Vol 9 No 2_copy.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    1/4648

    J. Pijar MIPA, Vol. IX No.2, September : 48 - 55

    ISSN 1907-1744

    MONITORING DAN EVALUASI PROSES PERKULIAHAN DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP

    UNIVERSITAS MATARAM PADA SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2013/2014

    I Gde Mertha1, Agil Al Idrus1, M. Liwa Ilhamdi1, I Putu Artayasa1, dan I Wayan Merta1

    1Program Studi Pendidikan BiologiFKIP Universitas Mataram

    E-mail: [email protected]

    Abstrak :  Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah melakukan kegiatan monitoring dan

    evaluasi terhadap proses perkuliahan di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unram sebagai usaha untuk

    meningkatkan mutu perkulihan di Prodi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptip, dengan

    populasi seluruh dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unram yang mengajar pada semester genap tahun

    2013/2014 yang bejumlah 29 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sampel populasi. Data diperoleh

    dengan menggunakan instrumen angket diberikan kepada dosen untuk melihat kesiapan mengajar serta

    keterlaksanaan perkuliahan dan kepada mahasiswa untuk mengungkapkan tentang pelaksanaan proses

    perkuliahan. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, selanjutnya dideskripsikan. Kesimpulan dalam

    penelitian ini bahwa respon mahasiswa terhadap proses perkuliahan menunjukkan kualitas ketercapaian

    berkategori baikdan sangat baik 65,57%, cukup baik/sedang27,05%, dan kurang 6,29%.

       Kata kunci: : monitoring dan evaluasi,mutu perkuliahan, respon

    Abstract : The aim of this research are monitoring and evaluating the lecturing process in biologys

    department in teacher training and education faculty as the efforts to increase its quality. Methods used in this

    research is descriptive, with population of all lecturers in biologys department in faculty of teacher training and

    education of mataram University that teach in year of 2013/2014 in total of 29 lecturers. Samples of this research

    are getting by using questionnaire given to all 29 lecturers to see how ready are them to teach and lecturing

    implementation, as well to students to express how the learning process run. Data were analysed by qualitative

    and quantitative ways, then fully described. The results of this research revealed that the students responds

    toward teaching process are in good category and very good category 65,57%, good enough 27,05%, and poor

    6,29%.

    Keywords : monitoring and evaluating, lecturing quality, responds

    1. PENDAHULUAN

    Kondisi sekarang ini menunjukkan terjadinya perubahan

    yang sangan pesat dalam berbagai bidang termasuk dalam

     bidang pendidikan sebagai akibat dari kemujuan ilmu

     pengetahuan dan teknologi. Akibat dari kemajuan tersebut

    dan akibat dari isu persaingan global termasuk persaingan

    dalam bidang tenaga kerja menyebabkan banyak orang

    dari berbagai profesi berlomba-lomba meningkatkan

     profesionalmenya. Sebagai seorang yang beker ja di perguruan tinggi, dosen juga dituntut untuk meningkatkan

     profesionalsmenya. Pengertian profesionalisme adalah

    sebagai komitmen para anggota suatu profesi, dalam hal

    ini sebagai dosen, untuk meningkatkan kemampuan

     profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan

    strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan

     pekerjaan sesuai dengan profesinya [1].

    Tugas dosen sesuai dengan tuntunan tr i darma

     perguruan tinggi adalah melakukan penelitian, pengajaran,

    dan pengabdian pada masyarakat. Khusunya dalam

     bidang pengajaran berbagai upaya harus dilakukan untuk 

    meningkatkan profesionalismenya. Peningkatan

     profesionalime tersebut dilakukan secara sinergi baik oleh

    institusi tempat mereka bekerja maupun oleh dosen

     bersangkutan, dilakukan baik secara berkelompok 

    maupun perorangan. Upaya yang telah dilakukan untuk 

    meningkatkan profesionalme dosen dalam bidang

     pengajaran adalah meningkatkan proses pembelajaran

    melalui perbaikan perangkat pembelajaran, metode

    mengajar, dan peningkatan mutu media pembelajaran[2].Upaya perbaikan ini tidak akan bermanfaat banyak bila

    tidak diikuti dengan kegiatan monitoring dan evalusi

    terhadap upaya perbaikan tersebut. Hal ini sesuai dengan

     pendapat Irawan [3]bahwa tidak ada satu pun usaha untuk 

     peningkatan kualitas PBM.

    Berkaitan dengan hal tersebut di atas, sejauh ini

     pelaksanaan monitoring dan evaluasi proses perkuliahan

    di Prodi Pendidikan Biologi FKIP Unram dilakukan oleh

    tim penjamin mutu fakultas, namun sayangnya

    memperbaiki mutu proses belajar mengajar (PMB) yang

    dapat dilakukan dengan baik tanpa disertai langkah

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    2/4649

    Monitoring Dan Evaluasi Proses Perkuliahan.. ... (I G Mertha, Agil Al Idrus, M. L Ilhamdi, I P Artayasa, I W Merta )

    evaluasi [4]. Setidaknya ada tiga manfaat evaluasi dalam

    PBM, yaitu (1) memahami sesuatu, (2) membuat keputusan,

    dan (3) meningkatkan proses tersebut tidak dilakukan

    secara berkelanjutan, padahal dinamika proses belajar 

    mengajar saat ini tidak sepenuhnya sama dengan yang

    dahulu, sehingga data hasil evalusi terbaru sangat

    diperlukan sebagai informasi untuk perbaikan proses

     belajar mengajar saat ini [3]. Diseminasi hasil evaluasi

     proses perkuliahan di Prodi Biologi FKIP Unram terakhir 

    kali dilakukan dalam bentuk presentasi hasil evaluasi

     perkuliahan dihadapan para dosen FKIP Unram pada tahun

    2008, namun dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini,

     publikasi maupun penyampaian hasil evaluasi perkuliahan

    tersebut tidak pernal lagi dilakukan. Berdasarkan uraian

    tersebut di atas maka sekarang ini sangat mendesak 

    dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap proses

     perkulihan di Prodi Biologi FKIP Unram sebagai usaha

    untuk meningkatkan mutu perkuliahan di prodi tersebut.

    2. METODE PENELITIAN

    Penelitian dilakukan di Prodi Biologi FKIP Unram

     pada semester genap yaitu dari bulan Mei sampai dengan

     bulan September 2014. Populasi dan sampel penelitian ini

    adalah seluruh dosen Prodi Pendidikan Biologi Unram

    yang mengajar pada semester genap tahun 2013/2014.

    Instrumen penelitian ini adalah berupa angket

     pelaksanan proses perkuliahan di Prodi Pendidikan Biologi

    FKIP Unram. Angket yang digunakan mengacu pada

    angket kinerja dosen khusunya dalam bidang pengajaran

    yang disusun oleh pusat Penjaminan Mutu Universitas

    Brawijaya tahun 2007 [5] dengan beberapa perubahan yang

    disesuaikan dengan kondisi perkuliahan di FKIP Unram.

    Data diambil dengan mengisi angket, selanjutnya skor 

    angket yang diperoleh dianalisa dengan menghitung rata-

    rata skor pada setiap indikator. Rata-rata skor pada setiap

    indikator selanjutnya akan memberikan petunjuk tentangkualitas proses perkuliahan.

    3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Gambaran Umum Hasil Penelitian.

     

    Hasil monitoring dan evaluasi menunjukkan

     bahwa pelaksanaan proses perkuliahan di prodi pendidikan

    Biologi FKIP Universitas Mataram pada semester Genap

    2013/2014, umumnya telah berjalan dengan baik. Penilaian

    yang diberikan dosen dan mahasiswa, masing-masing

    tampak seperti membentuk kurva normal (Gambar 1).

    Kualitas ketercapaian indikator dengan kategori baik 

     berada pada puncak kurva, yang berarti bahwa responden

    (dosen dan mahasiswa) yang setuju dengan pilihan

    kategori tersebut jumlahnya paling banyak.

    Jumlah dosen dan mahasiswa yang menilai

     bahwa proses perkuliahan berjalan dengan kualitas bagus

    (baik dan sangat baik) lebih banyak dibandingkan dengan

    yang menilai belum berjalan dengan baik (cukup dan

    kurang) (Gambar 1). Sebanyak 77,79% dosen setuju bahwa

     perkuliahan berjalan dengan kualitas bagus (60,51% baik 

    dan 17,28% sangat baik), sedangkan 9,28% dosen belum

    setuju perkuliahan berjalan dengan baik (1,90% kurang

    dan 7,38% cukup). Mahasiswa yang menilai bahwa proses

     perkuliahan berjalan dengan kualitas bagus, yakni 65,67%

    (43,92% baik dan 21,65% sangat baik), sedangkan 33,34%

    menilai perkuliahan belum berjalan dengan baik (27,05%

    cukup dan 6,29% kurang). Jika kedua kelompok data hasil

     penelitian tersebut (respon dosen dan respon mahasiswa)

    yang berada pada kategori normal (baik dan sangat baik)

    tersebut dibandingkan dengan rentang penilaian yang

    umum digunakan dalam menentukan kelulusan mahasiswa,

    maka proses perkuliahan di prodi Biologi FKIP Unram pada

    semester genap 2013/2014 memiliki nilai dengan konversi

    B (rentang 65-71) dan B+ (rentang 72-79).

    Selisih antara jumlah dosen dan jumlah

    mahasiswa yang memilih masing-masing kategori

    ketercapaian proses perkuliahan (sangat baik, baik, cukup,

    dan kurang) berada dibawah 20%. Perbedaan persentase

    tersebut pada masing-masing kategori, yaitu kurang

    (4,39%), cukup (19,67%), baik (16,59%), dan sangat baik (4.37%). Hal ini menunjukkan bahwa penilaian dosen dan

    mahasiswa terhadap proses perkuliahan di prodi Biologi

    hampir sama, karena selisih persentase pada masing-

    masing kategori tidak jauh berbeda.

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    3/4650

    J. Pijar MIPA, Vol. IX No.2, September : 48 - 55

    Komponen Pencapaian Proses Perkuliahan

    Monitoring dan evaluasi ditargetkan pada enam

     pencapaian kinerja dosen dalam proses perkuliahan. Kinerja

    dosen yang dinilai tersebut meliputi: (1) kemampuan dosen

    dalam PBM, (2) kualitas materi perkuliahan, (3) ketersediaan

    dan mutu perangkat pembelajaran, (4) kualitas buku ajar 

    dan petunjuk praktikum, (5) proses evaluasi perkuliahan,

    dan (6) sarana dan prasarana perkuliahan/praktikum. Data

    yang diminta dari responden pada masing-masing penilaian

    tersebut, yakni: kemampuan dosen dalam PBM (oleh

    mahasiswa); ketersediaan dan mutu perangkat

     pembelajaran (oleh dosen), kualitas buku ajar dan petunjuk 

     praktikum (oleh dosen); kualitas materi perkuliahan, proses

    evaluasi perkuliahan, dan sarana dan prasarana

     perkuliahan/praktikum (oleh mahasiswa dan dosen).

    Hasil penilaian kinerja oleh dosen (Gambar 2)

    menunjukkan bahwa kualitas ketercapaian pada kategori

     baik memiliki rata-rata nilai persentase tertinggi pada

    semua komponen yang dinilai. Persentase masing-masing

     

    komponen dalam kategori tersebut, sebagai berikut:

    ketersediaan dan mutu perangkat pembelajaran (60,71%),

    kualitas buku ajar dan petunjuk praktikum (53,57%),

    kualitas materi perkuliahan (57,9%), proses evaluasi

     perkuliahan (64 ,29%), ser ta sarana dan prasa rana

     perkuliahan/praktikum (66,07%). Hal ini berarti bahwa lebih

    dari 50% dari jumlah dosen yang mengajar pada semester 

    genap 2013/2014, telah menjalankan proses perkuliahan

    dengan baik.

