UNIVERSITAS INDONESIA
SIMULASI WAKTU TUNDA IGNISI REAKSI PEMBAKARAN METANOL DENGAN VARIASI TEKANAN, TEMPERATUR, DAN
RASIO EKIVALENSI
GROUP 4
GROUP PERSONNEL:ADITYA KRISTIANTO (1206249681)
ANDREAN DIYANDANA (1206263364)JULIUS FERDINAND (1206254731)
ZAINAL ABIDIN JUFRI (1206314655)
DEPARTMENT OF CHEMICAL ENGINEERINGFACULTY OF ENGINEERINGUNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2015
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
BAB II: TEORI DASAR ............................................................................................. 2
BAB III: SIMULASI ................................................................................................... 6
BAB IV: ANALISIS ...................................................................................................10
BAB V: KESIMPULAN .............................................................................................14
ii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel
Tabel 3.1. Data Hasil Variasi Percobaan ........................................................................6
Gambar
Gambar 3.1. Waktu tunda ignisi pada campuran (A), rasio ekivalensi 0,75 .................7
Gambar 3.2. Waktu tunda ignisi pada campuran (B), rasio ekivalensi 0,75 .................7
Gambar 3.3. Waktu tunda ignisi (A) pada berbagai rasio ekivalensi, Pi = 2,9 atm ......8
Gambar 3.4. Waktu tunda ignisi (B) pada berbagai temperatur, Pi = 1,2 atm ..............9
Gambar 4.1. Waktu tunda ignisi pada campuran (A), rasio ekivalensi 0,75 ................10
Gambar 4.2. Waktu tunda ignisi (A) pada berbagai rasio ekivalensi, Pi = 2,9 atm .....11
Gambar 4.3. Waktu tunda ignisi (B) pada berbagai temperatur, Pi = 1,2 atm .............12
iii
BAB IPENDAHULUAN
Pada tugas kali ini, kami membuat simulasi waktu tunda ignisi pada reaksi
pembakaran metanol. Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak Chemkin 3.7.1
untuk menjalankan reaksi pembakaran. Waktu tunda ignisi dari reaksi diperoleh dengan cara
memvariasikan tekanan, temperatur, dan rasio ekivalensi.
Teori dasar diberikan sebagai acuan terhadap reaksi pembakaran metanol. Pada teori
dasar, mahasiswa akan dipandu untuk memahami bagaimana reaksi terjadi. Sebelum
terjadinya produk, reaksi berlangsung karena ada mekanisme. Mekanisme reaksi akan
mempengaruhi produk dari reaksi pembakaran. Pada mekanisme reaksi, sebelum
terbentuknya produk, mekanisme mempengaruhi kondisi operasi yang diperlukan untuk
menghasilkan reaksi pembakaran sempurna.
Program Chemkin yang dijalankan menggunakan mode Aurora. Mode tersebut
berfungsi untuk mencari waktu tunda ignisi. Running dilakukan dengan komputer
berkapasitas 32-bit dan OS Windows 7. Simulasi dilakukan dengan memasukkan data variasi
dalam bentuk input format notepad. Hasil dari running program didokumentasikan dalam
format wordpad.
Hasil yang diperoleh dari simulasi adalah waktu tunda ignisi dan suhu ignisi. Hasil
yang diperoleh ini terdiri dari banyak data karena variasi tekanan, temperatur, dan rasio
ekivalensi yang diberikan. Hasil simulasi akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil
simulasi akan dianalisis untuk memahami faktor-faktor apa saja yang terkait dengan waktu
tunda ignisi. Analisis juga akan membantu mahasiswa mempelajari hubungan yang terbentuk
dari variasi tekanan, temperatur, dan rasio ekivalensi terhadap waktu tunda ignisi.
