51
Membangun Corporate Sustainability Melalui Implementasi
Green Accounting untuk Merespon Kebutuhan Pasar
Muhammad Miqdad1)
1)Universitas Jember
Abstract
This paper focuses on the topics of social and environmental accounting is primarily
concerned with the company's response to environmental issues. The Company believes
that the concerning of environmental will create new markets and ensuring sustainability in
the long term. Therefore, the purpose of this research was to describe the dimensions that
must be conducted in achieving corporate sustainaibility and to provide an desccribing
trends in the company's environmental performance through a instrument well known by
proper index. To achieve the objectives of the study, the descriptive analysis and proper
indexes used in the study. The results of the study showed that the achievement of corporate
sustainaibility, if the corporate governance can maintain the balancing of economic
dimension, environmental dimensions or (planet dimension) and social dimensions.
Additionally, the dimensions of spirituality is also very important to maintain corporate
sustainability. The other findings of the study were the command approach and control
approach were not enough to improve the environmental performance of the companies.
The participating of the society (people) and the market influence have been believed will
improve the companies environmental performance in the long run. The research has been
expected to contribute in theoretical and practical perspective. The limitations of the
research is not done in-depth interviewed to the informants and market participants yet.
Keywords : social and green accounting, corporate sustainability, economic (company)
dimension, planet dimension, social dimension, sprituality dimension.
Abstrak
Paper ini memfokuskan pada topik-topik akuntansi sosial dan lingkungan terutama
berkaitan dengan respon perusahaan terhadap isu-isu lingkungan. Perusahaan meyakini
bahwa kepedulian terhadap lingkungan akan menciptakan pasar baru dan menjamin
keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, tujuan riset ini adalah
untuk memberikan gambaran tentang dimensi-dimensi yang harus dilakukan dalam
mencapai corporate sustainaibility dan untuk memberikan gambaran tentang tren kinerja
lingkungan perusahaan melalui indeks proper. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut,
maka analisis deskriptif dan indeks proper digunakan dalam penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tercapainya corporate sustainaibility, jika tatakelola perusahaan dapat
menjaga keseimbangan dimensi ekonomi (economic dimension), dimensi lingkungan
(planet dimension) dan dimensi sosial (social). Selain itu, dimensi spritualitas (spritual
dimension) juga sangat penting untuk menjaga corporate sustainability. Temuan lain dalam
penelitian ini adalah pendekatan command and control tidak cukup untuk meningkatkan
kinerja lingkungan perusahaan. Peran masyarakat dan pengaruh pasar diyakini akan
meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan. Riset ini diharapkan juga memberikan
kontribusi teoritis dan praktis bagai yang berkepentingan. Keterbatasan riset ini adalah
belum dilakukan kajian secara mendalam terhadap informan dan pelaku pasar.
Kata Kunci : Akuntansi sosial dan akuntansi lingkungan, corporate sustainability, dimensi
ekonomi (perusahaan), dimensi lingkungan, dimensi sosial, dimensi spritual.
52 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.51-62
Pendahuluan
Di negara-negara maju seperti yang
ada di Eropa (Roussey, 1992), Jepang
(Djogo,2006) perhatian akan isu-isu ling-
kungan ini berkembang pesat baik secara
teori maupun praktik. Perusahaan dituntut
untuk tidak hanya mengejar keuntungan
ekonomi saja (profit), tetapi perusahaan
juga harus memperhatikan dan terlibat
dalam pemenuhan kesejahteraan masya-
rakat (people), dan turut menjaga kelesta-
rian lingkungan (Wibisono, 2007: 32).
Tatakelola perusahaan yang lebih con-
cern terhadap kepentingan masyarakat
dan lingkunganya diyakini akan mening-
katkan kinerja perusahaan baik dalam
perspektif financial maupun non finan-
cial. Harapannya adalah dalam jangka
panjang, sustainability perusahaan akan
tetap terjaga.
Aktivitas bisnis korporasi diharapkan
tidak merugikan kepentingan masyarakat
dan lingkunganya. Hal ini sejalan dengan
Undang-undang PT No. 40 tahun 2007
bahwa perusahaan berhak menggunakan
sumber daya alam serta sumber daya
manusia di sekitarnya, tetapi perusahaan
juga mempunyai kewajiban untuk mem-
pertanggungjawabkan semua akibat yang
diperoleh dari proses operasionalnya.
Dalam bahasa yang lain dapat dikata-
kan bahwa undang-undang tersebut me-
wajibkan perusahaan untuk memiliki dan
melaksanakan tanggung jawab sosial se-
cara langsung kepada masyarakat dan
lingkungannya. Artinya eksistensi peru-
sahaan tidak hanya untuk memaksima-
lisasi nilai shareholders, akan tetapi juga
yang lebih penting adalah menjaga ke-
pentingan stakeholders, yakni pihak-pi-
hak yang berkepentingan terhadap eksis-
tensi perusahaan seperti karyawan dan
keluarganya, pelanggan, pemasok, ma-
syarakat sekitar perusahaan, lembaga-
lembaga swadaya masyarakat, media
massa, dan pemerintah selaku regulator.
Elkington (1998) mengemukakan bahwa
masyarakat mengharapkan dunia usaha
untuk lebih beretika dalam menjalankan
aktivitas bisnis-nya,tentunya dengan
menjaga kepentingan masyarakat dan
lingkungannya. Aktifitas bisnis yang ber-
etika dan berorientasi pada kepentingan
masyarakat, diharapkan berdampak posi-
tif keberlanjutan perusahaan (sustainabi-
lity corporate) dan manfaat ekonomi pe-
rusahaan dalam jangka panjang.
