1
PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN
TERHADAP MANIPULASI AKTIVITAS RIIL
Amellya Christianti
I Putu Sugiartha Sanjaya
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jalan Babarsari 43-44, Yogyakarta
Abstract
The objective of this research is to investigate whether company
financial condition effected real activities manipulation in Indonesia
manufacturing companies. Researchers suspects that the financial
condition of the company is one of the incentives that influence the
company’s decision to engange in real activities manipulation. This
research uses multiple regression model to test the variables that
expected to have an influence on real activities manipulation. The
variables are financial condition of the company as independent
variable, real activities manipulation as dependent variable, and firm
size as control variable.
Samples in this study consists of manufacturing companies that were
listed at Indonesia Stock Exchange during 2008 to 2012. There are 331
year companies during five years. The result of empirical test indicate
that company’s financial condition negatively influences real activities
manipulation. Whereas, firm size negatively influences real activities
manipulation.
Keywords : company financial condition, real activities manipulation,
firm size, leverage.
I. Pendahuluan
Laba telah menjadi indikator umum bagi pihak manajemen dan pihak
eksternal untuk menilai kinerja suatu perusahaan. Informasi laba ini dapat
mempengaruhi investor, kreditur, dan pihak lainnya dalam membuat keputusan
investasi dan ekonomi. Oleh sebab itu, perusahaan berusaha untuk mencapai
target laba yang diinginkan agar perusahaan terlihat memiliki kinerja yang baik
dan dapat menarik minat pihak eksternal.
Manajer menyadari bahwa laba semakin penting bagi pihak internal dan
eksternal, sehingga memotivasi manajer untuk melakukan modifikasi atas laba
yang dilaporkan. Laba perusahaan yang terlihat besar membuat investor berpikir
bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik, tanpa mengetahui bagaimana laba
tersebut dihasilkan. Tindakan manajemen dalam mengubah informasi laba yang
dilaporkan disebut dengan manajemen laba.
Pada awalnya manajer cenderung menggunakan akrual untuk mengubah
informasi laba perusahaan. Terungkapnya kasus Enron menyebabkan publik
2
menyadari bahwa risiko terjadinya kecurangan sangatlah mungkin dilakukan oleh
perusahaan, sehingga publik kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan. Oleh
sebab itu, pemerintah Amerika menciptakan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk
mengembalikan kepercayaaan investor. Hal ini menyebabkan terjadinya
pergeseran manajemen laba akrual menuju manipulasi aktivitas riil (Cohen et
al.,2008).
SOX berisi peraturan yang mendorong perusahaan agar menerapkan
prinsip keterbukaan, memastikan perusahaan memiliki sistem pengendalian yang
kuat, dan memastikan perusahaan memiliki sistem pengawasan yang ketat.
Beberapa peraturan di dalam SOX di antaranya mewajibkan setiap perusahaan
memiliki komite audit independen, mewajibkan penyajian transaksi off balance
sheet dan setiap perubahan yang bersifat material. Peraturan SOX menyebabkan
manajemen laba akrual dapat dengan mudah terdeteksi oleh pihak pengawas,
sehingga membatasi fleksibilitas perusahaan saat akan melakukan manajemen
laba akrual. Oleh sebab itu, manajer cenderung menggunakan manipulasi aktivitas
riil agar tetap dapat memanipulasi laba dengan tingkat risiko terdeteksi yang lebih
rendah dibandingkan dengan manajemen laba akrual.
Fenomena ini mendorong banyak peneliti di Indonesia untuk meneliti
apakah perusahaan di Indonesia juga menerapkan teknik manipulasi aktivitas riil.
Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian terkait dengan manipulasi
aktivitas riil adalah Ferdawati (2009), Oktorina dan Hutagaol (2009), serta Aprilia
et al. (2010).
Ferdawati (2009) meneliti tentang pengaruh manajemen laba riil terhadap
nilai perusahaan. Hasil penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat manajemen
laba riil, maka semakin tinggi nilai perusahaan.
Oktorina dan Hutagaol (2009) menganalisis arus kas kegiatan operasi
dalam mendeteksi manipulasi aktivitas riil dan dampaknya terhadap kinerja pasar.
Penelitian ini menggunakan arus kas operasi untuk mendeteksi operasi abnormal
dari aktivitas riil. Oktorina dan Hutagaol (2009) menemukan bahwa perusahaan
melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas operasi dan berdampak pada
kinerja pasar.
