Transcript
Page 1: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

Widati & Saksono, Pelatihan Bermain Gitar …

57

BERMAIN GITAR UNTUK KETERAMPILAN PRA

VOKASIONAL PADA ANAK TUNANETRA

Sri Widati & Deny Tri Saksono∗

Abstract, The goals of this research increase pre vocational skill at blind

children in SDLB-A YPAB Surabaya, add institute teaching material as ability of

pre vocational skill for blind child and as future benefit and life of blind children

in society.This research is pra experiment research which use research design is

one group pre test and post test with technique analyze statistic non parametric

with sign test ZH. This research use observation, interview, and test method in

data collection.And the result of this research is obtained ZH value = 1,8 bigger

than critical Z value 5% that is 1,64 so it refuses Ho, it can be concluded that

give play guitar training can increase pre vocational at blind children in SDLB-A

YPAB Surabaya.In this research, researcher give advice for parents to guide

child’s interest to special skill. By increasing the skill in non formal education

(course); teachers should know through child’s interest early and guide as a skill;

and for blind children use their skill with play guitar continuously.

Kata kunci: Bermain gitar, keterampilan pra vokasional dan tunanetra

Pendidikan merupakan salah satu bentuk pelayanan dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia sesuai perkembangan dan kemajuan zaman.

Undang Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

pada bab IV pasal 5 ayat 1, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama

untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, sedangkan ayat 2 dikemukakan

bahwa “Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.

Dengan demikian pendidikan tidak hanya untuk anak normal saja, tetapi

juga untuk anak berkebutuhan khusus. Salah satu yang termasuk anak

berkebutuhan khusus adalah anak tunanetra. Anak tunanetra mengalami gangguan

pada indera penglihatannya, hal tersebut berdampak terhadap kehidupannya

secara komplek, sehingga perkembangan intelegensi anak menjadi terhambat

akibat dari ketunanetraannya. Padahal faktor penglihatan (visual) merupakan hal

yang sangat penting dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari terutama yang

berkaitan dengan indra penglihatan seperti pada anak normal lainnya.

Email : [email protected] & [email protected].

Page 2: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

58

Sebagai salah satu anggota masyarakat, anak tunanetra juga memiliki hak

dan kewajiban untuk berperan aktif dalam lingkungan sosial, walaupun kecil

peranannya mereka dapat diharapkan menyumbangkan tenaga atau pikiran untuk

kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan pengetahuan dan

keterampilannya sekalipun tidak selincah orang awas karena anak tunanetra

merupakan bagian dari anggota masyarakat.

Keikutsertaan anak tunanetra dalam kegiatan di masyarakat akan

memudahkan bersosialisasi dengan lingkungan dan meningkatkan keterampilan

berkomunikasi untuk menyesuaikan diri di masyarakat.

Diterimanya keadaan tunanetra di masyarakat, akan menghilangkan

gangguan psikologi yang berupa rasa rendah diri, curiga pada orang lain dan

mudah tersinggung, yang bisa menghambat perkembangan jiwanya.

Dengan hilangnya penglihatan, anak tunanetra dalam memperoleh

informasi menggantungkan pada indra lain yang masih berfungsi. Dengan

demikian indra yang tersisa seperti indra peraba, pendengaran, penciuman dan

pengecap. Menurut Irham Hosni (1996;113) dikatakan “Peningkatan ketajaman

indra sangat diperlukan oleh seseorang tunanetra karena untuk pengenalan

lingkungan dia sangat tergantung dari ketajaman indra dalam menerima informasi

dari sekitarnya”.

Untuk berperan aktif dan mampu menyumbang tenaga atau pekerjaan bagi

anak diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Untuk itu diperlukan

suatu keahlian khusussebagai bekal hidup dan kehidupan di tengah masyarakat.

Bagi anak tunanetra indera peraba memegang peranan sangat penting

disamping indra lainnya. Karena indra peraba anak tunanetra dapat mengenal

dunia luar melalui tangan. Untuk mengembangkan keindraan anak tunanetra

dapat dilakukan melalui berbagai macam latihan. Salah satu usaha untuk

mengembangkan keinderaan anak tunanetra adalah melalui pelatihan khusus dan

intensif .