Harapan positif masyarakat terhadap
perusahaan-perusahaan untuk beroperasi
ke arah green company, mendorong kala-
ngan industri tidak hanya dituntut untuk
sebatas pengolahan limbah, tetapi tuntu-
tan masyarakat-konsumen lebih jauh lagi
yaitu agar proses produksi suatu barang
mulai dari pengambilan bahan baku sam-
pai ke pembuangan suatu produk setelah
dikonsumsi (digunakan) tidak merusak
lingkungan (Idris, 2012). Selain itu, tun-
tutan dari lembaga-lembaga bukan peme-
rintah (NGO) dan peningkatan kesadaran
masyarakat juga menjadi pemicu bagi ka-
langan industri untuk tidak sekedar bisnis
diidentikan dengan capaian keuntungan
semata (profit orientation), akan tetapi
yang lebih substantif adalah praktik bis-
nis yang ramah lingkungan dan beretika.
Dalam perspsektif bisnis global, pe-
rusahaan-perusahaan perlu sertifikasi pe-
ngelolaan lingkungan untuk bersaing di
pasar global. International Organisation
Standarisation (ISO) 14000 berlaku untuk
semua jenis dan ukuran organisasi dan di-
desain untuk mencakup kondisi geogra-
fis, budaya dan sosial yang beragam.
Isu lingkungan terbukti bukan meru-
pakan penghambat investasi, justru meru-
pakan peluang untuk menciptakan bisnis
baru bagi perusahaan. Filosofi yang digu-
nakan perusahaan sangat menarik yakni
meningkatkan kinerja pengelolaan ling-
kungan untuk meningkatkan keuntungan
bagi perusahaan, meningkatkan kinerja
pemberdayaan masyarakat untuk mening-
katkan daya saing perusahaan. PT Perta-
mina melalui 4 unit bisnisnya yang mem-
peroleh peringkat EMAS tahun 2014
Miqdad, Membangun Corporate Sustainability....53
telah terbukti mampu memperoleh man-
faat finansial sebesar Rp. 987.657.166.
000,- dari upaya efisiensi energi (Publika-
si Proper, 2015)
Dalam Laporan publikasi Proper ta-
hun 2015 disebutkan bahwa dari 323 pe-
rusahaan yang dilakukan penilaian Hijau
dan Emas tercatat dana yang bergulir di
masyarakat melalui Program pemberda-
yaan masyarakat sebesar Rp. 2,12 triliun
meningkat 45% dibandingkan dengan ta-
hun sebelumnya.
Perusahaan dapat memberikan kon-
tribusi yang positif terhadap lapangan pe-
kerjaan bagi masyarakat. Dalam menja-
lankan aktivitas operasionalnya, perusa-
haan akan berinteraksi dengan lingku-
ngan dan masyarakat sekitarnya. Kebera-
daan perusahaan tidak dapat dipisahkan
dengan masyarakat sebagai lingkungan
eksternalnya yang menyebabkan hubu-
ngan timbal balik antara masyarakat de-
ngan perusahaan. Hal ini membuat peru-
sahaan memiliki tanggung jawab sosial
pada masyarakat dan lingkungan sekitar-
nya.
Kepedulian terhadap kelestarian ling-
kungan dapat digunakan sebagai faktor
pendorong bagi perusahaan untuk mela-
kukan inovasi, menciptakan nilai-nilai
dan membangun keuntungan kompetitif.
Pihak manajemen dapat mengurangi risi-
ko berusaha dengan jalan mengontrol re-
siko lingkungan. Perusahaan juga dapat
mengurangi biaya dan menciptakan pang-
sa pasar baru dengan menerapkan Eco-
Efficiency, Eco-Design, Eco Labelling
atau Eco-Management.
Fakta-fakta tersebut sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Bel-
kaoui (2006) bahwa implementasi green
accounting dapat memberikan informasi
mengenai sejauh mana organisasi atau
perusahaan memberikan kontribusi posi-
tif maupun negatif terhadap kualitas hi-
dup manusia dan lingkungannya.
Dalam perspektif teoritis, perusahaan
yang melaporkan permasalahan berkaitan
dengan lingkungan dan sosial lebih dido-
rong oleh faktor voluntary (Ball, 2005;
Choi, 1999), kapitalisasi atau pembiayaan
dari permasalahan lingkungan serta ada-
nya kewajiban bersyarat yang diatur da-
lam standard akuntansi (Gamble, dkk.,
1995), adanya teori akuntansi positif
(Watts dan Zimmerman’s. 1978), teori
keagenan (Jenssen and Meckling, 1976),
teori legitimasi dan teori ekonomi politik
(Gray, dkk., 1995).
Landasan Teoritis
Memahami Akuntansi Hijau (Green
Accounting)
Titik awal lahirnya istilah akuntansi
hijau (green accounting); akuntansi ling-
kungan (environmenal accounting), ada-
lah seiring dengan perkembangan industri
dan gerakan peduli lingkungan (green
movement). Konsep akuntansi hijau
(green accounting) mulai berkembang se-
jak tahun 1970-an di Eropa. Perkemba-
ngan berikutnya adalah mulai berkem-
bangnya penelitian-penelitian yang ter-
kait dengan isu green accounting tersebut
di tahun 1980-an (Bebbington, 1997;
Gray, dkk., 1995).