    Selain hasil penilaian pada kategori baik, penilaian

     pada kategori sangat baik juga menunjukkan nilai yang

    lebih tinggi dibanding kategori yang lain pada semua

    komponen yang dinilai pada penelitian ini. Persentase

    tertinggi jumlah dosen yang menilai bahwa perkuliahan

     berjalan sangat baik, yaitu pada komponen proses evaluasi

     perkuliahan (29%). Persentase kategori tersebut pada

    komponen yang lainnya kurang dari 29%, yaitu kualitas

     buku ajar dan petunjuk praktikum (23%), kualitas materi

     perkuliahan (20%), ketersediaan dan mutu perangkat

     

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    4/4651

     pembela jar an (8,93%), ser ta sar ana dan prasarana

     perkuliahan/praktikum (5,4%).

    Hasil penilaian dengan kategori cukup/sedang dan kurang

    memiliki persentase kurang dari 20%. Persentase tertinggi

    dosen yang setuju bahwa proses pembelajaran berada

     pada kategori cukup ditemukan pada komponen kualitas

     buku ajar dan petunjuk praktikum (14,3%) dan pada

    komponen sarana dan prasarana perkuliahan/praktikum

    (14,3%). Sedangkan pada komponen yang lain, persentase

    kategori tersebut kurang dari 5%. Dosen yang merespon

     bahwa kualitas perkuliahan masih kurang, tampak cukup

     jelas pada 2 komponen, yaitu proses evaluasi perkuliahan

    (2,38%) serta sarana dan prasarana perkuliahan/praktikum

    (7,14%).

    Berdasarkan data pada Gambar 2 secara umum

    digambarkan bahwa kualitas ketercapaian perkuliahan

    yang berjalan normal (baik dan sangat baik) jauh lebih

    tinggi dibandingkan dengan perkuliahan yang belum

     berjalan normal (cukup dan kurang). Persentase kualitas

    ketercapaian baik dan sangat baik pada masing-masing

    komponen sebagai berikut: proses evaluasi perkuliahan

    93,29% (64,29% baik dan 29% sangat baik), kualitas materi

     perkuliahan 77,9% (57% baik dan 20% sangat baik), kualitas

     buku ajar dan petunjuk praktikum 76,57% (53,57% baik 

    dan 23% sangat baik), sarana dan prasarana perkuliahan/

     praktikum 71.47% (66,07% baik dan 5,4% sangat baik), dan

    ketersediaan mutu dan perangkat pembelajaran 69,64%

    (60,71% baik dan 8,93% sangat baik).

    Hasil penilaian proses perkuliahan oleh

    mahasiswa umumnya menunjukkan kecenderungan data

    yang hampir sama dengan jawaban yang diberikan dosen

    (Gambar 3). Kesamaan tersebut terdapat pada tiga

    komponen penilaian, yaitu kemampuan dosen dalam PBM

    (46,65%), kualitas materi perkuliahan (49,04%), dan proses

    evaluasi perkuliahan (44,45%). Persentase yang ada pada

    masing-masing komponen tersebut merupakan persentasetertinggi jumlah mahasiswa yang memberikan jawaban

     pada kategori baik. Perbedaan antara jawaban yang

    diberikan dosen dengan mahasiswa terletak pada

    komponen sarana dan prasarana perkuliahan/praktikum.

    Sebanyak 66,07% dosen (merupakan persentase

    terbanyak) menganggap bahwa sarana dan prasarana

    tersebut termasuk dalam kategori baik dalam menunjang

     perkuliahan (Gambar 2), namun hal tersebut berbeda cukup

     jauh dengan jawaban yang diberikan mahasiswa, yaitu

    hanya 35,57% mahasiswa setuju komponen tersebut

     berada pada kategori baik. Mahasiswa yang merespon

    komponen tersebut pada kategori cukup (40,88%) dan

    kurang (17,41%) lebih banyak jumlahnya (Gambar 3)

    dibandingkan dengan jawaban yang diberikan dosen,

    yaitu masing-masing 14,3% cukup dan 7,14% kurang

    (Gambar 2). Hal ini diduga karena tidak semua dosen terlibat

    langsung dalam praktikum di laboratorium.

    Berdasarkan data pada Gambar 3 secara umum

    menunjukkan bahwa kualitas ketercapaian perkuliahan

    yang berjalan dengan kualitas bagus (baik dan sangat baik)

    lebih tinggi dibanding perkuliahan yang belum berjalan

    dengan baik (cukup dan kurang), kecuali pada komponen

    sarana dan prasarana perkuliahan/praktikum. Persentase

    kualitas ketercapaian baik dan sangat baik pada masing-

    masing komponen tersebut sebagai berikut: proses

    evaluasi perkuliahan 64,99% (44,45% baik dan 20,54%

    sangat baik), kualitas materi perkuliahan 77,51% (49.04%

     baik dan 28,47% sangat baik), kemampuan dosen dalam

    PBM 78,19% (46,65% baik dan 31,54% sangat baik).

    Kualitas ketercapaian cukup dan kurang yang lebih rendah

    dibanding kualitas ketercapaian baik dan sangat baik, yaitu

     pada komponen proses evaluasi perkuliahan sebesar 

    33,68% (29,23% cukup dan 4,45% kurang), kualitas materi

     perkuliahan 20,26% (18.16% cukup dan 1.66% kurang),

    kemampuan dosen dalam PBM 21.18% (19,51% cukup dan

    1,67% kurang). Jika katergori kualitas ketercapaian

     perkuliahan pada komponen sarana dan prasarana

     perkuliahan/praktikum dibandingkan, maka kualitas

    ketercapaian yang baik dan sangat baik (41.63%) akan lebih

    rendah dibanding kualitas ketercapaian cukup dan kurang

    (58.29%).

    Indikator Komponen Pencapaian Proses Perkuliahan

    Hasil monitoring terhadap persepsi mahasiswa terhadap

    kemampuan dosen dalam PBM (Gambar 4), menunjukkan

     bahwa 51,05% mahasiswa setuju bahwa penguasaan

     

    Monitoring Dan Evaluasi Proses Perkuliahan.. ... (I G Mertha, Agil Al Idrus, M. L Ilhamdi, I P Artayasa, I W Merta )

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    5/4652

    dosen terhadap materi kuliah berada pada kategori baik,

    40,14% mahasiswa setuju pada kategori sangat baik, dan

    8,14% mahasiswa setuju pada kategori cukup.

    Berdasarkan data tersebut, maka 91,19% mahasiswa

    merespon proses perkuliahan di prodi pendidikan Biologi

     pada semester genap 2013/2014 telah berjalan dengan baik 

    dan sangat baik. Data ini didukung kemampuan dosen

    dalam menjelaskan yang juga tergolong tinggi (81,43%)

    yang merupakan gabungan kategori baik (49,96%) dan

    sangat baik (31,47%). Hal ini diduga karena kualifikasi

    akademik dosen yang mengajar pada prodi Biologi FKIP

    Universitas Mataram pada semester genap 2013/2014

    cukup tinggi, yaitu Guru Besar 3 orang, doktor (S-3) 12

    orang, dan magister (S-2) 14 orang.

    Persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen

    dalam bertanya, menunjukkan bahwa 43,80% setuju

    kualitas ketercapaian keampuan tersebut berada pada

    kategori baik, 23,56% pada kategori sangat baik, dan

    29,30% pada kategori cukup (Gambar 4). Berdasarkan data

    tersebut, maka persentase mahasiswa yang merespon

     bahwa kemampuan dosen dalam bertanya berada pada

    kategori baik dan sangat baik, yaitu 67,36%. Data tersebut

    didukung indikator kemampuan dosen berdialog dengan

    mahasiswa, yaitu 41,77% mahasiswa setuju kemampuan

    tersebut berada pada kategori baik, 30,98% pada kategori

    sangat baik, 24,03% pada kategori cukup. Dengan demikian

     persentase jumlah mahasiswa yang merespon bahwa

    kemampuan dosen dalam berdialog dengan mahasiswa

     berada pada kategori baik dan amat baik adalah 72,75%.

    Kemampuan dosen dalam bertanya dan berdialog dengan

    mahasiswa ini memiliki persentase ketercapaian yang

    sedikit lebih rendah pada kategori baik dan sangat baik 

    dibandingkan dengan penguasaan dosen terhadap materi

    kuliah dan kemampaun dosen dalam menjelaskan. Hal ini

    diduga ada hubungannya dengan ketersediaan waktu

    mengajar yang singkat, namun materi yang dismpaikancukup padat, dan juga kondisi ruang dosen yang kurang

    kondusif karena masih terbuka. Hal ini akan mempengaruhi

    kegiatan konsultasi mahasiswa dan dosen. Agar dialog

     berjalan dengan lancar, maka perlu dilakukan penyekatan

    ruang dosen.

     

    Hasil monitoring indikator mutu tugas/latihan (Gambar 5),

    yaitu 55,73% mahasiswa setuju bahwa mutu tugas/latihan

    yang diberikan dosen tergolong baik, 26,70% tergolong

    sangat baik, 15,44% tergolong cukup. Berdasarkan data

    monitoring ini, maka persentase persepsi mahasiswa yang

    memilih kualitas ketercapaian tersebut pada katrgori baik 

    dan sangat baik menjadi cukup tinggi, yaitu 82,43%

    (55,73% baik dan 26,12% sangat baik). Data tersebut

     berkorelasi positif dengan indikator mutu soal-soal ujian,

     bahwa 86,16% mahasiswa setuju mutu soal-soal yang

    diberikan dosen tersebut tergolong baik dan sangat baik.

    Sebanyak 49,34% mahasiswa setuju bahwa mutu soal-soal

    ujian termasuk kategori baik dan 36.82% termasuk kategori

    sangat baik. Persepsi mahasiswa yang sangat tinggi pada

    mutu tugas latihan dan mutu soal-soal ujian tersebut

    diduga karena kedua komponen tersebut didesain untuk 

     berfiki r tin ggi (t in gk at ke suli ta n soal mu la i C4

    keatas).Kondisi tersebut akan menantang mahasiswa

    untuk berfikir kritis, jika ingin hasil belajar meningkat.

    Menurut Hasan [6], terdapat hubungan antara

    keterampilan metakognisi dan berfikir kritis terhadap hasil

     belajar biologi.

    Pengamatan terhadap parameter sistematika

    urutan materi kuliah (Gambar 5), menunjukkan bahwa

    51,75% mahasiswa setuju sistematika urutan tersebut

     berada pada kategori baik, 24,26% pada kategori sangat

     baik, 21.32% pada kategori cukup. Berdasarkan data

    tersebut, maka pelaksanaan proses perkuliahan yang

    terkait dengan indikator sistematika urutan materi kuliah

    yang berada pada kategori baik dan sangat baik menjadi

    cukup tinggi, yaitu 76,01%. Ketercapaian persentase yang

    cukup bagus ini diduga karena sudah ada pembagian

    materi yang jelas diantara tim pengampu matakuliah. Selain

    itu, latar belakang pendidikan dosen yang mengampu

    matakuliah sesuai dengan keahlian masing-masing.

    Kemutakhiran bahan bacaan yang digunakandosen menunjukkan persentase ketercapaian yang paling

    rendah dibanding indikator lainnyadalam parameter 

    kualitas materi perkuliahan(Gambar 5). Persepsi mahasiswa

    terhadap kemutakhiran bahan bacaan menunjukkan bahwa

    39,32% setuju kualitas ketercapaian kemampuan tersebut

    J. Pijar MIPA, Vol. IX No.2, September : 48 - 55

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    6/4653

     berada pada kategori baik, 26,12% pada kategori sangat

     baik, dan 29,21% pada kategori cukup. Berdasarkan data

    tersebut, maka persentase mahasiswa yang merespon

    indikator tersebut pada kategori baik dan sangat baik, yaitu

    65,44%. Nilai ini merupakan persentase terendah dalam

     parameter kualitas materi perkuliahan. Kemungkinan hal

    ini disebabkan karena pada saat menyusun materi kuliah,

    dosen jarang menggunakan jurnal, atau jarang

    menyampaikan hasil-hasil penelitiannya untuk dijadikan

    sebagai materi ajar. Untuk mengatasi masalah ini, dosen

    diharapkan dapat membuka perpustakaan on line yang

    dapat diakses gratis yang selama ini dilanggan oleh Dikti

    atau Unram.

