekanan uji, kemudian menutup
ventilasi udara. Membuka lagi katup dan periksa katup pengatur tekanan
(2) untuk menentukan tekanan uji dengan benar.
4) Membuka katup suplai (11) untuk memberikan tekanan pada benda uji.
5) Apabila air yang menetes dari pipa pengumpul sudah konstan, kemudian
mengukur waktu yang diperlukan air terkumpul pada tabung pengukur
sebanyak 1000 cm³.
74
d. Penyelesaian
1) Menutup katup suplay (11), menutup katup pengatur tekanan ke samping
(2) berlawanan arah jarum jam untuk mengembalikan pada posisi 0.
2) Membuka ventilasi udara (5) untuk melepaskan tekanan, setelah jarum
penunjuk kembali ke 0, menutup semua katup.
3) Membuka ventilasi udara bejana penyerap (10), melepas bejananya,
mengambil benda uji, kemudian membersihkan peralatanya.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 2.14 dengan
memasukkan data-data yang diperoleh dari percobaan dengan alat permeabilitas
AF-16.
1. Apabila air yang
e. Penyelesaian
1. Tutuplah katup suplay (11), tutuplah katup pengatur tekanan ke samping
(2) berlawanan arah jarum jam untuk mengembalikan pada posisi 0.
2. Buka ventilasi udara (5) untuk melepaskan tekanan, setelah jarum
penunjuk kembali ke 0, tutuplah semua katup.
3. Buka ventilasi udara bejana penyerap (10), lepas bejananya, ambil benda
Gambar 3.2. Detail alat uji permeabilitas tipe AF-16
75
3.8. Analisis Data
Data dari hasil pengujian Marshall kemudian diproses dengan analisis regresi dan
korelasi yang mana persamaan regresi ini dapat menggambarkan perilaku dari
hasil pengujian. Regresi merupakan suatu garis yang membentuk suatu fungsi
yang menghubungkan antara titik-titik dengan kedekatan semaksimal mungkin.
Korelasi merupakan ukuran kecocokan suatu model regresi yang digunakan
sebagai data. Besarnya korelasi dilambangkan dengan huruf R, yang mana jika
R=0 berarti tidak ada hubungan sama sekali antara dua variabel data yang
dianalisis. Sebaliknya jika R= ±1 maka kedua variabel data yang dianalisis
terdapat hubungan yang kuat. Setelah analisis regresi dilakukan maka dapat
dilakukan pembahasan dan pengambilan kesimpulan nilai karateristik Marshall
dari campuran.
Sedangkan data yang didapat dari pengujian kuat tekan, kuat tarik tidak langsung
dan permeabilitas dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus yang ada untuk
kemudian dilakukan perbandingan nilai yang dihasilkan dalam pengujian tersebut.
76
Mulai
Persiapan alat dan bahan
Penentuan kadar aspal cair optimum Metode Marshall Test
Penentuan gradasi Asphalt Concrete spec VI Revisi SNI 03-1737-1989
5 benda uji untuk Unconfined Compressive Strength Test
5 benda uji untuk Indirect Tensile Strength Test
5 benda uji untuk Permeabilitas
Data primer pemeriksaan aspal, viskositas aspal cair
3.9. Diagram Alir Tahapan Penelitian
Gambar 3.3. Diagram alir tahap penelitian
Analisis Data dan Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Data sekunder pemeriksaan agregat
Pembuatan benda uji
Pembuatan benda uji dengan kadar aspal cair optimum
77
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pemeriksaan Bahan Penelitian
Penelitian dan pengujian benda uji yang dilakukan di Laboratorium Jalan Raya
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret telah
memperoleh hasil yang berupa data awal. Kemudian data tersebut diolah untuk
mengetahui nilai Marshall Properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas,
dan permeabilitas campuran dingin Asphalt Concrete dengan cutback asphalt
RC-70 sebagai binder.
4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat
Penelitian ini menggunakan agregat dari PT. Pancadharma, (ex: Sentolo) yang
telah diperiksa oleh penyedia jasa PT. Agung Darma Intra di Workshop
Laboratorium Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang. Sehingga data spesifikasi
agregat merupakan data sekunder yang tersaji pada tabel 4.1. berikut ini.
Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan agregat
Hasil **)
No Jenis pemeriksaan Metode Tes Syarat *) Agregat
Kasar
Agregat Halus
1 Abrasi Los Angeles SNI 03-2417-1991 max. 40% 32.48% -
2 Peresapan terhadap air SNI 03-1968/1970-1990 max. 3% 2.498% 1.813%
3 Berat jenis SNI 03-1969/1970-1990 min. 2,5 gr/cc 2.525 gr/cc 2.661 gr/cc
Sumber : *) Divisi VI Perkerasan Aspal
**) PT. Agung Darma Intra, 2009
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Lampiran A (pemeriksaan agregat).
78
Sedangkan pemeriksaan agregat secara visual dapat dilihat dari bentuk butiran dan
tekstur permukaan agregat kasar. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa
agregat yang digunakan memiliki tekstur permukaan yang kasar dan bersudut
serta berbentuk pipih dan ada yang tak beraturan. Gambar agregat kasar dan
agregat halus tersaji pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Agregat Kasar dan Halus
4.1.2. Hasil Pemeriksaan Filler
Penelitian ini menggunakan filler abu batu dari PT. Pancadharma, (ex: Sentolo)
yang telah diperiksa di Workshop Laboratorium Pengujian Mutu, Karangjati,
Semarang. Pemeriksaan filler abu batu yang dilakukan yaitu pengujian nilai
specific gravity. Pemeriksaan yang telah dilakukan menghasilkan nilai specific
gravity dari filler abu batu adalah sebesar 2.669 gr/cc.
4.1.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Aspal
Pemeriksaan sifat aspal bertujuan untuk mengetahui apakah aspal yang akan
digunakan telah memenuhi standar spesifikasi yang ada. Adapun sifat yang
diperiksa yaitu penetrasi aspal, titik lembek, titik nyala, titik bakar, daktilitas,
berat jenis aspal, dan viskositas aspal cair RC-70. Dalam penelitian ini, data hasil
pemeriksaan karakteristik aspal penetrasi 60/70 merupakan data primer yang
diperoleh dari hasil penelitian di Laboratorium Jalan Raya UNS. Hasil
pemeriksaan nilai karakteristik aspal tersaji pada tabel 4.2. dan tabel 4.3.