Beberapa istilah yang berbeda tetapi
memiliki substansi yang sama dengan ter-
minologi green accounting adalah envi-
ronmental accounting (Mehenna dan
Vernon, 2004), Sustainability Accounting
(McHugh, 2008), Triple Bottom Line Re-
porting (Raar, 2002), Social and Environ-
mental Reporting (Milne dan Ralph,
1999), Environmental Accounting, Social
Responsibility Accounting (Harahap,
2002). Cooper (1992) menjelaskan istilah
green accounting sebagai berikut : The introduction of “green accounting”,
however well thoughtout, will, under the
present phallogocentric system of
accounting, do nothing to avert today’s
environmental crisis. In fact, it could
make matters even worse. Selanjutnya, Bell dan Lehman (1999)
berpendapat bahwa : “Green accounting is one of the
contemporary concepts in accounting
54 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.51-62
that support the green movement in the
company or organization by recognizing,
quantifying, measuring and disclosing
the contribution of the environment to the
business process”.
Definisi ini lebih menenekankan bah-
wa akuntansi hijau sebagai salah satu
konsep akuntansi kontemporer, yang
mendukung kepada organisasi atau peru-
sahaan yang memiliki kepedulian terha-
dap lingkungan dengan mengakui, me-
ngukur dan mengungkapkan masalah-ma-
salah lingkungan, sebagai dampak dari
proses bisnis perusahaan.
Mehenna dan Vernon (2004) menge-
mukakan bahwa akuntansi lingkungan
(environmental accounting) adalah akun-
tansi yang dimaksudkan untuk menyedia-
kan informasi tentang pengelolaan ling-
kungan, sebagai alat untuk membantu
manajemen dalam memutuskan harga,
mengendalikan overhead dan pelaporan
informasi lingkungan kepada publik.
Belkaoui (2006: 349) dalam Eko Ga-
nis (2010:4) memaknai akuntansi sosial
dan lingkungan sebagai proses untuk me-
milih variabel, mengukur, dan menghasil-
kan pengukuran dari kinerja sosial dalam
tingkatan organisasi; yang secara siste-
matis mengembangkan informasi yang
berguna untuk evaluasi kinerja sosial or-
ganisasi tersebut, dan mengkomunikasi-
kan bahwa informasi untuk kelompok-ke-
lompok sosial itu adalah suatu hal yang
penting, baik untuk internal maupun eks-
ternal organisasi.
Gray et.al (1996) mengungkapkan
bahwa untuk menjustifikasi praktik kepe-
dulian perusahaan terhadap masalah-ma-
salah lingkungan dan sosial, dapat dije-
laskan dengan dua teori berikut ini yaitu :
a. Stakeholder theory Stakeholder merupakan pihak-pihak
yang berkepentingan pada perusahaan
yang dapat mempengaruhi atau dapat di-
pengaruhi oleh aktivitas perusahaan. Or-
ganisasi memiliki banyak stakeholder se-
perti karyawan, masyarakat, negara, sup-
plier, pasar modal, pesaing, badan indus-
tri, pemerintah asing dan lain-lain.
Teori stakeholder menganggap bah-
wa stakeholder sebagai sistem yang seca-
ra eksplisit berbasis pada pandangan ten-
tang suatu organisasi dan lingkungannya,
mengakui sifat saling mempengaruhi an-
tara keduanya yang kompleks dan dina-
mis. Artinya secara implisit teori tersebut
memiliki 2 perspektif yaitu ; Pertama me-
mandang suatu organisasi dan stakehol-
ders saling mempengaruhi, yang mana
hubungan sosial keduanya berbentuk res-
ponsibilitas dan akuntabilitas, karena itu
organisasi memiliki akuntabilitas terha-
dap stakeholdernya. Kedua, teori stake-
holder berhubungan dengan pandangan)
mengenai emprical accountability. Teori
stakeholder mungkin digunakan dengan
ketat dalam suatu organisasi arah terpusat
(centered way organization). Robert
(1992) menyatakan bahwa pengungkapan
sosial perusahaan merupakan sarana yang
sukses bagi perusahaan untuk menegosia-
sikan hubungan dengan stakeholdernya.
b. Teori Legitimasi
Teori legitimasi menyatakan bahwa
suatu organisasi hanya bisa bertahan, ji-
ka masyarakat dimana dia berada merasa
bahwa organisasi beroperasi berdasarkan
sistem nilai yang sepadan dengan sistem
nilai yang dimiliki oleh masyarakat. Peru-
sahaan, sebagai suatu organisasi yang
berorientasi keuntungan (profit), tentu sa-
ja dihadapkaan pada suaut ancaman, baik
berasal dari kompetitor maupun masyara-
kat, dampaknya dalah akan menganggu
“legitimasi” perusahaan dimata stakehol-
ders. Setiap perusahaan mungkin memili-
ki strategi yang berbeda dengan perusa-
haan yang lain, dalam menghadapi anca-
man legimasi.
Elkington (1997) dalam Eko Ganis
(2010:10) adalah peletak dasar konsep
“Triple Bottom Line‘. Konsep akuntansi
konvensional, yang lebih memfokuskan
pada keuangan saja, atau “Single Bottom
Line’. Konsep TBL menjadi lebih penting
Miqdad, Membangun Corporate Sustainability....55
untuk dipahami, dalam upaya untuk men-
jelaskan konsep akuntansi pertanggung-
jawaban sosial dan lingkungan. Ada 3
elemen penting dalam konsep Triple
Bottom Line‘ (lihat Gambar 1), yaitu :
1) Profit (Keuntungan perusahaan)
Perusahaan tetap harus berorientasi
untuk mencari keuntungan ekonomi yang
memungkinkan untuk terus beroperasi
dan berkembang.
