1
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK
Liliasari
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI [email protected]
Abstrak
Indonesian people have to develop their critical thinking skills to face against the 21st century challenges. Learning science dimension should be changed from science as knowledge to science as way of thinking to fulfill the objectives. Thinking science can be
conducted through generic science skills development. Three kinds of ICT based models of chemistry teaching with Salt Hydrolyses, Colligative Properties of Solution, and
Chemical Equilibrium topics have been developed to increase students’ generic science skills. The results of the models implementation show the development of students’ critical thinking skills through generic science skills development, with maximum Ngain
0.94, 0.78 and 0.61 respectively for models of Chemical Equilibrium, Salt Hydrolyses, and Colligative Properties of Solution on high school students’ critical thinking skills.
Key words: models of teaching chemistry, generic science skills, critical thinking
Pendahuluan
Berdasarkan kedalaman cara mempelajarinya sains memiliki 4 dimensi, yaitu: (1)
sains sebagai cara berpikir; (2) sains sebagai cara untuk menyelidiki; (3) sains sebagai pengetahuan; (4) sains dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat.(Chiapetta and Koballa, 2006). Perbedaan sudut pandang ini dapat mengarahkan seperti apa cara
pembelajaran sains yang dipilih. Pada hakikatnya perbedaan keempat sudut pandang tersebut dalam pelaksanaan pembelajaran sains dalam pendidikan sains dewasa ini dapat
digambarkan seperti terlihat dalam gambar 1.
Gambar 1. Dimensi-dimensi dan intensitas pembelajaran sains
Sains sebagai cara menyelidiki
Sains sebagai pengetahuan
Sains dan hubungannya dengan teknologi dan masyarakat
Sains sebagai cara berpikir
2
Bagan tersebut juga berlaku untuk pembelajaran sains di Indonesia, termasuk di dalamnya pembelajaran kimia. Siswa diarahkan lebih banyak untuk mempelajari konsep-
konsep dan prinsip-prinsip kimia saja. Cara pembelajaran seperti itu menyebabkan siswa hanya mengenal banyak peristilahan kimia secara tidak bermakna. Dipihak lain
banyaknya konsep-konsep dan prinsip-prinsip kimia yang perlu dipelajari siswa terus berkembang, hal ini menyebabkan munculnya kejenuhan siswa apabila kimia dipelajari secara hafalan.
Banyak tantangan yang harus dihadapi setiap insan Indonesia di abad ke-21 ini. Banyak isu-isu sosial yang harus diselesaikan secara bijak, misalnya banyak pertentangan
antar kelompok-kelompok masyarakat yang hanya dipicu oleh hal-hal sepele. Misalnya adanya pertikaian antar kampung hanya karena isu yang menimbulkan kecurigaan namun tidak didukung fakta. Perkelahian antar kelompok pelajar yang banyak menimbulkan
korban jiwa yang tak perlu hanya karena kecemburuan sosial yang ditimbulkan oleh berita-berita yang tak jelas. Menghadapi persaingan global karena adanya politik
keterbukaan, setiap warganegara Indonesia juga perlu berjuang untuk memenangkan persaingan tersebut.
Untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut, maka kemampuan berpikir
kritis perlu dikembangkan oleh setiap insan Indonesia sejak dini. Bagaimana belajar sains termasuk di dalamnya kimia dapat mengembangkan kemampuan tersebut? Tantangan ini
hanya dapat dihadapi melalui paradigma baru belajar sains, yaitu memberikan sejumlah pengalaman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan pengetahuan sains tersebut ( Gallagher, 2007). Masalahnya adalah : ” Bagaimana
mengubah modus pembelajaran kimia di Indonesia agar dapat membekali setiap peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis?”
Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran Kimia
Apabila paradigma pembelajaran kimia masa kini seperti pada gambar 1 dititik-
beratkan pada belajar ’sains sebagai pengetahuan’, maka perlu paradigma baru dalam belajar kimia yang menitik-beratkan pada belajar ’sains sebagai cara berpikir’.