Aprilia et al. (2010) meneliti tentang indikasi manajemen laba melalui
manipulasi aktivitas riil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
melakukan right issue terindikasi melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus
kas kegiatan operasi. Beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan
menunjukkan bahwa manipulasi aktivitas riil memang telah dilakukan oleh
perusahaan di Indonesia.
Praktik manipulasi aktivitas riil yang dilakukan oleh perusahaan
dipengaruhi oleh berbagai macam insentif. Salah satu insentif yang mendorong
perusahaan untuk melakukan manipulasi aktivitas riil adalah kondisi keuangan
yang dimiliki oleh perusahaan (Zang, 2012). Perusahaan yang memiliki
kemungkinan untuk melanggar kontrak utang dapat mengindikasikan bahwa
perusahaan memiliki kondisi keuangan yang kurang baik (Beneish dan Press,
1993). Pelanggaran terhadap kontrak utang dapat menimbulkan biaya yang besar
bagi perusahaan (Beneish dan Press, 1993). Salah satu biaya yang dapat timbul
akibat pelanggaran terhadap kontrak utang adalah biaya pinalti. Oleh sebab itu,
3
perusahaan dengan kondisi keuangan yang kurang baik termotivasi untuk
melakukan manipulasi aktivitas riil.
Apabila perusahaan tidak memiliki kemungkinan untuk melanggar kontrak
utang, maka kemungkinan besar perusahaan tidak mengalami masalah keuangan.
Hal ini menyebabkan perusahaan tidak termotivasi untuk melakukan manipulasi
aktivitas riil.
Pernyataan di atas sejalan dengan hasil penelitian Kim et al. (2010) bahwa
semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran kontrak utang, maka semakin
mendorong perusahaan untuk melakukan manipulasi aktivitas riil. Berdasarkan
hasil penelitian Beneish dan Press (1993) serta Kim et al. (2010), peneliti
berasumsi bahwa kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap manipulasi
aktivitas riil. Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang pengaruh
kondisi keuangan perusahaan terhadap manipulasi aktivitas riil. Peneliti ingin
mengetahui apakah kondisi keuangan perusahaan memiliki pengaruh yang sama
dengan hasil penelitian Kim et al. (2010) pada perusahaan di Indonesia.
Sepanjang pengetahuan peneliti, belum terdapat penelitian tentang pengaruh
kondisi keuangan perusahaan terhadap manipulasi aktivitas riil di Indonesia. Hal
ini memotivasi peneliti untuk mengangkat topik penelitian tentang pengaruh
kondisi keuangan perusahaan terhadap manipulasi aktivitas riil. Dalam penelitian
ini, peneliti akan menggunakan rasio Debt to Asset (DAR) untuk mengukur
kondisi keuangan perusahaan dan arus kas operasi abnormal untuk mengukur
manipulasi aktivitas riil.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah “Apakah kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap
manipulasi aktivitas riil ?” Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti
empiris dan mengetahui pengaruh dari kondisi keuangan perusahaan terhadap
keputusan manajer untuk melakukan praktik manajemen laba.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan teori dalam bidang akuntansi keuangan, terutama teori mengenai
praktik manipulasi aktivitas riil. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan penjelasan mengenai pengaruh kondisi keuangan perusahaan
terhadap manipulasi aktivitas riil.
II. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Teori Agensi
Menurut Jensen dan Meckling (1976), pihak yang disebut sebagai agent
adalah manajer dan pihak yang disebut sebagai principal adalah pemilik
perusahaan. Teori agensi memiliki asumsi bahwa setiap individu memiliki sifat
yang self interest dan kepentingan yang berbeda-beda. Selain itu, agent memiliki
lebih banyak informasi (full information) dibanding dengan principal yang
menyebabkan terjadinya asymmetry information. Asymmetry information dan
konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent, mendorong agent
untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal.
4
2.2 Manajemen Laba
Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa manajemen laba timbul
ketika manajer menggunakan judgment dalam pelaporan finansial dan dalam
strukturisasi transaksi. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mempengaruhi
laporan keuangan dan juga mengelabuhi stakeholder terkait dengan kinerja
ekonomik perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang bergantung
pada angka akuntansi.