“Gitar adalah alat musik petik berdawai senar. Gitar dapat menghasilkan

melodi dan akor dalam jumlah dan variasi yang lebih banyak dibandingkan

dengan alat musik lain” (Asriadi, 2004:1).

Bicara tentang keterampilan vokasional pada anak tunanetra, gitar

merupakan salah satu alat musik yang relatif cukup mudah dapat dilakukan oleh

anak tunanetra karena untuk memainkan alat musik gitar lebih diperlukan indra

pendengaran dan perabaan.

Dengan pelatihan bermain gitar dapat memberi bekal keterampilan pra

vokasional dan bermanfaat bagi siswa untuk dapat hidup mandiri sesuai dengan

kelainan yang disandang dan tingkat perkembangannya.

Berdasarkan survey di SDLB-A YPAB Surabaya bulan Februari 2007, di

lembaga tersebut pemberian keterampilan khusus (pra vokasional) belum

diberikan secara kontinyu. Dengan demikian penulis berasumsi pemberian

keterampilan yang mengarah kepada pembekalan keterampilan atau keahlian

khusus dapat menambah wawasan dan kemampuan anak tunanetra untuk

Page 3: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

Widati & Saksono, Pelatihan Bermain Gitar …

59

mendapatkan kehidupan dan penghidupan di masyarakat. Diharapkan dengan

latihan bermain gitar secara kontinyu dapat menjadi suatu keterampilan khusus

bagi anak tunanetra dan nantinya dapat menjadi bekal hidup dan kehidupan di

masyarakat. Dengan memiliki keahlian khusus bermain gitar nantinya bisa

menjadi alternatif untuk mencari nafkah bagi anak tunanetra, misalnya dengan

menjadi seorang pengamen, pengiring musik di suatu acara ataupun di kafe, guru

musik privat, dan lain-lain.

Sebagai warga masyarakat yang dianggap tidak normal, berkelainan atau

menyimpang, maka anak berkebutuhan khusus termasuk tunanetra mempunyai

beberapa permasalahan dalam aktivitas sehari-hari. Secara garis besar masalah

tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (a) Masalah keterampilan

sosial; Penyandang tunanetra juga akan senantiasa menghadapi masalah dalam

mobilitas sosial. Ini disebabkan karena setiap menghadapi lingkungan baru, mau

tidak mau diperlukan bantuan orang lain untuk memperoleh gambaran yang jelas

mengenai lingkungan tersebut. Dengan gambaran yang jelas mobilitasnya akan

menjadi lancar; Penyandang tunanetra juga akan menghadapi masalah

komunikasi sosial. Hal ini disebabkan karena manusia sepanjang hidupnya tidak

akan lepas dari komunikasi sosial ini, sangat diperlukan peran lingkungan atau

peran orang tua; Pengaruh dari keterbatasan mobilitas sosial dan komunikasi

sosial adalah kemandirian sosial. Penyandang tunanetra tidak bisa sepenuhnya

lepas dari orang lain dalam kehidupan sehari-hari , terutama hal-hal dalam

kegiatan yang menuntut peran fungsi penglihatan. (b) Masalah pekerjaan dan

karir; Anak tunanetra dalam hal pekerjaan sangatlah bermasalah. Jika tersedia

pekerjaan, tingkat persaingan untuk mendapatkannya sangat tinggi, sehingga

perasaan putus asa selalu menghantui dirinya. Kondisi ini diperburuk lagi dengan

kenyataan bahwa masih banyak dunia kerja yang belum menerima tenaga

tunanetra walaupun mereka mempunyai keterampilan untuk itu. Masalah yang

dianggap penting adalah pilihan jurusan atau pengerjaan harus dilakukan dengan

mantap. Hal ini untuk menghindari perubahan pilihan di kemudian hari.