79
Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan karakteristik aspal pen-60/70
Syarat *) No Jenis Pemeriksaan
Min Max Hasil Pemeriksaan
1 Penetrasi, 100gr; 25ºC; 5detik, (mm) 60 79 70 2 Titik Lembek, (ºC) 48 58 48.25 3 Titik Nyala, (ºC) 200 - 350 4 Titik Bakar, (ºC) 200 - 370 5 Daktilitas, 25ºC; 5cm/menit, (cm) 100 - > 150
6 Kelekatan Aspal terhadap Agregat, (%)
95 100 98
6 Specific Gravity, (gr/cc) 1 - 1.039 Sumber: *) Revisi SNI 03-1737-1989 **) Revisi SNI 03-4800-1998 Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan viskositas cutback asphalt RC-70
Syarat *) No Jenis Pemeriksaan
Min Max Hasil Pemeriksaan
1 Viskositas Cutback Asphalt RC-70, 50ºC, (detik) 60**) 120**) 100.5
Selengkapnya mengenai hasil pemeriksaan aspal dapat dilihat pada Lampiran B
(pemeriksaan aspal).
4.2. Hasil Perencanaan Campuran
Untuk mendapatkan benda uji sesuai dengan kebutuhan maka sebelumnya dibuat
Job Mix Design (JMD) terlebih dahulu. Penelitian ini menggunakan spesifikasi
gradasi AC spec VI SNI 03-1737-1989 dalam menentukan JMD. Cara untuk
menentukan kebutuhan agregat akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Menentukan % berat lolos tiap ukuran saringan pada gradasi campuran AC
spec VI yang akan diaplikasikan. Dalam penelitian ini diambil nilai median
dari syarat % berat lolos tiap ukuran saringan.
b. Melakukan perhitungan sehingga diperoleh % tertahan tiap saringan dan
komulatifnya.
c. Menentukan Pb sementara untuk memperoleh nilai kadar aspal cair yang
mendekati optimum dengan rumus:
80
Pb = 0,05 (A) + 0,10 (B) + 0,50 (C)
Pb = 0,05 (52) + 0,10 (39) + 0,50 (9)
Pb = 11 % (aspal cair à aspal 7,15% + bensin 3,85%)
di mana: A : % agregat tertahan #8
B : % agregat lolos #8, tertahan #200
C : % agregat lolos #200
d. Menentukan interval kadar aspal cair yang digunakan.
Dalam penelitian ini menggunakan variasi kadar aspal cair 10%, 10.5%, 11%,
11.5%, dan 12%.
e. Menentukan berat total benda uji (agregat + aspal cair).
Dalam penelitian ini berat total yang direncanakan 1100 gram, ini
dimaksudkan agar campuran dapat masuk ke dalam mold semuanya.
f. Menghitung kebutuhan agregat tiap mold untuk masing-masing kadar aspal
cair.
Untuk memperjelas perhitungan, berikut ini adalah contoh perhitungan membuat
JMD untuk kadar aspal cair 10% dari total berat campuran.
- Berat 1 mold = aspal cair + agregat = 1100 gram (100%)
- Berat aspal cair = 10% x 1100 = 110 gram
- Berat agregat = 1100 – 110 = 990 gram
Berat agregat yang diperhitungkan dengan % tertahan tiap saringan:
38,1 mm (11/2”) = 0% x 990 = 0.0 gram
25,4 mm (1”) = 5% x 990 = 49.5 gram
19,1 mm (3/4”) = 4% x 990 = 39.6 gram
12,7 mm (1/2”) = 10% x 990 = 99.0 gram
4,76 mm (#4) = 20% x 990 = 198.0 gram
2,38 mm (#8) = 13% x 990 = 128.7 gram
0,59 mm (#30) = 18% x 990 = 178.2 gram
0,279 mm (#50) = 9% x 990 = 89.1 gram
0,149 mm (#100) = 7% x 990 = 69.3 gram
0,074 mm (#200) = 5% x 990 = 49.5 gram
PAN = 9% x 990 = 89.1 gram
81
Untuk lebih jelasnya, perhitungan kebutuhan agregat tiap saringan dengan
masing-masing kadar aspal cair tersaji pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 10%
% Tertahan Berat Agregat Nomor % lolos Tiap Tiap Kumulatif
Saringan blend Saringan Saringan Saringan
Komulatif (gram) (gram)
11/2" 100 0.00 0.00 0.00 0.00 1" 95 5.00 5.00 49.50 49.50
3/4" 91 4.00 9.00 39.60 89.10 1/2" 81 10.00 19.00 99.00 188.10 # 4 61 20.00 39.00 198.00 386.10 # 8 48 13.00 52.00 128.70 514.80 # 30 30 18.00 70.00 178.20 693.00 # 50 21 9.00 79.00 89.10 782.10
# 100 14 7.00 86.00 69.30 851.40 # 200 9 5.00 91.00 49.50 900.90 PAN 0 9.00 100.00 89.10 990.00
100.00 Aspal dalam % berat : 10 110 1100
Tabel 4.5. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 10.5%
% Tertahan Berat Agregat Nomor % lolos Tiap Tiap Kumulatif
Saringan blend Saringan Saringan Saringan
Komulatif (gram) (gram)
11/2" 100 0.00 0.00 0.00 0.00 1" 95 5.00 5.00 49.23 49.23
3/4" 91 4.00 9.00 39.38 88.61 1/2" 81 10.00 19.00 98.45 187.06 # 4 61 20.00 39.00 196.90 383.96 # 8 48 13.00 52.00 127.99 511.94 # 30 30 18.00 70.00 177.21 689.15 # 50 21 9.00 79.00 88.61 777.76
# 100 14 7.00 86.00 68.92 846.67 # 200 9 5.00 91.00 49.23 895.90 PAN 0 9.00 100.00 88.61 984.50
100.00 Aspal dalam % berat : 10.5 115.5 1100
- Berat 1 mold = aspal cair + agregat = 1100 gram (100%)
- Berat aspal cair = 10.5% x 1100 = 115.5 gram
- Berat agregat = 1100 – 115.5 = 984.5 gram
82
Tabel 4.6. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 11%
% Tertahan Berat Agregat Nomor % lolos Tiap Tiap Kumulatif
Saringan blend Saringan Saringan Saringan
Komulatif (gram) (gram)
11/2" 100 0.00 0.00 0.00 0.00 1" 95 5.00 5.00 48.95 48.95
3/4" 91 4.00 9.00 39.16 88.11 1/2" 81 10.00 19.00 97.90 186.01 # 4 61 20.00 39.00 195.80 381.81 # 8 48 13.00 52.00 127.27 509.08 # 30 30 18.00 70.00 176.22 685.30 # 50 21 9.00 79.00 88.11 773.41
# 100 14 7.00 86.00 68.53 841.94 # 200 9 5.00 91.00 48.95 890.89 PAN 0 9.00 100.00 88.11 979.00
100.00 Aspal dalam % berat : 11 121 1100