Beberapa motivasi yang mendorong manajer melakukan manajemen laba
adalah motivasi bonus, motivasi pajak, dan motivasi kontrak utang (Watts dan
Zimmerman, 1986). Berbagai bentuk manajemen laba yang dapat dilakukan oleh
perusahaan adalah taking a bath, income maximization, income minimization,
income smoothing, dan timing revenue and expense recognition
Perusahaan dapat melakukan manajemen laba melalui aktivitas riil.
Manipulasi aktivitas riil adalah tindakan-tindakan manajemen yang menyimpang
dari keputusan operasi normal perusahaan. Hal ini dilakukan oleh perusahaan
dengan tujuan utama untuk mencapai target laba (Cohen dan Zarowin, 2010;
Roychowdhury, 2006). Manipulasi aktivitas riil dapat dilakukan melalui tiga cara
yaitu manipulasi penjualan, overproduction, dan pengurangan beban diskresioner.
2.3 Kondisi Keuangan Perusahaan
Rustamadji (2008) mengemukakan bahwa tingkat kesehatan suatu
perusahaan yang telah go public penting untuk diketahui dan dimonitor oleh
pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya. Kondisi keuangan perusahaan
diperlukan untuk melihat sehat atau tidaknya keuangan suatu perusahaan. Hal ini
dapat dilakukan dengan membandingkan antara dua elemen dalam laporan
keuangan yang disebut dengan rasio.
2.4 Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan dapat memberi gambaran tentang baik atau
buruknya keadaan suatu perusahaan. Pada penelitian ini akan menggunakan rasio
utang terhadap aset (DAR). Rasio ini menunjukkan seberapa banyak aset
perusahaan yang didanai oleh kewajiban/utang. Semakin besar rasio ini maka
semakin berisiko suatu perusahaan. Menurut Jiming dan Weiwei (2011), rasio
DAR berpengaruh positif terhadap financial distress. Artinya, perusahaan dengan
rasio DAR yang tinggi akan semakin berisiko mengalami financial distress.
2.5 Financial Distress
Financial distress atau kesulitan keuangan merupakan kondisi dimana
perusahaan memiliki keuangan yang tidak sehat atau mengalami krisis. Kondisi
financial distress terjadi sebelum perusahaan akan mengalami kebangkrutan.
Suatu perusahaan dapat dikatakan menderita financial distress sejak tahun
pertama aliran kas kurang dari kewajiban jangka panjang yang jatuh tempo
(Whitaker, 1999). Balwin dan Scott (1983) dalam Parulian (2007) berpendapat
bahwa perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap kontrak utang (debt
5
covenants), dapat menjadi tanda awal bahwa perusahaan mengalami financial
distress.
2.6 Penelitian Terdahulu
Ryochowdhury (2006) meneliti tentang manajemen laba melalui aktivitas
riil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan melakukan manipulasi
aktivitas riil melalui manipulasi penjualan, overproduction, dan pengurangan
beban diskresioner.
Ferdawati (2009) meneliti tentang pengaruh manajemen laba riil terhadap
nilai perusahaan. Hasil penelitian ini adalah semakin tinggi manajemen laba riil,
maka semakin tinggi nilai perusahaan.
Oktorina dan Hutagaol (2009) menganalisis arus kas kegiatan operasi
dalam mendeteksi manipulasi aktivitas riil dan dampaknya terhadap kinerja pasar.
Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan melakukan manipulasi aktivitas riil
melalui arus kas operasi dan berdampak pada kinerja pasar.
Aprilia et al. (2010) meneliti tentang indikasi manajemen laba melalui
manipulasi aktivitas riil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
melakukan right issue terindikasi melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus
kas kegiatan operasi.
Guna dan Herawaty (2010) meneliti tentang pengaruh mekanisme good
corporate governance, indepedensi auditor, kualitas audit, dan faktor lainnya
terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya
variabel leverage, kualitas audit, dan profitabilitas yang terbukti berpengaruh
terhadap manajemen laba.
Kim et al. (2010) meneliti tentang debt covenant slack and real earnings
management. Hasil dari penelitian ini adalah kontrak utang yang ketat
menyebabkan peningkatan terhadap praktik manajemen laba riil.