Bagaimanapun kalau pada akhir usia dewasa, seseorang muda mengalami

perubahan pilihan karir, sebenarnya sudah termasuk terlambat. Sebab memasuki

karir baru berarti memulai awal lagi. Karena itu stabilitas pekerjaan ini akan

menjadi masalah tersendiri bagi seseorang pada masa dewasa ini. Bagi

penyandang tunanetra yang harus bekerja dalam lingkungan normal, masalah

penyesuaian diri dengan pekerjaan ini lebih sulit (Somantri,2006). Disini faktor

lingkungan sangat menentukan, terutama sejauh mana tingkat penerimaan sosial

dan kesediaan untuk bekerja sama dengan mereka yang mengalami tunanetra.

Bagi para tunanetra, masalah yang dihadapi dalam bidang pendidikan

meliputi (a) Masalah isi pendidikan; bagi penyandang tunanetra, isi pendidikan

harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus sesuai dengan

perkembangannya. Disamping pendidikan yang bersifat umum, pendidikan yang

spesifik perlu diperhatikan seperti pendidikan karier, pendidikan seks, pendidikan

keluarga, dan sebagainya. (b) Masalah lokasi pendidikan, pendidikan bagi anak

Page 4: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

60

tunanetra semestinya menganut system normalisasi pendidikan yaitu mereka

belajar di sekolah- sekolah seperti orang normal belajar. Disini, banyak sekolah-

sekolah yang dekat dengan tempat tinggal anak tunanetra yang tidak mau

menerima penyandang tunanetra, sehingga mereka harus sekolah di tempat yang

jauh dari tempat tinggal mereka. (c) Masalah sistem pengolahan proses belajar

mengajar, sistem pengolahan proses belajar mengajar melalui pendidikan terpadu,

memerlukan modifikasi dan kurikulum yang ada, sehingga dapat memenuhi

kebutuhan individual penyandang tunanetra sesuai dengan karakteristik masing-

masing peserta didik. (d) Masalah sarana dan prasarana, sarana dan prasarana

pendidikan juga harus disesuaikan dengan keadaan dan karakteristik anak didik

jika sekolah menyelenggarakan program pendidikan terpadu. Sekolah-sekolah

normal/formal masih banyak yang belum menyediakan sarana khusus bagi

penyandang cacat yang kemungkinan belajar di sekolah tersebut. Kondisi seperti

ini berarti kurang mendukung kelancaran program pendidikan terpadu, khususnya

bagi penyandang tunanetra. (e) Masalah evaluasi pendidikan, karena sistem

pendidikan yang dikembangkan di sekolah umum adalah sistem klasikal, cara

demikian berarti tidak menunjang sistem klasikal. Cara demikian berarti tidak

akan menunjang system pembelajaran yang menggunakan pendekatan individual

(Astatiti,1995).

Menurut Astatiti (1996:154) “Pra vokasional adalah kegiatan yang

dilakukan sebelum individu melakukan pekerjaan tertentu. Yang penting pada

tahap ini adalah bagaimana individu memelihara alat, menggunakan alat,

mengenal pekerjaannya, dan sebagainya”. Keterampilan pra vokasional

merupakan keterampilan yang berhubungan dengan suatu keahlian yang dapat

mendatangkan imbalan atau penghasilan (Rochyadi, 2005:45). Adapun tujuan

pelatihan keterampilan pra vokasional: (a) dapat menyumbangkan keterampilan

dasar menjadi keterampilan kejuruan, (b) dapat menumbuhkan minat dan

apresiasi terhadap semua keterampilan atau pekerjaan yang menggunakan tangan,

disamping itu pendidikan keterampilan merupakan salah satu program penunjang

dalam bidang orientasi dan rehabilitas di SLB-A, (c) dapat menjadi dasar

pengembangan bakat dan kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri, (d) dapat

menjadi sarana untuk mencari nafkah setelah siswa lulus dari sekolah dan sebagai

bekal hidup dan kehidupan di masyarakat.

