CONE-BEAM COMPUTED TOMOGRAPHY (CBCT): VOLUME
ACQUISITION AND VOLUME PREPARATION
Disusun Oleh :
drg. Putri Rejeki, SKG
NIK. 1987100920181123001
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI
DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul “Cone-Beam Computed Tomography (CBCT): Volume Acquisition and
Volume Preparation” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Karya ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas di Program Studi
Sarjana Kedokteran Gigi & Profesi Dokter Gigi. Dalam penyusunan karya ilmiah
ini, berbagai bantuan, petunjuk, serta saran dan masukan kami dapatkan dari
banyak pihak.
Karya ilmih yang kami buat ini tentulah tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, oleh karenanya masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sangatlah
diperlukan dalam membuat karya ilmiah selanjutnya agar menjadi lebih baik.
Denpasar, 25 Desember 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 4
2.1 Prinsip Cone-Beam Computed Tomographic Imaging ............................... 4
2.2 Komponen Produksi Gambar ...................................................................... 5
2.3 Pertimbangan Klinis .................................................................................. 12
2.4 Artefak Gambar ......................................................................................... 18
2.5 Kelebihan dan Kekurangan ....................................................................... 23
2.6 Tahap Penampilan Data Volumetrik ......................................................... 25
2.7 Laporan Interpretasi .................................................................................. 33
2.8 Penggunaan CBCT dalam Kedokteran Gigi ............................................. 34
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 38
4.1 Simpulan ................................................................................................... 38
4.2 Saran .......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 ...................................................................................................... 15
Gambar 2.2 ...................................................................................................... 16
Gambar 2.3 ...................................................................................................... 19
Gambar 2.4 ...................................................................................................... 20
Gambar 2.5 ...................................................................................................... 21
Gambar 2.6 ...................................................................................................... 21
Gambar 2.7 ...................................................................................................... 22
Gambar 2.8 ...................................................................................................... 23
Gambar 2.9 ...................................................................................................... 26
Gambar 2.10 .................................................................................................... 26
Gambar 2.11 .................................................................................................... 27
Gambar 2.12 .................................................................................................... 27
Gambar 2.13 .................................................................................................... 28
Gambar 2.14 .................................................................................................... 30
Gambar 2.15 .................................................................................................... 30
Gambar 2.16 .................................................................................................... 31
Gambar 2.17 .................................................................................................... 32
Gambar 2.18 .................................................................................................... 32
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan radiografi merupakan pemeriksaan penunjang yang
berperan penting pada evaluasi dan perawatan di bidang kedokteran gigi
karena mampu menyampaikan informasi kondisi objek yang tidak dapat
dilihat secara klinis. Radiografi diperlukan untuk menentukan diagnosis,
rencana perawatan, prosedur perawatan, prognosis, follow-up, dan edukasi
bagi pasien (Basrani, 2012).
Radiografi gigi pertama kali dilakukan pada tahun 1896 oleh Otto
Walkhoff dimana sejak tahun tersebut terus berkembang metode pemeriksaan
radiologi dalam kedokteran gigi mulai dari gambar sinar-x standar ke
radiologi digital, CT scan, dan MRI tapi terutama ke CBCT. CBCT
dikembangkan secara komersial untuk angiografi pada awal 1980-an. Cone-
Beam Computed Tomographic (CBCT) imaging adalah kemajuan teknologi
paling signifikan dalam pencitraan maksilofasial sejak diperkenalkannya
radiografi panoramik. Jika radiografi panoramik berupa pencitraan dua
dimensi yang tidak dapat memberikan informasi bidang aksial, koronal dan
sagital (Eduardo, dkk., 2012). Maka dengan radiografi CBCT mampu
memberikan gambaran 3 dimensi yang menghasilkan citra yang informatif dan
menggambarkan struktur kraniofasial, meliputi struktur anatomi rongga mulut,
wajah, dan rahang pasien secara akurat (Indias, dkk., 2017). Dalam hal ini
dapat digunakan untuk menentukan diagnosa, panduan perawatan sampai
dengan evaluasi pasca perawatan. Penilaian 3 dimensi yang didapatkan juga
memberikan prediksi hasil perawatan atau prognosis terhadap perawatan yang
telah diberikan (Schulze, dkk., 2004).
CBCT memiliki sumber sinar-x dan juga detektor yang terpasang pada
alat yang dapat berputar. Sumber radiasi ionisasi berbentuk piramid divergen
atau berbentuk cone (kerucut) diarahkan pada bagian tengah objek dan
mengarah pada detektor sinar-x yang dipasangkan berlawanan arah dari sisi
pasien (Stuart dan Michael, 2013). Sumber sinar-x dan detektor akan berputar
2
pada titik tumpuannya memutari objek. Dimana selama perputaran tersebut
akan didapatkan ratusan gambar yang nantinya akan menjadi gambaran
lengkap radiografi 3 dimensi. Prosedur CBCT dilakukan satu kali putaran dan
akan menghasilkan gambaran radiografis 3 dimensi yang sesuai dengan cepat
dan akurat (Schulze, dkk., 2004).
Adapun keunggulan CBCT yakni gambaran 3 dimensi yang dihasilkan
lebih akurat dan detail sehingga memberikan pemahaman yang lebih baik
mengenai struktur anatomis, serta kondisi patologis, perkembangan anomali,
maupun luka traumatis, penggunaan dosis radiasi yang lebih rendah daripada
CT konvensional, waktu paparan yang relatif singkat dibanding CT
konvensional yakni sekitar 10-70 detik, transfer data yang mudah, dan
persebaran radiasi yang lebih sedikit (Nematolahi, dkk., 2013). Namun
kerugian dari CBCT adalah biaya yang relatif tinggi atau mahal (Yabroudi,
dkk., 2012).
Saat ini CBCT telah digunakan secara luas di bidang kedokteran gigi
maka dari itu penting untuk memiliki pemahaman dasar dari aspek teknis
pencitraan CBCT untuk menuai manfaat penuh dari teknik ini serta
meminimalkan risiko terkait radiasi. Pada karya ilmiah ini akan diulas tentang
tiga komponen utama pencitraan CBCT yaitu produksi gambar, visualisasi,
dan interpretasi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada student project antara lain :
1.2.1 Bagaimana prinsip radiologi CBCT ?
1.2.2 Apa saja komponen produksi gambar pada radiologi CBCT ?
1.2.3 Apa saja pertimbangan klinis radiologi CBCT ?
1.2.4 Bagaimana artefak gambar pada radiologi CBCT ?
1.2.5 Apa saja kelebihan dan kekurangan radiologi CBCT ?
1.2.6 Apa saja tahapan dalam tampilan data volumetrik radiologi CBCT ?
1.2.7 Bagaimana laporan interpretasi radiologi CBCT ?
1.2.8 Apa saja kegunaan radiologi CBCT dalam kedokteran gigi ?
3
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
Tujuan umum dari karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui
prinsip radiologi CBCT dalam kedokteran gigi.
1.3.2 Khusus
Tujuan khusus dari karya ilmiah ini yaitu:
a. Untuk mengetahui bagaimana prinsip radiologi CBCT.
b. Untuk mengetahui komponen produksi gambar pada radiologi
CBCT.
c. Untuk mengetahui pertimbangan klinis radiologi CBCT.
d. Untuk mengetahui artefak gambar pada radiologi CBCT.
e. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan radiologi CBCT.
f. Untuk mengetahui tahapan dalam tampilan data volumetrik
radiologi CBCT.
g. Untuk mengetahui bagaimana laporan interpretasi radiologi
CBCT.
h. Untuk mengetahui kegunaan radiologi CBCT dalam kedokteran
gigi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Akademik
Hasil pemaparan dari karya ilmiah ini diharapkan dapat
menambah informasi mengenai CBCT dalam kedokteran gigi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil pemaparan dari karya ilmiah ini diharapkan dapat
menjadi referensi bagi pembaca, penulis dan praktisi untuk
menerapkan prinsip maupun penggunaan radiologi CBCT dengan
baik dan benar.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Cone-Beam Computed Tomographic Imaging
Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan yang berguna
untuk menentukan rencana perawatan, contohnya seperti Cone-Beam
Computed Tomographic Imaging (CBCT) yang merupakan alat radiografi 3
dimensi beresolusi tinggi untuk memenuhi kebutuhan informasi dalam
pemasangan dental implant, bedah mulut, endodontik dan orthodontik
(Pramanik dan Firman, 2015).
Semua pemindai Computed Tomographic (CT) terdiri dari sumber sinar-x
dan detektor yang dipasang pada gantry yang berputar sehingga nantinya alat
ini akan berputar di sekitar kepala pasien untuk memperoleh ratusan gambar
berbeda. Selama rotasi gantry, sumber sinar-x menghasilkan radiasi,
sementara reseptor mencatat sisa sinar-x yang keluar setelah dilemahkan oleh
jaringan dalam tubuh pasien dan rekaman ini merupakan "data mentah" yang
direkonstruksi oleh komputer untuk menghasilkan gambar cross-sectional.