Zang (2012) meneliti tentang trade off antara manipulasi aktivitas riil dan
manajemen laba akrual terkait dengan biaya relatif dan timing. Peneliti
menyatakan bahwa perusahaan dengan fleksibilitas akuntansi yang rendah dan
pengawasan yang ketat oleh pihak auditor serta regulator cenderung menggunakan
manipulasi aktivitas riil. Perusahaan cenderung menggunakan manajemen laba
akrual bila perusahaan memiliki struktur kepemilikan institusional, kondisi
keuangan yang buruk, memiliki tingkat pajak yang tinggi, dan tidak memiliki
status sebagai market leader.
Goh et al. (2013) meneliti tentang pengaruh pemegang saham mayoritas
terhadap manipulasi aktivitas riil. Hasil penelitian ini adalah pemegang saham
mayoritas memiliki hubungan negatif terhadap praktik manipulasi aktivitas riil.
Butt et al. (2013) meneliti tentang manajemen laba akrual dan manajemen
laba riil di sekitar pelanggaran terhadap kontrak utang. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba akrual dan
manajemen laba riil di sekitar peristiwa pelanggaran terhadap kontrak utang.
2.7 Pengembangan Hipotesis
Pada saat perusahaan meminjam dana kepada kreditur, maka terdapat
kontrak utang yang berisi tentang batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh
perusahaan. Beberapa batasan yang terdapat dalam kontrak utang adalah batas
6
minimal atau maksimal rasio keuangan perusahaan, batasan penambahan jumlah
utang, dan berbagai batasan lainnya. Pelanggaran terhadap batasan-batasan
tersebut (technical default) dapat menimbulkan penalty atau biaya yang besar bagi
perusahaan (Beneish dan Press, 1993). Berbagai biaya yang dapat timbul akibat
pelanggaran terhadap kontrak utang adalah biaya bunga yang meningkat, biaya
renegosiasi, reklasifikasi utang jangka panjang menjadi utang jangka pendek, dan
berbagai biaya lainnya (Chen dan Wei, 1993).
Perusahaan yang semakin dekat dengan pelanggaran terhadap kontrak
utang cenderung memiliki kondisi keuangan yang buruk (Beneish dan Press,
1993). Misalkan, perusahaan melanggar batasan maksimum debt to equity dalam
kontrak utang. Maka hal ini dapat menjadi indikasi awal bahwa perusahaan
kemungkinan mengalami masalah keuangan. Apabila perusahaan memiliki utang
yang terlalu tinggi, maka perusahaan dinilai memiliki risiko yang tinggi. Selain
itu, kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban yang dimiliki akan
diragukan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kondisi
keuangan yang kurang baik. Oleh sebab itu, perusahaan dengan kondisi keuangan
kurang baik memiliki kemungkinan yang besar untuk melanggar kontrak utang
(Beneish dan Press, 1993). Hal ini menyebabkan perusahaan termotivasi untuk
melakukan manipulasi aktivitas riil agar dapat mencegah terjadinya pelanggaran
terhadap kontrak utang.
Apabila suatu perusahaan tidak memiliki kemungkinan untuk melanggar
kontrak utang, maka kemungkinan besar perusahaan tidak memiliki masalah
keuangan. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak termotivasi untuk melakukan
manipulasi aktivitas riil. Oleh sebab itu, kondisi keuangan perusahaan dapat
mempengaruhi keputusan perusahaan dalam melakukan praktik manipulasi
aktivitas riil. Maka dalam penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesis sebagai
berikut.
Ha : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap
manipulasi aktivitas riil.
2.8 Model Penelitian
Variabel Kontrol
III. Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan, sampel yang akan digunakan
Manipulasi
Aktivitas Riil (Y)
DAR (X1)
Ukuran Perusahaan (X2)
7
dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2008-2012. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
sepanjang tahun 2008 sampai 2012 dan mempublikasikan laporan
keuangannya.
2. Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan dapat diperoleh
melalui website BEI yaitu www.idx.co.id, website dari masing-masing
perusahaan, www.google.com, dan pojok bursa Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
3. Laporan keuangan yang dipublikasikan telah diaudit.
4. Laporan keuangan perusahaan sepanjang tahun 2008-2012 memiliki akhir
periode akuntansi pada tanggal 31 Desember.
5. Laporan keuangan perusahaan sepanjang tahun 2008-2012 dinyatakan
dalam satuan rupiah.
3.2 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data arsip yakni
arsip sekunder, berupa laporan keuangan tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.
Laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website
BEI yaitu www.idx.co.id, website dari masing-masing perusahaan,
www.google.com, dan pojok bursa Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah analisis pengambilan basis data.