Pelajaran keterampilan sangat dibutuhkan oleh anak tunanetra. Hal yang

sangat penting bagi tunanetra adalah trampil. Keterampilan yang dapat diberikan

untuk anak tunanetra yaitu massage atau pijat, komputer dan bermain musik

seperti piano, drum maupun gitar dan sebagainya. Jenis-jenis keterampilan ini

yang masih memungkinkan dapat diberikan kepada anak tunanetra karena

keterampilan tersebut dapat dilakukan oleh anak tunanetra tanpa harus

mengandalkan fungsi indra penglihatan.Kenyataan di lapangan, banyak dijumpai

seorang tunanetra memiliki profesi sebagai tukang pijat (massager) atau pemusik

yang dapat digunakan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan di masyarakat.

Untuk mempersiapkan anak tunanetra sebagai tenaga kerja yang siap pakai,

Page 5: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

Widati & Saksono, Pelatihan Bermain Gitar …

61

hendaknya diberikan keterampilan khusus sedini mungkin. Dengan keterampilan

yang diperoleh sejak dini dapat digunakan oleh anak tunanetra sebagai bekal

hidup dan kehidupan di masyarakat dan untuk mencari nafkah di masa yang akan

datang.

Anak tunanetra mempunyai keterbatasan menerima rangsang atau

informasi melalui indra penglihatannya. Penerimaan rangsang hanya dapat

dilakukan melalui pemanfaatan indra-indra lain di luar indra penglihatannya.

Karena kebutuhan anak untuk tetap mengenal dunia sekitarnya, maka indra

pendengaran dan perabaan merupakan saluran utama penerima informasi yang

paling dominan bagi anak tunanetra. Dengan indra pendengaran, anak tunanetra

dapat menerima informasi dari luar yang berupa suara. Berdasarkan suara, anak

tunanetra mampu mendeteksi dan menggambarkan tentang arah, sumber, jarak

tentang suatu obyek informasi, ukuran serta kualitas ruangan.

Sedangkan dengan indra perabaan, anak tunanetra dapat mengenal dunia

luar melalui tangan. Tunanetra dapat mengenal bentuk, posisi, ukuran, dan

perbedaan permukaan melalui perabaan.Dengan dimilikinya indra pendengaran

maupun perabaan yang masih normal dan selama koordinasi fisik/biologis tidak

mengalami gangguan, anak tunanetra dapat melakukan ketrampilan-ketrampilan

khusus, diantaranya bermain gitar.Melalui bermain gitar yang dilakukan secara

rutin dan kontinyu serta terarah, maka indra pendengaran dan perabaan yang

mereka miliki dapat berfungsi lebih dari orang awas yaitu lebih peka karena

mereka dapat berkonsentrasi pada apa yang sedang dikerjakan. Konsentrasi ini

terbentuk karena matanya tidak dapat melihat, maka seluruh perhatiannya dapat

berpusat pada apa yang sedang dipelajarinya karena perhatiannya tidak terpecah

kemana-kemana.Dalam memainkan gitar anak tunanetra harus benar-benar

terampil. Dengan mememiliki keterampilan bermain gitar, anak tunanetra mampu

bersaing dengan masyarakat modern dalam mencari nafkah dan dapat menjadi

lebih mandiri. Keterampilan bermain gitar tersebut dapat digunakan sebagai bekal

hidup dan kehidupan di masyarakat. Banyak kita jumpai seorang tunanetra bisa

hidup mandiri di masyarakat. Mereka dapat menghasilkan pendapatan sendiri

meskipun indra penglihatannya tidak berfungsi. Ada yang menjadi penyanyi,

tukang pijat, pemain musik bahkan bekerja dikantor sebagai operator

telpon.Begitu juga dengan bermain gitar. Dengan adanya keterampilan bermain

gitar, seorang tunanetra bisa memperoleh nafkah dari hasil bermain gitar. Mereka

bisa menjadi pengamnen, pemain musik atau pengiring lagu di sebuah kafe

maupun suatu acara. Dan jika sudah terampil dalam memainkan gitar, maka bisa

digunakan sebagai mata pencaharian untuk menambah penghasilan yaitu dengan

membuka atau memberi kursus keterampilan bermain gitar.