- Berat 1 mold = aspal cair + agregat = 1100 gram (100%)
- Berat aspal cair = 11% x 1100 = 121 gram
- Berat agregat = 1100 – 121 = 979 gram
Tabel 4.7. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 11.5%
% Tertahan Berat Agregat Nomor % lolos Tiap Tiap Kumulatif
Saringan blend Saringan Saringan Saringan
Komulatif (gram) (gram)
11/2" 100 0.00 0.00 0.00 0.00 1" 95 5.00 5.00 48.68 48.68
3/4" 91 4.00 9.00 38.94 87.62 1/2" 81 10.00 19.00 97.35 184.97 # 4 61 20.00 39.00 194.70 379.67 # 8 48 13.00 52.00 126.56 506.22 # 30 30 18.00 70.00 175.23 681.45 # 50 21 9.00 79.00 87.62 769.07
# 100 14 7.00 86.00 68.15 837.21 # 200 9 5.00 91.00 48.68 885.89 PAN 0 9.00 100.00 87.62 973.50
100.00 Aspal dalam % berat : 11.5 126.5 1100
- Berat 1 mold = aspal cair + agregat = 1100 gram (100%)
- Berat aspal cair = 11.5% x 1100 = 126.5 gram
- Berat agregat = 1100 – 126.5 = 973.5 gram
83
Tabel 4.8. Kebutuhan agregat tiap mold untuk kadar aspal cair 12%
% Tertahan Berat Agregat Nomor % lolos Tiap Tiap Kumulatif
Saringan blend Saringan Saringan Saringan
Komulatif (gram) (gram)
11/2" 100 0.00 0.00 0.00 0.00 1" 95 5.00 5.00 48.40 48.40
3/4" 91 4.00 9.00 38.72 87.12 1/2" 81 10.00 19.00 96.80 183.92 # 4 61 20.00 39.00 193.60 377.52 # 8 48 13.00 52.00 125.84 503.36 # 30 30 18.00 70.00 174.24 677.60 # 50 21 9.00 79.00 87.12 764.72
# 100 14 7.00 86.00 67.76 832.48 # 200 9 5.00 91.00 48.40 880.88 PAN 0 9.00 100.00 87.12 968.00
100.00 Aspal dalam % berat : 12 132 1100
- Berat 1 mold = aspal cair + agregat = 1100 gram (100%)
- Berat aspal cair = 12% x 1100 = 132 gram
- Berat agregat = 1100 – 132 = 968 gram
4.3. Analisis Hasil Penelitian
4.3.1. Hasil Pengujian Volumetrik
Sebelum melakukan pengujian Marshall Test, terlebih dahulu dilakukan uji volumetrik
yang meliputi pengukuran tebal benda uji, berat benda uji dalam keadaan kering, berat
benda uji dalam keadaan SSD dan berat benda uji dalam air. Data pemeriksaan
volumetrik ini selanjutnya digunakan untuk perhitungan densitas, specific gravity, dan
porositas dari benda uji. Berikut ini disajikan contoh perhitungan untuk mendapatkan
nilai densitas, SGmix, dan porositas dari benda uji dengan kadar aspal cair 10% (6.5%
aspal residu):
Kode benda uji = 10.1 (benda uji dengan kadar aspal cair 10%
atau kadar aspal residu 6.5%)
Berat benda uji di udara (Wdry) = 1063.6 gram
Berat benda uji dalam air (Ww) = 601.5 gram
Berat SSD (Ws) = 1073.2 gram
84
Berdasarkan rumus 2.3, rumus 2.4, dan rumus 2.8 maka nilai densitas, nilai
SGmix dan nilai porositas adalah :
Densitas = )( WwWs
Wdry-
= )5.6012.1073(
6.1063-
= 2.255 gr/cm3
SGmix =
SGbWb
SGfWf
SGahWah
SGakWak %%%%
100
+++
=
039.150.6
669.210.8
661.210.35
525,280.46
100
+++
= 2.438 gr/cm3
Porositas = %100*1 úû
ùêë
é-
mixGSD
= %100*438,2255,2
1 úû
ùêë
é -
= 7.516 %
Perhitungan nilai densitas, nilai SGmix dan nilai porositas dengan asumsi bensin
dalam campuran telah menguap habis secara sempurna setelah curing 7 hari pasca
pemadatan. Sehingga yang tersisa hanya campuran agregat dan aspal murni.
Perhitungan volumetrik untuk tiap kadar aspal cair tersaji pada tabel 4.9.
85
Tabel 4.9. Hasil perhitungan volumetrik campuran dingin AC spec VI
Berat Benda Uji
Di udara Kode Benda
Uji
Kadar Aspal Cair
Kering SSD Di Air
Density Specific Gravity
Porositas
(%) (gram) (gram) (gram) (gram/cm3) (gram/cm3) (%)
10 . 1 10 1063.6 1073.2 601.5 2.255 2.438 7.516 10 . 2 10 1075.8 1079.2 606.5 2.276 2.438 6.653
10 . 3 10 1064.2 1066.3 601.9 2.292 2.438 6.009
Nilai rata-rata 2.274 2.438 6.726
10,5 . 1 10,5 1075.5 1077.1 608.9 2.297 2.431 5.507
10,5 . 2 10,5 1061.3 1066.3 602.1 2.286 2.431 5.951
10,5 . 3 10,5 1067.2 1072.3 607.0 2.294 2.431 5.652
Nilai rata-rata 2.292 2.431 5.704
11 . 1 11 1061 1062.8 606.5 2.325 2.424 4.072
11 . 2 11 1066.3 1067.6 607.4 2.317 2.424 4.410
11 . 3 11 1063.5 1065.5 609.9 2.334 2.424 3.698
Nilai rata-rata 2.326 2.424 4.060
11,5 . 1 11,5 1077 1078.9 615.6 2.325 2.417 3.818
11,5 . 2 11,5 1038 1038.4 595.1 2.342 2.417 3.119
11,5 . 3 11,5 1034 1040.7 597.3 2.332 2.417 3.514
Nilai rata-rata 2.333 2.417 3.484
12 . 1 12 1056.3 1059.2 597.9 2.290 2.410 4.984
12 . 2 12 1026.5 1027.0 587.8 2.337 2.410 3.018
12 . 3 12 1061.3 1061.4 602.5 2.313 2.410 4.035
Nilai rata-rata 2.313 2.410 4.012
4.3.2. Hasil Pengujian Marshall
Pengujian Marshall dilakukan untuk mendapatkan data dial stabilitas dan flow.
Untuk perhitungan stabilitas terkoreksi menggunakan rumus 2.1. Setelah stabilitas
terkoreksi diperoleh, maka Marshall Quatient dapat dicari dengan menggunakan
rumus 2.2.
Sebagai contoh perhitungan pada campuran dingin AC dengan kadar aspal cair
10% (6.5% aspal residu) adalah sebagai berikut:
86
Kode benda uji = 10.1 (benda uji dengan kadar aspal cair 10% atau kadar
aspal residu 6.5%)
Dial stabilitas (q) = 20 lb
Stabilitas (S) = q x k x H x 0,454
= 20 x 30.272 x 1.052 x 0.454
= 289.163 kg
Flow = 3.4 mm
Marshall Quotient = fS
= 4.3163.289
= 85.048 kg/mm
Hasil pengujian Marshall untuk tiap kadar aspal cair tersaji pada tabel 4.10.
