94

VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy
Page 2: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Penanggung Jawab: Kapuslit Metalurgi – LIPI Dewan Redaksi : Ketua Merangkap Anggota: Ir. Bambang Sriyono Dipl.Ing. Anggota: Dr. Ir. Rudi Subagja Dr. Ir. F. Firdiyono Dr. Agung Imadudin Dr. Efendi Mabruri Ir. Adil Jamali, M.Sc (UPT BPM – LIPI) Prof. Riset. Dr. Ir. Pramusanto (Puslitbang TEKMIRA) Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi, DEA (UI) Dr. Ir. Sunara, M.Sc (ITB) Sekretariat Redaksi: Dedi Irawan, ST Daniel Panghihutan Malau, ST Arif Nurhakim, S.Sos Penerbit: Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Gedung 470 Telp: (021) 7560911, Fax: (021) 7560553 Alamat Sekretariat: Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Gedung 470 Telp: (021) 7560911, Fax: (021) 7560553 E-mail: [email protected] Majalah ilmu dan teknologi terbit berkala setiap tahun, satu volume terdiri atas 3 nomor.

VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188 AKREDITASI : SK 187/AU1/P2MBI/08/2009 Pengantar Redaksi ………………. iii

Application of Mechanochemistry in Mineral Processing

Abstrak …..…………………………….. v

Urgency to Develop Biocompatible Materials for Medical Implant Applications in Indonesia

Solihin………………………………………….. 1

Proses Pemanasan Temperatur 700°C Mineral Magnesit dari Padamarang

Andika Widya Pramono…..…………….…… 7

Eko Sulistiyono dan Bintang Adjiantoro…13

Pembuatan Baja Lapis Titanium dengan Metoda Cladding

Analysis of The Mg-Ti-Fe Alloy Prepared by High Energy Ball Milling and its Hydrogen Capacity

Sri Mulyaningsih dan Budi Priyono …..….19

Prospek Paduan Magnesium untuk Aplikasi Biomedis

Hadi Suwarno..……………..………...………25

Pembuatan Material Komposit Matriks Paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/Sic(P) dengan Proses Tempa (1)

Yusuf……………………………………….......33

Recovery TiO2 dari Larutan TiO(SO4) Hasil Ekstraksi Bijih Ilmenite Bangka Menggunakan Proses Sol Gel

Bintang Adjiantoro dan Bambang Sriyono.41

Penghalusan Butir Titanium Murni untuk Aplikasi Biomedis dengan Teknik Equal Channel Angular Pressing (ECAP)

F. Firdiyono, dkk.…………..………...………49

Efendi Mabruri, dkk……………...………61 Indeks

Page 3: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

ii | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

Page 4: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Pengantar Redaksi | iii  

PENGANTAR REDAKSI

Syukur Alhamdullilah, terbitan Majalah Metalurgi pada edisi kali ini lebih awal, direncanakan majalah ini akan terbit tiga kali dalam setahun

Majalah Metalurgi Volume 25 Nomor 1, April 2010 kali ini menampilkan sembilan buah tulisan, terdiri atas enam buah tulisan hasil penelitian dan tiga buah studi. Tulisan hasil penelitian disampaikan oleh Eko Sulistyo dan Bintang Ajiantoro tentang “Proses Pemanasan Temperatur 700ºC Mineral Magnesit dari Padamarang”. Selanjutnya Sri Mulyaningsih dan Budi Priyono menyajikan tulisan tentang “Pembuatan Baja Lapis Titanium dengan Metoda Cladding”. Berikutnya Hadi Suwarno menulis tentang “Analysis of The Mg-Ti-Fe Alloy Prepared by High Energy Ball Milling and its Hydrogen Capacity”; berikutnya dan Bambang Sriyono menulis tentang “Pembuatan Material Komposit Matriks Paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) dengan Proses Tempa”. F. Firdiyono dan Kawan-Kawan menyajikan tulisan tentang “Recovery TiO2 dari Larutan TiO(SO4) Hasil Ekstraksi Bijih Ilmenit Bangka Menggunakan Proses Sol Gel”. Tulisan berikutnya disajikan oleh Efendi dengan tajuk “Penghalusan Butir Titanium Murni untuk Aplikasi Biomedis dengan Teknik Equal Channel Angular Pressing (ECAP)”.

Pada bagian berikutnya ada tiga buah hasil studi yaitu “Application of Mechanochemistry in Mineral Processing” yang disampaikan oleh Solihin dan “Urgency to Develop Biocompatible Materials for Medical Implant Applications in Indonesia” yang ditulis oleh Andika Widya Pramono. Terakhir disajikan “Prospek Paduan Magnesium untuk Aplikasi Biomedis” yang dipaparkan oleh Yusuf.

Semoga penerbitan Majalah Metalurgi volume ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia penelitian di Indonesia. REDAKSI

Page 5: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

iv | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

Page 6: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Abstrak | v

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya. UDC (OXDCF) 660.2

Solihin (Research Center for Metallurgy, Indonesian Institute of Science)

Application of Mechanochemistry in Mineral Processing

Fenomena mekanokimia telah lama dikenal mampu menginisiasi transformasi struktural atau reaksi kimia pada temperature kamar. Selain itu, fenomena mekanokimia juga membuat kinetika reaksi dapat diakselerasi sehingga dapat terjadi pada temperature kamar. Transformasi struktural dengan memanfaatkan fenomena mekanokimia ini dapat diarahkan untuk meningkatkan unjuk kerja pemrosesan mineral atau ekstraksi logam berharga. Sulfidisasi mineral oksida, pembentukan senyawa yang mampu larut dalam air dan meningkatkan luas permukaan spesifik merupakan contoh-contoh reaksi mekanokimia atau transformasi structural yang dapat meningkatkan unjuk kerja pemrosesan mineral.

Metalurgi, Volume 25 No.1 April 2010

Kata kunci : Mekanokimia, Pemrosesan mineral, Reaksi antar padatan, Kinetik, Milling Mechanochemical phenomenon has been known to be able to conduct structural transformation or chemical reaction at room temperature. The kinetics of the reaction can also be accelerated at room temperature through mechanochemical reaction. This transformation through mechanochemical reaction can be used to enhance mineral processing or metal extraction. Sulphidation of oxides minerals, formation of water soluble compound, and increasing specific surface area of minerals are among the mechanochemical reaction or structural transformation capable to enhance the mineral processing of certain minerals.

Keywords : Mechanochemistry, Mineral processing, Solid-state reaction, Kinetics, Milling

Page 7: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

vi | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya. UDC (OXDCF) 619.600

Andika Widya Pramono (Research Centre for Metallurgy, Indonesian Institute of Sciences)

Urgency to Develop Biocompatible Materials for Medical Implant Applications in Indonesia

Makalah ini memberi gambaran tentang arti pentingnya pengembangan material biokompatibel untuk aplikasi implan medis di Indonesia. Berbagai latar belakang permasalahan dan perkembangan yang terjadi di dunia dibahas dimulai dari: peningkatan prosentase manula, tingkat kecelakaan dalam berkendara di Indonesia, millennium development goals, kemajuan riset dan pengembangan material biokompatibel di dunia dan Indonesia, penggunaan nanoteknologi sebagai sarana terobosan inovatif dan peningkatan nilai tambah, sampai dengan perlunya mengedepankan keunggulan kompetitif di atas keunggulan komparatif bagi Indonesia. Di bagian akhir makalah dikemukakan tentang upaya ke depan dalam pengembangan komponen implan biokompatibel yang murah dan berkualitas melalui kolaborasi internasional, termasuk dengan Amerika Serikat. Aspek manfaat bagi semua pihak yang berkolaborasi ditekankan baik dari segi kemanusiaan maupun tekno-ekonomi.

Metalurgi, Volume 25 No.1 April 2010

Kata kunci : Biokompatibel, Implan, Millennium development goals, Keunggulan komparatif, Keunggulan kompetitif, Nanoteknologi, Tekno-ekonomi This paper underlines the significance of developing biocompatible materials for medical implant applications in Indonesia. Various problems and development worldwide concerning implant materials are discussed including: the increase in percentage of elderly people, the extent of accidents during vehicle driving in Indonesia, the millennium development goals, the advanced research and development of biocompatible materials worldwide and in Indonesia, the utilization of nanotechnology as the means for innovative breakthrough and added values, as well as the importance of bringing forward competitive advantages over the comparative advantages for Indonesia. The final part of paper discusses the possible future attempts to develop affordable biocompatible implant materials through the international collaboration including with the USA. The mutual benefits for all parties are emphasized from the aspects of humanity and techno-economy.

Keywords : Biocompatible, Implant, The millennium development goals, Comparative advantages, Competitive advantages, Nanotechnology, Techno-economy

Page 8: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Abstrak | vii

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya. UDC (OXDCF) 660

Eko Sulistiyono dan Bintang Adjiantoro (Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI)

Proses Pemanasan Temperatur 700 ºC Mineral Magnesit dari Padamarang

Telah dilakukan kegiatan proses pemanasan pada temperatur tinggi terhadap mineral magnesit dari Padamarang untuk melihat pengaruh pemanasan. Dari hasil percobaan dengan pemanasan pada temperatur 700 °C dengan berbagai variabel ukuran partikel menunjukkan bahwa ukuran butiran tidak berpengaruh padsa reaksi. Secara keseluruhan pada tempatur 700 °C telah menunjukkan adanya pembentukan MgO yang cukup tinggi yaitu sekitar 95 % pada waktu proses diatas 6 jam. Hasil dari proses pemanasan ini selanjutnya dilakukan analisis SEM, memperlihatkan bentuk kristal yang berupa lembaran-lembaran yang mengelompok dalam bentuk kluster-kluster.

Metalurgi, Volume 25 No.1 April 2010

Kata kunci : Magnesit, MgO, Padamarang Activity has been carried out at high temperature heating process of the mineral magnesite from Padamarang to see the influence of heating. From the results of experiments with heating at a temperature of 700 °C with a variety of variable particle size showed that particle size has no effect on the reaction. Overall at 700 °C tempature have shown the formation of MgO is high enough, it was 95% in processing time by more than 6 hours. The result of this heating process is then performed SEM analysis, showing crystal shape in the form of sheets are clustered in the form of clusters

Keywords : Magnesite, MgO, Padamarang

.

Page 9: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

viii | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya. UDC (OXDCF) 620

Sri Mulyaningsih, Budi Priyono ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI )

Pembuatan Baja Lapis Titanium dengan Metoda Cladding

Telah dilakukan penelitian tentang baja lapis titanium dengan metoda mechanical cladding untuk meningkatkan ketahanan korosinya. Proses cladding dilakukan dengan menyusun secara berturut-turut pelat baja, tembaga dan titanium setelah sebelumnya dibersihkan permukaannya, kemudian diikat dan dipanaskan pada temperatur diatas temperatur austenit. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan temperatur pemanasan yaitu; 750, 800 dan 900°C dan ditahan selama 1 jam. Proses cladding dilakukan menggunakan metoda mekanik yaitu di roll dalam keadaan panas. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa hasil proses cladding terbaik adalah pemanasan pada temperatur 900 °C yaitu hasil lapisan yang melekat merata pada semua sampel.

Metalurgi, Volume 25 No.1 April 2010

Kata kunci : Cladding, Intermetalik, Pengerollan panas There has been done research on steel and titanium cladding mechanical cladding method by mean hot rolled cladding for increasing its corrosion behavior. The cladding process was done by put the titanium, cuprum and steel layer by layer to united, than heat treated over the austenite temperature. The heat treatment temperature was varies from 750, 800 and 900 °C, holding time at 1 hour. Continue to the cladding process with allow the unite hot plate into the roll machine. The best result from the experiment is heat treating the sample at 900°C which is show the cladding process inherent on the samples.

Keywords : Cladding, Intermetalic, Hot roll

Page 10: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Abstrak | ix

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya. UDC (OXDCF) 669.7

Hadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy Agency )

Analysis of the Mg-Ti-Fe Alloy Prepared by High Energy Ball Milling and Its Hydrogen Capacity

Hidrogen diprediksi akan menjadi sumber energy penting untuk masa depan. Menyimpan hidrogen dalam bentuk metal hidrid merupakan metoda yang cukup menarik untuk menyimpan hidrogen dalam bentuk padat. Logam paduan Mg-Ti-Fe berukuran nano partikel dibuat dengan menggunakan mesin high energy ball milling untuk maksud menyimpan hidrogen. Analisa menggunakan mesin sinar-X atas spesimen yang di-milling selama 30 jam menunjukkan bahwa paduan sintetis senyawa Fe2Ti dan FeTi dapat dibentuk, sementara tak teramati adanya senyawa Mg-Fe maupun Mg-Ti. Adanya Mg di dalam spesimen berfungsi sebagai katalis yaitu menyediakan ruang bebas untuk hidrogen agar berinteraksi dengan fasa Fe-Ti dan Ti membentuk senyawa metal hidrid. Kapasitas hidrogen sebesar 5,7 % berat pada suhu kamar dan sebesar 1,2 % berat pada suhu 70 °C memenuhi persyaratan suhu operasi untuk fuel cell tipe polymer electrolyte membrane (PEMFC). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa paduan Mg-Ti-Fe dapat dipromosikan sebagai bahan penyimpan hidrogen dalam bentuk senyawa metal hidrid.

Metalurgi, Volume 25 No.1 April 2010

Kata kunci : Ball milling energi tinggi, Paduan sintesis, Material penyimpan hidrogen Hydrogen will become a very important energy source in the near future. Storing hydrogen in the form of metal hydride presents a challenging method for solid hydrogen storage. The Mg-Ti-Fe alloy in the nanosize particles is prepared to develop a solid hydrogen storage material using a high energy ball milling. X-ray diffraction analyses of the specimen after 30 h of milling shows that the synthetic alloying of Fe2

Keywords : High energy ball milling, Synthetic alloying, Hydrogen storage material

Ti and FeTi compounds can be formed and no Mg-Fe or Mg-Ti compounds are observed. The presence of Mg in the specimen act as a catalyst by providing free spaces for hydrogen to interact with Fe-Ti and Ti phases to form metal hydride. Hydrogen capacity of 5.7 wt% of the specimen at room temperature and of 1.2 wt% at a temperature of 70 °C fulfils the operating temperature of a polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC). It is concluded that the Mg-Ti-Fe alloy can be promoted as a new hydrogen storage material.

Page 11: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

x | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya. UDC (OXDCF) 620.18

Yusuf ( Pusat Penelitien Metalurgi – LIPI )

Prospek Paduan Magnesium untuk Aplikasi Biomedis

Paduan magnesium memiliki prospek yang sangat baik sebagai material untuk aplikasi biomedis. Sifatnya yang ringan, kuat, kaku dan mudah dikerjakan sangat menarik untuk aplikasi apapun. Sedangkan sifatnya yang ramah dan bersahabat dengan cairan dan organ tubuh menjadi unggulan untuk aplikasi biomedis. Hasil interaksi antara logam magnesium dengan cairan tubuh menghasilkan magnesium khlorida tidak meracuni tubuh dan dengan mudah dikeluarkan dari tubuh lewat air seni. Sifatnya yang reaktif dan mudah terkorosi mendapat tempat sebagai material implan yang biodegradabel. Sifat ini sangat cocok untuk kebutuhan implan yang bersifat sementara, seperti pen atau baut penahan tulang yang patah. Keberadaan pen atau baut itu bersifat sementara dan harus diambil sesudah patah tulangnya berhasil dipulihkan. Pengambilan implan ini harus dilakukan dengan tindakan operasi yang agak merepotkan. Paduan magnesium yang dirancang larut pada saat patah tulang pulih, akan menghindari pengambilan pen atau baut tadi. Untuk aplikasi biomedis dalam bentuk implan yang permanen, paduan magnesium memerlukan perlakuan khusus. Paduannya sendiri bisa ditambah dengan unsur untuk menambah ketahanan korosi seperti zirkon atau kalsium. Untuk lebih meningkatkan ketahanan korosinya, paduan magnesium dapat diberi berbagai macam lapis lindung. Mulai dari lapis oksida, lapis logam, lapis polimerhingga lapis keramik. Metode pelapisannyapun bisa sederhana semacam konversi kimia, elektrolisa anodisasi, semprot dingin, lapis plasma, hingga pelapisan canggih berskala nano semacam self assembled monolayer (SAM).

Metalurgi, Volume 25 No.1 April 2010

Kata kunci : Magnesium, Paduan, Biomedis, Implan, Korosi, Lapis lindung

Magnesium alloys have a good prospect as materials for biomedical aplications. Their character as light, strong, stiff and good workability materials looks very interesting for many applications. On top of these characters, their compatibility with body liquids and human organs will become advantages in their biomedical applications. Reaction products between a magnesium metal and body liquids will produce a magnesium chloride solution which is not harmful to human body and will be secreted out from the human body through the urine solution. Their character as reactive and corrosive materials is finding its role as biodegradable temporaly implants, like temporary pin and scrscrews to connect broken bones. The pin and screws are only needed as a temporary tools before the bones are growth and connected again. The pin and screws should be removed from human body, usually by surgery. With a certain magnesium alloy as a biodegradable material the pin and screws can be left and degrade in the human body. quirFor the biomedical application as permanent implants, the alloys require a rather special treatment to improve its corrosion resistance through alloying and protective coatings. Addition of zircon or calcium are known to improve the corrosion resistance. The protective coating might be one of the following materials: oxide,metal, polymer or ceramic. The coating method also varied from a simple chemical conversion or anodizing up to a sophisticated nano scale technology such as a self assembled monolayer (SAM) method. Keywords : Magnesium, Alloy, Biomedical, Implant, Corrosion, Coating

Page 12: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Abstrak | xi

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.

Bintang Adjiantoro dan Bambang Sriyono (

UDC (OXDCF) 620.19

Pembuatan Material Komposit Matriks Paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) dengan Proses Tempa (1)

Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI)

Penelitian pembuatan material komposit matriks logam telah dilakukan dengan menggunakan metoda stirrcasting pada matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg dengan penguat partikel SiC. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan persen fraksi volume partikel (5% dan 7,5%) dan ukuran partikel (147

Metalurgi, Volume 25 No.1, April 2010

µm dan 74µ

Kata kunci : Komposit matriks logam, Paduan terner AlCuMg, Senyawa karbida SiC

m). Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa persen fraksi volume partikel sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik dan struktur mikro dari material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p). Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kekuatan tarik, kekerasan dan memperbaiki tingkat keausan namun material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) cenderung memiliki sifat lebih getas.

Research the manufacture of metal matrix composite materials has been carried out by using the method stirrcasting the matrix alloy Al-4.5% Cu-4% Mg with SiC particle reinforcement. Experiments carried out by varying the particle volume fraction percent (5% and 7.5%) and particle size (147 µ m and 74 µ m). Experimental results show that the percent volume fraction of particles affect the mechanical properties and microstructure of the alloy matrix composite material Al-4.5% Cu-4% Mg / SiC (p). This is indicated by the increased tensile strength, hardness and improve wear but the alloy matrix composite material Al-4.5% Cu-4% Mg / SiC (p) tend to have more brittle nature.

Keywords : Metal matrix composite, AlCuMg ternary alloys, SiC carbide c

ompound

Page 13: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

xii | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.

F. Firdiyono, Rudi Subagja, Latifa Hanum i, Iwan Setiawan, Nurhayati

UDC (OXDCF) 669.7

Recovery TiO

( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI )

2 dari Larutan TiO(SO4) Hasil Ekstraksi Bijih Ilmenite Bangka Menggunakan Proses Sol Gel

Penggunaan TiOMetalurgi, Volume 25 No.1 April 2010

2 setiap tahunnya terus meningkat antara 10 sampai 15 % di pasaran (US Department of Commerce June, 2001). Hal ini karena TiO2 merupakan material yang banyak digunakan sebagai pigmen, sunscreens, cat, kosmetik dan bahan baku industri kimia. Adanya manfaat dan keunggulan yang begitu banyak tersebut mendorong iklim penelitian terkait dengan pembuatan TiO2 dari berbagai prekursor. Pemanfaatan mineral ilmenit (FeTiO3) Bangka Indonesia untuk membentuk TiO2 dengan kemurnian tinggi merupakan potensi yang bagus dalam upaya menaikkan nilai ekonominya. Tujuan penelitian adalah melakukan recovery TiO2 dari larutan TiO(SO4) hasil ekstraksi bijih ilmenite Bangka menggunakan proses sol gel. Proses yang dilakukan dalam penelitian adalah hidrolisis dengan pelarut H2O dalam reaktor berpengaduk dan reflux dalam berbagai rasio volume pelarut (v/v) H2O/TiOSO4 (0, 1, 3, 5, 8, 10, 15, 19), pH (0, 1, 3, 4, 5,dan 6), pengaruh pengadukan, dan pencucian dengan asam. Tahapan penelitian adalah larutan TiOSO4 direaksikan dengan H2O dalam berbagai kondisi sesuai variabel pada suhu 90 °C selama 2 jam. Proses ini menghasilkan gel TiO2. Gel TiO2 yang terbentuk kemudian dipisahkan dari filtratnya dan dicuci sampai pH netral. Proses pengeringan pada suhu 100°C menggunakan oven dilakukan untuk mendapatkan bubuk TiO2. Bubuk titanium dioksida yang dihasilkan kemudian dianalisa AAS, SEM, dan SEM. Hasil percobaan menunjukkan bubuk TiO2 hasil sintesis rasio volume (v/v) H2O/TiOSO4 yang lebih kecil mempunyai ukuran partikel lebih besar dengan kadar pengotor besi lebih kecil. Proses hidrolisis ini mampu menyisihkan pengotor Fe cukup significan. Sedangkan bubuk TiO2 hasil hidrolisis pada pH semakin kecil mempunyai ukuran partikel titanium dioksida lebih kecil dengan morfologi partikel yang seragam dan kadar pengotor besi lebih kecil. Fraksi kristalin semakin meningkat pada produk titanium dioksida yang dihasilkan pada hidrolisis pH rendah. Morfologi titanium dioksida mempunyai partikel yang seragam pada proses hidrolisis dalam reaktor berpengaduk. Proses pencucian menggunakan asam H2SO4 pada gel TiO2 dapat menurunkan kadar pengotor Fe dalam bubuk TiO2. Penelitian yang dilakukan ini diharapkan menjadi masukkan dalam sintesis titanium dioksida dari mineral ilmenit. Keberhasilan recovery TiO2

Kata kunci : Ilmenit, Titanium sulfat, Titanium dioksida, SEM

dengan kadar pengotor besi yang rendah diharapkan dapat diaplikasikan sebagai pigmen atau bahan baku industri kimia.

The use of TiO2 each year continues to increase between 10 to 15% on the market (U.S. Department of Commerce June, 2001). This is because TiO2 is material which is widely used as pigments, sunscreens, paints, cosmetics and industrial raw materials chemistry. The existence of the benefits and advantages that so many of the climate to encourage research related to the production of TiO2 from various precursors. Utilization of mineral ilmenite (FeTiO3) Bangka Indonesia to form TiO2 with high purity is a great potential in an effort to increase its economic value. The purpose of this research is to perform recovery of TiO2 from a solution of TiO (SO4) Bangka ilmenite ore extracted using sol gel process. The process is carried out in research is hydrolysis with solvent H2O in a strirred reactor and reflux in various solvents volume ratio (v/v) H2O/TiOSO4 (0, 1, 3, 5, 8, 10, 15, 19), pH (0, 1, 3, 4, 5 and 6), the influence of stirring, and washing with acid. Stages of the research is TiOSO4 solution reacted with H2O in a variety of conditions as variable at 90 °C for 2 hours. This process produces TiO2 gel. TiO2 gel was then separated from the filtrate and washes until neutral pH. The process of drying at a temperature of 100 °C using the oven do to get the TiO2 powder. The resulting titanium dioxide powder is then analyzed AAS, SEM, and SEM. The results showed a synthesis of TiO2 powder volume ratio (v/v) H2O/TiOSO4 smaller particles have a size larger with smaller levels of iron impurities. This hydrolysis process capable of removing Fe impuritiesis significant. While the results of hydrolysis of TiO2

powder at pH less titanium dioksida have a smaller particle size with uniform particle morphology and lower levels of iron impurities. Increasing crystalline fraction in the titanium dioxide product produced at low pH hydrolysis. The morphology of titanium dioxide particles have a uniform in the process of hydrolysis in a stirred reactor. The washing process using H2SO4 acid on TiO2 gel can reduce levels of impurity Fe in TiO2 powder. This research is expected to be entered in the synthesis of titanium dioxide from the mineral ilmenite. The successful recovery of TiO2 with low levels of iron impurities is expected to be applied as a pigment or chemical industrial raw material.

Keywords: Ilmenite, Titanium sulfat, Titanium dioxide, SEM

Page 14: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Abstrak | xiii

METALURGI (Metallurgy)

ISSN 0126 – 3188 Vol 25 No. 1 April 2010 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.

Efendi Mabruri, Bambang Sriyono, Sri Mulyaningsih, Solihin

UDC (OXDCF) 620.19

(Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI

Penghalusan Butir Titanium Murni untuk Aplikasi Biomedis dengan Teknik Equal Channel Angular Pressing (ECAP)

)

Tulisan ini memaparkan penghalusan butir titanium murni (Commercial Purity Titanium/CP-Ti) untuk aplikasi biomedis dengan teknik equal channel angular pressing (ECAP). Die ECAP yang dibuat untuk percobaan memiliki sudut rongga Φ=120°dan Ψ= 7°

Metalurgi, Volume 25 No.1 April 2010

yang menghasilkan regangan geser 0,65 untuk individual pass. Rute deformasi ECAP (A dan Bc) dan jumlah pass dievaluasi terhadap perubahan struktur mikro CP-Ti. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bahwa sampel CP-Ti setelah ECAP(Φ=120°, Ψ= 7°) pada masing-masing rute deformasi menunjukkan penghalusan butir yang signifikan dibandingkan dengan struktur mikro CP-Ti awal. Rute deformasi Bc menghasilkan ukuran butir yang lebih halus dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh rute A pada jumlah pass yang sama. Penambahan jumlah pass pada masing-masing rute deformasi semakin menghaluskan ukuran butir CP-Ti.

Kata kunci : Penghalusan butir, CP-Ti, Aplikasi biomedis, Equal channel angular pressing, Rute deformasi This paper reports the grain refinement of pure titanium (Commercial Purity Titanium/CP-Ti) for biomedical application by using equal channel angular pressing (ECAP). The ECAP dies used in the experiment have the die angle of Φ=120° and Ψ= 7° giving the shear strain of 0.65 for individual pass. The deformation routes (A and Bc) and the number of passes were evaluated with respect to microstructure evolution of CP-Ti. The experimental results showed that the grain size of CP-Ti significantly decreased after extrusion through the ECAP(Φ=120°, Ψ= 7°) dies for both deformation routes A and Bc. The ECAP route Bc resulted in the finer grain sizes compared to those were resulted by route A for the same pass number applied. Furthermore, the grain sizes of CP-Ti decreased with increasing the number of passes of both ECAP routes. Keywords : Grain refinement, Commercial purity titanium, Biomedical application, Equal channel angular pressing, Deformation routes

Page 15: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

xiv | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

Page 16: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

APPLICATION OF MECHANOCHEMISTRY IN MINERAL PROCESSING

Solihin

Research Center for Metallurgy, Indonesian Institute of Science Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan, Banten Provence, Indonesia

E-mail : [email protected]

Intisari

Fenomena mekanokimia telah lama dikenal mampu menginisiasi transformasi struktural atau reaksi kimia pada temperature kamar. Selain itu, fenomena mekanokimia juga membuat kinetika reaksi dapat diakselerasi sehingga dapat terjadi pada temperature kamar. Transformasi struktural dengan memanfaatkan fenomena mekanokimia ini dapat diarahkan untuk meningkatkan unjuk kerja pemrosesan mineral atau ekstraksi logam berharga. Sulfidisasi mineral oksida, pembentukan senyawa yang mampu larut dalam air dan meningkatkan luas permukaan spesifik merupakan contoh-contoh reaksi mekanokimia atau transformasi structural yang dapat meningkatkan unjuk kerja pemrosesan mineral. Kata kunci : Mekanokimia, Pemrosesan mineral, Reaksi antar padatan, Kinetik, Milling

Abstract

Mechanochemical phenomenon has been known to be able to conduct structural transformation or chemical reaction at room temperature. The kinetics of the reaction can also be accelerated at room temperature through mechanochemical reaction. This transformation through mechanochemical reaction can be used to enhance mineral processing or metal extraction. Sulphidation of oxides minerals, formation of water soluble compound, and increasing specific surface area of minerals are among the mechanochemical reaction or structural transformation capable to enhance the mineral processing of certain minerals. Keywords : Mechanochemistry, Mineral processing, Solid-state reaction, Kinetics, Milling

INTRODUCTION

Mechanochemistry is defined as a branch of chemistry, which concern with chemical and physicochemical transformations of substances in all states of aggregation produced by the effect of mechanical energy[1]

The spontaneity of any chemical and psychochemical transformations depends on its standard free energy change. Thermodynamically speaking, the reaction takes place spontaneously when the free energy changes become negative. It can be found in any textbook elsewhere that standard free energy change is a variable that depend on temperature and atmospheric pressure of matters

.