3.3 Definisi dan Operasionalisasi Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manipulasi aktivitas riil.
Dalam mengukur manipulasi aktivitas riil, peneliti akan menggunakan arus kas
operasi abnormal sebagai proksi dalam penelitian. Berikut adalah model
pengukuran manipulasi aktivitas riil yang digunakan dalam penelitian ini
(Roychouwdhury, 2006).
CFOt/At-1 = £ 0 + £1 (1/At-1) + £2(St/ At-1) + £3( St/At-1) + t
CFOt/At-1 adalah arus kas operasi aktual, At-1 adalah total aktiva awal periode, St
adalah penjualan tahun t, St adalah perubahan penjualan pada tahun t dari t-1.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah kondisi keuangan
perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan diukur dengan rasio Debt to Asset
(DAR). DAR diukur dengan membagi total utang perusahaan dengan total aset
yang dimiliki oleh perusahaan.
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan. Ukuran
perusahaan diukur dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Nilai total aktiva
perusahaan akan ditransformasikan ke dalam logaritma natural, hal ini disebabkan
nilai total aktiva perusahaan yang relatif besar.
3.4 Metode Analisis Data
Tahapan metode analisis data dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik
dan uji hipotesis. Uji asumsi klasik terdiri dari 4 (empat) pengujian, yaitu uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Uji
8
normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, uji
multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF),
uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji glejser, dan uji
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey. Sedangkan,
pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi
berganda. Model regresi berganda yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
ABN_CFO = a + b1.DAR + b2.SIZE + e
ABN_CFO adalah manipulasi aktivitas riil, DAR adalah rasio Debt to Asset, dan
SIZE adalah ukuran perusahaan.
IV. Analsis Data dan Pembahasan
Pada tabel 4.1 dapat dilihat hasil dari statistik deskriptif untuk variabel
ABN_CFO (manipulasi aktivitas riil), variabel DAR (Debt to Asset), dan variabel
SIZE (ukuran perusahaan) pada 331 sampel pengamatan.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Model Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ABN_CFO 331 -,24755 ,24616 -,0012484 ,09487496
DAR 331 ,07391 1,10706 ,4678640 ,21720879
SIZE 331 24,64390 32,67004 27,6794800 1,35143415
Valid N
(listwise) 331
Sumber : Hasil Output SPSS
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif pada tabel 4.1, variabel
manipulasi aktivitas riil (ABN_CFO) memiliki nilai minimun sebesar -0,24755,
nilai maksimum sebesar 0,24616, nilai rata-rata sebesar -0,0012484, dan nilai
standar deviasi sebesar 0,09487496. Variabel rasio debt to asset (DAR) memiliki
nilai minimum sebesar 0,07391, nilai maksimum sebesar 1,10706, nilai rata-rata
sebesar 0,4678640, dan nilai standar deviasi sebesar 0,21720879. Sedangkan,
untuk variabel kontrol ukuran perusahaan (SIZE) memiliki nilai minimum sebesar
24,64390, nilai maksimum sebesar 32,67004, nilai rata-rata sebesar 27,6794800,
dan nilai standar deviasi sebesar 1,35143415.
Sebelum peneliti melakukan uji hipotesis, peneliti terlebih dahulu
melakukan uji asumsi klasik. Hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov pada 385 sampel pengamatan menghasilkan nilai signifikansi sebesar
0,036. Nilai signifikansi pada 385 sampel pengamatan kurang dari 0,05, hal ini
menunjukkan data tidak terdistribusi dengan normal. Peneliti kemudian
menghilangkan data yang bersifat outlier agar data dapat terdistribusi dengan
normal. Setelah peneliti menghilangkan data outlier, jumlah sampel pengamatan
menjadi 331 dan dilakukan uji normalitas kembali. Uji normalitas dengan
menggunakan 331 sampel pengamatan menghasilkan nilai signifikansi sebesar
0,961. Nilai signifikansi pada 331 sampel pengamatan lebih besar dari 0,05, hal
ini menunjukkan data telah terdistribusi dengan normal.
9
Peneliti kemudian melakukan uji multikolinearitas, hasil uji
multikolinearitas tampak pada tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
DAR 0,976 1,024
SIZE 0,976 1,024
Sumber : Hasil Output SPSS
Hasil pengujian multikolinearitas terhadap model empiris mengindikasikan
tidak terjadi masalah multikoliniearitas. Hal ini terbukti dari nilai VIF variabel
DAR dan SIZE adalah masing-masing sebesar 1,024 dan 1,024, dimana kedua
variabel memiliki nilai VIF kurang dari 10.