2) People (Kesejahteraan manusia /
masyarakat)
Perusahaan harus memiliki kepeduli-
an terhadap kesejahteraan manusia. Bebe-
rapa perusahaan mengembangkan pro-
gram Corporate Social Responsibility se-
perti pemberian beasiswa, pendirian sara-
na dan prasaran pendidikan dan keseha-
tan, penguatan ekonomi lokal dan lain-
lain
3) Planet (keberlanjutan lingkungan
hidup).
Perusahaan memiliki kepedulian ter-
hadap lingkungan hidup seperti penghi-
jauan lingkungan hidup, penyediaan sara-
na air bersih dan lain-lain, hal ini dimak-
sudkan untuk menjamin kerbelangsungan
pembangunan yang berkelanjutan.
Gambar 1. Trippe Bottom Line
Metode Riset
Riset ini termasuk dalam kategori
riset kualitatif atau non mainstraim.
Karena itu dalam riset ini tidak meru-
muskan hipotesis sebagaimana yang
digunakan dalam penelitian dengan pa-
radigma positivistik. Analisis yang di-
gunakan dalam riset ini adalah metode
deskriptif. Metode ini mendeskripsikan
secara detail terhadap fokus objek pe-
nelitian. Selain itu, untuk memberikan
gambaran terhadap kinerja lingkungan
bagi perusahaan-perusahaan digunakan
indeks proper dan analisis tren.
Hasil Penelitian
Corporate Sustainability
Konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainability development), secara
umum dipahami di tingkat global, akan
lebih sulit ketika konsep tersebut diterap-
kan pada level organisasi (Gray dan Mil-
ne, 2002). Pembangunan berkelanjutan
dipahami sebagai suatu proses pemba-
ngunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat,
dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutu-
han sekarang tanpa mengorbankan peme-
nuhan kebutuhan generasi masa depan"
(Laporan Brundtland dari PBB, 1987).
Salah satu faktor yang harus dihadapi un-
tuk mencapai pembangunan berkelanju-
tan adalah bagaimana memperbaiki keru-
sakan lingkungan tanpa mengorbankan
kebutuhan pembangunan ekonomi dan
keadilan sosial. Artinya pembangunan
berkelanjutan harus menyeimbangkan ke-
pentingan sosial, kepentingan lingkungan
dan kepentingan ekonomi. Keberlanjutan
(sustainability) akan tercapai karena ada-
nya keseimbangan ketiga hal tersebut.
Dalam Gambar 2 berikut ini digambarkan
bahwa sustainable adalah hasil intersec-
tion dari kepentingan sosial, kepentingan
lingkungan dan kepentingan ekonomi.
Gambar 2.Tiga faktor Pembentuk
Pembangunan Berkelanjutan
56 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.51-62
Model sustainaibilitas yang dikem-
bangkan oleh Elkington (1997) memper-
timbangkan 3 aspek yaitu kepentingan
sosial, kepentingan lingkungan dan ke-
pentingan ekonomi (perusahaan). Ketiga
aspek tersebut belum cukup untuk mem-
berikan garansi bagi perusahaan untuk
menjaga sustainabilty dalam jangka pan-
jang. Eko Ganis (2010) menambahkan as-
pek “Aspek Spritualitas”(Lihat Gambar
3)
Gambar 3. Empat aspek sustainability
Organisasi
Gray (2006) mengungkapkan bahwa
keberberlanjutan perusahaan (corporate
sustainability) dimaknai sebagai suatu
situasi, yang mana organisasi (per-
usahaan) tersebut harus mencapai kinerja
tertinggi (highest performance) pada tiga
perpektif yaitu ekonomi, sosial dan ling-
kungan. Strategi bisnis perusahaan se-
harusnya diarahkan bagaimana mencip-
takan keseimbangan antara kepentingan
ekonomi, sosial dan lingkungan. Alasan-
nya adalah kesuksesan tersebut diyakini
akan menjamin keberlanjutan perusahaan
dalam jangka panjang. Dengan semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat ter-
hadap perlindungan lingkungan, maka in-
dustri yang mempunyai reputasi buruk
dalam pengelolaan lingkungan akan di-
tinggalkan pasar. Masyarakat tidak akan
tertarik membeli saham-saham perusa-
haan yang diduga ada pelanggaran ter-
hadap Undang-Undang, pelanggaran ter-
hadap kepentingan lingkungan dan mas-
yarakat. Perusahaan yang melanggar
tersebut dipersepsikan memiliki resiko
bisnis yang tinggi dan tidak ada jaminan
keberlanjutan perusahaan.
Kewajiban perusahaan terhadap ke-
pentingan sosial dan lingkungan, secara
eksplisit diungkapkan dalam Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Per-
seroan Terbatas pasal 74 aya1 1 hingga 4
menyatakan bahwa : Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahannya di bidang dan /atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan (2) Tanggung jawab sosial
dan lingkungan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat 1 merupakan ke-
wajiban perseroan yang dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya per-
seroan yang pelaksanaannya dilakukan
dalam memperhatikan kepatutan dan
kewajaran (3) Perseroan yang tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan per-
undang-undangan (4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tanggung jawab sosial
dan lingkungan diatur dengan peraturan
pemerintah.
