16
WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014 LAPI ITB 1 Water Management & Corrosion Control di PLTU INDRAMAYU: Laporan Tahap II Latar Belakang Analisis Permasalahan Seawater Intake & Pre-treatment Distillation & Demineralization Unit Internal Water Cycle Wastewater treatment Rekomendasi PREPARED BY: Chris Salim, Ph.D.

Water Management and Corrosion Control (Laporan Tahap II) v4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

water management

Citation preview

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 1

Water Management & Corrosion Control

di PLTU INDRAMAYU: Laporan Tahap II

Latar Belakang Analisis Permasalahan Seawater Intake & Pre-treatment Distillation & Demineralization Unit Internal Water Cycle Wastewater treatment

Rekomendasi

PREPARED BY:

Chris Salim, Ph.D.

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 2

1. LATAR BELAKANG

Pengelolaan air dan pengendalian korosi merupakan bagian penting dalam sistem di PLTU. Sistem

pengelolaan air di PLTU Indramayu terkait dengan penyediaan air bersih untuk kebutuhan boiler system

mencakup:

- Seawater intake & pre-treatment

- Multiple-effect Distillation (MED) & Demineralization unit

- Internal water cycle (Boiler-Steam Line-Condenser-Condensate Polishing)

Sistem pengelolaan air di PLTU Indramayu terkait dengan pengolahan air limbah mencakup:

- Sewage Treatment

- Industrial Wastewater Treatment

- Coal Yard Wastewater Treatment

- Ash Yard Wastewater Treatment

Berbagai permasalahan yang timbul dalam sistem pengolahan air serta korosi di berbagai bagian

dalam sistem di PLTU Indramayu menyebabkan penurunan kinerja PLTU dalam bentuk derating dan

outage. Laporan ini memuat hasil identifikasi permasalahan, root cause failure analysis (RCFA) serta

rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan untuk penyelesaian masalah-masalah yang ada.

2. ANALISIS PERMASALAHAN

Beberapa permasalahan utama dan penyebabnya yang teridentifikasi melalui analisis data kualitas

air, kinerja unit (dalam bentuk laju produksi), dan laporan dari tim chemical (PIC: Bpk. Sumarno),

engineering (PIC: Bpk. Fatoni) dan operator di lapangan dirincikan di Tabel 1 menurut klasifikasi sistem

penyediaan air bersih dan pengolahan air limbah.

Tabel 1 Analisis permasalahan di tiap unit dan penyebabnya

Permasalahan Penyebab

Seawater Intake 1 2

Korosi di screening unit (control panel, trash rack), Circulating Water Pump (CWP), backwash unit, piping seawater intake-MED unit Akumulasi debris di open cooling system

- Kontak dengan air laut - Cathodic protection tidak berfungsi - Laju produksi chlorine tidak memadai (hanya

satu unit produksi chlorine yang operasional) Seawater Pre-treatment 3 Real-time water quality monitoring - Turbidity meter di inlet dan outlet series 1, 2

dan 4 belum terpasang (kerusakan kabel) Distillation & Demineralization Unit 4 5

Laju produksi MED di bawah kapasitas normal (kapasitas maksimum: ~180 ton/h) Unit 1 ~60 ton/h, Unit 2 ~80 ton/h

Frekuensi kerusakan selang pneumatic pump di Demineralization Unit (Ion Exchange Resin) tinggi

- Leakage di MED → vacuum pressure tinggi - Kondisi korosif dan penggunaan material

selang yang tidak resistan (polyurethane & nylon)

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 3

Internal Water Cycle 6

Pencegahan akumulasi kontaminan (Fe, SiO2, phosphate) di internal water & steam cycle (unit 1,2 dan 3)

- Condensate Polishing Treatment Plant (CPP) tidak berfungsi (Kerusakan di valve controller)

Sewage Treatment (STP) 7 STP tidak beroperasi

- Sewage line tidak berfungsi (indikasi

kebocoran/penyumbatan) - Kerusakan pada unit (minimum maintenance)

Industrial Waste Water Treatment (WWTP) 8 WWTP tidak beroperasi - Tidak ada dokumen prosedur pengoperasian