Setelah dilakukan uji multikolinearitas, peneliti melakukan uji
heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji glejser
menghasilkan tingkat signifikansi variabel DAR sebesar 0,812 dan variabel SIZE
sebesar 0,489. Tingkat signifikansi variabel DAR dan SIZE lebih besar dari 0,05,
maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Tabel 4.5 menyajikan
hasil pengujian heteroskedastisitas model penelitian.
Tabel 4.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std.
Error
Beta
1
(Constant) 0,025 0,058
0,437 0,663
DAR 0,003 0,013 0,013 0,238 0,812
SIZE 0,001 0,002 0,039 0,693 0,489
Sumber : Hasil Output SPSS
Peneliti kemudian melakukan uji autokorelasi menggunakan uji Breusch-
Godfrey. Hasil uji autokorelasi dalam penelitian ini menghasilkan nilai
probabilitas dari Obs*R-squared sebesar 0,572447. Nilai probabilitas dari Obs*R-
squared lebih besar dari alpha 5% (0,05), sehingga dapat dikatakan bebas dari
masalah autokorelasi. Tabel 4.6 menyajikan hasil pengujian autokorelasi model
penelitian.
10
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.806812 Probability 0.582114
Obs*R-squared 5.722.938 Probability 0.572447
Sumber : Hasil Output Eviews
Pengujian selanjutnya adalah pengujian hipotesis, pengujian hipotesis
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi berganda. Berikut ini
merupakan hasil pengujian regresi berganda.
Tabel 4.7
Hasil Regresi Model Penelitian
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -,438 ,096 -4,548 ,000
DAR -,175 ,022 -,401 -8,022 ,000
SIZE ,019 ,004 ,267 5,335 ,000
Sumber : Hasil Output SPSS
Hasil pengujian model regresi dalam tabel 4.7 menunjukkan bahwa
pengaruh kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap
manipulasi aktivitas riil. Hal ini dibuktikan melalui nilai koefisien variabel DAR
(Debt to Asset Ratio) sebesar -0,175 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.
Berdasarkan nilai variabel DAR sebesar -0,175 menunjukkan bahwa semakin
tinggi nilai DAR maka semakin rendah nilai ABN_CFO (manipulasi aktivitas
riil). Nilai DAR yang semakin tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki
kondisi keuangan yang semakin kurang baik. Sedangkan, semakin rendah nilai
ABN_CFO menunjukkan bahwa perusahaan melakukan manipulasi aktivitas riil.
Hal ini disebabkan manipulasi aktivitas riil diduga terjadi apabila perusahaan
memiliki arus kas operasi abnormal kurang dari nol (Oktorina dan Hutagaol,
2009). Oleh sebab itu, hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan kondisi
keuangan yang kurang baik semakin terdorong melakukan manipulasi aktivitas
riil. Sedangkan, perusahaan dengan kondisi keuangan yang baik semakin tidak
terdorong melakukan manipulasi aktivitas riil, atau dengan kata lain hipotesis
dalam penelitian ini terdukung.
11
Hasil pengujian model empiris juga menunjukkan pengaruh variabel
kontrol SIZE terhadap manipulasi aktivitas riil. Koefisien variabel SIZE memiliki
nilai sebesar 0,019 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka nilai manipulasi aktivitas riil juga
semakin besar. Nilai manipulasi aktivitas riil yang semakin besar memiliki arti
bahwa perusahaan tidak melakukan manipulasi aktivitas riil. Maka dapat
disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran perusahaan, perusahaan semakin
termotivasi untuk melakukan manipulasi aktivitas riil. Sedangkan, semakin besar
ukuran perusahaan, maka perusahaan semakin tidak termotivasi untuk melakukan
manipulasi aktivitas riil.