Tabel 4.10. Hasil pengujian Marshall campuran dingin AC spec VI
Stabilitas Marshall Kode Benda
Uji
Kadar Aspal Cair dial kalibrasi
koreksi tebal koreksi
Flow Quotient
(%) (lb) (kg) (kg) (mm) (kg/mm) 10 . 1 10 20 274.870 1.052 289.163 3.4 85.048 10 . 2 10 22 302.357 1.108 335.011 3.5 95.718 10 . 3 10 15.5 213.024 1.106 235.605 3.7 63.677
Nilai rata-rata 286.593 3.53 81.481 10,5 . 1 10,5 21 288.613 1.075 310.259 3.5 88.645 10,5 . 2 10,5 22 302.357 1.083 327.452 3.7 88.501 10,5 . 3 10,5 21 288.613 1.125 324.690 3.6 90.192
Nilai rata-rata 320.800 3.60 89.113 11 . 1 11 23 316.100 1.118 353.400 3.5 100.971 11 . 2 11 22 302.357 1.126 340.454 3.7 92.015 11 . 3 11 22 302.357 1.157 349.827 3.6 97.174
Nilai rata-rata 347.893 3.60 96.720 11,5 . 1 11,5 22 302.357 1.096 331.383 3.3 100.419 11,5 . 2 11,5 20 274.870 1.206 331.493 3.3 100.452 11,5 . 3 11,5 15 206.152 1.218 251.094 4.2 59.784
Nilai rata-rata 304.656 3.60 86.885 12 . 1 12 17.5 240.511 1.111 267.208 3.9 68.515 12 . 2 12 17 233.639 1.258 293.918 4.1 71.687 12 . 3 12 14 192.409 1.157 222.617 3.9 57.081
Nilai rata-rata 261.248 3.97 65.761
87
Perbandingan benda uji sebelum dan setelah pengujian Marshall tersaji pada
gambar 4.2.
Sebelum Pengujian Setelah Pengujian
Gambar 4.2. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah pengujian Marshall
Tabel 4.11. Rekapitulasi perhitungan volumetrik dan Marshall
Kadar Aspal Cair Density Porositas Stabilitas Flow
Mashall Quotient
(%) (gram/cm3) (%) (kg) (mm) (kg/mm) 10 2.274 6.726 286.593 3.53 81.481
10.5 2.292 5.704 320.800 3.60 89.113 11 2.326 4.060 347.893 3.60 96.720
11.5 2.333 3.484 304.656 3.60 86.885 12 2.313 4.012 261.248 3.97 65.761
Dari hasil rekapitulasi untuk masing-masing prosentase kadar aspal cair dapat
dibuat suatu hubungan untuk mendapatkan kadar aspal cair yang optimum (KAO)
seperti yang terlihat pada Gambar 4.3a. s/d Gambar 4.3e.
88
Gambar 4.3a. Grafik hubungan density bulk dengan kadar aspal cair
Gambar 4.3b. Grafik hubungan porositas dengan kadar aspal cair
Gambar 4.3c. Grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal cair
89
Gambar 4.3d. Grafik hubungan flow dengan kadar aspal cair
Gambar 4.3e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan kadar aspal cair
Dari Gambar 4.3a. s/d Gambar 4.3e. di atas, dapat diketahui bahwa kadar aspal
cair pencampuran yang dimulai dari 10% hingga 12% dengan interval kenaikan
0,5% mengalami suatu titik puncak di mana pada titik tersebut kadar aspal
mencapai titik optimum.
4.3.3. Penentuan Kadar Aspal Optimum
Kadar aspal optimum adalah kadar aspal yang akan menghasilkan sifat karakteristik terbaik pada suatu campuran aspal. Kadar aspal optimum ini akan digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kadar aspal untuk pembuatan benda uji berikutnya. Kadar aspal optimum ditentukan berdasarkan nilai penurunan / diferensial (y’ = 0) persamaan regresi polinomial dari grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal cair.
90
Dari grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal cair (Gambar 4.3c.) diperoleh persamaan kuadrat:
y = -64.446 X2 + 1404.5 X - 7314 .5
y’ = 0
0 = -128.892 X + 1404.5
128.892 X = 1404.5
X = 10.89 %
Kadar aspal residu = 65 % x 10.89 = 7.08 %
Jadi, kadar aspal cair optimum adalah 10.89 % dari berat total campuran.
Sedangkan kadar aspal residu 7.08 % dari berat campuran aspal dengan bensin.
Setelah mendapatkan kadar aspal optimum, selanjutnya dibuat benda uji sebanyak
15 benda uji, masing-masing 5 benda uji untuk pengujian kuat tarik tidak
langsung (ITS), 5 benda uji untuk pengujian kuat tekan bebas (UCS), dan 5 benda
uji untuk pengujian permeabilitas.
4.3.4. Karakteristik Campuran Saat Kadar Aspal Optimum
Setelah mendapatkan nilai kadar aspal optimum, kemudian dapat dicari besarnya
densitas, porositas, stabilitas, flow dan marshall quotient dengan cara
menganalisis data dari kadar aspal optimum yang telah didapatkan sebelumnya ke
dalam persamaan regresi untuk tiap-tiap hubungan karakteristik aspal dengan
kadar aspal cair.
Tabel 4.12. Nilai karakteristik Marshall untuk benda uji dengan kadar aspal
optimum
KAO Karakteristik Campuran Nilai Syarat
10.89 % Density (gram/cm3) 2.316 - 2 – 3 **)
91
Porositas (%) 4.966 3.5 – 5.5 *) 3 – 5 **)
Stabilitas (kg) 337.718 ³ 800 *) ³ 550 **)
Flow (mm) 3.640 3 – 5 *) 2 – 4 **)
( 7.08 % aspal, 3.81 % bensin)
Marshall Quotient (kg/mm) 95.275 ³ 250 *) 200 – 350 **)
Sumber: *) Revisi SNI 03-1737-1989 **) Persyaratan Tes Marshall Bina Marga (1987)
4.3.5. Hasil Pengujian Indirect Tensile Strength ( ITST )
Pengujian kuat tarik tidak langsung (indirect tensile strength test) merupakan
suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari suatu campuran. Pengujian
ini bertujuan untuk mengetahui indikasi terjadinya retak di lapangan, yaitu retak
pada bagian buttom lapisan wearing surface. Sama seperti pengujian UCS, dalam
pengujian ITS juga didapat nilai kuat tarik tidak langsung dalam satuan pound
(lb). Kemudian dari hasil pengujian tersebut dilakukan perhitungan nilai kuat tarik
tidak langsung dalam satuan KPa. Berikut ini contoh perhitungan ITS:
Kode benda uji = I.1 (benda uji dengan kadar aspal cair 10.89%
atau kadar aspal residu 7.08%)
Hasil pembacaan dial = 5 lb
Konversi satuan dial = 5 x 0.454
= 2.27 kg
Faktor kalibrasi = 30.272
Beban maksimum (P) = 2.27 x 30.272
= 68.717 kg
Diameter benda uji (d) = 10.145 cm
Tinggi rata-rata benda uji (h) = 6.220 cm
Besarnya kuat tarik tidak langsung terkoreksi sesuai rumus 2.9 adalah sebagai
berikut :
xdxhxP
ITSp2
=
= 220.6145.1014.3
717.682xx
x
92
= 0.694 kg/cm2
Konversi kg/cm2 à kPa = 0.694 x 9.81 x 10
= 68.045 Kpa
Untuk perhitungan ITST selanjutnya tersaji pada tabel 4.13. dan perbandingan
benda uji sebelum dan setelah diuji pada gambar 4.4.