Berdasarkan latar belakang masalah ini, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut : “Apakah pemberian latihan dasar-dasar bermain

gitar dapat meningkatkan keterampilan pra vokasional pada anak tunanetra di

SDLB-A YPAB Surabaya?”; dengan tujuan pengkajian (1) Untuk meningkatkan

keterampilan pra vokasional pada anak tunanetra di SDLB-A YPAB Surabaya,

Page 6: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

62

(2) Untuk menambah materi ajar pada lembaga sebagai kemampuan keterampilan

pra vokasional bagi anak tunanetra sebagai bekal hidup dan kehidupan anak

tunanetra di masyarakat, (3) membuktikan apakah pemberian latihan dasar-dasar

bermain gitar dapat meningkatkan keterampilan pra vokasional pada anak

tunanetra di SDLB-A YPAB Surabaya. Sedangkan manfaat yang didapatkan

adalah dapat melatih kemandirian anak tunanetra sejak dini melalui penanaman

keterampilan gitar pada anak.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen dengan desain one group

pre test and post test design. Pada penelitian ini dilakukan pada satu kelompok

saja tanpa kelompok pembanding. Desain penelitian ini menggunakan pola O1 x

O2 dimana treatment yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah

eksperimen. Treatment sebelum eksperimen O1 disebut pre-test dan treatment

setelah eksperimen O2 disebut post test.. Adapun sampel penelitiannya adalah

anak tunanetra siswa kelas 4 SDLB-A YPAB Surabaya sebanyak 5 anak.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Metode

observasi, yaitu digunakan sebagai metode pendukung dalam memperoleh

informasi dan data. Tujuan menggunakan metode observasi dalam penelitian ini

adalah untuk mendapatkan data aktual interaksi interpersonal pada siswa

tunanetra serta minat dalam keterampilan bermain gitar, (2) Metode wawancara,

digunakan untuk mencari data tentang kondisi riil keterampilan khusus di SDLB-

A YPAB Surabaya dan data tentang minat siswa tunanetra dalam keterampilan

bermain gitar. (3) Metode test digunakan untuk emperoleh data tentang

pengetahuan anak yang berhubungan dengan gitar. Data tersebut diperoleh dari

hasil tes tulis sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan. Selain itu

metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan anak dalam

memainkan gitar. Data tersebut diperoleh dari hasil tes perbuatan sebelum diberi

perlakuan dan sesudah diberi perlakuan.

Dalam penelitian ini menggunakan analisis data statistic non parametric

karena datanya kuantitatif yaitu dalam bentuk bilangan. Sedangkan subyek

penelitiannya kecil, kurang dari 10 orang. Hal ini diperkuat dengan pendapat

Sutrisno Hadi (1993:332) bahwa “suatu sampel yang n-nya lebih kecil dari 30,

kita sebut sampel kecil”. Maka rumus yang digunakan untuk menganalisis adalah

rumus statistik non parametrik jenis uji tanda (Sign Test ZH) (Saleh,1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan di SDLB-A YPAB Surabaya dapat

diketahui bahwa di lembaga tersebut awalnya sudah ada pemberian keterampilan

pra vokasional, salah satunya bermain alat musik piano, keyboard, maupun

drum.Selama ini keterampilan bermain musik yang sudah diberikan di kelas 4

Page 7: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

Widati & Saksono, Pelatihan Bermain Gitar …

63

SDLB-A YPAB Surabaya adalah piano, keyboard dan drum. Sedangkan pelatihan

keterampilan bermain gitar belum pernah diberikan di lembaga tersebut. Pertama

kali dikenalkan alat musik gitar, siswa sangat senang meskipun hanya asal

memetik senar gitar saja. Mereka senang bisa mendengarkan bunyi dari senar

gitar yang mereka petik. Tetapi siswa tunanetra kelas 4 di SDLB- A YPAB

Surabaya hanya bisa memetik senar gitar saja tetapi belum bisa memainkan akor

dasar secara lengkap.Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa siswa tunanetra

kelas 4 di SDLB-A YPAB Surabaya sangat menyukai keterampilan bermain

musik. Dengan ditambahkannya pelatihan bermain gitar, siswa tunanetra kelas 4

di SDLB-A YPAB Surabaya menunjukkan keantusiiasan. Mereka sangat

berminat untuk dapat bermain gitar. Pelatihan bermain gitar diberikan dengan

kondisi siswa yang bermacam-macam dari tingkat ketajaman penglihatan ataupun

dalam segi kemampuan menerima materi yang disampaikan.Dalam pelatihan,

pelatih memberikan teori-teori yang berhubungan dengan gitar dan mengajarkan

akor dasar gitar. Pelatih memegang tangan masing-masing siswa tunanetra untuk

menunjukkan posisi tangan pada gitar untuk masing-masing akor.