Peneliti menduga bahwa perusahaan kecil seringkali memiliki kondisi
keuangan yang kurang stabil dan lebih rentan mengalami kesulitan keuangan
(Chen dan Chruch, 1992; Storey (1994) dalam Fachrudin, 2011). Hal ini
disebabkan oleh kemampuan bersaing perusahaan yang lemah, dana yang terbatas,
dan berbagai penyebab lainnya. Perusahaan kecil yang memiliki kemungkinan
besar untuk mengalami kondisi keuangan kurang baik, semakin meningkatkan
probabilitas perusahaan kecil untuk melanggar kontrak utang. Hal ini mendorong
perusahaan kecil untuk melakukan manipulasi aktivitas riil agar dapat terhindar
dari pelanggaran terhadap kontrak utang. Sedangkan, perusahaan besar cenderung
memiliki banyak aktiva yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mendukung
kegiatan usahanya. Selain itu, perusahaan skala besar telah memiliki pangsa pasar
yang luas, kemampuan bersaing yang kuat, dana yang mencukupi, dan berbagai
hal lainnya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan perusahaan besar untuk
menghasilkan laba (Lee, 2009). Oleh sebab itu, perusahaan berskala besar
cenderung memiliki kondisi keuangan yang stabil dan memiliki probabilitas
melanggar kontrak utang lebih kecil daripada perusahaan skala kecil. Hal ini
menyebabkan perusahaan skala besar tidak termotivasi untuk melakukan
manipulasi aktivitas riil.
Motivasi lain perusahaan kecil melakukan manipulasi aktivitas riil adalah
agar perusahaan dapat memperlihatkan kinerja yang baik kepada pihak eksternal.
Perusahaan dengan kinerja yang baik dapat menarik minat investor untuk
menanamkan modalnya ke dalam perusahaan. Hal ini dapat memberikan dana
tambahan bagi perusahaan agar dapat melakukan kegiatan usahanya. Oleh karena
itu, perusahaan kecil memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan manipulasi
aktivitas riil.
V. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perusahaan
manufaktur di Indonesia dengan kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik
memiliki motivasi kuat untuk melakukan manipulasi aktivitas riil. Hal ini
disebabkan agar perusahaan dengan kondisi keuangan kurang baik dapat terhindar
dari pelanggaran terhadap kontrak utang yang dapat menimbulkan biaya yang
besar bagi perusahaan. Sedangkan, perusahaan yang tidak memiliki kemungkinan
untuk melanggar kontrak utang, maka kemungkinan besar perusahaan tidak
memiliki masalah keuangan. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak termotivasi
untuk melakukan manajemen laba. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa
12
kondisi keuangan perusahaan dapat mempengaruhi keputusan perusahaan dalam
melakukan praktik manipulasi aktivitas riil.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti menganalisis kondisi
keuangan perusahaan hanya berdasarkan aspek ekonomi perusahaan. Pada
kenyataannya, terdapat banyak aspek non ekonomi yang dapat mempengaruhi
kondisi keuangan suatu perusahaan. Aspek non ekonomi yang dapat
mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan antara lain sumber daya manusia,
teknologi, dan berbagai aspek lainnya. Oleh sebab itu, penelitian ini tidak dapat
menggambarkan kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh. Selain itu,
sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini hanya perusahaan pada
industri manufaktur. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak dapat
digeneralisasikan pada perusahaan di industri non manufaktur.
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan yang terdapat dalam penelitian
ini, terdapat beberapa saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya.
Penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode sampel penelitian dan dapat
menggunakan sampel perusahaan non manufaktur, sehingga dapat menguji
konsistensi hasil temuan dalam penelitan ini. Penelitian selanjutnya juga dapat
menambah variabel yang diduga dapat mempengaruhi keputusan perusahaan
untuk melakukan praktik manipulasi aktivitas riil pada saat kondisi keuangan
perusahaan kurang baik. Salah satu variabel yang dapat digunakan pada penelitian
selanjutnya adalah kepemilikan institusional.
13
Daftar Pustaka
Aprilia., Hasmi., dan D, Mu’id. 2010. Indikasi manajemen laba melalui
manipulasi aktivitas riil: studi empiris pada perusahaan right issue yang
terdaftar di BEI. Skripsi, Universitas Diponegoro.
Beneish, M., & E, Press. (1993). Cost of technical violation of accounting-based
debt covenants. The Accounting Review 68 : 233-257.
Brigham, E.F., Gapenski, L. (1997). Intermediate Financial Management. Fifth
Edition. Sea Harbor Driver: The Dryden Press.
Butt, R. B., Chamberline, T., & Sarkar, S. (2013). Accrual manipulation and
earnings management activities around debt covenant violation.
International Atlantic Economy Society, 20 : 119-159.