Setiap perusahaan (organisasi) me-
miliki asumsi going concern, artinya
eksistensi perusahaan diasumsikan tetap
beroperasi dalam jangka panjang. Ke-
berlanjutan (sustainability) perusahaan
dalam jangka panjang, setidaknya me-
menuhi dua persyaratan yaitu : 1) Per-
usahaan harus meyakini atas prinsip
kontinuitas (principle of contiunuity)
sebagai suatu entitas bisnis, 2) Perusa-
haan tidak menghadapi masalah-masalah
keuangan (financial problems) dalam
jangka panjang.
Keberlanjutan perusahaan (corporate
sustainaibility) merupakan hasil interaksi
antara kepentingan ekonomi (perusahaan)
dengan lingkungan, serta antara perusa-
haan (ekonomi) dengan masyarakat
(society). Interaksi antara economic per-
formance (perusahaan) dengan environ-
Miqdad, Membangun Corporate Sustainability....57
mental performance, membutuhkan stra-
tegi eco-effectiveness dan eco-efficiency.
Perusahaan akan mendapatkan kinerja
ekonomi yang baik, jika tatakelola bisnis
perusahaan memiliki kepedulian terhadap
kepentingan pelanggan dan lingkungan.
Eco-effectiveness dan eco-efficiency ada-
lah strategi bisnis perusahaan untuk men-
ciptakan balancing antara kepentingan
bisnis (ekonomi) dan kepedulian terhadap
lingkungan. Selain itu, strategi socio-
efficiency dan socio-effectivenss adalah
strategi yang digunakan perusahaan untuk
menciptakan keseimbangan antara ke-
pentingan ekonomi perusahaan dan ke-
pentingan sosial. Ilustrasi model multidi-
mensi Corporate Sustainaibility dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut ini,
Gambar 4. Model Multi Dimensi
Corporate Sustainability
Kinerja Lingkungan dengan
Instrumen Proper
PROKASIH (Program Kali Bersih)
adalah cikal bakal lahirnya PROPER
(Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan) di Indonesia. PROKASIH,
dimaksudkan untuk meningkatkan kuali-
tas air sungai yang sudah terindikasi ada
pencemaran. Konsep sederhana ini men-
jadi landasan bagi lahir dan berkem-
bangnya PROPER.
PROKASIH bisa dikatakan sebagai
suatu pendekatan tatakelola lingkungan
yang bersifat konvensional, lebih me-
nekankan pada formula ‘command and
control’. Pendekatan ini tidak dapat
mendorong perbaikan kinerja lingkungan
perusahaan secara integral. Faktor pe-
nyebabnya adalah sifat pendekatan pe-
ngelolaan konvensional (command and
control) yang hanya melibatkan dua ak-
tor, yaitu pemerintah sebagai PENGA-
WAS dan industri sebagai pihak yang
DIAWASI.
Di tahun 1990-an, fakta menunjuk-
kan bahwa kesadaran korporasi untuk
menginvestasikan dana nya untuk mem-
bangun Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) masih bisa dikatakan rendah. Fak-
ta ini diperkuat oleh temuan hasil pene-
litian Bank Dunia (1990) bahwa terbukti
adanya ketimpangan dalam pola pem-
buangan beban pencemaran industri ke
sungai.
Pendekatan ‘command and control’
hanya akan efektif jika sistem yang ada
mampu memastikan seluruh entitas yang
diatur patuh terhadap peraturanyang dite-
tapkan. Pelajaran penting lain dari PRO-
KASIH adalah bahwa hanya 10% dari
industri yang membuangair limbah de-
ngan beban pencemaran tinggi, yang
kemudian menjadi target utama penga-
wasan.
Formula ‘command and control’
yang digunakan dalam PROKASIH,
terbukti tidak efektif dalam meningkatkan
kinerja lingkungan bagi entitas bisnis
khusunya yang beroperasi dalam kegiatan
industri. PROPER menawarkan pendeka-
tan baru, yaitu dengan memanfaatkan
peran serta masyarakat dan pengaruh
pasar untuk memberikan tekanan kepada
industri agar meningkatkan kinerjanya
dalam pengelolaan lingkungan.
PROPER, sebagai instrumen penaat-
an alternatif untuk mengukur kinerja ling-
kungan perusahaan. PROPER telah dipu-
ji berbagai pihak termasuk Bank Dunia,
58 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.51-62
United Nations University Tokyo, dan
Harvard Institute for International Deve-
lopment. Sejak dikembangkan pada 1995,
PROPER telah dicontoh di beberapa ne-
gara di Asia, Amerika Latin dan Afrika.”
(Siti Nurbaya Bakar, Mentri Lingkungan
Hidup, 2015).
Industri yang beroperasi dengan ti-
dak bertanggung jawab dapat dihukum
oleh masyarakat dengan tidak membe-
rikan ‘izin sosial’ bagi industri tersebut.
Dampaknya adalah industri harus mem-
bayar cost yang tinggi untuk menangani
ketidakharmonisan hubungan dengan ma-
syarakat. Selain itu, Pasar juga dapat
‘menghukum’perusahaan yang memiliki
reputasi buruk di bidanglingkungan, me-
lalui mekanisme supply-and-demand.
Konsumen yang sadar lingkungan akan
memilih produk dan jasa yang ramah
lingkungan.