    Pelaksanaan evaluasi proses perkuliahan

    menunjukkan bahwa indikator kualitas test yang baik 

    ditunjang oleh indikator isi test yang baik (Gambar 6).

    Sebanyak 55,12% mahasiswa mengakui bahwa kualitas test

     berada pada kategori baik, 27,60% berada pada kategori

    sangat baik, 14,56% berada pada kategori cukup, dan 2,06%

     berada pada kategori kurang. Berdasarkan data tersebut,

    maka kualitas test yang disusun dosen yang mendapat

     

    respon baik dan amat baik sebanyak 82,72%. Kenaikan

     persentase kualitas test pada kategori baik ini, diikuti

    kenaikan persentase kualitas test sesuai dengasn isi

    silabus dan SAP. Kecenderungan seperti ini terjadi diduga

    karena test yang disusun oleh dosen di prodi pendidikan

    Biologi FKIP Universitas Mataram dirancang untuk 

    kemampuan berfikir tinggi, terutama soal-soal yang

     berbentuk essay. Dengan demikian maka wajar saja variasi

    alat evaluasi yang diberikan dosen kurang bervariasi.

    Berbeda dengan kedua indikator dalam parameter 

     proses evaluasi tersebut diatas, indikator evaluasi yang

    dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan

    menunjukkan persentase tertinggi dengan kualitas

    ketercapaian pada kategori cukup (Gambar 6). Hal ini berarti

     bahwa dosen jarang melaksanakan proses evaluasi pada

    setiap akhir pokok bahasan. Kondisi seperti itu

    kemungkinan disebabkan karena proses evaluasi yang

    dilaksanakan dosen selama ini masih terbatas pada

    kelengkapan penilaian untuk U-1, U-2, dan U-3 saja yang

    sebagian besar dilaksanakan mengikuti jadual panitia ujian

    yang dibentuk Fakultas.

     

    Monitoring Dan Evaluasi Proses Perkuliahan..... (I G Mertha, Agil Al Idrus, M. L Ilhamdi, I P Artayasa, I W Merta )

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    7/4654

    Hasil monitoring sarana dan prasarana perkuliahan/

     praktikum yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan

     proses perkuliahan menunjukkan bahwa persentase

    responden yang memilih kategori ketercapaian baik, tidak 

    ada yang mencapai 50%. Demikian pula penggabungan

     persentase jumlah responen yang merespon baik dan

    kurang baik juga menjadi kurang dari 50% (Gambar 7).

    Mutu perkuliahan pada indikator kualitas fasilitas

     perk ul ia ha n/ pr ak ti kum, men un jukkan persent ase

    ketercapaian yang tidak jauh berbeda antara kategori baik 

    (41,05%) dengan kategori cukup (36,86%). Demikian pula

     pada indikator jumlah fasilitas perkuliahan/praktikum,

     bahwa persentase responden pada kategori baik (40,70%)

    tidak jauh berbeda dengan kategori cukup (34,75%).

    Kondisi ini kemungkinan disebabkan karena fasilitas yang

    tersedia untuk menunjang kegiatan perkuliahan dan

     praktikum banyak yang tidak up to date lagi yang tidak 

    sesuai dengan perkembangan ilmu terbaru, demikian pula

     jumlah pera la tan yan g masih kuran g. Sela in it u,

    kemungkinan banyak alat yang tidak berfungsi karena

    rusak. Kondisi seperti ini juga berlaku untuk LCD dan

     bahan-bahan praktikum. Untuk mengatasi hal ini, maka

     pihak pengelola laboratorium perlu berkoordinasi dengan

    dosen pengampu matakuliah untuk pengadaan alat-alat

     baru . Untuk menin gkat kan kuali ta s bahan -bahan

     praktikum, perlu dilakukan revitalisasi dan optimalisasi

     penggunaan Kebun Biologi dalam penyediaan bahan

    tersebut.

    Kualitas ketercapaian indikator pada kategori

    kurang dalam komponen sarana dan prasarana

     perkuliah an /praktikum (Gambar 7) menun juk kan

     persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan semua

    data yang telah dibahas sebelumnya. Persentase

    responden yang memilih kategori cukup mengalami

     peningkatan, yaitu berkisar antara 11,50% – 27,50%

    (Gambar 7). Kebersihan dan keindahan ruangan kuliah/ praktikum perlu mendapat perhatian karena menunjukkan

    kategori kurang dengan persentase paling tinggi. Selain

    itu, indikator ini juga menunjukkan kategori cukup (belum

     baik) dengan persentase yang lebih tinggi dibandingkan

    dengan kategori baik dan amat baik. Hal ini diduga ada

     

    hubungannya dengan kondisi laboratorium, terutama pada

    matakuliah yang melaksanakan praktikum. Kebersihan dan

    keindahan ruangan kuliah/praktikum mendapat respon

    negatif diduga karena cleaning service  yang bertugas

    membersihkan laboratorium tidak selalu ada saat praktikum

     berlangsung. Ruangan seringkali dibersihkan pada malam

    atau sore hari saja, kemudian pekerjaan dilanjutkan

    keesokan hari dengan waktu yang sama. Selain itu,

    kesadaran praktikan untuk membersihkan alat-alat

    laboratorium dan tidak membuang sampah sembarangan

    masih kurang. Penyebab lain yang juga diduga

    mempengaruhi kebersihan laboratorium karena frekuensi

     penggunaan laboratorium yang sangat padat dengan

    ukuran ruangan yang belum ideal. Hal ini terjadi karena

     pada awal laboratorium biologi dibentuk, luasnya 2 kali

    ukuran yang sekarang. Namun karena telah dibuka prodi

    Kimia, ruangan laboratorium tersebut disekat menjadi dua

    ruangan yang masing-masing sebagai tempat praktikum

    mahasiswa biologi dan mahasiswa kimia.

    Monitoring terhadap prosedur peminjaman/

     penggunaan media perkuliahan dan alat-alat praktikum

    menunjukkan bahwa responden yang menilai pada kategori

    cukup 47,36%, jumlahnya lebih tinggi dibandingkan

    dengan responen yang menilai pada kategori baik 34,90%

    dan sangat baik 5,56%. Hal ini menggambarkan bahwa

     prosedur peminjaman/penggunaan media perkuliahan dan

    alat-alat praktikum tersebut belum berjalan dengan baik.

    Hambatan ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh

    tanggung jawab masing-masing laboran dan pegawai

    administrasi yang masing-masing berkewajiban menangani

     peralatan penunjang perkuliahan, belum berjalan optimal

    sesuai uraian pembagian tugas. Untuk meningkatkan

    kualitas layanan yang lebih baik, perlu saling koordinasi

    yang intensif diantara petugas.

    Hasil monitoring terhadap ketersediaan dan mutu

     perangkat pembelajaran yang diperoleh dari respon dosenmenunjukkan bahwa semua indikator yang dinilai pada

    komponen ini memiliki persentase tertinggi pada kategori

     baik (Gambar 8). Persentase responden dalam kategori baik 

    tersebut sebagai berikut: Kelengkapan dan mutu

    SAP92,86%, kelengkapan dan mutu silabus 78,57%,

    J. Pijar MIPA, Vol. IX No.2, September : 48 - 55

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    8/4655

    ketersediaan dan relevansi media pembelajaran 71,43%,

    dan ketersediaan kontrak perkuliahan 57,14%. Jika

     per sentase responden pada kategori baik digabung

    dengan persentase responden pada kategori amat baik,

    maka masing-masing indikator (kategori baik dan sangat

     baik ) akan memi li ki pers en ta se sebagai berikut :

    Kelengkapan dan mutu silabus 100%, kelengkapan dan

    mutu SAP92,86%, ketersediaan dan relevansi media

     pembelajaran 85,72%, dan ketersediaan kontrak perkuliahan

    92.85%. Data ini menggambarkan bahwa kesiapan dosen

    dalam proses perkuliahan sangat tinggi. Ketersediaan dan

    mutu perangkat pembelajaran dengan kualitas

    ketercapaian yang sangat bagus ini agar terus

    dipertahaknan dan dimantapkan.

    Semua indikator dalam paremeter kualitas buku

    ajar dan petunjuk praktikum yang telah direspon responden(dosen) menunjukkan bahwa kualitas ketercapaian

    indikator tersebut berada pada kategori baik, dengan

     persentase yang paling tinggi (Gambar 9). Persentase

    responden dalam kategori baik tersebut, yaitu keterbacaan

    (mudah tidaknya dipahami) buku ajar dan petunjuk 

     praktikum 64,29%, sistematika penyusunan buku ajar dan

     petunjuk praktikum 57,14%, kemutakhiran referensi pada

     buku ajar dan petunjuk praktikum 50%, dan relevansi buku

    ajar dan petunjuk praktikum dengan silabus dan SAP

    42,86%. Jika persentase responden pada kategori baik 

    digabung dengan persentase responden pada kategori

    amat baik, maka masing-masing indikator (kategori baik 

    dan sangat baik) akan mengakumulasikan persentasesebagai berikut: keterbacaan (mudah tidaknya dipahami)

     buku ajar dan petunjuk praktikum 85,72%, sistematika

     penyusunan buku ajar dan petunjuk prakt ikum 71,43%,

    kemutakhiran referensi pada buku ajar dan petunjuk 

     praktikum 78,57%, dan relevansi buku ajar dan petunjuk 

     praktikum dengan silabus dan SAP 71,43%. Hasil ini

    menggambarkan bahwa kesiapan dosen dalam menyiapkan

    materi perkuliahan cukup tinggi.

    4. KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

     

    1. Pelaksanaan proses perkuliahan di program studi

     pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram

    pada Semester Genap 2013/2014 berjalan

    dengan baik.

    2. Respon mahasiswa terhadap proses perkuliahan

    menunjukkan kualitas ketercapaian berkategori

     baikdan sangat baik 65,57%, cukup baik/sedang

    27,05%, dan kurang 6,29%.

    Saran

    1. Ketua tim matakuliah agar selalu mengkoordinasi

    tim matakuliah dalam penyempurnaan silabus,

    SAP, dan kontrak kuliah.

    2. Dalam kegiatan praktikum, diharapkan agar dosen

    hadir pada semua mata acara yangdipraktikumkan.

    3. Sarana dan prasarana perkuliahan/praktikum

     perlu diper ha tikan agar dapat menunjan g

     perkuliahan yang lebih baik.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Danin, S., 2002, Inovasi Pendidikan, Penerbit Pustaka

    Setia, Bandung.

    [2] Prastati, T. dan P. Irawan, 1994,  Media Instruksional,

    Pusat antar Universitas Dirjen Dikti Depdikbud,

    Jakarta.

    [3] Irawan, P., 1994, Evaluasi Proses Belajar , Pusat antar Universitas Dirjen Dikti Depdikbud, Jakarta.

    [4] Depdikbud, 1994, Petunjuk Pelaksanaan Proses

     Belajar Mengajar , Balai Pustaka, Jakarta.

    [5] Tim Penjamin Mutu Universitas Brawijaya, 2007,

     Evaluasi Kinerja Di Program Studi Universitas

     Brawijaya, Pusat Penjaminan Mutu Unibraw,

    Malang.

    [6] Hasan, S. 2014. Keberhasilan proses belajar biologi

    dan pemberdayaan keterampilan berpikir tinggi.

     Jurnal Pendidikan Biologi, Volume 5, Nomor 

    2, Februari 2014: 186-193.