Komponen dasar dari gray scale adalah nilai elemen gambar (piksel). Nilai
gray scale atau intensitas setiap piksel terkait dengan intensitas kejadian foton
pada detektor (Stuart dan Michael, 2013).
Pencitraan CBCT dilakukan menggunakan platform berputar atau gantry
yang membawa sumber sinar-x dan detektor. Sumber radiasi berbentuk
kerucut atau piramidal divergen diarahkan pada Region of Interest (ROI), dan
sisa radiasi yang sudah dilemahkan kemudian diproyeksikan ke area detektor
sinar-x di sisi yang berlawanan. Sumber dan detektor sinar-x berputar di
sekitar pusat rotasi, tetap di dalam pusat ROI. Pusat rotasi ini menjadi pusat
volume dari gambar akhir yang akan diperoleh. Selama rotasi, beberapa
gambar proyeksi sekuensial planar diperoleh saat sumber sinar-x dan detektor
bergerak melalui busur 180 hingga 360 derajat. Gambar proyeksi tunggal ini
merupakan data primer mentah dan secara individual disebut sebagai basis,
frame atau raw images. Biasanya ada beberapa ratus gambar dasar dua
5
dimensi dari tempat dimana volume gambar dihitung dan dikonstruksi (Stuart
dan Michael, 2013).
Rangkaian gambar lengkap disebut sebagai data proyeksi, karena paparan
CBCT menggabungkan seluruh ROI, hanya satu pemindaian rotasi gantry dari
180 hingga 360 derajat yang diperlukan untuk memperoleh data yang cukup
untuk konstruksi gambar volumetrik. Program perangkat lunak yang
menggabungkan algoritma canggih termasuk proyeksi kembali yang sudah
disaring diterapkan pada data proyeksi ini untuk menghasilkan kumpulan data
volumetrik yang dapat digunakan untuk menyediakan gambar rekonstruksi
primer dalam tiga bidang ortogonal (aksial, sagital, dan koronal). Cone beam
geometry dapat menangkap data volumetrik dengan cepat, dan konfigurasi ini
memberikan penghematan biaya yang signifikan dibandingkan dengan MDCT
karena banyak pasien dapat dicitrakan dengan CBCT dalam waktu yang sama
dengan satu pasien MDCT (Stuart dan Michael, 2013).
2.2 Komponen Produksi Gambar
Ada tiga komponen utama untuk produksi gambar CBCT:
2.2.1 Pembuatan Sinar-X
Meskipun tampilan CBCT secara teknis sederhana karena
hanya satu pemindaian pasien yang dilakukan untuk memperoleh
kumpulan data proyeksi, banyak parameter penting secara klinis
dalam pembuatan sinar-x mempengaruhi kualitas gambar dan dosis
radiasi pasien (Stuart dan Michael, 2013).
• Stabilisasi Pasien
Tergantung pada unitnya, pemeriksaan CBCT dapat
dilakukan dengan posisi pasien duduk, berdiri, atau
terlentang. Unit dengan posisi pasien terlentang secara fisik
lebih besar, memiliki tapak kaki yang lebih besar, dan
mungkin tidak dapat diakses untuk pasien dengan beberapa
cacat fisik. Unit dengan posisi pasien berdiri mungkin tidak
dapat disesuaikan dengan ketinggian yang cukup rendah
untuk mengakomodasi pasien yang terikat kursi roda.
6
Meskipun unit dengan posisi pasien duduk adalah yang
paling nyaman, tetapi tidak memungkinkan untuk
dilakukan pemindaian pada pasien cacat fisik atau kursi
roda. Dengan semua sistem, imobilisasi kepala pasien lebih
penting daripada posisi pasien karena setiap gerakan kepala
dapat menurunkan hasil dari gambar akhir yang didapat.
Imobilisasi kepala dilakukan dengan menggunakan
beberapa kombinasi dagu, gerakan seperti menggigit garpu,
atau mekanisme pengekangan kepala lainnya (Stuart dan
Michael, 2013).
• Scan volume
Dimensi field of view (FOV) atau scan volume yang
dapat ditutupi terutama tergantung pada ukuran dan bentuk
detektor, geometri proyeksi sinar, dan kemampuan
mengumpulkan sinar. Bentuk scan volume dapat berbentuk
silinder atau bulat. Mengumpulkan batas sinar-x primer dan
paparan sinar radiasi ke daerah yang difokuskan atau
Region of Interest (ROI). Hal ini diperlukan untuk
membatasi ukuran bidang ke volume terkecil yang
menggambarkan ROI. Ukuran bidang ini harus dipilih
untuk setiap pasien berdasarkan kebutuhan individu.
Prosedur ini mengurangi paparan yang tidak perlu pada
pasien dan menghasilkan gambar terbaik dengan
meminimalkan radiasi yang tersebar, yang menurunkan
kualitas gambar. Unit CBCT diklasifikasikan menurut
maksimum FOV yang digabungkan dari pemindaian.
Terdapat dua tindakan yang telah diperkenalkan
untuk memungkinkan pemindaian ROI lebih besar dari
FOV detektor. Perangkat lunak digunakan untuk
memadukan volume gambar yang berdekatan (stitching"
atau "blending) untuk membuat set data volumetrik yang
lebih besar baik dalam dimensi horizontal maupun vertikal.
7
Kerugian dari daerah jahitan yang overlap yaitu adanya
kecenderungan seperti daerah yang overlap tersebut
tercerminkan 2 kali, menghasilkan dosis radiasi dua kali
lipat ke daerah tersebut. Metode kedua untuk meningkatkan
tinggi atau lebar FOV menggunakan small area detektor
adalah untuk mengimbangi posisi detektor, mengumpulkan
sinar secara asimetris, dan memindai hanya setengah ROI
pasien di masing-masing pemindaian offset (Stuart dan
Michael, 2013).
• Faktor Pemindaian
Jumlah gambar yang merupakan data proyeksi
sepanjang pemindaian ditentukan oleh frame rate detektor
(jumlah gambar yang diperoleh per detik), kelengkapan
busur lintasan (180 hingga 360 derajat), dan kecepatan
rotasi sumber dan detektor. Frame rate yang lebih tinggi
memiliki efek yang diinginkan dan tidak diinginkan. Frame
rate yang lebih tinggi meningkatkan signal-to-noise,
menghasilkan gambar dengan lebih sedikit noise dan
mengurangi artefak logam. Namun, frame rate yang lebih
tinggi akan berdampak pada waktu pemindaian yang lebih
lama dan dosis yang diterima pasien lebih tinggi.
Sistem penampilan CBCT kerap kali menggunakan
lintasan melingkar lengkap atau busur pindai untuk
memperoleh data proyeksi yang memadai untuk
rekonstruksi perangkat lunak volumetrik. Meskipun
demikian, semakin banyak unit CBCT yang didasarkan
pada platform panoramik, memiliki busur pindai kurang
dari 360 derajat. Sebagian besar unit CBCT memiliki busur
pindai yang tetap, dan beberapa memberikan pilihan
kontrol manual untuk mengurangi busur pindaian lebih
lanjut. Busur pemindaian terbatas berpotensi mengurangi
waktu pemindaian dan dosis radiasi pasien dan secara
8
mekanis lebih mudah untuk dilakukan. Namun, gambar
yang dihasilkan oleh metode ini mungkin memiliki noise
yang lebih besar dan artefak interpolasi rekonstruksi.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi waktu
pemindaian CBCT sesingkat mungkin untuk mengurangi
artefak gerak yang dihasilkan dari pergerakan pasien.
Gerakan pasien dapat menjadi substansial dan mungkin
menjadi faktor pembatas dalam resolusi gambar. Waktu
pemindaian yang berkurang dapat dicapai dengan
meningkatkan laju bingkai detektor, mengurangi jumlah
proyeksi, atau mengurangi busur pindai. Metode pertama
memberikan gambar dengan kualitas terbaik, sedangkan
metode terakhir meningkatkan noise gambar (Stuart dan
Michael, 2013).
2.2.2 Deteksi Sinar-X
Unit CBCT saat ini dapat dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan jenis detektor: (1) tabung intensifier gambar/Charge-
coupled Device (II/CCD) atau (2) Flat Panel Detector (FPD). Unit
II/CCD biasanya lebih besar dan tebal dan menghasilkan area
gambar berbasis lingkaran (volume bulat) daripada yang persegi
panjang (volume silinder) yang dihasilkan oleh FPD. Sebagian
besar, tetapi tidak semua, unit CBCT secanggih menggunakan
FPD. FPD menggunakan detektor "tidak langsung" didasarkan
pada sebuah daerah panel sensor solid-state yang besar
dipasangkan dengan sebuah lapisan scintillator sinar-x.
Konfigurasi panel datar yang paling umum terdiri dari cesium
iodide scintillator diterapkan pada transistor film tipis yang terbuat
dari silikon amorf.