[2-4]

The mechanochemical reaction breaks the bonding energy between atoms in different way; it uses mechanical energy instead of temperature and atmospheric pressure change. The continuous mechanical energy, transmitted to the powder through collision and impact, makes the particles deform plastically, flattened, cold-welded, fractured and re-welded. The continuation of the mechanical deformation results in progressive particles size reduction leading

. The changes in temperature and pressure of

matters changes the free energy difference until it becomes negative and is able to achieve the enough energy level to break the bonding energy between atoms, allowing atoms or ions to be in the active state and be ready to conduct chemical reaction with other atoms or ions.

Page 17: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

2 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 1-6

to the increasing of surface energy, as well as changes in chemical, physicochemical and structural properties. This is manifested by the presence of a variety of crystal defects such as increasing of grain boundaries, dislocations, vacancies, stacking faults and deformed and ruptured chemical bonds[5]. Soon after the chemical bonds are ruptured, the atoms or molecular ions will be in the active state, and thus further chemical reaction with other active atoms or ions can possibly takes place. The chemical reaction can be a displacement reaction[6-7], or the combination reaction[8-9]

In some cases, transmission of mechanical energy through milling only change the crystal structure of the substance rather than promoting solid-state chemical reaction. The changes can be polymorphic transformation, amorphisation, or re-crystallization. For example, the structure of CaCO

.

3 can be transformed from calcite to aragonite; for that of TiO2

from anatase to rutile; and for that of PbO from massicot to litharge.

The polymorphic transformation proceeds in two stages[10]

1. Preliminary stage, in which the crystal size decreases with increasing lattice distortion, the critical stress for fracture is being larger than for distortion.

:

2. Polymorphic transformation stage, in which the stored energy is released with a small (or zero) decrease in crystallite size.

The direction of polymorphic

transformation depends on temperature and pressure applied to the materials. The direction of transformation can be predicted by using the pressure-temperature transformation diagram (Figure 1 (a)).

In the case of mechanochemistry, in which shears are very much applied, the line of phase transformation shifts toward lower temperature and pressure, along with the existance of the area containing both

phases (Figure 1 (b))[11]

Amorphisation often happens to the particles treated by milling. The mechanical energy is believed to distort the crystal lattice resulting irregular orientations of crystal. The broadening or disappearance of the peak of intensity in XRD pattern is the indication that amorphisation has occurred. For example, the product reaction of milled LiOH.H

. The shifting of this line illustrates that the crystal structure transformation can take place at relatively low temperature with the aid of rapid shears.

2O-MnO2 and Mg-Ni become amorphous after being milled with the broadening intensity peak as indication of amorphisation[12]; and Al(OH)3 and LaBr3 becomes amorphous after being milled with Y2O3 and La2O3 respectively with the disappearance of their intensity peak as indication amorphisation[13-14]

The mechanism of amorphisation during milling is initiated by the formation of structural defect such as vacancies and dislocations that drives to grain boundaries sliding. The deformed grains consist of many dislocations with disorder orientation, as well as those with ordered orientation. The disorder orientation dislocation is believed to drift, driven by tendency of shear stress relaxation, which leads to the formation of local amorphous region. The drifting of disorder orientation dislocation that takes place rapidly leads to grain boundary sliding, which results in amorphisation of entire crystal structure

.

[15]

.

Page 18: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Application Of Mechanochemistry …../ Solihin | 3

Figure 1. Pressure-Temperature transformation Diagram [10]

(a) Hydrostatic pressure (b) Hydrostatic pressure and shears

EFFECT OF MECHANOCHEMICAL PHENOMENON TO KINETICS OF SOLID-STATE REACTION

The mechanical energy transmitted to particles accelerates the kinetics of reaction. An ordinary chemical reaction involving solid-state matter normally takes place through diffusion mechanism of reactants followed by chemical reaction among reactants. The kinetic of reaction is influenced by both the rate of diffusion and chemical reaction. When diffusion rate is slower than chemical reaction rate, then the total reaction depends a lot to the rate of diffusion[16]. Solid-state reaction is usually followed by the formation of product phases on the interfaces of the reactants. Further growth of these product phases will in turn cover the surface of reactants. This coverage makes the atomic diffusion, which is very necessary for the continuing of that solid-state reaction is retarded or at least slowed down. At this moment, the rate of entire reaction is

controlled by diffusion rate. The flux of atoms that diffuse through the product layer follows the Fick’s diffusion Equation[17].

where D = diffusion coefficient ∆c and ∆x = gradient of the reactant

concen- tration and the diffusion path

According to equation above, one way

to increase the atomic flux is by changing the value of diffusion coefficient (D) so that the atoms can diffuse easily through the layer of reaction products. The diffusion coefficient is a temperature dependence variable with exponential relation[18]

Mechanochemical method increases the reaction kinetics through different path. Instead of inputting heat, the product layer that retard diffusion is broken by repetitive impact, shears and cold welding. The repetitive impact and shear decreases the particle size, therefore provides an increasing of contact area and a continuous supply of fresh surfaces. The cold-welding of particles during milling increases the kinetics of reaction through dissolution of solid materials. The kinetics of reaction is also improved by the presence of crystal defects. The defects enhance the diffusivity of atoms within crystal, which finally results in quite homogen atomic distribution

. By increasing temperature, the value of diffusion coefficient increases exponentially, and therefore the reactant molecule can diffuse rapidly through the layer of reaction product.

[5]

.

APPLICATION OF MECHANOCHEMICAL REACTION IN MINERAL PROCESSING

Mechanochemistry has found its potential application in various fields. Many of the scientist and engineer in

Page 19: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

4 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 1-6

different fields have creatively proposed a new route of process based on mechanochemical reaction. In this sub-chapter the application of mechanochemical reaction to aid the extraction of metals from their mineral is discussed.

Solihin, from Indonesia, has proposed the soft process for palladium recycling from waste through mechanochemical reaction[19]

P. Balaz, a Slovakian scientist in the field of mineral dressing, has proposed the sulphidation of certain oxide mineral to aid the separation of those mineral through flotation. Inspired by Theophrastus of Efesus (371-286 BC) a disciple of Aristotle who has extracted mercury from cinnabar, Balaz also has proposed a mechanochemical reaction to extract mercury from cinnabar using brass pestle in the presence of vinegar

combined with water-leaching. A waste containing palladium is mechanochemically reacted to produce water-soluble compound of palladium which can be leached by only water. By this new process, around 80% palladium can be extracted after leaching by using only pure water.

[20]

Another well-known scientist in the field of metallurgy and mineral processing who published many textbook in the field of metallurgy, Fathi Habashi, has introduced mechanochemical reaction to activate chalcopyrite in a unit operation of copper and iron extraction

.

[21]. It is found that the kinetic of extraction reaction can be increased by increasing specific surface area, which is a parameter engineered through milling[22]. Figure 2 shows the dependence of kinetic constant to specific surface area. The mechanism of reaction rate dependence to specific surface area is explained briefly by E. Gock[23]

• The first step is the dissolution of surface layers formed by mechanochemical surface reaction,

:

• The active sites, which are characterized by the presence of β-phase are leached out.

Sphalerite also has been activated before acid leaching. The similar behavior is found. The activation of sphalerite leads to the increasing of recovery of zinc, as shown in Figure 3[28]

.

Figure 2. Structural sensitivity of reaction for mechanically activated chalcopyrite. ko=initial rate constant, S=specific surface area, X=crystallinity degree

[22]

Figure 3. The influence of leaching time on zinc recovery for sphalerite

[28]

(1) Mechanically activated ZnS for 60 min,

(2) Mechanically activated ZnS for 60 min and annealed,

(3) Nonactivated ZnS

Page 20: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Application Of Mechanochemistry …../ Solihin | 5

SUMMARY

Transmission of mechanical energy into minerals can induce mechanochemical reaction that leads to chemical reaction or structural transformation. Both of them can be applied in many fields to create a new route of process or to accelerate the rate of a process. In the field of mineral processing, the structural change of materials can be used to activate the minerals to enhance leaching. The specific surface area of minerals can be increased through mechanochemical reaction which leads to the increasing of metal recovery. REFERENCES [1] G. Heinicke, Tribochemistry.

Akademie - Verlag, Berlin (1984). [2] R.W. Missen, C.A. Mims, B.A.

Saville, Introduction to chemical reaction Engineering and kinetics, John Wiley and Son, New York (1999).

[3] JJ Moore, Chemical metallurgy, Buttenworth and Co, England (1981)

[4] S. Stolen, T. Grande, Chemical thermodynamics of materials, John Wiley and Son, England (2004).

[5] C. Suryanarayana, Mechanical alloying and milling, Progress in Materials Science Vol. 46 pp. 1-184 (2001).

[6] P. Matteazzi, G.. Le Caër, Mechanically activated room temperature reduction of sulphides, Mater Sci and Eng Vol. A156 pp.229-37 (1992).

[7] J. Kano, E. Kobayashi, W. Tongamp, F. Saito, Preparation of GaN powder by mechanochemical reaction between Ga2O3 and Li3

[8] Q. Zhang, J. Lu, F. Saito, Mechanochemical synthesis of LaCrO by grinding constituent oxides, Powder Technology Vol.122 pp.145–149 (2002).

N, Journal of Alloys and Compounds Vol.464 No.1-2 pp.337-339 (2008).

[9] Q. Zhang, F. Saito, Mechanochemical synthesis of LaMnO from LaO and MnO powders, Journal of Alloys and Compounds Vol.297 pp. 99–103 (2000).

[10] I.J. Lin, S. Nadiv, Review of the Phase Transformation and Synthesis of Inorganic Solids Obtained by Mechanical Treatment (Mechanochemical Reactions), Materials Science and Engineering Vol.39 pp.193 – 209 (1979).

[11] Y. Tanaka, Q. Zhang, F. Saito, Synthesis of spinel Li4Mn5O12

[12] D. Guzm´ana, S. Ordo˜neza, D. Serafinib, P. Rojasc, O. Bustos, Effect of the milling energy on the production and thermal stability of amorphous Mg

with an aid of mechanochemical treatment, Powder Technology Vol.132 pp.74– 80 (2003).

50Ni50

[13] Q. Zhang, F. Saito, Mechanochemical solid reaction of yttrium oxide with alumina leading to the synthesis of yttrium aluminum garnet, Powder Technology Vol.129 pp.86– 91 (2003).

, Journal of Alloys and Compounds Vol. 456 No.1-2 (2008).

[14] J. Lee, Q. Zhang, F. Saito, Mechanochemical Synthesis of LaOX (X=Cl,Br) and Their Solid State Solutions, Journal of Solid State Chemistry Vol.160 pp.469-473 (2001).

[15] I.A. Ovid’ko, Defects and amorphisation process in plastically deformed metals, J.Phys., D.Appl.Phys. Vol.23 pp.365-367 (1990).

[16] F. Habashi, Principles of Extractive Metallurgy, Volume 1. General Principles, Gordon & Breach, New York (1980).

[17] H.D. Baehr, K. Stephan, Heat and mass transfer, Springe-Verlag, Verlin (2006).

[18] R.C. Ropp, Solid-state chemistry, Elsevier Amsterdan (2003).

[19] Solihin, Q. Zhang, F. Saito, Recovery of Palladium by Mechanochemical

Page 21: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

6 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 1-6

Method, Proceeding of Metal and Mineral Institute of Japan Tohoku Branch, Autumn Conference 2006.

[20] P. Balaz, Mechanical activation in hydrometallurgy, International Jornal of Mineral Processing 72 (2003) 341-354.

[21] F. Habashi, Chalcopyrite, its Chemistry and Metallurgy. McGraw-Hill, New York (1978).

[22] P. Balaz, Intensification of oxidative leaching of chalcopyrite. PhD thesis, Mining Institute of Slovak Academy of Sciences, Kosˇice, (1981).

[23] E. Gock, The influence of solid state reaction in vibratory mill on leachability of sulphidic raw materials, Habilitations-schrift, TU Berlin, German.

[24] D. Maurice, D. Hawk, Ferric chloride leaching of mechanically activated chalcopyrite. Hydrometallurgy 49 (1998), 103–124.

[25] D. Maurice, J.A. Hawk, Simultaneous autogeneous grinding and ferric chloride leaching of chalcopyrite. Hydrometallurgy 51 (1999), 371– 377.

[26] M. Kobayashi, , J.E. Dutrizac, , JM Toguri, A critical review of the ferric chloride leaching of galena. Canadian Metals Quarterly 29 (1990), 201–211.

[27] P. Balaz, Influence of solid state properties on ferric chloride leaching of mechanically activated galena. Hydrometallurgy 40 (1996), 359– 368.

[28] X.M. Li, C. Jiayong, R. Kammel, F. Pawlek, Non-oxidative dissolution of mechanically activated sphalerite. International Journal of Mechanical Alloying 1 (1994), 166– 171.

CURRICULUM VITAE Solihin, lahir di Karawang, Jawa Barat, Menyelelesaikan Pendidikan di Teknik Pertambangan ITB pada tahun 1995 kemudian menyelesaikan Pendidikan S2 pada tahun 2006 dan S3 pada tahun 2009 di Tohoku University Jepang. Telah bekerja di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI tahun 1998 sampai sekarang.

Page 22: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

URGENCY TO DEVELOP BIOCOMPATIBLE MATERIALS FOR MEDICAL IMPLANT APPLICATIONS IN INDONESIA

Andika Widya Pramono

Research Center for Metallurgy, Indonesian Institute of Science Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan, Banten Provence, Indonesia

E-mail: [email protected]

Intisari

Makalah ini memberi gambaran tentang arti pentingnya pengembangan material biokompatibel untuk aplikasi implan medis di Indonesia. Berbagai latar belakang permasalahan dan perkembangan yang terjadi di dunia dibahas dimulai dari: peningkatan prosentase manula, tingkat kecelakaan dalam berkendara di Indonesia, millennium development goals, kemajuan riset dan pengembangan material biokompatibel di dunia dan Indonesia, penggunaan nanoteknologi sebagai sarana terobosan inovatif dan peningkatan nilai tambah, sampai dengan perlunya mengedepankan keunggulan kompetitif di atas keunggulan komparatif bagi Indonesia. Di bagian akhir makalah dikemukakan tentang upaya ke depan dalam pengembangan komponen implan biokompatibel yang murah dan berkualitas melalui kolaborasi internasional, termasuk dengan Amerika Serikat. Aspek manfaat bagi semua pihak yang berkolaborasi ditekankan baik dari segi kemanusiaan maupun tekno-ekonomi.

Kata kunci : Biokompatibel, Implan, Millennium development goals, Keunggulan komparatif, Keunggulan kompetitif, Nanoteknologi, Tekno-ekonomi

Abstract

This paper underlines the significance of developing biocompatible materials for medical implant applications in Indonesia. Various problems and development worldwide concerning implant materials are discussed including: the increase in percentage of elderly people, the extent of accidents during vehicle driving in Indonesia, the millennium development goals, the advanced research and development of biocompatible materials worldwide and in Indonesia, the utilization of nanotechnology as the means for innovative breakthrough and added values, as well as the importance of bringing forward competitive advantages over the comparative advantages for Indonesia. The final part of paper discusses the possible future attempts to develop affordable biocompatible implant materials through the international collaboration including with the USA. The mutual benefits for all parties are emphasized from the aspects of humanity and techno-economy.

Keywords : Biocompatible, Implant, The millennium development goals, Comparative advantages, Competitive advantages, Nanotechnology, Techno-economy INTRODUCTION

It is known that the percentage of elderly people (over 65 years old) around the world increases significantly from the year 2010 [1], as shown in Figure 1. In accordance to these data, some Japanese scientists have additionally predicted that such percentage in Indonesia will be about 12% in the year 2030. This number may be insignificant compared to those of other countries or even to the whole number of

Indonesian population at that time. However, a problem rises if such portion is proportionally related to the need on medical treatments caused by bone degradation/degeneration as well as bone injuries. In addition to aging process, the bone degeneration can also be induced by malnutrition. The occurrence of bone injuries also becomes consideration, observing that the extent of recklessness of many Indonesian people during the vehicle driving leading to accidents can be

Page 23: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

8 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 7-12

regarded as intolerable. These aspects implicate that the demand on biomedical implant components in Indonesia will accordingly increases.

Three main problems take place when one talks about the application of bone-implant components in Indonesia. The first problem is the good quality components are still imported. The second problem is their high prices which still exclude the costs of medical surgery. The third problem is inappropriate size since the component dimensions have been mostly adjusted to those of Caucasian bones. Additional problem occurs as the knowledge of component biocompatibility for many Indonesian people is still considerably low.

The Millennium Development Goals (MDGs) put emphasis on health and anti-poverty around the world especially for women and children [2-4]

. Regardless of age, gender, and economic background, women and children are susceptible to the problems of bone degradation/degeneration and bone injuries. Considering that biomedical implant components are expensive, the issue of good and affordable health treatment for everyone becomes significant and deserves to be well taken care of.

Figure 1. The prediction on the increase of percentage of elderly people around the world

[1]

GLOBAL STATE-OF-THE-ART

For many years, the development of biocompatible materials has put emphasis on their corrosion resistance once implanted into the human body. The corrosion resistance of metallic materials inside the human body is a crucial requirement to minimize the release of detrimental metallic ions from the degraded component surface into the human tissue. The corrosion resistance of an implant material is usually examined in vitro using the commercially available Simulated Body Fluid (SBF).

In the beginning of 1990s the polymer-based biocompatible materials were developed for dental prosthodontics and surgical prosthetics. Such materials were mainly synthesized by means of chemical configurations of polyacrylates, polydimethylsiloxane, as well as segmented block polyurethanes [5]

To accommodate the physical and mechanical properties of degraded human bones under regular cyclic loading, some shape memory alloys (SMA) have also been developed for the implant application. A shape memory alloy is an

. However due to the low demand, the state-of-the-art of such polymeric implant materials did not focus on significant attempts to achieve ideal prosthetic components.

alloy that "remembers" its original, cold-forged shape: returning the pre-deformed shape by heating [6]. There are three main types of shape memory alloys: the copper-zinc-aluminum-nickel, copper-aluminum-nickel, and nickel-titanium (NiTi) popular as nitinol. Among these types, nitinol is the most biocompatible one so that it is suitable for use in orthopedic implants [7-8]

Further developmental attempts have been conducted to yield what so called the Degradable Metallic bio-Materials (DMM) for the pediatric, orthopedic and cardiovascular applications

.

[9]. In this case, the issue of eco-friendly implant components has risen into the

Page 24: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Urgency To Develop …../ Andika Widya Pramono| 9

Table 1. Selection of mostly used implant materials

[10]

Figure 2. A new paradigm in biomedical engineering that allows mutual interactions among doctors, patients, and biomedical engineers

consideration to ensure the environmental sustainability like stated in the MDGs.

Table 1 shows the mostly utilized implant materials [10]

A new paradigm in biomedical engineering shows that there are mutual interactions among doctors, patients, and biomedical engineers

. It is obvious that metallic implant materials have more significant advantages as well as applications compared to ceramic and polymeric materials. Nevertheless the complexity in manufacturing the metallic

implants leads to the high technological costs.

[11]. This situation is depicted in Figure 2. Here every biomedical engineer has his/her experience to work with users covering patients and doctors. This attempt is considered an

Page 25: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

10 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 7-12

efficient way to prepare biomedical design project from user needs research [12]

.

SCIENTIFIC ATTEMPTS IN INDONESIA

Some significant efforts have been conducted to accommodate the increasing need on affordable bone-implant components in Indonesia. An example is the one performed by Department of Industrial and Mechanical Engineering - Faculty of Engineering – University of Gadjah Mada (UGM) in developing inexpensive steel-based implant components [13]

Since 2003 Research Centre for Metallurgy – Indonesian Institute of Sciences has been collaborating with Tohoku University – Japan under LIPI – JSPS scheme in developing cobalt-chromium-based (Co-Cr) biocompatible materials. Co-Cr-based implants have superiority in their corrosion resistance and wear resistance. Nickel (Ni) has been added to the Co-Cr alloy to increase ductility and to stabilize advantageous metallic structure of face-centered cubic (fcc). However Ni, along with vanadium (V) and aluminum (Al), may induce cyto-toxicity and allergy within the human body. It is then necessary to substitute the role of Ni, V and Al. The challenge is to get excellent match between strength and workability/ductility, while simultaneously reducing porosity and micro-cracks after casting process. The LIPI – JSPS project on Co-Cr-based implant materials focuses

on the influence of chromium (Cr) and manganese (Mn) contents along with proper heat treatment to improve forge ability/workability of cast Co-Cr-based alloy.

. This project is collaborated with Faculty of Medicine UGM and University Medical Centre – Groningen – the Netherlands. The objective is to develop affordable implant materials suitable with the anatomy of Indonesian people. The project was initiated in 2007 with the funding of 350 millions rupiah per year. The main materials developed are stainless steel 316 LPM and 316 L. There are about 180 respondents in this project yielding so far 88 different sizes of implant components.

Since 2010, Centre for Technology of Nuclear Industry Materials (PTBIN) – National Nuclear Energy Agency (BATAN) and Research Centre for Metallurgy – Indonesian Institute of Sciences have been conducting research on development of Co-Cr-based implant materials with the titanium nitride (TiN) coating. The purpose of TiN coating is to improve wear resistance of Co-Cr-based alloy. To induce biocompatible bonding between metallic implant and human bone/tissue, a compound of hydroxyapatite is electrophoretically deposited on the surface of component. Such hydroxyapatite is extracted and synthesized from the inner layer of egg shell wastes. WHY AND HOW IT IS FOR INDONESIA

Indonesia possesses abundant mineral resources (comparative advantages) not yet optimally and technologically utilized. As the world enters free-market economy, it is necessary for Indonesia to give added values for its own natural resources. Such added values include techno-economic advantages that can increase the national competitiveness. To improve national capability, Indonesia should bring forward the competitive advantages over the comparative advantages.

There are two ways to bring forward the competitive advantages [14]

1. By yielding high-demand-commodity that has been produced by other nations and making it more competitive, for instance through the utilization of nanotechnology.

:

2. By yielding commodity that is rarely or even none produced by other nations but significantly needed by the global market. The mineral resources of Indonesia can be developed and

Page 26: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Urgency To Develop …../ Andika Widya Pramono| 11

transformed into that commodity by means of innovative technology to fulfill the consumption of global market. Nanotechnology becomes a good

solution to increase techno-economic values of Indonesian commodity based on natural and mineral resources. Nanotechnology is the science and technique in arranging and controlling atoms by atoms or molecules by molecules to construct new structures or systems of material. It is predicted that the nanotechnology revolution can give high and long-term impacts like previous industrial revolution did [15]. Within the period of 2010 – 2020 a significant increase in the application of nanotechnology will take place worldwide [16]

With respect to biocompatible implant materials, nanotechnology application can cover two aspects:

.

1. The utilization of nano-sized raw materials

2. The development of nano-structured implant materials The consensus in nano size and nano

structure so far states that the physical, chemical and/or mechanical phenomena along with the related parameters should take place under the scale of 100 nm. To produce nano-sized raw materials, one can use dry process (such as high energy milling) or wet process (for instance sol-gel process). However it should be well acknowledged that synthesizing and handling nano-sized powder often deal with the problem of material agglomeration. In the development of implant materials using nanotechnology, it is not necessary that the whole raw materials should be in the form of nano powders. The nano powders may take form as alloying or minor elements. To produce nano-structured materials, several metallurgical processes can be utilized such as rapid solidification after heat treatment, casting, as well as severe

deformation. The nano structure does not necessarily occur in the base alloy but can take place in coating materials (metallic or non-metallic). FUTURE ATTEMPTS

In developing affordable biocompatible implant materials, international collaboration becomes inevitable. Such collaboration should take place not only scientifically but also technologically and commercially. The global partnership stated in the MDGs can become the spirit or the guidance for this collaboration. It means that various institutions and related industries should sit together and discuss the common purpose and goal in developing affordable implant components for mutual benefits and sake of humanity.

Similar situation is also hoped to happen between Indonesia and the United States of America. A consortium consisting of research institutions, universities, and industries from both countries can be established. The motivations for establishing such consortium are: 1. Development of affordable

biocompatible implant materials 2. Techno-economic advantage of

Indonesia raw materials 3. The utilization of nanotechnology as the

innovative way 4. The potential establishment of

multinational companies and/or subsidiaries for producing and distributing affordable implant materials in fulfilling the need in under developed and developing countries.

ACKNOWLEDGEMENT The author wants to appreciate and to thank Indonesian Institute of Sciences (LIPI), Indonesian Academic of Sciences (AIPI), Ministry of Foreign Affairs – the Republic of Indonesia, US-Embassy in Jakarta, as well as fellow young scientists so that we could gather together and

Page 27: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

12 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 7-12

brainstorm our ideas for the future scientific collaborations and good deeds. With regard to research activities in biocompatible materials, the author truly acknowledges the important roles of LIPI, JSPS, Tohoku University, Research Centre for Metallurgy – Indonesian Institute of Sciences, and Centre for Technology of Nuclear Industry Materials – National Nuclear Energy Agency. REFERENCES [1] Niinomi, M.: “Recent metallic

materials for biomedical application”, Metallurgical and Materials Transactions A, Volume 33A, (2002) p. 478.

[2] http://www.un.org/millenniumgoals [3] http://www.undp.org/mdg/basics.shtml [4] ..http://id.wikipedia.org/wiki/Sasaran_P

embangunan_Milenium [5] Lontz, J. F.: “State-of-the-art materials

used for maxillofacial prosthetic reconstruction”, Dental Clinics of North America, Volume 34(2), (1990), p. 307 – 325.

[6] ..http://en.wikipedia.org/wiki/Shape_memory_alloy

[7] Humbeeck, J.: “Shape memory materials: state of the art and the requirements for future applications”, Journal de Physique IV, Volume 7, (1995), p. C5-3 – C5-11.

[8] Oshida, Y.; Sachdeva, R.; Miyazaki, S.; and Fukuyo, S.: “Biological and chemical evaluation of TiNi alloys”, Material Science Forum, Volume 56–58, (1990), p.

[9] Purnama, A; Hermawan, H.; Couet, J., and Mantovani, D.: “Assessing the biocompatibility of degradable metallic materials: state-of-the-art and focus on the potential of genetic regulation”, Acta Biomaterialia, Volume 6(5), (2010), p. 1800 – 1807.

705 – 710.

[10] The Biomedical Engineering Handbook (2000) IV-3.

[11] Jiang, J.; Freudenthal, A.; and Kandachar, P.: “Exploring insight of user needs: the first stage of biomedical engineering design”, Faculty of Industrial Design Engineering - Delft University of Technology – the Netherlands.

[12] Wiklund, M.E.: Medical device and equipment design-usability engineering and ergonomics, CRC Press – USA, ISBN: 0935184694.

[13] http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=57521

[14] “Kajian Kondisi Terkini Penelitian dan Potensi Pengembangan Nanoteknologi di Indonesia”, Kementerian Negara Riset dan Teknologi (2009).