Sesungguhnya belajar sains, termasuk di dalamnya belajar kimia, pada hakekatnya kegiatan berpikir yang dikembangkan melalui 8 macam keterampilan generik sains (Brotosiswoyo, 2000), yang meliputi: (1) pengamatan langsung dan tak
langsung (direct and indirect observation) ; (2) kesadaran tentang skala besaran (sense of scale); (3) bahasa simbolik (symbolic language); (4) kerangka logika taat-asas (logical
self-consistency) dari hukum alam; (5) inferensi logika (logical inference); (6) hukum sebab-akibat (causality); (7) pemodelan matematik (mathematical modeling); (8) membangun konsep (concept formation). Keterampilan generik sains pada bidang kimia
ditambah dengan keterampilan ke-9 yaitu tilikan ruang (spatial) (Suyanti, 2003 dan Sudarmin, 2007).
Sains yang mempelajari fenomena alam dapat dikembangkan melalui pengamatan langsung untuk mencari hubungan sebab-akibat dari apa yang diamati tersebut. Keterbatasan alat indera manusia dalam melakukan pengamatan perlu dibantu
dengan berbagai peralatan, misalnya mikroskop untuk mengamati objek yang sangat kecil, teropong untuk mengamati objek yang sangat besar seperti jagad raya, detektor
untuk gelombang ultrasonik dan infrasonik, amperemeter untuk mengukur kuat arus, indikator untuk mengenal zat yang beracun bila dicicipi langsung oleh manusia, dan
3
masih banyak alat bantu lain yang digunakan untuk menolong manusia mengamati. Pengamatan menggunakan alat bantu ini merupakan pengamatan tak langsung.
Dalam alam banyak ukuran yang tak sesuai dengan ukuran benda yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya jagad raya sangat besar, elektron sangat kecil,
umur jagad raya mencapai milyaran tahun, rekombinasi elektron-positron hanya berlangsung dalam waktu 1/30 detik, satu mol zat mengandung 6,02 x 1023 partikel. Untuk mempelajari hal tersebut maka perlu kesadaran tentang skala besaran.
Agar terjadi komunikasi dalam disiplin-disiplin sains dalam mempelajari gejala alam perlu adanya bahasa simbolik misalnya lambang unsur, arah panah yang
menunjukkan persamaan reaksi searah atau kesetimbangan, tanda kurung persegi untuk menyatakan konsentrasi, dan banyak bahasa simbolik lainnya.
Pada pengamatan gejala alam dalam waktu yang panjang akan ditemukan
sejumlah hukum-hukum, namun akan ditemukan “keganjilan” secara logika. Untuk menjawab hal tersebut perlu digunakan kerangka logika taat-asas dengan menemukan
suatu teori baru. Misalnya keganjilan antara hukum mekanika Newton dan elektrodinamika Maxwell dibuat taat-asas dengan lahirnya teori relativitas Einstein.
Dalam sains banyak fakta yang tak dapat diamati langsung namun dapat
ditemukan melalui inferensi logika dari konsekuensi-konsekuensi logis pemikiran dalam sains. Misalnya suhu nol Kelvin sampai saat ini belum dapat direalisasikan
keberadaannya, tetapi diyakini bahwa itu benar. Salah satu ciri sains adalah bertolak dari hukum sebab-akibat. Misalnya jika logam dipanaskan maka akan memuai, sebalikinya jika didinginkan akan menyusut. Jika es dipanaskan maka akan mencair, sebaliknya air
jika didinginkan akan membeku. Hubungan kausal ini dapat digunakan untuk menjelaskan gejala alam, misalnya ikan salmon yang lahir di air tawar dan setelah
dewasa hidup di lautan, tetapi pada masa tuanya selalu kembali ke air tawar untuk bertelur dan kemudian mati di sana.
Untuk menjelaskan banyak hubungan dari gelaja alam yang diamati diperlukan
bantuan pemodelan matematik. Melalui pemodelan tersebut diharapkan dapat diprediksikan dengan tepat bagaimana kecenderungan hubungan ataupun perubahan dari
sederetan fenomena alam. Tidak semua gejala alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari, karena itu
diperlukan bahasa dengan terminologi khusus, yang dikenal sebagai konsep.Konsep-
konsep yang dibangun perlu diuji keterterapannya untuk mengembangkan lebih lanjut. Proses ini disebut sebagai membangun konsep dalam sains. Dalam menjelaskan
berlangsungnya reaksi-reaksi kimia, perlu diperhatikan bagaimana posisi setiap gugus yang bereaksi dalam ruang, hal ini disebut tilikan ruang dari partikel-partikel zat yang bereaksi.
Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis melalui Keterampilan Generik Sains
Berpikir merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Keterampilan berpikir selalu berkembang dan dapat dipelajari (Nickerson, 1985).
Berdasarkan prosesnya berpikir dapat dikelompokkan dalam berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses berpikir kompleks yang disebut berpikir tingkat tinggi meliputi
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif ( Costa, 1985).
4
Berpikir kritis sebagai salah satu pola berpikir kompleks merupakan pola berpikir untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan
interpretasi. Berpikir kritis mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis. Pola berpikir ini juga berfungsi memahami asumsi dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi.
Dengan demikian pola berpikir ini dapat memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas, dan meyakinkan.
Menurut Moore dan Parker (2009) berpikir kritis memiliki sejumlah karakteristik,
yaitu: (1) menentukan informasi mana yang tepat atau tidak tepat; (2) membedakan klaim yang rasional dan emosional; (3) memisahkan fakta dari pendapat;(4) menyadari apakah
bukti itu terbatas atau luas; (5) menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam argumentasi orang lain; (6) menunjukkan analisis data atau informasi; (7) menyadari kesalahan logika dalam suatu argumen; (8) menggambarkan hubungan antara sumber-sumber data yang
terpisah dan informasi; (9) memperhatikan informasi yang bertentangan, tidak memadai, atau bermakna ganda; (10) membangun argumen yang meyakinkan berakar lebih pada
data daripada pendapat, (11) memilih data penunjang yang paling kuat; (12) menghindarkan kesimpulan yang berlebihan, (13) mengidentifikasi celah-celah dalam bukti dan menyarankan pengumpulan informasi tambahan; (14) menyadari ketidak-
jelasan atau banyaknya kemungkinan jawaban suatu masalah; (15) mengusulkan opsi lain dan mempertimbangkannya dalam pengambilan keputusan; (16) mempertimbangkan
semua pemangku kepentingan atau sebagiannya dalam mengusulkan penyebab tindakan; (17) menyatakan argumen dan konteks untuk apa argumen itu; (18) menggunakan bukti secara betul dan tepat untuk menyanggah argumen; (19) menyusun argumen secara logis
dan kohesif; (20) menghindarkan unsur-unsur luar dalam penyusunan argumen; (21) menunjukkan bukti untuk mendukung argumen yang meyakinkan.
Berdasarkan ciri-ciri berpikir kritis yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa mengembangkan 9 macam keterampilan generik sains melalui pembelajaran kimia dapat mempengaruhi berkembangnya kemampuan berpikir peserta
didik.
Pembelajaran Kimia untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis
Untuk mengembangkan keterampilan generik sains melalui pembelajaran kimia
telah dikembangkan banyak model pembelajaran sains (Fisika, Biologi, Kimia) yang berbasis ICT melalui serangkaian penelitian mulai tahun 2007 yang masih berlanjut
sampai tahun ini. Tiga dari model-model pembelajaran kimia yang disusun untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA melalui pengembangan keterampilan generik sains akan dipaparkan pada makalah ini.
a. Hubungan konsep, keterampilan generik sains, dan kemampuan berpikir kritis yang
dikembangkan pada tiga model pembelajaran kimia Tiga topik kimia yang dipilih untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis yaitu
Hidrolisis Garam, Sifat Koligatif Larutan, dan Kesetimbangan Kimia. Hubungan antara topik, keterampilan generik sains dan indikator berpikir kritis dapat dilihat pada tabel 1.
ketiga model pembelajaran menggunakan jenis ICT yang sama, yaitu multimedia interaktif
5
Tabel 1. Hubungan topik Kimia, Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis
yang dikembangkan pada model-model pembelajaran kimia
No. Topik Keterampilan Generik
Sains
Kemampuan Berpikir Kritis
1. Hidrolisis Garam (Iksanudin, 2007)
pengamatan tak langsung, pengamatan langsung, bahasa simbolik, hukum sebab akibat, pemodelan matematik, membangun konsep, inferensi logika, logika taat azas
menerapkan prinsip yang dapat diterima, menyimpulkan, menemukan persamaan dan perbedaan, memberikan alasan, menjawab pertanyaan, mengidentifikasi kriteria untuk menentukan jawaban yang mungkin menggeneralisasikan tabel dan grafik, membangun keterampilan dasar, mengatur strategi dan taktik, memberikan penjelasan sederhana, memberikan penjelasan lanjut.