Dari hasil wawancara dengan siswa kelas 4 SDLB-A YPAB Surabaya

dapat diketahui bahwa anak sudah mendapat keterampilan-keterampilan dasar

pada kelas kecil (kelas 1, 2 dan 3) seperti menyanyi, melipat, dan lain-lain.Pada

kelas besar yaitu mulai kelas 4, anak sudah menerima pelatihan-pelatihan yang

lain seperti komputer dan bermain alat musik seperti piano, keyboard maupun

drum. Pelatihan alat musik yang belum diberikan saat ini adalah bermain gitar.

Sebenarnya anak ingin memainkan alat musik selain piano, keyboard maupun

drum, yaitu ingin bermain gitar. Siswa tunanetra kelas 4 SDLB-A YPAB

Surabaya sangat berminat bermain gitar. Semua sudah bisa memetik senar gitar

tanpa menggunakan akor dasar. Mereka sangat ingin bermain gitar dengan

menggunakan akor dasar dan mereka mempunyai keinginan suatu saat nanti bisa

menyanyikan lagu dengan sebuah gitar. Berikut hasil wawancara dengan siswa

kelas 4 SDLB-A YPAB Surabaya: (1) AA adalah siswa kelas 4 SDLB- A YPAB

Surabaya yang tidak mempunyai sisa penglihatan sama sekali (tunanetra).

Berdasarkan hasil wawancara, pada awalnya AA memang sudah menyukai

keterampilan bermain musik. Dengan ditambahkannya pelatihan bermain musik

yang baru, yaitu bermain gitar AA menunjukkan semangat dan keinginan untuk

dapat bermain gitar. Selama ini minat AA terhadap bermain gitar mendapat

kendala dengan tidak adanya seorang pelatih. (2) AW adalah siswa kelas 4

SDLB- A YPAB Surabaya yang mempunyai sedikit sisa penglihatan (low

vision). Berdasarkan hasil wawancara, pada awalnya AW memang sudah

menyukai keterampilan memainkan alat musik drum. Dengan ditambahkannya

pelatihan bermain musik yang baru, yaitu bermain gitar AW menunjukkan

semangat dan keinginan untuk dapat bermain gitar. Selama ini minat AW

terhadap bermain gitar mendapat kendala karena belum dimilikinya sebuah gitar.

(3) FA, sama seperti AA, FA adalah siswa kelas 4 SDLB- A YPAB Surabaya

yang tidak mempunyai sisa penglihatan sama sekali (tunanetra). Berdasarkan

Page 8: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

64

hasil wawancara, pada awalnya FA memang sudah menyukai keterampilan

bermain alat musik keyboard. Dengan ditambahkannya pelatihan bermain musik

yang baru, yaitu bermain gitar FA menunjukkan semangat dan keinginan untuk

dapat bermain gitar. Selama ini minat FA terhadap bermain gitar mendapat

kendala karena tidak adanya seseorang yang mengajarinya bermain gitar. (4) YD

adalah siswa kelas 4 SDLB-A YPAB Surabaya yang mempunyai sedikit sisa

penglihatan (low vision). Berdasarkan hasil wawancara, pada awalnya YD

memang sudah menyukai keterampilan bermain piano. Dengan ditambahkannya

pelatihan bermain musik yang baru, yaitu bermain gitar YD menunjukkan

keantusiasan untuk dapat bermain gitar karena selama ini YD tidak dapat bermain

akor dasar gitar. (6) SI adalah siswa kelas 4 SDLB-A YPAB Surabaya yang

mempunyai sedikit sisa penglihatan (low vision). Berdasarkan hasil wawancara,

pada awalnya SI menyukai keterampilan menyanyi.Dengan ditambahkannya

pelatihan bermain musik yang baru, yaitu bermain gitar SI menunjukkan

ketertarikan untuk dapat bermain gitar karena selama ini SI tidak bisa bermain

akor dasar gitar. SI berharap dengan latihan bermain gitar bisa menyanyi sambil

mengiringi gitar sendiri.