iv
BAB IITEORI DASAR
2.1 Reaksi Pembakaran
Pembakaran adalah suatu reaksi oksidasi bahan bakar oleh oksigen yang
menghasilkan senyawa CO, CO2, atau H2O. Suatu reaksi pembakaran dikatakan sempurna
apabila reaksi tersebut menghasilkan produk CO2 dan H2O. Reaksi pembakaran yang
sempurna dapat diwakilkan pada persamaan reaksi berikut:
C x H y+O2→ C O2+ H 2O
Sedangkan untuk reaksi pembakaran yang tidak sempurna, produk yang dihasilkan adalah
CO dan H2O. Produk hasil reaksi pembakaran ini dianggap tidak sempurna karena
menghasilkan senyawa CO yang bersifat radikal. Reaksi pembakaran tidak sempurna dapat
diwakilkan pada persamaan reaksi berikut:
C x H y+O2→ CO+H 2 O
Senyawa CO dikatakan bersifat radikal karena memiliki ikatan atom yang tidak stabil
sehingga bersifat merusak ikatan senyawa lain. Senyawa CO biasanya memiliki warna hitam
seperti asap kendaraan bermotor yang mesinnya sudah buruk dan berbau tidak sedap bila
dihirup. Senyawa CO dapat mengakibatkan penyakit kanker bila masuk ke dalam tubuh
manusia.
2.2 Tipe Nyala
Reaksi pembakaran dapat dilihat dari terbentuknya api. Api yang dihasilkan ternyata
dapat dibedakan jenis nyalanya. Ada beberapa tipe nyala pada api hasil dari reaksi
pembakaran. Nyala tersebut:
a) Nyala Premix Laminer dan Turbulen
Nyala Premix adalah nyala api yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran karena
bahan bakar yang berwujud gas dan oksidator(pada kasus ini gunakan senyawa
O2) tercampur secara homogen sebelum terbakar. Nyala premix bisa terjadi baik
pada aliran laminer maupun turbulen, jadi yang membedakan hanya jenis
alirannya saja. Nyala premix pada aliran turbulen dapat dijumpai pada
pembakaran dalam mesin mobil dan turbin gas.
b) Nyala Non-Premix Laminer dan Turbulen
Nyala non-premix adalah nyala api yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran
karena bahan bakar yang berwujud gas dan oksidator(pada kasus ini gunakan
v
senyawa O2) tercampur secara homogen saat reaksi pembakaran berlangsung.
Berbeda dengan nyala premix yang bahan bakarnya tercampur secara homogen
sebelum reaksi pembakaran berlangsung. Nyala premix bisa terjadi baik pada
aliran laminer maupun turbulen, jadi yang membedakan hanya jenis alirannya
saja. Nyala non-premix pada aliran turbulen dapat dijumpai pada pembakaran
dalam mesin roket hidrogen dan mesin diesel.
c) Nyala Premix Parsial
Nyala premix parsial adalah jenis nyala yang dihasilkan reaksi pembakaran saat
sebagian bahan bakar tercampur dengan udara sebelum pembakaran, dan sebagian
baru tercampur saat pembakaran berlangsung. Contoh nyala premix parsial adalah
pembakaran lilin.
2.3 Faktor-Faktor yang Terkait Reaksi Pembakaran
Dalam melangsungkan reaksi pembakaran, terdapat berbagai macam faktor yang
mempengaruhi reaksi pembakaran. Faktor-faktor tersebut berpengaruh pada
stoikiometri/komposisi produk yang dihasilkan, suhu reaksi, sisa reaktan, dan energi/panas
hasil pembakaran. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a) Mekanisme Reaksi
Suatu reaksi kimia pada umumnya adalah merubah reaktan menjadi produk. Proses
terbentuknya produk tidak berlangsung begitu saja. Ada rangkaian mekanisme reaksi
sebagai rute jalannya reaksi yang menetukan seperti apa reaktan akan berubah
menjadi produk. Pada mekanisme reaksi tersebut, terbentuk berbagai macam senyawa
perantara dan senyawa radikal yang menentukan senyawa akhir(produk). Sebagai
contohnya pada reaksi pembakaran metanol, dapat terbentuk senyawa OH yang
bersifat radikal karena ada satu elektron pada atom O yang belum berpasangan.