    Monitoring Dan Evaluasi Proses Perkuliahan.. ... (I G Mertha, Agil Al Idrus, M. L Ilhamdi, I P Artayasa, I W Merta )

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    9/4656

    PENGGUNAAN PARADIGMA GAYA-REAKSI DAN PENDEKATAN ANALOGI UNTUK MENINGKATKAN

    PEMAHAMAN KONSEP GAYA GESEK BAGI MAHASISWA CALON GURU FISIKA (STUDI KASUS

    PERKULIAHAN FISIKA DASAR I)

    Joni Rokhmat

    Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Mataram

    Email: [email protected]

    Abstrak : Hasil studi dalam perkuliahan Fisika Dasar I memperlihatkan bahwa mahasiswa calon guru fisika

     pada umumnya memiliki konsepsi keliru tentang gaya gesek. Konsepsi keliru tersebut meliputi penentuan syarat

    terjadinya gaya gesek antara dua benda, jenis gaya gesek (statik atau kinetik), arah gaya gesek, serta nilainya. Melalui

     pembahasan fenomena orang berjalan dan mobil bergerak dengan penggerak roda depan, dan menggunakan pendekatan

     paradigma gaya gesek sebagai gaya-reaksi dan pendekatan analogi, serta hukum-hukum Newton tentang gerak terbukti

    dapat mengubah konsepsi keliru mahasiswa tersebut menjadi konsepsi yang benar. Akhir pembelajaran menggunakan

    dua pendekatan tersebut terbukti mahasiswa memiliki pemahaman gaya gesek yang lebih sempurna, khususnya

     berkenaan dengan syarat terjadinya gaya gesek, penentuan jenis, arah, dan nilai gaya gesek.

       Kata kunci: : Pendekatan paradigma gaya gesek sebagai gaya-reaksi, pendekatan analogi, serta syarat

    kemunculan, jenis, arah, dan nilai gaya gesek.

    Abstract : The Study results in Fundamental Physics I lecturing showed that pre service Students of Physics

    in general have misconceptions about friction force. The misconceptions include determining of requirements of 

    friction force happening, sort of the friction force (static or kinetic), direction and value of the friction force. Through

    discussions ofthe phenomena of a human being walking and a car moving with front wheel activator, and used 

    approaches of a paradigm that friction force as a reactive-force and analogy, also used the Newton’s laws about

    movement it proved that those could changethe misconceptions to be true conceptions. The last of lecturing using the

    two approaches the Students have beter understanding of friction force, especially with rescpet to the requirements of 

    it’s happening, determining it’s sorts (static or kinetic), direction, and it’s value.

    Keywords : Approache of a paradigm that friction force as a reactive-force, analogy approache, also

    requirements of it’s happening, determining of sort, direction, and value of the friction force.

    1. PENDAHULUAN

    Sebagai salah satu sub-materi dalam pokok materi

    mekanika dalam fisika, konsep gaya gesek selalu dibahas

    dalam uraian pembelajaran fisika pada bagian mekanika.

    Hal ini terjadi pula dalam pembelajaran fisika pada jenjang

    Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Perguruan

    Tinggi. Namun demikian, sepengetahuan panulis, pembahasan konsep gaya gesek dalam buku-buku pada

    kedua jenjang tersebut secara umum belum mampu

    memfasilitasi pembelajar untuk memahaminya secara utuh.

    Fenomena lebih menyedihkan terjadi bahwa pembahasan

    konsep gaya gesek lebih merupakan suatu ringkasan dari

    konsep tersebut sehingga semakin menjauhkan pembelajar 

    untuk memahami konsep gaya gesek tersebut. Fenomena

    ini, diperkuat oleh kenyataan bahwa dalam perkuliahan

    Fisika Dasar Imahasiswa calon guru fisika secara signifikan

    memperlihatkan konsepsi awal yang jauh dari standar 

     pemahaman konsep gaya gesek.

    Gaya gesek merupakan salah satu konsep fisika yang cukup

     populer di kalangan mahasiswa fisika maupun siswa SMA.

     Namun demikian hasil analisis kasus dalam proses

     perkuliahan fisika dasar I memper liha tkan bah wa

    mahasiswa pada umumnya memiliki konsepsi yang keliru

    tentang gaya gesek. Konsepsi-konsepsi mahasiswa yangkeliru ini antara lain meliputi: (1) paradigma gaya gesek 

    sebagai gaya-reaksi, (2) penentuan persyaratan agar gaya

    gesek terjadi di antara dua benda, (3) penentuan jenis gaya

    gesek (statik atau kinetik), dan (4) penentuan arah gaya

    gesek, dan (5) penentuan nilai gaya gesek.

    Sesuai dengan judul, pada bagian pembahasan

    dari tulisan ini porsi terbesar mengulas penerapan

     pendekatan gaya-reaksi dalam upaya memfasi litasi

     pembelajar memahami konsep gaya gesek secara utuh.

    Penerapan pendekatan ini difokuskan untuk mengatasi

    konsepsi-konsepsi keliru nomor 2 sampai dengan 5

    . ar , o . o. , eptem er : -ISSN 1907-1744

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    10/4657

    sebagaimana disebutkan pada alinea di atas meskipun

    untuk bagian terakhir (nilai gaya gesek) tidak dibahas

    secara rinci mengingat terbatasnya halaman tulisan ini.

    Untuk menambah kedalaman pembahasan, dalam ulasan

    atau pembahasan tersebut akan dikaitkan dengan hukum

     Newton tentang gerak, baik hukum pertama, kedua,

    maupun ketiga, serta menggunakan contoh-contoh

    fenomena fisika yang dijadikan fokus pembahasan dalam

     perkuliahan Fisika Dasar I. Namun demikian, sebelum

    mengulas penerapannya, dalam tulisan ini dibahas lebih

    dulu pengertian paradigma gaya-reaksi.

    2. PEMBAHASAN

    Pengertian Paradigma Gaya-Reaksi

    Penulis tertarik mengawali pembahasan

     pengertian paradigma ini dengan menggali makna kata

    “reaksi”. Hampir dalam setiap pembelajaran, dan dalam

     pembaha san setiap kons ep fisika , penul is sela lu

    menggunakan pendekatan konsep reaksi. Sepanjang

     pengetahuan penulis, hampir seluruh peristiwa yang terjadi

    di lingkungan sekitar yang mengarah pada diri kita

    merupakan peristiwa reaksi dari sebuah atau beberapa aksi

    yang kita lakukan terhadap l ingkungan sekitar tersebut.

    Fenomena sejalan dengan Hukum III Newton bahwa ketika

    ada gaya aksi yang dikerjakan suatu benda pada benda

    lain maka benda kedua ini akan memberikan gaya-reaksi

     pada benda pertama [1, 2, 3].

    Apabila saat kita memberi kuliah atau mengajar 

    terdapat benda-benda, seperti bangku, meja, papan tulis,

    dinding ruangan, atau sebagian atau seluruh mahasiswa

    atau siswa yang dirasakan menjadikan kita tidak nyaman

     berada di ruang kuliah atau kelas, sesungguhnya peristiwa

    tersebut merupakan reaksi dari apa yang telah kita lakukan

    di kelas. Jadi pada dasarnya kita dapat menciptakan kondisi

    ruang kuliah atau kelas menjadi tempat yang

    menyenangkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yangmenyenangkan bagi mahasiswa, siswa, bahkan bagi benda-

     benda di sekitar kita yang berkategori benda mati

    Berdasar uraian di atas, paradigma gaya-reaksi

    dapat dijelaskan sebagai berikut: Secara umum gaya yang

    dapat diartikan sebagai suatu dorongan atau tarikan dapat

    dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok gaya aksi

    dan gaya-reaksi. Gaya aksi dapat diartikan sebagai suatu

    gaya yang kemunculannya tanpa didahului adanya gaya

    lain. Dalam pengertian hubungan sebab-akibat (kausalitas),

    kelompok gaya ini dapat dikategorikan sebagai gaya-gaya

    muncul “pertama” atau dalam hubungan kausalitas gaya

    ini merupakan cause atau penyebab yang memungkinkan

    munculnya effect atau akibat. Sementara itu, gaya-reaksidikategorikan kelompok gaya yang kemunculannya

    didahului oleh kelompok gaya pertama. Dalam hubungan

    kausalitas, kelompok gaya ini termasuk effect atau akibat

    dari sebuah atau sejumlah cause  atau penyebab. Pada

    dasarnya, dalam konteks gaya gesek hubungan kelompok 

    gaya aksi dan gaya-reaksi ini dapat pula diadopsi dari

     pengertian pasangan gaya aksi-reaksi.

    Penulis mendefinisikan pasangan gaya aksi-

    reaksi sebagai dua gaya yang masing-masing dihasilkan

    oleh subjek-1 dan subjek-2 sedemikian rupa sehingga gaya

    oleh subjek-1 bekerja pada subjek-2 dan secara langsung

    gaya ini mengakibatkan munculnya gaya oleh subjek-2

    yang bekerja pada subjek-1 atau sebaliknya. Bandingkan

     peristiwa di atas dengan peristiwa berikut: Subjek-1 dan

    subjek-2 keduanya memberi gaya pada subjek-3 dan kedua

    gaya ini sama besar tetapi berlawanan arah maka gaya-

    gaya yang diberikan oleh subjek-1 dan subjek-2 bukan

     pasangan gaya aksi-reaksi.

    Pengertian Pendekatan Analogi

    James Clerk Maxwell dalam [4]sedara eksplisit

    menyatakan bahwa analogi-analogi sangat diperlukan

    dalam pembahasan ilmu-ilmu fisika. Sementara itu,

    Podolefsky [4] menyebutkan beberapa contoh pasangan

    analogi esensial dalam fisika, seperti hukum Coulomb

    dengan hukum gravitasi, medan listrik dengan medan suhu,

    energi yang tersimpan dalam kapasitor dengan yang

    tersimpan dalam pegas, aliran aurs listrik dengan aliran air 

    dalam pipa, dan sebagainya. Artinya, untuk memudahkan

     pembahasan sua tu konsep dapat dilakukan dengan

    menganalogikan konsep itu dengan konsep lain yang

    sudah dikenal atau dipahami lebih baik atau dengan konsep

    lain yang lebih kongkrit[1, 2, 3].

    Dalam tulisan ini penulis mengartikan pendekatan

    analogi untuk pembelajaran fisika sebagai penggunaan

    objek atau cara lain yang dipandang lebih dikenal dan

    lebih mudah dipahami dalam menjelaskan suatu masalah.

    Pembahasan dalam tulisan ini gaya aksi yang diberikan

    kaki orang (Gambar 2) atau roda mobil (Gambar 3) pada

     permukaan jalan yang semula sangat sulit atau bahkan

    tidak mungkin dideteksi secara visual dianalogikan dengan

    gaya aksi kaki orang atau roda mobil di atas terhadap

    hamparan pasir yang cukup tebal. Dengan penganalogian

    ini, gaya aksi kaki atau roda di atas dapatdideteksi dari

     pergerakan butiran-butir an pasir yang bergerak atau

    terlempar.Dengan mengetahui arah gaya aksi yang

    diberikan oleh kaki orang yang berjalan atau yang diberikanroda mobil yang bergerak terhadap permukaan jalan maka

    kita dengan mudah dapat menentukan arah gaya reaksi

    yang diberikan permukaan jalan terhadap kaki orang atau

    roda mobil tersebut, yaitu pada arah yang berlawanan

    dengan arah gaya aksinya.