Hasil test pengetahuan dan bermain akor dasar gitar. Adapun hasil pre test

dan post test seperti pada tabel 1 berikut:

Tabel: 1 Rekapitulasi Nilai Pre Test dan Post Test Kelas 4 SDLB-A YPAB

Surabaya

No Sampel Nilai Pre Test Nilai Post Test

Penge

tahuan

Main

Gitar

A

Main

Gitar

B

Rata-

rata

Penge

tahuan

Main

Gitar

A

Main

Gitar

B

Rata-

rata

Peru

bahan

1 AA 15 10 11 12.0 18 20 19 19.0 +

2 AW 14 12 10 12.0 20 20 22 20.7 +

3 FA 12 10 10 10.7 19 22 17 19.3 +

4 YD 12 9 8 9.7 10 18 19 19.0 +

5 SI 13 9 8 10.0 20 17 20 19.0 +

Analisis dengan menggunakan uji tanda (sign test) untuk mengadakan

tentang nilai kritis suatu distribusi yang diambil secara terus menerus terhadap

subyek penelitian pada pola uji pre test dan post test.

Prosedur analisis: X - µ

ZH =σ

Adapun pengolahan data sebagai berikut:

n = 5

µ = 5 . p

Page 9: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

Widati & Saksono, Pelatihan Bermain Gitar …

65

= 5 . 0,5 = 2,5

σ = √ npq

= √ (5) (0,5) (0,5)

= √ 1,25

= 1,11

X - µ

ZH =σ

4,5 - 2,5

1,11

= 1,8

=

Nilai kritis 5 % (untuk pengujian satu sisi) Z = 1,64. Suatu kenyataan

bahwa nilai Z = 1,8, yang diperoleh dalam hitungan adalah Z lebih besar

daripada nilai kritis Z 5 % yaitu 1,64. Hal ini berarti ada peningkatan yang

signifikan penggunaan pelatihan bermain gitar dapat meningkatkan keterampilan

pra vokasional di SDLB-A YPAB Surabaya.

Menurut Somantri (2006:45) “Pendidikan vokasional pada tingkat

sekolah dasar masih bersifat pra vokasional seperti menempel, menggunting,

mewarnai, dll. Sementara kecakapan vokasional pada jenjang lebih tinggi

(SMLB) akan lebih diarahkan kepada suatu keterampilan yang bersifat fungsional

seperti menjadi cleaning service, pelayan toko, mengampelas, kerajinan tangan

seperti membuat sandal, membuat tempat pensil, merajut, dll”.

Di SDLB-A YPAB Surabaya latihan bermain gitar sebagai keterampilan

khusus diajarkan sejak dini untuk meningkatkan kemampuan pra vokasional

sehingga dapat menjadi bekal untuk jenjang yang lebih tinggi. Dalam pemberian

latihan bermain gitar pada anak tunanetra di SDLB-A YPAB Surabaya

mengalami peningkatan yang bagus pada pertemuan terakhir karena anak

diberikan pelatihan secara berulang-ulang.

Anak tunanetra SDLB-A YPAB Surabaya lebih menyukai keterampilan

khusus memainkan alat-alat musik termasuk bermain gitar karena mereka dapat

menggunakan indra selain penglihatan yaitu indra pendengaran maupun perabaan.

Pada anak tunanetra, indra pendengaran maupun perabaan lebih peka karena

mereka dapat berkonsentrasi pada apa yang sedang dikerjakan karena

perhatiannnya tidak terpecah kemana-mana.