Senyawa OH akan mengganggu ikatan senyawa lain sehingga terbentuk berbagai
macam senyawa baru hingga antar senyawa tersebut saling bereaksi membentuk
produk. Senyawa lain pada pembakaran metanol yang dapat terbentuk adalah
formaldehida.
b) Suhu
Mekanisme reaksi membentuk senyawa-senyawa perantara. Suhu juga ikut berperan
dalam pembentukan senyawa perantara pada mekanisme reaksi pembakaran. Sebagai
contoh pada reaksi pembakaran metanol, pada suhu yang rendah, terbentuk senyawa
formaldehida. Pada suhu yang semakin naik, maka jumlah konsentrasi senyawa
vi
formaldehida sebagai senyawa perantara dalam mekanisme reaksi pun akan
berkurang. Peningkatan temperatur juga mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal
yang berbeda dari senyawa radikal saat reaksi berjalan pada suhu rendah. Pada
pembakaran metanol, semakin tinggi suhu, terbentuk senyawa radikal OH dan CO2.
Pembentukan senyawa perantara ini disertai dengan penurunan konsentrasi metanol.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi konversi reaktan menjadi senyawa
perantara/radikal untuk berubah seutuhnya menjadi produk.
c) Waktu tinggal
Waktu tinggal adalah waktu yang dibutuhkan bahan bakar untuk tinggal di dalam
wadah pembakaran(dalam konteks ini dapat dikatakan mesin pembakaran). Semakin
lama bahan bakar tinggal di dalam mesin pembakaran, maka bahan bakar akan
mengalami reaksi pembakaran semakin lama. Semakin lama reaksi yang dialami
maka suhu akan semakin meningkat dan reaktan(bahan bakar) akan semakin habis
jumlahnya karena terkonversi menjadi produk.
d) Rasio Ekivalensi
Rasio ekivalensi adalah perbandingan bahan bakar dengan udara pada keadaan aktual
terhadap bahan bakar dengan udara pada keadaan stoikiometri. Rasio ekivalensi dapat
dijelaskan pada persamaan berikut:
∅=( Fuel / Air )actual
( Fuel / Air ) stoichiometry
Jika ϕ<1 maka sistem tersebut memiliki bahan bakar yang sedikit.
Jika ϕ>1 maka sistem tersebut memiliki bahan bakar yang banyak.
e) Tekanan
Tekanan pada sistem dapat mempengaruhi reaksi pembakaran. Tekanan berbanding
lurus dengan suhu. Ketika tekanan tinggi, maka suhu akan ikut tinggi sehingga
reaktan pada reaksi pembakaran mengalami konversi dengan cara terjadinya
mekanisme reaksi sebagai rute terbentuknya produk. Jika tekanan rendah, suhu akan
ikut rendah sehingga reaksi pembakaran berlangsung lambat dan pada akhirnya hanya
sedikit konversi reaktan menjadi produk.
2.4 Tahapan dalam Melakukan Simulasi
Dalam menghitung variasi data reaksi pembakaran, untuk mempermudah perhitungan
dan pengumpulan data, dilakukan simulasi menggunakan perangkat lunak. Tahapan
melakukan simulasi harus dimulai secara sistematis. Tahapn-tahapan tersebut:
vii
a) Investigasi Reaksi Elementer, Data Termodinamika, dan Data Kinetika Oksidasi
Metanol
Tahapan ini dilakukan dengan mengumpulkan literatur tentang reaksi-reaksi
elementer pada oksidasi metanol. Lalu, data kinetika yang diperlukan antara lain
koefisien laju reaksi(k) yang diperoleh dari persamaan Arrhenius.