• Ukuran Voxel
Resolusi spasial dan detail gambar CBCT
ditentukan oleh elemen volume individual (voxel) yang
diproduksi dalam memformat set data volumetrik. Unit
9
CBCT secara umum memberikan resolusi voxel yang sama
isotropik dalam ketiga dimensi. Penentu nominal utama
ukuran voxel dalam gambar CBCT adalah ukuran matriks
dan pixel detektor. Detektor dengan pixel yang lebih kecil
akan menangkap lebih sedikit foton sinar-x per voxelnya
dan menghasilkan lebih banyak noise gambar. Akibatnya,
tampilan CBCT yang menggunakan resolusi lebih tinggi
dapat dirancang untuk menggunakan dosis yang lebih
tinggi agar mencapai rasio signal-to-noise yang masuk akal
untuk meningkatkan kualitas gambar diagnostik.
Baik ukuran titik fokus dan konfigurasi geometrik
dari sumber sinar-x penting untuk menentukan tingkat
ketidaksamaan geometris, keterbatasan dalam resolusi
spasial. Mengurangi jarak objek ke detektor dan
meningkatkan jarak sumber ke objek juga meminimalkan
ketidaktajaman geometris. Dalam tampilan CBCT
maksilofasial, posisi detektor terbatas karena harus terletak
cukup jauh dari kepala pasien sehingga dapat dengan bebas
berputar dan melewati bahu pasien. Keterbatasan juga ada
dalam memperluas jarak sumber ke objek karena ini
meningkatkan ukuran unit CBCT. Namun, mengurangi
jarak sumber ke objek menghasilkan gambar yang
diproyeksikan diperbesar pada detektor, meningkatkan
resolusi spasial potensial. Faktor-faktor tambahan yang
memengaruhi resolusi gambar termasuk gerakan kepala
pasien selama paparan, jenis scintillator yang digunakan
dalam detektor, dan algoritma rekonstruksi gambar yang
diterapkan (Stuart dan Michael, 2013).
• Grayscale
Kemampuan CBCT untuk menampilkan perbedaan
dalam redaman terkait dengan kemampuan detektor untuk
memperlihatkan perbedaan kontras yang halus. Parameter
10
ini disebut kedalaman bit sistem dan menentukan jumlah
nuansa abu-abu yang tersedia untuk menampilkan redaman.
Semua unit CBCT yang tersedia saat ini menggunakan
detektor yang mampu merekam perbedaan grayscale 12 bit
atau lebih besar. Detektor 12-bit menyediakan 212 atau
4096 warna untuk menampilkan kontras. Detektor 16-bit
menghasilkan 216 atau 65.536 warna abu-abu. Meskipun
gambar kedalaman bit yang lebih tinggi dalam tampilan
CBCT dimungkinkan, informasi tambahan ini datang
dengan mengorbankan waktu komputasi yang meningkat
dan ukuran file yang jauh lebih besar (Stuart dan Michael,
2013).
2.2.3 Rekonstruksi Gambar
Setelah kerangka proyeksi dasar diperoleh, perlu untuk
memproses data ini untuk membuat set data volumetrik. Proses ini
disebut rekonstruksi primer. Meskipun satu rotasi sinar kerucut
dapat memakan waktu kurang dari 20 detik, ini menghasilkan 100
hingga lebih dari 600 frame proyeksi individu, masing-masing
dengan lebih dari 1 juta pixel dengan 12 hingga 16 bit data yang
ditetapkan untuk setiap pixel. Data-data ini diproses untuk
membuat set data volumetrik yang terdiri dari elemen volume
berbentuk kubus (voxels) dengan urutan algoritma perangkat lunak
dalam proses yang disebut rekonstruksi. Selanjutnya, gambar
ortogonal visual (tegak lurus) yang memotong kumpulan data
volumetrik direkonstruksi secara sekunder. Rekonstruksi data ini
kompleks secara komputasional. Untuk memfasilitasi penanganan
data, data biasanya diperoleh dari satu komputer (komputer
akuisisi) dan ditransfer oleh koneksi ethernet ke komputer
pemrosesan (workstation). Berbeda dengan CT konvensional,
rekonstruksi data cone-beam dilakukan dengan personal komputer,
bukan platform workstation. Proses rekonstruksi terdiri dari dua
tahap, masing-masing terdiri dari beberapa langkah:
11
• Tahap preprocessing. Tahap preprocessing dilakukan di
komputer akuisisi. Setelah beberapa gambar proyeksi
planar diperoleh, gambar-gambar ini harus dikoreksi karena
ketidaksempurnaan piksel bawaan, variasi sensitivitas di
seluruh detektor, dan paparan yang tidak merata. Kalibrasi
gambar harus dilakukan secara rutin untuk menghilangkan
cacat ini.
• Tahap rekonstruksi. Langkah-langkah pemrosesan data
yang tersisa dilakukan pada komputer rekonstruksi.
Gambar yang dikoreksi dikonversi menjadi representasi
khusus yang disebut sinogram, gambar yang dikembangkan
dari beberapa gambar proyeksi. Sumbu horizontal sinogram
mewakili sinar individu di detektor, sedangkan sumbu
vertikal mewakili sudut proyeksi. Jika ada 300 proyeksi,
sinogram akan memiliki 300 baris. Proses menghasilkan
sinogram ini disebut sebagai transformasi Radon. Gambar
yang dihasilkan terdiri dari beberapa gelombang sinus
dengan amplitudo yang berbeda, ketika masing-masing
objek diproyeksikan ke detektor pada berbagai sudut yang
terus menerus. Gambar akhir direkonstruksi dari sinogram
dengan algoritma proyeksi-kembali yang difilter untuk data
volumetrik yang diperoleh oleh CBCT. Algoritma yang
paling banyak digunakan adalah algoritma Feldkamp.
Proses ini disebut sebagai transformasi Radon terbalik.
Ketika semua irisan telah direkonstruksi, mereka
digabungkan menjadi satu volume tunggal untuk
visualisasi. Waktu rekonstruksi bervariasi tergantung pada
parameter akuisisi (ukuran voxel, ukuran bidang gambar,
dan jumlah proyeksi), perangkat keras (kecepatan
pemrosesan, hasil data dari akuisisi ke komputer
rekonstruksi), dan perangkat lunak (algoritma rekonstruksi)
yang digunakan. Rekonstruksi harus dilakukan dalam
12
waktu yang dapat diterima (<5 menit) untuk mengimbangi
banyaknya jumlah pasien (Stuart dan Michael, 2013).
2.3 Pertimbangan Klinis
Praktisi dan operator yang menggunakan CBCT harus memiliki
pemahaman yang baik terhadap parameter operasional dan efek dari parameter
tersebut terhadap kualitas gambar dan keamanan radiasi.
2.3.1 Kriteria Seleksi Pasien
Paparan cone-beam menghasilkan dosis radiasi yang lebih
tinggi dibandingkan radiasi yang dihasilkan oleh prosedur
radiografi kedokteran gigi lainnya. Dalam penggunaannya prinsip
ALARA (As Low as Reasonably Achievable) harus diterapkan dan
harus ada justifikasi terhadap paparan yang diterima pasien
sehingga potensi manfaat diagnosis lebih besar dari kerugian yang
mungkin disebabkan akibat paparan yang diterima. Secara umum,
CBCT hanya digunakan ketika pemeriksaan radiografi dengan
dosis paparan yang lebih rendah, seperti radiografi periapikal atau
panoramik tidak dapat memberikan informasi yang diperlukan
untuk melakukan diagnosis dan perawatan pada pasien. Pada
dasarnya, pengambilan gambar CBCT hanya digunakan sebagai
alat diagnostik tambahan terhadap teknik radiografi kedokteran
gigi yang telah ada, bukan sebagai prosedur untuk melakukan
screening (Stuart dan Michael, 2013).
2.3.2 Persiapan Pasien
Pendampingan perlu dilakukan terhadap pasien ketika
memasuki unit pemindaian, disamping itu, pasien perlu dilengkapi
dengan perlindungan penghalang radiasi sebelum dilakukannya
stabilisasi kepala. Walaupun aturan standar penggunaan CBCT
berbeda-beda, namun direkomendasikan setidaknya pasien
menggunakan leaded torso apron. Sebelum dilakukan pemindaian,
pasien diminta untuk melepas benda berbahan logam dari daerah
kepala dan leher, termasuk kacamata, perhiasan, dan gigi tiruan
sebagian berbahan logam. Setiap unit CBCT memiliki metode
13
stabilisasi kepala yang berbeda. Pergerakan pasien juga dapat
diminimalisir dengan penggunaan satu atau beberapa metode
secara bersama. Kualitas gambar yang dihasilkan akan turun
apabila terdapat gerakan kepala (Stuart dan Michael, 2013).
Penyesuaian terhadap daerah yang menjadi tujuan pemindaian
sangat penting untuk mendapat hasil gambaran yang tepat. Pada
umumnya, bidang acuan topografi pada wajah seperti midsagittal
plane, Frankfort horizontal atau acuan internal seperti occlusal
plane, palatal plane disesuaikan terhadap cahaya laser eksternal
sehingga dapat menyesuaikan posisi pasien dengan tepat pada unit
CBCT. Selama dilakukannya pemindaian, gigi-geligi dikondisikan
agar tidak menyatu namun tetap dioklusikan dengan kuat, hal ini
dapat dilakukan dengan cotton rolls. Pemisahan geiligi secara
khusus berguna ketika dilakukannya pemindaian salah satu
lengkung gigi dimana hamburan dari restorasi logam pada
lengkung gigi yang berlawanan dapat diminimalisir. Namun, ketika
dilakukan pengambilan gambaran radiografi pada closed
temporomandibular joint view atau othodontiic views maka gigi-
geligi tidak harus dipisahkan menggunakan cotton rolls. Pasien
perlu diarahkan agar tetap dalam keadaan diam sebisa mungkin,
serta bernafas dengan pelan, dan menutup mata. Pasien
diinstruksikan menutup mata untuk mencegah pasien mengikuti
arah pergerakan pemindai ketika lewat di depan wajah pasien
(Stuart dan Michael, 2013).