PROPER juga mendapatkan apresi-
asi sebagai suatu tool lingkungan yang
mampu mendorong dunia usaha untuk
taat terhadap lingkungan, menerapkan
efisiensi pemakaian sumber daya dan
memberdayakan masyarakat serta mela-
kukan inovasi untuk pengelolaan lingku-
ngan. Evaluasi PROPER juga memberi-
kan masukan untuk perbaikan kebijakan
pengelolaan lingkungan. Meskipun ting-
kat ketaatan perusahaan meningkat 2%
dari tahun sebelumnya menjadi 74% ta-
hun ini, namun beberapa sektor industri
masih memiliki tingkat ketaatan yang
rendah yaitu Rumah Sakit, Pengolahan
Ikan, dan Pengolahan Limbah B3 (Bahan
Berbahaya Beracun). Masih diperlukan
perbaikan peraturan, peningkatan sum-
berdaya manusia dan perbaikan fasilitas
pengelolaan lingkungan untuk mendu-
kung sektor-sektor tersebut menjadi lebih
baik dalam mengelola lingkungan hidup
(Publikasi PROPER, 2015)
Tren Kinerja Lingkungan
Pemeringkatan perusahaan-perusa-
haan yang memiliki kepedulian terhadap
lingkungan dengan menggunakan PRO-
PER bersifat selektif. Artinya hanya di-
peruntukkan bagi industri yang menim-
bulkan efek besar dan meluas terhadap
lingkurngan serta ada kepedulian ter-
hadap image atau reputasi perusahaan-
nya dimata stakeholders. Dalam perspek-
tif PROPER, kepedulian perusahaan
(industri) terhadap lingkungan atau pe-
ningkatan kinerja pengelolaan lingkungan
dapat didekati melalui dua strategi yaitu
peran aktif masyarakat dan tekanan pasar
(market preassure).
Perusahaan-perusahaan yang berope-
rasi atau beraktifitas bisnis yang kurang
peduli terhadap lingkungan atau bahkan
berdampak negatif pada lingkungan dan
masyarakat diyakini akan berdampak
negatif (buruk) pada citra atau reputasi
perusahaan. Keberlangsungan (sustaina-
biity) perusahaan sebagai suatu entitas
bisnis akan terancam dikarenakan pe-
langgan yang memiliki kesadaran ter-
hadap lingkungan akan berpindah pasar.
Dalam PROPER, informasi menge-
nai kinerja perusahaan atas pengelolaan
lingkungan dengan menggunakan simbol-
simbol warna. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan bagi stakeholders dalam
memahami kinerja lingkungan perusa-
haan. Tabel 1 berikut ini mendeskripsi-
kan simbol-simbol warna yang dapat
menjelaskan aktifitas bisnis perusahaan,
khususnya yang berkaitan dengan akti-
vitas pengelolaan lingkungan.
Tabel 1.
Simbol-simbol warna dalam Instrumen
Proper
Hitam Merah Biru
Diberikan kepada usaha dan/atau
kegiatan yang
telah dengan sengaja
melakukan
perbuatan atau kelalaian yang
mengakibatkan
pencemaran atau kerusakan
Bagi mereka yang telah melakukan
upaya
pengelolaan lingkungan tetapi
belum sesuai
dengan persyaratan
sebagaimana
diatur dalam peraturan
Untuk usaha dan/atau kegiatan
yang telah
melakukan upaya pengelolaan
lingkungan, yang
dipersyaratkan sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan yang
Miqdad, Membangun Corporate Sustainability....59
lingkungan, serta
melanggar peraturan
perundang-
undangan yang berlaku dan/atau
tidak
melaksanakan sanksi
administrasi.
perundang-
undangan.
berlaku.
Hijau Emas
Diberikan kepada usaha dan/atau kegiatan yang telah
melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang
dipersyaratkan dalam
peraturan (beyond compliance) melalui
pelaksanaan sistem
pengelolaan lingkungan & mereka telah memanfaatkan
sumber daya secara efisien
melaksanakan tanggungjawab sosial
dengan baik.
Diberikan kepada usaha dan/atau kegiatan yang telah
secara konsisten menunjukkan keunggulan
lingkungan dalam proses
produksi atau jasa, serta melaksanakan bisnis yang
beretika dan
bertanggungjawab terhadap masyarakat.
Selama periode tahun 2010-2015,
perusahaan-perusahaan yang ikut serta
dalam penilaian PROPER terus menga-
lami peningkatan. Di tahun 2015 ada
2076 perusahaan atau mengalami kenai-
kan sebesar 9,78 % dibandingkan dengan
tahun 2014. Perusahaan-perusahaan yang
memiliki keunggulan lingkungan dalam
proses produksi atau jasa, serta melaksa-
nakan bisnis yang beretika dan bertang-
gungjawab terhadap masyarakat diberi
simbol warna emas. Di tahun 2015 ada
12 perusahaan atau sekitar 0,58% yang
mendapat predikat warna emas, dari jum-
lah keseluruhan perusahaan yang ikut pe-
meringkatan PROPER. Capaian tersebut
masih relatif lebih kecil. Artinya kesada-
ran perusahaan tentang praktik bisnis
yang berorientasi lingkungan dan beretika
dapat dikatakan masih rendah.
Selama periode tahun 2010-2015,
sebagian besar (sekitar 60%) perusahaan
berada pada simbol warna biru. Artinya
perusahaan-perusahaan tersebut melaku-
kan kegiatan usaha atau beroperasi, dan
telah melakukan upaya pengelolaan ling-
kungan, yang dipersyaratkan sesuai de-
ngan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Perusahaan-perusahaan yang berada
pada simbol warna hitam, selama periode
2010-2015 relatif mengalami penurunan.