    Penentuan Persyaratan agar Gaya Gesek Terjadi di

    antara Dua Benda

    Dalam suatu proses perkuliahan Fisika Dasar I,

     pen ulis kepada 28 mahasiswa tahun per tama yang

    mengikuti perkuliahan tersebut menanyakan kapan gaya

    gesek antara dua benda dapat terjadi. Seluruh mahasiswa

    terhadap pertanyaan tersebut menyatakan bahwa gayagesek antara dua benda terjadi apabila dua benda tersebut

     bersentuhan dan keduanya berpermukaan kasar. Terhadap

     jawaban tersebut, penulis tidak memberi komentar kecuali

    membuat catatan di papan tulis bahwa seluruh mahasiswa

    setuju ketika dua benda berpermukaan kasar saling

     bersentuhan terjadi gaya gesek di antara kedua benda

    tersebut. Selanjutnya penulis memperlihatkan fenomena

    seperti pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan sebuah

     balok B bermassa M  diletakkan di atas lantai horizontal

    dan diketahui bahwa permukaan balok dan lantai adalah

    kasar. Dengan mengamati Gambar 1 ini, kepada mahasiswa

    Penggunaan Paradigma Gaya-Reaksi Dan Pendekatan Analogi..... (Joni Rokhmat)

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    11/4658

     penulis mengajukan pertanyhaan berikut: “Apakah antara

     permukaan bawah balok B dan permukaan lantai terjadi

    gaya gesek?”. Dengan mendasarkan pada konsepsi awal

    mereka, seluruh mahasiswa menjawab “ya”. Saat itu,

     penulis tidak membenarkan atau menyalahkan jawaban

    mahasiswa tetapi mengajukan pertanyaan lanjutan berikut:

    “Kemanakah arah gaya gesek tersebut? Terhadap

     pertanyaan terakhir ini ada seorang mahasiswa yang

    menjawab bahwa gaya gesek berarah ke kiri. Kemudian

     penulis meminta konfirmasi mahasiswa lainnya terhadap

     jawaban tersebut. Ada sekitar delapan mahasiswa setuju

    dengan jawaban temannya tetapi yang lainnya tetap diam.

    Terakhir, sebelum menuntaskan pembahasan ini, penulis

    mengajukan pertanyaan lanjutan yaitu “Mengapa arah

    gaya gesek tersebut tidak ke kanan, ke belakang (tegak 

    lurus menembus bidang gambar), ke depan (tegak lurus

    keluar dari bidang gambar), atau ke arah lainnya?

    Fase berikutnya, mahasiswa merasa bingung

    untuk memutuskan bagaimana arah yang seharusnya.

    Penulis memberi jeda waktu kepada mahasiswa untuk 

    memikirkan fenomena tersebut. Beberapa saat kemudian

     penulis meminta mahasiswa untuk mengaitkan kondisi

    sistem balok-lantai itu dengan hukum Newton tentang

    gerak. Fakta menunjukkan bahwa balok B berdiam di atas

    lantai. Penulis mengingatkan kembali bahwa berdasarkan

    hukum I Newton, ketika suatu benda mengalami resultan

    gaya nol maka benda itu akan tetap berdiam atau ber-Gerak Lurus Beraturan (ber-GLB). Fenomena ini juga sejalan

    dengan hukum II Newton jika balok B mengalami resultan

    gaya nol maka balok itu tidak mengalami percepatan yang

     berarti kecepatannya tidak berubah dengan kata lain jika

    semula berdiam akan tetap berdiam dan jika semula

     bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan konstan.

    Jika ungkapan itu dibalik, maka balok  B  yang sedang

     berdiam harus mengalami resultan gaya nol[1, 2, 3].

    Akhirnya seluruh mahasiswa sepakat bahwa

     jawaban arah gaya gesek itu salah bahkan gaya gesek itu

    sendiri tidak ada atau balok B saat itu tidak mengalami

    gaya gesek. Alasannya, jika ada gaya gesek yang bekerja

     pada balok B sementara itu tidak ada gaya lain yang bekerjasecara horizontal pada balok tersebut berarti balok  B

    memiliki resultan gaya horizontal sama dengan gaya gesek 

    tersebut sehingga balok yang semula diam akam bergerak 

    searah gaya gesek itu dan hal ini jelas mustahil. Namun

    demikian, muncul pertanyaan lain: “Bagaimana mungkin

    dua benda dengan permukaan kasar saling bersentuhan

    tidak mengalami gaya gesek?” Pada kesempatan ini,

     penulis meyakinkan kepada mahasiswa bahwa gaya gesek 

     pa da hakeka tnya merupaka n gaya-r ea ksi yang

    keberadaannya bergantung ada dan tidaknya gaya aksi.

    Jika balok pada Gambar 1 didorong ke kanan maka saat itu

     

    B

    Gambar 1 Balok B berada di atas lantai horizontal, permukaan balok B dan lantai kasar.

    Lantai horizontal

     permukaan bawah balok itu mendorong (memberi gaya

    aksi) permukaan lantai ke kanan. Selanjutnya, permukaan

    lantai bereaksi mendorong (memberi gaya-reaksi)

     permukaan bawah balok itu ke kiri . Kedua gaya ini

    memenuhi kriteria pasangan gaya aksi-reaksi dan sesuai

    hukum III Newton nilai kedua gaya ini sama tetapi arahnya

     berlawanan, yaitu gaya aksi dorongan permukaan bawah

     balok ke kanan dan gaya-reaksi dorongan permukaan lantai

    ke kiri[1, 2, 3].

    Hasil pembahasan Gambar 1 dalam perkuliahan

    tersebut meyakinkan mahasiswa tentang dua hal, pertama

     bahwa gaya gesek pada hakekatnya merupakan gaya-

    reaksi dan kedua bahwa agar pada dua permukaan benda

    terjadi gaya gesek ada tiga syarat, yaitu: (1) kedua benda

     bersentuhan, (2) kedua permukaan benda kasar, dan (3)

    ada upaya saling bergeser antara dua permukaan tersebut

    sehingga kedua permukaan itu tetap saling berdiam atau

    saling bergerak. Dalam fenomena Gambar 1, tarikan

    gravi tasi bumi menyebabkan balok  B menyentuh permukaan lantai dan ketika balok B didorong ke kanan

     berarti permukaan bawah balok itu berupaya bergeser 

    kekanan di atas permukaan lantai. Perlu dicatat pengertian

     bersentuhan, bahwa dua benda dikatakan bersentuhan

    apabila ada komponen normal gaya dari satu permukaan

    yang menekan (gaya aksi) permukaan kedua sehingga pada

     permukaan kedua ini terjadi gaya normal yang menahan

     permukaan pertama sebagai gaya-reaksi terhadap gayatekan tersebut.

    Penentuan Jenis Gaya Gesek (Statik atau Kinetik)

    Pada Gambar 1 penulis ketika ada dorongan ke

    kanan pada balok B seluruh mahasiswa akhirnya sepakan

    terjadi gaya gesek antara balok itu dengan lantai.

    Selanjutnya, penulis berusaha menanamkan pemahaman

    konsep jenis gaya geseknya. Untuk menambah kedalaman

     pehamanam jenis gaya gesek ini, selain fenomena balok B

    di atas, penulis menghadapkan fenomena lainnya kepada

    mahasiswa. fenomena-fenomena itu seperti gaya gesek 

    antara telapak kaki dan permukaan jalan pada peristiwaorang berjalan kaki, gaya gesek antara permukaan roda

    dengan jalan pada mobil yang sedang bergerak.

    Pada Gambar 1, ketika balok B didorong ke elative dua

    kemungkinan keadaan gerak balok itu, pertama balok tetap

     berdiam dan kedua balok bergerak ke kanan. Pada kedua

    keadaan ini mahasiswa memiliki konsepsi benar yaitu

     bahwa pada keadaan pertama balok mengalami gaya gesek 

    statik ke kiri sedangkan ketika bergerak ke kanan balok itu

    mengalami gaya gesek kinetik ke kiri. Untuk sementara,

     penulis berasumsi bahwa mahasiswa telah memahami

    konsep jenis gaya gesek. Untuk menguji sejauhmana

    J. Pijar MIPA, Vol. IX No.2, September : 56 - 61

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    12/4659

    kealaman pemahamannya, penulis menghadirkan dua

    fenomena lainnya (Gambar 2 dan Gambar 3).

    Fenomena pertama (Gambar 2), seseorang sedang

     berjalan kaki ke kanan. Selanjutnya, penulis meminta

    mahasiswa menentukan jenis gaya gesek yang dialami

    orang tersebut. Hampir seluruhnya (sekitar 20 mahasiswa)

    menyatakan bahwa orang tersebut menalami gaya gesek 

    kinetik sedangkan sisanya tidak merespon. Ketika penulis

    menanyakan alasannya, mereka membuat argumentasi

    yang sangat sederhana, yaitu karena orang tersebut

     bergerak. Para mahasiswa memiliki konsepsi bahwa

    fenomena ini sama dengan peristiwa balok  B ketika

    didorong dan bergerak ke kanan. Tidak ada satupun

    mahasiswa yang menyatakan bahwa gaya gesek yang

    dialami orang itu adalah berjenis kinetik. Dari fenomena

    ini, penulis menyimpulkan bahwa mahasiswa tidak 

    memahami pengertian bergerak pada kasus gaya gesek.

    Mereka melihat gerak benda berfokus pada benda itu

    secara keseluruhan bukan pada bagian dari benda itu yang

     bersentuhan dengana benda lain.

    Pengertian gerak berkenaan dengan jenis gaya

    gesek kinetik pada dasarnya berkaitan dengan syarat ketiga

    terjadinya gaya gesek antara dua permukaan, yaitu ada

    upaya saling bergeser antara dua permukaan tersebut

    sehingga kedua permukaan itu tetap saling berdiam atau

    saling bergerak. Apabila kedua permukaan yang bersentuhan saling berdiam maka gaya gesek yang muncul

     bersifat statik tetapi apabila kedua permukaan itu saling

     bergeser maka gaya gesek yang muncul bersifat kinetik.

    Berdasarkan penjelasan ini, jenis gaya gesek pada Gambar 

    1 adalah statik ketika balok berdiam dan kinetik ketika balok 

    itu bergerak ke kanan. Namun demikian, fenomena pada

    Gambar 2 jenis gaya gesek yang terjadi antara kaki orang

    itu dengan permukaan jalan adalah statik.

    Perbedaan jenis gaya gesek pada balok  B yang

     bergerak dan orang yang berjalan sebagaimana disebutkan

     pada alinea di atas adalah dapat dijelaskan sebagai berikut:

     

    (1) Gaya gesek antara balok B dan lantai. Ketika balok B

     bergerak, bagian permukaan bawah balok mengalami

     pergeseran terhadap permukaan lantai. Pada peristiwa itu,

    setiap bagian lantai yang dilalui balok pernah bersentuhan

    dengan permukaan bawah balok. Pada peristiwa ini,

     penulis menamakan permukaan bawah balok B bergerer 

    terhadap permukaan lantai sehingga jenis gaya gesek yang

    terjadi sebagai hasil interaksi permukaan balok dan lantai

    adalah kinetik. (2) Gaya gesek atara kaki (permukaan bawah

    alas kaki) orang dengan permpukaan jalan. Ketika orang

    itu berjalan, tidak semua permukaan jalan yang dilalui

    orang itu bersentuhan dengan kaki orang tersebut. Hal ini

    dikarenakan ketika orang itu berjalan, satu kaki orang itu

     bersen tuhan dengan permukaan ter tentu dari jalan

    kemudian kaki itu diangkat dan diinjakkan pada permukaan

     jalan lainnya sehingga bersentuhan tetapi ada permukaan

     jalan lain yang tidak bersentuhan dengan kaki orang

    tersebut. Jadi pada fenomena ini, kaki orang tersebut

     bersentuhan dengan permukaan jalan, sentuhan dilepas,

    kemudian bersentuhan lagi dengan permukaan jalan

    lainnya, dan demikian seterusnya atau penulis menamakan

     peristiwa ini kaki orang tersebut pada dasarnya saat

     bersentuhan dengan permukaan jalan keduanya saling

     berdiam dan dengan sendirinya tidak saling bergerak.