b) Mengembangkan Model Kinetika
Pengembangan model kinetika dilakukan dengan menggunakan data reaksi elementer,
data kinetika, dan termodinamika yang telah diperoleh dari literatur. Data yang telah
diperoleh ini disusun dalam satu dokumen untuk dijadikan input ke program simulasi.
c) Validasi Mekanisme
Tahap ini dilakukan dengan membandingkan antara hasil permodelan dengan data
yang diperoleh melalui percobaan laboratorium atau eksperimen. Data eksperimen
yang digunakan engenai profil konsentrasi spesi dan profil waktu tunda ignisi pada
sistem oksidasi(pembakaran) metanol.
d) Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah analisis untuk mengidentifikasi reaksi-reaksi yang tidak
penting. Analisis sensitivitas mengidentifikasi langkah reaksi pembatas laju. Analisis
ini dapat dilakukan dengan mengubah koefisien laju reaksi khusus dan permodelan
konsentrasi radikal HO2 baik sebelum maupun sesudah perubahan koefisien laju
reaksi. Hasilnya lalu dibandingkan dengan perbedaan terbesar yang dicapai
sistem(hasil ini disebut koefisien sensitivitas). Koefisien sensitivitas yang rendah
menunjukkan laju reaksi sistem secara keseluruhan turun dan konsentrasi HO2 rendah.
Sedangkan koefisien sensitivitas yang tinggi menunjukkan hal yang sebaliknya.
e) Analisis Laju Produksi
Analisis Laju Produksi menghitung persentase kontribusi dari reaksi-reaksi yang
berbeda ke pembentukan atau konsumsi spesi kimia yang terkait. Metode analisis ini
dilakukan dengan memperhatikan distribusi spesi.
f) Simulasi
Tahap ini dilakukan dengan mensimulasikan reaksi pembakaran metanol dengan
variasi tekanan, suhu, dan rasio ekivalensi menggunakan perangkat lunak Chemkin.
viii
BAB IIISIMULASI
Untuk simulasi waktu tunda ignisi, kami menggunakan program Chemkin untuk
mereprenstasikan keadaan yang terjadi pada Shock Tube, dengan aplikasi Aurora, untuk
mengetahui pengaruh temperature, tekanan awal, serta rasio ekivalensi terhadap waktu tunda
ignisi
Berikut kami cantumkan tabel data hasil rangkuman variasi percobaan menggunakan
aplikasi Aurora :
Tabel 3.1. Data Hasil Variasi Percobaan
Trial ke-Pressure
(bar)Temperature in (K)
Rasio ekuivalensi (Φ)
Thermal ignition time
(s)
Thermal ignition
time (ms)
thermal ignition
temperature (K)
Komposisi
CH3OH
Komposisi O2
Komposisi Ar
1 2.9 1400 0.5 0.000201 0.201 1430 0.1 0.3 0.62 2.9 1500 0.5 0.000794 0.794 1430 0.1 0.3 0.63 2.9 1600 0.5 0.000364 0.364 1430 0.1 0.3 0.64 2.9 1700 0.5 0.000148 0.148 1430 0.1 0.3 0.65 2.9 1800 0.5 0.0000768 0.0768 1430 0.1 0.3 0.66 2.9 1400 1 0.00017 0.17 1430 0.2 0.3 0.57 2.9 1500 1 0.0005 0.5 1430 0.2 0.3 0.58 2.9 1600 1 0.000233 0.233 1430 0.2 0.3 0.59 2.9 1700 1 0.000099 0.099 1430 0.2 0.3 0.5
10 2.9 1800 1 0.0000578 0.0578 1430 0.2 0.3 0.511 2.9 1400 2 0.000139 0.139 1430 0.4 0.3 0.312 2.9 1500 2 0.00036 0.36 1430 0.4 0.3 0.313 2.9 1600 2 0.000172 0.172 1430 0.4 0.3 0.314 2.9 1700 2 0.0000791 0.0791 1430 0.4 0.3 0.315 2.9 1800 2 0.0000579 0.0579 1430 0.4 0.3 0.316 1.2 1800 0.75 0.0000755 0.0755 1430 0.2 0.4 0.417 1.2 1850 0.75 0.0000797 0.0772 1430 0.2 0.4 0.418 1.2 1900 0.75 0.0000831 0.0831 1430 0.2 0.4 0.419 1.2 2000 0.75 0.0000855 0.0855 1430 0.2 0.4 0.420 1.2 2100 0.75 0.0000903 0.0903 1430 0.2 0.4 0.421 15 1800 0.75 0.00000872 0.00872 1430 0.2 0.4 0.422 15 1850 0.75 0.00000647 0.00701 1430 0.2 0.4 0.423 15 1900 0.75 0.00000454 0.00454 1430 0.2 0.4 0.424 15 2000 0.75 0.00000233 0.00233 1430 0.2 0.4 0.425 15 2100 0.75 0.000000529 0.000529 1430 0.2 0.4 0.4
ix
3.1. Variasi Tekanan Awal
Gambar 3.1. memperlihatkan profil waktu tunda ignisi pada campuran pada skripsi
acuan, rasio ekivalensi 0,75, temperature awal dari 1000 K sampai 2200 K , dan dua tekanan
yang berbeda yaitu 1,2 atm dan 15 atm. Waktu tunda ignisi pada tekanan 15 atm lebih kecil
daripada tekanan 1,2 atm. Selain itu, semakin tinggi temperature awal, waktu tunda ignisi
juga semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tekanan dan temperature awal yang
tinggi maka ignisi cepat tercapai, dan bahan bakar akan cepat terbakar.
Gambar 3.1. Waktu tunda ignisi pada campuran (A), rasio ekivalensi 0,75
Kemudian, kami membandingkan hasil dengan data percobaan yang kami lakukan dengan
parameter yang sama dengan diatas. Percobaan kami menggunakan rentang temperature
1800-2100 K karena beberapa masalah yang kami dapatkan dengan hasil. Berikut hasil yang
kami dapatkan :
1400 1450 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 18500
0.10.20.30.40.50.60.70.80.9
Rasio ekivalensi = 0.5Rasio ekivalensi = 1Rasio ekivalensi = 2
Temperatur (K)
Wak
tu tu
nda
igni
si (m
s)
Gambar 3.2. Waktu tunda ignisi pada campuran (B), rasio ekivalensi 0,75
x
3.1. Variasi Rasio Ekivalensi
Gambar 3.3 memperlihatkan profil waktu tunda ignisi dengan variasi rasio ekivalensi
pada tekanan awal 2.9 atm, serta temperatur awal dari 1000K sampai 2100 K.
Gambar 3.3. Waktu tunda ignisi (A) pada berbagai rasio ekivalensi, Pi = 2,9 atm
Berdasarkan gambar 3.3 dapat diketahui bahwa ketika temperature dibawah 1546 K,
campuran methanol pada kondisi kaya bahan bakar memiliki waktu tunda ignisi yang lebih
kecil dari pada campuran miskin bahan bakar. Dengan demikian pada temperature dibawah
1546, campuran methanol – udara yang kaya bahan bakar akan terbakar lebih cepat. Namun,
ketika temperature diatas 1546 K, terjadi sebaliknya. Hal ini karena pada temperature tinggi,
pengaruh rasio ekivalensi tidak lagi sebesar pengaruhnya pada temperature yang lebih
rendah.
Kemudian, kami membandingkan hasil dengan data percobaan yang kami lakukan
dengan parameter yang sama dengan diatas. Percobaan kami menggunakan rentang
temperature 1400-1800 K karena beberapa masalah yang kami dapatkan dengan hasil.