Tabel 4.13. Hasil perhitungan ITST campuran dingin AC spec VI
Kadar Aspal Opt. d h Dial
Beban Maksimum
(P) ITS Kode
Benda Uji
(%) (cm) (cm) (lb) (kg) (kg/cm2) (KPa)
I . 1 10.89 10.145 6.220 5.0 68.717 0.694 68.045 I . 2 10.89 10.145 6.164 4.0 54.974 0.560 54.930 I . 3 10.89 10.145 6.049 5.0 68.717 0.713 69.968 I . 4 10.89 10.145 6.095 3.5 48.102 0.495 48.608 I . 5 10.89 10.145 6.185 3.5 48.102 0.488 47.901
Nilai rata-rata 57.890
Sebelum Pengujian Setelah Pengujian
Gambar 4.4. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji ITS
4.3.5.1. Hasil Perhitungan Regangan
Pengujian kuat tarik tidak langsung juga menghasilkan nilai regangan suatu
campuran. Data yang diperlukan untuk mendapatkan nilai regangan adalah
93
diameter benda uji dan deformasi horisontal yang diperoleh dengan mengalikan
deformasi vertikal yang didapatkan dari pengujian dengan angka poisson ratio
dari campuran. Dengan Rumus 2.10 maka nilai regangan dapat dihitung. Berikut
contoh perhitungan regangan campuran:
Kode benda uji = I.1 (Benda uji dengan kadar aspal cair 10.89% atau kadar aspal residu 7.08%)
Diameter benda uji (L) = 101.45 mm
Deformasi vertikal = 2.1 mm
Poisson ratio (υ) = 0.35
Deformasi horisontal (ΔL) = 0.35 x 2.1
= 0.74 mm
Regangan (ε) = LLD
=
45.10174.0
= 0.00724
Untuk perhitungan regangan selanjutnya tersaji pada tabel 4.14.
Tabel 4.14. Hasil perhitungan regangan campuran dingin AC spec VI
Kode Benda Uji
Diameter (mm)
ITS (KPa)
Deformasi Vertikal
(mm)
Deformasi Horisontal
(mm)
Regangan
I . 1 101.45 68.045 2.1 0.74 0.00724 I . 2 101.45 54.930 1.4 0.49 0.00483 I . 3 101.45 69.968 1.9 0.67 0.00655 I . 4 101.45 48.608 1.5 0.53 0.00517 I . 5 101.45 47.901 1.6 0.56 0.00552
Nilai rata-rata 0.00586
4.3.5.2. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas didapatkan dengan membagi regangan dengan tegangan.
Dalam penelitian ini tegangan didapatkan dari pengujian kuat tarik tidak langsung.
94
Dengan rumus 2.11 maka nilai modulus elastisitas dapat dihitung. Berikut contoh
perhitungan modulus elastisitas campuran:
Kode benda uji = I.1 (Benda uji dengan kadar aspal cair 10.89% atau
kadar aspal residu 7.08%)
Tegangan (σ) = 68.045 KPa
Regangan (ε) = 0.00724
Modulus elastisitas (E) = es
= 00724.0
68.045
= 9392.011 KPa
Untuk perhitungan modulus elastisitas selanjutnya tersaji pada tabel 4.15.
Tabel 4.15. Hasil perhitungan modulus elastisitas campuran dingin AC spec VI
Kode Benda Uji
ITS (KPa)
Regangan (ε)
Modulus Elastisitas (E)
(KPa)
I . 1 68.045 0.00724 9392.011 I . 2 54.930 0.00483 11372.805 I . 3 69.968 0.00655 10674.096 I . 4 48.608 0.00517 9392.936 I . 5 47.901 0.00552 8677.740
Nilai rata-rata 9901.918
4.3.6. Hasil Pengujian Unconfined Compressive Strength ( UCST )
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan benda uji terhadap
pembebanan dalam arah vertikal. Besarnya kuat tekan dapat dijadikan indikasi
langsung untuk mengetahui berapa besar beban yang mampu ditumpu perkerasan
di lapangan. Dalam pengujian ini diperoleh kuat desak dengan satuan pound (lb),
kemudian dilakukan penghitungan nilai kuat desak dalam satuan KPa. Dengan
rumus 2.12 maka nilai UCS dapat dihitung. Berikut ini contoh perhitungan UCS:
Kode benda uji = U.1 (Benda uji dengan kadar aspal cair 10.89% atau
kadar aspal residu 7.08%)
Diameter benda uji = 10.145 cm
95
Hasil pembacaan dial = 68 lb
Konversi satuan dial = 68 x 0.454
= 30.872 kg
Faktor kalibrasi = 30.272
Beban maksimum (P) = 30.872 x 30.272
= 934.557 kg
Luas benda uji (A) = 41
x π x 10.145 2
= 80.793 cm2
Besarnya kuat desak terkoreksi sesuai Rumus 2.12 adalah sebagai berikut:
UCS = AP
= 79.80557.934
= 11.567 kg/cm2
Konversi kg/cm2 à KPa = 11.567 x 9.81 x 10
= 1134.752 KPa
Untuk perhitungan UCST selanjutnya tersaji pada tabel 4.16. dan perbandingan
benda uji sebelum dan setelah diuji pada gambar 4.5.
Tabel 4.16. Hasil perhitungan UCST campuran dingin AC spec VI
Diameter Luas (A) Dial
Beban Maksimum (P) UCS Kode
Benda Uji (cm) (cm2) (lb) (kg) (kg/cm2) Kpa
Deformasi Vertikal
U . 1 10.145 80.793 68 934.557 11.567 1134.752 4.9 U . 2 10.145 80.793 79 1085.736 13.438 1318.315 5.7 U . 3 10.145 80.793 75 1030.762 12.758 1251.565 5.4 U . 4 10.145 80.793 93 1278.144 15.820 1551.941 6.8 U . 5 10.145 80.793 84 1154.453 14.289 1401.753 6.5
Nilai rata-rata 1331.665 5.9
96
Sebelum Pengujian Setelah Pengujian
Gambar 4.5. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji UCS
Dalam penelitian ini hasil uji UCS dianggap sudah cukup kuat sehingga tidak
diperhitungkan besarnya nilai regangan dan modulus elastisitasnya.