    Dengan demikian, gaya gesek yang terjadi antara kaki

    orang itu dengan permukaan jalan bersifat statik.Gambar 3 memperlihatkan sebuah mobil yang

    sedang bergerak ke kiri dengan penggerak roda depan

    dan pedal gas ditekan secara konstan, serta selama itu

    diasumsikan bahwa perputaran mesin belum mancapai

    maksimum. Berkenaan dengan fenomena tersebut penulis

    meminta mahasiswa (pada kelas berbeda berjumlah 22

    mahasiswa) untuk menentukan jenis dan arah gaya gesek 

    yang dialami roda depan dan belakang sebagai hasil

    interaksinya dengan permukaan jalan.

    Salah seorang mahasiswa mengemukakan

    konsepsi awal bahwa jenis gaya gesek yang dialami

     

    Penggunaan Paradigma Gaya-Reaksi Dan Pendekatan Analogi..... (Joni Rokhmat)

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    13/4660

     permukaan roda mobil (bagian depan dan belakang) adalah

    gaya gesek kinetik. Saat penulis meminta konfirmasi kepada

    mahasiswa lainnya, seluruh mahasiswa menyatakan setuju

    dengan konsepsi tersebut. Hampir sama dengan fenomena

    Gambar 2, ternyata konsepsi gaya gesek kinetik semata-

    mata didasarkan pada fakta bahwa mobil itu sedang

     bergerak.

    Selanjutnya penulis meminta mahasiswa untuk 

    menganalisis secara lebih mendalam terhadap bagaimana

    sesungguhnya interaksi permukaan mobil itu dengan

     pe rmuk aan ja la n. Sebaga i pembandin g, pen ul is

    menggunakan penghapus dan meja, memperagakan dua

     peristiwa pergerakan permukaan penghapus terhadap

     permukaan meja dengan pen ganalogian penghapus

    sebagai roda mobil dan meja sebagai jalan. Peristiwa

     pertama, penghapus digulingkan secara perlahan di atas

    meja sedangkan peristiwa kedua penghapus digulingkan

    sambil digeser di atas meja. Kemudian, terhadap kedua

     peristiwa itu penulis kembali menanyakan jenis gaya gesek 

    yang dialami permukaan penghapus (permukaan roda

    mobil).

    Untuk menentukan jenis gaya gesek apa pada

    kedua peristiwa di atas, mahasiswa sekarang tampak lebih

     berhati-hati. Mereka mulai dapat melihat bahwa pada dua

     peristiwa itu cara permukaan penghapus berinteraksi

    dengan permukaan meja adalah berbeda. Selanjutnya

    dengan membandingkan peristiwa ini dengan penjelasan

     pada Gambar 2, yaitu pada peristiwa pertama permukaan

     penghapus dan meja terjadi kontak statik karena tidak ada

     pergeseran satu dengan lainnya melainkan bersentuhan

    kemudian lepas. Sementara, pada peristiwa kedua ada

    kontak kinetik karena ada pergeseran antara permukaan

     penghapus dengan permukaan meja. Dengan analisis ini,

    mahasiswa sepakat bahwa pada peristiwa pertama

     permukaan penghapus mengalami gaya gesek statik tetapi

     pada peristiwa kedua permukaan itu mengalami gaya gesek kinetik. Dengan kata lain gaya gesek statik dihasilkan dari

    interaksi statik sedangkan gaya gesek kinetik dihasilkan

    dari interaksi kinetik.

    Akhirnya menggunakan analogi peristiwa

     penghapus dan meja mahasiswa dapat meyakini bahwa

     jika mobil pada Gambar 3 berjalan tanpa selip (interaksi

    statik) maka seluruh permukaan roda mobil mengalami gaya

    gesek statik dan jika mobil itu mengalami selip (interaksi

    kinetik) maka permukaan roda mobil itu mengalami gaya

    gesek kinetik.

    Penentuan Arah dan Nilai Gaya Gesek

    Pada Gambar 1, ketika balok B di dorong ke kananmahasiswa sepakat bahwa balok itu mengalami gaya gesek 

     berarah ke kiri. Terhadap kesepakatan mahasiswa tersebut

     penulis berasumsi bahwa mahasiswa sudah memahami cara

    menentukan arah gaya gesek tersebut. Namun demikian,

    ketika diminta menentukan arah gaya gesek yang dialami

    orang yang sedang berjalan (Gambar 2), semua mahasiswa

    menyatakan bahwa gaya gesek iru berarah ke kiri.

    Berdasarkan dua fakta di atas penulis berkeyakinan bahwa

    mahasiswa belum mengetahui cara mentukan arah gaya

    gesek. Hal ini, terutama ditunjukkan mahasiswa ketika

    menentukan arah gaya gesesk pada Gambar 2. Jika benar 

     bahwa orang itu mengalami gaya gesek ke kiri, sementara

    tidak ada gaya horizontal lain yang bekerja pada orang

    tersebut maka orang itu mengalami resultan gaya

    horizontal ke kiri. Jika dikaitkan dengan hukum II Newton,

     jelas hal ini tidak mungkin karena jika arah gaya itu benar 

    seharusnya orang itu akan mengalami percepatan ke kiri

    sehingga gerakannya juga ke kiri tetapi faktanya orang itu

     bergerak (berjalan) ke kanan[1, 2, 3].

    Menggunakan paradigma bahwa gaya gesek 

    adalah gaya-reaksi fenomena pada Gambar 2 dapat dengan

    mudah dijelaskan. Ketika orang tersebut berjalan ke kanan,

    interaksi kaki (permukaan bawah alas kaki) dengan jalan

    adalah sebagai berikut: (1) Saat akan berjalan ke kanan,

    kaki orang itu mendorong (menekan) permukaan jalan ke

    kiri; Selanjutnya (2) Permukaan jalan memberi gaya reaksi

    mendorong kaki orang itu ke kanan. Gaya-reaksi

     permukaan jalan terhadap kaki orang itu yang dikenal

    sebagai gaya gesek yang dialami kaki, yaitu gaya hasil

    interaksi permukaan kaki dan permukaan jalan. Jadi jelas

     bahwa pada Gambar 2, orang yang berjalan ke kanan itu

    mengalami gaya gesek yang juga ke kanan bukan ke kiri.

    Berkaitan dengan Gambar 3, seluruh mahasiswa memiliki

    konsepsi awal bahwa gaya gesek yang dialami roda mobil

    adalah ke kanan, baik pada roda depan maupun

     belakang.Konsepsi ini jelas bertentangan dengan hukum

     Newton tentang gerak. Konsekuensi konsepsi ini mobil

    mengalami resultan gaya horizontal berarah ke kanan

    sehingga gerak mobil akan melambat. Jika mobil itu

     bergerak ke kiri dengan kecepatan konstan atau dipercepat

    maka mobil harus berresultan gaya horizontal nol (untuk 

    kecepatan konstan) atau tidak nol berarah ke kiri (untuk 

    gerak dipercepat ke kiri)[1, 2, 3]. Penulis kembali meminta

    mahasiswa menganalisis arah gaya gesek tersebut dengan

     pendekatan paradigma gaya-r eaksi. Melalui proses

     pembahasan, penulis meyakinkan mahasiswa bahwa gaya

    eksternal yang dialami mobil hanya gaya gesek pada rodasebagai interaksinya dengan jalan. Jika diyakini pada roda

    ada gaya gesek yang berarah ke kanan maka harus pula

    ada yang berarah ke kiri supaya memungkinkan resultan

    gaya eksternal nol atau tidak nol dan berarah ke kiri.

    Pertanyaan berikutnya, pada roda bagian depan atau

     belakangkah yang memungkinkan roda mengalami gaya

    gesek ke kiri?

    Deskripsi di atas memperlihatkan bahwa konsepsi

    awal mahasiswa ada yang salah. Untuk itu, penulis

    mencoba memperbaiki konsepsi tersebut dengan

    menggunakan paradigma gaya gesek sebagai gaya-reaksi

    dan pendekatan analogi. Agar dapat menentukan gaya-

    reaksi harus didahului menganalisis gaya aksi, yaitu gayayang diberikan roda mobil pada jalan. Untuk memudahkan

    analisis gaya aksi dan reaksinya, kita pisahkan

     pembahasan pada roda depan dan belakang karena kedua

    roda ini memiki kondisi berbeda, yaitu roda depan

    terhubung dengan mesin penggerak sedangkan roda

     belakang tidak terhubung dengan mesin itu.

    Gaya aksi dan reaksi pada roda belakang. Pada

    dasarnya pergerakan roda belakang ini mengikuti tarikan

    as rodanya. Ketika mobil ke kiri berarti as (poros) roda

     belakang menarik roda itu ke kiri. Jika permukaan jalan

    diganti dengan hamparan pasir yang cukup tebal, ketika

    J. Pijar MIPA, Vol. IX No.2, September : 56 - 61

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    14/4661

    mobil bergerak ke kiri butiran pasir di depan roda itu akan

    terdorong ke kiri. Apa artinya? Hal ini memperlihatkan

     bahwa sesungguhnya permukaan roda itu mendorong

     pasir ke kiri atau penulis menamakan ini sebagai gaya aksi

    oleh roda belakang pada permukaan jalan. Sesuai dengan

    hukum III Newton, permukaan jalan memberikan gaya-

    reaksi pada roda itu ke kanan[1, 2, 3]. Jadi dapat diterima

     bahwa ketika mobil bergerak ke kiri, roda belakang mobil

    mengalami gaya gesek ke kanan.

    Gaya aksi dan reaksi pada roda depan. Berbeda

    dengan roda belakang, roda depan mobil bersifat sebagai

     penyebab bergeraknya mobil itu. Jika dikaitkan dengan as

    (poros) rodanya, bukan as yang menarik roda tetapi roda

    depan itu yang menarik as. Jika permukaan jalan diganti

    dengan hamparan pasir yang cukup tebal, ketika pedal

    gas ditekan sehingga mobil bergerak ke kiri, terdapat

     but iran -bu tiran pasir yan g terdorong atau bahkan

    terlempar ke kanan. Hal ini menunjukkan bahwa

    sesungguhnya roda depan ini mendorong pasir ke kanan,

     penulis menamakan roda depan memberi gaya aksi ke

    kanan pada jalan. Sesuai dengan hukum III Newton,

     permukaan jalan (pasir) memberi gaya reaksi pada roda

    depan ke kiri dan gaya ini merupakan gaya gesek hasil

    interaksi permukaan roda dengan permukaan jalan[1, 2, 3].

    Jadi uraian ini mengisyaratkan bahwa roda depan mobil

    mengalami gaya gesek ke kiri ketika mobil itu bergerak ke

    kiri dengan kondisi pedal gas ditekan.

    Hal berbeda pada roda depan apabila pedal gas

    mobil tidak titekan. Pada kondisi ini, situasi roda depan

    sama seperti roda belakang, yaitu roda ditarik as mobil.

    Jadi pada situasi ini, pedal gas mobil tidak ditekan dan

    mobil sedang berjalan ke kiri, roda depan dan belakang

    mengalami gaya gesek ke kanan. Akhirnya, dari semua

     penjelasan di atas dapat dimengerti mengapa roda mobil

     berkemungkinan mengalami resultan gaya nol, ke kiri, atau

    ke kanan. Ketika mobil bergerak dengan kecepatankonstan ke kiri, mobil itu memiliki resultan gaya eksternal

    nol, yaitu gaya gesek ke kanan pada roda belakang sama

     besar dengan gaya gesek ke kiri pada roda dean. Ketika

    mobil bergerak dipercepat ke kiri, mobil memiliki resultan

    gaya eksternal ke kiri, yaitu gaya gesek ke kanan pada

    roda belakang lebih kecil dari gaya gesek ke kiri pada roda

    depan. Sebaliknya, ketika pedal gas mobil tidak ditekan,

    mobil yang sedang berjalan ke kiri akan semakin lambat.

    Saat ini mobil memiliki resultan gaya eksternal ke kanan,

    yaitu gaya gesek pada roda depan maupun belakang

     berarah ke kanan.