- Kerusakan pada unit (minimum maintenance) Coal Yard Waste Water Treatment (CWTP) 9 Air limbah hanya ditampung tanpa pengolahan - Tidak ada infrastruktur pengolahan Ash Yard Waste Water Treatment (AWTP) 10 Air limbah hanya ditampung tanpa pengolahan - Tidak ada infrastruktur pengolahan

Seawater Intake

Dua permasalahan utama di seawater intake yaitu korosi di screening unit dan akumulasi debris di

open cooling system. Kondisi korosif akibat kontak dengan air laut menyebabkan trash rack dan control

panel di seawater intake (gambar 1) mengalami korosi dan tidak dapat dioperasikan. Hal ini

mengakibatkan penurunan efisiensi dalam pembersihan screening unit karena harus sepenuhnya

dilakukan secara manual (tidak dapat mengandalkan trash rack). Selain screening unit, kondisi korosi

juga sebenarnya terlihat di unit dan piping lainnya seperti Circulating Water Pump (CWP), backwash unit,

dan piping ke seawater pre-treatment. Hal ini akan mengakibatkan leakage dan penurunan efisiensi dari

unit. Perbaikan di screening unit yang saat ini sedang dilakukan oleh tim dari PJB perlu didukung dengan

metode pencegahan korosi dalam bentuk cathodic protection yang saat ini dalam kondisi tidak berfungsi

karena tidak adanya pemeliharaan dan pemantauan rutin.

Gambar 1 Screening unit dan kondisi korosi pada trash rack

Permasalahan kedua yaitu akumulasi debris di open cooling system yang menyebabkan peningkatan

frekuensi pembersihan open cooling system. Penyebab akumulasi debris yang utamanya dari organisme

laut yaitu rendahnya chlorine dosing rate di system inlet yang terindikasi melalui pemantauan chlorine

residue (Tabel 2, chlorine outfall) di air laut setelah melalui open cooling system dengan nilai < 0.1 mg/L

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 4

(kondisi normal dengan kedua unit produksi chlorine operasional → chlorine residue > 0.1 mg/L)1,12).

Penurunan dosing rate diakibatkan oleh unit 1 di chlorine production plant yang tidak operasional

sepanjang tahun 2014 (Gambar 2). Hal ini mengakibatkan akumulasi debris yang lebih cepat

dibandingkan kondisi normal. Data WO berulang menunjukkan kerusakan di unit 1 terjadi pada cell plate

electrolysis bath.

Tabel 2 Hasil pengukuran kadar chlorine residue di bulan Agustus-September 20141)

Gambar 2 Monitoring untuk chlorine production plant

Seawater Pre-treatment

Seawater pre-treatment pada dasarnya adalah pengolahan air laut menggunakan coagulant dan

coagulant aid (flocculant) untuk mengendapkan dan menyaring suspended solid serta menurunkan

Unit 1 tidak operasional (data sepanjang tahun 2014)

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 5

turbidity air laut. Jenis coagulant dan coagulant aid yang umumnya digunakan yaitu polyaluminum

chloride (PAC) dan polyacrylamide (PAM). Dosing rate menurut data di chemical operation manual2)

yaitu 20-50 mg/L untuk PAC dengan dosing concentration sebesar 20% dan 0.5-1 mg/L untuk PAM

dengan dosing concentration sebesar 0.2%. Control parameter dalam penentuan chemical dosing rate

adalah nilai pengukuran turbidity air laut di inlet dan outlet.

Kondisi air laut sebelum pengolahan di pre-treatment menunjukkan nilai turbidity yang cukup rendah

(Data hasil uji lab SUCOFINDO, Tabel 3: <5 NTU) sehingga tidak membutuhkan dosing coagulant dan

flocculant sebelum pengolahan lebih lanjut menggunakan MED. Walaupun begitu pemantauan nilai

turbidity dan kadar SiO2 perlu dilakukan secara real-time agar kualitas air laut yang masuk ke MED dan

unit-unit selanjutnya dapat dikontrol bila melebihi ambang batas.