Di tahun 2015, ada 21 perusahaan yang
masuk dalam kategori warna hitam (lihat
Gambar 1) . Artinya ke 21 perusahaan
tersebut dengan sengaja melakukan per-
buatan atau kelalaian yang mengakibat-
kan pencemaran atau kerusakan lingku-
ngan, serta melanggar peraturan perun-
dang-undangan yang berlaku dan/atau ti-
dak melaksanakan sanksi administrasi.
Tabel2.
Tren Ketaatan PROPER 2010-2015
Tahun Hitam Merah Biru Hijau Emas Jumlah
2010-
2011
48 233 603 106 5 995
4,8% 23% 61% 11% 0,5%
2011-2012
79 295 805 119 12 1310
6,0% 23% 62% 9,1% 0,9%
2012-
2013
17 551 1099 113 12 1792
0,9% 31% 61% 6,3% 0,7%
2013-
2014
21 516 1224 121 9 1891
1,1% 27% 65% 6,4% 0,5%
2014-2015
21 529 1406 108 12 2076
1,0% 26% 68% 5,2% 0,6%
Hasil penilaian PROPER tahun 2015
menunjukkan bahwa ada 12 perusaahan
yang mendapatkan simbol warna emas,
simbol warna hijau ada 108 perusahaan,
simbol warna biru-1406 perusahaan, sim-
bol warna merah 529 perusahaan, dan 21
perusahaan yang mendapatkan simbol
warna hitam (lihat Gambar 1). Gambar 2
memberikan informasi tentang tren ke-
taatan PROPER 2002-2015.
Gambar 5. Hasil Penilaian PROPER tahun
2015
60 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.51-62
Gambar 6. Tren Ketaaan PROPER 2002-
2015
Kesimpulan
Isu lingkungan terbukti bukan meru-
pakan penghambat investasi, justru meru-
pakan peluang untuk menciptakan bisnis
baru bagi perusahaan. Filosofi yang digu-
nakan perusahaan sangat menarik yakni
meningkatkan kinerja pengelolaan ling-
kungan untuk meningkatkan keuntungan
bagi perusahaan, meningkatkan kinerja
pemberdayaan masyarakat untuk mening-
katkan daya saing perusahaan. Masya-
rakat mengharapkan dunia usaha untuk
lebih beretika dalam menjalankan aktivi-
tas bisnisnya, tentunya dengan menjaga
kepentingan masyarakat dan lingkungan-
nya.
Formula ‘command and control’ ku-
rang efektif dalam meningkatkan kinerja
lingkungan bagi sentitas bisnis khusunya
yang beroperasi dalam kegiatan industri.
PROPER menawarkan pendekatan baru,
yaitu dengan memanfaatkan peran serta
masyarakat dan pengaruh pasar untuk
memberikan tekanan kepada industri agar
meningkatkan kinerjanya dalam pengelo-
laan lingkungan.
Implementasi green accounting da-
pat memberikan informasi mengenai se-
jauh mana organisasi atau perusahaan
memberikan kontribusi positif maupun
negatif terhadap kualitas hidup manusia
dan lingkungannya. Kepedulian perusa-
haan terhadap lingkungan, bukan hanya
disebabkan ketaataan pada kepentingan
regulasi saja, akan tetapi untuk mening-
katkan daya saing perusahaan untuk
mencapai keberlanjutan perusahaan (cor-
porate sustainaibility). Tercapainya cor-
porate sustainaibility, jika tatakelola pe-
rusahaan dapat menjaga keseimbangan
antara kepentingan ekonomi (perusa-
haan), kepentingan lingkungan dan ke-
pentingan masyarakat (society). Selain
ketiga dimensi tersebut, dimensi spritua-
litas juga sangat penting untuk menjaga
corporate sustainability.
Daftar Pustaka
Ball, A. (2005). “Environmental; accoun-
ting and change in UK local
government”. Accounting, Auditing
& Ac-countability Journal. Vol. 18,
No., pp. 46-373.
Belkaoui-A.R., 2004. Accounting Theory,
5th Ed, Thomson Learning, Singa-
pore.
Belkaoui, A. 2006. Teori Akuntansi. Edisi
5 Buku 1. Jakarta. Penerbit Salem-
ba Empat.
Bell, F dan Lehman, G. 1999. Recent
Trends in Environment Accounting:
How Green Are Your Account. Ac-
counting Forum.
Bebbington, J. (1997). “Engagement,
education, and sustainability”.
Accounting, Auditing & Accounta-
bility Journal. Volume 10. No 3.,
pp.365-381.
Brundtlan Report (1987): Our Common
Future, Oxford: Oxford University
Press, pp. 43. Retrieved: July 2012:
http://www.un-
documents.net/wced-ocf.htm
Burrit, R. & Schaltegger, S. (2010):
Sustainability Accounting and
Repor-ting : Fad or Trend?, Ac-
Miqdad, Membangun Corporate Sustainability....61
counting, Auditing & Accounta-
bility Journal, 23 (7), 829-846.
Choi, J.S. (1999). “An investigation of
theinitial voluntary environmental
dis-closures made in Korean semi-
annual financial report”. Pacific
Accounting Review. Palmerston
North, June, Vol.11, Iss. 1; pp. 73.