    Dengan pendekatan paradigma gaya gesek 

    sebagai gaya-reaksi dan pendekatan analogi akhirnyaseluruh mahasiswa sepakat bahwa pada fenomena Gambar 

    2, orang yang sedang berjalan ke kanan secara normal

    mengalami gaya gesek statik ke kanan bukan gaya gesek 

    kinetik ke kiri seperti konsepsi awal mereka. Selanjutnya,

     pada fenomena Gambar 3, seluruh mahasiswa sepakat

     bahwa selama mobil tidak mengalami selip, seluruh roda

    mengalami gaya gesek statik. Selain itu, mereka juga setuju

     bahwa sselama mobil bergerak ke kiri, roda belakang selalu

    mengalami gaya gesek berarah ke kanan (ke belakang)

    tetapi roda depan yang dihubungkan dengan mesin

    mengalami gaya gesek yang arahnya dapat ke kanan (ke

     belakang) atau ke kiri (ke depan). Gaya gesek yang

    dialaminya berarah ke kanan ketika pedal gas mobil tidak 

    ditekan tetapi ketika pedal itu ditekan gaya gesek tersebut

     berarah ke kiri.

    3. Kesimpulan dan Saran

    Kesimpulan

    Konsep gaya gesek merupakan konsep mendasar 

    dalam fisika yang perlu dikuasai pembelajar secara utuh

    untuk mendukung pembahasan konsep fisika lebih lanjut.

     Namun demikian, secara umum para pendidik belum mampu

    membelajarkan peserta didik sehingga pembelajar mampu

    mencapai penguasaan gaya gesek secara utuh tersebut.

    Strategi pembahasan menggunakan pendekatan paradigma

    gesek sebagai gaya-reaksi dan pendekatan analogi dalam

     proses pembelajar an terbukti mampu memfasi litasi

     pembelajar memahami konsep gaya gesek secara utuh.

    Pemahaman tersebut meliputi tiga syarat yang harus

    dipenuhi agar gaya gesek terjadi, penentuan jenis gaya

    gesek (statik atau kinetik), dan dalam menentukan arah,

    serta nilai dari gaya gesek tersebut.

    Saran

    Melalui tulisan ini, disarankan para pendidik 

    dalam bidang studi fisika mampu menjadikan pendekatan

     par adig ma gaya gesek seba ga i ga ya-r ea ks i dan

     pendekatan analogi sebagai salah satu strategi dalam

     pembelajaran fisika, khususnya pada pembahasan gaya

    gesek. Dalam pembelajaran fisika, umumnya konsep gaya

    gesek memiliki porsi pembahasan yang elative singkat,

    karenanya penulis menghimbau kepada para guru dan

    dosen agar menyediakan ruang yang cukup untuk 

     pembah asan gaya gesek sehin gga dimung kink an

     pembelajar dapat menguasai konsepnya secara lebih

    sempurna.

    Daftar Referensi

    [1] Halliday, D. & Resnick, R. (1978).Physics part 1 & 2,

    Third Edition. Canada: John Wiley & Sons. Inc.

    [2] Tipler, P. A. & Mosca, G.(2008). Physics for Scientists

    and Engineers, Sixth edition. New York: W H

    Freeman and Company.

    [3] Gordon, J. R., McGrew, R. V., & Serway, R. A. (2010).

    Physics for Scientists and Engineers, eighth

    edition volume 1. USA: Cengage Learning, Inc.

    [4] Podolefsky, N.,(2004). The Use of Analogy in Physics

     Learning and Inst ruct ion.   University of 

    Colorado.

    Penggunaan Paradigma Gaya-Reaksi Dan Pendekatan Analogi..... (Joni Rokhmat)

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    15/4662

    PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF BERBASIS KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN

    PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI PADA MATERI

    POKOK SISTEM KOLOID

    Mardhika Surachman1, Muntari2, Lalu Rudyat Telly Savalas2

    1Alumni Program Studi Magister Pendidikan IPA Universitas Mataram

    2Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Mataram

    Email: [email protected]

    Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menghasilkan multimedia interaktif sistem koloid yang layak 

    diterapkan di sekolah, dan menguji keefektifan multimedia interaktif tersebut dengan: 2) mengetahui apakah penguasaan

    konsep siswa yang menggunakan multimedia interaktif berbasis kontekstual lebih baik daripada penguasaan konsep

    siswa yang tidak menggunakan multimedia interaktif berbasis kontekstual pada materi pokok sistem koloid; dan 3)

    mengetahui apakah keterampilan berpikir kritis siswa yang menggunakan multimedia interaktif berbasis kontekstual

    lebih baik daripada keterampilan berpikir kritis siswa yang tidak menggunakan multimedia interaktif berbasis kontekstual

     pada materi pokok sistem koloid. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahresearch and development 

    (R&D) dengan mengikuti model pengembangan Borg &Gall. Hasil validasi ahli oleh 4 validator dan uji coba terbatas

    oleh 10 siswa menunjukkan bahwa multimedia interaktif sangat layak digunakan dengan skor masing-masing sebesar 

    4,21 dan 4,36. Uji coba lapangan menggunakan desain non-equivalent control group design dengan 2 kelas sampel,

    menghasilkan nilai probabilitas penguasaan konsep sebesar 0,00 (p < 0,05) dan nilai probabilitas keterampilan berpikir kritis sebesar 0,00 (p < 0,05). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) pengembangan produk pembelajaran

     berupa multimedia interakt if berbasis kontekstual dapat dikembangkan dengan cara melakukan analisis materi pada

    setiap sub materi sebagai dasar pengembangan produk awal, selanjutnya diuji kelayakan dan efektivitasnya serta

    direvisi lewat validasi ahli, uji coba terbatas, dan uji coba lapangan sehingga dihasilkan produk akhir yang layak 

    digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah, 2) penguasaan konsep siswa yang menggunakan multimedia interaktif 

     berbasis kontekstual lebih baik daripada penguasaan konsep siswa yang tidak menggunakan multimedia in teraktif 

     berbasis kontekstual pada materi pokok sistem koloid, dan 3) keterampilan berpikir kritis siswa yang menggunakan

    multimedia interaktif berbasis kontekstual lebih baik daripada keterampilan berpikir kritis siswa yang tidak menggunakan

    multimedia interaktif berbasis kontekstual pada materi pokok sistem koloid.

       Kata kunci: : multimedia interaktif, kontekstual, penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis

    Abstract : The aims of this study were to: 1) generate interactive multimedia of colloidal system which is

    suitable to be implemented in schools, and to test the effectiveness of an interactive multimedia by: 2) knowing

    whether concepts mastery of students who use context-based interactive multimedia is better than concepts mastery

    of students who do not use context-based interactive multimedia on subject matter of colloidal system, and 3) knowing

    whether critical thinking skill of students who use context-based interactive multimedia is better than critical thinking

    skill of students who do not use context-based interactive multimedia on subject matter of the colloidal system. The

    method used in this study was research and development (R&D) according to the model of Borg & Gall’s development.

    The results of the expert validation by 4 validators and limited testing by 10 students showed that the interactive

    multimedia was very suitable to be used, with scores of 4.21 and 4.36 for expert validation and limited testing, respectively.

    Field trial testing, using a non-equivalent control group design with 2 class samples, resulted in the concept mastery

    of probability value of 0.00 (p < 0.05) and the probability of critical thinking skill value of 0.00 (p < 0.05). From this

    research we can conclude that: 1) context-based interactive multimedia can be developed by means of analyzing the

    material in each sub material as the basis for developing primary form of product, then tested for it’s feasibility,

    effectiveness, and revised through an expert validation, limited field is considered testing, and main field testing,

    consecutively, so that the resulting product to be suitable for learning process, 2) concepts mastery of students who

    use context-based interactive multimedia is better than concepts mastery of students who do not use context-based 

    interactive multimedia on subject matter of colloidal system, and 3) critical thinking skill of students who use context-

     based interactive multimedia is better than critical thinking skill of students who do not use context-based interactive

    multimedia on the subject matter of the colloidal system.

    Keywords : interactive multimedia, context learning, concept mastery, critical thinking skill

    . ar , o . o. , ep em er : -ISSN 1907-1744

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    16/4663

    1. PENDAHULUAN

    Hasil telaah kurikulum 2013 menunjukkan bahwa

    salah satu prinsip dalam pengembangan kurikulum 2013

    adalah kurikulum berbasis kompetensi yang ditandai oleh

     pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan,

    keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik 

    yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran (Dokumen

    Kurikulum 2013 SMA/MA). Kimia sebagai salah satu

     pelajaran yang diajarkan di tingkat sekolah menengah tidak 

    hanya sekedar untuk mentransfer ilmu pengetahuan dari

    guru ke siswa, melainkan siswa diharapkan mampu

    mengembangkan keterampilan berpikir agar dapat

    mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki terhadap

    situasi kehidupan nyata seperti yang tercantum dalam

    kompetensi inti mata pelajaran kimia. Salah satu

    keterampilan berpikir yang dibutuhkan untuk mencapai

    tujuan tersebut adalah keterampilan berpikir kritis.

    Keterampilan berpikir kritis atau yang dikenal dengan

    sebutancritical thinking adalah keterampilan seseorangdalam menggunakan proses berpikirnya untuk 

    menganalisis argumen dan memberikan interpretasi

     berdasarkan persepsi yan g sahi h mela lui logical

    reasoning, analisis asumsi dan bias dari argumen daninterpretasi logis [1].

    Dalam pembelajaran kimia di sekolah, siswa masih

     belum dapat difasilitasi untuk melatih keterampilan berpikir 

    kritis dan mendalami penguasaan konsep. Berdasarkan

    hasil observasi dan wawancara di salah satu sekolah yakni

    di MAN 2 Mataram, guru biasanya menggunakan model

     pembelajaran langsung, di mana siswa memperoleh materi

    semata-mata dari guru, sedangkan siswa kurang aktif 

    terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa

    kurang mampu membangun pengetahuan sendiri sehingga

    keterampilan berpikirnya tidak dapat terlatih dengan baik.

    Terlebih lagi karakteristik ilmu kimia yang bersifat abstrak,

    akan sangat membutuhkan keterampilan berpikir dan peng uasaan konsep yang utuh un tuk ben ar -benar 

    memahami materi sehingga dapat mengaplikasikannya

    dalam kehidupan sehari-hari.

    Salah satu materi kimia yang memiliki banyak 

    aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yakni materi sistem

    koloid. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, sistem

    koloid di mata para siswa merupakan materi hapalan dan

    tidak menarik padahal bila dikaji lebih dalam materi ini

    sangat bermanfaat untuk menjelaskan berbagai fenomena

    dalam kehidupan nyata dan memiliki aplikasi yang sangat

    luas dalam berbagai bidang kehidupan. Persepsi siswa

    tersebut disebabkan karena karakteristik sistem koloid 

    yang didominasi oleh aspek mikroskopis (tidak dapat

    terlihat), sementara pembelajaran sistem koloid di sekolah

    masih belum bisa memberi gambaran yang jelas kepada

    siswa mengenai aspek mikroskopis tersebut sehingga

     pengetahuan siswa terbatas pada aspek makroskopis

    (yang dapat dilihat). Siswa hanya dapat menghapal tanpa

     benar-benar memahami mater i tersebut. Akibatnya

    keterampilan berpikir kritis siswa tidak dapat terlatih dan

     penguasaan konsep yang dimiliki siswa menjadi tidak utuh.

    Kean & Middlecamp mengemukakan bahwa untuk dapat

    memahami suatu konsep dengan utuh, siswa harus dapat

    memahami konsep kimia dari level makroskopik hingga level

    mikroskopiknya [2]. Adapun media yang dipandang tepat

    untuk menggambarkan konsep kimia koloid dari aspek 

    makroskopis hingga mikroskopisnya adalah multimedia

    interaktif. Multimedia adalah media yang

    mengkombinasikan elemen-elemen berupa teks, grafis,

    gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi

    menggunakan komputer. Desain multimedia interaktif 

    dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan

    oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa

    yang dikehendaki untuk proses selanjutnya [3].