Berikut hasil yang kami dapatkan :
xi
1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 21500
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.1
P = 1,2 atmP = 15 atm
Temperatur (K)
Wak
tu tu
nda
igni
si (m
s)
Gambar 3.4. Waktu tunda ignisi (B) pada berbagai temperatur, Pi = 1,2 atm
xii
BAB IVANALISIS
Waktu Tunda Ignisi
Waktu tunda ignisi merupakan karakteristik reaksi kimia yang ditentukan oleh
mekanisme percabangan rantai dan selama periode waktu tunda ignisi, populasi kolom
radikal meningkat secara eksponensial. Walaupun demikian, jumlah bahan bakar yang
terkonsumsi dan bahkan jumlah energi yang dibebaskan masih sangat kecil untuk dideteksi
sehingga reaksi kimia penting (yang melibatkan percabangan rantai, pembentukan radikal)
terjadi selama waktu induksi dimana temperatur mendekati nilai konstan.
Karena reaksi elementer dipengaruhi oleh temperatur, maka waktu tunda ignisi sangat
bergantung pada temperatur. Waktu tunda ignisi bergantung pada temperatur secara
eksponensial seperti dalam persamaan berikut :
τ=A eBT
Pada persamaan diatas, temperatur berpengaruh secara langsung pada reaksi elementer
selama periode induksi. Untuk mengetahui waktu tunda ignisi, simulasi dilakukan pada shock
tube dengan memvariasikan temperatur, tekanan awal, serta rasio ekivalensi terhadap waktu
tunda ignisi.
Variasi Tekanan Awal pada Simulasi Waktu Tunda Ignisi
Dari simulasi yang telah dilakukan, kemudian kita dapat membuat grafik seperti
berikut :
Gambar 4.1. Waktu tunda ignisi pada campuran (A), rasio ekivalensi 0,75
xiii
Pada grafik diatas, kita mendapatkan profil waktu tunda ignisi dengan rasio ekivalensi.. ,
variasi temperatur awal dari 1000 K sampai 1800 K dengan variasi dua tekanan berbeda yaitu
pada ... atm dan ... atm. Dengan variasi tersebut, kita mendapatkan dua buah kurva: kurva
pertama menunjukkan profil waktu tunda ignisi pada tekanan .. atm, rasio ekivalensi ..., dan
variasi temperatur dari 1000 K sampai 1800 K dan kurva kedua menunjukkan profil waktu
tunda ignisi pada tekanan .. atm, rasio ekivalensi ..., dan variasi temperatur dari 1000 K
sampai 1800 K. Dari profil waktu tunda ignisi pada tekanan 15 atm tersebut kita dapat
melihat bahwa semakin tinggi temperatur awal, waktu tunda ignisi juga semakin kecil.
Artinya, dengan temperatur awal yang besar, maka waktu sesaat sebelum terjadinya ignisi
tidak akan berlangsung lama sehingga ignisi dapat cepat tercapai dan bahan bakar akan cepat
terbakar. Akan tetapi, pada tekanan 1,2 atm dengan variasi temperatur awal dari 1400 K
sampai 1800 K terjadi hasil yang tidak sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya, semakin
tinggi temperatur awal, maka waktu tunda ignisi juga akan semakin kecil. Akan tetapi yang
terjadi adalah sebaliknya, semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi pula waktu tunda
ignisi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kesalahan input data sehingga menyebabkan hasil
yang didapat juga kurang memuaskan. Seharusnya, dengan naiknya tekanan awal pada
temperatur awal yang sama, maka waktu tunda ignisi juga akan berlangsung cepat sehingga
ignisi dapat cepat tercapai dan bahan bakar dapat cepat terbakar. Dari sini kita dapat
menyimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan awal dan temperatur awal, maka waktu tunda
ignisi semakin kecil sehingga ignisi dapat cepat tercapai dan bahan bakar dapat cepat
terbakar.
Variasi Rasio Ekivalensi pada Simulasi Waktu Tunda Ignisi
Dari simulasi yang telah dilakukan, kemudian kita dapat membuat grafik seperti
berikut :
Gambar 4.2. Waktu tunda ignisi (A) pada berbagai rasio ekivalensi, Pi = 2,9 atm
xiv
Pada grafik diatas, kita mendapatkan profil waktu tunda ignisi pada tekanan 2,9 atm, variasi
temperatur awal dari 1400 K sampai 1800 K dengan variasi tiga rasio ekivalensi berbeda
yaitu pada 0,5; 1; dan 2. Dengan variasi tersebut, kita mendapatkan tiga buah kurva: kurva
pertama menunjukkan profil waktu tunda ignisi pada tekanan 2,9 atm, rasio ekivalensi 0,5;
dan variasi temperatur dari 1400 K sampai 1800 K, kurva kedua menunjukkan profil waktu
tunda ignisi pada tekanan 2,9 atm, rasio ekivalensi 1, dan variasi temperatur dari 1400 K
sampai 1800 K, dan kurva ketiga menunjukkan profil waktu tunda ignisi pada tekanan 2,9
atm, rasio ekivalensi 2, dan variasi temperatur dari 1400 K sampai 1800 K.
Berdasarkan grafik, kita dapat melihat bahwa semakin tinggi rasio ekivalensi, maka
semakin kecil waktu tunda ignisi. Sebaliknya, semakin rendah rasio ekivalensi, maka
semakin tinggi waktu tunda ignisi. Artinya, semakin besar komposisi bahan bakar
dibandingkan komposisi udara yang ada, maka waktu tunda ignisi akan semakin kecil
sehingga ignisi akan cepat terjadi dan bahan bakar akan cepat terbakar. Pada grafik diatas kita
juga melihat bahwa pada temperatur 1500 K, terjadi waktu tunda ignisi terbesar pada rasio
ekivalensi 2, 1, dan 0,5. Seharusnya, waktu tunda ignisi tertinggi dicapai pada saat temperatur
awal 1400 K dan kurva waktu tunda ignisi memiliki kemiringan yang negatif seiring dengan
bertambahnya temperatur awal. Akan tetapi, kita melihat bahwa terjadi puncak pada profil
waktu tunda ignisi pada temperatur awal 1500 K. Hal ini mungkin saja dapat terjadi
dikarenakan input data yang kurang tepat sehingga menyebabkan hasil yang dicapai seperti
grafik diatas.
Variasi Temperatur pada Simulasi Waktu Tunda Ignisi
Dari simulasi yang telah dilakukan, kemudian kita dapat membuat grafik seperti
berikut :
1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 21500
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
P = 1,2 atmP = 15 atm
Temperatur (K)
Wak
tu tu
nda
igni
si (m
s)
Gambar 4.3. Waktu tunda ignisi (B) pada berbagai temperatur, Pi = 1,2 atm
xv
Pada grafik diatas, kita mendapatkan profil waktu tunda ignisi dengan rasio ekivalensi.. ,
variasi temperatur awal dari 1000 K sampai 1800 K pada tekanan 15 atm. Dari profil waktu
tunda ignisi tersebut kita dapat melihat bahwa semakin tinggi temperatur awal, waktu tunda
ignisi juga semakin kecil. Artinya, dengan temperatur awal yang besar, maka waktu sesaat
sebelum terjadinya ignisi tidak akan berlangsung lama sehingga ignisi dapat cepat tercapai
dan bahan bakar akan cepat terbakar.
xvi
BAB VKESIMPULAN
Semakin besar tekanan, maka waktu tunda ignisi akan semakin kecil.
Semakin besar rasio ekivalensi, waktu tunda ignisi akan semakin besar karena semakin
banyak bahan bakar yang harus dibakar.
Pada variasi temperatur, semakin tinggi temperatur awal, maka waktu tunda ignisi akan
semakin kecil karena temperatur yang tinggi memicu besarnya laju reaksi pembakaran.
xvii
REFERENSI
Warnatz, et al. 2006. Combustion. Berlin: Springer-Verlag
Law, Chung K. 2006. Combustion Physics. Cambridge: Cambridge University Press
xviii