Cooper, C. (1992). The non and nom of
accounting for (m)other nature.
Accounting, Auditing & Accounta-
bility Journal, Vol. 5 No.3, pp. 16-
39.
Cooper, S. M., dan D. L. Owen, 2007,
Corporate social reporting and
stake-holder accountability : The
missing link, Accounting, Orga-
nization, and Society, 32, 649- 667.
Club of Economics in Miskolc' TMP Vol.
8., Nr. 2., pp. 23-30. 2012. Green
Accounting for Corporate Sustaina-
bility BETTINA HÓDI HERNÁDI
Djogo, T. (2006). Akuntansi Lingkungan.
www.beritabumi h-2.com
Elkington, John. 1997. Cannibals woth
Forks: The Triple Bottom Line of
21th Century Business. Capstone
Publish-ing. Oxford.
Eko Ganis S. (2010). Metamorfosis
Akuntansi Sosial dan Lingkungan:
Mengkonstruksi Akuntansi Sustai-
nabilitas Berdimensi Spritualitas,
Pidato Pengukuhan Guru Besar Fa-
kultas Ekonomi-Akuntansi Univer-
sitas Brawijaya, Malang.
Gamble, G.O et al. (1995). Environmen-
tal disclosures in annual reports
and 10Ks: An Examination.
Accounting Horizons. Sarasota,
September. Vol. 9. Iss. 3, pp. 34.
Green accounting – a proposition for
EA/ER conceptual implementation
methodology Heba Y. M. Abdel-
RahimSadat Academy for Manage-
rial Science, Assiut, Egypt. Univer-
sity of Florida,Yousef M. Abdel-
Rahim King Saud University, Saudi
Arabia Assiut University, Egypt
Gray, R., Kouhy, R. and Lavers S.
(1995). “Corporate Social and En-
vironmental Reporting: A Review
of the Literature and a Longitudinal
Study of UK isclosure”. Accoun-
ting, Auditing & Accountability
Journal, Vol. 8, 47-77.
Gray, R, Owen D., dan Adams, C.
(1996), Accounting and Accounta-
bility, Prentice Hall Europe
Gray, R., Bebbington, J. (2001). Accoun-
ting for the Environment (2nd
edition), Sage Publications Ltd
Gray, R. (2006): Does sustainability
reporting improve corporate beha-
viour? Wrong question? Right ti-
me? Accounting and Business Re-
search, International Accounting
Policy Forum, pp.65-88.
Hernadi., Bettina Hodi, Green Accoun-
ting for Sustainability, Club of
Economics in Miskolc' TMP Vol.
8., Nr. 2., pp. 23-30. 2012.
Implementation Opportunities of Green
Accounting for Activity-Based
Costing (ABC) in Romania Imple-
mentation Opportunities of Green
Accounting for Activity-Based
Costing (ABC) in Romania Sorinel
Cãpuºneanu Ph.D. Lecturer ARTI-
FEX University, Bucu-reºti
Harahap, S.S. (2002). Teori Akuntansi.
Edisi revisi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Idris. 2012. Akuntansi Lingkungan Seba-
gai Instrumen Pengungkapan Tang-
gung Jawab Perusahaan Terhadap
Lingkungan Di Era Green Market.
Universitas Negeri Padang/
Jensen, Michael C. and William H.
Meckling.1976. Theory of the Firm
: Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership Structure.
Journal of Financial Economics,
October, 1976, V. 3, No. 4, pp.
305-360.
Laporan Publikasi Proper, 2015.
62 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.51-62
McHugh, J. 2008. Accountants have key
role in sustainability. Public Finan-
ce; Dec 14, Academic Research Li-
brary.
Mehenna, Y. and Vernon P. D., (2004).
“Environmental Accounting: An
Essential Component Of Business
Strategy”.Business Strategy and the
Environment. Bus. Strat. Env. 13,
65–77.
Milne, M.J. and Ralph, W. A. (1999).
“Exploring the reliability of social
and environmental disclosures con-
tent analysis”. Accounting, Auditing
& Accountability Journal. Brad-
ford: 1999. Vol. 12, Iss. 2; pg. 237
Open Journal of Accounting, 2013, 2, 4-7
Green Accounting : Cost Measures
Krishna Moorthy, Peter Yacob
Facul-ty of Business Finance,
University Tunku Abdul Rahman,
Kampar, Pe-rak, Malaysia
Peter Bartelmus 1 (1999), Analysis Green
accounting for a sustainable eco-
nomy Policy use and analysis of en-
vironmental accounts in the
Philippines, Ecological Economics
Journal 29, 155–170.
Raar, J. 2002 . Environmental initiatives:
Towards triple-bottom line repor-
ting. Corporate Communications.
Bradford: Vol.7, Iss. 3; pg. 169, 15
pgs
Roberts, R.W. (1992), "Determinants of
corporate social responsibility dis-
closure : an application of stakehol-
der theory", Accounting, Organiza-
tions and Society Vol. 17 No. 6, pp.
595-612
Undang-Undang Republik Indonesia No-
mor 25 Tahun 2007 tentang Pena-
naman Modal
Undang-undang Republik Indonesia No-
mor 40 Tahun 2007 tentang Per-
seroan Terbatas.
Watts, R.L. and Zimmerman, J.L. (1978).
“Towards a Positive Theory of the
Determination of Accounting Stan-
dards”. The Accounting Review,
53,112-134.
Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep
dan Aplikasi CSR. Fascho Publish-
ing. Gresik.