[15] http://www.CRNano.org [16] http://www.technolytics.com

Page 28: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

PROSES PEMANASAN TEMPERATUR 700°C MINERAL MAGNESIT DARI PADAMARANG

Eko Sulistiyono dan Bintang Adjiantoro

Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI Kawasan Puspiptek Gd.470, Serpong 15314

E-mail : [email protected]

Intisari

Telah dilakukan kegiatan proses pemanasan pada temperatur tinggi terhadap mineral magnesit dari Padamarang untuk melihat pengaruh pemanasan. Dari hasil percobaan dengan pemanasan pada temperatur 700°C dengan berbagai variabel ukuran partikel menunjukkan bahwa ukuran butiran tidak berpengaruh padsa reaksi. Secara keseluruhan pada tempatur 700°C telah menunjukkan adanya pembentukan MgO yang cukup tinggi yaitu sekitar 95 % pada waktu proses diatas 6 jam. Hasil dari proses pemanasan ini selanjutnya dilakukan analisis SEM, memperlihatkan bentuk kristal yang berupa lembaran-lembaran yang mengelompok dalam bentuk kluster-kluster.

Kata kunci : Magnesit, MgO, Padamarang

Abstract

Activity has been carried out at high temperature heating process of the mineral magnesite from Padamarang to see the influence of heating. From the results of experiments with heating at a temperature of 700°C with a variety of variable particle size showed that particle size has no effect on the reaction. Overall at 700°C tempatur have shown the formation of MgO is high enough, it was 95% in processing time by more than 6 hours. The result of this heating process is then performed SEM analysis, showing crystal shape in the form of sheets are clustered in the form of clusters

PENDAHULUAN

.

Keywords : Magnesite, MgO, Padamarang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup melimpahm salah satunya adalah mineral yang berbasis karbonat. Mineral yang berbasis karbonat pada umumnya merupakan mineral kalsium dan magnesium. Mineral karbonat yang berbasis kalsium adalah batu kapur ( lime Stone ) dan mineral kalsite banyak dimanfaatkan untuk industri bangunan seperti semen dan industri pembuatan kaca seperti mineral kalsit. Sementara itu mineral karbonat yang berbasis kalsium – magnesium pada umumnya digunakan untuk bahan bangunan dan pupuk dolomite. Ada satu lagi mineral karbonat yang hanya terdiri dari magnesium yaitu

mineral magnesit yang terdapat di P. Padamarang – Sulawesi Tenggara. Mineral magnesit tersebut sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan.

Magnesit merupakan salah satu mineral yang memiliki komposisi utama unsur magnesium dalam bentuk senyawa karbonat. Mineral magnesit ini di Indonesia terdapat di dua tempat yaitu di P. Padamarang, Sulawesi Tenggara dan Indrapuri, Aceh Nanggroe Darussalam. Mineral magnesit ini juga tersebar di seluruh Indonesia dalam jumlah yang sedikit, dimana mineral ini bersifat ultra basa. Berdasarkan data dari buku Direktorat Sumberdaya Mineral, deposit mineral magnesit di P. Padamarang memiliki cadangan terbukti 4.000 ton

Page 29: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

14 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 13-18  

yang berada di P. Padamarang dan di Sua-Sua , Labuhan Dalam.

Salah satu upaya pemanfaatan mineral magnesit adalah dengan membuat magnesium karbonat presiopitat ringan. Jika bijih magnesit tersebut berhasil dibuat menjadi magnesium karbonat presiopitat ringan akan memiliki nilai jual yang tinggi. Pada tulisan ini akan dipaparkan salah satu tahapan yang penting dalam proses pembuatan magnesium karbonat presipitat ringan yaitu proses pemanasan pada temperatur tinggi terhadap bijih magnesit dari P. Padamarang. Percobaan dimulai pada temperatur yang rendah yaitu 700°C , dimana proses penghilangan unsur karbonat dimulai pada temperatur tersebut dan mencapai optimum pada temperatur 1.000 °C sampai 1.200 °C. Untuk batu kapur proses penghilangan senyawa karbonat dimulai pada temperatur 800 °C, seperti halnya di tungku pembakaran kapur secara sederhana.

Proses Pembentukan MgO

Mineral Magnesit dari P. Padamarang adalah mineral yang memiliki unsur utama senyawa magnesium karbonat dengan kadar lebih dari 90 %. Sehingga mineral tersebut dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku untuk MgO dan magnesium karbonat presipitat. Pada penelitian ini magnesit dari P. Padamarang direaksikan pada temperatur 700 °C dengan harapan terbentuknya reaksi : MgCO3 = MgO + CO2 ............ ( 1 )

Dalam reaksi tersebut bijig magnesit

yang mengandung sebagian unsur MgCO2 berubah menjadi senyawa magnesia (MgO) sehingga akan berkurang massa dari magnesit setelah dipanaskan pada temperatur tertentu. Pengurangan berat inilah yang sering dijadikan sebagai patokan dalam penentuan proses ini apakah telah mencampai semurna atau belum.

Pada percobaan ini bahan baku yang digunakan adalah magnesit dari padamarang dengan komposisi kimia berdasarkan basis oksida logam, hasil dari analisis XRF yang dilakukan di Pusat Penelitian Metalurgi sebagai Berikut :

Tabel 1. Hasil analisa kimia mineral magnesit

Unsur CaO MgO Na2O SiO2 Al2O3 Fe2O3

% berat 1,49 44,06 2,25 7,56 0,024 0,01

Dari hasil analisa terlihat bahwa

magnesit dari P. Padamarang memiliki kualitas yang cukup bagus, dimana kadar MgO cukup tinggi yaitu 44,06 %. Pengotor bijih magnesit dari P. Padamarang didominasi oleh unsur silika dalam bentuk SiO2 yang mencapai 7,56 % sehingga akan menyulitkan daslam proses pemisahan. Keuntungan lain dari bijih magnesit dari P. Padamarang adalah kadar besi yang cukup rendah yaitu dibawah 0,01 % sehingga tidak memperanguri warna dari mineral magnesit tersebut. Dimana mineral yang tinggi menyebabkan mineral magnesit menjadi berwarna kuning sampai coklat yang menurunkan mutu mineral dilihat dari derajat keputihan. PROSEDUR PERCOBAAN

Pada penelitian ini akan dilakukan percobaan proses merubah unsur karbonat dari magnesit menjadi unsur magnesium oksida. Percobaan dilakukan pada temperatur 700 °C dengan dua variabel yaitu waktu reaksi ( 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam ) dan ukuran butiran ( antara -4 sampai 80 mesh ). Adapun prosedur percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Persiapan bahan baku yaitu menyiapkan

bijih magnesit yang akan digerus dengan menggunakan jawa crusher untuk ukuran butiran halus dan dengan menggunakan disk mill untuk ukuran butiran yang tidak halus.

2. Bijih magnesit ditumbuk dengan menggunakan dua pengerus tersebut

Page 30: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Proses Pemanasan Temperatur …../ Eko Sulistiyono| 15

kemudian diayak menggunakan saringan dalam berbagai ukuran.

3. Setelah diayak masing-masing hasil ayakan dimasukkan dalan crusibel grafit yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

4. Dilakukan proses penimbangan crusibel yanmg telah berisi mineral magnesit pada berbagai ukuran tersebut, dengan terlebih dahulu menimbang crusibel kosong.

5. Dipersiapkan maffle furnace dengan memanaskan peralatan tersebut secara perlahan sampai mencapai temperatur yang diiginkan yaitu pada temperatur 700 °C .

6. Setelah mencapai temperatur 700 °C masukkan sampel tersebut dalam maffle furnace dengan menghitung waktu pada saat sampel dimasukkan. Setelah selesai proses decarbonatasi tersebut selanjutnya sampel diambil dari fulle furnace kemudian didinginkan dalam ruang terbuka.

7. Setelah sampel dingin kemudian dilakukan penimbangan sampel sehingga diperoleh berat pengurangan pada sampel. Pengurangan berat tersebut kemudian dihitung dalam bentuk persen berat.

8. Setelah dingin sampel kemudian dikirim ke analisis SEM untuk dilihat struktur mikronya.

HASIL PERCOBAAN

Telah dilakukan serangkaian percobaan pembentukan MgO dari mineral magnesit Padamarang dengan hasil percobaan sebagai berikut :

Percobaan Pembentukan MgO

Telah dilakukan proses pembentukan MgO dari magnesit dengan menggunakan variabel waktu reaksi dan ukuran butiran magnesit. Dari hasil percobaan diperoleh hasil seperti dalam Tabel 2.

Dari hasil percobaan pada Tabel 2, dengan melihat reaksi pembentukan MgO pada persamaan ( 1 ) dan persamaan ( 2 )

secara stoikiometri reaksi berjalan sempuna jika massa yang hilang berupa gas CO2 dari unsur MgO dan CaO sebagai berikut :

Rasio % Massa hilang MgO (M CO2 / M MgCO3) x 100 % = 52,38 % Rasio % Massa hilang CaO (M CO2 / M CaCO3) x 100 % = 44 %

Berdasarkan hasil analisa XRF menunjukkan bahwa kadar MgO dalam sample adalah 44,06 % dan kadar CaO sebesar 1,49 maka MgCO3 dan CaCO3 adalah :

Kadar MgCO3 = (M MgCO3 / M MgO) x 44, 06 = 92, 53 % Kadar CaCO3 = (M CaCO3 / M CaO) x 1,49 = 2,66 %

Maka reaksi pembentukan MgO mencapai sempurna jika massa yang hilang dihitung berdasarkan persamaan aljabar sebagai berikut :

Total Massa Hilang = (Kadar CaO x RasioCaO) + (Kadar

MgO x Rasio MgO) = ( 2,66 x 44 /100 ) + ( 92,53

x 52,38 /100 ) = 1,17 + 48,46 = 49,63

Dengan berpedoman pada total massa hilang jika reaksi pembentukan MgO berjalan 100 % yaitu sebesar 49, 63 % maka kesempurnaan reaksi sebagai berikut:

Page 31: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

16 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 13-18

Tabel 2. Berat massa yang hilang dalam proses pembentukan MgO

No Waktu % berat massa yang hilang ( ukuran mesh )

- 4 + 8 - 8 + 20 - 20 + 40 - 40 + 80 - 80

1 1 jam 35,93 35,85 34,50 35,10 32,93

2 2 jam 36,75 36,68 35,86 36,53 34,20

3 3 jam 38,33 36,68 37,13 37,28 35,85

4 4 jam 39,67 37,42 38,48 41,48 37,35

5 5 jam 41,33 39,75 40,20 45,00 38,70

6 6 jam 41,33 43,35 47,18 47,03 44,78 Tabel 3. Prosentase reaksi proses pembentukan MgO

No Waktu % reaksi decarbonatasi ( ukuran mesh ) - 4 + 8 - 8 + 20 - 20 + 40 - 40 + 80 - 80

1 1 jam 72,39 72,23 69,51 70,72 66,34 2 2 jam 74,05 73,89 72,23 73,59 68,91 3 3 jam 77,22 74,50 74,52 75,11 72,23 4 4 jam 79,94 75,41 77,52 83,59 75,25 5 5 jam 83,27 80,09 80,99 90,67 77,98 6 6 jam 95,36 87,35 95,05 94,75 90,21

Analisis SEM

Dari hasil percobaan dengan menggunakan analisis SEM dapat diketahui bahwa struktur mikro dari bahan baku magnesit dan hasil proses pemanasan pada temperatur 700 °C sebagai berikut :

Gambar 1. Hasil SEM magnesit mentah

Gambar 2. Hasil SEM magnesit setelah menjadi MgO PEMBAHASAN

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa pada temperatur 700 °C reaksi pembentukan MgO dari magnesit berjalan dengan baik dimana proses reaksi pada waktu reaksi dapat berlangsung hingga 95% . Dari hasil percobaan pada

Page 32: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Proses Pemanasan Temperatur …../ Eko Sulistiyono| 17

temperatur 700 °C membuktikan bahwa pada temperatur tersebut telah memadai untuk dilakukan proses pembentukan MgO. Berdasarkan gambar dibawah menujukkan bahwa semakin lama waktu reaksi semakin sempurna proses pembentukan MgO, proses reaksi berlangsung sempurna pada waktu 6 jam. Namun demikian ukuran butiran tidak berpengaruh secara signifikan pada proses reaksi, dimana ukuran butiran -4 + 8 mesh dan -20 + 40 mesh menunjukkan hasil yang optimum dengan pencapaian 95 %. Kemudian pada ukuran buturan sangat halus yaitu dibawah 80 mesh reaksi justru berlangsung lambat, namun rendemen yang diperoleh tetap tinggi.

Gambar 3. Hubungan antara prosentase reaksi dengan ukuran butiran dalam proses pembentukan MgO dari magnesit pada temperatur 700 °C

Dengan melihat gambar SEM terlihat

bahwa struktur mineral magnesit terdiri dari mineral berongga sangat halus dan terdapat sedikit proses pengkristalan pada beberapa titik. Hal ini ditandai dengan terlihatnya rongga dan terlihat pula titik warna putih mengkilap yang berbeda dibanding yang lain. Dari gambar SEM pada Gambar 1 tersebut dapat diketahui bahwa magnesit alam permukaanya berongga. Rongga tersebut memungkinkan proses pelepasan gas CO2 berlangsung dengan baik sehingga luas permukaan atau ukuran butiran tidak berpengaruh pada proses reaksi. Kemudian setelah dilakukan proses pemanasan 700 °C terlilat dari foto SEM di Gambar 2 menujukkan bahwa

telah terbetuk struktur MgO. Fasa MgO dapat dilihat dari bentuk butiran yang tersusun dari lembaran-lembaran tipis mengidentifikasikan struktur dari MgO. Struktur dari MgO adalah berupa lembaran pipih yang tipis berbentuk segi enam ( heksagonal ).

Dari hasil reakap peak pada SEM juga terlihat bahwa unsur karbon telah berkurang dengan drastis. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi pelepasan gas CO2

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00

keV

0

800

1600

2400

3200

4000

4800

5600

6400

7200

Coun

ts

OKa

MgK

aSi

KaCl

KaCl

Kb

telah berhasil dengan baik. Adapun gambar peak SEM dapat ditunjukkan pada gambar di bawah :

Gambar 4. Peak SEM magnesit alam

0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00

keV

001

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

Coun

ts

CKa

OKa

MgK

aAl

KaSi

Ka

CaKa

CaKb

TiLl

TiLa

TiKa

TiKb

MnL

lM

nLa

MnK

aM

nKbFe

LlFe

La

FeKe

sc

FeKa

FeKb

Gambar 5. Peak SEM magnesit menjadi MgO

Dari gambar peak pada Gambar 2 terlihat bahwa peak karbon telah hilang kemudian muncul peak kalsium menujukkan bahwa reaksi telah berlangsung dengan baik. Dengan demikian proses pembentukan MgO dari magnesit dapat berlangsung dengan baik pada temnperatur 700 °C .

Page 33: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

18 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 13-18

KESIMPULAN 1. Dari hasil percobaan dapat diketahui

bahwa pada temperatur 700 °C reaksi pembentukan MgO dari magnesit berjalan dengan baik dimana proses reaksi pada waktu reaksi dapat berlangsung hingga 95 % .

2. Semakin lama waktu reaksi maka semakin sempurna proses pembentukan MgO, dimana diketahui proses reaksi berlangsung sempurna pada waktu 6 jam.

3. Ukuran butiran tidak berpengaruh secara signifikan pada proses reaksi, dimana ukuran butiran -4 + 8 mesh dan -20 + 40 mesh menunjukkan hasil yang optimum dengan pencapaian 95 %.

4. Struktur mineral magnesit terdiri dari mineral berongga sangat halus dan terdapat sedikit proses pengkristalan pada beberapa titik. Rongga tersebut memungkinkan proses pelepasan gas CO2

5. Reaksi pembentukan MgO telah terjadi hal ini dapat dilihat dengan munculnya bentuk serpihan segi enam hasil dari penampakan dengan menggunakan metode SEM .

berlangsung dengan baik sehingga luas permukaan atau ukuran butiran tidak berpengaruh pada proses reaksi.

DAFTAR PUSTAKA [1] A.M. Amer , “ Hydrometallurgical

Processing of Low Grade Egyptian Magnesite, ” Phycochemical Problems Mineral Process Journal, ISSN 1643-1049, 44 (2010 ) page 5 – 12 , Received December 20, 2008; reviewed; accepted March 16, 2009.

[2] Araceli Elisabet Lavat and María

Cristina Grasselli, “ Phase Evolution During Preparation of Spinel-Containing Refractory Cements, From Argentine Dolomite ,” AZojomo (ISSN 1833-122X) Volume 2 June 2007.

[3] Li-Zhai Pei, Wan-Yun Yin, Ji-Fen Wang, Jun Chen, Chuan Gang Fan , Qian Feng Zhang , “ Low temperature synthesis of magnesium oxide and spinel powders by a sol-gel process , ” Materials Research, version ISSN 1516-1439, Mat. Res. vol.13 no.3 São Carlos July / Sept. 2010, doi: 10.1590 / S1516 -14392010000300010.

[4] Maiko Isshiki1,Tetsuo Irifune1, Kei Hirose, Shigeaki Ono, Yasuo Ohishi, Tetsu Watanuki 5, Eiji Nishibori , Masaki Takata & Makoto Sakata , “ Stability of magnesite and its high-pressure form in the lowermost mantle , “ Jounal Nature 427, 60-63 (1 January 2004) doi:10.1038/nature02181; Received 23 April 2003; Accepted 4 November 2003.

RIWAYAT HIDUP Eko Sulistiyono, dilahirkan di Surakarta 22 Oktober 1968 , menyelesaikan pendidikan S-1 Teknik Kimia Universitas Diponegoro Tahun 1993. Telah bekerja di Pusat Penelitian Metalurgi - LIPI tahun 1995 sampai sekarang sebagai staf peneliti bidang metalurgi ekstraksi. Memiliki pengalaman penelitian bidang ekstraksi mineral industri terutama pasir kuarsa, dolomit , batu kapur dan mineral industri lainnya.

Page 34: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

PEMBUATAN BAJA LAPIS TITANIUM DENGAN METODA CLADDING

Sri Mulyaningsih dan Budi Priyono

Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI Kawasan Puspiptek Gd.470, Serpong 15314

Intisari

Telah dilakukan penelitian tentang baja lapis titanium dengan metoda mechanical cladding untuk meningkatkan ketahanan korosinya. Proses cladding dilakukan dengan menyusun secara berturut-turut pelat baja, tembaga dan titanium setelah sebelumnya dibersihkan permukaannya, kemudian diikat dan dipanaskan pada temperatur diatas temperatur austenit. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan temperatur pemanasan yaitu; 750, 800 dan 900 °C dan ditahan selama 1 jam. Proses cladding dilakukan menggunakan metoda mekanik yaitu di roll dalam keadaan panas. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa hasil proses cladding terbaik adalah pemanasan pada temperatur 900 °C yaitu hasil lapisan yang melekat merata pada semua sampel. Kata kunci : Cladding, Intermetalik, Pengerollan panas

Abstract

There has been done research on Steel and Titanium Cladding mechanical cladding method by mean hot rolled cladding for increasing its corrosion behavior. The cladding process was done by put the titanium, cuprum and steel layer by layer to united, than heat treated over the austenite temperature. The heat treatment temperature was varies from 750, 800 and 900 °C, holding time at 1 hour. Continue to the cladding process with allow the unite hot plate into the roll machine. The best result from the experiment is heat treating the sample at 900 °C which is show the cladding process inherent on the samples. Keywords : Cladding, Intermetalic, Hot roll PENDAHULUAN

Masalah korosi didaerah percik air laut (splash zone) merupakan permasalahan yang harus mendapatkan perhatian lebih karena daerah tersebut sangat korosif. Salah satu alternative penangulangan korosi di daerah splash zone adalah menggunakan baja yang dilapisi dengan titanium. Sebagaimana diketahui, titanium merupakan material yang sangat tahan terhadap korosi air laut.

Pelapisan titanium dipermukaan baja dilakukan dengan metoda cladding, yaitu menempelkan lembaran titanium diatas lembaran baja dengan cara dipanaskan. Ada beberapa metoda cllading yang biasa digunakan antara lain; laser cladding, explosive cladding dan cladding secara pemanasan mekanik. Penelitian ini hanya

menggunakan metode pemanasan mekanik, yaitu plat baja dan titanium dipanaskan kemudian diteruskan dengan proses pengerollan. LATAR BELAKANG TEORI

Pada proses cladding secara mekanik menggunakan roll permukaan logam yang akan dicladding dan logam dasarnya harus dibersihkan kemudian dilakukan proses pengerollan sehingga akan terjadi ikatan metalurgi antara logam yang di cladding dengan logam dasarnya. Akan tetapi, pada proses cladding menggunakan logam titanium atau titanium paduan biasanya tidak dapat melekat dengann baik dengan logam dasarnya. Hal ini disebabkan karena ketika titanium atau titanium paduan dan baja apabila dipanaskan, akan terbentuk senyawa Ti-Fe intermetalik dipermukaan

Page 35: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

20 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 19-24

interdifusi sehingga akan menurunkan efek shearing strength di permukaan cladding.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, biasanya digunakan inserting material seperti Mo, Nb, V dimana logam tersebut tidak memicu terjadinya senyawa intermetalik di daerah interdifusi. Akan tetapi logam-logam tersebut sangat mahal, titik lelehnya sangat tinggi dan keuletannya kurang sehingga seringkali pecah ketika dilakukan proses pengerollan. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan bahan insert material yang lain, yaitu Cu atau Al. Penelitian ini menggunakan

inserting material tembaga (Cu). Lembaran Cu diletakkan diantara titanium dan baja kemudian dipanaskan sehingga diharapkan akan terbentuk senyawa intermetalik TiCu3 yang mempunyai titik didih 880 °C, senyawa ini terbentuk akibat reaksi fasa padat antara Ti dan Cu. Diharapkan senyawa ini akan terbuang bersama oksida dipermukaan ketika terjadi proses roll sehingga seketika terjadi cladding antara titanium dan baja. Proses cladding yang terjadi seperti diilustrasikan pada Gambar 1[1].

Gambar 1. Proses terjadinya cladding antara titanium dan baja menggunakan insert material Cu .

PROSEDUR PERCOBAAN

Gambar 2. Diagram alir kerangka analitik penelitian

persiapan alat proses, pengujian dan karakterisasi

start

pengadaan bahan dan alat

riset disain

penelusuran literatur dan paten

proses cladding

karakterisasi

spesimen baja lapis Ti

penentuan parameter

Page 36: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Pembuatan Baja Lapis …../ Sri Mulyaningsih | 21

Persiapan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu memotong-motong plat baja, tembaga dan titanium dengan ukuran p x l = 5 x 15 cm2. Plat-plat tersebut kemudian bersihkan dengan menghilangkan kotoran dipermukaannya dan dilanjutkan dengan proses pickling sehingga permukaan benda kerja menjadi bersih dari karat dan aktif.

Plat-plat yan sudah bersih kemudian disatukan/ditumpuk dengan urutan sebagai berikut; plat baja, plat tembaga dan terakhir plat titanium. Supaya tumpukan plat menyatu dan tidak bergeser dilakukan pengelingan di ujung-ujung nya, lihat Gambar 3.

Benda kerja kemudian dipanaskan sebelum dilakukan pengerollan. Temperatur pemanasan divariasikan dari 750, 800, 850 dan 900 °C, kemudian ditahan selama 30 menit. Proses pengerollan dilakukan dengan memvariasikan tekanan. Pengamatan secara visual hasil pengerollan dapat dilihat pada Tabel 1.

Setelah proses pengerollan kemudian dilakukan pengukuran, dengan asumsi tidak terjadi perubahan volume sampel, penipisan plat dihitung sebagai hasil reduksi akibat proses pengerollan

Gambar 3. Plat baja, tembaga dan titanium disatukan dan dikeling ujung-ujungnya dengan kawat tembaga

Gambar 4. Plat sebelum dan sesudah di roll

Tabel 1. Pengamatan secara visual sampel hasil roll

No. Sampel Reduksi % Temperatur

pemanasan Hasil

1. Sampel A

Sampel B

Sampel C

4

750 °C

Melekat sebagian

5,5 Melekat tidak merata

6,5 Melekat hampir merata

2. Sampel A

Sampel B

Sampel C

4,5

800 °C

Melekat hampir merata

5,5 Melekat merata

6,5 Melekat merata

3. Sampel A

Sampel B

Sampel C

4,5

900 °C

Melekat merata

5,5 Melekat merata

6,5 Melekat merata

Page 37: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

22 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 19-24

rongga

Baja Cu Ti

Gambar 5. (a), (b), (c) Penampang melintang sampel hasil roll dengan pemanasan 750 °C dengan reduksi 4% ; 5,5% ; 6,5%

. 800 C

Gambar 6. (a), (b), (c) Penampang melintang sampel hasil roll dengan pemanasan 800 °C dengan reduksi 4,5% ; 5,5% ; 6,5%

Gambar 7. (a), (b), (c) Penampang melintang sampel hasil roll dengan pemanasan 900 °C dengan reduksi 4,5% ; 5,5% ; 6,5%

Sampel hasil roll kemudian dipotong untuk melihat penampang melintang plat hasil cladding menggunakan mikroskop. Gambar-gambar hasil pengerollan dapat dilihat pada Gambar 5, 6 dan 7.

Dari Gambar 5, diatas dapat dilihat bahwa sampel-sampel dengan pemanasan 750 °C hampir semuanya tidak dapat

melekat dengan baik. Dari semua sampel masih terdapat rongga atau celah yang menandakan bahwa proses pelekatan yang terjadi kurang baik. Dapat dilihat dari Gambar 5 (a) pada reduksi 4%, rongga yang terjadi cukup besar dan merata hal ini menunjukan pelekatannya kurang baik, meskipun secara visual (sebelum

Page 38: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Pembuatan Baja Lapis …../ Sri Mulyaningsih | 23

diperbesar) terlihat melekat dengan baik. Berturut-turut pada sampel (b) dan (c) ronggga yang ada relatif mengecil sehingga dapat diartikan sudah mulai terjadi proses pelekatan.

Pada Gambar 6 (a), (b), (c), rongga sudah hampir tidak terlihat, hampir semua sampel sudah melekat dengan baik. Plat tembaga (Cu) yang berfungsi sebagai inserting material masih melekat berada diantara plat baja dan titanium. Dengan demikian pada sampel yang dipanaskan 800 °C ini antara baja dengan titanium belum saling menempel dan belum terjadi proses cladding antara baja dan titanium. Hal ini bisa dipahami karena TiCu3 mempunyai titik leleh pada temperatur 880°C, maka ketika dilakukan proses pengrollan TiCu3

Gambar 7 merupakan hasil proses cladding dengan pemanasan 900 °C, dapat dilihat semua sampel sudah terjadi pelekatan. Bahkan untuk sampel (c) yaitu dengan deruksi 6,4% dapat dilihat bahwa tembaga sudah mulai menghilang, artinya pada sampel ini sudah mulai terbentuk pelekatan antara baja dengan titanium. Akan tetapi pelekatan ini belum sempurna, karena masih ada tembaga yang tersisa diantara baja dan titanium.

belum meleleh tidak dapat terpercik keluar meninggalkan baja dan titanium.

KESIMPULAN

Proses cladding secara hot roll antara titanium dan baja dapat dilakukan dengan menggunakan insert material Cu yang relatif murah. Proses yang digunakan sederhana sehingga dapat dikembangkan untuk diaplikasikan di industri kecil menengah. Hasil penelitian proses cladding ini dapat menghasilkan antara baja dengan titanium pada temperatur 900°C, dimana fasa TiCu3

telah meleleh sehingga dapat terpercik keluar meninggalkan baja dan titanium.

DAFTAR PUSTAKA [1] Akio Yamamoto, dkk, Development of

Hot-Rolled Titanium clad Steel coil by using liquid phase at Titanium-Steel interface for bonding, Nippon Steel technical report, 1994.

[2] US Patent 5060845-Method for manufacturing Titanium clad steel plat, 1991.

[3] Karl-Herman Richter, dkk, Laser cladding of Titanium alloy Ti6242 to restro damaged blades, proceeding of the 23rd the international Conggress on Apllication and Electro-optics 2004.

RIWAYAT PENULIS Sri Mulyaningsih, menyelesaikan pendidikan Strata 1 Jurusan Teknik Metalurgi di Jenderal Akhmad Yani pada tahun 1997. Lulus pendidikan Strata 2 Program Studi Ilmu Bahan Universitas Indonesia pada tahun 2006. Sejak tahun 1998 sampai dengan sekarang bekerja di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI.

Page 39: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

24 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 19-24

Page 40: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

ANALYSIS OF THE Mg-Ti-Fe ALLOY PREPARED BY HIGH ENERGY BALL MILLING AND ITS HYDROGEN CAPACITY

Hadi Suwarno Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy Agency

Gedung 20, Kawasan Puspiptek-Serpong, Tangerang Selatan 15310, Banten, Indonesia E-mail : [email protected]

Intisari

Hidrogen diprediksi akan menjadi sumber energy penting untuk masa depan. Menyimpan hidrogen dalam bentuk metal hidrid merupakan metoda yang cukup menarik untuk menyimpan hidrogen dalam bentuk padat. Logam paduan Mg-Ti-Fe berukuran nano partikel dibuat dengan menggunakan mesin high energy ball milling untuk maksud menyimpan hidrogen. Analisa menggunakan mesin sinar-X atas spesimen yang di-milling selama 30 jam menunjukkan bahwa paduan sintetis senyawa Fe2Ti dan FeTi dapat dibentuk, sementara tak teramati adanya senyawa Mg-Fe maupun Mg-Ti. Adanya Mg di dalam spesimen berfungsi sebagai katalis yaitu menyediakan ruang bebas untuk hidrogen agar berinteraksi dengan fasa Fe-Ti dan Ti membentuk senyawa metal hidrid. Kapasitas hidrogen sebesar 5,7 % berat pada suhu kamar dan sebesar 1,2 % berat pada suhu 70 °C memenuhi persyaratan suhu operasi untuk fuel cell tipe polymer electrolyte membrane (PEMFC). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa paduan Mg-Ti-Fe dapat dipromosikan sebagai bahan penyimpan hidrogen dalam bentuk senyawa metal hidrid.

Kata kunci : Ball milling energi tinggi, Paduan sintesis, Material penyimpan hidrogen

Abstract

Hydrogen will become a very important energy source in the near future. Storing hydrogen in the form of metal hydride presents a challenging method for solid hydrogen storage. The Mg-Ti-Fe alloy in the nanosize particles is prepared to develop a solid hydrogen storage material using a high energy ball milling. X-ray diffraction analyses of the specimen after 30 h of milling shows that the synthetic alloying of Fe2Ti and FeTi compounds can be formed and no Mg-Fe or Mg-Ti compounds are observed. The presence of Mg in the specimen act as a catalyst by providing free spaces for hydrogen to interact with Fe-Ti and Ti phases to form metal hydride. Hydrogen capacity of 5.7 wt% of the specimen at room temperature and of 1.2 wt% at a temperature of 70 °C fulfils the operating temperature of a polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC). It is concluded that the Mg-Ti-Fe alloy can be promoted as a new hydrogen storage material. Keywords : High energy ball milling, Synthetic alloying, Hydrogen storage material INTRODUCTION

Hydrogen storage vessels are very important in the aerospace and military technology. In the aerospace, hydrogen carries more energy than jet fuel, although liquid hydrogen is significantly less dense than petroleum. As a result, hydrogen fuels have not received a great deal of attention for aerospace propulsion. However, concerns with fuel economy are leading to a growing interest in the use of fuel cells

for aircraft auxiliary power and even propulsion[1] .

The U.S. Navy has developed a hydrogen-powered aircraft that can fly for nearly an entire day without refueling. The Ion Tiger is an unmanned air vehicle (UAV), stayed airborne for approximately 23 hours and 17 minutes, setting an unofficial endurance record for a flight powered by fuel-cell technology. The electric fuel cell propulsion system onboard the aircraft features a 550-Watt (0.75 horsepower) fuel cell that researchers

Page 41: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

26 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 25-32

say is 4 times more efficient than a comparable internal combustion engine[2] .

Hydrogen storage basically implies the reduction of the enormous volume of the hydrogen gas. 1 kg of hydrogen at ambient temperature and atmospheric pressure takes a volume of 11 m3. To increase the hydrogen density in a storage system either work must be applied to compress hydrogen, or the temperature has to be decreased below the critical temperature or finally, the repulsion has to be reduced by the interaction of hydrogen with another material. The second important criterion of a hydrogen storage system is the reversibility of the hydrogen uptake and release.

A fuel cell is an electrochemical energy converter that converts chemical energy of hydrogen and oxygen directly into DC electricity. Hydrogen used in a fuel cell can be stored in many ways as a gas, liquid, and solid. Metal hydride has become the most important form of storage in the hydrogen solid storage method. Metal hydrides have the potential for reversible on-board hydrogen storage and can release hydrogen at low temperatures and pressures. The optimum "operating P-T window" for polymer electrolyte membrane (PEM) fuel cell vehicular applications is in the range of 1-10 atm and 25-120 °C. This is based on using the waste heat from the fuel cell to "release" the hydrogen from the media.

Metals, intermetallic compounds and alloys react with hydrogen and form mainly solid metal-hydrogen compounds. Many of these compounds (MHn) show large deviations from ideal stoichiometry (n = 1, 2, 3) and can exist as multi-phase systems. The lattice structure is that of a typical metal with atoms of hydrogen on the interstitial sites. Magnesium, titanium and iron react with hydrogen at elevated temperature. By alloying the three components above by nanosize particles preparation a new multi component of metal hydride with higher density of storage and lower temperature and

pressure of reversibility hydrogen sorption is suggested to be obtained.

Magnesium has been studied for years due to its higher hydrogen capacity, absorbing up to 7.6 wt%[3-5]. Working with magnesium needs a special attention since it is difficult to cast at accurate desirable composition, especially by conventional melt-cast methods. The low melting point, the high vapor pressure, and the activity against oxygen are the major difficulties when alloying magnesium with other metals by melting methods. To solve the above problems, synthetic alloying with high energy ball milling has been introduced in this paper[6,7]. Magnesium, titanium and iron are considered to be candidate materials for hydrogen storage. Various Mg-based alloys and compounds have been studied to improve its hydriding temperature and rate of hydrogenation. Among those materials, Mg2Ni intermetallic compound is well known to form Mg2NiH4 hydride with a high reaction rate, and a hydrogen storage capacity of 3.6 wt%[8,9] . Unfortunately the hydriding-dehydriding rate of the alloy is relatively low at high temperature and therefore alloying of magnesium with other metal is considered. The intermetallic Ti-Fe compounds present a great interest for integrated energy storage application[10,11]. Unfortunately, these compounds need strict activation procedures prior to exhibiting fully reversible hydriding/ dehydriding cycles.

A new method by mechanical alloying in a high energy ball milling is proposed in order to solve the strict alloying condition. Nanoscale Mg-Ti-Fe alloy powder is prepared in a Spex 8000 type high energy ball milling and analyzed to study the interaction of the alloy formed with hydrogen and the results are presented in the paper. MATERIALS AND METHOD

The starting material consist of elemental crystalline powders of titanium

Page 42: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Analysis Of The …../ Hadi Suwarno| 27

purchased from Aldrich at a purity of 99.7% metal basis with a particle size of -100 mesh, magnesium purchased from Merck at a purity of 99.7% with a particle size of -325 mesh, and iron purchased from Aldrich at a purity of 97% with a particle size of -325 mesh. About 15 grams of Mg, Ti and Fe elements with the atomic ratio of Mg:Ti:Fe = 2:5:6, denoted as Mg2Ti5Fe6, is mixed together with stainless steel balls and then poured into a vial together with the toluene. The ball-to-specimen ratio is 8, and the milling is performed for 30 h at room temperature in the toluene solution. The vial is made of stainless steel with a diameter of 5.1 cm and 7.6 cm in length. The stainless steel balls are has a diameter of 12 mm. The vial is then put into a high energy milling (HEM) Spex type 8000. One cycle of milling of the Spex type 8000 consists of a normal blending speed of 4500 rpm, run time of 90 minutes, and an off time 30 minutes. This means that 10 h of milling needs 5 cycles of milling operation.

Hydriding experiment is conducted in a Sievert system developed by the author and can be operated under high vacuum condition with a maximum operating pressure of 1000 mbar. About 3 grams of Mg2Ti5Fe6 milled powder is put into the hydriding system and then annealed for 1 h at temperature of 430 °C for removing the toluene from the powder and recrystallization. After cooling down to room temperature the weight of Mg2Ti5Fe6 powder is measured. To avoid direct contact of the powder with air during removal of the powder from the system for weighing purposes, ultra high purity argon is admitted to the system. Hydrogen absorbed in the specimen can be calculated from the pressure changes in the system during measurements.

The quality and quantity of the phases formed are analyzed using an x-ray diffractometer (XRD), Philip, type PW 1710, with Cu as the anode tube and λ = 1.5406 Å. Continuous scanning is conducted at 0.02° step size and 0.5

second/step. The scanning results are analyzed using Rietveld method developed by Fuji Izumi[12] . RESULTS AND ANALYSIS

Figure 1 shows the XRD refinement result of the Mg-Ti-Fe powders before milling and Table 1 shows the criteria of fit (R factor) and goodness of fit (S) of the analyses. It is exhibited in the figure that the peaks consist of pure Mg, Ti and Fe metals with the mass fractions of Mg, Ti and Fe equal to 10.7 wt%, 35,9 wt% and 53,4 wt%. This composition is equal to the original weighing portion of the specimen for Mg2Ti5Fe6. The XRD result is supported by the data for criteria of fit (Rwp) and goodness of fit (S) for Mg, Ti and Fe, as presented in Table 1, where the (S) value is 1.05, a precise value referring to the Izumi method.

Figure 1. The refinement result of the XRD profile for Mg-Ti-Fe before milling

Figure 2 shows the XRD refinement

result of the Mg-Ti-Fe powders after 30 h of milling and annealing at 430 °C. It is shown that new phases appear identified as FeTi and Fe2Ti, while the peaks of Mg and Ti almost disappear. No Mg-Ti and Mg-Fe phases are observed in the figure, though Mg and Ti form binary phases. In the case of Mg metal refinement cannot be made and it is suggested that most of all Mg is transformed into amorphous state and all the Ti metal is transformed into new Fe-Ti phases. It is shown in Table 2, the

Page 43: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

28 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 25-32

calculation result of the S value is 1.24, referring to the Izumi method. Quantitative analyses of the milled specimen show that the specimen consists of FeTi, Fe and Fe2Ti with the mass fractions of 22.5 wt%; 56.4 wt% and 21.1 wt%, respectively.

Previous experiments conducted by the author on Mg-Ti and Mg-Fe alloys also support the current experiment, where to form Mg-Ti phases needs a special treatment and no Mg-Fe phases could be formed even after 100 h of milling[7,18] .

Mechanical ball milling is the most typical processing technique for producing nanosize particles, including for magnesium based alloys[19,20] . Upon milling, repeated collisions between the balls and the powders will induce mechanical deformations, introduce strain into powder and, as a result, fracture the crystallites into smaller pieces down to the nanometer range. Theoretically, repeated cold welding and fracture events minimize the diffusion distance between each compound, allowing the formation of alloys with unique chemical, physical and mechanical properties. In the current experiments, no new phases of Mg-Ti and Mg-Fe, and only Fe-Ti phases are formed. This means that many advantages can be obtained from working with a high energy mechanical ball milling.

During milling for up to 30 h some of the Fe particles react with Ti to form FeTi and Fe2Ti phases under the suggested reaction bellows: 2Mg + 5Ti + 6Fe Fe2Ti + FeTi

+ 3Fe + 2Mg (amorph.) + 3Ti (amorph.) This suggestion is based on the mass fractions obtained by refinement result as presented in Figure 2.

Figure 3 shows the refinement result of the XRD profile for the Mg2Ti5Fe6 annealed powders after hydriding at room temperature.

Figure 2. The refinement result of the XRD profile for Mg-Ti-Fe after 30 h of milling

It is exhibited that on hydriding all the

Fe-Ti phases are transformed into β-Ti4FeH8.5. Quantitative analyses of the specimen obtained that the specimen consisted of the β-Ti4FeH8.5, Fe, and TiH2 phases with the mass fractions of 16.7 wt%; 12.2 wt% and 71.1 wt%, respectively. Therefore, the hydriding reaction of the specimen could be written as follows:

Fe2Ti + FeTi + 3Fe + Mg (amorph.) + 3Ti (amorph.) + H2 β-Ti4FeH8.5 +

TiH2 + 5Fe + Mg (amorph.)

Figure 3 also shows that the major component of the specimen is TiH2, an indication that the formation of this compound is contributed mainly from the Ti amorphous state with a little part from the decomposition of the Fe2Ti phase. Consequently, the formation of β-Ti4FeH8.5 compound should be from the FeTi phase. The absence of Mg-H and Fe-H phases in the specimen is rather unusual and is suggested to play an important role as a catalyst. The presence of Mg and Fe in the specimen provides plenty of spaces that made hydrogen to react easily with FeTi and Ti.

The refinement result of the crystal structure of TiH2 and β-Ti4FeH8.5 phases as presented in Table 3 shows that the goodness of fit, S = 1.27, is in good agreement, referring to the Izumi method.

Page 44: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Analysis Of The …../ Hadi Suwarno| 29

Figure 3. The refinement result of the XRD profile for hydrided Mg2Ti5Fe6

Table 1. Criteria of fit (R factor) and goodness of fit (S) data for Mg, Ti and Fe phases

Mg Phase [13] Ti Phase [14] Fe Phase [15] Space group: P63/mmc (194) Crystal system: hexagonal Lattice parameters : a = b = 3.216(1) Å, and c = 5.218(1) Å

Space group: P63/mmc (194) Crystal system : hexagonal Lattice parameters : a = b = 2.951(8) Å, and c = 4.668(1) Å

Space group: Im3m (229) Crystal system : hexagonal Lattice parameters : a = b = 2.8644(3) Å, and c = 2.8644(3) Å

R factor Rwp = 21.03 Rp = 20.11 S = 1.05 RI = 10.24 RF = 8.08 RI = 17.83 RF = 10.0 RI = 10.18 RF = 9.21

Table 2. Criteria of fit (R factor) and goodness of fit (S) for FeTi and Fe2Ti phases after 30 h of milling

FeTi Phase [16] Fe2Ti Phase [17] Space group : Pm3m (221) Crystal system : cubic Lattice parameters : a = b = c = 3.070(6) Å

Space group : P63/mmc (194) Crystal system : hexagonal Lattice parameters: a = b = 4.920(1) Å, dan c = 8.304(1) Å

R factor Rwp = 29.82

Rp = 19.37

S = 1.24

Table 3. Criteria of fit (R factor) and goodness of fit (S) for TiH2 and β-Ti4FeH8.5

TiH2 Phase [21] β-Ti4FeH8,5 Phase [22] Space group : Fm3m (225) Crystal system : cubic Lattice parameters : a = b = c = 4.237(3) Å

Space group : Pm3m (221) Crystal system : cubic Lattice parameters : a = b = c = 4.263(8) Å

Factor R Rwp = 35.16 Rp = 26.28 S = 1.27

Page 45: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

30 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 25-32

Zalusk1 noted that the presence of Fe2Ti compound will disturb the formation of ternary FeTiH2

[23]. It can be seen from the XRD result where only β-Ti4FeH8,5 phase is formed and no ternary FeTiH2 identified. To convert the Fe2Ti into FeTi an annealing process at temperature of 1000oC is required. No further treatment is conducted in this experiment due to the lack of equipment.

Figure 4 shows the P-c-T diagram of the specimen during hydriding processes at room temperature (28 °C) and 70 °C. It is showed that the curve inflected sharply at the temperature of 70 °C, at the maximum H/M of about 1 wt%. In the case of hydriding at room temperature, the specimen absorbs hydrogen at a high capacity, about 5.7 wt%. Two plateau pressures are observed at a pressure of about 150 mbar, which is suggested from the TiH2 (the longer plateau pressure) and at pressure of about 700 mbar from the β-Ti4FeH8,5 phase. It is easily understood because the mass fraction of the TiH2 phase in the specimen is much higher than that of the β-Ti4FeH8,5 phase.

Compared to the FeTi experimental results done by Zaluski[11,24], where less than 1 wt% Pd was added into the FeTi specimen and the maximum atomic ratio of H/M ≈ 1.8 wt%, the present result exhibits better properties, i.e. absorbing more hydrogen at room temperature (calculation in the form of atomic mass ratio of H/M cannot be conducted in the present experiment). The presence of Mg in the Fe-Ti specimen seems to play a more effective role compared to Pd. From Figure 4 it is shown that the hydrogen capacity of the Mg2Ti5Fe6 specimen at a temperature of 70 °C reduces sharply compared to that at room temperature. Referring to the current experimental results, the specimen can be promoted as a candidate for hydrogen storage material.

0100200300400500600700800900

1000

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0H/M, wt%

P, m

bar

28 oC

70 oC

TiH2

β−Ti4FeH8.5

Figure 4. P-c-T diagram of the Mg2Ti5Fe6-H at room temperature and 70 °C

CONCLUSION AND FURTHER WORKS

Hydriding experiments of the Mg2Ti5Fe6 nanosize powders have been successfully conducted at temperatures of 28 °C and 70 °C. The high hydrogen capacity of the specimen fulfills the demand of the optimum "operating P-T window" for polymer electrolyte membrane (PEM) fuel cell vehicular applications, i.e. at a temperature range of 25-120 °C.

Further plans in the form of hydriding-dehydriding cycles at a varied temperatures are being conducted in order to support the current results. In addition, a prototype hydrogen storage vessel is also being developed.

ACKNOWLEDGEMENT

The author would like to express his great thanks to the State Minister of Research and Technology, KNRT, for the financial support under the Incentive Program, fiscal year 2007-2009 and to PT. BATAN Teknologi for providing facilities and supports for this research program. Thanks are also addressed to the Director of the Center for Nuclear Fuel Technology as well as the Director of the Center for Technology of Nuclear Industry Materials, BATAN.

Page 46: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Analysis Of The …../ Hadi Suwarno| 31

REFERENCES [1] “Quantum Teams with Boeing to

Advance Hydrogen Storage Technologi-es”, http://www.internetautoguide.com/auto-news/25-int/35252/index.html

[2] “Hydrogen-Powered Military Aircraft Achieves Records”, http://www.foxnews.com/scitech/2009/10/14/hydrogen-powered-military-aircraft-achieves-record/

[3] J.L. Bobet, B. Chevalier, B. Darriet, “Effect of Reactive Mechanical Grinding on Chemical and Hydrogen Sorption Properties of the Mg+10wt% Co Mixture”, J. Alloys Comp., vol. 330–332, 2002, pp. 738-742.

[4] H. Imamura, Y. Takasue, T. Akimoto, S. Tabata, “Hydrogen Absorbing magnesium Composite Prepared by Mechanical Grinding with Graphite: Effect of Additives on Composite Structures and Hydriding Properties”, J. Alloys Comp., vol. 293–295, 1999, pp. 564-568.

[5] H. Takamura, T. Miyashita, A. Kanegawa, M. Okada, “Grain Size Refinement in Mg-Al Based Alloy by Hydrogen Treatment“, J. Alloys Comps., vol. 356-357, 2003, pp. 804-808.

[6] H. Suwarno, W.A. Adi, A. Insani, “The Mechanism of Mg2Al3 Formation by Mechanical Alloying“, Atom Indonesia, vol. 35, no. 1, 2009, pp. 11-18.

[7] H. Suwarno, “Hydrogen Absorption Properties of the Mg-Ti Alloy Prepared by Mechanical Alloying”, Proc. the 11th Int. Conf. on QiR (Quality in Research), Fac. of Eng., Univ. of Indonesia, Depok, Indonesia, 3-6 Aug. 2009, pp. 1-4.

[8] H. Suwarno, ”Preparation and character-ization of Mg2NiH4 for Hydrogen Storage”, Indonesian Journal of Material Science, Dec. 2008, Special Edition, pp. 153-157.

[9] L. Zaluski, A. Zaluska, J.O. Strőm-Olsen, “Hydrogen Absorption in Nanocrystalline Mg2Ni Formed by Mechanical Alloying”, J. Alloys Comps., vol. 217, 1995, pp. 245-249.

[10] M. Bouodina, D. Fruchart, S. Jacquet, L. Pononnier, J.L. Soubeyroux, “Effect of Nickel Alloying by Using Ball Milling on the Hydrogen Absorption Properties of TiFe“, J. Alloys Comps., vol. 24, 1999, pp. 885-890.

[11] L. Zaluski, A. Zaluska, P. Tessier, J.O. Strőm-Olsen, R. schultz, “Effect of relaxat-ion on Hydrogen Absorption in Fe-Ti Produced by Ball Milling“, J. Alloys Comps., vol. 227, 1995, pp. 53-57.

[12] F. Izumi, “A Rietveld-Refinement Program RIETAN-94 for Angle-Dispersive X-Ray and Neutron Powder Diffraction”, National Institute for Research in Inorganic Materials 1-1 Namiki, Tsukuba, Ibaraki 305, Japan, Revised on June 22, 1996.

[13] H.E. Swanson, J.C. Fe Reports, National Bureau Standard Report, 1951.

[14] R. Sailer, G. Mc Crathy, North Dakota State Univ., North Dakota, USA, ICDD Grand in Aid, 1993.

[15] H.E. Swanson, “Standard X-ray Diffraction Powder Pattern“, US. Dept. Of Commerce, NBS, vol. 1-10, 1953-1960.

[16] A.E. Dwight and M.V. Nevitt, “Studies on Transition, Metal Intermediate Phases“, ANL-6099, Annual Report for Metallurgy Division, Argonne National Laboratory, vol. 260, 1965.

[17] G.R. Speich, “Decomposition of Austenite by Diffusional Process“, Trans. Am. Inst. Min. Eng., vol. 224, 1962, pp. 850.

[18] H. Suwarno, “The Formation of Mg2FeH6 Compound from nanocrystalline Mg-Fe System“, Proc. Int. Conf. on Mater. and Metal. Techn.

Page 47: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

32 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 25-32

2009 (ICOMMET 2009), Mater. And Metal. Eng. Dept., Fac. of Industrial Techn., Sepuluh Nopember Inst. of Techn., Surabaya, June 24-25, 2009, pp. MM18-20.

[19] J.C. Crivello, T. Nobuki, S. Kato, M. Abe, T.Kuji, J. Advanced Science, vol 19, 3-4(2007)3.

[20] S. Rousselot, M.P., Bichat, D. Guay, L. Rou’e, L., “Structure and Electronic Behaviour of Metastable Mg50Ti50 Alloy Prepared by Ball Milling”, J. Power Sources, vol. 175, 2008, pp. 621-624.

[21] R.L. Crane, S.C. Chattoraj, M.B. Strope, “A Room Temperature Polymorphic Transition of Titanium Hydride“, J. Alloys Comp., vol. 25, no. , 1971, pp. 225-227.

[22] B. Ruup, Institute fur Physikalische Chemie der UniversitatWien, Vienna, Austria, Private Communication, 1985.

[23] L. Zaluski, A. Zaluska, P. Tessier, J.O. Ström-Olsenm, “Nano Crystalline Metal Hydride“, J. Alloys Comp., vol. 253-254, 1997, pp. 70-79.

[24] L. Zaluski, A. Zaluska, P. Tessier, J.O. Ström-Olsenm R. Schulz, “Catalytic Effect of Pd on Hydrogen Absorption in Mechanically Alloyed Mg2Ni, LaNi5 and FeTi“, J. Alloys Comp., vol. 217, 1995, pp. 295-300.

Page 48: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

PROSPEK PADUAN MAGNESIUM UNTUK APLIKASI BIOMEDIS

Yusuf Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI

Kawasan Puspiptek Gd.470, Serpong 15314 E-mail: [email protected]

Intisari

Paduan magnesium memiliki prospek yang sangat baik sebagai material untuk aplikasi biomedis. Sifatnya yang ringan, kuat, kaku dan mudah dikerjakan sangat menarik untuk aplikasi apapun. Sedangkan sifatnya yang ramah dan bersahabat dengan cairan dan organ tubuh menjadi unggulan untuk aplikasi biomedis. Hasil interaksi antara logam magnesium dengan cairan tubuh menghasilkan magnesium khlorida tidak meracuni tubuh dan dengan mudah dikeluarkan dari tubuh lewat air seni. Sifatnya yang reaktif dan mudah terkorosi mendapat tempat sebagai material implan yang biodegradabel. Sifat ini sangat cocok untuk kebutuhan implan yang bersifat sementara, seperti pen atau baut penahan tulang yang patah. Keberadaan pen atau baut itu bersifat sementara dan harus diambil sesudah patah tulangnya berhasil dipulihkan. Pengambilan implan ini harus dilakukan dengan tindakan operasi yang agak merepotkan. Paduan magnesium yang dirancang larut pada saat patah tulang pulih, akan menghindari pengambilan pen atau baut tadi. Untuk aplikasi biomedis dalam bentuk implan yang permanen, paduan magnesium memerlukan perlakuan khusus. Paduannya sendiri bisa ditambah dengan unsur untuk menambah ketahanan korosi seperti zirkon atau kalsium. Untuk lebih meningkatkan ketahanan korosinya, paduan magnesium dapat diberi berbagai macam lapis lindung. Mulai dari lapis oksida, lapis logam, lapis polimerhingga lapis keramik. Metode pelapisannyapun bisa sederhana semacam konversi kimia, elektrolisa anodisasi, semprot dingin, lapis plasma, hingga pelapisan canggih berskala nano semacam self assembled monolayer (SAM). Kata kunci : Magnesium, Paduan, Biomedis, Implan, Korosi, Lapis lindung

Abstract

Magnesium alloys have a good prospect as materials for biomedical aplications. Their character as light, strong, stiff and good workability materials looks very interesting for many applications. On top of these characters, their compatibility with body liquids and human organs will become advantages in their biomedical applications. Reaction products between a magnesium metal and body liquids will produce a magnesium chloride solution which is not harmful to human body and will be secreted out from the human body through the urine solution. Their character as reactive and corrosive materials is finding its role as biodegradable temporaly implants, like temporary pin and scrscrews to connect broken bones. The pin and screws are only needed as a temporary tools before the bones are growth and connected again. The pin and screws should be removed from human body, usually by surgery. With a certain magnesium alloy as a biodegradable material the pin and screws can be left and degrade in the human body. quirFor the biomedical application as permanent implants, the alloys require a rather special treatment to improve its corrosion resistance through alloying and protective coatings. Addition of zircon or calcium are known to improve the corrosion resistance. The protective coating might be one of the following materials: oxide,metal, polymer or ceramic. The coating method also varied from a simple chemical conversion or anodizing up to a sophisticated nano scale technology such as a self assembled monolayer (SAM) method. Keywords : Magnesium, Alloy, Biomedical, Implant, Corrosion, Coating PENDAHULUAN

Kemajuan dunia medis telah meningkatkan usia harapan hidup dengan cukup signifikan. Di negara-negara maju makin banyak orang yang mampu

mencapai usia di atas 60 tahun atau bahkan di atas 70 tahun. Peningkatan jumlah orang dengan katagori lanjut usia ini sering menimbulkan masalah dalam hal kesehatan dan kinerja fisiknya.

Page 49: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

34 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 33-40

Salah satu masalah yang umum dijumpai pada orang lanjut usia adalah rusak atau berkurangnya fungsi tulang dan sendi. Tulang yang keropos dan patah serta sendi yang lemah fungsi adalah contoh masalah yang sering dihadapi.Untuk mengatasi masalah ini sering dibutuhkan komponen pengganti tulang dan sendi tadi. Tentunya harus dipilih material yang cocok untuk dibuat komponen pengganti itu.