    Penggunaan elemen-elemen berupa teks, grafis, gambar,

    foto, audio, video dan animasi pada multimedia

     pembelajaran dapat menggambarkan konsep kimia koloid 

    mencakup tiga aspek kajian baik makroskopis, simbolis,

    maupun mikroskopisnya sehingga siswa dapat memiliki

     penguasaan konsep yang utuh pada materi sistem koloid.

    Dalam proses pembelajaran, penguasaan konsep sangatlah

     pentin g. Dengan penguasaan konsep, siswa dapat

    meningkatkan kemahiran intelektualnya dan membantu

    dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya serta

    menimbulkan pembelajaran bermakna [4]. Dengan kata lain

     penguasaan konsep yang dapat diperoleh dari multimedia

    interaktif dapat membantu meningkatkan keterampilan

     berpikir kritis siswa. Namun siswa tidak serta merta dapat

    mengaplikasikan keterampilan berpikir kritis dalam

    kehidupan sehari-hari. Untuk itu dalam proses

     pembelajaran, keterampilan berpikir kritis siswa perlu dilatih

    dan dikembangkan agar siswa dapat mengaitkan dan

    menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi

    kehidupan nyata.

    Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan

    suatu kreativitas pendidik dalam mengembangkan

    multimedia interaktif dengan menggunakan suatu

     pendekatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa

    untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

    Pendekatan pembelajaran yang dipandang tepat adalah pendekatan kontekstual.

    Pendekatan kontekstual merupakan konsep

     pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan

    antara materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa, yang

    dapat mendorong siswa membuat hubungan antara

     pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam

    kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan

    masyarakat [5]. Dengan menggunakan multimedia interaktif 

     berbasis kontekstual maka siswa dapat diarahkan untuk 

    dapat menjelaskan fenomena nyata dan menyelesaikan

     permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dengan dibekali

     penguasaan konsep yang mereka bangun sendiri lewat

     pengamatan visual multimedia. Pada akhirnya multimediainteraktif berbasis kontekstual diharapkan dapat

    memberikan penguasaan konsep yang utuh pada siswa

    serta dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa.

    Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini

    antara lain: (1) menghasilkan multimedia interaktif sistem

    koloid yang layak untuk diterapkan di sekolah; (2)

    mengetahui apakah penguasaan konsep siswa yang

    menggunakan multimedia interaktif berbasis kontekstual

    lebih baik daripada penguasaan konsep siswa yang tidak 

    menggunakan multimedia interaktif berbasis kontekstual

     pada materi pokok sistem koloid; dan 3) mengetahui apakah

    Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Kontekstual.... (Mardhika S, Muntari, Lalu Rudyat Telly Savalas)

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    17/4664

    keterampilan berpikir kritis siswa yang menggunakan

    multimedia interaktif berbasis kontekstual lebih baik 

    daripada keterampilan berpikir kritis siswa yang tidak 

    menggunakan multimedia interaktif berbasis kontekstual

     pada materi pokok sistem koloid.

    2. METODE PENELITIAN

    Metode penelitian yang digunakan dalam

     penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan

    atau research and development   (R&D) dengan model

     pengembangan Borg & Gall [6] yang dibatasai hingga

    langkah ke 7, antara lain (1) melakukan pengumpulan

    informasi (observasi, kajian pustaka, dan analisis materi);

    (2) melakukan perancangan (merumuskan tujuan dan

     prosedur kerja penelitian); (3) mengembangkan bentuk 

     produk awal yaitu MMI-BK dan beberapa perangkat

     pendukung lain seperti RPP, LKS, dan instrumen soal; (4)

    melakukan ujicoba lapangan permulaan (termasuk validasi

    oleh 4 validator ahli dan uji coba terbatas); (5) melakukan

    revisi terhadap produk utama; (6) melakukan ujicoba

    lapangan utama; (7) melakukan revisi terhadap uji lapangan

    utama.

    Uji coba lapangan dilakukan pada dua kelas dengan desain

    sebagai berikut:

    Subjek uji coba dalam penelitian ini adalah siswa

    sekolah menengah atas kelas XI Semester II. Untuk uji

    coba terbatas subjek terdiri dari 10 orang siswa

    (berkemampuan tinggi, sedang, rendah), sedangkan untuk 

    uji coba lapangan subjek terdiri2 kelas yakni kelas XI IPA

    1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai

    kelas kontrol.

    Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam

     penelitian ini antara lain lembar validasi multimedia dan

     perangkat pembelajaran, angket respon peserta didik dan

    tes hasil belajar. Lembar validasi media dan perangkat pembelajaran digunakan untuk memperoleh data tentang

     penilaian dan kelayakan dari para ahli terhadap media

     pembelajaran dan perangkat pendukung (RPP, LKS,

    instrumen soal) yang dikembangkan. Angket respon

    digunakan untuk mengetahui tanggapan peserta didik 

    terhadap multimedia. Lembar validasi dan angket respon

    disusun menggunakan skala Likert dengan 5 alternatif 

     jawaban antara lain: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-

    Ragu (RR), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

    (STS). Tes hasil belajar digunakan untuk memperoleh data

    hasil belajar (penguasaan konsep dan keterampilan berpikir 

    kritis) peserta didik dalam kegiatan pembelajaran setelah

    Tabel 1. Desain Penelitian Non-equivalent Control Group Design 

    O 1 X O2

    O 3 O4

    Keterangan:O1 : Nilai awal kelas eksperimen

    O3   : Nilai awal kelas kontrolO2  : Nilai akhir kelas eksperimen

    O4 : Nilai akhir kelas kontrolX : Penerapan MMI-BK

    menggunakan produk yang dikembangkan. Tes hasil

     belajar berupa tes tertulis yang terdiri dari soal pilihan

    ganda untuk mengukur penguasaan konsep dan soal

    uraian untuk mengukur keterampilan berpikir kritis.

    Data hasil validasi multimedia, perangkat pembelajaran

     pendu kun g da n respon si swa di anali si s dengan

    menghitung skor rata-rata dari 4 validator dan mengubah

    skor tersebut menjadi kriteria, antara lain “sangat baik”

    (4,21-5,00), “baik” (3,41–4,20), “cukup” (2,61–3,40),

    “kurang” (1,81–2,60), dan “sangat kurang” (1,00-1,80).

    Multimedia/perangkat dikatakan layak apabila memenuhi

    kriteria minimal “cukup”. Selanjutnya data hasil belajar 

    dari kedua kelas dianalisis homogenitas dan normalitasnya

    untuk mengetahui jenis uji hipotesis yang digunakan.

     Independent Sample T-Test   digunakan bila asumsi

     parametrik terpenuhi (data normal), sedangkan bila asumsi

     parametrik tidak terpenuhi (data tidak normal), uji hipotesis

    menggunakan Mann-Whitney U-Test  [7].

    3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil analisis materi, sistem koloid 

    memuat representasi makroskopis (bersifat konkret),

    mikroskopis (bersifat abstrak), dan simbolis secara

     bersamaan. Di samping itu, materi ini memiliki aplikasi yang

    luas dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari

    (bersifat kontekstual). Sub materi sistem dispersi memuat

    kajian makroskopis dan mikroskopis. Kajian makroskopis

    terletak pada perbedaan fisis antara larutan sejati, sistem

    koloid, dan suspensi serta jenis-jenis koloid, sedangkan

    kajian mikroskopis terletak pada distribusi partikel larutan

    sejati, koloid, dan suspensi. Sub materi yang kedua yakni

    sifat-sifat koloid lebih menekankan pada kajian mikroskopis

    daripada makroskopisnya. Kajian mikroskopis berkaitan

    dengan proses yang terjadi dalam setiap sifat koloid 

    sedangkan aspek makroskopisnya berkaitan denganaplikasi koloid dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan

    sifat-sifatnya. Sub materi yang terakhir yakni pembuatan

    koloid melibatkan kajian makroskopis, mikroskopis, dan

    simbolis. Kajian makroskopis berkaitan dengan

     pengamatan fisis pembuatan koloid, sementara kajian

    mikroskopisnya berkaitan dengan proses pergerakan dan

     perubahan partikel dalam pembuatan koloid, dan simbolis

     berkaitan dengan reaksi-reaksi kimia dalam pembuatan

    koloid.

    Berdasarkan kajian dan analisis materi sistem

    koloid pada setiap sub materi, peneliti mengembangkan

    J. Pijar MIPA, Vol. IX No.2, September : 62 - 67

  • 8/17/2019 Vol 9 No 2_copy.pdf

    18/4665

    multimedia interaktif yang menggambarkan sistem koloid 

    dalam 3 (tiga) representasi baik makroskopis, mikroskopis,

    maupun simbolis. Selanjutnya multimedia interaktif 

    didesain dengan pendekatan kontekstual, di mana

     pend ala man konsep dimula i da ri asp ek kon kr et

    (makroskopis), baru kemudian menelaah aspek abstrak 

    (makroskopis) dan simbolisnya. Dari hasil analisis materi

    ini dihasilkan produk awal multimedia interaktif berbasis

    kontekstual (MMI-BK) yang selanjutnya divalidasi dan

    diujicobakan kepada siswa.

    Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh rata-

    rata skor validasi multimedia sebesar 4.21 (sangat baik),

    RPP kelas eksperimen 4,22 (sangat baik), RPP kelas kontrol

    4,25 (sangat baik), LKS praktikum 4,20 (baik), dan instrumen

    soal 4,23 (sangat baik). Dari hasil tersebut multimedia dan

     perangkat pendukung lainnya layak digunakan untuk uji

    lapangan. Berdasarkan saran dari para ahli, peneliti

    melakukan revisi pada multimedia terutama pada aspek isi

    dan tampilan.

    Uji coba terbatas dari 10 siswa menghasilkan skor 

    rata-rata sebesar 4,36 (sangat baik). Siswa memberi

    komentar positif terhadap multimedia, sedangkan saran

    dan masukan dari siswa digunakan sebagai bahan

     pertimbangan peneliti untuk melakukan revisi selanjutnya

    yakni pada audio, bahasa, dan desain tampilan multimedia.

    Uji coba lapangan menggunakan 2 kelas yakni kelas

    eksperimen menggunakan multimedia interaktif berbasis

    kontekstual yang dikembangkan dan kelas kontrolmenggunakan pembelajaran konvensional. Berdasarkan

    hasil analisis data  pre-test , kedua kelas dinyatakan

    homogen namun tidak terdistribusi normal sehingga untuk 

    mengetahui perbandingan kemampuan awal siswa

    digunakan uji Mann Whitney U Test . Dari hasil analisis

    tersebut, diperoleh nilai signifikansi penguasaan konsep

     

    sebesar 0,906 (p > 0,05) dan nilai signifikansi keterampilan

     berpikir kritis sebesar 0,786 (p > 0,05) sehingga dapat

    disimpulkan bahwa kemampuan awal (penguasaan konsep

    dan keterampilan berpikir kritis) kedua kelas adalah sama

    (tidak ada perbedaan).

    Setelah pemberian perlakuan pada kedua kelas,

    diperoleh data  post-test  pada kedua kelas dengan hasil

    sebagai berikut:

    Dari grafik tersebut terlihat perbedaan nilai rata-rata kelas

    eksperimen dengan kelas kontrol. Nilai rata-rata

     penguasaan konsep kelas eksperimen sebesar 81,44

    sedangkan kelas kontrol sebesar 60,32. Nilai rata-rata

    keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen sebesar 76.05

    sedangkan kelas kontrol sebesar 44,66.

    Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi

     perbedaan nilai kedua kela s tersebut, dilakukan uji

    hipotesis menggunakan Mann Whitney U-Test  karena data

    tidak terdistribusi normal. Berikut adalah rangkuman hasil