Anak mulai mengenal dan senang dengan alat musik gitar. Pada awalnya

anak mempunyai keinginan bermain gitar tetapi mereka mendapat kendala-

Page 10: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

66

kendala diantaranya belum adanya pelatih yang memberi pelatihan gitar. Selain

itu belum dimilikinya alat musik gitar oleh anak tunanetra SDLB-A YPAB

Surabaya menjadi salah satu kendala juga dalam bermain gitar.

Pemberian pelatihan bermain gitar di SDLB-A YPAB Surabaya dimulai

dengan penjelasan hal-hal yang berhubungan dengan gitar seperti pengertian,

bagian-bagian gitar, dan lain-lain. Kemudian diberikan pelatihan pelemasan

tangan yaitu senam jari. Senam jari dengan menggunakan alat gitar yang dimulai

dari atas ke bawah, dengan cara jari-jari mengikuti flet dan dengan nada solmisasi

pada senar gitar. Setelah dilakukan senam jari tersebut, anak tunanetra SDLB-A

YPAB Surabaya diberi pelatihan dengan meletakkan jari-jari sesuai akor dasar

baik akor mayor maupun akor minor, kemudian membunyikannya. Dari pelatihan

bermain gitar ini, anak tunanetra SDLB-A YPAB Surabaya mengerti akor dasar

gitar dan mulai memainkan akor dasar mayor maupun minor. Jari-jari anak mulai

lemas dalam memainkan akor dasar dan dapat membunyikannya. Dengan

pelatihan gitar yang diberikan di SDLB-A YPAB Surabaya, anak tunanetra bisa

mendapat keterampilan vokasional sejak dini sehingga dengan adanya pelatihan

bermain gitar ini dapat meningkatkan keterampilan pra vokasional di SDLB-A

YPAB Surabaya.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan yang diberikan dari keseluruhan hasil penelitian ini bahwa

pemberian latihan dasar-dasar bermain gitar dapat meningkatkan keterampilan pra

vokasional pada anak tunanetra di SDLB-A YPAB Surabaya. Berdasarkan hasil

penelitian dapat diberikan beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian, (a)

Orang tua hendaknya membiasakan anak untuk melakukan pekerjaan rumah

tangga, memasak, merenda, origami, bermain gitar, piano, melukis, dan lain-lain.

Serta orang tua hendaknya ikut andil dengan mengarahkan minat anak terhadap

suatu keterampilan khusus dengan meningkatkan keterampilan tersebut malalui

pendidikan di luar sekolah (kursus); (b) Bagi sekolah hendaknya memainkan gitar

dapat dimasukkan sebagai salah satu pilihan dalam mata pelajaran bidang studi

keterampilan atau kertakes. Keterampilan khusus salah satunya bermain gitar

hendaknya diberikan sejak dini pada siswa tunanetra SD kelas besar (kelas 4, 5

maupun 6) sehingga untuk jenjang berikutnya siswa yang memiliki keterampilan

khusus bisa lebih terampil. (c) Bagi anak hendaknya melakukan keterampilan

secara serius dengan bermain gitar secara tekun dan kontinyu sebagai bekal untuk

meningkatkan keterampilan pra vokasional.

Page 11: Bermain Gitar Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak Tunanetra

Widati & Saksono, Pelatihan Bermain Gitar …

67

DAFTAR ACUAN

Asriadi, Derry. 2004. Kiat Termudah Belajar Bermain Gitar. Jakarta: PT Kawan

Pustaka.

Asriadi, Derry. 2004. Panduan Mengiringi Lagu dengan Gitar. Jakarta: PT

Kawan Pustaka.

Astati. 1995. Terapi Okupasi, Bermain dan Musik untuk Anak Tunagrahita.

Jakarta: Depdikbud.

Astati. 1996. Pendidikan dan Pembinaan Karier Penyandang Tunagrahita

Dewasa. Bandung: Depdikbud.

Hadi, S. 1993. Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Hosni, Irham. 1996. Buku Ajar Orientasi dan Mobilitas. Jakarta: Depdikbud

Saleh, S. 1996. Statistik Nonparametrik. Yogyakarta: BPFE.

Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika

Aditama.

Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud.