122
Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011 ANALISA UNJUK KERJA POMPA HIDRAM PARALEL DENGAN VARIASI BERAT BEBAN DAN PANJANG LANGKAH KATUP LIMBAH Muhamad Jafri, Ishak Sartana Limbong Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana ABSTRACT This study aims to determine the influence of pump efficiency variations hydram with heavy loads and stroke waste valve. The method used is the experimental method used to pump dimensions are 2 inches, has a diameter of inlet (D): 1.5 inch diameter pipe and expenses (d): ½ inch. From the results of testing and regression analysis found that the variation of load weight and stroke waste valve hydram effect on pump efficiency. The highest efficiency of this result on hydram pumps connected in parallel with stroke 0.5 cm and weighs 400 grams valve that is 55.30% in efficiency D'Aubuission. Keywords : pump hydram, waste valve, efficiency. Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak pemukiman di pedesaan yang sulit memperoleh air bersih untuk keperluan rumah tangga, kehidupan sayur-sayuran maupun untuk keberlangsungan hidup bagi hewan ternak. Kebanyakan sumber air yang ada berada pada posisi lebih rendah dari pemukiman penduduk. Penggunaan pompa Hidraulik Ram (Hidram) yang mana tanpa membutuhkan energi listrik, serta pengoperasiannya sederhana, mempunyai prospek yang baik. Pompa hidram merupakan suatu alat yang digunakan untuk menaikkan air dari sumber air yang rendah atau yang berada ke tempat yang lebih tinggi secara automatik. Sumber energi dari pompa berasal dari tekanan dinamik atau gaya air yang timbul karena perbedaan ketinggian sumber air ke pompa. Gaya tersebut akan digunakan untuk mengerakkan katup limbah sehingga diperoleh gaya yang lebih besar untuk mendorong air. Untuk unit-unit pompa yang bekerja secara paralel, pompa haruslah bekerja pada daerah yang stabil, ini dapat diilustrasikan dengan menganggap bahwa dua unit pompa yang sedang beroperasi atau bekerja pada kapasitas rendah di daerah tak stabil karena adanya perbedaan tekanan dan ketinggian pada susunan pipa dan kerugian gesekkan. Penelitian pompa hidram dengan variasi beban katup limbah dilakukan oleh Cahyanta, dkk, (2008). Hasil 1

Volume 10 nomor 1 a april 2011

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

ANALISA UNJUK KERJA POMPA HIDRAM PARALEL DENGAN VARIASI BERAT BEBAN DAN PANJANG LANGKAH KATUP LIMBAH

Muhamad Jafri, Ishak Sartana Limbong Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

This study aims to determine the influence of pump efficiency variations hydram with heavy loads and stroke waste valve. The method used is the experimental method used to pump dimensions are 2 inches, has a diameter of inlet (D): 1.5 inch diameter pipe and expenses (d): ½ inch. From the results of testing and regression analysis found that the variation of load weight and stroke waste valve hydram effect on pump efficiency. The highest efficiency of this result on hydram pumps connected in parallel with stroke 0.5 cm and weighs 400 grams valve that is 55.30% in efficiency D'Aubuission. Keywords : pump hydram, waste valve, efficiency.

Kenyataan menunjukkan bahwa

masih banyak pemukiman di pedesaan

yang sulit memperoleh air bersih untuk

keperluan rumah tangga, kehidupan

sayur-sayuran maupun untuk

keberlangsungan hidup bagi hewan

ternak. Kebanyakan sumber air yang ada

berada pada posisi lebih rendah dari

pemukiman penduduk.

Penggunaan pompa Hidraulik Ram

(Hidram) yang mana tanpa membutuhkan

energi listrik, serta pengoperasiannya

sederhana, mempunyai prospek yang

baik.

Pompa hidram merupakan suatu

alat yang digunakan untuk menaikkan air

dari sumber air yang rendah atau yang

berada ke tempat yang lebih tinggi secara

automatik. Sumber energi dari pompa

berasal dari tekanan dinamik atau gaya

air yang timbul karena perbedaan

ketinggian sumber air ke pompa. Gaya

tersebut akan digunakan untuk

mengerakkan katup limbah sehingga

diperoleh gaya yang lebih besar untuk

mendorong air.

Untuk unit-unit pompa yang bekerja

secara paralel, pompa haruslah bekerja

pada daerah yang stabil, ini dapat

diilustrasikan dengan menganggap bahwa

dua unit pompa yang sedang beroperasi

atau bekerja pada kapasitas rendah di

daerah tak stabil karena adanya

perbedaan tekanan dan ketinggian pada

susunan pipa dan kerugian gesekkan.

Penelitian pompa hidram dengan

variasi beban katup limbah dilakukan

oleh Cahyanta, dkk, (2008). Hasil

1

Page 2: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

penelitian mununjukkan bahwa kapasitas

aliran maksimum, dan efisiensi

maksimum dicapai pada berat beban

katup limbah 410 gram yaitu sebesar

11,146 x 10-5 m3/s, dan efisiensi

maksimum 16,302%.

Penelitian serupa juga dilakukan

oleh Gan, et al. (2002). Hasil percoban

dan analisa varians serta regresi response

surface diporoleh bahwa faktor volume

tabung dan beban katup limbah

berpengaruh pada efisiensi pompa, begitu

pula interaksi antara kedua faktor.

Efisiensi terbaik adalah volume tabung

1300 ml dan beban katup 400 g untuk

mendapatkan efisiensi 42,9209%.

Gambar 1. Instalasi pompa hidram Sumber : Jurnal teknik mesin

Sistem instalasi pompa hidram

terdiri atas beberapa bagian antara lain:

1. Pipa pemasukan

Pipa pemasukan merupakan saluran

antara sumber air dan pompa.

2. Rumah Pompa

Rumah pompa merupakan ruang

utama dan tempat terjadinya proses

pemompaan.

3. Katup limbah

Merupakan tempat keluarnya air yang

berfungsi memancing gerakan air

yang berasal dari reservoir. Katup

limbah yang berat dan langkah katup

yang panjang memungkinkan

kecepatan aliran air dalam pipa

mencapai titik maksimum, sehingga

pada saat katup limbah menutup

terjadi energi tekanan (efek water

hammer) yang besar dan daya

pemompaan yang tinggi, namun debit

2

Page 3: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

air yang terbuang relatif banyak.

Katup limbah yang relatif ringan dan

langkah yang pendek akan

memberikan denyutan yang lebih

cepat dan hasil pemompaan lebih

besar pada tinggi pemompaan yang

rendah. (Hanafie & Longh, 1979).

Kompoen katup buang jenis kerdam

sederhana;

Gambar 2. Komponen katup limbah jenis kerdam

4. Katup pengantar

Katup yang menghantarkan air dari

rumah pompa ke tabung udara, serta

menahan air yang telah masuk agar

tidak kembali masuk ke rumah

pompa.

5. Tabung udara

Tabung ini berfungsi untuk

memperkuat tekanan dinamik.

6. Pipa pengantar

Pipa pengantar merupakan saluran air

yang mengantarkan air dari pompa ke

bak penampung.

Tinggi Tekan Total (Head)

Head total (H) pompa yang harus

disediakan untuk mengalirkan jumlah air

seperti direncanakan, dapat ditentukan

dari kondisi instalasi yang akan dilayani

oleh pompa (Sularso dan Tahara, 2004) :

dimana :

3

Page 4: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

: head total pompa (m) : head statis pompa (m)

: selisih head tekanan (m) : kerugian gesek (m)

: head kecepatan (m)

Head Kerugian

Head kerugian terbagi dalam dua

kelompok yaitu mayor losses dan minor

losses. Mayor losses adalah kerugian

yang disebabkan karena gesekan yang

dapat dihitung dengan persamaan Darcy,

sebagai berikut (Sularso dan Tahara,

2004),

dimana : = Koefisien kerugian gesek

= Panjang pipa (m) = Diameter dalam pipa (m) = kecepatan rata-rata aliran

dalam pipa (m/s) Sedangkan minor losses adalah

kerugian akibat perubahan penampang,

perubahan ukuran pada saluran;

sambungan, belokan, katup, dan aksesoris

yang lainnya (Sularso dan Tahara, 2004),

Debit Air

Debit merupakan banyaknya

volume air yang melewati suatu saluran

persatuan waktu. Apabila Q (m3/s )

menyatakan debit air dan v (m3)

menyatakan volume air, sedangkan ∆t (s)

adalah selang waktu tertentu mengalirnya

air tersebut, maka hubungan antara

ketiganya dapat dinyatakan sebagai

berikut:

Efisiensi Pompa Hidram

Untuk mengetahui efisiensi pompa

hidram, dalam penelitian ini digunakan

dua persamaan efisiensi yaitu efisiensi

D’Aubuisson dan efisiensi Rankine.

Efisiensi D’Aubuission dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan

(Michael and Kheepar,1997):

dimana : : efisiensi pompa hidram (%)

: debit air pemompaan ( ) : debit air yang terbuang (m 3 /s)

: Tinggi jatuh air (m) : Tinggi angkat (m)

Efisiensi menurut Rankine merupakan

perbandingan antara selisih tinggi tekan

isap dan sisi buang dikali kapasitas

pengisapan, dengan tinggi tekan isap

dikalikan kapasitas air yang dipindahkan

(Michael and Kheepar,1997):

dimana : : efisiensi pompa hidram (%)

Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui pengaruh berat beban dan

panjang langkah katup limbah terhadap

unjuk kerja pompa hidram yang dirangkai

paralel terhadap efisiensi.

Manfaat penelitian adalah

diperolehnya ukuran katup limbah yang

4

Page 5: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

sesuai kondisi debit air masuk, dan dapat

menghasilkan debit air sesuai kebutuhan.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kali

Bonik Kelurahan Sikumana dari bulan

Juli s/d Agustus 2010.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah

pompa hidram 2 inchi 2 buah, stopwatch,

meteran air, dan GPS. Sedangkan bahan

yang digunakan : timah, plat 5 ml dan

isolasi.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan

melakukan percobaan terhadap objek

penelitian serta adanya kontrol, dengan 7

variasi beban, yakni 400 g sampai 700 g

dengan selisih 50 g, serta variasi panjang

angkah katup limbah, yakni 0,5 cm; 1

cm; 1,5 cm.

Pengambilan Data

Variabel yang akan diamati

adalah; tinggi jatuh air (Hs), tinggi

pemompaan (Hd), debit air terbuang,

debit pemompaan, ukuran diameter

lubang katup dan beban katup limbah,

jarak mata air ke pompa.

Teknik Analisa Data

Hasil penelitian dianalisa

menggunakan rumus yang ada untuk

mengetahui efisiensi pompa dan analisis

regresi sederhana untuk mengetahui

pengaruh antara variabel bebas dan

variabel terikat. Bentuk umum regresi

kuadratik sederhana (Sugiono, 2008):

dimana: Y adalah nilai variabel terikat

yang diprediksikan, a adalah harga Y bila

X = 0 (harga kostan), b1 dan b2 adalah

koefisien regresi, sedangkan X adalah

nilai variabel bebas. Untuk menguji

tingkat signifikansi koefisien regresi,

digunakan rumus (Sudjana, 2002):

Koefisien determinasi adalah suatu

alat ukur untuk mengetahui sejauh mana

tingkat hubungan antar variabel X dan Y.

R = R2 x 100 %

Beban

5

Page 6: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil eksperimen diperoleh debit air

terbuang (Qp), debit pemompaan (QW)

dan jumlah denyutan adalah sebagai

berikut :

Tabel 1. Debit Pemompaan, Qp (m3/s) Untuk Setiap Variasi Pembebanan dan Panjang Langkah Katup Limbah.

Panjang Langkah (cm) Qp (10

‐5× m3/s) 0,5 1 1,5

400 11,5 9 8,5

450 7 7 6

500 7 6,5 5

550 5 4,5 3,5

600 3,5 3,5 0

650 0 0 0

Ber

at B

eban

kat

up

lim

bah

(g

ram

)

700 0 0 0

Tabel 2. Debit Air Terbuang (Qw) (m3/s) Untuk Setiap Variasi Pembebanan dan Panjang Langkah Katup Limbah

Panjang Langkah (cm) Qp (10

‐5× m3/s) 0,5 1 1,5

400 7 7 7

450 7 8 8

500 7,6 8 9,4

550 9 9,4 1,4

600 1 1 0

650 0 0 0

Ber

at B

eban

kat

up

lim

bah

(g

ram

)

700 0 0 0

Tabel 3. Denyutan Untuk Setiap Variasi Pembebanan dan Panjang Langkah katup limbah.

Panjang Langkah (cm) Denyutan / 20

detik 0,5 1 1,5

400 28 21 20

450 24 19 17

500 20 18 13

550 14 13 6

600 8 4 0

650 0 0 0

Ber

at B

eban

kat

up

lim

bah

(g

ram

)

700 0 0 0

Pengolahan Data

Head efektif untuk pipa pemasukan

dan pipa pengantar diketahui dengan

menghitung head loss pipa pemasukan

dan pengantar. Nilai koefisien untuk

setiap head loss ditunjukkan pada tabel

berikut :

Tabel 4. Data koefisien head loss untuk pipa pemasukan dan pipa pengeluaran

Koefisien head loss Bentuk head loss Pipa

Pemasukan Pipa

pengantarKatup (f) 10,0 10,0 Belokan 90°(f) 1,265 - Pembesaran penampang (f)

1 -

Sambungan T (f) 2,0 2,0 Ujung masuk pipa (f)

0,56 -

Gesekan 0,08 Ujung keluar pipa (f)

- 1,0

Efisiensi Pompa Hidram

Efisiensi pompa hidram

menggunakan persamaan D’Aubuission

dan Rankine.

6

Page 7: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Tabel 5. Efisiensi D’Aubuission (%) Untuk Setiap Variasi Pembebanan dan Panjang Langkah Katup Limbah.

Panjang Langkah (cm) ηD(%) 0,5 1 1,5

400 55.3098 43.1137 39.9662

450 31.2452 30.1967 25.0204

500 30.5051 27.5576 20.0879

550 20.0062 17.7927 14.7511

600 13.6169 13.6169 0

650 0 0 0

Ber

at B

eban

kat

up

lim

bah

(g

ram

)

700 0 0 0

Tabel 6. Efisiensi Rankine (%) Untuk Setiap Variasi Pembebanan dan Panjang Langkah Katup Limbah.

Panjang Langkah (cm) ηD(%) 0,5 1 1,5

400 47.9679 35.7997 32.6764

450 24.3696 24.0889 19.3969

500 24.1043 21.6716 15.8373

550 15.5621 13.8573 12.1338

600 10.5935 10.5935 0

650 0 0 0

Ber

at B

eban

kat

up

lim

bah

(g

ram

)

700 0 0 0

Grafik dan Pembahasan

Gambar 3. Grafik Pengaruh Pembebanan dan Panjang Langkah Katup Limbah Terhadap Debit Air Terbuang (Qw).

Grafik ini menunjukkan bahwa

pada awalnya untuk semua variasi

panjang langkah, debit air yang terbuang

cenderung naik. Hal ini terjadi karena

semakin panjang jarak tempuh yang

dijalani torak maka akan memberi waktu

yang lama pada air untuk keluar. Namun

untuk panjang langkah 1,5 cm,

penambahan beban sampai 600 gram

debit air yang terbuang menurun secara

drastis, ini terjadi karena dengan jarak

tempuh yang dilalui katup cukup jauh

dan beban yang diterima oleh katup tidak

sebanding dengan dorongan yang

diberikan air. Sedangkan untuk panjang

langkah 0,5 cm dan 1 cm, debit air baru

mulai menurun ketika penambahan beban

650 gram. Ini juga terjadi karena dengan

jarak tempuh yang dilalui katup cukup

pendek dorongan air yang datang masih

dapat mengimbangi beban 500 gram –

600 gram. Pada pompa hidram yang

dihubungkan secara paralel debit air

terbuang minimum diperoleh 0,0007

m 3 /s pada panjang langkah 0,5 cm dan

berat katup 400 gram.

7

Page 8: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 4. Grafik Pengaruh Berat Beban dan Panjang Langkah Katup Limbah Terhadap Debit Air Pemompaan (Qp).

Grafik di atas menunjukkan bahwa

debit pemompaan di pengaruhi oleh

pembebanan dan panjang langkah katup

limbah. Hasil ini sebenarnya merupakan

kebalikan dari debit air yang terbuang.

Dimana semakin berat beban katup

limbah dan panjang langkah ditambah

maka debit pemompaan yang dihasilkan

akan semakin kecil. Hasil penelitian

menunjukkan debit pemompaan

maksimum pompa hidram paralel

diperoleh sebesar 0,000115 m 3 /s pada

panjang langkah 0,5 cm dan berat beban

katup limbah 400 gram.

Gambar 5. Grafik Pengaruh Berat Beban dan Panjang Langkah Katup Limbah Terhadap Denyutan.

Grafik pada gambar 5 menunjukkan

bahwa penambahan berat beban dan

panjang langkah katup limbah

memperkecil jumlah denyutan, karena

semakin berat katup limbah maka waktu

yang dibutuhkan katup limbah untuk

menutup akan semakin lambat. Semakin

tinggi penambahan panjang langkah

maka semakin kecil jumlah denyutan

yang terjadi. Denyutan terbesar sebanyak

28 kali yaitu pada panjang langkah 0,5

cm dan berat katup 400 gram.

8

Page 9: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 6. Grafik Pengaruh Berat Beban dan Panjang Langkah Katup Limbah Terhadap Efiaiensi (D’Aubuission).

Gambar 7. Grafik Pengaruh Berat Beban dan Panjang Langkah Katup Limbah Terhadap Efisiensi (Rankine).

Grafik pada gambar 6 dan 7,

menunjukkan bahwa efisiensi pompa

hidram dipengaruhi oleh berat beban dan

panjang langkah katup limbah yaitu

efisiensi semakin kecil jika berat beban

dan panjang langkah katup limbah di

tambah. Hubungan ini merupakan

hubungan secara tidak langsung, karena

dari persamaan efisiensi, baik efisiensi

D’Aubuission maupun Rankine besaran

yang digunakan adalah debit air terbuang,

debit air pemompaan, head efektif

masukkan dan head efektif pemompaan.

Walaupun debit air terbuang dan debit air

pemopaan sangat dipengaruhi oleh berat

beban dan panjang langkah katup limbah,

yang telah ditunjukkan oleh grafik pada

gambar 4.1 dan grafik 4.2. Efisiensi

D’aubuission minimum diperoleh sebesar

13,61% terjadi pada berat beban 600 cm

dan panjang langkah katup limbah 1 cm,

sedangkan efisiensi tertinggi dari hasil

eksperimen adalah 55,31% efisiensi

D’Aubuission pada panjang langkah 0,5

cm dan beban katup limbah 400 gram.

Efisiensi Rankine minimum

diperoleh sebesar 10,59% terjadi pada

berat beban katup limbah 600 gram dan

panjang langkah 1 cm, sedangkan

efisiensi tertinggi dari hasil eksperimen

adalah 47,97% efisiensi Rankine pada

panjang langkah 0,5 cm dan berat beban

katup limbah 400 gram pada pompa

hidram yang dihubungkan secara paralel.

9

Page 10: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 8. Grafik Analisa Statistik Pengaruh Berat Beban Terhadap Efiaiensi (D’Aubuission).

Gambar 9. Grafik Pengaruh Panjang Langkah Katup Limbah Terhadap Efisaiensi (D’Aubuission).

Grafik pada gambar 8 dan 9

menunjukkan berat beban lebih

berpengaruh terhadap efisiensi pompa

hidram dibanding dengan panjang

langkah katup limbah, hal ini sesuai

dengan hasil analisa statistik yang telah

dilakukan di mana nilai rata-rata efisiensi

pompa hidram 91,1 % ditentukan oleh

faktor berat beban dengan persamaan

regresi Y = 178,8 - 0,441 X1 – 0,0002 X12

sedangkan nilai rata-rata efisiensi pompa

hidram 3,5% ditentukan oleh faktor

panjang langkah katup limbah dengan

persamaan regresi Y = 22,15 + 0,76 X2 –

4,013 X22.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

analisis yang telah dilakukankan faktor

beban dan panjang langkah katup limbah

berpengaruh pada efisiensi pompa

hidram. Lebih jauh lagi diperoleh bahwa

untuk pompa hidram yang dirangkai

secara paralel menunjukkan bahwa

penambahan beban dan panjang langkah

katup limbah menurunkan efisiensi

pompa hidram. Efisiensi tertinggi pompa

hidram adalah : 55,30% efisiensi

D’Aubuission pada berat beban 400 gram

dan panjang langkah 0,5 cm. Sedangkan

Efisiensi Rankine yang tertinggi adalah

47,96% pada berat katup 400 gram dan

panjang langkah 0,5 cm. Faktor berat

beban lebih berpengaruh terhadap

efisiensi pompa hidram dibandingkan

dengan panjang langkah katup limbah.

10

Page 11: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

DAFTAR PUSTAKA

Cahyanta, Y.A., Taufik, I., 2008. Studi Terhadap Prestasi Pompa Hidraulik Ram Dengan Variasi Beban Katup Limbah. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CAKRAM. Vol. 2 No. 2 (92 –96).

Gan, S.S., Santoso, G., 2002. Studi Karakteristik Tabung Udara dan Beban Katup Limbah

Terhadap Efisiensi Pompa Hydraulic Ram. Jurnal Teknik Mesin. Vol.4 No.2 (81 –87).http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/ .

Hanafie, J., de Longh, H., 1979. Teknologi Pompa Hidraolik Ram Buku Petunjuk Untuk

Pembuatan dan Pemasangan. PTP-ITB Ganesha, Bandung. Michael, A.M., and S. D. Kheper., 1997, Water Well Pump Engineering, McGraw Hill

Publishing Compact Limited, New Delhi. Sudjana., 2002. Metode Statisika. Tarsito, Bandung. Sugiono., 2008. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi Dengan Metode R & D.

Alfabeta, Jakarta. Sularso., Tahara, H,. 2004. Pompa Dan Kompresor Pemilihan, Pemakaian dan

Pemeliharaan. Pradya Paramita, Jakarta.

11

Page 12: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

ANALISIS KEMAMPUAN MATERIAL REMOVAL RATE DAN ELECTRODE RELATIVE WEAR KOMPOSIT CU – FE SEBAGAI ELEKTRODA EDM

TERHADAP PENAMBAHAN PARTIKEL GRAFIT

Dominggus G.H. Adoe Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

This research studied the effect of adding graphite particles as reinforcement of the ability of the material removal rate (MRR) and electrod erelative wear (ERW) of the composite Cu-Fe as an EDM electrode made using powder metallurgy techniques. Of 0 wt% graphite, 2.5 wt%, 5 wt%, 7.5 wt%, 10 wt%, 5.12 wt% and 15 wt% added to the Cu-1wt% Fe. Each composition of the powder into a green body dikompaksi use single action uniaxial pressing with pressure of 350 MPa, 500 MPa and 650 MPa sintered by using a horizontal tube furnace in an argon gas environment at 840 ° C sintering temperature, 870 ° C and 900 ° C. Tests performed on MRR and ERW EDM machine Genspark 50p with normal polarity and a large current 10 A. Results ability greatest MRR 0.0416 g / min and the smallest ERW 19.31% achieved by the composite with a composition of 15 wt% graphite dikompaksi at 350 MPa pressure and sintered at a temperature of 840 º C. The ability of the highest MRR is achieved on the addition of 7.5 wt% graphite. While the rate decreases with an increase ERW wt% graphite. Keywords: Cu-Fe composites, sintered, EDM, MRR, ERW

EDM (Electrical Discharge

Machining) adalah suatu proses

pemesinan nonkonvensional yang

pemakanan material benda kerja

dilakukan oleh loncatan bunga api listrik

( spark) melalui celah antara elektroda

dan benda kerja yang berisi cairan

dielektrik (Nadkarni, ASM 07,1998).

Tidak terjadi kontak antara benda kerja

dan elektroda pada saat proses

pemakanan material terjadi. Kondisi

pemakanan material yang ideal adalah

ERW yang seminimum mungkin MRR

semaksimal mungkin. Oleh karena itu

diperlukan material elektroda yang

mampu memenuhi kondisi tersebut.

Beberapa jenis material yang lazim

digunakan sebagai elektroda pada proses

EDM antara lain tembaga, grafit, dan

tungsten.

Tembaga murni walaupun

memiliki sifat konduktivitas elektrik dan

panas yang baik, tahan terhadap korosi,

dan mampu terhadap temperatur tinggi

tetapi memiliki machinability yang

buruk sehingga sangat sulit dikerjakan

dengan metode pemesinan konvensional.

Untuk memperbaiki machinability dan

sifat mekanis tembaga perlu

ditambahkan unsur-unsur logam atau

12

Page 13: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

nonlogam agar mudah dibentuk dengan

metode pemesinan konvensional.

Grafit adalah material yang

paling umum digunakan sebagai bahan

elektroda EDM karenamemiliki sifat

machinability yang baik dan juga

karakteristik keausan yang rendah.

Kelemahan yang ada pada grafit adalah

sifatnya yang rapuh yang menjadi

kendala apabila dikehendaki bentuk

elektroda bersudut tajam karena bagian

ini akan terabrasi oleh aliran cairan

dielektrik pada saat proses pemesinan

EDM berlangsung.

Menggabungkan tembaga dan

grafit menjadi sebuah komposit matriks

logam (MMCs, Metal Matrix Composi

tes) merupakan hal yang banyak

dilakukan pada pembuatan elektroda

EDM, karena MMCs merupakan

gabungan logam matriks dan material

penguat tertentu (serat, whisker atau

partikel) pada skala makroskopis untuk

mendapatkan sifat yang lebih baik dari

material pembentuknya. MMCs memiliki

potensi yang besar pada perkembangan

teknologi karena dapat menghasilkan

paduan baru ke arah hasil yang lebih baik

(Kainer, 2006).

MMCs dengan material penguat

partikel, dibuat dengan metode metalurgi

serbuk yang prosesnya meliputi:

pencampuran serbuk (mixing), kompaksi

serbuk (compaction), dan proses sinter.

Kelebihan metode metalurgi serbuk

diantaranya adalah dapat diperoleh

bentuk akhir komponen sehingga

mengurangi biaya permesinan,

mengurangi tahap - tahap proses

produksi selanjutnya, laju produksi yang

tinggi sehingga sangat cocok untuk

produksi massal, dan hampir tanpa

material limbah (German, 1994).

Serbuk tembaga merupakan

salah satu material dasar pada

pembuatan komponen dengan metode

metalurgi serbuk yang menduduki

peringkat ketiga setelah besi dan baja.

Komposit tembaga secara umum

digunakan untuk komponen elektrik.

Sedangkan penambahan serbuk besi

dalam jumlah tertentu pada matriks

komposit tembaga akan meningkatkan

densitas komposit tersebut (Heikkinen,

2003). Dengan meningkatnya densitas

maka porositas komposit akan menurun

sehingga konduktivitas elektrik akan

meningkat. Selain daripada hal tersebut

diatas, partikel besi juga akan mengikat

unsur karbon yang terdapat pada grafit

dengan lebih baik. Grafit di industri juga

di gunakan sebagai elektroda EDM

karena memiliki sifat tahan terhadap

temperatur tinggi dan tahan kejutan

panas ( thermal-shock ) yang terjadi pada

saat proses discharge berlangsung,

harganya lebih murah. Kelemahan

13

Page 14: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

material grafit adalah bersifat abrasive

dan getas (Bagiasna, 1979).

Pada penelitian ini dipelajari

pengaruh penambahan partikel grafit

pada komposit matriks logam Cu-1 wt%

Fe terhadap Material Removal Rate ,

dan Electrode Relative Wear yang

digunakan sebagai elektroda EDM.

Komposisi grafit pada komposit adalah 0

wt%, 2.5 wt%, 5 wt%, 7.5 wt%, 10 wt%,

12.5 wt% dan 15 wt%. Variasi tekanan

kompaksi adalah 350 MPa, 500 MPa

dan 650 MPa sedangkan sintering

dilakukan pada temperature 840 0C , 870 0C dan 900 0C.

Penelitian tentang metode

metalurgi serbuk dengan material dasar

tembaga telah dilakukanoleh beberapa

orang peneliti, antara lain : Heikkinen

(2003), Husain dan Han (2005), Chen

dkk(2004), Tsai dkk (2003), Kovacik dkk

(2004 dan 2008), Mataram (2007), dan

Nawangsari (2008).

Heikkinen (2003) menyatakan

bahwa cara terbaik untuk meningkatkan

konduktivitas termal dan elektrik dari

tembaga adalah mengurangi tingkat

ketidakmurnian (impurity levels). Tetapi

penambahan unsur lain juga diperlukan

untuk meningkatkan densitas material

paduan tersebut. Sedangkan densitas

berkaitan erat dengan porositas pada

material yang ada dan semakin rendah

porositas suatu material maka

konduktivitas elektrikalnya akan lebih

baik (German, 1994). Penambahan unsur

besi sebesar 1wt% pada tembaga

menghasilkan nilai resistivitas elektrikal

terendah, yaitu 0,016 Ω mm2

/m.(Heikkinen, 2003).

Hussain dan Han (2005) telah

melakukan penelitian tentang pengaruh

variasi partikel penguat alumina (Al2O3)

berdasar fraksi berat sebesar 2,5; 5; 7,5

dan 10 % pada matriks tembaga yang

dikompaksi pada tekanan 200 MPa dan

disinter pada temperatur 950 0C selama

1 jam, dari hasil penelitiannya

dilaporkan bahwa meningkatnya

kandungan alumina (Al2 O3) nilai

kekerasan komposit akan meningkat,

sedangkan nilai konduktivitas elektrik

dan densitas menurun seiring dengan

meningkatnya komposisi Al2O3.

Komposisi yang stabil untuk mencapai

keseimbangan pada kekerasan dan

konduktivitas elektrik dicapai pada

kandungan 5 % berat.

Selanjutnya dalam penelitian

dengan penambahan partikel penguat

juga d ilakukan oleh Chen dkk (2004),

penelitiannya mempelajari pengaruh

kandungan tembaga dan perunggu

sebesar 0, 4, 8, dan 15 % berat yang

ditambahkan pada Stainless Steel 316L

dengan tekanan kompaksi 650 MPa dan

disinter pada temperatur 1150 °C selama

14

Page 15: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

1 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa

dengan meningkatnya kandungan

tembaga maka densitas komposit

meningkat. Hal ini disebabkan oleh

aktivasi fase cair sintering terjadi pada

tembaga dan perunggu dan dalam

penambahan partikel penguat, densitas

tembaga dan perunggu lebih besar

dibanding dengan Stainless Steel 316L

sehingga komposit matriks Stainless

Steel 316L apabila dipadukan dengan

penguat tembaga dan perunggu nilai

densitas aktual komposit akan

meningkat. Sedangkan penelitian

Mataram (2007) menggunakan serbuk

karbon sebagai penguat sebesar 0, 5, 10,

dan 15% berat dengan matriks tembaga

yang dikompaksi pada tekanan 333 MPa

dan disinter pada variasi temperatur

8000C, 8500C, 9000C, dan 9500C

menyimpulkan bahwa dengan

penambahan penguat karbon sampai 5%

berat dan meningkatnya temperatur

sintering akan meningkatkan sifat

mekanis dari komposit.

Penelitian mengenai pembuatan

elektroda EDM dengan metalurgi serbuk

telah dilakukan oleh Tsai dkk (2003)

tembaga sebagai matriks dipadukan

dengan partikel penguat Cr sebesar 0, 20,

dan 43 wt% untuk membentuk elektroda

EDM dan dikompaksi pada tekanan 10

MPa, 20 MPa, dan 30 MPa hasilnya

menunjukkan bahwa Cu-0% berat Cr

yang dikompaksi 20 MPa diperoleh yang

paling baik.

Elektroda EDM dengan matriks

tembaga dan penguat karbon diteliti oleh

Nawangsari (2008)dengan partikel

penguat C sebesar 0 wt%; 2.5 wt%;

5wt%, dan 7.5 wt% pada tekanan

kompaksi 350MPa hasilnya

menunjukkan MRR tertinggi sebesar

0,067 g/min dicapai oleh spesimen

pengujian dengan penambahan 0%

karbon yang disi nter pada 9000C.

Sedangkan ERW terendah sebesar

16,13% dicapai oleh spesimen dengan

penambahan 5% karbon yang disinter

pada 9000C.

MATERI DAN METODE

Material yang digunakan adalah

copper fine powder ukuran +230 mesh

ASTM (<63 µm) ex Merck sebagai

matriks, iron powder extra pure ukuran

+ 270 mesh ASTM ( <53 µm) ex

Merck sebagai penguat dan serbuk grafit

ex Cina ukuran +270 mesh ASTM

(<53µm) sebagai penguat.

Pembuatan spesimen dan Prosedur Pengujian

Serbuk tembaga dan serbuk besi

dicampur terlebih dahulu d engan

rotating cylinder mixer selama 2 jam

untuk mendapatkan distribusi partikel

tercampur merata, kemudian serbuk

grafit ditambahkan sesuai komposisi

15

Page 16: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

masing -masing dan pencampuran

dilanjutkan hingga 5 jam.

Green body dengan ukuran Ø 10

mm seberat 4 gram dibuat dengan

menggunakan peralatan kompaksi tipe

uniaxial pressing single action yang

terbuat dari stainless steel AISI 304

untuk die dan baja Special K (ex Böhler)

untuk punch, pada tekanan yang telah

ditentukan dengan menggunakan mesin

Tarno Grocky ti pe UPHG 20.

Selanjutnya green body disinter dengan

horizontal tube furnace (Type HVT

15/75/450 Carbolite) di lingkungan gas

argon dengan variasi temperatur sinter

8400C, 8700C, dan 9000C selama 1 jam

dengan laju pemanasan 50C /min. Hasil

dari contoh spesimen yang sudah disinter

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Spesimen setelah disinter dengan variasi temperatur dan tekanan kompaksi

Spesimen yang telah disinter

digunakan sebagai elektroda EDM untuk

uji MRR dan ERW pada material benda

kerja baja S45C dengan menggunakan

mesin Genspark 50P. Besar arus 10 A

dan polaritas normal dalam cairan

dielektrik ESSO Univolt 64, waktu

pengujian ditentukan 10 menit.

Pengukuran Material Removal Rate (MRR) dan Electrode Relative Wear (ERW)

Material Removal Rate (MRR)

adalah laju pengerjaan material terhadap

waktu dengan menggunakan elektroda

EDM. MRR diukur dengan membagi

berat benda kerja sebelum dan setelah

proses machining terhadap waktu yang

dicapai (Rival, 2005) atau volume

material yang telah dikerjakan terhadap

waktu (Bagiasna, 1979).

Persamaan yang digunakan adalah:

dengan :

Wb = berat benda kerja sebelum machining (g)

Wa = berat benda kerja setelah machining (g)

tm = waktu yang digunakan untuk proses machining (min)

16

Page 17: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Nilai MRR sangat penting untuk

menunjukkan efisiensi dan efektivitas

biaya dari proses EDM.

Sedangkan ERW adalah material

removal yang terjadi pada elektroda dan

persamaan yang digunakan untuk

menghitung nilai ERW adalah :

dengan, EWW : selisih berat elektroda

sebelum dan setelah digunakan (g)

WRW : selesih berat benda kerja sebelum

dan setelah dikerjakan (g)

Semakin kecil nilai ERW

menunjukkan minimumnya perubahan

bentuk dari elektroda, sehingga akan

menghasilkan ketelitian yang lebih baik

dari produk yang dihasilkan. Contoh

spesimen elektroda komposit dan benda

kerja S45C yang telah diuji MRR dan

ERW dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh hasil Uji MRR dan ERW

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian MRR dan ERW

untuk masing-masing specimen dapat

dilihat pada grafikgrafik di bawah ini.

Gambar 3. Grafik wt% grafit vs MRR dari spesimen yang disinter pada temperatur 8400C

Gambar 4. Grafik wt% grafit vs ERW dari spesimen yang disinter pada temperatur 8400C

Penambahan partikel grafit akan

meningkatkan MRR komposit yang

disinter pada temperatur 8400C dalam

berbagai variasi tekanan kompaksi. Nilai

MRR tertinggi dicapai oleh komposit

dengan penambahan grafit sebesar 7.5

wt% tetapi kemampuan MRR akan

menurun apabila partikel grafit. > 7.5

wt% seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Sedangkan pengaruh peningkatan wt%

partikel grafit terhadap nilai ERW

menunjukkan kecenderungan menurun

seiring dengan bertambahnya wt%

partikel grafit. Nilai ERW paling rendah

dicapai oleh komposit dengan partikel

grafit sebesar 15 wt%. Kecenderungan

17

Page 18: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

yang sama terjadi pada komposit yang

disinter pada temperatur 870ºC dan

900ºC dalam berbagai tingkat tekanan

kompaksi. Ini membuktikan bahwa

tingkat tekanan kompaksi yang bervariasi

dari 350 MPa sampai 650 MPa pada saat

pembuatan green body tidak memberikan

pengaruh yang berarti terhadap

kemampuan MRR dan ERW komposit.

SIMPULAN

Komposit Cu-1wt% Fe akan

mengalami peningkatan MRR apabila

ditambah dengan partikel grafit karena

grafit adalah penghantar listrik yang baik

dan peningkatan kemampuan MRR

tertinggi dicapai oleh komposit pada

penambahan partikel grafit sebesar 7.5

wt%, tetapi apabila penambahan partikel

grafit > 7.5 wt% terjadi penurunan

kemampuan MRR seiring besarnya wt%

partikel grafit. Hal ini dikarenakan

semakin besar wt% grafit pada komposit

densitas semakin rendah.

Nilai ERW akan menurun sesuai

peningkatan wt% partikel grafit pada

komposit karena selain penghantar listrik

yang baik grafit adalah material elektroda

EDM yang terbaik.

Komposit Cu-1wt% Fe-Grafit

yang memiliki komposisi 10 wt% grafit

dengan tekanan kompaksi 350 Mpa dan

disinter pada 840 ºC merupakan bahan

elektroda EDM yang terbaik karena

memiliki kemampuan MRR terbesar dan

ERW terendah, yaitu 0,0534 g/mnt dan

20,22 % masing-masing.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini diucapkan

terima kasih kepada Kepala

Laboratorium Bahan Teknik, Jurusan

Teknik Mesin dan Industri, Fakultas

Teknik, Universitas Gadjah Mada dan

Kepala Laboratorium Teknik Produksi

Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri

Yogyakarta atas fasilitas dan bantuan

selama penelitian, serta ucapan terima

kasih yang sama kepada Bapak Aryo

Satito, Bapak Sunadji dan Bapak

Profesor Jamasri atas bantuan dan

kerjasama selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA ASM International, 2002,” ASM Introducing to Machining Process vol. 16” Bagiasna, K., 1979,”Proses-proses Pemesinan Nonkonvensional”, Departemen Mesin,

ITB. pp. 78-95

18

Page 19: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Callister, W.,2001,”Fundamental of Material Science and Engineering”, John Willey & Son Inc.

German, R.M, 1994, "Powder Metallurgy Science, 2nd edition", Metal Powder Industries

Federation, Princenton, New Jersey. Heikkinen, Samuli,2003,” Copper Alloy Properties”, Kovave Materialy, 38 Hussain, Z., dan Han, K., 2005, "Studies on Alumina Dispersion-Strengthened Copper

Composite Trough Ball Milling and Mechanical Alloying Method", Jurnal Teknologi, vol. 43, pp. 1-10.

Kainer, K.U., 2006,” Metal Matrix Composites, Custom Made Material for Automotive

and Aerospace Engineering”, Willey-VCH Verlag GmBH & Co. KGAa, WeinHeim.

Kovacik,J.,Emmer, S., Bielek, J., and Kalesi, L., 2004, "Thermal Properties of of Cu-

graphite Composites", Kovave Materialy, 42 Mataram, A., 2007, " Studi Sifat Fisis dan Mekanis komposit Cu/C", Thesis S2, Teknik

Mesin UGM. Nawangsari, Putri., 2008, “ Pengaruh Penambahan Partikel Karbon Terhadap Densitas,

Kekerasan, Konduktivitas Panas, Material Removal Rate, dan Electrode relative wear Pada Komposit Matriks Tembaga Sebagai Elektroda EDM”, Thesis S2, Teknik Mesin UGM

Rival, 2005, "Electrical Discharge Machining of Titanium Alloy Using Copper Tungsten

Electrode With SiC Powder Suspension Dielectric Fluid", Thesis S2, Fakulti Kejuruteraan Mekanikal, Universiti Teknologi Malaysia.

Tsai, H.C., Yan, B.H., dan Huang, F.Y., 2003, "EDM Performance of Cu/Cr- Based

Composite Electrode", International Journal of Machine Tool & Manufacture, vol 43, pp. 245 – 252.

19

Page 20: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

APLIKASI METODE ELECTRE PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN MULTI KRITERIA (Literature Review)

Marlina Setia Sinaga Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

In this paper, we analyze application of the ELECTRE method for multicriterial decision making. Over the last three decades a large body of research in the field of ELECTRE family methods appeared. Using the ELECTRE evaluation method in the absence of a differentiation process may produce results opposite to those desired by a decision maker. The purpose of this paper is to present a survey of the ELECTRE methods since their first appearance in mid-sixties, when ELECTRE I was proposed by Bernard Roy. Keywords: ELECTRE, decision making, evaluation method

Terjadinya proses pengambilan

keputusan disebabkan adanya beberapa

alternatif keputusan yang dapat

dipertimbangkan. Pada problema tertentu,

tidak cukup hanya pengidentifikasian

semua alternatif yang ada, tetapi juga

harus memilih keputusan optimal

berdasarkan berbagai hal antara lain

seperti: tujuan yang ingin dicapai, nilai-

nilai yang telah ditetapkan dengan

objektip, dan lain sebagainya (Harris,

1998). Tulisan ini akan mengkaji metode

ELECTRE sebagai salah satu metode

yang dapat dipergunakan untuk masalah

pengambilan keputusan. ELimination Et

Choix Traduisant la REalité atau

ELimination and Choice Expressing

REality (ELECTRE) mulai dikenal di

Eropa pada pertengahan tahun 1960

sebagai salah satu metode analisa

keputusan multi kriteria. ELECTRE

pertama kali diperkenalkan oleh Bernard

Roy melalui tulisannya pada jurnal

operations research di Prancis (Roy,

!968). Pada awalnya ELECTRE

merupakan metode pemilihan aksi terbaik

dari sekumpulan aksi yang ada, namun

selanjutnya dengan cepat berkembang

pada tiga ide dasar yakni: memilih,

meranking dan mensortir. Belakangan

ELECTRE berevolusi menjadi

ELECTRE I, ELECTRE II, ELECTRE

III, ELECTRE IV, ELECTRE IS, DAN

ELECTRE TRI (Figueira dkk, 2005).

PENGKAJIAN

ELimination and Choice Expressing REality (ELECTRE)

Aplikasi metode ELECTRE

terdiri dari dua fase yakni fase pertama

pembentukan dari satu atau beberapa

relasi outranking dengan tujuan untuk

20

Page 21: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

membandingkan setiap pasangan aksi

atau alternatif, dan fase kedua merupakan

eksploitasi dari hasil yang telah diperoleh

pada fase pertama. Keseluruhan evolusi

dari metode ELECTRE seperti

ELECTRE I, ELECTRE II, ELECTRE

III, ELECTRE IV, ELECTRE IS, DAN

ELECTRE A berdasarkan pada indeks

konkordansi dan indeks diskordansi.

Untuk menghindari perbedaan keputusan

(kejanggalan/ diskordansi) berdasarkan

subjektifitas pengambil keputusan atau

setidaknya untuk memperkecil

perbedaan, maka tentunya seorang

pengambil keputusan harus memiliki

informasi selengkap mungkin dan

memahami setiap keanekaragaman

alternatif yang ada. Maka evaluasi

terhadap indeks diskordansi menjadi

tolak ukur pada metode evaluasi

ELECTRE (Huang-Chen, 2005).

Indeks konkordansi

Berdasarkan data pada matriks

keputusan, asumsikan bobot dari semua

kriteria sama dengan 1. Jika problema

pengambilan keputusan multi kriteria

berbentuk:

maxf1(a), f2(a),...,fk(a) : aA

(P)

maka untuk setiap pasangan aksi atau

pasangan alternatif (Al, Ak), atau al, ak

A memiliki indeks konkordansi clk

sebagai jumlah dari bobot semua kriteria

dengan syarat bahwa alternatif al tidak

lebih lemah atau setidaknya sama kuat

dengan alternatif ak.

clk = iafafi

wkili

)()(/

; l,k = 1, ..., n;

l k.

dimana A adalah himpunan alternatif

keputusan sebanyak n, dan f1, f2, ..., fk

adalah kriteria-kriteria yang digunakan

untuk mengevaluasi alternatif keputusan.

Indeks konkordansi hanya akan berkisar

diantar nilai 0 dan 1 (Fülöp,_).

Nilai dari semua indeks-indeks

konkordansi dapat dibentuk sebagai

matriks konkordansi C. Indeks

konkordansi adalah merupakan ukuran

tingkat dominasi alternatif al terhadap

alternatif ak (Hunjak,1997).

Indeks diskordansi

Indeks diskordansi menunjukkan

tingkat resistensi dari suatu alternatif

terhadap alternatif yang dominan

(Hunjak,1997). Karena setiap kriteria

memiliki ukuran tingkat resistensi yang

berbeda-beda maka dilakukan

normalisasi vektor agar semua ukuran

dapat dibandingkan satu sama lain.

Normalisasi untuk problema (P)

dilakukan pada kriteria fj(ai):

kkj

ij

x

x2

dimana xij = fj(ai).

Indeks diskordansi dkl dihitung sebagai

berikut:

21

Page 22: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

dkl = **

**

)()(/

max

max

ljkjJj

ljkjafafj

xx

xxkjlj

Selanjutnya matriks diskordansi D

dibentuk dari indeks-indeks diskordansi.

Matriks MI dibentuk dari matriks

konkordansi dan matriks diskordansi.

Ambil c i d sebagai nilai rata-rata

indeks konkordansi dari indeks

diskordansi untuk membentuk matriks

MI.

mij =

selainnya,0

ddan c jika hanyadan jika,1 ijij dc

Jika mij = 1 artinya alternatif ai

mendominasi alternatif aj sehingga

terbentuk matriks dari indeks graph

dimana alternatif-alternatif sebagai buhul

dan alternatif yang dominan terhubung

oleh arch. Alternatif yang dominan

menjadi buhul ujung dari suatu arch.

Alternatif-alternatif yang tidak dominan

membentuk kernel graph. Keputusan

akhir diambil berdasarkan analisis kernel

dengan menghitung perubahan nilai dari

indeks c i d dan bobot dari kriteria.

Selanjutnya untuk meranking semua

alternatif pada set A dapat dilanjutkan

dengan menggunakan metode ELECTRE

II. Dengan memakai metode ELECTRE

II harus dihitung nilai konkordansi dari

dominan

ck =

n

kiikic

,1

-

n

kiiikc

,1

dan juga nilai diskordansi dari dominan

dk =

n

kiikid

,1

-

n

kiiikd

,1

Alternatif-alternatif diranking

berdasarkan nilai rata-rata tertinggi.

Pada ELECTRE TRI pengambian

keputusan multi kriteria ditambahkan

dengan teknik untuk mensortir kriteria,

dan harus ditetapkan pula nilai untuk

parameter yang digunakan.

Contoh sederhana normalisasi

Pada Tabel 1, diberikan tiga

alternatif a1, a2, a3 dan enam kriteria c1,

c2, c3, c4, c5, c6. Dengan hipotesa ketiga

alternatif melebihi threshold dari indeks

konkordansi dan nilai penyebut dari

indeks diskordansi sama.

Tabel 1. Data contoh pembentukan normalisasi

c1 c2 c3 c4 c5 c6

a1 2 2 2 2 2 4

a2 3 3 3 3 3 1

a3 3 7 5 1 5 6

Diasumsikan bahwa nilai preferensi dari

pengambil keputusan untuk setiap kriteria

adalah 1, artinya j = 1 adalah nilai dari

penyebut untuk setiap kriteria. Untuk

menghitung indeks diskordansi

digunakan evaluasi maksimum selisih

22

Page 23: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

absolut dan jumlah selisih absolut,

sebagai berikut:

a12 = max (|2-3|,|2-3|,|2-3|,|2-3|,|2-3|)

= max (1,1,1,1,1) = 1

a21 = max (|1-4|) = max (3) = 3

a13 = max (|2-3|,|2-7|,|2-5|,|2-5|,|4-6|)

= max (1,5,3,3,2) = 5

a31 = max (|1-4|) = max (3) = 3

a23 = max (|3-7|,|3-5|,|3-5|,|1-6|)

= max (4,2,2,5) = 5

a32 = max (|1-3|) = max (2) = 2

Dari hubungan a1 dan a2 dapat

dibandingkan bahwa a12 < a21, maka

untuk indeks diskordansi a1 superior

terhadap a2. Selanjutnya dengan cara

yang sama semua hubungan alternatif

masing-masing dibandingkan dan hasil

akhir diperoleh bahwa a3>a1>a2.

Pada metode evaluasi ELECTRE,

alternatif dengan indeks diskordansi lebih

kecil akan menjadi alternatif yang dipilih.

Evaluasi jumlah selisih absolut.

a12 = (|2-3|+|2-3|+|2-3|+|2-3|+|2-3|)

= (1+1+1+1+1) = 5

a21 = (|1-4|) = (3) = 3

a13 = (|2-3|+|2-7|+|2-5|+|2-5|+|4-6|)

= (1+5+3+3+2) = 14

a31 = (|1-4|) = (3) = 3

a23 = (|3-7|+|3-5|+|3-5|+|1-6|)

= (4+2+2+5) = 13

a32 = (|1-3|) = (2) = 2

Dengan cara yang sama seperti evaluasi

maksimum selisih absolut, dibandingkan

setiap hasil sehingga diperoleh hasil akhir

bahwa a3>a2>a1.

Dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh

dengan menggunakan evaluasi

maksimum selisih absolut (a3>a1>a2)

berbeda dari hasil yang diperoleh dengan

evaluasi jumlah selisih absolut

(a3>a2>a1). Posisi urutan ranking

alternatif a1 dan a2 bertukar tempat pada

kedua hasil tersebut. Sementara alternatif

a3 merupakan alternatif yang paling

optimal, maka tentu saja perbedaan relatif

antara a3 dengan a1 dan a3 dengan a2

akan berubah secara signifikan. Misalnya

a3 dengan a1, indeks diskordansi kedua

alternatif tersebut akan meningkat dari 4

(a13 - a31 = 5 - 1 = 4) menjadi 13 (a13 -

a31 = 14-1 = 13) dengan demikian

perbedaannya sangatlah signifikan.

Perbedaan bahkan bisa lebih signifikan

jika jumlah kriteria evaluasi bertambah

banyak. Namun sesungguhnya kedua cara

evaluasi tersebut memberikan makna

yang berbeda. Evaluasi maksimum selisih

absolut menujukkan bahwa fokus dari

pembuat keputusan adalah pada

perbedaan utilitas terbesar dari kriteria,

sementara evaluasi jumlah selisih absolut

fokus pada jumlah perbedaan utilitas.

PENUTUP

Simpulan

Dengan menggunakan metode

evaluasi, nilai mutlak dari perbedaan

23

Page 24: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

maksimum antara alternatif-alternatif

digunakan sebagai indeks diskordansi.

Pada artikel ini difokuskan pada

perbedaan dari kriteria dominan tunggal.

Nilai mutlak dari jumlah semua

perbedaan kriteria dipakai pada

keseluruhan kriteria-kriteria yang

digunakan.

Elemen utama dari metode evaluasi

adalah perhitungan indeks konkordansi

dan indeks diskordansi.

Rekomendasi

Banyak penelitian yang telah

dilakukan pada metode ELECTRE

dengan perspektif yang berbeda-beda.

Tentunya masih terbuka peluang yang

besar untuk melanjutkan penelitian yang

lebih rasional untuk evaluasi ELECTRE.

Metode evaluasi ELECTRE dapat

diterapkan bersama-sama dengan metode

evaluasi lainnya untuk menentukan

urutan ranking alternatif-alternatif.

Namun, tentunya perlu diteliti lebih

lanjut apa keuntungan dan kelemahan

dari kombinasi berbagai metode evaluasi

serta perbedaan-perbedaan di antara

metode tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Figueira, José; Salvatore Greco, Matthias Ehrgott, 2005. Multiple Criteria Decision Analysis: State of the Art Surveys, New York: Springer Science + Business Media.

Fülöp, J., ________, Introduction to Decision Making Methods, Hungarian Academy of

Sciences. Harris, R., 1998. Introduction to Decision Making, VirtualSalt.

http://www.virtualsalt.com/crebook5.htm Huang, W. C and Chen, C. H, 2005. Using The Electre II Method to Apply and Analyze the

Differentiation Theory, Proceedings of the Eastern Asia Sociaty for Transportation Studies, Vol. 5, pp. 2237-2249.

Hunjak, T., 1997. Mathematical Foundations of The Methods for Multicriterial Decision

Making, Mathematical Communications 2: pp 161-169 Roy, Bernard, 1968. “Classement et choix en presence de points de vue multiples (la

méthode ELECTRE)”. la Revue d’Informatique et de Recherche Opérationelle (RIRO) (8): 57-75.

24

Page 25: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

DEGRADASI PARAQUAT (1,1-DIMETIL-4,4-BIPIRIDILIUM) DALAM LINGKUNGAN TANAH DESA OEMATANUNU

KECAMATAN KUPANG BARAT

Hermania Em Wogo, Sherlly M.F. Ledoh, Philiphi de Rozari, Andri Dikson Mbolik Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

In this research, the kinetics of paraquat degradation in a medium of Oematanunu soil filtrate medium at two conditions, i. e. light condition and dark condition (on direct sunshine for 8 hours per day) has been studied. To study the effect of sunshine in paraquat degradation, it has been carried out a paraquat degradation in medium of sterilized aquadest, sterilized well water, sterilized Oematanunu soil filtrate, medium without sterilization like: medium aquadest, medium well water and medium Oematanunu soil filtrate without sterilization. On certain time interval, the rest of paraquat was determined by UV-Vis spectrophotometry after being reduced with sodium dithionite at a maximum wavelength of 604 nm. The results indicated that sunshine increased the rate of paraquat degradation. Paraquat degradation studied medium followed kinetics of the first order. The rate constant of paraquat in Oematanunu soil filtrate medium (0,06998 0,00336 day-1) higher than that in medium without sterilization and anothers sterilization medium, as well as in well water medium (0,06217 ± 0,00317 day-1), aquadest medium (0,03458 ± 0,00252 day-1), for anothers sterilized medium as Oematanunu soil filtrate medium (0,06086 ± 0,00285 day-1), sterilized well water medium (0,04720 ± 0,00182 day-1) and sterilized aquadest medium (0,03472 0,00251 day-1). Keywords: Kinetics, Degradation, Paraquat, Oematanunu

Perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi dalam perekonomian, dapat

membantu meningkatkan taraf hidup

masyarakat. Peningkatan taraf hidup

masyarakat dapat dilakukan melalui

sektor pertanian, karena Indonesia

merupakan negara agraris. Pertanian

merupakan andalan untuk meningkatkan

taraf hidup masyarakat, sehingga harus

dimaksimalkan kegiatan peningkatan

kemajuan pertanian. Berbagai cara telah

dilakukan dalam upaya untuk

meningkatkan produksi hasil pertanian.

Salah satu cara yang dilakukan adalah

dengan menggunakan bahan-bahan kimia

yang diproduksi untuk keperluan

pertanian. Hal ini dilakukan untuk

membasmi hama, penyakit dan gulma

yang dapat merusak tanaman yang akan

penyebabkan menurunnya hasil

pertanian. Salah satu bahan kimia yang

digunakan adalah pestisida.

Pestisida adalah semua zat kimia

dan bahan lain serta jasad renik dan virus

yang dipergunakan sebagai pemberantas

atau pencegah hama atau penyakit yang

25

Page 26: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

dapat merusak tanaman atau hasil

pertanian (Peraturan pemerintah No.7

Tahun 1973 dalam Sudarmo, 1991).

Penggunaan pestisida semakin meningkat

dari tahun ke tahun hal ini dikarenakan

oleh formulasi produk pestisida yang

telah terdaftarkan dan diizinkan

penggunaannya di Indonesia semakin

banyak (Sudarmo, 1991). Kebutuhan

pestisida akan terus meningkat sebelum

ditemukan adanya cara-cara lain yang

lebih baik di dalam mengendalikan

organisme penggangu tanaman yang

menyebabkan menurunnya produktivitas

hasil pertanian.

Menurut Djojosumarto (2000)

herbisida merupakan jenis pestisida yang

digunakan untuk mengendalikan gulma

atau tumbuhan penggangu yang tidak

dikehendaki. Semakin banyak produsen

yang memakai herbisida maka perlu

adanya perhatian khusus dalam hal ini

sebab akan semakin meningkat pula

residu yang akan tertinggal di dalam

tanah yang dapat merusak tanaman yang

sangat peka pada musim tanam

berikutnya. Gramoxone adalah salah satu

jenis herbisida yang berbahan aktif

paraquat (1,1-dimetil-4,4-bipiridilium)

yang banyak digunakan di lahan

pertanian (Muktamar, dkk., 2004).

Paraquat yang merupakan bahan aktif

dari jenis herbisida gramoxone dan

paracol diklarifikasikan sebagai herbisida

purna tumbuh golongan piridin yang

bersifat kontak non selektif (Nanik, dkk.,

2006).

Menurut Nanik dkk., (2006),

paraquat diketahui sebagai senyawa yang

sangat toksik. Oleh karena itu semakin

meningkatnya pemakaian gramoxone

dalam kurun waktu yang panjang dapat

mengganggu kesetimbangan ekosistem,

maka diperlukan sebuah studi dalam

memahami perilaku gramoxone di dalam

tanah untuk mencegah bahaya yang

mungkin ditimbulkan terhadap

lingkungan. Dari uraian di atas tentang

penggunaan gramoxone oleh masyarakat

di sektor pertanian telah mendorong

penulis untuk melakukan sebuah peneliti

untuk melakukan penelitian guna

mengetahui perilaku gramoxone di

lingkungan sehingga dapat digunakan

sebagai bahan referensi dan informasi

bagi masyarakat pertanian dalam

mengurangi dampak negatif dari

penggunaan herbisida.

MATERI DAN METODE

Sampel dari penelitian ini diambil

dari tanah pertanian yang berlokasi di

kabupaten Kupang yakni, tepatnya di

desa Oematanunu kecamatan Kupang

Barat. Sampel tanah yang digunakan

dalam penelitian ini diambil masih dalam

bentuk bongkahan. Sampel tanah yang

26

Page 27: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

diambil mempunyai kedalaman 0–30 cm

dari atas permukaan tanah.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah: Sampel tanah dari

desa Oematanunu, larutan Paraquat

aplikasi (gramoxon), NaOH (E.Merck),

Natrium ditionit (E.Merck), air sumur

dan akuades.

Alat yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi spektrofotometer

UV-VIS (Spektronik 21D milton roy),

ayakan 60 dan 80 mesh, neraca analitik,

sentrifius, botol film atau selongsong

film, kertas karbon, kertas saring

Whatman 42, pH meter, shaker, autoklaf

dan alat-alat penunjang berupa alat-alat

gelas laboratorium.

Prosedur Penelitian Preparasi tanah

Sampel tanah dikering-anginkan

dan diayak dengan menggunakan ayakan

60-80 mesh. Tanah hasil ayakan dioven

selama ± 4 jam pada suhu 70 oC untuk

menurunkan kadar air dalam tanah.

Persiapan pembuatan sampel

a. Seratus gram tanah dicampur dengan

satu liter air sumur sedikit demi

sedikit dan diaduk dengan

menggunakan shaker selama ± 3 jam.

Campuran didiamkan selama ± 24

jam, disentrifius dan disaring dengan

menggunakan kertas saring Whatman

42.

b. Lima ratus mililiter filtrat hasil

penyaringan disterilkan dengan

autoklaf. Sterilisasi juga dilakukan

terhadap akuades dan air sumur

sebagai pembanding.

c. Wadah yang digunakan adalah botol

film sebanyak 240 buah. Sebelum

digunakan, botol film dicuci dan

dikeringkan. Seratus dua puluh botol

diantaranya dibalut kertas karbon

untuk kondisi gelap.

d. Membuat media A yaitu larutan hasil

penyaringan tanpa sterilisasi. Diambil

1,1 mL larutan paraquat 2760 mg/L

(hasil pengenceran 100 kali paraquat

stok) dan diencerkan sampai 100 mL

dengan larutan hasil penyaringan

tanpa sterilisasi sehingga diperoleh

larutan paraquat dengan konsentrasi

30,36 mg/L. Pengenceran dilakukan

sebanyak empat kali sehingga

diperoleh 400 mL larutan paraquat

dengan pelarut filtrat tanah tidak steril

30,36 mg/L.

e. Membuat media B yaitu larutan hasil

penyaringan dengan sterilisasi dengan

cara yang sama seperti media A

sehingga diperoleh 400 mL larutan

paraquat dengan pelarut filtrat tanah

yang disterilkan sehingga

konsentrasinya 30,36 mg/L.

f. Membuat media C yaitu akuades

steril dengan cara yang sama seperti

media A sehingga diperoleh 400 mL

27

Page 28: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

larutan paraquat dengan pelarut

akuades steril sehingga

konsentrasinya 30,36 mg/L.

g. Membuat media D yaitu akuades

tidak steril dengan cara yang sama

seperti media A sehingga diperoleh

400 mL larutan paraquat dengan

pelarut akuades tidak steril sehingga

konsentrasinya 30,36 mg/L.

h. Membuat media E yaitu air sumur

steril dengan cara yang sama seperti

media A sehingga diperoleh 400 mL

larutan paraquat dengan pelarut air

sumur steril sehingga konsentrasinya

30,36 mg/L.

i. Membuat media F yaitu air sumur

tidak steril dengan cara yang sama

seperti media A sehingga diperoleh

400 mL larutan paraquat dengan

pelarut air sumur tidak steril sehingga

konsentrasinya 30,36 mg/L.

j. Larutan dari tiap media (A, B, C, D,

E, F) masing-masing diambil 10 mL

dan dimasukan ke dalam botol film

sehingga terdapat 40 wadah dimana

20 wadah tanpa kertas karbon dan 20

wadah lain dibalut seluruh permukaan

botolnya dengan kertas karbon untuk

kondisi gelap.

k. Seluruh sampel disinari dengan sinar

matahari. Sampel yang dikondisikan

untuk kondisi terang saat dijemur

harus dibuka tutup botolnya sehingga

sinar matahari dapat masuk tanpa

dihalangi. Sedang yang dikondisikan

untuk kondisi gelap tetap tertutup

seluruh permukaannya dengan kertas

karbon. Penjemuran dilakukan selama

8 jam sehari dengan waktu antara jam

07:00 sampai 15:00 WITA.

Kehilangan volume karena

penguapan segera diganti sesudah

dilakukan penjemuran sehingga

volume sampel tetap. Sampel diambil

untuk dianalisis pada hari ke 0, 1, 2,

5, 7, 10, 14, 26, 38 dan 50. Setiap

pengambilan sampel langsung

dilakukan preparasi dan ditentukan

jumlah paraquat hari itu juga.

Penentuan panjang gelombang maksimum

Dalam penentuan panjang

gelombang maksimum dibuat larutan

paraquat dengan konsentrasi 30,36 mg/L

dari larutan stok (konsentrasi 276

gram/L). Kemudian ditimbang 0,05 gram

natrium dithionit dan dilarutkan dengan 5

mL larutan NaOH 4 % b/v sehingga

diperoleh larutan natrium dithionit 1 %

dalam NaOH 4 % b/v. Dari 10 mL

larutan paraquat 30,36 mg/L kemudian

ditambah 2 mL larutan 1 % natrium

dithionit dalam NaOH 4 % dan direkam

spektra absorbansinya pada λ antara 500

sampai 800 nm dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Hasil

pengukuran absorbansi ditampilkan

dalam bentuk grafik A vs λ dan dapat

28

Page 29: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

ditentukan panjang gelombang

maksimumnya.

Penetapan konsentrasi paraquat dalam sampel dengan spektrofotometer a. Pembuatan kurva standar

1. Paraquat dengan konsentrasi 27,6

mg/L diambil masing-masing 1,0;

2,0; 3,0; 4,0 dan 6,0 mL dan

dimasukan pada labu takar 10 mL

kemudian diencerkan dengan

akuades, sehingga diperoleh seri

larutan paraquat dengan konsentrasi

berturut-turut: 2,76; 5,52; 8,28; 11,04;

13,8 dan 16,56 mg/L. Diambil juga

1,0 mL paraquat 27,6 mg/L dan

dimasukan dalam labu takar 25 mL

kemudian diencerkan dengan akuades

sehingga diperoleh larutan paraquat

dengan konsentrasi 1,104 mg/L.

2. Masing-masing konsentrasi larutan

standar diambil 10 mL dan ditambah

dengan 2,0 mL larutan natrium

dithionit 1 % dalam larutan NaOH 4

% dan direkam absorbansinya pada

panjang gelombang maksimum. Dari

data tersebut dapat dibuat kurva

standar Absorbansi lawan

konsentrasi.

3. Untuk setiap pengukuran konsentrasi

paraquat dalam sampel dibuat seri

larutan standar terlebih dahulu.

b. Pengukuran absorbansi sampel

Pengukuran absorbansi sampel

dilakukan pada hari ke 0, 1, 2, 5, 7, 10,

14, 26, 38 dan 50. Dari setiap media

diambil dua botol sampel yang

dikondisikan dalam keadaan terang dan

dua botol sampel yang lain dikondisikan

dalam keadaan gelap.

Masing-masing sampel dengan

volume 10 mL ditambahkan 2 mL larutan

natrium dithionit 1 % dalam larutan

NaOH 4 % dan diukur absorbansinya

pada panjang gelombang maksimum.

Penambahan 2 mL larutan natrium

dithionit 1 % dalam NaOH 4 %

dilakukan saat akan diukur absorbansi

sampelnya.

c. Penetapan konsentrasi paraquat

Data absorbansi sampel yang

diperoleh diekstrapolasikan ke kurva

standar dan diperoleh konsentrasi sampel

dari tiap media pada masing-masing

kondisi. Hasil akhir berupa grafik

konsentrasi vs waktu untuk tiap media

yang masing-masing terdiri dari kondisi

gelap dan terang. Kemudian dilakukan

penentuan konstanta laju degradasi

paraquat pada kondisi terang dan gelap

untuk mengetahui kinetika degradasi

paraquat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Metode Analisis Paraquat Secara Spektrofotometri UV-Vis Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penetapan panjang gelombang

maksimum untuk paraquat secara

29

Page 30: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

spektrofotometri Ultra Violet-Visibel

dilakukan mengikuti metode analisis

yang dikembangkan oleh Constenla

(1990) dengan mengukur larutan standar

paraquat 30,36 mg/L yang telah direduksi

dengan natrium ditionit dalam suasana

basa. Syarat terjadinya reaksi dalam

mereduksi paraquat adalah dalam suasana

basa maka digunakan larutan natrium

dithionit 1% dalam larutan NaOH 4%.

Warna larutan yang telah direduksi akan

menghasilkan warna biru dengan serapan

pada panjang gelombang sekitar 600 nm.

Pengukuran panjang gelombang

yang memberikan serapan maksimum

dari larutan paraquat yang telah direduksi

dilakukan pada panjang gelombang

antara 500 sampai 800 nm, seperti terlihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva panjang gelombang maksimum paraquat tereduksi

Berdasarkan hasil pengukuran

panjang gelombang maksimum yang

dilakukan dengan menggunakan

spektofotometer UV-Vis diperoleh

serapan maksimum paraquat tereduksi

pada panjang gelombang 604 nm, artinya

pada panjang gelombang ini paraquat

tereduksi menyerap radiasi sinar Ultra

Violet-Visibel. Panjang gelombang

maksimum inilah yang akan digunakan

dalam melakukan pengukuran absorbansi

untuk menghitung konsentrasi paraquat

dalam sampel. Dalam melakukan

pengukuran absorbansi paraquat hal yang

perlu diperhatikan adalah stabilitas

reduktor natrium ditionit, hal ini perlu

dilakukan karena natrium ditionit sebagai

pereduktor sangat menentukan besarnya

nilai absorbansi yang akan terukur oleh

alat spektrofotometri UV-Vis.

Reduksi paraquat dengan

menggunakan natrium ditionit dalam

suasana basa akan menghasilkan radikal

kation yang bersifat kurang stabil yang

berwarna biru (Hassal, 1982). Radikal

kation ini akan mengalami autooksidasi

sehingga akan kembali membentuk ion

paraquat karena keberadaan air dan

oksigen seperti terlihat jelas dari

persamaan reaksi pada Gambar 2.

Mengingat sifat dari paraquat tereduksi

yang kurang stabil ini maka dalam

melakukan analisis dengan metode yang

dikembangkan oleh Constenla (1990)

harus dilakukan secepat mungkin.

30

Page 31: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 2. Skema proses reduksi paraquat

Sensitivitas dan Batas Deteksi

Hal yang perlu diperhatikan dalam

melakukan suatu analisis adalah

parameter sensitivitas dan batas deteksi

karena dapat memberikan informasi

mengenai metode yang digunakan dalam

suatu penelitian apakah sudah memiliki

ketelitian dan ketepatan yang tinggi atau

belum. Kedua jenis parameter ini dapat

ditentukan dengan membuat kurva

hubungan antara absorbansi dan

konsentrasi dari setiap seri larutan standar

yang dibuat setiap kali melakukan

analisis sampel.

Pada penelitian ini dilakukan

pembuatan kurva kalibrasi dengan

menggunakan panjang gelombang

serapan maksimum paraquat diklorida

tereduksi dengan natrium ditionit dalam

suasana basa yakni pada panjang

gelombang 604 nm. Konsentrasi seri

larutan standar yang diukur untuk

membuat kurva kalibrasi dibuat pada

rentang konsentrasi 1,104 mg/L sampai

16,56 mg/L. Konsentrasi seri larutan

standar yang telah diukur akan digunakan

untuk menganalisis sampel pada waktu

yang telah ditentukan yakni pada hari ke-

0, 1, 2, 5, 7, 10, 14, 26, 38, dan 50.

Setiap pengukuran seri larutan

standar, data-data yang diperoleh

diplotkan dalam sebuah kurva sehingga

dari setiap kurva kalibrasi yang dibuat

diperoleh persamaan regresi linear (y =

ax + b ), dengan (a) adalah slop dan (b)

adalah intersep. Besarnya nilai slop dari

setiap kurva kalibrasi yang dibuat

menunjukkan sensitivitas (Skoog, 1985).

Nilai slop dari setiap kurva kalibrasi yang

dibuat pada penelitian ini jika

dibandingkan setiap kali melakukan

pengukuran konsentrasi sampel tidak

berbeda secara signifikan (Tabel 1),

dengan rata-rata sensitivitas adalah

0,0399 LA/mg. Hal ini menunjukkan

bahwa kurva standar yang diperoleh

dapat digunakan untuk menganalisis

konsentrasi paraquat dalam sampel. Pada

Tabel 1 juga disajikan nilai batas deteksi

dari masing-masing kurva kalibrasi,

dimana batas deteksi merupakan

konsentrasi analit terendah yang masih

terukur yang dapat ditentukan berbeda

nyata secara statistik dari pengukuran

blanko (Skoog, 1985).

NCH3 N CH3

2

Autooksidasi 2O2 + 2H2O 2H2O2 + O2e

NH3C N CH3

31

Page 32: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Tabel 1. Data Kurva kalibrasi dan parameter analitik

Kurva Kalibrasi Parameter Analitik Hari Persamaan regresi

linear r

Sensitivitas (LA/mg)

Batas deteksi

0 Y = 0,03792x + 0,01705 0,99994 0,03792 0,14456 1 Y = 0,03854x + 0,05694 0,99958 0,03854 0,38546 2 Y = 0,03989x + 0,00857 0,99994 0,03989 0,14478 5 Y = 0,04242x + 0,01526 0,99953 0,04242 0,40741 7 Y = 0,04881x + 0,01445 0,99964 0,04881 0,35818 10 Y = 0,04707x + 0,00971 0,99980 0,04707 0,26397 14 Y = 0,05267x – 0,00344 0,99986 0,05267 0,22320 26 Y = 0,05075x – 0,00136 0,99968 0,05075 0,33677 38 Y = 0,04120x + 0,02549 0,99966 0,04120 0,34924 50 Y = 0,04058x + 0,02530 0,99972 0,04058 0,31739

Menurut Miller dan Miller (1991)

batas deteksi dapat ditentukan sebagai

konsentrasi yang menghasilkan

absorbansi sebesar tiga kali standar

deviasi intersep (3 x Sa intersep) dibagi

slop dari kurva kalibrasi, dimana standar

deviasi intersep dihitung dengan

menggunakan program microsoft office

excel. Sehingga dari hasil perhitungan

didapat batas deteksi dari masing-masing

kurva standar seperti yang disajikan pada

Tabel 1.

Suatu kurva kalibrasi memiliki

ketelitian yang cukup tinggi apabila

koefisien korelasinya (r) mendekati satu.

Dari hasil perhitungan seperti yang

disajikan pada Tabel 1, dapat dilihat nilai

koefisien dari masing-masing kurva

kalibrasi berkisar antara 0,99953 sampai

0,99994.

Kinetika Degradasi Paraquat

Hasil perhitungan yang diperoleh

dengan menggunakan kurva kalibrasi

selanjutnya digunakan untuk mempelajari

kinetika degradasi paraquat diklorida.

Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh

sinar matahari yang diduga dapat

meningkatkan laju degradasi paraquat.

Dalam penelitian ini dilakukan dua

macam perlakuan sampel yakni

perlakuan pada kondisi terang dimana

sampel dibiarkan berkontak dengan sinar

matahari secara langsung tanpa ada

penghalang. Sedangkan pada kondisi

gelap dimana semua permukaan wadah

sampel dibalut dengan menggunakan

kertas karbon. Kedua jenis perlakuan ini

masing-masing masih dibedakan

berdasarkan kesterilan sampel dengan

menggunakan autoklaf dan tanpa

sterilisasi.

Pengaruh sinar matahari terhadap

laju degradasi ditinjau berdasarkan

perbandingan antar media pada masing-

masing kondisi berdasarkan berbagai

media percobaan. Hasil perhitungan yang

32

Page 33: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

diperoleh dari percobaan menunjukkan

bahwa telah terjadi penurunan

konsentrasi paraquat pada kondisi terang

untuk keenam media yang dibuat yaitu

akuades steril, air sumur steril, filtrat

tanah Oematanunu steril, akuades tidak

steril, air sumur tidak steril dan filtrat

tanah Oematanunu tidak steril. Hal ini

dapat terlihat jelas pada Gambar 3, yang

menunjukkan perbandingan penurunan

konsentrasi paraquat pada kondisi terang

dan gelap untuk keenam media percobaan

yang digunakan dalam penelitian ini.

a. Media akuades steril

b. Media air sumur steril

33

Page 34: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

c. Media filtrat tanah Oematanunu steril

d. Media akuades tidak steril

e. Media air sumur tidak steril

34

Page 35: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

f. Media filtrat tanah Oematanunu tidak steril

Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi paraquat dan waktu pada berbagai media percobaan

Pada keenam gambar grafik pada

Gambar 3, untuk media kondisi terang

menunjukkan telah terjadi penurunan

konsentrasi yang sangat berbeda pada

keenam media percobaan. Hal ini

menurut Hassal (1982) disebabkan oleh

karena sinar ultra violet dari sinar

matahari yang diserap oleh molekul

paraquat diklorida dapat menyebabkan

terjadinya pembukaan salah satu cincin

piridin yang menghasilkan N-metil-4-

karboksipiridinium (Gambar 4).

N N

+N NH

CHO

CH3

CH3

H3C

H3C Cl-

2+

2Cl-

+NH3C COO Cl- + CH3NH2HCl

Gambar 4. Skema degradasi paraquat oleh sinar UV dari matahari (Wogo, 2002)

Media percobaan untuk kondisi

gelap dari grafik yang disajikan tidak

menunjukkan penurunan yang begitu

berbeda untuk keenam media yang

dibandingkan. Dari perbandingan ini

dapat dikatakan bahwa pada media

percobaan untuk kondisi terang telah

terjadi peristiwa degradasi paraquat oleh

sinar UV matahari. Sedangkan untuk

35

Page 36: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

keenam media percobaan pada kondisi

gelap tidak terjadi peristiwa degradasi.

Kajian kinetika degradasi dari

masing-masing media dalam penelitian

ini dilakukan melalui penentuan orde

dan konstanta degradasi. Hasil

perhitungan orde dan konstanta laju

degradasi paraquat pada kondisi terang

dari masing-masing media dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Data orde dan konstanta laju degradasi paraquat (k) dari berbagai media

Media Orde k Standar deviasi Akuades steril 1 0,02984 ± 0,00408 Akuades tidak steril 1 0,03458 ± 0,00252 Air sumur steril 1 0,04720 ± 0,00182 Air sumur tidak steril 1 0,06217 ± 0,00317 Filtrat Oematanunu steril 1 0,06086 ± 0,00285 Filtrat Oematanunu tidak steril 1 0,06998 0,00336

Sinar matahari dapat meningkatkan laju

degradasi paraquat. Penyinaran selama 50

hari (8 jam/hari) mampu mendegradasi

paraquat mencapai 96,00501 % untuk

media filtrat tanah Oematanunu tidak

steril, media filtrat tanah Oematanunu

steril mencapai 93,95629 %, media air

sumur tidak steril mencapai 94,27148 %,

media air sumur steril mencapai

90,56803 %, media akuades tidak steril

mencapai 81,97919 % dan media akuades

steril mencapai 71,65681 %.

SIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

uraian pada pembahasan yang telah

dilakukan dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari keenam media yang dibuat

(akuades steril, air sumur steril, filtrat

tanah Oematanunu steril, akuades

tidak steril, air sumur tidak steril dan

filtrat tanah Oematanunu tidak steril).

Pada kondisi terang dan gelap

mengikuti reaksi orde I, dengan

konstanta laju degradasi paraquat

dalam media steril dan tidak steril

pada kondisi terang adalah :

a. Media steril: akuades (0,02984

hari-1), air sumur (0,04720 hari -1 ),

filtrat tanah Oematanunu (0,06086 -1).

b. Media tidak steril: akuades

(0,03458 hari-1), air sumur

(0,06217 hari-1), filtrat tanah

Oematanunu (0,06998 hari -1).

2. Sinar matahari dapat meningkatkan

degradasi paraquat dengan lama

36

Page 37: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

penyinaran selama 50 hari (8 jam/

hari) mampu mendegradasi paraquat

mencapai 71,65681 - 96,00501 %.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai proses lain yang dapat

menurunkan konsentrasi paraquat di

dalam lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA Constenla, M.A., 1990, Paraquat Behavior in Costa Rica Soils and Residues in Coffee,

Journal Agriculture Food Chemistry, Vol. 38 Djojosumarto, P., 2000, Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian, Kanasius, Yogyakarta Hassal, K.A., 1982, The Biochemistry and Uses of Pesticides, 2nd edition, Macmillan Press,

New York Miller, J. C., and Miller, J. N., diterjemahkan oleh Suroso, 1991, Statistika Untuk Kimia

Analitik, ITB, Bandung Muktamar, Z., Sukisno dan Nanik, S., 2004, Adsorpsi dan Desorpsi Herbisida Paraquat

Oleh Bahan Organik Tanah, Jurnal Akta Agrosia Vol. 7, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu

Nanik, S., Zainal, M., Doni, H., 2006, Mobilitas Herbisida Paraquat Melalui Kolom Tanah

Dystrandept dan Dystrudept, Jurnal Akta Agrosia Vol. 9, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu

Skoog, D.A., 1985, Principles of Instruments Analysis, 3rd edition, Saunders College

Publishing Sudarmo, S., 1991, Pestisida, Kanisius, Yogyakarta Wogo, H.E., 2002, Studi Kinetika Degradasi Paraquat (1,1-Dimetil-4,4-Bipiridilium)

Dalam Lingkungan Tanah Lombok, Skripsi, UGM, Yogyakarta

37

Page 38: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

ISOLASI METIL OLEAT HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L) MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM

Febri Odel Nitbani Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT Isolation methyl oleic from transesterification product mixture of castrol oil

(Jatropha curcas L.) has been done. The process of methyl oleic isolation via colum cromatography was done using chloroform : n-hexsane : formic acid (90:10:1) as an eluen and silica gel H40 as a stationary fase. The methyl oleic was tested with Gas Chromatography-Massa Spectroscopy (GC-MS). The result showed that the percentage of methyl oleic is 65,18 %.

Keywords : Castrol oil, methyl oleic, colum chromatography

Indonesia adalah salah satu

negara penghasil minyak nabati di dunia.

Minyak nabati yang dihasilkan seperti,

minyak sawit, minyak jarak, minyak

kopra, dalam jumlah yang cukup besar.

Minyak nabati yang terkandung dalam

biji tumbuhan merupakan trigliserida

(gambar 1) yang tersusun oleh asil-asil

dari asam lemak jenuh maupun tidak

jenuh yang diperoleh melalui proses

maserasi menggunakan pelarut polar dan

non polar( Gunston dan Hamilton, 2001).

H2C O C R1

O

H2C O C R2

OHC O C R3

O

Gambar 1 Trigliserida

Transesterifikasi berkatalis basa

minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.)

menghasilkan metil oleat 33%

(Kusumawati, 2009). Hidrolisis metil

oleat akan menghasilkan asam oleat yang

merupakan asam lemak esensial.

Senyawa-senyawa asam lemak seperti

asam oleat berperan untuk menghasilkan

produk yang secara komersil penting dan

ditemukan aplikasinya dalam berbagai

bidang diantaranya sebagai pemplastis

(plastizier) dan penstabil (stabilizer)

untuk resin polivinil klorida (PVC)

(Yadav dan Satoskar, 1997). Sumber-

sumber asam oleat dalam minyak nabati

terutama dihasilkan dari zaitun, kedelai

dan biji bunga matahari (Gan et al, 1992).

Lemak atau minyak merupakan

salah satu jenis makanan yang banyak

digunakan untuk diet sehari- hari.

Beberapa hal yang mempengaruhi sifat-

38

Page 39: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

sifat minyak adalah asam lemak

penyusunnya yaitu asam lemak jenuh

(Saturated fatty acid) dan asam lemak tak

jenuh (Unsaturated fatty acid), yang

terdiri atas Monounsaturated fatty acid

(MUFA) dan poly unsaturated fatty acid

(PUFA). Salah satu jenis MUFA adalah

asam oleat (asam lemak omega 9)

mampu menurunkan lipoprotein yang

densitasnya sangat rendah (low density

lipoprotein = LDL) dan meningkatkan

lipoprotein yang densitasnya tinggi (High

density lipoprotein = HDL). Asam lemak

Omega 9 mampu mencegah penyakit

jantung koroner yang sudah teruji secara

laboratoris dan epidemologis. Asam oleat

banyak terdapat pada bahan makanan

seperti minyak kelapa sawit, yoghurt,

susu, keju, miyak zaitun, tempe, tahu dan

lain-lain.

Metode kromatografi kolom

sudah digunakan sebagai metode

pemisahan untuk memisahkan metil ester

dari asam-asam lemak dalam minyak

kemiri (Tarigan, 2009). Berdasarkan

hasil penelitian bahwa minyak jarak

pagar mengandung metil oleat 33 % dan

manfaat penting asam oleat sebagai asam

lemak esensial maka melalui penelitian

ini akan dilakukan isolasi metil oleat

hasil transesterifikasi minyak jarak pagar

(Jatropha curcas L.) menggunakan

teknik pemisahan kromatografi kolom.

Penelitian ini diharapkan menaikkan nilai

guna biji jarak pagar selain sebagai bahan

bakar juga dapat dimanfaatkan sebagai

sumber asam lemak esensial.

MATERI DAN METODE Bahan

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah biji jarak pagar

(Jatropha curcas L ), Petroleum eter,

metanol, NaOH, Na2SO4 anhidrat, Silika

gel H- 40, Kloroform, n-Heksana dan

Asam format.

Alat Alat-alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah : alat gelas

laboratorium, satu set alat ekstraksi

sokhlet, satu set alat evaporator Buchii

tipe R-124, alat timbangan elektrik

(Libror EB-330 Shimadzu), tabung

kolom, pipa kapiler, plat kromatografi

lapis tipis, pipet tetes dan Kromatografi

Gas–Spektroskopi Massa ( GC-MS,

Shimadzu QP-2010).

Prosedur Kerja

a. Penyiapan sampel campuran metil ester minyak jarak pagar (Kusumawati, 2009)

Ekstraksi Biji Jarak Pagar Minyak biji jarak pagar

(Jatropha curcas L) diperoleh dengan

ekstraksi pelarut menggunakan petroleum

eter menghasilkan minyak berwarna

kuning dan berbau kas minyak jarak

kemudiaan dilakukanan dengan tahap

netralisasi yang merupakan proses

pemurnian minyak jarak pagar.

39

Page 40: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Reaksi Transesterifikasi Minyak jarak pagar (Jatropha

curcas L) yang sudah dinetralisasi

sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam

labu yang sudah dilengkapi dengan

pengaduk magnet dan larutan metoksida

(campuran 20 mL metanol 90% dan 2

gram NaOH yang telah tercampur

sempurna). Campuran diaduk selama 90

menit sampai reaksi transesterifikasi

sempurna. Hasil reaksi dievaporasi dan

residu dilarutkan dalam 75 mL PE ,

dimasukkan dalam corong pisah dan

dicuci dengan air sampai pH netral.

Lapisan organik dikeringkan dengan

Na2SO4 anhidrat, dan filtratnya

dievaporasi.

b. Isolasi Metil Oleat Isolasi metil oleat dilakukan

dengan menggunakan kromatografi

kolom menggunakan silika gel H-40 dan

eluent yang digunakan kloroform : n-

heksana : asam format 90:10:1 (v:v:v).

hasil yang diperoleh kemudian dianalisis

menggunakan GC-MS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk

mengisolasi metil oleat dari campuran

metil ester hasil transesterifikasi minyak

jarak pagar (Jatropha curcass L)

menggunakan kromatografi kolom.

Bahan dasar untuk proses isolasi ini

menggunakan minyak jarak pagar yang

sudah ditransesterifikasi menggunakan

katalis basa oleh Kusumawati (2009).

Berdasarkan hasil penelitian

Kusumawati, metil oleat yang terdapat

dalam campuran metil ester hasil

transesterifikasi minyak jarak adalah

sebesar 33 %. Untuk teknik pemisahan

dengan kromatografi kolom digunakan

fase diam berupa silika gel H40 dan fase

gerak berupa campuran kloroform : n-

heksana : asam format (90: 10 : 1).

Campuran metil ester minyak jarak pagar

dimasukan dalam kolom berisi fase diam

dan dialiri eluen dengan laju satu tetes

setiap 15 menit. Komponen- komponen

yang terpisah akan terbawa oleh fase

gerak keluar kolom dan ditampung tiap 5

ml dalam botol sampel. Tiap sampel

hasil kolom kromatografi dianalisis

menggunakan kromatografi lapis tipis

dan sampel-sampel yang menujukkan

noda atau harga Rf yang sama

dikumpulkan jadi satu. Sampel dengan

harga Rf 0,9 cm selanjutnya dianalisis

menggunakan Kromatografi gas–

spektroskopi massa (KG–MS). Analisis

Menggunakan KG-MS menghasilkan

kromatogram seperti ditampilkan pada

gambar

40

Page 41: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 2. Kromatogram sampel Rf= 0,9

Kromatogram (Gambar 2)

menunjukkan bahwa terdapat 5 puncak

dengan waktu retensi dan kadar yang

berbeda-beda yang berarti terdapat 5

senyawa berbeda dalam sampel yang

dianalisis. Masing-masing puncak

dideskripsikan secara lengkap dalam

tabel 1. Puncak 3 dengan waktu retensi

17,33 menit merupakan puncak dengan

kelimpahan terbesar dalam campuran

yaitu 65,18 %, sedangkan puncak lain

berada dalam kelimpahan yang kecil

yaitu dibawah 25 %.

Tabel 1. Waktu retensi dan kadar senyawa dalam sampel dengan Rf 0,9 cm

Puncak dan Waktu retensi

(menit) Persentase(%)

(1) 15.234 1.773

(2) 15.489 21.965

(3) 17.332 65.185

(4) 17.442 10.706

(5) 19.093 0.370

Spektra massa puncak 1 dengan

waktu retensi 15.234 menit yang

memiliki kadar 1.77 % ditampilkan pada

gambar 3.

Gambar 3. Spektra massa puncak 1

Spektra massa (gambar 3)

menunjukkan ion molekuler pada m/z =

281 dan puncak dasar pada m/z = 55,1

yang sesuai sesuai dengan berat molekul

metil palmitoleat (gambar 4).

O

O Gambar 4. Struktur senyawa metil

palmitoleat

Spektra massa senyawa puncak 2

dengan waktu retensi 15.489 menit dan

kadar 21 % memberikan ion molekuler

pada m/z =283 yang sesuai dengan berat

molekul dari metil palmitat dan memiliki

struktur seperti pada gambar 5.

O

O Gambar 5. Struktur senyawa metil

palmitat Spektra massa senyawa puncak 3

dengan waktu retensi 17.332 menit dan

kelimpahan terbesar yaitu 65.185 %

ditunjukan pada gambar 6.

41

Page 42: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 6. Spektra massa puncak 3

Dari spektrum massa dengan ion

molekuler pada m/z = 296 dan puncak

dasar pada m/z = 55 dapat disimpulkan

bahwa senyawa puncak 3 adalah metil

oleat (gambar 7). Pemurnian atau

pemisahan metil oleat dalam campuran

metil ester hasil transesterifikasi dengan

kromatografi kolom ternyata menaikkan

kemurnian metil oleat dari 33 % menjadi

65 %.

Metil oleat sendiri merupakan

ester dari asam oleat dimana asam oleat

adalah asam lemak omega 9 yang

merupakan asam lemak esensial dan

sangat penting bagi kesehatan manusia.

Asam oleat sendiri dapat diperoleh

dengan menghidrolisis metil oleat. Selain

fungsi kesehatan, asam oleat juga banyak

digunakan sebagai bahan baku dalam

industri makanan, kosmetik maupun

polimer. Oleh karena itu menemukan

bahan atau sumber asam oleat merupakan

hal yang sangat penting apalagi

sumbernya berasal dari sumber bahan

alam terbarukan yaitu biji jarak pagar.

O

O Gambar 7. Struktur senyawa metil oleat

Spektra masa puncak 4 (gambar

8) pada waktu retensi 17.442 menit

dengan kadar relatif 10 % menunjukan

ion molekuler pada m/z = 298 sangat

sesuai dengan berat molekul metil stearat

(gambar 9). Hidrolisis terhadap metil

stearat akan menghasilkan asam stearat

sebagai suatu asam lemak jenuh.

Gambar 8. Spektra massa puncak 4

O

O

Gambar 9. Struktur senyawa metil

stearat Spektra masa puncak 5 (gambar

10) pada waktu retensi 19,093 menit

dengan kadar relatif 0,3 % menunjukan

ion molekuler pada m/z = 326 sangat

sesuai dengan berat molekul metil

arakidonat (gambar 11).

42

Page 43: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 10. Spektra massa puncak 5

O

O

Gambar 11. Struktur senyawa metil

arakidonat Berdasarkan hasil interpretasi

spektrum massa masing-masing puncak

kromatogram maka dapat disimpulkan

bahwa sampel hasil kromatografi kolom

dari campuran metil ester minyak jarak

mengandung senyawa-senyawa seperti

yang dirangkum dalam tabel 3.

Tabel 3. Jenis senyawa hasil kolom kromatografi campuran metil ester

PuncakWaktu retensi (menit)

Senyawa Kadar

(%)

1 15,237 Metil palmitoleat

1,773

2 15,491 Metil palmitat

21,965

3 17,334 Metil oleat 65,185

4 17,443 Metil stearat

10,706

5 19,093 Metil arakidonat

0,370

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

1. Metil oleat dapat dipisahkan dari

campuran metil ester minyak jarak

pagar (Jatropha curcas L.)

menggunakan teknik kromatografi

kolom

2. Metil oleat yang dihasilkan memiliki

kadar 65,185 %

3. Teknik pemisahan dengan

kromatografi kolom dapat menaikkan

kemurnian metil oleat

DAFTAR PUSTAKA Gunstone, F.D., dan Hamilton, R.J., 2001, Oleochemical Manufacture and Applications,

Sheffield Academic Press Ltd, London Gan, L.H., Goh, S.H., dan Ooi, K.S., 1992, Kinetic Studies of Epoxidation and Oxiran

Cleavage of Palm Oil Methyl Esters, J. Am. Oil Chem. Soc, 69(4):347-349

43

Page 44: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Kusumawati, A, 2009, Sintesis senyawa Epoksida Turunan Minyak Jarak (Jatropha curcas L.) Melalui Reaksi Transesterifikasi Dan Epoksidasi, Universitas Nusa Cendana-Kupang

Silverstein, R.M., dan Bassler, G.C., 1991, Spectrometric Identification of Organic

Compounds, Fourth Edition, John Wiley and Sons, New Yor Tarigan, D., 2009, Pembuatan Senyawa Alkanolamida Tetrahidroksi Oktadekanoat yang

Diturunkan dari Minyak Kemiri, Indo.J.Chem., 9 (2), 271-277 Yadav, G. D., dan Satoskar, D. V., 1997, Kinetic of Epoxidation of Alkyl Esters of

Undecylenic Acid: Comparation of Traditional Routes vs Ishii-Venturello Chemistry, J. Am. Oil Chem. Soc,74(4):397-407.

44

Page 45: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

KARAKTERISTIK PASANG SURUT LAUT DAN PASANG SURUT BUMI DI DAERAH CILACAP

Abdul Wahid Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

It has been done a research about earth tide characteristic to the ocean tide analysis at station Cilacap, . The aim is to determine the characteristic of the earth tide and the ocean tide, and the existence of semidiurnal variation, diurnal variation, periodicity and correlation of both natural phenomena (earth tide and ocean tide).The analysis was done by three stages, i.e: phase different analysis, periodicity analysis, and correlation analysis.

Based on the analysis, it reveals that there are phase lags of the ocean tide from the earth tide, i.e: the north beach stations Cilacap, is 100 minutes in average. The periodicity at the north beach stations have tide prevailing semidiurnal variation.

Keywords: tide, correlation, semidiurnal variation

Pasang surut merupakan salah

satu gejala alam yang perubahannya

secara periodik sesuai dengan posisi dan

letak benda angkasa (utamanya bulan dan

matahari) terhadap bumi, sehingga

terjadinya gaya pembangkit pasang surut,

secara garis besar gaya pembangkit

pasang surut ditimbulkan oleh tiga

gerakan utama: revolusi bulan terhadap

bumi, revolusi bumi terhadap matahari

dan rotasi bumi terhadap sumbunya

(Wahid, 2008).

Pasang surut bumi sangat penting

untuk koreksi pada pengukuran gravitasi

dengan menggunakan alat gravitymeter

La Coste Romberg yang variasinya antara

puncak positif dan negatif adalah 300

mikrogal serta dimanfaatkan pada

pengukuran sifat datar teliti. Pasang surut

laut digunakan untuk kepentingan

perhubungan pelayaran laut, pemanfaatan

sumberdaya hayati perairan, pariwisata,

pencemaran lingkungan, pertahanan

nasional serta pengembangan

pemanfaatan pasang surut laut sebagai

salah satu sumber energi alternatif .

Secara umum tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui

dan memahami karakteristik pasang surut

bumi dan pasang surut laut Stasiun

Cilacap, serta menganalisa data pasang

surut laut dan data pasang surut bumi

sehingga dapat diperoleh informasi

tentang: adanya variasi tengah harian

(semidiurnal variation) dan variasi harian

(diurnal variation) jenis periodesitas

serta korelasinya.

45

Page 46: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Dengan memperhatikan letak

Perairan Indonesia yang diapit oleh

Lautan Pasifik dan Lautan Hindia serta

merupakan perairan yang setengah

tertutup, terlihat bahwa Perairan

Indonesia agak terbatas untuk

berinteraksi secara maksimal dengan

gaya pembangkit pasang surut, tetapi

merupakan reaksi dari sistem pembangkit

pasang surut dari Lautan Pasifik dan

Lautan Hindia. Disamping kondisi

tersebut, pengaruh resonansi lokal berupa

bentuk, luas, kedalaman, keadaan

topografi bawah air dan lain-lain, juga

memiliki andil dalam proses perambatan

pasang surut di Perairan Indonesia

(Pariwono, 1989)

MATERI DAN METODE MATERI Pasang Surut Bumi

Pada dasarnya semua benda-

benda angkasa yang memiliki massa akan

mempengaruhi titik-titik massa di bumi,

tapi karena posisinya sangat jauh maka

pengaruh tersebut dapat diabaikan, hal ini

sesuai dengan Hukum Newton tentang

gravitasi (Longman,1959):

12212

2121 ˆ)( r

r

mmGrF

(1)

dimana: F adalah gaya tarik menarik, G

konstanta gravitasi, m1 dan m2 massa

benda 1 dan benda 2, r jarak antara

benda1 ke benda 2.

Gaya – gaya Pasang Surut Akibat Bulan dan Matahari

Besarnya potensial pada

sembarang titik di permukaan bumi

akibat dari gaya gravitasi bulan dan rotasi

bulan, jika bumi dianggap sebagai benda

rigid, maka kuat medan gravitasi pasang

surut bumi pada titik P dipermukaan

bumi akibat gaya dari bulan adalah

(Stacey,1977):

1cos3 23

R

Gmag (2)

Dari persamaan (2) terlihat bahwa

pasang surut yang diakibatkan oleh bulan

berbanding terbalik dengan jarak pangkat

tiga, sehingga gaya pasang surut karena

matahari adalah 0,46 kali dari pasang

surut akibat bulan.

Pasang Surut Bumi Metode Broucke

Menurut Broucke at al (1972),

besarnya komponen tegak pasang surut

bumi akibat bulan, adalah

(Sunarjo,1988):

23

232 cos1 zkpgm (3)

dengan 2

1a

GMk m ;

zcos21 2 ;

2sin1 fp coscoscossinsincos z

dimana: G konstanta gravitasi, p

horisontal paralaks, mM massa bulan, 1a

jari – jari equator, z sudut zenith bulan,

46

Page 47: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

lintang tempat pengamat, deklinasi

bulan, sudut jam bulan setempat,

right ascension, f konstanta

penggepengan bumi (1/298), dan

kemiringan bidang eliptik.

Sedangkan pasang surut bumi

komponen tegak akibat matahari adalah:

1cos3 D

rGMg s

s (4)

dimana: sM massa matahari, r jarak

pengamat dengan pusat bumi, D jarak

pusat bumi dengan pusat matahari,

sudut zenith matahari.

Sehingga besar total pasang surut

bumi akibat dari bulan dan matahari

Metoda Bruocke at al (1972) adalah

(Longman,1959):

smtotal ggg (5)

Dari persamaan (3), (4) dan (5)

terlihat bahwa besarnya pasang surut

bumi komponen tegak tergantung pada

posisi pengamat dan waktu.

Pasang Surut Laut

Pasang surut laut merupakan

fenomena naik turunnya muka laut secara

periodik karena adanya gaya pembangkit

pasang surut terhadap massa air di

permukaan bumi, yang dapat diamati

secara nyata di daerah pantai.

Gaya pembangkit pasang surut

Karena adanya rotasi bumi bulan

pada sumbu perputaran bersama maka

setiap titik massa yang ada di permukaan

bumi bekerja gaya sentrifugal (Fc)

arahnya berlawanan dengan posisi bulan,

selain itu titik massa yang ada di

permukaan bumi akan mengalami gaya

gravitasi bulan (Fg) yang arahnya menuju

pusat massa bulan dan besarnya

bergantung pada jarak antara titik massa

yang ditinjau dengan pusat massa bulan.

Proses ini terjadi secara simultan dan

berperiodik menyebabkan peristiwa

pasang surut (Fp) di permukaan bumi

akibat bulan (Gambar1)

Gambar 1. Gaya pembangkit pasang surut akibat bulan (Pariwono, 1989)

Gaya pembangkit pasut yang diakibatkan oleh posisi bulan pada satuan titik massa

di permukaan bumi ketika bulan berada pada titik Zenith atau Nadir adalah:

Fg

Fc

Fp

Bumi

Bumi Bulan

47

Page 48: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Tabel 1. Gaya pembangkit pasut akibat bulan (Djaja,1989) Posisi Bulan Gaya Tarik Gaya Sentrifugal Gaya Pembangkit Pasut

Zenith 2rR

GM

2R

GM

322

211

R

rGM

RrRGM

Pusat Bumi 2R

GM

2R

GM

0

Nadir 2rR

GM

2R

GM

322

211

R

rGM

rRRGM

Dimana: G merupakan konstanta

gravitasi, M massa bulan, r jari –jari

bumi, R jarak antara pusat bumi dan

pusat bulan.

Tipe – tipe pasang surut laut

Tipe-tipe pasang surut laut secara

garis besar dibedakan menjadi

(Triatmodjo,1999).:

1. Pasang Surut Tengah Harian (Semi

Diurnal Tide).

2. Pasang Surut Harian (Diurnal Tide).

3. Pasang Surut Campuran Dominan

Tengah Harian (Mixed Tide

Prevailing Semi Diurnal),

4. Pasang Surut Campuran Dominan

Harian (Mixed Tide Prevailing

Diurnal),

Pasang surut perbani dan pasang surut purnama

Karena peredaran bumi dan bulan

pada orbitnya, revolusi bulan terhadap

bumi ,serta rotasi bumi terhadap

matahari, sehingga posisi bulan – bumi –

matahari selalu berubah secara periodik,

sehingga terjadinya pasang surut perbani

(pasang kecil, neap tide) dan pasang surut

purnama (pasang besar , spring tide)

(Wahid,2007).

48

Page 49: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Komponen Harmonik Pasang Surut

Tabel 2. Komponen pasang surut yang penting (Pariwono ,1989)

Nama Komponen Simbol Periode (jam) Perbandingan

(relatif) Tengah Harian (semi diurnal)

Principal Lunar

Principal Solar

Larger Lunar Elliptic

Luni Solar semi diurnal

Harian (diurnal) Luni Solar diurnal

Principal Lunar diurnal

Principal Solar diurnal

Larger Lunar Elliptic

Periode Panjang (long period) Lunar fortnightly

Lunar monthly

Solar semi annual

M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 Q1 Mf Mm Ssa

12,42 12,00 12,66 11,96 23,93 25,82 24,07 26,91 328,0 661.0 2.191,0

1,000 0,466 0,192 0,127 0,584 0,415 0,194 0.008 0,017 0,009 0,008

METODE Lokasi dan Posisi Penelitian

Lokasi penelitian adalah pada

Stasiun Pasang Surut Cilacap dengan

posisi 1090 00’E - 70 45’S Sebagai

referensi, pengukuran data pasang surut

gravitasi bumi dilakukan di

Lab.Geofisika UGM posisi 1100 46’E -

70 22’S untuk menguji keakuratan

Program pasang surut teoritik yang di

buat oleh Broucke at al (1972).

Pengukuran pasang surut bumi di Laboratorium Geofisika UGM

Pengukuran pasang surut bumi

dilakukan di laboratorium Geofisika

UGM menggunakan alat La Coste &

Romberg Gravitymeter selama 15 hari

(03 hingga 17 Mei 2001), dengan rentang

waktu data pengukuran satu menit, data

terekam secara otomatis melalui

komputer yang dirangkai dengan alat

tersebut. Program pasang surut teoritik

yang di buat oleh Broucke at al (1972),

melalui program tersebut, data pasang

surut bumi teoritik tanggal 03 hingga 17

mei 2001 dapat diedit secara langsung

dengan input berupa posisi, waktu dan

ketinggian lokasi.

49

Page 50: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Melalui program pasang surut

bumi Broucke at al, dapat diperoleh data

pasang surut bumi untuk stasiun

Surabaya, sehingga dapat dilakukan

analisis untuk data sekunder pasang surut

laut pada waktu yang sama

Pengumpulan data pasang surut laut.

Data pasang surut laut merupakan

data sekunder yang diperoleh dari Pusat

Pemetaan Dasar Kelautan dan

Kedirgantaraan BAKOSURTANAL, data

Stasiun Cilacap dengan tahun

pengukuran 1997, dengan bentangan

waktu pengukuran 1 jam, dari data itu

ada beberapa bulan data yang error dan

tidak dapat digunakan.

Pengeditan data pasang surut bumi teoritik

Melalui Program pasang surut

bumi teoritik Metode Broucke at al

(1972), diperoleh data pasang surut bumi,

dengan input posisi, waktu pengukuran

dan ketinggian, pada Stasiun Surabaya,

tahun dan bentangan waktu pengukuran

yang sama dengan stasiun pasang surut

laut, agar dapat dilakukan analisis beda

fase, periodesitas dan korelasi.

Analisis Data

Analisis beda fase dilakukan

untuk melihat seberapa jauh perbedaan

fase yang terjadi antara pengukuran

pasang surut bumi di Lab Geofisika

UGM dengan Metode Broucke dan data

pasang surut laut. Data pasang surut bumi

dan laut diplot dalam bentuk grafik

amplitudo gelombang versus waktu

pengukuran, dengan menggunakan

Program Matlab diperoleh beda fase.

Analisis periodesitas dilakukan

untuk menampilkan periodesitas

komponen harmonik variasi data pasang

surut bumi dan laut , data dalam kawasan

waktu diubah dalam kawasan frekuensi

dengan memanfaatkan Transformasi

Fourier Cepat (Fast Fourier Transform =

FFT). Melalui program Matlab diperoleh

keluaran berupa grafik antara frekuensi

(siklus/jam) versus normalisasi

amplitudo, periodesitas komponen

harmonik variasi harian dan variasi

tengah harian.

Analisis korelasi dilakukan untuk

melihat sejauhmana hubungan antara data

pasang surut bumi dan pasang surut laut

dengan menghitung koefisien korelasinya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasang surut bumi pengamatan dan teoritik Lab. Geofisika UGM Dari referensi diperoleh pasang

surut bumi di Laboratorium Geofisika

UGM antara teoritik dan hasil

pengamatan memiliki pola komponen

harmonik yang sama, bertipe variasi

campuran dominan tengah harian

(Wahid. 2007).

50

Page 51: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Pasang surut bumi dan pasang surut laut stasiun Cilacap.

Dari analisis beda fase stasiun

pasang surut bumi dan pasang surut laut,

terlihat bahwa pada stasiun pasang surut

Cilacap pasang surut bumi mendahului

pasang surut laut dengan beda fase rata-

rata 100 menit.(Gambar 2)

Dari analisis periodesitas Stasiun

Cilacap memperlihatkan periodesitas

pasang surut bumi dan pasang surut laut

memperlihatkan pola spektrum yang

sama dimana komponen harmonik

pasang surut variasi tengah harian lebih

dominan daripada variasi harian

(komponen pasang surut M2, S2, N2 dan

K2) (Gambar. 3).

Sedangkan dari analisis korelasi

diperoleh bahwa korelasi antara pasang

surut laut dan pasang surut bumi

memiliki korelasi yang sangat kuat

dengan koefisien korelasi rata-rata 0.8960

jauh di atas nilai kritis dari nilai tabel

0.080 untuk taraf kepercayaan 5%

(Gambar 2), (Gambar 3).

Perairan Indonesia tidak

digerakkan oleh aksi gravitasi bulan dan

matahari secara langsung, walaupun ada

tetapi kecil, namun merupakan cerminan

dari sistem pasang surut Lautan Fasifik

dan Lautan Hindia, selain itu resonansi

lokal dan pengaruh topografi dasar

Lautan Indonesia memberikan pengaruh

yang sangat nyata, menyebabkan kondisi

pasang surut Perairan Indonesia menjadi

kompleks .

Pasang surut bumi dan pasang

surut laut untuk stasiun Cilacap memiliki

korelasi yang sangat kuat, karena

keduanya mendapatkan pengaruh

langsung dari gaya pembangkit pasang

surut yang sama.

Stasiun Cilacap pengaruh pasang

surut laut dari gaya pembangkit pasang

surut Lautan Hindia sedangkaan pasang

surut bumi yang didasarkan pada gaya

tarik benda-benda angkasa, posisi, serta

ketinggian dari permukaan laut, atau

dengan kata lain digerakkan oleh gaya

pembangkit pasang surut akibat gravitasi

bulan dan matahari.

51

Page 52: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 0- 4 0 0

- 3 0 0

- 2 0 0

- 1 0 0

0

1 0 0

2 0 0

3 0 0

4 0 0G e l o m b a n g P a s a n g S u r u t L a u t S t a s i u n C i l a c a p 1 9 9 7

W a k t u P e n g u k u r a n D a l a m J a m

Am

plit

ud

o G

elo

mb

an

g

Da

lam

Cm

100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000-150

-100

-50

0

50

100

150

200

W ak tu Pengukuran Dalam Jam

Am

plit

ud

o G

elo

mb

an

g

Da

lam

Mik

rog

al

Gelom bang Pasang Surut Bum i Teoritik S tas iun Cilacap 1997

Gambar 2. Gelombang pasang surut laut dan pasang surut bumi Cilacap

52

Page 53: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 2 0 2 2 2 4 2 6 2 8 3 00

0 . 1

0 . 2

0 . 3

0 . 4

0 . 5

0 . 6

0 . 7

0 . 8

0 . 9

1

M 2

S 2

K 2

N 2 K 1

P 1

O 1

S p e k t ru m F F T D a t a P a s a n g S u ru t L a u t S t a s iu n C i la c a p 1 9 9 7

No

rma

lisa

si

Sp

ek

tru

m A

mp

litu

do

P e r io d e s i t a s D a la m J a m

1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 2 0 2 2 2 4 2 6 2 8 3 00

0 . 2

0 . 4

0 . 6

0 . 8

1M 2

S 2

K 2 N 2 K 1 P 1 O 1

S p e k t ru m F F T D a t a P a s a n g S u ru t B u m i T e o r i t ik S t a s iu n C i la c a p 1 9 9 7

No

rma

lisa

si

Sp

ek

tru

m A

mp

litu

do

2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 00

0 . 0 0 2

0 . 0 0 4

0 . 0 0 6

0 . 0 0 8

0 . 0 1

K 1

P 1

O 1

No

rma

lisa

si

Sp

ek

tru

m A

mp

litu

do

P e r io d e s i t a s D a la m J a m

Gambar 3. Periodesitas pasang surut laut dan pasang surut bumi Cilacap

53

Page 54: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

SIMPULAN

Berdasarkan analisis beda fase

dan korelasi antara gejala alam pasang

surut bumi dan pasang surut laut untuk

lokasi stasiun Cilacap memperlihatkan

bahwa kejadian pasang surut bumi

mendahului pasang surut laut dengan

beda fase 100 menit, sedangkan dari

analisis periodesitas memiliki pola

spektrum yang sama dimana komponen

harmonik pasang surut variasi tengah

harian lebih dominan daripada variasi

harian.

DAFTAR PUSTAKA

Djaja, R., 1989, Pengamatan pasang surut laut untuk penentuan datum ketinggian, ( Asean Australia Cooperatif Programs on Marine Science Project I : Tides and Tidal Phenomena), LIPI dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Jakarta,149-191.

Longman, I.M., 1959, Formulas for computing the tidal accelerations due to the moon and

the sun, JGR, Vol. 64 , 2351-2355. Pariwono, J.I., 1989, Gaya penggerak pasang surut ( Asean Australia Cooperatif

Programs on Marine Science Project I : Tides and Tidal Phenomena), LIPI dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Jakarta ,13-22.

Stacey, F.D.,1976, Physics of the earth, second edition, John Willey and Sons, New York . Sunarjo., 1988, Studi perbandingan pasang surut bumi secara teori dan pengamatan,

Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Proceedings HAGI. Triatmodjo, B., 1999, Teknik pantai, Beta Offset, Yogyakarta. Wahid, A., 2007, Penentuan Komponen Pasang Surut Bumi pada Bidang Equator Bumi

dengan Metode Broucke, Bulletin Penenlitian Dan Pengembangan , Alumni IAEUP, Vol:8, no: 1, Hlm 13-21

Wahid, A. 2008, Karakteristik pasang surut bumi dan pasang surut laut Stasiun Surabaya,

Bulletin Penenlitian Dan Pengembangan , Alumni IAEUP, Vol:9, no: 1, Hlm 23-31.

54

Page 55: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

PENENTUAN BEBERAPA SIFAT OPTIK MINYAK KULIT BIJI JAMBU METE ASAL KABUPATEN BELU

Zakarias Seba Ngara Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan teknik, Univesitas Nusa Cendana

ABSTRACT

Determination of absorption coefficient, refraction index and dielectric constant of CNSL from Belu regency has been done. The aim of this researching is to find its optic properties such as absorption coefficient, refraction index and dielectric constant of CNSL from Belu regency . Those optic properties can be determined from its absorption analysis. Its Absorption spectra has been obtained in researching that has been done by Ngara and Budiana in 2008.

Based on its absorption spectra, CNSL from Belu has Absorption coefficient value is 410 m-1. While the value of its refraction index and dielectric constant in complex is

ix 61068,886,0 and ix 61054,174,0 , respectively.

Keyword: CNSL, optic property, absorption coefficient, refraction index, dielectric constant

Nusa tenggara Timur (NTT)

merupakan salah satu daerah penghasil

jambu mete Di Indonesia. Di NTT,

daerah penghasil jambu mete adalah

Sumba Barat Daya, Sikka, Flores Timur,

Kupang, Belu, dan Alor (Ngara &

Budiana, 2008; Ngara, 2009).

Tanaman jambu mete merupakan

bahan organik. Pada saat ini, penelitian

sifat-sifat kimia dan fisika bahan-bahan

organik sebagai bahan aktif alternatif

dalam piranti elektronika mengalami

perkembangan pesat mengingat a) bahan-

bahan organik harganya murah dan

melimpah, b) Sifat-sifat kimia dan fisika

material organik dapat dikarakterisasi

dengan sintesis bahan organik yang tepat,

c) Material organik dapat diatur (tuned)

secara kimia untuk mengatur pemisahan

celah energinya (Ngara, 2007), d)

deposisi bahan organik di atas substrat

tertentu dapat dilakukan dengan metoda

evaporasi dan spin-coating (Ngara,

2006).

Sifat-sifat optik material antara

lain koefisien serapan, indeks bias,

konstanta dielektrik, dan lain-lain.

Koefisien serapan dan indeks bias suatu

material dapat ditentukan dari spektrum

serapan material yang diperoleh dari

analisis spektrofotometer UV-VIS

(Ngara, 2009). Sedangkan konstanta

dielektrik diperoleh dari nilai indeks

biasnya (Rachmantio, 2004; Ngara, 2010)

Pada tahun 2008, Ngara &

Budiana, dalam Penelitian Dosen Muda

55

Page 56: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

(PDM) telah berhasil menentukan celah

energi chasew Nut Shield Liquid (CNSL)

hasil ekstraksi dari kulit biji jambu mete

asal Nusa Tenggara Timur (NTT).

Berdasarkan hasil penelitian mereka,

celah energi CNSL asal Alor, Belu, Kota

Kupang, Sikka, dan Sumba Barat Daya

(SBD) masing-masing adalah 3,02 eV,

3,22 eV, 3,1eV, 2,99 eV, dan 3,06 eV.

Pada tahun 2009, Ngara, dkk telah

berhasil melakukan isolasi CNSL asal

Alor untuk mendapatkan senyawa

kardanol. Penelitian mereka tersebut telah

berhasil pula menentukan celah energi

senyawa kardanol dan

pemanfaatansenyawa kompleks kardanol

sebagai bahan aktif pada sel surya

organik. Indri amitiran, 2010, telah

menentukan koefisien serapan serapan

senyawa kardanol asal Alor dan Belu.

Pada tahun 2009, Astri laka telah

menentukan koefisien serapan dan indeks

bias CNSL asal sumba timur. Pada 2009,

Ngara telah menentukan koefisien

serapan dan indeks bias CNSL asal

sumba Barat Daya dan Sikka (Ngara,

2009). Pada tahun 2010, Ngara telah

menentukan indeks bias dan konstanta

dielektrik senyawa kardanol asal Alor.

Koefisien serapan ini berkaitan

dengan absorbansi dan indeks bias suatu

material. Indeks bias suatu material

diperoleh dari analisis spektrum

serapannya. Dengan mengetahui nilai

indeks bias suatu material, beberapa

besaran fisika dapat ditentukan, antara

lain konduktivitas listrik, permeativitas

dan permeabilitas material, konstanta

dielektrik, dan lain-lain (Rachmantio,

2004). Bahan organik yang dikaji

ditentukan koefisien serapan dan indeks

biasnya dalam tulisan ini adalah CNSL

asal kabupaten Belu dan Kota Kupang.

Penelitian ini mengkaji data-data

sekunder artinya spektrum serapan CNSL

sudah ada yang telah diperoleh dalam

penelitian Dosen Muda yang dilakukan

oleh Ngara dan Budiana pada tahun 2008.

MATERI DAN METODE

Jambu Mete

Ditinjau dari aspek botani,

tanaman jambu mete (anacardium

occidentale L) termasuk dalam famili

anacardiaceae dan Spesis Anacardium

occidentale L (Muljoharjo, 1990) Produk

utama jambu mete adalah biji dan buah

mete. Kulit biji jambu mete jika

diektraksi dengan pelarut organik,

misalnya pelarut etanol (C2H5OH) akan

menghasilkan CNSL. bentuk buah jambu

mete ditunjukkan pada gambar 1.

Kulit biji jambu mete terdiri atas

lapisan epikarp, mesokarp dan endokarp

yang beratnya kira-kira 40-50 % dari

berat total buah mete glondong. Dalam

lapisan mesokarp mengandung CNSL.

Biji mete berwarna putih menyerupai

56

Page 57: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

buah ginjal seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2 (Muljoharjo, 1990). Komposisi

CNSL terdiri atas asam anakardat

(71,8%), kardol (18,7%), kardanol (4%)

dan dua jenis senyawa minor yang tidak

diketahui (Tyman dan Moris, 1967 dalam

Budiana, 2005). Masing-masing senyawa

fenol tersebut dapat dipisahkan

menggunakan kromatografi terargentasi

perak nitrat.

Spektrum serapan

Spektrum serapan material yang

diperoleh dari analisis spektrokospi UV-

Vis didasarkan pada hukum Beer-

Lambert yang secara matematis dapat

ditulis (Banwell, 1983)

clII exp0 (1) dengan l jarak yang

dapat ditembusi oleh intensitas cahaya

dalam material, c adalah konsentrasi

material dan ε adalah tetapan koefisien

pematian (extinction coefficient).

Berdasarkan Pers.(1), I/I0 berubah secara

eksponensial dengan ketebalan (l ) dan

konsentrasi material (c). Dalam

spektroskopi, absorbansi (absorbance)

(A) didefinisikan sebagai logaritma

perbandingan antara cahaya transmisi

dengan cahaya datang. Secara matematis

dapat ditulis (Banwell, 1983; Ngara &

Budiana, 2008)

010log

I

IA (2)

dengan I adalah intensitas cahaya yang

ditransmisikan, I0 adalah intensitas

cahaya datang.

Untuk menentukan koefisien

serapan digunakan pers.(3) dengan A

adalah absorbansi pada serapan

maksimum dan l adalah tebal sampel

dalam hal ini tebal kuvet, yaitu 1 cm.

Dalam Fisika material, kaitan antara

absorbansi dengan koefisien serapan (α)

dapat ditulis (Tyagi & Vedeshwar, 2001)

epikarp

mesokarp

endokarp

Gambar 2 Penampang melintang biji mete glondong (Muljoharjo,1990)

Buah mete glondong

Buah jambu

Gambar 1 Buah jambu mete (Ngara&Budiana, 2008)

57

Page 58: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

l

A303,2 (3)

Pita serapan (absorption band)

adalah jangkauan panjang gelombang

yang ekivalen dengan frekuensi dalam

spektrum gelombang elektromagnet di

mana energi elektromagnet diserap oleh

material. Spektrum serapan material

organik seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 3 (Ngara, 2009) mempunyai

keistimewaan utama, yaitu pada panjang

gelombang tertentu, yaitu λp1 dan λp2

terjadi serapan maksimum dan λC terjadi

tepi serapan (absorption edge).

Indeks Bias

Indeks bias suatu material pada

dasarnya komplek. Indeks bias kompleks

suatu material dapat diperoleh melalui

pemecahan persamaan Maxwell. Dalam

bidang elektrodinamika, indeks bias

kompleks sebuah material dapat ditulis

(Rachmantio, 2004)

''' innn (4a)

dengan n’ dan n’’ masing-masing adalah

indeks bias bagian real dan imajinair

suatu benda. Indeks bias imajinair ini

memberikan arti fisis sebagai koefisien

pelemahan (extinction coefficient)

material.

Intensitas cahaya yang diserap

oleh suatu material sebagai fungsi

ketebalan material (l) dan indeks bias

bagian imajinair (n“) dapat ditulis

(Rachmantio, 2004)

P

lnInlI

''4

exp, 0'' (4b)

dengan λP adalah panjang gelombang

ketika terjadi serapan maksimum.

Berdasarkan Pers.(4b) dengan melakukan

beberapa langkah operasioanal diperoleh

indeks bias bagian imajinair dari suatu

material, adalah:

l

A

el

An PmaksPmaks

4303,2

log4'' (5)

dengan Amaks adalah serapan maksimum.

Dalam bidang elektrodinamika,

indeks bias bagian riil dan imajinair

suatu material masing-masing dapat

ditulis (Rachmantio, 2004)

2/1

20

2

22

42'

rr

rn (6)

2/1

20

2

22

42''

rr

rn (7)

dengan µr, εr, εo, σ, ω masing-masing

adalah permeabilitas relatif, permeativitas

relatif, permeativitas ruang hampa,

konduktivitas listrik, dan frekuensi sudut.

Untuk menentukan indeks bias

bagian real berdasarkan spektrum serapan

cahaya digunakan persamaan Doyle

(Abdullah, 2009), yaitu

2'21 ncp (8)

Pers.(8) dapat ditulis dalam bentuk yang

lain, yaitu

58

Page 59: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

12

1'

2

2

c

pn

(9)

dengan c adalah panjang gelombang

ketika terjadi tepi serapan.

Konstanta dielektrik elektronik

Hubungan antara konstanta

dielektrik (K) dengan indeks bias (n)

dapat ditulis (Rachmantio, 2004; Ngara,

2010)

2nK (10)

Jika pers.(4a) dimasukkan ke pers.(10),

diperoleh

2''' innK

''''''2''2' 2 iKKnninnK (11)

dengan

2''2'' nnK (12)

''''' 2 nnK (13)

Berdasarkan pers.(11), konstanta

dielektrik juga merupakan suatu bilangan

kompleks.

Metode Penelitian

Penetuan koefisien serapan,

indeks bias dan konstanta dielektrik

CNSL asal Belu dan kota kupang

menggunakan data-data sekunder dari

penelitian Ngara, dan budiana dalam

penelitian Dosen Muda (2008). Dalam

hal ini spektrum serapan CNSL sudah

ada. Berdasarkan spektrum serapan ini,

nilai koefisien serapan dapat ditentukan

menggunakan pers.(3). Sedangkan indeks

biasnya ditentukan menggunakan pers.(5)

dan pers.(9). Penentuan konstanta

dielektrik digunakan pers.(11), pers.(12)

dan pers.(13).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlu dijelaskan terlebih dahulu

bahwa spektrum serapan CNSL asal Belu

yang ditunjukkan pada gambar 4

merupakan hasil penelitian Ngara, &

Budiana dalam penelitian Dosen Muda

pada tahun 2008 di Undana. Parameter

yang telah dikaji oleh mereka adalah

celah energi. Dalam tulisan ini parameter

yang dikaji adalah koefisien serapan,

indek bias dan konstanta dielektriknya.

Ketebalan material yang digunakan

dalam penelitian ini adalah 1 cm (

ketebalan ini merupakan tebal kuvet yang

digunakan).

Berdasarkan gambar 4, diperoleh

beberapa informasi, yaitu Jangkauan

serapan CNSL asal Belu adalah 200 nm

sampai dengan 385 nm. Puncak serapan

Gambar 4 Spektrum serapan CNSL dari daerah Kabupaten Belu

59

Page 60: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

dan tepi serapan terjadi pada panjang

gelombang masing-masing 266 nm dan

385 nm (Ngara & Budiana, 2008).

Penentuan koefisien serapan CNSL asal Belu

Berdasarkan gambar 5, nilai

serpoan maksimum adalah 1,78.

Ketebalan sampel yang digunakan 1 cm.

Absorbansi ini terjadi pada panjang

gelombang 385 nm. Berdasarkan data-

data ini dan menggunakan pers.(3), nilai

koefisien serapan CNSL asal Belu adalah

410 m-1.

Penentuan indeks bias CNSL asal Belu

Berdasarkan data-data nilai

absorbansi dan panjanhg gelombang

ketika terjadi serapan maksimum dan

menggunakan pers.(5), nilai indeks bias

bagian imajinair CNSL asal Belu adalah

8,68 x 10-5. Berdasarkan gambar 4, tepi

serapan terjadi panjang gelombang 385.

Berdasarkan data-data ini dan dengan

menggunakan pers.(9), indeks bias

realnya adalah 0,86. Dengan demikian,

nilai indeks bias kompleks CNSL asal

Belu, adalah ix 61068,886,0 . Dengan

sifat operasi bilangan kompleks, Besar

indeks bias tersebut adalah 0,86.

Berdasarkan nilai indeks bias

tersebut, terlihat bahwa indeks bias

bagian real jauh lebih besar daripada

indeks bias bagian imajinair. Ini

menunjukkan bahwa material dalam

ukuran makro, pengaruh indeks bias real

lebih besar dibandingkan dengan

pengaruh nilai imajinairnya. Hal ini juga

memberikan makna bahwa jika material

berukuran nano, pengaruh indeks bias

bagian imajinair lebih besar

dibandingkan dengan nilai realnya.

Penentuan konstanta dielektrik

Berdasarkan nilai indeks bias

tersebut dan menggunakan pers.(11),

pers.(12) dan pers.(13), diperoleh

konstanta dielektrik bagian real dan

imajinair dari CNSL asal Belu 0,74 dan

1,54 x 10-5. Dengan demikian, konstanta

dielektrik kompleks SNSL tersebut,

adalah ix 51054,174,0 dengan besanya

adalah 0,74. Berdasarkan nilai konstanta

dielektrik tersebut, pengaruh konstanta

dielektrik bagian real jauh lebih besar

dibandingkan dengan nilai imajinairnya

untuk material berukuran makro

SIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data

dan pembahasan tersebut di atas, dapat

ditarik kesimpulan, yaitu nilai koefisien

serapan, Indeks bias kompleks dan

Konstanta dielektrik CNSL asal Belu

masing-masing adalah 410 m-1,

ix 61068,886,0 dan ix 51054,174,0 .

Saran

Perlu dilakukan kajian parameter

lain yang berkaiatan dengan indeks bias

60

Page 61: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

dan konstanta dielektrik seperti

permeabilitas relatif, permeativitas

relative, dan konduktivitas listrik CNSL

asal Belu.

DAFTAR PUSTAKA Banwell, C. N., 1983, Fundamentals of Molecular Spectroscopy, edisi kedua, McGRAW-

Hill Book Company Limited, London. Budiana, I..M.N., 2000, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kardanol dari Kulit Biji Jambu

Mete (Anacardium Occidentale L) asal Flores Timur NTT, Buletin Penelitian dan Pengembangan Alumni IAEUP Undana, Volume 7, Hal: 0-46, ISSN : 1412-3703.

Kim, J.Y., Bard, A.J., 2004, Organic Donor/Acceptor heterojunction Photovoltaic Devices

Based on Zinc Phthalocyanine and a Liquid Crystalline Perylene Diimide, Chemical Physics Letters, Vol. 383, Hal: 11-15.

Laka, A., 2009, Kajian Sifat Optik dan Mekanika CNSL Asal Sumba Timur, Skripsi S1,

Jurusan Fisika FST Undana, Kupang Muljoharjo, 1990, Jambu Mete dan Teknologi Pengelolaannya, Liberty, Yogyakarta. Ngara, Z.S., 2006, Kajian Sifat dan Penentuan Struktur Kristal 3,4,9,10-perylene

Tetracarboxylic Diimede, Tesis S2, UGM, Yogyakarta Ngara, Z.S.,2007, Kajian Spektrum Serapan dan Penentuan Celah Energi Lapisan Tipis

3,4,9,10-Perylene Tetracarboxylic Diimide (CNSL) pada berbagai Tegangan Deposisi, Media Exacta Journal of Science and Engineering, Volume 8, No.1, ISSN: 1412-7717.

Ngara, Z.S., & Budiana, I.M.N., 2008, Kajian Spektrum Serapan dan Penentuan Celah

Energi Minyak Kulit Biji Jambu Mete asal NTT sebagai Bahan Aktif Alternatif pada piranti elektronika, Laporan akhir Penelitian Dosen Muda, Undana.

Ngara, 2009, Kajian Spektrum Serapan dan Penentuan Koefisien Serapan dan Indeks Bias

Minyak Kulit Biji Jambu Mete asal Sumba Barat Daya dan Sikka, Jurnal Biotropikal Sains, Volume 6, N0.3, Hal:40-46, ISSN: 18297323.

Ngara, 2010, Kajian Indeks Bias dan Konstanta Dielektrik Senyawa Kardanol hasil Isolasi

dari CNSL asal Alor Berdasarkan Spektrum Serapannya, Jurnal MIPA, Volume 9, N0.2, Hal:92-98, ISSN: 0216583X.

Rachmantio, H., 2004, Pengantar material Sains II Buku Sifat Fisik dan Mekanik,

Tabernakelindo, Yogyakarta, ISBN : 9799878640

Tyagi, P., dan Vedeshwar, A.G., 2001, Grain Size Dependent Optical Band Gap of CdI2 Films, Bull.Mater.Sciences, Volume 24, Hal: 297-300

61

Page 62: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI DAERAH TERHADAP KETERSEDIAAN BAHAN BAKAR MINYAK DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2008-2024

Frans J. Likadja Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

The implementation of regional autonomy law through UU Nomor 32 tahun 2004 and UU Nomor 25 tahun 1999 on local government and regional finance and UU No. 30 of 2007 on the energy given full authority to local goverment to formulate plans and the regional energy policy (KED) an integrated and synergistic with region to region and with region to center. Goal attainment refers KEN (National Energy Policy), which is to reduce consumption of fuel oil (BBM) to 23% in 2024 to come. With assume that the rate of population growth of NTT 2:07% per year and GDP at 4.9% per year. The results show the application of KED, the composition of the use of premium, kerosene, diesel oil and electricity tend to fall gradually until the upcoming 2024, whereas substituted policies of kerosene to LPG imposed on households and commercial sector in 2012 causes request of LPG will increase and kerosene request depreciation to 10,4% at 2024. Keyword: Energy Availability, Oil Fuel, Regional Energy Policy

Provinsi Nusa Tenggara Timur

(NTT) tidak memiliki sumber energi fosil

dan sangat bergantung dari pasokan

energi daerah lain. Penggunaan energi

masyarakat NTT juga tidak efisien,

terlihat dari angka intensitas dan

elastisitas energi NTT dalam kurun waktu

2004-2008, mencapai 0.40 SBM/ Kapita

dan 4.25, Likadja, 2010. Penerapan

otonomi daerah melalui UU No. 32 tahun

2004 dan UU No. 25 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah (Pemda) dan

Keuangan Daerah serta UU No. 30 Tahun

2007 tentang energi memberi

kewenangan penuh kepada daerah untuk

menyusun perencanaan dan kebijakan

energi yang terintegrasi dan sinergis baik

antar daerah dengan daerah dan daerah

dengan pusat. Untuk menyusun

perencanaan dan kebijakan energi perlu

upaya pemetaan kebutuhan energi per

sektor pemakai (rumah tangga,

komersial, transportasi, industri), analisis

terhadap jenis energi yang digunakan

(indeksasi), pemetaan dan pemanfaatan

sumber energi baru dan terbarukan

(intensifikasi dan diversifikasi), serta

analisis terhadap efisiensi penggunaan

energi (konservasi energi) di berbagai

sektor.Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui permintaan dan ketersediaan

energi NTT Tahun 2009-2024 dan

62

Page 63: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

menskenariokan penerapan Kebijakan

Energi Daerah (KED) Nusa Tenggara

Timur 2009-2024 dalam kerangka

pelaksanaan Kebijakan Energi Nasional

(KEN) dengan sasaran yang hendak

dicapai antara lain mengurangi konsumsi

Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga 23%

dan rasio elektrifikasi NTT mencapai

100% di tahun 2024 mendatang. Dengan

tersedianya perencanaan dan kebijakan

energi daerah dapat diketahui prioritas

pembangunan dan pemanfaatan sumber

daya energi yang mampu menjamin

ketersediaan energi daerah yang

berkelanjutan, (Yusgiantoro, 2000).

Perencanaan Energi menggunakan LEAP (Long-range Energy Alternative Planning system

LEAP adalah perangkat lunak

komputer yang dapat digunakan untuk

melakukan analisis dan evaluasi

kebijakan dan perencanaan energi. LEAP

dikembangkan oleh Stockholm

Environment Institute, Boston, USA.

LEAP telah digunakan dibanyak negara

terutama negara-negara berkembang

karena menyediakan simulasi untuk

sumber energi. Indonesia melalui Pusat

Informasi Energi (PIE) dan Yayasan

Pertambangan dan Energi, Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM) pada tahun 2002 menerbitkan

buku Prakiraan Energi Indonesia 2010

yang menggunakan LEAP sebagai alat

bantu analisis perencanaan permintaan-

penyediaan energi di Indonesia dari tahun

2000 – 2010, (Anonimus, 2002). Dalam

LEAP terdapat 4 modul utama yaitu

Modul Variabel Penggerak (Driver

Variable), Modul Permintaan (Demand),

Modul Transformasi (Transformation)

dan Modul Sumber Daya Energi

(Resources). Proses proyeksi penyediaan

energi dilakukan pada Modul

Transformasi dan Modul Sumber Daya

Energi, (Anonimus, 2009).

Modul Variabel Penggerak (Driver Variable) Modul ini digunakan untuk

menampung parameter-parameter umum

yang dapat digunakan pada Modul

Permintaan maupun Modul Transformasi.

Parameter umum ini misalnya adalah

jumlah penduduk, PDRB (Produk

Domestik Regional Bruto), jumlah rumah

tangga, dan sebagainya. Modul Variabel

Penggerak bersifat komplemen terhadapa

modul lainnya. Pada model yang

sederhana dapat saja modul ini tidak

digunakan.

Modul Permintaan (Demand)

Modul ini digunakan untuk

menghitung permintaan energi. Metode

analisis yang digunakan dalam model ini

didasarkan pada pendekatan end-use

(pemakai akhir) secara terpisah untuk

masing-masing sektor pemakai sehingga

diperoleh jumlah permintaan energi per

63

Page 64: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

sektor pemakai dalam suatu wilayah pada

rentang waktu tertentu. Informasi

mengenai variabel ekonomi, demografi

dan karakteristik pemakai energi dapat

digunakan untuk membuat alternatif

skenario kondisi masa depan sehingga

dapat diketahui hasil proyeksi dan pola

perubahan permintaan energi berdasarkan

skenario-skenario tersebut. Metodologi

yang digunakan dalam melakukan

analisis permintaan energi ini adalah:

Modul Sumber Daya Energi (Resources)

Pada metode ini jumlah

permintaan energi dihitung sebagai hasil

perkalian antara aktivitas energi dengan

intensitas energi (jumlah energi yang

digunakan per unit aktivitas). Metode ini

terdiri atas dua model analisis yaitu :

Analisis Permintaan Energi Final (Final

Energy Demand Analysis) dan Analisis

Permintaan Energi Terpakai (Useful

Energy Demand Analysis).

Analisis Permintaan Energi Final (Final Energy Demand Analysis)

Pada metode ini, permintaan

energi dihitung sebagai hasil perkalian

antara aktivitas total pemakaian energi

dengan intensitas energi pada setiap

cabang teknologi (technology branch).

Dalam bentuk persamaan matematika

perhitungan

permintaan energi menggunakan final

energy demand analysis adalah :

tsbtsbtsb xEITAD ,,,,,, ................................1

dimana:

D : Permintaan (Demand)

TA : Aktivitas Total (Total Activity)

EI : Intensitas Energi (Energy

Intensity)

b : Cabang (Branch)

s : Skenario

t : Tahun perhitungan, tahun dasar

≤ t ≤ tahun akhir perhitungan.

Dalam menghitung Aktivitas Total dan

Intensitas Energi digunakan regresi

linear. Setiap pasangan data dapat

digambarkan sebagai suatu titik dimana

nilai-nilai Y dinyatakan pada sumbu

vertikal (ordinat) sedangkan nilai-nilai X

dinyatakan pada sumbu horisontal

(absis):

eYY

Y = a + b (x) + e.....................................3

dimana:Y = nilai-nilai pengamatan;

Y =

persamaan yang menggambarkan pola

relasi antara variabel bebas (X) dan

variabel tak bebas (Y). a = intersep, nilai

variabel tak bebas (Y) apabila variabel

bebas (X) bernilai nol (0). b = koefisien

kemiringan; X = waktu ; e = galat

(error), maka kesalahan kuadrat:

…….4

64

Page 65: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Pada data bivariat (data pasangan

variabel acak atau pasangan data deret

berkala) terdapat ukuran statistika untuk

menggambarkan bagaimana dua deret

data tersebut berkaitan satu sama lain.

Ukuran statistika tersebut adalah

koefisien determinasi (R2).Secara umum

R2dapat didefinisikan sebagai berikut:

……...5

Koefisien determinasi memiliki nilai

yang berkisar antara 0 dan 1 (0<R2<1),

nilai R2 yang mendekati 1 berarti pola (ý)

semakin sesuai dengan nilai pengamatan

(Y), juga sebaliknya nilai R2 yang

mendekati nol berarti pola semakin tidak

sesuai dengan nilai pengamatan.

Analisis Permintaan Energi Terpakai (Useful Energy Demand Analysis)

Pada metode ini, intensitas energi

ditentukan pada cabang Intensitas Energi

Gabungan (Aggregate Energy Intensity

Branch), bukan pada cabang Teknologi

(Technology Branch). Pada tahun dasar,

ketika digunakan dua metode sekaligus

(yakni Final Energy Demand dan Useful

Energy Demand), maka intensitas energi

untuk tiap cabang teknologi adalah:

UEb0 = EI b0 x FSb,0 x

EFFb,0......................................................6

dengan:

UEb,0 = useful energy intensity

cabang b pada tahun dasar,

EIAG,0 = final energy intensity cabang

intensitas energi gabungan pada tahun

dasar,

FSb,0 = fuel share cabang b pada

tahun dasar,

EFFb,0 = efisiensi cabang b pada

tahun dasar,

b = 1..B (b adalah salah satu cabang

dari cabang teknologi B)

intensitas energi terpakai dari cabang

intensitas energi gabungan adalah

penjumlah dari intensitas energi terpakai

pada setiap cabang teknologi. Dalam

persamaan matematika ditulis sebagai :

…...7

Bagian aktivitas (activity share) yakni

bagian aktivitas suatu teknologi pada

suatu cabang teknologi terhadap aktivitas

teknologi cabang intensitas energi

gabungan adalah :

………………8

dimana: ASb,0 = activity share cabang b

pada tahun dasar

Modul Transformasi (Transformation)

Modul ini digunakan untuk

menghitung pasokan energi. Pasokan

energi dapat terdiri atas produksi energi

primer (misalnya gas bumi, minyak bumi

dan batubara) dan energi sekunder

65

Page 66: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

(misalnya listrik, bahan bakar minyak,

LPG, briket batubara dan arang). Susunan

cabang dalam Modul Transformasi sudah

ditentukan strukturnya, yang masing-

masing kegiatan transformasi energi

terdiri atas processes dan output. Data

teknis proses transformasi (pembangkit,

transmisi dan distribusi listrik) dan sistem

yang diperlukan dalam studi ini adalah

Modul Sumber Daya Energi (Resources)

Modul ini terdiri atas Primary

dan Secondary Resources. Kedua cabang

ini sudah default. Cabang-cabang dalam

Modul Resources akan muncul dengan

sendirinya sesuai dengan jenis-jenis

energi yang dimodelkan dalam Modul

Transformationn. Beberapa parameter

perlu diisikan, seperti jumlah cadangan

(misalnya minyak bumi, gas bumi,

batubara) dan potensi energi (misalnya

tenaga air, biomasa).

MATERI DAN METODE

Untuk menentukan metode dan

model analisis terlebih dahulu

menetapkan tahun dasar yaitu tahun 2008

sampai akhir peramalan tahun 2024

sesuai dengan skenario KED. selama 15

(lima belas) tahun kedepan atau dari

tahun 2009-2024 mendatang. Setelah

semua data yang diperlukan

dikelompokkan, data kemudian

diinputkan menggunakan perangkat lunak

LEAP untuk diproses. Seperti terlihat

pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Susunan Model dalam LEAP

Modul Variabel Penggerak

pada Modul Variabel Penggerak

ditampung parameter-parameter umum

yang nantinya dapat digunakan dalam

proyeksi permintaan dan penyediaan

energi antara lain jumlah penduduk,

jumlah rumah tangga, Pendapatan Daerah

Regional Bruto, pendapatan per kapita,

pertumbuhan jumlah penduduk,

pertumbuhan PDRB dan lain-lain.

Modul Permintaan

Dengan menggunakan perangkat

lunak LEAP prakiran permintaan energi

dihitung berdasarkan besarnya aktivitas

pemakaian energi dan besarnya

pemakaian energi per aktivitas atau

intensitas pemakaian energi. Aktivitas

pemakaian energi sangat berkaitan

dengan tingkat perekonomian dan jumlah

penduduk. Aktivitas pemakaian energi

dikelompokkan menjadi 4 (empat) sektor,

yaitu:

a. Sektor Rumah Tangga,

66

Page 67: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

b. Sektor Industri,

c. Sektor Transportasi,

d. Sektor Komersial

Sektor Rumah Tangga (RT)

Pemakaian energi di Sektor

Rumah Tangga ditentukan oleh jumlah

penduduk dan pemakaian energi per

pendapatan per kapita. Pendapatan per

kapita penduduk merupakan variabel

aktivitas yang pertumbuhannya

diproyeksikan menurut pertumbuhan

ekonomi dan jumlah penduduk.

Intensitas energi didefinisikan sebagai

energi yang dipergunakan (Setara Barel

Minyak-SBM) per pendapatan per kapita

(juta Rp.). Intensitas energi selama

periode proyeksi diasumsikan tetap.

Sektor Industri

Sektor Industri dibagi menjadi sub

sektor Makanan dan Minuman, Tekstil

dan Barang Kulit, Mesin dan Alat

Angkut, Semen dan Bahan Galian Bukan

Tambang, Pupuk dan lainnya.

pembagian ini didasarkan pada nilai

tambah yang dihasilkan, dimana dari

sembilan KLUI (Kelompok Lapangan

Usaha Indonesia) kelompok usaha

Makanan, Tekstil, Mesin dan Semen

memiliki nilai tambah ekonomi yang

cukup besar. Pembagian sub sektor

industri adalah sebagai berikut :

1. Sub Sektor Makanan dan Minuman

2. Sub Sektor Tekstil dan Barang

Kulit

3. Sub Sektor Mesin dan Alat Angkut

4. Sub Sektor Semen dan Bahan

Galian Bukan Tambang

5. Sub Sektor Pupuk dan Lainnya.

Indikator aktivitas energi Sektor Industri

didefinisikan sebagai nilai tambah yang

dihasilkan per tahun. Data nilai tambah

diperoleh dari BPS NTT. Intensitas

pemakaian energi pada Sektor Industri

adalah pemakaian energi per nilai tambah

yang dihasilkan. Intensitas dianggap tetap

selama periode proyeksi.

Sektor Transportasi

Sektor Transportasi yang diteliti

adalah transportasi darat. Moda

transportasi darat merupakan aktivitas

terbesar dari Sektor Transportasi,

sehingga transportasi darat dibagi lagi

menjadi beberapa kelompok. Indikator

aktivitas transportasi adalah jumlah

kendaraan dengan satuan unit.

Pembagian kelompok dan indikator

aktivitas pada sektor transportasi adalah

sebagai berikut :

1. Mobil Penumpang : jumlah kendaraan

2. Sepeda Motor : jumlah kendaraan

3. Bus : jumlah kendaraan

4. Truk : jumlah kendaraan

Data aktivitas pemakaian energi Sektor

Transportasi diperoleh dari BPS dan

Departemen Perhubungan. Data

intensitas energi didefinisikan sebagai

jumlah bahan bakar yang dikonsumsi tiap

unit kendaraan per tahun.

67

Page 68: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Sektor Komersial

Sektor Komersial terdiri atas 7

(tujuh) kelompok usaha, yaitu

Penginapan, Komunikasi, Rumah

Makan, Perdagangan, Jasa Keuangan,

Jasa Hiburan dan Jasa Sosial. Indikator

kegiatan pemakaian energi pada sektor

komersial adalah nilai tambah yang

dihasilkan. Data nilai tambah sektor

diperoleh dari BPS. Intensitas pemakaian

energi pada sektor ini adalah pemakaian

energi per nilai tambah yang dihasilkan

dan diasumsikan tetap selama periode

proyeksi .

Modul Transformasi

Modul ini digunakan untuk

menghitung pasokan energi. Pasokan

energi dapat terdiri atas produksi energi

primer (gas bumi, minyak bumi dan

batubara) dan energi sekunder (listrik,

bahan bakar minyak, LPG, briket

batubara dan arang). Susunan cabang

dalam Modul Transformasi sudah

ditentukan strukturnya, yang masing-

masing kegiatan transformasi energi

terdiri atas processes dan output.

Processes menunjukkan teknologi yang

digunakan untuk konversi, transmisi atau

distribusi energi. Output adalah bentuk

energi yang dihasilkan dari processes.

Perhitungan dilakukan secara Bottom-

Up. Dimulai dari jumlah permintaan

energi, dihitung naik hingga ke sumber

energi primer, seperti terlihat pada

Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Proses Perhitungan dalam Modul Transformasi Modul Sumber Daya Energi

Modul ini terdiri atas Primary

dan Secondary Resources. Kedua

cabang ini sudah default. Cabang-cabang

dalam Modul Resources akan muncul

dengan sendirinya sesuai dengan jenis-

jenis energi yang dimodelkan dalam

Modul Transformation, lihat Gambar 2.

Beberapa parameter perlu diisikan,

seperti jumlah cadangan (minyak bumi,

gas bumi dan batubara) dan potensi

energi (tenaga air dan biomasa).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Asumsi-Asumsi

Penyusunan Skenario KED

disesuaikan dengan arah Kebijakan

Energi Nasional, KEN 2003-2020.

Terwujudnya energi mix nasional

sesuai dengan Perpres No. 5 Tahun 2006,

dengan persentase tiap-tiap energi adalah:

1. Minyak bumi menjadi kurang dari

20%;

2. Gas bumi menjadi lebih dari 30%;

68

Page 69: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

3. Batubara menjadi lebih dari 33% ;

4. Bahan Bakar Nabati menjadi lebih

dari 5%;

5. Panas bumi menjadi lebih dari 5%;

6. Biomassa, Nuklir, Mikrohidro,

Tenaga Surya, dan Tenaga Angin

menjadi lebih dari 5%;

7. Batubara yang dicairkan menjadi

lebih dari 2%;

8. Meningkatnya rasio elektrifikasi

menjadi 100% di tahun 2020;

9. Terjadi konversi energi dari minyak

tanah ke LPG;

10. Tercapainya elastisitas energi yang

lebih kecil dari satu pada tahun 2024

11. Pertumbuhan penduduk NTT 2.07%

per tahun

12. PDRB NTT 4.9% per tahun

Skenario KED

Minyak Tanah – LPG

Target konversi minyak tanah,

kayu bakar ke LPG dan dari minyak

tanah ke kayu bakar berbeda antara

wilayah desa dan kota. Dengan

mengasumsikan persentasi jumlah

penduduk desa dan kota adalah 40%

berbanding 60%, serta dengan

mengklasifikasikan sasaran konversi

energi berdasarkan pendapatan, maka

target konversi minyak tanah ke LPG,

kayu bakar ke LPG dan dari kayu bakar

ke minyak tanah diilhat pada Tabel 1, 2

dan 3 berikut.

Tabel 1 . Target Konversi Minyak Tanah ke LPG sektor Rumah Tangga

Target Konversi Minyak Tanah – LPG (Tahun 2020) No Kelompok Pendapatan

Desa Kota 1 Dibawah Garis Kemiskinan 0% 20% 2 Dibawah 1,5 x GK 0% 30% 3 Sedang 0% 50% 4 20 % teratas 10% 80%

Tabel 2. Target Konversi Kayu Bakar ke LPG sektor Rumah Tangga KED

Target Konversi Kayu Bakar – LPG (Tahun 2020) No Kelompok Pendapatan

Desa Kota

1 Dibawah Garis Kemiskinan 0% 5% 2 Dibawah 1,5 x GK 0% 10% 3 Sedang 0% 15% 4 20 % teratas 15% 20%

69

Page 70: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Tabel 3. Target Konversi Kayu Bakar ke Minyak Tanah sektor Rumah Tangga KED Target Konversi Kayu Bakar – M. Tanah

(Tahun 2020) No Kelompok Pendapatan Desa Kota

1 Dibawah Garis Kemiskinan 10% 0% 2 Dibawah 1,5 x GK 20% 0% 3 Sedang 5% 0% 4 20 % teratas 0% 0%

Konsumsi Energi berdasarkan Bahan Bakar Konsumsi energi final

berdasarkan jenis bahan bakar terdiri dari

bahan bakar minyak yang meliputi avtur,

premium, minyak tanah, minyak solar,

minyak diesel, LPG (liquefied petroleum

gas), batubara, listrik, arang kayu dan

kayu bakar.

Bahan Bakar Minyak (BBM)

Konsumsi bahan bakar migas

(premium, minyak tanah, solar) di

Provinsi NTT selama kurun waktu tahun

2002-2008 sangat berfluktuasi untuk tiap

jenis bahan bakar. Jumlah pasokan per

jenis BBM dapat dilihat pada Tabel 4 di

bawah ini.

Tabel 4. Konsumsi BBM 2002-2008

Jenis Energi Satuan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rerata

Premium Kilo Liter 76,712.14 102,278.85 100,488.46 56,557.27 104,666.24 117,796.40 130,926.56 98,489.42

M. Tanah Kilo Liter 83,610.01 100,845.23 80,592.19 30,381.03 70,920.45 76,333.67 81,746.89 74,918.49

M. Solar Kilo Liter 140,417.14 174,888.63 131,934.11 76,075.87 66,203.45 78,590.39 90,977.32 108,440.98

Jumlah Kilo Liter 300,739.29 378,012.70 313,014.76 163,014.16 241,790.14 272,720.45 303,650.77 281,848.90Pertumbuhan % 25.69448497 -17.1946457 -47.9212527 48.324617 12.79221572 11.34139944 5.51

Sumber : BPH Migas dan Pertamina Unit Pemasaran V, 2010

Konsumsi BBM untuk wilayah

NTT kurun waktu 2002-2008 mengalami

peningkatan dengan rerata pertumbuhan

pasokan sebesar 5.51% per tahun. Pada

tahun 2002, pasokan BBM sebesar

300.739, 29 kl dan pada tahun 2008

meningkat menjadi 303.650,77 kl. Pada

tahun 2004 dan 2005 terjadi penurunan

jumlah pasokan BBM akibat kenaikan

harga BBM yang menyebabkan turunnya

daya beli masyarakat dan melambatnya

laju pertumbuhan PDRB NTT.

Konsumsi LPG

Konsumsi LPG untuk wilayah

NTT mengalami kenaikan dengan rerata

pertumbuhan sebesar 12.76%. Pada tahun

2002 jumlah pasokan LPG adalah 218.99

Ton naik menjadi hampir dua kali lipat

pada tahun 2008 menjadi 441.30 Ton

seperti terlihat pada Tabel 5 di bawah ini.

70

Page 71: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Tabel 5. Pasokan LPG 2002-2008 Jenis Energi Satuan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rerata

LPG Ton 218.99 204.12 234.84 274.95 321.92 376.91 441.30 296.15Pertumbuhan % -6.7902644 15.04997061 17.08177337 17.08193252 17.08183627 17.0820067 12.76

Sumber : BPH Migas dan Pertamina Unit PemasaranV,2010

Energi Final Berdasarkan Sektor Pemakai

Konsumsi energi final

berdasarkan sektor pemakai/pengguna

energi dikategorikan berdasarkan sektor

rumah tangga dan komersil, sektor

transportasi dan sektor industri.

Konsumsi energi jenis premium

dikonsumsi oleh sektor transportasi dan

industri, konsumsi energi jenis minyak

tanah dan LPG didominasi oleh sektor

rumah tangga dan industri, konsumsi

energi jenis minyak solar didominasi oleh

sektor industri. Konsumsi energi final

berdasarkan sektor pemakai dapat dilihat

pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Pemakaian Energi Wilayah NTT 2002-2008

Satuan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 Premium

a. Transportasi Kilo Liter 76,712.14 102,278.85 100,227.69 56,423.42 104,440.34 117,564.55 130,691.56

b. Industri Kilo Liter - - 260.77 133.85 225.90 231.85 235.00

2 M. Tanah

a. R. Tangga dan Komersil Kilo Liter 83,610.01 100,845.23 80,280.72 30,260.61 70,632.15 76,015.41 81,397.34

b. Industri Kilo Liter - - 311.46 120.42 288.30 318.25 349.55

3 M. Solar (ADO)

a. Transportasi Kilo Liter 81,709.85 95,557.34 63,828.06 34,068.45 27,301.92 29,695.47 31,342.17

b. Industri Kilo Liter 58,707.28 79,331.29 68,106.05 42,007.42 38,901.53 48,894.91 59,635.15

4 Aviation Gasoil (Avgas)

a Transportasi Kilo Liter 2.37 5,905.00 4.41 3.79 3.26 2.81 2.41

5 Aviation Turbin Gas (Avtur)

a Transportasi Kilo Liter 6,778.14 8,797.34 12,835.61 13,046.71 13,261.28 13,479.38 13,701.06

6 LPG

a R. Tangga dan Komersil Ton 218.99 204.12 234.84 274.95 321.92 376.91 441.30

Bahan Bakar

Pasokan Energi Transaksi Impor – Ekspor

Penyediaan Bahan Bakar Minyak

(BBM) di Provinsi NTT dipasok dari

daerah lain melalui 4 DPPU dan 8

instalasi/ depot yaitu Depot Tenau, Depot

Waingapu, Depot Maumere dan Depot

Ende, Depot Reo, Depot Kalabahi, Depo

Larantuka, Depot Atapupu. Kapasitas

depot BBM (Bahan Bakar Minyak)

secara keseluruhan di NTT adalah

sebesar 40537 KL, dead stock 2.050 KL,

pumpable stock sebesar 37.887 KL.

Jumlah tangki penimbunan BBM di NTT

sebanyak 50 buah tersebar di tujuh lokasi

(depot) dengan kapasitas masing-masing

adalah sebagai berikut. Depot Tenau

kapasitas 20.395 Kl. dead stock 947 Kl.

pumpable stock 19.448 Kl. Depot

71

Page 72: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Waingapu kapasitas 5.295 Kl. dead stock

287 Kl. pumpable stock 5.008 Kl. Depot

Maumere kapasitas 5.297 Kl. dead stock

302 Kl. pumpable stock 4.995 Kl. Depot

Ende kapasitas 5.332 Kl. dead stock 298

Kl. pumpable stock 5.034 Kl. Depot

Atapupu kapasitas 1.434 Kl. dead stock

68 Kl. pumpable stock 1.366 Kl. Depot

Larantuka kapasitas 1.342 Kl. dead stock

41 Kl. pumpable stock 1.045 Kl. Depot

Kalabahi kapasitas 1.342 Kl. dead stock

38 Kl. pumpable stock 875 Kl. Depot

Reo kapasitas 1.438 Kl dead stock 69 Kl.

pumpable stock 1.369 Kl.

Kebutuhan LPG

Kebutuhan LPG untuk wilayah

NTT juga didapatkan dari luar daerah dan

di bawah pengelolaan Pertamina. Total

kebutuhan LPG di NTT pada tahun 2008

mencapai 441.3 ton.

Permintaan Energi Berdasarkan Sektor Pemakai

Proyeksi permintaan energi per

sektor pemakai berdasarkan skenario

KED ditunjukan pada Gambar 4 di

bawah ini. Terlihat bahwa total konsumsi

energi NTT pada tahun 2024 untuk sektor

Transportasi 3.337,782 ribu SBM atau

menjadi 346% dibandingkan konsumsi

energi pada tahun 2008. Sektor Rumah

Tangga sebesar 1.596,588 ribu SBM atau

naik menjadi 184%, sektor Industri

sebesar 1160,912 ribu SBM atau naik

menjadi 293% dan Komersial sebesar

396,676 ribu SBM atau naik menjadi

458%.

Gambar 4. Pertumbuhan konsumsi energi per sektor sekenario KED

Komposisi penggunaan energi

NTT untuk sektor Transportasi pada

skenario KED meningkat dari 41,7 %

pada tahun 2008 menjadi 51,4% pada

tahun 2024; sektor komersial juga

meningkat dari 3,7% pada tahun 2008

menjadi 6,1 % pada tahun 2024;

sedangkan untuk sektor Industri

mengalami kenaikan relative kecil yaitu

dari 17,1 % pada tahun 2008 menjadi

17,9% pada tahun 2024 . Sebaliknya

untuk sektor industri dan rumah tangga

mengalami penurunan masing-masing

dari 37,5% pada tahun 2008 menjadi

24,6% pada tahun 2024, lihat Gambar 5.

72

Page 73: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

2008

37,5%

3,7%17,1%

41,7% Rumah Tangga

Komersial

Industri

Transportasi

2024

24,6%

6,1%

17,9%

51,4%

Rumah Tangga

Komersial

Industri

Transportasi

Gambar 5. Komposisi energi per jenis bahan bakar Tahun 2008 dan Tahun 2024 Skenario KED

Permintaan Berdasarkan jenis energi

Pemakaian energi berdasarkan

jenis energi untuk penerapan skenario

KED terlihat pada Gambar 6 dibawah ini.

Penggunaan energi final di NTT pada

tahun 2024 masih didominasi oleh

Minyak Solar 3.323,375 ribu SBM dikuti

oleh Premium 1.150,186 ribu SBM,

Listrik 789,123 ribu SBM, Arang

313,540 ribu SBM dan LPG 240,270 ribu

SBM

Gambar 6. Pertumbuhan konsumsi energi per jenis energi bahan bakar Skenario KED

Permintaan energi di NTT pada

tahun 2024 mendatang jika dilihat dari

komposisi energinya, maka Minyak

Diesel mengalami peningkatan dari

25,5% pada tahun 2008 menjadi 51,2%

pada tahun 2024, diikuti oleh

peningkatan permintaan energi listrik dari

9,04% di tahun 2008 menjadi 12,2 pada

tahun 2024; di samping itu, LPG juga

mengalami peningkatan sebesar 0,2% di

tahun 2008 menjadi 3,7% pada tahun

2024 yang diakibatkan oleh penerapan

kebijakan konversi energi minyak tanah

ke LPG. Sedangkan untuk permintaan

energi jenis premium mengalami

penurunan dari 32,9 % tahun 2008

menjadi 17,7% di tahun 2024;

pemanfaatan arang juga mengalami

penurunan 9,2% di tahun 2008 menjadi

4,8% pada tahun 2024. Permintaan

minyak tanah mengalami penurunan dari

23,1% tahun 2008 menjadi 10,4%

ditahun 2024 akibat konversi energi

tersebut dengan LPG, lihat Gambar 7.

73

Page 74: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

2008

9,2% 0,2%

23,1%

32,9%

9,0%

25,5% Wood

LPG

Kerosene

Gasoline

Electricit

Diesel

2024

4,8% 3,7%10,4%

17,7%

12,2%

51,2%

Wood

LPG

Kerosene

Gasoline

Electricit

Diesel

Gambar 7. Komposisi energi per jenis bahan bakar 2008 dan 2024 Skenario KED

SIMPULAN

1. Target kebijakan energi daerah yang

juga mengacu pada target kebijakan

energi nasional dapat tercapai

dengan mempercepat pengalihan

minyak tanah ke LPG secara

bertahap dimulai dengan penduduk

yang tinggal di daerah perkotaan.

Penerapan kebijakan konversi energi

minyak tanah ke LPG menyebabkan

permintaan LPG meningkat dari

0,2% di tahun 2008 menjadi 3,7%

pada tahun 2024 dan permintaan

minyak tanah mengalami penurunan

dari 23,1% tahun 2008 menjadi

hanya 10,4% ditahun 2024

2. Permintaan energi berdasarkan jenis

energi hingga pada tahun 2024

mendatang masih didominasi oleh

Minyak Solar dikuti oleh Premium,

Listrik, Arang dan LPG sedangkan

jika dilihat dari permintaan energi

per sektor pemakai didominasi oleh

sektor Transportasi, diikuti oleh

sektor Rumah Tangga, Komersil dan

Industri

Ucapan terimakasih

Diucapkan terimakasih kepada

DP2M Ditjen Dikti yang telah membiayai

penelitian ini selama periode 2009-2010.

DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 2009, LEAP: User Guide for LEAP Version 2008, Stockholm Environtment

Institute Anonimus, 2002, Prakiraan Energi Indonesia 2010, Pusat Informasi Energi Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Pusat Statistik Propinsi NTT, 2007, Nusa Tenggara Timur Dalam Angka

74

Page 75: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Badan Pusat Statistik Propinsi NTT, 2008, Nusa Tenggara Timur Dalam Angka Badan Pusat Statistik Propinsi NTT, 2009, Nusa Tenggara Timur Dalam Angka http://www.bphmigas.go.id/, BPH Migas dan Pertamina Unit Pemasaran V, diakses pada

tanggal 19 Desember 2009 Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2004, Kebijakan Energi Nasional 2003-

2020, Jakarta Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT, 2009, Buku Potensi dan Pengembangan

Energi NTT Likadja, Frans James, Analisis Permintaan terhadap Ketersediaan Energi Sektor Rumah

Tangga dan Komersil di Provinsi Nusa Tenggara Timur Menggunakan Perangkat Lunak LEAP, Buletin Penelitian dan Pengembangan, Forum Alumni Indonesia Australia Eastern Universities Project (IAEUP) Volume 11, Juli 2010

PT PLN Wilayah NTT, 2009, Statistik PT.PLN wilayah NTT, Kupang Yusgiantoro, Purnomo, 2000, Ekonomi Energi: Teori dan Praktik, Pustaka LP3ES

Indonesia.

75

Page 76: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

PENGATURAN BANDWIDTH MENGGUNAKAN METODE HIRACHICAL TOKEN BUCKET (HTB)

Marlina Program Studi Teknik Informatika, STIKOM Uyelindo Kupang

ABSTRACT From the service provider view, the most important part is he maximum bandwidth each customer can use, so they can sell the rest of the bandwidth to other customer. On the other side, from the customer view, the most important part in Quality of Service is the guarantee for the bandwidth they can use, according to what they pay. HTB is a complete bandwidth manager, which can satisfy both of them. This journal is done to know the relation between queueing rule and their respective parent, total number of the limitation and their respective parent, and priority effect to bandwidth distribution to each customer Keyword: bandwidth, HTB, queue, quality of service

Jaringan internet merupakan

jaringan antara client terhadap server

sebagai provider dan sebaliknya.

Kecepatan access penggunaan jaringan

internet dipengaruhi oleh besarnya lebar

pita (bandwidth) yang digunakan sebagai

layer network untuk browsing pada

server yang ada.

Untuk dapat mengatur bandwidth

kepada client tersebut diperlukan sistem

pengaturan yang bergantung kepada

besarnya bandwidth yang tersedia dan

banyaknya client yang menggunakan

jaringan internet. Beberapa model antrian

dalam pengaturan bandwidth, salah

satunya adalah melalui metode Hirachical

Token Bucket (HTB)

Jurnal internasional : A

Framework for Alternate Queuing oleh

Kenjiro Cho dalam IEEE INFOCOM,

USENIX Annual Technical Conference

(No. 98), New Orleans, Louisiana, HTB

mengatur dengan cara memberikan batas

maksimum dari bandwidth setiap client

dan bersifat statis sesuai pengaturannya,

selain itu total dari setiap client berada

dibawah maksimum bandwidth yang ada.

Dengan HTB perioritas dari masing-

masing client boleh diatur tidak sama

sehingga sangat berguna untuk penentuan

prioritas.

Permasalahan yang ada

bagaimana memanfaatkan metode HTB

agar dapat mengatur bandwidth

berdasarkan prioritas dan bagaimana

mengatur bandwidth berdasarkan limit

yang diberikan. Pada banyak kasus

prioritas dari setiap client tidak sama

misalnya dikantor kecepatan akses untuk

direktur lebih besar dibandingkan

76

Page 77: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

karyawan, begitu juga pada universitas

tentulah kecepatan akses untuk seorang

pimpinan lebih tinggi dari mahasiswa.

Adapun tujuan dari penelitian ini:

1. Mengatur bandwidth dengan metode

HTB agar kecepatan dari masing-

masing client berbeda sesuai dengan

prioritas dan limit yang diberikan.

2. Mengetahui penyebab-penyebab yang

menyebabkan prioritas dan limit yang

diberikan tidak berfungsi

3. Mengetahui akibat yang terjadi jika

semua client diberikan prioritas dan

limit yang sama

Manfaat penelitian Sebagai pembelajaran

pengaturan bandwidth pada jaringan

dengan menggunakan metode HTB, pada

jaringan komputer

MATERI DAN METODE HTB termasuk jenis antrian yang

berkelas, dimana antrian ini sangat cocok

digunakan jika ada beberapa jenis trafik

yang harus diperlakukan berbeda. Ketika

trafik masuk keantrian berkelas, maka

paket tersebut harus dikelompokan lalu

dikirim ke subkelas yang diinginkan.

Klasifikasi ini menggunakan filter. Setiap

subkelas dapat menggunakan disiplin

antrian lain. Kebanyakan disiplin antrian

berkelas juga membatasi kecepatan

transfer data. Hal ini sangat berguna

untuk melakukan pengontrolan

kecepatan, maupun pengaturan jadwal.

Menurut Devera, setiap interface

mempunyai satu disiplin antrian utama

yang disebut root. Setiap disiplin antrian

berkelas mempunyai sebuah filter yang

dapat digunakan untuk pengaturan

selanjutnya, dimana filter ini mempunyai

dua bagian yaitu rate maksimum dan rate

minimum.

Menurut Pindo (2002), Untuk

menggunakan antrian HTB penggunakan

filter untuk mengklasifikasikan aliran

data digunakan hirarki sebagai berikut:

Paket diantrikan dari root qdisc yang

merupakan satu-satunya kelas yang akan

berhubungan dengan kernel. Paket

kemudian dapat diklasifikasikan dengan

urutan sbb: 1: ->1:1->1:12->12:->12:2.

Paket kemudian diantrikan pada 12:2.

Pada contoh ini filter dipasang pada

setiap titik dalam pohon diagram, dimana

pada setiap titik paket data mengikuti

filter yang diberikan hingga mencapai

kelas yang diinginkan. Namun bisa saja

paket difilter langsung dari 1:->12:2

dalam kasus ini filter yang terpasang

pada root langsung mengirimkan paket ke

12:2.

77

Page 78: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 1. Pembagian hirarki HTB

HTB memungkinkan membuat

antrian menjadi lebih terstruktur, dengan

melakukan pengelompokan-

pengelompokan bertingkat. Pada

beberapa antrian yang tidak

menggunakan HTB maka ada beberapa

parameter yang tidak bekerja yaitu

prioritas, dan tidak bekerjanya batas atas

dan batas bawah bandwidth.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ujicoba pada jaringan lokal

Gambaran rinci topologi jaringan

yang digunakan pada ujicoba ini adalah:

Gambar 2. Topologi Jaringan Percobaan

Penelitian ini menggunakan perangkat

keras (hardware) sebagai berikut:

Laptop dengan spesifikasi sebagai

berikut: Processor Intel Core Duo,

memori 1 GB, harddisk 80 GB dan

DVD Drive (dibutuhkan untuk

menginstal dari media DVD) sebagai

pengatur bandwidth merangkap

sebagai web server

Laptop dengan spesifikasi Processor

Intel Atom N270, memory 1 GB,

harddisk 120 GB sebagai client 1

78

Page 79: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Laptop dengan spesifikasi Processor

Intel Atom N270, memory 1 GB,

harddisk 120 GB sebagai client 2

Laptop dengan spesifikasi Processor

Intel Core Duo, Memory 1 GB,

harddisk 80 GB sebagai client 3

Switch 10/100 Mbps

Beberapa buah kabel UTP.

Pada penelitian ini dialokasikan

bandwidth sebesar 400kbps untuk 3

client, di mana masing-masing client bisa

mendapatkan maksimal 200kbps. Di

antara ketiga client tersebut, memiliki

prioritas yang berbeda, yaitu: 1,2, dan 3.

Untuk mempermudah pemantauan dan

pembuktian, kita akan menggunakan

queue tree.

Cara paling mudah untuk melakukan

queue dengan queue tree, adalah dengan

menentukan parameter :

parent (yang harus diisi dengan

outgoing-interface),

packet-mark (harus dibuat terlebih

dahulu di ip-firewall-mangle),

max-limit (yang merupakan batas

kecepatan maksimum), atau

dikenal juga dengan MIR

(Maximum Information Rate)

Ujicoba ini dilakukan dalam beberapa

tahap yaitu:

1. Untuk percobaan awal, semua priority

diisi angka yang sama: 8, dan

parameter limit tidak diisi, maka akan

terlihat gambar seperti berikut.

Gambar 3. HTB dengan priority yang sama

Karena alokasi bandwidth yang

tersedia hanya 400kbps, sedangkan

total akumulasi ketiga client

melebihinya (600 kbps), maka ketiga

client akan saling berebut, dan tidak

bisa diprediksikan computer mana

yang akan menggunakan bandwidth

secara penuh dan komputer mana

yang tidak mendapatkan bandwidth

yang sesuai.

2. Percobaan dengan berbagai prioritas.

q1 adalah client dengan prioritas

tertinggi, lalu q2 sebagai prioritas

kedua dan q3 adalah client dengan

prioritas terbawah. Maka hasilnya

adalah:

79

Page 80: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 4. HTB dengan priority yang berbeda

Dari hasil di atas, meskipun sekarang

q1 sudah memiliki prioritas tertinggi,

namun ketiga client masih berebutan

bandwidth dan belum terkontrol.

3. Percobaan dengan berbagai

penglimitan

Penglimitan adalah CIR (Committed

Information Rate), merupakan

parameter di mana suatu client akan

mendapatkan bandwidthnya, apapun

kondisi lainnya, selama

bandwidthnya memang tersedia.

Dimana baik q1, q2 dan q3 dilimit

batas minimum 100K dan batas

maksimum 200K.

Gambar 5. HTB dengan penglimitan

Dari hasil diatas terlihat q1 masih

tidak mendapatkan bandwidth sesuai

dengan CIR-nya. Padahal, karena

bandwidth yang tersedia adalah

400kbps, seharusnya mencukupi

untuk mensuplai masing-masing

client sesuai dengan limitannya.

4. Percobaan menggunakan parent

queue, dan menempatkan ketiga

client tadi sebagai child queue dari

parent queue yang akan kita buat.

Pada parent queue, kita cukup

memasukkan outgoing-interface pada

parameter parent, dan untuk ketiga

child, kita mengubah parameter

parent menjadi nama parent queue.

Pertama-tama, kita belum akan

memasukkan nilai max-limit pada

parent-queue, dan menghapus semua

parameter limitan pada semua client.

80

Page 81: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 6. HTB dengan hirarki

Tampak pada hasil di atas, karena

belum memasukkan nilai maksimum

limit pada parent, maka priority pada

child pun belum bisa terjaga.

Setelah kita memasang parameter

maksimum limit pada parent queue,

barulah prioritas pada client akan

berjalan.

Gambar 7. HTB dengan penglimitan secara maksimum

Tampak pada hasil diatas, q1 dan q2

mendapatkan bandwidth hampir

sebesar maksimum limitnya,

sedangkan q3 hampir tidak kebagian

bandwidth. Prioritas telah berjalan

dengan baik.

5. Percobaan dengan nilai limitan yang

sama pada masing-masing client.

Nilai limitan ini adalah kecepatan

minimal yang akan di dapatkan oleh

client, dan tidak akan terganggu oleh

client lainnya, seberapa besarpun

client lainnya 'menyedot' bandwidth,

ataupun berapapun prioritasnya.

Semua client dipasang nilai 75kbps

sebagai limitan.

Gambar 8. HTB dengan limit yang sama

Dari Hasil terlihat bahwa q3, yang

memiliki prioritas paling bawah,

mendapatkan bandwidth sebesar

limitannya. q1 yang memiliki

81

Page 82: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

prioritas tertinggi, bisa mendapatkan

bandwidth sebesar maksimum

limitnya, sedangkan q2 yang

prioritasnya di antara q1 dan q3, bisa

mendapatkan bandwidth di atas

limitan, tapi tidak mencapai

maksimum limit. Pada contoh di atas,

semua client akan terjamin

mendapatkan bandwidth sebesar

limitan, dan jika ada sisa, akan

dibagikan hingga jumlah totalnya

mencapai max-limit parent, sesuai

dengan prioritas masing-masing

client.

6. Percobaan dengan jumlah akumulatif

dari limitan melebihi maksimum limit

parent.

Gambar 9. HTB dengan akumulasi limit melebihi limit parent

Dari hasil diatas terlihat jika jumlah

limitan ketiga client melebihi parent

maka prioritas tidak bekerja, total

client adalah 600kbps, sedangkan

nilai maksimum limit parent hanyalah

400kbps, dan sistem prioritas menjadi

tidak bekerja.

7. Percobaan dengan maksimum limit

client yang lebih besar dari

maksimum limit parent.

Gambar 10. HTB dengan maksimum limit client yang lebih dari limit parent

Dari hasil diatas terlihat bahwa jika

maksimum limit client lebih besar

dari maksimum limit parent maka

system prioritas tidak bekerja.

8. Percobaan dengan prioritas yang

sama.

82

Page 83: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 11. HTB dengan parent dan perioritas sama

Dari hasil terlihat bahwa jika semua

client memiliki prioritas yang sama,

maka client akan berbagi bandwidth

sisa. Tampak pada contoh di bawah

ini, semua client mendapatkan

bandwidth yang sama, sekitar

130kbps (total 400kbps dibagi 3).

SIMPULAN

1. HTB hanya bisa berjalan, apabila rule

antrian client berada di bawah

setidaknya 1 level parent, setiap

antrian client memiliki parameter

limitan dan max-limit, dan parent

queue harus memiliki besaran max-

limit.

2. Prioritas tidak akan berfungsi jika

jumlah seluruh limitan client melebihi

maksimum limit parent.

3. Jika diberikan prioritas yang sama

untuk masing-masing client maka

bandwidth yang ada akan dibagikan

ke masing-masing client dengan

sama.

DAFTAR PUSTAKA

Kenjiro. Cho. June 1998, A Framework for Alternate Queueing. (Jurnal dalam “Proceedings of IEEE INFOCOM, USENIX Annual Technical Conference (NO 98)”;New Orleans, Louisiana (http:// http://www.usenix.org/publications/library/proceedings/lisa97/failsafe/usenix98/full_papers/cho/cho_html/cho.html#Disciplines.

Martin Devera. HTB Linux queuing discipline manual user quide Pindo, Michael. 2002. Scheduling Theory, Algorithms and Sysems second edition.

83

Page 84: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

PROTOTIPE SPUL SASANDO TESTER SEBAGAI ALAT PENGUJI LOLOS FUNGSIONAL SPUL SECARA EFEKTIF PADA PRODUKSI SASANDO

ELEKTRIK DI EDON SASANDO ELEKTRIK

Ali Warsito1, Lewi Jutomo2, Muntasir3 1) Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

2) Jurusan GKM, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana 3) Jurusan AKK, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

Has been done to build prototipe of spool tester of electrical sasando at industry partners, Edon Sasando elektrik. The goal is to eliminate the risk of functional failure of the spool at a crucial phase at the time of manufacture of the component pick-up or spool sasando which is a transducer that converts vibrations into electrical signals sasando strings.. By designing the hardware and software aspects have acquired a potential initial prototype to be developed. Hardware configuration is done has shown that the handshaking between the modules are well maintained, marked by testing the communication lines between sub modules which provide a good enough response. The limitations of this prototype is obtained is not packed in a package is good, because actually the prototype is not yet final, and can not be used directly in the production process sasando electrically. Keyword : spool sasando tester, electrical sasando, hardware, software, microcontroller,

prototype

Sasando adalah sebuah alat

instrumen musik petik. Instrumen musik ini

berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara

Timur. Bentuk sasando ada miripnya

dengan instrumen petik lainnya seperti

gitar, biola, dan kecapi. Bagian utama

sasando berbentuk tabung panjang yang

biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian

tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi

ganjalan-ganjalan di mana senar-senar

(dawai-dawai) yang direntangkan di

tabung, dari atas ke bawah bertumpu.

Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada

yang berbeda-beda kepada setiap petikan

senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh

dalam sebuah wadah yang terbuat dari

semacam anyaman daun lontar yang dibuat

seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat

resonansi sasando.

Edon Sasando Elektrik sesuai

dengan namanya, lebih difokuskan

memproduksi Sasando Elektrik yang

berbasiskan spul sasando disamping tetap

memproduksi sasando tradisional. Spul

Sasando merupakan transduser yang

mampu mengubah getaran senar sasando

menjadi sinyal listrik yang selanjutnya

diubah menjadi suara audio, sehingga tidak

lagi memerlukan anyaman lontar sebagai

ruang resonansi.

84

Page 85: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Proses pembuatan sasando elektrik

dari awal pengolahan bahan sampai

finishing membutuhkan waktu kurang

lebih 25 hari. Ada beberapa tahapan

berkaitan dengan pengolahan bahan baku

bambu/kayu, pembuatan spul sasando

elektrik, pemasangan kawat senar, sekrup

besi pengatur, dan lain-lain.

Sasando elektrik yang sudah

selesai, dapat memproduksi bunyi setelah

dihubungkan dengan seperangkat sound

system. Sistem multimedia saat ini yang

terintegrasi & kompatibel, lebih

memudahkan Sasando berinteraksi dengan

perangkat musik yang lain dibandingkan

dengan sasando tradisional. Kelebihan

lainnya, adalah output bunyi yang

diproduksi adalah hanya berasal dari

getaran senar sasando, tidak seperti

sasando tradisional yang ditangkap

bunyinya menggunakan microphone yang

ditempelkan pada ruang resonansi,

memiliki kelemahan yaitu bunyi-bunyi

noise gesekan microphone, getaran ruang

resonansi serta bunyi dari lingkungan-pun

akan tertangkap.

Fase yang krusial dan

membutuhkan waktu lama adalah

pembuatan komponen pick up atau spul

sasando yang merupakan transducer

penangkap sekaligus pengubah getaran

senar sasando menjadi sinyal listrik.

Pembuatannya dilakukan secara manual

dengan bantuan mesin gerindra, sebagai

penggerak putaran dengan tetap

memperhatikan proses penggulungan

lilitan kawat email sebanyak N lilitan

sehingga didapatkan besar resistansi (R)

tertentu dalam skala k. Kecepatan rotasi

penggulungan yang tidak tepat bisa

menyebabkan putusnya kawat email.

Ketidakcermatan dalam memperhatikan

rapatan kawat lilitan juga dapat

menyebabkan kegagalan fungsi spul

sekaligus inefisiensi bahan kawat email

sehingga terbuang - tidak terpakai lagi.

Kontribusi dari penelitian ini

adalah adanya penerapan teknologi yang

tepat dalam pembuatan pick up atau spul

sasando ini akan mampu mengeliminasi

aspek krusial fase ini serta mereduksi

waktu dan efisiensi perakitan spul yang

tepat dalam pembuatan sasando elektrik

secara keseluruhan. Tujuan akhirnya

adalah peningkatan produksi sasando

elektrik per-bulannya. Peralatan teknologi

yang dibutuhkan industri mitra untuk fase

ini adalah penggulung spul (wire winding)

presisi tinggi yang dilengkapi dengan

deteksi jumlah lilitan dan atau besar k.

Kontribusi teknologi yang ditargetkan dari

program Hi-Link Undana ini adalah Spul

Sasando tester yang mampu menguji

fungsionalitas spul sasando sebelum

dikemas secara otomatis.

85

Page 86: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

MATERI DAN METODE Perancangan Konfigurasi Hardware Prototipe

Dalam penelitian ini dikembangkan

prototipe untuk mengukur resistance/

hambatan spull sasando elektrik

berdasarkan jumlah lilitan kawat yang

dipakai untuk membuat spull sasando

elektrik. Pembuatan prototipe ini

menggunakan Mikrokontroler AT89C51,

Sensor Optocoupler, Motor Servo dan

LCD display. Prinsip dari prototipe ini

adalah jumlah putaran yang dihasilkan

sama dengan besar hambatan yang

dibutuhkan untuk membuat spull. Pada

prototipe ini akan ditentukan terlebih

dahulu berapa banyak putaran yang

memenuhi hambatan yang sesuai untuk

spull. Jumlah putaran ini diset pada

Mikrokontroler AT89C51 sebagai nilai

setpoint sehingga prototipe ini berkerja

berdasarkan nilai setpoint tersebut.

Konfigurasi interface prototipe ini

diperlihatkan dalam bentuk blok diagram

pada Gambar 1.

Pada Gambar, mikrokontroler

AT89C51 digunakan sebagai pengendali

dari seluruh rangkaian sistem. Motor Servo

dipakai sebagai rotator untuk menggulung

kawat. Motor Servo dapat bekerja dengan

baik untuk membuat gulungan kawat

karena motor ini dapat berputar secara

kontinue dan kecepatan putarnya dapat

diatur melalui mikrokontroler. Pada Motor

Servo dilengkapi dengan sebuah piringan

dan piringan ini diberi lubang pada salah

satu bagiannya. Pemberian lubang ini

bertujuan agar bagian piringan yang

berlubang ketika melewati sensor dapat

melewatkan cahaya yang akan terdeteksi

oleh bagian penerima dari sensor sehingga

terjadi perubahan sinyal. Setiap terjadi

perubahan sinyal ini yang kemudian akan

dihitung sebagai jumlah lilitan.

Gambar 1. Blok Diagram Sistem Secara Keseluruhan

Sensor yang dipakai pada sistem ini

adalah sensor Optocoupler yang prinsip

kerjanya berdasarkan perubahan cahaya

yang terdeteksi oleh fototransistor. Sensor

86

Page 87: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

ini terdiri dari 2 bagian yaitu transmiter

(LED) dan receiver (fototransistor). LED

berfungsi sebagai sumber cahaya dan

fototransistor berfungsi mendeteksi cahaya

yang dipancarkan oleh LED. Bagian

fototransistor dapat menghasilkan tingkat

tegangan yang berubah-ubah (high dan

low) berdasarkan ada tidaknya cahaya yang

terdeteksi oleh fototransistor. Dengan

prinsip ini dapat dihitung berapa banyak

putaran berdasarkan perubahan sinyal pada

kaki fototransistor. Pada prototipe ini LCD

digunakan sebagai penampil untuk

menampilkan jumlah lilitan. Jenis LCD

yang dipakai adalah LCD 16 x 2 karakter.

Rangkaian Sensor Optocoupler

Sensor Optocoupler merupakan

gabungan LED infra merah dan

fototransistor yang terbungkus menjadi

satu chip.Optocoupler digunakan sebagai

saklar elektrik, yang bekerja secara

otomatis. Optocoupler merupakan

komponen penggandeng (coupling) antara

rangkaian input dengan rangkaian output

yang menggunakan media cahaya (opto)

sebagai penghubung. Prinsip kerja sensor

Optocoupler adalah ketika ada benda yang

berada di antara celah sensornya, maka

cahaya yang dikirimkan tidak bisa diterima

oleh bagian penerimanya, sehingga

menghasilkan tegangan keluaran yang

nilainya mendekati VCC, begitu juga

sebaliknya, jika tidak ada benda diantara

celah sensornya maka akan menghasilkan

tegangan keluaran yang nilainya mendekati

0 volt.

Prinsip kerja sensor Optocoupler

dapat dimanfaatkan untuk menghitung

jumlah putaran berdasarkan perubahan

sinyal (high dan low) yang dihasilkan oleh

sensor yang kemudian dikirimkan kepada

Mikrokontroler AT89C51 untuk dihitung

jumlah putaranya. Perubahan sinyal dari

high ke low atau sebaliknya dari low ke

high akan dihitung pada Mikrokontroler

AT89C51 sebagai 1 buah putaran. Ketika

terjadi perubahan tegangan pada kaki

sensor akan memnyebabkan counter pada

mikrokontroler bertambah satu. Rangkaian

sensor optocoupler yang digunakan pada

prototipe ini diperlihatkan pada Gambar 2 .

Pada gambar rangkaian di atas

dapat lihat bahwa kaki-kaki dari sensor

optocoupler dihubungkan masing-masing

dengan Vcc dan Ground. Kaki LED dan

fototransistor tidak langsung dihubungkan

dengan Vcc karena bisa menyebabkan

kerusakan sehingga pada rangkaian ini

dipakai resistor untuk melindungi LED dan

fototransistor. Keluaran dari sensor

optocoupler masuk ke komparator LM399

dan dipadukan dengan tegangan dari

potensiometer. Kedua tegangan yang

masuk pada komparator ini akan

menghasilkan ouput tegangan high atau

low berdasarkan logika AND. Keluaran

dari komparator ini akan masuk ke

mikrokontroler melalui kaki P3.4. Pada

87

Page 88: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

rangkaian ini dilengkapi dengan lampu led

sebagai indikator untuk menunjukkan

apakah tegangan keluaranya berupa sinyal

high atau low.

Gambar 2. Rangkaian Sensor Optocoupler

Perancangan Sistem Minimum Rangkaian Mikrokontroler AT89C51

Rangkaian sistem dari

Mikrokontroler AT89C51 terdiri dari

rangkaian osilator dan rangkaian power on

reset. Rangkaian osilator digunakan untuk

membangkitkan clock. Pada rangkaian

osilator ini digunakan kristal 12 MHz dan

dua buah kapasitor 30 pF. Sedangkan

rangkaian power on reset berfungsi untuk

menjaga agar pin RST mikrokontroler

selalu berlogika rendah pada saat

mikrokontroler mengeksekusi program.

Mikrokontroler direset pada transisi

tegangan tinggi ke tegangan rendah oleh

karena itu, pada pin RST dipasang

kapasitor 10 uF yang terhubung ke Vcc dan

resistor 10 k ke ground yang menjaga

RST bernilai 0 saat pengisian kapasitor dan

bernilai 1 saat kapasitor penuh. Pada saat

sumber tegangan diaktifkan kapasitor

terhubung singkat sehingga arus mengalir

dari Vcc langsung ke kaki RST sehingga

reset berlogika 1, kemudian kapasitor terisi

hingga tegangan pada kapasitor sama

dengan Vcc pada saat kapasitor penuh.

Dengan demikian tegangan reset akan

berubah menjadi 0 sehingga kaki RST

berlogika 0. Rangkaian minimum sistem

Mikrokontroler AT89C51 dapat dilihat

pada Gambar 3.3 berikut :

88

Page 89: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 3. Rangkaian Minimum Mikrokontroler AT89C51

Rangkaian Motor Servo

Dalam penelitian ini digunakan

Motor Servo sebagai penggerak piringan

lilitan. Motor Servo sangat mudah untuk

konfigurasikan dengan mikrokontroler

sehingga memudahkan dalam

pemroraman. Salah satu kehebatan dari

Motor Servo yakni gerakan motor yang

dapat dikontrol secara halus mulai dari

diam sampai cepat sekali. Tergantung dari

lama status tingginya. Bahkan jika motor

ini dikendalikan dengan mikrokontroler,

motor dapat dikontrol untuk mengikuti

gerakan sehalus gerakan sebuah

potensiometer. Konfigurasi Motor Servo

dan mikrokontroler dapat dilihat pada

Gambar 4 di bawah ini :

Gambar 4. Konfigurasi Motor Servo dan Mikrokontroler AT89C51

Motor hanya memiliki 3 kabel

dalam mengkofigurasikannya dengan

mikrokontroler. Kabel warna merah

digunakan sebagai sumber tegangan 5

VDC, kabel hitam digunakan sebagai

ground dan kabel putih dipakai sebagai

kontrol yang dihubungkan dengan kaki

P1.0 dari mikrokontroler. Untuk

mengontrol putaran motor ini digunakan

cara Modulasi Lebar Pulsa.

89

Page 90: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Pada prototipe ini motor servo

diberikan lebar pulsa 1,3 ms yang berarti

motor berputar ke kiri dengan cepat. Untuk

menghentikan putaran motor maka akan

diberikan lebar pulsa 1,5 ms. Lebar pulsa

ini akan diberikan secara kontinue dan

bekerja pada kondisi high yang diselingi

dengan pulsa low selama 20ms. Motor

dikontol (ON/OFF) berdasarkan nilai

setpoint (jumlah putaran). Jika jumlah

putaran belum memenuhi setpoint maka

akan diberikan pulsa 1,3 ms sehingga

motor terus berputar sedangkan jika jumlah

putaran sudah memenuhi nilai setpoint

maka akan diberikan lebar pulsa 1,5 ms

sehingga motor berhemti berputar.

Rangkaian LCD 16 x 2 Karakter

Pada sistem ini digunAkan LDC 16

x 2 karakter sebagai penampil untuk

menampilkan julmah putaran kawat lilitan.

Data akan ditampilkan langsung pada layar

LCD berdasarkan kontrol dari

mikrokontroler. Konfigurasi LCD dan

mikrokontroler dapat dilihat pada gambar

rangkaian di bawah ini :

Gambar 5. Rangkaian Konfigurasi LCD dengan Mikrokotroler AT89C51

Pada gambar diatas dapat dilihat

bahwa LCD dikonfigurasikan dengan

mikrokontroler melalui kaki port P0.1

sampai P1.7. Hal ini menunjukkan bahwa

pengiriman data ke LCD menggunakan

komunikasi data 8 bit yaitu bit P0.1 sebagai

LSB dan P0.7 sebagai MSB. Pada

perancangan ini LCD memiliki 2 pin

kontrol untuk mengatur tampilan data pada

LCD yaitu pin RS dan pin EN. Pin RS

(Register Select) digunakan untuk

memberitahukan LCD bahwa ada perintah

khusus (membersihkan layar, menentukan

letak posisi kursor dan lain-lain) yang

dikimimkan ke LCD. Sedangkan pin EN

(Enable) digunakan untuk memberitahukan

LCD bahwa ada data yang kirimkan ke

LCD. Untuk menanpikan data maupun

menuliskan perintah pada LCD dapat di

atur dengan kedua pin ini.

Pada rangkaian LCD ini digunakan

sumber tegangan 5 VDC yang diatur oleh

90

Page 91: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

kaki 2 LCD dan LCD juga dihubungkan

dengan Ground yang diatur oleh kaki 1

LCD. Untuk mengatur kontras LCD maka

digunakan potensiometer yang berukuran

10 kΩ yang dikonfigurasikan dengan kaki

3 dari LCD.

Perancangan Perilaku & Sotfware

Aspek yang diperhatikan dalam

perancangan software adalah inisialisasi

sensor optocoupler, mikrokontroler AT

89C51, serta fungsional display LCD.

Sementara variabel yang harus diatur

adalah menentukan jumlah putaran motor

servo – hal ini berkaitan dengan laju

putaran motor servo di dalam memutar

gulungan kawat email.

Cuplikan implementasi dari

deskripsi diatas dalam bahasa program

adalah sebagai berikut:

;--------------------------------------------------- ;Program Untuk Mengukur Jumlah Putaran Motor Servo ;--------------------------------------------------- ;Definisi Variabel Untuk Operasi Sensor OptoCoupler ;-------------------------------------------------- Sensor Bit P3.4 Ratusan Equ 32H Puluhan Equ 33H Satuan Equ 34H ;-------------------------------------------- ;Definisi Variabel Untuk Operasi LCD Display ;-------------------------------------------- LCD_Port Equ P0 RS Bit P2.6 EN Bit P2.7 ;------------------------------------------- ;Definisi Variabel Untuk Operasi Motor Servo ;-------------------------------------------

Motor_Servo Bit P1.0 ;--------------------------- ;Alamat Awal Memulai Program ;--------------------------- Org 00H Ajmp start Org 0BH Ajmp Timer0_Interrupt Reti ;---------------------------------------------- ; Program Utama ;---------------------------------------------- Start : Lcall Init_LCD Lcall Selingan Lcall Init_Timer Lcall Putar_Servo … Ajmp Start ;--------------------------------------------------- ; Rutin Inisialisasi Timer ;--------------------------------------------------- Init_Timer : Mov TMOD,#15H Mov TH0,#64H Mov TL0,#00H Setb EA Setb ET0 Setb TR0 Ret ;--------------------------------- ; Rutin Ukur Pulsa ;--------------------------------- Ukur_Lagi: JB Sensor,$ Inc TL0 JNB Sensor,$ Ajmp Ukur_Lagi Ret ;------------------------------------------- ; Rutin Hitung Jumlah Putaran ;------------------------------------------- Hitung_Jumlah_Putaran : Push Acc Mov A,TL0 Mov B,#100D Div AB Mov Ratusan,A

91

Page 92: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

… Pop Acc Ret ;------------------------------------------- ; Rutin Interrupsi Timer ;------------------------------------------- Timer0_Interrupt : Mov A,TL0 CJNE A,#TH0,Ukur_Lagi Mov A,#100 Setb Motor_Servo Acall Delay15ms_MotorServo Clr Motor_Servo Acall Delay20ms_MotorServo Ajmp Timer0_Interrupt ;--------------------------------------------------- ; Rutin Inisialisasi LCD dan Perintah LCD ;--------------------------------------------------- Init_LCD : Mov R1,#00111000B Lcall Kirim_PerintahToLCD Mov R1,#00001100B Lcall Kirim_PerintahToLCD Mov R1,#00000001B Lcall Kirim_PerintahToLCD … Kirim_PerintahToLCD : Mov LCD_Port,R1 Clr RS … Kirim_DataToLCD : Mov LCD_Port,R1 Clr RS Setb EN … Selingan : Mov DPTR,#Pesan_Jumlah_Putaran Mov R3,#16 Mov R1,#80H … Selingan1 : Clr A Movc A,@A+DPTR Mov R1,A … ;---------------------------------

; Rutin Putar Servo ;--------------------------------- Putar_Servo : Mov A,#10 Setb Motor_Servo Lcall Delay13ms_MotorServo … ;-------------------------------------------------- ; Rutin Tampil To LCD ;-------------------------------------------------- TampilToLCD : Mov R1,#0C7H Lcall Kirim_PerintahToLCD Mov A,Ratusan Add A,#30H Mov R1,A Lcall Kirim_DataToLCD … ;--------------------------------------------------- ; Rutin Delay Untuk LCD ;--------------------------------------------------- DelayToLCD : Mov R7,#50h DelayToLCD1 : Mov R5,#0ffh DJNZ R5,$ DJNZ R7,DelayToLCD1 Ret ;--------------------------------------------------- ; Rutin Delay Untuk Motor Servo ;--------------------------------------------------- Delay13ms_MotorServo : DJNZ Acc,$ Mov R7,#12 Delay13ms1_MotorServo : Mov R5,#50 DJNz R5,$ DJNZ R7,Delay13ms1_MotorServo Mov R7,#5 DJNZ R7,$ Ret Delay15ms_MotorServo : DJNZ Acc,$ Mov R7,#14 Delay15ms1_MotorServo : Mov R5,#50 DJNz R5,$ …

92

Page 93: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

DB ' Jumlah Putaran : ',0FFH End.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konfigurasi hardware yang telah

dilakukan telah menunjukkan bahwa

handshaking antar bagian modul sudah

terjalin dengan baik, ditandai dengan

pengetesan jalur komunikasi antar sub

modul yang memberikan respon cukup

baik.

Adapun parameter yang telah dapat

dipantau sejauh ini adalah kontrol

kecepatan telah dapat dilakukan terhadap

motor servo, kelajuan yang stabil

menunjukkan stabilitas komponen

hardware serta adaptifnya program,

indikator dari LED yang dengan tepat

menunjukkan keadaan / status hardware.

Pencangkokan software pada

mikrokontroler AT89C51 memanfaatkan

DT HiQ telah dilakukan dan program

terimplementasi sebagaimana fungsional

yang diinginkan. Dalam tahap konfigurasi

software tentu memperhatikan spesifikasi

hardware yang terpasang baik dalam

setting delay time, pembangkitan pulsa

dan inisialisasi tipe IC. Tidak serta merta

software yang di-cangkok set langsung

memberikan respon yang baik, dan testing

dilakukan berulang-ulang untuk

mendapatkan keadaan yang paling stabil.

Keterbatasan yang didapatkan

adalah prototipe ini belum dikemas dalam

suatu package yang baik, karena

sesungguhnya prototipe belum final, dan

belum dapat digunakan secara langsung

pada proses produksi sasando elektrik.

Untuk dapat dicapai sebagai Spul

sasando Tester atau Alat penguji lolos

fungsional spul secara efektif, harus

diketahui secara eksas besar resistansi

sesuai dengan diamter/jenis kawat email,

sehingga dapat ditetapkan kecepatan rotasi

atau laju putaran motor servo serta jumlah

putaran idealnya. Dengan konstanta-

konstanta tersebut, prototipe akan dapat

bekerja otomatis, dimana mikrokontroler

akan memberi perintah STOP ketika

parameter telah tercapai.

93

Page 94: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 9. Gambaran prototipe saat proses penggulungan

Saat optocoupler mengenai bagian

lempeng logam rotator yang berlubang

akan terdeteksi jumlah putaran dan dapat

langsung ditampilkan di display LCD

Logam rotator pada prototipe akan

dihubungkan dengan tabung silinder

tempat kawat email akan dililitkan

sementara gulungan induk kawat email

diletakkan sejajar dengan posisi tabung

silinder. Koneksi antara logam rotator

dengan tabung silinder harus stabil dan

fixed, tetapi jika proses penggulungan

selesai dengan mudah dapat dicopot.

Gambar 9 adalah gambaran

prototipe jika bekerja dalam proses

penggulungan kawat email. Dalam

aplikasi lanjutnya kecepatan putar atau laju

putaran motor bisa diatur sesuai dengan

pertimbangan diameter (mencerminkan

jenis dan kekuatan kawat) serta efisiensi

waktu. Pengaturan dapat dilakukan dengan

pilihan kecepatan secara hardware dengan

menempatkan tombol speed swicth.

SIMPULAN

Kesimpulan

Telah dikonfigurasi prototipe Spul

sasando Tester atau Alat penguji lolos

fungsional spul, dimana konfigurasi

hardware yang dilakukan telah

menunjukkan bahwa handshaking antar

bagian modul sudah terjalin dengan baik,

ditandai dengan pengetesan jalur

komunikasi antar sub modul yang

memberikan respon cukup baik.

Keterbatasan yang didapatkan adalah

prototipe ini belum dikemas dalam suatu

package yang baik, karena sesungguhnya

prototipe belum final, dan belum dapat

94

Page 95: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

digunakan secara langsung pada proses

produksi sasando elektrik.

Dalam aplikasi lanjutannya laju putaran

motor servo penggulung kawat email bisa

diatur sesuai dengan pertimbangan

diameter (mencerminkan jenis dan

kekuatan kawat) serta efisiensi waktu.

Pengaturan dapat dilakukan dengan pilihan

kecepatan secara hardware dengan

menempatkan tombol speed swicth.

Saran

Perlu juga memperhatikan desain

lebih lanjut dari prototipe ini untuk (1)

model geometri lilitan yang diaplikasikan

dalam tekukan setengah lingkaran, dan

(2) testing fungsional bahwa lilitan tidak

ada yang terputus di dalam, sehingga

dapat dipastikan lolos uji sebelum

pemasangan

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini, kami

mengucapkan terima kasih kepada

program Hi-Link Undana 2010 yang

telah mendanai penelitian ini sebagai

bagian dari kegiatan Diversifikasi

Peningkatan Kualitas dan Perluasan

Pemasaran Produksi Industri Alat Musik

Sasando Tradisional dan Elektrik Sebagai

Upaya Melestarikan Budaya Lokal

melalui DP2M Dikti, terimakasih juga

pada Industri Mitra yaitu Edon Sasando

Elektrik, dan Lembaga Pemda Mitra

yaitu Deperindag Propinsi NTT.

95

Page 96: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

DAFTAR PUSTAKA Budiharto, W dan Firmansyah, S., 2005. Elektronik Digital dan Mikroprosesor. Andi:

Jakarta. Curtis, D.J., 1997. Process Control Instrumentation Technology, Fifth Edition, Prentice

Hall International Inc. Edon,CD Habel, 2010. Serba-Serbi Sasando,

http://sasandoelektrik.com/index_files/Page670.htm Jutomo, L., Muntasir, Warsito,A., Jati, H., 2010. Diversifikasi Peningkatan Kualitas dan

Perluasan Pemasaran Produksi Industri Alat Musik Sasando Tradisional dan Elektrik Sebagai Upaya Melestarikan Budaya Lokal. Laporan program Hi-Link Undana 2010.

Snell, R., 1999. Web Based Device Monitoring and Control, Intelligent Instrumentation

Inc.,Tucson,Az USA. Symon, Keith R,. Mechanics. 3rd ed. Reading,Mass , Addison Wesley, 1971 Tanembaum, A.S., 1996. Computer Networks”, Prentice Hall. Warsito, Ali, 2010. Seputar Sasando 01: Sejarah Alat Musik Tradisional NTT, http://www.

kupangntt.wordpress.com/seputar-sasando-01-alat-musik-tradisional-rote-ntt/ Warsito, Ali, 2010. Seputar Sasando 02: Sejarah Sasando Elektrik, http://www.

kupangntt.wordpress.com/seputar-sasando-02-sejarah-sasando-elektrik /

96

Page 97: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

SISTEM MONITORING BANJIR MEMANFAATKAN FASILITAS SMS BERBASIS MIKROCONTROLLER AT89C51

Jonshon Tarigan, Bernandus Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

This experiment was conducted to study apparatus design which will be able to do water height measurement and reports the result periodically to an officer. The apparatus is constructed from network microcontroller by using potentiometer and floater, so that water height can be detected through the ADC port of the microcontroller. Result of output is baited to computer and data is delivered through the SMS. SMS will be directly accepted by the hand phone of an officer, when water level at location of monitoring is higher than boundary value, warning wil be delivered automatically by SMS, so that officer can anticipate the situation around location to open the gate or command to evacuate the resident. Results of appliance examination indicate that the peripheral can identify and do the water height measurement automatically. Appliance can be used as prototype self-supporting system to monitoring floods. Keywords: SMS, Floods, monitoring and Censor

Pada saat musim hujan yang

terjadi di beberapa wilayah Indonesia

telah menjadi hancaman yang cukup

menakutkan. Karena ketika musim hujan

datang, sebagaian besar wilayah akan

menjadi tergenang air. Semakin

meningkatnya curah hujan maka

ketinggian air akan semakin bertambah,

sehingga akan mengakibatkan banjir.

Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir

tentu cukup besar karena sebagian besar

aset yang dimiliki masing-masing

individu akan terendam air. Untuk

menekan kerugian tersebut maka

masyarakat yang memiliki aset biasanya

akan mengungsikan aset dan jiwa yang

ada ke wilayah yang aman ketika banjir

datang.

Untuk melakukan evakuasi

tersebut sangat diperlukan sistem

monitoring banjir yang cukup praktis dan

mudah diakses oleh masyarakat dan

pejabat lokal yang berwenang. Mencegah

banjir pada saat musim hujan merupakan

sesuatu yang masih jauh dari harapan

namun yang bisa diupayakan saat ini

adalah menekan angka kerugian yang

dapat ditimbulkan oleh banjir.

Dilatarbelakangi oleh beberapa

permasalahan tersebut, maka akan

dilakukan perancangan terhadap suatu

sistem pengukuran jarak jauh dan

peringatan dini banjir yang dapat

97

Page 98: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

diletakkan di wilayah-wilayah sumber

banjir serta pemantauan dapat dilakukan

dari jarak jauh pada lintasan banjir.

Sistem dirancang dengan sangat

sederhana agar dapat dengan mudah

dioperasikan oleh masyarakat tanpa

memerlukan teknisi khusus untuk

melakukan pemantauan.

Dari latar belakang masalah di

atas dapat dirumuskan permasalahan

pada perancangan ini yaitu : merancang

suatu sistem peringatan dini dan

antisipasi banjir untuk wilayah lintasan

banjir. Kemudian membuat cara kerja

sistem secara spesifik untuk melakukan

penanggulangan permasalahan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah :

Mengaplikasikan sistem telemetri untuk

mengetahui ketinggian air secara

otomatis dan untuk mengetahui informasi

bahaya banjir yang dimonitor oleh

komputer dan dikirim melalui

pengiriman SMS pada saat ketinggian air

melampaui ambang batas yang

ditentukan.

Manfaat penelitian ini adalah

dengan merancang alat ini dapat

digunakan untuk monitoring banjir

dengan menggunakan komputer dan

komputer ini juga menyimpan data

ketinggian air setiap saat, kemudian

mengirimkan sms kepada penerima.

MATERI DAN METODE

Peralatan Penelitian

Telemetri memberikan

kemudahan dalam pengukuran dan

pemantauan jarak jauh, telemetri

biasanya diterapkan pada pemantauan

suhu gunung berapi, pemantauan suhu

pada peleburan baja, pemantauan cuaca

yang tidak memungkinkan manusia untuk

melakukan pengukuran secara langsung

pada jarak yang dekat (Sukiswo, 2005).

Untuk itu pengolahan awal sinyal

yang dipilih akan sangat menentukan

kehandalan sistem telemetri tersebut yang

ditunjukkan pada gambar 1.

Dari gambar 1. di atas dapat dilihat

sistem telemetri yang umum

dipergunakan untuk berbagai macam

sistem pengukuran jarak jauh dan

pemantauan. Garis putus-putus

menunjukkan bahwa setelah data

diterima oleh komputer dan kemudian

dikirim melalui handphone. Sistem

seperti inilah yang nantinya akan

dirancang pada penelitian ini.

Sensor yang digunakan pada

penelitian ini menggunakan sensor

analog dari komponen elektronika yang

sederhana yakni potensiometer, dimana

dapat berfungsi sebagai pembagi

tegangan. As potensiometer dihubungkan

dengan perputaran pergeseran tali

pelampung dan dihubungkan dengan

sumber catu, sehingga titik tengah dari

98

Page 99: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

kaki potensiometer tersebut akan

mengeluarkan tegangan yang berubah-

ubah sesuai dengan perubahan yang

terjadi pada as potensiometer tersebut.

Nilai tegangan ini kemudian

dihubungkan dengan masukan pada ADC

untuk mengubah nilai tegangan analog

yang dihasilkan menjadi bentuk hexa

kemudian dikonversi menjadi data

ketinggian air yang diproses lebih lanjut

oleh microcontroller.

Untuk mengontrol peralatan

dalam penelitian ini digunakan berbasis

Mikrocontroller AT89C51 merupakan

salah satu jenis mikrokontroler CMOS 8

bit yang memiliki performa yang tinggi

dengan disipasi daya yang rendah, cocok

dengan produk MCS-51. Kemudian

memiliki sistem pemograman kembali

Flash Memori 4 Kbyte dengan daya tahan

1000 kali write/erase. Disamping itu

terdapat RAM Internal dengan kapasitas

128 x 8 bit. Dan frekuensi pengoperasian

hingga 24 MHz. Mikrokontroler ini juga

memiliki 32 port I/O yang terbagi

menjadi 4 buah port dengan 8 jalur I/O,

kemudian terdapat pula Sebuah port

serial dengan kontrol serial full duplex,

dua timer/counter 16 bit dan sebuah

osilator internal dan rangkaian pewaktu.

(Putra, A. E, 2006)

Dalam melakukan komunikasi

serial Mikrocontroller AT89C51

memiliki Universal Asyncronous

Receiver Transmimeter (UART). UART

berguna untuk mengkonversi Oleh karena

itu data dari dan ke serial port harus

dikonversikan ke dan dari bentuk paralel

untuk bisa digunakan. Menggunakan

hardware, hal ini bisa dilakukan oleh

Universal Asyncronous Receiver

Transmimeter (UART), kelemahannya

adalah dibutuhkan software yang

menangani register UART yang cukup

rumit dibanding pada parallel port.

Komunikasi melalui serial port

adalah asinkron, yakni sinyal detak tidak

dikirim bersama dengan data. Setiap

word disinkronkan dengan start bit, dan

sebuah clock internal di kedua sisi

menjaga bagian data saat pewaktuan

(timing) (Sutadi, 2003).

Banyak sekali kegunaan LCD

dalam perancangan suatu sistem yang

menggunakan microcontroller. LCD

berfungsi menampilkan suatu nilai hasil

sensor, menampilkan teks, atau

menampilkan menu pada aplikasi

microcontroller. LCD M1632 merupakan

modul LCD dengan tampilan 16 x 2 baris

dengan konsumsi daya rendah. Modul

tersebut dilengkapi dengan

microcontroller yang didesain khusus

untuk mengendalikan LCD.

. LCD yang digunakan pada alat ini

adalah LCD M1632, LCD ini merupakan

modul LCD dengan tampilan 16 x 2 baris

99

Page 100: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

dengan konsumsi daya yang rendah.

Modul ini dilengkapi dengan LCD

microcontroller HD44780 buatan Hitachi

yang berfungsi sebagai pengendali. LCD

ini mempunyai CGROM (Character

Generator Read Only Memory), CGRAM

(Character Generator Random Access

Memory) dan DDRAM (Display Data

Random Access Memory), dan juga

memiliki 3 bit kontrol yaitu E yang

merupakan input clock, R/W sebagai

input untuk memilih read atau write dan

RS sebagai register select, juga memiliki

8 bit data yaitu DB0 sampai DB7.

Komputer digunakan untuk

mencatat data ketinggian air setiap saat

dan setelah ketinggian air melewati

ambang batas maka akan dikirim sms ke

handphone si penerima.

Prosedur Kerja

Prinsip kerja dari alat monitoring

jarak jauh sebagai peringatan dini bahaya

banjir melibatkan piranti keras dan piranti

lunak. Piranti keras pada sistem antara

lain adalah sensor ketinggian air

(potensiometer), mikrokontroler, telepon

seluler, LCD, dan komputer.

Proses perancangan meliputi perancangan

piranti keras dan perancangan piranti

lunak. Secara garis besar cara kerja

sistem yang akan dibuat adalah sebagai

berikut:

Sensor akan mengukur ketinggian

air, oleh mikrokontroler data akan

dikirimkan ke LCD untuk ditampilkan

sebagai data ketinggian air. Ketika

ketinggian sama dengan atau melebihi

batas 30 cm maka komputer akan

mengirimkan SMS ke handphone

pemantau secara otomatis. Dalam periode

5 detik, maka program akan melakukan

pengecekan ulang, jika ketinggian masih

melebihi batas maka SMS akan terus

dikirimkan hingga alat direset atau

ketinggian air menurun.

Perancangan perangkat keras ini

terdiri dari sensor ketinggian air

(potensiometer), Mikrocontroller

AT89C51. Komunikasi piranti dengan

handphone dan penampil LCD 16x2

karakter. Berikut diagram blok lengkap

dari sistem pemantauan ketinggian air

jarak jauh.

Diagram blok pada gambar 2.

dapat dijelaskan sebagai berikut :

Ketinggian permukaan air yang

dideteksi oleh pelampung akan

berpengaruh terhadap perputaran

potensiometer yang terhubung ke

pelampung. Akibat perubahan ini

tegangan keluaran (output) dari

potensiometer akan berubah mulai dari 0

volt hingga 5 volt. Perubahan tegangan

ini seiring dengan perubahan ketinggian

permukaan air. Perubahan tegangan ini

kemudian dideteksi oleh ADC0 dari

Mikrocontroller AT89C51 yang memiliki

tegangan refrerensi sebesar 5V. Data

100

Page 101: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

hexa kemudian diubah menjadi data

desimal dan ASCII untuk ditampilkan ke

LCD. Data ditampilkan ke LCD

microcontroller akan mengirimkan data

setiap saat ke komputer ketika air

melebihi atau sama dengan 30 cm maka

akan dikirim SMS ke handphone

pemantau yang akan memberi informasi

bahaya banjir.

Perancangan Perangkat Lunak

Diagram Alir sub program sensor

untuk pengukuran ketinggian air jarak

jauh pada bagian pemancar adalah

sebagai berikut:

Urutan Program diagram alir

pemancar adalah sebagai berikut :

1. Pengubahan data tegangan dari

microcontroler

2. Konversi data tegangan menjadi hexa,

karena mnggunakan resolusi 10 bit maka

data menjadi 0 – 1023 hexa.

3. Konversi data hexa menjadi data

ketinggian air..

4. Menghitung ketinggian, jika

ketinggian sama dengan atau lebih dari

30 cm maka program akan berlanjut

5. Mengecek kondisi tidak aman.

6. Mengirimkan SMS “Bahaya!!!Waduk

Meluap!”

7. Mengecek kembali setelah 5 menit

jika ya akan kembali ke t = 0 untuk

mengecek kembali ketinnggian air, jika

tidak maka akan kembali ke awal

program.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Sistem Rangkaian Sensor

Rangkaian sensor yang

dipergunakan dalam sistem telemetri ini

berupa pelampung yang dihubungkan

dengan potensiometer yang akan berubah

hambatannya seiring dengan perubahan

ketinggian permukaan air, perubahan ini

akan mengakibatkan terjadinya

perubahan tegangan yang akan

dihubungkan langsung pada port ADC

(Analog to Digital Converter) kemudian

sebagai masukan pada Mikrocontroller

AT89C51.

Pengujian rangkaian sensor

dapat diukur dengan menggunakan multi

meter yaitu saat keadaan kenaikan tiap 5

cm maka akan diukur besarnya

perubahan tegangan keluarannya.

Pengamatan dan pengujian ketinggian

permukaan air di sini dilakukan dengan

mengukur tegangan keluaran dari sensor

ketinggian permukaan air yang dimulai

dari ketinggian 0 cm – 70 cm.

Untuk menampilkan data pada

LCD maka pin RS dihubungkan ke port

PD.5, pin R/W dihubungkan ke port PD.6

dan pin E dihubungkan ke port PD.7

sedangkan 8 bit datanya (DB0 – DB7)

dihubungkan ke port C (PC.0 – PC.7).

101

Page 102: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Perangkat lunak menggunakan

program Assembly yang diperlukan

untuk mengambil data ketinggian air

yang berasal dari sensor, menampilkan

data pada LCD, kemudian disimpan oleh

komputer setiap saar ketinggian air, pada

saat ketinggian air melewati batas yang

telah ditentukan maka akan dikirim sms

ke handphone petugas. Komputer

terhubung dengan mikrokontroler melalui

melalui kabel serial Db9, dimana

komunikasi yang berlangsung

menggunakan standar UART RS232.

Pengujian Sistem SMS pada Handphone

Pada Sistem ini menggunakan

komputer dan handphone sebagai

penerima untuk menerima SMS pada saat

ketinggian air sudah mencapai 30 cm

atau lebih dari 30 cm yang berisi pesan

Bahaya Waduk Meluap!!!!. Ketinggian

air dapat dilihat dengan mengamati

perubahan yang tertera pada LCD.

Handphone akan mengirim SMS setiap 5

detik sekali ketika air sudah mulai

mencapai 30 cm dan komputer akan

mengirimkan sms, ini merupakan

pemberitahuan informasi tanda bahaya.

Perubahan ketinggian air yang

diamati setiap saat dapat memberikan

informasi tentang peringatan dini banjir

yang disampaikan dan diterima dengan

cepat, sehingga dapat mengantisipasi

pencegahan secara dini resiko banjir yang

dialami.

Hasil pengamatan ini ditunjukkan

pada tabel 2. Berikut ini :

Tabel 2. Data ketinggian air pada LCD

Tinggi Kondisi

No LCD (Data disimpan di Komputer)

SMS

Cm

1 0,0 Tidak ada SMS

2 5,0 Tidak ada SMS

3 9,9 Tidak ada SMS

4 15,0 Tidak ada SMS

5 20,1 Tidak ada SMS

6 25,0 Tidak ada SMS

7 29,9 Ada SMS

8 34,9 Ada SMS

9 39,6 Ada SMS

10 44,6 Ada SMS

11 49,4 Ada SMS

12 54,4 Ada SMS

13 59,4 Ada SMS

14 64,3 Ada SMS

15 68,3 Ada SMS

Dari tabel 2. dapat dilihat bahwa

ketinggian air yang mulai mencapai 30

cm akan mengalami kondisi ada sms dan

akan berulang seterusnya setiap 5 detik

sekali.

SIMPULAN

Sistem yang dibangun dengan

menggunakan handphone Siemens C35

serta piranti keras adalah sensor

ketinggian air (potensiometer),

microcontroller, LCD, dan komputer.

102

Page 103: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

dan piranti lunak menggunakan program

Assembly untuk melakukan deteksi dini

bahaya banjir maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem telemetri ini dapat melakukan

pengukuran ketinggian air secara

akurat.

2. Komputer menyimpan data-data

ketinggian air dari 0-70 cm

3. Piranti akan mengirimkan SMS

peringatan bahaya dalam waktu 5

detik sekali jika ketinggian air 30 cm

atau lebih.

Gambar 1. Sistem Telemetri

Gambar 2. Diagram Blok Sistem

Microcontroller

AT89C51

LCD M1632

Input digital

Catu Daya

Komputer Sensor Ketinggian

Air

input

Output

Output

Sensor Potensiometer

Mikrokontoler

LCD

SMS

KOMPUTER

103

Page 104: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 3. Diagram alir sub program Pemancar

t = 0

t 5 detik (8)

t = t + 1

Ya

Kirim SMS “bahaya” (7)

Tidak

Ketinggian >= 30 cm

(5)

Kondisi Tidak aman (6)

t = 0

Konversi menjadi data ketinggian air (3)

Tampilan LCD (4)

Konversi menjadi data hexa (2)

Data tegangan dari potensiometer (1)

Mulai

t = 0

Tidak

ya

104

Page 105: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

DAFTAR PUSTAKA Budiharto, W., dan Rizal, G., 2007, Belajar Sendiri 12 Proyek Mikrokontroler Untuk

Pemula, Cetakan kedua, Penerbit Elex Media Komputindo , Jakarta. Istiyanto, J.E, dan Y. Efendy, 2004. Rancangan dan Implementasi Prototipe Sistem

Kendali Jarak Jauh Berbasis Mikrokontroler AT89C52 dan SMS GSM, Jurnal Ilmu Dasar, FMIPA Universitas Jember.

Khang, B.,2002, Trik Pemrograman Aplikasi Berbasis SMS, Cetakan Pertama, Penerbit

Elex Media Komputindo, Jakarta. Misiek, 2002, Siemens Interface, http://www.gsm hacking.com/help/cables/siemens/

index.htm,. Munaf,D.R., 2007, Prinsip Interkoneksi Informasi Dalam Penanganan Bencana Banjir,

Jurnal Sosioteknologi, Vol. 10, No. 6 hal : 156 – 160, Jurusan Ilmu Kemanusiaan ITB, Bandung.

Pitowarno, E., (2006) Robotika Desain, Kontrol, Dan Kecerdasan Buatan, Edisi I, Penerbit Andi, Yogyakarta

Putra, A. E, 2006, Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55 Teori Dan Aplikasi, Edisi 2, Gava Media: Yogyakarta.

Sanjaya, A., 2005, Mengirim SMS dari PC, [email protected] Sukiswo, 2005, Perancangan Telemetri Suhu Dengan Modulasi Digital FSK FM,

Transmisi, Vol. 10 No. 2, hal : 1 – 8, Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro, Semarang

Sutadi, D.,2003, I/O Bus dan Motherboard, Cetakan pertama, Penerbit Andi , Yogyakarta.

105

Page 106: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

UJI AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH JAMBU MENTE (Anacardium occidentale L.) TERHADAP MULTIPLE MYELOMA

DENGAN METODE MICROCULTURE TETRAZOLIUM

Ermelinda Dheta Meye Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

The research was carried out in order to determine the activity anticancer of cashew nut shell (Anacardium occidentale L.) ethanol extract to multiple myeloma use microculture tetrazolium method..The concentration of cashew nut shell ethanol extract which is used 12.5, 25, 50, 100, 200, 400 μg/mL, The result of this research showed that cashew nut shell ethanol extract has citotoxicity activity to myeloma cells with LC50 = 49,792 μg/mL. The result of this research could be concluded that of cashew nut shell ethanol extract have anticancer activity.

Keywords: Cashew, multiple myeloma, microculture tetrazolium

Jumlah penderita kanker di

Indonesia terus meningkat. Para ilmuwan

telah melakukan serangkaian penelitian

yang berhubungan dengan faktor-faktor

penyebab kanker. Faktor-faktor tersebut

meliputi faktor genetik dan faktor

lingkungan. Ada 2 kategori perubahan

genetik yang menyebabkan kanker yaitu

aktivasi proto-oncogens menjadi

oncogenes dan aktivasi gen supresor

tumor. Faktor-faktor lingkungan

penyebab kanker antara lain radiasi (sinar

uv, sinar X), radikal bebas, bahan bakar

minyak, virus, senyawa-senyawa organik

seperti asap rokok dan beberapa polutan

lingkungan, substansi kimia yang bersifat

karsinogen (nitroso-nor-nicotine, vinyl

clorida, benzo(a)pyren, metal, asbes,

nikel, cadmium, uranium, benzidine,

benzene, pestisida dan pola makan

dengan kadar lipid tinggi. Makanan

dengan kadar lipid tinggi menjadi faktor

pemicu kanker seperti kanker otak dan

prostat (Mader, 2006).

Selain leukemia, tipe kanker

darah lainnya adalah multiple myeloma.

Berdasarkan hasil diagnosis, usia rata-

rata terjadinya myeloma adalah ± 68

tahun dan hanya 1 % kasus di bawah 40

tahun. (Sagar, 2005). Sampai dengan saat

ini penyebab multiple myeloma belum

diketahui dengan pasti, tetapi diduga

penyebabnya adalah radias Infeksi virus,

stimulasi antigen berulangkali dan faktor

genetik (Kresno,1996).

Diagnosis multiple myeloma dapat

ditegakkan dengan 2 kriteria yaitu kriteria

mayor dan minor. Kriteria mayor antara

lain minimal terdapat 10 % sel plasma

dalam sum-sum tulang, lesi osteolitik

106

Page 107: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

atau osteoporosis dan terdapat protein M

(monoklonal) dalam serum atau urine.

Kriteria minor meliputi anemia,

hiperkalsemia dan gangguan fungsi ginjal

yang ditandai dengan peningkatan kadar

kreatin (Abbas & Lichtman, 2005;

Kresno, 1996). Level antibodi

(imunoglobulin) pada sel mieloma

menurun sehingga tubuh menjadi rentan

terhadap infeksi (Sagar, 2005).

Pemanfaatan tumbuhan sebagai

alternatif pengobatan kanker telah banyak

dilakukan akhir-akhir ini. Salah satu

tumbuhan yang punya efek antikanker

adalah kulit buah jambu mente

(Anacardium occidentale L.). Cairan alkil

fenol/ cashew nut shell liquid (CNSL) di

dalam kulit buah jambu mente

mempunyai aktivitas biologis seperti

anti-tumor dan anti-oksidan (Cavalcante

et al., 2005; Kubo et al., 1993b; Trevisan

et al., 2006). CNSL juga mempunyai

aktivitas antikanker terhadap sel HeLa

(Ola, et al., (2008).

Pada umumnya masyarakat di

Indonesia termasuk di NTT hanya

memanfaatkan buah semu .dan buah

jambu mente saja, sedangkan kulit

buahnya dibuang setelah diambil

buahnya. Oleh karena itu, penelitian

tentang aktivitas antikanker kulit buah

jambu mente khususnya pada sel

mieloma perlu dilakukan untuk

menambah informasi ilmiah. Selain itu

untuk meningkatkan nilai ekonomis kulit

buahnya baik sebagai bahan baku industri

(cat, vernis, politur) maupun sebagai

senyawa antikanker

Untuk mengetahui kemampuan

kulit buah jambu mente sebagai agen

antikanker dapat dilakukan dengan uji

sitotoksisitas. Uji sitotoksisitas

merupakan uji invitro yang digunakan

untuk mengevaluasi keamanan obat, zat

aditif makanan, kosmetik, pestisida dan

juga digunakan untuk mendeteksi

aktivitas suatu senyawa dengan

menggunakan kultur sel. Salah satu

metode uji sitotoksisitas adalah MTT

(Microculture Tetrazolium). Perhitungan

jumlah sel dengan metode MTT

berdasarkan aktivitas enzim yang dapat

diukur secara kolorimetri (Castell

Lechon, 1997; Doyle & Griffiths, 2000).

MATERI DAN METODE Bahan

Bahan yang digunakan adalah

sel mieloma, ekstrak etanol kulit buah

jambu mente, Dimetil Sulfoksida

(DMSO) 10%, medium RPMI (Rosewell

Park Memorial Institute) 1640 (Sigma),

medium kultur (penumbuh) RPMI 1640

yang mengandung Fetal Bovin Serum

(FBS) 10% (Gibco), fungizon 0,5 % (v/v)

(Gibco) dan antibiotik Penisilin-

Streptomisin 1% (v/v) (Gibco),

phosphate buffered saline (PBS) 20 %

107

Page 108: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

(Sigma), reagen MTT (3-(4,5-dimethyl

thiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium

bromide) 5 mg/mL PBS (Sigma), reagen

Stopper yaitu Sodium Dodecyl Sulphate

(SDS) 10 % dalam HCl 0,01 N (Merck)

dan doxorubicin (Gibco).

Alat

Alat yang digunakan adalah

ekstraktor soxhlet, rotary evaporator,

autoclave, cawan porselin, inkubator CO2

(Heraeus), tangki nitrogen cair, tabung

conical steril (Nunclone), sentrifuge

Sigma 3K12 (B. Braun Biotech

International), timbangan analitik (AND

GF-2000), timbangan elektrik kapasitas

1200g (Shimadzu), lemari pendingin,

vorteks (Genie), laminar air flow cabinet

(Nuaire), tissue culture flask (Iwaki),

mikropipet (Nichipet ex), blue tip,

yellow tip, tabung eppendorf, ELISA

reader (Benchmark), 96-well plate

(Iwaki), tabung eppendorf, inverted

(Axiovert 25) dan kamera digital

(Canon).

Uji sitotoksisitas dengan metode MTT (Microculture Tetrazolium)

Suspensi sel mieloma sebanyak

100 μl dengan kepadatan 3 x 104 sel/100

μl media didistribusikan ke dalam

sumuran-sumuran pada 96-well plate dan

diinkubasi selama 24 jam. Setelah

diinkubasi, ke dalam sumuran dimasukan

100 μl larutan uji pada berbagai seri

konsentrasi. Sebagai kontrol positif

ditambahkan 100 μl doxorubicin pada

berbagai seri konsentrasi ke dalam

sumuran yang berisi 100 μl suspensi sel.

Sebagai kontrol sel ditambahkan 100 μl

medium kultur ke dalam sumuran yang

berisi 100 μl suspensi sel dan sebagai

kontrol pelarut ditambahkan 100 μl

DMSO ke dalam sumuran yang berisi

100 μl suspensi sel dengan delusi yang

sesuai dengan delusi konsentrasi larutan

uji, kemudian diinkubasi selama 24 jam

dalam inkubator dengan aliran 5 % CO2

dan 95 % O2. Pada akhir inkubasi, media

kultur dibuang lalu ditambahkan 10 μl

larutan MTT (5 mg/mL PBS), kemudian

sel diinkubasi selama 3-4 jam. Reaksi

MTT dihentikan dengan penambahan

reagen stopper SDS (100 μl). Microplate

berisi suspensi sel diseker ± 5 menit

kemudian dibungkus dengan aluminium

foil dan diinkubasi selama 1 malam pada

suhu kamar. Hasil pengujian dibaca

dengan ELISA reader pada panjang

gelombang 595 nm (Ola et al., 2008; Mae

et al., 2000).

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil

pembacaan ELISA reader (λ = 595 nm)

berupa absorbansi masing-masing

sumuran dikonversikan dalam %

kematian sel dengan rumus:

Kematian sel (%) = A –B x 100 %

C

108

Page 109: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Keterangan : A = OD kontrol sel-OD kontrol media B = OD sampel-OD kontrol media C = OD kontrol - OD kontrol media

Persentase kematian sel diubah ke

dalam nilai probit, kemudian dibuat

hubungan antara log konsentrasi (X) dan

nilai probit (Y) sehingga diperoleh

persamaan regresi linier untuk

menghitung harga LC50 dengan

menggunakan analisa probit (Cassaret &

Doull, 1971). Selanjutnya data dianalisis

dengan ANOVA satu arah untuk

mengetahui adanya perbedaan yang

signifikan antar kelompok perlakuan. Jika

terdapat perbedaan yang nyata,

dilanjutkan dengan uji Least Significant

Difference (LSD). Kedua uji tersebut

dilakukan pada taraf kepercayaan 95 %

dengan menggunakan program SPSS 13.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji sitotoksisitas dilakukan untuk

mendeteksi aktivitas senyawa antikanker

yang terkandung di dalam kulit buah

jambu mente dengan menggunakan

kultur sel. Dalam penelitian ini

digunakan sel mieloma (Myeloma cell

line). Myeloma cell line menyerupai sel

tumor induk, di mana keduanya dapat

memproduksi gama globulin (IgG-2b)

yang memiliki rantai dimer dan rantai

bebas. Waktu pembelahan sel ± 19 jam,

menunjukkan karateristik struktur plasma

sel dan seperti halnya sel tumor induk

berisi virus tipe A. Sel ini menghasilkan

5-6 μg IgG-2b/sel/menit (Anonim, 1983).

Metode uji sitotoksisitas yang

digunakan adalah metode MTT yang

mempunyai beberapa keuntungan yaitu

cepat, sensitif, akurat, efektif dan hemat

karena beberapa tes dapat dilakukan

sekaligus. Uji sitotoksisitas dengan

metode MTT didasarkan pada

kemampuan enzim dehidrogenase

mitokondrial sel yang hidup untuk

mereduksi substratnya yaitu garam

tetrazolium (MTT) (3-(4,5-dimethyl

thiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium

bromide). MTT berwarna kuning yang

larut air direduksi menjadi formazan

berwarna ungu/biru tua yang tidak larut

air (Castell & Lechon, 1997; Doyle &

Griffiths, 2000).

Kristal formazan dapat menembus

membran sel dan terakumulasi di dalam

sel sehat. Jumlah produk formazan secara

langsung proporsional dengan jumlah sel

hidup. Formazan intrasel tersebut dapat

dilarutkan dengan penambahan SDS

(Sodium dodecyl sulphate) 10%. Sel mati

mitokondrianya tidak mampu berespirasi

sehingga tidak dapat mereduksi reagen

MTT. Akibatnya pada sel mati tidak

terbentuk formazan yang berwarna ungu,

tetapi warnanya tetap kuning (Gambar 1).

109

Page 110: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 1. Pembentukan kristal formazan pada sel hidup (bars = 100μm)

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa persentase kematian sel mieloma

yang diberi perlakuan dengan ekstrak

kulit buah jambu mente lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol (tanpa

perlakuan). Persentase kematian sel

meningkat sejalan dengan peningkatan

konsentrasi ekstrak. Hasil uji LSD

(ά=0,05) pada uji sitotoksisitas tersebut

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan antara kelompok kontrol

dengan perlakuan (Tabel 1). Hal ini

membuktikan bahwa ekstrak kulit buah

jambu mente bersifat toksik terhadap sel

mieloma.

Tabel 1. Persentase kematian sel mieloma dengan perlakuan ekstrak kulit buah jambu mente (Anacardium occidentale L.)

Konsentrasi (μg/mL)

% Kematian Sel (Metode MTT)

400 83,63a 200 77,81ab 100 61,60bc 50 50,25cd 25 37,60d

12,5 31,70d 0 0f

Angka yang diikuti dengan huruf yang

sama tidak berbeda nyata (ά=0,05)

Hasil konversi persentase

kematian sel ke dalam tabel probit

selanjutnya dibuat grafik regresi linier

untuk menghitung LC50. LC50 adalah

konsentrasi yang dapat menimbulkan

kematian pada 50 % populasi pada sel

yang sama dalam waktu tertentu dan

kondisi percobaan yang sesuai. LC50

digunakan sebagai parameter untuk

mengevaluasi potensi sitotoksisitas

sampel uji terhadap sel mieloma.

Pada gambar 2 dapat dilihat

bahwa grafik yang terbentuk adalah

linier. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin besar konsentrasi ekstrak, maka

semakin besar juga persentase kematian

sel mieloma. Nilai LC50 pada uji

sitotoksisitas tersebut adalah 49,792

μg/mL dan angka tersebut mendekati

konsentrasi 50 μg/mL. Menurut Meyer et

al., (1982), suatu senyawa bersifat

sitotoksik bila LC50 lebih kecil dari 1000

Sel hidup

Sel mati

110

Page 111: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

μg/mL, Jadi, semakin kecil nilai LC50

maka tingkat ketoksikan suatu senyawa

semakin besar.

y = 0,9956x + 3,3103R2 = 0,9751

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

LOG KONSENTRASI g/ml)

PR

OB

IT

Gambar 2. Grafik regresi linier hasil uji

sitotoksisitas ekstrak etanol kulit buah jambu mente

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit

buah jambu mente bersifat toksik

terhadap sel mieloma. Senyawa aktif

yang diduga berperan dalam aksi

sitotoksisitas adalah komponen fenol

yaitu asam anakardat, kardanol dan

kardol (Ola et al., 2008). Hal ini

didukung oleh penelitian Trevisan et al.,

(2005) yang menyatakan komponen fenol

di dalam cairan kulit buah jambu mente

juga mempunyai kapasitas sebagai

antioksidan. Antioksidan mempunyai

kemampuan menghambat reaksi oksidasi

oleh radikal bebas yang menjadi salah

satu pemicu penyakit kanker.

Berdasarkan penelitian Kubo et

al., (1993b), komponen fenol yang

terdapat di dalam buah semu, buah dan

cairan kulit buah jambu mente

mempunyai gugus alkyl yang panjang

(C15) dengan lebih dari 3 ikatan ganda

pada rantai samping. Hal inilah yang

diduga dapat meningkatkan aktivitas

sitotoksisitasnya. Komponen fenol

tersebut juga dapat menginduksi

kematian sel kanker (apoptosis).

Apoptosis merupakan salah cara yang

efisien dalam proses kemoterapi kanker.

Proses apoptosis diawali dengan

terkondensasinya kromatin di dalam

nukleus menjadi suatu masa yang padat

dan DNA terfragmentasi kemudian

sitoplasmanya menyusut. Selanjutnya

terjadi pelekukan (blebbing) pada

membran sel. Organel sel dan DNA yang

telah terfragmentasi menyebar menuju ke

lekukan-lekukan membran sel

membentuk badan apoptosis yang akan

difagosit oleh makrofag (Rang et al.,

2003).

Untuk mengevaluasi keberhasilan

uji sitotoksisitas, maka digunakan

pembanding sebagai kontrol positif yaitu

doxorubicin. Doxorubicin secara medis

digunakan sebagai obat kanker. Pada

Tabel 2 berikut ini, terlihat bahwa

kematian sel mieloma akibat pemberian

doxorubicin dimulai pada konsentrasi

3,125 μg/mL dengan persentase kematian

sebesar 30,21 %. Persentase kematian sel

mieloma meningkat terus sampai dengan

111

Page 112: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

konsentrasi tertinggi yaitu 100 μg/mL

sebesar 78,08 %. Hal ini dapat dibuktikan

dengan grafik regresi yang berbentuk

linier (Gambar 3). Hasil uji ANAVA

(ά=0,05) adalah signifikan, tetapi hasil uji

LSD menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan nyata antara konsentrasi 100

dan 50 μg/mL serta 12, 5 dan 6,25

μg/mL. Sedangkan antara konsentrasi

lainnya terdapat perbedaan yang nyata.

Tabel 2. Persentase kematian sel mieloma dengan perlakuan doxorubicin

Konsentrasi (μg/mL)

% Kematian Sel (Metode MTT)

100 78,08a

50 73,93a

25 63,55b

12,5 50,86c

6,25 44,98c

3,125 30,21d

0 0e Angka yang diikuti dengan huruf yang

sama tidak berbeda nyata (ά=0,05)

y = 0,8732x + 4,0441

R2 = 0,9804

0

1

2

3

4

5

6

7

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

LOG KONSENTRASI (g/ml)

PR

OB

IT

Gambar 3. Grafik regresi linier hasil uji sitotoksisitas dengan doxorubicin

Aksi sitotoksik doxorubicin antara

lain dengan mengikat DNA dan

menghambat sintesis DNA maupun

RNA. Selain itu juga menghambat

aktivitas enzim topoisomerase II dengan

cara membentuk kompleks dengan DNA.

Enzim topoisomerase II adalah enzim

yang mampu berikatan dengan DNA

untuk membuka rantai ganda DNA.

Terbentuknya kompleks DNA-

topoisomerase II menyebabkan

terganggunya kerja enzim sehingga

merusak DNA yang dapat memicu

terjadinya apoptosis. Doxorubicin juga

dapat menginduksi terbentuknya radikal

bebas yaitu reactive oxigen species

(ROS) yang akan menginisiasi

serangkaian reaksi yang merusak struktur

sel sehingga sel mengalami kematian

(Govaze et al., 2001; Rang et al., 2003).

Berdasarkan hasil perhitungan,

LC50 pada uji sitotoksisitas dengan

doxorubicin adalah 12,436 μg/mL. Nilai

LC50 tersebut lebih kecil jika

dibandingkan dengan perlakuan dengan

ekstrak yaitu 49.792 μg/mL. Namun hasil

penelitian ini telah membuktikan bahwa

ekstrak etanol kulit buah jambu mente

berpotensi dikembangkan sebagai

senyawa antikanker. Oleh karena itu

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan mengisolasi komponen fenol dan

diujikan pada sel mieloma atau sel kanker

112

Page 113: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

lainnya untuk melihat efek sitotoksiknya

pada konsentrasi yang lebih kecil.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit

buah jambu mente (Anacardium

occidentale L.) mempunyai aktivitas

sitotoksisitas terhadap sel mieloma

dengan LC50 sebesar 49.792 μg/mL

sehingga berpotensi dikembangkan

sebagai salah satu senyawa antikanker.

113

Page 114: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1983. American Type Culture Collection Catlog of Strain II. 4th edition. Liss.Inc., New York.

Abbas, A. K., and A. H. Lichtman. 2005. Celluler and Molecular Immunology. 5th edition.

Elsevier Inc., Saunders. USA. Castell, J. V., and M. J., Lechon. 1997. Invitro Methods in Pharmaceutical Research.

Academic Press, London. Cavalcante, A. A. M., G. Rubensam, B. Erdtmann, M. Brendel, J. A. P. Henriques., 2005.

Cashew (Anacardium occidentale) Apple Juice Lowers Mutagenicity of Aflatoxin B1 in S. typgimurium TA102. J. Genet. Mol. Biol. 28 (2): 1415-4757

Doyle, A., dan J. B. Griffiths., 2000. Cell and Tissue Culture for Medical Research. John

Wiley and Sonc Inc., New York. Govaze, V. R.,, M. E. Mirautt, S. P. Carpentier, R. Salvaire, T. Levade, N. A. Abadie.,

2001. Glutathione Oxidase-I Overexpression Prevents Ceramide Production and Partially Inhibits Apoptosis in Doxorubicin Treated Human Breast Carcinoma Cells. J. Mol. Pharmacol. 60 (3): 488-496

Kresno, S. B., 1996. Imunologi; Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Penerbit Fakultas

Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta. Kubo, I., M. Ochi, P. C. Vieira and S. Komatsu., 1993b. Antitumor Agens from the

Cashew (Anacardium occidentale) Apple Juice. J. Agric. Food Chem. 41: 1012-1015. Mader, S. S., 2006. Human Biology. 9th ed. McGraw-Hill Companies, Inc., New York. Meyer, , B. N., N. R. Ferrigni, J. E. Putnam, L. B. Jacobsen, D. E. Nichols, J. L.

McLaughlin., 1982. Brine Shrimp; A Convinient General Bioassay for Active Plant Constituent. Planta Med. 45: 31-34

Ola, A. R. B., Ikawati, Z., Sismindari, E. D. Meye, B. D. Tawa., 2008. Identifikasi

Molekuler dan Aktivitas Antikanker Alkil Fenol Dari Minyak Kulit Buah Jambu Mete (Anacardium occidentale, L.) Asal Pulau Timor. J. Farmasi Indonesia. 19 (3): 142-143

Rang, H. P., M. M. Dole, J. M. Ritter, P. K. Moore., 2003. Pharmacology. 5th ed. Churcill

Livingstone, New York. Sagar, L., 2005. Intro to Myeloma, http://www Multiple Myeloma, org/, diakses 7 April

2008 Trevisan, M. T. S., B. Pfundstein, R. Haubner, G. Wurtele, B. Spiegelhalder. H, Bartsch,

R. W. Owen., 2006. Characterization of Alkyl Phenols in Chasew (Anacardium occidentale) Products and Assay of Their Antioxidant Capacity. J. Food Toxy. 44: 188-197

114

Page 115: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

VALIDASI ATURAN SISTEM PAKAR DIAGNOSIS KERUSAKAN HANDPHONE

Sebastianus Adi Santoso Mola Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

ABSTRACT

This research is intended to ensure the reliability of expert system in problem solving by checking against the rules. There are two kinds of checking of expert system rules: rules consistency checking and rules completeness checking. Consistency checking ensures rules do not subsumed, not contradictory and do not refer to each other. Completeness checking guarantees every rule and clauses can be achieved and have the correct attribute value. The entire process of checking these rules ensure the validation of each rule in an expert system.

Keywords: expert system, rules consistency checking, rules completeness checking

Sistem pakar merupakan program

komputer yang memiliki derajat

kepakaran tertentu dalam pemecahan

masalah pada domain permasalahan

tertentu yang dapat dibandingkan dengan

kepakaran manusia [Ignizio, 1991]. Lebih

jauh lagi, sistem pakar bahkan dapat

dianggap sebagai sebuah model dan

prosedur-prosedur yang memperlihatkan

kepakaran dalam memecahkan persoalan

tertentu. Dalam sistem pakar bebasis

aturan, pengetahuan yang

merepresentasikan kepakaran disimpan

dalam aturan-aturan. Aturan-aturan

tersebut disimpan dalam sebuah basis

pengetahuan yang dapat saja disimpan

dalam sebuah basis data yang selain

memuat premis dan konklusi juga

memuat aturan yang menghubungkan

premis dan konklusi tersebut.

Sistem pakar diagnosis kerusakan

handphone [Mola, 2010] memperlihatkan

penggunaan basis pengetahuan sebagai

bagian vital dalam pengembangan sebuah

sistem pakar. Basis pengetahuan ini

memuat data tipe handphone, data gejala,

data solusi dan data aturan. Data aturan

merangkai data gejala sebagai premis

aturan dan data solusi sebagai konklusi

aturan untuk setiap jenis handphone.

Basis pengetahuan ini disimpan dalam

bentuk sebuah basis data dan setiap jenis

data (tipe handphone, hejala dan solusi)

maupun data aturan dimanifestasikan

dalam bentuk tabel database. Basis

pengetahuan dari sistem pakar ini

dirangkai dari relasi antartabel yang

memperlihatkan kontribusi dari setiap

data gejala dan solusi dalam membentuk

pengetahuan yang berupa aturan pada

basis data.

115

Page 116: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Penelitian ini merupakan kelanjutan

dari penelitian sebelumnya [Mola, 2010]

dimana dalam penelitian ini digunakan

basis pengetahuan yang sama dengan

penelitian sebelumnya. Penelitian ini

bertujuan untuk menyediakan sarana

validasi aturan bagi system pakar

diagnosis kerusakan handphone untuk

menjamin pengetahuan yang disimpan

dalam basis pengetahuan selalu valid

walaupun terjadi perubahan basis

pengetahuan baik berupa penambahan

pengetahuan baru (jenis handphone baru,

jenis kerusakan baru) maupun perubahan

pengetahuan yang sudah ada

(pembeharuan pengetahuan).

MATERI DAN METODE

Validasi dalam sistem berbasis

aturan mencakup 2 macam pengecekan

[Ignizio, 1991] yakni pengecekan

konsistensi dan pengecekan kelengkapan.

Pengecekan konsistensi meliputi:

pengecekan akan adanya redundant rules,

conflicting rules, subsumed rules,

unnecessary premise clauses, dan

circular rules. Pengecekan kelengkapan

meliputi: unreferenced attribute values,

illegal attribute values, unachievable

intermediate conclusions, unachievable

final conclusions, or goals, dan

unachievable premises.

Pengecekan Konsistensi

Apabila bagian konklusi aturan 1

adalah bagian dari konklusi aturan 2

(C(1) C(2)) sedangkan keduanya

memiliki klausa premis yang sama (P(1)

= P(2)) maka aturan 1 disebut aturan

yang berlebihan (redundant). Aturan 1

disebut sebagai aturan yang redundant

jika terdapat aturan 2 apabila:

P(1) = P(2) AND C(1) C(2)…..(1)

Contohnya:

Aturan 1: IF A = X AND B = Y

THEN C = Z

Aturan 2: IF A = X AND B = Y

THEN C = Z AND D = W.

Dua aturan dikatakan saling

bertentangan (conflict) apabila memiliki

klausa premis yang sama (P(1) = P(2))

namun mempunyai konklusi yang

berbeda C(1) ≠ C(2)). Misalnya:

Aturan 1: IF A = X AND B = Y

THEN C = Z

Aturan 2: IF A = X AND B = Y

THEN C = W.

Pada contoh tersebut aturan 1 dan 2

memiliki premis yang sama namun

konklusinya berbeda. Secara formal,

aturan 1 dikatakan bertentangan dengan

aturan 2 apabila:

P(1) = P(2) AND C(1) ≠ C(2)….(2).

Sebuah aturan dikatakan

tercakup/termasuk (subsumed) dalam

aturan lain jika kedua aturan tersebut

memiliki konklusi yang sama (C(1) =

116

Page 117: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

C(2)) namun aturan pertama memiliki

klausa premis tambahan (Ignizio, 1991).

Pada contoh berikut ini aturan 1 termasuk

dalam aturan 2:

Aturan 1: IF A = X AND B = Y

THEN C = Z

Aturan 2: IF A = X THEN C = Z

Aturan 1 tercakup dalam aturan 2

apabila:

C(1) = C(2) AND P(1) P(2)….(3).

Pengecekan unnecessary premise

dilakukan untuk mengetahui adanya

aturan-aturan yang menghasilkan

konklusi yang sama namun memiliki

sebagian premis yang bertentangan

(Ignizio, 1991). Misalkan terdapat dua

aturan berikut:

Aturan 1: IF A = X AND B = Y

THEN C = Z

Aturan 2: IF A = X AND NOT B

= Y THEN C = Z.

Klausa premis B = Y pada aturan 1 dan

NOT B = Y pada aturan 2 dapat

diabaikan karena saling bertentangan.

Konklusi dapat tercapai tanpa

memertimbangkan nilai dari atribut B.

Aturan 1 dan 2 memiliki klausa premis

yang tidak diperlukan apabila (Ignizio,

1991):

C(1) = C(2) AND some P(1) conflict

with some P(2)…………………..(4).

Beberapa aturan dikatakan

merupakan circular rules jika penalaran

dari aturan-aturan ini menghasilkan loop

atau cycle (Ignizio, 1991). Hal ini dapat

dilihat pada contoh aturan berikut:

Aturan 1: IF A = X THEN B = Y

Aturan 2: IF B = Y AND C = Z

THEN DECISION = YES

Aturan 3: IF DECISION = YES

THEN A = X

dimana ketiga aturan ini akan membentuk

loop (aturan 1 aturan 2 aturan 3

aturan 1, aturan 2 aturan 3 aturan 1

aturan 2, aturan 3 aturan 1

aturan 2 aturan 3).

Proses pengecekan unreferenced

attribute values merupakan pengecekan

nilai suatu nilai atribut namun tidak

pernah digunakan dalam aturan.

Contohnya, nilai atribut sebuah premis

dibedakan menjadi 3 yakni tinggi, sedang

dan rendah, dan terdapat 2 aturan dalam

pengetahuannya yaitu:

aturan 1: IF ketertarikan tinggi THEN

investasi dalam saham

aturan 2: IF ketertarikan rendah THEN

investasi dalam barang.

Dari kedua aturan tersebut, nilai referensi

sedang tidak pernah digunakan. Hal ini

berarti bahwa mungkin ada premis yang

hilang, ada aturan yang hilang, atau

atribut referensi sedang harus dibuang

dari daftar atribut referensi.

Pengecekan illegal attribute

values dapat dilakukan dengan

mencocokan nilai atribut setiap aturan

dengan nilai referensinya. Jika ada nilai

117

Page 118: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

atribut yang tidak ada referensinya maka

nilai atribut tersebut ilegal. Seperti pada

contoh sebelumnya, jika terdapat:

aturan 3: IF ketertarikan tinggi AND

inflasi ting THEN investasi pada emas

maka aturan ini mempunyai nilai atribut

ting yang tidak mempunyai referensi

(ilegal).

Jika sebuah aturan mempunyai

konklusi intermediate dan konklusi dari

aturan tersebut tidak terdapat pada premis

aturan lain maka aturan tersebut

dikatakan memiliki unachievable

intermediate conclusion.

Sebuah goal akhir (final

conclusion) dikatakan tidak dapat dicapai

(unachievable) jika:

1. tidak ada query untuk premis dari

goal tersebut

2. dan premis dari goal tersebut tidak

berasal dari goal aturan lain.

Sebuah premis aturan (rule premise)

dikatakan tidak dapat dicapai

(unachievable) jika:

1. tidak ada query untuk premis tersebut

2. dan premis dari goal tersebut tidak

berasal dari goal aturan lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengecekan Redundant Rules

Tidak ditemukan adanya aturan

yang berlebih pada sistem ini. Hal ini

berarti tidak ada aturan-aturan pada

sistem ini yang memiliki premis yang

sama namun menghasilkan konklusi yang

saling mencakup satu sama lain. Hasil

pengecekan aturan-aturan berlebih dapat

dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Hasil pengecekan aturan-aturan berlebih

Pengecekan Conflicting Rules

Pengecekan aturan-aturan yang

bertentangan pada sistem pakar ini

menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat

2 aturan yang saling bertentangan.

Aturan-aturan itu adalah aturan ATR017

dan ATR018 untuk jenis kerusakan

RSK01 (HP tidak dapat hidup/HP mati)

untuk handphone seri 33XX. Aturan

ATR017 memiliki premis yang sama

dengan ATR018 namun kedua aturan ini

memliki solusi yang berbeda yakni

ATR017 memilki solusi SLS017 dan

ATR018 memilki solusi SLS018.

Gambar 3 memperlihatkan hasil

pengecekan aturan-aturan yang

bertentangan.

118

Page 119: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 2. Hasil pengecekan aturan-aturan yang saling bertentangan

Pengecekan Subsumed Rules

Aturan-aturan yang saling

mencakup ini dapat dicek dengan

memilih opsi subsumed rules. Hasil

pengecekan memperlihatkan bahwa

aturan ATR015 mencakup aturan

ATR019. Hal ini dibuktikan dengan

premis dari aturan ATR015 mencakup

premis dari aturan ATR019 sedangkan

keduanya memeliki solusi yang sama

yakni SLS019. Kedua aturan ini terdapat

pada jenis kerusakan RSK01 untuk tipe

handphone 33XX.

Gambar 3. Hasil pengecekan aturan-aturan yang saling mencakup

Pengecekan Unnecessary Premis Clausa

Hasil yang diperoleh setelah

dilakukan pengecekan dengan fasilitas ini

adalah bahwa premis GJL021 pada aturan

ATR003 dan ATR025 merupakan

gejala/klausa yang tidak diperlukan

dalam pembentukan premis pada aturan

ATR003 dan ATR025. Kondisi saling

bertentangan dari klausa premis pada

kedua aturan ini menyebabkan hal

tersebut. Pada premis aturan ATR003

terdapat klausa NGJL021 sedangkan

pada ATR025 terdapat klausa YGJL021.

Kedua klausa ini saling bertentangan

karena yang satu menuntut perpenuhinya

gejala GJL021 sedangkan yang lain

meningkarinya. Gambar 4

memperlihatkan hasil pengecekannya.

Gambar 4. Hasil pengecekan klausa premis yang tidak diperlukan

Pengecekan Circular Rules

Pengecekan circilar rules tidak

menunjukan adanya aturan-aturan pada

sistem ini yang saling merujuk satu sama

lain. Hasilnya dapat dilihat pada gambar

5.

119

Page 120: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

Gambar 5. Hasil pengecekan circular rules

Pengecekan Unachivable Premis

Hasil yang sama dengan

pengecekan circular rules ketika

dilakukan pengecekan pengecekan

premis-premis yang tidak terjangkau.

Artinya, semua premis dalam sistem ini

menjadi bagian dari aturan.

Gambar 6. Hasil pengecekan premis yang tidak terjangkau

Pengecekan Unachivable Goals

Hasil pengecekan membutikan

bahwa semua solusi yang ada pada sistem

pakar ini dapat dicapai melalui aturan-

aturan dari sistem. Gambar 7

memperlihatkan hasil pengecekannya.

Gambar 7. Hasil pengecekan unachivable goals

Pengecekan Unachievable Intermediate Goals

Pengecekan unachievable

intermediate goals tidak menemukan

adanya intermediate goals yang tidak

dapat dijangkau. Hal ini disebabkan oleh

tidak digunakannya intermediate golas

pada sistem ini. Semua goals yang

digunakan merupakan solusi final atas

kerusakan handphone. Hasil pengecekan

ini terdapat pada gambar 8.

Gambar 8. Hasil pengecekan unachievable intermediate goals

Pengecekan Unachievable Attribute Value dan Illegal Attribute Value

Untuk kedua pengecekan ini tidak

ditemukannya nilai atribut yang tidak

dapat dijangkau maupun nilai atribut

120

Page 121: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

yang ilegal. Dalam sistem pakar ini, tidak

digunakannya nilai atribut yang bukan

merupakan fungsi fuzzy. Gambar 9, dan

gambar 10 menunjukkan hasil kedua

pengecekan ini.

Gambar 9. Hasil pengecekan unachievable attribute value

Gambar 10. Hasil pengecekan illegal attribute value

SIMPULAN

Sistem pakar deteksi kerusakan

handphone merupakan sistem pakar

berbasis aturan dimana pengetahuan dari

sistem ini disajikan dalam bentuk aturan-

aturan. Implementasi basis pengetahuan

ini diwujudkan dalam bentuk basis data.

Setiap elemen pengetahuan baik tipe

handphone, jenis kerusakan, gejala, solusi

dan aturan disajikan dalam bentuk tabel

dan relasi antartabel.

Untuk menjamin kehandalan dari

sistem pakar ini, dibuatlah sebuah

fasilitas pengecekan konsistensi dan

kelengkapan aturan. Hal ini dimaksudkan

agar setiap aturan memiliki kontribusi

yang unik dalam basis pengetahuan

sistem. Selain itu, setiap klausa

pembentuk aturan harus dijamin

digunakan dalam minimal satu aturan.

Pengecekan kelengkapan aturan

berfungsi untuk meminimalisir

kekurangan pengetahuan dalam inferensi

karena tidak diikutkannya sebuah aturan

dalam inferensi akibat dari tidak

terpicunya aturan tersebut karena

kesalahan referensi nilai atribut.

Dari hasil pengecekan pada basis

pengetahuan dari sistem pakar ini

diperoleh hasil sebagai berikut:

pengecekan konsistensi aturan berhasil

untuk semua jenis pengecekan

konsistensi, pengecekan kelengkapan

aturan untuk unachievable intermediate

goals, unachievable attribute value, dan

illegal attribute value tidak dapat

memberikan hasil karena tidak

digunakannya intermediate goals dalam

sistem pakar dan nilai atribut dari setiap

klausa tidak disajikan dalam variabel

lingistik yang bersifat fuzzy.

Untuk dapat mengecek

kelengkapan aturan pada jenis

121

Page 122: Volume 10 nomor 1 a april 2011

Jurnal MIPA FST UNDANA, Volume 10, Nomor 1A, April 2011

pengecekan unachievable intermediate

goals, unachievable attribute value, dan

illegal attribute value maka sistem pakar

ini dapat dikembangkan sehingga nilai

klausa yang dapat diterima tidak hanya

berupa nilai crisp namun juga fuzzy.

DAFTAR PUSTAKA

Arman, M., Djanis Budi. 2004. Cara Praktis Mamperbaiki Ponsel. Gava Media. Yogyakarta.

Donel, Hendri. 2005. Kupas Tuntas Hardware handphone. Penerbit Vyctoria. Semarang. Giarratano, Joseph. 1993. Expert System, Principle and Programming, Second Edition.

PWS-Kent Publishing Company, Boston. Ignizio, James P. 1991. Introduction to Expert System, The Development and

Implementation of Rule-Based Expert System. McGraw-Hill, Inc. New York. Mola, Sebastianus A.S., 2010., Implementasi Backward Baseline Chaining pada Sistem

Pakar Diagnosis Kerusakan Handphone, Jurnal MIPA Undana volume 8 nomor 1, April 2010 ISSN 0216-583XX.

Mulyanta, Edi S. 2005. Kupas Tuntas Telepon Seluler Anda. Penerbit Andi. Yogyakarta. Turban, Efraim and Jay E. Aronson. 2000. Decision Support Systems and Intelligent

Systems. Prentice Hall Inc. New Jersey.

122