2.3.3 Imaging Protocol
Imaging protocol merupakan serangkaian parameter teknis
paparan untuk pencitraan CBCT yang bergantung pada tujuan
khusus dari pemeriksaan yang dilakukan. Imaging protocol
dikembangkan untuk menghasilkan gambar dengan kualitas
optimal namun dengan paparan radiasi seminimal mungkin. Pada
unit cone-beam tertentu, imaging protocol disediakan oleh
produsen. Pada umumnya, berkaitan dengan pengaturan bidang
14
pencitraan, jumlah proyeksi dasar, dan resolusi voxel. Operator
harus memahami efek dari semua parameter yang ada terhadap
kualitas gambar serta dosis pasien ketika menentukan imaging
protocol (Stuart dan Michael, 2013).
a. Pengaturan Paparan
Kualitas dan kuantitas sinar-x bergantung pada tabung
voltase (kVp) dan tabung arus (mA). Exposure setting pada
unit CBCT pada umumnya tersedia pilihan antara yang sudah
diatur sedemikian rupa dari pabrik (fixed exposure settings),
atau memungkinkan operator menyesuaikannya secara manual
(manual adjustment) terhadap kVP atau mA atau keduanya.
Dalam menggunakan unit CBCT yang exposure settingnya
dapat disesuaikan secara manual, operator harus memahami
bahwa parameter tersebut memengaruhi kualitas gambar dan
dosis paparan radiasi pada pasien sehingga penentuan yang
hati-hati diperlukan untuk memenuhi prinsip ALARA.
Peningkatan mA dalam rangka penyesuaian terhadap ukuran
pasien dapat memengaruhi dosis efektif yang dihasilkan secara
proporsional. Selain itu, penyesuaian kVp juga memiliki efek
terhadap dosis bahkan lebih besar dibanding penyesuaian
terhadap mA, dengan setiap peningkatan dalam 5 kVp akan
meningkatkan kurang lebih dua kali dosis yang dihasilkan jika
semua parameter lain tetap sama. Parameter paparan harus
tepat untuk ukuran pasien serta untuk mendapatkan hasil
diagnosis yang diperlukan (Stuart dan Michael, 2013).
15
Gambar 2.1. Efek parameter paparan pada kualitas gambar. Representatif
dari 0.076-mm potongan parasagital sendi temporomandibular kiri
mendemonstrasikan efek perubahan mA dan kVp terhadap kualitas gambar.
b. Resolusi Spasial
Resolusi spasial merupakan kemampuan sebuah gambar
untuk memberikan detail yang baik. Hal ini ditentukan
terutama oleh detektor nominal pixel size, beam projection
geometry, patient scatter, detector motion blur, fill factor
(fraksi dari daerah pixel yang mampu mengumpulkan cahaya),
focal spot size, number of basis images, dan reconstruction
algorithm. Ukuran voxel yang diterima pada proyeksi gambar
berbeda dari setiap unit CBCT. Selain itu, unit CBCT dapat
memberikan pilihan untuk ukuran voxel yang berbeda-beda.
Untuk pilihan tersebut, image detector mengumpulkan
informasi melalui serangkaian pixel secara vertikal dan
horizontal dan merata-ratakan data tersebut. Pemeriksaan
tersebut atau pixel binning menghasilkan penurunan yang
substansial terhadap pemrosesan data, mengurangi waktu
rekonstruksi kedua. Oleh karena itu, ukuran voxel harus
dispesifikasi sebagai akuisisi atau rekonstruksi. Walaupun
peningkatan resolusi gambar pada beberapa jenis unit CBCT
tidak memengaruhi perubahan pada parameter paparan,
beberapa produsen menggabungkan protokol pengurangan
16
dosis paparan untuk pengaturan resolusi rendah (Stuart dan
Michael, 2013).
c. Waktu Pemindaian dan Jumlah Proyeksi
Menyesuaikan detector frame rate untuk meningkatkan
jumlah proyeksi gambar dasar menghasilkan gambaran dengan
artefak yang lebih sedikit dan kualitas gambar yang lebih baik.
Namun, meningkatkn jumlah proyeksi memerlukan waktu
utama untuk rekonstruksi dan meningkatkan paparan radiasi
terhadap pasien secara proporsional (Stuart dan Michael, 2013).
Gambar 2.2. Plot dari efek jumlah proyeksi gambar dasar dan ukuran FOV
terhadap kalitas gambar. Menambah jumlah proyeksi dalam satu
pemindaian 360 derajat (sumbu x). Meminimalisir FOV (sumbu y)
mengurangi paparan pasien dan radiasi sebaran.
d. Lintasan Pemindaian
Rekonstruksi gambar dari lintasan pemindaian yang tidak
lengkap, terbatas, atau terpotong yang kurang dari 360 derajat
mungkin memiliki artefak sudut terbatas oleh karena informasi
yang hilang. Hal tersebut seperti artefak peripheral
unidirectional streaking dan midplane cupping yang lebih
menonjol dan artefak photon starvation. Kehilangan data dapat
dikompensasi dengan beberapa pendekatan seperti, penggunaan
pengetahuan statistik dari anatomi pasien serta penggunaan
berbagai teknik penyelesaian dengan proyeksi algoritma (Stuart
dan Michael, 2013).
17
e. Field of View
Kolimasi sinar-x primer CBCT dengan melakukan
penyesuaian field of view (FOV) memungkinkan pembatasan
radiasi x ke region of interests (ROI). Pengurangan FOV pada
umumnya dapat dicapai secara mekanis atau, secara elektronik.
Pengurangan secara mekanis pada dimensi sinar-x dan dicapai
dengan kolimasi preirradiation (mengurangi dimensi radiasi
primer) atau postirradiation (mengurangi dimensi radias yang
ditransmisikan, sebelum dideteksi). Kolimasi elektronik
melibatkan eliminasi data yang direkam pada detektor yang
merupakan bagian periferal dari daerah yang menjadi fokus
utama. Namun, kolimasi elektronik dapat menghasilkan
paparan radiasi yang lebih besar pada pasien daripada yang
diperlukan untuk dilakukannya pencitraan (Stuart dan Michael,
2013).
Pengurangan FOV ke ROI meningkatkan kualitas gambar
karena berkurangnya radiasi yang tersebar. Di samping itu,
pengurangan pada FOV pada umumnya berkaitan dengan
penurunan dosis terhadap pasien dari 25% hingga 66%
bergantung pada mesin, jenis kolimasi (vertikal atau
horizontal), jumlah kolimasi mekanis, dan lokasi (maksila,
mandibula atau anterior, posterior) (Stuart dan Michael, 2013).
2.3.4 Pengarsipan, Ekspor, dan Distribusi
Proses pencitraan CBCT menghasilkan dua produk data yaitu,
data gambar volumetrik dari pemindaian dan laporan gambar yang
dihasilkan oleh operator. Kedua set data harus di arsipkan dan
didistribusikan. Pemindaian cadangan data biasanya dilakukan
dalam keadaan aslinya atau dalam format gambar berpemilik.
Namun, ekspor data gambar pada umumnya dalam format berkas
Digital Imaging and Communications in Medicine standard
version 3 (DICOM v3). Format file tersebut merupakan standar
referensi yang berdasarkan standar organisasi internasional untuk
18
semua pencitraan diagnostik, termasuk pencitraan medis,
kedokteran gigi, dan hewan, dan termasuk semua modalitas seperti,
sinar-x, cahaya tampak, dan ultrasound. Format file tersebut
merupakan gambar dalam kedokteran gigi yang standar di Amerika
Serikat dan di adopsi oleh ADA. Data CBCT DICOM dapat di
impor ke aplikasi pihak ketiga khusus yang menyediakan simulasi
virtual yang dapat digunakan untuk merencanakan perawatan dan
memprediksi hasil implan dan prostetik kedokteran gigi, bedah
orthognatic, ortodontik, atau prostetik (Stuart dan Michael, 2013).
2.4 Artefak Gambar
Faktor mendasar yang merusak kualitas gambar CBCT adalah artefak
gambar. Artefak adalah distorsi atau kesalahan pada gambar spasial, tidak
berhubungan dengan subjek yang sedang dipelajari. Gambar CBCT secara
inheren memiliki lebih banyak artefak daripada gambar MDCT karena
spektrum energi yang digunakan lebih rendah; cone-beam geometry; dan
adanya aliasing artifacts yang disebabkan oleh divergensi cone-beam, scatter,
dan tingkat noise yang umumnya lebih tinggi. Artefak dapat diklasifikasikan
menurut etiologinya.