Material yang kemudian dikenal sebagai bio-material,material biomedis atau material biokompatibel itu mulai memperoleh perhatian luas dalamkegiatan riset di Negara-negara maju. Sayangnya hingga kini belum ditemukan material yang benar-benar cocok untuk dikembangkan pemakaiannya secara meluas.

Di samping masalah kesesuaian sifat, pengembangan material biomedis masih menghadapi masalah biaya yang tinggi dan atau proses manufaktur yang cukup rumit. Paduan magnesium sebagai material yang ringan dan kuat memiliki sifat yang mendekati ideal sebagai material biomedis. Ini masih ditambah dengan biaya yang relative murah dan proses manufaktur yang relative sederhana.

Tulisan ini akan menyajikan potensi paduan magnesium sebagai material yang dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan biomedis. Tulisan ini disusun dari berbagai literature yang berkait dengan sifat-sifat dan kemudahan manufaktur dari paduan magnesium. Literatur itu digabung dengan hasil penelitian material biomedis untuk melihat potensi dan kelayakan paduan magnesium untuk diaplikasikan di bidang ini. MATERIAL BIOMEDIS

Material biomedis yang akan dijadikan komponen implant (pengganti bagian tubuh manusia) harus memiliki kecocokan dengan kondisi tubuh manusia dan kemungkinan perlakuan medis terhadap tubuh manusia yang bersangkutan. Ada

tiga sifat penting yang perlu dimiliki oleh material biomedis, yaitu: (1) tidak meracuni tubuh, (2) tidak terkorosi oleh cairan tubuh dan (3) tidak bersifat magnetik. Kalau bagian tubuh yang digantikan adalah sesuatu yang konstruktif seperti tulang atau sendi, maka diperlukan sifat mekanik yang sesuai dengan organ asalnya.

Sifat tidak meracuni tubuh dan tidak terkorosi oleh cairan tubuh merupakan persyaratan yang sangat menjadi perhatian oleh orang-orang yang bekerja di bidang medis. Sifat tidak meracuni tubuh juga harus dilengkapi dengan sifat tidak karsinigenik atau menimbulkan kanker. Sementara persyaratan tidak bersifat megnetik baru muncul akhir-akhir ini ketika makin banyak peralatan medis yang berbasis elektromagnetik seperti peralatan MRI, CT scan dan berbagai peralatan canggih yang lain.

Ketiga persyaratan itu telah menyingkirkan tiga logam paling populer dalam bidang konstruksi, yaitu besi, aluminium dan nikel dari dari unsur pembentuk material biomedis. Aluminium dan nikel dianggap dapat meracuni tubuh, sementara besi dianggap sebagai pembawa sifat magnetik. Penggantinya tentu saja unsur-unsur logam yang mahal dan langka seperti kobalt, molibdenum atau bahkan renium.

Tentu akan menarik apabila dapat diketemukan suatu material yang relatif murah, mudah dikerjakan dan mampu memenuhi persyaratan sebagai material biomedis. Dari sisi mekanik dan pengerjaan, paduan magnesium cukup memenuhi syarat. Dari sisi mekanik logam ini sangat menarik. Sangat ringan, hanya 25% dari berat besi dan 70% dari berat aluminium untuk volume yang sama, paduan magnesium memiliki kekuatan yang sama dengan kekakuan yang lebih baik dari besi dan aluminium. Pengerjaannyapun tidak terlalu sulit.

Dari sisi kecocokan dengan cairan dan organ tubuh, magnesium dianggap sangat ramah dan bersahabat, hampir seperti

Page 50: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Prospek Paduan Magnesium …../ Yusuf | 35

kalsium yang menjadi pembentuk tulang. Tetapi magnesium adalah logam yang sangat mudah terkorosi. Mungkinkah kelemahan ini diatasi? Atau apakah kelemahan ini justru merupakan keunggulan untuk aplikasi tertentu. Ternyata magnesium telah mulai digunakan untuk berbagai keperluan biomedis justru dengan memanfaatkan sifatnya yang sangat reaktif dan korosif tadi. Sifat ini dimanfaatkan untuk membentuk komponen biomedis yang biodegradable. Ini digunakan untuk bahan implant yang bersifat sementara[2]

Bagaimana dengan implant yang bersifat permanen? Tentu kita harus bisa meningkatkan ketahanan korosinya. Untuk itu kita dapat belajar dari upaya penanggulangan korosi paduan magnesium untuk keperluan otomotif, nuklir dan ruang angkasa

.

[1]

.

PADUAN MAGNESIUM

Logam magnesium dan paduannya mulai digunakan secara luas di bidang otomotif, penerbangan dan teknologi ruang angkasa. Di bidang otomotif, magnesium dijadikan andalan pengurang bobot kendaraan yang pada gilirannya kan memungkinkan penghematan bahan bakar. Penggunaan lebih luas dapat dilihat pada konstruksi mobil-mobil balap Formula 1. Perluasan pemakaian ini tentu didasarkan pada sifat unggul magnesium yang ringan dan kuat.

Dalam bidang penerbangan dan teknologi ruang angkasa, paduan magnesium juga sangat diminati karena sifatnya yang ringan dan kuat. Banyak komponen helikopter dan pesawat udara menggunakan paduan magnesium. Sifatnya sebagai logam yang ringan dan kuat sangat membantu merancang kendaraan peralatan ruang angkasa menjadi kompak dan efisien. Pengerjaannyapun relatif mudah. Keperluan untuk wahana angkasa luar tentu lebih mendambakan sifat yang sangat ringan dan kuat tadi.

Untuk lebih meningkatkan keunggulan sifat mekanik magnesium dan memudahkan pengerjaannya, sering dilakukan penambahan unsur-unsur pemadu. Maka dikenallah berbagai paduan magnesium, misalkan paduan AZ untuk penambahan aluminium dan seng. Tipe AM untuk penambahan aluminium dan mangan, dan seterusnya.

Di samping penambahan unsur pemadu, perbaikan sifat mekanik juga dilakukan dengan perbaikan cara pengerjaan. Dewasa ini mayoritas komponen paduan magnesium dikerjakan dengan sistem die-casting. Tetapi saat ini sedang dikembangkan pengerjaan dengan metoda tempa untuk memperkecil porositas dan kecenderungan terjebaknya gas di dalam paduan magnesium.Produk tempa akan memberi sifat mekanis yang jauh lebih baik[3]

Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan logam dan paduan magnesium adalah masalah korosi

.

[6,10]

Logam reaktif seperti magnesium ini akan sangat mudah teroksidasi, apalagi kalau terhubung dengan logam yang kurang reaktif atau lebih mulia

. Baik korosi galvanik maupun korosi yang bersifat umum. Sebagai logam yang terletak di bagian kiri dari deret Volta, magnesium adalah logam yang sangat reaktif, yang rektivitasnya hanya kalah dari logam-logam non konstruksi seperti kalium, natrium dan kalsium. Unsur yang hanya dianggap logam dalam ilmu kimia (logam alkali dan alkali tanah), tetapi tidak dianggap logam dari sisi mekanik dan metalurgi.

[10,13]

Secara makro, sifat reaktif magnesium ini digunakan sebagai pelindung korosi

. Untuk magnesium, ini bisa berarti logam apa saja. Dan logam yang lebih mulia dari besi sangat mendorong oksidasi magnesium. Oksidasi tidak hanya terjadi pada hubungan secara makro, tetapi juga terjadi pada paduan magnesiumnya sendiri. Gambar 1 menunjukkan pengaruh logam-logam non reaktif terhadap paduan magnesium.

Page 51: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

36 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 33-40

dalam bentuk anoda korban atau sacrificial anode. Magnesium secara teknis adalah anoda korban yang unggul dibanding seng ataupun aluminium. Tegangan lindung yang lebih tinggi menjadikan magnesium sebagai anoda korban yang harus dipilih untuk kondisi korosif tertentu. Berat jenis maupun berat atom magnesium juga lebih rendah dari seng dan aluminium sehingga kebutuhan berat anoda korban juga lebih rendah. Tetapi harga magnesium memang lebih tinggi.

Gambar 1. Pengaruh logam pengotor terhadap ketahanan korosi paduan magnesium

Secara mikro, paduan magnesium yang

mengandung logam-logam non reaktif seperti tembaga, nikel atau besi akan membentuk pasangan galvanis yang memicu korosi pada matriks magnesiumnya. Tetapi penambahan unsur-unsur tadi sering diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat mekanis tertentu. Yang harus dilakukan adalah mengurangi

unsur-unsur pemicu korosi ini hingga tingkat yang minimal. Ini telihat pada standar paduan magnesium yang sangat membatasi unsur-unsur pemicu korosi tadi. Lihat beberapa contohnya di Tabel 1.

Berbeda dengan unsur tembaga, nikel dan besi, beberapa unsur tidak menambah kecenderungan korosi. Contohnya: aluminium, mangan, silikon, timbal dan timah. Beberapa unsur bahkan ditemukan sebagai pencegah jenis korosi tertentu. Salah satunya adalah unsur zirkon. Penambahan Zr sebesar 0,42% ternyata dapat melindungi paduan magnesium dari korosi sumuran yang sering disebabkan oleh media mengandung ion khlorida[5]

Salah satu cara untuk mengatasi kecenderungan korosi galvanis ini adalah dengan memberi lapis lindung

. Hal ini diperlihatkan dengan jelas dalam Gambar 2.

[11,13]

. Ada tiga jenis lapis lindung yang biasa diterapkan pada peduan aluminium,yaitu: (1) lapis khromat, (2) lapis oksida atau lapis anodizing dan (3) lapis semprot dingin. Lapis khromat biasa dilakukan pada lapis seng atau kadmium. Lapis oksida biasa dilakukan pada logam atau paduan aluminium. Sedangkan lapis semprot dingin dimaksudkan untuk memberi lapis aluminium pada permukaan paduan magnesium. Cara ketiga ini tidak bisa dilakukan untuk aplikasi biomedis karena sifat aluminium yang agak bersifat racun terhadap tubuh manusia.

Tabel 1. Komposisi kimia berbagai paduan magnesium

Page 52: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Prospek Paduan Magnesium …../ Yusuf | 37

Gambar 2. Pengaruh penambahan Zr pada paduan Mg[5]

. Kiri (Zr 0%) sangat terkorosi, tengah (Zr 0,33%) korosi mulai berkurang dan kanan (Zr 0,42%) hampir bebas korosi

PADUAN MAGNESIUM UNTUK APLIKASI BIOMEDIS

Ada dua jenis pemakaian logam dan paduan magnesium untuk aplikasi biomedis[4]. Pertama untuk implant yang bersifat sementara. Kedua untuk implant yang bersifat tetap atau permanen. Kedua aplikasi ini memanfaatkan sifat logam magnesium yang sangat ringan, kuat dan mudah dibentuk. Kedua aplikasi juga memanfaatkan sifat magnesium yang ramah dan bersahabat dengan tubuh manusia[16]

Untuk implant yang bersifat sementara, paduan magnesium memiliki keunggulan dari sifat sangat mudah terkorosi. Contoh dari aplikasi ini adalah pen dan baut yang digunakan untuk menjaga posisi tulang selama tindakan ortopedis. Biasanya pen atau baut itu harus diambil setelah tindakan ortopedis selesai. Pengambilan ini memerlukan tindakan operasi yang agak merepotkan. Dengan bahan dari magnesium pen atau baut itu akan larut oleh cairan tubuh dan tidak perlu diambil.

. Sifat yang juga dimiliki oleh kalsium sebagai unsur pembentuk tulang.

Meskipun larut di cairan tubuh, kelarutannya harus merata dan meninggalkan struktur yang tetapkokoh. Dalam hal ini unsur kalsium dianggap sebagai unsur pemadu yang cocok untuk paduan magnesium. Bahan biomedis yang juga dikenal dengan istilah material bio degradable ini memiliki aplikasi yang

cukup luas, antara lain untuk bahan cincin (ring atau stents) pada pembuluh darah. Bahan untuk cincin ini dibuat dari polimer, logam atau logam yang dilapis polimer. Bahan logam yang terpilih untuk aplikasi ini adalah magnesium atau paduannya.

Untuk implant yang permanen, ketahanan korosinya harus sangat ditingkatkan. Seperti juga pada paduan magnesium untuk aplikasi non medis, ketahanan korosi ini dapat ditingkatkan dengan penyempurnaan paduan dan pemberian lapis lindung. Penyempurnaan paduan antara lain dilakukan dengan penambahan zirkon. Sementara lapis lindung dapat dilakukan dengan lapis khromat, lapis oksida (anodizing), lapis polimer atau keramik[14]

Untuk lapis polimer harus dihindari bahan-bahan polimer yang karsinogenik. Sedangkan untuk lapis keramik banyak dikembangkan bahan yang menyerupai pembentuk tulang, yaitu hidroapatit. Bahan keramik yang juga sedang menjadi perhatian adalah bahan berbasis titanium. Di samping bahan yang digunakan, metode pelapisannya juga sedang dalam pengembangan. Pembentukan lapis organik nano

.

[7,12]

dengan metode self assembled monolayer (SAM) yang mulai digunakan untuk mengendalikan korosi pada paduan biodegradabel mungkin bisa dimodifikasi untuk implant yang permanen.

Page 53: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

38 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 33-40

Gambar 3. Pengaruh SAM[12]

pada paduan Mg (1) kiri: paduan Mg tanpa pelapis, (2) kanan paduan Mg dengan lapis SAM

PENGEMBANGAN MATERIAL BIOMEDIS DI INDONESIA

Pengembangan material biomedis dunia

mendapat perhatian sangat besar, baik dari kalangan medis maupun dari kalangan peneliti material. Beberapa universitas bahkan mengembangkan program studi yang khusus menangani material biomedis[9]

Pengembangan material biomedis di Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis, karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan makin tingginya usia harapan hidup penduduk Indonesia. Keteledoran dalam pengembangan material biomedis ini akan membuat ketergantungan yang sangat mahal. Kabutuhan akan bahan implantakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Mestinya kita juga menunjukkan perhatian pada bidang yang sangat strategis ini.

. Perhatian ini ditunjukkan oleh banyaknya seminar dan publikasi yang menyangkut material biomedis. Bukan saja di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi juga di Asia. Universitas-universitas di Jepang, Cina, Korea, Taiwan dan Singapura mulai sibuk meneliti dan mengembangkan bidang ini.

Untuk pengembangan material berbasis logam dan keramik, Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI punya kompetensi ilmu dan teknologi yang sangat mendukung.

Basis kompetensi di bidang metalurgi ekstraksi, manufakturing dan ekstraksi merupakan basis untuk pengembangan material biomedis. Khusus untuk mater ial berbasis magnesium ketiga kompetensi itu diperlukan untuk: (1)penyiapan logam magnesium, (2) pembuatan paduan magnesium, (3) pembuatan komponen hingga (4) pemberian lapis lindung dan pencegahan korosi.

Ditambah dengan kompetensi ilmu dan teknologi keramik di Pusat Penelitian Fisika dan kompetensi ilmu dan teknologi polimer di Pusat Penelitian Kimia dan Fisika, LIPI bisa menjadi pusat pengembangan material biomedis secara lengkap. Kelengkapan ini akan menjadikan Indonesia mampu bersaing dengan pusat-pusat pengembangan material biomedis dunia.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian yang telah disajikan, dapat

ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Paduan magnesium memiliki prospek

yang sangat baik untuk digunakan dalam aplikasi biomedis.

2. Sifatnya yang ringan, kuat dan mudah dikerjakan merupakan keunggulan yang sangat dibutuhkan.

Page 54: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Prospek Paduan Magnesium …../ Yusuf | 39

3. Sifatnya yang ramah dan bersahabat dengan tubuh manusia merupakanial biomedis. juga sangat dibutuhkan oleh mater

4. Sifatnya yang reaktif dan mudah terkorosi mendapat tempat untuk material implant sementara.

5. Untuk implant yang bersifat permanen masih diperlukan perlakuan khusus, yang membuka peluang besar untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Untuk pengembangan aplikasi paduan

magnesium di bidang biomedis ini disarankan agar diambil tiga langkah sebagai berikut: 1. Indonesia sebagai Negara sedang

berkembang dengan penduduk sangat besar perlu menguasai ilmu dan teknologi untuk pengembangan material biomedis.

2. Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI dapat mengambil penelitian dan pengembangan material biomedis sebagai salah satu focus penelitiannya untuk pengembangan material maju.

3. Paduan magnesium adalah bahan yang sangat menarik dikembangkan untuk aplikasi biomedis.

DAFTAR PUSTAKA [1] Chang Xin Yun, Degradation

Mechanism and Surface Modification of Biomedical Magnesium Alloy, Doctoral Thesis, City University of Hongkong, August 2009.

[2] Denkena B. et al, Degradable implants made of magnesium alloys, Proc of 5th

[3] Fook J.C.C, Investigation On The Forge ability Of Magnesium Alloys, M Eng Thesis, National University of Singapore(NUS), Singapore 2004.

euspen International Conference, Montpelliere, France, May, 2005.

[4] Guan R.G. et al, New Magnesium Alloys for Potential Application of Implantation Biomaterial, Adv. Mat, Res., Vols 79-82, 2009.

[5] Guo Kelvii Wei, A Review of Magnesium/Magnesium Alloys Corrosion and its Protection, Recent Patents on Corrosion Science, 2010, 2, 13-21.

[6] Hanawalt JD, Nelson CE, Peloubet JA. Corrosion Studies of Magnesium and its Alloys. Trans AIME 1942; 147: 273-99.

[7] Mayer Ch. Et al, Polymeric monomolecular magnesium coatings for biomedical applications, European Cells and Materials Vol. 14. Suppl. 3, 2007.

[8] Quach N.C. and Schmutz P., Corrosion behavior of Magnesium alloy WE 43 used in Biomedical Applications studied by electrochemical techniques, European Cells and Materials Vol. 14. Suppl. 3, 2007.

[9] Seal C.K. et al, Biodegradable Surgical Implants based on Magnesium Alloys - A Review of Current Research, IOP Conf. Series: Materials Science and Engineering 4 (2009).

[10] Shaw B.A., Corrosion Resistance of Magnesium Alloys, ASM Handbook Vol 13A: Corrosion Fundamentals, Testing and Protection, 2003.

[11] Skar J.I. and Albright D., Emerging Trends in Corrosion Protection of Magnesium Die-Casting, Magnesium Technology 2002 (Kaplanials H.I. ed), TMS (The Metals and Materials Society), 2002.

[12] Taina D Mayos Negron et al, In-Vitro Corrosion Inhibition of Magnesium Alloy via Organic Nanocoatings, Proc 218th

[13] Tawil D, The Principles of Magnesium Corrosion Protection, Magnesium Electron, January 2004.

ECS Meeting, The Electrochemical Society, 2010..

[14] Wang Ming-Jia and Yen Shiow-Kang Electrolytic deposition of ZrO2/CaP Coatings on Magnesium Alloy for Biomedical Applications, Proc 218th

Page 55: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

40 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 33-40

ECS Meeting, The Electrochemical Society, 2010.

[15] Xin Yunchang et al, Corrosion behavior of biomedical AZ91 magnesium alloy in simulated body fluids, J. Mater Res. Vol 22 No 7 July 2007.

RIWAYAT PENULIS Yusuf, dilahirkan di Solo 18 Desember 1948, memperoleh pendidikan bidang Metalurgi Ektraksi di Jurusan Teknik Pertambangan – ITB, pernah mengikuti pelatihan di Jepang (JSPS dan JICA),

Korea Selatan (KAIST) dan Amerika Selatan (Kaisar Enggineering). Aktip meneliti dan menulis di bidang metalurgi ektraksi, material, energi dan pengolahan limbahDi bidang metalurgi ektraksi, penelitiannya meliputi pengolahan bijih nikel laterit, bauksit, bijih mangan serta peleburan timbal dan besi. Dalam pengolahan limbah pernah menangani ektraksi logam dari limbah lapis listrik dan stsa PCB. Hingga kini menjadi pengurus Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) sebagai Ketua Bidang Kajian Publik.

Page 56: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

PEMBUATAN MATERIAL KOMPOSIT MATRIKS PADUAN Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) DENGAN PROSES TEMPA (1)

Bintang Adjiantoro dan Bambang Sriyono

Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI Kawasan Puspiptek Gd.470, Serpong 15314

Intisari

Penelitian pembuatan material komposit matriks logam telah dilakukan dengan menggunakan metoda stirrcasting pada matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg dengan penguat partikel SiC. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan persen fraksi volume partikel (5% dan 7,5%) dan ukuran partikel (147µm dan 74µ

m). Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa persen fraksi volume partikel sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik dan struktur mikro dari material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p). Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kekuatan tarik, kekerasan dan memperbaiki tingkat keausan namun material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) cenderung memiliki sifat lebih getas.

Kata kunci : Komposit matriks logam, Paduan terner AlCuMg, Senyawa karbida SiC

Abstract

Research the manufacture of metal matrix composite materials has been carried out by using the method stirrcasting the matrix alloy Al-4.5% Cu-4% Mg with SiC particle reinforcement. Experiments carried out by varying the particle volume fraction percent (5% and 7.5%) and particle size (147 µ m and 74 µ m). Experimental results show that the percent volume fraction of particles affect the mechanical properties and microstructure of the alloy matrix composite material Al-4.5% Cu-4% Mg / SiC (p). This is indicated by the increased tensile strength, hardness and improve wear but the alloy matrix composite material Al-4.5% Cu-4% Mg / SiC (p) tend to have more brittle

nature

Keywords : Metal matrix composite, AlCuMg ternary alloys, SiC carbide c

ompound

PENDAHULUAN

Komposit matrik logam (KML) adalah material rekayasa yang dibuat dari penggabungan dua atau lebih material konvensional dan mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul bila dibandingkan dengan material pembentuknya. Keunggulan KML antara lain adalah mempunyai kombinasi yang bagus dari ratio stiffness/berat dan kekuatan/berat pada temperatur kamar dan temperatur tinggi. Selain itu juga mempunyai modulus spesifik, kekuatan lelah (fatigue strenght), ketahanan aus (wear resistance), ketahanan abrasi, ketahanan mulur (anti creep), konduktifitas panas yang tinggi dan koeffisien muai panas yang rendah. Dari keunggulan sifat-sifat tersebut, KML dapat dijadikan sebagai material substitusi

dimana salah satunya cocok digunakan pada industri otomotif[3]

Penggunaan bahan dasar logam telah lama dikembangkan untuk produk industri sebab mempunyai beberapa keunggulan baik sifat mekanis, elektrik maupun yang lain, namun kelemahan yang sering timbul dalam pemilihan logam disebabkan oleh massa jenis yang cukup besar. Oleh karena itu para perancang komponen dan struktur produk industri dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan material baru yang dapat memenuhi aspek persyaratan seperti aspek kekuatan spesifik, kekakuan, ringan, tidak korosif dan umur pakai yang panjang.

.

Penelitian ini difokuskan pada pembuatan komposit matrik logam. Bahan yang digunakan sebagai matriks adalah logam paduan (Al-4,5%Cu-4%Mg) dengan

Page 57: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

42 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 41-48

penguat berupa senyawa karbida SiC dalam bentuk serbuk/partikel. Pembuatan material komposit dilakukan dengan teknik metalurgi cair metode Compocasting atau dikenal Stircasting merupakan proses pembuatan komposit dengan cara penuangan yang sebelumnya mengalami proses pengadukan pada kondisi bubur (S + L) dengan batasan parameter ; persen fraksi volume partikel SiC dan ukuran partikel. Sedangkan pengujian yang dilakukan terhadap masing-masing specimen, meliputi : uji tarik, kekerasan, ketahanan aus dan metalografi.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan sifat mekanik serta struktur mikro sebelum dan setelah ditambahkan penguat partikek SiC serta mendapatkan kondisi optimum pada proses pembuatan material komposit matriks Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

.

METODOLOGI PENELITIAN Diagran Alir Proses Pembuatan Material KML

Karakterisasi Material KML Paduan Al-4,5%Cu-4%Mg

Uji Tarik Uji Keras Uji Aus Metalografi

Data Hasil Pengujian

Analisis dan Pembahasan

Material KML Paduan Al-4,5%Cu-4%Mg

Proses Tempa

As-Cast KML (Semi Solid)

Pemotongan dan Penimbangan

Perhitungan Vol. Fraksi SiC terhadap berat Paduan

Al-4,5%Cu-4%Mg

Analisa Kimia

As-Cast Paduan Al-4,5%Cu-4%Mg

Proses Peleburan dan Pemaduan

Pengayakan

Serbuk SiC

Preparasi Bahan Baku

Perhitungan Material Balance Paduan Al-4,5%Cu-4%Mg

Persiapan Bahan Baku

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Material Komposit Matriks Al-4,5%Cu 4%Mg/SiC

Bahan

(P)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari : a. Bahan baku matriks :

• Ingot Al murni • Kawat Cu • Ingot Mg murni

b. Bahan baku penguat (reincforcement) : • Serbuk Silikon Karbida (SiC)

PROSEDUR PERCOBAAN Proses Pembuatan Matriks Perhitungan Material Balance Paduan Al-4,5%Cu-4%Mg

Sebelum dilakukan proses pembuatan matriks terlebih dahulu dilakukan perhitungan material balance untuk mendapatkan hasil sesuai dengan target yang diinginkan, seperti yang ditunjukkan pada Table 1 di bawah ini.

Tabel 1. Persentase campuran paduan matriks Al-Cu-Mg

No Komposisi Target

Al-4,5%Cu Cu 4,5% Al95,5% Mg4%

1 448,77 20,19 428,58 17,96 2 445,77 20,06 425,71 137,16

Preparasi Bahan Baku

Setelah dilakukan perhitungan untuk mencapai komposisi target selanjutnya dilakukan pemotongan dan penimbangan bahan baku. Proses Peleburan dan Pemaduan

Proses peleburan dan pemaduan dalam pembuatan paduan Al-Cu-Mg dilakukan di dalam tungku muffle pada temperatur 700°C. Logam yang lebih dulu dilebur adalah Al dan Cu. Larutnya Cu ke dalam Al membutuhkan waktu yang cukup dan diusahakan agar Cu dalam posisi tenggelam di dalam cairan Al. Setelah Cu larut sempurna, masuknan Mg yang terlebih dahulu dibungkus dengan Al foil

Page 58: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Pembuatan Material Komposit …../ Bintang | 43

ke dalam cairan paduan Al-Cu dengan cara menekan ke dalam cairan hingga posisi tenggelam dan diusahakan tidak kontak dengan udara luar. Kelarutan Mg di dalam cairan paduan Al-Cu tidak membutuhkan waktu yang lama. Setelah Mg larut seluruhnya membentuk paduan Al-Cu-Mg dilanjutkan dengan proses penuangan ke dalam cetakan hingga membentuk batangan (ingot). Pembuatan KML Metoda Stirr-Casting Preparasi Bahan Penguat SiC 1. Proses pengayakan untuk mendapatkan

ukuran partikel 2. Penimbangan fraksi volume SiC sebagai

penguatan (reinforcement) terhadap berat paduan Al-Cu-Mg sebagai matriks

Pembuatan KML

Pada proses pembuatan KML yang menggunakan metoda stircasting a. Parameter proses pembuatan KML - ukuran partikel SiC : 147 dan 74 µm

- fraksi volume partikel SiC

• memasukan paduan Al-Cu-Mg yang telah dipotong-potong dan ditimbang ke dalam crucible beserta serbuk SiC.

terhadap BM : 5 dan 7,5%

b. Proses pembuatan KML

Pada proses pembuatan KML, fraksi volume SiC yang di disain adalah 5 dan 7,5%. Tahapan proses, sebagai berikut :

• Masukkan crusible ke dalam tungku kemudian panaskan hingga temperatur mencapai 700 °C dan tahan pada suhu tersebut selama ± 2jam.

• Setelah paduan Al-Cu-Mg mencair, crucible dikeluarkan dari tungku muffle kemudian dimasukan ke dalam tungku stirrer yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 750o

• Sebelum proses pembekuan berakhir (temperatur sekitar 450 °C), keluarkan produk coran dari cetakan dan segera

C untuk dilakukan pengadukan pada kondisi muatan menjadi bubur (molten), kemudian cetak dalam bentuk silinder.

dilakukan proses tempa (forging) hingga membentuk pelat dengan ketebalan 10 mm.

Gambar 2. KML hasil tempa Pengujian Hasil Percobaan

Preparasi sampel untuk pengujian karakterisasi, meliputi : a. Pemotongan b. Pembentukan sampel uji tarik dengan

ukuran panjang 100 mm, lebar 20 mm dan radius 3 mm

Gambar 3. Spesimen uji tarik c. Penghalusan permukaan dengan gerinda

dan ampelas hingga permukaan bahan rata dan halus. Pada tahap ini dilakukan proses

pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan yang dimiliki bahan paduan Al-4,5%Cu-4%Mg dan material KML matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/10%SiC(p)

, meliputi :

Uji Tarik Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan

untuk mengukur tegangan yang diperlukan untuk menarik benda uji sampai putus dan mencatat perpanjangan benda uji. Untuk setiap penambahan gaya, jumlah perpanjangan dari benda uji diukur dengan mempergunakan extensometer yang sesuai.

Page 59: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

44 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 41-48

Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan menggunakan

metoda Hardness Brinell (HB), yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan material komposit. Pengujian kekerasan Brinell menggunakan identor bola baja dengan diameter (D) = 2,5 mm, dengan pembebanan (P) sebesar 625 kg.

Pengujian Abrasif

Pengujian ketahanan aus dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan aus material komposit. Pengujian keausan dilakukan dengan menggunakan mesin uji ”Wear Tester” Model US.01. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Hasil Percobaan

Karakterisasi KML dari paduan matriks Al-4,5%Cu-4%Mg dan material komposit matriks Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

ditunjuk- kan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Data hasil uji tarik

Kode Sampel

Kekuatan Tarik Elongasi (%) (N/mm2)

A (0%SiC) 90 1,35 A(5%SiC) 117,6 0,05

A(7,5%SiC) 157,5 0,08 B(0%SiC) 80,6 1,82 B(5%SiC) 144,6 0,93

B(7,5%SiC) 149,4 0,09

10

100

1000

0 5 7.5

Fraksi Volume Partikel SiC, (%)

Kek

uata

n Ta

rik, N

/mm

2

A B

Gambar 4. Hubungan fraksi volume partikel SiC dengan kekuatan tarik material

Data hasil pengujian tarik (Tabel 1) kemudian diplot ke dalam bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 4, terlihat bahwa perubahan sifat mekanik dari paduan Al-4,5%Cu-4%Mg dan material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p). Kekuatan tarik material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) semakin meningkat dengan penambahan fraksi volume partikel SiC. Namun pengaruh ukuran partikel SiC tidak terlalu besar perbedaannya. Jadi dengan penambahan partikel SiC dapat menaikkan kekuatan tarik material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

.

0.01

0.1

1

10

0 5 7.5

Fraksi Volume Partikel SiC, %

Elon

gasi

, %A B

Gambar 5. Hubungan fraksi volume partikel SiC dengan elongasi material

Dari hasil pengujian tarik diperoleh tingkat keuletan material (elongasi) yang kemudian diplot ke dalam bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 5, terlihat bahwa perubahan sifat mekanik dari paduan Al-4,5%Cu-4%Mg dan material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p). Persentase nilai elongasi material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) semakin menurun dengan penambahan fraksi volume partikel SiC. Namun pengaruh ukuran partikel SiC tidak terlalu besar perbedaannya. Jadi dengan penambahan partikel SiC cenderung material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

memiliki sifat lebih getas dibandingkan matrik paduan Al-4,5%Cu-4%Mg.

Page 60: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Pembuatan Material Komposit …../ Bintang | 45

Tabel 2. Data hasil kekerasan dan keausan

Kode Sampel

Keausan Abrasive (gr/m) HB

A (0%SiC) 104,6 1,805 A(5%SiC) 153,7 0,566

A(7,5%SiC) 158,4 0,461 B(0%SiC) 103,7 2,689 B(5%SiC) 142,3 0,672

B(7,5%SiC) 146,1 0,707

1

10

100

1000

0 5 7.5

Fraksi Volume Partikel SiC, %

Kek

eras

an, H

B

A B

Gambar 6. Hubungan fraksi volume partikel SiC dengan kekerasan material

Data hasil pengujian kekerasan (Tabel 2) kemudian diplot ke dalam bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 6, terlihat bahwa perubahan sifat mekanik dari paduan Al-4,5%Cu-4%Mg dan material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p). Kekerasan material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) meningkat dengan penambahan fraksi volume partikel SiC. Namun pengaruh ukuran partikel SiC tidak terlalu besar perbedaannya. Jadi dengan penambahan partikel SiC dapat menaikkan kekerasan material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

Data hasil pengujian keausan abrasiv (Tabel 2) kemudian diplot ke dalam bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 7, terlihat bahwa perubahan sifat mekanik dari paduan Al-4,5%Cu-4%Mg dan material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC

.

(p)

.

0.1

1

10

0 5 7.5

Fraksi Volume Partikel SiC, %

Kea

usan

Abr

asiv

e, g

/m

A B

Gambar 7. Hubungan fraksi volume partikel SiC dengan keausan abrasiv material

Tingkat keausan abrasiv material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p) semakin kecil dengan penambahan fraksi volume partikel SiC. Namun pengaruh ukuran partikel SiC tidak terlalu besar perbedaannya. Jadi dengan penambahan partikel SiC dapat memperbaiki tingkat keausan abrasiv material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

.

Metalografi

Hasil proses pada paduan matriks, seperti ditunjukkan pada Gambar 8 dan pada material KML seperti ditunjukkan pada Gambar 9 sampai dengan Gambar 12. Struktur Mikro Paduan Matriks Al-4,5%Cu-4%Mg

Gambar 8. Struktur mikro paduan matriks Al-4,5%Cu-4%Mg. Etsa : Keller Reagent. Pembesaran 200x

CuAl2

AlCuFeSi MgAl2O4

Page 61: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

46 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 41-48

Dari hasil pengamatan mikroskop pada sampel paduan matriks Al-4,5%Cu-4%Mg, seperti ditunjukkan pada Gambar 8 terlihat bahwa fasa yang terbentuk di dalam paduan matriks adalah CuAl2 (bintik-bintik hitam di dalam butir Al), AlCuFeSi pada batas butir dan spinel MgAl2O4 terbentuk dari hasil reaksi A2O3

Fasa CuAl

dengan MgO sebagai efek pengadukan dalam kondisi terbuka.

2 adalah presipitasi dari paduan Al-4,5%Cu-4%Mg yang merupakan fasa penguatan (strengthening phase) di dalam paduan matriks. Terbentuknya presipitasi CuAl2 akibat proses pendinginan cepat ketika material komposit dalam keadaan semi solid ditempa hingga menjadi bentuk pelat tipis. Pembentukan presipitasi CuAl2

pada masing-masing sampel tidak sama satu sama lain. Hal ini sangat tergantung pada temperatur material komposit dan ketebalan ketika proses tempa.

Struktur Mikro Material KML dengan Penguat Partikel SiC

Gambar 9. Struktur mikro material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

. A (5%SiC). Etsa : Keller Reagent. Pembesaran 200x

Gambar 10. Struktur mikro material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

. A (7,5%SiC). Etsa : Keller Reagent. Pembesaran 200x

Gambar 11. Struktur mikro material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

. B (5%SiC). Etsa : Keller Reagent. Pembesaran 200x

Gambar 12. Struktur mikro material komposit matriks paduan Al-4,5%Cu-4%Mg/SiC(p)

. (7,5%SiC). Etsa : Keller Reagent. Pembesaran 200x

Dari hasil pengamatan metalografi pada sampel material KML dengan penguatan partikel SiC, tampak bahwa partikel SiC terdistribusi di dalam paduan matriks Al-4,5%Cu-4%Mg seperti ditunjukkan pada

Partikel SiC

MgAl2O4

MgAl2O4

Partikel SiC

Partikel SiC

CuAl2

MgAl2O4

Page 62: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Pembuatan Material Komposit …../ Bintang | 47

Gambar 9 sampai dengan Gambar 12. Namun bila diamati pembentukan presipitasi CuAl2 hanya terjadi pada material komposit matriks yang ditambahkan 5% fraksi volume SiC baik yang menggunakan ukuran partikel 147m maupun 74m. Sedangkan dengan penambahan fraksi volume SiC lebih besar dari 5% hampir tidak terlihat. Hal ini mungkin karena terjadi perubahan komposisi kimia dari logam matriks akibat penambahan partikel SiC sehingga dapat menggeser komposisi di dalam diagram kesetimbangan Al-Cu-Mg. Bila hal ini terjadi maka penentuan temperatur solution heat treatment sudah tidak tepat lagi. Oleh karena itu, peningkatan sifat mekanik (kekuatan tarik, kekerasan dan ketahanan aus) semata-mata bukan dihasilkan dari pembentukan presipitasi CuAl2 melainkan oleh adanya partikel SiC yang mengendap di dalam paduan matriks Al-4,5%Cu-4%Mg. Selain itu, spinel MgAl2O4 terbentuk dari hasil reaksi oksida Al dengan oksida Mg. Semakin banyak partikel SiC yang terendapkan di dalam paduan matriks, maka nilai kekerasannya semakin tinggi.

Reaksi pembentukan spinel yang diperkirakan terjadi adalah :

42222 OMgAlOAlMg

4232 OMgAlOAlMgO

42323/4 OMgAlOAlMg

422 22 OMgAlMgAlSiO KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penambahan partikel SiC pada paduan

Al-4,5%Cu-4%Mg dapat menaikkan kekuatan tarik, kekerasan, memperbaiki tingkat keausan abrasiv namun cenderung memiliki sifat lebih getas.

2. Ukuran partikel SiC (147 dan 74 m) yang ditambahkan pada paduan Al-4,5%Cu-4%Mg tidak memperlihatkan berubahan sifat mekanik yang besar.

3. Ukuran partikel yang lebih halus (74 m) akan meningkatkan ketahan aus atau memperbaiki tingkat keausannya.

4. Fraksi volume partikel SiC yang ditambahkan pada paduan Al-4,5%Cu-4%Mg sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan sifat mekanik.

5. Penambahan partikel SiC pada paduan matrik dapat menggeser diagram keseimbangan paduan.

6. Itu berarti penambahan partikel SiC ada sebagian yang larut di dalam logam matriksnya.

DAFTAR PUSTAKA  

[1] Yuankai Hao, Datun Huang, Jun Tan and Jin Pan. 2002., “Fabrication of SiC/Al Composites by Solid State Rolling and Hot Pressing Method”. Changsha Institute of Technology. Changsha, China.

[2] Moon H.K., Cornie J.A and Fleming. 1991., “Rheologycal Behavior of SiC Particulate (Al-6,5%Wt SiC) Composite Sellurye at Temperatures Above The Liquidus and The Liquid + Solid Region of The Matrix”. Journal Material Science and Engineering. No. 144. pp. 253-265

[3] Gupta.M, Surappa M.K and Qin.S. 1997., “Effect of Interfacial Characteristics on The Failure Mechanics Mode of a SiC Reinforced Al Based Metal Matrix Composite”. Journal of Materials Processing Technology. No.67. pp.95

[4] Ho Soe Young and Gilkang Chung. 1997., “The Effect of Applied Pressure on Particle Dispersion Characteristics and Mechanical Properties in Melt Stirring Squeeze Cast SiC(p)/Al Composites”. Journal of Materials Procesing Technology. No.55, pp.370-377.

[5] Oh, S.Y., J.A. Cornie dan K.C. Russel. 1998., “Wetting of Ceramic Particulate with Liquid Aluminium Alloys”: Part II. Study of Wettability. Metallurgical Transaction Vol. 20A, hal 533-541.

Page 63: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

48 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 41-48

[6] Kiyoshi Nogi et.al, 2001-2004., “Wettability of Solid by liquid at high temperature”, H – 17, Registration Number 2001 MB 037.

[7] N.G. Dickon et.al. , 2001., “Formation of Aluminum/Alumina Ceramic Matrix Composite by Oxidizing an Al-Si-Mg Alloy”, Journal The European Ceramics Society 21, pp. 1049-1053

RIWAYAT PENULIS Bintang Adjiantoro Alumni Akademi Industri Logam Bandung Jurusan Teknik Metalurgi lulus tahun 1982. Melanjutkan pendidikan di UNJANI jurusan Teknik Metalurgi lulus S1tahun 1995 dan lulus S2 jurusan Teknik Mesin ISTN tahun 2004. Sejak tahun 1982 sampai sekarang bekerja di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI sebagai peneliti.

Page 64: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

RECOVERY TiO2 DARI LARUTAN TiO(SO4) HASIL EKSTRAKSI BIJIH ILMENITE BANGKA MENGGUNAKAN PROSES SOL GEL

F. Firdiyono, Rudi Subagja, Latifa Hanum Lalasari, Iwan Setiawan, Nurhayati Indah

Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI Kawasan Puspiptek Gd.470, Serpong 15314

Intisari

Penggunaan TiO2 setiap tahunnya terus meningkat antara 10 sampai 15 % di pasaran (US Department of Commerce June, 2001). Hal ini karena TiO2 merupakan material yang banyak digunakan sebagai pigmen, sunscreens, cat, kosmetik dan bahan baku industri kimia. Adanya manfaat dan keunggulan yang begitu banyak tersebut mendorong iklim penelitian terkait dengan pembuatan TiO2 dari berbagai prekursor. Pemanfaatan mineral ilmenit (FeTiO3) Bangka Indonesia untuk membentuk TiO2 dengan kemurnian tinggi merupakan potensi yang bagus dalam upaya menaikkan nilai ekonominya. Tujuan penelitian adalah melakukan recovery TiO2 dari larutan TiO(SO4) hasil ekstraksi bijih ilmenite Bangka menggunakan proses sol gel. Proses yang dilakukan dalam penelitian adalah hidrolisis dengan pelarut H2O dalam reaktor berpengaduk dan reflux dalam berbagai rasio volume pelarut (v/v) H2O/TiOSO4 (0,1,3, 5, 8, 10, 15, 19), pH (0,1,3,4,5,dan 6), pengaruh pengadukan, dan pencucian dengan asam. Tahapan penelitian adalah larutan TiOSO4 direaksikan dengan H2O dalam berbagai kondisi sesuai variabel pada suhu 90 °C selama 2 jam. Proses ini menghasilkan gel TiO2. Gel TiO2 yang terbentuk kemudian dipisahkan dari filtratnya dan dicuci sampai pH netral. Proses pengeringan pada suhu 100°C menggunakan oven dilakukan untuk mendapatkan bubuk TiO2. Bubuk titanium dioksida yang dihasilkan kemudian dianalisa AAS, SEM, dan SEM. Hasil percobaan menunjukkan bubuk TiO2 hasil sintesis rasio volume (v/v) H2O/TiOSO4 yang lebih kecil mempunyai ukuran partikel lebih besar dengan kadar pengotor besi lebih kecil. Proses hidrolisis ini mampu menyisihkan pengotor Fe cukup significan. Sedangkan bubuk TiO2 hasil hidrolisis pada pH semakin kecil mempunyai ukuran partikel titanium dioksida lebih kecil dengan morfologi partikel yang seragam dan kadar pengotor besi lebih kecil. Fraksi kristalin semakin meningkat pada produk titanium dioksida yang dihasilkan pada hidrolisis pH rendah. Morfologi titanium dioksida mempunyai partikel yang seragam pada proses hidrolisis dalam reaktor berpengaduk. Proses pencucian menggunakan asam H2SO4 pada gel TiO2 dapat menurunkan kadar pengotor Fe dalam bubuk TiO2.Penelitian yang dilakukan ini diharapkan menjadi masukkan dalam sintesis titanium dioksida dari mineral ilmenit. Keberhasilan recovery TiO2 dengan kadar pengotor besi yang rendah diharapkan dapat diaplikasikan sebagai pigmen atau bahan baku industri kimia.

Kata kunci : Ilmenit, Titanium sulfat, Titanium dioksida, SEM

Abstract

The use of TiO2 each year continues to increase between 10 to 15% on the market (U.S. Department of Commerce June, 2001). This is because TiO2 is material which is widely used as pigments, sunscreens, paints, cosmetics and industrial raw materials chemistry. The existence of the benefits and advantages that so many of the climate to encourage research related to the production of TiO2 from various precursors. Utilization of mineral ilmenite (FeTiO3) Bangka Indonesia to form TiO2 with high purity is a great potential in an effort to increase its economic value. The purpose of this research is to perform recovery of TiO2 from a solution of TiO (SO4) Bangka ilmenite ore extracted using sol gel process. The process is carried out in research is hydrolysis with solvent H2O in a strirred reactor and reflux in various solvents volume ratio (v/v) H2O/TiOSO4 (0, 1, 3, 5, 8, 10, 15, 19), pH (0, 1, 3, 4, 5 and 6), the influence of stirring, and washing with acid. Stages of the research is TiOSO4 solution reacted with H2O in a variety of conditions as variable at 90 °C for 2 hours. This process produces TiO2 gel. TiO2 gel was then separated from the filtrate and washes until neutral pH. The process of drying at a temperature of 100 °C using the oven do to get the TiO2 powder. The resulting titanium dioxide powder is then analyzed AAS, SEM, and SEM. The results showed a synthesis of TiO2 powder volume ratio (v/v) H2O/TiOSO4 smaller particles have a size larger with smaller levels of iron impurities. This hydrolysis process capable of removing Fe impuritiesis significant. While the results of hydrolysis of TiO2 powder at pH less titaniumdioksida have a smaller particle size with uniform particle morphology and lower levels of iron impurities. Increasing crystalline fraction in the titanium dioxide product produced at low pH hydrolysis. The morphology of titanium dioxide particles have a uniform in the process of hydrolysis in a stirred reactor. The washing process using H2SO4 acid on TiO2 gel can reduce levels of impurity Fe in TiO2 powder. This research

Page 65: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

50 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 49-60

is expected to be entered in the synthesis of titanium dioxide from the mineral ilmenite. The successful recovery of TiO2 with low levels of iron impurities is expected to be applied as a pigment or chemical industrial raw material.

Keywords : Ilmenite, Titanium sulfat, Titanium dioxide, SEM PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri di Indonesia, maka pemakaian akan material penunjang seperti TiO2 terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Data ini terlihat dari konsumsi dalam negeri yang terus bertambah sehingga pemenuhan kebutuhan TiO2 dilakukan dengan cara import dari Australia, Amerika dan Eropa. Prakiraan penggunaan akan produk Titanium tersebut meningkat antara 10 % s/d 15 % setiap tahun dari total produksi dunia pigmen TiO2 yang diperkirakan 3 juta ton per tahun (US Department of Commerce June, 2001) dengan harga pembelian TiO2 cukup tinggi. Hal ini disebabkan saat ini kebutuhan TiO2 didalam negeri tidak saja untuk memenuhi konsumsi TiO2 sebagai pigmen, tetapi juga sebagai material fotokatalis dan semikonduktor yang mempunyai peran besar dalam mengatasi permasalahan lingkungan dan krisis energi.

Titanium diokside, TiO2 merupakan material tidak berbahaya yang banyak digunakan sebagai pigmen, sunscreens, cat, kosmetik dan bahan baku industri kimia. Titanium dioksida memiliki tiga struktur kristal, yaitu rutil, anatase, dan brukit. Hanya rutil dan anatase yang cukup stabil keberadaannya dan biasa digunakan sebagai fotokatalis. Gambar 1 menunjukkan perspektif struktur rutil dan anatase. Dari gambar perspektif tersebut nampak jelas perbedaan kedua struktur yang berakibat pada perbedaan massa jenis (3,9 g/cc untuk anatase dan 4,2 g/cc untuk rutile), luas permukaan dan sisi aktifnya.

Gambar 1. Struktur titanium dioksida

Perbedaan struktur kristal tersebut

mengakibatkan perbedaan tingkat energi struktur pita elektroniknya. Tingkat energi hasil hibridisasi yang berasal dari kulit 3d titanium bertindak sebagai pita konduksi, sedangkan tingkat energi hasil hibridisasi dari kulit 2p oksigen bertindak sebagai pita valensi. Sebagai konsekuensinya posisi tingkat energi pita valensi, pita konduksi, dan besarnya energi gap diantara keduanya akan berbeda bila lingkungan dan/atau penyusunan atom Ti dan O didalam kristal TiO2 berbeda, seperti pada struktur anatase (Eg = 3,2 eV) dan rutile (Eg = 3,0 eV). Perbedaan karakterisasi antara rutil dan anatase dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisik pigmen titanium

Sifat Fisik Rutil Anatase Specific gravity 4,2 3,9 Refractive index 2,70 2,55 Tinting strength 1750-1850 1250 Oil absorption 16-36 16-26 Fume Proof Yes Yes

Page 66: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Recovery TiO2 dari …../ F. Firdiyono | 51

Penggunaan titanium dioksida (TiO2) sintetis baik dalam bentuk ilmenit, tetragonal rutile ataupun anatase sangat banyak dipakai dalam industri antara lain sebagai pigment pemutih, pigmen warna superior (warna putih), bahan utama keramik untuk elektronik (BaTiO3), bahan baku untuk pembuatan TiO2 polimeric precursor yang sangat penting untuk pembuatan bahan-bahan keramik, antara lain pelapisan optik (film-optic), bahan electro-optik dan bahan komposit polimer ceramic (Ceramer).

Bahan baku untuk membuat TiO2 sintetis banyak terdapat di alam, baik sebagai deposit utama/deposit batuan keras ataupun sebagai secondary/placer deposit (yang pada umumnya dalam bentuk pasir pantai). Mineral-mineral yang ada dalam deposit tersebut ada yang berbentuk mineral ilmenite (FeO.TiO2), rutile (tetragonal TiO2), anatase (tetragonal TiO2), brookite (rhombic TiO2) dan perovskite (CaO.TiO2). Keunggulan penggunaan pigmen titanium dioksida dibandingkan pigmen pewarna lain ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Indeks bias TiO2 dengan pigmen-pigmen yang lain

Pigmen Indeks Bias Rutile TiO2 2,76 Anatase TiO2 2,52 Zinc oxide 1,99 Common extender and resin 1,5-1,6 Water 1,33 Air 1,00

Kebutuhan titanium dioksida tersebut terus meningkat setiap tahunnya antara 10 sampai 15 % di pasaran (US Department of Commerce June, 2001). Peningkatan penggunaan titanium dioksida karena produk ini memiliki keunggulan yang cukup banyak diantaranya sebagai pigmen mempunyai daya cat yang tinggi jika dibandingkan dengan pigmen biasa ZnO (Tabel 3) dan mampu bersifat anti mikroba. Banyak penelitian telah dilakukan untuk sintesis titanium dioksida

dari berbagai prekursor dan mineral deposit seperti ilmenit karena titanium dioksida dari mineral rutil sudah mulai berkurang keberadaanya. Tabel 3. Kekuatan warna dan pigmen putih

Pigment

Kekuatan

Warna Pigment

Putih (sq ft/lb)

Rutil titanium dioxide (PSC)

1870 157

Rutil titanium dioxide (conventional)

1750 147

Anatase titanium dioxide

1250 115

50% rutile calcium-base 880 82 Zinc sulfide 640 58 30% rutile calcium-base 600 57 Lithopne 280 27 Antimony oxide 300 22 Dibasic lead phosphite 250 20 Zinc oxide 210 20 35% leaded Zinc oxide 175 20 Basic carbonate White lead

160 18

Basic sulfate white lead 120 14 Basic silicate white lead 80 12

Pemanfaatan limbah pertambangan PT.

Timah Tbk yang mengandung kadar ilmenit, FeTiO3 cukup besar merupakan potensi luar biasa dalam menghasilkan titanium dioksida. Proses ekstraksi titanium untuk membentuk TiO2 dari ilmenit Bangka ini belum maksimal dilakukan. Kendala yang dihadapi dalam menghasilkan TiO2 baik melalui proses sulfat maupun kloride adalah masih terdapatnya pengotor Fe2O3 dalam produk TiO2. Pengotor Fe2O3 dalam bubuk TiO2 ini menyebabkan warna pigmen berubah menjadi kekuningan sehingga menurunkan kualitas pigmen tersebut. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan titanium dioksida menggunakan proses hydrometalurgi maupun pirometalurgi. Proses pirometalurgi untuk menghasilkan rutil TiO2 membutuhkan energi yang besar karena proses tersebut membutuhkan suhu

Page 67: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

52 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 49-60

yang tinggi untuk memurnikan TiO2 dari pengotornya. Penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan proses hydrometalurgi dengan pelarut H2O pada suhu dibawah titik didih air. Proses tersebut diharapkan lebih efisien karena tidak membutuhkan biaya yang tinggi untuk pembentukkan titanium dioksida. Penelitian ini akan melihat pengaruh derajat keasaman pada recovery TiO2 dari larutan TiOSO4 hasil ekstraksi bijih ilmenit Bangka.

TEORI DASAR

Proses pembentukan TiO2 bisa melalui

dua cara yaitu proses klorida dan proses sulfat. Pada penelitian ini menggunakan proses sol gel yang meliputi hidrolisis, washing, dan kalsinasi. Sebenarnya terdapat beberapa cara yang dapat di gunakan untuk mempreparasi TiO2 seperti presipitasi, mikroemulsi, kristalisasi hidrothermal dan sol gel (Su, 2004). Sol gel merupakan salah satu metode yang paling sukses dalam mempreparasi material oksida logam berukuran.

Sol merupakan suatu partikel halus yang terdispersi dalam suatu fasa cair membentuk koloid sedangkan gel merupakan padatan yang tersusun dari fasa cair dan dimana kedua fasa ini saling terdispersi dan memiliki struktur jaringan internal. Proses sol gel sendiri di definisikan sebagai proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dalam proses tersebut terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel). Metode sol gel mempunyai beberapa keuntungan antara lain: 1. tingkat stabilitas thermal yang baik 2. luas permukaan BET yang tinggi 3. Stabilitas mekanik yang tinggi 4. Daya tahan pelarut yang baik. 5. Modifikasi permukaan dapat di lakukan

dengan berbagai kemungkinan. Proses sol gel telah banyak di

apilkasikan secara luas. Sebagian besar produk sol gel adalah bahan keramik dan

gelas dalam berbagai bentuk seperti bubuk ultrafine, spherical, lapisan film tipis, serat keramik.

Pada proses sol gel tersebut proses hidrolisis mempunyai peranan yang cukup penting. Proses hidrolisis ini terlebih dahulu dilakukan untuk menghasilkan gel TiO(OH)2. Mekanisme reaksi hidrolisis larutan titanium sulfat dengan pelarut air dapat dilihat sebagai berikut:

TiO.SO4+2H2O TiO(OH)2+H2SO4 (1) TiO(OH)2 TiO2+H2O (2) Pada metode sol gel pembentukan kristalin TiO2 dari larutan TiOSO4 sangat dipengaruhi oleh suhu hidrolisis dan pH larutan. Kondisi ini dapat dilihat dari diagram pourbaix pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 terlihat pembentukkan TiO2 sangat dipengaruhi oleh E(V) dan pH. Pada pH yang semakin rendah maka pengotor besi masih dalam kondisi Fe2+ atau FeSO4 sehingga produk TiO2 yang dihasilkan relatif lebih putih dan terhindar dari pengotor Fe2O3. Diagram poubaix ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian.

(a)

Page 68: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Recovery TiO2 dari …../ F. Firdiyono | 53

(b)

Gambar 2. Diagram pourbaix (a) Fe; (b) Ti

PROSEDUR PERCOBAAN Bahan

Larutan titanium sulfat (TiOSO4), H2SO4 (Merck, 95-97 %), dan air demin (H2O).