4.3.7. Hasil Pengujian Permeabilitas
Pengujian permeabilitas bertujuan untuk mendapatkan koefisian permeabilitas yaitu
kemampuan lapisan aspal beton dalam mengalirkan zat alir (fluida). Pengujian dilakukan
dengan mengalirkan air bertekanan tertentu melewati benda uji, waktu yang diperlukan
untuk melewatkan air dalam volume merupakan salah satu variabel dalam menentukan
besarnya koefisien permeabilitas. Data lain yang diperlukan dalam perhitungan adalah
diameter benda uji (cm), volume tampungan air (ml) dan tekanan air (kg/cm2).
Kemudian dari data tersebut dilakukan perhitungan koefisien permeabilitas dalam
satuan cm/detik, berikut disajikan contoh perhitungan permeabilitas :
Kode benda uji = P.1 (Benda uji dengan kadar aspal cair 10.89%
atau kadar aspal residu 7.08%))
Tebal banda uji (L) = 5,870 cm
Diameter benda uji (d) = 10,145 cm
Luas benda uji (A) = 0,25 x π x d2
= 0,25 x 3,14 x 10,1452
= 80,793 cm2
Volume rembesan (V) = 1000 ml
Waktu rembesan terukur (T) = 146 detik
Berat jenis air (γ) = 0,001 kg/cm3
Tekanan air pengujian (P) = 2 kg/cm²
Besarnya nilai permeabilitas sesuai rumus 2.17 adalah sebagai berikut:
TPALV
k´´´´
=g
97
= 1462793,80
001,0870,51000xxxx
= 0.000249 = 2.49 E-04 cm/detik
Untuk perhitungan permeabilitas selanjutnya tersaji pada tabel 4.17. dan
perbandingan benda uji sebelum dan setelah diuji pada gambar 4.6.
Tabel 4.17. Hasil perhitungan permeabilitas campuran dingin AC spec VI
Tebal Benda Uji
L
Volume Air V
γ Air A P T k Kode Benda
Uji (cm) (ml) (kg/cm3) (cm2) (kg/cm2) (dtk) (cm/dtk)
P . 1 5.870 1000 0.001 80.793 2 146 2.49E-04 P . 2 6.038 1000 0.001 80.793 2 129 2.90E-04 P . 3 6.154 1000 0.001 80.793 2 117 3.25E-04 P . 4 6.101 1000 0.001 80.793 2 134 2.82E-04 P . 5 6.210 1000 0.001 80.793 2 125 3.07E-04
Nilai rata-rata 2.91E-04
Sebelum Pengujian Setelah Pengujian
Gambar 4.6. Perbandingan benda uji sebelum dan setelah uji permeabilitas
Selengkapnya mengenai data pengujian dan hasil pengujian dari Marshall hingga
permeabilitas dapat dilihat pada Lampiran C dan Lampiran D.
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini akan dibandingkan mengenai hasil dari
karakteristik campuran dingin AC dengan gradasi SNI no. campuran VI yang
98
menggunakan cutback asphalt RC-70 serta KAO residu sebesar 7,08% dibanding
dengan karakteristik campuran panas AC dengan gradasi AC-WC serta KAO
4,8% yang telah diteliti sebelumnya oleh Fajar Nugroho.
4.4.1. Perbandingan Hasil Perhitungan Volumetrik Berdasarkan Kadar
Aspal Optimum
4.4.1.1. Perbandingan Nilai Kepadatan (Density)
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai kepadatan dari benda uji
menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC mempunyai tingkat
kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan benda uji yang menggunakan
campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai
densitas dari benda uji dengan campuran dingin AC sebesar 2.316 gr/cm3,
sedangkan nilai densitas dari benda uji dengan campuran panas AC sebesar 2.300
gr/cm3. Terjadi perbedaan sebesar 0,69 % di mana campuran dingin AC memiliki
nilai densitas yang lebih tinggi daripada campuran panas AC.
Tingkat kepadatan yang lebih tinggi pada campuran dingin AC disebabkan karena
bensin yang masih terdapat di dalam benda uji dan tidak bisa menguap sempurna
memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap berat benda uji di udara daripada
berat benda uji di air. Sehingga nilai densitas yang dihasilkan lebih besar.
Adapun syarat nilai densitas yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) adalah 2 – 3
gr/cm3. Maka, nilai densitas dari campuran dingin AC tersebut telah memenuhi
syarat untuk lapis perkerasan jalan.
99
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.7. Diagram perbandingan nilai densitas
4.4.1.2. Perbandingan Nilai Porositas
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai porositas dari benda uji
menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan rongga
udara yang lebih sedikit dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC.
Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai porositas sebesar
4,966 % untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 7,101 % untuk benda
uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 30,07 % di mana
campuran dingin AC memiliki nilai porositas yang lebih rendah daripada
campuran panas AC.
Porositas yang rendah pada campuran dingin AC terjadi karena pada saat
pencampuran, viskositas aspal yang telah terukur cukup dan mampu menyelimuti
seluruh permukaan agregat serta memberikan ikatan yang baik antar agregat,
tetapi bensin di dalam campuran tidak dapat menguap habis secara sempurna dan
masih mengisi pori di dalam campuran yang mengakibatkan porositas berkurang.
*)
100
Adapun syarat nilai porositas yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) adalah 3 –
5 % dan 3,5 – 5,5 % dalam Revisi SNI 03-1737-1989. Maka, nilai porositas dari
campuran dingin AC tersebut telah memenuhi syarat untuk lapis perkerasan jalan.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.8. Diagram perbandingan nilai porositas
4.4.2. Perbandingan Hasil Marshall Properties Berdasarkan Kadar Aspal
Optimum
4.4.2.1. Perbandingan Nilai Stabilitas
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai stabilitas dari benda uji menunjukan
bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan stabilitas yang lebih
kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari
hasil penelitian yang menghasilkan nilai stabilitas sebesar 337,718 kg untuk benda
uji dengan campuran dingin AC dan 1264,112 kg untuk benda uji dengan
campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 73,28 % di mana campuran dingin
AC memiliki nilai stabilitas yang lebih rendah daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena bensin yang tidak bisa menguap seluruhnya dalam
benda uji pada campuran dingin AC sehingga mengakibatkan bagian dalam benda
*)
101
uji masih basah dan gaya kohesi aspal menjadi tidak kuat serta mengurangi
interlock antar agregat. Sehingga pada saat terjadi pembebanan, agregat akan
mudah bergeser dan hancur. Terlihat setelah pengujian Marshall, benda uji bagian
dalam masih lunak dan berbau bensin yang menyengat.