2. Sifat Koligatif Larutan (Widhiyanti, 2007)
pengamatan tak langsung, pengamatan langsung, bahasa simbolik, hukum sebab akibat, pemodelan matematik, membangun konsep, inferensi logika, logika taat azas,.
3. Kesetimbangan kimia (Wiratama, 2010)
pengamatan tak langsung, pengamatan langsung, bahasa simbolik, hukum sebab akibat, pemodelan matematik, inferensi logika, kerangka logika taat asas, kesadaran akan skala besaran, membangun konsep.
memfokuskan pada pertanyaan, menganalisis argumen, mempertimbangkan kredibilitas sumber, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan mempertimbangkan keputusan
b. Hasil implementasi model-model pembelajaran kimia
Model-model pembelajaran kimia yang telah disusun diimplementasikan di 3 tempat yang berbeda. Model pembelajaran Hidrolisis diimplementasikan di suatu SMAN di Palembang, model pembelajaran Sifat Koligatif Larutan diimplementasikan
di SMAN di Bogor. Kedua model pembelajaran ini diimplementasikan hanya menggunakan metode kuasi eksperimen one group pretest-posttest design.
Model Pembelajaran Kesetimbangan Kimia diimplementasikan di suatu SMAN RSBI di Singaraja, menggunakan metode kuasi eksperimen control group pretest-posttest design. Implementasi model ke-3 ini menggunakan metode yang
berbeda untuk lebih meyakinkan pengaruh model terhadap peningkatan keterampilan generik sains dan berpikir kritis peserta didik. Hasil implementasi ke-3 model
pembelajaran kimia berupa dipaparkan tabel-tabel dan gambar-gambar berikut.
6
Tabel 2. Rerata Skor Pretes dan Postes penguasaan konsep pada topik Hidrolisis Garam
Grafik 5.6. Grafik Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Pada
Gambar 2. Penguasaan konsep pada topik Hidrolisis Garam
Tabel 3. Rerata Skor Pretes dan Postes penguasaan konsep pada Konsep Sifat Koligatif Larutan
No Label Konsep
Rerata (%) N-
Gain
Uji Wilcoxon (α = 0,05)
Pretes Postes Taraf
Signifikansi Keterangan
1 Tekanan Uap 16,67 69,23 0,63 0,000 Signifikan
2 Penurunan Tekanan Uap Larutan
31,73 60,58 0,42 0,000 Signifikan
3 Titik Didih 25,64 66,67 0,55 0,000 Signifikan
4 Kenaikan Titik Didih Larutan
27,92 51,00 0,32 0,000 Signifikan
5 Penurunan Titik Beku Larutan
31,41 58,33 0,39 0,000 Signifikan
6 Penurunan Titik Beku Molal (Kb)
24,36 57,69 0,44 0,000 Signifikan
7 Diagram Fasa 41,88 73,50 0,54 0,000 Signifikan
No Label Konsep Skor
N-Gain Zhitung Ztabel Ket.
(α = 0,05) Pre-tes Postes
1. Hidrolisis garam 6,33 8,85 0,71 4.91 1.96 Signifikan
2. Hidrolisis anion 0,85 2,33 0,67 4.71 1.96 Signifikan
3. Hidrolisis kation 0,97 3,48 0,82 5.06 1.96 Signifikan
4. Hidrolisis total 1,97 3,39 0,57 3.86 1.96 Signifikan
5. Reaksi Hidrolisis 1,79 6,30 0,87 5.06 1.96 Signifikan
6. Tetapan Hidrolisis 0,88 2,82 0,89 5.05 1.96 Signifikan
7. pH larutan garam 1,06 5,09 0,51 5.03 1.96 Signifikan
6,3
3
0,8
5
0,9
7 1,9
7
1,7
9
0,8
8
1,0
6
8,8
5
2,3
3
3,4
8
3,3
9
6,3
2,8
2
5,0
9
0,7
1
0,6
7
0,8
2
0,5
7
0,8
7
0,8
9
0,5
1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 2 3 4 5 6 7
Pemahaman Konsep
Sko
r
Pre-tes
Postes
N-Gain
7
8 Sifat Koligatif Larutan 26,92 60,26 0,46 0,000 Signifikan
16,6
7
31,7
3
25,6
4
27,9
2
31,4
1
24,3
6
41,8
8
26,9
2
69,2
3
60,5
8 66,6
7
51
58,3
3
57,6
9
73,5
60,2
6
63
42
55
32
39
44
54
46
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8
Pemahaman Konsep
Sko
r re
rata
(%
)
Pretes
Postes
N-Gain
Gambar 3. Penguasaan Konsep pada topik Sifat Koligatif Larutan
Tabel 4 . Rerata skor pretes, postes, dan N-gain penguasaan konsep pada topik
Kesetimbangan Kimia
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Pretes Postes N-gain Pretes Postes N-
gain
Rata-rata (%) 20,00 50,82 38,34 52,68 77,75 49,63
Standar Deviasi 6,50 10,95 14,55 16,84 7,73 15,97
N(Jumlah Siswa) 28 28
8
Gambar 4. Penguasaan konsep pada topik Kesetimbangan Kimia
Tabel 5. Rerata Skor Pretes, Postes dan N-gain Keterampilan Generik Sains
untuk topik Hidrolisis Garam
No Indikator Keterampilan
Generik Sains
Skor N-Gain
Skor
Maks. Zhitung Ztabel Ket. Pretes Postes
1. Pengamatan tak langsung 1,64 2,76 0.79 3 4.710 1.96 Signifikan
2. Bahasa simbolik 4,97 9,94 0.82 11 5.03 1.96 Signifikan
3. Hukum sebab akibat 0,70 1,39 0.47 2 3.50 1.96 Signifikan
4. Pemodelan Matematik 1,94 7,91 0.60 12 t hitung
23.03 ttabel
2,04 Signifikan
5. Membangun Konsep 4,73 9,52 0,65 12 5.01 1.96 Signifikan
1,6
4
4,9
7
0,7
1,9
4
4,7
3
2,7
6
9,9
4
1,3
9
7,9
1
9,5
2
0,7
9
0,8
2
0,4
7
0,6 0,6
50
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5
Indikator Keterampilan Generik
Sko
r
Pretes
Postes
N-Gain
Gambar 5. Peningkatan Keterampilan Generik Sains Hidrolisis Garam
Tabel 6. Rerata Skor Pretes, Postes dan N-Gain Keterampilan Generik Sains
pada topik Sifat Koligatif Larutan
No
Indikator
Keterampilan
Generik Sains
Rerata (% )
N-Gain
Uji Wilcoxon/Uji t (α =
0,05)
Pretes Postes Taraf
Signifikansi Keterangan
1 Membangun konsep 29,49 70,09 0,58 0,000 Signifikan
2 Menjelaskan hukum
sebab akibat 24,62 56,41 0,42 0,000 Signifikan
3
Menyusun dan
menerapkan pemodelan
matematik
32,76 60,40 0,41 0,000
(uji t) Signifikan
4 Menggunakan bahasa
simbolik 23,59 56,92 0,44 0,000 Signifikan
9
5 Melakukan pengamatan
tidak langsung 46,15 74,87 0,53 0,000 Signifikan
29,4
9
24,6
2 32,7
6
23,5
9
46,1
5
70,0
9
56,4
1
60,4
56,9
2
74,8
7
58
42
41 4
4
53
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5
Indikator Keterampilan Generik
Sk
or
rera
ta
Pretes
Postes
N-Gain
Gambar 6. Peningkatan Keterampilan Generik Sains Sifat Koligatif Larutan
Tabel 7. Rerata skor pretes, postes dan N- Gain Keterampilan Generik Sains pada topik
Kesetimbangan Kimia
No Indikator Keterampilan
Generik Sains Simbol
KGS No Soal
Rata-rata K. Kontrol
Rata-rata K. Eksperimen
Pretes (%)
Postes (%)
N-Gain (%)
Pretes (%)
Postes (%)
N-Gain (%)
1. Pengamatan tak langsung KGS1 17 15,71 54,29 52,00 35,71 91,43 93,00
2. Pengamatan langsung KGS2 12 27,86 34,29 4,00 25,71 30,71 7,00
3. Membangun konsep KGS3 1, 9, 14,
dan 18 48,04 69,64 28,00 25,18 51,96 34,00
4. Pemodelan matematis KGS4 7, 19 11,79 31,79 21,00 42,50 87,50 79,00
5. Bahasa simbolik, KGS5 6, 8 22,86 67,86 61,00 46,07 81,43 61,00
6. Hukum sebab akibat KGS6 5, 16 24,29 75,00 63,00 73,57 91,79 69,00
7. Inferensi logika KGS7 2, 15, 20 13,10 48,57 39,00 58,57 72,14 13,00
8. Kerangka logis taat azas KGS8 3, 11 19,64 72,86 65,00 73,57 93,21 93,00
9. Kesadaran tentang skala
besaran KGS9 10, 13 2,86 7,41 4,00 23,57 48,21 27,00
10. Tilikan ruang KGS10 4 30,00 61,43 47,00 65,71 62,86 53,00
10
Gambar 7. Peningkatan keterampilan generik sains untuk kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol pada topik Kesetimbangan Kimia
Tabel 8. Rerata Skor Pre-tes dan Pos-tes Kemampuan Berpikir Kritis pada topik Hidrolisis Garam
No Indikator Berpikir
Kritis
Skor N-Gain
Uji Rerata
(α = 0,05) Ket
Pre-tes Postes thitung ttabel Signifikan
1. Menerapkan prinsip yang
dapat diterima 7,85 19.79 0,70 29,59 2,04 Signifikan
2. Kemampuan memberikan
alasan 3,15 6.48 0,69 10,98 2,04 Signifikan
Zhitung Ztabel
3. Menyimpulkan
1,69 4.27 0,78 4,98 1.96 Signifikan
4. Menemukan persamaan
dan perbedaan 1,27 1.73 0,63 2.86 1.96 Signifikan
11
7,8
5
3,1
5
1,6
9
1,2
7
19,7
9
6,4
8
4,2
7
1,7
3
0,7
0,6
9
0,7
8
0,6
3
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4
Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Sk
or
rera
ta
Pre-tes
Postes
N-Gain
Gambar 8. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis pada topik Hidrolisis Garam
Tabel 9. Rerata Skor Pre-tes dan Pos-tes Kemampuan Berpikir Kritis pada topik Sifat Koligatif Larutan
N
o
Indikator Berpikir
Kritis
Kod
e
Rerata (%) N-
Gai
n
Uji Wilcoxon /Uji t (α = 0,05)
Prete
s
Poste
s Uji
Taraf
Signifikans
i
Ket.
1 Menjawab
pertanyaan “apa
yang dimaksud
dengan..?
KBK
1 17,95 67,95 0,61
Uji
Wilcoxo
n
0,000 Signifika
n
2 Mengidentifikasi
atau merumuskan
kriteria untuk
menentukan
jawaban yang
mungkin
KBK
2 26,28 58,33 0,43
Uji
Wilcoxo
n
0,000 Signifika
n
3 Menemukan
persamaan dan
perbedaan
KBK
3 29,06 60,40 0,44 Uji t 0,000
Signifika
n
4 Aplikasi dari prinsip
yang dapat diterima
KBK
4 33,70 60,81 0,41
Uji
Wilcoxo
n
0,000 Signifika
n
5 Kemampuan
memberikan alasan
KBK
5 24,79 53,85 0,39
Uji
Wilcoxo
n
0,000 Signifika
n
6 Menggeneralisasika
n tabel dan grafik
KBK
6 46,15 73,85 0,51
Uji
Wilcoxo
n
0,000 Signifika
n
12
17,9
5 26,2
8
29,0
6
33,7
24,7
9
46,1
5
67,9
5
58,3
3
60,4
60,8
1
53,8
5
73,8
5
61
43 44
41
39
52
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6
Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Sko
r re
rata Pretes
Postes
N-Gain
Gambar 9. Peningkatan kemampuan Berpikir Kritis pada topik Sifat Koligatif
Larutan
Tabel 10. Rerata skor pretes, postes dan N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis pada topik Kesetimbangan Kimia
No Indikator Berpikir Kritis
Rata-rata
K. Kontrol
Rata-rata
K. Eksperimen
Pretes (%)
Postes (%)
N-
gain (%)
Pretes (%)
Postes (%)
N-gain (%)
1. Memfokuskan pada sebuah pertanyaan
35,71 73,93 58,00 58,57 66,43 10,00
2. Menganalisis argumen 29,29 56,43 34,00 45,71 84,29 79,00
3. Mempertimbangkan kredibilitas sebuah sumber;
kriteria
6,43 45,71 40,00 41,07 45,71 52,00
4. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi; kriteria
16,79 39,64 23,00 37,14 65,00 35,00
5. Membuat deduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi
15,71 49,05 38,00 53,33 69,05 34,00
6. Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi
26,67 56,19 35,00 60,48 73,10 32,00
7. Membuat dan mempertimbangkan
keputusan
19,64 72,86 65,00 73,57 93,21 94,00
8. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi
23,21 38,21 11,00 35,00 49,64 21,00
9. Mengidentifikasi asumsi 21,79 46,43 27,00 6,07 35,00 30,00
10. Memutuskan tindakan. 9,76 26,19 17,00 44,05 90,48 84,00
13
Gambar 10. Peningkatan kemampuan berpikir kritis kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol pada topik Kesetimbangan Kimia Hasil implementasi model-model pembelajaran kimia menunjukkan penguasaan
konsep peserta didik termasuk pada kategori sedang (N-gain 0.51) sampai tinggi (N-gain 0.89) pada model Hidrolisis Garam. Pada 2 model pembelajaran yang lain pencapaian
penguasaan konsep peserta didik pada kategori sedang (Ngain 0.63 dan 0,50). Hasil pencapaian keterampilan generik sains peserta didik pada kategori tinggi (Ngain 0.93 dan 0.82) untuk model pembelajaran Hidrolisis Garam dan Kesetimbangan Kimia dan sedang
(Ngain 0.58) pada model pembelajaran Sifat Koligatif Larutan. Pencapaian kemampuan berpikir kritis peserta didik pada ketiga model pembelajaran juga mencapai kategori
sedang sampai tinggi (Ngain 0.61; 0.78; dan 0.94). Capaian tertinggi untuk tiap-tiap model pembelajaran masing-masing pada indikator keterampilan generik sains bahasa simbolik, membangun konsep, dan kerangka
logika taat azas. Penguasaan kemampuan berpikir kritis tertinggi pada tiap-tiap model pembelajaran masing-masing pada kemampuan menyimpulkan, menjawab pertanyaan
apa yang dimaksud dengan, dan membuat dan mempertimbangkan keputusan. Pencapaian Ngain dari setiap model pembelajaran juga menunjukkan eratnya hubungan peningkatan keterampilan generik sains dan kemampuan berpikir kritis peserta
didik. Dalam hal ini pencapaian kemampuan berpikir kritis menunjukkan Ngain tertinggi dibandingkan dengan pencapaian keterampilan generik sains dan penguasaan konsep
peserta didik. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian di atas adalah: a. Untuk menghadapi banyak tantangan di abad ke-21 diperlukan penguasaan
kemampuan berpikir kritis setiap insan Indonesia. b. Belajar sains termasuk di dalamnya belajar kimia perlu diubah dari dimensi sains
sebagai pengetahuan menjadi sains sebagai cara berpikir untuk meningkatkan
kemampuan berpikir peserta didik.
14
c. Belajar sains termasuk di dalamnya belajar kimia dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui pengembangan keterampilan generik sains
peserta didik. d. Pembelajaran kimia dengan topik Hidrolisis, Sifat koligatif Larutan, dan
Kesetimbangan Kimia berbasis ICT dengan pengembangan keterampilan generik
sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Daftar Pustaka
Brotosiswoyo, B.S. (2000). Kiat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Costa, A.L. (ed). (1985). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD.
Iksanudin. (2007) Pengembangan keterampilan generik sains dan berpikir kritis siswa SMA pada topik hidrolisis garam, Tesis, Bandung: SPs UPI
Moore and Parker (2009) Critical Thinking, New York: McGraw-Hill Co. Inc.
Nickerson.R.S. (1985).The Teaching of Thinking, New Jersey: Lawrence Erbaum Associate Publishers
Suyanti, R.D.(2006) Pembekalan keterampilan generik kimia anorganik bagi calon guru, Disertasi, Bandung: SPs UPI
Sudarmin,(2007). Pembekalan keterampilan generik kimia organik bagi calon guru,
Disertasi, Bandung: SPs UPI Widhiyanti, T. (2007) Pengembangan keterampilan generik sains dan berpikir kritis siswa
SMA pada topik sifat koligatif larutan, Tesis, Bandung: SPs UPI Wiratama, B.S. (2007) Pengembangan keterampilan generik sains dan berpikir kritis
siswa SMA pada topik kesetimbangan kimia, Tesis, Bandung: SPs UPI