Metode Penelitian

Melakukan hidrolisis larutan dengan pelarut H2O dalam reaktor berpengaduk dan reflux dalam berbagai pH yaitu 0,1,3,4,5,dan 6; rasio volume pelarut (v/v) H2O/TiOSO4 yaitu 0,1,3, 5, 8, 10, 15, 19; pengaruh pengadukan; dan pencucian dengan asam. Tahapan penelitian adalah larutan TiOSO4 direaksikan dengan H2O dengan rasio volume (v/v) sebesar 10 pada suhu 90 °C selama 2 jam. Proses ini menghasilkan gel TiO2. Gel TiO2 yang terbentuk kemudian dipisahkan dari filtratnya dan dicuci sampai pH netral. Proses pengeringan pada suhu 100 °C menggunakan oven dilakukan untuk mendapatkan bubuk TiO2. Diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.

Pemanasan dengan hot plate

Larutan TiOSO4

H20

TiO(OH)2

Sol TiO2

Pemanasan dengan hot plate

Pendinginan suhu ruang

Pengaturan pH

Endapan Gel Penyaringan

Gel

Pemanasan

Serbuk TiO2

Analisa SEM, AAS & XRD

Gambar 3. Diagram alir penelitian Karakterisasi TiOSO4 dan TiO2

Karakterisasi dilakukan dalam penelitian adalah menggunakan analisa AAS Jena 300, XRD, dan analisa SEM JEOL JSM-6390 A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang telah dilakukan dalam recovery TiO2 dari larutan TiOSO4 menggunakan proses sol gel adalah sebagai berikut: Hasil Analisa Sampel Titanium Sulfat (TiOSO4)

Hasil analisa AAS pada larutan TiOSO4 hasil ekstraksi bijih ilmenite bangka adalah kadar Ti sebesar 54,26 g/l dan kadar Fe sebesar 83 g/l. Kadar Titanium yang cukup besar ini menjadi potensi yang bagus untuk merecovery kembali TiO2 dari larutan TiOSO4 menjadi bubuk TiO2 yang memenuhi permintaan pasar.

Page 69: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

54 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 49-60

Sedangkan morfologi dan komposisi unsur penyusun dari larutan TiOSO4 dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 4.

Gambar 4. Morfologi TiOSO4 setelah pemanasan 1000 °C Tabel 4. Hasil analisa EDS- SEM Larutan TiOSO4 setelah pemanasan 1000 °C

Elemen TiOSO4 (% Mass) C 15,05 O 38,19 S 0,54 Ti 22,79 Fe 23,44 Mo -

Total 100

Pada Gambar 4 dan Tabel 4 terlihat bahwa larutan TiOSO4 mengandung elemen – elemen diantaranya Ti, O, S, dan Fe. Elemen Fe yang terdistribusi merata pada larutan TiOSO4 merupakan pengotor pada recovery TiO2 dari TiOSO4. Keberadaan elemen Fe pada TiO2 menyebabkan warna pigmen TiO2 menjadi kekuningan. Pengurangan kadar Fe dan S dilakukan melalui proses hidrolisis menggunakan pelarut H2O dengan perlakukan panas dan pH. Hasil Analisa Produk TiO2

Produk TiO2 hasil proses recovery dari larutan TiOSO4 sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi diantaranya pH, rasio (v/v) H2O/TiOSO4, pengaruh pengadukan dalam

raktor, dan proses pencucian gel TiO2. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat dilihat dan dijelaskan dibawah ini. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) pada Pembentukan Gel TiO(OH)2

Proses hidrolisis larutan titanium sulfat dengan pelarut H2O pada suhu 90 oC menghasilkan warna gel TiO(OH)2 yang berbeda. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh pH pada perubahan warna larutan ketika proses hidrolisis 90 °C selama 2 jam pada pH: (a) 1; (b) 2; dan (c ) 4,5,6

Pada Gambar 5 terlihat bahwa derajat keasaman (pH) semakin besar menyebabkan warna gel TiO(OH)2 berubah menjadi kuning kecoklatan. Perubahan warna gel tersebut disebabkan adanya kontaminasi gel TiO(OH)2 dengan pengotor besi dimana pada saat proses hidrolisis suhu 90 °C terjadi proses oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Pada awalnya Fe2+ berupa larutan FeSO4 yang berwarna kehijauan mengalami oksidasi menjadi sol Fe2O3 berwarna coklat gelap yang ikut mengendap bersama dengan TiO2. Perubahan warna ini terjadi karena pada saat proses hidrolisis suhu 90 °C terjadi proses oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Pada awalnya Fe2+ berupa larutan FeSO4 yang berwarna kehijauan mengalami oksidasi menjadi sol Fe2O3 berwarna coklat gelap yang ikut mengendap bersama dengan TiO2. Kondisi berbeda terjadi pada proses hidrolisis larutan titanium sulfat dengan pH = 1 menghasilkan warna gel TiO(OH)2 yang lebih putih. Gel TiO(OH)2 yang berwarna putih ini berarti mengandung pengotor besi yang relatif sedikit

Page 70: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Recovery TiO2 dari …../ F. Firdiyono | 55

dibanding proses hidrolisis pada pH yang lebih besar.

Pengaruh Derajat Keasaman (pH) pada Morfologi Titanium Dioksida

Morfologi TiO2 hasil proses recovery dari TiOSO4 dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH). Perubahan morfologi titanium dioksida dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Morfologi TiO2 dengan pembesaran 3000 x pada: (a) pH=1;(b) pH=4

Pada Gambar 6 terlihat morfologi TiO2

pada pH=1 berbentuk partikel yang berukuran seragam. Morfologi ini berbeda dengan TiO2 hasil recovery pada perlakukan pH=4 yang mempunyai bentuk dan ukuran partikel yang tidak seragam. Morfologi TiO2 yang tidak seragam atau

berbentuk gumpalan terjadi karena adanya pengotor besi dalam bentuk Fe2O3 melebur dan membetuk gumpalan ketika mengalami proses pemanasan. Kecenderungan mempunyai morfologi sama pada produk yang mengandung kadar besi yang tinggi. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) pada Komposisi Unsur Titanium Dioksida yang Dihasilkan

Komposisi unsur penyusun bubuk titanium dioksida hasil proses recovery dari TiOSO4 dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH). Perubahan komposisi unsur penyusun titanium dioksida dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisa EDS-SEM

Pada Tabel 5 menerangkan bahwa kandungan Fe pada TiO2 cukup besar pada derajat keasaman yang lebih besar yaitu pH = 4. Besarnya kadar Fe pada TiO2 terlihat pada hasil bubuk TiO2 yang berwarna coklat kegelapan. Oleh karena itu proses hidrolisis pada suhu 90°C yang dilakukan pada pH=4 kurang efektif untuk menghasilkan bubuk TiO2 dengan kemurnian tinggi yaitu mempunyai kadar Fe sekitar 0,045 % sesuai spesifikasi produk TiO2 dipasaran.

Elemen % berat pH = 1 pH = 4

C 5,62 - O 46,53 41,30 S 2,21 2,40 Ti 38,37 38,24 Fe 1,56 12,37 Mo 3,9 3,60 Tl 1,76 2,10

Total 100 100

pH=1

pH=4

Page 71: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

56 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 49-60

Pengaruh Derajat Keasaman (pH) pada Komposisi Unsur Titanium Dioksida yang Dihasilkan

Titanium dioksida yang dihasilkan dari

proses hidrolisis pada derajat keasaman yang berbeda menghasilkan struktur TiO2 yang berbeda juga. Perubahan struktur tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

(a)

(b)

Gambar 7. Struktur titanium dioksida pada (a) pH=1 dan (b) pH=4

Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa

derajat kristalin pada produk titanium dioksida yang dihasilkan pada proses hidrolisis dengan derajat keasaman lebih kecil (pH=1) meningkat dibandingkan dengan titanium dioksida yang dihasilkan pada hidrolisis pH = 4 yang cenderung amorphous. Perbedaan derajat kristalin titanium dioksida dipengaruhi oleh kandungan pengotor penyusun titanium dioksida. Semakin sedikit kandungan pengotor pada produk titanium dioksida menyebabkan peningkatan derajat kristalin dari produk TiO2. Struktur TiO2 yang kristalin sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas TiO2 sebagai pigmen pewarna putih.

Pengaruh Proses Sol Gel pada Morfologi Larutan TiOSO4 dan Produk TiO2

Proses hidrolisis TiOSO4 dengan H2O menyebabkan perubahan morfologi dan komposisi partikel TiOSO4 dan TiO2 hasil proses hidrolisis yang ditunjukkan analisa SEM pada Gambar 8 dan Tabel 6.

Gambar 8. Morfologi partikel (a) TiOSO4 dan (b) TiO2 setelah proses hidrolisis

Tabel 6. Komposisi TiOSO4 dan TiO2 dari EDS SEM

Elemen TiOSO4 (% Mass)

TiO2 (% Mass)

C 15,05 12,43 O 38,19 45,55 S 0,54 1,73 Ti 22,79 34,54 Fe 23,44 1,33 Mo - 4,42

Total 100 100

a

b

Page 72: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Recovery TiO2 dari …../ F. Firdiyono | 57

Pada Gambar 8 terlihat morfologi TiOSO4 berbentuk partikel tidak teratur dibandingkan dengan TiO2 setelah proses hidrolisis dengan H2O mempunyai morfologi berbentuk nanopartikel. Perubahan morfologi ini terjadi karena terjadi reaksi antara TiOSO4 dan H2O pada rasio (v/v) H2O/TiOSO4 sebesar 10 membentuk partikel TiO2 yang berukuran teratur dengan kadar pengotor kecil. Pengotor pada partikel TiO2 diantaranya adalah Fe yang menyebabkan warna partikel TiO2 menjadi kekuningan. Adanya pengotor Fe pada TiOSO4 menyebabkan morfologi partikel tersebut menjadi tidak teratur.

Hasil analisa EDS-SEM pada Tabel 5 menunjukkan bahwa elemen Ti dan O mempunyai kadar massa yang paling besar diantara elemen lainnya. Kedua elemen tersebut merupakan unsur penyusun TiO2 yang merupakan hasil reaksi antara TiOSO4 dengan H2O pada suhu 90 oC. Reaksi ini mampu mereduksi kadar pengotor Fe sampai 1,33 % dan meningkatkan kadar Ti serta O untuk membentuk TiO2.

Pengaruh Proses Sol Gel pada Kadar Ti dan Fe dalam Larutan TiOSO4 dan Produk TiO2

Perubahan kadar Ti dan Fe dari TiO2

hasil reaksi antara TiOSO4 dengan H2O (Rasio (v/v) H2O/TiOSO4 sebesar 10) dan sampel TiOSO4 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kadar Ti dan Fe hasil analisa AAS

Kondisi Ti (% Mass)

Fe (% Mass)

Sampel TiOSO4 39,5 60,5 Bubuk TiO2 98,82 1,18

Pada Tabel 7 menjelaskan bahwa kadar Ti naik sebesar 98,82 % dari kondisi semula sampel TiOSO4 (39,5 %) ketika pembentukkan TiO2 terjadi pada rasio (v/v) H2O/TiOSO4 sebesar 10. Kenaikan

kadar Ti sebanding dengan kenaikan kadar TiO2 yang terbentuk. Namun kondisi berbeda pada kadar Fe dimana hasil reaksi hidrolisis TiOSO4 dengan H2O pada suhu 90 oC ternyata mampu menyisihkan pengotor Fe sampai 1,18 % dari kondisi semula sampel TiOSO4 (60,5 %). Penyisihan Fe yang cukup besar terjadi karena ion Fe2+ tetap stabil dalam bentuk larutan FeSO4 yang berwarna kehijauan pada proses hidrolisis suhu 90 oC dan pH dibawah 1 dimana larutan rasio (v/v) H2O/TiOSO4 sebesar 10 mempunyai pH sekitar 0-1. Larutan FeSO4 yang merupakan filtrat dipisahkan dari endapan TiO2 dengan proses penyaringan sehingga bubuk TiO2 yang didapatkan mengadung pengotor Fe menjadi lebih kecil.

Pengaruh Rasio (v/v) H2O/TiOSO4 pada Pembentukkan Morfologi TiO2

Pengaruh rasio (v/v) H2O/TiOSO4 pada pembentukan morfologi TiO2 dapat ditunjukkan pada Gambar 9.

Rasio = 5

Rasio = 8

Page 73: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

58 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 49-60

Gambar 9. Morfologi TiO2 pada berbagai rasio (v/v) H2O/TiOSO4

Pada Gambar 9 terlihat bahwa semakin besar rasio (v/v) H2O/TiOSO4 mulai dari rasio 8 sampai 19 menyebabkan TiO2 yang terbentuk mempunyai morfologi partikel yang seragam dengan ukuran semakin kecil. Semakin kecilnya ukuran sebanding dengan semakin besar pelarut H2O yang digunakan untuk reaksi dengan TiOSO4. Dengan semakin besarnya pelarut H2O menyebabkan reaksinya dengan TiOSO4 semakin besar membentuk sol TiO2 ketika perlakuan panas diberikan. Pemanasan dilakukan untuk merusak kestabilan sistem koloid sehingga tumbukan antar atom akan terjadi. Tumbukan akan semakin sering apabila salah satu reaktan diperbesar jumlahnya (excess reactan) yaitu pelarut H2O sehingga membentuk inti-inti sol TiO2 yang banyak dan berukuran lebih kecil.

Pengaruh Rasio (v/v) H2O/TiOSO4 pada Pembentukkan Komposisi TiO2

Pengaruh rasio (v/v) H2O/TiOSO4 pada pembentukan komposisi TiO2 dapat ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi produk TiO2 dari analisa EDS SEM

Elemen % Mass

Rasio 5

Rasio 10

Rasio 19

C 15,63 5,62 - O 44,83 46,58 48,67 S 1,39 2,21 2,25 Ti 30,90 38,37 40,61 Fe 1,30 1,56 3,43 Mo 2,21 3,90 2,30 Cu 1,59 - - Tl 1,61 1,16 2,73

Total 100 100 100

Pada hasil analisa semi kuantitatif EDS-SEM terlihat kadar Fe semakin besar dengan kenaikan rasio (v/v) H2O/TiOSO4 semakin besar. Hal ini karena semakin besar rasio (v/v) H2O/TiOSO4 menyebabkan pH larutan juga semakin besar. Kenaikan pH menyebabkan Fe2+ (FeSO4) teroksidasi menjadi Fe3+ (Fe2O3) pada suhu hidrolisis 90 oC (Diagram pourbix) sehingga kadar Fe pada bubuk TiO2 tersebut semakin besar. Kondisi proses yang tepat perlu dikaji kembali dengan mengontrol kembali pH dan suhu hidrolisis. Pengaruh Pengadukan pada Hidrolisis Rasio Volume (v/v) H2O/TiOSO4 Sebesar 8 terhadap Morfologi TiO2

Pengaruh pengadukan pada proses hidrolisis terhadap morfologi TiO2 ditunjukkan pada Gambar 10.

Rasio = 19

Rasio = 10

Page 74: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Recovery TiO2 dari …../ F. Firdiyono | 59

(a) Dengan pengadukan

(b) Tanpa pengadukan

Gambar 10. Analisa SEM pada TiO2 hasil hidrolisis (a) dengan ; (b) Tanpa pengadukan

Pada Gambar 10 menunjukkan bahawa

morfologi TiO2 yang dihasilkan pada produk TiO2 hidrolisis dalam reactor berpengaduk mempunyai morfologi TiO2 yang seragam dan berukuran lebih besar. Perbedaan morfologi TiO2 tersebut karena terjadi agglomerasi antar partikel TiO2 dari proses hidrolisis yang dilakukan pengadukan yang menyebabkan ukuran partikel TiO2 yang dihasilkan menjadi lebih besar.

Pengaruh Penambahan Asam HCl pada Morfologi dan Komposisi Unsur Penyusun TiO2

Penambahan asam HCl pada proses hidrolisis akan mempengaruhi

pembentukan TiO2. Morfologi dan komposisi TiO2 karena pengaruh penambahan asam ini dapat ditunjukkan pada Gambar 11.

(a)

(b)

Gambar 11. Morfologi TiO2 pada hidrolisis rasio volume (v/v) H2O/TiOSO4 dengan (a) penambahan asam HCl; (b) tanpa penambahan HCl Tabel 9. Komposisi TiO2 pada hidrolisis rasio (v/v) H2O/TiOSO4 dengan/tanpa penambahan asam HCl

Elemen

TiO2 (% Mass)

Dengan Penambahan

HCl

TiO2 (% Mass) Tanpa

Penambahan HCl

C 4,29 12,43 O 52,16 45,55 S 3,94 1,73 Ti 33,29 34,54 Fe - 1,33 Mo 6,32 4,42

Total 100 100

Page 75: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

60 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 49-60

Pada Gambar 11 dan Tabel 9 terlihat bahwa morfologi TiO2 pada hasil hidrolisis rasio (v/v) H2O/TiOSO4 sebesar 8 berubah menjadi tidak beraturan (tdak seragam) setelah penambahan asam HCl dibandingkan dengan sebelum penambahan asam. Namun apabila dilihat dari hasil analisa EDS-SEM terlihat kandungan Fe pada hidrolisis penambahan asam tidak terdapat pada bubuk TiO2. Penambahan asam ini diharapkan mampu mencegah terjadinya oksidasi Fe2+ (FeSO4) menjadi Fe3+ (Fe2O3) dengan derajat keasaman semakin rendah sesuai diagram pourbaix. Morfologi TiO2 yang tidak seragam dengan penambahan HCl disebabkan karena adanya reaksi antara Fe2+, Ti4+, atau TiO(OH)2 dengan HCl membentuk persenyawaan TiCl4 yang pada akhirnya juga akan membentuk TiO2 setelah proses hidrolisis dan aging.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari

penelitian ini adalah semakin rendah derajat keasaman pada proses hidrolisis akan menghasilkan produk TiO2 yang mengandung pengotor besi yang sedikit dengan morfologi yang seragam dan berukuran kecil. Fraksi kristalin semakin meningkat pada produk titanium dioksida yang dihasilkan pada hidrolisis pH rendah.

Semakin besar rasio (v/v) H2O/TiOSO4 menyebabkan TiO2 yang terbentuk mempunyai morfologi partikel yang seragam dengan ukuran semakin kecil. Namun kadar Fe semakin besar dengan kenaikan rasio (v/v) H2O/TiOSO4 semakin besar. Reaksi hidrolisis TiOSO4 dengan H2O pada rasio (v/v) H2O/TiOSO4 sebesar 3 mampu menyisihkan pengotor Fe sebesar 99,72 % sehingga warna pigmen TiO2 menjadi lebih putih dengan tingkat keputihan (whiteness) sebesar 92,89% . UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih atas pendanaan kegiatan program insentif bagi peneliti dan perekayasa LIPI serta terima

kasih kepada semua pihak yang telah berperan sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar. Penelitian yang dilakukan ini diharapkan menjadi masukkan dalam sintesis titanium dioksida dari mineral ilmenit dimana kondisi operasi sangat mempengaruhi recovery TiO2 dari larutan TiOSO4. Keberhasilan recovery TiO2 dengan kadar pengotor besi yang rendah diharapkan dapat diaplikasikan sebagai pigmen atau bahan baku industri kimia.

DAFTAR PUSTAKA

[1] C.Su, B.-Y. Hong, C.-M. Tseng, 2004. Sol Gel Preparation and Photocatalysis of Titanium Dioxide, Catalysis Today. 96, p. 119-126.

[2] Fadli Ahmad, Supranto, dan Sumardi. 2003. Model Kinetika Reaksi Destruksi Mineral Ilmenit pada Sintesa Titanium Dioksida (TiO2) dengan Asam Sulfat. Jurnal Natur Indonesia 6(1): 34-38.

[3] Kye Sang Yoo, Hyeok Choi, Dionysios D. Dionysiou, 2005. Synthesis of anatase nanostructured TiO2 particles at low temperature using ionic liquid for photocatalys. J. Elsevier 6, 259-262.

[4] Othmer, K. 1993. Encyclopedia of Chemical Technology, 4th Ed., Vol. 7, p. 505.

[5] Sugimoto, T.; Zhou, X.; Muramatsu, A. J. Colloid Interface Sci. 2003, 259, 53

[6] Yang, J.; Mei, S.; Ferreira,J. M. F. Mater. Sci. Eng. C 2001, 15, 183.

[7] Web: http://www.tritrading.com

RIWAYAT PENULIS F. Firdiyono, lahir di Jakarta, 14 Februari 1956. Sarjana Tambang Metalurgi ITB, lulus tahun 1981. S2 Pengolahan Mineral, Universitas Kyoto Jepang, lulus tahun 1987. S3 Pengolahan Mineral, Universitas Kyoto Jepang, lulus tahun 1992. Sejak tahun 2001 sampai 2006 menjabat sebagai Kepala Bidang Metalurgi Ekstraksi, Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI.

Page 76: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

PENGHALUSAN BUTIR TITANIUM MURNI UNTUK APLIKASI BIOMEDIS DENGAN TEKNIK EQUAL CHANNEL

ANGULAR PRESSING (ECAP)

Efendi Mabruri, Bambang Sriyono, Sri Mulyaningsih, Solihin Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI

Kawasan Puspiptek Gd.470, Serpong 15314 E-mail: [email protected]

Intisari

Tulisan ini memaparkan penghalusan butir titanium murni (Commercial Purity Titanium/CP-Ti) untuk aplikasi biomedis dengan teknik equal channel angular pressing (ECAP). Die ECAP yang dibuat untuk percobaan memiliki sudut rongga Φ=120°dan Ψ= 7°

yang menghasilkan regangan geser 0,65 untuk individual pass. Rute deformasi ECAP (A dan Bc) dan jumlah pass dievaluasi terhadap perubahan struktur mikro CP-Ti. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bahwa sampel CP-Ti setelah ECAP (Φ=120°, Ψ= 7°) pada masing-masing rute deformasi menunjukkan penghalusan butir yang signifikan dibandingkan dengan struktur mikro CP-Ti awal. Rute deformasi Bc menghasilkan ukuran butir yang lebih halus dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh rute A pada jumlah pass yang sama. Penambahan jumlah pass pada masing-masing rute deformasi semakin menghaluskan ukuran butir CP-Ti.

Kata kunci : Penghalusan butir, CP-Ti, Aplikasi biomedis, Equal channel angular pressing, Rute deformasi

Abstract

This paper reports the grain refinement of pure titanium (Commercial Purity Titanium/CP-Ti) for biomedical application by using equal channel angular pressing (ECAP). The ECAP dies used in the experiment have the die angle of Φ=120° and Ψ= 7° giving the shear strain of 0.65 for individual pass. The deformation routes (A and Bc) and the number of passes were evaluated with respect to microstructure evolution of CP-Ti. The experimental results showed that the grain size of CP-Ti significantly decreased after extrusion through the ECAP(Φ=120°,Ψ= 7o

) dies for both deformation routes A and Bc. The ECAP route Bc resulted in the finer grain sizes compared to those were resulted by route A for the same pass number applied. Furthermore, the grain sizes of CP-Ti decreased with increasing the number of passes of both ECAP routes.

Keywords : Grain refinement, Commercial purity titanium, Biomedical application, Equal channel angular pressing, Deformation routes PENDAHULUAN

Logam Titanium murni (Commercial Purity Titanium/CP-Ti) merupakan logam yang paling aman dipakai untuk implantasi medis karena memiliki biokompatibilitas dan osseointegrasi yang lebih baik dibandingkan logam implan lain seperti baja tahan karat SS 316L dan paduan Co-Cr-Mo karena pembentukan film tipis TiO2 yang pasif pada permukaan titanium[1-3]. Akan tetapi CP-Ti memiliki sifat mekanik yang lebih rendah

dibandingkan titanium paduan (Ti-6Al-4V) atau logam implan lainnya. Penghalusan butir merupakan metoda yang paling efektif untuk meningkatkan kekuatan mekanik CP-Ti berdasarkan relasi Hall Petch tanpa menurunkan biokompatibilitasnya. Perkembangan teknologi material terkini memungkinkan penghalusan butir/struktur logam sampai ke tingkat ukuran butiran ultra halus/ultrafine grained/UFG (100-500 nm) atau nano meter (<100 nm) untuk memaksimalkan efek penguatan pada

Page 77: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

62 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 61-70

material[4-5]. Saat ini terdapat empat teknik untuk mendapatkan material struktur nano[6,7], yaitu: konsolidasi serbuk nanopartikel; deposisi kimia, fisika dan elektrokimia; kristalisasi material amorf; dan deformasi sangat plastis. Di antara teknik-teknik tersebut, deformasi sangat plastis merupakan teknik yang paling banyak mendapat perhatian karena menghasilkan material yang bebas porositas, 100% padat dengan ukuran benda kerja yang relatif cukup besar untuk aplikasi struktur komersial[6,8,9]. Deformasi sangat plastis (severe plastic deformation/SPD) merupakan proses pengerjaan logam yang memberikan regangan yang sangat besar tanpa merubah penampang melintang benda kerja[10,11]

Ada beberapa teknik deformasi sangat plastis yaitu Equal Channel Angular Pressing (ECAP), High Pressure Torsion (HPT), Hydostatic Extrusion (HE) dan Multiple Forging (MF). Di antara beberapa teknik tersebut, ECAP merupakan metoda SPD yang paling efisien dan banyak mendapat perhatian untuk pengembangan material struktur nano

.

[12]. ECAP memiliki lubang cetakan yang membentuk sudut sehingga material mengalami regangan geser tetapi penampang melintang material dipertahankan tidak berubah setelah keluar dari cetakan[13,14]. Prinsip ECAP dapat dilihat pada publikasi sebelumnya[15,16]

• ECAP dapat digunakan untuk mendapatkan struktur mikro di mana dimungkinkan untuk mencapai pembentukan superplastis kecepatan regangan yang sangat tinggi.

. Beberapa keuntungan ECAP dibanding teknik lain adalah:

• ECAP dapat dimungkinkan segera diaplikasikan di industri untuk menghasilkan benda kerja yang relatif besar.

• Bisa dikembangkan pemakaian ECAP menggunakan die yang berputar atau fasilitas multipass untuk mencapai regangan yang tinggi tanpa bongkar pasang benda kerja dari die ECAP.

• ECAP dapat dikombunasikan dengan proses pengerjaan logam lain seperti forging, rolling, wire drawing. Pada tulisan ini akan dilaporkan hasil

penelitian percobaan ECAP terhadap CP-Ti dengan penekanan pada pengaruh jumlah pass dan rute deformasi ECAP terhadap struktur mikro yang terbentuk. Rute deformasi ECAP yang dilakukan pada penelitian ini adalah rute A di mana di antara pass yang berurutan dilakukan rotasi sampel 0° dan rute Bc dengan rotasi 90°. PROSEDUR PERCOBAAN Pembuatan Alat ECAP

Pada penelitian ini dies untuk ECAP didisain memiliki rongga internal berukuran diameter 14 mm dan bersudut dalam Φ=120°

dan susut luar Ψ=7°. Alat ECAP terdiri dari dua komponen yaitu die dan penekan (punch). Die dibuat dari bahan baja H13 dan sedangkan penekan dari baja D2. Komposisi kimia baja H13 dan D2 ditunjukkan oleh Tabel 1. Die dibuat dengan proses pemotongan, flat grinding untuk meratakan permukaan bahan, pemboran dan dilanjutkan dengan EDM (electric discharge machine) untuk pembuatan profil lubang die. Setelah bentuk die selesai dibuat, kemudian dilakukan perlakuan panas (heat treatment) die berupa quens-temper untuk meningkatkan kekuatan secara keseluruhan die dan karbonitriding untuk meningkatkan kekerasan permukaan lubang die. Sedangkan untuk penekan dibuat dengan pemotongan dan pembubutan, kemudian perlakuan panas quens-temper.

Page 78: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Penghalusan Butir Titanium …../ Efendi Mabruri | 63

Tabel 1. Komposisi kimia baja untuk bahan pembuatan die dan punch ECAP No. Baja C Mn Si Cr Ni Mo V Fe

1. H13 0.32-0.45

0.20-0.50

0.80-1.20

4.75-5.50 0.30 max 1.10-

1.75 0.80-1.20 Bal.

2. D2 1.40-1.60

0.60 max

0.60 max

11.00- 13.00 0.30 max 0.70-

1.20 1.10 max Bal.

Bahan CP-Ti dan Percobaan ECAP

Sebagai material awal untuk percobaan ECAP digunakan bilet CP-Ti Grade 1 berukuran diameter 12,7 mm yang diperoleh di pasaran. Komposisi CP-Ti Grade 1 dalam % berat ditunjukan oleh Tabel 2. Untuk percobaan ECAP dibuat sampel CP-Ti berukuran panjang 30 mm. Untuk menghilangkan tegangan sisa dan tekstur sampel CP-Ti dilakukan anil pada suhu 700oC pada kondisi aliran gas Argon. Percobaan ECAP dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam lubang die ECAP kemudian ditekan oleh penekan (punch) sampai seluruh bagian sampel melewati belokan (sudut) rongga die. Penekanan punch dilakukan oleh mesin press hidrolik dengan kecepatan tertentu. Deformasi ECAP dilakukan menggunakan rute A dan rute Bc pada suhu kamar dengan anil pada suhu 500oC di antara pass ekstrusi. Pada rute A, posisi sampel saat ditekan tidak berubah (tidak diputar) dari pass sebelumnya ke pass berikutnya. Sedangkan rute Bc, posisi sampel diputar 90o

pada pass berikutnya. Beberapa rute deformasi ECAP diilustrasikan pada Gambar 1. Sampel yang telah mengalami ECAP dilakukan karakterisasi dengan mikroskop optik, SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray Diffraction). Sampel untuk pengamatan mikroskop optik dan SEM dipotong melintang, digerinda dengan apelas sampai ukuran 2000 dan dipoles dengan emulsi alumina sampai ukuran 0,03 mikron. Kemudian sampel dietsa dengan

campuran 5%HF, 25%HNO3 dan 70% air distilasi.

Tabel 2. Komposisi kimia (% berat) CP-Ti (CP-Ti) untuk percobaan ECAP

Bahan O N C H Fe Ti CP-Ti

Grade 1 0.18 0.03 0.08 0.015 0.2 Bal.

Gambar 1. Beberapa rute deformasi ECAP (a) rute A (b) rute BA (c) rute Bc (d) rute C

[17]

HASIL DAN PEMBAHASAN Die dan Punch ECAP

Die dan punch ECAP yang telah selesai dibuat ditunjukkan oleh Gambar 2. Die dan punch ini harus memiliki kekuatan dan kerasan yang tinggi agar tidak cepat aus karena gesekan pengepresan dan punch tidak terdeformasi plastis (melengkung) akibat tekanan mesin press. Oleh karena itu die dan punch harus dilakukan pengerasan dengan perlakuan panas. Perlakuan panas dilakukan agar terbentuk

Page 79: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

64 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 61-70

fasa martensit temper yang memiliki kekerasan dan ketangguhan yang tinggi. Gambar 3 menunjukkan struktur mikro die yang terbuat dari baja H13 dan struktur mukro punch yang terbuat dari baja D2 yang masing-masing telah mengalami perlakuan panas quenching dan tempering. Dari gambar tersebut terlihat bahwa fasa martensit temper sudah terbentuk baik pada baja H13 maupun baja D2. Pada struktur mikro baja D2 terdapat juga fasa karbida krom (fasa berwarna lebih terang) yang memiliki kekerasan yang tinggi. Terbentuknya fasa karbida ini dikarenakan baja D2 memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi (1,4-1,6 % berat) dan juga kandungan krom (Cr) yang tinggi (11-13% berat).

Gambar 2. Punch dan Die ECAP dengan lubang yang membentuk sudut 120 °C

(a)

(b) Gambar 3. Struktur mikro (a) die dan (b) punch setelah perlakuan panas

Hasil pengukuran kekerasan terhadap die dan punch setelah perlakuan panas ditunjukkan oleh Tabel 3. Dari tabel tersebut terlihat bahwa die dan punch masing-masing memiliki kekereasan yang tinggi yaitu 52,4 HRc untuk die dan 59,5 Rc untuk punch. Dari hasil–hasil pengujian ini menunjukkan bahwa struktur mikro dan kekerasan die dan punch sudah sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua komponen dapat digunakan untuk percobaan ECAP. Tabel 3. Kekerasan die dan punch setelah perlakuan panas

No. Komponen ECAP

Kekerasan (HRc)

1 Die 52,4 2 Punch 59,5

Struktur Mikro CP-Ti Setelah ECAP

Gambar 4 menunjukkan sampel titanium yang telah dilakukan deformasi ECAP dari pass 1 sampai pass 4. Dari gambar tersebut terlihat sampel pass 1 sampai pass 4 memiliki ukuran penampang melintang yang relatif tidak berubah karena sampel melewati lubang die dengan diameter yang konstan. Sampel mengalami deformasi plastis berupa regangan geser akibat melalui sudut dalam Φ (dalam hal ini 120°) dan sudut luar Ψ (dalam hal ini

Page 80: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Penghalusan Butir Titanium …../ Efendi Mabruri | 65

7°) dari lubang die ECAP yang memberikan regangan geser 0,65 kepada benda kerja untuk setiap pass deformasi.

Gambar 4. Sampel CP-Ti setelah melalui ECAP pass 1 sampai 4 dari kiri ke kanan

Gambar 5 (a) menunjukkan struktur

mikro CP-Ti yang telah mengalami ECAP pass 1. Pada pembesaran yang lebih tinggi seperti ditunjukkan oleh Gambar 5 (b) terlihat adanya sub butir-sub butir yang memecah interior butir awal. Pemecahan interior butiran ini terjadi oleh adanya pita-pita deformasi geser yang terbentuk selama proses ECAP berlangsung. Pita deformasi geser (shear bands) ini terjadi pada bidang-bidang slip yang terdapat di dalam struktur kristal CP-Ti yaitu hcp (hexagonal close-packed). Secara umum defromasi plastis terjadi melalui dua mekanisme yaitu pergeseran bidang atom melalui bidang slip atau terbentuknya kembaran defromasi (deformation twin). Karena CP-Ti memiliki struktur kristal hcp (hexagonal close-packed), bidang slip yang dimiliki terbatas dan tidak cukup untuk menerima regangan plastis yang besar. Gambar 5 (b) menunjukkan bahwa deformasi plastis oleh ECAP pass 1 pada CP-Ti didominasi oleh pita geser -pita geser yang terbentuk oleh pergeseran bidang slip. Ini menunjukkan bahwa regangan geser yang diterima sampel pada pass 1 ECAP dengan sudut Φ= 120° dan Ψ= 7°

masih bisa diakomodasi oleh bidang-bidang slip di dalam struktur kristal hcp CP-Ti yang jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan di dalam struktur

kristal fcc (misalnya aluminium). Pita geser-pita geser yang dihasilkan pada pass-pass berikutnya akan saling berinteraksi dan menentukan struktur mikro akhir sampel. Orientasi interaksi pita geser-pita geser ini dipengaruhi oleh jenis rute deformasi yang dilakukan pada sampel.

(a)

(b) Gambar 5. Gambar SEM yang menunjukkan struktur mikro CP-Ti setelah ECAP pass 1. (a) 1000X (b) 10.000X

Struktur mikro CP-Ti awal sebelum

ECAP dan setelah deformasi ECAP(Φ=120°,Ψ= 7°) pass 1 sampai pass 4 untuk rute A dan rute Bc di tampilkan masing-masing pada Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8. Sulit untuk membedakan batas butir dari butiran tungal karena adanya pergerakan pita geser dan dislokasi selama pengepresan. Akan tetapi dari gambar-gambar tersebut secara kualitatif dapat dilihat bahwa sampel CP-Ti setelah

Page 81: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

66 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 61-70

ECAP (Φ=120°,Ψ= 7°) pada masing-masing rute deformasi menunjukkan penghalusan struktur mikro yang signifikan dibandingkan dengan struktur mikro CP-Ti awal. Dengan bertambahnya pass pada deformasi ECAP, secara teori seharusnya jumlah pita geser-pita geser dan dislokasi cenderung meningkat yang akhirnya akan makin menghaluskan butir dari struktur mikro logam. Akan tetapi dari Gambar 7 dan Gambar 8 yang menunjukkan penambahan jumlah pass ECAP(Φ=120°,Ψ= 7°) pada masing-masing rute A dan rute Bc dengan dilakukan intermediate annealing pada 500 °C antar pass, struktur mikro tidak dapat dibedakan secara signifikan karena keterbatasan resolusi dan perbesaran gambar yang diambil dengan mikroskop optik. Sedangkan jika dibandingkan antara kedua rute deformasi ECAP (Φ=120°, Ψ= 7°), Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan perbedaan yang mencolok

dimana secara kualitatif rute Bc menghasilkan struktur mikro yang lebih halus dibandingkan dengan struktur mikro yang dihasilkan oleh rute A. Hal ini dapat dijelaskan dengan mengkorelasikan pembentukan butir halus dengan pola pergeseran bidang pada masing-masing rute deformasi ECAP.

Gambar 6. Struktur mikro CP-Ti awal ( as -received) sebelum ECAP

Gambar 7. Struktur Mikro CP-Ti setelah ECAP rute A

PASS 1 PASS 2

PASS 3 PASS 4

Page 82: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Penghalusan Butir Titanium …../ Efendi Mabruri | 67

Gambar 8. Struktur mikro CP-Ti setelah ECAP rute Bc Gambar 9 menunjukkan pola pergeseran bidang pada deformasi ECAP dengan rute A dan rute Bc yang berkaitan dengan deformasi plastis di tiga bidang kristalografi X, Y dan Z[17]. Rute A di mana perputaran sampel 0°-0°-0°-0° menghasilkan deformasi geser yang kontinyu pada bidang-bidang X dan Y, tetapi tidak ada deformasi pada bidang Z. Sedangkan rute Bc di mana perputaran sampel 0°−90°−180°−270° menghasilkan deformasi yang kontinyu di semua bidang (X, Y, Z) dan jalur regangan berbalik pada pass yang berurutan. Pembalikan jalur regangan memungkinkan pembentukan pita geser-pita geser dengan mudah sehingga evolusi butiran (sub-butiran menjadi batas butiran berdudut besar) pada ke tiga bidang X, Y, Z terjadi secara cepat dan seragam[18]

.

Gambar 9. Gambar skematik pola pergeseran bidang pada deformasi ECAP (a) rute A dan (b) rute Bc

[17]

Gambar 11 menunjukkan profil puncak-puncak XRD CP-Ti awal dan setelah ECAP pass 1, pass 2 dan pass 4 pada masing-masing rute A dan rute Bc. Untuk mengevaluasi struktur mikro dari profil XRD dapat dilakukan dengan mengadopsi persamaan scherrer berikut:

PASS 1 PASS 2

PASS 3 PASS 4

( )θ

λθcos

2L

KB =

Page 83: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

68 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 61-70

Gambar 11. Profil XRD CP-Ti awal dan setelah ECAP denga rute A dan rute Bc

Dari persamaan tersebut di atas terlihat bahwa ukuran kristalit (L) berbanding terbalik dengan lebar peak (B). B biasanya ditentukan berdasarkan lebar pada tengah tinggi profil maksimum (Full Widht at Half Maximum-FWHM). FWHM yang lebih besar akan merefleksikan ukuran kristalit (dapat diangap ukuran butir) yang lebih kecil. Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa deformasi ECAP menguatkan secara signifikan intensitas bidang-bidang kristal yang muncul pada profil XRD. Secara kualitatif dapat diamati juga bahwa pada jumlah pass yang sama rute deformasi Bc menghasilkan puncak-puncak XRD yang memiliki FWHM yang lebih lebar dari yang dihasilkan oleh rute A. Selain itu pada masing-masing rute deformasi, jumlah pass yang lebih besar memberikan puncak-puncak dengan FWHM yang lebih lebar dari pada yang berikan oleh jumlah pass yang lebih kecil. Sehingga dari profil XRD ini dapat dinyatakan bahwa pada jumlah pass yang sama rute deformasi Bc menghasilkan struktur mikro (butiran) yang lebih halus dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh rute A dan ukuran butir semakin halus seiring dengan bertambahnya jumpah pass pada masing-masing rute deformasi. Hasil

yang ditunjukkan oleh profil XRD ini melengkapi hasil yang ditunjukkan oleh gambar struktur mikro pada Gambar 7 dan Gambar 8.

KESIMPULAN

Dari percobaan ini disimpulkan bahwa teknik equal channel angular pressing (ECAP) dengan Φ=120° dan Ψ= 7°

dapat menghaluskan butir CP-Ti. Rute deformasi Bc menghasilkan ukuran butir yang lebih halus dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh rute A pada jumlah pass yang sama. Penambahan jumlah pass pada masing-masing rute deformasi semakin menghaluskan ukuran butir CP-Ti.

DAFTAR PUSTAKA [1] M.Niinomi, T.Hanawa, and T.

Narushima: Journal of Metals, April (2005) 18-24.

[2] F. Guillemot et al: Medical & Biological Engineering & Computing, 42, (2004)137-141.

[3] J. Gubicza, Zs. Fogarassy, Gy. Krállics, J. Lábár, T. Törköly: Materials Science Forum, 589 (2008) 99-104.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

30 40 50 60 70 80

Awal

Pass 1

Rute A-Pass 2

Rute A-Pass 4

Rute Bc-Pass 2

Rute Bc-Pass 4

Page 84: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Penghalusan Butir Titanium …../ Efendi Mabruri | 69

[4] M.Greger , R.Kocich, B.Kuřetová, M.Vlček: Acta Metallurgica Slovaca, 13 (4) (2007) 561-569.

[5] Q. Wei: Journal Of Materials Science, 42 (2007) 1709–1727.

[6] Zbigniew Pakieła et al: Proc. NUKLEONIKA 2006;51(Supplement 1):S19−S25.

[7] K.Y. Zhu a, A. Vassel b, F. Brisset c, K. Lu d, J. Lu: Acta Materialia, 52 (2004) 4101–4110.

[8] Yuntian T. Zhu and Terence G. Langdon: Journal Of Metals, October (2004) 58-63.

[9] R. Z. Valiev: Journal Of Materials Science, 42 (2007) 1483–1490.

[10] Terry C. Lowe: Journal Of Metals, April (2006) 28-32.

[11] K. J. Kurzydlowski: Bulletin of The Polish Academy of Sciences: Technical Sciences, 52 (4) (2004) 301-311.

[12] I.Kim, J.Y. KiM, D.H. Shin, and K.T. Park: Metallurgical and Materials Transactions A, 34A (2003) 1555-1558.

[13] G.M. Stoica and P.K. Liaw: Journal Of Metals, March (2001) 36-40.

[14] S. Rusz and K. Malanik: Archives of Materials Science and Engineering, 28 (11) (2007) 683-686.

[15] T. Unga´r : Journal Of Materials Science, 42 (2007) 1584–1593.

[16] E.Mabruri, B.Sriyono, S.Mulyaningsih, Solihin, Pemrosesan CP-Ti Struktur Ultra Halus dengan Deformasi Sangat Plastis Menggunakan Teknik Equal Channel Angular Pressing (ECAP), Prosiding Seminar Material Metalurgi 2009, Indonesia.

[17] Langdon T G. The principles of grain refinement in equal-channel angular pressing, Materials Science and Engineering A, 2007, 462:3−11.

[18] P. Venkatachalami, S.R. Kumari, B. Ravisankari, V. T. Paul, M. Vijayalakshmi, Effect of processing routes on microstructure and mechanical properties of 2014 Al alloy processed by equal channel angular pressing, Trans. Nonferrous Met. Soc. China 20(2010) 1822−1828.

RIWAYAT PENULIS Efendi Mabruri, peneliti di Pusat Penelitian Metalurgi LIPI, lahir di Cirebon pada tanggal 5 Januari 1970. Lulus Sarjana Teknik Pertambangan ITB tahun 1995, Master Teknik Material ITB tahun 2002 dan Doctor of Engineering bidang material dari Nagoya University tahun 2008.

Page 85: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

70 | Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188/ hal 61-70

Page 86: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Ucapan Terima Kasih |

Ucapan Terima Kasih

Redaksi mengucapkan Terima Kasih kepada :

Ir. Yusuf

Untuk partisipasinya dalam evaluasi dan member saran dan perbaikan Majalah Metalurgi Volume 25 Nomor 1, April 2010

Page 87: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

| Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

Page 88: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Indeks |

Indeks Penulis

A Andika Widya Pramono 7

B Bambang Sriyono 41, 61 Bintang Adjiantoro 13, 41 Budi Priyono 19

E Eko Sulistiyono 13 Efendi Mabruri 61

F F. Firdiyono 49

H Hadi Suwarno 25

I Iwan Setiawan 49

L Latifa Hanum Lalasari 49

N Nurhayati Indah 49

R Rudi Subagja 49

S Solihin 1, 61 Sri Mulyaningsih 19, 61

Y Yusuf 33

Page 89: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

| Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

Page 90: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

Indeks |

Indeks

A AlCuMg ternary Alloy 5, 6, 8, 10, 11, 12, 23, 24, 25, 27,

29, 30, 31, 33, 39, 40, 41, 47, 48, 69

alloys 41

B Biocompatible 7, 8, 10, 11, 12 Biokompatibel 7, 34 Biomedical 8, 9, 11, 12, 33, 39, 40, 61 Biomedis 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 61

C Cladding 19, 20, 22, 23 Coating 10, 11, 33, 39 Comparative advantages 7, 10 Corrosion 8, 10, 19, 33, 39, 40

H High energy ball milling 25, 26 Hot roll 19, 23 Hydrogen storage material 25, 30

I Implan 7, 8, 9, 10, 11, 33, 34, 35, 37,

38, 39, 61 Implant 7, 8, 9, 10, 11, 33, 34, 35, 37, 38,

39, 61 Ilmenit 49, 50, 51, 52, 53, 60 Intermetalik 19, 20

K Keunggulan komparatif 7 Keunggulan kompetitif 7 Kinetics 1, 3, 5 Kinetik 1, 60 Komposit matriks logam 41 Korosi 19, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41

L Lapis lindung 33, 36, 37, 38

M Magnesit 13, 14, 15, 16, 17, 18 Magnesite 13, 18 Magnesium 13, 14, 18, 26, 27, 28, 31,

33, 34, 35, 36, 37 Mechanochemistry 1, 2, 3 Mekanokimia 1 Metal matrix MgO 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 46, 47

composite 41, 47

Millennium development goals 7, 8 Milling 1, 2, 3, 4, 5, 11, 25, 26, 27, 28,

29, 31 Mineral processing 1, 3, 4, 5, 6

N Nanotechnology 7, 10, 11 Nanoteknologi 7, 12

P Paduan 19, 25, 33, 34, 35, 36, 37, 38,

39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 61 Paduan terner AlCuMg 41 Pemrosesan mineral 1

R Reaksi antar padatan 1

S SEM 13, 15, 16, 17, 18, 49, 50, 53, 54,

55, 56, 57, 58, 60, 63, 65 Senyawa karbida SiC 41, 42 SiC carbide cSolid-state reaction 1, 3

ompound 41

Synthetic alloying 25, 26

Page 91: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

| Majalah Metalurgi, V 25.1.2010, ISSN 0126-3188

T Techno-economy 7 Tekno-ekonomi 7 The millennium development goals 7, 8

Titanium dioksida 49, 50, 51, 52, 55, 56, 60

Titanium sulfat 49, 50, 52, 53, 54

Page 92: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

PANDUAN BAGI PENULIS

1. Penulis yang berminat menyumbangkan hasil karyanya untuk dimuat di dalam majalah Metalurgi, diharuskan mengirim naskah asli dalam bentuk final baik hardcopy atau softcopy (dalam file doc), disertai pernyataan bahwa naskah tersebut belum pernah diterbitkan atau tidak sedang menunggu penerbitannya dalam media tertulis manapun.

2. Penulis diminta mencantumkan nama tanpa gelar, afiliasi kedudukan dan alamat emailnya setelah judul karya tulisnya, dan ditulis dengan Times New Roman (TNR), jarak 1 spasi, font 12.

3. Naskah harus diketik dalam TNR font 12 dengan satu (1) spasi. Ditulis dalam bentuk hardcopy dengan kertas putih dengan ukuran A4 pada satu muka saja. Setiap halaman harus diberi nomor dan diusahakan tidak lebih dari 30 halaman

4. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, harus disertai dengan judul yang cukup ringkas dan dapat melukiskan isi makalah secara jelas. Judul ditulis dengan huruf kapital menggunakan TNR font 14 dan ditebalkan. Untuk yang berbahasa Indonesia, usahakanlah untuk menghindari penggunaan bahasa asing.

5. Isi naskah terdiri dari Judul naskah, Nama Pengarang dan Institusi beserta email, Intisari/Abstract, Pendahuluan, Tata Kerja/Prosedur Percobaan, Hasil Percobaan, Pembahasan, Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka, Ucapan Terimakasih dan Riwayat Hidup. Pakailah bahasa yang baik dan benar, singkat tapi cukup jelas, rapi, tepat dan informatif serta mudah dicerna/dimengerti. Sub judul ditulis dengan huruf kapital TNR font 12, ditebalkan tanpa penomoran urutan sub judul, misalnya : PENDAHULUAN PROSEDUR PERCOBAAN, dan seterusnya.

6. Naskah harus disertai intisari pendek dalam bahasa Indonesia dan abstract dalam bahasa Inggris ditulis TNR 10 jarak 1 spasi diikuti dengan kata kunci/keywords ditulis miring. Isi dari intisari/abstract merangkum secara singkat dan jelas tentang : • Tujuan dan Ruang Lingkup Litbang • Metoda yang Digunakan • Ringkasan Hasil • Kesimpulan

7. Isi pendahuluan menguraikan secara jelas tentang : • Masalah dan Ruang Lingkup • Status Ilmiah dewasa ini • Hipotesis • Cara Pendekatan yang Diharapkan • Hasil yang Diharapkan

8. Tata kerja/prosedur percobaan ditulis secara jelas sehingga dapat dipahami langkah- langkah percobaan yang dilakukan.

9. Hasil dan pembahasan disusun secara rinci sebagai berikut : • Data yang disajikan telah diolah, dituangkan dalam bentuk tabel atau gambar, serta diberi

keterangan yang mudah dipahami. Penulisan keterangan tabel diletakkan di atas tabel, rata kiri dengan TNR 10 dengan spasi 1. Kata tabel ditulis tebal. Akhir ketrangan tidak diberi tanda titik .

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA P U S A T P E N E L I T I A N M E T A L U R G I Kawasan PUSPIPTEK Serpong 15314, Tlp.021-7560911 Fax. 021-7560553

Page 93: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

PANDUAN BAGI PENULIS

Contoh : Tabel 1. Harga kekerasan baja SS 316L Penulisan keterangan gambar ditulis di bawah gambar, rata kiri dengan TNR 10 jarak 1 spasi, format “in line with text”. Kata gambar ditulis tebal. Akhir ketrangan tidak diberi tanda titik. Contoh : Gambar 1. Struktur mikro baja SS 316L

• Pada bagian pembahasan terlihat adanya kaitan antara hasil yang diperoleh dengan konsep dasar dan atau hipotesis

• Kesesuaian atau pertentangan dengan hasil litbang lainnya • Implikasi hasil litbang baik secara teoritis maupun penerapan

10. Kesimpulan berisi secara singkat dan jelas tentang : • Esensi hasil litbang

Penalaran penulis secara logis dan jujur, fakta yang diperoleh 11. Penggunaan singkatan atau tanda-tanda diusahakan untu memakai aturan nasional atau

internasional. Apabila digunakan sistem satuan maka harus diterapkan Sistem Internasional (SI)

12. Kutipan atau Sitasi • Penulisan kutipan ditunjukkan dengan membubuhkan angka (dalam format superscript)

sesuai urutan. • Angka kutipan ditulis sebelum tanda titik akhir kalimat tanpa spasi, dengan tanda kurung

siku dan tidak ditebalkan (bold). • Jika menyebut nama, maka angka kutipan langsung dibubuhkan setelah nama tersebut. • Tidak perlu memakai catatan kaki. • Urutan dalam Daftar Pustaka ditulis sesuai dengan nomor urut kutipan dalam naskah.

Contoh: Struktur mikro baja SS 316L[2]. 13. Penyitiran pustaka dilakukan dengan memberikan nomor di dalam tanda kurung. Daftar

pustaka itu sendiri dicantumkan pada bagian akhir dari naskah. Susunan penulisan dari pustaka sebagai berikut : 1. Buku dengan satu pengarang atau dua pengarang (hanya nama pengarang yang

dibalik) : [1] Peristiwady, Teguh. 2006. Ikan-ikan Laut Ekonomis Penting di Indonesia : Petunjuk Identifikasi. Jakarta : LIPI Press. [2] Bambang, Dwiloka dan Ratih Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Rineka Cipta.

2. Buku dengan tiga pengarang atau lebih [1] Suwahyono, Nurasih dkk. 2004. Pedoman Penampilan Majalah Ilmiah Indonesia. Jakarta : Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, LIPI.

3. Buku tanpa nama pengarang, tapi nama editor dicantumkan. [1] Brojonegoro, Arjuno dan Darwin (Ed.). 2005. Pemberdayaan UKM melalui Program Iptekda LIPI, Jakarta : LIPI Press.

4. Buku tanpa pengarang, tapi ditulis atas nama Lembaga. [1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Nasional. 2006. Kamus Besar bahasa Indonesia Jakarta : Balai Pustaka.

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA P U S A T P E N E L I T I A N M E T A L U R G I Kawasan PUSPIPTEK Serpong 15314, Tlp.021-7560911 Fax. 021-7560553

Page 94: VOLUME 25 NOMOR 1, APRIL 2010 ISSN 0126 – 3188slimm.metalurgi.lipi.go.id/ir/assets/uploaded/galley.pdfHadi Suwarno ( Center for Technology of Nuclear Fuel, National Nuclear Energy

PANDUAN BAGI PENULIS

5. Artikel dari Jurnal/majalah dan koran (bila tanpa pengarang) [1] Haris, Syamsudin. 2006.,,Demokratisasi Partai dan Dilema Sistem Kepartaian di Indonesia”. Jurnal Penelitian Politik.: 67-76 Jakarta.

6. Artikel dari bunga rampai [1] Oetama, Yacob. 2006.,, Tradisi Intelektualitas, Taufik Abdullah, Jurnalisme Makna”. Dalam A.B. Lapian dkk. (Ed.), Sejarah dan Dialog Peradaban. Jakarta : LIPI Press.

7. Bahan yang belum dipublikasikan atau tidak diterbikan [1] Wijana, I dewa Putu. 2007.,,Bias Gender pada Bahasa Majalah Remaja”. Tesis, Fakultas Ilmu Budaya Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

8. Bahan yang belum dipublikasikan atau tidak diterbikan

[1] Wijana, I dewa Putu. 2007.,,Bias Gender pada Bahasa Majalah Remaja”. Tesis, Fakultas Ilmu Budaya Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

9. Tulisan Bersumber dari Internet [1] Rustandy, Tandean. 2006 “Tekan Korupsi Bangun Bangsa”. (http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=1291, diakses 14 Januari 2007)

14. Ucapan terimakasih ditulis dengan huruf kapital TNR font 12 dan ditebalkan. Isi dari ucapan terimakasih ditulis dengan TNR 12 dan spasi 1.

15. Naskah yang dinilai kurang tepat untuk dimuat di dalam majalah akan dikirim kembali kepada penulis. Saran-saran akan diberikan apabila ketidak tepatan tersebut hanya disebabkan oleh format atau cara penyajian.

16. Penulis bertanggung jawab penuh atas kebenaran naskahnya. 17. Setiap penerbitan tidak ada dua kali atau lebih penulis utama yang sama. Apabila ada, salah

satu naskahnya penulis utama tersebut ditempatkan pada penulis kedua.

Serpong, 8 Juni 2009 Redaksi Majalah Metalurgi

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA P U S A T P E N E L I T I A N M E T A L U R G I Kawasan PUSPIPTEK Serpong 15314, Tlp.021-7560911 Fax. 021-7560553