Kondisi sensor turbidity yang saat ini berfungsi di seawater pre-treatment yaitu di kolam

penampungan air laut ke-3 (series 3), sedangkan sensor di kolam 1,2 dan 4 (series 1,2 dan 4) sudah

terkalibrasi tetapi belum terpasang karena kondisi kabel yang rusak akibat korosi. Kolam yang

operasional saat ini adalah series 1-2, sedangkan series 3-4 tidak digunakan karena mengalami

kebocoran di perpipaan. Kebutuhan suplai air ke MED masih tercukupi dengan kondisi kolam

penampungan di seawater pre-treatment 50% operasional.

Gambar 4 Monitoring di Seawater Pre-treatment System

Distillation & Demineralization Unit

Air laut dari proses seawater pre-treatment diolah dengan metode vacuum distillation di multiple-

effect distillation (MED) untuk menghasilkan fresh water yang akan diproses lebih lanjut di

demineralization unit sebelum masuk ke internal water system (boiler, dst.). Laju produksi fresh water di

MED unit saat ini yaitu sekitar 60 ton/h untuk unit 1 dan 80 ton/h untuk unit 2 (laju produksi maksimum

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 6

per unit sekitar 180 ton/h). Penyebab utama penurunan laju produksi adalah leakage yang terjadi di

MED, khususnya di unit 1 yang mengalami penurunan yang cukup drastis. Leakage ini mengakibatkan

kondisi vacuum yang tidak memadai di dalam MED unit. Ada dua kemungkinan penyebab leakage di

MED unit yaitu scaling di dalam unit, dan kerusakan pada piping dan sealing. Berdasarkan laporan dari

tim chemical dan engineering PJB saat inspeksi internal MED unit (pertengahan 2014), tidak ditemukan

adanya scaling ataupun korosi dari air laut di dalam MED unit yang dapat menyebabkan turunnya

kondisi vacuum. Oleh sebab itu, penyebab leaking kemungkinan besar akibat kerusakan pada piping

yang dapat diakibatkan oleh kualitas auxiliary steam dari boiler yang buruk (wet steam) sehingga terjadi

water hammering di steam line dan/atau jenis material piping dan valve yang kurang baik yang

mengakibatkan kebocoran mudah terjadi dan sulit diperbaiki kecuali dilakukan penggantian piping

secara keseluruhan.

Di sisi demineralization unit, air dari fresh water tank diolah lebih lanjut dengan memisahkan cation

dan anion dari air dengan menggunakan resin. Kondisi korosif terjadi di bagian resin regeneration karena

penggunaan asam klorida dan natrium hidroksida untuk regenerasi resin. Permasalahan yang terjadi di

demineralization unit adalah akibat kondisi korosif ini yang berdampak pada kerusakan tubing di

pneumatic pump dengan frekuensi yang cukup sering. Saat ini tubing yang digunakan adalah jenis

polyurethane dan nylon yang memiliki acid resistance yang sangat rendah (Gambar 5).

Gambar 5 Polyurethane tube (warna orange),

Nylon tube (warna putih) untuk

pneumatic pump (Demineralization unit)

Selain itu ada permasalahan kualitas air di Fresh Water Tank dan Demin Water Tank yang masih

mengandung SiO2 dengan kadar cukup tinggi dan dalam beberapa kali pengukuran menunjukkan nilai

yang melebihi ambang batas (> 20 μg/L)4) (Data lab air 2014 dan Tabel 3). Hal ini menjadi indikasi adanya

akumulasi SiO2 di Demin Water Tank dan Fresh Water Tank. Hingga saat ini inspeksi kondisi internal di

Fresh Water Tank dan Demin Water Tank belum dapat dilakukan karena kebutuhan operasional yang

mendesak.

Internal Water Cycle

Internal water cycle mencakup boiler, steam line, condenser dan condensate polishing. Gambar 6

menunjukkan data kadar SiO2 di boiler unit 1-3 berdasarkan hasil sampling harian tim lab air PJB di tahun

2014. Kadar SiO2 menunjukkan beberapa peningkatan dan penurunan yang tajam (spike) yang

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 7

kemungkinan merupakan kondisi saat boiler start-up. Data ini tidak menunjukkan akumulasi SiO2 yang

signifikan yang dapat dijadikan referensi kondisi scaling di dalam boiler. Hasil uji lab di SUCOFINDO

untuk internal water cycle (Tabel 3) menunjukkan nilai SiO2 yang cukup tinggi di sekitar ambang batas

yang diperbolehkan. Hal ini menjadi indikasi terjadinya akumulasi SiO2 di internal water cycle yang bila

tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan scaling yang signifikan di boiler unit.

Saat ini belum ada pemantauan rutin untuk kondisi korosi di sistem, dimana kondisi korosi

dikonfirmasi hanya dengan observasi visual dalam unit dan perpipaan. Tanpa pemantauan rutin,

kebocoran dan kerusakan akibat korosi tidak dapat dicegah atau ditangani dengan lebih awal.

Gambar 6 Data konsentrasi SiO2 dalam boiler sampling water di unit 1, 2 dan 3 (2014)8-10)

Antisipasi akumulasi SiO2, Fe dan phosphate dilakukan dengan melewatkan condensate pada

condensate polishing treatment plant (CPP) dimana terjadi pengolahan condensate menjadi air dengan

baku mutu yang memadai untuk didaur ulang sebagai boiler feed water. Air hasil pengolahan didaur

ulang dengan penambahan dari boiler make-up water yang berasal dari Demin Water Tank. Kondisi CPP

saat ini tidak operasional akibat regeneration unit (Gambar 7) yang tidak berfungsi karena kerusakan di

valve controller dan sampai sekarang dilakukan bypass (Gambar 8) terhadap condensate sehingga tidak

melewati CPP. Hal ini akan mengakibatkan akumulasi SiO2 dan Fe2+ yang lebih cepat di berbagai unit dan

perpipaan dalam internal water cycle. Gambar 9 menunjukkan feedback indicator di solenoid valve yang

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 8

mengalami kerusakan sehingga valve tidak dapat dioperasikan secara remote. Beberapa kerusakan lain

yang terjadi pada control valve yaitu bagian I/P controller, air regulator dan membrane.

Gambar 7 Regeneration unit di Condensate Polishing Treatment Plant

Gambar 8 Condensate Polishing Treatment Plant (kotak merah: posisi bypass)

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 9

Gambar 9 solenoid valve dan kotak valve controller

Permasalahan lain di internal water cycle yaitu water loss dengan jumlah yang cukup signifikan. Data

make-up water flow rate di tahun 2014 menunjukkan nilai sekitar 100 ton/h11). Sebagian dari steam yang

dihasilkan boiler dialihkan sebagai auxiliary steam yang sebagian besar digunakan untuk MED unit

dengan nilai sekitar 40 ton/h. Artinya ada kehilangan water/steam di internal water cycle dengan flow

rate sekitar 60 ton/h yang sebagian diakibatkan oleh leakage, terutama di unit dan perpipaan dengan

tekanan tinggi seperti boiler dan steam line, dan kebutuhan air saat boiler blowdown yang cukup

signifikan untuk mengurangi kadar kontaminan (Fe, SiO2 dan phosphate).

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 10

Tabel 3 Hasil uji lab sampel air dari PLTU Indramayu (sampling date: 29 Desember 2014)

Keterangan: < = di bawah batas deteksi alat

SUCOFINDO Methods Part Number (Standard Methods, 22nd edition 2012, APHA-AWWA-WEF):

pH : 4500-H+ B E. Conductivity : 2510 B Turbidity : 2130 B Iron2+ : 3120 B, 3030 E Total Iron : 3120 B, 3030 E Silicate as SiO2 : 3120 B, 3030 E

pH Conductivity, µS/cm TSS, ppm SiO2, ppb Fe, ppb pH Conductivity, µS/cm Turbidity, NTU SiO2, ppb Fe2+, ppb Total Iron, ppb

1 Sea Water Pretreatment 1 2 138 74 8.06 59480 3.2 977 7 80

2 Sea Water Pretreatment 2 2 128 120 8.05 60890 4.58 1122 6 70

3 MED #2 destilate 6.40 7.0 30 9 6.44 10 <1.18 25 <32 <32

5 Fresh Water Tank 1 6.95 5.8 6 9 6.76 6 <1.18 28 <32 <32

6 Fresh Water Tank 2 6.67 6.0 6 8 6.69 7 <1.18 45 <32 <32

7 Demin Water Tank 1 6.33 0.8 5 6 6.15 1 <1.18 27 <32 <32

8 Demin Water Tank 2 6.45 0.9 4 1 6.28 48 <1.18 25 <32 <32

9 Economizer Water #1 9.26 5 4 8.75 181 <1.18 21 <32 <32

11 Boiler Water #1 9.58 15.9 11 43 8.74 15 <1.18 99 <32 <32

12 Superheated Steam #1 6 1 8.43 7 <1.18 22 <32 <32

13 Condensate Water #1 9.31 4.9 5 3 7.96 6 <1.18 21 <32 <32

17 Boiler Water #3 9.00 4.4 9 20 6.91 5 <1.18 214 <32 <32

18 Superheated Steam #3 5 19 8.74 7 <1.18 18 <32 <32

19 Condensate Water #3 9.20 5.6 4 14 8.53 7 <1.18 21 <32 <32

No SampelLab Air PLTU Indramayu SUCOFINDO

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 11

Wastewater Treatment

Wastewater treatment plant dibutuhkan untuk mengolah beberapa jenis limbah yang dihasilkan di

PLTU yaitu air limbah domestik dari perkantoran (sewage treatment), air limbah industri yang

mengandung minyak dan oli (industrial wastewater treatment), air limbah dari coal yard yang

mengandung partikel dan leachate (air dan zat terlarut) dari batubara (coal yard wastewater treatment),

dan air limbah dari ash yard yang mengandung partikel dan leachate dari ash (ash yard wastewater

treatment).

Kondisi di sewage treatment plant (STP) dan industrial wastewater treatment plant (WWTP) dapat

dilihat di Gambar 10-11. Sewage treatment plant mengalami korosi yang cukup ekstensif, terutama di

aeration tank yang menggunakan pemompaan udara ke dalam tanki untuk proses pengolahan air

limbah dengan tujuan pengurangan polutan organik di dalam air secara signifikan (Gambar 10, kiri).

Kondisi pompa aerasi saat ini tidak operasional. Air dari aeration tank selanjutnya dialirkan ke tanki akhir

(Gambar 10, kanan) yang menampung hasil pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan (laut).

Ketinggian air di tanki akhir sangat rendah (di bawah pipa pompa untuk pembuangan ke laut) dan

kondisi ini sudah berlanjut cukup lama. Hal ini mengindikasikan kemungkinan terjadinya kebocoran di

tanki aerasi atau terputusnya sewage line ke STP akibat penyumbatan sehingga kondisi ketinggian air

tidak berubah.

Industrial wastewater treatment plant menggunakan beberapa unit antara lain oil-water separator,

neutralization reactor, coagulation-flocculation, lamella sedimentation, cellulose filter untuk pengolahan

air limbah industri yang masuk. Kondisi WWTP saat ini tidak operasional dan salah satu unit yaitu

lamella sedimentation tank mengalami korosi yang cukup ekstensif dan lamella plate di dalam unit perlu

diganti sebelum dapat dioperasikan lagi. Selain itu kapasitas sistem di WWTP sulit dipastikan karena

tidak adanya dokumen pendukung mengenai spesifikasi tiap unit.

Satu permasalahan lainnya yang sangat krusial dalam hal STP dan WWTP adalah ketidakpastian

dalam kuantitas dan kualitas air limbah yang masuk ke sistem karena tidak adanya informasi tentang

sewage dan drainage line yang masuk ke STP dan WWTP (denah saluran pembuangan ke STP & WWTP).

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 12

Gambar 10 Sewage Treatment Plant

Aeration Tank (kiri), Treated Water Tank (kanan)

Gambar 11 Lamella Sedimentation Tank (kiri)

Lamella di dalam tanki dengan kondisi rusak (kanan)

Gambar 12-13 menunjukkan lokasi penampungan air limbah dari coal yard dan ash yard. Saat ini air

limbah dari coal yard dan ash yard hanya ditampung saja tanpa ada pengolahan lebih lanjut. Air limbah

yang tidak diolah ini dapat mengakibatkan pencemaran berat bila terlepas ke lingkungan karena

kandungan zat-zat berbahaya seperti logam berat yang ada di dalam partikel batu bara dan abu hasil

pembakaran. Di sisi ash yard ada ash wastewater treatment plant (AWTP) dengan alat monitoring yang

terpasang (gambar 13, kanan) tetapi tidak operasional.

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 13

Gambar 12 Coal Wastewater Treatment

Gambar 13 Ash Wastewater Treatment

3. REKOMENDASI

Beberapa perbaikan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan untuk penyelesaian permasalahan di

Tabel 1 antara lain:

Seawater Intake

Perbaikan cathodic protection dan penerapan corrosion monitoring program

Perbaikan cathodic protection dapat dilakukan dengan cara yang relatif sederhana seperti

pemasangan sacrificial anode jenis aluminium anode di bagian unit dan piping mulai dari seawater

intake sampai dengan MED unit. Penerapan corrosion monitoring program perlu dilakukan untuk

memantau secara rutin kondisi korosi dan corrosion protection di berbagai unit dan perpipaan

sehingga dampak korosi pada unit dan perpipaan dapat diminimalisasi.

Konsep dan prosedur pelaksanaan Corrosion monitoring program akan dibahas terperinci di laporan

akhir (Tahap III).

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 14

Gambar 14 Aluminium sacrificial anode

Perbaikan chlorine production plant

Perbaikan cell plate electrolysis bath di chlorine production plant unit 1 dan 2 sudah sedang dijajaki

oleh tim PJB. Setelah perbaikan, unit 1 dapat dioperasikan untuk menghasilkan dosis chlorine yang

memadai di open cooling system (target: chlorine concentration 0.5-1 mg/L, chlorine residue

concentration 0.1 mg/L)12).

Seawater Pre-treatment

Pemasangan turbidity meter di series 1, 2 dan 4

Turbidity meter yang sudah terkalibrasi dapat dipasang untuk memantau dan menjaga kualitas air

laut yang masuk ke MED dan unit-unit selanjutnya secara real-time.

Penambahan control parameter SiO2 di outlet seawater pre-treatment

Selain nilai turbidity (NTU), parameter SiO2 dapat digunakan untuk pemantauan di inlet dan outlet

seawater pre-treatment sehingga pergerakan SiO2 di unit dan piping mulai dari seawater pre-

treatment hingga ke internal water cycle dapat dikontrol sehingga kondisi scaling mulai dari MED

sampai pada boiler system dapat diminimalisasi.

Distillation & Demineralization Unit

Pemasangan water trap di auxiliary steam line

Pemasangan water trap di auxiliary steam line menuju MED unit merupakan cara untuk

mengurangi kemungkinan water hammering akibat kondisi wet steam dan hal ini sudah dikaji oleh

tim PJB.

Penggantian tubing di pneumatic pump

Tubing di pneumatic pump jenis polyurethane dan nylon yang tidak resistan terhadap acid-base

perlu diganti dengan tubing berbahan PTFE (Teflon) yang memiliki acid-base resistance yang tinggi.

Peningkatan kapasitas Fresh Water Tank dan Demin Water Tank

Peningkatan jumlah Fresh Water Tank dan Demin Water Tank menjadi 2 kali lipat akan

memudahkan tim PJB untuk melakukan inspeksi kondisi internal dan pembersihan tanki air. Selain

itu, peningkatan cadangan demin water akan memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk boiler

start-up.

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 15

Gambar 15 PTFE (Teflon) tube

Tabel 4 Jenis material dan ketahanan terhadap bahan kimiawi (Teflon: FEP/TFE/PFA)

Keterangan: E → pemaparan konstan selama 30 hari tanpa mengalami kerusakan (Source: http://www.calpaclab.com/chemical-compatibility-charts)

Internal Water Cycle

Kontrol kadar Fe2+ dan SiO2 di Demin Water Tank

Untuk menghasilkan demin water dengan kadar Fe2+ < 10 μg/L dan SiO2 < 20 μg/L13), pembersihan

Fresh Water Tank dan Demin Water Tank dan pemantauan scaling dan korosi di WTP secara rutin

perlu dilakukan sehingga kadar Fe dan SiO2 yang masuk ke boiler system dapat diminimalisasi.

Konsep dan prosedur pelaksanaan Corrosion Monitoring Program akan dibahas terperinci di

laporan akhir (Tahap III).

Perbaikan dan pengoperasian Condensate Polishing Treatment Plant

Bagian regeneration unit di CPP yang mengalami kerusakan di solenoid valve controller perlu

diperbaiki. Beberapa rekomendasi perbaikan yaitu modifikasi rangkaian feedback indicator agar

logic system dapat bekerja dengan baik, dan perawatan/penggantian IP controller, air regulator dan

membrane yang rusak pada control valve. Setelah diperbaiki, CPP perlu dioperasikan agar kadar Fe2+

dan SiO2 di condensate dapat diturunkan masing-masing hingga < 5 μg/L dan < 20 μg/L13). Desain

alat instrumentasi dan perhitungan biaya akan dilaporkan di Tahap III.

WATER MANAGEMENT AND CORROSION CONTROL (LAPORAN TAHAP II) January 16, 2014

LAPI ITB 16

Wastewater Treatment

Identifikasi sewage & drainage line

Untuk dapat mengoperasikan STP (sewage) dan WWTP (industrial wastewater), perlu ada informasi

yang jelas tentang kuantitas dan kualitas air limbah yang masuk ke sistem pengolahan. Dalam hal ini,

denah sewage dan drainage line ke STP dan WWTP perlu diidentifikasi. Dengan belum

ditemukannya denah original PLTU maka perlu segera diadakan identifikasi ulang sewage &

drainage line.

Perbaikan dan pengembangan sistem STP dan WWTP

Sistem STP dan WWTP yang mengalami kerusakan saat ini perlu diperbaiki supaya dapat beroperasi

dengan baik. Selain itu, sistem saat ini perlu dikembangkan dengan tujuan menghasilkan air bersih

untuk didaur ulang. Pengembangan dan perancangan STP dan WWTP akan dibahas secara

menyeluruh di laporan akhir (Tahap III).

Perancangan sistem pengolahan air limbah dari coal yard dan ash yard

Sistem untuk coal wastewater treatment (CWTP) dan ash wastewater treatment (AWTP) perlu

dirancang dan diimplementasikan agar dapat mengolah air limbah yang dihasilkan sehingga aman

untuk dilepaskan ke lingkungan atau didaur ulang. Saat ini ada kebutuhan air di coal yard dan ash

yard untuk spraying system yang bertujuan untuk mengurangi partikulat di udara. Perancangan

sistem CWTP dan AWTP dengan tujuan pendauran ulang air limbah di spraying system akan dibahas

secara menyeluruh di laporan akhir (Tahap III).

4. REFERENCES

1. Data dari dokumen Excel dengan judul “Residual Chlorine 2014”

2. Data dari dokumen PDF dengan judul “SCP-OM-041 Chemical Operation Manual Rev. 3”

3. Data “product flow” MED dari dokumen Excel dengan judul “Januari 2014” – “Desember 2014”

4. Data dari dokumen Excel dengan judul “Scheduled Water 2 Analysis 2014”

5. Data dari dokumen Excel dengan judul “Routine Water Analysis #1 2014”

6. Data dari dokumen Excel dengan judul “Routine Water Analysis #2 2014”

7. Data dari dokumen Excel dengan judul “Routine Water Analysis #3 2014”

8. Data dari kumpulan dokumen Excel dengan judul “Rekap Average #1 Januari-November 2014”

9. Data dari kumpulan dokumen Excel dengan judul “Rekap Average #2 Januari-November 2014”

10. Data dari kumpulan dokumen Excel dengan judul “Rekap Average #3 Januari-November 2014”

11. Data “Make Up Water Counter” dari dokumen Excel dengan judul “Kondisi Air Oktober 2014”,

“Kondisi Air November 2014” dan “Kondisi Air Desember 2014”

12. White's Handbook of Chlorination and Alternative Disinfectants, 5th Edition

13. Indian Standard, Specification for Feed Water, Boiler Water and Condensate for High Pressure

Boilers (IS: 10496 – 1983)