Adapun syarat nilai stabilitas yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) untuk lalu
lintas berat adalah ≥ 550 kg dan min 800 kg dalam Revisi SNI 03-1737-1989.
Maka, nilai stabilitas dari campuran dingin AC tersebut belum memenuhi syarat
untuk lapis perkerasan permukaan jalan dengan lalu lintas berat. Tetapi masih bisa
digunakan untuk lapis base course atau sub base course.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.9. Diagram perbandingan nilai stabilitas
4.4.2.2. Perbandingan Nilai Flow
Nilai flow menunjukkan tingkat kelenturan atau kekakuan campuran. Flow yang
tinggi menunjukkan tingkat kelenturan yang tinggi, sehingga retakan yang timbul
karena pembebanan dapat terhindari. Sebaliknya flow yang rendah menunjukkan
tingkat kelenturan lapisan rendah dan bersifat getas, sehingga mudah mengalami
pecah akibat terjadinya pemisahan antar partikel butiran.
*)
102
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai flow dari benda uji menunjukan
bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan flow yang lebih besar
dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian yang menghasilkan nilai flow sebesar 3,64 mm untuk benda uji dengan
campuran dingin AC dan 3,52 mm untuk benda uji dengan campuran panas AC.
Terjadi perbedaan sebesar 3,41 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai
flow yang lebih besar daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena pada campuran dingin AC, bensin yang tidak bisa
menguap seluruhnya dalam benda uji mengakibatkan benda uji tidak bisa
mengeras sempurna sehingga menjadikan benda uji tidak getas dan mampu
menahan kelelahan lebih besar daripada campuran panas AC.
Adapun syarat nilai flow yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987) untuk lalu lintas
berat adalah 2 – 4 mm dan min 3 mm dalam Revisi SNI 03-1737-1989. Maka,
nilai flow dari campuran dingin AC tersebut telah memenuhi syarat untuk lapis
perkerasan jalan.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.10. Diagram perbandingan nilai flow
4.4.2.3. Perbandingan Nilai Marshall Quotient
*)
103
Marshall Quotient merupakan hasil bagi dari stabilitas dan flow, yang besarnya
merupakan indikator dari kelenturan yang potensial terhadap keretakan.
Perhitungan yang telah dilakukan terhadap nilai Marshall Quotient dari benda uji
menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai
Marshall Quotient yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran
panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai Marshall
Quotient sebesar 95,275 kg/mm untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan
377,155 kg/mm untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan
sebesar 74,74 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai Marshall Quotient
yang lebih kecil daripada campuran panas AC. Hal ini disebabkan karena pada
campuran dingin AC terjadi penurunan nilai stabilitas campuran disertai dengan
kenaikan nilai kelelahan yang dimilikinya.
Adapun syarat nilai Marshall Quotient yang ditetapkan oleh Bina Marga (1987)
untuk lalu lintas berat adalah 200 – 350 kg/mm dan min 250 kg/mm dalam Revisi
SNI 03-1737-1989. Maka, nilai Marshall Quotient dari campuran dingin AC
tersebut belum memenuhi syarat untuk lapis perkerasan jalan.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.11. Diagram perbandingan nilai Marshall Quotient
4.4.3. Perbandingan Hasil ITST Berdasarkan Kadar Aspal Optimum
*)
104
Pengujian kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength Test) merupakan
suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari suatu campuran. Pengujian
ini bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya retak dilapangan.
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai ITS dari benda uji menunjukan
bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai ITS yang lebih
kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari
hasil penelitian yang menghasilkan nilai ITS sebesar 57,89 KPa untuk benda uji
dengan campuran dingin AC dan 637,132 KPa untuk benda uji dengan campuran
panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 90,91 % di mana campuran dingin AC
memiliki nilai ITS yang jauh lebih kecil daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena bensin tidak bisa menguap sempurna dalam benda uji
pada campuran dingin AC sehingga berpengaruh mengurangi gaya kohesi maupun
adhesi aspal dengan agregat. Semakin lemah kohesi dan adhesi aspal terhadap
agregat maka akan semakin mudah agregat melepaskan diri dari agregat yang lain
sehingga campuran aspal menjadi mudah retak.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.12. Diagram perbandingan nilai ITS
4.4.3.1. Perbandingan Nilai Regangan
*)
105
Perhitungan yang telah dilakukan terhadap nilai regangan dari benda uji
menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai
regangan yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC.
Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai regangan sebesar
5,86E-03 untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 8,28E-03 untuk benda
uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 29,23 % di mana
campuran dingin AC memiliki nilai regangan yang lebih kecil daripada campuran
panas AC.
Hal ini disebabkan karena nilai deformasi horisontal yang lebih kecil pada
campuran dingin AC sehingga dengan diameter yang sama menghasilkan nilai
regangan yang lebih kecil pula.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.13. Diagram perbandingan nilai regangan
4.4.3.2. Perbandingan Nilai Modulus Elastisitas
Perhitungan yang telah dilakukan terhadap nilai modulus elastisitas dari benda uji
menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai
modulus elastisitas yang jauh lebih kecil dari benda uji yang menggunakan
*)
106
campuran panas AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai
modulus elastisitas sebesar 9901,918 KPa untuk benda uji dengan campuran
dingin AC dan 76955,2 KPa untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi
perbedaan sebesar 87,13 % di mana campuran dingin AC memiliki nilai modulus
elastisitas yang jauh lebih kecil daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena pada campuran dingin AC memiliki kuat tarik yang
jauh lebih kecil dibanding kuat tarik pada campuran panas AC.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.14. Diagram perbandingan nilai modulus elastisitas
4.4.4. Perbandingan Hasil UCST Berdasarkan Kadar Aspal Optimum
Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada
secara vertikal. Kuat tekan dapat dijadikan indikasi langsung untuk mengetahui
berapa besar beban yang mampu ditumpu perkerasan di lapangan.
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai UCS dari benda uji menunjukan
bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai UCS yang lebih
kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas AC. Hal ini terlihat dari
hasil penelitian yang menghasilkan nilai UCS sebesar 1331,665 KPa untuk benda
*)
107
uji dengan campuran dingin AC dan 4508,650 KPa untuk benda uji dengan
campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 70,46 % di mana campuran dingin
AC memiliki nilai UCS yang jauh lebih kecil daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena masih adanya bensin yang terdapat dalam benda uji
pada campuran dingin AC sehingga bagian dalam benda uji masih basah dan tidak
bisa mengeras dengan sempurna mengakibatkan nilai kuat tekannya menjadi
kecil.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.15. Diagram perbandingan nilai UCS
4.4.5. Perbandingan Hasil Permeabilitas Berdasarkan Kadar Aspal
Optimum
Penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai permeabilitas dari benda uji
menunjukan bahwa benda uji dengan campuran dingin AC menghasilkan nilai
permeabilitas yang lebih kecil dari benda uji yang menggunakan campuran panas
AC. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menghasilkan nilai permeabilitas
sebesar 2,91E-04 cm/dtk untuk benda uji dengan campuran dingin AC dan 6,85E-
04 untuk benda uji dengan campuran panas AC. Terjadi perbedaan sebesar 57,52
*)
108
% di mana campuran dingin AC memiliki nilai permeabilitas yang lebih kecil
daripada campuran panas AC.
Hal ini disebabkan karena masih adanya bensin yang terdapat dalam benda uji
pada campuran dingin AC sehingga rongga udara bagian dalam benda uji yang
seharusnya cukup tersedia menjadi tertutup yang mengakibatkan benda uji kurang
permeabel. Namun, semakin kecil nilai permeabilitas maka campuran tersebut
semakin kedap terhadap air sesuai yang diharapkan untuk perkerasan AC.
Berdasarkan klasifikasi angka permeabilitas pada campuran beraspal yang
dikemukakan oleh Mullen (1967), maka koefisien permeabilitas campuran dingin
AC tersebut termasuk dalam kategori Poor Drainage.
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Gambar 4.16. Diagram perbandingan nilai permeabilitas
4.4.6. Perbedaan Hasil Penelitian Campuran Dingin AC dan Campuran
Panas AC
*)
109
Perbedaan yang terjadi antara campuran dingin AC dengan campuran panas AC tersaji pada table 4.18.
Tabel 4.18. Perbedaan hasil penelitian campuran dingin AC dan campuran panas AC
No Jenis Pengujian Campuran Dingin AC
Campuran Panas AC *)
Perbedaan
(%)
1 Densitas (gr/cm3) 2.316 2.300 0.69
2 Porositas (%) 4.966 7.101 30.07
3 Stabilitas (kg) 337.718 1264.112 73.28
4 Flow (mm) 3.64 3.52 3.41
5 Marshall Quotient (kg/mm) 95.275 377.155 74.74
6 ITS (KPa) 57.890 637.132 90.91
7 Regangan 5.86E-03 8.28E-03 29.23
8 Modulus elastisitas (KPa) 9901,918 76955.200 87.13
9 UCS (KPa) 1331.665 4508.650 70.46
10 Permeabilitas (cm/detik) 2.91E-04 6.85E-04 57.52
Sumber: *) Fajar Nugroho (2009)
Secara umum dari hasil penelitian yang telah dilakukan, campuran dingin AC dengan cutback asphalt RC-70 memiliki karakteristik yang masih di bawah standar sehingga belum bisa digunakan untuk lapis perkerasan permukaan jalan khususnya lalu lintas berat di Indonesia. Tetapi masih bisa digunakan untuk lapis base course atau sub base course dengan lalu lintas sedang atau ringan.
110
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
a. Marshall Properties untuk campuran dingin AC apabila digunakan cutback
asphalt RC-70 sebagai binder menghasilkan nilai stabilitas sebesar 337.718
kg, flow 3.64 mm, MQ 95.275 kg/mm, densitas 2.316 gr/cm3, dan porositas
4.966 %. Hanya nilai flow, densitas, dan porositas yang memenuhi syarat
terhadap nilai yang telah ditetapkan dalam Revisi SNI 03-1737-1989 dan oleh
Bina Marga (1987). Sehingga secara keseluruhan campuran dingin AC dengan
cutback asphalt RC-70 tersebut belum memenuhi syarat untuk lapis
perkerasan permukaan jalan. Tetapi masih bisa digunakan pada lapis
perkerasan yang lain seperti base course atau sub base course.
b. Pengujian ITS, UCS, dan permeabilitas terhadap campuran dingin AC dengan
cutback asphalt RC-70 dalam kadar aspal optimum berturut-turut sebesar
57.890 KPa, 1331.665 KPa, dan 2.91E-04 cm/dtk.
c. Dibandingkan dengan campuran panas AC yang telah dilakukan oleh peneliti
lain sebelumnya, terjadi perbedaan sebesar 0.69% pada nilai densitas, 3.41%
pada nilai flow, 30.07% pada nilai porositas, 73.28% pada nilai stabilitas,
74.74% pada nilai MQ, 90.91% pada nilai ITS, 70.46% pada nilai UCS, dan
57.52% pada nilai permeabilitas.
5.2. Saran
Saran yang dapat dikemukakan sehubungan dengan penelitian ini adalah:
a. Campuran dingin AC seperti ini belum bisa diaplikasikan dalam pembuatan
lapis perkerasan jalan baru khususnya lapis permukaan atau wearing surface,
111
tetapi bisa digunakan untuk lapis base course atau sub base course maupun
untuk penambalan pada kerusakan permukaan jalan dengan skala kecil
b. Perlu adanya penelitian lain yang sejenis dengan menggunakan bahan
pengencer yang bisa menguap sempurna dengan lebih cepat, misalnya tinner
serta memperhatikan perlakuan curing pada campuran dingin AC baik pada
saat pra pemadatan maupun pasca pemadatan.
112
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Fuk, Wie. 2002. Penelitian Pelaburan Lapis Ikat Optimum yang Menggunakan Aspal Cair RC-250 dan Aspal Emulsi CRS-1 dengan Pengujian Kuat Geser. Universitas Katolik Parahyangan. Skripsi. Bandung.
Hanief, M.A. 2007. Fly Ash Sebagai Pengganti Filler Pada Asphalt Concrete Campuran Dingin. Universitas Sebelas Maret. Skripsi. Surakarta.
Miller, Timothy D., and Hussain U. Bahia. 2009. Sustainable Asphalt Pavement: Technologies, Knowledge Gaps and Opportunities. University of Wisconsin. Modified Asphalt Research Center. Tersedia di: http://uwmarc.org/files/MARC-Sustainable-Asphalt-Pavements-white-paper .pdf
Nugroho, Fajar. 2009. Tinjauan Permeabilitas, Kuat Tekan Dan Kuat Tarik Tidak Langsung Aspal Beton Dengan Limbah Ban Sebagai Pengganti Sebagian Agregat Medium. Universitas Sebelas Maret. Skripsi. Surakarta.
Olutaiwo, A.O., A.S. Adedimila, and Umar Sidiq. 2008. An Examination of The Use of Liquid Asphalt Binders in Road Works in Nigeria. Journal of Engineering and Applied Sciences 3(1). 134-142. Tersedia di: http://medwelljournals.com/fulltext/jeas/2008/134-142.pdf
Sarwono D., Setyawan A. 2005. Handout Mata Kuliah Teknologi Bahan Perkerasan Jalan. Surakarta.
Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.
Totomihardjo, Soeprapto. 1995. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Biro Penerbit.
Widjaja, Ratna. 2002. Hubungan Kuat Tarik Tidak Langsung dengan Parameter Marshall Beton Aspal. Universitas Katolik Parahyangan. Skripsi. Bandung.