2.4.1 Inherent Artifacts
Artefak dapat muncul dari keterbatasan dalam proses fisik
yang terlibat dalam perolehan data CBCT. Proyeksi geometri
CBCT, pengurangan trajectory rotational arcs, dan metode
rekonstruksi gambar menghasilkan tiga jenis artefak yang
berhubungan dengan cone-beam berikut:
• Scatter
• Partial volume averaging
• Cone-beam effect
Scatter dihasilkan dari foton sinar-x yang terdifraksi dari
jalur aslinya setelah interaksi dengan materi. Jika dibandingkan
dengan MDCT, CBCT menggunakan detektor area yang
menangkap scattered photon, yang akan mengakibatkan degradasi
19
gambar secara keseluruhan atau yang dikenal dengan quantum
noise (Stuart dan Michael, 2013).
Gambar 2.3. Quantum noise CBCT artifact. Gambar CBCT beresolusi tinggi
(ukuran voxel nominal 0,125 mm) menunjukkan graininess atau quantum noise
yang ditandai oleh kontaminasi sinyal detektor oleh scatter radiasi.
Partial volume averaging adalah fitur pencitraan MDCT
dan CBCT. Itu terjadi ketika ukuran voxel yang dipilih dari
pemindaian lebih besar dari ukuran objek yang dicitrakan.
Misalnya, voxel 1 mm di satu sisi dapat berisi tulang dan jaringan
lunak yang berdekatan. Dalam kasus ini, piksel yang ditampilkan
tidak mewakili tulang atau jaringan lunak, melainkan menjadi rata-
rata nilai kecerahan jaringan yang berbeda. Batas dalam gambar
yang dihasilkan mungkin memiliki tampilan "step" atau
homogenitas tingkat intensitas piksel. Artefak partial volume
averaging terjadi di daerah di mana permukaan berubah dengan
cepat ke arah Z, misalnya di tulang temporal. Pemilihan voxel
akuisisi terkecil dapat mengurangi kehadiran efek ini (Stuart dan
Michael, 2013).
Cone-beam effect adalah sumber potensial artefak, terutama
di bagian perifer scan volume. Karena perbedaan sinar-x ketika
berputar di sekitar pasien dalam bidang horizontal, struktur di
bagian atas atau bawah bidang gambar hanya terpapar ketika
sumber sinar-x berada di sisi yang berlawanan dari pasien.
Hasilnya adalah distorsi gambar, goresan artefak, dan noise
periferal yang lebih besar. Efek ini diminimalkan dengan
20
penggabungan berbagai bentuk rekonstruksi cone-beam. Secara
klinis, efeknya dapat dikurangi dengan memposisikan ROI di
bidang horizontal sinar sinar-x (Stuart & Michael, 2013).
Gambar 2.4. Skema cone-beam artifact. Gambar bagian tengah menunjukkan
efek visual interpolasi data dengan alogaritma rekonstruksi karena data yang
tidak memadai diperoleh pada ekstensi perifer dan inferior dari kumpulan data
volumerik yang menghasilkan artefak perifer “V” dari peningkatan noise.
Distorsi dan pengurangan kontras.
2.4.2 Artefak Terkait Prosedur
Pengambilan sampel yang kurang dari objek dapat terjadi
ketika terlalu sedikit proyeksi dasar yang disediakan untuk
rekonstruksi gambar atau ketika trajectory arch rotation tidak
lengkap. Sampel data yang berkurang mengarah pada
misregistration, tepi yang tajam, dan gambar yang lebih noise
sebagai akibat dari aliasing, yang muncul sebagai coretan halus
pada gambar. Karena peningkatan jumlah proyeksi dasar atau
trajectory arch rotation, sebanding dengan paparan pasien,
keberadaan artefak ini penting untuk dipertimbangkan dalam
kaitannya dengan informasi diagnostik (Stuart dan Michael, 2013).
Biasanya, artefak yang terkait dengan pemindai muncul
sebagai goresan lingkaran atau cincin akibat ketidaksempurnaan
dalam pendeteksian pemindai atau kalibrasi yang buruk. Salah satu
dari masalah ini menghasilkan pembacaan yang berulang secara
21
konsisten pada setiap posisi sudut detektor, menghasilkan artefak
melingkar (Stuart dan Michael, 2013).
Gambar 2.5. Artefak Moire. Interval yang terlalu besar antara proyeksi basis
(under sampling) atau lintasan pemindaian yang tidak lengkap dapat
mengakibatkan kesalahan pengaturan data oleh perangkat lunak rekonstruksi,
yang dikenal sebagai aliasing.
Gambar 2.6. Artefak melingkar atau cincin. Tampilan visual artefak terkait
pemindaian sebagai cincin melingkar pada gambar aksial menunjukkan
ketidaksempurnaan dalam pendeteksian pemindai sebagai akibat dari kalibrasi
yang buruk.
Misalignment dari sumber sinar-x ke detektor menciptakan
artefak kontur ganda, mirip dengan yang dibuat oleh gerakan
pasien. Penggunaan berulang peralatan CBCT dari waktu ke waktu
dapat mengakibatkan sedikit perubahan konfigurasi, dan
komponen mungkin perlu disesuaikan secara berkala (Stuart dan
Michael, 2013).
2.4.3 Introduced Artifacts
Ketika sinar-x melewati benda, foton berenergi rendah akan
diserap. Fenomena ini, yang disebut beam hardening,
22
menghasilkan dua jenis artefak: (1) distorsi struktur logam sebagai
akibat dari penyerapan diferensial, yang dikenal sebagai cupping
artifact, dan (2) goresan dan pita hitam, yang jika ada di antara dua
padat objek, membuat artefak menjadi hilang. Dalam praktik
klinis, disarankan untuk mengurangi FOV, memodifikasi posisi
pasien, atau memisahkan lengkung gigi untuk menghindari
pemindaian daerah yang rentan terhadap pengerasan berkas
(restorasi logam, implan gigi). Penting juga untuk menghapus
benda logam seperti perhiasan sebelum pemindaian untuk
mengurangi efek pengerasan sinar periferal yang ditumpangkan
pada ROI (Stuart dan Michael, 2013).
Gambar 2.7. Introduced Artifacts. Tampilan aksial menunjukkan beam
hardening (pita gelap), scatter (coretan putih), cupping (distorsi gambar) artefak.
2.4.4 Artefak Gerakan Pasien
Gerakan pasien dapat menyebabkan misregistration data,
yang muncul sebagai kontur ganda pada gambar yang
direkonstruksi. Semakin kecil ukuran voxel (semakin tinggi
resolusi spasial), semakin kecil gerakan yang diperlukan untuk
menyebabkan misalignment struktur. Masalah ini dapat
diminimalkan dengan menahan kepala dan menggunakan waktu
pemindaian sesingkat mungkin (Stuart dan Michael, 2013).
23
Gambar 2.8. Artefak gerak. Gerakan pasien selama pemindaian dapat
menghasilkan misregistration artifact, yang muncul sebagai kontur ganda pada
gambar yang direkonstruksi seperti yang ditunjukkan pada bidang aksial (A),
koronal (B), dan sagittal (C).
2.5 Kelebihan dan Kekurangan
2.5.1 Kelebihan
Kelebihan dari CBCT dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Ukuran dan Biaya
Peralatan CBCT memiliki ukuran yang kecil dan biaya
kira-kira seperempat hingga seperlima daripada radiografi
konvensional. Sehingga sering dipergunakan dalam kelinik
kedokteran gigi.
b. Akusisi Cepat
Dengan kemajuan yang lebih baru dalam dektektor solid-
state, tercapainya frame rate, kecepatan proses computer dan
unit yang menyertai lintasan-lintasan yang berkembang,
menyebabkan pemindaian CBCT dapat dilakukan dengan cepat
dalam waktu kurang dari 30 detik.
c. Resolusi Submillimeter
Semua unit CBCT saat ini menggunakan perangkat solid-
state megapiksel untuk deteksi sinar-x, yang memberikan
resolusi voxel submillimeter di semua pesawat ortogonal.
Beberapa unit CBCT mampu melakukan pencitraan resolusi
tinggi (nominal 0,076- hingga 0,125-mm resolusi voxel) dan
mungkin diperlukan untuk tugas-tugas yang memerlukan
pengamatan struktur detail halus dan proses penyakit, seperti
24
periodontal space, morfologi saluran akar, dan resorpsi akar
atau fraktur.
d. Analisis Interaktif
Rekonstruksi dan tampilan data CBCT dilakukan secara
native dengan menggunakan komputer pribadi. Selain itu,
beberapa produsen menyediakan perangkat lunak dengan
fungsionalitas yang diperluas untuk aplikasi spesifik, seperti
penempatan implan atau analisis ortodontik. Ketersediaan
algoritma dengan dibantu oleh kursor memberikan kemampuan
praktis dan interaktif untuk penilaian dimensi, anotasi, dan
pengukuran real-time (Stuart dan Michael, 2013).
2.5.2 Kekurangan
Gambar CBCT memiliki keterbatasan dibandingkan dengan
gambar CT konvensional. Keterbatasan ini berupa image noise dan
kontras jaringan lunak yang buruk.
a. Image Noise
Terjadi akibat dari fotonya mengalami interaksi Compton
dan menghasilkan radiasi yang tersebar. Sebagian besar radiasi
yang tersebar diproduksi secara omnidirection dan direkam
dengan piksel pada area detektor cone-beam. Jumlah foton
yang terdeteksi pada setiap piksel tidak mencerminkan redaman
sebenarnya dari suatu objek di sepanjang jalur tertentu dari
sinar-x. Deteksi sinar-x tambahan yang direkam ini disebut
noise dan berkontribusi terhadap degradasi gambar. Jumlah
radiasi yang tersebar umumnya sebanding dengan massa total
jaringan yang terkandung dalam sinar-x primer; ini meningkat
dengan meningkatnya ketebalan objek dan ukuran bidang.
Kontribusi radiasi yang tersebar ini untuk produksi gambar
CBCT mungkin lebih besar dari sinar primer. Dalam aplikasi
klinis, rasio penyebaran-ke-primer adalah sekitar 0,01 untuk
pencitraan CT sinar tunggal dan 0,05-0,15 untuk pencitraan
fan-beam dan CT spiral dan mungkin 0,4 hingga 2 dalam
25
pencitraan CBCT. Untuk alasan ini, selalu diusahakan untuk
menggunakan FOV sekecil mungkin ketika membuat gambar
CBCT. Sumber tambahan noise gambar dalam CBCT adalah
variasi statistik dalam homogenitas dari sinar-x (quantum
mottle) dan noise tambahan dari sistem detektor (elektronik).
b. Kontras Jaringan Lunak yang Buruk
Resolusi kontras adalah kemampuan gambar untuk
menampilkan perbedaan halus dalam densitas gambar. Ada dua
faktor utama yang mempengaruhi resolusi kontras CBCT.
Pertama, radiasi yang tersebar berkontribusi pada peningkatan
noise pada gambar yang dapat mengurangi kontras sistem
cone-beam. Foton sinar-x yang tersebar mengurangi kontras
subjek dengan menambahkan sinyal latar belakang yang tidak
mewakili anatomi, mengurangi kualitas gambar serta unit
CBCT memiliki kontras jaringan lunak yang lebih sedikit
daripada unit MDCT (Stuart dan Michael, 2013).
2.6 Tahap Penampilan Data Volumetrik
Standar penyajian data volumetrik CBCT oleh sebagian besar program
software biasanya berupa gambar dua dimensi sekunder yang kemudian
direkonstruksi ke dalam tiga bidang ortogonal (aksial, sagital, dan koronal).
Setiap panel pada tampilan software menampilkan salah satu dari rangkaian
gambar yang terdapat pada bidang tersebut. Setiap gambar saling terhubung
sedemikian rupa sehingga dapat diidentifikasi apabila ditinjau dari kedua
bidang lainnya. Data CBCT harus diamati sebagai data berbasis volume untuk
mempermudah operator dalam menganalisis anatomi yang ditunjukkan
gambar. Secara teknis, terdapat empat tahap dalam menyajikan sebuah data
volumetrik CBCT yang efisien sebelum tahap interpretasi gambar (Stuart dan
Michael, 2013).
26
Gambar 2.9. Mode tampilan standar data volumetrik CBCT. A, kumpulan data
volumetrik tiga dimensi menunjukkan tiga bidang ortogonal: koronal (biru), sagital
(hijau), dan aksial (merah muda). B, koronal. C, sagital. D, aksial.
1. Reorient Data
Salah satu keuntungan dari CBCT yaitu data volumetrik yang
dihasilkan dapat diorientasi kembali pada tiga bidang menggunakan
software berbasis PC. Penyesuaian awal pada set data volumetrik
mencakup reorientasi, seperti simetrisitas anatomi wajah pasien terhadap
reference plane (Stuart dan Michael, 2013).
Gambar 2.10. Reorientasi data volumetrik CBCT. Gambar penampang ortogonal aksial,
sagital, dan koronal dan rendering volumetrik tiga dimensi sebelum (A) dan setelah (B)
reorientasi set data CBCT.
Tahap ini sangat penting untuk menyelaraskan antara gambar
cross-sectional, gambar transaksial, tegak lurus terhadap struktur yang
diinginkan, untuk menampilkan patologi satu gigi secara tunggal, untuk
27
mengukur tinggi maksimal dan lebar residual alveolar ridge pada sebuah
segmen edentulus, untuk mengevaluasi lokasi implan, untuk
membandingkan morfologi kondilus temporomandibular joint (TMJ), atau
untuk menganalisis kraniofasial (Stuart dan Michael, 2013).
Gambar 2.11. Reorientasi bidang sagital ke referensi internal (bidang oklusal). A,
orientasi asli. B, pasca reorientasi data volumetrik.
2. Optimize Data
Untuk mengoptimalkan penampilan gambar dan menunjang diagnosis,
diperlukan penyesuaian parameter kontras (window) dan kecerahan (level)
untuk mendukung struktur yang bertulang. Meskipun perangkat lunak
CBCT dapat menyediakan pengaturan window dan level, tetap dianjurkan
untuk melakukan pengoptimalan parameter tersebut dalam setiap
pemindaian. Setelah parameter ditetapkan, peningkatan lebih lanjut dapat
dilakukan oleh aplikasi sharpening, filtering, serta edge algorithm.
Kegunaan dari fungsi-fungsi tersebut harus dipertimbangkan terhadap efek
visual adanya peningkatan noise pada gambar. Setelah penyesuaian ini,
algoritma sekunder (misalnya anotasi, pengukuran, perbesaran) dapat
dilakukan (Stuart dan Michael, 2013).
Gambar 2.12. Efek peningkatan gambar pada gambar CBCT. A, Gambar default setelah
algoritma interpolasi. B, Penyesuaian level window dan lebar tulang (W / L: 3000/500).
C, Penambahan algoritma mempertajam ringan.
28
3. View Data
Dikarenakan terdapat banyak komponen gambar orthogonal pada
masing-masing bidang, maka untuk lebih praktisnya perlu dilakukan
peninjauan setiap seri secara dinamis dengan scrolling setiap gambar
ortogonal secara berturut-turut (stack). Ini disebut pula dengan mode
(cine) atau (paging). Scrolling dilakukan secara kraniokaudal (dari ujung
rambut sampai ujung kaki), kemudian dilakukan secara terbalik, melambat
di area dengan kompleksitas yang lebih besar (TMJ dan dasar tengkorak).
Proses scrolling seharusnya dilakukan setidaknya pada bidang aksial dan
koronal. Sebagai evaluasi akhir untuk menemukan suatu penyakit dan
menetapkan adanya asimetrisitas pada TMJ maka dilakukan pengecekan
proyeksi orthogonal secara menyeluruh (Stuart dan Michael, 2013).
4. Format Data
Perangkat lunak CBCT menyediakan banyak pilihan format, yang
kesemuanya ditunjukan untuk memvisualisasikan komponen spesifik dari
set data volumetrik. Protokol yang menggabungkan parameter pemindaian
field of view (FOV) dan mode tampilan harus diterapkan secara selektif,
gejala anatomis atau karakteristik fungsional yang di dalamnya terdapat
tugas diagnosa spesifik agar ter-highlight. Secara keseluruhan, seleksi
harus dilakukan dengan membagi data ke dalam bagian-bagian kecil
dengan tujuan untuk melihat data secara lebih detail kemudian membagi
data menjadi bagian-bagian yang lebih tebal untuk memperlihatkan
hubungannya (Stuart dan Michael, 2013). Terdapat 3 pilihan format dasar:
Gambar 2.13. Pilihan mode format dasar penampilan data volumetrik CBCT.
29
1) Multi Planar Reformation
Setelah proses rekonstruksi gambar tiga dimensi telah dibuat,
gambar tersebut dapat dilihat sebagai sebuah seri gambar cross-
sectional dua dimensi diantaranya bidang aksial (atas-bawah),
sagital (kiri-kanan), dan koronal (anterior-posterior). Data
volumetrik dapat dibagi secara non orthogonal untuk menyajikan
berbagai gambar nonaksial dua dimensi, disebut dengan Multi
Planar Reformation (MPR). Mode MPR terdiri dari oblique,
curved planar reformation, dan serial transplanar (Kumar, dkk.,
2017).
a. Oblique planar reformation
Menciptakan gambar dua dimensi non aksial dengan
pengaturan “stack”. Mode ini sangat berguna untuk
mengevaluasi struktur spesifik (TMJ, impaksi molar tiga,
kelengkungan sudut dari kanalis mandibula).
b. Curved planar reformation
Untuk menghasilkan gambar planar yang
melengkung, operator dapat menggambar secara manual
garis perencanaan dengan menghubungkan beberapa node
sepanjang garis tengah sesuai dengan kelengkungan rahang
pada gambar planar yang dikehendaki. Akan tercipta
gambar layaknya gambar hasil proyeksi panoramik.
c. Serial trans planar reformation
Serial trans-planar reformation menghasilkan
serangkaian kumpulan gambar ortogonal cross-sectional,
oblique, ataupun curved planar. Terdapat banyak
komponen gambar orthogonal di setiap bidang, maka
dikembangkan dua metode untuk memvisualisasikan voxel
yang saling berdekatan.
30
Gambar 2.14. MPR. Gambar aksial tebal. A, mensimulasikan gambar
oklusal dengan oblique curved line MPR (garis putih) dan gambar
“panoramic”. B, serial cross-sectional, ketebalan 1-mm. C, serial dari
lokasi implan di mandibula kiri bawah (Stuart dan Michael, 2013).
2) Ray Sum
Ketebalan gambar orthogonal atau MPR dapat ditebalkan
kembali dengan meningkatkan voxel berdekatan yang ada pada
layar. Proses ini menciptakan slab gambar yang menunjukkan
volume spesifik dari pasien, yang dikenal dengan ray sum. Dengan
menggunakan ketebalan maksimal gambar tegak lurus ray sum
dapat menghasilkan gambar layaknya proyeksi sefalometri lateral
(Kumar, dkk., 2017).
Gambar 2.15. Gambar ray sum. A, Proyeksi aksial digunakan sebagai gambar
referensi. B, gambar yang dihasilkan dari ray sum dengan ketebalan penuh
memberikan gambar sefalometrik lateral.
31
Gambar 2.16. Proyeksi dua dimensi dihasilkan dengan set data cone-beam. A,
lateral sefalometrik. B, sefalometrik frontal atau posteroanterior. C, panoramik.
3) Volume Rendering
Volume rendering memungkinkan penyajian data
volumetrik melalui selective display dari voxel dengan set data di
dalamnya. Terdapat dua teknik spesifik yang biasa digunakan yaitu
indirect volume rendering dan direct volume rendering.
Indirect volume rendering merupakan proses kompleks
yang memerlukan penentuan intensitas dan densitas level
grayscale dari voxel yang akan ditampilkan dengan seluruh data
yang ada di dalamnya. Secara teknis proses ini membutuhkan
perangkat lunak khusus yang mampu menampilkan permukaan
data volumerik yang lebih dalam. Tampilan yang dapat dilihat
berupa, tampilan solid (surface rendering) dan tampilan transparan
(volumetric rendering). Prosedur volumertrik ini baik digunakan
untuk memvisualisasikan dan menganalisis kondisi kraniofasial
serta memastikan berbagai gejala anatomis, seperti inferior
alveolar canal hingga molar ketiga mandibula.
32
Gambar 2.17. Volumetric surface rendering 3 dimensi. A,struktur tulang dan
gigi digambarkan sebagai struktur solid. B, struktur tulang dan gigi transparan.
Direct volume rendering merupakan proses yang lebih
sederhana yang mencakup penentuan nilai ambang batas dari
intensitas voxel. Nilai di atas atau di bawah gray value akan
dieliminasi. Terdapat beberapa teknik untuk menentukan nilai
ambang batas intensitas voxel, namun yang paling sering
digunakan yaitu Maximum Intensity Projection (MIP). MIP
diperoleh dengan mengevaluasi setiap nilai voxel sepanjang sinar
proyeksi dan merepresentasikan hanya nilai tertinggi sebagai nilai
tampilan. Gambar MIP baik digunakan untuk menunjukkan lokasi
gigi impaksi, evaluasi TMJ, identifikasi fraktur, analisis
kraniofasial, mengikuti perkembangan pasca operasi, menilai
anomaly cervical spine, serta menunjukkan distorfi kalsifikasi
jaringan lunak (Stuart dan Michael, 2013).
Gambar 2.18. MIP. A, gambar aksial sebagai referensi. B, gambar yang
dihasilkan hanya memfokuskan pada value yang tinggi.
33
2.7 Laporan Interpretasi
Pencitraan cone-beam terdiri dari komponen teknis paparan pasien. Hal
tersebut merupakan tugas profesional seorang praktisi yang mengoperasikan
unit CBCT atau seseorang yang meminta studi CBCT untuk memberikan
laporan interpretatif yang tertulis untuk menggambarkan temuan gambaran
berdasarkan pemeriksaan seluruh set data gambar. Dokumentasi prosedur
CBCT dengan dimasukkannya laporan interpretatif, merupakan elemen
penting dari gambaran CBCT dan harus menjadi bagian dari catatan seorang
pasien. Diagnosis pasien seringkali kompleks, dan penatalaksanaannya
mungkin melibatkan banyak praktisi. Laporan interpretasi berfungsi sebagai
metode yang paling baik untuk penyampaian hasil temuan pada interpretasi
CBCT. Laporan ini disertai gambaran terbaik yang dipilih sebagai bukti
adanya temuan penting dari interpretasi CBCT. Semua data gambaran harus
ditinjau secara sistematis untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit. Dalam
interpretasi temuan anatomi dan patologis pada gambaran CBCT bervariasi
tergantung pada pengalaman praktisi dan FOV (Fied of View) scan. Spesialis
radiologi oral dan maksilofasial yang berkualifikasi dapat berkontribusi secara
diagnostik ketika praktisi tidak mampu meninjau seluruh volume jaringan
yang terpapar. Elemen-elemen penting dari laporan diuraikan dalam radiologis
CBCT. Berikut merupakan elemen-elemen penting dari laporan radiologi
CBCT (Stuart dan Michael, 2013):
2.7.1 Informasi pasien: nama pasien, kode unik pengidentifikasi, tanggal
lahir, nama praktisioner, alasan dilakukannya radiografi CBCT
2.7.2 Informasi pemindaian: nomor urut, tanggal dilakukan radiografi,
tanggal laporan dirilis, tempat radiografi, parameter pemindaian,
dan gambar disediakan, permasalahan yang terjadi selama prosedur
radiologi (gerakan pasien)
2.7.3 Temuan radiografi: general findings harus mengarah pada gnathic
(status dental termasuk gigi hilang, status restorasi, root canal, lesi
periapikal, status margin alveolar, dan status region edentulous)
dan extragnathic (TMJ, sinus paranasal, saluran nasofaring,
jaringan lunak pada leher, dan kalsifikasi intracranial. Spesific
34
findings harus berhubungan dengan alasan dilakukannya prosedur
radiologi CBCT. Significant incidental findings harus
diidentifikasi.
2.7.4 Radiologic impression: diferensial diagnosis yang berkaitan
dengan alasan pemeriksaan atau berhubungan dengan bukti-bukti
klinis insidental yang signifikan. Korelasi antara temuan radiologi
dengan permasalahan pasien. Perbandingan dengan hasil radiografi
sebelumnya, jika ada. Saran untuk follow-up atau diagnosis
tambahan atau pemeriksaan klinis yang sesuai, untuk memperoleh
kejelasan diagnosis (Stuart dan Michael, 2013).
2.8 Penggunaan CBCT dalam Kedokteran Gigi
Teknologi CBCT biasanya digunakan di bidang kedokteran gigi untuk
pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis. Namun CBCT bukan
pengganti proyeksi panoramik atau konvensional tetapi CBCT ini lebih baik
digunakan sebagai modalitas pelengkap untuk aplikasi spesifik. Berikut ini
merupakan kegunaan radiografi CBCT dalam penegakkan diagnosa dan
pemeriksaan preoperatif:
2.8.1 Perkiraan Lokasi Implant
CBCT ini baik digunakan untuk rencana penempatan
implant gigi. CBCT menampilkan gambaran tulang alveolar yaitu,
tinggi, lebar dan angulasi serta secara akurat menggambarkan
struktur vital yaitu kanal saraf alveolar gigi inferior mandibular dan
sinus maksilaris. Serangkaian gambar yang paling berguna untuk
penilaian lokasi implan termasuk gambar aksial, panorama
diformat ulang, dan penampang melintang di lokasi tertentu.
Dalam banyak kasus, stent diagnostik dibuat dengan spidol
radiografi dan dimasukkan pada saat pemindaian. Stent ini
memberikan referensi yang tepat tentang lokasi implan (Stuart dan
Michael, 2013).
35
2.8.2 Endodontik
Gambaran penggunaan CBCT dalam endodontik harus
dibatasi pada penilaian dan perawatan kondisi endodontik yang
kompleks, seperti berikut:
• Identifikasi kemungkinan adanya kanal aksesori pada gigi
dengan morfologi yang kompleks.
• Identifikasi anomali sistem saluran akar dan penentuan
kelengkungan akar.
• Diagnosis patosis periapikal gigi pada pasien yang datang
dengan tanda dan gejala klinis yang kontradiktif atau tidak
spesifik atau temuan radiografi konvensional.
• Diagnosis patosis yang berasal dari non endodontik.
• Penilaian komplikasi pasca perawatan endodontik.
• Diagnosis dan manajemen trauma dentoalveolar.
• Lokalisasi dan diferensiasi eksternal dari resorpsi internal akar
atau resorpsi servikal yang invasif.
• Perencanaan sebelum pembedahan untuk menentukan lokasi
apeks akar dan mengevaluasi jarak antara struktur anatomi yang
berdekatan (Stuart dan Michael, 2013).
2.8.3 Ortodontik dan Cephalometry 3D
Gambaran CBCT biasanya digunakan dalam diagnosis,
penilaian, dan analisis anomali ortodontik maksilofasial dan
ortopedi. Keuntungan diagnostik menggunakan CBCT paling
sering dilaporkan dalam identifikasi anomali struktural gigi, seperti
resorpsi akar dan tampilan posisi gigi impaksi dan supernumerary
dan hubungannya dengan akar yang berdekatan atau struktur
anatomi lainnya. Gambaran CBCT memfasilitasi surgical exposure
dan perencanaan subsequent movement. Aplikasi lain termasuk
penilaian karakteristik morfologi dan dimensi palatal, inklinasi dan
torsi gigi, karakterisasi tulang alveolar untuk penempatan mini-
implant ortodontik, dan menentukan lebar tulang alveolar yang
tersedia untuk pergerakan gigi buccolingual. Gambaran CBCT juga
36
menyediakan visualisasi yang memadai dari TMJ, ruang faring,
dan hubungan jaringan lunak.
Gambaran CBCT memberikan dua kontribusi unik untuk
praktik ortodontik. Yang pertama adalah banyak gambar linier
yang saat ini digunakan dalam diagnosis ortodontik, analisis
sefalometrik, dan perencanaan perawatan dapat dibuat dari
pemindaian CBCT tunggal. Kontribusi kedua adalah data CBCT
dapat direkonstruksi dengan menggunakan perangkat lunak khusus
untuk menyediakan visualisasi tiga dimensi dan analisis kerangka
maxillofacial, tampilan TMJ yang memadai, batas-batas jaringan
lunak, dan pharyngeal airway. Banyak manfaat potensial untuk
sefalometri tiga dimensi termasuk menampilkan dan
mengkarakterisasi asimetri dan perbedaan anteroposterior, vertikal,
dan transversal dentoskeletal, menggabungkan integumen jaringan
lunak, dan potensi untuk penilaian pertumbuhan dan
perkembangan (Stuart dan Michael, 2013).
2.8.4 Posisi Molar Ketiga Mandibula
Hubungan Inferior Alveolar Canal (IAC) dengan akar gigi
molar ketiga mandibula penting diketahui ketika
mempertimbangkan pencabutan untuk meminimalkan
kemungkinan kerusakan saraf yang dapat menyebabkan kehilangan
secara permanen sensasi atau rasa ke satu sisi bibir bawah.
Penilaian yang akurat dari posisi IAC dalam kasus impaksi molar
tiga dapat mengurangi cedera pada saraf ini. Gambaran panoramik
konvensional mungkin cukup memadai apabila molar ketiga bebas
dari kanal, tetapi dalam kasus superimposisi radiografi, disarankan
untuk menggunakan pencitraan tiga dimensi. Volumetric rendering
dengan anotasi IAC atau "tracing" yang dikombinasikan dengan
pencitraan cross-sectional (Stuart dan Michael, 2013).
2.8.5 Temporomandibular Joint
Gambaran CBCT menyediakan gambar multiplanar dan
tiga dimensi dari kondilus beserta struktur sekitarnya untuk
37
memfasilitasi analisis dan diagnosis karakteristik morfologis tulang
serta fungsi sendi, yang merupakan kunci penting untuk
memberikan hasil pengobatan yang tepat pada pasien dengan tanda
dan gejala TMJ. Pencitraan dapat menggambarkan gambaran
penyakit sendi degeneratif dan perkembangan anomali kondilus,
ankilosis, dan rheumatoid arthritis. Protokol pencitraan yang tepat
harus mencakup referensi gambar panoramik dan aksial yang
diformat ulang; irisan penampang parasagital dan parakoronal; dan
untuk kasus-kasus yang diduga asimetri atau melihat pembedahan,
rekonstruksi volumetrik (Stuart dan Michael, 2013).
2.8.6 Pathoses maksilofasial
Gambaran CBCT dapat membantu dalam evaluasi berbagai
kondisi rahang, terutama kondisi gigi seperti gigi taring dan gigi
supernumerary, gigi patah atau pecah, lesi periapikal, dan penyakit
periodontal. Kalsifikasi jinak (tonsilitis, kelenjar getah bening, batu
kelenjar ludah) juga dapat diidentifikasi berdasarkan lokasi dan
dibedakan dari kalsifikasi yang berpotensi signifikan, seperti yang
dapat terjadi pada ateroma arteri karotis. Meskipun gambaran
CBCT tidak memberikan kontras jaringan lunak yang cocok untuk
membedakan isi dari atenuasi jaringan lunak paranasal,
karakteristik morfologis dan luasnya lesi ini sangat terlihat dengan
baik (kista ekstravasasi mukosa). Gambaran CBCT sangat berguna
untuk penilaian trauma dan untuk memvisualisasikan tingkat dan
keterlibatan odontogenik jinak atau kondisi nonodontogenik serta
osteomielitis (Stuart dan Michael, 2013).
38
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pemeriksaan radiografi merupakan pemeriksaan penunjang yang berperan
penting pada evaluasi dan perawatan di bidang kedokteran gigi karena mampu
menyampaikan informasi dari kondisi objek yang tidak dapat dilihat secara
klinis, contohnya seperti Cone-Beam Computed Tomographic Imaging
(CBCT) yang merupakan alat radiografi 3 dimensi beresolusi tinggi yang biasa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi dalam pemasangan implan
dental, bedah mulut, endodontic, dan orthodontik. CBCT memiliki sumber
sinar-x dan detektor yang terpasang pada gantry yang dapat berputar
mengelilingi kepala pasien sehingga menghasilkan ratusan gambar berbeda
untuk dijadikan tampilan 3 dimensi. Pada CBCT sumber radiasinya berbentuk
kerucut atau piramidal divergen dan diarahkan pada Region of Interest (ROI),
sisa radiasi yang sudah dilemahkan oleh jaringan tubuh pasien kemudian
diproyeksikan ke area detektor sinar-x pada sisi yang berlawanan.
Pada tahapan produksi gambar CBCT terdapat 3 komponen utama yaitu
pembuatan sinar-x yang harus memperhatikan stabilisasi pasien, scan volume
dan faktor pemindaian, deteksi sinar-x yang harus memperhatikan ukuran
voxel dan grayscale atau skala abu-abu dan rekontruksi gambar yang terdiri
dari tahap preprosesing dan tahap rekonstruksi. Dibalik keuntungan yang
dimiliki oleh CBCT seperti menghasilkan gambaran radiografis 3 dimensi
yang sesuai dengan cepat dan akurat terdapat faktor dasar yang bisa merusak
kualitas gambar CBCT yaitu artefak gambar yang merupakan distorsi atau
kesalahan pada gambar spasial dan biasanya tidak berhubungan dengan subjek
yang sedang dipelajari atau direkam.
3.2 Saran
Pada saat dilakukannya pemeriksaan radiografi, operator dan pasien
diharapkan paham dengan prosedur dari Cone Beam Computed Tomographic
(CBCT) serta mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan, sehingga nantinya
39
dapat menghasilkan gambar yang sesuai tanpa ada kecacatan dan membantu
dalam penentuan rencana perawatan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Basrani B. 2012. Endodontic radiology, 2nd ed. Wiley & Sons, Inc. Oxford. 193.
Eduardo, D., dkk. 2012. Topographic relationship of impacted third molars and
mandibular canal: correlation of panoramic radiograph signs and CBCT
images. Braz J Oral Sci; Voulume 11, Number 3.
Kumar T, P., S, Sujatha., Devi B, Yasodha., Rakesh, Nagraju., V, Shwetha. 2017.
Basics of CBCT Imaging. Journal of Dental & Orofacial Research. 13
(1): 49-55
Nematolahi H, dkk. 2013. The Use of Cone Beam Computed Tomography
(CBCT) to Determine Supernumerary and Impacted Teeth Position in
Pediatric Patients: A Case Report. J Dent Res Dent Clin Dent Prospects.
Winter; 7(1): 47–50.
Pramanik, Farina, dan Firman RN. 2015. Interpretasi Cone Beam Computed
Tomography 3-Dimension dalam Pemasangan Implan Dental di Rumah
Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran.
Dentofasial: Vol.14, No. 1 (50-54).
Ratihana Nurul Indias*, Rurie Ratna Shantiningsih**, Rini Widyaningrum**,
Munakhir Mudjosemedi**. 2017. Perbandingan hasil pengukuran pada
citra Cone Beam Computed Tomography. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia. Vol 3 No 3
Schulze D, Heiland M, Thurmann H, Adam G. 2004. Radiation exposure during
midfacial imaging using 4- and 16-slice computed tomography, cone
beam computed tomography systems and conventional radiography.
Dentomaxillofacial Radiology ;33:83-6.
Stuart C., Michael J. 2013. Oral Radiology Principles and Interpretation Edisi 7.
Elsevier Mosby. Canada.
41
Yabroudi F, Pedersen S. 2012. Cone Beam Tomography (CBCT) as a Diagnostic
Tool to Assess the Relationship between the Inferior Alveolar Nerve and
Roots of Mandibular Wisdom Teeth. Smile Dental Journal, Volume 7,
Issue 3.