Chen, K., & J, Wei. (1993). Creditor’ decision to waive violations of accounting-
based debt covenants. The Accounting Review 68: 218-232.
Cohen, D., Dey, A. & Lys, T. (2008). Real and accrual-based earnings
management in the pre and post-Sarbanes-Oxley period. The
Accounting Review, 83(3):757–787.
Cohen, D., & P. Zarowin. (2010). Accrual-based and real earnings management
activities around seasoned equity offerings. Journal of Accounting and
Economics, 50 (1):2–19.
DeFond, M. L. & Subramanyam, K. R. (1998). Auditor changes and discretionary
accruals. Journal of Accounting and Economics, 25 : 35-68.
Fachrudin, K. (2011). Analisis Pengaruh struktur modal, ukuran perusahaan, dan
agency cost terhadap kinerja perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
13(1): 37-46.
Ferdawati. (2009). Pengaruh manajemen laba real terhadap nilai perusahaan.
Jurnal Akuntansi dan Manajemen, 4(1): 59-74.
Ghozali, I. (2009). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Edisi
Keempat, Universitas Diponegoro, Jakarta.
Goh, J., Lee, Y, H., & Lee, W, J. (2013). Majority shareholder ownership and
real earnings management: evidence from Korea. Journal of International
Financial Management & Accounting 24:1.
Guna, I. W., & Herawaty, A. (2010). Pengaruh mekanisme good corporate
governance,indepedensi auditor, kualitas audit, dan faktor lainnya terhadap
manajemen laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 12(1): 53-68.
14
Hartono. 2011. Metodologi Penelitian. Zanafa Publishing, Pekanbaru.
Healy, P. M., & Wahlen, J. M. (1999). A review of the earnings management
literature and its implications for standard setting. Accounting Horizons,
13(4), 365-383.
Hutagaol, J., & Rahman, A. (2008). Manajemen laba melalui akrual dan aktivitas
riil pada penawaran perdana dan hubungannya dengan kinerja jangka
panjang. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 5(1): 1-29.
Jensen, M, C.; W.H., Meckling. (1976). Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics,3(4): 305-360.
Jiming, L & Weiwei,D (2011). An empirical study on the corporate financial
distress prediction based on logistic model: evidence from china's
manufacturing industry. International Journal of Digital Content
Technology and its Applications, 5(6).
Kim, H. B., Lei, L., & Pevzner, M. (2010). Debt covenant slack and real earnings
management. Working Paper.
Lee, J. (2009). Does firm size matter in firm performance ? evidence from US
public firms. Journal of The Economics of Business. 16(2): 189-203.
Munawir, S. (2002). Analisa Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta.
Oktorina, M., & Hutagaol, Y. (2009). Analisis arus kas kegiatan operasi dalam
mendeteksi manipulasi aktivitas riil dan dampaknya terhadap kinerja
pasar. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 12, 1-14.
Parulian, S. R. (2007). Hubungan Struktur Kepemilikan, Komisaris Independen
dan Kondisi Financial Distress Perusahaan Publik. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, 1(3): 263-274.
Riyanto, B. (2001). Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE, Yogyakarta.
Roychowdhury, S. (2006). Earnings management through real activities
manipulation. Journal of Accounting and Economics, 42(3): 335-370.
Rustamadji. (2008). Analisis kesehatan perusahaan dan pengaruhnya terhadap
koefisien varians, tingkat pengembalian dan resiko saham. Jurnal
Manajemen Mutu, 7(2):153-168.
Scott, R.W. (2000). Financial Accounting Theory. Second Edition New Jersey:
Prentice Hall.
Scott, R.W. (2001). Financial Accounting Theory. Second Edition. Prentice-Hall
Canada Inc., Ontario.
15
Subramanyam, K. R. (1996). The pricing of discretionary accmals. Journal of
Accounting and Economics, 22(1-3): 249-81.
Watts, R. L., & Zimmerman, J. L. (1986). Positive accounting theory. New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Whitaker, R. B. (1999). The Early Stages of Financial distress. Journal of
Economics and Finance, 23 : 123-133.
Widarjono, A. (2010). Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
Wruck, K. (1990). Financial distress, reorganization, and organizational
efficiency. Jounal of Finance and Economy, 27: 419-444.
www.idx.co.id
Zang, A.Y. (2012). Evidence on the trade-off between real activities manipulation
and accrual-based earnings management. The Accounting Review,
87(2):675-703.